Post on 22-Aug-2019
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL05 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 265
Analisis Kontingensi Sistem Tenaga Listrik di PT PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB Jawa Barat
Marwan, Kurniawati dan Dita Tri Arum Sari
Politeknik Negeri Ujung Pandang email: marwan@poliupg.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kontingensi yang dilakukan di PT PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB Jawa Barat. PT PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB Jawa BaratSubsistem Bandung Selatan,melalui sebuah simulasi dengan menggunakan software DIgSILENT PowerFactory 14.1. Simulasi kasus kontingensi dilakukan dengan cara melepas salah satu peralatan pada sistem, kemudian menganalisis dampak yang terjadi pada sistem tersebut. Dari hasil analisis, dapat diidentifikasi peralatan yang mengalami dampak, kemudian memilih cara yang tepat untuk mengatasinya, seperti modifikasi topologi atau defense scheme. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa defense scheme adalah cara yang tepat yang digunakan untuk mengatasi dampak dari kasus tersebut karena dapat meminimalisir gangguan pemadaman yang terjadi ketika terjadi kasus kontingensi. Kata Kunci: Defense scheme, analisis kontingensi, topologi modify,Newton-Raphson, planned outage,
symphatetic outage, over load shedding
I. PENDAHULUAN PT PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB
Jawa Barat memiliki sistem yang besar dan saling terinterkoneksi, maka dalam pengoperasian sistem tersebut sering terjadi kasus kontingensi. Kasus kontingensi pada sistem kelistrikan di Jawa Barat terjadi pada peralatan yang berperan penting atau sebagai tulang punggung (backbone) pada sistem, seperti generator, saluran transmisi, busbar, atau transformator.
Kasus kontingensi terjadi pada peralatan yang berperan penting pada sistem, maka analisis kontingensi dilakukan secara rutin, agar sistem siap dalam menghadapi berbagai macam kasus kontingensi yang terjadi sebagai dampak dari sebuah pemeliharaan atau perbaikan sistem yang telah direncanakan (planned outage), maupun yang terjadi sebagai dampak dari gangguan (forced outage) yang menyebabkan salah satu peralatan dasar (base equipment) terlepas.
Analisis kontingensi di PT PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB Jawa Barat dilakukan dengan sebuah simulasi yang bertujuan untuk meminimalkan resiko dan mengefisiensikan waktu selama melakukan analisis kontingensi tersebut. Simulasi kontingensi tersebut dilakukan dengan menggunakan software DIgSILENT PowerFactory 14.1. yang
menerapkan metode Newton-Raphson untuk melakukan simulasi aliran daya.
Dari hasil simulasi kontingensi tersebut, dapat diidentifikasi peralatan dasar yang mengalami dampak dari kasus tersebut. Kemudian akan dilakukan perbaikan untuk sistem yang mengalami dampak dari kasus tersebut. Hasil perbaikan yang dilakukan dapat meningkatkan keandalan dan keamanan sistem tenaga listrik di Jawa Barat dalam menghadapi berbagai kasus kontingensi.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kontingensi
Kontingensi adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh kegagalan atau pelepasan dari satu atau lebih generator dan/atau transmisi [1].
Peralatan dasar yang dapat mengalami kasus kontingensi adalah peralatan yang berperan penting pada sistem atau merupakan tulang punggung (backbone), seperti generator, saluran transmisi, transformator, dan busbar.
Suatu sistem tenaga listrik mungkin mengalami kondisi kontingensi, antara lain: (1) lepasnya unit pembangkit dan/atau saluran transmisi akibat adanya gangguan, dan (2) adanya penambahan atau pengurangan yang tiba-tiba dari kebutuhan beban pada sistem ;2tenaga listrik. Meskipun banyak kontingensi lain yang dapat terjadi, namun hanya kontingensi-kontingensi yang mempunyai
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL05 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 266
probabilitas yang tinggi (credible) yang akan dipertimbangkan[2].
Oleh karena itu, untuk mengevaluasi unjuk kerja dan keandalan dari suatu sistem tenaga listrik, maka harus dilakukan analisis kontingensi. Dalam analisis ini gangguan yang mungkin terjadi pada sistem dimodelkan, sehingga bisa diambil tindakan yang diperlukan, jika benar-benar terjadi [3]. Di pusat kendali sistem tenga listrik, analisis kontingensi dirancang untuk dijalankan secara berkala dalam modus real-time atau modus offline[4].
2.2 Kriteria N-1
Kriteria N-1 dilakukan untuk sistem operasi deterministik [5]. Operasi deterministik, yaitu cara penganalisisan dengan membuat simulasi terlepasnya elemen dari sistem tenaga misalnya satu saluran dilepas atau satu trafo dilepas atau satu unit pembangkit dilepas, serta melihat pengaruh yang diakibatkannya [3].
Kriteria N-1 dapat dimodifikasi ketika peningkatan keamanan dianggap penting. Pada kondisi terjadinya pelepasan elemen atau saluran transmisi (misalnya, diakibatkan oleh kondisi cuaca yang menyebabkan beberapa saluran transmisi terlepas), sistem dapat dioperasikan dalam modus yang lebih aman dari biasanya, dan kriteria N-2 atau kriteria N-3 dapat digunakan [5]. Tentu bisa saja dibuat syarat keandalan yang memenuhi syarat keandalan sekuriti (N-2), (N-3), dan seterusnya, tetapi hal yang demikian akan memberikan konsekuensi investasi yang lebih besar [6].
2.3 Metode Aliran Daya
Salah satu teknik dalam analisis kontingensi adalah dengan metode aliran daya Newton-Rahpson. Grainger dan Stevenson (1998) menyelesaikan analisis kontingensi menggunakan metode aliran daya Newton-Raphson. Metode ini mencoba untuk mensimulasikan pengaruh gangguan kontingensi pada saluran transmisi terhadap perubahan tegangan bus dan sudut fase tegangan serta menyelesaikan secara baik komputasi numeris analisis kontingensi pada sistem interkoneksi tenaga listrik[2].
Metode Newton memiliki perhitungan lebih baik untuk sistem tenaga yang besar karena lebih efisien dan praktis. Jumlah iterasi
yang dibutuhkan untuk memperoleh pemecahan ditentukan berdasarkan ukuran sistem. Dalam metode ini persamaan aliran daya dirumuskan dalam bentuk polar [7]. 2.4 Analisa Kontingensi dengan Software Digsilent Power Factory 14.1
Teknik analisis kontingensi dari tahun ke tahun berkembang terus seiring dengan perkembangan komputer [3]. Karena perkembangan teknik analisis kontingensi tersebut, maka digunakanlah sebuah software DIgSILENT PowerFactory 14.1, yang merupakan sebuah software simulasi aliran dayayang menerapkan metode Newton-Raphson untuk mempercepat proses analisis dan dapat meminimalkan resiko selama melakukan analisis kontingensi.
DIgSILENT (Digital SImuLation and Electrical NeTwork calculation program) version 7 merupakan software analisis sistem tenaga pertama di dunia yang terintegrasi dengan tampilan single-line diagram. Software ini dapat digunakan untuk menggambar, mengedit dan memiliki fitur untuk menghitung beberapa hal.
Program perhitungan PowerFactory, seperti yang dibuat oleh DIgSILENT PowerFactory 14.1, adalah alat bantu rekayasa pada komputer untuk melakukan analisis industrial, utilitas, dan sistem tenaga listrik yang komersial. DIgSILENT PowerFactory 14.1 telah dirancang sebagai software yang terintegrasi, interaktif, dan canggih untuk didedikasikan pada sistem tenaga listrik, serta analisis kontrol dalam rangka mencapai tujuan utama dari optimasi perencanaan dan operasi [8]. Keakuratan dan validasi hasil dari software ini telah terbukti atas banyak implementasi oleh beberapa organisasi/perusahaan dalam perencanaan dan pengoperasian sistem tenaga listriknya.
2.5 Perbaikan Sistem yang Mengalami Kasus Kontingensi
Perbaikan sistem dilakukan dengan tujuan membuat sistem menjadi lebih andal, aman, dan dapat menghadapi kondisi kontingensi tanpa menyebabkan terjadinya gangguan.
Karena analisis kontingensi dilakukan dengan menggunakan software DIgSILENT PowerFactory 14.1, maka perbaikan sistem pun dilakukan dengan menggunakan software
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL05 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 267
tersebut. Dalam melakukan perbaikan sistem, simulasi harus dilakukan dalam modus offline. Hal ini dilakukan, agar selama proses perbaikan sistem dilakukan, maka proses ini tidak akan mengganggu kondisi real-time dari sistem tersebut.
Terdapat dua solusi yang sering digunakan di perusahaan listrik, seperti PT PLN (Persero) dalam melakukan perbaikan pada sistem yang mengalami kasus kontingensi, yaitu melakukan modifikasi topologi (topology modify) atau menerapkan defense scheme.
Modifikasi topologi (topology modify) berarti mengubah topologi jaringan dari sebuah sistem tenaga lisrtik. Yang dilakukan dalam modifikasi topologi (topology modify) adalah mencoba untuk memindahkan beberapa beban dari saluran transmisi yang mengalami pembebanan yang lebih akibat dari kasus kontingensi ke saluran transmisi lainnya yang masih bisa menampung beban tersebut, yang dapat dilihat dari persentase pembebanan pada saluran transmisi tersebut.
Untuk solusi kedua, yaitu defense scheme yang dilakukan untuk mempertahankan integritas jaringan dan menghindari pemadaman yang lebih besar. Terdapat tiga jenis defense scheme yang dapat dilakukan untuk mengatasi kasus kontingensi ini, yaitu over load shedding,under voltage shedding, dan over generation shedding. Untuk melakukan mekanisme pelepasan beban ini, perlu diperhatikan lokasi dan jumlah beban yang akan dilepas agar keluaran yang dihasilkan optimal [9]. III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari tahun 2015 di PT PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB Jawa Barat. Untuk penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah dokumen. Dokumen-dokumen tersebut didapatkan dari hasil observasi langsung peneliti ke tempat penelitian. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data ini, maka peneliti dapat mengetahui data-data yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan penelitian ini.
Setelah melakukan pengumpulan data, yang berupa database DIgSILENT PowerFactory 14.1, single line diagram subsistem Jawa Barat, data pembeban
transformator, data pembebanan SUTT, data gangguan, dan data defense scheme yang terpasang. Kemudian, dilakukan pengolahan data dengan meninjau kembali database DIgSILENT PowerFactory 14.1 yang telah didapatkan dan menyesuaikannya dengan data single line diagram subsistem yang akan digunakan. Penelitian ini hanya dilakukan pada Subsistem Bandung Selatan, sehingga data yang diolah hanya untuk subsistem tersebut.
Setelah memperbarui database DIgSILENT PowerFactory 14.1, kemudian dilakukan analisis data. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode analisis kontingensi, yaitu simulasi lepasnya salah satu peralatan dasar padasistem tenaga listrik. Untuk melakukan analisis ini, digunakan software DIgSILENT PowerFactory 14.1 yang merupakan sebuah software simulasi aliran daya. Software ini melakukan simulasi aliran daya dengan menggunakan metode Newton-Raphson.
Dari hasil simulasi ini, dapat dilakukan identifikasi pada seluruh peralatan dasar di sistem yang mengalami dampak dari kasus kontingensi tersebut, yang disebut dengan sympathetic outage. Setelah melakukan identifikasi, kemudian dapat ditentukan cara yang tepat untuk mengatasi kasus kontingensi tersebut. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Single Line Diagram
Pada penelitian ini, analisis kotingensi dilakukan untuk Subsistem Bandung Selatan yang memiliki pembebanan terbesar di Jawa Barat. Adapun Single Line Diagram untuk Subsistem Bandung Selatan seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Single Line Diagram Subsistem Bandung
Selatan [10]
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL05 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 268
4.2 Simulasi Kasus Kontingensi Pada simulasi kasus kontingensi ini,
kontingensi terjadi dengan kriteria N-1. Kasus kontingensi tersebut disebabkan oleh adanya pemeliharaan pada IBT2_2BDSLN75 (Transformator) yang telah direncanakan (planned outage). IBT2_2BDSLN75 (Transformator) merupakan tulang punggung (backbone) di Subsistem Bandung Selatan dengan kapasitas 500 MVA. Oleh karena itu, sebelum melakukan pemeliharaan tersebut harus dilakukan simulasi terlebih dahulu.
Simulasi ini dilakukan untuk mengetahui dampak dari kasus kontingensi yang terjadi karena peralatan dasar yang dilepas dari sistem, karena harus dilakukan pemeliharaan peralatan dasar tersebut. Dalam simulasi kasus ini, IBT2_2BDSLN75 (Transformator) dikategori-kan sebagai peralatan dasar (base equipment) yang dilepaskan dari sistem. Setelah melakukan simulasi pelepasan peralatan dasar tersebut, kemudian dilakukan evaluasi pasca kasus kontingensi. Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen atau peralatan lain yang mengalami sympathetic outage akibat kasus kontingensi tersebut.
Karena peralatan dasar yang dilepas dari sistem pada simulasi kasus kontingensi ini merupakan tulang punggung pada sistem, maka pada simulasi yang dilakukan pasti akan terlihat dampak yang besar pada sistem ketika kasus kontingensi ini terjadi. Untuk kasus kontingensi N-1 pada IBT2_2BDSLN75 (Transformator), jika tidak diantisipasi sebelumnya, maka dapat menyebabkan pemadaman yang besar pada Subsistem Bandung Selatan. Berikut ini merupakan tabel hasil simulasi kontingensi dengan kriteria N-1 pada IBT2_2BDSLN75 (Transformator) :
Tabel 1. Hasil Simulasi Kontingensi
Kondisi Komponen Kontingensi
Pembebanan (%)
Normal
IBT2_2BDSLN75 (Transformator) 81.55
IBT1_2BDSLN75 (Transformator) 81.55
PLTP DRAJATS 2 (Generator) 88.21
Kontingensi
IBT2_2BDSLN75 (Transformator) -
IBT1_2BDSLN75 (Transformator) 174.97
PLTP DRAJATS 2 (Generator) 102.19
4.3 Dampak Kasus Kontingensi
Dari hasil evaluasi pasca kasus kontingensi tersebut, teridentifikasi komponen-komponen yang mengalami sympathetic outage, yaitu IBT1_2BDSLN75(Transformator) dan PLTP DRAJATS2 (Generator). Kedua komponen tersebut diidentifikasikan mengalami sympathetic outage karena mengalami dampak dari terlepasnya peralatan dasar.
Pada simulasi ini, IBT1_2BDSLN75(Transformator) mengalami overload karena harus memikul beban dari IBT2_2BDSLN75(Transformator)yang dilepas karena pemeliharaan. Karena IBT1_2BDSLN75 (Transformator) mengalami overload dan IBT2_2BDSLN75(Transformator) dilepas karena dalam pemeliharaan, maka hal ini menyebabkan blackout pada Subsistem Bandung Selatan.
Karena Subsistem Bandung Selatan mengalami blackout, maka PLTP DRAJATS 2 (Generator) mengalami over generation, karena pada kasus ini PLTP DRAJATS 2 (Generator) tidak dapat menyalurkan daya listrik yang telah dibangkitkan ke seluruh beban yang mengalami gangguan akibat kasus kontingensi yang terjadi pada IBT 1 dan 2 BDSLN.
Dari hasil simulasi kasus kontingensi yang dilakukan sebelumnya, telah diidentifikasi peralatan-peralatan yang mengalami dampak dari kasus kontingensi pertama ini. Berikut ini merupakan tabel yang berisi peralatan yang telah diidentifikasi mengalami dampak dari kasus kontingensi dengan kriteria N-1 pada IBT2_2BDSLN75 (Transformator):
Tabel 2. Hasil Identifikasi Peralatan Kontingensi
Peralatan Daya Aktif (MW)
Daya Reaktif (MVAR)
IBT2_2BDSLN75 (Transformator) 359.20 110.14
IBT1_2BDSLN75 (Transformator) 359.20 110.14
PLTP DRAJATS 2 (Generator) 81.22 9.2
Total 799.62 229.48
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui
bahwa ketika terjadi kasus kontingensi pertama ini, maka akan terjadi pemadaman yang besar
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL05 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 269
hingga terjadi blackout pada sistem, karena kasus ini menyebabkan peralatan yang menjadi tulang punggung pada sistem ini terganggu. Dapat pula diketahui bahwa pada kasus ini, 799.62 MW daya yang terpasang pada sistem ini padam akibat kasus kontingensi tersebut. Oleh karena itu, perlu dicarikan solusi yang tepat untuk mengatasi dampak dari kasus ini, tanpa menyebabkan kerugian yang besar karena terjadinya blackout pada sistem.
4.4 Solusi yang Diberikan
Untuk mengatasi dampak dari kasus ini, solusi yang diambil adalah melakukan defense scheme, karena pada kasus ini sistem mengalami blackout, sehingga modifikasi topologi tidak dapat dilakukan. Jenis defense scheme yang dipilih adalah Over Load Shedding (OLS). Sebelum melakukan Over Load Shedding, dilakukan simulasi untuk menentukan beban mana saja yang dapat dilepaskan dari sistem, sehingga dapat meminimalisir dampak dari kasus kontingensi ini.
