Post on 04-Aug-2015
Rhinitis Alergi
Grace Niken Nindita
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna utara no.6 Jakarta Barat
Latar Belakang
Rinitis didefinisikan sebagai peradangan dari membran hidung yang ditandai dengan gejala
kompleks yang terdiri dari kombinasi beberapa gejala berikut : bersin, hidung tersumbat,
hidung gatal dan rinore. Mata, telinga, sinus dan tenggorokan juga dapat terlibat. Rinitis
alergi merupakan penyebab tersering dari rinitis.
Rinitis alergi adalah peradangan pada membran mukosa hidung, reaksi peradangan yang
diperantarai IgE, ditandai dengan obstruksi hidung, sekret hidung cair, bersin-bersin, dan
gatal pada hidung dan mata. Rinitis alergi mewakili permasalahan kesehatan dunia mengenai
sekitar 10 – 25% populasi dunia, dengan peningkatan prevalensi selama dekade terakhir.
Rinitis alergi merupakan kondisi kronik tersering pada anak dan diperkirakan mempengaruhi
40% anak-anak. Sebagai konsekuensinya, rinitis alergi berpengaruh pada kualitas hidup,
bersama-sama dengan komorbiditas beragam dan pertimbangan beban sosial-ekonomi, rinitis
alergi dianggap sebagai gangguan pernafasan utama. Tingkat keparahan rinitis alergi
diklasifikasikan berdasarkan pengaruh penyakit terhadap kualitas hidup seseorang. Diagnosis
rinitis alergi melibatkan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang cermat, lokal dan sistemik
khususnya saluran nafas bawah.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Email : Grace.chu43@ymail.com
Nim : 10.2009.205, Kelompok : B8
Anamnesis
1. Identitas Pasien : Nama, Umur, Pekerjaan, Tempat Tanggal lahir, Status pernikahan,
alamat, Agama, Suku Bangsa, dll.
2. Keluhan Utama : hidung sering tersumbat sejak 1 minggu yang lalu terutama pagi hari
3. Keluhat Tambahan : sering bersin lebih dari 5 kali, hidung gatal, ingus encer
4. Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang ibu berusia 42 tahun datang dengan keluhan
hidung sering tersumbat sejak 1 minggu yang lalu terutama pagi hari, sering bersin,
kalau bersin sampai lebih dari 5 kali, hidung gatal, ingus encer.
5. Riwayat Penyakit Dahulu : perlu ditanyakan apakah Ibu ini pernah mengalami
penyakit yang sama sebelumnya, riwayat alergi, pernah diperiksa sebelumnya?
Pernah menjalani tes alergi sebelumnya? dan penyakit yang sebelumnya pernah ibu
ini derita, serta riwayat rawat inap dengan penyakit yang sama ataupun penyakit
lainnya.
6. Riwayat Penyakit keluarga : apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit
yang sama, ataupun punya riwayat alergi atau belum.
7. Kondisi tempat tinggal dan Lingkungan :
a. Apakah tempat tinggalnya bersih? (untuk mengetahui etiologinya tungau debu
rumah, kecoa, serta jamur termasuk Rinitis alergi inhalan)
b. Apakah memelihara binatang? (sama seperti diatas_Rinitis alergi inhalan)
c. Dimana tempat tinggalnya? Bagaimana kondisi lingkungan rumahnya?
Apakah tempat tinggalnya di dekat perkebunan, atau taman bunga? Untuk
mengetahui kemungkinan rinitis alergi musiman. Apakah daerah tempat
tinggalnya bersih atau tidak? Di pemukiman padat penduduk atau tidak?
d. Apakah tetangganya ada yang sedang sakit? Sakit apa? Atau sakit yang sama
seperti pasien?
8. Pertanyaan spesifik sekitar keluhan utama dan keluhan tambahannya yaitu :
a. Sekret :
i. Jenis : Berdarah? Purulenta (seperti nanah)? Mukopurulent
(mengandung mukus maupun nanah)? Berair? Mukoid (seperti putih
telur)?
ii. Jumlah : sangat banyak dan konstan? Atau hanya kadang-kadang?
iii. Lamanya : berhari-hari, berminggu-minggu, bertahun-tahun?
iv. Bisa dikeluarkan atau tidak? Kalau bisa, mudah atau tidak?
v. Apakah sekeretnya terutama disalah satu lubang hidung?
b. Hidung tersumbat (obstruksi hidung)
i. Derajat obstruksinya? (ringan, sedang, total)
ii. Di sisi mana? Kanan, kiri atau kedua-duanya? Bergantian? ( jika
bergantian merupakan fenomena fisiologis normal)
iii. Lamanya obstruksi? berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan,
bertahun-tahun?
