Post on 06-Nov-2015
Something Happen to My Heart | 1
Kamu Kuat!
Kamu Kuat, Ra! ucap Ian menyemangati. Kamu anak perempuan yang kuat
ucapnya lagi. Ayra menghentikan langkahnya, seakan terdapat sebuah aliran listrik mengalir
ke seluruh tubuhnya yang mampu membuat ia berdiri kaku.
Ian melangkah ke depan dan menghadap ke arahnya, Ayra mendongakkan kepalanya
memandang anak laki-laki di hadapannya, jantungnya mulai berdegup kencang, perlahan-
lahan pipinya memerah, tangannya yang terasa dingin dan basah ia kepal erat-erat. Ian
menundukkan kepalanya, menjajarkan wajah mereka, kedua tangannya ia letakkan dipundak
Ayra.
Perlahan Ian mendekatkan wajahnya pada wajah Ayra, lalu berhenti beberapa saat
sambil memandang wajah merah dan memanas gadis di depannya, Ian mulai tersenyum
melihat perubahan wajah tersebut, lalu melanjutkan mendekatkan wajahnya...
I-Ian... kamu mau apa? tanya Ayra dengan ekspresi gelisah dan gugup
Ian tersenyum lagi. Aku akan memberimu sebuah mantra ajaib, mantra ini akan
selalu buat kamu merasa lebih baik! ucap Ian perlahan. Ayra hanya mengerjap.
Ian mendekatkan bibirnya ditelinga Ayra dan membisikkan sesuatu. Ayra... Kamu
Kuat! Kamu anak perempuan yang paling kuat, apapun yang kamu rasakan, apapun yang
kamu hadapi, apapun yang terjadi, kamu harus selalu kuat. Ayra Chrysantiana... KAMU
KUAT!
September 2003
Kamu Kuat... bisiknya. Ingatannya kembali ke masa itu, kembali ke masa ketika
mantra itu diajarkan padanya. Sebuah ingatan yang terasa nyata, seakan peristiwa itu terulang
kembali. Gadis tersebut memejamkan matanya, membangkitkan ingatan yang tersimpan di
pikirannya.
Something Happen to My Heart | 2
Ia duduk dengan menekuk lututnya di dalam sebuah ruangan yang hanya diterangi
cahaya redup, entah berapa lama ia duduk di sana dengan posisi yang sama. Kamu gadis
yang kuat. bisiknya lagi, setetes cahaya bening telah mengalir dipipinya yang putih, mata
gadis tersebut masih tertutup, bibirnya mengumamkan mantra yang selama ini
menguatkannya.
Ayra... Kamu kuat! Ian bilang, kamu kuat!... cahaya bening itu mengalir deras di
pipinya, makin keras dan tak bisa dibendung lagi. Tangisnya mulai meledak, segala apa yang
ia rasakan saat ini telah dikeluarkannya bersama dengan aliran air matanya.
Ayra Chrysantiana.... Kamu Kuat! terdengar senggukan dari mulutnya.
KAMU KUATT! teriaknya disela-sela tangis.
Something Happen to My Heart | 3
Maaf, Kak
Juni, 2006
Ra Arga udah nungguin kamu di luar setengah jam yang lalu, panggilnya dari
balik pintu.
Iya Tante, 2 menit lagi, jawabnya.
Tante Ria membuka pintu kamar dihadapannya dan melihat keponakannya sedang
mematut diri di depan cermin. Ya ampun kamu lagi ngapain sih, Ra? tanyanya yang
masih berdiri di samping pintu.
Tante nggak liat aku sedang ngapain? jawabnya sambil memoles tipis lipglos di
bibirnya.
Tante liat kamu lagi ngapain sekarang, tapi kamu nggak sadar apa? setengah jam lagi
ujian kamu akan dimulai, perjalanan dari sini ke tempat kamu ujian itu butuh waktu lebih dari
setengah menit, belum lagi kamu harus cari ruangannya,.
Ayra tau Tante, nahh.. sekarang aku sudah siap, ucapnya. Ia lalu merapikan semua
barang-barang di atas kasur dan memasukkannya ke dalam tas.
Periksa baik-baik semua berkas dan perlengkapan ujianmu, jangan sampai ada yang
kelupaan, ucap Ria mengingatkan.
Ayra berjalan ke pintu lalu memeluk satu-satunya Tante yang telah merawatnya. Siip
Tante, semuanya sudah lengkap, Ayra berangkat dulu, doain semoga semuanya lancar.
Tante selalu mendoakan yang terbaik buat kamu, sana gih! Kakak kamu sudah
nungguin kamu.
Ayra tersenyum memandang wajah tantenya, melihat baik-baik raut wajah yang sudah
tidak semuda dulu, umur tantenya memang bisa dibilang telah hampir memasuki kepala
empat, lipatan keriput mulai terlihat dari bawah matanya tapi, wajahnya terlihat lebih muda
dibanding umurnya, sifatnya yang lembut, cara bicaranya yang halus, senyum yang tidak
pernah lepas dari bibirnya, ditambah wajah ayunya yang membuat dia selalu tampil cantik
Something Happen to My Heart | 4
dan segar. Ayra tahu, tanpa diminta pun tantenya pasti akan selalu mendukung setiap langkah
yang ia ambil, mendoakan keberhasilan dan selalu memberinya semangat.
Sepuluh menit telah berlalu sejak ujian di mulai. Ayra telah berada di kampus tempat
dimana ia akan mengadakan ujian masuk perguruan tinggi negeri, dia mulai kebingungan
melihat jalan yang akan ia lewati, masalahnya adalah bentuk dan warna bangunan di kampus
ini hampir sama, belum lagi tanaman dan tumbuhan yang ada di sekitarnya, semua hampir
sama dan sangat membuat Ayra bertambah bingung. Kakinya terus melangkah cepat,
semakin cepat dan terlihat sangat tergesa-gesa. Dia sudah tidak menghiraukan penampilannya
yang sudah sangat amburadul, yang ada dipikirannya saat ini yaitu mengikuti ujian, bahkan
sampai saat ini ruang ujiannya pun belum ia tahu. Dia berjalan terlalu buru-buru dan.
Brukkkk.
Ayra terpental kebelakang dan jatuh bersama tumpukan buku-buku tebal yang
berdebu. Aduhh.. rintih Ayra.
Aowwwsakiiitt, sebuah suara rintihan terdengar agak berat. Ayra mengikuti asal
suara itu, seorang pria tengah duduk kesakitan di atas lantai sambil memegang pantatnya
yang nyeri. Pria itu menggunakan celana jeans hitam dan kemeja dengan lengan pakaiannya
digulung hingga siku, kemejanya berwarna abu-abu bercorak kotak-kotak, dia menggunakan
sepatu tali berwarna hitam. Ayra hanya memperhatikan penampilannya saja dan tidak melihat
wajahnya. Takut jika yang ia tabrak itu adalah salah satu mahasiswa senior di kampus
tersebut, Ayra cepat-cepat memungut semua berkas-berkas dan buku-buku yang berserakan
di depannya, sementara pria itu masih saja duduk lemas menahan kesakitan.
Maaf kak ucap Ayra dengan kepala menunduk, ia menyerahkan semua berkas
dan buku yang telah ia bereskan kepada pria tadi. Masih dengan kepala menunduk. Sekali
lagi maaf Kak, saya terburu-buru dan tidak sengaja menabrak Kakak.
Pria tadi hanya terdiam melihat tingkah laku Ayra dengan kepala menunduk sambil
meminta maaf, dia berusaha untuk melihat wajah Ayra, tapi Ayra makin menundukkan
kepalanyanya. Saya permisi Kak, maaf, pamit Ayra lalu berlari meninggalkan pria tadi
yang masih duduk terbengong.
Something Happen to My Heart | 5
Seulas senyum terbentuk dari sudut bibirnya. Gadis yang lucu.
Something Happen to My Heart | 6
Bunga Chrysan (Krisan)
September, 2006
Vera mengisap habis milkshake-nya, ini sudah gelas yang kedua, tangannya diangkat
lagi memangggil pelayan. Seorang pelayan muda mendekat dan mencatat pesanannya, untuk
beberapa saat pelayan itu terkejut mendengar permintaannya. Tapi Vera hanya tersenyum
kecut memandang pelayan yang ada di sampingnya. Setelah itu, si pelayan berlalu
meninggalkannya.
Nggak salah apa? pesanan lo sudah melampaui batas, ucap Ayra ketika pelayan itu
telah meninggalkan mereka. Kini mereka tengah berada di dalam cafe sederhana yang
terletak di depan sebuah taman kanak-kanak. Kursi mereka terletak di sudut ruangan caf
tersebut dan tepat di samping kaca besar yang menjadi dinding penghalang antara bagian luar
dan dalam caf.
Kamu nggak usah heran, ini semua gara-gara lo ngajakin gue keluar dari pagi hingga
siang kayak gini hanya untuk mencari satu benda yang menurutku nggak terlalu penting, gue
haus plus kelaparan banget, ucap Vera dengan menekankan kalimat kelaparan benget;.
Ayra menggelengkan kepalanya. Gue juga nggak mungkin ngajakin kamu kalau gue
sudah kelabakan kayak gini.
Kenapa sih lo ngotot banget bunganya harus bewarna putih?
Ya ampun Vera, gue kira lo sudah tahu alasannya, Vera menggelengkan kepalanya,
menandakan ia memang tidak terlalu memahami alasannya. Ayra tidak melanjutkan
kalimatnya, dia memalingkan wajahnya memandang keluar dan memperhatikan orang yang
berlalu - lalang di depan caf tempat mereka berada.
Ra, lo kok diam? tanya Vera hati-hati.
Gue cuma memikirkan alasan yang tepat kenapa bunganya harus berwarna putih,
jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari luar.
Hahh.. maksudnya? Jadi lo nggak tahu alasannya apa?
Something Happen to My Heart | 7
Ayra tersenyum mendengar pertanyaan sahabatnya sejak SMA ini, sebenarnya ia
sudah tahu apa alasannya, tapi Ayra sangat malas untuk menjelaskan alasannya, selama ini
dia selalu pergi sendiri untuk mencari apa yang ia butuhkan, tapi kali ini ia betul-betul butuh
seseorang untuk menemaninya.Lo tahu besok tanggal berapa? Ayra membuka mulutnya.
21 September jawab Vera yang masih bingung.
Lalu?
Lalu? Vera mengangkat alisnya, dia bertambah bingung akan arah pembicaraan
Ayra, seorang pelayan datang membawa nampan yang berisi sepiring spaghetti dengan porsi
besar dan dua gelas milkshake coklat, setelah mempersilahkan untuk menikmati pesanannya,
pelayan itu pun berlalu.
Lo tidak ingat besok adalah hari apa? tanya Ayra lagi, matanya tetap memandang
keluar.
Vera mulai memutar ingatannya, mencoba mengingat kembali besok adalah hari apa,
mulutnya mulai mencomot spaghetti pesanannya, sementara otaknya masih mencoba berpikir
dan mengingat, Disuapannya yang kelima, Vera tiba-tiba tersedak, spaghetti yang telah
ditelannya terhenti di kerongkongan, rasa nyeri di dadanya akibat tersedak membuat dia
terbatuk-batuk, dengan sigap Vera meneguk setengah milkshake di sampingnya. Ayra yang
asyik melihat keluar mengalihkan pandangannya pada Vera. Heran melihat tingkah lakunya
sahabatnya.
Lo itu kalau makan nggak bisa pelan-pelan apa? Sampai tersedak kayak gitu.
Vera mencoba mengatur napasnya dengan hati-hati. Besok hari peringatan untuk
Ian, bukan? tanya Vera setelah merasa agak baik.
Ayra mengangguk. Lo baru ingat?
Vera terdiam beberapa saat. Jadi alasan lo untuk tetap ngotot
Karena waktu Ian meninggal aku hanya memberi bunga krisan bewarna putih, Ayra
melanjutkan. Sudah 3 tahun lebih sejak kepergian Ian dan selama itu pula gue tidak pernah
berziarah ke kuburannya, lanjutnya lagi.
Something Happen to My Heart | 8
Vera meletakkan sendok dan garpunya, dia sudah tidak bernafsu lagi untuk
melanjutkan makannya, ia merasa tidak enak hati membicarakan Ian, terlebih lagi karena 3
tahun kepergian Ian, Vera sama sekali tidak mengingat tanggal kematiannya.
