Post on 09-Jul-2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gelatin merupakan polimer alam, campuran heterogen dari protein-
protein yang larut dalam air dan mempunyai berat molekul lebih besar dari 30
kDa. Biopolimer ini diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen yang merupakan
protein struktural pada jaringan ikat hewan, kulit dan tulang (Boran et al., 2010).
Tipe kolagen yang biasanya digunakan untuk produksi gelatin adalah kolagen tipe
I. Kolagen tipe I mengandung 1014 asam amino yang terhubung membentuk
suatu rantai dengan berat molekul mendekati 100.000 g/mol. Rantai ini disebut
rantai alfa yang terdiri dari 344 unit berulang dengan urutan glisin-X-Y
(Schrieber and Gareis, 2007).
Distribusi berat molekul, struktur dan komposisi gelatin bergantung pada
pengkondisian dan bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang biasa
digunakan dalam produksi gelatin adalah kulit babi, kulit dan tulang sapi, serta
kulit dan tulang ikan (Bowes et al., 1955; Leuenberger, 1991; Sobral and
Habitante, 2001). Secara umum, ada 2 pengkondisian dalam ekstraksi gelatin
yaitu pengkondisian asam dan basa. Perbedaan proses ini adalah pada perendaman
bahan baku. Pada proses asam, bahan baku direndam dengan larutan asam seperti
asam klorida, asam sulfat, asam fosfat, dan asam sulfit. Di sisi lain, pada proses
basa, bahan baku direndam dengan larutan basa/alkali seperti air kapur
(Gudmundsson and Haffsteinsson, 1997; Dewi, 1992; Yudiono, 2003; aMuyonga,
2004; Zhou and Regenstein, 2005).
Metode pengkondisian yang saat ini banyak dikembangkan adalah metode
gabungan asam dengan basa. Kombinasi metode asam dan basa ini memberikan
hasil yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik daripada metode asam/basa
(Jamilah and Harvinder, 2002; Yang et al.,2007; Sukkwai et al.,2011; Nagarajan
et al., 2012; Ahmad and Benjakul, 2011). Setelah pengkondisian awal, bahan
baku dipanaskan dalam air pada temperatur tertentu untuk proses pelarutan
2
gelatin. Gelatin terlarut tidak memberikan warna pada air (pelarut). Hal ini
membuat pengamatan untuk mengetahui apakah gelatin telah terekstraksi
seluruhnya menjadi cukup sulit dilakukan sehingga penentuan waktu ekstraksi
dengan rendemen gelatin maksimal perlu dilakukan baik untuk keperluan riset
maupun industri. Parameter lain yang mempengaruhi rendemen gelatin adalah
temperatur hidrolisis. Temperatur hidrolisis berpengaruh langsung terhadap
rendemen gelatin yang dihasilkan. Oleh karena itu, dua parameter tersebut penting
untuk dikaji dalam penelitian mengenai ekstraksi gelatin.
Tulang mengandung 70-90% mineral dan 10-30% protein. Kandungan
mineral yang paling banyak yaitu kalsium fosfat 58,3%, kalsium karbonat 1%,
magnesium fosfat 2,1%, dan kalsium florida 1,9%, sisanya sekitar 30,6%
merupakan protein. Jumlah protein kolagen dan non-kolagen berbeda-beda untuk
setiap jaringan pada bagian tubuh hewan. Kandungan protein kolagen pada tulang
sapi mencapai 30-40% dari berat tulang kering yang telah mengalami
penghilangan lemak (Rogers et al., 1952; Dewi, 1999). Menurut hasil survey
Badan Pusat Statistik (2013), jumlah sapi yang dipotong untuk keperluan
konsumsi masyarakat Indonesia mencapai lebih dari satu juta ekor setiap
tahunnya. Berat sapi tersebut sekitar 500-700 kg/ekor, sedangkan berat tulangnya
sekitar 150 kg/ekor. Dengan demikian, berat tulang sapi yang dihasilkan dalam
satu tahun mencapai kurang lebih 150.000 ton. Jumlah ini cukup signifikan untuk
digunakan sebagai sumber kolagen dalam ekstraksi gelatin.
Gelatin digunakan secara luas untuk aplikasi di bidang pangan, farmasi,
kosmetik dan fotografi sebagai agen penstabil, penebal (thickening) dan pembuat
gel (gelling). Pemanfaatan lain dari gelatin adalah untuk cetakan silika mesopori.
