Something Happen to My Heart.pdf

199
Something Happen to My Heart | 1 “Kamu Kuat!” “Kamu Kuat, Ra!” ucap Ian menyemangati. “Kamu anak perempuan yang kuat” ucapnya lagi. Ayra menghentikan langkahnya, seakan terdapat sebuah aliran listrik mengalir ke seluruh tubuhnya yang mampu membuat ia berdiri kaku. Ian melangkah ke depan dan menghadap ke arahnya, Ayra mendongakkan kepalanya memandang anak laki-laki di hadapannya, jantungnya mulai berdegup kencang, perlahan- lahan pipinya memerah, tangannya yang terasa dingin dan basah ia kepal erat-erat. Ian menundukkan kepalanya, menjajarkan wajah mereka, kedua tangannya ia letakkan dipundak Ayra. Perlahan Ian mendekatkan wajahnya pada wajah Ayra, lalu berhenti beberapa saat sambil memandang wajah merah dan memanas gadis di depannya, Ian mulai tersenyum melihat perubahan wajah tersebut, lalu melanjutkan mendekatkan wajahnya... “I-Ian... kamu mau apa?” tanya Ayra dengan ekspresi gelisah dan gugup Ian tersenyum lagi. “Aku akan memberimu sebuah mantra ajaib, mantra ini akan selalu buat kamu merasa lebih baik!” ucap Ian perlahan. Ayra hanya mengerjap. Ian mendekatkan bibirnya ditelinga Ayra dan membisikkan sesuatu. “Ayra... Kamu Kuat! Kamu anak perempuan yang paling kuat, apapun yang kamu rasakan, apapun yang kamu hadapi, apapun yang terjadi, kamu harus selalu kuat. Ayra Chrysantiana... KAMU KUAT!” ♥♥♥ September 2003 “Kamu Kuat...” bisiknya. Ingatannya kembali ke masa itu, kembali ke masa ketika mantra itu diajarkan padanya. Sebuah ingatan yang terasa nyata, seakan peristiwa itu terulang kembali. Gadis tersebut memejamkan matanya, membangkitkan ingatan yang tersimpan di pikirannya.

Transcript of Something Happen to My Heart.pdf

  • Something Happen to My Heart | 1

    Kamu Kuat!

    Kamu Kuat, Ra! ucap Ian menyemangati. Kamu anak perempuan yang kuat

    ucapnya lagi. Ayra menghentikan langkahnya, seakan terdapat sebuah aliran listrik mengalir

    ke seluruh tubuhnya yang mampu membuat ia berdiri kaku.

    Ian melangkah ke depan dan menghadap ke arahnya, Ayra mendongakkan kepalanya

    memandang anak laki-laki di hadapannya, jantungnya mulai berdegup kencang, perlahan-

    lahan pipinya memerah, tangannya yang terasa dingin dan basah ia kepal erat-erat. Ian

    menundukkan kepalanya, menjajarkan wajah mereka, kedua tangannya ia letakkan dipundak

    Ayra.

    Perlahan Ian mendekatkan wajahnya pada wajah Ayra, lalu berhenti beberapa saat

    sambil memandang wajah merah dan memanas gadis di depannya, Ian mulai tersenyum

    melihat perubahan wajah tersebut, lalu melanjutkan mendekatkan wajahnya...

    I-Ian... kamu mau apa? tanya Ayra dengan ekspresi gelisah dan gugup

    Ian tersenyum lagi. Aku akan memberimu sebuah mantra ajaib, mantra ini akan

    selalu buat kamu merasa lebih baik! ucap Ian perlahan. Ayra hanya mengerjap.

    Ian mendekatkan bibirnya ditelinga Ayra dan membisikkan sesuatu. Ayra... Kamu

    Kuat! Kamu anak perempuan yang paling kuat, apapun yang kamu rasakan, apapun yang

    kamu hadapi, apapun yang terjadi, kamu harus selalu kuat. Ayra Chrysantiana... KAMU

    KUAT!

    September 2003

    Kamu Kuat... bisiknya. Ingatannya kembali ke masa itu, kembali ke masa ketika

    mantra itu diajarkan padanya. Sebuah ingatan yang terasa nyata, seakan peristiwa itu terulang

    kembali. Gadis tersebut memejamkan matanya, membangkitkan ingatan yang tersimpan di

    pikirannya.

  • Something Happen to My Heart | 2

    Ia duduk dengan menekuk lututnya di dalam sebuah ruangan yang hanya diterangi

    cahaya redup, entah berapa lama ia duduk di sana dengan posisi yang sama. Kamu gadis

    yang kuat. bisiknya lagi, setetes cahaya bening telah mengalir dipipinya yang putih, mata

    gadis tersebut masih tertutup, bibirnya mengumamkan mantra yang selama ini

    menguatkannya.

    Ayra... Kamu kuat! Ian bilang, kamu kuat!... cahaya bening itu mengalir deras di

    pipinya, makin keras dan tak bisa dibendung lagi. Tangisnya mulai meledak, segala apa yang

    ia rasakan saat ini telah dikeluarkannya bersama dengan aliran air matanya.

    Ayra Chrysantiana.... Kamu Kuat! terdengar senggukan dari mulutnya.

    KAMU KUATT! teriaknya disela-sela tangis.

  • Something Happen to My Heart | 3

    Maaf, Kak

    Juni, 2006

    Ra Arga udah nungguin kamu di luar setengah jam yang lalu, panggilnya dari

    balik pintu.

    Iya Tante, 2 menit lagi, jawabnya.

    Tante Ria membuka pintu kamar dihadapannya dan melihat keponakannya sedang

    mematut diri di depan cermin. Ya ampun kamu lagi ngapain sih, Ra? tanyanya yang

    masih berdiri di samping pintu.

    Tante nggak liat aku sedang ngapain? jawabnya sambil memoles tipis lipglos di

    bibirnya.

    Tante liat kamu lagi ngapain sekarang, tapi kamu nggak sadar apa? setengah jam lagi

    ujian kamu akan dimulai, perjalanan dari sini ke tempat kamu ujian itu butuh waktu lebih dari

    setengah menit, belum lagi kamu harus cari ruangannya,.

    Ayra tau Tante, nahh.. sekarang aku sudah siap, ucapnya. Ia lalu merapikan semua

    barang-barang di atas kasur dan memasukkannya ke dalam tas.

    Periksa baik-baik semua berkas dan perlengkapan ujianmu, jangan sampai ada yang

    kelupaan, ucap Ria mengingatkan.

    Ayra berjalan ke pintu lalu memeluk satu-satunya Tante yang telah merawatnya. Siip

    Tante, semuanya sudah lengkap, Ayra berangkat dulu, doain semoga semuanya lancar.

    Tante selalu mendoakan yang terbaik buat kamu, sana gih! Kakak kamu sudah

    nungguin kamu.

    Ayra tersenyum memandang wajah tantenya, melihat baik-baik raut wajah yang sudah

    tidak semuda dulu, umur tantenya memang bisa dibilang telah hampir memasuki kepala

    empat, lipatan keriput mulai terlihat dari bawah matanya tapi, wajahnya terlihat lebih muda

    dibanding umurnya, sifatnya yang lembut, cara bicaranya yang halus, senyum yang tidak

    pernah lepas dari bibirnya, ditambah wajah ayunya yang membuat dia selalu tampil cantik

  • Something Happen to My Heart | 4

    dan segar. Ayra tahu, tanpa diminta pun tantenya pasti akan selalu mendukung setiap langkah

    yang ia ambil, mendoakan keberhasilan dan selalu memberinya semangat.

    Sepuluh menit telah berlalu sejak ujian di mulai. Ayra telah berada di kampus tempat

    dimana ia akan mengadakan ujian masuk perguruan tinggi negeri, dia mulai kebingungan

    melihat jalan yang akan ia lewati, masalahnya adalah bentuk dan warna bangunan di kampus

    ini hampir sama, belum lagi tanaman dan tumbuhan yang ada di sekitarnya, semua hampir

    sama dan sangat membuat Ayra bertambah bingung. Kakinya terus melangkah cepat,

    semakin cepat dan terlihat sangat tergesa-gesa. Dia sudah tidak menghiraukan penampilannya

    yang sudah sangat amburadul, yang ada dipikirannya saat ini yaitu mengikuti ujian, bahkan

    sampai saat ini ruang ujiannya pun belum ia tahu. Dia berjalan terlalu buru-buru dan.

    Brukkkk.

    Ayra terpental kebelakang dan jatuh bersama tumpukan buku-buku tebal yang

    berdebu. Aduhh.. rintih Ayra.

    Aowwwsakiiitt, sebuah suara rintihan terdengar agak berat. Ayra mengikuti asal

    suara itu, seorang pria tengah duduk kesakitan di atas lantai sambil memegang pantatnya

    yang nyeri. Pria itu menggunakan celana jeans hitam dan kemeja dengan lengan pakaiannya

    digulung hingga siku, kemejanya berwarna abu-abu bercorak kotak-kotak, dia menggunakan

    sepatu tali berwarna hitam. Ayra hanya memperhatikan penampilannya saja dan tidak melihat

    wajahnya. Takut jika yang ia tabrak itu adalah salah satu mahasiswa senior di kampus

    tersebut, Ayra cepat-cepat memungut semua berkas-berkas dan buku-buku yang berserakan

    di depannya, sementara pria itu masih saja duduk lemas menahan kesakitan.

    Maaf kak ucap Ayra dengan kepala menunduk, ia menyerahkan semua berkas

    dan buku yang telah ia bereskan kepada pria tadi. Masih dengan kepala menunduk. Sekali

    lagi maaf Kak, saya terburu-buru dan tidak sengaja menabrak Kakak.

    Pria tadi hanya terdiam melihat tingkah laku Ayra dengan kepala menunduk sambil

    meminta maaf, dia berusaha untuk melihat wajah Ayra, tapi Ayra makin menundukkan

    kepalanyanya. Saya permisi Kak, maaf, pamit Ayra lalu berlari meninggalkan pria tadi

    yang masih duduk terbengong.

  • Something Happen to My Heart | 5

    Seulas senyum terbentuk dari sudut bibirnya. Gadis yang lucu.

  • Something Happen to My Heart | 6

    Bunga Chrysan (Krisan)

    September, 2006

    Vera mengisap habis milkshake-nya, ini sudah gelas yang kedua, tangannya diangkat

    lagi memangggil pelayan. Seorang pelayan muda mendekat dan mencatat pesanannya, untuk

    beberapa saat pelayan itu terkejut mendengar permintaannya. Tapi Vera hanya tersenyum

    kecut memandang pelayan yang ada di sampingnya. Setelah itu, si pelayan berlalu

    meninggalkannya.

    Nggak salah apa? pesanan lo sudah melampaui batas, ucap Ayra ketika pelayan itu

    telah meninggalkan mereka. Kini mereka tengah berada di dalam cafe sederhana yang

    terletak di depan sebuah taman kanak-kanak. Kursi mereka terletak di sudut ruangan caf

    tersebut dan tepat di samping kaca besar yang menjadi dinding penghalang antara bagian luar

    dan dalam caf.

    Kamu nggak usah heran, ini semua gara-gara lo ngajakin gue keluar dari pagi hingga

    siang kayak gini hanya untuk mencari satu benda yang menurutku nggak terlalu penting, gue

    haus plus kelaparan banget, ucap Vera dengan menekankan kalimat kelaparan benget;.

    Ayra menggelengkan kepalanya. Gue juga nggak mungkin ngajakin kamu kalau gue

    sudah kelabakan kayak gini.

    Kenapa sih lo ngotot banget bunganya harus bewarna putih?

    Ya ampun Vera, gue kira lo sudah tahu alasannya, Vera menggelengkan kepalanya,

    menandakan ia memang tidak terlalu memahami alasannya. Ayra tidak melanjutkan

    kalimatnya, dia memalingkan wajahnya memandang keluar dan memperhatikan orang yang

    berlalu - lalang di depan caf tempat mereka berada.

    Ra, lo kok diam? tanya Vera hati-hati.

    Gue cuma memikirkan alasan yang tepat kenapa bunganya harus berwarna putih,

    jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari luar.

    Hahh.. maksudnya? Jadi lo nggak tahu alasannya apa?

  • Something Happen to My Heart | 7

    Ayra tersenyum mendengar pertanyaan sahabatnya sejak SMA ini, sebenarnya ia

    sudah tahu apa alasannya, tapi Ayra sangat malas untuk menjelaskan alasannya, selama ini

    dia selalu pergi sendiri untuk mencari apa yang ia butuhkan, tapi kali ini ia betul-betul butuh

    seseorang untuk menemaninya.Lo tahu besok tanggal berapa? Ayra membuka mulutnya.

    21 September jawab Vera yang masih bingung.

    Lalu?

    Lalu? Vera mengangkat alisnya, dia bertambah bingung akan arah pembicaraan

    Ayra, seorang pelayan datang membawa nampan yang berisi sepiring spaghetti dengan porsi

    besar dan dua gelas milkshake coklat, setelah mempersilahkan untuk menikmati pesanannya,

    pelayan itu pun berlalu.

