Post on 20-Jan-2016
description
NABIL HARIZ1102010
SKENARIO 2: NYERI PERUT KANAN ATAS
LO.1 M&M Karsinoma Hepatoseluler
DEFINISI
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia
juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel
yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan
sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai
80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai
95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau
Karsinoma (carcinoma)(4).
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.
Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini
merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran
empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya(5).
EPIDEMIOLOGI
Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati
peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker yang paling
sering terjadi di dunia, dan urutan ketiga dari kanker system saluran cerna setelah kanker
kolorektal dan kanker lambung
1
Gambar 4. Variasi regional laju insidensi HCC di duniaDikutip dari: Dancygier H. Clinical Hepatology Vol.2, 2010
NABIL HARIZ1102010
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik,
melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait.
Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi factor
risiko yang memicu hepatoma, yaitu:
1. Virus hepatitis B (HBV)
Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA
sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada
dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara
tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau
akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat
HBV.
2. Virus hepatitis C (HCV)
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi
kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian, disimpulkan bahwa risiko
terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan
dengan risiko pada bukan pengidap.
3. Sirosis hati
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi
lebih dari 80% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah
asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom
hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan
hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan
gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian
yang tinggi.
4. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus.
Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik. Metabolit
AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin
2
NABIL HARIZ1102010
yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon
249 dari gen supresor tumor p53.
5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease
(NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang
menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi Hepatocelluler Carcinoma
(HCC).
6. Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-alkoholik (NASH).
Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like
growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk
kanker
7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol
berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.
8. Faktor risiko lain
Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang
ditemukan, antara lain:
a. Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer
b. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1,
Wilson disease
c. Kontrasepsi oral
d. Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin,
asam tanik
KLASIFIKASI
Tumor ganas pada hati di bagi 2
1. Tumor Ganas Hati Primer
Berasal dari sel Hepatosit = HCC,fibrolamelar dan hepatoblastoma
3
NABIL HARIZ1102010
Berasl dari sel epitel bilier : kolangiokarsinoma dan sistoadenokarsinoma
Berasal dari sel mesenkim : angioksarkoma dan leiomiosarkoma
2. Tumor ganas Hati Sekunder
Berasal dari metastasis sel tumor ganas lain
STAGING
4
NABIL HARIZ1102010
Table. Fibrosis score
Fibrosis score (F)
Fibrosis score as defined by Ishak is recommended because of its prognostic value in overall survival. This scoring system uses a 0-6 scale.
F0 Fibrosis score 0-4 (none to moderate fibrosis)
F1 Fibrosis score 5-6 (severe fibrosis or cirrhosis)
Klasifikasi BCIC ada 4 golongan 1. Stadium dini :
tumor dapat soliter (berukuran > 5cm) atau terdiri atas 2-3 nodul (tidak melebihi 3cm)
2. Stadium intermediate : tumor berukuran besar atau multifocal,tidak ada gangguan faaL Hati,
tidak ada gejala yang berhubungan dengan kanker serta Tidak ada invasi vascular
3. Stadium lanjut : terdapat gejala yang berhubungan dengan kanker atau invasi Vascular
atau penyebaran ekstra hepatik.4. Stadium akhir (end stage) :
terdapat gangguan faal hati berat, disertai dengan kanker berat yang disertai dengan keadaan umum yang buruk
Gambaran makroskopik : 1. Nodular multifokal : Banyak tersebar di hati, berwarna keruh kekuningan, dan
biasanya terdapat satu nodul yang lebih besar dari yang lain
2. Massif multifocal : tumor berukuran besar dan menempati salah satu lobus. Kadang menyebabkan pendarahan spontan dalam rongga perut karena pecahnya simpai tumor
3. Difus : sulit dibedakan dengan sirosis makronodular
5
Table. Histologic grade
Histologic grade (G)
G1
Well differentiated
G2
Moderately differentiated
G3
Poorly differentiated
G4
Undifferentiated
NABIL HARIZ1102010
Gambaran mikroskopik : Bentuk trabekular atau sinusoid, sedangkan bentuk lain seperi pseudoglandular atau asiner yang jarang ditemukan. Bentuk fibrolamelar biasanya ditemukan pada penderita muda dan tidak berhubungan dengan sirosis.
