SP SGD A11 HCC fix1

download SP SGD A11 HCC fix1

of 26

Transcript of SP SGD A11 HCC fix1

STUDENT PROJECT HEPATOCELLULAR CARCINOMA

SGD A 11Made Arya Wiryanatha A.A. Ketut Yunita Paramita Kadek Agus Surya Dila Nyoman Yunita Kusuma Bakta Tjokorda Istri Ratih I Made Harry Pranata I Putu Arya Narayana I A Ratih Savitri I Ketut Agus Suanjaya Cok Istri Dewi Larasati Apsari Susila Komang Mila Astuti Diah Hadiningrat 0902005007 0902005179 0902005128 0902005155 0902005151 0902005138 0902005090 0902005142 0902005157 0902005168 0902005154 0902005146

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2011i

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan student project yang bertemakan Hepatocellular carcinoma tepat pada waktu yang telah ditentukan. Student project ini dibuat untuk mengikuti menyelesaikan penugasan pada block alimentary and hepatobilliary system. Penulis menyadari bahwa student project ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan tulisan ini untuk selanjutnya dapat menjadi lebih baik dan mempunyai potensi untuk dikembangkan. Besar harapan penulis agar tulisan ini dapat bermanfaat.

Denpasar, Oktober 2011

Penulis

ii

DAFTAR ISIHalaman HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1 BAB II ISI........................................................................................................................ 3 2.1 Epidemiologi............................................................................................... 3 2.2 Faktor Predisposisi...................................................................................... 3 2.3 Patogenesis & Patofisisiologi...................................................................... 5 2.4 Manifestasi Klinis........................................................................................ 11 2.3 Diagnosis...................................................................................................... 12 2.4 Diagnosis Banding....................................................................................... 14 2.4 Staging.......................................................................................................... 15 2.5 Penatalaksanaan ........................................................................................... 16 2.4 Prognosis...................................................................................................... 19 BAB III SIMPULAN........................................................................................................ 21 DAFTAR PUSTAKA

iii

1

BAB I PENDAHULUAN Hepatocellular Carcinoma (HCC) adalah jenis tumor yang ditemukan di organ hati yang dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Setiap tahun, karsinoma hepatoseluler didiagnosis di lebih dari setengah juta orang di seluruh dunia, Dimana sekitar tiga per empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong, Taiwan, Korea, dan Japan). Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Lebih dari 90% kanker-kanker hati primer timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular. Apabila kanker yang dimulai dari area lain (seperti usus besar, paru-paru atau payudara) kemudian menyebar ke hati disebut kanker hati sekunder, kondisi ini disebut sebagai kanker metastatik. Kanker hati primer yang berasal dari sel hati terbagi dalam beberapa tipe, antara lain : 1) Hepatocellular carcinoma (HCC). Kanker hati yang paling umum terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Kanker ini dimulai dari hepatosit yang merupakan tipe utama sel hati. 2) Cholangiocarcinoma. Kanker ini berasal dari saluran kantung empedu. 3) Hepatoblastoma. Ini adalah tipe kanker langka yang menyerang anak-anak berusia 4 tahun ke bawah. Tipe kanker ini banyak yang berhasil disembuhkan. 4) Angiosarcoma dan hemangiosarcoma. Tipe kanker langka ini dimulai di pembuluh darah di hati dan tumbuh dengan sangat cepat. Walaupun organ yang seringkali diperiksa baik melalui pemeriksaan rutin seperti ultrasonografi ataupun melalui tes darah, ternyata mayoritas kasus hati dijumpai saat stadium sudah lanjut. Hal inilah yang menyebabkan terapi dengan pembedahan sebagian organ hati yang terkena tumor (partial hepatectomy) atau bahkan dengan pencangkokan organ hati yang baru (liver transplantation) menjadi tidak memungkinkan. Hal ini juga didukung karena banyak orang tidak memiliki tanda atau gejala pada tahap awal kanker hati primer. Tetapi ketika memiliki tanda dan gejala, maka yang mungkin terjadi antara lain : Penurunan berat badan,hilang nafsu makan, sakit pada area perut bagian atas, mual dan muntah, kelelahan dan lemah, pembesaran hati, bengkak pada area perut. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko kanker hati antara lain jenis kelamin, usia, infeksi kronis, sirosis, hemochromatosis, hepatitis dan Wilsons disease, diabetes, nonalcoholic fatty liver disease, dan aflatoxins. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit kanker hati ini seperti vaksinasi , menghindari konsumsi alkohol, terapi dengan antivirus, melakukan screening, Tumor Marker (AFP), Ultrasonography. 1) Vaksinasi, Vaksinasi yang dilakukan sejak usia dini ternyata terbukti efektif dan aman dalam hal mencegah timbulnya virus hepatitis B di tubuh. 2) Alkohol, hindari mengkonsumsi alkohol terutama

2

bila mengkonsumsi dalam jumlah banyak dalam jangka waktu yang lama. Penelitian sekali lagi menunjukan bahwa penderita kronik hepatitis B dan C yang mengkonsumsi alkohol akan mempercepat kerusakan sel-sel hati yang mengarah ke sirosis dan kanker hati. 3) Antivirus, Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bila seseorang terkena hepatitis C kronik di usia muda, saat diterapi mampu menghilangkan virusnya dengan cepat dan hasil laboratorium darah menunjukkan perbaikan fungsi liver, maka golongan ini biasanya memberikan respons yang baik dengan terapi. 4) Screening, tujuannya adalah mendeteksi adanya pertumbuhan kanker pada saat dini, mengingat pilihan terapi termasuk pembedahan (reseksi) maupun transplantasi menjadi tidak dimungkinkan bila ukurannya melewati batas yang sudah ditetapkan. 5) Ultrasonography, Beberapa faktor sangat berperan pada peniliaian hasil USG, Termasuk di sini adalah ketrampilan operator saat menggunakan alat USG, ukuran tubuh penderita karena ukuran seseorang yang semakin gemuk akan semakin sulit menilai kualitas gambar USG yang dihasilkan. Terutama untuk menemukan kanker hati stadium dini atau awal.