    Lo tidak ingat besok adalah hari apa? tanya Ayra lagi, matanya tetap memandang

    keluar.

    Vera mulai memutar ingatannya, mencoba mengingat kembali besok adalah hari apa,

    mulutnya mulai mencomot spaghetti pesanannya, sementara otaknya masih mencoba berpikir

    dan mengingat, Disuapannya yang kelima, Vera tiba-tiba tersedak, spaghetti yang telah

    ditelannya terhenti di kerongkongan, rasa nyeri di dadanya akibat tersedak membuat dia

    terbatuk-batuk, dengan sigap Vera meneguk setengah milkshake di sampingnya. Ayra yang

    asyik melihat keluar mengalihkan pandangannya pada Vera. Heran melihat tingkah lakunya

    sahabatnya.

    Lo itu kalau makan nggak bisa pelan-pelan apa? Sampai tersedak kayak gitu.

    Vera mencoba mengatur napasnya dengan hati-hati. Besok hari peringatan untuk

    Ian, bukan? tanya Vera setelah merasa agak baik.

    Ayra mengangguk. Lo baru ingat?

    Vera terdiam beberapa saat. Jadi alasan lo untuk tetap ngotot

    Karena waktu Ian meninggal aku hanya memberi bunga krisan bewarna putih, Ayra

    melanjutkan. Sudah 3 tahun lebih sejak kepergian Ian dan selama itu pula gue tidak pernah

    berziarah ke kuburannya, lanjutnya lagi.

  • Something Happen to My Heart | 8

    Vera meletakkan sendok dan garpunya, dia sudah tidak bernafsu lagi untuk

    melanjutkan makannya, ia merasa tidak enak hati membicarakan Ian, terlebih lagi karena 3

    tahun kepergian Ian, Vera sama sekali tidak mengingat tanggal kematiannya.

    Untuk sesaat mereka berdua diam dalam pikiran masing-masing, Vera hanya duduk

    sambil memandang makanan pesananya, ia berusaha berpikir keras memikirkan cara untuk

    mencairkan suasana, sedangkan Ayra mengarahkan pandangannya kembali ke taman kanak-

    kanak yang terletak di depan cafe tempat mereka berdua berada. Dari ekspresi wajahnya,

    Ayra terlihat baik-baik saja, tapi Vera meragukannya, ia berniat membuka mulut untuk

    meminta maaf padanya karena telah melupakan tanggal kematian Ian.

    Gue tidak apa-apa, Ayra bersuara, seulas senyum terbentuk dibibirnya. Ia

    memasang wajah ceria, mengilustrasikan raut wajah yang menandakan bahwa ia baik-baik

    saja.

    Lo yakin tidak apa-apa? tanya Vera, Ayra mengangguk pasti. Lalu kita mau ke

    mana? Sebentar lagi mulai sore dan toko yang tadi sudah toko bunga yang keempat kita

    datangi, dimana lagi kita bisa mendapatkan bunga krisan putih?

    Hufftt itu bukan toko yang keempat, tapi toko yang keenam, ucap Ayra lesu.

    Apa? keenam? pekik Vera.

    Kemarin gue sudah mendatangi dua toko bunga yang aku tahu, tapi tidak ada yang

    menjual bunga krisan, kalau pun ada... stok mereka untuk bunga krisan putih sudah habis,

    ditambah dengan empat toko bunga hari ini semuanya sudah berjumlah enam toko.

    Seorang gadis kecil dengan wajah yang ceria sambil bersenandung kecil masuk

    perlahan-lahan ke dalam caf, gadis itu mengenakan baju berwarna putih berbintik-bintik

    hitam, rok mungil dan dihiasi renda-renda berwarna merah muda cerah menggelantung

    hingga bawah lututnya, gadis itu juga mengenakan topi bundar putih dengan pita yang

    menghiasinya, ditangannya terdapat keranjang kecil yang berisi beraneka ragam bunga.

    Gadis itu melompat-lompat kecil di dalam caf, dia mendatangi meja tiap pelanggan

    yang duduk di sana sambil membagikan setangkai bunga pada mereka. Dengan nada yang

    ceria gadis itu mengucapkan sebuah kalimat pada mereka yang mendapatkan bunga.

    Selamat berakhir pekan ucapnya dengan wajah yang lucu.

  • Something Happen to My Heart | 9

    Ayra memperhatikan gerak-gerik gadis kecil itu, dia merasa heran melihat gadis kecil

    yang membagikan bunga secara gratis pada mereka, wajah gadis itu tampak sangat gembira,

    membuat Ayra agak penasaran dengan tingkah lakunya. Gadis kecil itu berjalan menuju ke

    meja tempat ia dan Vera sedang duduk, mulutnya masih bersenandung kecil.

    Gadis kecil itu berhenti tepat di sampingnya, ia terpaku memandang seorang

    perempuan muda di depannya lalu sebuah senyum indah nampak dibibirnya memperlihatkan

    deretan giginya yang putih dan tersusun rapi.

    Selamat berakhir pekan, kak ucap gadis kecil itu sambil menyerahkan setangkai

    bunga terakhir dari keranjangnya, bunga itu berwarna putih, kelopak pusat bunga pendek itu

    dikelilingi oleh pola yang berbentuk cincin dan sebuah sinar bunga. Ayra memperhatikan

    bentuk bunga di tangannya, matanya membulat besar, ia mengenal jenis bunga yang ia

    pegang.

    Dik, kamu dapat bunga ini darimana? tanya Ayra pada gadis kecil itu

    Masih dengan senyum indahnya. Itu dari toko bunga kami, jawabnya dengan nada

    yang ceria.

    Toko bunga? Kamu punya toko bunga? gadis kecil itu mengangguk.

    Bisa bawa kami ke toko bunga kamu!

    Gadis kecil itu menunjukkan wajah gembiranya. Kakak mau datang ke toko bunga

    Mama?

    Ayra terheran melihat ekspresi gadis kecil di depannya, gadis kecil itu tersenyum

    sumringah, sepertinya ia senang mengetahui bahwa Ayra akan datang ke toko milik

    keluarganya.

    Tapi Kak, dari sini ke toko agak jauh kalau jalan kaki.

    Lohh.. memangnya kamu bisa sampai di sini menggunakan apa? tanya Vera mulai

    berbicara.

    Naik sepeda, jawabnya polos.

  • Something Happen to My Heart | 10

    Kalau gitu kita naik taksi saja, nanti sepeda kamu ditaruh di bagasi, bagaimana?

    usul Ayra. Gadis kecil itu mengangguk cepat. Setelah itu mereka bertiga meninggalkan caf

    lalu berangkat ke toko yang dimaksud.

    Gadis kecil itu tidak henti-hentinya memandang Ayra yang duduk di samping kirinya,

    kini mereka bertiga telah berada di dalam taksi, dia betul-betul tidak percaya dapat bertemu

    dengan perempuan yang ia kagumi selama ini. Matanya berbinar-binar seakan melihat

    bintang yang berkilauan dimalam hari.

    Ayra yang merasa canggung diperhatikan oleh gadis kecil di sampingnya mulai

    menoleh dan mendapati gadis kecil itu masih menatapnya. Mmmm kenapa? Ada yang

    aneh yah? tanya Ayra pada gadis kecil tersebut, gadis kecil itu menggeleng. Terus.. kenapa

    liatin aku terus? tanya Ayra lagi.

    Nama Kakak siapa? tanya gadis kecil itu

    Ayra, kamu?

    Wahh nama Kakak hampir sama dengan nama kami, ucapnya dengan semangat.

    Kami? Maksudnya? tanya Vera yang dari tadi memperhatikan mereka berdua.

    Iyya kami Aku dan Ara, saudara kembarku jawab gadis itu tanpa menoleh

    pada Vera yang berada di sisi kanannya.

    Kamu punya saudara kembar? Ya ampuuun kamu sudah lucu kayak gini sudah

    membuatku gemas apalagi kalau kamu punya saudara kembar yang lucunya juga kayak

    kamu, terus persamaan nama aku dan kalian berdua apa? tanya Ayra dengan antusias.

    Nama Kakak kan Ayra, Nama kami Ara dan Aya, Kak Ayra tinggal menghilangkan

    salah satu huruf nama Kakak agar salah satunya mirip dengan nama kami, kalau bukan huruf

    R, Kakak tingga menghilangkan huruf Y-nya saja, jelas Aya dengan lincah.

    Iya juga yah, berarti mungkin seharusnya kamu jadi Kakak mereka, Ra. Vera

    menambahkan.

    Wahh aku dan Ara pasti sangat senang, kalau kak Ayra mau jadi Kakak kami,

    sahut Aya dengan ceria.

  • Something Happen to My Heart | 11

    Ayra hanya tersenyum melihat tingkah Aya. Gadis kecil ini memang lucu, sangat

    nyaman berada di sampingnya, pikir Ayra.

    Tadi kamu memperhatikan wajah Kakak, memangnya kenapa? tanya Ayra.

    Kakak tetap sama seperti dulu, tetap cantik dan baik seperti prinses Bella, ucapnya

    dengan spontan.

    Sama seperti dulu? Memangnya Kakak pernah bertemu dengan kamu?

    pertanyaannya memburu, terkejut mendengar pernyataan polos yang keluar dari gadis kecil di

    sampingnya.

    Aku dan Kakak baru bertemu saat ini, tapi aku pernah melihat kak Ayra sekali.

    Dimana?

    Di Aahh pak supir depan belok kanan terus berhenti di depan toko bunga

    yah seru Aya memerintah supir di depannya.

    Mereka bertiga kini berdiri di depan toko bunga yang bercat coklat dan bertingkat

    dua, bentuk tokonya tidak terlalu besar, mungkin lebih tepatnya bahwa toko tersebut adalah

    sebuah rumah yang di desain menjadi toko bunga sederhana, lantai dasarnya dijadikan toko

    tapi, pada lantai atas terdapat ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan beberapa buah kamar.

    Halaman depan toko bunga tersebut berhiaskan beraneka ragam tanaman hias yang ditanam

    di dalam pot dengan berbagai corak dan warna. Selain itu, bagian depannya dipasangi kaca

    besar dan bening yang dapat menampilkan dari luar aneka bunga yang dipajang di dalamnya.

    Sebuah papan besar terpasang di atas sana. Papan yang menandakan nama toko tersebut

    bertuliskan Taaraay Florist

    Ayra melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko. Nampak seorang wanita paruh

    baya mengenakan rok hingga lutut berwarna hitam dan memakai baju lengan panjang

    berbahan halus sedang terlihat merapikan letak beberapa bunga yang telah bergeser dari

    tempatnya.

    Mama seru Aya memanggil wanita tersebut, Aya berlari ke arahnya lalu dengan

    senyumannya yang lucu ia memberikan keranjangnya pada wanita itu.

    Habiss Aya hebat, ucap wanita itu memuji.

  • Something Happen to My Heart | 12

    Ma aku bawa seseorang ke sini.

    Alis sang Mama terangkat Siapa?

    Tuhh.. Aya menunjuk dua perempuan muda yang sedang mendekati mereka berdua

    Selamat siang Tante.. sapa Ayra pada wanita yang ada di hadapannya

    Siang adik siapa yah?

    Mmm beberapa hari ini saya mencari seikat bunga krisan putih, tapi tiap toko

    bunga yang saya datangi ternyata kehabisan stok. Kebetulan tadi Aya masuk ke dalam caf

    tempat kami berada dan dia memberikan bunga krisan putih ini pada saya, jelasnya sambil

    memperlihat setangakai krisan putih pada wanita itu.

    Dan Aya membawamu ke sini untuk membeli bunga itu? lanjut wanita itu, Ayra

    mengangguk pelan

    Saya bisa memperlihatkan koleksi bunga krisan kami tapi di dalam sana hanya

    boleh di masuki oleh dua orang saja, apa adik tidak keberatan kalau. wanita itu melirik ke

    arah Vera.

    Tidak kok Tante, saya cuman menemaninya untuk mencari bunga itu, biar dia saja

    yang ikut bersama Tante ke dalam, saya tidak apa-apa, potong Vera sebelum wanita itu

    melanjutkan kalimatnya.

    Ma, Aya bisa ikutkan? pinta Aya

    Bisa.. tapi Aya nggak boleh sentuh apa pun, wanita itu lalu menoleh pada Vera.

    Adik bisa menunggu di sofa sana, wanita itu mempersilahkan dengan sopan.

    Ayra berjalan mengikuti wanita yang ada di depan, dia memasuki sebuah lorong

    panjang yang hanya diterangi lampu kuning bercahaya redup, dinding lorong tersebut dihiasi

    berbagai macam lukisan bunga dan berbagai pernak-pernik tanaman, dia telah melewati tujuh

    pintu berwarna coklat, setiap pintu tertempel papan kecil yang bertuliskan berbagai jenis

    bunga. Kini mereka berada di depan pintu yang tertempel papan kecil bertuliskan The

    Chrysanthemum.

  • Something Happen to My Heart | 13

    Ayra memasuki ruangan tersebut, di dalamnya tersimpan banyak bunga krisan

    berbagai warna. Ayra hanya berdiri mematung memandangi bunga-bunga yang tersusun rapi

    di hadapannya.

