Post on 25-Oct-2020
i
RESPON EKSPOR KARET ALAM INDONESIA
TESIS
RITA AMBARWATI
21160921000003
PROGRAM MAGISTER AGRIBISNISFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1440 H / 2019 M
RESPON EKSPOR KARET ALAM INDONESIA
RITA AMBARWATI
21160921000003
TesisSebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Pertanian pada Program Magister AgribisnisFakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PROGRAM MAGISTER AGRIBISNISFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1440 H / 2019 M
iii
PENGESAHAN UJIAN
Tesis yang berjudul “Respon Ekspor Karet Alam Indonesia”, yang ditulis oleh
Rita Ambarwati NIM 21160921000003, telah diuji dan dinyatakan lulus dalam
Sidang Munaqasyah, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jumat tanggal 5 Juli 2019. Tesis ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pertanian
pada Program Magister Agribisnis.
Menyetujui,
Penguji I
Dr. Ir. Iskandar Andi Nuhung, MS
Penguji II
Dr. Ir. Nunuk Adiarni, MMNUP. 9903004012
Pembimbing I
Dr. Ir. Edmon Daris, MSNIP.19580429 198803 1 001
Pembimbing II
Prof. Dr. Ujang Maman, MSiNIP.19620716 200003 1 001
Mengetahui,
DekanFakultas Sains dan Teknologi
Prof. Dr. Lily Surayya E.P,M.Env.StudNIP.19690404 200501 2 005
KetuaProgram Magister Agribisnis
Dr. Iwan Aminudin, S.Hut, MSiNIP.19700209 201411 1 001
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA TESIS INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
TESIS ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juli 2019
Rita Ambarwati
NIM 21160921000003
v
DAFTAR RIWAYAT HDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 08 Januari 1985. Penulis
merupakan anak ketiga dari tiga orang bersaudara dari pasangan Bpk Djemin
Sumpeno dan Ibu Sriyati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Anyelir I Depok tahun
1997 dan melanjutkan ke pendidikan menegah pertama negeri di SMPN 2 Depok,
lulus pada tahun 2000. Kemudian pada tahun 2003, lulus dari sekolah menengah
atas negeri di SMAN 3 Depok dan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Fakultas Pertanian Program Studi
Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Penulis tercatat sebagai pegawai
negeri sipil Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian sejak tahun
2009.
Pada tahun 2016, penulis melanjutkan pendidikan Sarjana Strata Dua (S2),
Program Magister Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Negeri
Syarif Hidyatullah Jakarta.
vi
RINGKASAN
Rita Ambarwati. Respon Ekspor Karet Alam Indonesia (Di bawah bimbinganEdmon Daris sebagai Pembimbing I, Ujang Maman sebagai Pembimbing II).
Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar didunia. Selama kurun periode 2011-2017 ekspor Indonesia mengalami fluktuasi,tidak sejalan dengan konsumsi karet alam dunia yang terus mengalamipeningkatan. Karet alam Indonesia sangat besar sekali ketergantungannyaterhadap fluktuasi kondisi pasar karet alam internasional seperti daya beli dankebutuhan dunia, harga ekspor serta kebijakan pemerintah Penelitian ini bertujuanuntuk 1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet alamnasional; dan 2) menganalisis respon ekspor karet alam akibat perubahan faktor-faktor tersebut.
Penelitian ini menggunakan data sekunder periode tahun 2008-2017. Datadianalisis menggunakan regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecilatau Ordinary Least Square (OLS) untuk menganalisis faktor yang mempengaruhiekspor karet alam. Variabel bebas yang diduga mempengaruhi ekspor karet alamIndonesia yaitu harga riil karet alam di pasar internasional, harga riil karet sintetis,nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika, produksi karet alam nasional,adanya penetapan kebijakan kuota ekspor dan jumlah ekspor karet alamsebelumnya. Analisis elastisitas jangka pendek dan jangka panjang digunakanuntuk mengetahui respon ekspor karet alam iindonesia akibat perubahan faktoryang mempengaruhi jumlah ekspor.
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas secarasimultan berpengaruh signifikan terhadap ekspor karet alam Indonesia pada tarafkepercayaan 95%. Pada taraf kepercayaan 95%, perilaku ekspor karet alamIndonesia nyata dipengaruhi oleh variabel produksi karet alam nasional dan nyatadipengaruhi oleh adanya penetapan kebijakan kuota ekspor karet alam pada tarafkepercayaan 50%. Sedangkan variabel kebijakan penetapan pembatasan jumlahekspor memberikan pengaruh paling besar terhadap kenaikan dan penurunanjumlah ekspor karet alam Indonesia dibandingkan faktor lainnya.
Hasil analisis elastisitas menunjukkan ekspor karet alam Indonesia lebihresponsif terhadap perubahan jumlah produksi dibandingkan perubahan faktorlainnya. Hal ini berarti setiap perubahan produksi karet alam akan direspon untukmenaikan atau menurunkan jumlah karet alam Indonesia yang akan diekspor.Oleh karena itu guna meningkatkan ekspor karet alam, disaran untukmeningkatkan produksi karet alam Indonesia. Sehingga diperlukan upaya tepatyang dapat dilakukan dalam peningkatan produksi karet alam nasional.
Kata Kunci: karet alam, ekspor, respon, regresi, elastisitas.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat Nya
sehingga penyusunan tesis dengan judul Respon Ekspor Karet Alam Indonesia
dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Ir. Edmon Daris, MS selaku Pembimbing I dan Prof. Dr. Ujang
Maman, MSi selaku Pembimbing II, dengan kesibukannya berkenan meluangkan
waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi
penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Dr. Ir. Iskandar Andi Nuhung, MS dan Dr. Ir. Nunuk Adiarni, MS selaku dosen
penguji yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun
penelitian ini. Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada semua
dosen yang telah mengajar penulis, dan teman-teman kuliah yang telah
mendukung penulis selama mengikuti perkuliahan di Magister Agribisnis,
Fakultas Teknologi dan Sains.
Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada suami, putri-putri dan keluarga tercinta serta Direktorat
Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti kuliah Magister Agribisnis, Fakultas Teknologi
dan Sains. Akhir kata penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu namun
namanya tak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Juli 2019
Rita Ambarwati
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 12
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 13
1.5. Ruang Lingkup Penelitian......................................................................... 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsumen dan Produsen Karet Alam....................................................... 15
2.2. Karet Alam Indonesia ............................................................................... 18
2.3. Perdagangan Internasional ........................................................................ 24
2.3.1. Ekspor ............................................................................................. 26
2.3.2. Teori Pembentukan Harga .............................................................. 29
2.3.3. Teori Nilai Tukar ............................................................................ 30
2.4. Kebijakan Perdagangan Internasional....................................................... 34
2.5. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 36
2.6. Kerangka Pemikiran.................................................................................. 39
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian .................................................................................... 45
3.2. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 45
3.3. Metode Analisis ........................................................................................ 45
3.4. Pengujian Statistik .................................................................................... 47
3.5. Pengujian Asumsi Klasik .......................................................................... 48
3.7. Elastisitas .................................................................................................. 49
ix
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Alam Indonesia......... 51
4.2. Elastisitas .................................................................................................. 54
4.3. Pembahasan............................................................................................... 56
4.3.1. Harga Riil Karet Alam di Pasar Internasional ................................ 56
4.3.2. Harga Riil Karet Sintetis di Pasar Internasional ............................. 58
4.3.3. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika.................................. 60
4.3.4. Produksi Karet Alam....................................................................... 63
4.3.5. Penetapan Kebijakan Kuota Ekspor................................................ 71
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 73
5.2. Saran.......................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 75
LAMPIRAN .................................................................................................... 81
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Produksi Karet Alam Beberapa Negara .................................................... 2
1.2. Ekspor dan Impor Karet Alam Indonesia.................................................. 3
1.3. Perkembangan Konsumsi Karet Alam Dunia dan
Ekspor Karet Alam Indonesia Tahun 2011-2017 ..................................... 5
2.1. Permintaan Karet Alam Berdasarkan Negara Konsumen......................... 16
2.2. Negara Konsumen Utama Karet Alam Dunia........................................... 17
2.3. Produski Karet Alam Beberapa Negara .................................................... 18
2.4. Luas dan Pertumbuhan Areal Tanaman Karet di Indonesia
Berdasarkan Status Pengusahaan .............................................................. 19
2.5. Produksi dan Pertumbuhan Tanaman Karet di Indonesia
Berdasarkan Status Pengusahaan .............................................................. 20
2.6. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 44
4.1. Hasil Pendugaan Parameter Ekspor Karet Alam Indonesia...................... 52
4.2. Elastisitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang......................................... 54
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1. Jumlah Ekspor Karet Alam Indonesia Menurut Negara Tujuan............... 4
1.2. Ramalan Produksi dan Konsumsi Karet Alam Dunia............................... 6
1.3. Harga Rata-Rata Ekspor Karet Alam di Pasar Internasional .................... 8
1.4. Perbandingan Harga Karet Alam di Pasar Internasional dan
Harga Karet Alam di Tingkat Petani Indonesia ........................................ 9
1.5. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika dan Total Ekspor
Karet Alam Indonesia ............................................................................... 11
2.1. Kurva Perdagangan Internasional ............................................................. 27
2.2. Kerangka Pemikiran.................................................................................. 44
4.1. Produksi, Jumlah Ekspor dan Konsumsi Domestik Karet Alam
Indonesia ................................................................................................... 65
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Nominal Variabel Bebas...................................................................... 81
2. Hasil Pengolahan Data ................................................................................. 82
3. Luas Areal dan Produksi Karet Kering Perkebunan Indonesia
Menurut Provinsi dan Status Pengusahaannya............................................ 86
4. Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha ............................................................................ 87
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris dimana sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang cukup penting dalam
kegiatan perekonomian nasional. Sektor pertanian merupakan sektor yang cukup
dapat diandalkan dalam pemulihan ekonomi nasional ketika terjadi krisis
ekonomi. Salah satu subsektor pertanian yang menjadi andalan adalah
subsektor perkebunan.
Karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai
kontribusi cukup besar terhadap pendapatan devisa negara dari ekspor.
Penerimaan devisa dari ekspor karet alam tahun 2017 sebesar US$ 5,1 miliar atau
sekitar 68,8 triliun rupiah dari volume 2,9 juta ton. Selain itu pengembangan
perkebunan karet juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja sebanyak 2,4 juta
KK dengan rata-rata kepemilikan 1,25 ha (Badan Pusat Statistik, 2018). Peranan
karet selain sebagai sumber devisa negara diantaranya adalah sebagai sumber
lapangan kerja bagi jutaan tenaga kerja, pemasok bahan baku industri karet serta
berperan penting mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-
wilayah pengembangan karet.
Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir karet alam terbesar di
dunia. Indonesia mempunyai potensi sumberdaya yang sangat memadai guna
meningkatkan produksi, baik melalui pengembangan areal baru maupun
peningkatan produktivitas dengan meremajakan areal tanaman karet tua melalui
2
penggunaan klon-klon unggul terbaru. Berdasarkan status pengusahaannya,
sebagian besar produsen karet nasional merupakan perkebunan karet rakyat.
Hal ini menandakan bahwa rakyat atau petani sangat bergantung pada kestabilan
dari keragaan karet alam.
Karet alam diproduksi terutama oleh negara-negara di Asia Tenggara.
Dalam periode sepuluh tahun terakhir, data dari Asean Rubber Bussines Council
(2018) menunjukan bahwa Indonesia dilihat dari sisi produksi merupakan
penghasil karet alam terbesar kedua setelah Thailand. Pada periode tahun 2017
karet alam Indonesia memberikan kontribusi sebesar 27,38% dari total produksi
karet alam dunia (13.282 juta ton) dengan produksi karet sekitar 3,63 juta ton atau
menyumbang sekitar sepertiga persen untuk pemenuhan konsumsi karet alam
dunia (Tabel 1.1). Terganggunya produksi karet alam nasional tentunya dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan pasokan karet alam dunia.
Tabel 1.1. Produksi Karet Alam Beberapa Negara
2011 2012 2013 2014 2015 2016 20171 Thailand 3.569 3.778 4.170 4.324 4.473 4.347 4.4292 Indonesia 2.990 3.012 3.237 3.153 3.145 3.358 3.6293 Vietnam 789 877 947 967 1.013 1.032 1.1494 Malaysia 996 923 826 669 722 674 7315 China 727 802 865 840 794 774 7986 India 893 919 796 705 575 624 7197 Srilanka 158 152 130 99 89 79 848 Philipina 106 111 111 113 100 91 989 Kamboja 81 83 85 97 127 145 19310 Brazil 166 171 187 193 199 206 21211 Lainnya 715 749 984 991 1.036 1.100 1.230
Total 11.259 11.658 12.150 12.150 12.272 12.429 13.282
No NegaraJumlah Produksi per Tahun (Ribu Ton)
Sumber: Asean Rubber Bussines Council (2018)
3
Data dari Badan Pusat Statistik (2018) menunjukkan total volume ekspor
karet alam Indonesia sembilan tahun terakhir cenderung berfluktuasi, rata-rata
pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia meningkat 2,3% tiap tahunnya lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan impor karet alam yang mencapai 5,8% tiap
tahunnya. Pada tahun 2009 total volume ekspor mencapai 1,9 juta ton dengan total
nilai sebesar US$ 3,2 miliar, meningkat menjadi 2,9 juta ton pada tahun 2017
dengan total nilai sebesar US$ 5,1 miliar (Tabel 1.2).