Berdasarkan gambar hasil simulasi tersebut, dapat dilihat peralatan-peralatan yang terlepas dari sistem, karena dilakukan Over Load Shedding untuk meminimalisir dampak dari kasus kontingensi pertama ini. Berikut ini merupakan tabel data Over Load Shedding untuk kasus kontingensi dengan kriteria N-1 pada IBT2_2BDSLN75 (Transformator) :
Tabel 3.Data Over Load Shedding
Peralatan Daya Aktif (MW)
Daya Reaktif (MVAR)
2BDSLN5_TD3 (Transformator Distribusi) 24.67413 5.003853
2UBRNG5 TD3 (Transformator Distribusi) 42.57767 8.486534
2UBRNG5 TD5 (Transformator Distribusi) 36.14266 7.305625
2CGRLG5_TD6 (Transformator Distribusi) 63.06236 16.478
SUTT BDSLN-PNSIA 1 (Saluran Transmisi) 26.13 5.08
SUTT BDSLN-PNSIA 2 (Saluran Transmisi) 26.13 5.08
SUTT UBRNG-DGOPK 1 (Saluran Transmisi) 28.78 5.00
SUTT UBRNG-DGOPK 2 (Saluran Transmisi) 28.78 5.00
SUTT CGRLG-MJLYA 1 (Saluran Transmisi) 9.10 2.39
SUTT CGRLG-MJLYA 2 (Saluran Transmisi) 9.10 2.39
Total 294.48 62.21401
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat
bahwa dengan solusi tersebut kerugian yang dialami selama kasus kontingensi pertama ini terjadi dapat diminimalisir. Seperti yang diketahui, sebelum dilakukan Over Load Shedding 799.62 MW daya terpasang yang padam akibat kasus ini. Kemudian, setelah dilakukan Over Load Shedding sistem tidak mengalami blackout lagi dan hanya 294.48 MW daya terpasang yang padam akibat kasus ini. Oleh karena itu, solusi yang dilakukan ini dapat digunakan untuk meminimalisir dampak dari kasus kontingensi dengan kriteria N-1 pada IBT2_2BDSLN75 (Transformator).
V. KESIMPULAN
Analisa kontingensi dilakukan sebagai salahsatu cara untuk menjaga kualitas dan keamanan dalam penyaluran sistem tenaga listrik. Dalam penelitian ini softwareDIgSILENT PowerFactory 14.1 digunakan untuk memudahkan didalam mencari solusi yang terbaik. Berdasarkan dari hasil evaluasi bahwa metode defense scheme adalah cara yang tepat digunakan dalam mengatasi kasus tersebut. Hal ini disebabkan karena sistem mengalami blockout. Dari hasil analisis ini, diharapkan operator (dispatcher) dapat mengetahui langkah yang harus dilakukan apabila terjadi gangguan sehingga sistem tetap aman dan handal.
REFERENSI [1] Direktorat Jendral Listrik dan
Pemanfaatan Energi, βAturan Jaringan Jawa- Madura- Baliβ. Jakarta.2004, 79-85.
[2] Hartoyo, Hartoyo. 2006. βPerbaikan Keandalan (N-1) Sistem Tenaga ListrikPLN Jawa Tengah dan DIYβ. Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.
[3] Harun, Nadjamuddin. 2011. βBahan Ajar Perancangan Pembangkitan Tenaga Listrikβ.Makassar: Universitas Hasanuddin.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL05 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 270
[4] Ming Chen. 2011a. βDynamic ContingencyRe-definition in Power System Security Analysisβ, Alsthom Grid.
[5] Alvarado, Fernando. dan Oren, Shmuel. 2002. βTransmission System Operation and Interconnectionβ. Dalam National Transmission Grid Study Issue Papers, Mei 2002: 16-50.
[6] Marsudi, Djiteng. 2006. βOperasi Sistem Tenaga Listrikβ. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[7] Cekdin, Cekmas. 2010. βSistem Tenaga Listrik β Contoh Soal dan Penyelesaian Menggunakan MATLABβ. Yogyakarta: ANDI.
[8] DIgSILENT GmbH. 2010. βPower Factory 14.0 Userβs Manualβ. Chapter 1-Welcome. Germany.
[9] Resita, Riza. 2013. βUndervoltage Load Shedding pada Sistem Distribusi 20 kV Surabaya dengan mempertimbangkan sensitivitas busβ. Surabaya: ITS Library.
[10] PLN. 2015. βSingle Line Diagram Subsistem APB Jawa Baratβ. Bandung: PT PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB Jawa Barat.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL32 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 271
Evaluasi Nilai Regulasi Tegangan Distribusi pada PLTMH Desa Ulu Wai Kabupaten Tana Toraja
A. M. Shiddiq Yunus1), Sultan1), dan Rista Nurlita1)
1 Jurusan Teknik Mesin, Prodi Teknik Pembangkit Energi, Politeknik Negeri Ujung Pandang email: shiddiq@poliupg.ac.id
2 Pusat Penelitian Energi Terbarukan dan Aplikasi Jaringan Listrik Cerdas, PNUP email: sultan.tpe@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, bertujuan untuk mengetahui besar regulasi tegangan yang terjadi pada proses pendistribusian energi listrik dari PLTMH di Desa Ulu Wai Kabupaten Tana Toraja. Hasil penelitian menunjukan bahwa PLTMH Desa Ulu Wai Kabupaten Tana Toraja dalam proses pendistribusian energi listriknya terjadi penurunan tegangan yang cukup besar. Hal dapat dilihat dari perhitungan besarnya regulasi tegangan yang terjadi di rumah pertama dan tengah dan yang paling besar pada jalur konsumen 3, sedangkan pada rumah terakhir regulasi tegangan paling besar terjadi pada jalur konsumen 2. Hal ini disebabkan jarak rumah terakhir pada jalur konsumen 2 dari rumah pembangkit terlalu jauh yaitu Β± 3 km sehingga sangat mungkin terjadi penurunan tegangan yang signifikan. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa hanya satu jalur yang memenuhi standar jatuh tegangan PLN sebesar 5% yakni pada jalur 1 dan rumah pertama. Kata Kunci: PLTMH, Pembangkitan, Penyaluran Daya, dan Regulasi Tegangan
I. PENDAHULUAN Desa Ulu Wai Dusun Roni Kabupaten Tana
Toraja adalah salah satu dari sekian banyak desa yang mempunyai sumber air yang cukup potensial untuk bisa dikembangkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Hal ini dapat dilihat dari kapasitas air yang mengalir dan tinggi jatuh air atau head air di desa tersebut. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Desa Ulu Wai Dusun Roni Kabupaten Tana Toraja merupakan PLTMH yang pengelolaannya dilakukan secara lansung oleh masyarakat. Lokasi PLTMH ini dapat dilihat pada gambar 1. PLTMH ini menggunakan turbin jenis crossflow dengan daya terpasang 25 kW. PLTMH ini melayani 121 rumah dan beroperasi selama 24 jam. Namun dalam operasionalnya terdapat kendala, seperti tegangan yang sampai ke konsumen sangat rendah. Rendahnya tegangan yang sampai di konsumen berdampak pada peralatan listrik yang di pakai. Dari segi penyaluran daya ke konsumen juga masih belum sesuai standar karena masih ada tiang pendistribusiannya yang menggunakan kayu atau bambu. Sehingga perlu diadakan studi tentang sistem penyaluran daya dan rugi-rugi tegangan.
Berdasarkan alur pemikiran di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Evaluasi Nilai Regulasi Tegangan pada
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Desa Ulu Wai Kabupaten Tana Toraja.
Gambar 1. Lokasi PLTMH di Desa Ulu Wai Dusun Roni Kabupaten Tana Toraja [1]
II. KAJIAN LITERATUR , TEORI ATAU PEGEMBANGAN HIPOTESIS
Keterbatasan tenaga listrik merupakan salah satu permasalahan energi yang paling mendasar di Indonesia. Ketersediaan pembangkit listrik masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya daerah yang belum teraliri listrik. Di Indoensia rasio kelistrikan (electrification ratio) masih berada dikisaran 84,35% [2], Hal ini menunjukkan bahwa masih ada sekitar
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL32 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 272
15, 65% rumah tangga yang belum menikmati listrik di Indonesia. Secara khusus Sulawesi Selatan termasuk masih rendah rasio elektrifikasinya yakni sekitar 82% di tahun 2014 sehingga masih ada sekitar 18% penduduk Silawesi Selatan yang belum terhubung dengan jaringan listrik [3], Daerah yang belum tersentuh jaringan listrik ini umumnya berada di daerah terpencil yang secara ekonomi kurang menguntungkan jika memasang jaringan listrik di dearah-daerah tersebut. Maka dari itu, perlu diadakanteknologi pembangkit listrik yang dapat menjangkau tempat terpencil seperti di Desa Ulu Wai Kabupaten Tanah Toraja yang ramah lingkungan dan harganya terjangkau.
Indonesia dialiri oleh banyak sungai dan belum dimanfaatkan secara optimal. Lokasi sungai-sungai ini juga kebanyakan terletak di desa-desa dan dareah terpencil. Kapasitas tenaga air yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik adalah sekitar 2,95 GW [4].Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro merupakan pembangkit listrik tenaga air yang dayanya kurang dari 100 kW. Pembangkitan tenaga air adalah suatu bentuk perubahan tenaga dari tenaga air degan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik, dengan menggunakan turbin air dan generator. PLTMH adalah instrument yang tepat untuk memanfaatkan sungai-sungai di daerah yang belum dialiri listrik.
PLTMH pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah air yang jatuh (debit) perdetik yang ada pada saluran air terjun. Energi ini selanjutnya menggerakkan turbin, kemudian turbin kita hubungkan dengan generator untuk menghasilkan listrik. Selanjutnya listrik yang dihasilkan oleh generator ini dialirkan ke rumah-rumah dengan memasang pengaman (sekring) atau mcb. Yang perlu diperhatikan dalam merancang sebuah PLTMH adalah menyesuaikan antara debit air yang tersedia dengan besarnya generator yang digunakan.
Adapun daya yang dihasilkan dapat dihitung berdasarkan rumus: Ph= Ο x g x Q x h (watt)β¦β¦β¦β¦..β¦. (1) Pg= V x I x Cos Ο (watt).......................(2) Keterangan: P= Daya teoritis (watt)
g= Gaya grafitasi (m/s2) Q= Debit air (m3/detik) h= Tinggi terjun air (m) Ο= massa jenis air (kg/m3)
Untuk menentukan efisiensi aktual sistem turbin air PLTMH dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Ξ·sistem = ππππππβ
x 100 %..............................(3)
Sedangkan regulasi tegangan dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan:
Vreg=πππ π βππππππππ
Γ 100 %β¦β¦β¦β¦β¦..β¦.(4)
Keterangan: Vs= Tegangan ujung pengirim (volt) Vr= Tegangan ujung penerima (volt) III. METODE PENELITIAN
Objek penelitian ini adalah Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang ada di Desa Ulu Wai Kabupaten Tana Toraja.
Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian ini dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Menghitung regulasi/rugi tegangan Apabila ditinjau dari segi penyaluran energi
listrik, pembangkit ini hanya mampu menyalurkan energi listrik ke 121 rumah penduduk dan 5 rumah ibadah dengan jarak terjauh Β±3 km (Gambar 3) dan dalam setiap bulannya PLTMH ini tidak pernah mengalami pemadaman. Akan tetapi pada penyaluran ini terjadi regulasi tegangan yakni semakin jauh jarak rumah dari pusat pembangkit, maka semakin kecil tegangan listrik yang masuk pada rumah itu. Berikut data dan hasil penelitian:
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL32 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 273
Gambar 2. Diagram alir kegiatan penelitian Tabel 1. Data hasil pengukuran
Posisi rumah Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3
V I V I V I
Rumah Awal
209 0,27 204 0,13 201 0,72
213 0,62 206 0,70 204 0,44
217 1,04 208 0,12 198 0,45
Rumah Tengah
195 0,30 189 0,40 187 0,61
193 1,01 190 0,37 185 0,49
193 0,46 188 0,21 181 0,15
Rumah Akhir
184 0,44 157 0,12 165 0,25
183 0,33 159 0,27 167 0,18
179 0,20 160 0,18 162 0,32
POWER HOUSE
JALUR 1 = +1,5 KM
JALUR 1 = +3 KM
JALUR 1 = +2 KM
56 KONSUMEN
29 KONSUMEN
36 KONSUMEN
RUMAH PERTAMA
RUMAH TENGAH
RUMAH TERAKHIR
Gambar 3. Deskripsi jalur sistem disribusi PLTMH Desa Desa Ulu Wai Dusun Roni Kabupaten Tana Toraja
Dari data tabel1 pada jalur konsumen 1 diperoleh: Tegangan Generator : 220 Volt Tegangan Rumah Pertama : 209 Volt Tegangan Rumah Tengah : 193 Volt Tegangan Rumah Terakhir : 179 Volt Maka, rugi tegangan di jalur 1 yaitu: Rugi tegangan jalur 1 rumah pertama
(ΞV1) = 220 Volt β 209 Volt = 11 Volt
Rugi tegangan jalur 1 rumah tengah (ΞV1) = 220 Volt β 193 Volt
= 27 Volt Rugi tegangan jalur 1 rumah terakhir
(ΞV1) = 220 Volt β 179 Volt = 41 Volt
Presentasi rugi tegangan/regulasi tegangan(%Vreg1) Vreg rumah pertama = 11
220 x 100 % = 5%
Vreg rumah tengah = 27220
x 100 %=12,27%
Vreg rumah akhir = 41220
x 100 %=18,63% Dari data tabel1 pada jalur konsumen 2 diperoleh: Tegangan Generator : 220 Volt Tegangan Rumah Pertama : 204 Volt Tegangan Rumah Tengah : 188 Volt Tegangan Rumah Terakhir : 157 Volt Maka, rugi tegangan di jalur 2 yaitu: Rugi tegangan jalur 2 rumah pertama
(ΞV2) = 220 Volt β 204 Volt = 16 Volt Rugi tegangan jalur 2 rumah tengah
Mulai
Observasi dan Studi Literatur
PersiapanAlat Ukur
Pengambilan Data
Analisis Data
Hasil sesuai?
PembuatanLaporan/Karya ilmiah
Selesai
Ya
Tidak
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL32 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 274
(ΞV2) = 220 Volt β 188 Volt =32 Volt Rugi tegangan jalur 2 rumah terakhir
(ΞV2) = 220 Volt β 157 Volt = 63 Volt
Presentasi rugi tegangan/regulasi tegangan (% Vreg2) Vreg rumah pertama = 16
220 x 100 %= 7%
Vreg rumah tengah = 32220
x 100%=14,54%
Vreg rumah akhir = 63220
x 100 %=28,63 Dari data tabel1 pada jalur konsumen 3 diperoleh: Tegangan Generator : 220 Volt Tegangan Rumah Pertama : 201Volt Tegangan Rumah Tengah : 181 Volt Tegangan Rumah Terakhir : 162 Volt Maka, rugi tegangan di jalur 3 yaitu: Rugi tengagan jalur 3 rumah pertama
(ΞV3) = 220 Volt β 201 Volt = 19 Volt Rugi tengagan jalur 3 rumah tengah
(ΞV3) = 220 Volt β 181 Volt = 39 Volt Rugi tengagan jalur 3 rumah terakhir
(ΞV3) = 220 Volt β 162 Volt = 58 Volt Presentasi rugi tegangan/regulasi tegangan(% Vreg3) Vreg rumah pertama = 19
220 x 100 %= 8,63%
Vreg rumah tengah = 39220
x 100 %= 17,72%
Vreg rumah akhir = 58220
x 100%=26,36%
Grafik 4. Hubungan antara posisi letak rumah dengan %regulasi tegangan
Jika mengikuti standar PLN No. 72 tahun 1987 untuk jatuh tegangan pada JTR yakni sebesar 5% [4], maka hanya jalur 1 dan rumah pertama
saja yang memenuhi standar tersebut sehingga perlu dipertimbangkan rekonfigurasi jaringan atau penambahan PLTMH baru.
V. KESIMPULAN Dari penelitian di atas dapat disimpulkan:
1. Umumnya nilai regulasi tegangan untuk jalur 1-3 pada rumah terakhir sangat tinggi dan tidak memenuhi standar PLN. Hanya pada jalur 1 dan rumah pertama saja yang memenuhi jatuh tegangan 5% yang disyaratkan PLN.
2. Regulasi tegangan paling besar pada rumah pertama dan tengah terjadi pada jalur konsumen 3 yaitu 8,63% dan 17,72% dan pada rumah terakhir terjadi pada jalur konsumen 2 yaitu 28,63 %.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada pengelola PLTMH Desa Ulu Wai Kabupaten Tana Toraja dan COSESGA (Center of Sustainable Energy and Smart Grid Application), Politeknik Negeri Ujung Pandang atas dukungan dalam penelitian awal evaluasi aspek teknikal dan ekeonomi dari PLTMH Desa Ulu Wai Kabupaten Tana Toraja.
REFERENSI [1] www.google.co.id/maps,diakses: 19 Mei
2015 [2] www.katada.co.id, diakses: 19 Mei 2015 [3] www.sulawesibisnis.com, diakses: 19 Mei
2015 [4] www.esdm.go.id: diakses: 19 Mei 2015 [5] M. Suartika dan I.W.A.
Wijaya,βRekonfigurasi Jaringan Tegangan Rendah (JTR) untuk Memperbaiki Drop Tegangan di Banjar Tulangnyuh Klungkungβ, Jurnal Teknik Elektro, Vol.9, No. 2, Juli-Desember 2010. 0
51015202530
Rumah pertama
Rumah tengah Rumah terakhir
%V
reg(
Reg
ulas
i Teg
anga
n)
Posisi Rumah
Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika IT39 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 275
Perancangan Aplikasi Domain Name Server Berbasis Web
Rini Nur1), Hasan Basri2), Ibrahim Abduh3), Teknik Elektro, Polteknik Negeri Ujung pandang
rini@poliupg.ac.id1), hasan_tkj@poliupg.ac.id2), ibrahimabduh@poliupg.ac.id3)
Abstrak
DNS server berfungsi untuk menerjemahkan nama domain ke ip address. Penggunaan nama domain yang terus bertambah menimbulkan kesulitan tersendiri apabila konfigurasi nama domain dilakukan menggunakan instruksi berbasis command line pada beberapa file teks. Di sisi lain, kerusakan mesin DNS akan membuat database DNS terhapus dan sistem tidak berjalan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model manajemen domain name server melalui sebuah aplikasi yang bersifat user friendly.
Penelitian ini menggunakan mesin virtual untuk mensimulasikan 3 mesin server yaitu web dan application server, DNS Server, database server.Ketiganya terkoneksi dalam sebuah sistem manajemen DNS sehingga sinkronisasi transfer data secara remote antar serversecara terus berjalan. Aplikasi dibangun menggunakan bahasa pemrograman PHP. Konversi database DNS berbasis teks pada DNS Server menjadi database konsep relasional mengunakan DBMS MySQL pada Database Server dan sebaliknya menggunakan teknik pasing data.