iv. Apakah obstruksi memburuk di dalam atau diluar rumah? (tanda reaksi
alergi/vasomotor)
v. Apakah pasien bernafas lewat mulut saat keluhan terjadi? (tanyakan
apakahh bibir atau tenggorokan kering dan nyeri di pagi hari,
kemungkinan pasien bernafas lewat mulut sewaktu tidur)
c. Apakah ada kondisi-kondisi tertentu yang bisa menyebabkan keluhannya
kambuh? Tergantung musim? Apakah hanya pagi saja / terus menerus
sepanjang hari? Adakah kondisi lainnya selain pagi hari yang bisa
menyebabkan keluhan timbul? Misalnya cuaca dingin, perubahan suhu yang
tiba-tiba, makan yang pedas-pedas dll.
d. Hal-hal apa sajakah yang bisa memperberat keluhan?
e. Apakah ada demam? (DD/ Rinitis simpleks)
i. Rinitis alergi dan vasomotor : tidak ada demam
ii. Rinitis simpleks etcausa Bakteri : demam tinggi
iii. Rinitis simpleks et causa virus : jarang demam
f. Selain bersin dan hidung tersumbat, apakah ada Sakit tenggorok? Mialgia?
Nyeri kepala?
g. Adakah keluhan mata gatal? Pada rinitis alergi
h. Bagaimana ingusnya?
i. Pada rinitis alergi : encer dan banyak
ii. Rinitis vasomotor : mukoid atau serosa dan banyak
iii. Rinitis simpleks et causa virus : ingus encer, tapi bila terjadi infeksi
skunder bakteri, ingus menjadi mukopurulen
iv. Rinitis simpleks et causa bakteri : ingus mukopurulen dan banyak.
i. Bagaimana bersinnya? Berulang?
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik hal pertama yang dilakukan adalah pemeriksaan TTV (tanda-tanda
vital) berupa Tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas, dan suhu tubuh. Selain itu juga
diperhatikan bagaimana keadaan umum pasien, seperti apakah pasien tersebut datang dalam
kondisi lemah, bagaimana kesadaran pasien apakah compos mentis, somnolen, dan lain
sebagainya.
Sedangkan pemeriksaan fisik spesifiknya untuk rinitis alergi :
Inspeksi :
Apakah ada kelainan congenital pada hidung
Jaringan parut dalam hidung
Deviasi septum
Tampak pembengkakan & hiperemis pada konka hidung
Oedem mukosa
Mukosa hidung hiperemis
Pernapasan melalui mulut
Palpasi
Nyeri tekan
Krepitas
Atrofi kulit luar hidung
Raba panas
Pemeriksaan Penunjang
1. In vitro1
Pemeriksaan rinoskopi anterior
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau
livid disertai adanya sekret encer yang banyak.
Pemeriksaan naso endoskopi dan Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun
tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan
pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan. Jumlah eusinofil dalam kondisi normal antara 1-
4% jumlah leukosit darah. Jumlah leukosit dalam darah rata-rata 5000-10.000.
Jika basofil 5 sel/lap mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika
ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.
Hitung eosinofil dalam darah tepi
Dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total
(prist-paper radio immunosorbent test) seringkali menunjukkan nilai
normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam
penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau
urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi
pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang
tinggi. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST
(Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent
Assay)
2. In vivo1
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan
atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab
juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Untuk alergi
makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya
ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan
secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge
Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari,
selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali
dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan
meniadakan suatu jenis makanan.
Diagnosis
Diagnosis dapat dipastikan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari skenario didapati diagnosis sementara (sampai dilakukan anamnesis
selanjutnya dan beberapa pemeriksaan fisik) yaitu ibu tersebut menderita rinitis alergi.
Alasannya :
1. Bersin lebih dari 5x
2. Hidung tersumbat terutama pagi hari.
3. Hidung gatal
4. Ingus encer
Selain itu pada khasus Rinitis alergi biasanya akan diperoleh keadaan sbb :
1. Tidak ada demam.
2. Serangan bersin berulang (lebih dari 5 kali)
3. Selain encer ingusnya jumlahnya juga banyak
4. Selain hidung, mata gatal dan kadang-kadang disertai dengan lakrimasi ( air mata
keluar).
5. Terdapat riwayat alergi
Pada pemeriksaan fisiknya akan didapatkan :
1. Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu
bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi
hidung.
2. Dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi
bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok
oleh punggung tangan (allergic salute).
3. Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau
livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat
adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung
tersumbat.
4. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang
berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.