    Kak.. kok bengong? tanya Aya menyadarkan Ayra dari kekagumannya

    Ruangan ini Indah, matanya masih menatap satu persatu bunga tersebut.

    Yahh Memang indah, sahut wanita itu

    Anda juga suka bunga ini?

    Wanita itu tersenyum. Cuma sekedar mengagumi, jawabnya. Ngomong-ngomong,

    nama kamu siapa? tanya wanita itu.

    Ayra. jawabnya singkat.

    Wanita itu agak terkejut. Namamu mirip dengan kedua putri saya.

    Iya, saya sudah dengar dari Aya ucapnya lalu memandang gadis kecil yang berdiri

    di samping ibunya.

    Hanya Ayra saja, nama lengkap kamu?

    Ayra Chrysantiana.

    Wanita itu terkejut untuk kedua kalinya, matanya membesar dan mulut terbuka

    sedikit, jawaban Ayra cukup membuatnya memberikan ekspresi seperti itu Chrysantiana?

    Nama kamu hampir mirip dengan bunga krisan.

    Nama saya memang ada unsur bunganya, karena ibu saya menyukai bunga krisan,

    seulas senyum manis terlihat di wajahnya.

    Mama nama lengkapku dan kak Ayra juga hampir samakan? Bedanya kalau kak

    Arya memakai nama bunga krisan, tapi kalau aku memakai bunga lily timpal Aya

    Lily? Memangnya nama lengkap kamu siapa? tanya Ayra pada gadis lucu yang di

    hadapannya.

    Ayani Lilyana.

    Berarti adik kamu namanya Arani Lilyana, tebak Ayra

  • Something Happen to My Heart | 14

    Salah kak Ara bukan adikku, tapi kakakku.

    Ohehehe Salah yah, maaf deh, aku kan nggak tahu diantara kalian kakak dan adik

    yang mana.

    Aya mengangguk. Nggak papa kok, mmm.. kakak cari bunga krisan warna apa

    tadi?

    Warna putih, saya bisa beli seikat? tanya Ayra ragu sambil menatap wanita di

    depannya

    Wanita itu tersenyum. Kamu tidak usah ragu begitu, tunggu bentar yah!

    Iya Tante, hmm... kalau boleh tahu nama Tante siapa?

    Fitri kak jawab Aya.

    Ohhh... terus, kembaran kamu mana?

    Kak Ara sedang keluar membeli kue bersama kak Tirta?

    Kak Tirta

    Aya mengangguk. Kak Tirta anak pertama Mama,

    Ayra hanya mengangguk

    Setelah menerima seikat bunga dari ibu Fitri, mereka bertiga keluar dari ruangan

    penyimpanan tersebut dan menemui Vera. Suara lonceng di pintu depan toko berbunyi,

    seorang gadis kecil yang berwajah mirip dengan Aya masuk sambil mengenggam dua es krim

    berbentuk kerucut.

    Aya.... aku bawa es krim nih, panggilnya.

    Aku mau yang cokelat, ucap Aya sambil berlari menghampiri Ara

    Nihhh... kalau aku strawbery.

    Kak Tirta mana, ya?

  • Something Happen to My Heart | 15

    Kak Tirta di luar, lagi bicara sama temannya, ohiyaa.. bunga yang dibagikan hari ini

    bagaima... Ara memotong kalimatnya, matanya terpaku pada seorang perempuan muda yang

    sedang membayar bunga yang ia beli. Ia lalu berbisik pada Ara.

    Ya, Kakak ini? tanya Ara perlahan.

    Iyaa... dia Kakak yang ituuuu, jawab Aya dengan mata yang berbinar.

    Mereka berdua pun saling berbisik. Kenapa dia bisa ada disini? tanya Ara lagi.

    Aku tidak sengaja ketemu di cafe sana, terus....

    Kalian lagi bisik-bisik apa? tanya Ayra tiba-tiba yang menghampiri mereka berdua.

    Aya hanya tersenyum, sedangkan Ara masih diam melongo melihat Ayra.

    Ohhh... jadi ini namanya Ara, mereka sama-sama lucu yah, ucap Vera lalu menoleh

    pada Ayra meminta pendapatnya, Ayra hanya mengangguk tersenyum.

    Tahu tidak, namanya kak Ayra bisik Aya lagi.

    Ara terkejut. Samaaaa... kok bisa? bisik Ara kembali.

    Kalian dari tadi bisik-bisik terus, apa sih? Seru banget.

    Kak Ayra cantik, ucap Ara spontan.

    Bukan... Kakak terlihat manis, ralat Aya.

    Tapi dia terlihat cantik Ayaaaa, Ara mempertahankan pendapatnya.

    Ayra tersenyum mendengar pernyataan polos kedua gadis kecil ini, tiba-tiba nada

    dering terdengar dari ponselnya, tulisan kak Arga memanggil tampil pada layarnya, Ayra

    menekan tombol hijau lalu mendekatkan ponsel tersebut pada telinganya.

    AYRAAA? teriaknya dari seberang sana

    Aoowwww... pekik Ayra. Kak, bisa sih nggak pake teriak-teriak? Bentaknya.

    Kamu dimana? tanyanya dengan nada tinggi.

    Toko bunga, jawabnya ketus.

    Di toko bunga selama tujuh jam... ngapain aja kamu?

  • Something Happen to My Heart | 16

    Aku nggak perlu jawab pertanyaan Kakak, jawab saja pertanyaanku, kenapa Kakak

    nelpon?

    Om Hari sebentar lagi datang, bukannya kamu sudah janji sama tante Ria untuk

    mengantarnya menjemput Om di bandara, atau kamu sudah lupa?

    Ya ampuun... kenapa bisa aku lupa, maaf... maaf Kak, aku segera pulang, ucapnya

    lalu mengakhiri pembicaraan.

    Tante Fitri, maaf aku buru-buru balik pulang, makasih untuk bunganya.

    Iyaa... hati-hati di jalan, kapan-kapan kesini lagi.

    Yahhh... kak Ayra sudah mau pulang? tanya si kembar bersamaan.

    Iya... maaf yah, lain kali Kakak bermain dengan kalian, yuk Ver... kita harus cepat

    balik ajaknya pada Vera.

    Dengan tergesa-gesa Ayra menarik tangan Vera dan membuka pintu lalu setengah

    berlari meninggalkan toko bunga, tanpa memperhatikan sekitarnya Ayra menabrak seseorang

    di depan pintu yang membuatnya jatuh kesakitan.

    Aooowww... rintih pria itu

    Ayra terkesiap. Suara itu... bisiknya dalam hati

    Adduhhh... pantatku, rintihnya lagi sambil mengelus pantatnya yang kesakitan. Pria

    itu melihat seorang perempuan di depannya, perempuan itu dalam posisi yang sama

    sepertinya, hanya saja wajahnya tertutupi oleh rambutnya yang panjang. Oii.. kalau jalan-

    jalan hati dong, tegurnya.

    Vera yang melihat kejadian tersebut, segera membantu Ayra berdiri. Masih dengan

    wajah yang tertutupi rambutnya, Ayra menahan rasa malunya, karena sepertinya ia menabrak

    orang yang sama.

    Maaf kak, ucap Ayra gugup.

    Pria itu sedikit terkejut mendengar perempuan di depannya memanggilnya dengan

    sebutan Kak. Dia berusaha berdiri dan memperhatikan wajah perempuan yang

  • Something Happen to My Heart | 17

    menabraknya tapi semakin dia mendekat, perempuan tersebut semakin menutup wajahnya

    dengan rambutnya.

    Kamuuuuu..... ucap pria tersebut penasaran.

    Maaf Kak, sa-sa-saya harus segera pergi, ucapnya lalu pergi dengan berlari. Pria

    tersebut terus memperhatikan Ayra hingga ia menghilang di dalam taksi, rasa sakit di

    pantatnya telah hilang digantikan dengan rasa penasaran yang cukup tinggi.

    Gadis yang lucu, ucapnya dengan sebuah senyuman.

    Pria tersebut lalu memungut kotak kue yang ia bawa, untung saja kotak kue itu

    tertutup rapat ketika jatuh hingga kue yang ada di dalamnya masih utuh. Ia lalu berjalan

    memasuki toko bunga. Salah seorang adik kembarnya menyambutnya dengan wajah yang

    ceria.

    Kak Tirta, kuenya mana? tanya Aya.

    Nihh.. masih utuh kok, ucap Tirta sambil menyerahkan sekotak kue.

    Ada rasa cokelat kan? tanyanya lagi.

    Coklat, vanila, strawbery, semuanya ada kok.

    Wahh.. kayaknya enak.

    Dasar... penggila cokelat, Mama mana?

    Ada di atas, ucapnya sambil mengunyah kue.

    Tirta berjalan masuk meninggalkan adiknya, ia lalu menaiki tangga berniat

    menghampiri sang mama di lantai dua

    Keesokan harinya...

    Sepasang tangan indah berwarna kuning langsat tengah menyentuh gundukan tanah

    yang ditumbuhi rerumputan. Tangan indah itu meraba gundukan tanah tersebut secara

    perlahan seakan jari-jemarinya tengah bermain di atasnya, lalu sepasang mata bulat

    memandang sebuah tulisan yang telah terlihat usang. Ia terus memandang tulisan itu seakan

  • Something Happen to My Heart | 18

    berharap bahwa tulisan itu salah atau tulisan itu menghilang dari tempatnya, di atas batu

    nisan tersebut tertera tulisan.

    IAN PRATAMA

    Lahir : 05 Januari 1986

    Wafat : 21 September 2003

    Hai... sapanya.

    Humm... maaf aku baru datang, gimana kabar kamu? Aku harap kamu baik-baik

    saja, dia terdiam sesaat, butuh tenaga yang besar untuk mengungkapkan semua apa yang ia

    pendam selama ini. Yan... aku.... kangen, dia tersenyum tipis, matanya mulai terasa perih

    tapi ia tetap menahan agar air matanya tidak jatuh.

    Lucu yah, dadaku yang terasa sakit, tapi malah air mataku yang pengen keluar,

    suaranya mulai terdengar serak. Kamu nggak marah sama aku kan? setelah tiga tahun aku

    baru bisa datang hari ini, aku... aku...

    Akhirnya dia tidak dapat membendungnya lagi, air matanya telah jatuh bercucuran,

    tangan kanannya menyentuh dadanya yang terasa sakit dan tangan kiri menggenggam erat

    tanah yang menutupi tubuh seseorang di bawah sana.

    Hikss... hikss.. suaranya mulai terdengar, makin keras dan keras. Jika saja ia

    menangis pada di tempat itu pada malam hari, mungkin saja semua makhluk yang terkubur di

    bawah sana terbangun karena tangisannya, tapi untungnya dia berada di sana dipagi hari,

    tepat sebelum matahari baru menunjukkan semburat cahayanya yang kekuningan. Ayra mulai

    menenangkan dirinya, meski ia tahu air mata itu tak akan berhenti mengalir.

    Ian, kamu ingat tidak mantra yang kamu ajarin dulu waktu kita masih SMP, aku-a-

    aku berhasil menguasai mantra itu, Ayra menghela napas panjang lalu melanjutkan. Besok

    tanggal 22, kamu ingat kan? Besok.... tepat 4 tahun kita jadian, meski sebenarnya kita hanya

    pacaran selama.... humm.. kurang sehari untuk jadi setahun, air matanya mengalir lagi.

    Maafkan aku Ian, seharusnya aku nolong kamu, seharusnya aku melakukan

    kewajibanku. Aku bodoh yahh... Andai saja aku tidak terlalu baik, kamu pasti sekarang sudah

    sama aku nyiapin rencana konyol untuk ngerayain hari jadian kita seperti dulu, iyakan? Ayra

  • Something Happen to My Heart | 19

    memandang lesu batu nisan di depan, berharap ia mendengar suara yang menjawab

    pertanyaannya.

    Aku ingat, semua rencana kita dulu, kamu akan bawakan aku sebanyak-banyaknya

    cokelat, berikat-ikat bunga krisan merah, semua edisi dan volume komik kesukaanku. Kamu

    juga bilang akan selalu melindungiku jika nanti aku diganggu oleh senior ketika aku sudah

    kuliah, kamu akan marahin mereka walau sekalipun senior itu adalah senior tertua di kampus,

    meski aku tahu kamu nggak bakal berani ngelakuin itu, Ayra tertawa kecil mengingat

    kalimat tersebut. Sedangkan aku hanya janji menghabiskan waktuku seharian bersama

    denganmu dan mengabulkan satu permintaanmu, dengan syarat permintaannya tidak

    merugikan aku, lanjutnya lagi.

    Butuh waktu bertahun-tahun untuk kita memendam perasaan masing-masing,

    bertahun-tahun aku berstatus menjadi sahabat kamu tapi, butuh kurang dari sehari untuk pas

    menjadi setahun aku berstatus sebagai kekasih kamu, handphone Ayra mulai bergetar, nada

    musik Jepang yang terdengar di dalam tasnya membuat Ayra menghentikan kalimatnya.