6
NABIL HARIZ1102010
PATOGENESIS
7
Klasifikasi Child-Pugh
NABIL HARIZ1102010
Patogenesis pasti HCC tidak diketahui. Namun jelas bahwa hepatokarsinogenesis merupakan suatu proses bertingkat yang melibatkan interaksi antara faktor eksogen dan faktor endogen, mekanisme karsinogen langsung (misalnya bahan kimia tertentu dan karsinogenesis virus (HBV)) dan karsinogenik tidak langsung (misalnya nekroinflamasi kronis; lihat Gambar 5). Proses nekroinflamasi kronis ditandai oleh destruksi berulang parenkim hepar yang disertai stimulasi regenerasi dan remodelling hepar yang terus menerus.
Bahan-bahan sitokin dan imunomodulator seperti interleukin, interferon, tumor necrosis factor-α, protease, dan faktor-faktor pertumbuhan dilepaskan dan dapat memicu timbulnya fokus-fokus praganas dari hepatosit yang mengalami displasia yang dapat berujung pada transformasi ganas. Patogenesis molekuler HCC tidaklah seragam. HCC adalah tumor yang secara genetik sangat heterogen, dengan abnormalitas kromosom yang multipel walaupun tidak semuanya terekspresi pada suatu HCC. Mutasi gen DNA, modifikasi epigenetik dari gen supresor tumor, kerentanan genetik akibat polimorfisme genetik dalam enzim-enzim yang memetabolisme obat, berbagai faktor pertumbuhan (seperti misalnya insulin-like growth factors, epidermal growth factors/EGF, transforming growth factor-β/TGF-β) tampaknya memiliki peran dalam patogenesis HCC
MANIFESTASI KLINIS
Hepatoma Sub Klinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau satdium dini adalah pasien yang tanpa
gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP
dan teknik pencitraan. 3
Hepatoma Fase Klinis
8
NABIL HARIZ1102010
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama
yang sering ditemukan adalah: 3
1. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat
karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri
umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian
merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga
menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul
akut abdomen harus pikirkan rupture hepatoma.
2. Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati
bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi
tanpa nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa
di bawah arcus costa kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah
processus xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri.
3. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites, dan gangguan fungsi
hati.
4. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran
gastrointestinal.
5. Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya
asupan makanan.
6. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa
bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.
7. Ikterus: kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan fungsi hati, juga
dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran
empedu hingga timbul ikterus obstruktif.
8. Lainnya: perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah,
kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar
eritema, lingua hepatik, spider nevi, venadilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium
akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain.
9. Sindroma paraneoplastik : hipoglikemia (akibat konsumsi glukosa oleh tumor, sekresi
insulin-like growth factor II oleh HCC dalam waktu kurang dari 5% kasus), eritrositosis
(akibat produksi eritropoietin oleh HCC), hiperkalsemia (sekresi parathyroid hormone-
9
NABIL HARIZ1102010
related protein), diare berair/watery (karena sekresi peptida intestinal vasoaktif dan
peptida gastrointestinal lainnya) atau hipertensi arteri (akibat produksi angiotensinogen
oleh HCC)
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography
(PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu
kriteria empat atau lima.
Berikut gambaran patologi anatomi dan histologinya :19
10
NABIL HARIZ1102010
1: Large hepatocellular carcinoma.
Biasanya sel-sel ini menyerupai hati yang normal dengan trabekular padat atau prosessus
seperti jari tangan yang padat, biasanya sel tumor lebih kecil dari sel hati normal.
2 : Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma.