Pada penelitian ini dihasilkan sebuah aplikasi manajemen DNS yang bersifat user friendly dan model manajemen DNS menggunakan mekanisme backup dan recovery data DNS secara remote yang dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi masalah kerusakan pada mesin DNS
Kata Kunci : PHP,MYSQL,Web DNS,Backup database
I. PENDAHULUAN DNS server merupakan salah satu hal yang
sangat penting dalam mengakses internet. DNS server berfungsi untuk menerjemahkan nama domain ke ip address sehingga user tidak perlu mengingat alamat ip saat mengakses internet. Mekanisme DNS Sistem melibatkan sisi client dan sisi server. Sisi client disebut resolver. Resolver bertugas membangkitkan pertanyaan mengenai informasi nama domain yang dikirimkan kepada sisi server. Sisi server terdapat sebuah daemon yang akan menjawab query-query dari resolver yang diberikan kepadanya.
Ketika berada pada lingkungan yang berskala besar, penggunaan nama domain cenderung bertambah. Akan terasa sulit jika mengkonfigurasi DNS server menggunakan linux sebagai mesin DNS server. Instruksi pengimputan data-data domain pada mesin DNS berbasis command line. Maka dibutuhkan pengetahuan khusus tentang instruksi command line untuk melakukan konfigurasi domain dan hostname-nya. Selain itu konfigurasi harus dilakukan pada beberapa file teks dengan data yang sama. Hal ini memungkinkan terjadinya
eror jika salah melakukan konfigurasi pada mesin DNS server. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah sistem yang bersifat user friendly yang memudahkan administrator dalam mengelola nama domain.
Saat ini, telah tersedia beberapa alat bantu manajemen DNS Server yang biasa digunakan administrator pada perusahaan atau instansi-instansi untuk memudahkan dalam membuat hostname dan domain, diantaranya adalah aplikasi Webmin, NicToll,VegaDNS dan MYSQLbind. Namun demikian, aplikasi tersebut harus langsung diinstal pada mesin DNS server yang didalam paketnya juga berisi aplikasi berbasis web dan database untuk memanajemen nama domain pada mesin DNS Server. Namun ketika terjadi kerusakan pada mesin DNS maka semua data domain juga akan ikut terhapus.
Penelitian ini bertujuan untuk mendesain model manajemen DNS Serverserta mengimplementasikan sebuah aplikasi manajemen nama domain berbasis web yang bersifat user friendly. Data DNS dapat tersimpan pada database pada mesin database server yang terpisah, sehingga otomatis
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika IT39 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 276
terbentuk backup data domain yang defaultnya hanya tersimpan pada file konfigurasi DNS. Sebaliknya, recovery data domain dapat dilakukan dengan melakukan teknik parsing data dari database menjadi file teks konfigurasi DNS server Aplikasi ini dibangun menggunakan bahasa pemrograman PHP dan DBMS Mysql.
Sistem dan aplikasi yang dibangun pada penelitian ini dapat memberikan kemudahan dalammanajemen data domain dan dapat mengatisipasi kehilangan data ketika terjadi kerusakan pada mesin DNS Server.
II. KAJIAN LITERATUR
Domain Name system A. Pengertian DNS
DNS adalah suatu metode pemetaan untuk melakukan kontak dengan komputer yang memiliki informasi yang host butuhkan. DNS digunakan pada aplikasi yang terhubung ke internet seperti web e-mail, DNS membantu memetakan hostname sebuah komputer ke IP address. Selain digunakan untuk internet, DNS juga dapat diimplementasikan ke private network atau intranet karena DNS memeiliki keunggulan sepeti: β’ Mudah, DNS sangat mudah karena tidak
lagi direpotkan untuk mengingat IP address sebuah komputer cukup hostname (nama komputer).
β’ Konsisten, IP address sebuah komputer bisa berubah tapi hostname tidak berubah
β’ Simple, user hanya menggunakan satu nama domain untuk mencari baik diinternet maupun diintranet.
DNS dapat disamakan fungsinya dengan buku telepon, dimana setiap komputerdijaringan internet memiliki hostname (nama komputer) dan internet protocol (IP) address. Secara umum, setiap client yang akan mengkoneksikan komputer yang satu ke komputer yang lain, akan menggunakan hostname. lalu komputer akan menghubungi DNS server untuk mencek hostname yang anda minta tersebut berapa IP address-nya. IP address ini yang akan digunakan untuk mengkoneksikan komputer anda dengan komputer yang lain.
B. Struktur DNS Struktur database DNS berbentuk hierarki
atau pohon yang memiliki beberapa cabang. Cabang-cabang ini mewakili domain, dan dapat berupa host, subdomain (second level domain), top level domain sampai root domain.Setiap level ini menjadi bagian dari sistem Domain Name System.
Susunan hierarki tersebut dijelaskan pada gambar berikut ini.
Gambar 1. Struktur Hirarki DNS
Domain teratas adalah root. Domain ini
diwakili oleh titik. Selanjutnya, domain yang terletak tepat di bawah root disebut top level domain. Beberapa contoh top level domain ini antara lain com, edu, gov, dan lain-lain. Turunan dari top level domain disebut subdomain. Domain yang terletak setelah top level domain adalah second level domain, dan domain yang berada di bawah second level domain disebut third level domain.
C. Cara kerja DNS Cara kerja DNS dapat digambarkan seperti pada gambar 2.
Gambar 2. Cara kerja DNS
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika IT39 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 277
Ketika client menuliskan nama domain xxx.edu pada web browser, maka aplikasi http (resolver) akan mengirimkan query ke Name Server DNS Server local atau DNS Server Internet Service Provider.
Awalnya name server akan menghubungi server root. Server root tidak mengetahui IP Address domain tersebut, ia hanya akan memberikan IP Address server edu. Selanjutnya Name server akan bertanya lagi pada server edu IP Address domain xxx.edu. Server edu akan memberikan IP Address domain tersebut.
Client bisa secara langsung menghubungi domain xxx.edu dengan menggunakan IP Address yang diberikan oleh server edu. Ip address xxx.edu akan disimpan sementara oleh DNS server local untuk keperluan nanti. Proses ini disebut caching, yang berguna untuk mempercepat pencarian nama domain yang telah dikenalnya.
III. METODE PENELITIAN A. Flowchart system
Flowchart pada Gambar3 di bawah merupakan blok diagram perancangan dan alur dari proses backup data DNS ke dalam database MySQL serta proses pengiriman data ke DNS server.
Gambar 3. Flowchart Sistem
Gambar 3. merupakan diagram alir sistem secara keseluruhan yang dibuat untuk menyimpan data domain dan subdomain
kemudian disimpan ke database dan akan diolah oleh sistem untuk membuat file konfigurasi DNS. Prosesnya adalah sebagai berikut, pertama dengan cara mengimput data kemudian disimpan ke database. Data yang tersimpan di database diparsing berdasarkan row tabel dan melakukan aksi buat file berdasarkan nama domain kemudian menulis data domain pada file yang telah dibuat oleh sistem. Data subdomain yang simpan kedatabase akan diparsing kembali berdasarkan row subdomain lalu ditambahkan kedalam file subdomain dan revers yang telah dibuat oleh sistem. Data yang telah diisi ke dalam file dikirim ke DNS server sebagai proses akhir.
B. Diagram Proses Proses alur data dapat dijelaskan pada Gambar 4 sebagai berikut:
β’ Admin. Pada aplikasi ini hanya membutuhkan satu aktor. Admin mempunyai dua hak akses yaitu input domain baru dan input subdomain
β’ Database server. Database server akan menyimpan semua data yang telah diinput oleh admin dalam bentuk tabel, yaitu tabel zone dan record.
β’ Web & Application server. Data yang ada di database akan di parsing berdasarkan kolom dari kedua tabel yaitu tabel zone dan record. Sistem akan membuat file secara otomatis dan data yang telah diparsing akan diolah kedalam file sehingga berbentuk konfigurasi DNS server. Setelah itu data akan di kirim ke DNS server
β’ DNS server akan menyimpan semua data dan hasil konfigurasi.
C. Diagram Use Case Diagram use case menunjukkan fitur utama aplikasi yang pada initinya merupakan bagian dari manajemen data DNS.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika IT39 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 278
Gambar 5. Diagram Usecase
Gambar 4. Diagram Proses
D. Mekanisme Recovery
Pada Gambar 5 dibawah ini menjelaskan proses mekanisme recovery data DNS jika terjadi kerusakan pada mesin DNS server. Proses recovery dijelaskan pada gambar 6.
Gambar 6. Mekanisme recovery data DNS server
Pada Gambar 6 menjelaskan mekanisme recovery data bind DNS jika terjadi kerusakan pada mesin DNS server. Aktor mengklik buttom recovery data, sistem akan membaca seluruh file konfigurasi yang telah di backup di web server. Setalah data semuanya terbaca, maka sistem akan melakukan remote server DNS yang telah di konfigurasi, apabila berhasil remote, maka sistem akan mengirim semua file konfigurasi masuk ke bind server
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
berdasarkan hasil rancangan, tahapan-tahapan pelaksanaan, dan pengujian yang sesuai dengan pokok permasalahan dan ruang lingkup penelitian.
Gambar 7. Model Manajemen DNS
Admin menginput setiap ada tambahan data domain dan sub domain melalui interface aplikasi yang ditempatkan pada webdan applicationserver. Data yang dinput melalui interface aplikasi otomatis tersimpan pada database server dimana berfungsi sebagai database server untuk menyimpan backup data domain DNS dalambentuk database. Proses ini dilanjutkan
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika IT39 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 279
dengan proses pengisian file konfigurasi DNS berbasis teks pada mesin server DNS OS Linux. Jika server DNS rusak, file konfigurasi corrupt, maka data tetap masih tersimpan pada database server, sehingga file konfigurasi DNS dapat di-generate lagi dan disimpan pada mesin DNS baru.
Tampilan aplikasi web DNS dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 8. Tampilan Aplikasi DNS Berbasis Web
Semua pengelolaan data domain dan subdomain, baik penambahan, edit dan penghapusan hanya diperbolehkan dilakukan pada web interface aplikasi, tanpa melalui DNS file teks Dengan demikian manajemen DNS menggunakan aplikasi tersebut dapat berjalan dengan baik dan mekanisme backup data domain dapat terus belangsung.
Gambar 9. Form TambahDomain
Gambar 10. Form Tambah Sub Domain
Setelah menambah data domain dan subdomain pada web interface, data akan dikirm ke database server. sistem akan mebuat 2 file berdasarkan nama domain yang berekstensi .db dan .inv . File tersebut akan diisi configurasi DNS secara otimatis. File di simpan di web server dan kemudian akan dikirim ke DNS server secara otomatis. Hasil file konfigurasi terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar 11. Hasil Konfigurasi Zone
Gambar 11 merupakan isi dari file named.conf.local yang berada pada DNS Server.file Named.conf.local dibuat secara otomatis oleh sistem setelah user melakukan pengimputan domain pada web interface, data yang telah diinput akan disimpan kedalam database server dan selanjutnya akan dilakukan proses parsing data dari database tersebut. Data yang diparsing dari database berasal dari fieldnamazone, type dan file.
Penginputan data subdomain yang dilakukan pada web interface juga membuat file. Isi file tersebut dijelaskan melalui gambar berikut ini.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika IT39 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 280
Gambar 12. Hasil Konfigurasi record
Gambar 12 menampilkan hasil konfigurasi indonetwork.db. indonetwork.db di isi secara otomatis oleh sistem setelah user melakukan pengimputan data pada web interface dan disimpan ke dalam kedatabase. kemudian sistem akan melakukan parsing data dari database. Pengujian diakukan dalam 3 skenario yaitu penambahan data domain dan sub domain, edit data sub domain, dan penghapusan data sub domain. Setelah menambah data domain dan subdomain pada web interface dan dikirim ke DNS server. Pengujian dilakukan dengan mengunaakan tool nslookup untuk melihat apakah data yang telah dinput melalui aplikasi telah tersinkronisasi dengan baik pada database di database server, dan file database di sisi DNS Server.
Gambar 13. Pengujian dari sisi client
Proses ini dilkukan dari sisi client untuk memperjelas bahwa domain yang ditambahkan telah aktif. Hasil pengujian dari sisi client dapat dilihat pada Gambar 13.
V. KESIMPULAN Dengan menginplementasikan sistem
manajemen domain name server berbasis web, admin sangat dimudahkan dalam mengelola nama domain. Kesalahan struktur penulisan pada file database DNS server dapat diatasi sehingga akan menghindari terjadinya error pada aplikasi tersebut. Namun Untuk menguji kinerja dari sistem backup recovery DNS server, sebaiknya dilakukan dengan memberikan domain dan subdomain dalam jumlah yang besar serta menguji sistem dengan mengubah data dari file txt ke dalam database, sehingga kinerja sistem manajemen remote backup recovery dapat dianalisis lebih lanjut.
REFERENSI Ardianto.diding. pengantar DNS (Domain
Name System).Ilmukomputer.2003 Baskoro.Adi, Panduan Praktis Membuat
Domain, Media kita, Jakarta Selatan. 2009 Conrad David. A quick introduction to the
domain name system. Dipersentasikan pada workshop ITU ENUM.2000
Ed Manet.2014. Transferring a remote file to a remote ftp via php.http:// stackoverflow.com /questions/7178014/transferring-a-remote-file-to-a-remote-ftp-via-php . Diakses 24 agustus 2014.
H.Imrul.2012. create file in another directory with php.http:// stackoverflow.com/ questions /9957485/create-file-in-another directo ry-with-php. Di akses 16 Juli 2014.
Hakim Lukmanul.. Membongkar Trik Rahasia Para Master PHP.2008.
Kadir Abdul. Pengertian DNS Server, ANDI, Yogyakarta, 54-60. 2003
Stevanof.2009. delete file with php. http://php.net/manual/en/function.ssh2-sftp-unlink.php. Diakses 12 juli 2014.
Varney Parris.2010. get column value by name from a row.http://stackoverflow.com/ questions/4452100/php-how-can-i-get-column-value-by-name-from-a-row . Diakses 23 juli 2014
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL40 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 281
Peningkatan Proses Pemintalan Benang Sutera Bagi Industri Kecil Persuteraan Daerah
Abdul Salam
Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Ujung Pandang, e-mail: mas.pnup@gmail.com
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan produktivitas proses pemintalanbenang sutera pada industri kecil persuteraan daerah. Lebih jauh diharapkan penelitian ini menjadi proyek percontohan rancang bangun mesin pemintalanbenang sutera bagi daerah-daerah sentra pembuatan benang sutera dan tenunan sutera yang ada di Sulawesi Selatan.
Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut ialah merancang dan membuat mesin pemintal serta sosialisasi penerapan pada industri kecil persuteraan daerah. Perbaikan proses pemintalan dengan menggunakan teromol (haspel) independen sistem kopling pembebas, sehingga proses pemintalan dapat lebih efektif dan efisien. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa mesin pemintal benang sutera yang dibuat lebih efektif dan dapat meningkatkan produktivitas pemintalan sekitar 16 kali lipat dibandingkan alat pemintal manual tradisional. Untuk satu buah teromol haspel dengan putaran 200 rpm selama 10 menit, panjang benang sutera yang dapat dipintal 957 meter, sehingga untuk 8 haspel yang bekerja normal, panjang benang sutera yang dapat dipintal sebanyak 45942 meter perjamnya. Kata Kunci: benang sutera, haspel, pemintalan, produktivitas
I. PENDAHULUAN Provinsi Sulawesi Selatan termasuk
pemasok terbesar produksi benang sutera di Indonesia. Dari 64,02 ton produksi nasional, 54,53 ton (86%) diantaranya dipasok dari Sulawesi Selatan. Menurut Balai Persuteraan Alam Provinsi SulSel, terdapat 3.214 KK menggeluti usaha tani murbei dengan luas tanam murbei 1.713 Ha yang tersebar di 11 Kabupaten (Tahir, 2011).
Sejak tahun 2010 terjadi penurunan produksi benang sutera Indonesia, hal ini terlihat dari data nasional dimana sebelumnya jumlah usaha pemintalan sebanyak 220 ribu unit, turun menjadi 132 ribu unit (turun sekitar 40%) padahal seharusnya semakin ditingkatkan karena adanya perjanjian perdagangan bebas Asean-Tiongkok, ACFTA (Asean China Free Trade Area). Masalah terbesar yang dihadapi industri kecil persuteraan lokal, khususnya di Sulawesi Selatan adalah produksi benang sutera yang semakin menurun, belum mampu memenuhi permintaan pasar yang begitu besar. Produsen tekstil sutera terpaksa harus mengimpor benang sutera asal China meskipun harganya
cukup mahal. Harga benang sutera impor China berkisar Rp.800.000-Rp.850.000/kg dengan kualitas yang bagus, sedangkan benang sutera lokal sekitar Rp. 450.000-Rp 500.000 /kg. (Dinas Kehutanan Provinsi Sulsel, 2009).
Salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang potensil dikembangkan persuteraannya adalah Kabupaten Soppeng. Menurut Taslim (2008), areal pertanaman murbei Kabupaten Soppeng sangat luas, demikian pula aktivitas persuteraan seperti pemeliharaan ulat sutera, pemintalan benang, hingga pertenunan. Jumlah produksi benang per tahunnya sebesar 18.053 ton yang diproduksi dari 387 unit pemintal. Potensi alam yang tak ternilai harganya dapat menunjang komoditas unggulan daerah dalam hal usaha persuteraan alam. Namun di sisi lain, pengelolaan sutera khususnya bagi usaha industri kecil menengah masih terkendala dengan penggunaan alat yang kurang efisien dan efektif dalam menghasilkan benang sutera, sehingga secara keseluruhan produktivitas benang sutera belum dapat ditingkatkan secara maksimal.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL40 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 282
Berdasarkan survei yang dilakukan dan studi pendahuluan tim peneliti, menunjukkan bahwa masalah yang paling urgen bagi pengembangan usaha kecil menengah persuteraan di Kabupaten Soppeng adalah masih rendahnya produktivitas yang disebabkan efisiensi dan efektivitas alat pemintal yang digunakan. Alat pemintal benang sutera yang ada sekarang terdiri atas dua macam yaitu alat tradisional (manual) dan mesin bantuan pemerintah pada tahun 2005. Mesin pemintal bantuan Pemerintah, sudah tidak dioperasikan lagi karena rusak dan tidak mudah mendapatkan sukucadangnya di pasaran. Mesin pemintal tersebut masih memiliki kekurangan, yaitu jika ada salah satu benang yang putus pada teromol (haspel),
maka operasi mesin harus dihentikan untuk menyambung.