    Layar hp-nya menampilkan nama seseorang tapi, sayangnya Ayra tidak berminat mengangkat

    panggilan tersebut, ia tetap membiarkan hp-nya berdiring lalu memasukkannya ke dalam tas

    yang ia bawa.

    Ayra menatap kembali batu nisan itu lalu melanjutkan kalimatnya. Aku sayang

    kamu, ucapnya menatap batu nisan itu. Bisa tidak kamu panggil aku kayak dulu! aku.... aku

    ingin sekali mendengarnya, pintanya.

    Walaupun Ayra memintanya sambil berlutut dan menangis darah, permintaannya

    tidak akan pernah terkabulkan, karena orang yang saat ini ia temani berbicara adalah orang

    yang telah tiada. Dia hanya menunduk lesu sambil menarik napas yang panjang, perlahan ia

    mengangkat tubuhnya untuk berdiri lalu memandang seikat bunga krisan putih yang ia taruh

    diatas kuburan tersebut, air matanya menetes lagi.

    Setelah merasa puas memandangi kuburan tersebut, Ayra sebisa mungkin menguatkan

    diri dengan menggumamkan mantra ajaibnya, selangkah demi langkah Ayra meninggalkan

    pemakaman tersebut dengan sisa derai air mata dikedua pipinya.

  • Something Happen to My Heart | 20

    Ketiga Kalinya

    Oktober, 2006

    Nada musik Jepang memecah kesunyian di kamar mungil tersebut, musik itu

    mengalun dengan indah sehingga membuat seseorang yang tengah tertidur lelap terpaksa

    membuka matanya. Ia menguap sekuat-kuatnya, berusaha mengumpulkan sisa nyawanya

    yang tertinggal di alam mimpi, meski ia sudah lupa apa yang sedang ia mimpikan semalam.

    Nino Memanggil....

    Ayra menghembuskan napasnya secara perlahan setelah membaca nama yang tertera

    pada layar hp-nya. Lagi-lagi dia, pikirnya. Sudah berhari-hari pria itu berusaha

    menghubunginya dan berhari-hari pula ia menghindar, meski ia tahu apa yang ia lakukan

    pada pria itu adalah sebuah kesalahan. Ayra masih menatap layar hp-nya, musik dari Jepang

    itu masih mengalunkan nada yang indah dan menenangkan. Ia mulai menimbang-nimbang

    apakah akan menjawab panggilan darinya atau tidak, dan akhirnya...

    Halo, ia menjawab panggilan tersebut setelah berdering sebanyak lima kali.

    Ayra... kamu baik-baik saja? tanyanya dengan nada gelisah.

    Yahhh, jawabanya lesu.

    Syukurlah, ku kira terjadi sesuatu, terus... kenapa telpon ku baru dijawab sekarang?

    Semua smsku juga tidak kamu balas, tanyanya lagi

    Sudah kuduga dia pasti dia menanyakan itu lagi, pikir Ayra. Aku kehabisan

    pulsa, jadi tidak bisa balas sms kamu dan tiap kali aku mau jawab panggilan kamu, telponnya

    tiba-tiba berhenti berdering, Ayra berbohong lagi.

    Ohhh.. ku kira kamu sengaja ngediemin aku.

    Itulah yang sebenarnya terjadi, pikir Ayra lagi.

    Ra, ntar pulang kampus jam berapa?

    Setengah tiga.

  • Something Happen to My Heart | 21

    Hummm... kalau gitu, kita jalan yuk! ajaknya.

    Ayra terdiam beberapa saat lalu memejamkan matanya. Maaf No, tapi hari ini...

    Kita udah lama nggak jalan bareng, Ra. Tiap kali aku cari kamu di kampus, aku

    sangat susah nemuin kamu, selain itu kamu susah aku hubungin. Plisss.... bujuk Nino

    memotong kalimatnya.

    Aku betul-betul minta maaf, hari ini aku nggak...

    Aku kangen kamu, Ra... Nino memotong lagi.

    Kali ini Ayra betul-betul tidak bisa menghindar, sejujurnya dia tidak memiliki alasan

    apapun untuk menolak ajakan Nino, ditambah lagi kalimat manja Nino yang baru saja ia

    dengar. Sebagai orang yang punya hubungan khusus denganya, Ayra seharusnya senang

    mendengar kalimat itu, tapi malah sebaliknya. Ayra sama sekali tidak merasakan apa-apa.

    Hubungannya dengan Nino telah berjalan cukup lama, semenjak ia duduk dibangku

    kelas 3 SMA, hubungan yang seharusnya untuk membuat rasa sayang Ayra tumbuh kembali,

    tapi kenyataan berbanding terbalik dengan apa yang ia harapkan ketika mengambil keputusan

    menerima Nino dan kini, Ayra hanya merasakan bebannya bertambah banyak.

    Oke... ucap Ayra kemudian.

    Good, aku jemput kamu di kampus setelah pukul setengah tiga, tapi kamu seriuskan

    kali ini kita jalan? tanyanya dengan penuh semangat.

    Hmmmmm... iya, tapi kamu jemput aku di perpustakaan di ujung jalan dekat

    kampus.

    Siip mba... Hummm, kalau gitu udah dulu, aku mau siap-siap dulu berangkat

    kuliah.

    Iyya, hati-hati bawa motornya ke kampus! Ayra ingin segera menekan tombol

    merah pada hp-nya untuk mengakhiri panggilan tersebut.

    Ra... tunggu dulu, panggilnya menghentikan tindakan Ayra.

    Ayra mendekatkan lagi telinganya pada handphone tersebut. Iya, apa lagi?

    Aku sayang kamu, ucap Nino

  • Something Happen to My Heart | 22

    Ayra terdiam lagi, terdiam beberapa saat memikirkan apakah dia perlu membalas

    pernyataan Nino barusan, mulutnya terbuka untuk mengeluarkan sebuah kata tapi belum ada

    satu huruf pun terdengar, Ayra menghentikan bibirnya bergerak, ada semacam sesuatu yang

    mengganjal di tenggorokannya yang membuatnya susah mengeluarkan kalimat dan pada

    akhirnya Ayra hanya mengakhiri pembicaraan tersebut tanpa berkata sepatah kata pun.

    Maafin aku Nino. ucapnya sambil menatap handphone yang ia genggam.

    Nino melangkahkan kakinya memasuki ruang kuliah, di dalam sana hanya terdapat

    beberapa orang yang terlihat, aneh juga.... kuliah akan dimulai sekitar 20 menit lagi, tapi

    kelas ini baru terisi beberapa orang saja. Ia melihat seorang pria mengenakan kemeja coklat

    sedang duduk di salah satu kursi sambil membaca buku yang lumayan tebal dan

    menggoyangkan kakinya ke atas dan ke bawah. Nino menghampiri pria tersebut, menaruh

    tasnya di samping kursi pria tadi lalu duduk dengan perlahan.

    Hufffttt... keluhnya.

    Kenapa lo? tanya pria di sebelahnya tanpa berahli pada buku yang ia baca.

    Gue bingung, jawab Nino lesu sambil menyandarkan kepala.

    Pria itu menatap Nino lalu tertawa ringan sambil menggelengkan kepalanya. kenapa

    lagi? Lo tuh yah... sepertinya tiada hari tanpa bingung, kemarin dulu bingung karena keluarga

    lo, kemarin galau karena beasiswa, sekarang bingung karena apa lagi?

    Cewek gue. Nino memasang tampang cemberut.

    Owhhhh... sekarang gara-gara cewek, kenapa cewek lo?

    Nino memulai curhatnya, heran... cowok yang satu ini demen banget curhat, tapi

    curhatnya sama satu orang saja, yahhh.. sama pria di sampingnya ini.

    Mungkin sifatnya udah dari sononya kali, pria itu mulai mengeluarkan pendapatnya

    setelah Nino selesai menyelesaikan curhatnya.

    Entahlah, kalau sama temen-temennya ia terliat menyenangkan. Tapi kalau udah

    sama aku... kebanyakan diem.

  • Something Happen to My Heart | 23

    Sekarang gue tanya, dia perhatian nggak sama lo?

    Dikit.

    Apa dia pernah buat lo sakit hati? Yahh.. meskipun dia selalu buat lo bingung kayak

    gini.

    Kalau sakit hati nggak pernah tuhh, dia termasuk tipe cewek yang setia dan baik.

    Dia cantik nggak? Atau pintar mungkin?

    Jelas cantik lahh, tapi menurut gue dia terlihat manis. Dia gadis yang cukup cerdas,

    jawab Nino membanggakan kekasihnya itu.

    Kalau gitu nggak usah galau kali, apa coba yang mesti lo bingungin, dia cantik,

    pintar, setia, plus baik. Kalau gue sih itu sudah termasuk cewek yang sempurna.

    Tapi nggak pernah sekalipun dia bilang sayang sama gue, Nino memasang tampang

    masam.

    Sayang bukan berarti harus diungkapkan dengan kalimat, dia pasti sayang sama lo,

    buktinya kalian sudah berhubungan cukup lama, Itu cuman kebiasaan dia dalam menjalin

    sebuah hubungan, nggak semua cewek itu sama dan lo harus siap menerima dia apa adanya.

    Gampang lo bicara, coba elo diposisi gue, bayangin gimana rasanya pacaran sama

    cewek gue, elo sih enak... udah punya Karin.

    Pria itu hanya diam tidak menanggapi kalimat Nino yang menyebut nama Karin,

    karena pada kenyataannya dia memang tidak peduli.

    Tapi kok gue nggak pernah ngeliat pacar lo itu? Dia sekampus kita kan? tanya pria

    itu mencoba menghindar dari obrolan mereka yang mulai membahas Karin.

    Sekampus, tapi beda fakultas.

    Pria itu hanya mengangguk kemudian kembali berkutat dengan buku yang ia baca

    tadi. Beberapa saat kemudian Fian masuk ke dalam kelas, mengumumkan bahwa dosen

    mereka tidak hadir hari ini, suara kelas mulai terdengar riuh. Bukannya sedih atau kecewa

    gitu mendengar dosen mereka tidak mengajar, mereka malah bertepuk tangan dan bersorak

    gembira. Dasar mahasiswa...

  • Something Happen to My Heart | 24

    Nino merapikan rambut dan pakaiannya yang mulai agak berantakan, mengambil tas

    ranselnya lalu bersiap-siap untuk berjalan, dia menoleh pada pria yang masih setia dengan

    buku tebalnya.

    Ke kantin yukk! gue lapar nih belum sarapan.

    Lo aja, gue udah sarapan tadi, buku ini belum selesai gue baca, matanya tetap setia

    pada lembaran buku.

    Dasar kutu buku, ledeknya.

    Pria itu menurunkan bukunya lalu menoleh pada Nino Daripada elo... nggak pernah

    sekalipun gue liat lo buka buku, heran.. kenapa lo bisa dapat beasiswa?

    Itulah kelebihan gue, otak gue tetap encer meski nggak baca buku tebal kayak elo.

    Pede amat. Ehh... elo bawa motor kan? Entar antar gue ke perpus, yah! pintanya.

    Perpus? tanya Nino bingung.

    Iyya... perpus di ujung jalan sana.

    Lahhh.. mobil lo mana?

    Lagi dipake ama nyokap.

    Jadi lo ke sini naik apa?

    Taksi, antar gue yah! tempatnya nggak jauh juga tuhh...

    Jam berapa, kebetulan gue mau ke sana.

    Sebelum jam 3, tumben lo mau ke perpus.

    Gue ada janji sama seseorang, ntar gue jemput setengah tiga.

    Pria itu mengangkat jempolnya lalu membuka halaman buku yang tidak pernah

    terlepas dari tangannya. Nino berjalan meninggalkannya.

    Ayra terlihat berkonsentrasi menyelesaikan tugasnya. Tiga puluh menit kemudian ia

    berhasil memenuhi lembaran demi lembaran tugasnya dengan tinta pulpen, ia menatap jam

  • Something Happen to My Heart | 25

    tangan mungilnya yang menunjukkan pukul 02.35. Sebentar lagi, pikirnya. Ia lalu

    membereskan semua barang-barangnya yang berhamburan di atas meja dan memasukkannya

    ke dalam tas kemudian berjalan menuju rak buku, mengembalikan buku-buku yang ia pinjam

    tadi ke tempat semulanya, lalu berjalan melewati rak buku yang terletak paling belakang pada

    sudut ruangan. Matanya tertuju pada sebuah buku berwarna biru muda, sekilas terdapat kata

    Parepare pada buku tersebut, sedangkan kata sebelumnya tertutupi oeh debu dan jaring laba-

    laba yang halus . Sepertinya buku-buku di sini jarang disentuh, pikirnya lagi. Ayra

    menarik buku itu keluar untuk melihat dengan jelas judulnya dan tiba-tiba.....

    Huahhhh.. Ayra menjerit ketakutan, ia membalikkan badannya lalu menutup

    matanya dengan kedua telapak tangannya, sambil berlari dan histeris sendiri, Ayra tidak

    menyadari seseorang tengah berjalan dan....

    Brukkk...

    Ayra berhasil menabrak seseorang serta membuatnya jatuh tersungkur. Tapi posisinya

    kali ini sungguh sangat tidak nyaman. Ia terjatuh tepat diatas orang yang ia tabrak. Matanya

    masih tetap tertutupi oleh kedua tangannya, ia belum menyadari di mana tepatnya ia terjatuh.