Histologi : memperlihatkan sel tumor dengan sotoplasma yang jernih tak berwarna, sering
berbusa tau bervakuolisasi lipid dan glikogen berlebihan dalam sitoplasma. Sering keadaan
ini berhubungan dengan hipoglekemia dan hiperkolesterolemia serta mempunya prognosis
yang bervariasi
Pemeriksaan Radiologi
1. Ultrasonografi Abdomen
Ultrasonography (USG) merupakan salah satu imaging diagnostic untuk memeriksa alat-
alat tubuh, dimana kita dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan serta
hubungan dengan jaringan sekitarnya.10
11
NABIL HARIZ1102010
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati dianjurkan
menjalani pemeriksaan setiap 3 bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi,
USG lebih sensitif daripada AFP serum berulang. Sensitifitas USG untuk neoplasma hati
berkisar antara 70-80%. 1
Secara umum pada USG sering diketemukan adanya hepar yang membesar,
permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intra hepatik dengan struktur eko yang
berbeda dengan parenkim hati normal. Biasanya menunjukkan struktur eko yang lebih tinggi
disertai nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya nekrosis,
tepinya irregular. Yang sangat sulit adalah menentukan hepatoma pada stadium awal di
mana gambaran struktur eko yang masih isoekoik dengan parenkim hati normal. 9
Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI, dan angiografi kadang diperlukan untuk
mendeteksi hepatoma, namun karena kelebihannya, USG masih tetap merupakan alat
diagnostic yang paling popular dan bermanfaat. 1
Gambar 4. USG menunjukkan massa hyperechoic mewakili karsinoma hepatoseluler.
Di kutip dari kepustakaan 5.
12
NABIL HARIZ1102010
Hepatocellular carcinoma, dikutip dari kepustakaan nomor 14
2. CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin penting untuk diagnosis lokasi dan sifat
hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah
dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah dan penentuan
modalitas terapi.9
Gambar 5.CT scan hepatoma, dikutip dari kepustakaan nomor 14
3. MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai kontras berisi iodium,
dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati,
juga cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat
membantu dalam menilai efektivtas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit
dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1 cm dengan angka keberhasilan 55%.3
13
NABIL HARIZ1102010
Gambar MRI yang menunjukkan tiga wilayah yang terpisah (ditunjukkan dengan panah) dari
metastasis hati. Di kutip dari kepustakaan 16.
4. Angiografi arteri hepatika
Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri femoralis
perkuran untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif
atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma.
Namun karena metode ini tergolong invasive, penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe
avaskular agak kurang baik. Angiografi dilakukan melalui melalui arteri hepatika. 3, 11
Gambar angiografi dikutip dari kepustakaan nomor 18
5. Gambaran PET
14
NABIL HARIZ1102010
Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis
kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan
dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme
di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker.
Pasien diinjeksikan FGD, kemudian bisa dimonitor radioaktinya.