Untuk sesaat mereka berdua diam dalam pikiran masing-masing, Vera hanya duduk
sambil memandang makanan pesananya, ia berusaha berpikir keras memikirkan cara untuk
mencairkan suasana, sedangkan Ayra mengarahkan pandangannya kembali ke taman kanak-
kanak yang terletak di depan cafe tempat mereka berdua berada. Dari ekspresi wajahnya,
Ayra terlihat baik-baik saja, tapi Vera meragukannya, ia berniat membuka mulut untuk
meminta maaf padanya karena telah melupakan tanggal kematian Ian.
Gue tidak apa-apa, Ayra bersuara, seulas senyum terbentuk dibibirnya. Ia
memasang wajah ceria, mengilustrasikan raut wajah yang menandakan bahwa ia baik-baik
saja.
Lo yakin tidak apa-apa? tanya Vera, Ayra mengangguk pasti. Lalu kita mau ke
mana? Sebentar lagi mulai sore dan toko yang tadi sudah toko bunga yang keempat kita
datangi, dimana lagi kita bisa mendapatkan bunga krisan putih?
Hufftt itu bukan toko yang keempat, tapi toko yang keenam, ucap Ayra lesu.
Apa? keenam? pekik Vera.
Kemarin gue sudah mendatangi dua toko bunga yang aku tahu, tapi tidak ada yang
menjual bunga krisan, kalau pun ada... stok mereka untuk bunga krisan putih sudah habis,
ditambah dengan empat toko bunga hari ini semuanya sudah berjumlah enam toko.
Seorang gadis kecil dengan wajah yang ceria sambil bersenandung kecil masuk
perlahan-lahan ke dalam caf, gadis itu mengenakan baju berwarna putih berbintik-bintik
hitam, rok mungil dan dihiasi renda-renda berwarna merah muda cerah menggelantung
hingga bawah lututnya, gadis itu juga mengenakan topi bundar putih dengan pita yang
menghiasinya, ditangannya terdapat keranjang kecil yang berisi beraneka ragam bunga.
Gadis itu melompat-lompat kecil di dalam caf, dia mendatangi meja tiap pelanggan
yang duduk di sana sambil membagikan setangkai bunga pada mereka. Dengan nada yang
ceria gadis itu mengucapkan sebuah kalimat pada mereka yang mendapatkan bunga.
Selamat berakhir pekan ucapnya dengan wajah yang lucu.
Something Happen to My Heart | 9
Ayra memperhatikan gerak-gerik gadis kecil itu, dia merasa heran melihat gadis kecil
yang membagikan bunga secara gratis pada mereka, wajah gadis itu tampak sangat gembira,
membuat Ayra agak penasaran dengan tingkah lakunya. Gadis kecil itu berjalan menuju ke
meja tempat ia dan Vera sedang duduk, mulutnya masih bersenandung kecil.
Gadis kecil itu berhenti tepat di sampingnya, ia terpaku memandang seorang
perempuan muda di depannya lalu sebuah senyum indah nampak dibibirnya memperlihatkan
deretan giginya yang putih dan tersusun rapi.
Selamat berakhir pekan, kak ucap gadis kecil itu sambil menyerahkan setangkai
bunga terakhir dari keranjangnya, bunga itu berwarna putih, kelopak pusat bunga pendek itu
dikelilingi oleh pola yang berbentuk cincin dan sebuah sinar bunga. Ayra memperhatikan
bentuk bunga di tangannya, matanya membulat besar, ia mengenal jenis bunga yang ia
pegang.
Dik, kamu dapat bunga ini darimana? tanya Ayra pada gadis kecil itu
Masih dengan senyum indahnya. Itu dari toko bunga kami, jawabnya dengan nada
yang ceria.
Toko bunga? Kamu punya toko bunga? gadis kecil itu mengangguk.
Bisa bawa kami ke toko bunga kamu!
Gadis kecil itu menunjukkan wajah gembiranya. Kakak mau datang ke toko bunga
Mama?
Ayra terheran melihat ekspresi gadis kecil di depannya, gadis kecil itu tersenyum
sumringah, sepertinya ia senang mengetahui bahwa Ayra akan datang ke toko milik
keluarganya.
Tapi Kak, dari sini ke toko agak jauh kalau jalan kaki.
Lohh.. memangnya kamu bisa sampai di sini menggunakan apa? tanya Vera mulai
berbicara.
Naik sepeda, jawabnya polos.
Something Happen to My Heart | 10
Kalau gitu kita naik taksi saja, nanti sepeda kamu ditaruh di bagasi, bagaimana?
usul Ayra. Gadis kecil itu mengangguk cepat. Setelah itu mereka bertiga meninggalkan caf
lalu berangkat ke toko yang dimaksud.
Gadis kecil itu tidak henti-hentinya memandang Ayra yang duduk di samping kirinya,
kini mereka bertiga telah berada di dalam taksi, dia betul-betul tidak percaya dapat bertemu
dengan perempuan yang ia kagumi selama ini. Matanya berbinar-binar seakan melihat
bintang yang berkilauan dimalam hari.
Ayra yang merasa canggung diperhatikan oleh gadis kecil di sampingnya mulai
menoleh dan mendapati gadis kecil itu masih menatapnya. Mmmm kenapa? Ada yang
aneh yah? tanya Ayra pada gadis kecil tersebut, gadis kecil itu menggeleng. Terus.. kenapa
liatin aku terus? tanya Ayra lagi.
Nama Kakak siapa? tanya gadis kecil itu
Ayra, kamu?
Wahh nama Kakak hampir sama dengan nama kami, ucapnya dengan semangat.
Kami? Maksudnya? tanya Vera yang dari tadi memperhatikan mereka berdua.
Iyya kami Aku dan Ara, saudara kembarku jawab gadis itu tanpa menoleh
pada Vera yang berada di sisi kanannya.
Kamu punya saudara kembar? Ya ampuuun kamu sudah lucu kayak gini sudah
membuatku gemas apalagi kalau kamu punya saudara kembar yang lucunya juga kayak
kamu, terus persamaan nama aku dan kalian berdua apa? tanya Ayra dengan antusias.
Nama Kakak kan Ayra, Nama kami Ara dan Aya, Kak Ayra tinggal menghilangkan
salah satu huruf nama Kakak agar salah satunya mirip dengan nama kami, kalau bukan huruf
R, Kakak tingga menghilangkan huruf Y-nya saja, jelas Aya dengan lincah.
Iya juga yah, berarti mungkin seharusnya kamu jadi Kakak mereka, Ra. Vera
menambahkan.
Wahh aku dan Ara pasti sangat senang, kalau kak Ayra mau jadi Kakak kami,
sahut Aya dengan ceria.
Something Happen to My Heart | 11
Ayra hanya tersenyum melihat tingkah Aya. Gadis kecil ini memang lucu, sangat
nyaman berada di sampingnya, pikir Ayra.
Tadi kamu memperhatikan wajah Kakak, memangnya kenapa? tanya Ayra.
Kakak tetap sama seperti dulu, tetap cantik dan baik seperti prinses Bella, ucapnya
dengan spontan.
Sama seperti dulu? Memangnya Kakak pernah bertemu dengan kamu?
pertanyaannya memburu, terkejut mendengar pernyataan polos yang keluar dari gadis kecil di
sampingnya.
Aku dan Kakak baru bertemu saat ini, tapi aku pernah melihat kak Ayra sekali.
Dimana?
Di Aahh pak supir depan belok kanan terus berhenti di depan toko bunga
yah seru Aya memerintah supir di depannya.
Mereka bertiga kini berdiri di depan toko bunga yang bercat coklat dan bertingkat
dua, bentuk tokonya tidak terlalu besar, mungkin lebih tepatnya bahwa toko tersebut adalah
sebuah rumah yang di desain menjadi toko bunga sederhana, lantai dasarnya dijadikan toko
tapi, pada lantai atas terdapat ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan beberapa buah kamar.
Halaman depan toko bunga tersebut berhiaskan beraneka ragam tanaman hias yang ditanam
di dalam pot dengan berbagai corak dan warna. Selain itu, bagian depannya dipasangi kaca
besar dan bening yang dapat menampilkan dari luar aneka bunga yang dipajang di dalamnya.
Sebuah papan besar terpasang di atas sana. Papan yang menandakan nama toko tersebut
bertuliskan Taaraay Florist
Ayra melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko. Nampak seorang wanita paruh
baya mengenakan rok hingga lutut berwarna hitam dan memakai baju lengan panjang
berbahan halus sedang terlihat merapikan letak beberapa bunga yang telah bergeser dari
tempatnya.
Mama seru Aya memanggil wanita tersebut, Aya berlari ke arahnya lalu dengan
senyumannya yang lucu ia memberikan keranjangnya pada wanita itu.
Habiss Aya hebat, ucap wanita itu memuji.
Something Happen to My Heart | 12
Ma aku bawa seseorang ke sini.
Alis sang Mama terangkat Siapa?
Tuhh.. Aya menunjuk dua perempuan muda yang sedang mendekati mereka berdua
Selamat siang Tante.. sapa Ayra pada wanita yang ada di hadapannya
Siang adik siapa yah?
Mmm beberapa hari ini saya mencari seikat bunga krisan putih, tapi tiap toko
bunga yang saya datangi ternyata kehabisan stok. Kebetulan tadi Aya masuk ke dalam caf
tempat kami berada dan dia memberikan bunga krisan putih ini pada saya, jelasnya sambil
memperlihat setangakai krisan putih pada wanita itu.
Dan Aya membawamu ke sini untuk membeli bunga itu? lanjut wanita itu, Ayra
mengangguk pelan
Saya bisa memperlihatkan koleksi bunga krisan kami tapi di dalam sana hanya
boleh di masuki oleh dua orang saja, apa adik tidak keberatan kalau. wanita itu melirik ke
arah Vera.
Tidak kok Tante, saya cuman menemaninya untuk mencari bunga itu, biar dia saja
yang ikut bersama Tante ke dalam, saya tidak apa-apa, potong Vera sebelum wanita itu
melanjutkan kalimatnya.
Ma, Aya bisa ikutkan? pinta Aya
Bisa.. tapi Aya nggak boleh sentuh apa pun, wanita itu lalu menoleh pada Vera.
Adik bisa menunggu di sofa sana, wanita itu mempersilahkan dengan sopan.
Ayra berjalan mengikuti wanita yang ada di depan, dia memasuki sebuah lorong
panjang yang hanya diterangi lampu kuning bercahaya redup, dinding lorong tersebut dihiasi
berbagai macam lukisan bunga dan berbagai pernak-pernik tanaman, dia telah melewati tujuh
pintu berwarna coklat, setiap pintu tertempel papan kecil yang bertuliskan berbagai jenis
bunga. Kini mereka berada di depan pintu yang tertempel papan kecil bertuliskan The
Chrysanthemum.
Something Happen to My Heart | 13
Ayra memasuki ruangan tersebut, di dalamnya tersimpan banyak bunga krisan
berbagai warna. Ayra hanya berdiri mematung memandangi bunga-bunga yang tersusun rapi
di hadapannya.
Kak.. kok bengong? tanya Aya menyadarkan Ayra dari kekagumannya
Ruangan ini Indah, matanya masih menatap satu persatu bunga tersebut.
Yahh Memang indah, sahut wanita itu
Anda juga suka bunga ini?
Wanita itu tersenyum. Cuma sekedar mengagumi, jawabnya. Ngomong-ngomong,
nama kamu siapa? tanya wanita itu.
Ayra. jawabnya singkat.
Wanita itu agak terkejut. Namamu mirip dengan kedua putri saya.
Iya, saya sudah dengar dari Aya ucapnya lalu memandang gadis kecil yang berdiri
di samping ibunya.
Hanya Ayra saja, nama lengkap kamu?
Ayra Chrysantiana.
Wanita itu terkejut untuk kedua kalinya, matanya membesar dan mulut terbuka
sedikit, jawaban Ayra cukup membuatnya memberikan ekspresi seperti itu Chrysantiana?
Nama kamu hampir mirip dengan bunga krisan.
Nama saya memang ada unsur bunganya, karena ibu saya menyukai bunga krisan,
seulas senyum manis terlihat di wajahnya.
Mama nama lengkapku dan kak Ayra juga hampir samakan? Bedanya kalau kak
Arya memakai nama bunga krisan, tapi kalau aku memakai bunga lily timpal Aya
Lily? Memangnya nama lengkap kamu siapa? tanya Ayra pada gadis lucu yang di
hadapannya.
Ayani Lilyana.