    Aoowww... pria tersebut mengeluh kesakitan, dia memegang kepalanya yang terasa

    berdenyut akibat terbentur pada lantai. Matanya lalu tertuju pada gadis yang tengah berada di

    atasnya.

    Hei... panggil pria itu. Gadis itu belum sadar.

    Hei... panggilnya lagi, tapi Gadis itu masih belum mendengarnya.

    Oiii.. LO JATUH TEPAT DI ATAS GUE, bentaknya.

    Ayra terkejut mendengar bentakan itu, bukan hanya karena ia jatuh di atas tubuh pria

    yang membentaknya, tapi karena ia mengenal suara pria itu. Ayra segera mengangkat

    tubuhnya lalu berdiri tidak jauh dari pria itu. Kepalanya ia tundukkan seperti biasa. Maklum...

    dia baru sebulan berstatus sebagai mahasiswa di kampusnya.

    Pria itu ikut berdiri, merapikan kemejanya lalu memandang gadis yang tengah berdiri

    tunduk di hadapannya. Ia ingin melihat wajah gadis itu, tapi gadis itu makin menundukkan

    kepalanya dan menyembunyikan wajahnya dibalik rambutnya yang agak berantakan.

  • Something Happen to My Heart | 26

    Ayra mulai terlihat panik mengetahui lagi-lagi orang yang sama. Ia segera

    membalikkan badannya, bersiap mengambil langkah lebar untuk menghindar dari pria

    tersebut.

    Oii.. kamu punya utang maaf padaku, panggil pria tersebut.

    Ayra menghentikan langkah, mengutuk dirinya sendiri yang berkelakuan bodoh,

    andai saja bukan karena tikus tadi yang muncul tiba-tiba dari balik buku dan membuatnya

    kaget sekaligus ketakutan, Ayra tidak akan menabrak pria tadi. Ini bukan hari

    keberuntunganku, keluhnya dalam hati. Ayra berjalan membalikkan badannya, berjalan

    perlahan mendekati pria tadi.

    Maaf Kak, ia mulai berbicara.

    Kak..? tanya pria itu kebingungan.

    Maaf kan saya, saya... saya tidak sengaja menabrak Kakak. Ayra melanjutkan

    kalimatnya.

    Pria itu terkesiap. Suaranya.. tidak salah lagi. Dia gadis itu, pikirnya.

    Kamu mahasiswi baru? tanya Pria itu. Ayra mengangguk.

    Ini sudah yang ketiga kalinya. Ketiga kalinya kau menabrakku, tegasnya.

    Bola mata Ayra membesar. Dia mengenaliku, pikirnya.

    Dari fakultas mana? Pria itu mulai menggunakan kekuasannya sebagai senior di

    kampus itu dengan bertanya padanya menggunakan nada yang tegas.

    Sastra, jawabnya pelan.

    Ohhhh.. anak sastra toh, angkat kepalamu! perintahnya.

    Ayra tetap diam dan masih menundukkan kepalanya.

    Kenapa diam? ternyata anak sastra itu seperti ini, ku kira mereka semua berani,

    ternyata... anak sastra cuma berani bersembunyi di belakang tulisan-tulisan dan kalimat

    mereka yang sok puitis, sok penuh arti dan makna yang mendalam, pria itu mulai

    memancing.

  • Something Happen to My Heart | 27

    Ayra mendadak mengangkat kepalanya, memandang pria di depannya dengan tatapan

    uniknya tapi agak menyeramkan.

    Pria itu tersenyum. Berani juga... nama kamu siapa?

    Buat apa? tanya Ayra dengan sinis.

    Nggak boleh? aku pengen tau nama orang yang telah menindihkan ku tadi.

    Ayra menghela napas lalu menjawab. Ayra.

    Ayra... nama yang bagus, kau punya banyak kesalahan sama aku wahai adik junior

    dari sastra, ucapnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

    Kesalahan apa? nada suaranya mulai meninggi.

    Ck... Elo sudah menabrak gue sebanyak tiiigaaa kaalii, elo sudah membuat badan

    gue kesakitan sebanyak tiiigaa kaalii, dan elo hanya bisa main kabur saja meninggalkan gue

    setelah apa yang udah lo perbuat.

    Aku kan udah minta maaf, apa itu nggak cukup? sikap sopan Ayra pada pria itu

    mulai menghilang, panggilan Kak tidak terdengar dari mulutnya

    Apa aku pernah bilang kalau permintaan maafmu udah aku terima?

    Sial... dia mulai berlagak. Ayra mulai menggurutu dalam hati. Jadi ceritanya kau

    nggak mau maafin aku? tanya Ayra.

    Kalau iya kenapa? Pria itu seakan menantang, sejujurnya pria itu merasa geli di

    dalam hatinya, karena selama ia menjadi senior, nggak pernah sekali pun ia terlihat tegas dan

    keras kepada mahasiswa baru. Tapi gadis di depannya telah mampu membuat ia bersikap

    seperti ini. Pria itu mulai berpikir untuk mengerjainya.

    Jadi mau kamu apa? Ayra membalas menantang, dia sama sekali nggak takut

    dengan pria yang telah ia tabrak ini, hatinya mulai memanas mendengar kalimat pria yang

    memancing amarahnya.

    Scotjump sebanyak tiga puluh kali! pria itu betul-betul mengerjai Ayra.

    APAA? Ayra terbelalak, dia sama sekali nggak percaya pria ini bakalan

    menyuruhnya melakukan scotjump tiga puluh kali, selama Ayra menjadi mahasiswa baru,

  • Something Happen to My Heart | 28

    tidak ada seorang senior yang berani memerintah atau mengerjainya, bahkan ketika menjadi

    siswa ketika SMA, kakak kelasnya juga tidak ada berani melakukan hal tersebut. Tapi kali

    ini, seorang senior yang bukan dari fakultasnya mulai menantangnya.

    Kalau aku nggak mau? lanjutnya kemudian.

    Berani juga rupanya, pikir pria itu. Kau berani membantah perintah senior? pria

    itu mulai mengujinya.

    Kau bukan senior dari fakultas ku, jadi aku nggak berkewajiban mematuhi perintah

    darimu, Ayra makin menantangnya.

    Pria itu melangkahkan kakinya mendekati Ayra, dia ingin melihat seberapa beraninya

    gadis ini. Kakinya ia langkahkan dengan perlahan, hingga bunyi sepatunya terdengar sangat

    jelas.

    Tokkk... Tokkk.. Tokkk..

    Ayra mulai waspada, dia mengepalkan kedua tangannya dengan keras, memiringkan

    posisi badannya agar dapat memberinya ruang yang sedikit luas, melebarkan jarak kedua

    kakinya untuk membentuk kuda-kuda yang kokoh. Posisi tubuh seperti itu terjadi ketika dia

    merasa dalam bahaya, posisi yang menandakan bahwa ia siap untuk bertarung,

    pengalamannya mengikuti kegiatan ekstrakulikuler bela diri selama 3 tahun ketika masih

    mengenakan seragam putih biru membuatnya tidak takut akan apapun. Karena hal itulah,

    semua kakak kelasnya sewaktu SMA tidak ada yang berani mengganggunya, bahkan ketika

    ia menjadi seorang mahasiswi, tidak seorang senior dari fakultasnya memerintah,

    membentak, atau mengerjainya. Mereka mengetahui bahwa Ayra adalah seorang alumni

    siswa yang selalu meraih juara dalam setiap pertandingan bela diri yang ia ikuti selama

    berstatus sebagai murid SMP. Meski selama menjadi siswa SMA, Ayra tidak pernah

    memperlihatkan kemampuan bela dirinya, bukan berarti ia melupakan semua apa yang ia

    pelajari ketika SMP dulu.

    Pria itu telah berdiri tepat di hadapannya, Ayra memasang tatapan uniknya lagi,

    sedangkan pria itu hanya tersenyum nakal melihat tingkah lakunya yang telah dalam posisi

    waspada. Sejujurnya pria itu tidak berniat untuk melakukan sesuatu terhadap Ayra, ia hanya

    ingin membuat Ayra terkejut dan ketakutan.

  • Something Happen to My Heart | 29

    Tapi tatapan Ayra mengisyaratkan bahwa ia tidak takut sama sekali. Pria itu menjadi

    gemes melihat tatapan Ayra. Matanya lalu berahli pada bentuk wajah Ayra, kebiasannya yang

    selalu memperhatikan sesuatu dengan detail mendorongnya untuk memperhatikan bentuk

    wajah gadis tersebut. Dimulai dari bentuk matanya, alis, hidung, pipi dan terakhir adalah

    pipinya. Spontan pria itu mulai mengomentari.

    Kau terlihat lebih manis, kalau pipimu menjadi tembem, kata pria itu.

    Ayra mengerutkan keningnya. Ia merasa heran mendengar komentar pria tersebut.

    Kalau pipi aku tembem? ucapnya dalam hati. Sebuah nada musik Jepang terdengar samar

    di telinganya, ia menyadari kalau hp-nya tengah berdering. Pria itu juga ikut menyadarinya,

    ia mundur beberapa langkah untuk memberi ruang pada Ayra mengambil hp-nya.

    Ayra menatapnya layar hp-nya. Nama Nino tertera di sana, ia lalu memencet tombol

    hijau kemudian mendekatkan hp tersebut pada telinganya. Tiba-tiba...

    Tirta?... panggil seseorang. Ayra dan Tirta menoleh bersama-sama.

    Ohhh.. Hai Kak, apa kabar? Sapa pria yang bernama Tirta.

    Ayra melirik pria di depannya. Jadi namanya Tirta? pikirnya. Ia sama sekali tidak

    menghiraukan telpon dari Nino.

    Baik, kamu sendiri? tanya cowok tadi.

    Baik, kak Seto mau ke kampus? tanya Tirta balik.

    Ini kesempatanku, pikir Ayra lagi, lalu membiarkan kedua pria itu tetap mengobrol.

    Tadi aku sudah dari sana. Kamu ngapain disini? Seto bertanya lagi.

    Ngapain? Ahh... iya... aku sedang memberi pelajaran gadis ini, jawabnya sambil

    mengarahkan jari jempolnya ke belakang menunjuk sesuatu.

    Maksudmu, gadis yang sedang berlari itu? Seto menunjuk gadis yang dimaksud.

    Apa? Tirta membalikkan badan dan mendapati gadis tadi sudah menghilang.

    Sial... dia kabur, pikirnya. Matanya kemudian tertuju pada sebuah buku usang di atas

    lantai. Tirta memungut buku tersebut lalu meniup debu yang menempel pada sampulnya.

  • Something Happen to My Heart | 30

    Sebaris huruf besar membentuk sebuah kalimat yang merupakan judul buku tersebut. Objek

    wisata Kota Parepare.

    Parepare...? bisik Tirta, kedua alisnya terangkat.

    Sudah lebih dari sepuluh menit Nino menunggunya. Tapi gadis itu belum juga keluar,

    ia mengeluarkan bungkusan rokok dari saku celananya, mengambil sebatang lalu mulai

    menyulutkan api pada rokok tersebut. Matanya kemudian tertuju pada gadis berambut

    panjang, gadis itu mengenakan baju kaos putih dibalut oleh jaket berukuran besar dari

    tubuhnya berwarna coklat, memakai celana jins hitam sambil menahan tudung kepala jaket

    yang ia kenakan di kepalanya. Gadis itu berjalan dengan tergesa-gesa seakan menghindari

    sesuatu.

    Nino segera mematikan rokok yang telah terbakar oleh korek api. Buru-buru ia

    menyembunyikan rokok tersebut, berharap gadis itu tidak melihatnya, wajar saja ia

    menyembunyikannya, Gadis itu benci dengan semua hal yang berhubungan rokok.

    Kok lama? tanya Nino pada gadis itu.

    Aku lagi menyelesaikan tugas kuliah, ditambah tadii... Ia berhenti berbicara.

    Ingatannya kembali pada pria di perpustakaan tadi.

    Tadi kenapa? tanya Nino lagi.

    Nggak apa-apa, tumben kamu cepat datang? Biasanya aku yang nunggu, ucapnya

    sambil duduk di atas motor.

    Kebetulan ada temen aku yang mau kesini juga di waktu yang sama aku jemput

    kamu, jadi sekalian juga kan aku antar dia terus nunggu kamu keluar, jawabnya. Nino

    kemudian melirik gadis yang tengah duduk di belakangnya, untuk beberapa saat ia terdiam

    menunggu gadis itu melakukan sesuatu yang ia harapkan. Tapi, sepertinya hal itu tak akan

    terjadi.

    Ayra? Panggilnya.

    Mmm?

  • Something Happen to My Heart | 31

    Kamu tidak melupakan sesuatu? tanya Nino. Ayra mengangkat alisnya sebelah,

    mencoba mengingat-ingat apakah ada sesuatu yang ia lupa, dia membuka tas memeriksa

    barangnya. Nggak ada tuh, memangnya kenapa? tanya Ayra balik.