Usaha persuteraan di Kabupaten Soppeng sangat potensial untuk dikembangkan karena merupakan salah satu komoditas unggulan daerah tersebut, namun demikian permasalahan yang ada saat ini adalah produktivitas benang sutera masih sangat rendah karena efektivitas dan efisiensi alat/mesin yang digunakan belum optimal. Berdasarkan kondisi tersebut, maka permasalahan pada penelitian ini: 1). Bagaimana meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pemintalan dan proses penggulungan benang sutera. 2). Bagaimana meningkatkanproduktivitas benang sutera industri kecil daerah.
II. KAJIAN LITERATUR
Dalam penelitian ini penentuan daya motor menggunakan persamaan (Sularso,
1997): Ξ·75vQP
ΓΓ
= (HP) Keterangan: P =
daya yang dibutuhkan (hp) Q = bobot beban (kg)V = kecepatan linier teromol (m/s); Ξ·= efisiensi. Sedangkan sistem transmisi menggunakan sistem transmisi puli-sabuk. Untuk menentukan diameter puli digunakan persamaan: D1.N1 = D2.N2 Keterangan: D1 = diameter puli motor (mm); D2 = diameter puli poros transmisi (mm); N1 = putaran mesin (rpm); dan N2 = putaran poros transmisi (rpm). Poros transmisi yang digunakan pada perancangan ini dikonstruksi sedemikian rupa menyatu dengan teromol pemintal (haspel) sistem kopling pembebas, sehingga dapat distop bila putus pada benang yang dipintal, tetapi haspel lain pada poros yang sama tetap berputar. Sabuk merupakan alat transmisi daya dan putaran pada poros yang berjauhan posisinya. Sistem transmisi sabuk yang digunakan pada penelitian ini adalah sabuk trapesium (sabuk V) ganda yang dipasang pada puli dengan alur V. Menurut Sularso, (1997), panjang sabuk diketahui dengan persamaan,
Xr)(RX2r)(RΟL
2β+++= Keterangan: R = jari-
jari puli poros transmisi (mm); r = jari-jari
motor (mm); dan X = jarak sumbu poros transmisi ke sumbu poros motor (mm).
Penentuan diameter poros yang hanya menerima beban puntir pada penampang tegak lurus sumbu panjang poros dapat diketahui dengan menggunakan persamaan:
3/11,5
= TCKd bt
bs Ο
(Khurmi,1994).
Keterangan: T = Momen puntir (kgmm); bΟ = Tegangan puntir ijin (kg/mm2); Kt = Faktor koreksi = 1; untuk beban halus = 1β1,5; sedikit kejutan/tumbukan = 1,5β3 kejutan/tumbukan besar; dan Cb = Faktor koreksi =1,2 - 2,3.
Bantalan adalah komponen yang mampu menumpu poros sehingga putaran dapat berlangsung secara halus, aman, dan panjang umur. Jenis bantalan yang digunakan pada penelitian ini adalah bantalan gelinding, sesuai dengan fungsinya untuk menumpu poros transmisi. Menurut Sularso(1997), umur bantalan diketahui dengan persamaan
610.67,1xnLsLh = Keterangan: Ls = umur
bantalan (juta putaran); n = putaran poros (rpm).
Perhitungan kekuatan sambungan las didasarkan atas luas minimum terhadap beban atau geseran. Luas leher las minimum A = h . L. Sedangkan untuk ukuran tebal las sudut atau las sisi, maka dihitung berdasarkan luas leher las minimum. Menurut Shigley (1996), luas leher las minimum adalah: A = 0,707 h.L
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL40 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 283
Keterangan: h = Leher las (mm); L = Panjang efektif las (mm); A = Luas leher las (mm2). Sedangkan sambungan tidak tetap menggunakan baut-mur. Untuk menentukan diameter baut digunakan persamaan sebagai berikut.
(Khurmi, 1994). Keterangan:F = gaya yang terjadi (N); d1 = diameter inti baut (mm); Οg = tegangan geser (N/mm2); nb = jumlah baut.
III. METODE PENELITIAN
Kegiatan penelitian ini berlangsung selama kurang lebih 8 bulan bertempat di Bengkel Mekanik Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang. Penelitian dilakukan dalam 2 (dua) tahun kegiatan. Pada tahun pertama dirancang dan dibuat mesin pemintal benang sutera. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan langkah kerja dan tahapan-tahapan rancang bangun mesin sebagai berikut: o Persiapan dan data-data awal perancangan o Analisa beban kerja o Pemilihan bahan o Perhitungan setiap komponen o Pembuatan gambar kerja o Pembuatan komponen-komponen (proses
permesinan) o Perakitan mesin o Uji coba mesin o Implementasi mesin di lokasi penelitian.
Rancangan Konstruksi Mesin Rancangan konstruksi mesin pemintal
terdiri atas dua poros utama, masing-masing dilengkapi 4 (empat) buah teromol pemintal (haspel) dan masing-masing poros utama digerakkan motor listrik. Perancangan konstruksi teromol pemintal (haspel) dapat distop putarannya sementara roda pemintal yang lainnya bisa tetap berputar kerena menggunakan sistem kopling pembebas. Selain itu, dilengkapi poros pengatur spasi agar gulungan benang pada haspel tidak menumpuk dan bak perendaman kokon yang dilengkapi thermostat untuk mengontrol suhu air rendaman. Dalam penelitian ini, fokus rancang bangun mesin adalah: (a). dimensi rangka mesin yang ergonomis, (b). konstruksi teromol pemintal (haspel) yang dapat berputar independen sistem kopling pembebas, (c). bak perendam kokon dengan thermostat pengontrol suhu, (d). sistem transmisi puli-sabuk rendah getaran.
Bahan-bahan yang dipergunakan pada pembuatan mesin pemintal benang sutera ini antara lain besi siku, besi profil, besi pejal, pelat stainless, dan besi pelat. Sedangkan alat-alat/peralatan yang digunakan adalah: Mesin Bubut, Mesin Frais, Mesin Bor, Mesin Gerinda, Mesin Gergaji potong, Mesin bending/rol, dan Mesin Las.
Kegiatan pembuatan mesin pemintal benang sutera ini berorientasi pada penerapan teknologi tepat guna yang terdiri atas beberapa tahapan seperti tahap perancangan, tahap pembuatan (proses manufaktur), tahap perakitan mesin, dan tahap pengujian. Prosedur Rancang bangun
Kegiatan perakitan mesin dikelompokkan sesuai rancangan urutan perakitan, baik komponen-komponen yang dibuat maupun komponen-komponen yang dibeli. Setelah dirakit, mesin tersebut diuji coba, baik pengujian tanpa beban maupun uji coba pemintalan benang. Prosedur kegiatan penelitian mengikuti tahapan-tahapan berikut:
Perancangan, sebagai acuan dalam rancang bangun mesin pemintal benang sutra ini, langkah awal adalah membuat gambar desain konstruksi mesin berdasarkan data-data awal yang diperoleh dari survei lapangan, baik di sentra-sentra pembuatan benang sutera di daerah maupun di Balai Persuteraan Bili-Bili Kabupaten Gowa.
Pembuatan, pembuatan mesin pemintal benang sutera mengikuti beberapa tahapan secara sistematis. Adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: Rangka utama: Menggunakan besi profil
L 5 x 5 cm dipotong sesuai dengan ukuran, proses penyambungan menggunakan las listrik. Poros: Menggunakan besi poros pejal
berdiameter 1 inci sesuai ukuran pada gambar, pada bagian ujung yang ditumpu oleh bantalan, diproses bubut finish
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL40 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 284
diamter 25 mm sebagai dudukan bantalan. Teromol penggulung: Meliputi rumah
bantalan, bantalan dengan diameter dalam 10 mm. Selain itu komponen rooler juga termasuk penyangga poros, garpu pipa pemintalan, serta engsel pelepas. Jumlah roller yang dibuat sebanyak delapan buah. Rol/Haspel penggulung benang: Terbuat
dari bahan pipa paralon sebanyak delapan buah yang dibentuk menjadi teromol. Pada bagian sisi senter kedua ujungnya dilubangi dengan diameter 1βuntuk memasang poros yang telah dibuat sebelumnya. Wadah penampung air panas:
Menggunakan bahan pelat aluminium dengan ketebalan 1,5 mm, dibuat sebanyak 2 buah, ditempatkan dikedua sisi rangka mesin. Rangka dudukan bak, dudukan poros,
dudukan roller, dudukan motor, dan rangka untuk pengatur spasi sebanyak dua buah dengan diameter 1,5 mm untuk alur benang dan untuk penghubung. Dudukan spasi benang, sebanyak empat
buah pada setiap ujung pipa. Alur serat sutera: Terbuat dari bahan
kawat besi sebanyak delapan buah. Perakitan, Perakitan komponen-
komponen yang dibuat (proses permesinan) dan alat standar yang dibeli dipasang dan ditempatkan sesuai dengan fungsi masing-masing setiap komponen. Bagian tertentu disambung dengan las listrik, sedangkan bagian yang memerlukan
perawatan dan bongkar pasang disambung dengan baut-mur. Menyambung besi profil L untuk
pembuatan rangka pemintal dengan menggunakan las listrik. Selanjutanya memasang poros utama/penggerak dan roller penggerak pada dudukan poros yang disediakan.
Memasang komponen roller pemintal/haspel dengan cara memasang sangkar bantalan pada bagian penyangga, kemudian memasang poros transmisi.
Memasang bantalan sebagai dudukan poros utama pada kedua ujung bagian atas dari panjang rangka sebanyak empat buah.
Memasang poros utama pada bantalan
Memasang puli untuk poros utama Memasang ke 8 buah komponen
roller pada dudukan rangka. Memasang bantalan untuk poros
spasi benang. Memasang poros spasi benang pada
dudukan yang tersedia. Memasang puli spasi benang. Memasang spasi benang serta
pengaturan jarak spasi benang. Memasang wadah penampungan air
untuk kokon pada dudukan rangka bawah.
Memasang komponen-komponen penunjang pengoperasian pemintalan, termasuk mesin, thermostat, serta pompa air.
Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian dilaksanakan setelah proses perakitan semua komponen dan komponen standar menjadi satu kesatuan mesin. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah komponen-komponen bekerja sesuai fungsinya. Selanjutnya dilakukan uji coba awal kinerja mesin dengan menempatkan kokon pada tempat/wadah rendaman air panas bersuhu 600C β 1000C, kemudian menarik bakal benang dari kokon, dimasukkan ke lubang pengarah dan digulung pada teromol penggulung. Selanjutnya mesin pemintal dihidupkkan
untuk menggulung serat kokon tersebut sebagai benang sutera. Pada proses pengujian, terkadang harus dilakukan perbaikan atau penyetelan komponen/alat yang kurang maksimal bekerja agar keseluruhan sistem dapat bekerja secara optimal. Sebagai contoh salah satu keunggulan mesin pemintal benang sutera ini adalah jika salah satu benang putus pada haspel, maka hanya haspel tersebut yang dihentikan putarannya melalui tuas pelepas putaran. Pengujian dan pengambilan data kapasitas penggulungan dilakukan berulang-ulang sesuai dengan rancangan data
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL40 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 285
pengujian, yaitu 3 macam putaran, yaitu: 200 rpm, 280 rpm, dan 350 rpm. Sedangkan waktu atau lama pemintalan juga 3 macam, yaitu: 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Data hasil pengujian selanjutnya ditabulasikan dan dianalisa untuk mengetahui unjuk kerja mesin pemintal benang sutera.
Proses pembuatan komponen-komponen (proses manufaktur) dan pemilihan peralatan standar dapat dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan perhitungan perancangan. Diagram alir proses rancang bangun pembuatan mesin pemintal benang sutera diperlihatkan sebagai berikut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan perhitungan rancangan konstruksi kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatankomponen-komponen (manufacturing process), maka beberapa hasil
dari perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: Daya rencana poros diperoleh = 0,29 HP,
sehingga dipilih penggerak motor listrik Β½ HP dengan putaran 1400 rpm.
Bantalan yang digunakan adalah bantalan gelinding 6205: Diameter dalam = 25 mm; Diameter luar = 52 mm; Kapasitas normal dinamis ( C ) = 1100 Kg; Kapasitas normal statis ( Co ) = 730 Kg.
Diameter poros transmisi 30 mm, pada bagian ujung terpasang bantalan tipe 6205 dengan diameter dalam 25 mm.
Diameter puli motor listrik = 50,8 mm (2β)
Diameterpuli poros transmisi I = 203,2 mm (8β)
Diameter puli poros transmisi II = 254 mm (10β)
Diameter puli poros transmisi III = 355,6 mm (14β)
Panjang sabuk I = 1753,03 mm (dipilih sabuk-V standar 70 Inchi = 1778 mm)
Panjang sabuk II = 1843,46 mm (dipilih sabuk-V standar 73 Inchi = 1854 mm)
Panjang sabuk III = 1935,82 mm (dipilih sabuk-V standar 77 Inchi = 1956 mm)
Tegangan geser izin elektroda, Ο g = 42,747 N/mm2(AWS. A60), Tegangan geser pengelasan, Ο g = 7,803 N/mm2 sehingga kekuatan pengelasan aman digunakan.
Tegangan geser izin baut, Ο g = 35N/mm2, Tegangan geser yang terjadi pada setiap baut, Ο g = 0,821 N/mm2 sehingga kekuatan baut M12 aman digunakan.
Bahan pasak St.42 dengan dimensi: lebar, b = 8 mm; tinggi, h = 8 mm; panjang, L = 75 mm; Momen puntir yang terjadi, T = 2751,3 Nmm. Tegangan geser izin pada pasak, Οg= 23,3N/mm2, sedangkan tegangan geser yang terjadi, Ο g = 0,361 N/mm2 sehingga pasak aman untuk digunakan.
Dimensi rangka 1200 x 700 x 1100 mm.
Ya
Analisa beban kerja
Pemilihan bahan
Perhitungan Komponen: Perhitungan poros utama, sistem transmisi, daya penggerak motor, sambungan, dan kekuatan rangka
Pengecekan keamanan komponen-komponen
Pembuatan komponen dan Perakitan: Pemotongan bahan, Pengerjaan permesinan,
Pengelasan rangka, Pemasangan dan Perakitan
Uji coba Kinerja Mesin
Selesai
Tidak
Ya
Tidak
Data Awal
Gambar teknik
Perbaikan/Penyetelan
Faktor keamanan
Studi Kelayakan/Survei
Mulai
Gambar 1. Diagram alir penelitian
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL40 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 286
Dimensi penopang wadah air panas 1200 x 300 x 300 mm
Hasil pengujian pemintalan benang sutera dilakukan pada 3 macam putaran, yaitu 200 rpm, 280 rpm, dan 350 rpm. Lamanya waktu proses pemintalan untuk setiap macam putaran juga dilakukan pada 3 macam waktu, yaitu 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Hal ini untuk menentukan pada putaran berapa yang memberikan kapasitas dan kualitas pemintalan
yang paling baik. Dalam hal ini, kokon yang akan dipintal menjadi benang sutera secara kualitas pemintalan ditentukan berdasarkan jumlah kokon yang dapat dipintal dengan baik dan jumlah kokon yang mengalami putus saat proses pemintalan. Sedangkan secara kuantitas atau kapasitas pemintalan berdasarkan jumlah benang sutera yang dapat digulung per satuan waktu tertentu. Data-data hasil pengujian ditabulasikan sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil pengujian Putaran 350 rpm, t = 5 menit
No Haspel Jumlah kokon
Kokon yang terpintal baik
Jumlah yang putus
Persentase pemintalan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
I II III IV V VI VII VIII
10 10 10 10 10 10 10 10
8 6 7 8 6 5 7 6
Dua putus Empat putus Tiga putus Dua putus Empat putus Lima putus Tiga putus Empat putus
80% 60% 70% 80% 60% 50% 70% 60%
Rata-rata persentase pemintalan yang baik 66,25%
Tabel 2. Hasil pengujian Putaran 350 rpm, t = 10 menit
No Haspel Jumlah kokon
Kokon yang terpintal baik
Jumlah yang putus
Persentase pemintalan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
I II III IV V VI VII VIII
8 6 7 8 6 5 7 6
6 3 4 5 2 0 4 0
Dua putus Tiga putus Tiga putus Tiga putus Empat putus Semua putus Tiga putus Semua putus
75 50 57 63 33 0 57 0
Rata-rata persentase pemintalan yang baik 41,875%
Tabel 3. Hasil pengujian Putaran 350 rpm, t = 15 menit
No Haspel Jumlah kokon
Kokon yang terpintal baik
Jumlah yang putus
Persentase pemintalan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
I II III IV V VI VII VIII
6 3 4 5 2 0 4 0
3 0 0 2 0 0 0 0
Tiga putus Semua putus Semua putus Tiga putus Semua putus Semua putus Semua putus Semua putus
50% 0 0 40% 0 0 0 0
Rata-rata persentase pemintalan yang baik 11,25%
Tabel 4. Hasil pengujian Putaran 280 rpm, t = 5 menit
No Haspel Jumlah kokon
Kokon yang terpintal baik
Jumlah yang putus
Persentase pemintalan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
I II III IV V VI VII VIII
10 10 10 10 10 10 10 10
7 7 8 7 6 5 8 6
Tiga putus Tiga putus Dua putus Tiga putus Empat putus Lima putus Dua putus Empat
70% 70% 80% 70% 60% 50% 80% 60%
putus Rata-rata persentase pemintalan yang baik 67,5%
Tabel 5. Hasil pengujian Putaran 280 rpm, t = 10 menit
No Haspel Jumlah kokon
Kokon yang terpintal baik
Jumlah yang putus
Persentase pemintalan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
I II III IV V VI VII VIII
7 6 8 7 6 5 8 6
6 5 7 5 5 5 6 4
Satu putus Satu putus Satu putus Dua putus Satu putus Tidak putus Dua putus Dua putus
85,7% 83,3% 87,5% 71,4% 83,3% 100% 75% 66,7%
Rata-rata persentase pemintalan yang baik 81,6% Tabel 6. Hasil pengujian Putaran 280 rpm, t = 15 menit
No Haspel Jumlah kokon
Kokon yang terpintal baik
Jumlah yang putus
Persentase pemintalan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
I II III IV V VI VII VIII
6 5 7 5 5 5 6 4
4 4 5 4 4 3 4 3
Dua putus Satu putus Dua putus Satu putus Satu putus Dua putus Dua putus Satu putus
66,7% 80% 71,4% 80% 80% 60% 66,7% 75%
Rata-rata persentase pemintalan yang baik 72,5%
Tabel 7. Hasil pengujian Putaran 200 rpm, t = 5 menit
No Haspel Jumlah kokon
Kokon yang terpintal baik
Jumlah yang putus
Persentase pemintalan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
I II III IV V VI VII VIII
10 10 10 10 10 10 10 10
9 9 7 8 7 7 8 10
Satu putus Satu putus Tiga putus Dua putus Tiga putus Tiga putus Dua putus Tidak putus
90% 90% 70% 80% 70% 70% 80% 100%
Rata-rata persentase pemintalan yang baik 81,25%
Tabel 8. Hasil pengujian Putaran 200 rpm, t = 10 menit
No Haspel Jumlah kokon
Kokon yang terpintal baik
Jumlah yang putus
Persentase pemintalan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
I II III IV V VI
9 9 7 8 7 7
8 7 6 7 7 6
Satu putus Dua putus Satu putus Satu putus Tidak putus Satu putus
88,9% 77,8% 85,7% 87,5% 100% 85,7%
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL40 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 287
Gambar 4. Putaran haspel 200 rpm
7. 8.