Tabel 1.2. Ekspor dan Impor Karet Alam Indonesia, Tahun 2008-2017.
Volume (Ton)Nilai
(000 US$)Volume (Ton)
Nilai(000 US$)
2008 2.295.456 6.056.574 12.587 24.1322009 1.991.263 3.241.364 12.761 18.9682010 2.350.640 7.322.550 17.151 37.8582011 2.555.739 11.762.317 16.627 62.3952012 2.444.438 7.861.378 27.124 70.4882013 2.701.995 6.906.952 24.528 52.0462014 2.623.425 4.741.489 28.753 48.3662015 2.630.313 3.699.055 32.747 41.1592016 2.578.791 3.370.341 29.114 32.6472017 2.992.529 5.102.200 29.773 41.527
Rata-RataPertumbuhanper tahun
2,30% 5,80%
Ekspor Karet Alam Impor Karet AlamTahun
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2018), negara-negara importir
utama karet alam Indonesia tersebar di lima benua yaitu benua Asia, Afrika,
Australia, Amerika, dan Eropa dengan pangsa utama di Asia. Volume ekspor ke
Unites States mencapai 589,37 ribu ton atau 19,69% dari total berat ekspor karet
alam Indonesia dengan nilai US$ 1004,44 juta. Peringkat kedua adalah Jepang,
dengan berat ekspor sebesar 463,69 ribu ton atau 15,49% dari total berat karet
alam Indonesia dengan nilai US$ 789,28 juta. Peringkat ketiga adalah China,
4
dengan berat ekspor sebesar 445,54 ribu ton atau 14,89% dari total berat ekspor
karet alam Indonesia dengan nilai US$ 764,11 juta. Peringkat keempat adalah
India dengan berat ekspor 258,98 ribu ton atau sekitar 8,65% dari total berat
ekspor karet alam Indonesia dengan nilai US$ 441,73 juta. Peringkat kelima
adalah Korea dengan berat ekspor 192,83 ribu ton atau 6,44% dari total berat
ekspor karet alam dengan nilai US$ 327,94 juta (Gambar 1.1).
1 Amerika20%
2 Jepang15%
3 China15%4 India
9%
5 Korea6%
6 Lainnya35%
Gambar 1.1. Jumlah Persentase Ekspor Karet Alam Indonesia menurut NegaraTujuan Tahun 2017 (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018).
Peranan karet alam Indonesia tidak hanya dirasakan oleh Indonesia tetapi
juga negara-negara importir. Negara-negara importir mempunyai kepentingan
yang kuat akan kesinambungan pasokan karet alam sebagai bahan baku industri
strategis seperti industri ban, otomotif, industri peralatan militer, industri sarana
medis dan lain-lain. Melihat pentingnya peranan komoditi karet alam Indonesia
terhadap perekonomian nasional maupun internasional maka perlu diteliti dan
dikaji lebih lanjut mengenai ekspor karet alam Indonesia.
1. 2. Perumusan Masalah
5
Kegiatan ekspor dan impor merupakan salah satu motor penggerak dalam
pertumbuhan perekonomian suatu negara. Interaksi ekonomi dengan luar negeri
pada saat ini hampir tidak bisa diabaikan oleh setiap negara. Hal ini disebabkan
semakin banyak dan beragamnya kebutuhan masyarakat yang tidak dapat
dipenuhi oleh produksi dalam negeri sehingga mendorong terjadinya kegiatan
perdagangan luar negeri baik berupa barang maupun jasa antar negara. Salah satu
komoditi hasil tanaman tropis yang diperdagangkan dalam perdagangan
internasional adalah karet alam.
Konsumsi karet alam dunia terus mengalami peningkatan. Hal tersebut
berarti bahwa peluang ekspor karet alam dari Indonesia ke pasar internasional
masih besar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi karet dunia. Namun faktanya,
pertumbuhan konsumsi karet alam dunia tersebut tidak sejalan dengan
pertumbuhan volume ekspor karet alam Indonesia yang telah dilakukan. Pada
periode tahun 2011-2017, konsumsi karet alam dunia mengalami petumbuhan
3,32%, sedangkan pertumbuhan ekspor karet alam dari Indonesia 1,98% (Tabel
1.3).
Tabel 1.3. Perkembangan Konsumsi Karet Alam Dunia dan Ekspor Karet AlamIndonesia Tahun 2011-2017
Tahun Konsumsi Dunia Ekspor IndonesiaVolume (ton) Pertumbuhan Volume (ton) Pertumbuhan
2011 11.007.000 2.555.7392012 11.027.000 0,18% 2.444.438 -4,55%2013 11.322.000 2,60% 2.701.995 9,53%2014 11.855.000 4,49% 2.623.425 -2,99%2015 12.167.000 2,56% 2.630.313 0,26%2016 12.685.000 4,08% 2.578.791 -1,99%2017 13.219.000 4,04% 2.992.529 13,83%
Pertumbuhan 2011-2017 3,22% 1,98%Sumber: IRSG (2018) dan BPS (2018), diolah
6
Tabel 1.3 juga menunjukkan bahwa konsumsi karet alam dunia selalu
meningkat tiap tahun meskipun persentase peningkatnnya tidak selalu sama.
Sedangkan volume ekspor karet dari Indonesia meskipun tumbuh 1,98% selama
periode 2011-2017, tetapi volumenya fluktuatif sehingga pertumbuhannya tidak
selalu positif. Lambatnya pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia
dibandingkan konsumsi karet alam dunia diikuti oleh turunnya pangsa pasar karet
alam di pasar internasional. Hasil penelitian Lindung dan Jamil (2018)
menunjukkan bahwa mulai tahun 2010 sampai tahun 2016 terjadi penurunan
pangsa pasar karet alam Indonesia dengan rata-rata 0,79%. Kondisi tersebut
berbeda dengan Thailand dan Vietnam yang justru semakin meningkat pangsa
pasarnya.
Konsumsi karet alam dunia diperkirakan terus meningkat di masa
mendatang. Proyeksi konsumsi karet alam dunia selama lima tahun ke depan
menurut Gapkindo (2018) meningkat jika dibandingkan dengan produksi dan
konsumsi karet alam tahun 2017. Konsumsi karet dunia meningkat sebesar 16,6%
dengan rata-rata produksi meningkat sebesar 16,8% (Gambar 1.2).
Gambar 1.2. Ramalan Produksi dan Konsumsi Karet Alam Dunia(Sumber : Gapkindo, 2018).
2020 2021 2022 2023 2024Produksi (Ribu Ton) 15.009 15.496 15.978 16.441 16.856Konsumsi (Ribu Ton) 14.784 15.261 15.736 16.183 16.587Stok Akhir (Ton) 1.149 1.384 1.626 1.884 2.153
- 5.000
10.000 15.000 20.000
Ribu
Ton
Tahun
Produksi (Ribu Ton) Konsumsi (Ribu Ton) Stok Akhir (Ton)
7
Peningkatan konsumsi karet disebabkan adanya peningkatan jumlah
penduduk dunia sebagai konsumen akhir barang jadi karet, peningkatan
permintaan karet sebagai bahan baku barang jadi karet yang makin terdiversifikasi
dengan teknologi, peningkatan pendapatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan negara-negara konsumen, penerapan berbagai kebijakan
pemerintah serta kebijakan pengembangan industri hilir atau barang jadi karet
(konsumsi domestik) yang dilakukan oleh negara-negara produsen utama karet
alam, dan lain lain.
Data dari Badan Pusat Statistik (2018) menunjukkan sampai dengan tahun
2017 sekitar 81,78% dari total produksi karet alam Indonesia diekspor ke negara-
negara importir, sedangkan sisanya dikonsumsi oleh industri-industri barang jadi
karet domestik. Oleh karena itu, karet alam Indonesia sangat besar sekali
ketergantungannya terhadap fluktuasi kondisi pasar karet alam di luar negeri
seperti daya beli dan kebutuhan dunia, harga ekspor serta kebijakan pemerintah.
Dengan terjadinya berbagai perubahan di pasar karet internasional, Indonesia
sebagai negara produsen kedua dengan tingkat pertumbuhan produksi cukup
tinggi, perlu terus mengadakan penyesuaian-penyesuaian agar dapat
mengantisipasi perubahan pasar karet internasional di masa mendatang. Untuk itu
perlu dipertanyakan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku ekspor karet
alam Indonesia.
Di pasar internasional, harga karet alam cenderung berfluktuasi yang
merupakan ciri khas dari komoditas ekspor pertanian. Harga karet alam di pasar
internasional selama tahun 2009 terus mengalami peningkatan dan mencapai
8
puncaknya di tahun 2011 dengan harga US$ 4520/ton. Pada tahun 2012, harga
karet alam di pasar internasional mulai mengalami penurunan dan terus berlanjut
sampai dengan harga US$ 1650/ton pada tahun 2017 (Gambar 1.3).
Gambar 1.3. Harga Rata-Rata Karet Alam di Pasar Internasional(Sumber: IRSG, 2018).
Pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhan konsumsi rata-rata 4,7% per
tahun, konsumsi karet alam dunia, mencapai 10,998 juta ton. Permintaan karet
alam terus meningkat di atas rata-rata produksi karet alam dunia. Sementara
produksi karet alam dunia pada tahun yang sama baru mencapai 10,677 juta ton
dengan perhitungan laju pertumbuhan sebesar 3,6% sehingga terdapat defisit
sebesar 321 ribu ton. Permintaan karet alam yang tinggi tidak diimbangi oleh
penawaran karet alam yang ada sehingga mendorong kenaikan harga jual karet
alam di pasar internasional. Hal ini disebabkan kondisi perekonomian negara-
negara importir seperti Amerika, Jepang, China dan India semakin membaik
sehingga mendorong permintaan karet alam sebagai bahan baku ban dan termasuk
barang hasil industri karet (IRSG, 2018).
[VALUE]
[VALUE]
[VALUE]
[VALUE]
[VALUE]
[VALUE]
[VALUE][VALUE] [VALUE]
[VALUE]
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
US$
/Ton
Tahun
9
Harga karet alam di pasar internasional setelah tahun 2011 mengalami
penurunan tajam yang disebabkan karena melimpahnya pasokan karet,
pertumbuhan ekonomi negara importir yang bergerak lamban serta persaingan
ketat dari karet sintetis. Karet sintetis yang menggunakan minyak bumi sebagai
bahan baku menjadi murah karena harga minyak bumi yang sudah berada
dibawah US$ 50 per barel dibandingkan pada tahun-tahun sebelum tahun
2011 harga minyak bumi masih US$ 100 per barel. Kedua tipe karet ini dapat
saling melengkapi dan karenanya mempengaruhi permintaan masing-masing
komoditi, ketika harga minyak mentah naik, permintaan untuk karet alam akan
meningkat.
Perkembangan harga karet alam di pasar internasional tentunya akan sangat
mempengaruhi harga karet alam domestik. Kondisi yang terjadi saat ini disparitas
antara harga karet alam internasional dengan harga yang diterima petani masih
sangat tinggi. Pada tahun 2017 harga ekspor karet mulai mengalami kenaikan
akan tetapi tidak terlalu berarti karena perbedaan harga tersebut (Gambar 1.4.).
Selama satu tahun tersebut harga karet internasional mengalami penurunan
sebesar 21,3% dan disparitas harga petani dengan harga internasional mencapai
189,6% (Ditjenbun, 2018).
10
Gambar 1.4. Perbandingan Harga Internasional dan Harga Petani Karet AlamIndonesia Tahun 2017 (Sumber: Ditjenbun, 2018).
Harga sangat berpengaruh erat ketika berada dalam suatu pasar
internasional.
Peningkatan harga karet alam di pasar internasional, akan mendorong eksportir
untuk meningkatkan jumlah karet alam yang ditawarkan ke luar negeri. Harga
karet alam yang berfluktuatif bahkan cenderung menurun ini tentunya akan
berdampak pada perdagangan karet alam dan upaya pengembangan ekspor karet
alam Indonesia serta secara langsung mempengaruhi pendapatan.
Fluktuasi pada harga karet alam yang terus mengalami penurunan,
mendorong dilakukannya Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) yaitu
pengaturan suplai dalam jangka pendek dengan cara membatasi ekspor/penjualan
karet alam. AETS merupakan salah satu skema kerja dari International Tripartite
Rubber Council (ITRC) yang didirikan pada tahun 2001 di Bali oleh tiga negara
produsen utama karet yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia. AETS merupakan
instrumen yang digunakan ITRC dalam mengatasi penurunan harga karet. AETS
11
dilakukan dengan membatasi suplai ekspor sehingga diharapkan harga karet alam
di pasar internasional bisa kembali naik.