    Nino mendesah pelan kemudian menggelengkan kepalanya. Ohhh.. nggak papa.

    Sejujurnya bukan itu yang Nino harapkan, ia masih menunggu Ayra menggerakkan

    tangannya lalu melingkarkan kedua tangannya dengan erat di pinggang Nino, tapi pada

    kenyataannya, kedua tangan Ayra memegang erat tas yang ia bawa. Nino kemudian

    menyalakan motornya, memegang stir motor dengan kuat. Matanya lalu menatap ke bawah,

    kedua tangan itu tetap tidak di sana, tidak satu pun tangan itu memeluk pinggangnya. Nino

    mendesah lagi kemudian membawa motornya meninggalkan perpustakaan.

  • Something Happen to My Heart | 32

    Situ Patengan

    Mereka berdua sebenarnya merasakan hal yang sama, tapi sayangnya tidak seorang

    dari mereka yang berani mengunggkapkannya. Si gadis hanya sabar menunggu hingga pria

    itu mengutarakan isi hatinya, sedangkan si pria merasa ragu mengatakan yang sebenarnya.

    Selama ini mereka berdua menjalin ikatan sahabat semenjak kecil dan mereka tidak ingin

    merusak hubungan tersebut dikarenakan rasa sayang mereka sebagai seorang sahabat

    berubah menjadi rasa sayang seorang pria kepada seorang wanita dan sebaliknya. Hingga

    akhirnya, mereka terus memendam perasaan mereka, siapa sangka apa yang akan terjadi

    selanjutnya. Sebuah takdir telah menentukan nasib mereka.

    Ayra menghentikan jari-jemarinya yang sedang menari di atas papan keyboard,

    otaknya mulai berpikir untuk merangkai kalimat dan menuangkannya dalam cerita. Seperti

    biasa, Ayra akan banyak menghabiskan waktunya di depan laptop jika ia tidak sedang

    melakukan apapun. Ia lebih suka menuangkan segala ide dan imajinasinya dalam sebuah

    cerita dibanding melakukan kegiatan yang biasa dilakukan para remaja untuk bersenang-

    senang.

    Rrrrtttt....

    Rrrrtttt....

    Getaran hp di dekat keyboard membuyarkan imajinasinya, sebuah nomor tidak

    dikenal terpampang dilayarnya. Ayra menekan tombol hijau lalu mendekatkan hp pada

    telinganya.

    Halo, sapa Ayra

    Halo, selamat sore, sapa orang tersebut.

    Sore.

    Ini betul dengan Ayra Chrysantiana? tanya orang itu.

    Iya.. ini siapa yahh?

  • Something Happen to My Heart | 33

    Saya Benny, salah satu penyunting di Cinta penerbit, beberapa hari lalu saya

    menemukan blog anda yang berisi kumpulan kata dan kalimat indah, selain itu saya juga

    menemukan beberapa naskah novel yang dapat diunduh dan menurut saya ceritanya sangat

    menarik.

    Lalu?

    Awalnya saya mempertimbangkan beberapa hal, termasuk nama anda yang sama

    sekali belum dikenal oleh banyak orang tapi, satu hal yang membuat saya lumayan terkesan

    adalah ternyata naskah novel yang ada di dalam blog anda banyak yang mendownload serta

    memberi komentar yang bagus dan menyenangkan. Jika anda mau, saya ingin menerbitkan

    beberapa naskah yang ada di blog tersebut, jelasnya. Mata Ayra membesar, untuk beberapa

    detik dia diam terpaku, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

    Halo.. Ayra? Mba Ayra? panggil Benny.

    Ahh.... I-iyya... jawabnya.

    Bagaimana... anda tertarik?

    Tunggu dulu, maksud anda.... penerbit Cinta ingin menerbitkan naskah novel saya

    menjadi sebuah buku?

    Iya... itupun jika anda tertarik dengan tawaran kami.

    Tentu... tentu saja, saya sangat tertarik.

    Kalau begitu datanglah minggu depan ke kantor pukul dua siang! saya akan

    mengirim alamat lengkapnya ke email anda, lalu kita akan membahasnya lebih lanjut.

    Baik.. saya akan datang! seulas senyum terukir di wajahnya.

    Ayra memegang dadanya, dia dapat merasakan jantungnya berdegup kencang, ia lalu

    menepuk pipinya untuk meyakinkan dirinya bahwa saat ini ia tidak sedang bermimpi. Selama

    ini ia tidak berpikir atau mengharapkan jika novel hasil karyanya akan diterbitkan, karena ia

    merasa bahwa dirinya masih banyak kekurangan dalam hal menulis.

    Menulis adalah salah satu hobinya, ia mulai suka menulis sejak duduk dibangku SD,

    menuangkan semua imajinasinya dalam sebuah tulisan, melihat semua imajinasi yang

    tergambar di otaknya tertera dalam sebuah tulisan membuatnya senang. Baginya menulis

  • Something Happen to My Heart | 34

    adalah tempatnya untuk menghilangkan segala beban yang ada di hatinya, menjadikan

    menulis sebagai tempat untuk menghasilkan uang bukanlah tujuan utamanya, melihat orang-

    orang membaca karyanya merupakan suatu kebanggaan tersendiri baginya.

    Ayra meloncat kegirangan, tersenyum bahagia layaknya seseorang yang telah

    memenangkan sebuah lotre besar. Pintu kamarnya terbuka, seseorang sedang mengintip di

    luar sana, melihat tingkah laku Ayra yang aneh menurutnya. Ia lalu masuk mendekati Ayra,

    menghentikan kelakukan gadis itu.

    Kamu nggak papa, kan? tanya Arga sambil meletakkan tangannya di kening Ayra.

    Kak Arga ngapain sih? tanya Ayra heran.

    Aku lagi memeriksa, jangan-jangan kamu sudah gila?

    Apaaaa? pekiknya

    Oiii.. suara lo nyakitin telinga gue. Arga menutup telinganya

    Apa coba maksudnya kak Arga ngatain aku sudah gila?

    Abis kelakuan kamu kayak gitu, kamu kenapa sih?

    Ayra tersenyum lagi, kali ini ia tersenyum lebar menampakkan deretan giginya.

    Tuhhh... kan, kamu senyum-senyum lagi, tahu nggak... kalau kamu senyum kayak gitu

    terlihat menakutkan, kata Arga

    Biarin, hari ini aku senang banget, mungkin hari ini hari keberuntunganku.

    Alasannya?

    Novel aku mau diterbitin jadi sebuah buku, yeee... yeee.. ucapnya kegirangan.

    Masa? Penerbitnya darimana?

    Dari Cinta, aku nggak nyangka novel aku akan segera menjadi buku. Senyum Ayra

    makin melebar.

    Ohhh.. selamat deh, ucap Arga dengan ekspresi datar, ia lalu membalikkan

    badannya berjalan menuju pintu.

    Kak Arga... panggil Ayra.

  • Something Happen to My Heart | 35

    Apa? Arga membalikan badan.

    Kak Arga kok gitu sih?

    Memangnya aku harus bagaimana? Loncat kegirangan kayak orang gila seperti

    kamu.

    Ayra memanyunkan bibirnya. Nggak juga... paling tidak Kakak senang gitu, nggak

    masang ekspresi kayak tadi.

    Lahhh... Kakak senang kok, buktinya tadi Kakak kasih selamat.

    Bukan itu maksudnya, hmphhh... udah ahh... aku capek ngomong ama Kakak.

    Ya udah.... ohiya... besok kamu udah harus siap.

    Siap-siap ngapain?

    Besok, kita semua mau ke Situ Patengan.

    Tumben kita mau jalan-jalan, dalam rangka apa nih?

    Hmmm... kamu nggak ingat besok hari apa?

    Hari Sabtu kan?

    Arga mendesah, ternyata adiknya ini tidak mengingat apa-apa. Adikku sayang...

    besok tanggal berapa?

    15 Oktober, jawabnya masih tidak mengerti.

    Terusssssss?

    Terus apaan? Aku yang nanya kok Kak Arga yang balik naaaaa.... Ayra terkesiap,

    matanya membesar, mulutnya menganga.

    Kamu sudah lupa atau pura-pura lupa? Arga mulai kesal.

    Ya ampuunnn... Ayra menopok jidat. Besok kan... astaga... kenapa aku bisa lupa,

    ia mulai terlihat panik.

    Jangan bilang kamu lupa beneran.

  • Something Happen to My Heart | 36

    Hehehehehe...

    Malah nyengir lagi, kamu udah punya hadiah nggak? Ayra menggeleng. Dasar...

    apa sih yang kamu ingat? Jadi besok kamu nggak punya hadiah untuk dikasih ama mereka?

    Ayra menggeleng lagi.

    Dasar dodol, Arga menepok jidatnya.

    Tapi nggak pake tepok jidat ku kali. Ayra mulai protes sambil mengelus jidatnya.

    Aku heran kenapa bisa punya adik kayak kamu, terserah deh kamu bagaimana, besok

    kita akan berangkat dan siapkan satu atau dua pasang baju juga, kayaknya om Hari dan tante

    Ria akan nginap.

    Hahh... nginap? Di Situ Patengan?

    Nggak tau... kalau nggak salah temannya om Hari sudah menyewa sebuah vila, tapi

    aku nggak tau daerah mana, jelas Arga sambil berjalan meninggalkan Ayra sendiri.

    Apaan tuh, main pergi aja. Aku kan belum selesai ngomong. Dasar... keluhnya.

    Minggu 15 Oktober pukul 15:30 WIB, sebuah mobil suzuki APV merah berjalan

    dengan kecepatan normal, Seorang pria berumur 39 tahun tengah mengemudikan mobil

    dengan santai, di sampingnya duduk seorang wanita yang tidak berbeda jauh dari umurnya.

    Di belakangnya, duduk 2 orang wanita muda yang tengah mengambil gambar di dalam

    mobil, wanita pertama mengenakan baju berwarna biru tua berbahan halus yang dihiasi oleh

    renda di sekitar kerah dan lengan bajunya, ia juga mengenakan rok hingga bawah lutut yang

    sepadan dengan warna bajunya. Sedangkan gadis kedua hanya mengenakan baju kaos abu-

    abu yang ditutupi oleh cardigen hitam dan celana yang ia gunakan hanya celana jins berwarna

    hitam, rambutnya ia kucir dan memberi poni pada dahinya, kedua wanita itu tersenyum indah

    di depan kamera.

    Ra.... wajah kamu kok terlihat lebih muda sih dibanding aku. ucapnya

    mengomentari gambar yang berhasil dia ambil.

    Berarti wajah lo memang terlihat tua... hehehe... ejeknya.

  • Something Happen to My Heart | 37

    Enak aja, aku baru 18 tahun, masa udah tua... mungkin... karena kamu memakai

    poni, jadi terlihat muda kayak gini, ujarnya.

    Masa cuman karena poni, nggak ada hubungannya kali.

    Ehhh.. ada tauuu... model rambut bisa membuat bentuk dan aura wajah orang

    berbeda, kamu terlihat seperti anak kecil kalau memakai poni.

    Oiya.. kamu tau kita mau keluar jalan-jalan darimana? om Hari menyela

    pembicaraan mereka berdua.

    Om Hari bertanya sama aku? tanya Vera.

    Iyya... siapa lagi.

    Bener tuhh... elo tau darimana? Ayra ikut bertanya.

    Vera memasang tampang bingung. Bukannya elo yang nyuruh kak Arga nelpon gue

    untuk ikut ke Situ Patengan?

    Hahhh... gue? Perasaan gue nggak permmmm...phhmm...mmmmm... Arga

    membekap mulutnya dari kursi paling belakang.

    Nggak usah peduliin dia, Ver! Ayra sudah mulai agak pikun, kata Arga yang masih

    membekap mulut adiknya. Vera mengerjap melihat tingkah laku kakak adik itu.

    Ayra meletot pada Arga. Lemmmphhaaaasiin! perintahnya.

    Apa? tanya Arga yang tidak mengerti. Ayra lalu menunjuk tangan Arga yang masih

    menempel pada mulutnya. Ohhh... tangannya aku lepasin? Ayra mengangguk cepat.

    Haahhhh... hahhhh... Kak Arga kelewatan, aku nggak bisa bernafas, ucap Ayra

    mengatur nafasnya.

    Anuu... elo tadi mau bilang apa, Ra? tanya Vera disela pembicaraan mereka.

    Hehhh? Ayra lalu melirik Arga. Kakaknya itu memasang ekspresi yang seakan

    dapat dimengerti oleh adiknya. Ayra tersenyum melihat ekspresi itu. Hemmm... gue mau

    bilang kalau gue merasa nggak pernah ngajak kamu, tapi kak Arga benar... Aku kayaknya

    lupa deh.

  • Something Happen to My Heart | 38

    Ohhh... pantas aja kalian semua pada terkejut ketika aku muncul tiba-tiba di balik

    pagar lalu menghadang mobil kalian yang udah mau berangkat dan bilang aku mau ikut.

    Hehehe.. iya, aku cukup terkejut juga liat kamu tadi, kata Ayra. Dasar kak Arga,

    ini pasti kerjaan dia, memakai nama gue untuk ngajak Vera... pikirnya.