BAB II ISI 2.1 Epidemiologi Hepatocellular Carcinoma Hepatocellular carcinoma (HCC) merupakan jenis kanker hati yang paling sering terjadi. Insidennya meningkat dan menjadi salah satu dari lima malignancy di seluruh dunia dan

3

penyebab kematian terbesar ketiga akibat kanker setelah kanker paru-paru dan kanker gaster.1 Data dari WHO pada tahun 2002 menunjukkan terjadi 714.600 kasus HCC baru dimana 71% diantaranya adalah laki-laki, hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan dari 364.300 kasus pada tahun 2000.2 Estimasi insiden dari kasus terbaru adalah 500.000-1.000.000 kasus per tahun, dan menyebabkan kira-kira 600.000 kematian di dunia. Secara geografis terjadi kematian per tahunnya akibat HCC di afrika sebanyak 45.000 jiwa, di Amerika sebanyak 37.000, di Timur Tengah sebanyak 15.000 jiwa, di Eropa sebanyak 67.0000 jiwa, di Asia Tenggara sebanyak 61.000 jiwa, dan 394.000 jiwa di pasifik barat (termasuk Jepang dan China).3 HCC merepresentasikan 6% dari semua kanker yang didiagnosis di seluruh dunia, dengan lebih dari setengahnya terjadi di China. Insiden yang tinggi juga ditemukan di Asia Tenggara dan Afrika di daerah sub sahara.4 Walaupun insiden di negara-negara barat cenderung rendah tetapi terjadi tren peningkatan setiap tahunnya. Di Amerika Serikat 90% dari penderita kanker hati primer merupakan HCC. Rate insiden dari HCC berdasarkan overall age-adjusted meningkat menjadi tiga kali lipat dari tahun 1975 sampai tahun 2005, meningkat dari 1,6 kasus per 100.000 penduduk menjadi 4.9 kasus per 100.000 penduduk. Peningkatan tertinggi terjadi pada laki-laki.5 Prevalensi tertinggi dari kasus HCC terjadi pada usia diatas 65 tahun, tetapi terhadi pergeseran insiden kearah umur yang lebih muda selama dua dekade terakhir. 2.2 Faktor Predisposisi Faktor predisposisi dari HCC sangat bervariasi. Beberapa faktor yang berperan meliputi paparan dari virus hepatitis, vinyl chloride, rokok, makanan yang terkontaminasi oleh aflatoxin-b1 (AFB1), asupan alkohol yang berlebih, diabetes, obesitas, pola makan, kopi, kontrasepsi oral, dan hemakromatosis. Secara umum, keberagaman faktor tersebut bergantung pada variasi data yang dikumpulkan dari berbagai daerah.6 Namun, berdasarkan penelitian hampir 80% dari kasus-kasus HCC berkembang dari individu yang terinfeksi oleh virus hepatitis B atau C (HBV atau HCV) kronis, sirosis hati, dan juga mereka yang terpapar oleh aflatoxin-b1 (AFB1).7,8 Berikut beberapa penjelasan dari faktor predisposisi HCC yang paling berperan. a. Infeksi HBV Peran HBV sebagai faktor predisposisi dari HCC telah terbukti. Walaupun tidak setiap pasien yang terinfeksi HBV pasti akan menderita HCC, American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD) tetap merekomendasikan deteksi dini kepada seluruh pasien hepatitis B ketika mereka mencapai usia tertentu yang menyebabkan peningkatan risiko terserang HCC.9 Menurut penelitian, pasien hepatitis B yang berisiko tinggi terserang HCC adalah laki-laki yang selain terinfeksi HBV juga menderita sirosis hati serta memiliki riwayat keluarga menderita kanker hati. Hal ini terjadi karena materi genetik dari HBV menyerupai materi genetik dari sel kanker. Oleh karena itu, bagian spesifik dari genom HBV (kode genetik) yang memasuki materi genetik dari sel hati akan menganggu materi genetik normal dari sel tersebut sehingga menyebabkan sel hati menjadi ganas.10

4

b. Infeksi HCV HCC lebih jarang terjadi pada pasien yang terinfeksi oleh HCV dibandingkan pasien dengan infeksi HBV. Bila terserang HCC, pasien hepatitis C biasanya memiliki faktor risiko lain, seperti sirosis hati, usia tua, jenis kelamin laki-laki, peminum alkohol, kadar alpha-fetoprotein (AFP) tinggi, dan koinfeksi HBV. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa genotipe 1b pada HCV menjadi salah satu faktor risiko terjadinya HCC. Akan tetapi, bagaimana HCV dapat menyebabkan terjadinya HCC belum terlalu dimengerti karena tidak seperti HBV, materi genetik dari HCV tidak menyerupai materi genetik pada sel-sel hati.10 c. Alkohol Pada negara berkembang, sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol kronis erat kaitannya denga terjadinya HCC. Selain itu, sebagian besar dari peminum alkohol tersebut juga terinfeksi oleh HCV. HCC ini biasanya terjadi pada peminum alkohol yang menderita sirosis yang telah berhenti minum selama sepuluh tahun. Karena ketika konsumsi alkohol dihentikan, hati berusaha memperbaiki sel-selnya yang telah rusak akibat paparan alkohol melalui proses regenerasi sel secara aktif. Selama proses tersebut, dapat terjadi mutasi genetik pada sel-sel hati. Maka dari itu, HCC justru terjadi ketika alkohol berhenti dikonsumsi. 10d. Aflatoxin-b1

Aflatoxin-b1 adalah segolongan senyawa toksik yang sangat berpotensi menyebabkan HCC karena bersifat karsinogenik. Toksin ini merupakan produk dari jamur Aspergillus flavus yang ditemukan pada makanan yang disimpan di lingkungan panas ataupun lembab. Jamur ini sering ditemukan pada biji kacang-kacangan, seperti kacang tanah, kacang kedelai, beras, jagung, maupun gandum. Aflatoxin-b1 ini dapat menyebabkan mutasi gen p53 di sel hati. Gen p53 merupakan gen penekan tumor yang sangat penting sehingga apabila terjadi mutasi pada gen ini maka akan terjadi kerusakan siklus mitosis sel-sel hati.10 e. Hemakromatosis HCC dapat berkembang pada 30% pasien yang menderita hemakromatosis herediter. Hemakromatosis merupakan suatu kelainan dimana terjadi penyimpanan zat besi yang berlebih di dalam tubuh, khususnya di hati. Pasien yang berisiko tinggi terserang HCC adalah mereka yang juga mengalami sirosis disamping hematokromatosis. Ketika mereka terserang sirosis, pembersihan zat besi yang berlebih dari hati tidak akan menurunkan risiko terjadinya HCC pada pasien tersebut.10 2.3 Patogenesis & Patofisiologi 2.3.1 Peran epigenetik, genetik, sitokin, dan infeksi HCV Perjalanan alamiah (natural history) dari karsinoma hepatoselular dapat dibagi menjadi 3 fase yang berbeda, yaitu (1) fase molekuler (2) fase pra klinis (3) fase klinis atau simtomatik.11

5

Pada fase molekuler, terjadi alterasi genom dari hepatosit, biliosit atau stem cell liver. Alterasi genom pada hepatosit atau biliosit meliputi peningkatan daya proliferasi dan penghambatan apoptosis sel. Sedangkan, alterasi genom pada stem cell berkaitan dengan proses diferensiasi sel. Fase pra klinis meliputi fase awal, yaitu tumor masih terlalu kecil untuk dideteksi melalui teknik imaging, dan fase diagnostik pra klinis, yaitu tumor dapat dideteksi melalui teknik imaging, namun masih asimtomatik.