Rhinitis alergi
Pengertian
Inflamasi pada membran mukosa hidung yang disebakan oleh adanya alergen yang terhirup
yang dapat memicu respon hipersensitivitas.
Klasifikasi
Berdasarkan waktunya, Rhinitis alergi dibagi menjadi 2 golongan :
1. Rhinitis alergi musiman / Seasonal allergic rhinitis (SAR) terjadi pada waktu yang
sama setiap tahunnya. Misalnya musim bunga, banyak serbuk sari beterbangan.
2. Rinitis alergi sepanjang tahun / Perrenial allergic rhinitis
(PAR) terjadi setiap saat dalam setahun. Penyebab
utamanya adalah : debu, animal, dander, jamur, kecoa.
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat
berlangsungnya.
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :
1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu
2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :
1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu
2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas
Different Diagnosa
1. Rinitis vasomotor
Gejala penderita rinitis alergi atau rinitis vasomotor kadang – kadang sulit dibedakan
karena gejala – gejalanya mirip, yaitu obstruksi hidung, rinorea dan bersin. Biasanya
penderita rinitis alergika lebih merasakan gatal dan bersin berulang seperti “
staccato“. Biasanya ia tidak ditemukan atau tidak jelas pada rinitis vasomotor.Reaksi
bisa disebabkan oleh disfungsi sistem saraf autonom, tetapi disamping itu, obstruksi
hidung, rinorea dan bersin dapat disebabkan oleh faktor iritasi , fisik, endokrin dan
faktor lain.Hidung mungkin sensitive terhadap pengaruh hormone, oleh karena itu
reaksi rhinitis vasomotor mungkin berhubungan dengan kehamilan atau kontrasepsi
per oral, tapi rhinitis vasomotor pada kehamilan segera menyembuh setelah
melahirkan dan mungkin berhubungan dengan keseimbangan hormone.
Penderita dengan anamnesis rinitis vasomotor bisa menggambarkan sensitivitas yang
tidak biasa terhadap kelembaban udara. Biasanya rinitis non alergika ini disertai
dengan gejala – gejala obstruksi saluran pernafasan hidung dan rinorea yang
hebat. Biasanya tidak terdapat variasi musim, tetapi gejalanya dapat menyerupai
rinitis alergika sepanjang tahun. Tetapi karena mungkin terdapat remisi dan
eksaserbasi, maka ia dapat pula menyerupai rinitis alergika musiman. Hal ini terjadi
bila pasien sensitif pada perubahan suhu yag menyertai perubahan musim. Biasanya
penderita rinitis vasomotor tidak mempunyai riwayat alergi pada keluarganya. Mereka
menjelaskan fenomena iritatifnya dimulai di usia dewasa. Jarang terjadi bersin dan
rasa gatal.2
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Terdapat
rinorea yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin dan tidak
disertai gatal di mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena
perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
2. Rinitis simpleks
Nama lainnya yaitu common cold, slesma, flu, pilek. Rinitis simpleks merupakan
penyakit paling sering diteukan pada manusia. Berdasarkan penyebabnya Rinitis
simpleks dapat dibagi menjadi 3, yaitu rinitis simpleks et causa virus, et causa bakteri
dan et causa jamur.3
I. Rinitis simpleks et causa virus. Penyebab terseringnya adalah Rhinovirus.
Virus lain dapat berupa Myxovirus, Coxsakie virus, ECHO virus.
Gejala klinis adalah seperti berikut :
1. Prodraomal, berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, demam,
lemas, atau nyeri kepala.
2. Bersin yang berulang-ulang
3. Hidung tersumbat dengan ingus encer ( jadi purulen bila ada infeksi
bakteri)
Dapat sembuh dalam 5-10 hari bila tidak ada komplikasi.
II. Rhinitis simpleks et causa bakteri. Penyebab tersering menimbulkan penyakit
infeksi di hidung adalah organisema gram-positif yaitu Stafilokokus koagulase
positif. Gejala klinisnya hampir sama dengan Rhinitis simpleks et causa virus.
Yang membedakannya adalah pada infeksi bakteri primer maupun skunder
pada hidung, biasanya sekretnya mukopurulen. Warnanya meramalkan jenis
organisme yang menyerang jaringan hidung. Rinitis bakterialis sering menjadi
sinusitis.
III. Rhinitis simpleks et causa jamur.
a. Biasanya berbentuk infeksi :
i. Aspergilosis
ii. Blastomikosis
iii. Candidiasis
b. Biasanya mengenai tulang rawan septum sehingga dapat menyebabkan
perforasi / hidung pelana.
c. Tanda klinis :
i. Sekret mukopurulen berbau
ii. Pseudomembran
iii. Ulkus ataupun perforasi septum.
d. Terapi :
i. Obat anti jamur
ii. Obat cuci hidung
iii. Gentian violet untuk membersihkan hidung secara rutin.