    Oiya Om, memangnya jarak antara Situ Patengan dan Bandung kira-kira berapa

    kilometer? tanya Vera.

    Hummm... kira-kira 47 km, jawab Arga.

    Ng? om Hari yang ditanya, malah dia yang jawab, ucap Ayra dalam hati

    Di sana ada apa aja, kak? tanya Vera pada Arga

    Elo nggak pernah ke sana, Ver? tanya Ayra.

    Nggak, makanya gue seneng banget waktu tau elo ngajak gue dari kak Arga.

    Yang ngajak bukan gue, Ver, ucap Ayra dalam hati.

    Kalau gitu kamu nggak bakalan nyesel kesana, di Situ Patengan itu banyak objek

    wisata yang dapat dinikmati, kata Arga.

    Ada apa aja, kak? tanya Vera antusias.

    Arga tersenyum melihat Vera yang sepertinya akan tertarik mendengar semua

    ceritanya. Situ Patengan memiliki luas mencapai sekitar 60 Ha dan keindahan di sekitarnya,

    seperti area perkebunan teh Rancabali yang menghampar luas sertas kawasan hutan pinus

    cagar alam Patengan yang asri dan sejuk. di Kecamatan Rancabali sekitar 47 km selatan Kota

    Bandung terdapat sebuah kawasan sejuk dikelilingi kebun teh Rancabali yang bernama

    Danau Patengan. Kita dapat menikmati keindahan panorama alam di sekeliling danau dengan

    speed boat, perahu dayung warna-warni, sepeda air, dan genjot bebek yang disewakan. Di

    sekitar Situ Patengan, terdapat jajaran kios pedagang yang menyediakan jajanan khas

    Ciwidey seperti strawbery dan terdapat berbagai fasilitas lainnya seperti area parkir, mushola,

    MCK dan rumah makan, Arga menjelaskan dengan sangat antusias.

    Sepertinya seru, Ra.. nanti kita naik perahu keliling pulau yukk! ajak Vera, Ayra

    hanya mengangguk.

  • Something Happen to My Heart | 39

    Huhhh.. Gue yang ngajak, gue yang cerita, malah orang lain diajak, gerutu Arga

    dalam hati.

    Ra, elo kok cuman ngajak gue, Nino nggak lo ajak? tanya Vera.

    Hehhh.... gue... gue.. sama sekali nggak kepikiran pengen ngajak Nino.

    Ngapain juga kita ajak dia, laki-laki seperti itu nggak pantas diajak? kata Arga

    Maksud kamu, Nino bukan laki-laki baik? tanya om Hari.

    Dia baik kok Om, cuman nggak bener. jawab Arga.

    Om tambah tidak mengerti, letak perbedaanya dimana?

    Nino baik... dia selalu berperilaku baik dan sopan sama siapa saja, tapi yang nggak

    bener itu pikirannya, jelas Arga.

    Kak Arga jangan menilai orang lain dengan buruk kalau Kakak nggak mengenal

    orang itu dengan baik, Ayra angkat bicara.

    Jadi ceritanya kamu ngebelain Nino?

    Nggak... tapi aku semacam nggak seneng aja Kakak ngejelekin dia, bagaimana pun

    dia pa....

    Pacar kamu? Arga memotong. Lalu kenapa selama ini kamu menghindar? Arga

    memotong lagi. Kalau kamu memang peduli..... seharusnya kamu ngajak dia ikut ama kita,

    dia kan pacar kamu.

    Ayra tidak sanggup berbicara, kalimat Arga membuatnya diam membisu. Nino

    memang kekasihnya, kekasih yang menyayanginya, kekasih yang selalu berusaha

    membuatnya senang. Tapi dia juga mengakui bahwa selama ini berusaha ia menghindar dari

    pria itu, pria yang telah setengah tahun lebih menjadi kekasihnya.

    Kalian... kita sedang liburan, liburan kali ini menyangkut Om dan Tante, liburan

    keluarga kita setelah sekian lama, jadi masalah pribadi jangan di bawa ke dalam liburan, om

    Hari mencoba mencairkan suasana.

    Ayra menghela napas, dibukanya jendela mobil, membiarkan udara masuk dan

    membiarkan angin menyentuh kulitnya, perlahan rasa ngantuk mulai menguasainya.

  • Something Happen to My Heart | 40

    Berdebat dengan Arga hanya karena Nino menguras sedikit tenaganya, ditambah semalam

    dia hanya tertidur selama 5 jam, lengkaplah sudah... rasa lelah dan ngantuk menguasainya.

    Dan beberapa saat kemudian, mata bulat itu mulai menutup secara pelan dan mengantarnya

    ke alam mimpi.

    Ayra... Ayra.. sebuah suara lembut terdengar ditelinganya.

    Ayra.... bangun! ini sudah sore sayang, suara itu terdengar lagi.

    Ayra membuka matanya perlahan, seorang wanita paruh baya tengah tersenyum

    menatapnya, wanita itu baru saja selesai mandi, bau wangi sabun tercium dari tubuhnya. Ayra

    menguap selebar-lebarnya, berusaha mengumpulkan sebagian nyawanya yang masih

    tertinggal di alam mimpi.

    Ehhhh... anak gadis tidak boleh menguap lebar-lebar kayak gitu. Macilaka tauwwe

    makkada Indo1 (nenek bilang orang bisa sial), ia mulai berbicara bahasa daerah.

    Tante... idi tu sahh, mattepe mopi sibawa makkoro? (Tante itu... masih percaya dengan

    hal seperti itu?), Ayra mengikuti cara berbicara tante Ria.

    Dari dulu Indo selalu ajarkan kita hal yang sangat dipercaya oleh nenek moyang

    kita dahulu, ibu kamu tidak pernah bilang begitu?

    Bukan tidak pernah, selalu... ibu selalu mengingatkanku dengan berbagai macam hal

    seperti itu, ini semua karena ajarannya Indo yang masih percaya dengan hal begitu.

    Puadanna tomatoae, angkelinga terrui! apana tomatoae melomi okko mancaji tau makanja

    anana, mu pahannni? (perkataan orang tua, harus kamu dengar terus! Karena orang tua hanya

    ingin anaknya menjadi orang baik, kamu paham?).

    Iyee... upahanni? (Iya, aku paham), tante Ria tersenyum hangat, dia merasa senang,

    ternyata keponakannya masih mengingat bahasa daerahnya, sejak kecil Ayra tinggal di

    Bandung tapi, justru tidak membuat dia lupa akan bahasa asli kota kelahirannya.

    Ya sudah, kamu keluar dari mobil sekarang, cuci muka dan ganti pakaian kamu,

    perintah tante Ria.

    1 Indo = panggilan ibu dalam bahasa bugis tapi biasa juga indo digunakan untuk panggilan nenek.

  • Something Happen to My Heart | 41

    Aku pasti tertidur cukup lama, kenapa Tante nggak bangunin aku?

    Gimana mau bangunin, kamunya tidur nyenyak kayak gitu.

    Ohehehe... terus, yang lain mana?

    Semuanya ada di dalam.

    Ayra merapikan bajunya yang kusut, ia melangkahkan kakinya keluar dari mobil lalu

    memandang sebuah bangunan yang lumayan besar dan luas tepat di depannya. Ini dimana

    Tante? tanyanya.

    Di vila daerah Walini, jawab tante Ria.

    Kita akan nginap di sini? tante Ria mengangguk. Harga sewanya berapa? tanya

    Ayra lagi.

    Tante kurang tau, yang bayar bukan Om kamu.

    Lalu?

    Salah satu teman sesama arsitek Om kamu sedang mengambil liburan bersama

    putranya, namanya pak Jaya dan sungguh sangat kebetulan ia mengetahui hari special Om

    dan Tante hari ini, jadi pak Jaya mengundang kita nginap di vila yang ia sewa ini, jelasnya.

    Ohhh... berarti kita beruntung banget yah, hehehe... Ayra nyengir lebar. Jadi kita

    nggak jadi ke Situ patengan? tanya Ayra lagi.

    Besok pagi, lebih baik kamu masuk dulu!

    Ayra melangkahkan kakinya memasuki vila tersebut, melangkah menuju ke ruang

    keluarga yang cukup besar, om Hari terlihat duduk dengan seorang pria yang berusia lebih

    tua darinya, mereka berdua sedang duduk santai sambil menikmati secangkir kopi hangat di

    ruangan tersebut. Mungkin pria ini yang bernama pak Jaya, pikir Ayra. Ia hanya

    memasang senyum kecil memandang mereka berdua lalu melanjutkan langkahnya menuju

    kamar.

    Ayra berhenti di depan pintu kamar, dia hanya berdiri di sana tanpa membuka pintu

    dan melangkahkan kakinya untuk masuk, ia terlihat agak bingung. Di depannya terdapat tiga

    pintu kamar, sepertinya ia mulai ragu untuk memasuki pintu kamar yang mana, ia lalu

  • Something Happen to My Heart | 42

    memutar badannya, berjalan kembali menuju ke ruang keluarga dan mendapati Om dan

    tantenya tengah berbincang dengan pria penyewa vila ini.

    Ayra membatalkan niatnya untuk bertanya kepada tante Ria perihal letak kamarnya,

    melihat tante Ria tengah asyik ngobrol di ruang keluarga. Ia kembali menuju pintu kamar

    tersebut, dengan posisi yang sama, ia masih berdiri di sana, agak ragu untuk membuka pintu

    yang mana. Mula-mula ia berjalan ke arah timur, mencoba membuka pintu yang terletak di

    ujung sana, di dalamnya terlihat kosong, di sana hanya terlihat sebuah kasur besar, sebuah

    lemari, serta sebuah meja dan kursi yang terletak rapi di dalam kamar tersebut. Ia juga

    melihat sebuah tas ransel besar yang di taruh di atas kasur, butuh waktu beberapa detik Ayra

    mengenali tas itu.

    Tasnya kak Arga, ucapnya.

    Ia lalu menutup pintu kamar itu, melangkahkan kaki ke arah barat menuju kamar yang

    berada di ujung sana dan melewati kamar yang terletak di tengah. Samar-samar ia mendengar

    suara seseorang yang sedang bersenandung kecil, suaranya tidak begitu jelas di dalam sana.

    Apa di dalam ada orang? sepertinya begitu, tapi mungkin saja itu Vera, Ayra

    menggerutu sendiri.

    Dengan gerakan yang cepat tanpa ragu, Ayra membuka pintu kamar tersebut. Dan....

    Aaargghhhhhh..... suara pekikan seorang gadis serta suara teriakan agak serak dan

    lantang terdengar memenuhi seluruh isi vila itu. Kedua suara itu terdengar secara bersamaan,

    membuat seluruh penghuni vila tersentak kaget lalu berlari ke arah sumber teriakan tersebut.

    Ayra terlihat membalikkan badannya membelakangi pintu kamar sambil menutup

    kedua matanya dengan tangannya, dia terlihat shock dengan apa yang baru saja ia lihat.

    Sedangkan penghuni kamar tersebut masih saja berdiri menatapnya dengan tatapan heran,

    terkejut dan kebingungan.

    Tante Ria segera menghampiri keponakannya. Ayra.. kamu kenapa? tanyanya

    dengan gelisah. Ayra hanya menggelengkan kepala dengan cepat.

    Om Hari, Arga, Vera dan seorang pria berusia empat puluhan datang menghampirinya

    secara bersamaan. Mereka lalu memasang tampang bingung seakan ada sebuah tanda tanya

    yang terletak di atas kepala mereka masing-masing.

  • Something Happen to My Heart | 43

    Ayra, kamu kenapa sih? tanya Arga kemudian. Ayra mulai mengumamkan sesuatu.

    Ra, lo kenapa? Vera ikutan bertanya.

    Kamu itu sebenarnya kenapa? om Hari ikutan juga.

    Ayra pelan-pelan membuka kedua tangannya, matanya terbelalak lebar, dadanya naik

    turun dengan cepat, seakan seperti seseorang yang kelelahan habis berlari dengan cepat. Dia

    rupanya masih shock dengan kejadian tadi, kesadarannya belum kembali.

    Astaga... astaga... astaga... Ayra masih menggumamkan kalimat tersebut. Tante Ria

    mulai khawatir melihat keadaaan keponakannya yang seakan telah melihat hantu.

    Ayra, kamu kenapa sayang? nada khawatir tante Ria terdengar jelas. Ayra, ini

    Tante... kamu kenapa? Jangan bikin khawatir kayak gitu, Ayra menatap tante Ria perlahan.

    Lalu menatap satu persatu orang-orang yang berdiri di depannya.

    Matanya lalu berhenti pada Vera. Ia mendekati Vera, memegang kedua pundaknya

    lalu, Astaga Ver.... astaga... ucap Ayra sambil menatap Vera dengan mata meloto.

    Ra, lo kenapa sih? Astaga kenapa? Vera mulai penasaran.

    TIRTA.... apa yang kamu lakukan? Cepat pakai handuk kamu! tegur pak Jaya.