Berarti adik kamu namanya Arani Lilyana, tebak Ayra
Something Happen to My Heart | 14
Salah kak Ara bukan adikku, tapi kakakku.
Ohehehe Salah yah, maaf deh, aku kan nggak tahu diantara kalian kakak dan adik
yang mana.
Aya mengangguk. Nggak papa kok, mmm.. kakak cari bunga krisan warna apa
tadi?
Warna putih, saya bisa beli seikat? tanya Ayra ragu sambil menatap wanita di
depannya
Wanita itu tersenyum. Kamu tidak usah ragu begitu, tunggu bentar yah!
Iya Tante, hmm... kalau boleh tahu nama Tante siapa?
Fitri kak jawab Aya.
Ohhh... terus, kembaran kamu mana?
Kak Ara sedang keluar membeli kue bersama kak Tirta?
Kak Tirta
Aya mengangguk. Kak Tirta anak pertama Mama,
Ayra hanya mengangguk
Setelah menerima seikat bunga dari ibu Fitri, mereka bertiga keluar dari ruangan
penyimpanan tersebut dan menemui Vera. Suara lonceng di pintu depan toko berbunyi,
seorang gadis kecil yang berwajah mirip dengan Aya masuk sambil mengenggam dua es krim
berbentuk kerucut.
Aya.... aku bawa es krim nih, panggilnya.
Aku mau yang cokelat, ucap Aya sambil berlari menghampiri Ara
Nihhh... kalau aku strawbery.
Kak Tirta mana, ya?
Something Happen to My Heart | 15
Kak Tirta di luar, lagi bicara sama temannya, ohiyaa.. bunga yang dibagikan hari ini
bagaima... Ara memotong kalimatnya, matanya terpaku pada seorang perempuan muda yang
sedang membayar bunga yang ia beli. Ia lalu berbisik pada Ara.
Ya, Kakak ini? tanya Ara perlahan.
Iyaa... dia Kakak yang ituuuu, jawab Aya dengan mata yang berbinar.
Mereka berdua pun saling berbisik. Kenapa dia bisa ada disini? tanya Ara lagi.
Aku tidak sengaja ketemu di cafe sana, terus....
Kalian lagi bisik-bisik apa? tanya Ayra tiba-tiba yang menghampiri mereka berdua.
Aya hanya tersenyum, sedangkan Ara masih diam melongo melihat Ayra.
Ohhh... jadi ini namanya Ara, mereka sama-sama lucu yah, ucap Vera lalu menoleh
pada Ayra meminta pendapatnya, Ayra hanya mengangguk tersenyum.
Tahu tidak, namanya kak Ayra bisik Aya lagi.
Ara terkejut. Samaaaa... kok bisa? bisik Ara kembali.
Kalian dari tadi bisik-bisik terus, apa sih? Seru banget.
Kak Ayra cantik, ucap Ara spontan.
Bukan... Kakak terlihat manis, ralat Aya.
Tapi dia terlihat cantik Ayaaaa, Ara mempertahankan pendapatnya.
Ayra tersenyum mendengar pernyataan polos kedua gadis kecil ini, tiba-tiba nada
dering terdengar dari ponselnya, tulisan kak Arga memanggil tampil pada layarnya, Ayra
menekan tombol hijau lalu mendekatkan ponsel tersebut pada telinganya.
AYRAAA? teriaknya dari seberang sana
Aoowwww... pekik Ayra. Kak, bisa sih nggak pake teriak-teriak? Bentaknya.
Kamu dimana? tanyanya dengan nada tinggi.
Toko bunga, jawabnya ketus.
Di toko bunga selama tujuh jam... ngapain aja kamu?
Something Happen to My Heart | 16
Aku nggak perlu jawab pertanyaan Kakak, jawab saja pertanyaanku, kenapa Kakak
nelpon?
Om Hari sebentar lagi datang, bukannya kamu sudah janji sama tante Ria untuk
mengantarnya menjemput Om di bandara, atau kamu sudah lupa?
Ya ampuun... kenapa bisa aku lupa, maaf... maaf Kak, aku segera pulang, ucapnya
lalu mengakhiri pembicaraan.
Tante Fitri, maaf aku buru-buru balik pulang, makasih untuk bunganya.
Iyaa... hati-hati di jalan, kapan-kapan kesini lagi.
Yahhh... kak Ayra sudah mau pulang? tanya si kembar bersamaan.
Iya... maaf yah, lain kali Kakak bermain dengan kalian, yuk Ver... kita harus cepat
balik ajaknya pada Vera.
Dengan tergesa-gesa Ayra menarik tangan Vera dan membuka pintu lalu setengah
berlari meninggalkan toko bunga, tanpa memperhatikan sekitarnya Ayra menabrak seseorang
di depan pintu yang membuatnya jatuh kesakitan.
Aooowww... rintih pria itu
Ayra terkesiap. Suara itu... bisiknya dalam hati
Adduhhh... pantatku, rintihnya lagi sambil mengelus pantatnya yang kesakitan. Pria
itu melihat seorang perempuan di depannya, perempuan itu dalam posisi yang sama
sepertinya, hanya saja wajahnya tertutupi oleh rambutnya yang panjang. Oii.. kalau jalan-
jalan hati dong, tegurnya.
Vera yang melihat kejadian tersebut, segera membantu Ayra berdiri. Masih dengan
wajah yang tertutupi rambutnya, Ayra menahan rasa malunya, karena sepertinya ia menabrak
orang yang sama.
Maaf kak, ucap Ayra gugup.
Pria itu sedikit terkejut mendengar perempuan di depannya memanggilnya dengan
sebutan Kak. Dia berusaha berdiri dan memperhatikan wajah perempuan yang
Something Happen to My Heart | 17
menabraknya tapi semakin dia mendekat, perempuan tersebut semakin menutup wajahnya
dengan rambutnya.
Kamuuuuu..... ucap pria tersebut penasaran.
Maaf Kak, sa-sa-saya harus segera pergi, ucapnya lalu pergi dengan berlari. Pria
tersebut terus memperhatikan Ayra hingga ia menghilang di dalam taksi, rasa sakit di
pantatnya telah hilang digantikan dengan rasa penasaran yang cukup tinggi.
Gadis yang lucu, ucapnya dengan sebuah senyuman.
Pria tersebut lalu memungut kotak kue yang ia bawa, untung saja kotak kue itu
tertutup rapat ketika jatuh hingga kue yang ada di dalamnya masih utuh. Ia lalu berjalan
memasuki toko bunga. Salah seorang adik kembarnya menyambutnya dengan wajah yang
ceria.
Kak Tirta, kuenya mana? tanya Aya.
Nihh.. masih utuh kok, ucap Tirta sambil menyerahkan sekotak kue.
Ada rasa cokelat kan? tanyanya lagi.
Coklat, vanila, strawbery, semuanya ada kok.
Wahh.. kayaknya enak.
Dasar... penggila cokelat, Mama mana?
Ada di atas, ucapnya sambil mengunyah kue.
Tirta berjalan masuk meninggalkan adiknya, ia lalu menaiki tangga berniat
menghampiri sang mama di lantai dua
Keesokan harinya...
Sepasang tangan indah berwarna kuning langsat tengah menyentuh gundukan tanah
yang ditumbuhi rerumputan. Tangan indah itu meraba gundukan tanah tersebut secara
perlahan seakan jari-jemarinya tengah bermain di atasnya, lalu sepasang mata bulat
memandang sebuah tulisan yang telah terlihat usang. Ia terus memandang tulisan itu seakan
Something Happen to My Heart | 18
berharap bahwa tulisan itu salah atau tulisan itu menghilang dari tempatnya, di atas batu
nisan tersebut tertera tulisan.
IAN PRATAMA
Lahir : 05 Januari 1986
Wafat : 21 September 2003
Hai... sapanya.
Humm... maaf aku baru datang, gimana kabar kamu? Aku harap kamu baik-baik
saja, dia terdiam sesaat, butuh tenaga yang besar untuk mengungkapkan semua apa yang ia
pendam selama ini. Yan... aku.... kangen, dia tersenyum tipis, matanya mulai terasa perih
tapi ia tetap menahan agar air matanya tidak jatuh.
Lucu yah, dadaku yang terasa sakit, tapi malah air mataku yang pengen keluar,
suaranya mulai terdengar serak. Kamu nggak marah sama aku kan? setelah tiga tahun aku
baru bisa datang hari ini, aku... aku...
Akhirnya dia tidak dapat membendungnya lagi, air matanya telah jatuh bercucuran,
tangan kanannya menyentuh dadanya yang terasa sakit dan tangan kiri menggenggam erat
tanah yang menutupi tubuh seseorang di bawah sana.
Hikss... hikss.. suaranya mulai terdengar, makin keras dan keras. Jika saja ia
menangis pada di tempat itu pada malam hari, mungkin saja semua makhluk yang terkubur di
bawah sana terbangun karena tangisannya, tapi untungnya dia berada di sana dipagi hari,
tepat sebelum matahari baru menunjukkan semburat cahayanya yang kekuningan. Ayra mulai
menenangkan dirinya, meski ia tahu air mata itu tak akan berhenti mengalir.
Ian, kamu ingat tidak mantra yang kamu ajarin dulu waktu kita masih SMP, aku-a-
aku berhasil menguasai mantra itu, Ayra menghela napas panjang lalu melanjutkan. Besok
tanggal 22, kamu ingat kan? Besok.... tepat 4 tahun kita jadian, meski sebenarnya kita hanya
pacaran selama.... humm.. kurang sehari untuk jadi setahun, air matanya mengalir lagi.
Maafkan aku Ian, seharusnya aku nolong kamu, seharusnya aku melakukan
kewajibanku. Aku bodoh yahh... Andai saja aku tidak terlalu baik, kamu pasti sekarang sudah
sama aku nyiapin rencana konyol untuk ngerayain hari jadian kita seperti dulu, iyakan? Ayra
Something Happen to My Heart | 19
memandang lesu batu nisan di depan, berharap ia mendengar suara yang menjawab
pertanyaannya.
Aku ingat, semua rencana kita dulu, kamu akan bawakan aku sebanyak-banyaknya
cokelat, berikat-ikat bunga krisan merah, semua edisi dan volume komik kesukaanku. Kamu
juga bilang akan selalu melindungiku jika nanti aku diganggu oleh senior ketika aku sudah
kuliah, kamu akan marahin mereka walau sekalipun senior itu adalah senior tertua di kampus,
meski aku tahu kamu nggak bakal berani ngelakuin itu, Ayra tertawa kecil mengingat
kalimat tersebut. Sedangkan aku hanya janji menghabiskan waktuku seharian bersama
denganmu dan mengabulkan satu permintaanmu, dengan syarat permintaannya tidak
merugikan aku, lanjutnya lagi.
Butuh waktu bertahun-tahun untuk kita memendam perasaan masing-masing,
bertahun-tahun aku berstatus menjadi sahabat kamu tapi, butuh kurang dari sehari untuk pas
menjadi setahun aku berstatus sebagai kekasih kamu, handphone Ayra mulai bergetar, nada
musik Jepang yang terdengar di dalam tasnya membuat Ayra menghentikan kalimatnya.
Layar hp-nya menampilkan nama seseorang tapi, sayangnya Ayra tidak berminat mengangkat
panggilan tersebut, ia tetap membiarkan hp-nya berdiring lalu memasukkannya ke dalam tas
yang ia bawa.
Ayra menatap kembali batu nisan itu lalu melanjutkan kalimatnya. Aku sayang
kamu, ucapnya menatap batu nisan itu. Bisa tidak kamu panggil aku kayak dulu! aku.... aku
ingin sekali mendengarnya, pintanya.
Walaupun Ayra memintanya sambil berlutut dan menangis darah, permintaannya
tidak akan pernah terkabulkan, karena orang yang saat ini ia temani berbicara adalah orang
yang telah tiada. Dia hanya menunduk lesu sambil menarik napas yang panjang, perlahan ia
mengangkat tubuhnya untuk berdiri lalu memandang seikat bunga krisan putih yang ia taruh
diatas kuburan tersebut, air matanya menetes lagi.
Setelah merasa puas memandangi kuburan tersebut, Ayra sebisa mungkin menguatkan
diri dengan menggumamkan mantra ajaibnya, selangkah demi langkah Ayra meninggalkan
pemakaman tersebut dengan sisa derai air mata dikedua pipinya.