15
Tampak FGD mengelilingi tumor, kemudian divalidasi dengan US Color Dopler dan histologi
NABIL HARIZ1102010
Diambil jaringan hatinya dan ditemukan bagian yang nekrosis.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Penanda Tumor
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel
yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum
adalah 0-20 ng/mL. Kadar AFP meningkat pada 60-70% pada pasien hepatoma, dan
kadar lebih dari 400 ng/mL adalah diagnostic atau sangat sugestif hepatoma.1
16
NABIL HARIZ1102010
2. Biopsi hati
Biopsi hati perkutan dapat diagnostik jika sampel diambil dari daerah lokal dengan
ultrasound atau CT. karena tumor ini cenderung akan ke pembuluh darah, biopsi
perkutan harus dilakukan dengan hati-hati. pemeriksaan sitologi cairan asites adalah
selalu negatif untuk tumor. kadang-kadang laparoskopi atau minilaparatomi, untuk
biopsi hati dapat digunakan. pendekatan ini memiliki keuntungan tambahan kadang
mengidentifikasi pasien yang memiliki tumor cocok untuk hepatectomy parsial. 13
DIAGNOSIS BANDING
1. Hemangioma
Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya subkapsular pada
konveksitaslobus hepatis dexter dan kadang-kadang berpedunkulasi. Ultrasonografi
memperlihatkan bercak-bercak ekogenik soliter dengan batas licin berbatas tegas. Pada foto
polos biasanya memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.12
2. Abses hepar
Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar, kadang-
kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan (anekoik) dengan adanya bercak-
bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, irregular yang makin lama makin
bertambah tebal.9
17
Gambar haemangioma, dikutip dari kepustakaan nomor 17
NABIL HARIZ1102010
Gambar 6. Abses hepar , dikutip dari kepustakaan nomor 14
3. Tumor metastasis
Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi setelah kelenjar
limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer. Jadi dapat berupa
struktur eko yang mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada jaringan hati normal.8
Gambar 7.Metastasis pada hati dari kanker paru-paru, dikutip dari kepustakaan nomor 14
TATA LAKSANA
A. Terapi Operasi
1. Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal
pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan
kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat
menurunkan angka harapan hidup. Kontra indikasi tindakan ini adalah metastasis
ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan
18
NABIL HARIZ1102010
penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.
Kontraindikasi absolut bagi reseksi adalah adanya metastasis jauh, trombosis vena
porta utama, atau adanya trombosis vena cava inferior. Penyebab tersering mortalitas
pascaoperasi adalah kegagalan hati, perdarahan, serta komplikasi sepsis, yang dapat
diperkecil kemungkinannya dengan seleksi pasien secara baik. Pengembangan teknik
operasi memungkinkan diangkatnya jaringan hepar yang mengandung nodul HCC
secara selektif dengan teknik segmentektomi, atau bahkan secara superselektif dengan
subsegmentektomi (tindakan ini dapat dikerjakan dengan panduan USG intraoperasi,
yang dikenal sebagai prosedur Makuuchi)
2. Transplantasi Hati
Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan
menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi
tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant. Tumor
yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor
yang diameternya lebih dari 5 cm. Untuk seleksi pasien HCC calon penerima transplan,
secara umum digunakan kriteria Milan, yaitu pasien dengan lesi tunggal berukuran ≤ 5
cm, atau lesi kurang dari 3 buah dan masing-masing berukuran ≤ 3 cm. Di Eropa,
Barcelona Clinic Liver Cancer Staging and Treatment Approach telah menyusun bagan
alur klasifikasi HCC beserta penatalaksanaannya. Berdasarkan kriteria BCLC, pasien HCC
dibagi menjadi stadium sangat dini, dini, menengah, lanjut, dan terminal. Transplantasi
hati diperuntukkan pasien HCC stadium sangat dini dengan peningkatan tekanan vena
porta dan stadium dini tanpa penyulit. Pasien HCC penerima transplantasi hati sesuai
algoritma ini dilaporkan memiliki angka survival lima tahun sebesar 60-70%
3. Terapi Operatif non Reseksi
Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapat
dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat melalui kateter
transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui
keteter vena porta saat operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan
gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi
dengan laser energi tinggi saat operasi, injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.3
19
NABIL HARIZ1102010
B. Terapi Lokal
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)
Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa ini.
Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi radiofrekuensi hingga
jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif
membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola
berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil
kuratif.3
20
NABIL HARIZ1102010
2. Injeksi alkohol (etanol) absolut intratumor perkutan (PEI)
Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam
tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan umumnya untuk hepatoma kecil yang
tak sesuai direseksi atau terapi adjuvant pasca kemoembolisasi arteri hepatik.3
Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang dapat terjadi
akibat kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal. Kontraindikasi PEI meliputi
adanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang semua dapat
meningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca-tindakan. Angka survival 3
tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani dengan PEI
dilaporkan sebesar 70%.
C. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan
Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang
sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai
dioperasi reseksi. Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik,
setelah embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan
jaringan hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek
terhadap fungsi hati secara keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk tumor
sangat besar yang tak dapat direseksi, tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan
operasi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat
direseksi, pasca reseksi hepatoma, suksek terdapat residif, dll.3
D. Kemoterapi
Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi sistemik
kurang baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC, karboplatin, MTX, 5-FUDR,
DDP, TSPA, kamtotesin, dll.3
Kemoterapi Sistemik
Banyak studi yang meneliti terapi sistemik untuk HCC, khususnya pada pasien yang
inoperabel, dan banyak pula yang hasilnya tidak terlalu menggembirakan. Terapi
kemoterapi sistemik yang diberikan dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok,
antara lain:
21
NABIL HARIZ1102010
Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin, 5-
fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed)
Terapi hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit,
dan secara in vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar. Obat antiestrogen,
tamoxifen, dipakai karena bisa menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.
Namun hasil studi random fase III yang dilakukan oleh Barbare ternyata tidak
menunjukkan peningkatan survival.
Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide)
Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor non-
endokrin, dan sel-sel HCC memiliki reseptor somatostatin. Karena itu analog
somatostatin dipakai untuk menangani pasien dengan HCC yang lanjut. Sebuah
penelitian random awal oleh Kouroumalis dkk. menunjukkan perbaikan survival
pada pasien yang diberi terapi ocreotide secara subkutan, namun studi lainnya
oleh Becker dkk. menunjukkan tidak ada peningkatan survival pada pemberian
ocreotide aksi lama (lanreotide).
Terapi dengan thalidomide (sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan
epirubicin atau interferon)
Thalidomide yang awalnya dikembangkan pada tahun 1960-an sebagai sedatif,
baru-baru ini dievaluasi ulang perannya untuk obat antikanker. Penggunaannya
pada pasien HCC lanjut terutama berdasarkan efek anti-angiogeniknya. Studi
fase II telah dibuat untuk mengukur kemangkusan thalidomide sebagai terapi
tunggal atau dalam kombinasi dengan epirubicin atau dengan interferon
menunjukkan aktivitas yang terbatas pada pengobatan HCC.
Terapi interferon
Interferon yang biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan untuk
pengobatan HCC. Mekanisme terapinya ada beberapa, meliputi efek langsung
antivirus, efek imunomodulasi, serta efek antiproliferasi langsung maupun tak
langsung.Beberapa studi awal menunjukkan pemberian interferon dosis tinggi
22
NABIL HARIZ1102010
meningkatkan angka survival, namun ada toksisitas karena obat pada
penerimanya. Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian interferon dosis
rendah tidak menunjukkan efek perbaikan yang bermakna.
Molecularly targeted therapy
Erlotinib yang merupakan inhibitor tirosin-kinase yang bekerja pada reseptor
EGF (epidermal growth factor), menunjukkan kemangkusan sebagai pengobatan
HCC lanjut. Sunitinib adalah inhibitor tirosin-kinase multitarget dengan
kemampuan antiangiogenesis pula. Sebuah studi fase II memperlihatkan
pemberian sunitinib pada pasien HCC yang inoperabel memberikan hasil
survival keseluruhan sebesar 9,8 bulan.(46) Sorafenib adalah inhibitor multi-
kinase oral yang menghambat proliferasi sel tumor dengan membidik jalur
sinyal intrasel pada tingkat Raf-1 dan B-raf serin-treonin-kinase dan juga
menghasilkan efek anti-angiogenik dengan membidik reseptor EGF (endothelial
growth factor) 1, 2, dan 3 serta reseptor platelet derived growth factor dari
tirosin-kinase beta. Obat ini cukup mahal, namun manfaat klinisnya masih
sangat terbatas.
E. Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang relatif
terlokalisasi, medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain itu sirosis hati tidak
parah, pasien dapat mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara
bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri
hepatik, dll. Sedangkan untuk kasus metastasis stadium lanjut dengan metastasis
tulang, radiasi lokal dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif untuk
radioterapi internal terhadap hepatoma.3
Klasifikasi Radioterapi:
Terapi Radiasi Eksterna
Terapi Radiasi Interna menggunakan selective internal radiotherapy (SIRT)
dengan radioisotop
SIRT dengan 90Ytrium microsphere
23
NABIL HARIZ1102010
Berikut bagan alur penatalaksanaan hepatoma (HCC) 18
The Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCL\C) approach to hepatocellular carcinoma management. Adapted from Llovet JM, Fuster J, Bruix J, Barcelona-Clinic
Liver Cancer Group. The Barcelona approach: diagnosis, staging, and treatment of hepatocellular carcinoma. Liver Transpl. Feb 2004;10(2 Suppl 1):S115-20.
PROGNOSISBiasanya hasilnya tidak ada harapan. Prognosis tergantung atas stadium penyakit
dan penyebaran pertumbuhan tumor. Tumor kecil (diameter < 3 cm) berhubungan dengan
kelangsungan hidup satu tahun 90.7%, 2 tahun 55% dan 3 tahun 12.8%. kecepatan
pertumbuhan bervariasi dari waktu kewaktu. Pasien tumor massif kurang mungkin dapat
bertahap hidup selama 3 bulan. Kadang-kadang dengan tumor yang tumbuh lambat dan
terutama yang berkapsul kecil, kelanngsungan hidup 2-3 tahun atau bahkan lebih lama.
Jenis massifperjalanannya lebih singakat dibandingkan yang nodular. Metastasis paru dan
peningkatan bilirubin serum mempengaruhi kelangsungan hidup.pasien berusia < 45 tahun
bertahan hidup lebih lama dibandingkan usia tua. Ukuran tumor yang melebihi 50% ukuran
hati dan albumin serul < 3 g/dl merupakan gambaran yang tidak menyenangkan.
24
NABIL HARIZ1102010
KOMPLIKASIKomplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna
bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi. (8)
Kebanyakan pasien dengan karsinoma hepatoseluler (HCC) meninggal dalam waktu 1 tahun setelah didiagnosis. Kelangsungan hidup tergantung pada ukuran tumor dan penyakitnya saat didiagnosis. Pasien dengan sirosis memiliki kelangsungan hidup yang lebih pendek. Penatalaksanaan secara bedah dapat menyembuhkan hanya kurang dari 5% pasien. Penyebab kematian ialah perdarahan (varises, intraperitoneal) dan cachexia. (2)
LO. 2 M&M Hukum Transplantasi Organ Menurut Islam Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang mendukung dan
ada pula yang menolaknya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan menggabungkan hukum-hukum dari beberapa sumber yaitu dari Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami Saleh (2009), sebagai berikut:
Transplantasi organ ketika masih hidup.
Pendapat 1: Hukumnya tidak Boleh (Haram).Meskipun pendonoran tersebut untuk keperluan medis (pengobatan) bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat.
Dalil1: Firman Allah SWT “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu“ ( Q.S.An-Nisa’:4:29) dan Firman Allah SWT “Dan Janganlah kamu jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik” (Q.S.Al-Baqarah :2:195).
Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang manusia untuk membunuh dirinya atau melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan orang yang mendonorkan salah satu organ tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia tidak disuruh berbuat demikian, manusia hanya disuruh untuk menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas.
Manusia tidak memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik organ tubuh manusia Adalah Allah swt.
Pendapat 2: Hukumnya ja’iz (boleh) namun memiliki syarat-syarat tertentu.
Dalil 2: Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk menyelamatkan hidupnya merupakan perbuatan saling tolong-menolong atas kebaikan sesuai firman Allah swt “ Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan” (Qs.Al-ma’idah 2).
Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya secara pribadi namun memiliki kehendak atas apa saja yang bersangkutan dengan tubuhnya, ditambah lagi bahwa Allah telah
25
NABIL HARIZ1102010
memberikan kepada manusia hak untuk mengambil manfa’at dari tubuhnya, selama tidak membawa kepada kehancuran, kebinasaan dan kematian dirinya (QS. An-Nisa’ 29 dan al-Baqarah 95). Oleh karena itu, sesungguhnya memindahkan organ tubuh ketika darurat merupakan pekerjaan yang mubah (boleh) dengan dalil
Transplantasi organ ketika dalam keadaan koma.