Kebijakan bersama yang dilakukan oleh Indonesia, Malaysia, dan Thailand
yakni mengurangi produksi karet alam sebesar 4 persen dan penawaran ekspor
sebesar 10 sampai 14 persen pertahun pada tahun 2002 dan 2003 mengakibatkan
meningkatnya harga karet alam Indonesia, Malaysia, Thailand dan dunia masing
masing sebesar 5,45; 6,14; 3,93; dan 6,04 persen. Khusus untuk industri karet
alam Indonesia, peningkatan harga tersebut dapat meningkatkan perolehan devisa
masing masing sebesar 18,43 persen dan 1,36 persen pada tahun 2002 dan 2003
(Napitupulu, 2004).
Kegiatan ekspor sebagai salah satu bentuk perdagangan internasional juga
berkaitan erat dengan fluktuasi nilai tukar. Depresiasi nilai tukar riil domestik
berarti bahwa barang-barang domestik menjadi lebih murah dibandingkan dengan
barang-barang asing. Perubahan ini mendorong konsumen dalam negeri dan luar
negeri untuk membeli lebih banyak barang domestik dan membeli lebih sedikit
barang dari negara lain. Hasilnya ekspor meningkat dan impor menurun, dan
perubahan ini meningkatkan ekspor neto negara (Mankiw, 2012).
Fluktuasi nilai tukar menyebabkan harga barang ekspor menjadi tidak tentu,
karena barang ekspor yang dikirim ke luar negeri dihitung dengan menggunakan
satu satuan mata uang asing. Sama halnya yang terjadi dengan ekspor karet alam.
Akan tetapi teori nilai tukar riil dengan ekspor neto tidak selalu berlaku dalam
perdagangan karet alam Indonesia. Gambar 1.5. menunjukkan dalam jangka
panjang, baik ekspor karet alam maupun nilai tukar bergerak sangat fluktuatif.
12
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Ribu
Ton
Rp/U
S$
Tahun
Nilai Tukar Riil (Rupiah/Dollar) Volume Ekspor (Ribu Ton)
Gambar 1.5. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika dan Total Ekpor KaretAlam Indonesia (Sumber: BPS, 2018).
Depresiasi nilai tukar riil yang terjadi pada tahun 2008 ke tahun 2009 tidak
diiringi dengan peningkatan ekspor karet alam. Turunnya permintaan karet alam
di pasar internasional terjadi karena melemahnya konsumsi karet dari negara-
negara AS dan Eropa karena sedang mengalami resesi ekonomi. Hal yang sama
terjadi sepanjang tahun 2013 sampai dengan tahun 2016. Apresiasi nilai tukar rill
yang terjadi pada tahun 2012 ke 2013 diiringi oleh pengingkatan ekspor karet
alam akibat adanya peningkatan karet dunia.
Berdasarkan dari uraian-uraian di atas, ekspor karet alam Indonesia yang
fluktuatif tidak sejalan dengan konsumsi karet alam dunia yang terus meningkat.
Harga karet alam di pasar internasional yang semakin menurun, keberadaan karet
sintetis, adanya kebijakan pembatasan jumlah ekspor serta fluktuasi nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika berkaitan erat dengan kondisi ekspor karet alam
Indonesia. Sehingga dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia?
13
2. Bagaimana respon ekspor karet alam Indonesia terhadap faktor-faktor tersebut?
1. 3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, tujuan yang diharapkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor karet alam
nasional;
2. Mempelajari dampak perubahan faktor-faktor tersebut pada respon ekspor
karet alam Indonesia baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menjadi masukan
untuk menentukan kebijakan yang bermanfaat bagi pengembangan karet alam
nasional. Sehingga pengembangan industri karet alam Indonesia kedepannya
dapat dilakukan secara terencana, terarah dan berdaya saing serta berkelanjutan.
1. 4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik bagi penulis maupun pihak-
pihak lain yang berkepentingan. Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil
penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah atau instansi terkait diharapkan dapat memberikan masukan
dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun dalam pengambilan
keputusan terkait dengan ekspor karet alam Indonesia.
2. Bagi pelaku usaha dan industri karet diharapkan dapat menjadi informasi yang
membantu dalam membuat keputusan dalam industri perkaretan nasional.
3. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan
dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
14
4. Bagi penulis diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan ilmu
pengetahuan selama menuntut ilmu dan sebagai salah satu syarat kelulusan.
1. 5. Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian
yang telah diuraikan, maka ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia dan melihat
dampak perubahan dari faktor-faktor tersebut terhadap ekspor karet alam
Indonesia dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir. Keterbatasan penelitian
ini adalah tidak dibedakannya bentuk dan kualitas dari jenis karet alam yang
diekspor. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2018), dari total volume
ekspor karet alam Indonesia yang diekspor terdiri dari 4 (empat) jenis kode HS,
yaitu Natural Rubber in Smoked Sheets RSS Grade I. TSNR10, TSNR20, dan
TSNR CV.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Konsumen dan Produsen Karet Alam
Gambaran umum tentang permintaan karet alam adalah penting, baik bagi
para produsen maupun konsumen. Penawaran karet alam tidak hanya tergantung
pada harga rill lokal dan luas areal tanaman, tetapi juga pada komposisi dan umur
tanaman. Permintaan karet alam tergantung pada harga relatif (karet alam dan
karet sintetis), konsumsi karet untuk industri otomotif, serta konsumsi karet untuk
barang jadi karet lainnya. Konsumsi ban berhubungan dengan produksi ban itu
sendiri dan produksi kendaraan bermotor. Secara umum, permintaan karet alam
tergantung pada perkembangan ekonomi dari negara-negara konsumen (Anwar,
2004)
Secara umum pemanfataan karet alam dapat dibedakan dalam dua kategori
industri barang jadi yaitu industri ban dan industri non ban. Namun, sebelum
sampai ke industri barang jadi, karet alam harus melalui industri antara untuk
diolah menjadi lateks pekat, karet konvensional (Ribbed Smoked Sheet), dan karet
spesifikasi teknis/karet remah (Crumb Rubber/SIR). Kemudian selanjutnya akan
menjadi bahan baku bagi industri ban dan produk umum non – ban
(Manggabarani, 2012).
Konsumsi karet alam dunia sampai dengan periode tahun 2000 menaik
secara drastis jika dibandingkan tahun 1980an, walaupun terjadi resesi ekonomi
dunia pada awal tahun 1980-an dan krisis ekonomi Asia pada tahun 1997. Selama
tahun 1985-1995 pertumbuhan konsumsi karet alam yang rendah dan stagnan
16
terjadi di Eropa, dan menurun di Amerika Serikat serta Jepang pada tahun 1995-
2000. Akan tetapi laju pertumbuhan konsumsi karet alam yang tinggi dicapai oleh
beberapa negara-negara Asia, seperti Cina (IRSG, 2002). Gambaran secara
keseluruhan dari perkembangan konsumsi karet alam untuk tahun 1988-2000
dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Permintaan Karet Alam Berdasarkan Negara Konsumen, Tahun 1988Tahun 2000
1988 1995 2000 1988-1995 1995-20001 Amerika Serikat 941 1232 1192 4,42 -0,672 Eropa 1315 1322 1476 0,08 2,333 Cina 600 687 1080 2,07 11,444 Jepang 623 823 752 4,79 -1,925 Lainnya 1636 2124 2821 4,26 6,56
Total 5115 6197 7320 3,02 3,62
Negara KonsumenKonsumsi (ribu ton), tahun
NoPertumbuhan/tahun (%)
Sumber: Internarional Rubber Study Group (IRSG), 2002.
Ekonomi karet dunia sampai dengan periode tahun 2000 mengalami
beberapa perubahan, dimana terjadi pergeseran secara bertahap pada permintaan
dari negara-negara maju (barat) ke negara-negara berkembang (timur).
Industrialisasi yang cepat pada negara-negara berkembang menyebabkan
terjadinya perpindahan atau pemindahan lokasi industri dari negara-negara barat
yang padat modal ke negara berkembang yang mempunyai sumber tenaga kerja
murah, bahan baku dan jumlah penduduk yang besar sebagai pasar yang potensial
(Anwar, 2004).
Memasuki periode mulai tahun 2011, penggerak utama untuk pasar karet
global adalah kawasan Asia-Pasifik dimana permintaan akan karet alam tumbuh
dengan kuat, dipimpin oleh China, konsumen karet terkemuka di dunia dan yang
diperkirakan akan mengkonsumsi hampir 40% dari total konsumsi karet dunia
pada tahun 2021 (sebagian besar digunakan dalam industri manufaktur ban).
17
Sementara itu, pertumbuhan yang kuat dalam konsumsi karet juga diperkirakan
terjadi di Indonesia, India, Vietnam, dan Thailand karena industri otomotif yang
berkembang di negara-negara ini (Gapkindo, 2018).
Negara yang paling banyak menggunakan karet alam dalam kurun waktu
tujuh tahun terakhir adalah China, Amerika Serikat, India dan Jepang. Pada tahun
2017, China menggunakan karet alam sebesar 39,87% dari total konsumsi karet
alam dunia sebesar 13,1 juta ton (Tabel 2.2).
Tabel 2.2. Negara Konsumen Utama Karet Alam Dunia (Ribu Ton).No Negara 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2017(%)1 China 3.621,90 3.859,90 4.150,00 4.760,00 4.680,00 4.899,70 5.219,20 39,872 USA 1.029,30 949,5 913 932,1 936,5 932 969,1 7,43 India 957,4 987,7 958,2 1.012,20 987 1.034,30 1.072,60 8,194 Japan 772,2 719,3 705,4 709 691 677 680,5 5,25 Malaysia 402,2 441,4 434,1 447,3 474,7 493,5 488,6 3,736 Indonesia 460,2 501,5 534 539,6 579,4 590,5 610,5 4,667 Thailand 487 505 520 541 600,6 649,9 701,5 5,368 Korea 401,5 396,3 396 402,1 387,7 381,3 384,3 2,949 Brazil 381,6 343,4 395,3 413,3 404,5 427,6 429,1 3,28
10 Germany 276,1 238 249,5 227,4 219,3 227,5 236,3 1,8111 Lain2nya 2.217,60 2.085,00 2.066,50 2.175,20 2.206,30 2.197,40 2.298,30 17,56
TotalDunia
11.007,00 11.027,00 11.322,00 12.159,20 12.167,00 12.511,00 13.090,00 100
Sumber: Gapkindo, 2018
Produksi karet alam dunia meningkat 17,97% selama sepuluh tahun
terakhir, dari 11,25 juta ton menjadi 13,28 juta ton pada tahun 2017 (Tabel 2.3).
Pertumbuhan tersebut berasal dari negara-negara produsen Thailand, Indonesia,
Vietnam, Malaysia, dan lainnya. Produksi karet Thailand sebagai produsen utama
karet dunia mengalami pertumbuhan sebesar 24,10% diikuti oleh Indonesia
mengalami pertumbuhan sebesar 21,37%. Malaysia yang dulunya merupakan
produsen karet dunia ketiga selama sepuluh terakhir mengalami penurunan
sebesar 26,62%. Posisi Malaysia digantikan oleh negara Vietnam yang mengalami
pertumbuhan cukup signifikan sebesar 45,63 %.
18
Tabel 2.3. Produksi Karet Alam Beberapa Negara
2011 2012 2013 2014 2015 2016 20171 Thailand 3569 3778 4170 4324 4473 4347 4429 24,102 Indonesia 2990 3012 3237 3153 3145 3358 3629 21,373 Vietnam 789 877 947 967 1013 1032 1149 45,634 Malaysia 996 923 826 669 722 674 731 -26,615 China 727 802 865 840 794 774 798 9,776 India 893 919 796 705 575 624 719 -19,487 Srilanka 158 152 130 99 89 79 84 -46,848 Philipina 106 111 111 113 100 91 98 -7,559 Kamboja 81 83 85 97 127 145 193 138,27
10 Brazil 166 171 187 193 199 206 212 27,7111 Lainnya 715 749 984 991 1036 1100 1230 72,03
Total 11.259 11.658 12.150 12.150 12.272 12.429 13.282 17,97
No NegaraJumlah Produksi per Tahun (Ribu Ton) Pertumbuhan
(%)
Sumber: Gapkindo, 2018
Dari data yang ditunjukkan pada Tabel 2.3 terlihat bahwa telah terjadi
pergeseran pada peta produsen utama karet alam dunia, dimana Malaysia telah
melakukan pendalaman terhadap industri karet alam dalam negerinya melalui
peningkatan nilai tambah dari produk barang jadi karet, terutama produk sarung
tangan dan produk latek pekat lainnya. Sementara itu Thailand dan Vietnam
meningkatkan produksi dan ekspor karet alamnya secara agresif dengan
memasuki pasar yang ditinggalkan oleh Malaysia. Sedangkan Indonesia belum
dapat memanfaatkan peluang tersebut dan industri barang jadi karet dalam negeri
kurang didorong untuk berkembang dengan baik (Gapkindo, 2018).
2. 2. Karet Alam Indonesia
Karet sebagai bahan baku berbagai industri merupakan salah satu komoditi
perkebunan yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian di Indonesia.