Something Happen to My Heart | 20
Ketiga Kalinya
Oktober, 2006
Nada musik Jepang memecah kesunyian di kamar mungil tersebut, musik itu
mengalun dengan indah sehingga membuat seseorang yang tengah tertidur lelap terpaksa
membuka matanya. Ia menguap sekuat-kuatnya, berusaha mengumpulkan sisa nyawanya
yang tertinggal di alam mimpi, meski ia sudah lupa apa yang sedang ia mimpikan semalam.
Nino Memanggil....
Ayra menghembuskan napasnya secara perlahan setelah membaca nama yang tertera
pada layar hp-nya. Lagi-lagi dia, pikirnya. Sudah berhari-hari pria itu berusaha
menghubunginya dan berhari-hari pula ia menghindar, meski ia tahu apa yang ia lakukan
pada pria itu adalah sebuah kesalahan. Ayra masih menatap layar hp-nya, musik dari Jepang
itu masih mengalunkan nada yang indah dan menenangkan. Ia mulai menimbang-nimbang
apakah akan menjawab panggilan darinya atau tidak, dan akhirnya...
Halo, ia menjawab panggilan tersebut setelah berdering sebanyak lima kali.
Ayra... kamu baik-baik saja? tanyanya dengan nada gelisah.
Yahhh, jawabanya lesu.
Syukurlah, ku kira terjadi sesuatu, terus... kenapa telpon ku baru dijawab sekarang?
Semua smsku juga tidak kamu balas, tanyanya lagi
Sudah kuduga dia pasti dia menanyakan itu lagi, pikir Ayra. Aku kehabisan
pulsa, jadi tidak bisa balas sms kamu dan tiap kali aku mau jawab panggilan kamu, telponnya
tiba-tiba berhenti berdering, Ayra berbohong lagi.
Ohhh.. ku kira kamu sengaja ngediemin aku.
Itulah yang sebenarnya terjadi, pikir Ayra lagi.
Ra, ntar pulang kampus jam berapa?
Setengah tiga.
Something Happen to My Heart | 21
Hummm... kalau gitu, kita jalan yuk! ajaknya.
Ayra terdiam beberapa saat lalu memejamkan matanya. Maaf No, tapi hari ini...
Kita udah lama nggak jalan bareng, Ra. Tiap kali aku cari kamu di kampus, aku
sangat susah nemuin kamu, selain itu kamu susah aku hubungin. Plisss.... bujuk Nino
memotong kalimatnya.
Aku betul-betul minta maaf, hari ini aku nggak...
Aku kangen kamu, Ra... Nino memotong lagi.
Kali ini Ayra betul-betul tidak bisa menghindar, sejujurnya dia tidak memiliki alasan
apapun untuk menolak ajakan Nino, ditambah lagi kalimat manja Nino yang baru saja ia
dengar. Sebagai orang yang punya hubungan khusus denganya, Ayra seharusnya senang
mendengar kalimat itu, tapi malah sebaliknya. Ayra sama sekali tidak merasakan apa-apa.
Hubungannya dengan Nino telah berjalan cukup lama, semenjak ia duduk dibangku
kelas 3 SMA, hubungan yang seharusnya untuk membuat rasa sayang Ayra tumbuh kembali,
tapi kenyataan berbanding terbalik dengan apa yang ia harapkan ketika mengambil keputusan
menerima Nino dan kini, Ayra hanya merasakan bebannya bertambah banyak.
Oke... ucap Ayra kemudian.
Good, aku jemput kamu di kampus setelah pukul setengah tiga, tapi kamu seriuskan
kali ini kita jalan? tanyanya dengan penuh semangat.
Hmmmmm... iya, tapi kamu jemput aku di perpustakaan di ujung jalan dekat
kampus.
Siip mba... Hummm, kalau gitu udah dulu, aku mau siap-siap dulu berangkat
kuliah.
Iyya, hati-hati bawa motornya ke kampus! Ayra ingin segera menekan tombol
merah pada hp-nya untuk mengakhiri panggilan tersebut.
Ra... tunggu dulu, panggilnya menghentikan tindakan Ayra.
Ayra mendekatkan lagi telinganya pada handphone tersebut. Iya, apa lagi?
Aku sayang kamu, ucap Nino
Something Happen to My Heart | 22
Ayra terdiam lagi, terdiam beberapa saat memikirkan apakah dia perlu membalas
pernyataan Nino barusan, mulutnya terbuka untuk mengeluarkan sebuah kata tapi belum ada
satu huruf pun terdengar, Ayra menghentikan bibirnya bergerak, ada semacam sesuatu yang
mengganjal di tenggorokannya yang membuatnya susah mengeluarkan kalimat dan pada
akhirnya Ayra hanya mengakhiri pembicaraan tersebut tanpa berkata sepatah kata pun.
Maafin aku Nino. ucapnya sambil menatap handphone yang ia genggam.
Nino melangkahkan kakinya memasuki ruang kuliah, di dalam sana hanya terdapat
beberapa orang yang terlihat, aneh juga.... kuliah akan dimulai sekitar 20 menit lagi, tapi
kelas ini baru terisi beberapa orang saja. Ia melihat seorang pria mengenakan kemeja coklat
sedang duduk di salah satu kursi sambil membaca buku yang lumayan tebal dan
menggoyangkan kakinya ke atas dan ke bawah. Nino menghampiri pria tersebut, menaruh
tasnya di samping kursi pria tadi lalu duduk dengan perlahan.
Hufffttt... keluhnya.
Kenapa lo? tanya pria di sebelahnya tanpa berahli pada buku yang ia baca.
Gue bingung, jawab Nino lesu sambil menyandarkan kepala.
Pria itu menatap Nino lalu tertawa ringan sambil menggelengkan kepalanya. kenapa
lagi? Lo tuh yah... sepertinya tiada hari tanpa bingung, kemarin dulu bingung karena keluarga
lo, kemarin galau karena beasiswa, sekarang bingung karena apa lagi?
Cewek gue. Nino memasang tampang cemberut.
Owhhhh... sekarang gara-gara cewek, kenapa cewek lo?
Nino memulai curhatnya, heran... cowok yang satu ini demen banget curhat, tapi
curhatnya sama satu orang saja, yahhh.. sama pria di sampingnya ini.
Mungkin sifatnya udah dari sononya kali, pria itu mulai mengeluarkan pendapatnya
setelah Nino selesai menyelesaikan curhatnya.
Entahlah, kalau sama temen-temennya ia terliat menyenangkan. Tapi kalau udah
sama aku... kebanyakan diem.
Something Happen to My Heart | 23
Sekarang gue tanya, dia perhatian nggak sama lo?
Dikit.
Apa dia pernah buat lo sakit hati? Yahh.. meskipun dia selalu buat lo bingung kayak
gini.
Kalau sakit hati nggak pernah tuhh, dia termasuk tipe cewek yang setia dan baik.
Dia cantik nggak? Atau pintar mungkin?
Jelas cantik lahh, tapi menurut gue dia terlihat manis. Dia gadis yang cukup cerdas,
jawab Nino membanggakan kekasihnya itu.
Kalau gitu nggak usah galau kali, apa coba yang mesti lo bingungin, dia cantik,
pintar, setia, plus baik. Kalau gue sih itu sudah termasuk cewek yang sempurna.
Tapi nggak pernah sekalipun dia bilang sayang sama gue, Nino memasang tampang
masam.
Sayang bukan berarti harus diungkapkan dengan kalimat, dia pasti sayang sama lo,
buktinya kalian sudah berhubungan cukup lama, Itu cuman kebiasaan dia dalam menjalin
sebuah hubungan, nggak semua cewek itu sama dan lo harus siap menerima dia apa adanya.
Gampang lo bicara, coba elo diposisi gue, bayangin gimana rasanya pacaran sama
cewek gue, elo sih enak... udah punya Karin.
Pria itu hanya diam tidak menanggapi kalimat Nino yang menyebut nama Karin,
karena pada kenyataannya dia memang tidak peduli.
Tapi kok gue nggak pernah ngeliat pacar lo itu? Dia sekampus kita kan? tanya pria
itu mencoba menghindar dari obrolan mereka yang mulai membahas Karin.
Sekampus, tapi beda fakultas.
Pria itu hanya mengangguk kemudian kembali berkutat dengan buku yang ia baca
tadi. Beberapa saat kemudian Fian masuk ke dalam kelas, mengumumkan bahwa dosen
mereka tidak hadir hari ini, suara kelas mulai terdengar riuh. Bukannya sedih atau kecewa
gitu mendengar dosen mereka tidak mengajar, mereka malah bertepuk tangan dan bersorak
gembira. Dasar mahasiswa...
Something Happen to My Heart | 24
Nino merapikan rambut dan pakaiannya yang mulai agak berantakan, mengambil tas
ranselnya lalu bersiap-siap untuk berjalan, dia menoleh pada pria yang masih setia dengan
buku tebalnya.
Ke kantin yukk! gue lapar nih belum sarapan.
Lo aja, gue udah sarapan tadi, buku ini belum selesai gue baca, matanya tetap setia
pada lembaran buku.
Dasar kutu buku, ledeknya.
Pria itu menurunkan bukunya lalu menoleh pada Nino Daripada elo... nggak pernah
sekalipun gue liat lo buka buku, heran.. kenapa lo bisa dapat beasiswa?
Itulah kelebihan gue, otak gue tetap encer meski nggak baca buku tebal kayak elo.
Pede amat. Ehh... elo bawa motor kan? Entar antar gue ke perpus, yah! pintanya.
Perpus? tanya Nino bingung.
Iyya... perpus di ujung jalan sana.
Lahhh.. mobil lo mana?
Lagi dipake ama nyokap.
Jadi lo ke sini naik apa?
Taksi, antar gue yah! tempatnya nggak jauh juga tuhh...
Jam berapa, kebetulan gue mau ke sana.
Sebelum jam 3, tumben lo mau ke perpus.
Gue ada janji sama seseorang, ntar gue jemput setengah tiga.
Pria itu mengangkat jempolnya lalu membuka halaman buku yang tidak pernah
terlepas dari tangannya. Nino berjalan meninggalkannya.
Ayra terlihat berkonsentrasi menyelesaikan tugasnya. Tiga puluh menit kemudian ia
berhasil memenuhi lembaran demi lembaran tugasnya dengan tinta pulpen, ia menatap jam
Something Happen to My Heart | 25
tangan mungilnya yang menunjukkan pukul 02.35. Sebentar lagi, pikirnya. Ia lalu
membereskan semua barang-barangnya yang berhamburan di atas meja dan memasukkannya
ke dalam tas kemudian berjalan menuju rak buku, mengembalikan buku-buku yang ia pinjam
tadi ke tempat semulanya, lalu berjalan melewati rak buku yang terletak paling belakang pada
sudut ruangan. Matanya tertuju pada sebuah buku berwarna biru muda, sekilas terdapat kata
Parepare pada buku tersebut, sedangkan kata sebelumnya tertutupi oeh debu dan jaring laba-
laba yang halus . Sepertinya buku-buku di sini jarang disentuh, pikirnya lagi. Ayra
menarik buku itu keluar untuk melihat dengan jelas judulnya dan tiba-tiba.....
Huahhhh.. Ayra menjerit ketakutan, ia membalikkan badannya lalu menutup
matanya dengan kedua telapak tangannya, sambil berlari dan histeris sendiri, Ayra tidak
menyadari seseorang tengah berjalan dan....
Brukkk...
Ayra berhasil menabrak seseorang serta membuatnya jatuh tersungkur. Tapi posisinya
kali ini sungguh sangat tidak nyaman. Ia terjatuh tepat diatas orang yang ia tabrak. Matanya
masih tetap tertutupi oleh kedua tangannya, ia belum menyadari di mana tepatnya ia terjatuh.
Aoowww... pria tersebut mengeluh kesakitan, dia memegang kepalanya yang terasa
berdenyut akibat terbentur pada lantai. Matanya lalu tertuju pada gadis yang tengah berada di
atasnya.
Hei... panggil pria itu. Gadis itu belum sadar.
Hei... panggilnya lagi, tapi Gadis itu masih belum mendengarnya.
Oiii.. LO JATUH TEPAT DI ATAS GUE, bentaknya.
Ayra terkejut mendengar bentakan itu, bukan hanya karena ia jatuh di atas tubuh pria
yang membentaknya, tapi karena ia mengenal suara pria itu. Ayra segera mengangkat
tubuhnya lalu berdiri tidak jauh dari pria itu. Kepalanya ia tundukkan seperti biasa. Maklum...
dia baru sebulan berstatus sebagai mahasiswa di kampusnya.
