Post on 26-Oct-2020
STATUS TANAH WAKAF YANG DIDAFTARKAN SEBELUM
DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG WAKAF NO.41 TAHUN 2004
DI KUA KECAMATAN SAWANGAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Srjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
RIZKY GUSTIANSYAH
NIM: 1112046300012
KONSENTRASI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF (ZISWAF)
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Rizky Gustiansyah
2. Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 10 Agustus 1995
3. Alamat : Jln Abdul Wahab Rt 003 Rw 003 Kec Sawangan
Kota Depok, Jawa Barat
4. Telpon : 085771236715
5. E-mail : Rizkygustiansyah10@gmail.com
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. MI HAYATUL ISLAMIYAH (1999-2006)
2. SMP ISLAMIYAH SAWANGAN (2006-2009)
3. MA ISLAMIYAH SAWANGAN (2009-2012)
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Ikatan Remaja Masjid Al-muckhlasien (IRMA) Wakil Ketua Pelaksana PHBI
2. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Persatuan Sepak Bola MA ISLAMIYAH SAWANGAN
IV LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Suryadi
2. Ibu : Suryani
3. Alamat : Jln Abdul Wahab Rt 003 Rw 003 Kec Sawangan Kota Depok
Jawa Barat
ABSTRACT
Rizky Gustiansyah. NIM: 1112046300012, Status of Land of Endowments Registered
Prior to Enactment of Endowments Law No.21 of 2004 in KUA Sawangan District, Department
of Sharia Economics, Faculty of Economics and Business, Syarif Hidayatullah National Islamic
University Jakarta, 2019 M / 1440 H. xiv + 66 pages + attachments.
This study aims to find out how the status of waqf land registered before the enactment of
waqf Law No. 41 of 2004, this research was conducted in KUA Sawangan sub-district. In the
problem of perwakafan, there are many cases of waqf land disputes, with the Act No. 41 of 2004
making it easier for people who want to represent, because there is a guarantee of legal
certainty because there are laws that cover it. The author uses descriptive-qualitative writing
method and collects data methods by means of interviews, direct observation, and
documentation.
The results showed that the majority of waqf land in the Sawangan sub-district already
had a waqf land certificate and was in accordance with Law No. 41 of 2004 concerning waqf. Of
the 382 waqf land locations in Sawangan Subdistrict as many as 70.94% or 271 locations
already have certificates while as many as 27.48% or 105 have AIW status and 1.5% or 6
locations are still in the process of BPN. Of the entire kelurahan in Sawangan Subdistrict the
waqf land location is mostly in Sawangan sub-district with 44 waqf land locations and an area
of 62824.31m2. The status of waqf land in the village of Sawangan has 30 locations that have
waqf land certificates with a percentage of 68.18%, while 13 locations are still AIW status with a
percentage of 29.54% and the rest in the BPN process with 1 location with a percentage of
2.27%.
Keywords: Endowments, Law Number 41 of 2004.
Supervisor: Drs. Ahmad Yani. M.Ag
References: 1978, in the year 2011
ABSTRAK
Rizky Gustiansyah. NIM : 1112046300012, Status Tanah Wakaf yang di Daftarkan
Sebelum di Berlakukannya Undang-undang Wakaf No.21 Tahun 2004 di KUA Kecamatan
Sawangan, Jurusan Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019 M / 1440 H. xiv + 66 halaman + lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana status tanah wakaf yang didaftarkan
sebelum diberlakukannya Undan-undang wakaf Nomor 41 tahun 2004, penelitian ini dilakukan
di KUA kecamatan sawangan. Dalam masalah perwakafan banyak sekali ditemui kasus-kasus
sengketa tanah wakaf, Dengan adanya Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 ini semakin
memudahkan masyarakat yang ingin berwakaf, sebab adanya jaminan kepastian hukum karena
ada Undang-undang yang memayunginya. Penulis menggunakan metode penulisan deskriptif-
kualitatif dan mengumpulkan metode data dengan cara wawancara, observasi langsung, dan
dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Sebagian besar tanah wakaf di kecamatan Sawangan
telah memiliki sertifikat tanah wakaf dan telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang wakaf. Dari 382 lokasi tanah wakaf di Kecamatan Sawangan sebanyak 70.94%
atau 271 lokasi telah memiliki sertifikat sedangkan sebanyak 27.48% atau 105 berstatus AIW
dan 1.5% atau 6 lokasi yang masih dalam proses BPN. Dari seluruh kelurahan yang terdapat di
Kecamatan Sawangan lokasi tanah wakaf yang terbanyak berada di kelurahan Sawangan dengan
44 lokasi tanah wakaf dan luas 62824.31m2. Status tanah wakaf di kelurahan sawangan ini
terdapat 30 lokasi yang telah memiliki sertifikat tanah wakaf dengan prosentase sebesar 68.18%,
sedangkan 13 lokasi masih berstatus AIW dengan prosentase sebesar 29.54% dan sisanya dalam
proses BPN sebanyak 1 lokasi dengan perolehan prosentase sebesar 2.27%.
Kata kunci : Wakaf, Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004.
Dosen Pembimbing : Drs. Ahmad Yani. M.Ag
Daftar Pustaka : Tahun 1978 s.d Tahun 2011
viii
KATA PENGANTAR
Assalmu’alaikkum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kepada ribaan Allah SWT.
Atas segala curahan nikmat dan hidayah yang tiada henti sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat serta salam penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Insya allah kita termasuk kedalam umat-Nya.
Didorong itu semua, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Status Tanah Wakaf yang didaftarkan sebelum diberlakukannya UU wakaf
No.41 tahun 2004 tentang wakaf”.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mwngucpkan banyak terima
kasih kepada berbagai pihak yang secara langsung membantu penyelesaiab skripsi
ini, diantaranya adalah :
1. H. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah beserta jajaran Wakil
Dekan.
2. Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah beserta jajran Wakil Dekan.
ix
3. AM Hasan Ali, MA Ketua Program Setudi Muamalat (Hukum Ekonomi
Syari’ah), dan Abdulrauf, Lc, MA Sekertaris Program Studi Muamalat
(Hukum Ekonomi Syari’ah).
4. Dr. Muhammad Nur Rianto Al Arif, M.Si Ketua Program Studi Ekonomi
Syariah dan Endra Kasni Laili Yuda, M.Si Sekertaris Program Studi
Ekonomi Syari’ah.
5. Drs. Ahmad Yani. M.Ag Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan bimbingan, arahan, saran, dan semangat kepada penulis.
6. Dr. Abd. Aziz Hsb, M.Pd Dosen Penasihat Akademik Konsentrasi
Manajemen Zakat dan Wakaf (ZIAWAF) atas saran dan masukan dalam
penulisan skripsi ini.
7. Segenap Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum akan ilmu dan motivasi
belajar selama penulis berkuliah di Fakultas Syari’ah dan Hukum.
8. Tim Task Force Passing Out Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)
yang telah mengahrahkan penulis dalam menyelesaikan gelar Sarjana
Ekonomi (S.E.) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
9. Segenap anggota KUA kecamatan sawangan yang telah memberikan
masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini.
10. H. Asmad, S.Ag kepala KUA kecamatan Sawangan yang telah
melungkan waktunya untuk membantu penulisan skripsi ini.
11. Bibi H. Rosdiana MA yang saya anggap sebagai orang tua saya sendiri
yang selalu memberi semangat dan motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan skrispi ini
x
12. Kedua orang tua saya Suryadi (bapak), Suryani (ibu), yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
13. Teman-teman ZISWAF Angkatan 2012 dan KKN DEKATI yang telah
memnerikan motivasi, dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari dengan berbagai keterbatasan penulisan baik
dalam penyajian laporan, bentuk tulisan, maupun isi dari skripsi ini. Penulis
mengharapkan kritik, saran maupun perbaikan yang bertujuan untuk
penyempurnaan skripsi ini.
Wassalamu’alaikkum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Jakarta, 18 Februari 2019
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRACT
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 5
1. Pembatasan Masalah ....................................................................... 5
2. Perumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 6
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ............................................ 7
1. Metode Penelitian ............................................................................ 7
2. Subjek dan Objek Penelitian ........................................................... 7
3. Sumber Data .................................................................................... 7
4. Tehnik Pengumpulan Data .............................................................. 7
E. Review Studi Terdahulu ....................................................................... 8
xii
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 10
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG WAKAF............................................ 12
A. Pengertian Wakaf ............................................................................. 12
B. Dasar Hukum Wakaf ........................................................................ 14
C. Rukun-rukun dan Syarat Wakaf ....................................................... 18
D. Macam-macam Wakaf ....................................................................... 22
1. Wakaf Ahli .................................................................................... 22
2. Wakaf Khairi ................................................................................. 23
E. Tujuan dan Hikmah Wakaf................................................................ 24
BAB III GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN SAWANGAN ............... 26
A. Kondisi Objektif KUA Kecamatan Sawangan .................................. 26
B. Letak Geografis .................................................................................. 26
C. Visi dan Misi ....................................................................................... 27
D. Struktur Organisasi ............................................................................. 28
E. Program Kerja KUA Kecamatan Sawangan ....................................... 30
BAB IV STATUS TANAH WAKAF YANG DIDAFTARKAN SEBELUM
DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG WAKAF DI SAWANGAN .... 38
A. Kondisi dan Situasi Perwakafan Tanah Diindonesia ......................... 38
B. Status Tanah Wakaf Tanpa Sertifikat Menurut Hukum Islam Dan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ................... 45
C. Status Tanah Wakaf yang didaftarkan Sebelum Berlakunya Undang-
unfang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ................................. 54
D. Status Tanah Wakaf di Kecamatan Sawangan .................................. 58
xiii
E. Analisa ................................................................................................ 59
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 62
A. Kesimpulan ........................................................................................ 62
B. Saran ................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 64
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Review Studi Terdahulu................................................................. 9
Tabel 3.1 Struktur Organisasi ...................................................................... 30
Tabel 4.1. Data Tanah Wakaf di Kecamatan Sawanggan ............................ 59
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi sebagian besar rakyat Indonesia, tanah menempati kedudukan penting
dalam kehidupan mereka sehari-hari.Terlebih lagi bagi rakyat pedesaan yang
pekerjaan pokoknya bertani, berkebun atau berladang, tanah merupakan tempat
pergantungan hidup mereka.Tanahlah yang merupakan modal yang terutama, dan
untuk bagian terbesar dari Indonesia, tanahlah yang merupakan modal satu-
satunya.1Manfaat dari tanah tersebut adalah digunakan oleh Negara melalui
pemerintah yang tujuannya adalah mewujudkan kemakmuran masyarakat.
Sebagai mana dijelaskan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kepentingan rakyat”.2
Tanah dapat dinilai pula suatu harta yang permanen, berbagai jenis hak
melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat, dan ketentuan untuk
memperoleh hak tersebut.Tanah dapat juga untuk keperluan peribadatan dan
keperluan suci lainnya. Indonesia sebagai negara berkembang mengakui betapa
pentingnya permasalahan tentang tanah, dan berupaya untuk membuat aturan
tentang hukum agraria nasional yang berdasar pada hukum adat tentang tanah,
yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia
dengan bersandar pada hukum islam.3
1 Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek,(Jakarta:
Rajawali, 1992), hlm.1 2 Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3).
3 Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2003),
hlm.12.
2
Masalah mengenai tanah nerupakan hal yang klasik terjadi pada
masyarakat, sehingga sengketa tanah merupakan persoalan bersifat berulang dan
selalu ada dimana-mana di muka bumi.Oleh karena itu, sengketa yang
berhubungan dengan tanah senantiasa berlangsung secara terus-menerus karena
setiap orang memiliki kepentingan yang berhubungan dengan tanah.Salah satu
sengketa tanah yang sering terjadi di dalam masyarakat adalah sengketa mengenai
tanah wakaf.4
Menyadari betapa pentingnya permasalahan tanah di Indonesia, maka
Pemerintah bersama DPR-RI telah menetapkan Undang-undang tentang peraturan
Dasar Pokok Agraria (UUPA) yaitu pasal 49 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Pokok Agraria disahkan tanggal 24 September 1960, sebagai berikut
:
1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang
dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan
dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang
cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang diakui langsung oleh
Negara dengan hak pakai.
3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah.5
Karena itu perlu suatu upaya pemberdayaan wakaf berkesinambungan
dengan memperhatikan tanah wakaf agar tercapai tujuan optimal.Mengingat
wakaf merupakan perbuatan hukum yang berkembang dan dilaksanakan
masyarakat, yang pengaturannya belum maksimal. Perbuatan mewakafkan adalah
perbuatan yang suci, mulia dan terpuji sesuai dengan ajaran agama islam.
4 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.12.
5 Undang-Undang Pokok Agraria1960 Pasal 49 Nomor 5.
3
Berhubungan dengan itu maka tanah yang hendak diwakafkan itu harus betul-
betul merupakan milik bersih dan tidak ada cacatnya dari sudut kepemilikan.6
Kata “Wakaf” berasal dari bahasa arab “Waqafa”. Makna dari waqafa
berarti menahan, berhenti, diam ditempat, atau tetap berdiri. Menurut undang-
undang wakaf No. 41 Tahun 2004 wakaf adalah perbuatan hokum wakif untuk
memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya, untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya
guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakif
adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.Sedangkan Ikrar Wakaf
adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan atau tulisan
kepada nadzir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
Pelaksanaan wakaf menurut PP No.28 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri
Agama No. 1 Tahun 1987 mengatur petunjuk yang lebih lengkap. Menurut pasal
9 ayat (1) PP No. 28 Tahun 1977, pihak yang hendak mewakafkan tanahnya
diharuskan datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk
melaksanakan Ikrar Wakaf, PPAIW dalam hal ini adalah Kepala KUA
Kecamatan. Dalam hal suatu kecamatan tidak ada kantor KUA-nya, maka Kepala
Kanwil Depag menunjuk Kepala KUA terdekat sebagai Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf di kecamatan tersebut. Hal ini ditentukan dalam pasal 5 ayat (1) dan
(3) Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1978.7
Dalam perkembangan selanjutnya praktek wakaf yang dilakukan di
Indonesia masih sangat bersifat tradisionalis, ini bias dilihat dari masih banyaknya
masyarakat muslim Indonesia yang dalam berwakaf masih menggunakan
kebiasaan-kebiasaan keagamaan, seperti kebiasaan melakukan perbuatan hukum
yang dalam hal ini wakaf, masih menggunakan tradisi lisan, yang mana atas dasar
saling kepercayaan semata kepada seseorang atau lembaga tertentu. Kebiasaan
6 Imam Suhadi, Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Primayasa, 2002), hlm. 2 7 Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1978 Tentang Wakaf pasal 5 ayat (1) dan (3).
4
memandang wakaf sebagai amal saleh yang mempunyai nilai mulia di hadirat
tuhan tanpa harus melalui prosedur administratif. Dan harta wakaf dianggap milik
Allah semata yang siapa saja tidak akan berani mengganggu gugat, apalagi
mengambilnya tanpa seizin Allah SWT.
Tradisi wakaf tersebut memunculkan berbagai fenomena yang
mengakibatkan perwakafan di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang
signifikan dan menggembirakan untuk kepentingan masyarakat banyak, bahkan
banyak benda wakaf yang hilang atau bersengketa dengan pihak ketiga akibat
tidak adanya bukti tertulis seperti ikrar wakaf, sertifikat tanah dan lain-lain.8
Dalam masalah perwakafan banyak sekali ditemui kasus-kasus sengketa
tanah wakaf, baik itu sengketa intern maupun ekstern. Misalnya dalam sengketa
intern adalah karena adanya suatu kepentingan ahli waris si wakif menarik
kembali tanah yang telah diwakafkan. Sehingga menimbulkan sengketa antara
ahli waris dengan pihak pengelola yaitu nazhir. Kalau kita fahami mengapa
kasus-kasus seperti diatas banyak terjadi, benang merahnya adalah karena
ketiadaan sertifikat wakaf, sehingga pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
melihat ini sebagai sebuah peluang untuk merebut tanah wakaf yang belum atau
tidak mempunyai sertifikat wakaf.