Gambar 1. Natural history dari karsinoma hepatoseluler11

Selama fase pra neoplastik (hepatitis kronik dan sirosis), alterasi genetik hampir sebagian besar secara kuantitatif, terjadi melalui mekanisme epigenetik tanpa adanya perubahan struktural gen. Pada fase ini, hepatosit mengalami stimulasi mitogenik yang intens oleh berbagai keadaan seperti peningkatan kadar growth factors (misalnya, insulin-like growth factor (IGF)-2, transforming growth factor (TGF)-) dan peningkatan kadar sitokin pro inflamasi.11,12 Keadaan ini akan mengaktifkan jalur persinyalan utama dalam proliferasi sel. Peningkatan ekspresi dari growth factor dan sitokin dapat disebabkan oleh proses inflamasi, protein virus, dan respons regeneratif terhadap kematian sel. Mekanisme dari semua faktor ini dalam mempengaruhi ekspresi gen meliputi aktivasi cis- dan trans- serta metilasi dan asetilasi kromatin yang dapat berdampak pada aktivasi atau inaktivasi promoter gen. Selain itu, protein yang diproduksi oleh virus, seperti protein X (HBX) yang diproduksi oleh hepatitis B virus (HBV) dapat secara langsung menstimulasi kaskade sinyal utama dari kinase sitosol.11

6

Gambar 2. Peran sitokin pro dan anti inflamasi terhadap respon imun host dan metastasis karsinoma hepatoselular 12

Sedangkan, perubahan struktural pada gen dapat disebabkan oleh (1) infeksi HBV yang secara langsung mutagenik setelah integrasi genom atau fragmennya dengan DNA sel (2) produk molekuler dari HBV (HBX) dan HCV (inti, NS5A, NS3) dapat mengganggu fungsi tumor suppressor p53 dan gen retinoblastoma serta mengganggu efisiensi enzim yang berperan dalam mekanisme perbaikan dan stabilitas gen (3) Erosi dari panjang telomer pada sel yang sangat replikatif menyebabkan disrupsi kromosom dan alterasi mitosis (4) kerusakan oksidatif DNA dapat terjadi pada keadaan inflamasi kronik (5) sifat genotoksik dari HBV dapat meningkat dengan adanya paparan terhadap aflatoxin B, suatu mikotoksin kontaminasi yang ditemukan pada makanan pada wilayah tertentu di dunia.11 Alterasi genom pada karsinoma hepatoselular sangat heterogen, hal ini menandakan fenotipe neoplasma dapat berasal dari rute genom yang berbeda. Genomic loss atau gain yang ditemukan pada beberapa lengan kromosom antara lain: 1p, 4q, 5q, 6q, 8p, 13q, 17q, 16p, 16q, 17p, 19p, 16q22, 5q34, 4q28, 13q21, (loss); 1p, 1q, 6p, 7q, 8q, 17q, 20q, 1q21, 11q12, 14q12, 12p11, 19q13.1 (gain).11,13 Beberapa dari lokus yang hilang ini (delesi alel) mengkode tumor suppressor gene, seperti p53 pada 17p, retinoblastoma pada 13q, axin1 pada 16p, Cdkn2A (pI6INK4) pada 9p, dan reseptor IGF-2 pada 6q.11 Sedangkan gain dapat terjadi pada onkogen tertentu, seperti c-myc.11 Penyimpangan genetik dan epigenetik ini serta konsekuensinya terhadap jalur persinyalan tertentu pada hepatokarsinogenesis meliputi: (1) inaktivasi tumor suppressor gene p53 melalui mutasi dan interaksi pos transkripsi dengan protein virus (2) aktivasi jalur Wnt/Frizzled/-catenin melalui mutasi pada -catenin atau pada komponen lain dari kompleks hasil destruksinya (glycogen synthase kinase-/adenomatous polyposis coli protein/axin) atau melalui upregulasi elemen upstream, seperti reseptor Frizzled (3) alterasi tumor suppressor retinoblastoma dan gen p16INK melalui mutasi atau metilasi promoternya (4) alterasi jalur persinyalan IGFs/IRS/MAPK melalui overekspresi IGFs, IRS, dan kemungkinan mutasi reseptor IGF-2 (5) alterasi jalur persinyalan TGF- (6) aktivasi jalur persinyalan PI3K/AKT dan aktivasi transduser dan aktivator sinyal JAK melalui penyimpangan metilasi suppressor dari gen yang mengkode sinyal untuk sitokin (7) upregulasi dari gen yang terlibat dalam angiogenesis, seperti VEGF dan gen yang terlibat dalam metastasis, seperti matrix metalloproteinase.11 Selain itu, mutasi inaktivasi dari gen yang mengatur remodeling kromatin ARID2 juga ditemukan pada 4 subtipe utama karsinoma hepatoselular.14

7

Kecepatan proliferasi hepatosit, pemendekan telomer, dan reekspresi telomer semakin meningkat seiring dengan perubahan dari fase pra neoplastik menuju displasia dan pada akhirnya karsinoma hepatoselular.Cirrhosis Non cirrhotic pathway

Non cirrhotic pathway

Gambar 3. Karsinogenesis hepar 15

Interaksi DNA dengan karsinogen dan reactive oxygen species (ROS) yang dihasilkan selama metabolisme karsinogen dan inflamasi menandai tahap awal hepatokarsinogenesis. Hal ini menyebabkan instabilitas genom yang menyebabkan genom rentan terhadap akumulasi kerusakan DNA yang parah selama ekspansi klonal dari sel yang terinisiasi. 8-hydroxy-2-deoxyguanosine adalah produk utama dalam kerusakan oksidatif DNA yang mengalami mispair dengan adenin selama replikasi DNA, sehingga menyebabkan transversi GCTA.14 Infiltrasi liver oleh fagosit selama liver injury merupakan sumber dari ROS yang menyebabkan kerusakan DNA, protein, dan lipid ketika produksinya melebihi kemampuan antioksidan untuk mengatasinya. Overproduksi sitokin inflamasi dan growth factor selama tahap awal hepatokarsinogenesis menyebabkan terjadinya deregulasi inducible nitric oxide synthase (iNOS), ikB kinase (IKK), dan nuclear factor kB (NF-kB). NO menstimulasi ekspresi protein IKK, yang kemudian memfosforilasi inhibitor kappa B (ikB-), sehingga menyebabkan ikB- mengalami ubiquitinasi dan degradasi proteosomal. Sebagai konsekuensinya, NF-kB family member dapat berakumulasi dalam sitoplasma dan mencapai nukleus kemudian mentransaktivasi beberapa gen yang berkaitan dengan pertumbuhan, meliputi c-MYC, cyclin, dan gen antiapoptosis (BCLxL) serta gen dari inflammation-related nitiric oxide synthase family. Peningkatan produksi NO juga menstimulasi angiogenesis melalui aktivasi gen hypoxia inducible factor-1 (HIF-1) dan targetnya, yaitu vascular endothelial growth factor- (VEGF-).15