Pria itu ikut berdiri, merapikan kemejanya lalu memandang gadis yang tengah berdiri
tunduk di hadapannya. Ia ingin melihat wajah gadis itu, tapi gadis itu makin menundukkan
kepalanya dan menyembunyikan wajahnya dibalik rambutnya yang agak berantakan.
Something Happen to My Heart | 26
Ayra mulai terlihat panik mengetahui lagi-lagi orang yang sama. Ia segera
membalikkan badannya, bersiap mengambil langkah lebar untuk menghindar dari pria
tersebut.
Oii.. kamu punya utang maaf padaku, panggil pria tersebut.
Ayra menghentikan langkah, mengutuk dirinya sendiri yang berkelakuan bodoh,
andai saja bukan karena tikus tadi yang muncul tiba-tiba dari balik buku dan membuatnya
kaget sekaligus ketakutan, Ayra tidak akan menabrak pria tadi. Ini bukan hari
keberuntunganku, keluhnya dalam hati. Ayra berjalan membalikkan badannya, berjalan
perlahan mendekati pria tadi.
Maaf Kak, ia mulai berbicara.
Kak..? tanya pria itu kebingungan.
Maaf kan saya, saya... saya tidak sengaja menabrak Kakak. Ayra melanjutkan
kalimatnya.
Pria itu terkesiap. Suaranya.. tidak salah lagi. Dia gadis itu, pikirnya.
Kamu mahasiswi baru? tanya Pria itu. Ayra mengangguk.
Ini sudah yang ketiga kalinya. Ketiga kalinya kau menabrakku, tegasnya.
Bola mata Ayra membesar. Dia mengenaliku, pikirnya.
Dari fakultas mana? Pria itu mulai menggunakan kekuasannya sebagai senior di
kampus itu dengan bertanya padanya menggunakan nada yang tegas.
Sastra, jawabnya pelan.
Ohhhh.. anak sastra toh, angkat kepalamu! perintahnya.
Ayra tetap diam dan masih menundukkan kepalanya.
Kenapa diam? ternyata anak sastra itu seperti ini, ku kira mereka semua berani,
ternyata... anak sastra cuma berani bersembunyi di belakang tulisan-tulisan dan kalimat
mereka yang sok puitis, sok penuh arti dan makna yang mendalam, pria itu mulai
memancing.
Something Happen to My Heart | 27
Ayra mendadak mengangkat kepalanya, memandang pria di depannya dengan tatapan
uniknya tapi agak menyeramkan.
Pria itu tersenyum. Berani juga... nama kamu siapa?
Buat apa? tanya Ayra dengan sinis.
Nggak boleh? aku pengen tau nama orang yang telah menindihkan ku tadi.
Ayra menghela napas lalu menjawab. Ayra.
Ayra... nama yang bagus, kau punya banyak kesalahan sama aku wahai adik junior
dari sastra, ucapnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Kesalahan apa? nada suaranya mulai meninggi.
Ck... Elo sudah menabrak gue sebanyak tiiigaaa kaalii, elo sudah membuat badan
gue kesakitan sebanyak tiiigaa kaalii, dan elo hanya bisa main kabur saja meninggalkan gue
setelah apa yang udah lo perbuat.
Aku kan udah minta maaf, apa itu nggak cukup? sikap sopan Ayra pada pria itu
mulai menghilang, panggilan Kak tidak terdengar dari mulutnya
Apa aku pernah bilang kalau permintaan maafmu udah aku terima?
Sial... dia mulai berlagak. Ayra mulai menggurutu dalam hati. Jadi ceritanya kau
nggak mau maafin aku? tanya Ayra.
Kalau iya kenapa? Pria itu seakan menantang, sejujurnya pria itu merasa geli di
dalam hatinya, karena selama ia menjadi senior, nggak pernah sekali pun ia terlihat tegas dan
keras kepada mahasiswa baru. Tapi gadis di depannya telah mampu membuat ia bersikap
seperti ini. Pria itu mulai berpikir untuk mengerjainya.
Jadi mau kamu apa? Ayra membalas menantang, dia sama sekali nggak takut
dengan pria yang telah ia tabrak ini, hatinya mulai memanas mendengar kalimat pria yang
memancing amarahnya.
Scotjump sebanyak tiga puluh kali! pria itu betul-betul mengerjai Ayra.
APAA? Ayra terbelalak, dia sama sekali nggak percaya pria ini bakalan
menyuruhnya melakukan scotjump tiga puluh kali, selama Ayra menjadi mahasiswa baru,
Something Happen to My Heart | 28
tidak ada seorang senior yang berani memerintah atau mengerjainya, bahkan ketika menjadi
siswa ketika SMA, kakak kelasnya juga tidak ada berani melakukan hal tersebut. Tapi kali
ini, seorang senior yang bukan dari fakultasnya mulai menantangnya.
Kalau aku nggak mau? lanjutnya kemudian.
Berani juga rupanya, pikir pria itu. Kau berani membantah perintah senior? pria
itu mulai mengujinya.
Kau bukan senior dari fakultas ku, jadi aku nggak berkewajiban mematuhi perintah
darimu, Ayra makin menantangnya.
Pria itu melangkahkan kakinya mendekati Ayra, dia ingin melihat seberapa beraninya
gadis ini. Kakinya ia langkahkan dengan perlahan, hingga bunyi sepatunya terdengar sangat
jelas.
Tokkk... Tokkk.. Tokkk..
Ayra mulai waspada, dia mengepalkan kedua tangannya dengan keras, memiringkan
posisi badannya agar dapat memberinya ruang yang sedikit luas, melebarkan jarak kedua
kakinya untuk membentuk kuda-kuda yang kokoh. Posisi tubuh seperti itu terjadi ketika dia
merasa dalam bahaya, posisi yang menandakan bahwa ia siap untuk bertarung,
pengalamannya mengikuti kegiatan ekstrakulikuler bela diri selama 3 tahun ketika masih
mengenakan seragam putih biru membuatnya tidak takut akan apapun. Karena hal itulah,
semua kakak kelasnya sewaktu SMA tidak ada yang berani mengganggunya, bahkan ketika
ia menjadi seorang mahasiswi, tidak seorang senior dari fakultasnya memerintah,
membentak, atau mengerjainya. Mereka mengetahui bahwa Ayra adalah seorang alumni
siswa yang selalu meraih juara dalam setiap pertandingan bela diri yang ia ikuti selama
berstatus sebagai murid SMP. Meski selama menjadi siswa SMA, Ayra tidak pernah
memperlihatkan kemampuan bela dirinya, bukan berarti ia melupakan semua apa yang ia
pelajari ketika SMP dulu.
Pria itu telah berdiri tepat di hadapannya, Ayra memasang tatapan uniknya lagi,
sedangkan pria itu hanya tersenyum nakal melihat tingkah lakunya yang telah dalam posisi
waspada. Sejujurnya pria itu tidak berniat untuk melakukan sesuatu terhadap Ayra, ia hanya
ingin membuat Ayra terkejut dan ketakutan.
Something Happen to My Heart | 29
Tapi tatapan Ayra mengisyaratkan bahwa ia tidak takut sama sekali. Pria itu menjadi
gemes melihat tatapan Ayra. Matanya lalu berahli pada bentuk wajah Ayra, kebiasannya yang
selalu memperhatikan sesuatu dengan detail mendorongnya untuk memperhatikan bentuk
wajah gadis tersebut. Dimulai dari bentuk matanya, alis, hidung, pipi dan terakhir adalah
pipinya. Spontan pria itu mulai mengomentari.
Kau terlihat lebih manis, kalau pipimu menjadi tembem, kata pria itu.
Ayra mengerutkan keningnya. Ia merasa heran mendengar komentar pria tersebut.
Kalau pipi aku tembem? ucapnya dalam hati. Sebuah nada musik Jepang terdengar samar
di telinganya, ia menyadari kalau hp-nya tengah berdering. Pria itu juga ikut menyadarinya,
ia mundur beberapa langkah untuk memberi ruang pada Ayra mengambil hp-nya.
Ayra menatapnya layar hp-nya. Nama Nino tertera di sana, ia lalu memencet tombol
hijau kemudian mendekatkan hp tersebut pada telinganya. Tiba-tiba...
Tirta?... panggil seseorang. Ayra dan Tirta menoleh bersama-sama.
Ohhh.. Hai Kak, apa kabar? Sapa pria yang bernama Tirta.
Ayra melirik pria di depannya. Jadi namanya Tirta? pikirnya. Ia sama sekali tidak
menghiraukan telpon dari Nino.
Baik, kamu sendiri? tanya cowok tadi.
Baik, kak Seto mau ke kampus? tanya Tirta balik.
Ini kesempatanku, pikir Ayra lagi, lalu membiarkan kedua pria itu tetap mengobrol.
Tadi aku sudah dari sana. Kamu ngapain disini? Seto bertanya lagi.
Ngapain? Ahh... iya... aku sedang memberi pelajaran gadis ini, jawabnya sambil
mengarahkan jari jempolnya ke belakang menunjuk sesuatu.
Maksudmu, gadis yang sedang berlari itu? Seto menunjuk gadis yang dimaksud.
Apa? Tirta membalikkan badan dan mendapati gadis tadi sudah menghilang.
Sial... dia kabur, pikirnya. Matanya kemudian tertuju pada sebuah buku usang di atas
lantai. Tirta memungut buku tersebut lalu meniup debu yang menempel pada sampulnya.
Something Happen to My Heart | 30
Sebaris huruf besar membentuk sebuah kalimat yang merupakan judul buku tersebut. Objek
wisata Kota Parepare.
Parepare...? bisik Tirta, kedua alisnya terangkat.
Sudah lebih dari sepuluh menit Nino menunggunya. Tapi gadis itu belum juga keluar,
ia mengeluarkan bungkusan rokok dari saku celananya, mengambil sebatang lalu mulai
menyulutkan api pada rokok tersebut. Matanya kemudian tertuju pada gadis berambut
panjang, gadis itu mengenakan baju kaos putih dibalut oleh jaket berukuran besar dari
tubuhnya berwarna coklat, memakai celana jins hitam sambil menahan tudung kepala jaket
yang ia kenakan di kepalanya. Gadis itu berjalan dengan tergesa-gesa seakan menghindari
sesuatu.
Nino segera mematikan rokok yang telah terbakar oleh korek api. Buru-buru ia
menyembunyikan rokok tersebut, berharap gadis itu tidak melihatnya, wajar saja ia
menyembunyikannya, Gadis itu benci dengan semua hal yang berhubungan rokok.
Kok lama? tanya Nino pada gadis itu.
Aku lagi menyelesaikan tugas kuliah, ditambah tadii... Ia berhenti berbicara.
Ingatannya kembali pada pria di perpustakaan tadi.
Tadi kenapa? tanya Nino lagi.
Nggak apa-apa, tumben kamu cepat datang? Biasanya aku yang nunggu, ucapnya
sambil duduk di atas motor.
Kebetulan ada temen aku yang mau kesini juga di waktu yang sama aku jemput
kamu, jadi sekalian juga kan aku antar dia terus nunggu kamu keluar, jawabnya. Nino
kemudian melirik gadis yang tengah duduk di belakangnya, untuk beberapa saat ia terdiam
menunggu gadis itu melakukan sesuatu yang ia harapkan. Tapi, sepertinya hal itu tak akan
terjadi.
Ayra? Panggilnya.
Mmm?
Something Happen to My Heart | 31
Kamu tidak melupakan sesuatu? tanya Nino. Ayra mengangkat alisnya sebelah,
mencoba mengingat-ingat apakah ada sesuatu yang ia lupa, dia membuka tas memeriksa
barangnya. Nggak ada tuh, memangnya kenapa? tanya Ayra balik.
Nino mendesah pelan kemudian menggelengkan kepalanya. Ohhh.. nggak papa.
Sejujurnya bukan itu yang Nino harapkan, ia masih menunggu Ayra menggerakkan
tangannya lalu melingkarkan kedua tangannya dengan erat di pinggang Nino, tapi pada
kenyataannya, kedua tangan Ayra memegang erat tas yang ia bawa. Nino kemudian
menyalakan motornya, memegang stir motor dengan kuat. Matanya lalu menatap ke bawah,
kedua tangan itu tetap tidak di sana, tidak satu pun tangan itu memeluk pinggangnya. Nino
mendesah lagi kemudian membawa motornya meninggalkan perpustakaan.