Berbicara mengenai sertifikat wakaf sudah tentunya takkan terlepas dari
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, di Indonesia ada beberapa
peraturan yang mengatur tentang masalah wakaf, baik berbentuk PP, Inpresdan
UU bermuladari PP no.7 tahun 1977, Inpres no.21 tahun 1991 dan yang terbaru
UU no.41 tahun 2004 tentang wakaf. Dengan adanya Undang-undang yang baru
tersebut semakin memudahkan masyarakat yang ingin berwakaf. Sebab adanya
jaminan kepastian hukum Karena ada UU yang memayunginya. Yang jadi
permasalahan sekarang adalah bagaimanakah kedudukan tanah wakaf yang
didaftarkan sebelum berlakunya UU no.41 tahun 2004 tentang wakaf? Mungkin
8 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Paradigma baruwakaf di Indonesia, Dirjen Bimas
Islam, 2006 hlm. 98
5
untuk tanah wakaf yang didaftarkan sesudah berlakunya UU ini tak jadi masalah,
apakah masih terikat dengan peraturan lama, atau mengikut pada UU yang baru?
Apakah UU yang baru dalam hal ini UU no.41 tahun 2004 tentang wakaf
mengakomodasi permasalahan ini?
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis berfikir sungguh sangat
menarik mengkaji masalah ini lebih lanjut ke dalam sebuah penelitian dan
menuangkannya ke dalam sebuah skripsi yang berjudul: “STATUS TANAH
WAKAF YANG DIDAFTARKAN SEBELUM DIBERLAKUKANNYA UU
NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF (Studi pada KUA Kecamatan
Sawangan)
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Pembatasan masalah merupakan usaha untuk menetapkan batasan-
batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti, batasan masalah ini berguna
untuk identifikasi factor mana saja yang tidak termasuk dalam ruang lingkup
masalah penelitian.
Selanjutnya dalam penelitian ini, mengingat objek yang akan diteliti
cakupannya sangat luas, maka penulis member batasan hanya pada Status
tanah wakaf yang didaftarkan sebelum berlakunya UU No. 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf.
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah ialah usaha untuk menyatakan secara tersirat
pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab dan dicarikan jalan
pemecahan masalahnya. Perumusan masalah merupakan identifikasi dari
masalah dan pembatasan masalah, dengan kata lain perumusan masalah
merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup
masalah yang akan diteliti yang didasarkan atas identifikasi masalah dan
pembatasan masalah.
6
Yang menjadi permasalahan disini adalah dalam UU No.41 Tahun 2004
Tentang Wakaf dinyatakan bahwa tanah wakaf yang dilakukan sebelum
berlakunya UU ini dinyatakan sah sebagai tanah wakaf dengan catatan harus
didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 tahun sejak UU ini berlaku, tidak
melakukan ketentuan sebagaimana yang diharuskan dalam pasal 69 UU ini.
Inilah yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini.
Selanjutnya untuk mempermudah dalam penyusunan maka perlu
dirumuskan permasalahan dalam skripsi ini yang mana tertuang dalam
pernyataan yaitu:
Bagaimana status tanah wakaf yang didaftarkan sebelum diberlakukannya UU
No. 41 tahun 2004 tentang wakaf?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengethui tanah wakaf yang tanpa sertifikat menurut hukum islam dan
UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
2. Untuk menjelaskan status tanah wakaf yang didaftarkan sebelum
diberlakukannya UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf
Sedangkan manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi penulis memberikan pemahaman tentang ilmu yang telah didapatkan
kepada masyarakat khususnya tentang keperdataan islam.
2. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah
khazanah ilmu pengetahuan, terutama dalam masalah perwakafan di Indonesia.
3. Secara praktis diharapkan dengan penelitian ini masyarakat mendapatkan
wawasan dan pengertian tentang konsep wakaf dan tanah wakaf yang kembali
disengketakan serta prosedur sertifikasi tanahwakaf.
4. Melengkapi khazanah keilmuan tentang wakaf.
7
D. Metode penelitian dan teknik penulisan
1. Metode penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif
dengan jenis metode deskriptif, sebuah metode untuk mengungkapkan masalah
denagan cara memaparkan atau menggambarkan situasi atau peristiwa dari
penelitian.
2. Subjek dan Objek penelitian
Adapun yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah Status tanah
wakaf yang didaftarkan sebelum berlakunya UU No.41 tahun 2004 tentang
wakaf. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah KUA Sawangan Depok
3. Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini penulis akan menggunakan data yang
terdiri dari :
a. Primer
Adalah data lapangan yang didapat dari sumber utama, misalnya hasil
wawancara, dan pengamatan Dalam data primer ini penulis melakukan
sendiri pengamatan dilapangan
b. Data Sekunder
Adalah data yang berupa dokumen-dokumen yang terkait dengan
penelitian ini. Seperti Al-quran, Hadist, Kitab-kitab klasik atau
kontemporer, Undang-undang, PP, Inpres, Buku-buku, dan bahan-bahan
informasi lainnya yang memiliki relevensi atau kaitan dengan penulisan
skripsi ini
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam tehnik pengumpulan data dengan cara field research ini penulis
menggunakan 3 instrumen pengumpulan data.
8
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung yaitu tehnik pengumpulan
data di mana peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-
gejala subjek yang diteliti.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses dalam mencari keterangan untuk tujuan
penelitian dengan jalan Tanya jawab secara tatap muka antara penanya dan
nara sumber, yang mana dengan wawancara tersebut dapat memberikan
informasi yang akurat sehubungan dengan topic penelitian.
c. Dokumentasi
Agar data-data yang telah penulis peroleh menjadi lengkap, penulis
melakukan penelitian dokumentasi dengan jalan meneliti berbagai macam
literatur yang terkait baik itu berupa Dokumen-dokumen tentang wakaf,
buku, UU dan lain sebagainya
d. Tehnik Analisa Data
Untuk mengolah data yang telah penulis peroleh menggunakan
metode deskriptif analisis, yaitu dimana penulis mendekripsikan semua data
yang diperoleh kemudian di klasifikasikan untuk kemudian dianalisis sesuai
dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang selanjutnya disajikan
dalam sebuah laporan ilmiah.
E. Riview Study Terdahulu
Sebagai bahan perbandingan, acuan,dan pertimbangan untuk penuli, berikut
ini akan dipaparkan beberapa penulisan yang serumpun engan penulisan yang
ditulis oleh penulis. Dimana , penulismenemukan beberapa sumber kajian lain
yang telah dahulu membahas terkait dengan skripsi penulis diantaranya :
9
NO Penulis/ Judul Substansi Perbedaan
1 Sri Utami Nengsih:
Sistem Pengelolaan
Tanah Wakaf di
Wilayah KUA Jagakarsa
Jakarta Selatan.
Membahas tentang
pengelolaan tanah
wakaf, pengawasan,
dan manfaat tanah
wakaf bagi masyarakat
sekitar KUA jagakarsa.
Hanya membahas
pengelolaan tanah wakaf
sekitar KUA jagakarsa.
Tidak membahas tentang
status kedudukan tanah
wakaf yang didaftarkan
sebelum diberlakukannya
UU No. 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf
2 Rinawati: Efektivitas
Pengelolaan dan
Pemanfaatan Harta
Wakaf (Studi Kasus di
Pondok Pesantren AL-
Hamidiyah-Depok)
Membahas tentang
pengelolaan harta
wakaf di pondok
pesantren Al-
Hamidiyah, apakah
sudah sesuai dengan
cita-cita wakif
Hanya membahas wakaf
sesuai kehendak wakif di
pondok pesantren al-
Hamidiyah tidak
membahas wakaf secara
luas
3 Ismail: Peran pengelola
dan pengembangan
tanah wakaf produktif
Penulis hanya terpokus
kepada pembahasan
yang mengenai peran
pengelola dalam
mengembangkan tanah
wakaf secara produktif.
Skripsi tersebut berbeda
dengan penelitian
penulis, tidak membahas
tentang sertifikasi tanah
wakaf dan tidak
membahas mengenai
sengketa tanah wakaf.
Tabel 1.1. Review Studi Terdahulu
F. Sistematika Penulisan
10
Untuk memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh, skripsi ini ditulis
dengan menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bagian pendahuluan yang dijadikan sebagai acuan pembahasan
bab-bab berikutnya dan sekaligus mencerminkan isi global skripsi yang berisi
tentang: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metodologi penelitian, riview study terdahulu, dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG WAKAF
Dalam bab ini, penulis menguraikan dan menjelaskan teori mengenai:
Pengertian dan dasar hukum wakaf, rukun dan syarat wakaf, macam-macam
wakaf, tujuan dan hikmah wakaf.
BAB III GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN SAWANGAN
Membahas tentang gambaran umum KUA Kecamatan Sawangan, yang
menyangkut : kondisi objektif KUA kecamatan sawangan, letak geografis, visi,
dan misi, struktur organisasi KUA kecamatan sawangan, dan program kegiatan.
BAB IV STATUS TANAH WAKAF YANG DIDAFTARKAN SEBELUM
TAHUN 2004
Merupakan bahasan utama yang meliiputi: kondisi dan situasi perwakafan
tanah Indonesia, tanah wakaf yang tanpa sertifikat menurut hukum Islam dan UU
No.41 tahun 2004 tentang wakaf, Status tanah wakaf yang didaftarkan tahun
2004, dan analisa
BAB V PENUTUP
11
Merupakan bab akhir dari skripsi ini yang berisi tentang kesimpulan yang
diperoleh dari penelitian dan saran-saran.
12
BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG WAKAF
A. Pengertian Wakaf
Kata “Wakaf” atau “Waqf” berasal dari bahasa arab “Waqafa”. Asal kata
“Waqafa” berarti menahan, berhenti, diam di tempat, atau tetap berdiri. Kata
al-waqf dalam bahasa arab mengandung beberapa pengertian:
فعخ م ان رسج س الاصم رذج
“Menahan pokoknya dan menggunakan manfaatnya”.
Pengertian wakaf menurut istilah antara lain dapat dikemukakan sebagai
berikut:
م رصم الأس فانششع : دث صشفييبل انثس انصيشح. ا دسج م فسبفع اللهث“Wakaf menurut Syara: yaitu menahan dzat (asal) benda dan mempergunakan
hasilnya, yakni menahan benda dan mempergunakan manfaatnya di jalan
Allah (sabilillah).”1
1. Menurut istilah ahli fiqih
Para ahli fiqih berpendapat mendefinisikan wakaf menurut istilah,
sehingga mereka berbeda dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri.
Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut:
a. Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap
milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk
kebaikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak
lepas dari si wakif bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia
boleh menjualnya.2
b. Mazhab Maliki
Wakaf adalah perbuatan si wakif yang menjadikan manfaat
1 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid ke-14, cet.VIII, Ahli Bahasa oleh Kamaluddin A, dkk,
(Bandung: Al’Ma’arif, 1996), hlm.148. 2Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm.9.
13
hartanya untuk digunakan oleh Mustahiq (penerima wakaf) walaupun
yang dimiliki itu berbentuk upah; atau menjadikan hasilnya untuk dapat
digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan
mengucapkan lafaz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan
pemilik. Pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara
pemilikan, tetapi pemanfaatan hasilnya untuk kebaikan, sedangkan benda
itu tetap milik si wakif.3
c. Menurut Jumhur (Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah)
Wakaf adalah menahan suatu benda yang mungkin diambil
manfaatnya (hasilnya) sedang bendanya tidak terganggu. Dengan wakaf
itu hak penggunaan oleh si wakif dan orang lain menjadi terputus. Hasil
benda tersebut digunakan untuk kebaikan dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Atas dasar itu, benda tersebut lepas dari pemilikan si
wakif dan menjadi hak Allah SWT. Kewenangan wakif atas harta itu
hilang, bahkan ia wajib menyedekahkannya sesuai dengan tujuan wakaf.4
2. Menurut hukum positif
Ada beberapa pengertian tentang wakaf yang dirumuskan oleh hukum
positif yang mengatur masalah perwakafan, baik itu berupa UU, PP,
maupun Kompilasi Hukum Islam atau KHI
a. Menurut PP No. 28 Tahun 1977 pasal 1 (1)
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik
dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan
peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuia dengan ajaran islam.5
b. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Perbuatan hukum seseorang atau kelopok orang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya
3Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: 2005), hlm.2.
4Suparman Usman,Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Darul Ulum, 2005),
hlm.25. 5 Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.26.
14
untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah dan keperluan umum
lainnya sesuia dengan ajaran islam.6
c. Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuia dengan
kepentingannya guna kepentingan Ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.7
Dijelaskan dari hukum positif Indonesia, pengertian wakaf tidak
jauh berbeda, baik yang ada di PP, Inpres, KHI, UU No. 41 Tahun 2004
itu sendiri, baik dari segi makna dan tujuan dari wakaf itu sendiri. Hal ini
terjadi Karena rujukan mengenai wakaf diambil dari kitab-kitab klasik
ulama mazhab, dan semua peraturan mengenai wakaf bersumber dari
Hukum Islam dalam berbagai mazhab fiqih.
Dari seluruh definisi wakaf tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa wakaf itu adalah suatu perbuatan hukum yang memisahkan
sebagian hartanya untuk diberikan kepada lembaga yang berwenang
(dalam hal ini nadzir wakaf) untuk dikelola dan dimanfaatkan semata-
mata untuk kemaslahatan umat sebagai sarana ibadah, baik untuk jangka
waktu tertentu maupun untuk selamanya.
B. Dasar Hukum Wakaf
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum wakaf adalah disunnahkan dan
dianjurkan, berdasarkan dalil-dalil umum dan dalil-dalil khusus, adalah firman
Allah SWT dan Hadits Nabi Saw, sebagai berikut:8
1. Al-Qur’an
Surat Al-Imran: 92
6 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,
2007), hlm.165. 7Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 1 Nomor 1.
8 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm.152.
15
ربنا انجش دز ن ب رذج فقا ي ر ث الله ء فإ ش فقا ي يب ر
{٢٩عشا: عهى }ال
Artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang
kamu cintai, dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka
sesyngguhnya Allah mengetahuinya.” (QS : Al Imran : 92)
Ketika Abu Thalhah mendengar ayat ini serta merta muncul
keinginannya untuk mewakafkan kebunnya yang paling dicintainya dan
dikenal dengan sebutan Bairaha, seraya pergi menghadap Rasulullah SAW dan
mengungkapkan keinginannya.
Firman Allah s.w.t. mengenai wakaf dalam surat Al-Baqarah: 267
ب أخشجب نكى ي ي طجبد يب كسجزى فقا ي آيا أ ب انز بأ
ا انخجش لا ر ضا الأسض رغ إلا أ نسزى ثآخز فق ر ي
ذ }انجقشح : د غ الله ا أ اعه {٩٦٢ف
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari
apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS :
Al Baqarah : 267).9
جزذ سجع سبثم ف ضم دجخ أ ك انى ف سجم الله أي فق يضم انز
اسع عهى الله شبء ضبعف ن الله جهخ يبئخ دجخ كم س
9 Taufiq Ridho, Panduan Wakaf Praktis, cet.1, (Jakarta: Tabung Wakaf Indonesia, 2006),
hlm.3.