Perkembangan luas areal karet alam Indonesia setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Perkebunan karet di Indonesia sebagian besar pengusahaannya
19
dilakukan oleh rakyat. Pada tahun 2017, total luas areal karet Indonesia mencapai
3.659.129 ha dengan status pengusahaan lahan diantaranya seluas 3.103.310 ha
(85%) merupakan perkebunan karet milik rakyat, seluas 233.086 ha (6%)
merupakan perkebunan karet milik negara dan seluas 322.733 ha (9%) merupakan
perkebunan karet milik swasta. Akan tetapi selama kurun waktu 10 (sepuluh)
tahun terakhir laju pertumbuhan perkebunan karet swasta lebih tinggi
dibandingkan perkebunan rakyat dan negara (Tabel. 2. 4.).
Tabel. 2.4. Luas dan Pertumbuhan Areal Tanaman Karet di Indonesia BerdasarkanStatus Pengusahaan Tahun 2008-2017
PerkebunanBesar Negara
PerkebunanBesar Swasta
PerkebunanRakyat
2008 245.517 278.243 2.900.325 3.424.0852009 239.317 243.349 2.952.604 3.435.2702010 259.500 237.170 2.948.745 3.445.4152011 240.324 282.793 2.933.011 3.456.1282012 243.753 285.084 2.977.364 3.506.2012013 247.068 282.858 3.026.020 3.555.9462014 229.940 308.917 3.067.388 3.606.2452015 230.168 315.308 3.075.627 3.621.1032016 230.651 316.033 3.092.365 3.639.0492017 233.086 322.733 3.103.310 3.659.129
Pertumbuhan(%)
-5,06 15,98 6,99 6,86
Status Pengusahaan (Hektar)TotalTahun
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018
Semenjak tahun 2008 sampai dengan tahun 2017, produksi karet alam
Indonesia berdasarkan status pengusahaannya mengalami pertumbuhan tertinggi
pada perkebunan karet rakyat sebesar 40%, perkebunan karet swasta sebesar 14%,
sedangkan perkebunan karet negara menurun sebesar 4%. Selama beberapa tahun
tersebut jumlah perkebunan karet rakyat meningkat, sementara perkebunan negara
20
sedikit berkurang, kemungkinan karena perpindahan fokus mereka ke perkebunan
kelapa sawit yang luas (Tabel 2.5.)
Tabel 2.5. Produksi dan Pertumbuhan Tanaman Karet di Indonesia BerdasarkanStatus Pengusahaan Tahun 2008-2017
PerkebunanBesar Negara
PerkebunanBesar Swasta
PerkebunanRakyat
2008 260.894 333.746 2.148.718 2.743.3582009 245.502 276.810 1.918.035 2.440.3472010 263.583 277.908 2.193.363 2.734.8542011 252.623 320.172 2.417.389 2.990.1842012 255.581 325.655 2.431.018 3.012.2542013 255.616 325.875 2.655.942 3.237.4332014 227.783 341.964 2.583.439 3.153.1862015 225.999 350.766 2.568.633 3.145.3982016 238.022 365.182 2.754.747 3.357.9512017 249.286 380.910 2.999.310 3.629.506
Pertumbuhan(%)
-4 14 40 32
TahunStatus Pengusahaan (Ton)
Total
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018
Provinsi utama yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total produksi
karet alam Indonesia yang mencapai 3.629.506 ton pada tahun 2017 berasal dari
Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan provinsi penghasil karet terbesar di
Indonesia dengan jumlah produksi mencapai 997.682 ton (27,5%), diikuti oleh
Provinsi Sumatera Utara mencapai 461.968 ton (12,79%), Provinsi Riau mencapai
361.817 ton (10%), Provinsi Jambi mencapai 325.170 ton (8,83%) dan Provinsi
Kalimantan Barat mencapai 252.766 ton (7,39%).
Indonesia memiliki tingkat produktivitas paling rendah jika dibandingkan
dengan negara-negara kompetitor utama penghasil karet lainnya, yaitu
menghasilkan 1,18 ton per hektar. Thailand dapat memproduksi 1,8 ton per hektar
per tahun, diikuti oleh Vietnam sebesar 1,7 ton per hektar per tahun sedangkan
21
Malaysia sebesar 1,5 ton per hektar (Asean Rubber Bussines Council, 2017).
Data dari tahun 2008 sampai dengan saat ini berdasarkan status pengusahaannya,
perkebunan karet swasta memiliki tingkat produktivitas tertinggi dengan rata-rata
sebesar 1,15 ton per hektar, sedangkan perkebunan karet rakyat produktivitasnya
paling rendah hanya 0,82 ton per hektar (Badan Pusat Statistik, 2018).
Tingkat produktivitas perkebunan karet rakyat yang rendah disebabkan oleh
usia pohon karet di Indonesia yang sudah tidak produktif atau tidak menghasilkan
atau sudah tua yang belum diremajakan sehingga mengurangi hasil panen, bahan
tanam yang digunakan oleh perkebunan karet rakyat juga bukan berasal dari
bahan tanam anjuran yang bersertifikasi, serta teknologi penanaman dan
pemeliharaan kebun yang masih sederhana. Oleh karena itu, perlu ada perbaikan
teknologi bagi karet rakyat. Teknologi yang dapat dikembangkan adalah teknologi
yang mampu meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani. Teknologi
yang dikembangkan juga diarahkan untuk dapat mempersingkat masa tanaman
belum menghasilkan seperti pembukaan lahan yang berorientasi konservasi,
penggunaan jarak tanam dengan sistem jarak tanam ganda, penggunaan klon-klon
unggulan serta pengusahaan tanaman sela (Manggabarani, 2012).
Kendala dalam pengembangan teknologi bagi karet rakyat adalah saat
peremajaan, apabila kebun karetnya diremajakan, maka petani akan kehilangan
pendapatan. Oleh karena itu perlu juga dikembangkan model peremajaan bertahap
sekaligus penerapan teknologi jarak tanam ganda agar petani dapat mengusahakan
tanaman sela secara berkelanjutan (Ditjen. Perkebunan, 2017).
22
Potensi pemanfaatan tanaman karet sangat tergantung dari kreativitas
manusia karena pada dasarnya semua bagian dari tumbuh-tumbuhan bisa
dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Demikian pula dengan tanaman karet
relatif dapat dimanfaatkan semua bagiannya untuk kehidupan manusia. Kemajuan
teknologi yang ditemukan manusia membuat pemanfaatan karet alam semakin
meluas. Produk utama dari tanaman karet adalah lateks, namun tanaman karet
juga dapat dimanfaatkan kayu dan bijinya.
Agribisnis karet yang akan datang tidak hanya menghasilkan getah, namun
diarahkan juga untuk mendapatkan kayu yang berkualitas. Pembangunan
agribisnis seperti ini perlu adanya aktifitas pemeliharaan tanaman dan penyadapan
agar tidak melukai kayu karet. Dalam tataniaganya perlu ada lembaga-lembaga
tersendiri yang mengelola kayu karet, baik mulai dari panen, pengolahan hasil di
tingkat petani, transportasi, dan pabrik barang jadi kayu karet (Ditjen.
Perkebunan, 2017).
Pada saat ini produk karet alam Indonesia yang diekspor masih berupa produk
setengah jadi yaitu dalam bentuk karet remah (crumb rubber). Karet remah
(crumb rubber) merupakan karet alam (lateks) yang telah diolah secara khusus
sehingga mutunya terjamin secara teknis. Penetapan mutu pada karet remah
didasarkan pada sifat-sifat teknis dimana warna atau visual yang menjadi dasar
penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak
berlaku. Karet remah memiliki mutu yang baik karena diproduksi secara khusus
dan teruji secara teknis dengan menggunakan Standard Indonesian Rubber (SIR).
23
Karet remah diproduksi secara khusus agar dapat bersaing dengan bahan
pengganti karet lain seperti karet sintesis (Manggabarani, 2012).
Industri karet dilihat dari bahan bakunya dapat dibedakan menjadi dua yaitu
industri karet berbahan baku karet alam dan industri karet berbahan baku karet
sintetis. Perbedaan yang mendasar dari kedua karet ini adalah karet alam didapat
dari getah pohon karet yang dibekukan sedangkan karet sintetis terbuat dari
minyak bumi, batu bara, gas alam, dan minyak atau acetylene. Keunggulan yang
dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Ada pun kelebihan-
kelebihan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah sebagai berikut;
memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna, memiliki plastisitas yang
baik sehingga pengolahannya mudah, mempunyai daya aus yang tinggi, tidak
mudah panas (low heat build up), memiliki daya tahan yang tinggi terhadap
keretakkan (groove cracking resistance), dapat dibentuk dengan panas yang
rendah dan memiliki daya lengket yang tinggi terhadap berbagai bahan
(Nazaruddin dan Paimin, 1992).
Hal yang perlu dicermati, terlepas dari semakin membaiknya kembali pangsa
pasar karet alam, adalah kehadiran karet sintetis telah dapat menggantikan
sebagian dari kebutuhan bahan baku yang sedianya dipasok oleh karet alam.
Napitupulu (2004) mengatakan bahwa perkembangan teknologi karet sintetis
dapat mempengaruhi permintaan dan sekaligus harga karet alam. Styrene
Butadiene Rubber (SBR) merupakan jenis karet sintetis yang paling banyak
diproduksi & dipergunakan. Memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor
(panas) yang ditimbulkan juga tergolong rendah, namun bila tidak ditambahkan
24
bahan penguat, maka kekuatannya lebih rendah dibandingkan dengan
vulkanisir karet alam.
Karet alami dan karet sintetis dalam pembuatan berbagai produk bersifat
saling melengkapi. Di sisi lain, harga karet sintetis dipengaruhi pula oleh harga
minyak yang menjadi bahan baku asalnya, dan harga karet sintetis ini dapat pula
mempengaruhi harga karet alami. Ketika dalam kondisi harga minyak murah,
maka biaya produksi karet sintetis bisa dianggap relatif lebih ekonomis ketimbang
karet alami.
2. 3. Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai pedagangan antar
atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Perdagangan internasional
dibagi menjadi dua kategori, yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan
jasa. Perdagangan jasa, antara lain, terdiri dari biaya transportasi, perjalanan
(travel), asuransi, pembayaran bunga, dan remittance seperti gaji tenaga kerja
Indonesia (TKI) diluar negeri, dan pemakaian jasa konsultasan asing di Indonesia
serta fee atau royalty teknologi. Perdagangan barang, antara lain terdiri dari
barang-barang fisik yang diperdagangankan ke luar negeri (Tambunan, 2000).
Sejak abad ke tujuh belas dan delapan belas sudah muncul konsep mengenai
perdagangan internasional, yang memunculkan filosofi ekonomi yang disebut
merkantilisme. Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara
sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak
mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor (Salvatore, 1997).
25
Selanjutnya muncul beberapa teori mengenai perdagangan internasional
diantaranya:
1. Teori keunggulan absolut
Teori keunggulan absolut dikemukakan oleh Adam Smith pada abad ke
delapan belas. Adam Smith mengemukakan bahwa perdagangan dua negara
didasarkan kepada keunggulan absolut (absolute advantage). Jika sebuah
negara lebih efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi,
namun kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi
lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan
cara masing-masing melakukan spesialisasi dan memproduksi komoditi yang
memiliki keunggulan absolut dan menukarkan dengan komoditi lain yang
memiliki kerugian absolut (Salvatore, 1997). Melalui proses ini, sumber daya
di kedua negara dapat digunakan dengan cara yang paling efisien. Output yang
diproduksi pun akan menjadi meningkat.
2. Teori keunggulan komparatif
David Ricardo memperkenalkan hukum keunggulan komparatif yang
ditulis dalam bukunya Principle of Political Economy and Taxation tahun
1817. Meskipun suatu negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian
absolut) dengan negara lain dalam memproduksi dua komoditi, namun masih
tetap terdapat dasar untuk dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan
kedua belah pihak. Negara tersebut harus melakukan spesialisasi dalam
memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih
kecil, dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar
26
(Salvatore, 1997). Hukum keunggulan komparatif inilah yang menjadi dasar
bagi suatu negara untuk saling menukarkan komoditi melalui ekspor dan
impor.
3. Teori proporsi faktor produksi
Teori faktor proporsi (factor proportion) dari Heckscher Ohlin disebut
juga teori modern. Teori Heckscher-Ohlin (H-O) mempunyai dua kondisi
penting sebagai dasar dari munculnya perdagangan internasional, yaitu
ketersediaan faktor produksi dan intensitas dalam pemakaian faktor produksi
atau proporsi faktor produksi. Suatu negara akan melakukan perdagangan
dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi
(Salvatore, 1997).
Perdagangan internasional pada dasarnya merupakan kegiatan yang
menyangkut penawaran ekspor dan permintaan impor antar negara, dimana saat
melakukan ekspor, negara menerima devisa dan sebaliknya pada saat impor,
devisa dikeluarkan untuk pembayaran. Ekspor suatu negara merupakan impor
bagi negara lain, begitu juga sebaliknya (Boediono, 1995).