8

Gambar 4. Jalur persinyalan yang diinduksi oleh iNOS15

Saat ini diketahui bahwa overekspresi iNOS, IKK, dan NF-kB pada lesi pra neoplastik dan neoplastik yang diinduksi dengan bahan kimia pada tikus berhubungan dengan deregulasi ikB-, penurunan kompleks ikB-/NF-kB, dan peningkatan binding NF-kB pada DNA. iNOS, IKK/NF-kB, dan upregulasi RAS/extracellular signal-regulated kinase (ERK) tertinggi pada karsinoma hepatoselular manusia dengan prognosis yang lebih buruk dan memiliki korelasi positif dengan proliferasi tumor, instabilitas genom, densitas pembuluh mikro, dan memiliki korelasi negatif dengan apoptosis.15 Kaskade MAPK adalah jalur persinyalan yang penting untuk proliferasi lesi hepar pra neoplastik dan neoplastik. Jalur ini mentransduksi sinyal dari reseptor tirosin kinase, seperti epidermal growth factor receptor (EGFR), insulin-like growth factor receptor (IGFR), platelet derived growth factor receptor (PDGFR), hepatocyte growth factor receptor (HGFR/MET), dan vascular endothelial growth factor receptor (VEGFR) melalui ligannya masing-masing. Pada jalur persinyalan ini, RAS yang teraktivasi (GTPRAS) akan memicu aktivasi sekuensial murine leukemia viral oncogene homolog 1 (RAF1), mitogen-activated protein kinase 1 1/2 (MEK 1/2), dan ERK 1/2. ERK 1/2 yang telah aktif mentransaktivasi beberapa gen yang berhubungan dengan pertumbuhan, meliputi c-JUN, C-FOS, C-MYC, dan ETS. Kebanyakan gen yang berhubungan dengan kaskade MAPK, seperti c-Ha-ras dan c-Kiras, c-Raf, c-Fos, dan c-Jun mengalami overekspresi pada foci of altered hepatocytes (FAH), nodul, dan karsinoma hepatoselular yang diinduksi pada tikus.15 Jalur PI3K aktif melalui phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K) dan pembentukan phosphoinositol 3,4,5triphosphate yang kemudian mengaktifkan serine/threonine kinase thymoma viral protooncogene (AKT/PkB). AKT/PkB menghambat glycogen synthetase kinase-3 (GSK3-) yang berperan dalam fosforilasi -catenin, sehingga memungkinkan ubiquitinasi dan degradasinya. Ketika tidak didegradasi, -catenin berinteraksi dengan lymphoid enhancer factor/T cell factor (Lef/Tcf) dan kemudian ditranslokasikan ke nukleus, sehingga mentransaktivasi beberapa gen pengatur pertumbuhan sel. Upregulasi AKT/PkB dan hubungannya dengan inaktivitas Gsk3- terjadi pada lesi hepar pra neoplastik dan neoplastik di tikus.15

9

Gambar 5. Kaskade sinyal MAPK dan sinyal apoptosis5

Selain itu, AKT juga menyebabkan molekul pro apoptosis seperti BAD dibebaskan dari mitokondria, sehingga menghambat apoptosis.15 Upregulasi jalur persinyalan PI3K/AKT pada manusia memiliki korelasi dengan downregulasi ekspresi metallothionein. Hal ini menunjukkan peran jalur persinyalan PI3K/AKT dalam meregulasi metallothionein dan produksi ROS. Tingkat ekspresi dual-specificity phosphatase 1 (Dusp1) memiliki korelasi invers dengan ERK yang teraktivasi, begitu pula dengan indeks proliferasi sel, densitas pembuluh mikro, dan secara langsung dengan apoptosis dan survival rate.15 Reaktivasi Dusp1 menyebabkan supresi ERK, aktivitas CKS1 dan SKP2, inhibisi proliferasi dan induksi apoptosis pada karsinoma hepatoselular dari garis keturunan sel manusia. Faktor transkripsi Forkhead box M1B (FOXM1) dapat memicu aktivasi SKP2/CKS1 ubiquitin ligase yang kemudian akan mentarget protein P21WAF1, P27KIP1, p57KIP2 untuk degradasi selama transisi fase G1-M siklus mitosis sel. Selain itu, FOXM1 juga menginduksi transisi gen yang memicu progresi siklus sel (AURKA, CDC2, CYCLIN B1, NEK2, dan CDC25B), supresor inhibitor siklus sel (SKP2, CKS1), dan inhibitor apoptosis (SURVIVIN).15

2.3.2 Infeksi virus hepatitis C (HCV) Virus hepatitis C (hepatitis C virus/HCV) adalah suatu virus berkapsul yang memiliki genom positive-sense RNA, berasal dari famili Flaviridae, genus Hepativirus. Genom virus mengkode poliprotein tunggal yang dapat dipecah menjadi 10 protein matur, dengan susunan protein struktural terletak dekat dengan ujung 5, sedangkan protein fungsional terletak dekat ujung 3 dari poliprotein tersebut.16

Protein struktural

Protein non struktural

10

Gambar 6. Struktur genom HCV16

Berbagai interaksi yang terjadi antara protein yang dikode oleh genom virus HCV dengan proses seluler host mengakibatkan alterasi pada berbagai jalur persinyalan seluler yang menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan sel hati menuju karsinoma. Tabel 1. Hipotesis interaksi antara HCV core dengan jalur persinyalan seluler host16Protein seluler host yang yang berinteraksi dengan HCV core PKR p53 dan p73 p21WAF1/CIP1 TNF NF LZIP hnRNP K Fungsi protein seluler host