VII VIII
8 10
7 8
Satu putus Dua putus
87,5% 80%
Rata-rata persentase pemintalan yang baik 86,6%
Tabel 9. Hasil pengujian Putaran 200 rpm, t = 15 menit
No Haspel Jumlah kokon
Kokon yang terpintal baik
Jumlah yang putus
Persentase pemintalan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
I II III IV V VI VII VIII
8 7 6 7 7 6 7 8
6 6 4 5 6 5 5 6
Dua putus Satu putus Dua putus Satu putus Satu putus Satu putus Dua putus Dua putus
75% 85,7% 75% 71,4% 85,7% 83,3% 71,4% 75%
Rata-rata persentase pemintalan yang baik 77,8%
Berdasarkan hasil pengujian, secara rata-rata dapat disimpulkan bahwa putaran poros haspel 350 rpm kurang memberikan hasil pemintalan benang sutera yang baik. Dari ketiga macam waktu proses, nilai kualitas pemintalan terbaik terjadi pada pengujian 5 menit, yaitu 66,25%. Pada pengujian proses pemintalan putaran 350 rpm dengan waktu 10 menit dan 15 menit, masing-masing 41,875% dan 11,25%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh putaran yang cukup tinggi, sehingga proses pemintalan berlangsung dengan baik pada saat awal pemintalan saja. Hal lain yang patut diduga sebagai penyebab kurang baiknya proses pemintalan pada putaran 350 rpm tersebut adalah lubang pengarah sedikit bergetar pada putaran yang cukup tinggi.
Pengujian dengan putaran 280 rpm dan
waktu proses pemintalan 3 macam (5 menit, 10 menit, dan 15 menit), justru nilai kualitas pemintalan rata-rata yang terbaik terjadi pada pengujian 10 menit, yaitu 67,5%. Untuk waktu 5 menit 81,6% sedang untuk 15 menit 72,5%. Hal ini dimungkinkan oleh putaran yang sedang dan kestabilan proses pemintalan terjadi setelah waktu 5 menit.
Pengujian dengan putaran 200 rpm dan
waktu proses pemintalan 3 macam (5 menit, 10 menit, dan 15 menit), nilai kualitas pemintalan rata-rata yang terbaik juga terjadi pada pengujian 10 menit, yaitu 86,6%. Untuk waktu 5 menit 81,25% sedang untuk 15 menit 77,8%. Data pengujian ini menunjukkan bahwa dari ke 3 putaran yang diambil sebagai variabel pengujian, maka putaran 200 rpm ini yang paling baik karena dapat menunjukkan kualitas pemintalan rata-rata yang terbaik, yaitu 86,6% paling tinggi dibandingkan putaran 350 rpm dan 280 rpm. Hal ini dimungkinkan oleh putaran poros haspel yang sesuai untuk proses pemintalan.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa putaran yang rendah lebih baik pada proses pemintalan, namun berdampak pada kapasitas produksi yang juga rendah. Dengan demikian sebaiknya digunakan putaran yang sesuai namun memberikan hasil kualitas proses pemintalan yang baik. Dalam hal ini, putaran 200 rpm sudah cukup layak digunakan karena secara rata-rata kualitas hasil proses pemintalan sudah mencapai 86,6%.
Berdasarkan data hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa proses pemintalan berlangsung secara efektif karena ke 8 haspel semuanya bekerja dengan baik. Selain itu,
Gambar 3. Putaran haspel 280 rpm
Gambar 2. Putaran haspel 350 rpm
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL40 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 288
proses pemintalan juga lebih efisien dari sisi waktu karena dapat meningkatkan produktivitas pemintalan. Jika dibandingkan dengan pemintalan secara manual yang dapat diputar sekitar 100 rpm dan hanya menggunakan satu buah poros teromol pemintal, maka peningkatan produktivitas mencapai 16 kali lipat. Untuk satu buah teromol haspel dengan putaran 200 rpm selama 10 menit = 2000 putaran. Jika diameter haspel 6 inchi (152,4 mm), maka panjang benang sutera yang terpintal = Ο x 0,1524 x 2000 = 957 meter, sehingga untuk 8 haspel yang bekerja normal, maka benang sutera yang terpintal = 7657 meter setiap 10 menit atau 45942 meter per jamnya.
Kualitas hasil proses pemintalan menggunakan alat secara manual, rata-rata benang sutera putus sekitar menit ke-5. Dengan demikian, mesin pemintal yang dibuat lebih baik karena rata-rata benang sutera putus pada menit ke-10. Untuk proses pemintalan dengan waktu yang sama 10 menit, maka mesin pemintal ini sudah memintal lebih banyak.
V. KESIMPULAN
1. Mesin pemintal benang sutera yang dibuat lebih efektif dibandingkan dengan mesin yang ada sebelumnya. Konstruksi mesin sederhana, mudah dioperasikan, serta proses pemintalan tetap berjalan bila salah satu benang yang dipintal putus karena putaran haspel dapat distop melalui kopling pembebas. Selain itu, waktu pemintalan menjadi lebih efisien karena menggunakan motor listrik dengan putaran yang sesuai (200 rpm).
2. Mesin pemintal benang sutera yang dibuat dapat meningkatkan produktivitas hasil pemintalan benang sutera. Secara rata-rata peningkatan produktivitas mencapai 16 kali lipat. Untuk satu buah teromol haspel dengan putaran 200 rpm selama 10 menit,
maka panjang benang sutera yang terpintal = Ο x 0,1524 x 2000 = 957 meter, sehingga untuk 8 haspel yang bekerja normal, maka benang sutera yang terpintal = 7657 meter setiap 10 menit atau 45942 meter per jamnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Tim pelaksana mengucapkan terima kasih kepada DP2M Dikti Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dana untuk kegiatan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ketua UPPM, Ketua Jurusan Teknik Mesin, dan Kepala Bengkel Mekanik Politeknik Negeri Ujung Pandang yang telah mengizinkan penggunaan fasilitas dalam mendukung penelitian ini.
REFERENSI
[1] Tahir, Ismail. Sutera Lokal SulSel Punah? 2011. (Online).(http://soppengkab.go.id. diakses 20 Maret 2014)
[2] Dinas Kehutanan Provinsi Sulsel. 2009. Data Base Perekonomian Kabupaten Soppeng. (Online),http://southelebes.wordpress.com.diakses 20 Maret 2014).
[3] Taslim, Reny Sri Ayu.Welcome to Kota Kalong Soppeng.2008.(http://southelebes.wordpress.com.diakses 8Maret 2014.
[4] Sularso dan Kiyokatsu Suga. Dasar Perancangan dan Pemilihan Elemen Mesin. Edisi ke 9. Jakarta: PT. Pradnya Paramita,1997.
[5] Khurmi, R.S. Gupta, J.K. Machine Design. Ed.3. New Delhi: Eurasia Publishing House Ltd., 1994.
[6] Shigley, Joseph E. Perencanaan Teknik Mesin. Jakarta: Erlangga, 1996.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika SK66 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 289
Pemodelan dan Simulasi Penalaan Parameter PID pada Analog Control System Menggunakan Metode Ziegler-Nichols
Kartika Dewi
Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Elektronika Politeknik Negeri UjungPandang email: kartikadewi@poliupg.ac.id
Abstrak
Proses Penalaan Konstantan PID menjadi semakin mudah saat Ziegler-Nichlos mengembangkan metode kurva reaksi dan metode osilasi. Metode Ziegler-Nichlos merupakan metode yang melakukan proses tuning berdasarkan karakteristik dari tanggapan transien sebuah plant atau sistem sehingga memudahkan karena pengguna tidak perlu mengetahui terlebih dahulu model matematis dari plant. Metode ini diciptakan untuk mengurangi kerumitan perhitungan parameter pengendali PID dengan hasil penalaan yang baik.
Pada penelitian ini menggunakan dua jenis metode dari Ziegler-Nichlos yakni metode kurva reaksi dan metode osilasi pada dua jenis plant. Berdasarkan hasi-hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa penalaan menggunakan metode osilasi menghasilkan penalaan dengan hasil yang lebih baik. Sebagai contoh dengan melakukan pengujian pada plant pertama dihasilkan parameter-parameter PID yangreratanya lebih kecil daripada menggunakan metode kurva reaksi, dengan waktu tunda sebesar 66,6 ms, waktu naik 100ms, waktu penetapannya sebesar 408 ms. Sedangkan metode Kurva reaksi memiliki waktu tunda sebesar916,6 ms, waktu naik 150ms, waktu penetapannya sebesar 1000 ms. Pengujian ini juga dilakukan pada plant nomor 2. Kata Kunci: Kurva Reaksi, Osilasi, PID, Ziegler-Nichols.
I. PENDAHULUAN Sistem pengendalian menjadi bagian yang
tak terpisahkan dalam proses kehidupan khususnya dalam bidang rekayasa industri. Sistem kontrol dalam dunia industri tidak lagi manual seperti dahulu, tetapi telah dibantu dengan perangkat kontroler sehingga sistem produksi jauh lebih efisien dan efektif. Dewasa ini, sistem pengontrolan PID digital pada Analog control system di dunia industri banyak digunakan sebagai sistem kontrol.
Penalaan kontroler merupakan suatu proses penentuan parameter kontroler untuk mendapatkan output yang diinginkan. Dalam sistem kontrol PID proses penentuan penalaan parameter kontroler selalu didasari pada karakteristik Plant. Perilaku plant tersebut harus diperoleh terlebih dahulu diketahui sebelum proses penalaan parameter PID dilakukan. Selanjutnya dilakukan proses penalaan PID untuk mendapatkan nilai Parameter yang sesuai menggunakan metode Trial and Error. Kondisi ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan nilai parameter yang bisa menghasilkan kerja sistem yang di inginkan. Pemodelan matematik dari suatu Plant tidak mudah ditambah lagi dengan metode perkiraan dan Pengecekan (Trial and Error) membutuhkan waktu yang lama, maka dikembangkan suatu metode yang
didasarkan pada reaksi plant yang mendapat gangguan atau perubahan sehingga model matematik prilaku plant tidak diperlukan lagi, karena hanya dengan menggunakan data kurva keluaran maka penalaan Kontroler PID dapat dilakukan. Metode pendekataan ini adalah metode Ziegler-Nichols.
Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode ini memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metodeditujukan untuk menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Dengan adanya metode ini maka kita dapat melakukan pemodelan dan simulasi penalaan parameter PID pada sistem kontrol analog (Analog control system) sehingga diperoleh parameter PID yang tepat. II. KAJIAN LITERATUR 2.1. Kontroler
Kontroler merupakan salah satu bagian yang penting dalam sistem pengaturan. Masukan ke kontroler adalah indikasi terukur dari variabel yang dikontrol dan set-point yang merepresentasikan harga yang diinginkan dari variabel yang dinyatakan dalam bentuk yang sama dengan pengukuran, sedangkan output kontroler adalah sebuah sinyal yang merepresentasikan tindakan yang harus diambil
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika SK66 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 - 290 -
ketika harga variabel yang dikontrol mengalami penyimpangan.
Gambar 2.1 memperlihatkan diagram kotak dari sistem kontrol industri, yang terdiri dari kontroler otomatis, aktuator, plant, dan sensor (elemen pengukur).
Gambar 2.1. Diagram kotak sistem kontrol industri
Kontroler automatik harus dapat mendeteksi sinyal kesalahan penggerak e(t) yang pada umumnya mempunyai tingkat daya yang sangat kecil, sehingga kontroler memerlukan suatu penguat, dimana alat kontrol tersebut bisa terdiri dari PI, PD, PID atau alat kontrol lainnya (Fuzzy dll). Penguat memperkuat daya sinyal e(t) yang selanjutnya akan menggerakkan actuator atau m(t). Aktuator atau sinyal penggerak (actuating sinyal) ini merupakan masukan untuk G(t) atau plant. Dengan mengatur alat kontrol maka m(t) dapat dimodifikasi sehingga menghasilkan respon sistem yang diinginkan.
Menurut Ogata (1997), berdasarkan aksi pengontrolannya, kontroler analog industri dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Kontroler dua posisi atau βon-offβ b. Kontroler P (proporsional) c. Kontroler I (integral) d. Kontroler PI (proporsional-integral) e. Kontroler PD (proporsional-derivatif) f. Kontroler PID (proporsional-integral-derivatif) 2.2. Kontrol ProportionalβIntegralβ
Derivative controller (PID) Didalam suatu sistem kontrol kita
mengenal adanya beberapa macam aksi kontrol, diantaranya yaitu aksi kontrol proporsional, aksi kontrol integral dan aksi kontrol derivative. Masing-masing aksi kontrol ini mempunyai keunggulan- keunggulan tertentu, dimana aksi kontrol proporsional mempunyai keunggulan rise time yang cepat, aksi kontrol integral mempunyai keunggulan untuk memperkecil error ,dan aksi kontrol derivative mempunyai keunggulan untuk memperkecil error atau meredam overshot/undershot. Untuk itu agar kita dapat
menghasilkan output dengan risetime yang cepat dan error yang kecil kita dapat menggabungkan ketiga aksi kontrol ini menjadi aksi kontrol PID.
Parameter pengontrol Proporsional Integral derivative (PID) selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik yang di atur (plant). Dengan demikianbagaimanapun rumitnya suatu plant, prilaku plant tersebut harus di ketahui terlabih dahulu sebelum pencarian parameter PID itu dilakukan.
Untuk kontroler proporsional ditambah integral ditambah differensial, sinyal kesalahan e(t) merupakan masukan kontroler sedangkan keluaran kontroler adalah sinyal kontrol u(t). Hubungan antara masukan kontroler e(t) dan keluaran kontroler u(t) diperlihatkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Diagram Blok Kontroler
Proporsional+Integral+Diferensial Realisasi kontroler proporsional
ditambah integral ditambah differensial dengan rangkaian elektronika dapat dibuat dengan menggunakan operasional amplifier jenis inverting amplifier.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika SK66 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 - 291 -
Gambar 2.3. Kontroler proporsional ditambah integral ditambah differensial elektronik
2.3. Parameter Tanggapan Transien
Karakteristik performansi dari suatu sistem pengaturan dinyatakan dalam bentuk respon transien terhadap masukan tangga satuan. Dalam menentukan karakteristik tanggapan peralihan sistem pengaturan terhadap masukan tangga satuan, biasanya dicari parameter berikut : 1. Waktu tunda (delay time), td
Waktu tunda adalah waktu yang diperlukan tanggapan sistem untuk mencapai setengah hargaakhir yang pertama kali. 2. Waktu naik (rise time), tr
Waktu naik adalah waktu yang diperlukan tanggapan sistem untuk naik dari 10% sampai 90%, 5% sampai 95% atau 0% sampai 100% dari harga akhirnya. 3. Waktu puncak (peak time), tp
Waktu puncak adalah waktu yang diperlukan tanggapan sistem untuk mencapai puncak lewatanyang pertama kali. 4. Lewatan maksimum (maximum overshoot),Mp
Lewatan maksimum adalah harga puncak maksimum dari kurva tanggapan sistem yang diukur dari satu. Jika harga keadaan tunak respon tidak sama dengan satu, maka biasanya digunakan persen lewatan maksimum. Parameter ini didefinisikan sebagai :
( ) ( ) 100%
( )c tp cMp x
cβ β
=β (1)
5. Waktu penetapan (settling time), ts Waktu penetapan adalah waktu yang diperlukan kurva tanggapan sistem untuk mencapai dan menetap dalam daerah disekitar harga akhir (biasanya 5% atau 2%).
Gambar 3.15. Parameter Tanggapan Transien Fungsi
Unit-Step
2.4. Metode Ziegler-Nichols
Penalaan parameter kontroller PID selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan.
Dengan menggunakan metode itu model matematik perilaku plant tidak diperlukan lagi, karena dengan menggunakan data yang berupa kurva krluaran, penalaan kontroler PID telah dapat dilakukan. Penalaan bertujuan untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan. Ogata menyatakan hal itu sebagai alat control (controller tuning) (Ogata, 2003, 168, Jilid 2). Metode pendekatan eksperimen tersebut adalah Ziegler-Nichols. Metode ini memiliki dua cara, yaitu metode Osilasi (Sistem Untaian Tertutup) dan Metode Kurva Reaksi (sistem Untaian Terbuka). Kedua metode ini ditujukan untuk menghasilkan respon sistem dengan Overshoot sebesar 25 %.