2. 3. 1. Ekspor
Ekspor memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara
terutama bagi negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Manfaat
ekspor secara langsung yakni jika suatu negara dapat memproduksi barang dengan
spesialisasi maka biaya yang dikeluarkan relatif rendah. Hal ini dikarenakan
negara memperoleh keuntungan berupa peningkatan jumlah output yang akan
27
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu manfaat ekspor secara tidak
langsung yakni berupa peningkatan penggunaan teknologi, mendorong inovasi,
meningkatkan produktivitas tenaga kerja, menurunkan biaya produksi, dan lain
sebagainya. Ekspor akan menghasilkan devisa yang akan dimanfaatkan sebagai
pembiayaan dalam kegiatan impor dan pembangunan sektor-sektor ekonomi
dalam negeri.
Ekspor merupakan bentuk perdagangan internasional yang memberikan
rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan
tumbuhnya industri - industri besar, bersama dengan struktur politik yang stabil
dan lembaga sosial yang fleksibel (Todaro, 2003). Bagi Indonesia, sendiri
perdagangan internasional khususnya ekspor, mempunyai peranan sangat penting,
yakni sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Pada negara-negara yang
kaya akan sumber daya alam (SDA), ekspor SDA seperti komoditas-komoditas
pertanian dan pertambangan seringkali lebih penting daripada ekspor produk-
produk manufaktur.
Ekspor adalah salah satu komponen pengeluaran agregat, oleh sebab itu
ekspor dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional yang akan dicapai.
Apabila ekspor bertambah, pengeluaran agregat bertambah tinggi dan selanjutnya
akan menaikkan pendapatan nasional. Akan tetapi sebaliknya pendapatan nasional
tidak akan mempengaruhi ekspor. Ekspor belum tentu bertambah apabila
pendapatan nasional bertambah atau ekspor dapat mengalami perubahan
walaupun pendapatan nasional tetap. Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan
28
dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam ke luar negeri dengan
memenuhi ketentuan yang berlaku (Tan, 2004).
Perdagangan internasional antara negara dirumuskan dengan model
sederhana (Salvatore, 1997) sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional (Sumber: Salvatore, 1997)
Pada Gambar 2.2 di atas menjelaskan terdapat perdagangan internasional
antara negara A (eksportir) dan negara B (importir), sehingga pada perdagangan
internasional antara negara A sebagai negara pengekspor dan negara B sebagai
negara pengimpor terjadi keseimbangan harga komoditi relatif. Selain itu
perdagangan internasional terjadi akibat kelebihan penawaran negara A dan
kelebihan permintaan pada negara B. Pada negara A harga suatu komoditas
sebesar Pa, dan di negara B harga komoditas tersebut sebesar Pb, cateris paribus.
Pada pasar internasional harga yang dimiliki oleh negara A akan lebih kecil yaitu
berada pada harga P* sehingga negara A akan mengalami kelebihan penawaran
(excess supply) di pasar internasional.
Pada negara B, terjadi harga yang lebih besar dibandingkan harga pada
pasar internasional. Sehingga akan terjadi kelebihan permintaan (excess demand)
29
di pasar internasional. Pada keseimbangan di pasar internasional kelebihan
penawaran negara A menjadi penawaran pada pasar internasional yaitu pada
kurva ES. Sedangkan kelebihan permintaan negara B menjadi permintaan pada
pasar internasional yaitu sebesar ED. Kelebihan penawaran dan permintaan
tersebut akan terjadi keseimbangan harga sebesar P*. Peristiwa tersebut akan
mengakibatkan negara A mengekspor, dan negara B mengimpor komoditas
tertentu dengan harga sebesar P* di pasar internasional. Dari penjelasan di atas
didapat bahwa perdagangan internasional (ekspor-impor) terjadi karena terdapat
perbedaan antara harga domestik (Pa dan Pb), dan harga internasional (P*);
permintaan (ED), dan penawaran (ES) pada komoditas tertentu. Selain itu, nilai
tukar mata uang (exchange rate) pada pasar internasional antara suatu negara
dengan negara lain secara tidak langsung akan menyebabkan ekspor dan impor
pada suatu negara.
Indonesia disebut sebagai net-eksportir dan memiliki spesialisasi dalam
ekspor komoditas pertanian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ervani (2013)
bahwa komoditas pertanian Indonesia menunjukkan nilai positif untuk
Perdagangan Indeks Balance (TBI) volume ekspor-impor dan nilai ekspor-impor.
2. 3. 2. Teori Pembentukan Harga
Harga adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa.
Terbentuknya harga bisa dikaji atau dilihat dari tiga pendekatan (Kotler dan
Amstrong, 2001). Pendekatan-pendekatan tersebut sebagai berikut:
a. Pendekatan permintaan dan penawaran (supply demand approach)
30
Harga akan ditentukan pada suatu titik pertemuan antara kurva
permintaan dan kurva penawaran. Dari tingkat permintaan dan penawaran yang
ada dapat ditentukan harga keseimbangan (equilibrium price) dengan cara
mencari harga yang mampu dibayar konsumen dan harga yang diterima
produsen, sehingga terbentuk jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang
ditawarkan. Jadi harga merupakan interaksi dari dua kekuatan yaitu permintaan
dan penawaran yang ada di pasar.
Penawaran ekspor juga dipengaruhi oleh tingkat bunga dan nilai tukar
valuta asing di negara pengekspor dan di negara pengimpor serta berbagai
kebijakan pemerintah maupun kebijakan internasional yang nantinya akan
mempengaruhi ekspor. Permintaan dan penawaran akan barang ekspor akan
menentukan harga rata-rata ekspor dan volume ekspor. Harga rata-rata ekspor
dikalikan dengan volume ekspor akan menentukan penerimaan devisa dari
ekspor.
b. Pendekatan biaya (cost oriented approach)
Harga ditentukan dengan cara menghitung biaya yang dikeluarkan
produsen dengan tingkat keuntungan yang diinginkan baik dengan markup
pricing atau break even analysis. Harga yang ditawarkan oleh penjual tentunya
terlebih dahulu didasarkan oleh semua biaya yang telah dikeluarkan untuk
menghasilkan suatu barang dan jasa serta ditambahkan sedikit keuntungan
yang diharapkan sebelum produk dan jasa tersebut dilepas ke pasar.
c. Pendekatan pasar (market approach)
31
Harga untuk produk yang dipasarkan dirumuskan dengan cara
menghitung variabel-variabel yang mempengaruhi pasar dan harga seperti
situasi dan kondisi politik, persaingan, sosial budaya, dan lain-lain. Pendekatan
pasar bisa dilakukan dengan membandingkan produk kita dengan produk
pesaing di pasar untuk menentukan besaran harga produk kita.
2. 3. 3. Teori Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan atas nilai tukar nominal dan
nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga relatif mata uang dua negara.
Sedangkan nilai tukar riil berkaitan dengan harga relatif dari barang-barang di
antara dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat, dimana pelaku ekonomi
dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang
dari negara lain (Mankiw, 2012).
Nilai tukar dikenal sebagai kurs dalam keuangan yaitu sebuah perjanjian
yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di
kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah. Nilai
tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari
suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore, 1997).
Ada beberapa bentuk sistem nilai tukar (exchange rate) valuta asing yang
digunakan oleh negara-negara di dunia. Terdapat tiga sistem nilai tukar yang
dipakai (Samuelson dan William, 1993):
a. Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate)
Merupakan sistem nilai tukar dimana pemegang otoritas moneter tertinggi
suatu negara (Central Bank) menetapkan nilai tukar dalam negeri terhadap
32
negara lain yang ditetapkan pada tingkat tertentu tanpa melihat aktivitas
penawaran dan permintaan di pasar uang. Jika dalam perjalanannya penetapan
nilai tukar tetap mengalami masalah, misalnya terjadi fluktuasi penawaran
maupun permintaan yang cukup tinggi maka pemerintah bisa
mengendalikannya dengan membeli atau menjual nilai tukar mata uang yang
berada dalam devisa negara untuk menjaga agar nilai tukar stabil dan kembali
ke nilai tukar tetapnya. Dalam sistem nilai tukar tetap ini, bank sentral
melakukan intervensi aktif di pasar valas dalam penetapan nilai tukar.
b. Sistem nilai tukar mengambang (managed floating exchange rate)
Sistem nilai tukar mengambang adalah apabila uang suatu negara tidak
dinilai secara mengambang terhadap mata uang asing tertentu. Sistem nilai
tukar mengambang dikaitkan dengan jumlah mata uang yang dominan yang
dijadikan patokan.
c. Sistem tukar mengambang bebas (free floating exchange rate)
Suatu sistem nilai tukar di mana nilai tukar mata uang tidak ditentukan
oleh pemerintah tetapi melalui mekanisme yang berlaku. Permintaan dan
penawaran uang yang terjadi di pasar akan menyebabkan nilai suatu mata uang
yang dapat menguat dan melemah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar, permintaan dan penawaran
valuta asing sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekspor dan impor serta aliran
modal dari dan ke luar negeri. Dilihat dari faktor yang mempengaruhinya,
perkembangan ekspor dan impor antara lain dipengaruhi oleh harga relatif antara
suatu negara dengan negara mitra dagangnya. Semakin tinggi laju inflasi suatu
33
negara dibandingkan dengan negara lainnya, maka harga barang ekspor suatu
negara akan lebih mahal dan dapat menurunkan ekspor serta pada lanjutannya
akan menurunkan nilai tukar suatu negara (Simorangkir dan Susena, 2004).
Pada sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang
akan mengakibatkan perubahan ke atas ekspor maupun impor. Jika kurs
mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti
nilai mata uang asing bertambah tinggi kursnya (harganya) akan menyebabkan
ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta asing
mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs
dolar meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2002).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai tukar (Sukirno, 1994a)
yakni:
a. Perubahan dalam citarasa masyarakat, perubahan ini akan mengubah corak
konsumsi atas barang-barang yang diproduksi di dalam negeri maupun dari
impor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan
keinginan mengimpor berkurang dan di dalam negeri akan mampu menaikkan
ekspor. Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan
keinginan masyarakat untuk mengimpor akan semakin besar. Perubahan-
perubahan ini akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing;
b. Kenaikan harga umum (inflasi) sangat berpengaruh besar terhadap pertukaran
valuta asing. Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk
menurunkan nilai sesuatu valuta asing;
34
c. Pertumbuhan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi, suku bunga dan
tingkat pengembalian investasi yang rendah akan cenderung menyebabkan
modal dalam negeri akan mengalir ke luar negeri. Sedangkan suku bunga dan
tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan menyebabkan modal luar
negeri masuk ke dalam negara tersebut. Apabila lebih banyak modal mengalir
ke suatu negara, permintaan atas mata uangnya bertambah. Maka nilai mata
uang akan bertambah. Nilai mata uang suatu negara akan merosot apabila
banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat
pengembalian investasi yang lebih tinggi di negara-negara lain.
2. 4. Kebijakan Perdagangan Internasional
Kebijakan perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari
kebijakan ekonomi makro yang merupakan tindakan atau peraturan yang dibuat
oleh pemerintah yang mempengaruhi struktur / komposisi dan arah transaksi
perdagangan dan pembayaran internasional. Tujuan dari kebijakan ekonomi
perdagangan internasional ini adalah untuk melindungi kepentingan ekonomi
nasional dari pengaruh buruk/negatif dari luar negeri, melindungi industri nasional
dari persaingan barang-barang impor, menjaga keseimbangan neraca
perdagangan, menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil serta
melindungi atau meningkatkan lapangan kerja (Tambunan, 2001).
Kebijakan terhadap perdagangan internasional dibedakan menjadi dua
bentuk yaitu kebijakan tarif dan kebijakan non tarif. Kebijakan tarif terkait dengan
35
pengenaan pajak dan bea masuk pada barang yang diperdagangkan. Ditinjau dari
aspek asal komoditi ada 2 macam tarif yakni tarif ekspor (export tariff) dan tarif
impor (import tariff). Sedangkan kebijakan non tarif berkaitan dengan instrumen
kebijakan yang kompleks untuk menyembunyikan motif proteksi (Amir, 1999).
Salah satu kebijakan yang dilakukan pada komoditi karet adalah kebijakan
non tarif dengan pembatasan kuota ekspor. Pembatasan kuota ekspor merupakan
pembatasan langsung atas jumlah barang yang boleh diekspor dengan tujuan
menjaga ketersediaan komoditi dalam memenuhi kebutuhan domestik serta untuk
mempengaruhi harga dunia jika negara eksportir merupakan pemasok besar
komoditi tersebut.
Melalui International Tripartite Rubber Council (ITRC), tiga negara
produsen karet terbesar di dunia, yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia dibentuk
tanggal 12 Desember 2001 yang disahkan melalui Joint Declaration dan
beranggotakan tiga negara produsen karet alam dunia. Tujuan dari pembentukan
ITRC adalah tercapainya harga karet alam yang remuneratif bagi produsen dan
menjaga keseimbangan supply-demand karet alam. ITRC memiliki skema kerja
sebagai berikut;
a. Supply Management Scheme (SMS): mengelola produksi dengan tujuan agar
tercapai keseimbangan karet alam dalam jangka panjang.
b. Agreed Export Tonnage Scheme (AETS): mengatur supply dalam jangka
pendek dengan cara membatasi ekspor/penjualan karet alam.
c. Demand Promotion Scheme (DPS): meningkatkan konsumsi karet alam baik
domestik maupun global.