Apoptosis dan pertumbuhan sel Protein tumor suppressor Mencegah transisi fase G1/G2 Apoptosis Anti apoptosis, chemoattractant bagi sel imun Tumor suppressor Menstimulasi promoter onkogen cmyc, menghambat promoter timidin kinase yang berperan dalam transisi G1/S Jalur Ras/Raf/MAPK Anti apoptosis Pro apoptosis Menyebabkan cell cycle arrest pada fase G1, fibrogenesis, membatasi respon antivirus imun Proliferasi sel Proliferasi sel Diferensiasi sel

14-3-3 BCL-xL Bax TGF- Cyclin E Jalur MAPK Reseptor lymphotoxin Jalur Fas

11 Apoptosis

Tabel 2. Hipotesis interaksi NS5A dengan jalur persinyalan seluler host16Protein seluler host yang yang berinteraksi dengan NS5A PKR Growth factor receptor-bound protein 2 (GrB2) Interleukin 8 PI3K GSK-3 p53 p21WAF1/CIP1 TNF Human vesicle-associated membrane protein-associated protein (hVAPA) Bad Bax Fungsi protein seluler host Apoptosis dan pertumbuhan sel Pertumbuhan sel Pertumbuhan, diferensiasi, dan transformasi Kemotaksis dan degranulasi PMN, menghambat IFN Anti apoptosis Proto onkogen Apoptosis dan menekan onkogenesis Mencegah transisi fase G1/G2 Protein apoptosis Transpor vesikel

Protein proto apoptosis Protein apoptosis

2.4 Manifestasi Klinis Gejala klinis HCC bersifat tidak khas dan sangat bervariasi, tergantung stadium penyakit HCC. Pada HCC stadium dini sering tidak dijumpai adanya gejala (asimtomatik), tetapi pada stadium lanjut gejala sering sangat berat. Keluhan HCC yang paling khas adalah rasa nyeri pada perut kuadran kanan atas. Rasa nyeri disertai rasa sebah, perut cepat penuh jika diisi makanan dan keluhan berat badan yang menurun. Gejala lain adalah adanya rasa nyeri tulang jika sudah terdapat metastase ke tulang. Penurunan berat badan

12

dan demam yang tidak dapat dijelaskan merupakan peringatan kanker hati pada pasien dengan sirosis. Pada pemeriksaan fisik dijumpai hati yang membengkak (hepatomegali) yang dipalpasi maka akan ditemukan tepi hati tumpul, konsistensi hati padat keras, dengan permukaan yang berdungkul-dungkul, nyeri tekan tidak terlalu menyolok. Pada auskultasi di atas hati dapat terdengar suara bruit akibat pembuluh darah yang sangat meningkat pada HCC. Disamping itu dapat juga dijumpai tanda-tanda penyakit hati kronik atau sirosis hati seperti ikterus (mata kuning) dan ascites. Gejala klinis tidak khas tergantung stadium penyakit. Keluhan yang paling sering adalah rasa nek dan nyeri pada perut kanan atas disertai hepatomegali dengan tepi tumpul, permukaan berdungkul-dungkul dan konsistensi hati yang padat keras. Motola-Kuba (2006) membuat ikhtisar gejala HCC yang berbeda di daerah dengan insiden HCC tinggi dan daerah dengan insiden HCC rendah.17Tabel 3. Perbedaan Gejala HCC di Daerah dengan Insiden Tinggi dan Rendah17

Kriteria A. Keluhan Nyeri abdomen Berat badan menurun Massa pada abdomen Anoreksia Hematemesis Nyeri tulang B. Gejala Hepatomegali Ascites Splenomegali Demam Ikterus

Daerah dengan Tingkat Insiden Rendah Tinggi 53-58 % 19 73% 33 % 33 % 1-19 % 3-12 % 56-74 % 55-61 % 15-48 % 10 % 44 % 62-95 % 19 73% 33 % 2cm pada diameter Deteksi masa hepar dengan keadaan sirosis diketahui memiliki risiko tinggi untuk terkena HCC. Jika AFP 200ng/ml dan hasil radiologi menunjukkan adanya massa maka hal ini merujuk ke kasus HCC dengan adanya hipervaskularisasi arteri. Konferensi EASL merekomendasikan diagnosis HCC dapat ditegakkan tanpa perlu melakukan biopsy pada pasien yang memiliki ukuran lesi 2cm dengan menunjukkan vaskularisasi arteri yang dapat ditemukan pada modalitas CT scan ataupun MRI. Jika tidak diketahui karakteristik abnormalitas vaskularisasinya, dan AFP < 200ng/ml maka biopsi direkomendasikan untuk dilakukan. Jika lesi menunjukkan hipervaskularisasi dan washed out pada fase vena awal, untuk menegakkan diagnosis hanya dibutuhkan satu modalitas imaging saja. Hal ini dapat dilakukan dengan triphasic CT scan atau MRI dengan injeksi gadolinium. Beberapa penelitian baru menunjukkan USG dengan kontras juga bisa digunakan sebagai diagnosis noninvasif. 2. Lesi 1-2 cm pada diameter Lesi yang berukuran 1-2 cm pada pasien sirosis hati, memiliki faktor risiko untuk menjadi HCC. Level Alpha-fetoprotein mungkin normal atau meningkat namun tidak memiliki kegunaan untuk menegakkan diagnosis. Konferensi EASL