Pendapat: Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun dalam keadaan koma, hukumnyaharam.
Dalil: Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan perbuatan yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw “Tidak boleh melakukan pekerjaan yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan”
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya dem mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati itu berada ditangan Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun mengurangi atau menghilangkan penderitaan pasien.
Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal.
Pendapat 1: Hukumnya Haram karena kesucian tubuh manusia setiap bentuk agresi atas tubuh manusia merupakan hal yang terlarang.
Dalil: Ada beberapa perintah Al-Qur’an dan Hadist yang melarang. Diantara hadist yang terkenal, yaitu:
“Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang tersebut ketika ia masih hidup”
Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah milik manusia tapi merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga, karena itu manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkannya kepada orang lain.Pendapat 2: Hukumnya Boleh.Dalil: Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa “Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling besar dengan melakukan perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua madharat”.
Selama dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai penghinaan kepadanya.
D. Alasan Dasar Pandangan-Pandangan Transplantasi Organ.
Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena karakter fikih dalam Islam, pendapat yang muncul tak hanya satu tapi beragam dan satu dengan lainnya, bahkan ada yang saling bertolak belakang, meski menggunakan sumber-sumber yang sama. Dalam pembahasan ini akan disampaikan beberapa pandangan yang cukup terkenal, dan alasan-alasan yang mendukung dan menentang transplantasi organ, menurut aziz dalam beranda, yaitu:
26
NABIL HARIZ1102010
Pandangan yang menentang pencangkokan organ.
Ada tiga alasan yang mendasar, yaitu:
a) Kesucian hidup/tubuh manusia.
Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa perintah yang jelas mengenai ini dalam Al-Qur’an. Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang terkenal yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh manusia, meskipun sudah menjadi mayat, “Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup”
b) Tubuh manusia adalah amanah.
Hidup dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya sendiri, tapi pinjaman dari Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia tidak boleh untuk merusak pinjaman yang diberikan oleh Allah SWT.
c) Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata.
Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk dicangkokkan pada tubuh orang lain, disini tubuh dianggap sebagai benda material semata yang bagian-bagiannya bisa dipindah-pindah tanpa mengurangi ketubuh seseorang.
Pandangan yang mendukung pencangkokan organ.
Ada beberapa dasar, antara lain:
a) Kesejahteraan publik (maslahah).
Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski demikian ada beberapa pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu potensinya untuk menyelamatkan hidup manusia yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum Islam. Dengan alasan ini pun, ada beberapa kualifikasi yang mesti diperhatikan, yaitu (1) Pencangkokan organ boleh dilakukan jika tak ada alternatif lain untuk menyelamatkan nyawa, (2) derajat keberhasilannya cukup tinggi ada persetujuan dari pemilik organ asli (atau ahli warisnya), (3) penerima organ sudah tahu persis segala implikasi pencangkokan ( informed consent )
b) Altruisme.
Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk membantu manusia lain khususnya sesama muslim, pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu ini dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk tindakannya), dan karenanya dianjurkan
DAFTAR PUSTAKA1. Budihussodo, Unggul. 2006. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi keIV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
27
NABIL HARIZ1102010
2. Guyton, dan Hall. 2007. Hati Sebagai Organ. Dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
edisi 11. Jakarta: EGC
3. Jacobson R.D., 2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
4. Price Sylvia A, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Pennyakit Edisi 6 Volume
1, Jakarta : Buku Kedokteran EGC.2006.p.476
5. Putz, R dan R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 edisi 22. Jakarta :
EGC
6. Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses dari
http:// www. Kalbe. co. id / files / cdk/ files/ 08_150 Hepatoma
Hepatorenal.pdf/08_150_HepatomaHepatorenal.html
28