16
{ ٩٦٢}انجقشح :
Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 261)
2. Hadits
Hadits Nabi yang secara tegas menyinggung dianjurkannya ibadah
wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang
ada di Khaibar :
انخطبة ش ث ع قبل: ا الله ع ش سض ع اث جش ع أصبة أسضب ثخ
إ فؤ ب فقبل: ب سسل الله سهى سزؤيش ف عه صه الله ر انج
قبل: ب رؤيش ث ف ذ ي فس ع جش نى أصت يبلا قظ أ أصجذ أسضب ثخ
ل الله صه الله عه قذ ن سس رصذ ب شئذ دجسذ أصه سهى إ
ب ق ث رصذ سس,قبل: لا ر ت لا ر ب لا رجبع ش أ ب ع بفزصذق ث ث
ان جم انس اث ف سجم الله قبة انش انقشث ر ف ف انفقشاء ض
ش طعى غ عشف ب ثبن ؤكم ي ب أ ن لا جبح عه ي
ل }سا يسهى{ يز
Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahat Umar ra memperoleh
sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada
Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata: Ya
Rasulullah, saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya
belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang
engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab: Bila kamu
suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan
(hasilnya). Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual,
17
tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu Umar:
Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum
kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak
mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf
itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik
(sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk
harta” (HR. Muslim).10
ش نهج صه ش قبل : قبل ع ع اث سهى ع يبئخ الله عه ا
جش ثخ بنز ن ق س ارصذ ب قذ اسدد ا ي نى اصت يبلا قظ اعجت ان
سجم ب سهى : ادجس اصه صه الله عه بثب, فقبل انج شر }سا ص
أنجخبس يسهى{
Artinya : “Dari Ibnu Umar, ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi
Saw, saya mempunyai seratus dirham saham di Khaibar. Saya
belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti
itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw mengatakan
kepada Umar : Tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan)
asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk
sabilillah” (H.R. Bukhari dan Muslim).11
عن ابنعباس رضي الله عنهما : أن رسول الله صلىالله عليه وسلم قال :
العائد في هبته كالعائد في قيئه
Artinya : “Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Rasulullah Saw
bersabda, orang yang menarik kembali hibahnya seperti orang
yang menjilat kembali muntahannya.12
10
Imam Muslim, Shahih Muslim, (Bairut: Maktabah Daar Ihya Al-Kuttub), Juz II,
hlm.14. 11
Muhammad Ibn Ash-Shan’aniy, Subulus Salam, (Yaman: Darus Sunnah, 1059H), Jus
II, hlm.89. 12
Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam, Syara Hadist Pilihan Bukhari-Muslim,
(Bekasi: Darul Falah, 2011), hlm.12.
18
سهى قبل : سسل الله صه الله عه أ الله ع شح سض أث ش ع
صلاصخصذقخ ه إلا ي قطعع أدو ا إرا يبد اث أ زفع ث عهى جبسخأ
نذ صبنخ ذعن }سا يسهى{
Artinya :“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw
bersabda: Apabila seseorang meninggal dunia maka terputuslah
semua amalannya kecuali tiga, yaitu: Sedekah jariyah (wakaf),
ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendo’akan
kepadanya.” (HR. Muslim)13
C. Rukun-rukun dan Syarat Wakaf
Secara terminologi rukun adalah sisi yang terkuat, sedang secara
etimologi rukun adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu disiplin
tertentu, dimana ia merupakan bagian integral dari disiplin itu sendiri.14
Menurut Abu Hanifah yang dimaksud dengan rukun adalah bagian dari sesuatu
yang mana sesuatu itu tidak akan terealisasi kecuali dengan bagian itu.
Sedangkan menurut Jumhur Ulama yang dimaksud dengan rukun adalah
tidaklah sempurna sesuatu kecuali dengan sesuatu tersebut.15
Dalam literatur kitab-kitab fikih klasik, kita dapat menemukan bahwa
rukun wakaf itu ada empat. Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi
rukun dan syaratnya. Dimana rukun wakaf itu ada empat:16
1. Orang-orang berwakaf (Wakif)
2. Barang atau harta yang diwakafkan (Mauquf bih)
13
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Fi Adillatil Ahkam, (Maktabah
Daar Ihya Al-Kutub, 852-773H) tt-Hadis ke 951, hlm.191. 14
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama
dan Terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Waakaf Serta Penyelesaian atas Sengketa
Wakaf, (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan Press), cet 1, hlm.87. 15
Wahba Zuhaili, Al-Fikhu Al-Islam Wa Adillatuh, (Daar El-Fikr, 2007), Juz 10,
hlm.7606. 16
Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen
Bimas Islam Depag RI, 2006), hlm.21.
19
3. Pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf (Mauquf alaih)
4. Shighat. Yaitu pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan sebagian harta bendanya.
Dalam fikih dan UU positif yang berlaku di Indonesia khususnya yang
mengatur tentang wakaf tidak ditemukan sesuatu yang bertentangan mengenai
syarat-syarat wakaf hal ini dikarenakan sumber rujukan dari UU tersebut
bersumber dari kitab-kitab fikih klasik karya para ulama terdahulu. Seperti
dalam UU No.41 Tahun 2004 yang mengatur tentang wakaf disebutkan secara
terperinci mengenai syarat-syarat sahnya wakif sebagai berikut:
1. Wakif
Di dalam UU ini pada pasal 7 disebutkan bahwa wakif terdiri dari tiga
bentuk:
a. Perseorangan
b. Organisasi
c. Badan hukum
Di dalam kitab-kitab fikih klasik tidak dikenal wakif selain wakif
persorangan. Pada pasal 8 dijelaskan wakif perseorangan harus memiliki
kriteria:
a. Dewasa
b. Berakal sehat
c. Tidak terhalang dalam melakukan perbuatan hukum
d. Pemilik sah harta benda wakaf
Syarat dalam UU tersebut sedikit berbeda dengan yang ada dalam
kitab-kitab fikih klasik, dimana dalam UU tidak diharuskan wakif harus
merdeka, sedangkan syarat yang senada dengan kitab-kitab fiqih klasik
adalah seperti yang terdapat dalam buku fiqih wakaf terbitan Depag, dimana
disebutkan syarat wakif itu ada empat:17
a. Merdeka
b. Berakal sehat
17
Departemen Agama RI, Fikih Wakaf, (Jakarta: direktorat pemberdayaan wakaf dirjen
bimas islam depag RI, 2006), hlm.22.
20
c. Dewasa (baligh)
d. Tidak berada dalam pengampunan
2. Nadzir
Yang dimaksud dengan nadzir adalah pengelola wakaf yang dapat
berbentuk pengelola perseorangan, organisasi atau badan hukum. Mengenai
nadzir persorangan dalam pasal 10 UU wakaf disebutkan harus memenuhi
syarat sebagai berikut:18
a. Warga Negara Indonesia
b. Beragama islam
c. Dewasa
d. Amanah
e. Mampu secara jasmani dan rohani
f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
3. Harta Benda Wakaf
Dalam pasal 15 disebutkan harta benda wakaf dapat diwakafkan
apabila dimiliki dan dikuasai wakif secara sah. Selanjutnya dalam pasal 16
disebutkan harta benda wakaf terdiri dari benda bergerak dan tidak
bergerak.19
Sedangkan dalam fiqih dijelaskan syarat harta wakaf harus:20
a. Harta yang diwakafkan harus sesuatu yang dapat disimpan dan halal
(mutaqawwim)
b. Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan (tidak ada sengketa)
c. Milik sempurna wakif
d. Terpisah, bukan milik bersama
4. Ikrar Wakaf
Ikrar dalam bahasa fiqih dikenal dengan Shighat, yaitu segala ucapan,
tulisan atau isyarat dari orang yang berakad untuk menyatakan kehendak
dan menjelaskan apa yang diinginkannya.21
Dalam hal ini (wakaf) keinginan
18
Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Depag RI, 2006), hlm.7. 19
Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Depag RI, 2006), hlm.9. 20
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: 2005), hlm.2 21
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: 2005), hlm.55.
21
atau kehendak mewakafkan sesuatu yang keluar dari si wakif. Status shighat
sendiri termasuk kedalam rukun wakaf.
Dalam UU wakaf, masalah ikrar diatur dalam pasal 17, dimana
dinyatakan bahwa ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nadzir
dihadapan PPAIW dengan disaksikan oleh dua orang saksi (ayat 1). Dalam
ayat 2 dijelaskan ikrar bisa berupa lisan dan tulisan serta dituangkan dalam
Akta Ikrar Wakaf oleh PPAIW.
5. Peruntukan Harta Benda Wakaf
Dalam pasal 22 UU wakaf tahun 2004 dijelaskan dalam rangka
mencapai tujuan dan fungsi dari wakif itu sendiri, maka peruntukan harta
benda wakaf hanya untuk:22
a. Sarana dan kegiatan ibadah
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
e. Kemajuan dan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan
dengan syariat dan peraturan perundang-undangan.
Untuk sahnya suatu wakaf, harus dipenuhi beberapa syarat dari unsur-
unsur wakaf diatas, yaitu:
a. Orang yang mewakafkan harus orang yang sepenuhnya berhak untuk
menguasai benda yang akan diwakafkan. Si wakif tersebut harus
mukallaf (akil baligh), merdeka, berakal sehat, dan atas kehendak sendiri,
tidak dipaksa orang lain.
b. Benda yang akan diwakafkan hatus kekal zatnya. Berarti ketika timbul
manfaatnya, zat-zat barang tidak rusak. Hendaklah wakaf itu disebutkan
dengan terang dan jelas kepada siapa diwakafkan.
c. Hendaklah penerima wakaf tersebut orang yang berhak memiliki sesuatu,
maka tidak sah wakaf kepada hamba sahaya.
d. Ikrar wakaf dinyatakan dengan jelas baik dengan tulisan atau lisan.
22
Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Depag RI, 2006), hlm.13.
22
D. Macam-macam wakaf
Wakaf yang dikenal dalam syariat islam, bila ditinjau dari segi
peruntukkan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
1. Wakaf Ahli
Wakaf yang diperuntukkan oleh yang berwakaf untuk kerabatnya,
seperti anak, cucu, saudara, atau ibu bapaknya. Dalam konsepsi hukum
islam, seseorang yang mempunyai harta yang hendak mewakafkan sebagian
hartanya, sebaiknya lebih dahulu melihat kepada sanak famili. Bila ada
diantara mereka yang sedang membutuhkan pertolongannya. Oleh karena
itu, wakaf jenis ini sering kali disebut wakaf Dzurriy yang secara harfiyah
berarti wakaf untuk sanak keluarga.
Wakaf untuk keluarga ini secara hukum dibenarkan berdasarkan Hadis
Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik
tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya. Di
ujung hadis tersebut dinyatakan sebagai berikut:23
ف ذ ه ب ق ي ذ ع س ذ ق ث ب ا س ق , ف ث ش ق الا ب ف ه ع ج ر ا س ا ا ب,
ع ث ث بس ق ا خ ف ذ ه ط
Artinya : “Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya
berpendapat sebaiknya kamu memberikan kepada keluarga
terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para
keluarga dan anak-anak pamanya”.
Pada perkembangannya wakaf dzurri ini dianggap kurang
memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum, karena sering menimbulkan
kekaburan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf itu oleh keluarga
yang diserahi harta wakaf. Lebih-lebih jika keturunan keluarga sudah
berlangsung pada anak cucu. Di beberapa Negara tertentu, seperti di Mesir,
23
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat press, 2005), hlm.24.
23
Turki, Maroko, dan Aljazair tanah wakaf untuk keluarga telah dihapuskan,
karena pertimbangan dari berbagai segi, tanah-tanah wakaf bentuk ini tidak
produktif.
2. Wakaf Khairi
Bentuk wakaf yang diikrarkan oleh si wakif untuk kepentingan agama
atau kebajikan umum. Wakaf jenis ini seperti yang diterangkan dalam Hadis
Nabi Muhammad s.a.w. yang menceritakan tentang wakaf sahabat Umar bin
Khaththab. Beliau memberikan hasil kebunnya kepada fakir miskin, ibnu
sabil, sabilillah, para tamu, dan hamba sahaya yang sedang berusaha
menebus dirinya. Wakaf ini ditunjukkan pada umum, dengan tidak terbatas
penggunaannya, yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan
kesejahteraan umat manusia pada umumnya. Kepentingan umum tersebut
bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehata, pertahanan, keamanan, dan
lain-lain.24
Sedangkan menurut pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf disebutkan bahwa:25
a. Harta benda wakaf terdiri dari : Benda Tidak Bergerak; dan Benda
Bergerak
b. Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud diatas meliputi:
1) Hak atas tanah sesuia dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar.
2) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuia dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
24
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: 2005), hlm.16. 25
Direktorat Jendral bimbingan masyarakat islam dan penyelenggaraan haji, Paradigma
Baru Wakaf di Indonesi (Jakarta: departemen agama ri, 2005), hlm.46
24
5) Benda tidak bergerak lain sesuia dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Benda bergerak sebagaimana dimaksud diatas adalah harta benda yang
tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
1) Uang
2) Logam Mulia
3) Surat Berharga
4) Kendaraan
5) Hak atas kekayaan intelektual
6) Hak sewa; dan
7) Benda bergerak lain sesuia dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.26
E. Tujuan Dan Hikmah Wakaf
Setiap mukallaf yang melakkan suatu perbuatan pasti mempunyai tujuan
dan maksud tertentu, begitu juga dengan wakafia juga mempunya tujuan dan
hikmah. Mengenai masalah tujuan dari wakaf telah dibahas dalam pasal 22 UU
tentang wakaf. Setiap perbuatan yang disyariatkan oleh Allah SWT kepada
mahluknya baik berupa perintah ataupun larangan, pasti mempunyai hikmah
dan manfaat bagi kehidupan manusia khususnya bagi umat Islam. Ibadah
wakaf yang tergolong pada perbuatan sunnah ini banyak sekali hikmah yang
terkandung di dalam ibadah wakaf ini, antara lain.27
1. Harta benda yang diwakafkan dapat tetap terpelihara dan terjamin
kelangsungannya, tidak perlu khawatir barangnya hilang atau pindah tangan,
karena barang wakaf tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwairskan.
2. Pahala dan keuntungan akan tetap mengalir bagi si wakif, walaupun ia telah
meninggal dunia, selagi benda wakaf ituada dan masih bisa dimanfaatkan
3. Penopang dan penggerak kehidupan sosial kemasyarakatnumat Islam, baik
aspek ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan lainnya yang tidak
26
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, UU Wakaf,
hlm.11. 27 Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia ( Jakarta : Ciputat Press, 2005 ) hlm. 40
25
bertentanan dengan syariat Islam.
4. Wakaf merupakan salah satu sumber dana yang sangat penting manfaatnya
bagi kehidupan dan umat. Antara lain untuk pembangunan mental, spiritual,
dan pembangunan dari segi fisik, selain itu selain mempunyai fungsi ibadah
juga mempunyai fungsi sosial. Dimana diharapkan dengan wakaf jurang si
miskin dan si kayaakan semakin menipis.28
5. Selain itu wakaf juga mempunyai fungsi sosial yaitu wakaf merupakan aset
yang sangat bernilai bagi pembangunan sosial yang tidak memperhitungkan
angka waktu dan keuntungan materi bagi orang yang mewakafkan.
6. Selain itu dengan dana wakaf dapat menyantuni fakir miskin dan dapat
dibangun berbagai lembaga-lembaga sosial, rumah-rumah sakit, dan panti-
panti asuhan.29
28
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia ( Jakarta : Ciputat Press, 2005 ) hlm. 41 29 Departemen Agama RI, Bunga Rampai Perwakafan, ( Jakarta, Dirjen Bimas Islam,
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006 ) hlm. 80
26
BAB III
GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN SAWANGAN
A. Kondisi objektif KUA Kecamatan Sawangan
KUA Kecamatan Sawangan merupakan salah satu dari 11 KUA kecamatan di
lingkungan Kantor Kementerian Agama Kota Depok. KUA Kecamatan Sawangan
pertama kali dibangun di sebelah barat kantor Kecamatan Sawangan sekarang
dijadikan aula kecamatan. Pada tahun 2004 KUA Kecamatan Sawangan lokasinya
dipindahkan ke Perumahan Sawangan Permai Blok D.14 No.2a, didirikan diatas
tanah fasos dan fasum yang disediakan oleh PT. Asri Indah Utama dengan luas tanah
400 m2 terletak didepan Masjid Ar-Rahim Kelurahan Pasir Putih Kecamatan
Sawangan.