Zeigler dan Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 2.1 merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika SK66 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 - 292 -
Tabel 2.1 Penalaan paramater PID dengan metode kurva reaksi
Kontroler Kp Ti Td P t/Ktd oo 0 PI 0.9 (t/Ktd) Td / 0,3 0
PID 1,2 (t/Ktd) 2td 0,5 td Pengaturan parameter kontrol PID
dengan metode Osilasi memakai sistem yang sama seperti metode kurva reaksi. Namun, didahului dengan menentukan dua koefisien KU dan PU sebelum menentukan parameter pengontrol PID KP, TI, TD.
Setelah KU dan PU ditentukan, atur parameter kontroller PID yang direkomendasikan oleh metode Ziegler-Nichols aturan II seperti pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Penalaan paramater PID dengan metode osilasi
III. METODE PENELITIAN
Jika model matematik dari plant adalah linear dan parameter plant telah diketahui maka menggunakan teorema kontrol dalam menemukan parameter kontrol PID menjadi hal yang sangat mudah. Namun, pada aplikasinya khusus di bidang industri sebahagian besar plant adalah non-linear dan rumit untuk mendapatkan persamaan matematik atau pemodelan sistem. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan pemodelan sistem dan melakukan simulasi dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
3.1. Pemodelan Sistem
Dalam perancangan sistem kontrol mengetahui karateristik model matematis dari sistem merupakan langkah awal untuk memudahkan proses. Pada penelitian ini terlebih dahulu dilakukan proses mengaplikasikan sinyal uji berupa sinyal step unit senagai masukan dari plant.
Gambar 3.1. Sebuah sinyal step unit diaplikasikan
pada plant
Model Matematik dari Unit Step, ( ) 1
1( )
r t
R Ss
=
= (2)
Untuk fungsi alih Loop Tertutup,
1 1( )1
1 1( ) 1
C STs s
C Ss s
T
= β’+
= β+
(3)
Sehingga transformasi Laplace balik (output dalam fungsi waktu):
/( ) 1 t Tc t eβ= β (4) Output c(t) dari sinyal masukan step unit
sebagian besar merupakan kurva bentuk S seperti pada gambar 3.2. Kurva bentuk S ini disebut dengan kurva proses reaksi.
Gambar 3.2. respon step
Kurva bentuk S memiliki karakteristik
dengan 2 (dua) buah konstanta, yaitu waktu tunda (Οd) dan time constant (r). Kedua parameter diperoleh dengan menggambar garis tangensial pada titik infleksi kurva s, sepertiterlihat pada gambar respon step. Garis tangensial tersebut akan berpotongan dengan garis time axis dan garis c(t) = K. Dari kurva
Kontroller Kp TI TP P 0.5KU β 0 PI 0.45 KU PU/1.2 0 PID 0.6 KU 0.5 PU 0.125 PU
Plant U(s) C(s)
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika SK66 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 - 293 -
tersebut kita bisa melakukan pendekatan fungsi transfer dalam first order sebagai berikut :
( )( ) 1
d sC s KeU s s
Ο
Ο
β
=+
(5)
Selanjutnya proses pengujian dari plant sistem orde satu yang digunakan K/(ts+1) diberi tambahan fungsi lag transportasiππβπππππ π untuk menemukan parameter K,t dan π»π»π«π«dalam proses mendapatkan kurva bentu S. Adapun langkah-langkah dalam mencari nilai K,t dan π»π»π«π«sebagai berikut : a. Mencari nilai K Nilai K dapat diperoleh dari kurva c(t) yang ditunjukan pada gambar 3.2.
limπ‘π‘ββ ππ(π‘π‘) = limπ π β0 π π π π (π π ) =limπ π β0 π π
1π π πΎπΎππβπππππ π
π π πππ π +1= πΎπΎ (6)
Kemudian nilai K sama untuk keluaran c(t) dalam keadaan steady state b. Mencari t dan π»π»π«π«
Menggambar sebuah garis tangent melalui ujung refleksi pada kurva c(t) bentuk S seperti yang ditunjukan pada gambar 3.2. dan menemukan nilai t dan π»π»π«π« yang ditunjukan dari grafik. Bentuk awal dari aturan tuning Ziegler dan Nichols dapat diperkirakan setelah ketiga parameter tersebut diperoleh. Fungsi transfer dari kontroler PID ditunjukan oleh :
πΊπΊππ(π π ) = πΎπΎππ οΏ½1 +1πππΌπΌπ π
+ πππ·π·π π οΏ½ ,πΎπΎπΌπΌ =πΎπΎπππππΌπΌ
,πΎπΎπ·π·= πΎπΎπππππ·π·
Dimana π²π²π·π·, π»π»π°π°, dan π»π»π«π« dibuat untuk perbandingan penguatan Proporsional,, waktu integral, dan waktu diferensial.
Formula PID yang telah disebutkan sebelumnya, kemudian dijabarkan lebih speSifik sebagai berikut:
1( ) 1 )c p Di
G s K T ST S
= + +
11.2 (1 0.5
1
0.6
dd d
d
K sK K s
sKs
Ο ΟΟ Ο
Ο
= + +
+
=
Dengan menggunakan formula PID di atas dan nilai parameter K,t dan π»π»π«π«maka penulis dapat memperoleh nilai π²π²π·π·, π»π»π°π°, dan π»π»π«π«. Blok Diagram matematik dari Dari Sistem ditunjukkan pada gambar 3.3.
Gambar 3.3. Diagram blok dari plant ditambah
kontroler PID 3.2. Pemilihan Plant
Ada penelitian ini digunaka 2 plant sebagai sampel, yaitu: 1. Plant Pertama : 1000
(π π +10)(π π 2+20π π +100
2. PlantKedua : 10(π π +100)
(π π +10)3 = 10(π π +100)π π 2+20π π +100(π π +10) =
100 π π /100+1π π 2+20π π +100 π π /10+1
3.3. Penalaan Parameter kontroler PID Penentuan Parameter kontroler PID pada
penelitian ini terdiri dari dua metode, yang pertama menggunakan metode kurva reaksi dan menggunakan metode osilasi. Gambar 3.4. menunjukkan diagram Blok proses mencari parameter K, Ο , dan dΟ sedangkan Gambar3.5 menunjukkan diagram Blok proses mencari parameter Ku dan Pu.
Gambar 3.4. Diagram Blok proses mencari parameter K, Ο , dan dΟ
Gambar 3.5 Diagram Blok proses mencari parameter Ku
dan Pu
πΎπΎππ(1+ 1ππ1π π
+
Plant R(s) C(s) +
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika SK66 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 - 294 -
3.4. Perancangan Kontroler Nilai Parameter Penalaan PID yang
telah diperoleh selanjutnya di implementasikan kedalam kontrol PID. Dalam Perancangan kontrol PID terdiri dari jenis, yaitu: Kontrol PID menggunakan Aturan Zeigler-Nichlos metode Kurva Reaksi dan Kontrol PID menggunakan Aturan Zeigler-Nichlos metode Osilasi. Gambar 3.6 menunjukan Diagram Blok Sistem Kontrol PID menggunakan Aturan Zeigler-Nichlos metode Kurva Reaksi sedangkan . Gambar 3.7 menunjukkan diagram blokmenggunakan Aturan Zeigler-Nichlos metode Osilasi.
Gambar 3.6 Diagram Blok Sistem Kontrol PID menggunakan Aturan Zeigler-Nichlos metode Kurva
Reaksi
Gambar 3.7 menunjukkan diagram blokmenggunakan Aturan Zeigler-Nichlos metode Osilasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa dilakukan terhadap hasil simulasi berupa tanggapan sistem waktu berdasarakan parameter respon sistem transien dengan menggunakan proses penalaan menggunakan metode kurva reaksi dan metode osilasi. Karena banyaknya hasil penalaan maka pada makalah ini hasil yang ditampilkan dibatasi.
4.1 Penalaan dengan metode kurva Reaksi Implementasi hasil penalaan pada
ditunjukkan pada Gambar 4.1 dengan Time/Div sebesar 200ms dan Volt/Div 500mV
untuk Gambar 4.1 (a) dan (b) sedangkan untuk Gambar 4.1 (c) menggunakan Time/div 500ms dan Volt/Div 200mV.
(a) Kp=5,55. Ki=34,59. Kd=0,222
(b) Kp=5,55. Ki=34,69. Kd=1.
(c) Kp=4. Ki=34,69. Kd=1
Gambar 4.1. (a),(b),(c) Output Sistem Kontrol PID
dengan Metode Kurva Reaksi
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika SK66 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 - 295 -
Berdasarkan Parameter-Parameter Tanggapan sistem Transien diperoleh hasil penalaan sistem yang ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Nilai Tanggapan Sistem Penalaan dengan metode kurva reaksi
4.2. Penalaan dengan metode Osilasi
Implementasi hasil penalaan pada ditunjukkan pada Gambar 4.2. (a),(b),(c)dengan Time/Div sebesar 200ms dan Volt/Div 500mV.
(a) Kp=5.1, Ki=34, Kd=0.19
(b) Kp=5.1, Ki=34, Kd=0.5
(b) Kp=5.1, Ki=18, Kd=0.5
Gambar 4.2. (a),(b),(c) Output Sistem Kontrol PID dengan Metode Osilasi
Berdasarkan Parameter-Parameter Tanggapan sistem Transien diperoleh hasil penalaan sistem yang ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Nilai Tanggapan Sistem Penalaan dengan metode Osilasi
V. KESIMPULAN
Dari hasil ujicoba dan analisa sistem terhadap dua (2) Plant sampel maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara Umum, berdasarkan tanggapan
transien penalaan parameter PID dengan metode kurva reaksi dan metode osilasi diperoleh tanggapan sistem dengan waktu delay, waktu naik dan waktu puncak yang kecil.
2. Merujuk pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Hasil Penalaan menggunakan metode Osilasi menghasilkan tanggapan yang lebih baik berdasarkan parameter tanggapan transien dimana nilai waktu delay, waktu
Konstanta PID Td (ms)
Tr (ms)
Tp (ms)
Mp (mV)
Ts (ms)
Kp=5.1, Ki=34,
Kd=0.19
75 100 200 1450 550
Kp=5.1, Ki=34,
Kd=0.5
75 100 200 1200 500
Kp=5.1, Ki=18,
Kd=0.5
50 100 150 1050 175
Konstanta PID Td (ms)
Tr (ms)
Tp (ms)
Mp (mV)
Ts (ms)
Kp=5,55. Ki=3
Kd=0,222
100 150 200 750 500
Kp=5,55. Ki=3
Kd=1
75 100 175 100
0
1000
Kp=4. Ki=34,69. Kd= 200 500 500 125
0
1500
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika SK66 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 - 296 -
naik dan waktu puncak yang kecil, lewatan maksimum, dan waktu penetapannya memilki nilai lebih kecil daripada menggunakan metode Kurva reaksi.
3. Pada Metode Kurva Reaksi Konstanta PID Kp=5,55. Ki=34,59. Kd=0,222 lebih baik daripada hasil penalaan kedua parameter lainnya sedangkan pada metode osilasi konstanta PID Kp=5.1, Ki=18, Kd=0.5menunjukkan tanggapan sistem yang paling optimal dibandingan dua konstanta PID sebelumnya.
4. Perbedaan hasil penalaan parameter PID pada masing-masing metode dapat disebabkan oleh terakumulasinya kesalahan pada tiap-tiap tahapan proses.
UCAPAN TERIMA KASIH 1. Seluruh Rekan Dosen dan Teknisi Program
Studi Elektronika Jurusan Teknik Elektro PNUP.
2. Tim Pengajar & Mahasiswa Matakuliah Praktikum Sistem Pengaturan Program Studi Elektronika Jurusan Teknik Elektro PNUP.
REFERENSI [1] Dharma Aryani, Modul Ajar Sistem
Pengaturan II PNUP, PNUP, 2010. [2] Gamayanti, Nurlita, Desain Kontroler PID
Modifikasi,Diktat Kuliah Dasar Sistem Pengaturan, ITS, (2004).
[3] Katsuhiko,Ogata, Teknik Kontrol Automatik-terjemahan: Ir. Edi Laksono, Erlangga, (2010).
[4] KAH, "Modul ACS-100", 2014. [5] Nur Aminah, Bahan Ajar Sistem
Pengaturan II,PNUP, 2014.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL67 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 297
PERANCANGAN PANEL ATS/AMF TIGA FASA MENGGUNAKAN SMART RELAY DENGAN PEMBATASAN DAYA MAKSIMUM 10000VA
Andi Wawan Indrawan1), Hamma2), Muhammad Ilyas Syarif3), Hatma Rudito4)
Electrical Engineering, Politeknik Negeri Ujung Pandang,
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10, Makassar, 90245, Indonesia E-mail: andi_wawan@poliupg.ac.id, hamma@poliupg.ac.id, ilyasy.ifqi@gmail.com, di2trudito@gmail.com ABSTRAK : Tulisan ini menjelaskan perancangan panel Automatic Transfer Switch/Automatic Main Failure (ATS/AMF) dengan memanfaatkan Smart Relay dalam hal ini Programmable Logic Controller (PLC) Zelio sebagai kontroler untuk memastikan suplai listrik ke beban tetap terjaga. Agar suplai listrik tetap terjaga, PLC mendeteksi adanya suplai listrik dari suplai utama dan mengalihkannya ke pembangkit cadangan yaitu Genset secara otomatis ketika suplai listrik dari sumber utama terputus. Hasil pengujian rancangan menunjukkan pengalihan suplai energi utama yang berasal dari PLN ke Genset maupun sebaliknya bekerja sesuai yang diharapkan, dimana ketika sumber dari PLN terjadi pemadaman maka ATS/AMF akan menjalankan starting engine hingga Genset siap dan sebaliknya ketika sumber dari PLN kembali tersedia, ATS/AMF akan mengembalikan suplai ke PLN secara otomatis.. Kata Kunci : Smart Relay, PLC Zelio, ATS/AMF, Genset, PLN. I. PENDAHULUAN
Terjadinya pemadaman bergilir akan sangat berpengaruh bagi konsumen yang harus bekerja atau beroperasi secara terus menerus seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, hotel, dan industri-industri yang sangat bergantung pada suplai energi listrik. Untuk mengantisipasi terjadinya pemutusan suplai listrik dari PLN maka konsumen harus menyediakan sumber energi cadangan. Sumber pembangkit listrik yang paling mudah didapatkan adalah dengan menggunakan Generator Set yang disesuaikan dengan kebutuhan beban.
Permasalahan tidak berhenti sampai disini, konsumen juga harus memastikan suplai listrik tetap terjaga. Untuk beberapa konsumen, hilangnya suplai listrik sesaat tidaklah menjadi masalah, sebaliknya untuk konsumen seperti rumah sakit, kantor pelayanan umum, lembaga pendidikan dan industri hilangnya suplai energi listrik samadengan masalah. Oleh karena itu peralatan untuk mengalihkan suplai listrik dari PLN ke Genset haruslah disediakan. Untuk daya kecil peralatan transfer alih dapat dilakukan secara manual maupun otomatis, tetapi untuk daya besar sebaiknya
digunakan alat yang dapat beroperasi secara otomatis untuk mengalihkan suplai listrik dari PLN ke Genset dan sebaliknya. Penelitian maupun rancang bangun tentang ATS/AMF sendiri telah banyak diteliti dan umumnya merancang bangun sebuah ATS/AMF sesuai dengan kebutuhan beban [4] dan sistem kerja [3], maupun rancang bangun sistem dengan menggunakan kontroler sebagai otak dari sistem yang dibangun [1]. Dengan mengadopsi sistem yang telah dirancang sebelumnya [1], penelitian ini bertujuan untuk merancang sebuah sistem ATS/AMF yang dapat memberikan suplai daya secara kontinyu dan dapat dioperasikan dengan mudah dengan memanfaatkan smart relay PLC Zelio. AMF sendiri merupakan peralatan yang berfungsi menurunkan dan meningkatkan keandalan sistem catu daya listrik [4]. AMF dapat mengendalikan transfer Circuit Breaker (CB) atau alat sejenis, dari catu daya utama (PLN) ke catu daya cadangan (genset) dan sebaliknya. ATS merupakan pelengkap dari AMF dan bekerja secara bersama-sama. AMF dapat mengendalikan transfer suatu alat dari suplai utama ke suplai cadangan atau dari suplai cadangan ke suplai utama [4]. Untuk
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL67 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 298
lebih jelasnya gambar blok diagram berikut menjelaskan proses kerja AMF/ATS.
Gambar. 1 Blok diagram proses kerja AMF/ATS
II. METODE PENELITIAN
Dalam perancangan panel ATS/AMF berbasis Smart Relay dengan menggunakan PLC Zelio ini terdapat beberapa tahapan perancangan yang dilakukan, yaitu : 1. Tahap Pemodelan sistem
Pada tahap ini dibuat suatu pemodelan sistem dari alat yang akan dibuat. Berikut adalah blok diagram dari sistem yang dirancang:
Interlock Beban
Starting Generator
Baca Tegangan
Kontrol Pengalihan
Catu Daya Cadangan ( Genset)
Catu Daya Utama ( PLN)
Saklar Catu Daya Utama
Saklar Catu Daya Cadangan
ATS/AMF
Gambar 2. Diagram blok kerja sistem yang dirancang
2. Tahap perancangan sistem Perancangan sistem pada tahap ini terbagi menjadi dua yaitu Perancangan perangkat keras sistem dan perancangan perangkat lunak sistem. 2.1 Perancangan perangkat keras system Pada tahap ini dilakukan perancangan perangkat keras yang akan digunakan dengan melakukan perhitungan untuk menentukan kapasitas pembatas arus, jenis komponen-komponen yang akan digunakan, dimensi panel listrik, serta melakukan pemasangan komponen. Berikut
adalah diagram pengawatan dari panel ATS/AMF yang dirancang.