14

merekomendasikan lesi dengan ukuran 1-2 cm dapat dilakukan dengan biopsi tanpa memperhatikan pembuluh darah sekitarnya. Lebih dari 25 % lesi berukuran kurang dari 2 cm dengan pelebaran arteri, tanpa washout venous pada sirosis hati akan stabil atau malah bisa berkembang menjadi HCC. Biopsi sangat penting bagi pasien yang hasil gambaran radiologisnya kurang baik. Pada nodul yang berukuran 2cm, teknik imaging yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosisnya dapat didasarkan pada pemeriksaan tunggal yang menunjukkan karakteristik pembuluh darah melalui contrast-ultrasound, dynamic CT atau MRI, pada nodul yang berukuran 1-2 cm pencitraan karakteristik vakularisasi hasilnya tidak telalu baik sehingga untuk menegakkan diagnosis lebih baik digunakan 2 teknik imaging.19 3. Lesi kurang dari 1 cm pada diameter Lesi yang berukuran 1 cm memiliki faktor risiko kecil menjadi HCC. Pada lesi dengan ukuran tersebut kemungkinan menjadi maligna adalah kecil, walaupun CT atau MRI menunjukkan nodul yang kecil dengan vaskularisasi arteri, namun hal ini bukan fokus HCC. Namun, tidak tertutup kemungkinan terjadinya keganasan dalam perkembangan nodul tersebut. Oleh karena itu nodul-nodul tersebut perlu di follow up setiap bulan dengan tujuan untuk mendeteksi transformasi keganasan. Apabila dalam 1-2 tahun tidak tidak ada perubahan, hal ini bisa menunjukkan nodul tidak bertransformasi menjadi HCC.19 Diagnosis klinis ditegakkan jika 2 pemeriksaan imaging memberikan hasil positif, atau jika 1 hasil imaging disertai kadar AFP melebihi 400 ng/ml. Diagnosis pasti ditegakkan jika hasil biopsi hati memberikan hasil pemeriksaan patologi anatomi positif. 2.5 Diagnosis Banding 2.5.1 Cholangiocarcinomas (CCC) Cholangiocarcinomas (CCC) adalah keganasan pada sistem saluran biliaris yang mungkin berasal dari hati dan saluran empedu ekstrahepatik, yang berakhir pada ampula Vater. CCC ditemukan pada 3 wilayah: intrahepatik, ekstrahepatik (perihilar), dan ekstrahepatik distal. Tumor perihilar adalah CCC yang paling umum, dan tumor intrahepatik adalah yang paling jarang. Tumor perihilar terjadi pada percabangan duktus hepar kanan dan kiri. Tumor ekstrahepatik distal terletak pada batas atas pankreas dan ampula. Cholangiocarcinomas cenderung tumbuh lambat dan menginfiltrasi dinding duktus. Penyebaran local dapat mencapai hati, porta hepatis, dan kelenjar getah bening pada celiac dan pancreaticoduodenal. 2.5.2 Sirosis

Sirosis menggambarkan bentuk akhir yang paling umum untuk berbagai macam penyakit hati kronis. Secara histologi sirosis didefinisikan sebagai proses pada hati yang menyebar yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan arsitektur hati yang normal menjadi nodul yang abnormal sehingga sel-sel hati kehilangan fungsinya. Perkembangan injury pada

15

hati menjadi sirosis dapat terjadi selama beberapa minggu sampai beberapa tahun. Pasien dengan hepatitis C dapat menderita hepatitis kronis selama 40 tahun sebelum menjadi sirosis. Beberapa pasien dengan sirosis sepenuhnya asimtomatik dan memiliki harapan hidup yang baik. Sedangkan yang lainnya memiliki banyak gejala berat stadium akhir penyakit hati dan memiliki harapan kecil untuk bertahan hidup. Gejala dan tanda umum mungkin berasal dari penurunan fungsi sintesis hati, penurunan kemampuan detoksifikasi hati, atau hipertensi portal.

2.5.3 Hepatocellular adenomas (HAs)

Hepatocelluler adenomas (HAs) yang juga dikenal sebagai adenoma pada hati. Merupakan tumor jinak yang kemungkinan berasal dari sel epitel dan terjadi kurang dari 0,004% populasi beresiko. Adenoma hepatoseluler terutama terjadi pada wanita usia produktif, kemungkinan karena penggunaan pil KB meningkatkan resiko terjadinya tumor ini. Adenoma pada hati melibatkan lembar hepatosit tanpa saluran empedu atau area portal. Jika ada sel Kupffer, jumlahnya berkurang dan tidak fungsional. Adenoma hati berwarna coklat, halus, berbatas jelas, tampang berdaging, dan ukuran bervariasi dari 1-30 cm. Adenoma hati memiliki pembuluh darah yang besar di permukaannya, lesi mendapatkan darah dari arteri yang menyebabkan nekrosis. Kapsul fibrosa bisa ada atau tidak, jika tidak ada mungkin predisposisi pendarahan intrahepatik atau ekstrahepatik. Kebanyakan ada sebagai lesi soliter pada lobus hati kanan maupun kiri dan 20% kasus terdapat beberapa lesi. 2.6 Staging Dalam menentukan prognosis dan pengobatan yang akan dijalani oleh pasien dengan karsinoma hepatoseluler, diperlukan penentuan staging yang akurat20-23. Penentuan staging dilihat dari ukuran tumor, penyebarannya, pengaruhnya terhadap pembuluh darah di hati, adanya kapsul tumor, metastasis ekstrahepatik, nodul, dan sistem vaskular dari tumor. Menurut EASL, penentuan staging karsinoma hepatoseluler dilihat dari derajat tumor, derajat kerusakan fungsi hati, kondisi pasien dan efikasi dari pengobatan yang dijalani oleh pasien23.Tabel 4. Sistem Staging pada karsinoma hepatoseluler23

16

Kebanyakan TNM stage dilakukan dengan prosedur bedah berdasarkan derajat tumor. Sehingga sering didapatkan prognosis yang buruk pada pasien yang menjalani reseksi dan transplantasi hati. Ditemukan modifikasi dalam penelitian 557 pasien HCC yang menjalani reseksi, yakni derajat tumor dan adanya fibrosis. Sehingga terbentuk 4 stage yang telah diperbaharui walaupun belum dapat diaplikasikan pada pasien nonbedah. TNM stage telah mendapat pengesahan dari American Joint Committee of Cancer (AJCC). 20,23 2.7 Penatalaksanaan Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker, lokasi kanker di bagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati.24 Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah hati digabung dengan tindakan radiologi dan tindakan non-bedah dan tindakan transplantasi (pencangkokan) hati.25 2.7.1 Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan bedah yaitu reseksi (pemotongan) bagian hati yang terkena kanker dan juga reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya dokter ahli bedah akan membuang seluruh kanker dan tidak akan menyisakan lagi jaringan kanker pada penderita, karena bila tersisa tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan yang sehat. Radiologi merupakan cara untuk menentukan perkiraan pasti batas itu yaitu dengan pemeriksaan CT angiography yang dapat memperjelas batas kanker dan jaringan sehat