Dalam perkembangannya pada tahun 2010 Kecamatan Sawangan dimekarkan
menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Sawangan dan Bojongsari baru pada tahun
2015 terbentuk KUA Kecamatan Bojongsari
B. Letak Geografis
Kua Kecamatan Sawangan terletak diwilayah selatan Jalan Raya Pasir Putih,
berjarak tiga kilometer dari Masjid Kubah Emas Kecamatan Limo. Disebelah barat
terdapat masjid besar Ar-Rahim, Taman Pendidikan Al-Qur’an dan Raudhatul Athfal
(RA). Jarak dengan kantor Kecamatan Sawangan kurang lebih dua kilometer dan
jarak dengan kantor Kecamatan Bojongsari kurang lebih tiga kilometer.
Batas wilayah Kecamatan Sawangan adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bojong Gede Dan Tajurhalang
Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat.
3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bojongsari Kota Depok Propinsi
Jawa Barat.
27
4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Limo Dan Kecamatan Pancoran
Mas Kota Depok Propinsi Jawa Barat.
Adapun batas wilayah Kecamatan Bojongsari adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tajurhalang Dan Kecamatan
Parung Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat.
3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor
Propinsi Jawa Barat.
4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Limo Dan Kecamatan Pancoran
Mas Kota Depok Propinsi Jawa Barat.
C. Visi Dan Misi
Pembuatan dalam bentuk Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Sawangan Kota Depok dimaksudkan sebagai bahan acuan dan pertimbangan bagi
tim penilai KUA percontohan dalam melihat gambaran objektif Kantor Urusan
Agama Kecamatan Sawangan Kota Depok secara konprehensif yang meliputi
perkembangan fisik bangunan, administrasi, penyelenggaraan tugas KUA Kecamatan
Sawangan Kota Depok itu sendiri. Dengan gambaran konprehensif ini diharapkan
akan mempermudah dan memperlancar tugas penilaian yang dilaksanakan oleh tim
penilai KUA percontohan.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penyusunan profil ini adalah:
1. Memberikan gambaran umum bagi para pelaksana Kantor Urusan Agama
Kecamatan Sawangan Kota Depok tentang kondisi riil KUA Kecamatan
Sawangan Kota Depok.
2. Dapat mengetahui standar dari pola dan volume kerja yang telah dilaksanakan
oleh para pelaksana Kantor Urusan Agama Kecamatan Sawangan Kota Depok,
sekaligus menjadi bahan eveluasi dan komparasi terhadap kemajuan yang telah
dicapai oleh KUA lain yang ada di Kota Depok.
28
3. Memberikan daya penilaian subjektif dari masing-masing personal pelaksana
KUA Kecamatan Sawangan sehingga akan mendorong timbulnya kreatifitas
dalam menciptakan terobosan baru untuk meningkatkan kualitas kinerja
sekaligus pula dapat memposisikan dirinya dalam perbaikan dan
penyempurnaan hasil kerja sesuai dengan tugas yang diembannya.
4. Memberikan rumusan global tentang apa yang telah dilaksanakan KUA
Kecamatan Sawangan dan apa yang akan direncanakan kedepan.
D. Struktur Organisasi
No Nama Gol/ Pangkat Jabatan
1 H. Asmat, S.Ag Penata / III-C Kepala
2 H.M. Nisan, S.Ag Penata Tk.I / III-C Penghulu
3 Abdul Qorie, S.HI Penata / III-B Penghulu
4 Sri Hartati Penata Muda Tk.I / III-B Pelaksana
5 Nurlaela Penata Muda Tk.I / III-B Pelaksana
6 Marwadi Penata Muda Tk.I / III-B Pelaksana
7 Achmad Gojalih Pengatur / II-D Pelaksana
8 Laili Lulu Arafati Pengatur / II-C Pelaksana
9 Sutjiati Pengatur / II-C Pelaksana
10 Rahmatullah Penata Muda Tk.I / III-A Pelaksana
11 Sufri Helmi Pengatur / II-C Pelaksana
12 Saefuddin, S.Ag. M.Pd. Penata / III-D Penyuluh
13 H.A. Fakhruddin, S.Ag. Penata / III-C Penyuluh
14 Zulfah, S.EI Penata / III-C Penyuluh
29
1. Pembantu penghulu
No Nama Wilayah Kerja
1 Supriyadi Sawangan Baru
2 Abdul Rosyad Sawangan Baru
3 H. Asman Sawangan Baru
4 Fakhrurrozi Sawangan Baru
5 H. Sadeli Sawangan Baru
6 Misar A. Sawangan
7 Misar B. Sawangan
8 Abd. Rojak Sawangan
9 Nojar Pasir Putih
10 Suhanda Pasir Putih
11 Arnalih Pasir Putih
12 Saniin Bedahan
13 Herman Surya Atmaja Bedahan
14 Ma’ruf Bedahan
15 Romlih Pengasinan
16 Marta Pengasinan
17 Abdurrahman Pengasinan Kp. Panggulan
15 Alfan Fauzi Honorer
30
18 H.Nasik Kedaung
19 H. Darwih Kel. Kedaung
20 M. Fajri Kel. Kedaung
21 H. Djain Kedaung
22 Azwar Anas Cinangka
23 Siddiq M. Cinangka
24 Nahrowi Cinangka
Tabel 3.1. Stuktur Oganisasi
E. Program Kerja KUA Kec Sawangan
A. Pokok-Pokok Program
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kantor.
2. Meningkatkan profesionalisme personil KUA
3. Meningkatkan tertib administrasi
4. Meningkatkan pelayanan di bidang kepenghuluan
5. Meningkatkan pelayanan di bidang BP.4 dan keluarga sakinah
6. Meningkatkan pelayanan di bidang zakat, wakaf, infaq, sodaqoh dan ibadah
sosial.
7. Meningkatkan pelayanan di bidang ibadah haji
8. Meningkatkan pelayanan di bidang kemasjidan dan hisab ru'yah
9. Meningkatkan pelayanan di bidang produk halal
10. Meningkatkan pelayanan di bidang lintas sektoral
B. Program Unggulan
Dari program kerja yang dicanangkan KUA Kecamatan Sawangan Kota
Depok, ada program ungggulan yang akan dilaksanakan oleh KUA Kecamatan
Sawangan Kota Depok yang semuanya mengarah kepada terwujudnya pelayanan
prima terhadap masyarakat.
31
Salah satunya pembinaan Kursus Calon Pengantin, kami memprogramkan
agar seluruh calon pengantin untuk mengikuti pembinaan calon pengantin.
Adapun pelaksanaannya pada hari Selasa dan Kamis setiap minggunya.
Komputerisasi pelayanan nikah. Menyadari keterbatasan tenaga karyawan
KUA yang kurang, sementara tugas-tugas rutin semakin banyak, maka salah satu
solusi untuk memberikan pelayanan yang prima terhadap masyarakat adalah
dengan sistem komputerisasi, termasuk dalam memberikan pelayanan fatwa dan
hukum.
C. Rincian Program
1. Bidang Sarana dan prasarana kantor
a. Rehabilitasi gedung balai nikah
b. Menata ruang arsif
c. Menata ruang karyawan
d. Menata ruang dapur
e. Menata ruang pelaminan
f. Menata halaman kantor
g. Membuat plang KUA, PPAIW, P2A, BAZ, BP4
h. Membuat Kantor Bersama (MUI, BAZ, BKMM, IPHI) dan Aula KUA
i. Memiliki kendaraan roda dua dan empat
2. Bidang Profesionalisme Personil KUA
a. Mengusulkan tenaga penghulu dan pelaksana di KUA Sawangan
b. Mengikuti pemilihan KUA teladan
c. Membina karyawan KUA mengenai Undang-Undang perkawinan
3. Bidang Administrasi
a. Membuat komputerisasi data
b. Melengkapi buku-buku administrasi KUA
c. Menjilid daftar pemeriksaan nikah
d. Membuat papan Struktur organisasi KUA, Grafik peristiwa nikah,
Monografi KUA, data statistik KUA dan papan peta wilayah Sawangan
32
e. Membuat Visi. Misi dan Motto KUA
f. Mengarsipkan keluar masuk surat
g. Membuat buku adminstrasi dan laporan keuangan
h. Membuat standarisasi pelayanan prima terhadap masyarakat.
4. Bidang Kepenghuluan
a. Menerima pendaftaran nikah dan rujuk
b. Meneliti daftar pemeriksaan nikah
c. Menulis buku akta nikah
d. Memeriksa, mengawasi, dan menghadiri dan mencatat peristiwa nikah dan
rujuk
e. Mengisi formulir NB, N dan pembuatan laporannya
f. Menulis buku akta nikah
g. Membantu mencari fatwa hukum khususnya mengenai perkawinan dan
rujuk
h. Membuat brosur tentang persyaratan dan proses pencatatan NR
i. Membuat laporan peristiwa nikah dan rujuk
5. Bidang Keluarga Sakinah
a. Menyusun kepengurusan BP.4 Tingkat Kecamatan Sawangan
b. Menyelenggarakan penataran calon pengantin satu minggu dua kali pada
setiap hari Selasa dan Kamis.
c. Mengadakan penasihatan 10 menit pada saat pernikahan jika situasi dan
kondisi memungkinkan.
d. Memberikan penasihatan kepada keluarga yang sedang mengalami krisis
rumah tangga.
e. Mendata keluarga sakinah sewilayah Kecamatan Sawangan
f. Sosialisasi program Keluarga Sakinah dalam pengajian-pengajian
g. Mengadakan pembinaan Keluarga Sakinah Teladan untuk mengikuti
pemilihan Tingkat Nasional
33
6. Bidang Zakat, Wakaf, Infaq, Sodaqoh dan Ibadah Sosial
a. Sosialisasi zakat, wakaf, infaq dan sodaqoh
b. Bekerjasama dengan BAZ dalam pelaksanaan teknis ZIS
c. Mengadakan pembinaan masyarakat tentang sadar zakat
d. Mendata tanah wakaf se-Kecamatan Sawangan
e. Membuat Akta Ikrar Wakaf
f. Mendata tanah wakaf
g. Mendata tempat ibadah dan pendidikan
h. Pengajian bulanan se-Kecamatan Sawangan
7. Di Bidang Ibadah Haji
a. Membentuk pengurus IPHI baru
b. Mendata calon jama'ah haji se wilayah kecamatan Sawangan tahun 2015
c. Mengadakan bimbingan manasik haji
d. Melepas calon jamaah haji se wilayah kecamatan Sawangan tahun 2015
e. Mengadakan bimbingan pelestarian haji mabrur
8. Di Bidang Kemasjidan dan Hisab ru'yah
a. Memberdayakan fungsi masjid
b. Membina khotib jum'at se wilayah Kecamatan Sawangan
c. Menyusun khuthbah Idul Fitri dan Idul Adha
d. Mendata Masjid se wilayah kecamatan Sawangan
e. Sosialisasi arah qiblat
f. Membuat jadwal waktu sholat
9. Di Bidang Produk Halal
a. Sosialisasi produk halal
b. Mendata produksi makanan minuman dan obat-obatan
c. Membantu membuat label halal makanan, minuman dan obat-obatan
d. Mendata tempat penyembelihan hewan
e. Mendata tempat pemeliharaan hewan
34
f. Mengadakan pembinaan terhadap masyarakat tentang cara-cara
penyembelihan hewan yang benar
10. Di Bidang Lintas Sektoral
a. Bekerjasama dengan Kecamatan di bidang data kependudakan, PHBI, MTQ,
sosialisasi undang-undang perkawinan, tata cara perkawinan, perwakafan
dan lain-lain.
b. Bekerjasama dengan MUI di bidang kerukunan ummat beragama, sosialisasi
arah qiblat, penataran calon pengantin, sosialisasi zakat wakaf, sertifikasi
label halal, pembinaan khotib jum'at, tata cara penyembelihan yang benar
dan pembinaan mental ummat.
c. Bekerjasama dengan POLSEK tentang bahaya narkoba, sosialisasi undang-
undang pornografi dan keamanan lingkungan.
d. Bekerjasama dengan UPTD Pendidikan di bidang data pendidikan,
sosialisasi aturan perkawinan terhadap pelajar dan pengaruh kawin muda.
e. Bekerja sama dengan Dinas Kesehatan tentang kesehatan refroduksi,
imunisasi calon pengantin dan Keluarga Berencana dan produk halal.
f. Bekerjasama dengan IPHI di bidang Binsik dan pelestarian haji mabrur.
g. Bekerjasama dengan DM1 di bidang pemakmuran dan pemberdayaan fungsi
masjid, pendataan tempat-tempat ibadah.
h. Bekerjasama dengan BKMM di bidang pemakmuran dan pendataan majlis
ta'lim.
i. Bekerjasama dengan KKMD di bidang pendidikan di Madrasah Diniyah
j. Bekerjasama dengan LPTQ di bidang pembinaan Qori dan Qori'ah
D. Pelaksanaan Program
Dalam melaksanakan tugasnya, KUA kecamatan Sawangan berpedoman
pada surat Keputusan Menteri Agama RI No. 18 tahun 1975, yaitu bahwa tugas-
tugas Kantor Urusan Agama Kecamatan Sawangan adalah melaksanakan
sebagaian tugas Kantor Kementerian Agama Kotamadya/Kabupaten pada bidang
Urusan Agama Islam.
35
Adapun program kegiatan KUA Kecamatan Sawangan yang sudah dilaksanakan
tahun 2015 meliputi:
1. Bidang Sarana dan Prasarana Kantor
KUA Kecamatan Sawangan dari mulai bulan Januari s.d. Juni telah
menata sarana dan prasarana kantor, diantaranya:
a. Pengecatan dan perbaikan bangunan.
b. Menata ruangan arsip, ruang karyawan, ruang nikah, halaman kantor.
c. Meresetorasi plang KUA, PPAIW dan BP4.
2. Bidang Profesionalisme Personil KUA
Mengusulkan tenaga penghulu yang al-hamdulillah di KUA Kecamatan
Sawangan ada tiga penghulu ditambah dengan kepala KUA sehingga
kebutuhan masyarakat khususnya dalam bidang pernikahan bisa terlayani
dengan tepat waktu.
3. Bidang Administrasi
a. Membuat komputerisasi data, melengkapi buku-buku administrasi KUA,
menata dan menjilid daftar pemeriksaan nikah tahun 2015.
b. Membuat dan mengisi papan Straktur organisasi KUA, grafik peristiwa
nikah, monografi KUA, data statistik KUA dan papan peta wilayah Kec.
Sawangan.
c. Membuat buku adminstrasi dan laporan keuangan.
d. Membuat Profil KUA, mengarsipkan keluar masuk surat dan merapikan
tata letak arsif
e. Membuat standarisasi pelayanan yang prima terhadap masyarakat
4. Bidang Kepenghuluan
Peristiwa NR dari bulan Januari s.d Desember 2015 berjumlah 1129
peristiwa. Adapun kegiatan mengenai kepenghuluan yang sudah dilaksanakan
meliputi:
a. Menerima pendafitaran nikah dan rujuk,meneliti daftar pemeriksaan nikah,
mengisi buku akta nikah, memeriksa, mengawasi, menghadiri dan
36
mencatat peristiwa nikah,mengisi register, buku stok, formulir NB, mengisi
buku akta nikah dan buku nikah, membantu dalam mencari fatwa hukum
yang ditanyakan masayarakat khususnya mengenai perkawinan, waris dan
wakaf, membuat brosur tentang persyaratan dan proses pencatatan NR
b. Membuat grafik peristiwa nikah dari tahun 2013 s.d. Juni 2015 dan
membuat laporan peristiwa nikah dan rujuk setiap bulan.
5. Bidang Keluarga Sakinah
a. Menyusun kepengurusan BP.4 tingkat kecamatan Sawangan,
menyelenggarakan penataran calon pengantin satu minggu dua kali pada
setiap hari Selasa dan Kamis, memberikan penasihatan terhadap keluarga
yang sedang mengalami krisis rumah tangga, mendata keluarga sakinah se-
wilayah Kecamatan Sawangan dan sosialisasi program Keluarga Sakinah
dalam pengajian-pengajian.
b. Mengadakan pembinaan Keluarga Sakinah Teladan untuk mengikuti
pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Provinsi Jawa Barat.