PLC
L N I1 I7I2 I4 I5 I6I3 I8
Q1 Q2 Q3 Q4
ACCU 12 VDC
+ -
INVERTER12VDC TO 220VAC
+
-
N
L
DARI PLN DARI GENSET
BEBAN
DARIPLN
DARIGENSET
STAR
T G
ENSE
T
STAR
T
STO
P
SUPLAY AMF
PLN
(R)
PLN
(S)
PLN
(T)
PENDETEKSI TEGANGAN GENSET / RUNNING GENSET
GEN
SET
(R)
GEN
SET
(S)
GEN
SET
(T)
K2 K1 K3
R1 R2 R3 R7 R8R4 R5 R6
5 6 87 13
17
161514
18 2019
3
4
1
2
9
F1 F2 F3 F4 F5 F6
10
DARI
ACC
U G
ENSE
T
11 12
STO
P G
ENSE
T
DARI
OFF
GEN
SET
Gambar 3. Diagram pengawatan
2.2. Perancangan perangkat lunak Pada tahapan ini dilakukan perancangan sistem kerja ATS/AMF sesuai dengan diagram alir sistem berikut:
(a)
Start
Ada Tegangan PLN
Ya
Inisialisasi relay sebagai sensor
Off Genset
Beban PLN
Tidak
Ya
Baca Tegangan Genset
Baca Tegangan PLN
ON Genset
Tidak
Beban Genset
Baca Tegangan PLN
Delay 10 s Cek Lagi
Cek lagi = 2
Ya
Ya Tidak
Tidak
C
B
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL67 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 299
(b)
Gambar 4. Diagram alir kerja ATS/AMF yang dirancang [1]
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Panel ATS/AMF yang dirancang diharapkan mampu melayani konsumen dengan daya 10 KVA. Maka arus beban yang diperoleh senilai :
πΌπΌ =ππ
ππ π₯π₯ β3=
10 πΎπΎπππΎπΎ380 π₯π₯ β3
= 15.2 πΎπΎ
Maka kapasitas MCB yang digunakan adalah sebesar 20 Amper. Sedangkan daya aktif beban dengan faktor daya 0,8 sebesar : ππ = β3 π₯π₯ 380 π₯π₯ 20 π₯π₯ 0.8 = 10530 Watt
Kapasitas daya aktif pembangkit (Genset) dengan memperhitungkan faktor keamanan genset adalah sebesar : πππΊπΊπππΊπΊπ π πππ‘π‘ =πππ΅π΅πππ΅π΅π΅π΅πΊπΊ π₯π₯ 125%
= 10530 x 1.25 = 13163.58 Watt Maka kapasitas daya (VA) minimum genset adalah senilai : ππ = 13163 ,58
0,8= 16454,5 πππΎπΎ
Kapasitas daya genset yang digunakan berdasarkan hasil perhitungan diatas dipilih Genset dengan kapasitas diatas hasil perhitungan daya minimum genset. Dengan memperhatikan ketersedian genset yang ada dipasaran maka dipilih genset dengan kapasitas 25 KVA.
Untuk menghubungkan suplai listrik dari PLN atau Genset ke beban, pada panel terdapat dua buah kontaktor yang digunakan dengan rating masing masing adalah :
πΎπΎπππ΄π΄π π πππ΅π΅π‘π‘πππΊπΊππ πΎπΎπΎπΎπΊπΊπ‘π‘π΅π΅πΎπΎπ‘π‘πΎπΎππ ππππππ =πΎπΎπππ΄π΄π π πππ π π΅π΅
80%=
200,8
= 25 πΎπΎ
πΎπΎπππ΄π΄π π πππ΅π΅π‘π‘πππΊπΊππ πΎπΎπΎπΎπΊπΊπ‘π‘π΅π΅πΎπΎπ‘π‘πΎπΎππ πΊπΊπππΊπΊπ π πππ‘π‘ =πΌπΌπΊπΊπΊπΊπππΊπΊπ π πππ‘π‘
80%
=37,98
0,8= 47,5 πΎπΎ
Dimana In Genset didapat dari persamaan berikut :
πΌπΌπΊπΊπΊπΊπππΊπΊπ π πππ‘π‘ = ππ
ππ π₯π₯ β3=
25000380 π₯π₯ β3
= 37,98 πΎπΎ
Dari hasil perhitungan diatas, dipilih kontaktor dengan kapasitas tidak kurang dari rating kontaktor PLN dan Genset yaitu 50 Amper.
Hasil akhir panel ATS/AMF yang dirancang dan dirakit diperlihatkan pada gambar berikut:
Gambar 5. Tampak depan panel ATS/AMF
Gambar 6. Rangkaian pengawatan dalam panel
ATS/AMF
B
Tidak
Baca Tegangan PLN
Ada Tegangan PLN
Ya
A
Baca Tegangan PLN
Jumlah = 3
Stop
Off Genset
Delay 30 s
C
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL67 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 300
Gambar 5 dan 6 memperlihatkan tampak depan panel dan rangkaian pengawatan dalam panel ATS/AMF dengan smart relay PLC Zelio. Pada panel terlihat 9 lampu indikator untuk masing-masing fasa dengan sumber yang berbeda dan dapat menunjukkan sumber mana yang sedang melayani. Selain itu terdapat juga 2 buah tombol push button yang berguna untuk men-start dan mematikan generator secara manual ketika terjadi kegagalan starting secara otomatis. Untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang tidak diinginkan, alat yang dibuat juga menyediakan tombol emergensi yang dapat mematikan sistem secara keseluruhan ketika ditekan. Untuk menguji kehandalan dari sistem yang dibuat maka dilakukan beberapa pengujian diantaranya adalah pengujian interlock.Tujuan dari pengujian interlock adalah untuk menguji kehandalan dari alat yang dirancang ketika salah satu dari suplai listrik tidak tersedia beban tetap terlayani oleh sumber lainnya dan memastikan keduanya tidak secara bersama-sama menyuplai listrik kebeban. Hasil pengujian diperlihatkan pada tabe1 1.
Tabel 1 Hasil pengujian interlock
Tabel 1 memperlihatkan ketika terdapat sumber (on) dari PLN, secara otomatis beban langsung dilayani oleh sumber PLN. Sebaliknya ketika sumber PLN hilang (off) dibutuhkan waktu tunda 25 detik bagi genset untuk melayani beban. Waktu 25 detik tersebut dibutuhkan untuk mendeteksi ada tidaknya tegangan pada genset sebelum men-start genset untuk memastikan tidak terjadi starting genset saat genset sementara bekerja. Ketika dapat dipastikan genset off maka sistem akan menstart genset selama lima detik termasuk didalamnya membuka jalur pengiriman bahan bakar ke penggerak. Selain itu diperlukan waktu bagi genset untuk pemanasan selama 10 detik sebelum dibebani. Hal ini terlihat pada tabel 2 hasil pengujian ketika hilang suplai dari PLN.
Tabel 2. Hasil pengujian ketika hilang suplai dari PLN
Setelah Genset on dan mensuplai beban, pengujian selanjutnya dilakukan dengan dihidupkan (on) kembali sumber listrik PLN untuk melihat respon kerja sistem yang telah dibangun apakah sesuai dengan yang diharapkan atau sebaliknya. Saat ini Genset dalam kondisi running dan menyuplai listrik ke beban, selanjutnya sumber PLN kembali dihidupkan (on). Sistem mendeteksi adanya suplai listrik dari PLN dan langsung mengalihkan suplai listrik dari Genset ke suplai utama dan mematikan Genset setelah 30 detik untuk memastikan bahwa suplai dari PLN benar benar telah tersedia dan tidak sesaat. Hasil pengujian diperlihatkan pada tabel 3.
Tabel 3. Pengujian saat genset running dan kondisi kembali normal
Pengujian selanjutnya adalah untuk memastikan bahwa genset bekerja dengan baik saat terjadi hilang suplai dari PLN. Pengujian ini dilakukan dengan cara memutus suplai genset yang berasal dari panel genset dengan tujuan agar sistem yang dirancang dapat mendeteksi adanya gagal starting genset. Sistem yang dirancang akan mendeteksi
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL67 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 301
banyaknya usaha yang dilakukan untuk men-start genset dan apabila starting yang dilakukan gagal sebanyak 3 kali maka genset harus dioperasikan secara manual.
Tabel 4. Hasil pengujian saat terjadi kegagalan starting genset
Tabel 4 menunjukkan kerja sistem yang dibangun saat gagal mendeteksi suplai utama dan suplai genset. Ketika sistem gagal mendeteksi suplai utama, sistem langsung melakukan starting genset dan mendeteksi ada tidaknya tegangan yang keluar dari genset. Diperlihatkan juga dalam tabel tersebut bahwa sistem mengulangi proses starting hingga tiga kali sampai akhirnya sistem mengalihkan ke proses manual starting. Pengujian selanjutnya adalah operasi manual, kondisi ini hanya terjadi ketika sistem tidak dapat melakukan starting secara otomatis sebanyak tiga kali. Pengoperasian manual dilakukan dengan menekan tombol start pada panel dan sistem akan mengaktifkan relay start dan relay off yang melayani pompa bahan
bakar penggerak mula genset. Pada prinsipnya proses melayani beban tetap membutuhkan waktu tunda sebagai waktu pemanasan genset. Sebaliknya tidak ada waktu penundaan bagi genset untuk off setelah tombol stop pada panel ditekan yang menyebabkan relay Off menjadi Off. Untuk lebih jelasnya, proses operasi manual terlihat pada tabel 5. Tabel 5. Operasi Manual Panel ATS/AMF
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengujian dari ATS/AMF yang dirancang dapat diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Hasil rancangan alat sesuai dengan yang
diharapkan dimana panel ATS/AMF hasil rancangan dapat mendeteksi terjadinya hilang suplai dari sumber utama PLN dan mengalihkan sumber energi listrik tersebut ke sumber energi cadangan dengan delay waktu Β± 20 detik, sebaliknya tidak ada delay waktu pengalihan dari sumber energi cadangan ke sumber energi utama ketika kondisi kembali normal atau sumber utama kembali normal.
2. Untuk menghindari adanya kegagalan starting pada genset, panel ATS/AMF yang dirancang membatasi jumlah starting genset sebanyak tiga kali dan memastikan bahwa genset tidak dapat dioperasikan secara otomatis sehingga pengoperasiannya dialihkan secara manual dengan tujuan menghindari starting tanpa batas.
REFERENSI [1] Indrawan, AW, Hamma, 2012,
Perancangan Panel ATS/AMF Berbasis Mikrokontroler, ELEKTRIKA, Vol 2, hh. 166 β 176.
[2] Aprilawati Hidayah. 2007. β Perancangan Unit Instalasi Gensetβ, ITB Bandung : Bandung
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TL67 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 302
[3] Close Wallis dkk. 2009.βAutomatic Transfer Switch Panel (ATS) 3 Phasa 400v, Operation and maintenanceββ Stephil : Jakarta,
[4] Khairul Hidayat dkk., 2013, Perancangan ATS (Automatic Transfer Switch) Satu phasa dengan batas daya pelanggan Maksimum 4400VA, e-jurnal [online] Vol 2,No 1, Tersedia di : http://ejurnal.bunghatta.ac.id/index.php?journal=JFTI&page=article&op=view&path[]=1659 [di akses tanggal20/04/2015]
[5] Enggar T. Santosa,Maradu S., Suripto, 2011, Rancangan Dasar Sistem Automatic Main Failure dan Automatic Transfer Switch untuk Ruang Pertemuan Gedung 71, Proseding Pertemuan Ilmiah Rekayasa Perangkat Nuklir PRPN-BATAN.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TEL68 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 303
Pengujian, Pengukuran dan Analisis Redaman Serat Optik yang dibengkokkan
untuk Transmisi Sinyal Optik AC Rusdi Wartapane
Politeknik Negeri Ujung Pandang Jl. Perintis Kemerdekaan km. 10 Tamalanrea, Makassar, 90245, Telp/Fax: 0411-586001
E-mail: rusdiwartapane@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji, mengukur, dan menganalisis pengaruh radiasi dan distribusi intensitas akibat redaman pada transmisi sinyal optik AC dari berbagai jenis serat optik yang dibengkokkan. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen dengan menganalisis performa serat optik dari jenis step indeks multimode, graded indeks multimode, dan step indeks singlemode dengan input berupa sinyal AC/frekuensi (dalam penggunaannya, frekuensi bisa berasal dari sinyal komunikasi berupa gambar/image atau suara). Dengan alat pengatur sudut pembengkokan yang dirancang, serat optik akan dibengkokkan dengan sudut pembengkokan yang bervariasi, sehingga dapat diketahui besar jari-jari pembengkokan. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran secara langsung menggunakan power optik meter, osiloskop,Optikal Time Domain Reflecto Meter (OTDR) dan spectrum analyzer. Hal ini bertujuan untuk melihat pemanfaatan daya optik yang diradiasikan pada bagian pembengkokan transmisi optik. Daya optik terukur akan terbaca di LCD yang akan dirancang dan menjadi bagian dari penelitian ini. Hasil penelitian yang diharapkan adalah hasil pengujian yang dapat menunjukan besar redaman, daya output, dan efisiensi daya serat pada setiap variasi sudut pembengkokan (0o β 60o) dengan variasi frekuensi mulai dari audio frequency 10 KHz hingga high frequency 1 GHz untuk berbagai jenis kabel serat optik. Data yang diperoleh dapat menjadi acuan/referensi bagi perancang sistem transmisi sinyal optik AC.
Keyword: serat optik, redaman, transmisi, sinyal AC
I. PENDAHULUAN
Pada 30 tahun terakhir, telah dikembangkan sebuah teknologi baru yang menawarkan kecepatan data yang lebih besar sepanjang jarak yang lebih jauh dengan harga yang relatif lebih rendah dibanding sistem kawat tembaga. Teknologi baru ini adalah serat optik. Penggunaan serat optik sebagai media transmisi merupakan salah satu penunjang kehandalan sistem. Salah satu keunggulan serat optik adalah memiliki rugi-rugi yang sangat rendah (efisiensi yang tinggi) dibandingkan dengan media transmisi lain.
Perbedaan sistem komunikasi optik dengan sistem komunikasi biasa terletak pada proses pengiriman sinyalnya. Pada sistem komunikasi biasa, sinyal informasi diubah ke sinyal listrik, lalu dilewatkan melalui kabel tembaga. Setelah sampai di tujuan, sinyal tersebut lalu diubah kembali menjadi informasi yang sama seperti yang dikirimkan. Pada sistem komunikasi optik, sinyal informasi diubah ke sinyal listrik lalu diubah lagi ke optik/cahaya. Sinyal ini kemudian dilewatkan melalui serat optik, setelah sampai di penerima, cahaya tersebut
diubah kembali ke listrik dan akhirnya diterjemahkan menjadi sinyal informasi.
Seperti halnya kabel-kabel transmisi yang lain, dalam sistem transmisi serat optik acapkali diperlukan pembekokan untuk mengikuti kondisi ruang. Pembengkokan serat optik mengakibatkan menurunnya efesiensi daya yang disebabkan oleh perubahan moda dan radiasi daya. Serat optik dapat menyalurkan cahaya dengan keakuratan yang sangat baik. Namun, pembengkokan sedikit saja akan menyebabkan terjadinya redaman sehingga mempengaruhi intensitas keluaran atau radiasi daya serat optik. Hal ini mengakibatkan energi optik pada ujung transmisi akan berkurang.
Menurut rekomendasi ITU-T (International Telecomunication Union - Telecommunication Standardization Sector) G.0653E, kabel serat optik harus mempunyai koefisien redaman 0,5 dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0,4 dB/km untuk panjang gelombang 1550 nm.
Besar koefisien ini bukan merupakan nilai mutlak, karena harus mempertimbangkan proses pabrikasi, desain dan komposisi serat,
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TEL68 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 304
serta desain kabel. Untuk itu, terdapat range redaman yang masih diijinkan yaitu 0,3β0,4 dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0,17β0,25 dB/km, untuk panjang gelombang 1550 nm. Selain itu, koefisien redaman mungkin juga dipengaruhi oleh spektrum panjang gelombang yang diperoleh dari hasil pengukuran pada panjang gelombang yang berbeda. (RDC Media, diakses 7 Pebruari 2012).
Permasalahannya adalah berapa besar sudut pembengkokan, sehingga memenuhi range redaman yang direkomendasikan? Belum adanya standar yang pasti untuk masalah ini menjadi dasar dilakukannya penelitian ini.
II. KAJIAN LITERATUR, TEORI ATAU PEGEMBANGAN HIPOTESIS
Penelitian tentang βRancang Bangun Sensor Tekanan Menggunakan Serat Optik pada Jalan Raya Industriβ telah dilakukan oleh Rusdi Wartapane (2008). Kerugian daya optik terjadi karena konversi moda akibat pembengkokan serat optik. Moda-moda berorde rendah memiliki daerah intensitas yang dominan bila dibandingkan dengan moda berorde tinggi (kelengkungan). Setelah serat optik dibengkokan (karena tekanan) 10Β° misalnya, distribusi intensitas yang diamati pada output serat tampak penurunan puncak intensitas cahayanya, secara ideal penurunan berlangsung secara linear.
Intensitas cahaya semakin baik bila daya laser dinaikkan dan daya pembengkokan serat optik semakin kecil (kerugian daya optik semakin kecil)
Tabel 1. Hasil pengukuran Tekanan kendaraan
Jenis Kendar
aan
Jumlah
Roda
Muatan
kosong
(kg)
Ada Muatan(Kg)
Daya output (dBm)
Cold (dina)
6 3450 0 -24 10.000 -30
Mitsubisi/
Toyota
8 5650 0 -25,5 20.000 -34,3
Tabel 2. Hasil Pengukuran Tekanan Kendaraan Jenis
Kendaraan Jumlah Roda
Muatan kosong
(kg)
Tegangan output (dBm)
Terios 4 1165 -30.2 Avanza 4 1123 -29.3 Innova 4 1359 -35.3
Hasil percobaan merupakan hasil perbandingan alat ukur menggunakan peralatan DLLAJR. Hasil pengukuran dengan kendaraan 6 roda dihasilkan berat 3450 kg dan mengunakan sensor serat optik yang identik dengan -24 dBm menggunakan pegas baja diameter 1.5 cm dan diameter lingkaran pegas 20 cm.
Pada tabel 2 dengan menggunakan pegas 1 cm dan diameter lingkaran pegas 15 cm, bahan baja, dihasilkan pengukuran dengan alat standar DLLAJR beratnya 1165 kg dan hasil pengukuran sensor tekanan dengan serat optik nilainya -30.2 dBm.