17

sehingga ahli bedah tahu menentukan di mana harus dibuat sayatan. Maka harus dilakukan CT angiography terlebih dahulu sebelum dioperasi. Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah kanker sehingga jelas terlihat pembuluh darah mana yang bertanggung jawab memberikan makanan (feeding artery) yang diperlukan kanker untuk dapat tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan tindakan radiologi Trans Arterial Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat menyumbat pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga menyetop suplai makanan ke sel-sel kanker dan dengan demikian kemampuan hidup (viability) dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai menghilang. Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial Chemotherapy (TAC) dengan tujuan sebelum ditutup feeding artery lebih dahulu kanker-nya disirami racun (chemotherapy) sehingga sel-sel kanker yang sudah kena racun dan ditutup lagi suplai makanannya maka sel-sel kanker benar-benar akan mati dan tak dapat berkembang lagi dan bila selsel ini nanti terlepas pun saat operasi tak perlu dikhawatirkan, karena sudah tak mampu lagi tumbuh. Tindakan TAE digabung dengan tindakan TAC disebut tindakan Trans Arterial Chemoembolisation (TACE). Selain itu TAE ini juga untuk tujuan supportif yaitu mengurangi perdarahan pada saat operasi dan juga untuk mengecilkan ukuran kanker. Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu harus diperiksa dan ditentukan apakah benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Kemudian diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang bertujuan meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi tumbuh berkembang biak. Pemberian Kemoterapi dilakukan secara intra venous yaitu epirubucin/dexorubicin 80 mg digabung dengan mitomycine C 10 mg. Dengan cara pengobatan seperti ini usia harapan hidup penderita per lima tahun 90% dan per 10 tahun 80%.26 2.7.2 Tindakan Non-bedah Hati Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada stadium lanjut.. Termasuk dalam tindakan non-bedah ini adalah: a. Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE) Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen yang datangnya bersama aliran darah yang menyuplai sel tersebut. Pada kanker timbul banyak sel-sel baru sehingga diperlukan banyak makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi banyak pembuluh darah baru (neovascularisasi) yang merupakan cabang-cabang dari pembuluh darah yang sudah ada disebut pembuluh darah pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TAE ini menyumbat feeding artery. Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri femoralis) yang seterusnya masuk ke pembuluh nadi besar di perut (aorta abdominalis) dan seterusnya dimasukkan ke pembuluh darah hati (artery hepatica) dan seterusnya masuk ke dalam feeding artery. Lalu feeding artery ini disumbat (diembolisasi) dengan suatu bahan seperti gel foam sehingga aliran darah ke kanker dihentikan dan dengan demikian suplai makanan dan oksigen ke selsel kanker akan terhenti dan sel-sel kanker ini akan mati. Apalagi sebelum dilakukan embolisasi dilakukan tindakan trans arterial chemotherapy yaitu memberikan obat kemoterapi melalui feeding artery itu maka sel-sel kanker jadi diracuni dengan obat yang mematikan. Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar terjamin mati dan tak

18

berkembang lagi. Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi kemoterapi intra-arterial dikembangkan dan nampaknya memberi harapan yang lebih cerah pada penderita yang terancam maut ini. Angka harapan hidup penderita dengan cara ini per lima tahunnya bisa mencapai sampai 70% dan per sepuluh tahunnya bisa mencapai 50%.27 b. Infus Sitostatika Intra-arterial Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal berasal dari vena porta dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama dari sistem arteri hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati normal akan terhenti dan sel-sel tersebut akan mati.28 Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke cabang besar tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat dilakukan tindakan transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau karena pasien menolak atau karena ketidakmampuan pasien. Sitostatika yang dipakai adalah mitomycin C 10 20 Mg kombinasi dengan adriblastina 10-20 Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100 200 cc. Atau dapat juga cisplatin dan 5FU (5 Fluoro Uracil). Metoda ballon occluded intra arterial infusion adalah modifikasi infuse sitostatika intra-arterial, hanya kateter yang dipakai adalah double lumen ballon catheter yang di-insert (dimasukkan) ke dalam arteri hepatika. Setelah ballon dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah, sitostatika diinjeksikan dalam keadaan ballon mengembang selama 10 30 menit, tujuannya adalah memperlama kontak sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini maka harapan hidup pasien per lima tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya 30% dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah 20% dan 10%.28

c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI) Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua tindakan atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman, efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup memberikan harapan. PEI hanya dikerjakan pada pasien stadium dini saja dan tidak pada stadium lanjut. Sebagian besar peneliti melakukan pengobatan dengan cara ini untuk kanker bergaris tengah sampai 5 cm, walaupun pengobatan paling optimal dikerjakan pada garis tengah kurang dari 3 cm. Pemeriksaan histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa tumor mengalami nekrosis yang lengkap. Sebagian besar peneliti menyuntikkan etanol perkutan pada kasus kanker ini dengan jumlah lesi tidak lebih dari 3 buah nodule, meskipun dilaporkan bahwa lesi tunggal merupakan kasus yang paling optimal dalam pengobatan. Walaupun kelihatannya cara ini mugkin dapat menolong tetapi tidak banyak penelitian yang memadai dilakukan sehingga hanya dikatakan membawa tindakan ini memberi hasil yang cukup menggembirakan.28 d. Terapi Non-bedah Lainnya

19

Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapy (RFA), Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif (membantu) bukan kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya. 2.7.3 Tindakan Transplantasi Hati Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati dan ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau sudah hamper seluruh hati terkena kanker atau sudah ada sel-sel kanker yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta) maka tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati. Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati dari orang lain ke dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah lain seperti operasi dan tindakan radiologi seperti yang disebut di atas tidak mampu lagi menolong pasien. Akan tetapi, langkah menuju transplantasi hati tidak mudah, pasalnya ketersediaan hati untuk di-transplantasikan sangat sulit diperoleh seiring kesepakatan global yang melarang jual beli organ tubuh. Selain itu, biaya transplantasi tergolong sangat mahal. Dan pula sebelum proses transplantasi harus dilakukan serangkaian pemeriksaan seperti tes jaringan tubuh dan darah yang tujuannya memastikan adanya kesamaan/kecocokan tipe jaringan tubuh pendonor dan pasien agar tidak terjadi penolakan terhadap hati baru. Penolakan bisa berupa penggerogotan hati oleh zat-zat dalam darah yang akan menimbulkan kerusakan permanen dan mempercepat kematian penderita. Seiring keberhasilan tindakan transplantasi hati, usia pasien setidaknya akan lebih panjang lima tahun. 2.8 Prognosis Beberapa data menyebutkan bahwa penyakit karsinoma hepatoseluler mempunyai prognosis dubia ad malam, karena hanya 10-20% dari sel kanker ini dapat dihilangkan melalui proses pembedahan. Jika sel-sel kanker ini tidak dapat dihilangkan seluruhnya, penderita akan mengalami kematian rata-rata sekitar 3 sampai 6 bulan, namun beberapa juga ditemukan dapat hidup lebih dari 6 bulan. Hal ini sebagian besar dikarenakan karena keterlambatan dalam mendeteksi keberadaan tumor terutama yang sudah mengalami pembesaran, kemampuan dari tenaga medis dan fasilitas medis yang tersedia. Staging tumor, fungsi hati, dan status fisik sangat berpengaruh juga dalam prognosis penderita HCC. Serta dampak pengobatan harus selalu di pertimbangkan mengenai harapan hidup pasien.