Cetakan/template yang digunakan dalam sintesis menentukan ukuran pori,
ketebalan dinding dan simetri silika mesopori yang dihasilkan. Surfaktan kationik
dan nonionik merupakan cetakan yang paling sering digunakan dalam sintesis
material mesopori (Che et al., 2003). Cetakan yang umum digunakan pada sintesis
silika mesopori adalah amonium kuartener (Kresge et al., 1992; Ryong et al.,
1996). Akan tetapi, jenis surfaktan ini sulit terdegradasi di alam dan dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, para peneliti mulai
3
mengembangkan surfaktan netral seperti amina primer C8-C18, polietilen oksida,
polimer polietilen oksida dan blok kopolimer polialkilena oksida sebagai cetakan.
Surfaktan non-ionik dinilai lebih mudah terdegradasi di alam sehingga lebih
ramah lingkungan (Tanev and Pinnavaia, 1995; Bagshaw et al., 1995; Zhao et
al., 1998).
Penelitian lain menunjukkan bahwa gelatin memiliki potensi sebagai
cetakan silika mesopori. Faktor utama pemilihan gelatin yaitu karena gelatin
mengandung banyak gugus N-H yang dapat berinteraksi kuat dengan gugus
silanol (Si-OH) yang dimiliki spesies silikat melalui ikatan hidrogen (Iller, 1979).
Perubahan pH dapat mempengaruhi konsentrasi ion amonium dalam molekul
gelatin, perubahan intensitas ikatan hidrogen antar molekul gelatin, dan
pengaturan kondisi penggumpalan gelatin. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk
mengatur ukuran pori silika mesopori yang dihasilkan. Gelatin juga menunjukkan
aktivitas yang mirip dengan surfaktan, tersedia dalam jumlah melimpah, tidak
beracun dan mudah terdegradasi di alam (Hsu, et al., 2007; Wang et al., 2011;
Setyawan and Balgis, 2012; Yang et al., 2011).
Metode yang digunakan dalam sintesis silika mesopori dengan cetakan
gelatin adalah metode hidrotermal. Metode ini merupakan salah satu metode yang
paling efisien untuk meningkatkan keteraturan ukuran meso suatu material.
Material berstruktur meso akan mengalami penataan ulang, pertumbuhan dan
kristalisasi selama perlakuan hidrotermal. Temperatur yang digunakan dalam
proses hidrotermal material mesopori lebih rendah daripada material mikropori,
yaitu antara 95-100 ˚C. Hal tersebut disebabkan oleh pembentukan struktur meso
telah terjadi sebelum proses hidrotermal dilakukan. Penggunaan metode
hidrotermal pada sintesis silika mesopori memiliki tingkat keberhasilan lebih
tinggi dan hasil yang relatif lebih baik, bila dibandingkan dengan metode non-
hidrotermal atau pada temperatur kamar (Wan and Zhao, 2007),
Berdasarkan paparan-paparan tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan
ekstraksi gelatin dari tulang sapi dengan menggabungkan metode asam dan basa.
Sampai saat ini, belum banyak penelitian mengenai penggunaan metode gabungan
asam dan basa untuk ekstraksi gelatin, khususnya dengan bahan baku tulang sapi.
4
Penggunaan metode ini diharapkan dapat meningkatkan rendemen gelatin yang
dihasilkan sekaligus memanfaatkan limbah tulang sapi menjadi produk yang lebih
bermanfaat. Penentuan waktu optimum ekstraksi gelatin dari tulang sapi juga
belum banyak dilakukan, oleh karena itu, pada penelitian ini akan ditentukan
waktu optimum untuk memperoleh gelatin tulang sapi dengan rendemen
maksimal. Faktor penting lain yang akan dikaji adalah pengaruh temperatur
hidrolisis terhadap rendemen gelatin tulang sapi yang dihasilkan. Selanjutnya,
gelatin yang mempunyai distribusi molekul dengan paling baik akan digunakan
sebagai cetakan dalam sintesis silika mesopori dengan metode hidrotermal.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah
1. Mempelajari pengaruh temperatur dalam ekstraksi gelatin dari tulang
sapi dengan perlakuan awal asam-basa
2. Menentukan waktu optimum untuk ekstraksi gelatin dari tulang sapi
3. Mensintesis dan mengkarakterisasi silika mesopori dengan
menggunakan gelatin tulang sapi sebagai cetakan
I.3 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pemanfaatan limbah tulang sapi sebagai bahan baku pembuatan gelatin dengan
metode gabungan asam dan basa. Selain itu, penelitian juga diharapkan dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta referensi mengenai penggunaan
gelatin dari tulang sapi sebagai cetakan silika mesopori.