Something Happen to My Heart | 32
Situ Patengan
Mereka berdua sebenarnya merasakan hal yang sama, tapi sayangnya tidak seorang
dari mereka yang berani mengunggkapkannya. Si gadis hanya sabar menunggu hingga pria
itu mengutarakan isi hatinya, sedangkan si pria merasa ragu mengatakan yang sebenarnya.
Selama ini mereka berdua menjalin ikatan sahabat semenjak kecil dan mereka tidak ingin
merusak hubungan tersebut dikarenakan rasa sayang mereka sebagai seorang sahabat
berubah menjadi rasa sayang seorang pria kepada seorang wanita dan sebaliknya. Hingga
akhirnya, mereka terus memendam perasaan mereka, siapa sangka apa yang akan terjadi
selanjutnya. Sebuah takdir telah menentukan nasib mereka.
Ayra menghentikan jari-jemarinya yang sedang menari di atas papan keyboard,
otaknya mulai berpikir untuk merangkai kalimat dan menuangkannya dalam cerita. Seperti
biasa, Ayra akan banyak menghabiskan waktunya di depan laptop jika ia tidak sedang
melakukan apapun. Ia lebih suka menuangkan segala ide dan imajinasinya dalam sebuah
cerita dibanding melakukan kegiatan yang biasa dilakukan para remaja untuk bersenang-
senang.
Rrrrtttt....
Rrrrtttt....
Getaran hp di dekat keyboard membuyarkan imajinasinya, sebuah nomor tidak
dikenal terpampang dilayarnya. Ayra menekan tombol hijau lalu mendekatkan hp pada
telinganya.
Halo, sapa Ayra
Halo, selamat sore, sapa orang tersebut.
Sore.
Ini betul dengan Ayra Chrysantiana? tanya orang itu.
Iya.. ini siapa yahh?
Something Happen to My Heart | 33
Saya Benny, salah satu penyunting di Cinta penerbit, beberapa hari lalu saya
menemukan blog anda yang berisi kumpulan kata dan kalimat indah, selain itu saya juga
menemukan beberapa naskah novel yang dapat diunduh dan menurut saya ceritanya sangat
menarik.
Lalu?
Awalnya saya mempertimbangkan beberapa hal, termasuk nama anda yang sama
sekali belum dikenal oleh banyak orang tapi, satu hal yang membuat saya lumayan terkesan
adalah ternyata naskah novel yang ada di dalam blog anda banyak yang mendownload serta
memberi komentar yang bagus dan menyenangkan. Jika anda mau, saya ingin menerbitkan
beberapa naskah yang ada di blog tersebut, jelasnya. Mata Ayra membesar, untuk beberapa
detik dia diam terpaku, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Halo.. Ayra? Mba Ayra? panggil Benny.
Ahh.... I-iyya... jawabnya.
Bagaimana... anda tertarik?
Tunggu dulu, maksud anda.... penerbit Cinta ingin menerbitkan naskah novel saya
menjadi sebuah buku?
Iya... itupun jika anda tertarik dengan tawaran kami.
Tentu... tentu saja, saya sangat tertarik.
Kalau begitu datanglah minggu depan ke kantor pukul dua siang! saya akan
mengirim alamat lengkapnya ke email anda, lalu kita akan membahasnya lebih lanjut.
Baik.. saya akan datang! seulas senyum terukir di wajahnya.
Ayra memegang dadanya, dia dapat merasakan jantungnya berdegup kencang, ia lalu
menepuk pipinya untuk meyakinkan dirinya bahwa saat ini ia tidak sedang bermimpi. Selama
ini ia tidak berpikir atau mengharapkan jika novel hasil karyanya akan diterbitkan, karena ia
merasa bahwa dirinya masih banyak kekurangan dalam hal menulis.
Menulis adalah salah satu hobinya, ia mulai suka menulis sejak duduk dibangku SD,
menuangkan semua imajinasinya dalam sebuah tulisan, melihat semua imajinasi yang
tergambar di otaknya tertera dalam sebuah tulisan membuatnya senang. Baginya menulis
Something Happen to My Heart | 34
adalah tempatnya untuk menghilangkan segala beban yang ada di hatinya, menjadikan
menulis sebagai tempat untuk menghasilkan uang bukanlah tujuan utamanya, melihat orang-
orang membaca karyanya merupakan suatu kebanggaan tersendiri baginya.
Ayra meloncat kegirangan, tersenyum bahagia layaknya seseorang yang telah
memenangkan sebuah lotre besar. Pintu kamarnya terbuka, seseorang sedang mengintip di
luar sana, melihat tingkah laku Ayra yang aneh menurutnya. Ia lalu masuk mendekati Ayra,
menghentikan kelakukan gadis itu.
Kamu nggak papa, kan? tanya Arga sambil meletakkan tangannya di kening Ayra.
Kak Arga ngapain sih? tanya Ayra heran.
Aku lagi memeriksa, jangan-jangan kamu sudah gila?
Apaaaa? pekiknya
Oiii.. suara lo nyakitin telinga gue. Arga menutup telinganya
Apa coba maksudnya kak Arga ngatain aku sudah gila?
Abis kelakuan kamu kayak gitu, kamu kenapa sih?
Ayra tersenyum lagi, kali ini ia tersenyum lebar menampakkan deretan giginya.
Tuhhh... kan, kamu senyum-senyum lagi, tahu nggak... kalau kamu senyum kayak gitu
terlihat menakutkan, kata Arga
Biarin, hari ini aku senang banget, mungkin hari ini hari keberuntunganku.
Alasannya?
Novel aku mau diterbitin jadi sebuah buku, yeee... yeee.. ucapnya kegirangan.
Masa? Penerbitnya darimana?
Dari Cinta, aku nggak nyangka novel aku akan segera menjadi buku. Senyum Ayra
makin melebar.
Ohhh.. selamat deh, ucap Arga dengan ekspresi datar, ia lalu membalikkan
badannya berjalan menuju pintu.
Kak Arga... panggil Ayra.
Something Happen to My Heart | 35
Apa? Arga membalikan badan.
Kak Arga kok gitu sih?
Memangnya aku harus bagaimana? Loncat kegirangan kayak orang gila seperti
kamu.
Ayra memanyunkan bibirnya. Nggak juga... paling tidak Kakak senang gitu, nggak
masang ekspresi kayak tadi.
Lahhh... Kakak senang kok, buktinya tadi Kakak kasih selamat.
Bukan itu maksudnya, hmphhh... udah ahh... aku capek ngomong ama Kakak.
Ya udah.... ohiya... besok kamu udah harus siap.
Siap-siap ngapain?
Besok, kita semua mau ke Situ Patengan.
Tumben kita mau jalan-jalan, dalam rangka apa nih?
Hmmm... kamu nggak ingat besok hari apa?
Hari Sabtu kan?
Arga mendesah, ternyata adiknya ini tidak mengingat apa-apa. Adikku sayang...
besok tanggal berapa?
15 Oktober, jawabnya masih tidak mengerti.
Terusssssss?
Terus apaan? Aku yang nanya kok Kak Arga yang balik naaaaa.... Ayra terkesiap,
matanya membesar, mulutnya menganga.
Kamu sudah lupa atau pura-pura lupa? Arga mulai kesal.
Ya ampuunnn... Ayra menopok jidat. Besok kan... astaga... kenapa aku bisa lupa,
ia mulai terlihat panik.
Jangan bilang kamu lupa beneran.
Something Happen to My Heart | 36
Hehehehehe...
Malah nyengir lagi, kamu udah punya hadiah nggak? Ayra menggeleng. Dasar...
apa sih yang kamu ingat? Jadi besok kamu nggak punya hadiah untuk dikasih ama mereka?
Ayra menggeleng lagi.
Dasar dodol, Arga menepok jidatnya.
Tapi nggak pake tepok jidat ku kali. Ayra mulai protes sambil mengelus jidatnya.
Aku heran kenapa bisa punya adik kayak kamu, terserah deh kamu bagaimana, besok
kita akan berangkat dan siapkan satu atau dua pasang baju juga, kayaknya om Hari dan tante
Ria akan nginap.
Hahh... nginap? Di Situ Patengan?
Nggak tau... kalau nggak salah temannya om Hari sudah menyewa sebuah vila, tapi
aku nggak tau daerah mana, jelas Arga sambil berjalan meninggalkan Ayra sendiri.
Apaan tuh, main pergi aja. Aku kan belum selesai ngomong. Dasar... keluhnya.
Minggu 15 Oktober pukul 15:30 WIB, sebuah mobil suzuki APV merah berjalan
dengan kecepatan normal, Seorang pria berumur 39 tahun tengah mengemudikan mobil
dengan santai, di sampingnya duduk seorang wanita yang tidak berbeda jauh dari umurnya.
Di belakangnya, duduk 2 orang wanita muda yang tengah mengambil gambar di dalam
mobil, wanita pertama mengenakan baju berwarna biru tua berbahan halus yang dihiasi oleh
renda di sekitar kerah dan lengan bajunya, ia juga mengenakan rok hingga bawah lutut yang
sepadan dengan warna bajunya. Sedangkan gadis kedua hanya mengenakan baju kaos abu-
abu yang ditutupi oleh cardigen hitam dan celana yang ia gunakan hanya celana jins berwarna
hitam, rambutnya ia kucir dan memberi poni pada dahinya, kedua wanita itu tersenyum indah
di depan kamera.
Ra.... wajah kamu kok terlihat lebih muda sih dibanding aku. ucapnya
mengomentari gambar yang berhasil dia ambil.
Berarti wajah lo memang terlihat tua... hehehe... ejeknya.
Something Happen to My Heart | 37
Enak aja, aku baru 18 tahun, masa udah tua... mungkin... karena kamu memakai
poni, jadi terlihat muda kayak gini, ujarnya.
Masa cuman karena poni, nggak ada hubungannya kali.
Ehhh.. ada tauuu... model rambut bisa membuat bentuk dan aura wajah orang
berbeda, kamu terlihat seperti anak kecil kalau memakai poni.
Oiya.. kamu tau kita mau keluar jalan-jalan darimana? om Hari menyela
pembicaraan mereka berdua.
Om Hari bertanya sama aku? tanya Vera.
Iyya... siapa lagi.
Bener tuhh... elo tau darimana? Ayra ikut bertanya.
Vera memasang tampang bingung. Bukannya elo yang nyuruh kak Arga nelpon gue
untuk ikut ke Situ Patengan?
Hahhh... gue? Perasaan gue nggak permmmm...phhmm...mmmmm... Arga
membekap mulutnya dari kursi paling belakang.
Nggak usah peduliin dia, Ver! Ayra sudah mulai agak pikun, kata Arga yang masih
membekap mulut adiknya. Vera mengerjap melihat tingkah laku kakak adik itu.
Ayra meletot pada Arga. Lemmmphhaaaasiin! perintahnya.
Apa? tanya Arga yang tidak mengerti. Ayra lalu menunjuk tangan Arga yang masih
menempel pada mulutnya. Ohhh... tangannya aku lepasin? Ayra mengangguk cepat.
Haahhhh... hahhhh... Kak Arga kelewatan, aku nggak bisa bernafas, ucap Ayra
mengatur nafasnya.
Anuu... elo tadi mau bilang apa, Ra? tanya Vera disela pembicaraan mereka.
Hehhh? Ayra lalu melirik Arga. Kakaknya itu memasang ekspresi yang seakan
dapat dimengerti oleh adiknya. Ayra tersenyum melihat ekspresi itu. Hemmm... gue mau
bilang kalau gue merasa nggak pernah ngajak kamu, tapi kak Arga benar... Aku kayaknya
lupa deh.
Something Happen to My Heart | 38
Ohhh... pantas aja kalian semua pada terkejut ketika aku muncul tiba-tiba di balik
pagar lalu menghadang mobil kalian yang udah mau berangkat dan bilang aku mau ikut.
Hehehe.. iya, aku cukup terkejut juga liat kamu tadi, kata Ayra. Dasar kak Arga,
ini pasti kerjaan dia, memakai nama gue untuk ngajak Vera... pikirnya.
Oiya Om, memangnya jarak antara Situ Patengan dan Bandung kira-kira berapa
kilometer? tanya Vera.
Hummm... kira-kira 47 km, jawab Arga.
Ng? om Hari yang ditanya, malah dia yang jawab, ucap Ayra dalam hati
Di sana ada apa aja, kak? tanya Vera pada Arga
Elo nggak pernah ke sana, Ver? tanya Ayra.
Nggak, makanya gue seneng banget waktu tau elo ngajak gue dari kak Arga.