36
Pentingnya menjaga kestabilan harga dalam rangka memajukan usaha
perkebunan karet dan menimbang fungsi dari organisasi komoditi internasional,
ITRC sebagai stabilitator harga karet menyepakati untuk melakukan stock holding
yakni dengan mengurangi ekspor (masing masing negara sebesar 10 persen serta
produksi (Supply Management Scheme - SMS) sebesar 4 persen per tahun pada
tahun 2002 dan 2003. Pengumuman kerja sama tripartite ini mengakibatkan
membaiknya harga karet alam pada Januari 2002 menjadi US$ 0,68 per kg di
pasar internasional. Pada pertengahan tahun 2002, harga karet alam telah
mencapai US$ 1 per kg, dan pada tahun 2005 harga karet alam telah menyentuh
tingkat US$ 2 per kg. Perubahan positif dari harga karet alam membuat petani dan
pengusaha perkebunan karet pada umumnya sangat bergairah berinvestasi di
perkebunan karet dan meningkatkan produkasinya.
2. 5. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang “Analisis Harga dan Daya Saing Ekspor Karet Alam di
Provinsi Lampung”, oleh Atik (2018). Dalam penelitian ini, metode yang
digunakan adalah metode regresi linear berganda. Hasil penelitian ini
menunjukkan faktor yang mempengaruhi harga karet di Provinsi Lampung secara
signifikan hanya harga karet alam internasional. Sedangkan luas tanaman karet
provinsi Lampung, produksi karet provinsi Lampung, nilai tukar rupiah dan
tingkat suku bunga tidak signifikan terhadap harga karet di Provinsi Lampung.
Penelitian yang dilakukan oleh Sinclair, dkk (2015) tentang “Analisis
Respon Penawaran dan Permintaan Karet Alam Indonesia”. Penelitian ini
menggunakan analisis metode persamaan simultan dan metode 2 SLS (Two Stage
37
Least Squares). Hasil dari penelitian ini menunjukkan faktor-faktor dominan yang
mempengaruhi pernawaran dan permintaan karet alam Indonesia adalah harga
karet alam Indonesia, penambahan jumlah kendaraan bermotor Indonesia, rasio
harga karet alam Indonesia terhadap karet sintetis dunia, produksi karet alam
Indonesia tahun sebelumnya, dan ekspor karet alam Indonesia tahun sebelumnya.
Tidak ada satu pun faktor dominan yang responsif terhadap penawaran dan
permintaan karet alam Indonesia, walaupun tidak responsif ada faktor yang paling
besar pengaruhnya terhadap ekspor karet alam Indonesia yaitu rasio harga karet
alam dunia terhadap harga karet sintetis.
Penelitian yang dilakukan oleh Kristiningsih (2011) tentang “Pengaruh Nilai
Tukar Rupiah terhadap Ekspor Karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan
Jepang”. Penelitian ini yang menggunakan Penelitian analisis VECM (Vector
Error Correction Model) menunjukkan pada jangka pendek, volume ekspor pada
lag 1 mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang.
Variabel yang mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat
secara signifikan dan positif dalam jangka panjang adalah nilai tukar riil, harga
internasional karet alam dan harga karet alam negara kompetitor. Sebaliknya pada
perdagangan karet alam Indonesia ke Jepang, harga internasional karet alam dan
harga karet alam negara kompetitor berpengaruh signifikan namun negatif.
Besarnya pengaruh perubahan nilai tukar riil pada ekspor karet alam ke Amerika
Serikat negatif, namun positif pada ekspor karet alam ke Jepang.
Silalahi (2008), tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet
Alam”. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
38
secara signifikan mempengaruhi ekspor karet Indonesia selama kurun waktu 30
tahun (1978-2007) adalah produksi karet, nilai tukar rupiah, konsumsi karet dunia
dan GDP Amerika.
Penelitian yang dilakukan oleh Tety (2002) yang berjudul “Penawaran dan
Permintaan Karet Alam Indonesia di Pasar Domestik dan Internasional”.
Penelitian ini menggunakan metode LIML (Limited Information Maximum
Likelihood), FIML (Full Information Maximum Likelihood), 2 SLS (Two Stage
Least Squares) dan 3 SLS (Three Stage Least Squares). Hasil penelitian ini
menunjukkan peubah-peubah yang berpengaruh terhadap penawaran ekspor karet
alam Indonesia ke masing-masing negara tujuan ekspor (Amerika Serikat, Jepang,
Singapura dan Korea Selatan) adalah harga ekspor karet alam Indonesia, produksi,
nilai tukar rupiah terhadap Amerika Serikat, pajak ekspor dan jumlah karet ekspor
bedakala ke masing-masing negara tujuan. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap penawaran karet alam negara-negara pesaing Indonesia (Thailand dan
Malaysia) adalah harga ekspor karet alam, produksi dan nilai tukar mata uang
negara pengekspor.
Burger et al. (2002) dalam penelitiannya yang berjudul “Exchange Rates
and Natural Rubber Prices, the Effect of the Asian Crisis” menganalisis peran
nilai tukar dalam pembentukan harga di pasar komoditas dunia, dalam hal ini
diwakili oleh pasar karet alam. Penelitian ini menunjukkan bahwa harga karet
alam sangat dipengaruhi oleh krisis Asia. Hal ini tidak mengejutkan karena
sebagian besar karet diproduksi di Thailand, Indonesia dan Malaysia. Estimasi
dampak pada dolar AS-ditandai dengan substansialnya harga pasar dunia
39
substansial: nilai tukar riil dari tiga produsen utama telah naik sebesar 40 persen,
setelah awalnya yang lebih tinggi. Dampak tersebut dihitung dengan model,
termasuk nilai tukar gabungan dari tiga produsen utama, nilai tukar riil tertimbang
dari tujuh negara pengimpor utama yang tidak menggunakan dolar AS dihitung
dampaknya pada sisi permintaan, harga bijih mineral dan logam untuk
menentukan tingkat aktivitas industri dan dana spekulatif serta pasokan bulanan
karet alam dan permintaan bulanan untuk semua jenis karet dihitung untuk
dampak volume. Hasil simulasi untuk periode sampel maupun periode
pascasampel sangat baik. Harga pasar dunia merespon perubahan nilai tukar pada
sisi penawaran dan pada sisi impor. Terdapat bukti yang kuat dalam pergerakan
bersama harga karet dengan mineral, bijih dan logam.
Sinuraya (2000), tetang penelitiannya yang berjudul “Respon Produksi dan
Ekspor Karet Sumareta Utara”. Dengan menggunakan data time series selama
periode tahun 1974 sampai dengan 1997 dan metode persamaan simultan dan
metode 2 SLS (Two Stage Least Squares) menunjukkan dalam jangka pendek
produksi karet, negara dan swasta tidak responsif terhadap perubahan harga karet,
upah tenaga kerja dan harga pupuk. Sedangkan dalam jangka pendek dan jangka
panjang volume ekspor karet Sumatera Utara lebih responsif terhadap perubahan
jumlah produksi dibanding dengan perubahan harga ekspor karet.
2. 6. Kerangka Pemikiran
Salah satu motor penggerak dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara
adalah kegiatan ekspor dan impor. Karet merupakan salah satu komoditas ekspor
strategis bagi perekonomian nasional yang memiliki peran penting sebagai sumber
40
devisa, sumber lapangan kerja bagi jutaan tenaga kerja, pemasok bahan baku
industri karet serta berperan penting mendorong pertumbuhan sentra-sentra
ekonomi baru. Secara umum, penawaran ekspor komoditas tertentu dari suatu
negara adalah kelebihan penawaran domestik atau produksi komoditas itu yang
tidak dibeli konsumen negara (wilayah) tersebut atau tidak disimpan dalam bentuk
stok akibat adanya rangsangan harga dunia yang lebih tinggi dari harga domestik
(Labys, 1973).
Teori penawaran menyatakan bahwa jumlah penawaran berhubungan positif
dengan harga. Demikian juga dalam kegiatan ekspor yang besar kecilnya jumlah
ekspor dipengaruhi oleh harga. Pada penawaran, kuantitas yang ditawarkan
berhubungan positif dengan harga barang. Kuantitas yang ditawarkan meningkat
ketika harga meningkat dan menurun ketika harga menurun (Sukirno, 1994;
Mankiw, 2007; Hanafie, 2010). Maka perilaku ekspor karet alam Indonesia dapat
dirumuskan sebagai berikut:
XRt = f (PRXt) ................................................................................(2.6.1)
Selain dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, jumlah penawaran juga
dipengaruhi oleh harga barang lain yang berhubungan dengan barang tersebut
(Krugman dan Wells, 2012). Harga barang lain mempunyai hubungan negatif
dengan jumlah penawaran. Jika harga barang lain turun maka jumlah penawaran
akan meningkat. Hasil penelitian Sidabalok (2017) menunjukkan adanya pengaruh
harga barang lain (kopi) terhadap volume ekspor barang yang diekspor (teh).
Penelitian ini mengkaji tentang ekspor karet alam, maka barang lain yang
dianggap berhubungan adalah karet sistesis karena dengan keunggulan sifat yang
41
dimilikinya membuat karet sintetis bisa saling melengkapi. Saat ini karet sintetis
digunakan bersama-sama dengan karet alam terutama untuk indutri ban dan
otomotif. Maka perilaku ekspor karet alam Indonesia dapat dirumuskan menjadi:
XRt = f (PRXt, PRSt) .....................................................................(2.6.2)
Para eksportir saat membandingkan harga di negara asing dengan harga
domestik, harus mengkonversi ke mata uang umum yang berlaku secara
internasional seperti dolar Amerika (Thompson, 2006). Depresiasi nilai tukar riil
domestik berarti bahwa barang-barang domestik menjadi lebih murah
dibandingkan dengan barang-barang asing. Perubahan ini mendorong konsumen
dalam negeri dan luar negeri untuk membeli lebih banyak barang domestik dan
membeli lebih sedikit barang dari negara lain. Hasilnya ekspor meningkat dan
impor menurun, dan perubahan ini meningkatkan ekspor neto negara (Mankiw,
2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2013) menunjukkan nilai
tukar dalam jangka panjang dan jangka pendek memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap jumlah ekspor Indonesia. Dengan demikian perilaku ekspor
karet alam Indonesia dapat dirumuskan menjadi:
XRt = f (PRXt, PRSt, ERt) ...............................................................(2.6.3)
Karet merupakan salah satu komoditas yang memiliki peran penting bagi
perekonomian Indonesia, dimana salah satu faktor yang menentukan ekspor karet
alam Indonesia adalah tingkat produksi (Yanita, 2016). Peubah yang berpengaruh
terhadap penawaran ekspor karet alam Indonesia ke negara tujuan ekspor adalah
produksi (Tety, 2002). Oleh karena itu perilaku ekspor karet alam Indonesia
menjadi:
42
XRt = f (PRXt, PRSt, ERt, XPt) ......................................................(2.6.4)
Dalam perdagangan internasional, biasanya suatu negara memberlakukan
pembatasan terhadap arus bebas ekspor atau impor melalui kebijakan
perdagangan. Kebijakan perdagangan internasional lainnya yang mengarah pada
pembatasan arus ekspor dan impor dengan hambatan non tarif misalnya kebijakan
kuota, Voluntary Export Restraint (VER) antidumping, dan persayaratan konten
lokal (Krugman dan Obstfeld, 2002). Kuota adalah hambatan perdagangan
nontarif yang paling penting, yaitu pembatasan kuantitatif langsung pada jumlah
komoditas yang diizinkan untuk diimpor. Sedangkan Voluntary Export Restraint
(VER) merujuk pada kasus di mana negara pengimpor mendorong negara lain
untuk mengurangi ekspor komoditasnya “secara sukarela” (Salvatore, 1997).
Dengan kata lain bahwa VER merupakan kuota perdagangan yang diberlakukan
dari sisi negara pengekspor bukan importir (Krugman dan Obstfeld, 2002). Maka
perilaku ekspor karet alam Indonesia menjadi:
XRt = f (PRXt, PRSt, ERt, XPt, QXRt) .............................................(2.6.5)
Karet merupakan tanaman perkebunan yang digolongkan dalam tanaman
tahunan. Karakteristik dari tanaman tahunan khususnya karet adalah adanya
tenggang waktu yang cukup lama antara saat tanam dengan saat pertama kali
hasilnya dapat disadap atau dihasilkan. Oleh karena itu berbagai hubungan yang
dirancang untuk menjelaskan jumlah ekspor karet alam secara ideal haruslah
mempertimbangkan tentang waktu antara jumlah ekspor karet antara saat ini
dengan jumlah ekspor karet alam sebelumnya.
43
Pembahasan dalam model regresi linier yang baku mengasumsikan bahwa
perubahan pada satu variabel bebas mengakibatkan perubahan variabel terikat
dengan periode waktu yang sama dan selama periode pengamatan. Hal ini berbeda
dalam ilmu ekonomi. Pada umumnya suatu penyebab baru menimbulkan akibat
setelah selang waktu tertentu yang disebut lag. Pada komoditas pertanian
dibutuhkan jangka waktu tertentu dalam rangka penyesuaian variabel terikat
sebagai akibat perubahan variabel bebas (Koutsoyiannis, 1977).