Etiologi
Penyebab rinitis alergi dapat dibagi berdasarkan cara masuknya :
1. Alergi inhalan, masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya tungau debu
rumah (D. Pteronyssinus, D.farinae, B.tropicalis), kecoa, serpihan epitel kulit binatang
(kucing, anjing), rerumputan serta jamur ( spora jamur).
2. Alergen ingestan, masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, sapi,
telur,coklat, ikan laut, udang kepiting dan kacang-kacangan.
3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tususkan, misalnya penisilin dan
sengatan lebah.
4. Alergen kontaktan, yang masuk mellaui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik, perhiasan.
Epidemiologi
Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang
secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelasmemiliki
peran penting. Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak semuanya
atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau
mencapai 50 %.Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen,yang terdapat di
seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah
memiliki kecenderungan alergi.5 Di Indonesia tidak dikenal Rinitis alergi musiman (seasonal,
hay fever, polinosis). Hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim.
Patofisiologi
Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan
diikuti dengan tahap provokasi atau reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu
Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung
sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau
Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung smapai 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang
berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen
pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide
MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel
T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang
akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan
berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.1,2
IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel
limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah
akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil
(sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang
menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar
alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi
degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator
kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga
dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4
(LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai
sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating
Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan
rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa
dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi
rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin
merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung
sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan
akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai
disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan.
Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil,
limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-
3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1
pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat
peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic
Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan
Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh
faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang,
perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.1-6
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel
goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan
membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan
submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan
serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus
(persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel,
yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa
hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara
garis besar terdiri dari:
1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan
dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut
menjadi respon sekunder.7
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem
imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada
tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem
imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat
sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis
(immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun
dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan
jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi.
Gejala Klinis
Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan
sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali
setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin
patologis.1
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan
mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).1,3,7
Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda
hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah punggung
hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic
salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung
bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair.Tanda di mata termasuk edema kelopak
mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada
telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari
hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia
submukosa jaringan limfoid. Seorang anak dengan rinitis alergi perenial dapat
memperlihatkan semua ciri-ciri bernafas mellaui mulut yang lama yang terlihat sebagai
hiperplasia adenoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara.(1,3,7)
Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi,
penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami
lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.6,8
Penatalaksanaan
I. Non-farmakologi
Hindari pencetus (alergen). Menghindari pencetus (alergen) dapat dilakukan dengan cara
mengamati benda-benda apa saja yang menjadi pencetus misalnya debu, serbuk sari, bulu
binatang, dll. Jika perlu dipastikan dengan melakukan skin test. Selain itu juga sangat
perlu untuk menjaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari kegiatan berkebun. Jika
harus berkebun gunakan masker wajah.5
II. Farmakologi
Jika tidak bisa menghindari pencetus, gunakan obat-obat anti alergi baik OTC maupun
ethical. Jika tidak berhasil, atau obat-obatan tadi menyebabkan efek samping yang tidak
bisa diterima, lakukan imunoterapi.
1. Antihistamin H-1
Anti histamin H-I bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target,
merupakan preparat farmakologi yang paling sering dipakai sebagai lini pertama
pengobatan rinitis alergi. Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan musah
serta efektif untuk mengatasi gejala pada respons fase cepat seperti rinore, bersin,
gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi gejala obstruksi pada fase lambat. Pemberian
dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu :
Antihistamin generasi-1(klasik-sedatif)
Bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai
efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Yang termasuk
golongan ini antara lain:
Difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin sedangkan yang dapat
diberikan secara topikal adalah azelastin.
Antihistamin generasi-2 (non sedatif)
Bersifat lipofobik, sehingga sulit menembus sawar darah otak. Bersifat selektif
mengikat reseptor H 1 perifer dan tidak mempunyai efek anti-kolinergik,
antiadrenergik dan efek pada SSP minimal (non-sedatif).
Antihistamin non sedatif ini dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut
keamanannya, yaitu:
o Astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik.
Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung
yang tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel, henti jantung
dan bahkan kematian mendadak (sudah ditarik dari peredaran)
o Loratadin, setrisisn, fexofenadin, desloratadin dan levosetirisin.
2. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan
hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan histamin atau topikal. Namun
pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari
terjadinya rinitis medikamentosa.
3. Preparat kortikosteroid
Dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak berhasil
diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid tropikal
(beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon).