Yang ngajak bukan gue, Ver, ucap Ayra dalam hati.
Kalau gitu kamu nggak bakalan nyesel kesana, di Situ Patengan itu banyak objek
wisata yang dapat dinikmati, kata Arga.
Ada apa aja, kak? tanya Vera antusias.
Arga tersenyum melihat Vera yang sepertinya akan tertarik mendengar semua
ceritanya. Situ Patengan memiliki luas mencapai sekitar 60 Ha dan keindahan di sekitarnya,
seperti area perkebunan teh Rancabali yang menghampar luas sertas kawasan hutan pinus
cagar alam Patengan yang asri dan sejuk. di Kecamatan Rancabali sekitar 47 km selatan Kota
Bandung terdapat sebuah kawasan sejuk dikelilingi kebun teh Rancabali yang bernama
Danau Patengan. Kita dapat menikmati keindahan panorama alam di sekeliling danau dengan
speed boat, perahu dayung warna-warni, sepeda air, dan genjot bebek yang disewakan. Di
sekitar Situ Patengan, terdapat jajaran kios pedagang yang menyediakan jajanan khas
Ciwidey seperti strawbery dan terdapat berbagai fasilitas lainnya seperti area parkir, mushola,
MCK dan rumah makan, Arga menjelaskan dengan sangat antusias.
Sepertinya seru, Ra.. nanti kita naik perahu keliling pulau yukk! ajak Vera, Ayra
hanya mengangguk.
Something Happen to My Heart | 39
Huhhh.. Gue yang ngajak, gue yang cerita, malah orang lain diajak, gerutu Arga
dalam hati.
Ra, elo kok cuman ngajak gue, Nino nggak lo ajak? tanya Vera.
Hehhh.... gue... gue.. sama sekali nggak kepikiran pengen ngajak Nino.
Ngapain juga kita ajak dia, laki-laki seperti itu nggak pantas diajak? kata Arga
Maksud kamu, Nino bukan laki-laki baik? tanya om Hari.
Dia baik kok Om, cuman nggak bener. jawab Arga.
Om tambah tidak mengerti, letak perbedaanya dimana?
Nino baik... dia selalu berperilaku baik dan sopan sama siapa saja, tapi yang nggak
bener itu pikirannya, jelas Arga.
Kak Arga jangan menilai orang lain dengan buruk kalau Kakak nggak mengenal
orang itu dengan baik, Ayra angkat bicara.
Jadi ceritanya kamu ngebelain Nino?
Nggak... tapi aku semacam nggak seneng aja Kakak ngejelekin dia, bagaimana pun
dia pa....
Pacar kamu? Arga memotong. Lalu kenapa selama ini kamu menghindar? Arga
memotong lagi. Kalau kamu memang peduli..... seharusnya kamu ngajak dia ikut ama kita,
dia kan pacar kamu.
Ayra tidak sanggup berbicara, kalimat Arga membuatnya diam membisu. Nino
memang kekasihnya, kekasih yang menyayanginya, kekasih yang selalu berusaha
membuatnya senang. Tapi dia juga mengakui bahwa selama ini berusaha ia menghindar dari
pria itu, pria yang telah setengah tahun lebih menjadi kekasihnya.
Kalian... kita sedang liburan, liburan kali ini menyangkut Om dan Tante, liburan
keluarga kita setelah sekian lama, jadi masalah pribadi jangan di bawa ke dalam liburan, om
Hari mencoba mencairkan suasana.
Ayra menghela napas, dibukanya jendela mobil, membiarkan udara masuk dan
membiarkan angin menyentuh kulitnya, perlahan rasa ngantuk mulai menguasainya.
Something Happen to My Heart | 40
Berdebat dengan Arga hanya karena Nino menguras sedikit tenaganya, ditambah semalam
dia hanya tertidur selama 5 jam, lengkaplah sudah... rasa lelah dan ngantuk menguasainya.
Dan beberapa saat kemudian, mata bulat itu mulai menutup secara pelan dan mengantarnya
ke alam mimpi.
Ayra... Ayra.. sebuah suara lembut terdengar ditelinganya.
Ayra.... bangun! ini sudah sore sayang, suara itu terdengar lagi.
Ayra membuka matanya perlahan, seorang wanita paruh baya tengah tersenyum
menatapnya, wanita itu baru saja selesai mandi, bau wangi sabun tercium dari tubuhnya. Ayra
menguap selebar-lebarnya, berusaha mengumpulkan sebagian nyawanya yang masih
tertinggal di alam mimpi.
Ehhhh... anak gadis tidak boleh menguap lebar-lebar kayak gitu. Macilaka tauwwe
makkada Indo1 (nenek bilang orang bisa sial), ia mulai berbicara bahasa daerah.
Tante... idi tu sahh, mattepe mopi sibawa makkoro? (Tante itu... masih percaya dengan
hal seperti itu?), Ayra mengikuti cara berbicara tante Ria.
Dari dulu Indo selalu ajarkan kita hal yang sangat dipercaya oleh nenek moyang
kita dahulu, ibu kamu tidak pernah bilang begitu?
Bukan tidak pernah, selalu... ibu selalu mengingatkanku dengan berbagai macam hal
seperti itu, ini semua karena ajarannya Indo yang masih percaya dengan hal begitu.
Puadanna tomatoae, angkelinga terrui! apana tomatoae melomi okko mancaji tau makanja
anana, mu pahannni? (perkataan orang tua, harus kamu dengar terus! Karena orang tua hanya
ingin anaknya menjadi orang baik, kamu paham?).
Iyee... upahanni? (Iya, aku paham), tante Ria tersenyum hangat, dia merasa senang,
ternyata keponakannya masih mengingat bahasa daerahnya, sejak kecil Ayra tinggal di
Bandung tapi, justru tidak membuat dia lupa akan bahasa asli kota kelahirannya.
Ya sudah, kamu keluar dari mobil sekarang, cuci muka dan ganti pakaian kamu,
perintah tante Ria.
1 Indo = panggilan ibu dalam bahasa bugis tapi biasa juga indo digunakan untuk panggilan nenek.
Something Happen to My Heart | 41
Aku pasti tertidur cukup lama, kenapa Tante nggak bangunin aku?
Gimana mau bangunin, kamunya tidur nyenyak kayak gitu.
Ohehehe... terus, yang lain mana?
Semuanya ada di dalam.
Ayra merapikan bajunya yang kusut, ia melangkahkan kakinya keluar dari mobil lalu
memandang sebuah bangunan yang lumayan besar dan luas tepat di depannya. Ini dimana
Tante? tanyanya.
Di vila daerah Walini, jawab tante Ria.
Kita akan nginap di sini? tante Ria mengangguk. Harga sewanya berapa? tanya
Ayra lagi.
Tante kurang tau, yang bayar bukan Om kamu.
Lalu?
Salah satu teman sesama arsitek Om kamu sedang mengambil liburan bersama
putranya, namanya pak Jaya dan sungguh sangat kebetulan ia mengetahui hari special Om
dan Tante hari ini, jadi pak Jaya mengundang kita nginap di vila yang ia sewa ini, jelasnya.
Ohhh... berarti kita beruntung banget yah, hehehe... Ayra nyengir lebar. Jadi kita
nggak jadi ke Situ patengan? tanya Ayra lagi.
Besok pagi, lebih baik kamu masuk dulu!
Ayra melangkahkan kakinya memasuki vila tersebut, melangkah menuju ke ruang
keluarga yang cukup besar, om Hari terlihat duduk dengan seorang pria yang berusia lebih
tua darinya, mereka berdua sedang duduk santai sambil menikmati secangkir kopi hangat di
ruangan tersebut. Mungkin pria ini yang bernama pak Jaya, pikir Ayra. Ia hanya
memasang senyum kecil memandang mereka berdua lalu melanjutkan langkahnya menuju
kamar.
Ayra berhenti di depan pintu kamar, dia hanya berdiri di sana tanpa membuka pintu
dan melangkahkan kakinya untuk masuk, ia terlihat agak bingung. Di depannya terdapat tiga
pintu kamar, sepertinya ia mulai ragu untuk memasuki pintu kamar yang mana, ia lalu
Something Happen to My Heart | 42
memutar badannya, berjalan kembali menuju ke ruang keluarga dan mendapati Om dan
tantenya tengah berbincang dengan pria penyewa vila ini.
Ayra membatalkan niatnya untuk bertanya kepada tante Ria perihal letak kamarnya,
melihat tante Ria tengah asyik ngobrol di ruang keluarga. Ia kembali menuju pintu kamar
tersebut, dengan posisi yang sama, ia masih berdiri di sana, agak ragu untuk membuka pintu
yang mana. Mula-mula ia berjalan ke arah timur, mencoba membuka pintu yang terletak di
ujung sana, di dalamnya terlihat kosong, di sana hanya terlihat sebuah kasur besar, sebuah
lemari, serta sebuah meja dan kursi yang terletak rapi di dalam kamar tersebut. Ia juga
melihat sebuah tas ransel besar yang di taruh di atas kasur, butuh waktu beberapa detik Ayra
mengenali tas itu.
Tasnya kak Arga, ucapnya.
Ia lalu menutup pintu kamar itu, melangkahkan kaki ke arah barat menuju kamar yang
berada di ujung sana dan melewati kamar yang terletak di tengah. Samar-samar ia mendengar
suara seseorang yang sedang bersenandung kecil, suaranya tidak begitu jelas di dalam sana.
Apa di dalam ada orang? sepertinya begitu, tapi mungkin saja itu Vera, Ayra
menggerutu sendiri.
Dengan gerakan yang cepat tanpa ragu, Ayra membuka pintu kamar tersebut. Dan....
Aaargghhhhhh..... suara pekikan seorang gadis serta suara teriakan agak serak dan
lantang terdengar memenuhi seluruh isi vila itu. Kedua suara itu terdengar secara bersamaan,
membuat seluruh penghuni vila tersentak kaget lalu berlari ke arah sumber teriakan tersebut.
Ayra terlihat membalikkan badannya membelakangi pintu kamar sambil menutup
kedua matanya dengan tangannya, dia terlihat shock dengan apa yang baru saja ia lihat.
Sedangkan penghuni kamar tersebut masih saja berdiri menatapnya dengan tatapan heran,
terkejut dan kebingungan.
Tante Ria segera menghampiri keponakannya. Ayra.. kamu kenapa? tanyanya
dengan gelisah. Ayra hanya menggelengkan kepala dengan cepat.
Om Hari, Arga, Vera dan seorang pria berusia empat puluhan datang menghampirinya
secara bersamaan. Mereka lalu memasang tampang bingung seakan ada sebuah tanda tanya
yang terletak di atas kepala mereka masing-masing.
Something Happen to My Heart | 43
Ayra, kamu kenapa sih? tanya Arga kemudian. Ayra mulai mengumamkan sesuatu.
Ra, lo kenapa? Vera ikutan bertanya.
Kamu itu sebenarnya kenapa? om Hari ikutan juga.
Ayra pelan-pelan membuka kedua tangannya, matanya terbelalak lebar, dadanya naik
turun dengan cepat, seakan seperti seseorang yang kelelahan habis berlari dengan cepat. Dia
rupanya masih shock dengan kejadian tadi, kesadarannya belum kembali.
Astaga... astaga... astaga... Ayra masih menggumamkan kalimat tersebut. Tante Ria
mulai khawatir melihat keadaaan keponakannya yang seakan telah melihat hantu.
Ayra, kamu kenapa sayang? nada khawatir tante Ria terdengar jelas. Ayra, ini
Tante... kamu kenapa? Jangan bikin khawatir kayak gitu, Ayra menatap tante Ria perlahan.
Lalu menatap satu persatu orang-orang yang berdiri di depannya.
Matanya lalu berhenti pada Vera. Ia mendekati Vera, memegang kedua pundaknya
lalu, Astaga Ver.... astaga... ucap Ayra sambil menatap Vera dengan mata meloto.
Ra, lo kenapa sih? Astaga kenapa? Vera mulai penasaran.
TIRTA.... apa yang kamu lakukan? Cepat pakai handuk kamu! tegur pak Jaya.
Semua merasa terkejut mendengar bentakan pria tadi, mereka lalu mengalihkan
pandangannya pada seseorang yang masih berdiri dengan tatapan heran dan hanya
menggunakan selembar celana dalam. Laki-laki yang dipanggil Tirta itu mulai sadar dari
keterheranannya, ia mengangguk cepat mengiyakan perintah pria yang telah menegurnya,
kemudian memungut handuk coklat yang terletak di atas lantai.