20

BAB III SIMPULAN Karsinoma hepatoseluler (HCC) merupakan jenis kanker hati yang paling sering terjadi dan merupakan penyebab kematian terbesar ketiga akibat kanker setelah kanker paruparu dan kanker gaster. Faktor predisposisi penting yang terlibat dalam perkembangan HCC meliputi infeksi HBV atau HCV, intoksikasi aflatoksin-b1, konsumsi alkohol, dan hemakromatosis. Mekanisme yang berperan dalam patogenesis HCC meliputi alterasi epigenetik dan genetik, stimulasi sitokin, dan infeksi HBV atau HCV. Gejala klinis HCC

21

bersifat tidak khas dan sangat bervariasi, tergantung stadium penyakit HCC. Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati dan pemeriksaan patologi anatomi. Diagnosis banding HCC meliputi cholangiocarcinoma (CCC), sirosis hati, dan adenoma hepatoseluler (HA). Stagging diperlukan untuk mengetahui prognosis serta terapi yang diperlukan. Tindakan yang dapat dilakukan pada kasus HCC terdiri dari tindakan bedah hati dengan kombinasi tindakan radiologi, tindakan non-bedah dan tindakan transplantasi (pencangkokan) hati. Prognosis penderita HCC adalah dubia ad malam, karena selain dari faktor predisposisi yang dimiliki penderita, keterlambatan dalam mendeteksi keberadaan tumor dan kemampuan dari tenaga medis serta fasilitas medis yang tersedia juga sangat menentukan.

DAFTAR PUSTAKA1. Parkin DM, Bray F, Ferlay J, et al: Estimating the world cancer burden:

GLOBOCAN 2000. Int J Cancer. 2001; 94:153-156, 2. World Health Organization. Mortality database. Available from: URL: http://www.who.int/whosis/en [Accessed Oct 1, 2011.] 3. Seeff LB, Hoofnagle JH. Epidemiology of hepatocellular carcinoma in areas of low hepatitis B and hepatitis C endemicity. Oncogene. 2006; 25: 3771-3777 4. D.M. Parkin, F. Bray, J. Ferlay, P. Pisani, Global cancer statistics, 2002, CA Cancer J. Clin. 2005; 55: 74108. 5. Sean F. A. Katherine A. M., and Marsha E. R. Hepatocellular Carcinoma Incidence, Mortality, and Survival Trends in the United States From 1975-2005. JCO. 2009; 27(9): 1485-1491. 6. Rajagopal N. Aravalli, Clifford J. Steer, Erik N. K. Cressman. Molecular Mechanism of Hepatocellular Carcinoma. Hepatology. 2008; 48(6). 7. Mia Kumar, Xuelian Zhao, Xin Wei Wang. Molecular Carcinogenesis of Hepatocellular Carcinoma and Intrahepatic Cholangiocarcinoma: One Step Closer to Personalized Medicine. Cell & Bioscience. 2011; 1:5 8. Brian I. Carr. Hepatocellular Carcinoma: Current Management and Future Trends. Gastroenterology. 2004;127: S218-S224 9. Morris Sherman. Risk of Hepatocellular Carcinoma in Hepatitis B and Prevention through Treatment. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2009; 76. 10. Keith E. Stuart. 2011. Http://www.medicinenet.com/liver_cancer/article.htm [Accessed Oct 1, 2011.] 11. Trevisani F, Cantarini MC, Wands JR, Bernardi M. Recent advances in the natural history of hepatocellular carcinoma. Carcinogenesis 2008;29(7):1299-1305. 12. Budhu A, Wang XW. The role of cytokines in hepatocellular carcinoma. J. Leukoc. Biol. 2006;80:1197-1213. 13. Pei Y, Zhang T, Renault V, Zhang X. An overview of hepatocellular carcinoma study by omics-based methods. Acta Biochim Biophys 2009;41(1):1-15. 14. Axelrod DA, Geibel J, et al. Hepatocellular Carcinoma: Pathophysiology. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview#a0104. [Accessed Oct 1, 2011] 15. Feo F, Frau M, Tomasi ML, Brozzetti S, Pascale RM. Genetic and Epigenetic Control of Molecular Alterations in Hepatocellular Carcinoma. Exp Biol Med. 2009;234:726-736. 16. Tran G. The role of hepatitis C virus in the pathogenesis of hepatocellular carcinoma. Bioscience Horizons. 2008;1(2):167-175. 17. Motola-Kuba D, Zamon-Valdes D, Urike M, Mendez-Sanchez. Hepatocellular carcinoma: An overview. Annals of Hepatology. 2006; 5: 16 24.18. Parikh S, Hynan D. Hepatocellular cancer: a guide for the Internist. American

Journal of medicine. 2007; 120: 194 202.

19. Bruix J, Sherman M. Management of Hepatocellular carcinoma. Hepatology.

2005; 42: 1208 1236 20. Bhosale P, J Szklaruk, P M Silverman. Current Staging of Hepatocellular Carcinoma: Imaging Implications. Cancer Imaging. 2006; 6: 83-94.21. Dienstag Jules L, Kurt J Isselbacher, Dennis L. Kasper. Tumors of the Liver and

Biliary Tract, in HARRISON'S PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE. 2005; 533-536.22. El-Serag Hashem B. Hepatocellular Carcinoma. New English Journal Medical.

2011; 365: 1118-1127.23. Pons Fernando, Maria Varela, Josep M. Llovet. Staging System in Hepatocellular

Carcinoma. HPB. 2005; 7: 35-41.24. Bruix J., Sherman M., Lovet J.M., et al. Clinical management of hepatocellular

carcinoma. Conclusions of the Barcelona-2000 EASL conference. European Association for the Study of the Liver. J Hepatol. 2001; 35: 421 430. 25. S. D. Ryder. Guidelines for the diagnosis and treatment of hepatocellular carcinoma (HCC) in adults. Gut 2003; 52 56. 26. Usatoff V., Habib N. Hepatic malignancy: challenges and oppurtunitties for the surgeon. J.R.Coll.Surg. Edinb. 2000; 45: 99 109. 27. Marrero J.A., Hussain H.K., Nghiem H.V., et al. Improving the prediction of hepatocellular carcinoma in cirrhotic patients with an arteriallyenhancing liver mass. Liver Transpl. 2005; 11: 281 289. 28. Bartolozzi C., Lencioni R., Ricci P., et al. Hepatocellular carcinoma treatment with percutaneus ethanol injection: evaluation with contrast enhanced color Doppler US. Radiology.1998; 209:387 393.