6. Bidang Zakat, Wakaf, Infaq, Sodaqoh dan Ibadah Sosial
Sosialisasi zakat infaq dan sodaqoh, pembinaan masyarakat tentang sadar
zakat, dan wakaf, pendataan tanah wakaf se-Kecamatan Sawangan,
pembuatan AIW, pendataan tempat ibadah dan pendidikan, dan pengajian
bulanan se-Kecamatan Sawangan.
7. Di Bidang Ibadah Haji
a. Membentuk pengurus IPHI baru Periode Tahun 2012 s.d. 2016
b. Mendata calon jama'ah haji se wilayah Kecamatan Sawangan dan
mengadakan bimbingan manasik haji yang diikuti oleh 132 calon jamaah
haji dengan 4 kali pertemuan.
8. Di Bidang produk halal
a. Sosialisasi produk halal, mendata produksi makanan minuman dan obat-
obatan
37
b. Pembinaan terhadap masyarakat tentang cara-cara penyembelihan hewan
yang benar melalui pengajian-pengajian.
9.Di Bidang Lintas Sektoral
a. Kerja sama dengan Kecamatan di bidang data kependudukan, PHBI,
sosialisasi undang-undang perkawinan, syarat-syarat dan tata cara
pendaftaran perkawinan, perwakapan dan Iain-lain melalui Rapat
Koordinasi di Kecamatan
b. Kerja sama dengan MUI di bidang kerukunan ummat beragama, sosialisasi
arah qiblat, penataran calon pengantin, sosialisasi zakat wakaf, sertifikasi
tanah wakaf, pembinaan khotib jum'at, tata cara penyembelihan hewan
yang benar dan pembinaan mental ummat.
c. Kerja sama dengan POLSEK tentang sosialisasi bahaya narkoba,
sosialisasi undang-undang fornografi dan keamanan lingkungan.
d. Kerja sama dengan UPTD Pendidikan di bidang data pendidikan,
sosialisasi aturan perkawinan terhadap pelajar dan pengaruh kawin muda.
e. Kerja sama dengan Dinas Kesehatan tentang kesehatan refroduksi,
imunisasi calon pengantin, Keluarga Berencana dan produk halal.
f. Kerja sama dengan IPHI di bidang Binsik yang diselenggarakan pada
bulan Mei Tahun 2012 dengan 11 kali pertemuan.
g. Kerjasama dengan DMI di bidang pemakmuran dan pemberdayaan fungsi
masjid dan pendataan tempat-tempat ibadah.
h. Kerjasama dengan BKMM di bidang pemakmuran dan pendataan majlis
ta'lim.
i. Kerjasama dengan KKMD di bidang pendataan pendidikan di Madrasah
Diniyah
j. Kerjasama dengan LPTQ di bidang pembinaan Qori dan Qori'ah untuk
mengikuti MTQ tingkat Kota.
E. Rencana Ke Depan
38
1. Menambah Fasilitas Kantor diantaranya komputer / Laptop minimal 4
Komputer untuk lebih meningkatkan pelayanan yang prima terhadap
masyarakat. Sementara komputer yang telah dimiliki baru dua komputer. Dan
yang tidak kalah pentingnya adalah memiliki Infocus.
2. Memiliki gedung bersama untuk kantor (BP.4, BAZ, MUI, IPHI, DMI,
BKMM)
3. Memiliki kendaraan roda dua dan empat untuk meningkatkan pelayanan yang
prima terhadap masyarakat dan kegiatan-kegiatan keagamaan.
38
BAB IV
STATUS TANAH WAKAF YANG DIDAFTARKAN SEBELUM
DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF DI SAWANGAN
A. Kondisi dan Situasi Perwakafan Tanah di Indonesia
Sejak dimulainya Penyebaran Islam di pulau Jawa digerakkan oleh Wali
Songo, para wali berkelana dari dusun ke dusun, memberikan ajaran moral
keagamaan yang secara tidak langsung membantu pemeliharaan keagamaan.1
Penduduk pulau Jawa menerima Islam dengan penuh kesadaran. Islam
dipandang sebagai roh pembebas yang memerdekakan mereka dari ikatan
belenggu yang mengungkung kehidupan rohani dan jasmani sejak ratusan
tahun lamanya, disebabkan karena penderitaan mereka di bawah kekuasaan
kaum bangsawan yang otokratis dan pemuka-pemuka agama yang reaksioner
dan menjadi alat kaum feodal yang berkuasa.
Para wali dalam menyebarkan agama Islam juga cenderung pada
penggunaan tasawuf, sesuai dengan ilmu yang mereka kuasai. Dengan sikap
demikian mereka tidak mendapat rintangan dari kerajaan-kerajaan yang
berkuasa waktu itu. Karena dalam tasawuf, di samping pengamalan keagamaan
juga perenungan secara mikrokosmos dalam hubungannya dengan alam
semesta, makrokosmos untuk mengetahui hakikat dirinya di antara alam
semesta ini.
Roshidin dalam bukunya mengutip perkataan Azyumardi Azra bahwa
ada empat tema pokok yang berkaitan dengan permulaan penyebaran Islam di
Nusantara yaitu pertama, Islam dibawa langsung dari Arab. Kedua, Islam
diperkenalkan oleh para guru dan penyiar profesional (zondig). Ketiga, pihak
yang mula-mula masuk Islam adalah penguasa, dan keempat, mayoritas para
penyebar Islam profesional ini datang ke Nusantara pada abad ke-12 dan 13.
Selanjutnya, Azra menyatakan bahwa meskipun mungkin Islam sudah
diperkenalkan ke Nusantara sejak abad pertama hijriah, namun hanya setelah
1 Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, (Bandung: Mizan, 2012), hlm. 1-5.
39
abad ke-12 M pengaruh Islam tampak lebih nyata, dan proses islamisasi baru
mengalami akselerasi antara abad ke-12 dan 16 M. Sejak abad ke-13 semarak
penyebaran Islam di Nusantara ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam di berbagai daerah, seperti Pasai di pesisir utara Sumatera, Gresik,
Demak, Gowa, Banten, Cirebon, Buton, dan Ternate. Islam yang hadir di
Indonesia yang diyakini dibawa oleh para pedagang baik dari Arab, India
maupun Persia menampilkan agama yang damai.2
Pelaksanaan hukum Islam menyatu dengan peradilan negara dan
dilakukan secara bertingkat, mulai dari peradilan tingkat kampung, kemudian
peradilan balai hukum mukim yang merupakan tingkat banding, dan jika masih
terdapat ketidakadilan bisa dilakukan kasasi kepada Sultan, yang anggotanya
terdiri dari Sri Paduka Tuan, Raja Bandahara, dan Faqih.3
Pelaksanaan hukum Islam di kerajaan Mataram di bawah kendali Sultan
Agung dibagi menjadi peradilan Surambi yang menangani perkara-perkara
kejahatan pidana (qishâs). Selanjutnya di Minangkabau, perkara agama diadili
pada rapat Nagari dan kepala-kepala nagari, pegawai-pegawai masjid dan
ulama-ulama yang dilakukan pada hari Jumat, sehingga sidang tersebut
dinamakan Sidang Jumat.4
Terdapat beberapa daerah seperti Aceh, Jambi, dan Kalimantan yang
telah menerapkan sebuah bentuk peradilan dengan hakim-hakim yang dipilih
langsung oleh penguasa setempat. Namun di beberapa daerah tidak terdapat
bentuk pengadilan agama secara khusus. Sedang di daerah Jawa, eksistensi
Pengadilan Agama sudah terlihat pada abad ke-16 M. Begitulah hukum Islam
berlaku dan dilaksanakan dalam masyarakat Nusantara. Hampir seluruh
wilayah Nusantara menggunakan hukum Islam dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari termasuk wakaf.
1. Pra Kemerdekaan Republik Indonesia
2 Rosidin, Pengantar Hukum Islam, (Yogyakarta, Lintas Aksara, 2016) cet ke-1, hlm.
162. 3 Muhammad Zaenuddin, Tariech Aceh dan Nusantara, (Medan: PustakaIskandar Muda,
1961), hlm. 317-318. 4 Soepomo, Sistem Hukum Indonesia Sebelum Perang Dunia II, (Jakarta: Pradnya
Paramitha, 1983), hlm. 93.
40
Sebagian besar masyarakat Indonesia melaksanakan wakaf
berdasarkan faham keagamaan yang dianut yaitu faham Syafi’iyah dan adat
kebiasaan setempat. Pada waktu itu perwakafan tanah masih menggunakan
tradisi lisan atas dasar saling percaya, karena kebiasaaan memandang wakaf
sebagai amal saleh yang mempunyai nilai mulia dihadirat tuhan tanpa harus
melalui prosedur administratif dan harta wakaf dianggap sebagai milik
Allah SWT semata yang siapa saja tidak ada yang berani mengganggu gugat
tanpa seijin Allah SWT.5
Pada masa pra kemerdekaan Republik Indonesia, lembaga perwakafan
sering dilakukan oleh masyarkat yang beragama Islam. Hal ini sebagai
konsekuensi logis dari banyaknya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Seperti kerajaan Demak, Samudera Pasai dan sebagainya. Sejak masa
dahulu praktek wakaf ini telah diatur oleh hukum adat yang sifatnya tidak
tertulis dengan berlandaskan ajaran yang bersumber dari nilai-nilai Islam.
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia masalah perwakafan sendiri
telah mendapatkan perhatian dari pihak kolonialisme Belanda.
Hal ini dikarenakan untuk menyikapi banyaknya praktek perwakafan
yang dilakukan oleh umat Islam Indonesia. Di antara peraturan-peraturan
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Surat edaran Governemen pertama tertanggal 31 januari 1905
Nomor436 yang termuat dalam bijblad 1905 Nomor 6196. dimana
dalam surat edarannya ini pihak colonial tidak menghalangi atau
melarang praktek wakaf yang dilakukan umat islam untuk memenuhi
keagamaannya.
2) Surat edaran dari sekretaris Governemen tanggal 04 januari 1934
1361/A yang termuat dalam bijblad 1931 Nomor 125/A. inti dari surat
edaran ini adalah untuk bisa mewakafkan harta benda harus ada
persetujuan dari Bupati, dimana Bupati akan menilai permohonan
5 Ahmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Sebuah Upaya
Progresif Untuk Kesejahteraan Umat, ( Jakarta : Mitra Abadi Press, 2006 ) hlm. 47
41
tersebut dari segi tempat dan maksud dari pendirian itu. Tujuannya
tidak lain agar tanah tersebut terdaftar.
3) Surat edaran sekretaris Governemen tertanggal 24 desember 1934
Nomor 3088/A yang termuat dalam bijblad tahun 1934 Nomor 13390.
isi dari surat edaran ini sifatnya hanya mempertegas apa yang telah
disebutkan dalam surat edaran sebelumnya. Dimana memberikan
wewenang kepada Bupati untuk menyelesaikan perkara jika terjadi
perselisihan atau persengketaan tentang tanah-tanah wakaf tersebut.
4) Surat edaran sekretaris Governemen tertanggal 27 mei 1933 Nomor
1273/A yang termuat dalam bijblad 1935 Nomor 13480. sama seperti
surat edaran sebelumnya, surat edaran ini pun bersifat penegasan
terhadap surat-surat edaran sebelumnya, dimana diatur mengenai tata
cara perwakafan sebagai realisasi dari bijblad Nomor 6169/1905 yang
menginginkan registrasi dari tanah-tanah wakaf tersebut.6
2. Pasca Kemerdekaan dan Sebelum PP Nomor 28 Tahun 1977
Ketika bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada
tanggal 17 Agustus 1945, maka berakhirlah era kolonialisme belanda di
Indonesia, akan tetapi tidak berarti semua peraturan-peraturan peninggalan
mereka hengkang pula dari tanah air tercinta. Ada pula yang masih
dipergunakan, seperti peraturan-peraturan tentang perwakafan pada masa
belanda masih berlaku ketika Indonesia merdeka. Berdasarkan pasal II
aturan peralihan Undang-undang 1945 yang berbunyi “segala badan Negara
dan peraturan yang ada masih langsung berlaku sebelum diadakan yang baru
menurut Undang-undang ini”.7
Selanjutnya pemerintah pada masa itu mengeluarkan beberapa
petunjuk tentang perwakafan seperti petunjuk dari Departemen Agama
6 Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, ( Jakarta :
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006 )
hlm. 27. 7 Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di
Indonesia, (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam, 2006) hlm. 5.
42
Republik Indonesia pada tanggal 22 desember 1953 tentang petunjuk-
petunjuk mengenai wakaf dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan
kondisi kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Dalam perkembangan
selanjutnya, maka peraturan perwakafan tanah tersebut dirasakan kurang
memadai dan masih banyak kelemahan-kelemahannya, seperti belum
memberikan kepastian hukum mengenai tanah-tanah wakaf. Hal itu
dikarenakan masih dalam masa euphoria kemerdekaan dengan dinamika
sendi-sendi peraturan dan pemerintahan masih belum stabil.8
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan mengenai perwakafan
tanah ini mendapat perhatian yang khusus, dalam pasal 49 Undang-undang
Nomor 5 tahun 1960 Tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian
(UUPA) sebagai berikut:
1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang
dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui
dan dilindungi. Badan tersebut dijamin pada akan memperoleh tanah
yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan
dan sosial.
2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara dengan hak pakai.
3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan
pemerintah.9
Dari ketentuan pasal 49 ayat (3) tersebut dapat disimpulkan bahwa
dalam rangka menertibkan dan melindungi tanah-tanah wakaf, pemerintah
harus memberikan pengaturannya yang tertuang dalam bentuk suatu
peraturan pemerintah. Akan tetapi peraturan pemerintah yang dikeluarkan
oleh pasal 49 ayat (3) tersebut baru ada pada 17 tahun kemudian sehingga
8 Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di
Indonesia, (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam, 2006) hlm. 5. 9 Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, ( Jakarta :
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006 )
hlm. 26.
43
praktis pada periode ini mau tidak mau digunakan juga peraturan yang ada
sebelumnya.
3. Pasca PP Nomor 28 Tahun 1977
Peraturan-peraturan yang mengatur tentang perwakafan tanah di
Indonesia masih belum memenuhi kebutuhan maupun belum dapat
memberikan kepastian hukum dalam rangka melindungi tanah-tanah wakaf
yang ada, dengan demikian peraturan tersebut belum secara sempurna dan
komprehensif dalam menyelesaikan permasalahan perwakafan tanah yang
sangat kompleks.10
Dari hal tersebut maka sesuai dengan ketentuan pasal 49 ayat (3)
UUPA maka pemerintah pada tanggal 17 Mei 1977 menetapakan PP Nomor
28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik.
Dalam mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977,
pemerintah mempunyai beberapa pertimbangan yang dapat dinyatakan
sebagai berikut:
1) Bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat
dipergunakan sebagai salah satu sarana guna pengembangan
kehidupan keagamaan, khususnya umat yang beragama Islam dalam
rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan material menuju
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
2) Bahwa perundang-perundangan yang ada sekarang ini yang mengatur
tentang perwakafan tanah milik, selain belum memenuhi kebutuhan
akan cara-cara perwakafan juga membuka kemungkinan timbulnya
hal-hal yang tidak di inginkan disebabkan tidak adanya data-data yang
nyata dan lengkap mengenai tanah wakaf yang diwakafkan.
Dengan berlakunya peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1977 ini,
maka semua peraturan perundang-undangan tentang perwakafan
sebelumnya yang bertentangan dengan PP Nomor 28 tahun 1977 ini
dinyatakan tidak berlaku lagi. Sedangkan hal-hal yang belum diatur akan
10
Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di
Indonesia (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam, 2006) hlm . 7
44
diatur lebih lanjut oleh Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri
sesuai bidangnya masing-masing.
4. Pasca Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
Pembahasan mengenai wakaf masih relevan dan berkesinambungan,
hal ini terjadi seiring dengan berkembangnya sistem perekonomian dan
pembangunan yang melahirkan inovasi-inovasi baru dalam pertanahan.