Berdasarkan uraian di atas, maka secara matematis persamaan ekspor karet
alam Indonesia dapat dirumuskan menjadi:
XRt = f (PRXt, PRSt, ERt, XPt, QXRt, XRt-1)
Dimana PRXt adalah harga karet alam di pasar internasional, PRSt adalah
harga karet sintetis di pasar internasional, ERt adalah nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika, XPt adalah produksi karet alam nasional, QXRt adalah ada
tidaknya kebijakan pembatasan jumlah karet alam yang diekspor dan XRt-1 adalah
jumlah ekspor karet alam tahun sebelumnya yang merupakan peubah bedakala
(time lag). Sehingga dapat disimpulkan ekspor karet alam Indonesia adalah fungsi
dari harga karet alam, harga karet sintetis, nilai tukar, produksi, kebijakan kuota
ekspor dan peubah bedakala jumlah ekspor karet alam Indonesia.
Respon ekspor karet alam Indonesia adalah tingkat kepekaan jumlah karet
alam yang diekspor terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet alam
itu sendiri. Dengan penggunaan lag dalam fungsi ekspor karet alam maka dapat
dihitung elastisitas penawaran ekspor karet alam terhadap variabel bebasnya, baik
pada jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk lebih jelasnya, maka dapat
44
dilihat skema kerangka pemikiran mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia dan mengenai respon ekspor karet
alam Indonesia pada jangka pendek dan jangka panjang seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.2.
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran
BAB III
METODE PENELITIAN
3. 1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini variabel terikat (dependent variabel) yang digunakan
adalah jumlah ekspor karet alam Indonesia, sedangkan variabel bebasnya
(independent variabel) yaitu harga karet alam, harga karet sintetis, nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika, adanya kebijakan penetapan jumlah kuota ekspor
karet alam, produksi karet alam nasional dan jumlah ekspor karet alam Indonesia
tahun sebelumnya.
3. 2. Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui pencatatan dari berbagai
sumber penerbitan maupun dari kantor atau instansi yang berkaitan dengan karet.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data runtut
waktu (time series) dengan rentang waktu 10 tahun. Periode data yang digunakan
adalah data dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2017 yang berasal dari
beberapa sumber, yaitu Badan Pusat Statistik, dan Internasional Rubber Study
Group (IRSG), Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Gabungan
Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) serta instansi terkait lainnya.
3. 3. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan untuk dapat menjawab variabel yang
mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia dilakukan dengan metode regresi
linier berganda dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square
46
(OLS). Kemudian untuk mengetahui respon ekspor karet alam Indonesia terhadap
perubahan variabel-variabel bebasnya menggunakan nilai elastisitas.
Variabel terikat dan variabel bebas yang digunakan yaitu harga riil karet
alam, harga riil karet sintetis, nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika,
adanya kebijakan penetapan jumlah kuota ekspor karet alam (dummy), produksi
karet alam nasional dan jumlah ekspor karet alam Indonesia tahun sebelumnya.
Persamaan perilaku ekspor karet alam Indonesia dirumuskan sebagai berikut:
XRt = β0 + β1 PRXt + β2 PRSt + β3 ERt + β4 XPt + β5 QXRt + β6 XRt-1 + et
Tanda parameter / dugaan yang diharapkan (hipotesis) adalah:
β1, β4> 0; β2, β3, β5 < 0; 0 < β6 < 1
Dimana:
β0 = intersep/konstanta
β1, β2, β3, β4, β5, β6 = koefisien regresi
XRt = jumlah ekspor karet alam pada periode t
PRXt = harga riil karet alam pada periode t
PRSt = harga rill karet sintetis pada periode t
ERt = nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika periode t
XPt = jumlah produksi karet alam pada periode t
QXRt = kebijakan kuota ekspor karet alam pada periode t
XRt-1 = jumlah ekspor karet alam pada periode t-1
et = error term
47
3. 4. Pengujian Statistik
3. 4. 1. Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur besarnya variasi
perubahan variabel bebas (independen) dapat menjelaskan variasi perubahan
secara keseluruhan terhadap variabel terikat (dependen). R2 memiliki nilai antara
0 dan 1 (0 < R2 <1). Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan
semakin baik model regresi yang terbentuk, artinya keseluruhan variabel bebas
secara bersama-sama mampu menerangkan variabel terikatnya (Basuki, 2017).
3. 4. 2. Uji F
Uji F atau pengujian statistik simultan digunakan untuk melihat apakah
variabel bebas secara bersama-sama (serentak) mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel terikat. Pengambilan keputusan dalam pengujian ini
bisa dilaksanakan dengan menggunakan nilai probability value (p value) maupun
F-hitung. Kriteria pengambilan keputusan dalam pengujian yang menggunakan p
value atau F-hitung adalah jika p value < 0,05 atau F-hitung ≥ F-tabel maka
variabel bebas secara bersama-sama (serentak) mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika p value ≥ 0,05 atau F-hitung
< F-tabel maka variabel bebas secara bersama-sama (serentak) tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Ghozali, 2009).
3. 4. 3. Uji t
Uji t atau pengujian parsial dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia. Uji t disebut juga uji signifikan
48
individual. Uji ini menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel bebas secara
parsial terhadap variabel terikat (Ghozali, 2009).
3. 5. Pengujian Asumsi Klasik
3. 5. 1. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual pengamatan satu ke pengamatan
yang lain. Kriteria dalam menentukan uji heteroskedastisitas adalah sebagai
berikut:
1. Ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan
telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola tertentu dan tidak menyebar diatas dan dibawah angka nol
pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3. 5. 2. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu keselahan periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan terdapat autokorelasi. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan
antara nilai Durbin Watson (DW) dengan nilai du (batas atas) dan dl (batas
bawah).
3. 5. 3. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear yang sempurna (mendekati
sempurna) antara beberapa atau semua variabel bebas (Kuncoro, 2001). Pengujian
49
multikolinearitas dapat dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan
tolerance. Tolerance mengukur variabel independen yang terpilih yang tidak
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama
dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Nilai yang umum
dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10
atau sama dengan nilai VIF > 10 (Ghozali, 2009).
3. 6. Elastisitas
Konsep elastisitas digunakan untuk mengetahui respon ekspor karet alam
Indonesia terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan nilai elastisitas
kita dapat mengetahui apakah ekspor karet alam bersifat responsif terhadap
perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Elastisitas dapat diartikan
tingkat kepekaan perubahan jumlah barang yang diperjualbelikan berubah apabila
terjadi perubahan harga dan faktor lain yang mempengaruhinya.
Nilai elastisitas bermanfaat tidak hanya untuk perusahaan, tapi juga untuk
pemerintah. Bagi perusahaan nilai elastisitas dapat menjadi landasan dalam
menyusun kebijakan penjualan. Sedangkan untuk pemerintah nilai elastisitas
dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui dari sifat barang (ekspor dan
impor) dapat disusun suatu kebijakan ekonomi yang akan dilaksanakan (Sukirno,
1994).
Secara umum untuk menghitung nilai elastisitas dalam jangka pendek
(short-run) dan jangka panjang (long-run) dapat dirumuskan sebagai berikut
(Sukirno, 1994):
50
ESR = *x
y=
x
y
ELR =̅( )
Dimana:
ESR = Elastisitas jangka pendek variabel terikat Y terhadap variabel bebas X;
ELR = Elastisitas jangka panjang variabel terikat Y terhadap variabel bebas X;
= parameter dugaan dari variabel bebas;
b = parameter dugaan dari variabel lag;̅ = nilai rata-rata variabel bebas;y = nilai rata-rata variabel terikat
Jika nilai elastisitas yang diperoleh besar dari satu maka maka variabel yang
dipengaruhinya bersifat responsif terhadap perubahan variabel yang
mempengaruhinya. Jika nilai elastisitas yang diperoleh kecil dari satu maka
variabel yang dipengaruhinya bersifat tidak responsif terhadap variabel yang
mempengaruhinya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Alam Indonesia
4. 1. 1. Analisis Regresi
Secara keseluruhan semua tanda dan besaran parameter dugaan untuk semua
variabel bebas sesuai dengan harapan berdasarkan teori ekonomi.
Persamaan regresi berganda untuk penelitian ini dari hasil pengolahan data
didapatkan model persamaan sebagai berikut:
XRt = 226837,9 + 22,489PRXt - 6,922PRSt - 9,558ERt + 0,783XPt -
111215QXRt + 0,003XRt-1
Pada persamaan regresi berganda yang diperoleh, faktor yang
mempengaruhi peningkatan dan penurunan ekspor karet alam terbesar adalah
adanya penetapan kebijakan kuota ekspor. Hal ini terlihat dari nilai koefisien
regresi yang paling besar terdapat pada variabel kebijakan pembatasan kuota
jumlah ekspor karet bila dibandingkan nilai koefisien regresi pada variabel bebas
lainnya.
Berdasarkan tabel 4.1 nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,967. Hal ini
berarti keseluruhan variabel bebas secara bersama-sama mampu menerangkan
variabel terikatnya sebesar 96,7%. Sedangkan sebanyak 3,3% sisanya dijelaskan
oleh faktor lain di luar model. Variabel bebas secara bersama-sama nyata
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat sebagaimana
ditunjukkan uji statistik F-hitung sebesar 14,537 lebih besar dari F-tabel sebesar
8,94 pada taraf kepercayaan 95%.
52
Uji t digunakan untuk memperkirakan pengaruh faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia secara parsial, dengan hasil sebagai
berikut:
a. Harga riil karet alam memiliki hubungan yang positif dan tidak signifikan
terhadap ekspor karet alam Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa variabel
harga rill karet alam tidak berpengaruh terhadap ekspor karet alam Indonesia;
b. Harga riil karet sintetis memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan
terhadap ekspor karet alam Indonesia. Hal ini menunjukan harga karet sintetis
tidak berpengaruh terhadap ekspor karet alam Indonesia;
c. Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika memiliki hubungan negatif dan
tidak signifikan terhadap ekspor karet alam Indonesia. Hal ini juga menunjukan
nilai tukar tidak mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia;
d. Produksi karet alam memiliki hubungan positif dan signifikan pada taraf
kepercayaan 95% terhadap ekspor karet alam Indonesia. Nilai koefisien dari
variabel ini adalah 0,783. Hal ini berarti jika produksi karet alam meningkat 1
ton, sementara variabel lainnya tetap maka ekspor karet alam Indonesia akan
meningkat sebesar 0,783 ton.
e. Kebijakan pembatasan kuota ekspor memiliki hubungan negatif dan signifikan
pada taraf kepercayaan 50% terhadap ekspor karet alam Indonesia.
Nilai koefisien dari variabel ini adalah 111215. Hal ini berarti jika
diberlakukan kebijakan pembatasan kuota ekspor, sementara variabel lainnya
tatap maka akan menurunkan ekspor karet alam Indonesia sebesar 111215 ton.
53
Tabel. 4.1. Hasil Pendugaan Parameter Ekspor Karet Alam Indonesia (XR)
Constant 226837,9 0,153Harga Karet Alam (PRX) 22,489 0,18Harga Karet Sintetis (PRS) -6,922 -0,049Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (ER) -9,558 -0,126Produksi Karet Alam (XP) 0,783 4,028**Kebijakan Kuota Ekspor Karet Alam (QXR) -111215 1,627*
VariabelNilai Parameter
Pendugaant Hitung
R2 = 0,967Keterangan:**: nyata pada taraf kepercayaan 95%*: nyata pada taraf kepercayaan 50%
4. 1. 2. Pengujian Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual pengamatan satu ke pengamatan
yang lain. Gambar Lampiran 2 menunjukkan bahwa pada scatterplot pencaran
data menyebar secara acak di atas dan di bawah angka nol pada sumbu y dan tidak
membentuk pola beraturan tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
model regresi bebas dari masalah heterokedastisitas.
b. Hasil Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu keselahan periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Pengujian ini dilakukan dengan
membandingkan antara nilai Durbin Watson (DW). Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan terdapat autokorelasi. Dapat dilihat bahwa nilai Durbin Waston untuk
penelitian ini adalah sebesar 2,800 (Lampiran 2). Karena nilai tersebut terletak
54
antara 4 - dU = 2,03 dan 4 - dL = 3,31 pada tabel klasifikasi autokorelasi maka
dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas dari masalah autokorelasi.
c. Hasil Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas atau tidak. Diketahui bahwa pada
variabel harga karet alam, harga karet sintetis dan nilai tukar memiliki nilai
tolerance lebih kecil dari 0,10 dan nilai VIF lebih dari 10 (Lampiran 2) . Hal ini
menunjukkan terjadi multikolinearitas terhadap variabel harga karet alam, harga
karet sintetis dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Masalah multikolineritas biasanya timbul karena kita hanya mempunyai
jumlah observasi yang sedikit (Basuki, 2017). Pada data time series, terdapat
kemungkinan regresor-regresor yang diikutsertakan dalam model memiliki trend
yang serupa, yaitu sama-sama meningkat atau menurun seiring berjalannya waktu
sehingga menyebabkan kolinearitas di antara variabel tersebut. Multikolinearitas
tidak melanggar asumsi-asumsi regresi. Secara tidak bias, estimasi yang konsisten
akan muncul dan standard error-nya akan terestimasi dengan benar. Dampak dari
mulitikolinearitas hanya akan mempersulit mendapatkan koefisien estimasi
dengan standard error kecil (Gujarati, 2010).