Astaga, Ra... Vera mulai mengerti. Jangan-jangan kamu....
Ayra menutup matanya, memeluk Vera dengan cepat lalu membisikkan sesuatu. Gue
nggak mau membahas hal ini, Ver, ucapnya.
Vera tertawa geli, dia betul-betul mengerti dengan apa yang terjadi. Arga yang
melihat ekspresi Vera lalu berahli memandang pria yang mengenakan handuk di dalam sana,
Arga mulai ikut tertawa, awalnya dia hanya tertawa kecil, tapi tiba-tiba suaranya mulai
mengeras.
Something Happen to My Heart | 44
HUAHAHAHA.......
Tawa Arga mengejutkan semua orang. Vera menatap Arga dengan heran kemudian ia
tersenyum.
Sepertinya kak Arga juga mengerti, bisik Vera pada Ayra.
Semua orang mulai tertawa, dimulai dari om Hari, berlanjut ke tante Ria, lalu pak
Jaya, semuanya tertawa seakan telah mengerti, tawa Arga yang terdengar sangat keras,
sedangkan laki-laki di dalam sana hanya tersenyum kecut, masih dengan selembar handuk
yang ia gunakan.
Ayra mendengus kesal. Ini bukan lelucon, bawa gue ke kamar sekarang! bisiknya
pada Vera.
Malam telah tiba. Bau ayam panggang tercium hingga ke dalam vila, asapnya makin
lama makin banyak, tampak om Hari mengenakan celemek hijau sedang mengibaskan kipas
ke arah kiri dan kanan sambil berdiri di belakang panggangan tersebut, tante Ria tengah
menyiapkan hidangan di atas meja panjang yang telah diberi taplak biru, dan Pak Jaya sedang
membuat bumbu untuk ayam panggang. Dua orang pria muda keluar dari vila tengah
mengangkat kursi dan menaruh kursi itu mengelili meja panjang yang telah dipenuhi oleh
berbagai macam makanan.
Sepertinya hanya Tante yang perempuan disini, para gadis kita kemana? tanya
wanita itu.
Mereka mungkin masih menatap diri di depan cermin, dasar perempuan, jawab
Arga.
Heii... kita para pria tidak bakal bisa hidup dengan wanita yang tidak pandai merawat
dan menghiasi dirinya, bukan begitu pak Hari? tanya Pria tersebut.
Betul sekali pak Jaya, andai saja istri saya ini tidak pandai dalam hal seperti itu,
mungkin saya sudah mencari.... ucap om Hari.
Something Happen to My Heart | 45
Apa? cari apa? ohh... jadi ceritanya Papa suka sama Mama karena fisik dan rupa
Mama gitu, tante Ria memotong kalimat om Hari sambil menaruh tangan di kedua
pinggangnya.
Heh.. bukan, bukan begitu Ma... fisik dan rupa Mama itu nomer dua bagi Papa,
lagipula yang penting bukan itu, Papa sayang Mama karena kebaikan hati Mama, om Hari
mulai merayu istrinya.
Jangan percaya Tante, mulut laki-laki seperti buaya. Vera tiba-tiba keluar dari
dalam vila, ia mengenakan sebuah dress panjang berwarna nila, memakai sepatu balet
berwarna putih dan menghiasi rambutnya dengan pita yang warnanya sepadan dengan warna
sepatunya, ia membiarkan rambutnya tergerai panjang. Arga sedikit terperangah melihat
penampilan gadis tersebut, bagaimana tidak? Ia tidak pernah melihat Vera dalam balutan kain
yang membuatnya terlihat anggun. Selama ini ia memang sering melihat Vera menggunakan
pakaian yang girly, baju yang berwarna cerah dengan style yang modern lengkap dengan rok
dibawah lutut dan sepasang sepatu balet yang sangat sesuai dengan gaya bajunya. Vera
memang pandai mendandani dirinya dengan menyesuaikan gaya berpakaiannya dan tempat-
tempat yang akan dia kunjungi.
Oi... lo nggak usah menatap dia kayak gitu, bisik laki-laki di samping Arga sambil
menyikut lengannya.
Arga tersadar akan tingkah lakunya. Dasar, lo sempat-sempatnya merhatiin gue,
bisik Arga pada laki-laki tersebut.
Ya iyalah, lo terperangah kayak gitu, biasa aja kali, elo kayak baru liat cewek aja.
Sumpah, gue nggak pernah liat seperti ini, Arga menggelengkan kepalanya,
matanya tetap tertuju pada Vera.
Tirta, di dalam dapur tepatnya di lemari atas kompor, Tante liat ada kecap, Tante
minta tolong kamu ngambilin kecapnya yah! tante Ria memotong pembicaraan mereka
berdua.
Tirta menganggukkan kepalanya, lalu berlari memasuki vila, tepat di ruang keluarga,
ia tidak menyadari bahwa seseorang tengah berlari kecil di depannya dan tiba-tiba...
BRUKK...
Something Happen to My Heart | 46
Adduuhhh....... rintih gadis itu.
Tirta terhentak, matanya tertuju pada gadis yang sedang duduk tersungkur di
hadapannya, ia menatap gadis itu dengan seksama. Rambut, bentuk tubuh dan suara rintihan
itu begitu ia kenal. Mulutnya terbuka sedikit, matanya mulai terbelalak, seakan tidak percaya
dengan apa yang terjadi. Kali ini dia yang melakukannya, biasanya ia yang ditabrak oleh
gadis ini, tapi sekarang malah kebalikannya.
Sial, ternyata betul, tidak salah lagi, dia gadis itu, gerutu Tirta dalam hati.
Ahhh... peddi pa, aduhh... bori ku. Asshhh... manengka ma peddi ladde? (sakitnya,
aduhh... pantantku, Asshhh... kenapa terasa sakit sekali?), keluh gadis itu.
Tirta menatap gadis di depannya, menatapnya dengan heran, gadis itu mengeluarkan
bahasa yang tidak dimengertinya. Ia bahkan melupakan rasa sakit di lengannya yang
menghantam dinding akibat bertabrakan dengan gadis ini. Gadis itu mengangkat kepalanya
menatap pria yang baru saja menabraknya. Matanya membulat besar, ia mengenali pria ini.
Kau... Ayra menunjuk pria tersebut lalu perlahan berdiri sambil menatap pria itu.
Bahasa apaan tuh? tanya Tirta tidak mempedulikan ekspresi wajah Ayra.
Hahh... bahasa? tanya Ayra heran.
Tadi kau bicara pake bahasa apa? Aku sama sekali nggak ngerti, kata Tirta masih
penasaran dengan bahasa yang diucapkan Ayra.
Ayra lalu teringat, tadi dia mengeluarkan bahasa ibunya, bahasa yang berasal dari
tempat dia lahir, tapi dia mengucapkannya dalam keadaan tidak sadar, bahasa itu spontan
keluar dari mulutnya. Aneh yah? tanya Ayra ragu.
Apa? Tirta mengangkat alisnya sebelah.
Bahasa itu terdengar aneh yah?
Hehh... yah, sedikit.. tadi itu bahasa apa?
Kamu nggak usah tahu, ucap Ayra menghindar. Sekarang kau punya utang maaf
sama aku, wahai Kakak senior.
Something Happen to My Heart | 47
Tirta terhenyak. Ternyata kau masih ingat padaku, ucapnya sambil tersenyum kecil.
Tapi sayangnya yang punya utang maaf itu kau, bukan aku, ucapnya sambil melipat kedua
tangannya di depan dada.
Hahhh... jelas-jelas kau yang sudah nabrakku, kenapa malah aku yang utang maaf?
Ayra mulai terlihat gusar.
Hei... bukannya kamu yang mulai duluan, MASUK KE KAMAR ORANG TANPA
IZIN, lalu.... apa perlu aku jelasin lagi kelanjutannya? Tirta mempertegas nada bicaranya.
HAHHH.... Ayra terkejut bukan main, ia menaruh tangan kanannya menutupi
mulutnya, lalu tangan kirinya ia taruh di atas dada. Ingatannya kembali berputar ke peristiwa
tadi sore, peristiwa yang sangat memalukan. Melihat pemandangan seperti itu sungguh
membuatnya shock berat, untung saja pria ini masih mengenakan celana dalam, bagaimana
jika dia tidak mengenakan selembar pakaian pun dari balik handuknya. Ayra menggelengkan
kepalanya, menghilangkan pikiran semacam itu dari otaknya.
Kini ia tengah berhadapan dengan pria ini. Pria yang telah tiga kali ia tabrak, pria
yang ia tindih di perpustakaan beberapa waktu lalu, pria yang telah ia lihat sebagian bentuk
tubuhnya, pria yang menabraknya barusan. Tidak salah lagi, pria ini... dia bernama Tirta.
Aaarggghh... kenapa ia baru mengingat nama itu? Padahal waktu di perpus, seseorang
memanggilnya dengan nama Tirta. Tapi, kenapa pria ini bisa ada di sini?
Kenapa? Heran? Kaget bertemu dengan ku disini? ucap Tirta yang seakan bisa
membaca isi pikirannya.
Kau... ke-ke-kenapa?..? tanya Ayra terbata.
Tirta tersenyum menatap Ayra yang masih memasang ekspresi kagetnya. Dia
sungguh sangat lucu, gadis ini betul-betul terlihat konyol, pikirnya.
Aku anak penyewa vila ini, apa jawabanku menjawab pertanyaanmu? ucap Tirta
kemudian
Anak penyewa vila ini? Kamu anak pak Jaya teman om Hari? tanya Ayra, ia masih
saja terlihat kaget.
Yup dan kau belum minta maaf sama aku.
Something Happen to My Heart | 48
Aku merasa nggak perlu minta maaf padamu, ucap Ayra mulai mengendalikan
pikirannya.
Kau bilang apa?
Tadi baru saja kau menabrakku, kau membuat badan dan pantatku nyeri, jadi.. ku
rasa kita impas.
Tirta tersenyum sinis. Kau betul-betul gadis yang berani, wahai adik junior.
Dan kau pria tersongong yang pernah ku temui, wahai Kakak senior, Ayra mulai
membalas.
Tirta betul-betul terasa tertantang dengan gadis di depannya, perlahan ia
melangkahkan kakinya mendekati Ayra, kedua tangannya ia selipkan ke saku celananya,
suara gesekan alas sandal dan lantai vila yang terbuat dari kayu terdengar jelas. Dia
memasang senyum nakal dan tatapan mata yang tajam langsung menuju pada mata Ayra.
Ayra menangkap tatapan itu, kali ini ia merasa betul-betul dalam bahaya. Posisi siaga
mulai ia siapkan seperti sebelumnya ketika menghadapi pria ini di perpustakaan, berjaga-jaga
jika pria di depannya ini ingin melakukan hal yang macam-macam. Tangannya ia kepalkan
kuat-kuat, matanya berbalik menatap tajam mata Tirta yang terlihat menantangnya. Dia sama
sekali tidak terlihat takut.
Tirta telah berdiri di depannya, perlahan ia mendekatkan wajahnya pada Ayra,
sedangkan Ayra bersiap ingin melayangkan tinjunya tepat di perut pria ini.
Kalian sedang apa? tanya seseorang di belakang mereka
Tirta dan Ayra kompak mengalihkan pandangan mereka, pak Jaya menatap mereka
berdua dari belakang, pria itu mengenakan kemeja berwarna coklat, bagian lengan kemejanya
telah digulung hingga batas siku. Tirta menjauhkan tubuhnya dari Ayra, ia baru seakan
sadar di mana posisinya saat ini. Keadaan sama sekali tidak mendukung untuk membuat ia
menantang gadis di depannya.
Pak Jaya mendekati mereka berdua, matanya ia sipitkan, seakan curiga terhadap
mereka berdua. Tirta, kamu sedang apa di sini? tanya pak Jaya lagi.
Nggak, nggak lagi ngapai-ngapain, jawab Tirta.
Something Happen to My Heart | 49
Kalau nggak lagi ngapa-ngapain, terus kenapa kalian berdua ada di sini? Bukannya
tadi kamu di suruh ibu Ria untuk mengambil kecap di dapur.
Dia tadi menabrak saya hingga terjatuh Om, Ayra mulai bicara. Mata Tirta melotot
pada gadis ini. Ayra menjulurkan lidahnya lalu tersenyum puas.
Menabrak? Dan dia belum minta maaf sama kamu? tanya pak Jaya itu.
Iya Om, badan saya terasa nyeri semua, bukannya