4. Preparat antikolinergik topikal
adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas
inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor.
5. Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila
konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi
memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat.
6. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan
hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang
gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.
Jenis obat yang sering digunakan :
a. Kromolin, obat semprot mengandung kromolin 5,2 mg/dosis diberikan
3-4kali/hari.
b. Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun:
2.5 mg/dosis,1kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.
c. Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 2-5tahun : 2,5 mg/dosis,
1 kali/hari ; lebih dari 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.
d. Feksofenadin, d o s i s p e m b e r i a n s e s u a i u s i a a n a k a d a l a h : 6 -
1 1 t a h u n : 3 0 mg/hari, 2 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari,
2 kali/hari atau 180mg/hari, 4kali/hari.
e. Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5–11 tahun : 1 semprotan2
kali/hari; > 12 tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari.
f. Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-6 tahun
:15mg/hari, 4 kali/hari; 6-12 tahun : 30mg/hari, 4 kali/hari; > 12
tahun : 60mg/hari 4 kali/hari. Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-
3 kali/hari.
g. Kortikosteroid intranasal. Digunakan pada pasien yang memiliki gejala
yang lebih persisten dan lebih parah. Efektif untuk semua gejala dengan
inflamasi eosinofilik.
i. Fluticasone, intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia >
4 tahun :1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.
ii. Budesonide, intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia >
6 tahun :1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari. Budesonide
mempunyai bioavaibilitas yangrendah dan keamanannya lebih baik.
iii. Leukotrien antagonis, Zafirlukast , yang diberikan pada anak sebesar 20
mg/dosis 2 kali/24jam
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah :
1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah stau faktor
penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung. Polip hidung
yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel
inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+),
hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.
2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak
3. Sinusitis paranasal
merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema
ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia
sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut
akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan
menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh
mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan
semakin parah.
Pencegahan
Menghindari kontak dengan alergen penyebabnya.
Prognosis
Dubia ed bonam
Kesimpulan
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya
suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesik tersebut. Definisi
menurut WHO ARIA(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah
kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gataldan tersumbat setelah
mukosa hidungterpapar allergen yang diperantarai leh Ig E.
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap provokasi/
reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase. Yaitu Immadiate PhaseAllergic Reaction atau
Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1
jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reactionatau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL)
yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas) setelah pemaparan
dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasienyang secara genetik
memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelasmemiliki peran penting. Pada
20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang
tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %.Peran lingkungan
dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen,yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan
merangsang respon imun yangsecara genetik telah memiliki kecenderungan alergi.
Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (sepertihidung tersumbat,
gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul,menetap)
beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon terhadap pengobatan,
kondisi lingkungan dan pekerjaan. Karena rinitis alergi seringkali berhubungan dengan
konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata dan lakrimasi mendukung
diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan petunjuk yang cukup penting dalam
menegakkan diagnosis pada anak.
Secara garis besar penatalaksanaan rinitis terdiri dari 3 cara, yaitu:
Menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi, farmakoterapi, danimunoterapi,seda
ngkan tindakan operasi kadang diperlukan untuk mengatasi komplikasiseperti sinusitisdan
polip hidung.
Daftar Pustaka
1. Rusmarjono, Erfiaty AS, Nurbiaty, dkk (Editor). Sumbatan Hidung, Rinitis
Alergi.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher.
Edisi VI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 2007. Hal 118-122, 128-
132.
2. Harsono, Ariyanto, Endaryato, Anang. Rinitis Alergika. Diunduh dari
: http://www.pediatrik.com/isi03.php? page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&file
pdf=0&pdf=&html=07110- bfxu225.htm . Akses 11 Maret 2011.
3. Rinitis alergi. Tersedia pada:http://www.klikdokter.com/illness/detail/207. Akses 11
Maret 2011.
4. National Library of Medicine. Allergic Rhinitis. Tersedia
pada :http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000813.htm. Akses 11 Maret
2011.
5. Morris, Adrian. Allergic Rhinitis. Tersedia
pada:http://www.bbc.co.uk/health/physical_health/conditions/in_depth/allergies/
allergicconditions _rhinitis.shtml. Akses 11 Maret 2011.
6. Allergic Rhinitis. Tersedia
pada:http://www.medic8.com/healthguide/articles/allergicrhinitis.html. Akses 11
Maret 2011.
7. Definition of Allergic Rhinitis. Tersedia
pada :http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=2197 . Akses 11
Maret 2011.
8. Health Encyclopedia-Diseases and Conditions. Allergic Rhinitis. Tersedia
padahttp://www.healthscout.com/ency/68/208/main.html. Akses 11 maret 2011.