Pada tahun 2000 hingga tahun 2004 isu yang paling menonjol adalah
ketika Prof. M.A. Mannan, seorang ahli ekonomi asal Bangladesh,
menggulirkan gagasan wakaf tunai.11
Yang disampaikan pada tahun 2001
dan dipresentasikan dalam forum Internasional di Harvard University.
Perihal konsep wakaf ini sudah secara sukses dipraktekkan secara sukses di
Bangladesh.12
Ketika wacana wakaf tunai digulirkan oleh M.A. Mannan,
seolah memecah kebekuan pemahaman dunia perwakafan tanah air yang
selama ini terkerangkeng pada salah satu mazhab fikih yang selama ini
dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia.
Dari wacana wakaf tunai tersebut muncul berbagai seminar dan
pembahasan-pembahasan mengenai penerapan wakaf tunai di Indonesia
yang menjadikan wakaf tunai sebagai salah satu unsur yang diakomodasi
dalam Undang-undang Nomor41 Tahun 2004 ini, yang diketahui dalam PP
Nomor 28 Tahun 1977 tidak dibahas mengenai jenis wakaf tunai ini.
Perkembangan mengenai wakaf setelah lahir dan berlakunya
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf adalah terdapat
payung Hukum yang jelas dan legal dalam melakukan kegiatan perwakafan,
dengan demikian semakin jelas dan kuat peraturan tentang perwakafan
khususnya tentang wakaf tanah di Indonesia.
Hal ini menjadi sangat penting dengan adanya PP Nomor 28 tahun
1977 yang masih belum mengakomodir permasalahan dan kebiasaan
masyarakat Islam Indonesia yang masih menggunakan tradisi lisan dalam
11
Departemen Agama RI, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, (Jakarta :
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam, 2006) hlm. 6 12
PSTTI-UI, Wakaf Tunai Inovasi Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan
Kesejahteraan Umat, (jakrta : PSTTI-UI, 2006) hlm. 6
45
berwakaf tanpa mementingkan aspek administrasi yang saat ini menjadi
salah satu unsur yang sangat penting dalam perwakafan tanah.
B. Status Tanah Wakaf Tanpa Sertifikat Menurut Hukum Islam Dan
Undang-undang Nomor41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Secara umum dalam hukum Islam tidak diatur mengenai aspek
prosedural administrasi dalam berwakaf, wakaf dianggap sah jika telah
terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya dan tidak memerlukan prosedur
administrasi seperti dalam hukum positif. Aspek legal dalam praktek
perwakafan yang menyangkut keabsahan wakaf menurut hukum positif
memang sangat dibutuhkan, karena mampu mengatasi permasalahan terkait
dengan sengketa dan sebagainya di kemudian hari.
Hal inilah yang terjadi pada masyarakat Indonesia bahwa perwakafan
tanah dilakukan secara tradisi lisan atas dasar saling percaya kepada seseorang
atau lembaga tertentu dengan menganggap bahwa perbuatan wakaf sebagai
amal shaleh tanpa harus melalui prosedur administratif dan harta wakaf
dianggap milik Allah semata yang siapa saja tidak akan berani mengganggu
gugat tanpa seizin Allah Swt.13
Pada kenyataannya, praktek pelaksanaan wakaf semacam ini muncul
persoalan di kemudian hari mengenai validitas legal tentang harta wakaf yang
berujung pada timbulnya persengketaan-persengketaan karena ketiadaan bukti
tertulis dan legal yang menunjukkan bahwa harta tersebut telah diwakafkan.
Maka perlu diketahui bahwa perwakafan tanah harus sesuai dengan Hukum
Islam dan Hkum Positif yang direpresentasika oleh Undang-undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang wakaf.
1. Tanah wakaf tanpa sertifikat menurut hukum Islam
13
Ahmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif (Sebuah Upaya
Progresif untuk Kesejahteraan Umat), (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), hlm. 47.
46
Di dalam fiqih Islam tidak banyak membicarakan prosedur dan tata
cara pelaksanaan wakaf secara rinci,14
berbeda halnya dengan hukum positif
yang telah mengatur masalah perwakafan dalam bentuk Peraturan
Perundang-undangan yang berupa Peraturan Pemerintah yakni PP Nomor
28 Tahun 1977 atau dalam bentuk Peraturan yang baru yaitu Undang-
undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Secara umum dalam fiqih Islam tidak dibahas mengenai urgensi
pendaftaran tanah wakaf, hal ini disebabkan dalam Islam wakaf sudah
dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya tanpa adanya
prosedural pendaftaran seperti yang terdapat dalam hukum positif.
Pandangan itulah yang menjadikan masyarkat muslim saat itu menganggap
tanah wakaf adalah milik Allah SWT dengan keyakinan bahwa tidak akan
ada orang yang berani mengganggu atau menggugat terlebih memperjual-
belikan tanah wakaf yang notabene adalah milik Allah SWT.
Zaman terus mengalami perubahan dan permasalahan kehidupan yang
dialami masyarakat Muslim semakin kompleks termasuk permasalahan
perwakafan tanah yang juga semakin beragam seiring dengan modernitas
zaman dan keadaan ekonomi hedonism secara global yang saat ini sangat
dominan dan menimbulkan orang-orang dengan karakter kapitalis yang
tidak lagi mengindahkan nilai-nilai Agama.
Dari itu semua bahwa tanah wakaf yang tidak memiliki legalitas resmi
menjadi sangat riskan dalam menghadapi kemajuan zaman secara global
sehingga perwakafan tanah dengan tradisi lisan berdasarkan Hukum Islam
dirasa belum cukup karena tidak mempunyai kekuatan hukum jika sewaktu-
waktu terjadi sengketa.
Masyarakat Islam Indonesia sudah lama mengenal lembaga wakaf
dengan tujuan pokok yang menjadi common basic idie wakaf sebagai salah
satu lembaga keagamaan Islam adalah sebagai sarana pendukung
pengembangan kehidupan keagamaan. Sejak Islam datang ke Indonesia,
14
Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada), hlm. 37.
47
peraturan perwakafan diatur menurut hukum agama Islam (fiqih). Tata cara
perwakafan cukup dengan ikrar dari wakif bahwa dia mewakafkan miliknya,
seperti tanah, sawah, rumah dan lain-lain untuk kepentingan agama atau
masyarakat, dengan tidak usah ada Kabul menurut kitab kuning dari semua
mazhab fikih.15
Dalam perspektif pengaturan masalah perwakafan ini tidak hanya
menyangkut masalah di bidang keagamaan Islam saja namun kini
menyangkut pelaksanaan tugas-tugas keagrariaan sehingga wakaf sebagai
sebuah lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan sebagai salah satu
sarana guna pengembangan kehidupan masyarakat Islam Indonesia.16
Dalam hukum Islam sendiri tidak terdapat ketentuan khusus yang
mewajibkan pendaftaran tanah wakaf atau sertifikasi tanah wakaf,
dikarenakan praktek wakaf dianggap sah apabila telah terpenuhi rukun dan
syaratnya tanpa adanya syarat-syarat administrasi seperti yang dimaksud
dan dituntut dalam hukum positif dalam hal ini Undang-undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf.17
Harus kita akui bahwa ketika Ulama-ulama fiqih menyusun masalah
wakaf pada kitab-kitab fiqih tidak sebutkan dan dicatatkan mengenai
pembahasan masalah pendaftaran dan sertifikasi tanah wakaf karena
kehidupan umat ketika itu belum kompleks seperti saat ini dengan dan
tingkat keimanan masyarakat muslim saat itu relatif tinggi.
Akan tetapi dengan keadaan sekarang ini banyak terjadi persengketaan
dalam wakaf maka selayaknya kita lihat Firman Allah SWT, yaitu:
كى نكتت ث فبكتج أجم يس إن تى ثذ آيا إرا تذا ب انز ب أ
ل أة هم انز كبتت ثبنعذل ن فهكتت الل ب عه كتت ك كبتت أ
15
Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009)
hlm. 118 16
Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009)
hlm. 119 17
Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Dimas
Islam, Depag RI, 2006) hlm. 21
48
انحك انز عه كب ئ ب فإ ش ل جخس ي سث نتك الل انحك عه
م ل ستطع أ ضعف ب أ ذا سف ب أ استش ن ثبنعذل هم فه
ي تشض ي ايشأتب فشجم نى كب سجه سجبنكى فإ ي ذ ش
ل أ ب الخش ش إحذا ب فتزك تضم إحذا ذاء أ ذاء إرا يب انش ة انش
ذ الل نكى ألسط ع ر أجه ا إن كجش ا أ تكتج صغش ل تسأيا أ دعا
تجبسح حبضشح تذشب تك أل تشتبثا إل أ أد و نهشبدح أل كى ث
ل ل ضبس كبتت ذا إرا تجبعتى أش كى جبح أل تكتجب س عه فه
ء ثكم ش الل كى الل عه اتما الل فسق ثكى تفعها فإ إ ذ ش
ى عه
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis
itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang
yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi
itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah
kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu
49
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada
dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila
kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.
jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah
suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah
(2): 282).
Ayat ini menegaskan anjuran mencatat kegiatan transaksi muamalah
seperti jual beli, sewa menyewa, hutang-piutang dan lain sebagainya.
Selanjutnya Adijani Al-Alabij meyatakan bahwa berwakaf adalah suatu
kegiatan penyerahan hak yang termasuk dengan kegiatan muamalah seperti
jual beli, sewa menyewa dan sebagainya, seperti yang dimaksud ayat diatas,
mengingat penyerahan wakaf menyangkut status hak atas tanah wakaf untuk
jangka waktu yang tidak terbatas. Jika untuk muamalah lainnya allah
memerintahkan untuk mencatatkannya maka secara analogi untuk wakaf
pun seyogyanya harus ditulisjuga. Karena jiwa yang terkandung dalam ayat
tersebut adalah agar dibelakang hari tidak terjadi sengketa atau gugat
menggugat diantara para pihak yang bersangkutan.18
Walaupun secara
eksplisit ayat ini tidak menegaskan keharusan pencatatan wakaf akan tetapi
jika kita mengacu pada kondisi saat ini akan kerawanan harta benda wakaf
yang tidak memiliki bukti tertulis, maka ayat ini bisa dijadikan sandaran
untuk pencatatan dan pengadministrasian harta benda wakaf agar terhindar
dari penyelewengan, persengketaan dikemudian hari.
Selain itu ada beberapa kaidah fiqhiyyah yang senada dengan
pendapat diatas yaitu: kaidah (adh-dharaaru yuzaalu) yang berarti
“kemudharatan harus dihilangkan” dan kaidah (dar ul mafaasid wa jalbul
mashaalih) yang berarti “menolak kemudharatan dan menarik maslahah”
dimana penyelewengan dan persengketaan akibat tidak adanya
pengadministrasian tanah wakaf adalah mudharat yang harus dihilangkan.
18
Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia, (Jakarta : CV. Rajawali, 1992) hlm.
100
50
Oleh karenanya berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
sebenarnya pencatatan dan pengadministrasian tanah wakaf adalah sangat
dianjurkan dan bisa disimpulkan bahwa berdasarkan alasan tersebut tanah
wakaf yang tidak dicatatkan dan didaftarkan adalah tidak sah menurut
ketentuan tersebut.
Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan
oleh masyarakat Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu
pihak pemerintah telah menetapkan Undang-undang khusus yang mengatur
tentang perwakafan di Indonesia, yaitu Undang-undang nomor 41 tahun
2004 tentang Wakaf. Untuk melengkapi Undang-undang tersebut,
pemerintah uga telah menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun
2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004.
2. Tanah Wakaf Tanpa Sertifikat Menurut Undang-undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf
Dalam Undang-undang wakaf yang baru ini, dijelaskan bahwasanya
tanah wakaf dinyatakan sah dan legal dalam artian mempunyai kekuatan
hukum apabila telah diikrarkan dan didaftarkan menurut mekanisme dan
peraturan yang berlaku dalam hal ini adalah Undang-undang tentang wakaf
yang baru yaitu Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf.
Adapun tata cara pendaftaran tanah wakaf menurut Undang-undang dan
prosedur yang berlaku adalah:
1) Telah melakukan Ikrar Wakaf di hadapan pejabat pembuat akta ikrar
wakaf (PPAIW), dalam hal ini adalah pegawai KUA setempat.
Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 diatur dan
dijelaskan mengenai ikrar wakaf dalam bagian ketujuh pasal
17,18,19,20 dan pasal 21.
2) Setelah melakukan ikrar wakaf di depan PPAIW maka langkah
selanjutnya sesuai dengan Undang-undang ini adalah PPAIW atas
nama Nadzir mendaftarkan harta benda wakaf kepada instansi yang
berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf
ditandatangani. Hal ini diatur dalam pasal 32. Dalam hal pendaftaran
51
harta benda wakaf sebagaimana dimksud dalam pasal 32, PPAIW
menyerahkan : salinan akta ikrar wakaf dan surat-surat dan/atau bukti-
bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya. Sebagaimana diatur
dalam pasal 33. selanjutnya ketentuan ini juga tercantum dalam pasal
34, 35, 36, 37, 38 dan 39 Undang-undang Nomor41 Tahun 2004
Tentang Wakaf.19
Dalam Undang-undang ini tidak dibahas mengenai sertifikasi tanah
wakaf, padahal selain tata cara pendaftaran tanah wakaf, tata cara sertifikasi
tanah wakaf juga perlu karena menyangkut aspek legal hukum dari segi
agraria tanah wakaf tersebut. Sebenarnya mengapa dalam Undang-undang
ini tidak dibahas mengenai sertifikat tanah wakaf itu dikarenakan sertifikasi
tanah wakaf merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam
pencacatan dan pendaftaran tanah wakaf, dengan kata lain tidak mungkin
terbit sertifikat tanah wakaf sebelum tanah wakaf tersebut didaftarkan ke
instansi yang berwenang dalam hal ini adalah KUA yang mewilayahi lokasi
dari tanah wakaf tersebut berada.
Selanjutnya, Kaitannya dengan tanah wakaf yang belum memiliki
sertifikat tanah wakaf, bagaimana undang-undang ini melihatnya, apakah ia
sudah sah dan memiliki kekuatan hukum yang kuat ataus tidak? Untuk
menjawab permasalahan ini maka sebaiknya kita perhatikan dahulu bahwa
wakaf secara hukum Islam dikatakan sah apabila sudah memenuhi syarat
dan rukunnya, terlepas apakah dicatatkan atau tidak pada instansi yang
berwenang, karena memang dalam hukum Islam sendiri tidak diharuskan
adanya pencatatan dan pendaftaran tanah wakaf.
Dalam prakteknya mayoritas umat Islam Indonesia melakukan praktek
wakaf seperti dikatakan di atas, akibatnya banyak tanah wakaf yang
disalahgunakan karena memang tidak ada bukti otentik bahwa tanah
tersebut adalah tanah wakaf. Oleh karenanya lahirnya beberapa peraturan
perundangan yang mengatur mengenai permasalahan wakaf, dan yang
19
Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta : Dirjen Bimas
Islam, Depag RI, 2006) hlm. 17
52
terbaru adalah Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Dalam
Undang-undang ini dinyatakan dengan jelas dalam pasal 2 bahwa wakaf sah
apabila dilaksanakan menurut syariah.20
Dalam penjelasan Undang-undang
ini dinyatakan bahwa untuk menciptakan dan tertib administrasi wakaf guna
melindungi harta benda wakaf maka Undang-undang ini menegaskan bahwa
perbuatan hukum wakaf wajib dicatatkan dan dituangkan dalam dalam akta
ikrar wakaf (AIW) dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya
dilakukan dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam perundang-
undangan yang mengatur mengenai wakaf.21
Artinya menurut Undang-undang ini wakaf yang dilakukan sesuai
dengan syariah sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 Undang-undang ini
dianggap sah, dalam artian praktek wakaf tersebut telah memiliki legalitas
hukum yang kuat. Dan bagaimana status tanah wakaf tanpa sertifikat
menurut Undang-undang ini? Seperti telah dijelaskan diawal bahwa
pencatatan dan pendaftara tanah wakaf adalah hal yang urgen, dan sertifikat
tanah wakaf tidak bisa diperoleh sebelum adanya dua hal tersebut. Selagi
tanah wakaf tersebut belum dicatatkan dan didaftarkan maka sertifikat pun
tidak bisa di terbitkan karena syarat dalam memiliki sertifikat tanah wakaf
adalah telah dicatatkan dan didaftarkan pada instansi yang berwenang.