Efisiensi yang dihasilkan pada pembekokan 40Β° mencapai 60%. Pada kondisi ini dalam penyaluran informasi tidak baik dilakukan. - Penelitian ini menggunakan serat optik jenis
MultiMode Step Indeks. Serat optik jenis ini mempunyai redaman yang lebih besar dibandingkan jenis lain. Karena itu, jenis ini bukan alternatif terbaik untuk sistem transmisi optik
- Hasil pengukuran yang diperoleh terbatas pada pembengkokan serat optik akibat berat kendaraan tanpa memperdulikan efisiensi yang diijinkan untuk sistem transmisi optik
Telah dilakukan penelitian tentang Pengukuran dan Analisis Radiasi dan Distribusi Intensitas Transmisi Sinyal Optik pada Serat Optik yang Dibengkokkan(Hatma Rudito, dkk, 2010), dengan input yang digunakan adalah input tegangan DC (searah). Dari data yang diperoleh, tampak bahwa semakin besar sudut pembengkokan, maka redaman akan semakin besar. Hasil pengukuran dengan serat optik jenis singlemode step indeksuntuk daya input 9 dBm dan jari-jari pembengkokan 2 cm ditunjukkan pada tabel 3.
Selain singlemode step indeks, juga dilakukan pengukuran untuk multimode step indeks dan multimode graded indeks.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TEL68 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 305
Pengukuran dilakukan dengan beberapa variasi daya input dan jari-jari pembengkokan untuk masing-masing jenis serat optik. Pada penelitian ini, redaman diperoleh karena adanya sudut pembengkokan. Data redaman dari sudut pembengkokan yang diijinkan untuk masing-masing serat, dapat dilihat dari data efisiensi yang diperoleh, yaitu pada efisiensi lebih besar dari 91%.
Tabel 3. Daya input 9 dBm dan jari-jari pembengkokan 2 cm single mode step index
Sudut daya output redaman efisiensi
(o) (dBm) (dBm) (%) 0 9 0 100 5 8.8 0.09 97.78
10 8.6 0.19 95.56 12 8.3 0.35 92.22 15 8.1 0.46 90 20 7.9 0.57 87.78 25 7.8 0.62 86.67 30 7.3 0.91 81.11 35 7 1.09 77.78 40 6.4 1.48 71.11 45 6 1.76 66.67
Pada penggunaannya, transmisi serat optik dengan tegangan DC biasanya digunakan untuk mengontrol level tegangan pada peralatan vital yang sulit dijangkau, seperti, pengontolan tanur (dapur listrik dengan suhu lebih dari 1200 oC) pada industri semen, pengontrolan rudal atau roket pada bidang militer, pengontolan peralatan pada bidang kedokteran, dan lain-lain. Ukurannya yang relatif kecil dengan jangkauan yang jauh, serta rugi-rugi yang kecil, menjadi alasan mengapa kabel serat optik menjadi media terbaik pada bidang sistem kontrol.
III. METODE PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai adalah Menguji
dan mengukur pengaruh radiasi dan distribusi intensitas serat optik akibat redaman pada transmisi sinyal optik AC; Menganalisis pengaruh radiasi dan distribusi intensitas serat optik akibat redaman pada transmisi sinyal optik AC.
Secara garis besar sistem transmisi serat optik terdiri atas laser, serat optik, dan detektor. Laser digunakan sebagai sumber cahaya bagi serat optik. Detektor mengubah cahaya (yang keluar dari serat optik) menjadi listrik. Detektoryang digunakan adalah photo transistor (dikenal juga sebagai photo detektor). Pada detektor dibutuhkan sumber tegangan sebagai sumber energi bagi photo detektor , dalam hal ini dapat digunakan baterei.
Serat optik dari jenis step indeks multimode, graded indeks multimode, dan singlemode akan dibengkokkan untuk menguji/mengukur keluaran. Nilai redaman tergantung pada selisih antara input dibandingkan dengan output pada pembengkokan yang diakibatkan oleh jari-jari titik pembengkokan serat optik. Input laser disuplai dari tegangan DC.
Serat dibengkokkan dengan sudut 10o β 50o, dengan jarak ke titik bengkokan untuk masing-masing sudut bengkokan: 2 cm, 3 cm, 5 cm, maka pengukuran distribusi intensitas cahaya dapat diamati pada output serat optik menggunakan power optik meter, Optikal Time Domain Reflecto Meter (OTDR), dan spectrum analyzer. Selanjutnya, mencatat dan menganalisis penurunan atau kenaikan intensitas cahaya yang terjadi. Perubahan tersebut diartikan sebagai perubahan moda-moda. Dianggap jumlah moda yang berubah yang diradiasikan keluar dari bengkokan serat optik dan jumlah moda maksimum yangdikonversi adalah akibat pembengkokan serat optik.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TEL68 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 306
Penguat ADC Driver
serat optik LCD
detektorLaser
TransmitterBlock
ReceiverBlock
Frekuensi tinggi
Gambar1. Blok Diagram Sistem
Dalam transmisi sinyal optik, frekuensi
yang disalurkan adalah frekuensi tinggi dalam orde Megahertz (MHz). Frekuensi ini berasal dari sinyal komunikasi/ informasi berupa gambar/image atau suara. Frekuensi tersebut dapat berupa gelombang sinusoidal, gelombang kotak, atau gelombang segitiga.
Pada penelitian ini akan dirancang rangkaian yang dapat berfungsi sebagai input frekuensi tinggi dengan menggunakan sumber sinyal AC. Gambar rangkaian diperlihatkan pada gambar 5.
Laser Sumber cahaya yang digunakan adalah
laser dioda dengan panjang gelombang Β± 1000 nm. Laser ini berfungsi untuk menembakkan cahaya ke serat optik.
Serat optik Serat optik sebagai media utama
penelitian, dipilih dari jenis step indeks multimode, graded indeks multimode dan step indeks singlemode. Serat optik ini adalah jenis serat optik yang populer digunakan dalam sistem transmisi serat optik saat ini.
Serat optik berfungsi untuk menyalurkan cahaya ke detektor. Serat optik akan dibengkokkan dalam beberapa variasi sudut untuk membuat redaman. Dengan cara ini akan dapat diuji besar amplitudo keluaran yang dihasilkan.
Detektor Detektor menggunakan phototransistor,
tahanan beban dan tegangan catu 5 volt sebagai inputnya. Detektor berfungsi untuk mengubah cahaya dari serat optik menjadi listrik. Luaran (output) akan diukur melalui kaki emitor dari phototransistor.
Penguat Pada perancangan rangkaian detektor dan
penguat digunakan phototransistor sensor laser l1463 dan IC jenis LF411.
Phototransistor ini menerima cahaya laser dari pemancar laser.
Gambar 2. Rangkaian Penguat Op-Amp
Output Untuk menguji alat yang dihasilkan, akan
dirancang suatu pengukur digital dengan keluaran yang terbaca di LCD.
Rangkaian lengkap diperlihatkan pada gambar berikut. Output dari pembangkit sinyal digunakan sebagai input frekuensi tinggi untuk laser pada rangkaian gambar.
Gambar 3. Rangkaian pembangkit sinyal untuk gelombang sinusoidal, gelombang kotak, dan
gelombang segitiga
Gambar 4. Rangkaian lengkap
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TEL68 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 307
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Radiasi Relatif
Untuk memperoleh nilai redaman, maka dilakukan pengukuran radiasi relatif akibat bengkokan menggunakan power optik meter. Pegukuran radiasi daya pada pembengkokan dilakukan untuk masing-masing alat pembengkokan serat optik dengan diameter 1 sampai 10 cm dan selisih diameter setiap peralatan 1 cm. Pengukuran dilakukan pada berbagai sudut Γ (jari-jari) pembengkokan, yaitu sudut antara sumbu serat lurus (0o) sampai 60o. Outputnya diterima oleh detektor optik yang merubahnya dalam bentuk listrik. Daya pada serat optik yang lurus diukur pada bagian serat sebelum serat optik dibengkokan. Hal ini dilakukan setelah semua pengukuran radiasi bengkokan selesai. Kemudian dilakukan perbandingan antara daya bengkokan dan daya serat lurus yang hasilnya merupakan redaman untuk masing-masing bengkokan.
Distribusi Intensitas Pengukuran distribusi intensitas di
lakukan dengan menggunakan photodioda atau phototransistor. Input yang digunakan adalah sinyal AC dengan frekuensi bervariasi, dari frekuensi audio (10 kHz) hingga frekuensi tinggi (high frequency, HF) 1 GHz. Pengukuran distribusi intensitas dilakukan untuk setiap pembengkokan dengan sudut 0o sampai 600. Hasil pengukuran distribusi intensitas pada serat yang lurus kemudian dibandingkan dengan distribusi intensitas pada serat yang dibengkokan.
Selain LCD yang telah dirancang, dalam pengukuran ini juga digunakan power optik meter, Optikal Time Domain Reflecto Meter (OTDR), Osiloskop, dan spectrum analyzer. Power optik meter menampilkan daya optik dalam satuan dB. Osiloskop menampilkan level tegangan dan frekuensi. Sedangkan spectrum analyzer akan menampilkan frekuensi kerja dan daya listrik.
Transmitter Fiber Optik yang Dibengkokkan
Power Optik Meter
Gambar 5. Metode Pengukuran Redaman pada
Pembengkokan Serat Optik
Metode Pengukuran dan Pengujian
Gambar 6. Rangkaian Pengukuran
Hasil Pengukuran Hasil pengukuran daya output
pembengkokan pada serat optik jenis step indeks single mode : Daya Input (Tx) = - 34 dBm
= 1.5 x 10-4 mW Tabel 4. Daya Output Serat Optik Single Mode Step Indeks untuk ΞΈ = 500 dan ΞΈ = 100
Step Indeks Singlemode
No frekuensi (Hz)
ΞΈ = 500 P (dBm)
R = 2 cm R = 3 cm R = 5 cm 1 10 K -34.9 -34.7 -34 2 50 K -34.9 -34.7 -34 3 100 K -34.9 -34.7 -34 4 500 K -34.9 -34.7 -34 5 1 M -34.9 -34.7 -34 6 5 M -34.9 -34.7 -34 7 15 M -34.9 -34.7 -34 8 20 M -34.9 -34.7 -34 9 30 M -34.9 -34.7 -34 10 40 M -34.9 -34.7 -34 11 50 M -34.9 -34.7 -34
Gambar 7. Karakteristik Single Mode Step Indeks pada ΞΈ = 500
Step Indeks Singlemode
No frekuensi (Hz)
ΞΈ = 100 P (dBm)
R = 2 cm R = 3 cm R = 5 cm 1 10 K -34 -34 -34 2 50 K -34 -34 -34
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TEL68 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 308
3 100 K -34 -34 -34 4 500 K -34 -34 -34 5 1 M -34 -34 -34 6 5 M -34 -34 -34 7 15 M -34 -34 -34 8 20 M -34 -34 -34 9 30 M -34 -34 -34 10 40 M -34 -34 -34 11 50 M -34 -34 -34
Gambar 8. Karakteristik Single Mode Step Indeks
pada ΞΈ = 100 Tabel 5. Daya Output Serat Optik Graded Indeks Multi Mode untuk ΞΈ = 500 dan ΞΈ = 100
Graded Indeks Multimode
No frekuensi (Hz)
ΞΈ = 500 P (dBm)
R = 2 cm R = 3 cm R = 5 cm 1 10 K -37.7 -35.1 -34 2 50 K -37.7 -35.1 -34 3 100 K -37.7 -35.1 -34 4 500 K -37.7 -35.1 -34 5 1 M -37.7 -35.1 -34 6 5 M -37.7 -35.1 -34 7 15 M -37.7 -35.1 -34 8 20 M -37.7 -35.1 -34 9 30 M -37.7 -35.1 -34 10 40 M -37.7 -35.1 -34 11 50 M -37.2 -35.1 -34
Gambar 9. Karakteristik Graded Indeks Multimode pada ΞΈ = 500
Graded Indeks Multimode
No frekuensi (Hz)
ΞΈ = 100 P (dBm)
R = 2 cm R = 3 cm R = 5 cm 1 10 K -34.7 -35.5 -34 2 50 K -34.7 -35.5 -34 3 100 K -34.7 -35.5 -34 4 500 K -34.7 -35.5 -34 5 1 M -34.7 -35.5 -34 6 5 M -34.7 -35.5 -34 7 15 M -34.7 -35.5 -34 8 20 M -34.7 -35.5 -34 9 30 M -34.7 -35.5 -34
10 40 M -34.7 -35.5 -34 11 50 M -34.7 -35.5 -34
Gambar 10. Karakteristik Graded Indeks Multimode pada ΞΈ = 100
Tabel 6. Daya Output Serat Optik Step Indeks Multi Mode untuk ΞΈ = 500 dan ΞΈ = 100
Step Indeks Multimode
No frekuensi (Hz)
ΞΈ = 500 P (dBm)
R = 2 cm R = 3 cm R = 5 cm 1 10 K -38.1 -35.4 -34 2 50 K -38.1 -35.4 -34 3 100 K -38.1 -35.4 -34 4 500 K -38.1 -35.4 -34 5 1 M -38.1 -35.4 -34 6 5 M -38.2 -35.4 -34 7 15 M -38.2 -35.4 -34 8 20 M -38.25 -35.41 -34 9 30 M -38.25 -35.41 -34
10 40 M -38.25 -35.41 -34 11 50 M -38.25 -35.41 -34
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TEL68 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 309
Gambar 11. Karakteristik Step Indeks Multimode pada ΞΈ = 500
Step Indeks Multimode
No frekuensi (Hz)
ΞΈ = 100 P (dBm)
R = 2 cm R = 3 cm R = 5 cm 1 10 K -36.1 -34.6 -34 2 50 K -36.1 -34.6 -34 3 100 K -36.1 -34.6 -34 4 500 K -36.1 -34.6 -34 5 1 M -36.1 -34.6 -34 6 5 M -36.1 -34.6 -34 7 15 M -36.1 -34.6 -34 8 20 M -36.1 -34.6 -34 9 30 M -36.1 -34.6 -34 10 40 M -36.1 -34.6 -34 11 50 M -36.1 -34.6 -34
Gambar12. Karakteristik Step Indeks Multimode pada ΞΈ = 100
Analisis
Secara umum redaman pada serat optik dapat dibedakan atas 2 yaitu redaman karena bahan serat itu sendiri dan redaman sebagai akibat digunakannya serat optik sebagai media transmisi. Perbandingan daya yang digunakan dalam sistem transmisi serat optik diperoleh dengan menerapkan fungsi logaritma antara jumlah daya optik yang
dikirim oleh sumber cahaya dan jumlah daya optik yang diterima oleh detector. Hasil tampilan display serat optik yang harus diperhatikan adalah frekuensi input, sudut pembengkokan, jari-jari pembengkokan, dan panjang gelombang pada sudut pembengkokan 10o dan 50o dengan jari-jari pembengkokan 2 cm dan 5 cm.
Pada data serat optik Step Indeks singlemode dgn perbandingan indeks bias adalah 1 : 125 Β΅m. Nilai perubahan frekuensi tidak terpengaruh oleh perubahan daya optik. Nilai perubahan daya optik yang sangat besar berada pada sudut 50o dengan jari-jari pembengkokan: 2 cm dan 3 cm yaitu 0,9 dBm dan 0,7 dBm, sedangkan pd sudut 40o dengan jari-jari yang sama sekitar 0,8 dBm dan 0,6 dBm.
Untuk kabel serat optik graded indeks multimode dengan indeks bias adalah 50 : 250 Β΅m, ternyata tidak ada perubahan daya optik terhadap perubahan frekuensi input. Penurunan daya optik terjadi pada sudut pembengkokan 50o dengan jari-jari pembengkokan 2 cm dan 3 cm dgn daya masing-masing -37,7 dBm dan -35,1 dBm.
Dengan menggunakan jenis kabel step indeks multimode dengan indeks bias core (n1) dan cladding (n2) adalah 50 : 125 Β΅m dengan daya input β34 dBm dengan panjang kabel 6 m ternyata kabel step indeks multimode terjadi perubahan daya optik pada perubahan frekuensi input untuk sudut 50o pada frek di atas 5 MHz β 50 MHz dengan jari-jari pembengkokan 2 cm, besar rugi daya sebesar 4,25 dBm dengan daya output -38,25 dBm.
V. KESIMPULAN
Secara keseluruhan, melihat tingkat redaman yang paling tinggi dengan sudut pembengkokan 50o dengan jari-jari 2 cm β 3 cm terjadi pada jenis serat optik step indeks multimode sebesar 4,25 dBm. Graded indeks multimode 3, 7 dBm dan singlemode sebesar 0,9 dBm.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada Dikti dan UPPM PNUP yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada panitia
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TEL68 SNTEI 2015 PNUP, Makassar, 11Juni 2015
ISBN: 978-602-18168-0-6 310
SNTEI dan jurusan Teknik Elektro PNUP yang bersedia menerima hasil penelitian ini untuk diterbitkan dalam prosiding.
REFERENSI
[1] http://www.ristinet.com/index.php?ch=8&lang=ind&n=318. Diakses tanggal 7 Maret 2012. RDC Media (Research & Development Centre).
[2] Oliviero, Andrew, and Woodward, Bill. 2009. Cabling: the complete guide to copper and serat-optik networking. Indianapolis:.Wiley Publishing, Inc., ISBN 978-0-470-47707-6.
[3] Srihandayani, Leli. 2006. Studi tentang pengukuran redaman penyambungan pada serat optik. Proyek Akhir. Politeknik Negeri Ujung Pandang
[4] Suhana dan Shigeki Shuji. 2005. Sistem Telekomunikasi. Jakarta: Pradya Paramitha.
[5] Wahyudi,H. Mochamad. [6] www.wahyudi.or.id/
download/serat_optik.pdf, diakses 14 Pebruari 2012. Mengenal Teknologi Kabel Serat Optik (Serat Optik). Bina Sarana Informatika
[7] Wartapane, Rusdi. 2008. Sensor Tekanan Menggunakan Serat Optik pada Jalan Raya Industri. Hasil Penelitian. Politeknik Negeri Ujung Pandang
[8] Rudito, Hatma. 2010. Pengukuran dan
Analisis Radiasi dan Distribusi Intensitas Transmisi Sinyal Optik pada Serat Optik yang Dibengkokkan.Hasil Penelitian. Politeknik Negeri Ujung Pandang