    Semua merasa terkejut mendengar bentakan pria tadi, mereka lalu mengalihkan

    pandangannya pada seseorang yang masih berdiri dengan tatapan heran dan hanya

    menggunakan selembar celana dalam. Laki-laki yang dipanggil Tirta itu mulai sadar dari

    keterheranannya, ia mengangguk cepat mengiyakan perintah pria yang telah menegurnya,

    kemudian memungut handuk coklat yang terletak di atas lantai.

    Astaga, Ra... Vera mulai mengerti. Jangan-jangan kamu....

    Ayra menutup matanya, memeluk Vera dengan cepat lalu membisikkan sesuatu. Gue

    nggak mau membahas hal ini, Ver, ucapnya.

    Vera tertawa geli, dia betul-betul mengerti dengan apa yang terjadi. Arga yang

    melihat ekspresi Vera lalu berahli memandang pria yang mengenakan handuk di dalam sana,

    Arga mulai ikut tertawa, awalnya dia hanya tertawa kecil, tapi tiba-tiba suaranya mulai

    mengeras.

  • Something Happen to My Heart | 44

    HUAHAHAHA.......

    Tawa Arga mengejutkan semua orang. Vera menatap Arga dengan heran kemudian ia

    tersenyum.

    Sepertinya kak Arga juga mengerti, bisik Vera pada Ayra.

    Semua orang mulai tertawa, dimulai dari om Hari, berlanjut ke tante Ria, lalu pak

    Jaya, semuanya tertawa seakan telah mengerti, tawa Arga yang terdengar sangat keras,

    sedangkan laki-laki di dalam sana hanya tersenyum kecut, masih dengan selembar handuk

    yang ia gunakan.

    Ayra mendengus kesal. Ini bukan lelucon, bawa gue ke kamar sekarang! bisiknya

    pada Vera.

    Malam telah tiba. Bau ayam panggang tercium hingga ke dalam vila, asapnya makin

    lama makin banyak, tampak om Hari mengenakan celemek hijau sedang mengibaskan kipas

    ke arah kiri dan kanan sambil berdiri di belakang panggangan tersebut, tante Ria tengah

    menyiapkan hidangan di atas meja panjang yang telah diberi taplak biru, dan Pak Jaya sedang

    membuat bumbu untuk ayam panggang. Dua orang pria muda keluar dari vila tengah

    mengangkat kursi dan menaruh kursi itu mengelili meja panjang yang telah dipenuhi oleh

    berbagai macam makanan.

    Sepertinya hanya Tante yang perempuan disini, para gadis kita kemana? tanya

    wanita itu.

    Mereka mungkin masih menatap diri di depan cermin, dasar perempuan, jawab

    Arga.

    Heii... kita para pria tidak bakal bisa hidup dengan wanita yang tidak pandai merawat

    dan menghiasi dirinya, bukan begitu pak Hari? tanya Pria tersebut.

    Betul sekali pak Jaya, andai saja istri saya ini tidak pandai dalam hal seperti itu,

    mungkin saya sudah mencari.... ucap om Hari.

  • Something Happen to My Heart | 45

    Apa? cari apa? ohh... jadi ceritanya Papa suka sama Mama karena fisik dan rupa

    Mama gitu, tante Ria memotong kalimat om Hari sambil menaruh tangan di kedua

    pinggangnya.

    Heh.. bukan, bukan begitu Ma... fisik dan rupa Mama itu nomer dua bagi Papa,

    lagipula yang penting bukan itu, Papa sayang Mama karena kebaikan hati Mama, om Hari

    mulai merayu istrinya.

    Jangan percaya Tante, mulut laki-laki seperti buaya. Vera tiba-tiba keluar dari

    dalam vila, ia mengenakan sebuah dress panjang berwarna nila, memakai sepatu balet

    berwarna putih dan menghiasi rambutnya dengan pita yang warnanya sepadan dengan warna

    sepatunya, ia membiarkan rambutnya tergerai panjang. Arga sedikit terperangah melihat

    penampilan gadis tersebut, bagaimana tidak? Ia tidak pernah melihat Vera dalam balutan kain

    yang membuatnya terlihat anggun. Selama ini ia memang sering melihat Vera menggunakan

    pakaian yang girly, baju yang berwarna cerah dengan style yang modern lengkap dengan rok

    dibawah lutut dan sepasang sepatu balet yang sangat sesuai dengan gaya bajunya. Vera

    memang pandai mendandani dirinya dengan menyesuaikan gaya berpakaiannya dan tempat-

    tempat yang akan dia kunjungi.

    Oi... lo nggak usah menatap dia kayak gitu, bisik laki-laki di samping Arga sambil

    menyikut lengannya.

    Arga tersadar akan tingkah lakunya. Dasar, lo sempat-sempatnya merhatiin gue,

    bisik Arga pada laki-laki tersebut.

    Ya iyalah, lo terperangah kayak gitu, biasa aja kali, elo kayak baru liat cewek aja.

    Sumpah, gue nggak pernah liat seperti ini, Arga menggelengkan kepalanya,

    matanya tetap tertuju pada Vera.

    Tirta, di dalam dapur tepatnya di lemari atas kompor, Tante liat ada kecap, Tante

    minta tolong kamu ngambilin kecapnya yah! tante Ria memotong pembicaraan mereka

    berdua.

    Tirta menganggukkan kepalanya, lalu berlari memasuki vila, tepat di ruang keluarga,

    ia tidak menyadari bahwa seseorang tengah berlari kecil di depannya dan tiba-tiba...

    BRUKK...

  • Something Happen to My Heart | 46

    Adduuhhh....... rintih gadis itu.

    Tirta terhentak, matanya tertuju pada gadis yang sedang duduk tersungkur di

    hadapannya, ia menatap gadis itu dengan seksama. Rambut, bentuk tubuh dan suara rintihan

    itu begitu ia kenal. Mulutnya terbuka sedikit, matanya mulai terbelalak, seakan tidak percaya

    dengan apa yang terjadi. Kali ini dia yang melakukannya, biasanya ia yang ditabrak oleh

    gadis ini, tapi sekarang malah kebalikannya.

    Sial, ternyata betul, tidak salah lagi, dia gadis itu, gerutu Tirta dalam hati.

    Ahhh... peddi pa, aduhh... bori ku. Asshhh... manengka ma peddi ladde? (sakitnya,

    aduhh... pantantku, Asshhh... kenapa terasa sakit sekali?), keluh gadis itu.

    Tirta menatap gadis di depannya, menatapnya dengan heran, gadis itu mengeluarkan

    bahasa yang tidak dimengertinya. Ia bahkan melupakan rasa sakit di lengannya yang

    menghantam dinding akibat bertabrakan dengan gadis ini. Gadis itu mengangkat kepalanya

    menatap pria yang baru saja menabraknya. Matanya membulat besar, ia mengenali pria ini.

    Kau... Ayra menunjuk pria tersebut lalu perlahan berdiri sambil menatap pria itu.

    Bahasa apaan tuh? tanya Tirta tidak mempedulikan ekspresi wajah Ayra.

    Hahh... bahasa? tanya Ayra heran.

    Tadi kau bicara pake bahasa apa? Aku sama sekali nggak ngerti, kata Tirta masih

    penasaran dengan bahasa yang diucapkan Ayra.

    Ayra lalu teringat, tadi dia mengeluarkan bahasa ibunya, bahasa yang berasal dari

    tempat dia lahir, tapi dia mengucapkannya dalam keadaan tidak sadar, bahasa itu spontan

    keluar dari mulutnya. Aneh yah? tanya Ayra ragu.

    Apa? Tirta mengangkat alisnya sebelah.

    Bahasa itu terdengar aneh yah?

    Hehh... yah, sedikit.. tadi itu bahasa apa?

    Kamu nggak usah tahu, ucap Ayra menghindar. Sekarang kau punya utang maaf

    sama aku, wahai Kakak senior.

  • Something Happen to My Heart | 47

    Tirta terhenyak. Ternyata kau masih ingat padaku, ucapnya sambil tersenyum kecil.

    Tapi sayangnya yang punya utang maaf itu kau, bukan aku, ucapnya sambil melipat kedua

    tangannya di depan dada.

    Hahhh... jelas-jelas kau yang sudah nabrakku, kenapa malah aku yang utang maaf?

    Ayra mulai terlihat gusar.

    Hei... bukannya kamu yang mulai duluan, MASUK KE KAMAR ORANG TANPA

    IZIN, lalu.... apa perlu aku jelasin lagi kelanjutannya? Tirta mempertegas nada bicaranya.

    HAHHH.... Ayra terkejut bukan main, ia menaruh tangan kanannya menutupi

    mulutnya, lalu tangan kirinya ia taruh di atas dada. Ingatannya kembali berputar ke peristiwa

    tadi sore, peristiwa yang sangat memalukan. Melihat pemandangan seperti itu sungguh

    membuatnya shock berat, untung saja pria ini masih mengenakan celana dalam, bagaimana

    jika dia tidak mengenakan selembar pakaian pun dari balik handuknya. Ayra menggelengkan

    kepalanya, menghilangkan pikiran semacam itu dari otaknya.

    Kini ia tengah berhadapan dengan pria ini. Pria yang telah tiga kali ia tabrak, pria

    yang ia tindih di perpustakaan beberapa waktu lalu, pria yang telah ia lihat sebagian bentuk

    tubuhnya, pria yang menabraknya barusan. Tidak salah lagi, pria ini... dia bernama Tirta.

    Aaarggghh... kenapa ia baru mengingat nama itu? Padahal waktu di perpus, seseorang

    memanggilnya dengan nama Tirta. Tapi, kenapa pria ini bisa ada di sini?

    Kenapa? Heran? Kaget bertemu dengan ku disini? ucap Tirta yang seakan bisa

    membaca isi pikirannya.

    Kau... ke-ke-kenapa?..? tanya Ayra terbata.

    Tirta tersenyum menatap Ayra yang masih memasang ekspresi kagetnya. Dia

    sungguh sangat lucu, gadis ini betul-betul terlihat konyol, pikirnya.

    Aku anak penyewa vila ini, apa jawabanku menjawab pertanyaanmu? ucap Tirta

    kemudian

    Anak penyewa vila ini? Kamu anak pak Jaya teman om Hari? tanya Ayra, ia masih

    saja terlihat kaget.

    Yup dan kau belum minta maaf sama aku.

  • Something Happen to My Heart | 48

    Aku merasa nggak perlu minta maaf padamu, ucap Ayra mulai mengendalikan

    pikirannya.

    Kau bilang apa?

    Tadi baru saja kau menabrakku, kau membuat badan dan pantatku nyeri, jadi.. ku

    rasa kita impas.

    Tirta tersenyum sinis. Kau betul-betul gadis yang berani, wahai adik junior.

    Dan kau pria tersongong yang pernah ku temui, wahai Kakak senior, Ayra mulai

    membalas.

    Tirta betul-betul terasa tertantang dengan gadis di depannya, perlahan ia

    melangkahkan kakinya mendekati Ayra, kedua tangannya ia selipkan ke saku celananya,

    suara gesekan alas sandal dan lantai vila yang terbuat dari kayu terdengar jelas. Dia

    memasang senyum nakal dan tatapan mata yang tajam langsung menuju pada mata Ayra.

    Ayra menangkap tatapan itu, kali ini ia merasa betul-betul dalam bahaya. Posisi siaga

    mulai ia siapkan seperti sebelumnya ketika menghadapi pria ini di perpustakaan, berjaga-jaga

    jika pria di depannya ini ingin melakukan hal yang macam-macam. Tangannya ia kepalkan

    kuat-kuat, matanya berbalik menatap tajam mata Tirta yang terlihat menantangnya. Dia sama

    sekali tidak terlihat takut.

    Tirta telah berdiri di depannya, perlahan ia mendekatkan wajahnya pada Ayra,

    sedangkan Ayra bersiap ingin melayangkan tinjunya tepat di perut pria ini.

    Kalian sedang apa? tanya seseorang di belakang mereka

    Tirta dan Ayra kompak mengalihkan pandangan mereka, pak Jaya menatap mereka

    berdua dari belakang, pria itu mengenakan kemeja berwarna coklat, bagian lengan kemejanya

    telah digulung hingga batas siku. Tirta menjauhkan tubuhnya dari Ayra, ia baru seakan

    sadar di mana posisinya saat ini. Keadaan sama sekali tidak mendukung untuk membuat ia

    menantang gadis di depannya.

    Pak Jaya mendekati mereka berdua, matanya ia sipitkan, seakan curiga terhadap

    mereka berdua. Tirta, kamu sedang apa di sini? tanya pak Jaya lagi.

    Nggak, nggak lagi ngapai-ngapain, jawab Tirta.

  • Something Happen to My Heart | 49

    Kalau nggak lagi ngapa-ngapain, terus kenapa kalian berdua ada di sini? Bukannya

    tadi kamu di suruh ibu Ria untuk mengambil kecap di dapur.

    Dia tadi menabrak saya hingga terjatuh Om, Ayra mulai bicara. Mata Tirta melotot

    pada gadis ini. Ayra menjulurkan lidahnya lalu tersenyum puas.

    Menabrak? Dan dia belum minta maaf sama kamu? tanya pak Jaya itu.

    Iya Om, badan saya terasa nyeri semua, bukannya