Salah satu hal yang penting dalam Undang-undang ini adalah tanah
wakaf yang sah adalah tanah wakaf yang telah dicatatkan dan didaftarkan
walaupun tanah tersebut belum memiliki sertifikat wakaf. Sertifikat tanah
wakaf disini berfungsi sebagai syarat dari pembebasan tanah wakaf tersebut
sebagai objek pajak.22
3. Cara Pensertifikasian Tanah Wakaf
Di dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
wakaf baik dalam Peraturan Pemerintah Nomor28 tahun 1977 tentang
20
Departemen Agama RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf, (Jakarta : Depag RI, Dirjen Bimas Islam dan Haji, 2004) hlm. 4 21
Departemen Agama RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf, (Jakarta : Depag RI, Dirjen Bimas Islam dan Haji, 2004) hlm. 41 22
Wawancara Pribadi Penulis dengan Bpk. Asmat, Pejabat KUA Kecamatan Sawangan
25 Oktober 2018
53
perwakafan tanah milik, KHI maupun di dalam Undang-undang yang baru
yaitu Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, tidak diatur
masalah tata cara sertifikasi tanah wakaf. Akan tetapi agar tanah wakaf
tersebut dapat memiliki sertifikat tanah wakaf, maka tanah wakaf tersebut
harus mengikuti prosedur pensertifikasian yang mekanismenya sangat sulit
dan lama.
Berdasarkan wawancara penulis dengan pegawai KUA kecamatan
Sawangan, bahwasanya ada beberapa prosedur agar tanah wakaf bisa
mendapatkan sertifikat tanah wakaf diantaranya yaitu dengan memenuhi
terlebih dahulu beberapa persyaratan sebagai berikut:
1) AIW (akta ikrar wakaf)
Dimana untuk mendapatkan AIW ini harus ada ikrar wakaf, yang
syaratnya adalah:
a) Sertifikat/akte jual-beli/girik (bukti kepemilikan tanah)
b) Surat pernyataan tanah yang ditandatangani oleh Lurah setempat
c) Surat pernyataan tanah tidak dalam sengketa/belum pernah dijual
belikan ditandatangani oleh Lurah dan Camat
d) Keterangan tanah ditandatangani oleh Lurah dan Camat
e) Surat PBB terakhir (asli)
f) Foto kopi KTP wakif
g) Foto kopi KTP nazhir 5 orang
h) Foto kopi KTP saksi 2 orang
i) Pernyataan waris dan kuasa waris (apabila wakif telah meninggal
dunia) yang ditandatangani oleh semua ahli waris bermaterai 6000,
diketahui oleh Lurah dan Camat
j) Materai 6000, 10 lembar
k) Surat akta notaries (yayasan atau lembaga hukum)23
2) Dokumen-dokumen penting lainnya ( SHM yang asli, PBB terakhir,
Denah/peta tanah wakaf)
23
Wawancara Pribadi Penulis dengan Bpk. Asmat, Pejabat KUA Kecamatan Sawangan
25 Oktober 2018
54
Setelah semua syarat-syarat diatas terpenuhi maka selanjutnya adalah
adalah diserahkan ke KUA wilayah dimana tanah wakaf itu berada,
selanjutnya pihak KUA akan memeriksa apakah semua dokumen-
dokumen yang diperlukan sudah lengkap dan sesuai, jika sudah maka
selanjutnya pihak KUA akan menyerahkannya ke pihak BPN tingkat
kabupaten yang membawahi wilayah tenpat tanah wakaf tersebut
berada. Dan selanjutnya pihak BPN akan memeriksa berkas-berkas
yang diterima jika memang sudah lengkap dan sesuai maka pihak
BPN akan melakukan kunjungan dan pengukuran tanah wakaf
tersebut. Adapun setelah itu maka pihak BPN akan segera
menerbitkan sertifikat tanah wakaf dengan jangka waktu yang
kondisional.24
C. Status Tanah Wakaf yang didaftarkan sebelum berlakunya Undang-
undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 ini ada beberapa
peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perwakafan yaitu
peraturan pemerintah Nomor 28 tahun 1977 yang mengatur masalah
perwakafan tanah milik. Dimana dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan
memngenai tata cara perwakafan tanah milik.
Sertifikasi wakaf berarti aspek administratif dalam ketentuan hukum
positif. Dalam kitab fikih diterangkan bahwa wakaf telah berlaku dengan
sebuah lafazh, walaupun tidak diumumkan oleh hakim dan hilang miliknya
wakif darinya walaupun barang tersebut masih ada ditangannya, demikian
pendapat Syafii yang diikuti oleh Imam Malik dan Imam Ahmad. Menurut
Imam Abu Hanifah tidak akan berlaku wakaf itu apabila tidak terlepas dari
milik wakif, apabila hakim memberikan putusan dengan mengumumkan
barang wakaf tersebut. Ini berarti menurut beliau bahwa benda wakaf akan
berlaku apabila telah diumumkan oleh hakim atau pengadilan.
24
Wawancara Pribadi Penulis dengan Bpk. Asmat, Pejabat KUA Kecamatan Sawangan
25 Oktober 2018
55
Kaitannya dengan itu dalam hukum Islam wakaf dianggap sah apabila
telah dilakukan sesuai dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan. Selain
itu tidak dikenal pula istilah pendaftaran dan sertifikat mengenai tanah wakaf
yang ditemukan dalam literatur fikih. Selain itu dalam hukum Islam tidak ada
ketentuan khusus yang mengharuskan adanya pencatatan dan pendaftaran tanah
wakaf. Makanya tak heran jika umat Islam khususnya umat Islam di Indonesia
dalam melakukan praktek wakaf ini hanya berdasarkan tradisi lisan, yaitu asas
saling kepercayaan antara wakif dan nazhir, dan faham seperti ini
menndikasikan lugunya pemahaman muslim Indonesia saat itu yang
mendasarkan praktek wakaf hanya dengan tradisi lisan karena menganggap
ketika tanah sudah diwakafkan berarti sudah dianggap sebagai milik Allah
semata yang siapa saja tidak akan berani mengganggu gugat tanpa seizin
Allah.25
Pemahaman mengenai wakaf masyarakat muslim Indonesia yang masih
lugu tersebut memang sangat di pengaruhi oleh faham bermazhab masyarakat
muslim Indonesia yang mayoritas mengikut kepada mazhab Imam Syafi’i yang
notabene mazhab yang dianut dan diikuti oleh masyarakat muslim negri ini
sejak dahulu.
Seperti kita ketahui dalam mazhab Imam Syafi’i, wakaf dianggap sah
apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya tanpa adanya pencatatan,
pernyataan lisan secara jelas (sharih) menurut pandangan Imam Syafi’i
merupakan bentuk dari pernyataan wakaf yang sah.26
Tradisi wakaf seperti inilah (tradisi lisan) yang secara turun temurun dan
sudah mendarah daging dipraktekkan oleh masyarakat muslim Indonesia dalam
melakukan kegiatan perwakafan, hingga terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977 yang mengatur mengenai perwakafan tanah milik.
Dalam peraturan pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan
tanah milik diatur mengenai peraturan perwakafan tanah yang mengharuskan
25
Departemen Agama RI, Paradigma Baru wakaf di Indonesia, (Jakarta : Depag RI,
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam, 2006) hlm. 97 26
Achmad Djunaidi, dan Thobieb Al-Asyhar,. Menuju era Wakaf Produktif, Sebuah
Upaya Progresif untuk Kesejahteraan umat, (Jakarta : Mitra Abadi Press, 2006) hlm. 48
56
adanya pencatatan dan pendaftaran tanah wakaf, karena sebelum adanya PP
tersebut praktek wakaf masih menggunakan kebiasaan-kebiasaan keagamaan
seperti melakukan wakaf hanya dengan lisan dan atas dasar saling percaya.27
Akibat dari praktek wakaf seperti itu perwakafan tidak berkembang alias
stagnan, bahkan banyak benda wakaf yang hilang atau bersengketa dengan
pihak ketiga akibat tidak adanya bukti tertulis ikrar wakaf, sertifikat tanah dan
lain-lain.28
Dengan adanya Peraturan Pemerintah ini, sebenarnya pemerintah
pada waktu itu ingin mengatur kegiatan perwakafan tanah sekaligus sebagai
upaya tertib hukum, karena pemerintah menyadari besarnya potensi wakaf dan
banyaknya masyarakat muslim Indonesia yang melaksanakan praktek wakaf
tanah tanpa adanya pencatatan dan pengadministrasian, disamping ingin
menyediakan landasan atau payung hukum yang menaungi kegiatan wakaf,
karena ini ada kaitannya dengan masalah agraria yang mana terkait dengan
hukum perdata sangat kompleks permasalahannya apabila tidak ada peraturan
dan tertib hukum yang mengaturnya.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan keharusan adanya
pencatatan ikrar wakaf yang diatur dalam pasal 9 ayat (1) sebagaimana berikut:
“Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf”.29
Setelah melakukan ikrar wakaf dihadapan PPAIW maka selanjutnya
adalah pendaftaran tanah wakaf tersebut, hal ini diatur dalam bagian kedua dan
pasal 10 Peraturan Pemerintah ini. Artinya setelah wakif tanah wakaf tersebut
mengikuti serangkaian prosedur diatas maka bisa dikatakan tanah wakaf
tersebut sah secara hukum dan mempunyai kekuatan yang legal dimata hukum.
Selain Peraturan Pemerintah Nomor.28 Tahun 1977 ini, ada peraturan
yang baru yang mengatur tentang perwakafan, yaitu Undang-undang Nomor 41
27
Achmad Djunaidi, dan Thobieb Al-Asyhar,. Menuju era Wakaf Produktif, Sebuah
Upaya Progresif untuk Kesejahteraan umat, (Jakarta : Mitra Abadi Press, 2006) hlm. 97 28
Achmad Djunaidi, dan Thobieb Al-Asyhar,. Menuju era Wakaf Produktif, Sebuah
Upaya Progresif untuk Kesejahteraan umat, (Jakarta : Mitra Abadi Press, 2006) hlm. 98 29
Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta : Dirjen Bimas
Islam, Depag RI, 2006) hlm. 134
57
tahun 2004 tentang wakaf, dalam Undang-undang ini senada dengan PP Nomor
28 tahun 1977 tanah wakaf dikatakan sah apabila telah dicatat dan didaftarkan
menurut prosedur dan peraturan yang berlaku hal ini sebagaimana tercantum
dalam penjelasan Undang-undang ini dalam bagian umum dijelaskan pada
Nomor 1 bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam
akta ikrar wakaf dan didaftarkan dan diumumkan dan pelaksanaannya
dilakukan sesuai dengan dengan tata cara yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilakukan.30
Status atau kedudukan tanah wakaf yang didaftarkan sebelum berlakunya
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf ini? Seperti dijelaskan
dalam peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977
tentang wakaf tanah milik, dalam pasal 15 Bab VII dijelaskan bahwa tanah
wakaf yang terjadi sebelum terbitnya PP ini maka pendaftarannya dilakukan
oleh nadzir kepada KUA setempat seperti pada prosedur ikrar wakaf dan
pendaftarannya hal ini disebabkan karena tanah wakaf yang terjadi sebelum PP
Nomor 28 Tahun 1977 ini, dilakukan hanya dengan kebiasaan secara lisan atas
dasar kepercayaan ini, mungkin secara hukum Islam sah tapi secara hukum
positif belum sah karena tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh PP
ini, yaitu adanya keharusan pencatatan dan pendaftaran tanah wakaf.
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf, dijelaskan bahwa status atau kedudukan tanah wakaf yang didaftarkan
sebelum berlakunya Undang-undang ini apabila telah dicatatkan dan
didaftarkan berdasarkan peraturan yang berlaku pada saat itu yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dinyatakan sah sebagai wakaf dan secara
hukum. Dan wajib didaftarkan paling lama 5 tahun sejak Undang-undang ini
diundangkan. Hal ini sesuai dan sebagaimana diatur dalam pasal 69 ayat (1)
dan (2) pada BAB X tentang ketentuan peralihan sebagai berikut:
1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, wakaf yang yang dilakukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
30
Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta : Dirjen Bimas
Islam, Depag RI, 2006) hlm. 36
58
sebelum diundangkannya Undang-ndang ini, dinyatakan sah sebagai
wakaf menurut undang-undang ini.
2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan
diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-undang ini
diundangkan.31
Dari pasal peralihan dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 ini,
jelas sudahlah bahwa tanah wakaf yang didaftarkan sebelum berlakunya
Undang-undang ini selama tanah wakaf tersebut memang sudah terdaftar
menurut peraturan yang berlaku pada saat praktek wakaf itu dilakukan adalah
sah sebagai wakaf. Sebagaimana tertulis dalam dalam ketentuan peralihan
pasal 69 ayat (1) dan (2).
D. Status Tanah Wakaf di Kecamatan Sawangan
Tabel 4.1. Data Tanah Wakaf Pada KUA Kecamatan Sawangan
No Kelurahan Bersertifikat AIW Proses
BPN
Jumlah
Lokasi Luas
1 Sawangan 30 13 1 44 62824.31
2 Sawangan Baru 20 11 2 33 43296
3 Cinangka 24 3 - 27 41087.61
4 Kedaung 13 3 - 16 26800.9
5 Serua 20 3 1 24 32878.6
6 Pondok Petir 9 5 1 15 16253
7 Bojong Sari 29 - - 29 34723
8 Bojong Sari Baru 15 4 - 19 13225
9 Curug 23 8 1 32 63644.8
10 Duren Seribu 12 5 - 17 19084
11 Duren Mekar 11 8 - 19 52431.35
12 Pengasinan 18 12 - 30 15786.5
31
Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta : Dirjen Bimas
Islam, Depag RI, 2006) hlm. 31
59
13 Bedahan 19 15 - 34 20125.58
14 Pasir Putih 28 15 - 43 27225.05
JUMLAH 271 105 6 382 469385.7
Sumber: KUA Kecamatan Sawangan
E. Analisa
Dari data tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar tanah
wakaf di kecamatan Sawangan telah memiliki sertifikat tanah wakaf dan telah
sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.. Dari 382
lokasi tanah wakaf dengan luas 469385.7 m2 di Kecamatan Sawangan
sebanyak 70.94% atau 271 lokasi telah memiliki sertifikat sedangkan sebanyak
27.48% atau 105 berstatus AIW (akta ikrar wakaf) dan 1.5% atau 6 lokasi yang
masih dalam proses BPN (badan pertanahan nasional).
Dari seluruh kelurahan yang terdapat di Kecamatan Sawangan lokasi
tanah wakaf yang terbanyak berada di kelurahan Sawangan dengan 44 lokasi
tanah wakaf dan luas 62824.31m2. Status tanah wakaf di kelurahan sawangan
ini terdapat 30 lokasi yang telah memiliki sertifikat tanah wakaf dengan
prosentase sebesar 68.18%, sedangkan 13 lokasi masih berstatus AIW dengan
prosentase sebesar 29.54% dan sisanya dalam proses BPN sebanyak 1 lokasi
dengan perolehan prosentase sebesar 2.27%.
Kemudian status tanah wakaf di kelurahan Sawangan Baru sebanyak 33
lokasi dengan luas 43296m2
yang telah memiliki sertifikat sebanyak 20 lokasi
atau 60.60%, status AIW sebanyak 11 lokasi atau 33.33% dan proses BPN
sebanyak 2 lokasi 6.06%. Status tanah wakaf di kelurahan Cinangka sebanyak
27 lokasi dengan luas 41087.61m2
yang telah memiliki sertifikat sebanyak 24
lokasi atau 88.88%, status AIW sebanyak 3 lokasi atau 11.11% dan proses
BPN sebanyak 0 lokasi 0%. Kemudian status tanah wakaf di kelurahan
Kedaung sebanyak 16 lokasi dengan luas 26800.9m2
yang telah memiliki
sertifikat sebanyak 13 lokasi atau 81.25%, status AIW sebanyak 3 lokasi atau
18.75% dan proses BPN sebanyak 0 lokasi atau 0%. Status tanah wakaf di
kelurahan Serua sebanyak 24 lokasi dengan luas 32878.6m2
yang telah
60
memiliki sertifikat sebanyak 20 lokasi atau 83.33%, status AIW sebanyak 3
lokasi atau 12.5% dan proses BPN sebanyak 4.16 lokasi atau 0%. Kemudian
status tanah wakaf di kelurahan Pondok Petir sebanyak 15 lokasi dengan luas
16253m2
yang telah memiliki sertifikat sebanyak 9 lokasi atau 60.00%, status
AIW sebanyak 5 lokasi atau 33.33% dan proses BPN sebanyak 1 lokasi 6.66%.
Kemudian status tanah wakaf di kelurahan Bojong Sari sebanyak 29
lokasi dengan luas 34723m2
yang telah 100% memiliki sertifikat tanah wakaf.
Status tanah wakaf di kelurahan Bojong Sari Baru sebanyak 19 lokasi dengan
luas 13225m2
yang telah memiliki sertifikat sebanyak 15 lokasi atau 78.94%
dan status AIW sebanyak 4 lokasi atau 21.05%. Kemudian status tanah wakaf
di kelurahan Curug sebanyak 32 lokasi dengan luas 63644.8m2
yang telah
memiliki sertifikat sebanyak 23 lokasi atau 71.87%, status AIW sebanyak 8
lokasi atau 25% dan proses BPN sebanyak 1 lokasi atau 3.12%. Kemudian
status tanah wakaf di kelurahan Duren Seribu sebanyak 17 lokasi dengan luas
19084m2
yang telah memiliki sertifikat sebanyak 12 lokasi atau 70.58% dan
status AIW sebanyak 5 lokasi atau 29.41%. Kemudian status tanah wakaf di
kelurahan Duren Mekar sebanyak 19 lokasi dengan luas 52431.35m2
yang telah
memiliki sertifikat sebanyak 11 lokasi atau 57.89% dan status AIW sebanyak 8
lokasi atau 42.1%. Kemudian status tanah wakaf di kelurahan Pengasinan
sebanyak 30 lokasi dengan luas 15786.5m2
yang telah memiliki sertifikat
sebanyak 18 lokasi atau 60.00% dan status AIW sebanyak 12 lokasi atau
40.00%. Kemudian status tanah wakaf di kelurahan Bedahan sebanyak 34
lokasi dengan luas 20125.58m2
yang telah memiliki sertifikat sebanyak 19
lokasi atau 55.88% dan status AIW sebanyak 15 lokasi atau 44.11%. Kemudian
status tanah wakaf di kelurahan Pasir Putih sebanyak 43 lokasi dengan luas
27225.05m2
yang telah memiliki sertifikat sebanyak 28 lokasi atau 65.11% dan
status AIW sebanyak 15 lokasi atau 34.88%.
Dari data diatas memang sebagian besar tanah wakaf di kecamatan
sawangan telah memiliki sertifikat tanah wakaf dan telah sesuai dengan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Ada 382 lokasi yang
tanah wakafnya diikrarkan kembali menurut undang-undang nomor 41 tahun
61
2004 Namun hanya 271 lokasi saja yang telah memproses untuk menjadi
sertifikat tanah wakaf. Dan 6 lokasi tanah wakaf masih dalam proses di BPN,
sisanya sebanyak 105 lokasi tanah wakaf belum memiliki sertifikat tanah
wakaf. Karena untuk persertifikasian tanah wakaf memerlukan waktu yang
panjang dan prosesnya yang sangat sulit serta biaya yang tidak sedikit, oleh
karena itu banyak masyarakat yang enggan untuk memprosesnya menjadi
sertifikat tanah wakaf.32
32
Wawancara Pribadi Penulis dengan Bpk. Asmat, Pejabat KUA Kecamatan Sawangan
25 Oktober 2018
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari seluruh rangkaian penelitian yang telah dilaksanakan mengenai
“Status Tanah Wakaf Yang Didaftarkan Sebelum Diberlakukan Undang-
undang Nomor41 Tahun 2004 Tentang Wakaf di Sawangan” dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Sebagian besar tanah wakaf di kecamatan Sawangan telah memiliki
sertifikat tanah wakaf dan telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang wakaf. tanah wakaf yang sudah memiliki sertifikat akan
terbebas dari biaya objek pajak dan tanah wakaf tersebut memiliki kekuatan
hukum yang kuat jika suatu saat nanti terjadi sengketa mengenai tanah wakaf .
Dari 382 lokasi (469.385,7m2) tanah wakaf yang diikrar ulangkan menurut
undang-undang nomor 41 tahun 2004 di Kecamatan Sawangan sebanyak
70.94% atau 271 lokasi (332.982,2m2) telah memiliki sertifikat sedangkan
sebanyak 27.48% atau 105 lokasi (126.734,1m2) berstatus AIW (akta ikrar
wakaf) dan 1.5% atau 6 lokasi (7.040,8m2) yang masih dalam proses BPN
(badan pertanahan nasional).
Status atau kedudukan tanah wakaf yang didaftarkan sebelum
berlakunya Undang-undang ini di kecamatan sawangan sebanyak 105 lokasi
(126.734,1m2) tanah tersebut telah dicatatkan dan didaftarkan berdasarkan
peraturan yang berlaku pada saat itu yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1977 dinyatakan sah sebagai wakaf dan secara hukum. Dan wajib
didaftarkan paling lama 5 tahun sejak Undang-undang ini diundangkan. Hal ini
sesuai dan sebagaimana diatur dalam pasal 69 ayat (1) dan (2) pada BAB X
tentang ketentuan peralihan. Dari pasal peralihan dalam Undang-undang
Nomor 41 tahun 2004 ini, jelas sudahlah bahwa tanah wakaf yang didaftarkan
sebelum berlakunya Undang-undang ini selama tanah wakaf tersebut memang
sudah terdaftar menurut peraturan yang berlaku pada saat praktek wakaf itu
63
dilakukan adalah sah sebagai wakaf. Sebagaimana tertulis dalam dalam
ketentuan peralihan pasal 69 ayat (1) dan (2).
B. Saran
Masalah perwakafan tanah tidak lepas dari aspek hukum agraria, oleh
karenanya diperlukan suatu peraturan yang benar-benar bisa menjadi payung
hukum bagi legalnya tanah wakaf. Kaitannya dengan permasalahan ini ada
beberapa saran-saran yang ingin penulis sampaikan:
1. Perlunya sosialisasi sebelum dan sesudah sebuah produk hukum dibuat,
dalam hal ini adalah pihak pemerintah dan DPR sebagai pembuat Undang-
undang dan pemerintah dalam pengesah dari Undang-Undang tersebut.
Sosialisasi bisa melalui media massa cetak, elektronik maupun melalui
seminar-seminar yang diadakan di kampus-kampus dan masyarakat.
2. Pihak KUA yang ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai PPAIW, diharapkan
untuk berperan lebih aktif terutama dalam proses pembuatan sertifikat tanah
wakaf agar birokrasinya jangan terlalu rumit, sehingga tidak membuat para
nazhir wakaf menjadi enggan dalam pengurusan sertifikat tanha wakaf
karena birokrasi yang sulit.
3. Kepada pihak pengelola tanah wakaf yang berada di wilayah kecamatan
Sawangan untuk seyogyanya mengikuti perkembangan mengenai peraturan
perundang-undangan mengenai perwakafan, agar kejadian ketidaktahuan
mengenai peraturan mengenai tanah wakaf tidak terjadi di kemudian hari.
64
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
2007.
Alabij Al, Adijani. Perwakafan Tanah di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. 2003.
Alabij Al, Adijani. Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada. 2002.
Asqalani Al, Al-Hafidz Ibnu Hajar. Bulughul Maram Fi Adillatil Ahkam, Maktabah
Daar Ihya Al-Kutub. 852-773H
Bassam Alu, Abdullah bin Abdurrahman. Syara Hadist Pilihan Bukhari-Muslim.
Bekasi: Darul Falah. 2011.
Departemen Agama RI. Fiqih Wakaf. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen
Bimas Islam Depag RI. 2006.
Departemen Agama RI. Peraturan Perundangan Perwakafan. Jakarta: Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam. Depag RI. 2006.
Departemen Agama RI. Bunga Rampai Perwakafan. Jakarta: Dirjen Bimas Islam.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf. 2006.
Departemen Agama RI. Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf,. Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam Depag
RI. 2006.
Departemen Agama RI. Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam. 2006.
Departemen Agama RI. Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia. Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam. 2006.
Departemen Agama RI. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf. Jakarta: Depag RI, Dirjen Bimas Islam dan Haji. 2004.
Departemen Agama RI. Paradigma Baru wakaf di Indonesia. Jakarta: Depag RI,
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam. 2006.
65
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf. Fiqih Wakaf. Jakarta. 2005.
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Paradigma
Baru Wakaf di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI. 2005
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. UU Wakaf.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Paradigma baruwakaf di Indonesia, Jakarta: Dirjen
Bimas Islam. 2006.
Djunaidi,Ahmad dan Thobieb al-Asyhar. Menuju Era Wakaf Produktif, Sebuah Upaya
Progresif Untuk Kesejahteraan Umat. Jakarta: Mitra Abadi Press. 2006.
Halim, Abdul. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: Ciputat Press. 2005.
Imam Muslim, Shahih Muslim, (Bairut: Maktabah Daar Ihya Al-Kuttub), Juz II, h.14.
Juhaili, Wahba. Al-Fikhu Al-Islam Wa Adillatuh. Daar El-Fikr. 2007.
Kabisi Al, Muhammad Abid Abdullah. Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama
dan Terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Waakaf Serta Penyelesaian
atas Sengketa Wakaf. Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan Press cet 1,
h.87.
Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1978 Tentang Wakaf pasal 5 ayat (1) dan (3).
PSTTI-UI. Wakaf Tunai Inovasi Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan
Kesejahteraan Umat. jakarta : PSTTI-UI. 2006
Ridho, Taufiq. Panduan Wakaf Praktis, cet.1, Jakarta: Tabung Wakaf Indonesia. 2006.
Rosidin. Pengantar Hukum Islam. Yogyakarta: Lintas Aksara. 2016.
Sabiq, sayyid. Fikih Sunnah, jilid ke-14, cet.VIII, Ahli Bahasa oleh Kamaluddin A, dkk.
Bandung: Al’Ma’arif. 1996.
Shan’aniy Ash, Muhammad Ibn. Subulus Salam. Yaman: Darus Sunnah. 1059H.
Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati. 2002.
Soepomo. Sistem Hukum Indonesia Sebelum Perang Dunia II. Jakarta: Pradnya
Paramitha. 1983.
66
Supriadi. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.
Suhadi, Imam. Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Primayasa. 2002.
Sunyoto, Agus. Atlas Walisongo. Bandung: Mizan. 2012.
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3).
Undang-Undang Pokok Agraria1960 Pasal 49 Nomor 5.
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 1 Nomor 1
Usman, suparman. Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum. 2005.
Usman, Rachmadi. Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika. 2009.
Wawancara Pribadi Penulis dengan Bpk. Asmat, Pejabat KUA Kecamatan Sawangan
25 Oktober 2018
Zaenuddin, Muhammad. Tariech Aceh dan Nusantara. Medan: PustakaIskandar Muda.
1961.
.
QUESTION LIST
Pewawancara : Rizky Gustiansyah
Nara Sumber : H. Asmat S.Ag
Jabatan : Kepala KUA Kecamatan Sawangan
Tanggal : 25 Oktober 2018
Tempat : KUA Kecamatan Sawangan
1. Bagaimana mekanisme dalam persertifikasian tanah wakaf?
Jawab : secara global mekanismenya adalah pertama wakif mendatangi KUA setempat
sambil membawa persyaratan administrasi yang diperlukan, setelah itu pihak KUA
mengecek kelengkapannya setelah dinyatakan lengkap maka piha KUA meneruskannya
ke pihak kantor kementrian kabupaten, setelah itu diteruskan kepihak BPN, dimana pihak
BPN akan mengecek tanah wakaf tersebut apakah sudah layak atau tidak diterbitkannya
sertifikat wakaf.
2. Syarat apa saja yang dilakukan dalam persertifikasian tanah wakaf?
Jawab : syarat yang diperlukan adalah AIW, surat bukti kepemilikan tanah yang asli
(SHM), surat pajak, surat keterangan tanah dari lurah dan camat yang menerangkan
bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa, foto copy KTP wakif, nadzir dan saksi-saksi,
surat keterangan ahli waris, jika wakif telah meninggal dunia, dan akta notaris jika yang
mewakafkan adalah berbentuk yayasan.
3. Berapa lama waktu yang dibutuhkan dan biaya yang diperlukan dalam persertifikasian
ini?
Jawab : mengenai masalah waktu tidak bisa ditentukan artinya bersifat kondisional dan
ini sangat tergantung dari kelengkapan administrasi yang dibawa dari pihak wakif.
Disamping itu pihak BPN juga tidak mengurusi masalah tanah wakaf saja. Mengenai
biaya, ada dana hibah dari pemda atau bupati.
4. Apakah tanah wakaf yang sudah terdaftar wajib disertifikasi?
Jawab : ya, wajib. Agar tanah wakaf tersebut memiliki kekuatan hukum jika suatu saat
nanti ada sengketa mengenai tanah wakaf tersebut.
5. Apakah manfaat dari persertifikasian tanah wakaf?
Jawab : pertama tanah wakaf tersebut sudah memiliki kekuatan hukum, kedua tanah
wakaf tersebut bebas dari pajak, dan terjamin dari segala macam bentuk sengketa
mengenai tanah wakaf tersebut.
6. Upaya apa saja yang dilakukan oleh KUA kecamatan sawangan terhadap tanah wakaf
yang belum memiliki sertifikasi?
Jawab : himbauan kepada masyarakat untuk segera didaftarkan tanah wakaf yang belum
diikrarkan atau yang belum bersertifikat melalui PAH (penyuluh agama honorer) dan
pertemuan-pertemuan baik dalam kegiatan-kegiatan para amil (penghulu), rapat-rapat
tingkat kecamatan serta pengajian MUI tingkat kecamatan
7. Kendala apa saja yang ditemukan dilapangan berkaitan dengan upaya ini?
Jawab : kendala utamanya adalah tidak adanya bukti otentik mengenai kepemilikan tanah
wakaf tersebut dan adanya perselisihan antara nadzir dengan ahli waris dari pihak wakif.
8. Berapa objek wakaf yang di ikrar ulangkan setelah Undang-undang nomor 41 tahun 2004
untuk keperluan sertifikat tanah wakaf?
Jawab : ada 382 lokasi yang tanah wakafnya di ikrarkan kembali setelah undang-undang
nomor 41 tahun 2004 untuk keperluan sertifikasi tanah wakaf. Dari 382 lokasi tanah
wakaf, namun hanya 271 lokasi saja yang mau memprosesnya untuk menjadi sertifikat.
9. Kenapa hanya 271 lokasi saja tanah wakaf yang disertifikasikan?
Jawab : karna untuk persertifikasian tanah wakaf memerlukan waktu yang panjang dan
prosesnya yang sangat sulit serta biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu masyarakat
enggan untuk memprosesnya menjadi sertifikat.
10. Apa dasarnya harus dilakukan ikrar baru?
Jawab : karena didalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, bagi tanah
wakaf yang masih berstatus AIW atau yang didaftarkan menurut peraturan pemerintah
nomor 28 tahun 1977 tanah wakaf tersebut diwajibkan untuk didaftarkan kembali paling
lama 5 tahun sejak undang-undang nomor 41 tahun 2004 diundangkan. Hal ini dilakukan
agar tanah wakaf tersebut memiliki kekuatan hukum jika suatu saat nanti terjadi sengketa
mengenai tanah wakaf tersebut.