4. 2. Elastisitas
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa elastisitas produksi lebih tinggi
dibandingkan elastisitas harga karet alam, harga karet sintetis, nilai tukar, dan
kebijakan nilai tukar. Nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang untuk
produksi karet alam masing-masing adalah sebesar 0,9463 dan 0,9492. Nilai
55
elastisitas untuk produksi karet alam baik jangka pendek dan jangka panjang yang
diperoleh kurang dari satu (inelastis). Dilihat dari nilai elastisitasnya, respon
perubahan jumlah ekspor karet alam Indonesia lebih responsif terhadap perubahan
produksi karet alam nasional dibandingkan dengan perubahan variabel lain,
walaupun nilainya lebih kecil dari satu baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Respon ekspor karet alam Indonesia lebih responsif terhadap perubahan
produksi karet alam dibandingkan faktor lain. Hal ini dapat disebabkan para
eksportir belum memiliki sarana penyimpanan karet alam yang baik dan belum
berkembangnya sektor industri riil yang menggunakan karet alam sehingga
dengan adanya peningkatan produksi karet alam akan meningkatkan jumlah karet
alam yang diekspor. Rendahnya konsumsi alam domestik mencerminkan belum
berkembangnya industri hilir yang berbasis karet alam di dalam negeri
(Elwamendri, 2000).
Tabel. 4.2. Elastisitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Jangka Pendek Jangka PanjangHarga Karet Alam 0,0189 0,0189Harga Karet Sintetis 0,0052 0,0053Nilai Tukar Rupiah 0,0347 0,0347Produksi 0,9463 0,9492Kebijakan Kuota Ekspor Karet Alam 0,0176 0,0177
Peubah / VariabelElastisitas
56
4. 3. Pembahasan
4. 3. 1. Harga Riil Karet Alam di Pasar Internasional
Harga riil karet alam berhubungan positif dengan ekspor karet alam
Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian sesuai dengan harapan
atau teori ekonomi. Menurut hukum penawaran, peningkatan harga sebuah produk
akan diikuti dengan peningkatan jumlah produk yang ditawarkan, sebaliknya
semakin rendah harga suatu produk maka semakin sedikit penawaran terhadap
penawaran tersebut (Mankiw, 2007). Akan tetapi perilaku ekspor karet alam
Indonesia tidak nyata dipengaruhi oleh perubahan harga karet alam di pasar
internasional.
Penelitian yang dilakukan oleh Tety (2002) menunjukkan jumlah ekspor
karet alam Indonesia ke negara tujuan Amerika Serikat, Singapura, Jepang dan
Korea Selatan dipengaruhi oleh harga ekspor karet alam, jumlah produksi, nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan jumlah ekspor sebelumnya. Akan tetapi
harga ekspor karet alam tidak nyata mempengaruhi jumlah ekspor karet alam ke
Amerika Serikat dan Jepang. Harga ekspor karet alam hanya nyata mempengaruhi
jumlah ekspor karet alam ke Singapura dan Korea Selatan.
Dilihat dari elastisitasnya baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang ekspor karet alam Indonesia kurang responsif terhadap perubahan harga
karet alam. Hal ini senada oleh penelitian yang dilakukan oleh Sinclair, dkk
(2015) bahwa faktor-faktor dominan yang mempengaruhi penawaran dan
permintaan karet alam Indonesia adalah harga karet alam Indonesia, penambahan
jumlah kendaraan bermotor Indonesia, rasio harga karet alam Indonesia terhadap
57
harga karet sintetis dunia, produksi karet alam Indonesia tahun sebelumnya dan
ekspor karet alam Indonesia tahun sebelumnya. Akan tetapi tidak ada satu pun
faktor dominan yang responsif terhadap penawaran dan permintaan karet alam
Indonesia.
Tanaman karet merupakan tanaman perkebunan yang memiliki siklus
tahunan. Satu pohon tanaman karet memerlukan waktu sekitar lima sampai tujuh
tahun untuk mulai berproduksi. Hal ini lah yang menyebabkan ekspor karet alam
kurang responsif terhadap perubahan harga karet alam dan elastisitas baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang tidak terlalu tampak berbeda jauh.
Ekspor karet alam Indonesia tidak signifikan nyata dipengaruhi oleh harga
karet alam, hal ini menunjukkan belum diterapkan sistem resi gudang terhadap
komoditi karet oleh pelaku usaha baik petani, eksportir dan pengusaha.
Sehingga perubahan harga karet tidak akan mempengaruhi jumlah ekspor karet
alam yang diekspor (Ditjen Industri Agro, 2016). Selain itu Indonesia merupakan
salah satu produsen karet alam terbesar di dunia, akan tetapi posisi Indonesia
adalah sebagai penerima harga (price taker) yang terbentuk di pasar internasional.
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang diperdagangan secara
internasional dimana pembentukan harga karet alam ditentukan di bursa
komoditas TOCOM (Tokyo Commodity Exchange) berlokasi di Tokyo, Jepang
dan SICOM (Singapore Commodity Exchange) berlokasi di Singapura.
Kondisi yang terjadi saat ini harga karet alam di pasar internasional sangat
fluktuatif dan cenderung menurun. Disparitas harga karet alam di pasar
internasional sangat tinggi terhadap harga karet yang diterima di tingkat petani
58
karet. Hal ini dikarenakan ekspor karet alam tidak dilakukan oleh petani secara
langsung melainkan dilakukan oleh eksportir. Karet alam berasal dari lateks/
getah pohon karet yang disadap oleh pekebun, dimana sebagian besar diekspor
dalam bentuk produk setengah jadi dalam bentuk karet remah/ crumb rubber hasil
olahan industri.
Perkebunan rakyat belum memiliki sebuah mekanisme sistem penjualan dan
ekspor hasil karet yang baik. Harga karet alam di pasar internasional seharusnya
dijadikan patokan pemilik perkebunan untuk bisa memperoleh keuntungan yang
tinggi akibat adanya disparitas harga. Akan tetapi para pemilik perkebunan rakyat
yang menggantungkan mata pencahariannya hanya pada komoditi karet semata
(monokultur) pasti akan langsung menjual hasil panen karetnya untuk bisa segera
mendapatkan imbalan dan pengembalian modal. Hal inilah menjadi salah satu
penyebab lain variabel harga karet alam tidak signifikan mempengaruhi
perubahan jumlah ekspor karet alam Indonesia.
Sistem resi gudang dapat diterapkan dalam menghadapi harga karet alam
yang terus turun. Selain itu upaya peningkatan daya saing karet alam Indonesia
serta pengembangan industri hilir berbahan baku karet alam juga perlu
ditingkatkan. Diharapkan kedepannya harga karet alam Indonesia dapat lebih
stabil karena tidak lagi diekspor dalam bentuk barang mentah melainkan produk
barang jadi yang memiliki nilai tambah.
4. 3. 2. Harga Riil Karet Sintetis di Pasar Internasional
Harga riil karet sintetis menunjukkan hubungan negatif terhadap ekspor
karet alam Indonesia. Perilaku ekspor karet alam Indonesia tidak nyata
59
dipengaruhi oleh perubahan harga riil karet sintetis dan dilihat dari elastisitasnya
baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang ekspor karet alam
Indonesia kurang responsif terhadap perubahan harga karet sintetis.
Karet alam hanya dihasilkan oleh negara-negara beriklim tropis, yang
memerlukan waktu lima sampai tujuh tahun untuk sebatang pohon karet mencapai
usia produksinya. Hal ini mendorong negara-negara Barat untuk melakukan
serangkaian penelitian dan produksi karet sintetik. Karet sintetis adalah karet
yang terbuat dari bahan baku yang berasal dari minyak bumi. Sejak perang dunia
kedua penelitian mengenai karet sintetis dilakukan secara intensif oleh beberapa
negara maju dengan tujuan untuk memperoleh karet yang sifatnya-sifatnya tidak
dimiliki oleh karet alam.
Saat ini jumlah produksi dan konsumsi karet alam (43,7%) dibawah karet
sintetis (56,3%), akan tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan
oleh karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet alam sulit
ditandingi oleh karet sintetis. Ada pun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet
alam dibanding karet sintetis adalah memiliki daya elastis atau daya lenting yang
sempurna, memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah,
mempunyai daya aus yang tinggi, tidak mudah panas (low heat build up), dan
memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakkan (groove cracking
resistance). Sedangkan karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap
berbagai zat kimia dan harganya yang cendrung bisa dipertahankan supaya tetap
stabil. Bila ada konsumen yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah
tertentu, biasanya supply barang tersebut jarang mengalami kesulitan. Hal seperti
60
ini sulit diharapkan dari karet alam. Harga dan pasokan karet alam selalu
mengalami perubahan, bahkan kadang-kadang bergejolak. Harga karet alam bisa
turun drastis sehingga merusak pasaran dan merisaukan para produsennya. Negara
produsen juga terkadang mengeluarkan kebijakan pemerintah yang menginginkan
suatu kondisi tertentu terhadap industri karet dalam negerinya, maka akan
mempengaruhi pasar karet alam secara internasional (Puslitbangbun, 2013).
Keunggulan masing-masing dari karet alam dan karet sintetis, membuat
kedua tipe karet ini dapat saling melengkapi (sebagai barang komplementer) dan
karenanya dapat mempengaruhi permintaan masing-masing komoditi. Mengingat
saat ini karet sintetis sudah biasa digunakan bersama-sama dengan karet alam
terutama untuk industri ban dan otomotif. Oleh karena itu harga karet sintetis akan
memberi hubungan negatif terhadap pergerakan ekspor karet alam Indonesia.
Walaupun keberadaan karet sintetis berpengaruh terhadap perdagangan
karet alam, kedua karet ini memiliki pasarnya masing-masing. Karet alam maupun
karet sintetis tidak akan saling mematikan atau bersaing secara penuh.
Keduanya mempunyai sifat saling melengkapi atau komplementer (Zuhra, 2006).
4. 3. 3. Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap Dolar Amerika
Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika berhubungan negatif terhadap
ekspor karet alam Indonesia. Jika nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
mengalami depresiasi, eksportir akan beruntung karena produk mereka menjadi
lebih murah di negara pengimpor, sehingga jumlah produk ekspor yang diminta
akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan jumlah ekspor dan
meningkatkan keuntungan eksportir. Sebaliknya jika rupiah terapresiasi, harga
61
barang ekspor di negara pengimpor menjadi lebih mahal sehingga kemungkinan
permintaan akan berkurang dan pada akhirnya mengurangi volume ekspor dan
mengurangi keuntungan eksportir (Hastuti, 2006). Hal senada oleh hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ginting (2013) menunjukkan nilai tukar dalam jangka
panjang dan jangka pendek memiliki pengaruh negatif terhadap ekspor Indonesia.
Hal ini menunjukan semakin kuatnya nilai tukar (apresiasi) akan menyebabkan
semakin menurunnya ekspor Indonesia.
Dalam penelitian ini perilaku ekspor karet alam Indonesia tidak nyata
dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Hal ini
mengindikasikan bahwa sebenarnya untuk produk-produk pertanian yang
mengalami peningkatan pada saat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
mengalami depresiasi bukan disebabkan oleh bertambahnya jumlah ekspor tetapi
lebih disebabkan oleh nilai tukar itu sendiri.
Ekspor karet alam Indonesia tidak nyata dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah
terhadap dolar juga disebabkan Amerika merupakan salah satu konsumen terbesar
untuk ekspor karet alam Indonesia. Amerika merupakan negara tujuan utama
ekspor karet alam Indonesia mencapai 589,37 ribu ton atau 19,69% dari total
jumlah ekspor karet alam Indonesia sehingga nilai tukar rupiah terhadap rupiah
tidak mempengaruhi volume ekspor karet Indonesia ke Jepang.
Hasil penelitian oleh Tety (2002) juga menunjukkan hal yang senada.
Jumlah ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat, Singapura, Jepang dan
Korea Selatan dipengaruhi oleh harga karet alam, jumlah produksi, nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika, adanya pajak ekspor dan jumlah ekspor karet alam
62
bedakala. Akan tetapi perilaku ekspor karet alam Indonesia ke negara-negara
tujuan tersebut tidak ada yang signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika.
Dilihat dari elastisitasnya baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang ekspor karet alam Indonesia kurang responsif terhadap nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika. Penelitian yang dilakukan oleh Sinuraya (2000), juga
menunjukkan perilaku ekspor karet alam Provinsi Sumatera Utara tidak responsif
terhadap perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Hal ini berarti
diperlukan upaya sangat besar dalam meningkatkan jumlah ekspor karet alam jika
memakai variabel nilai tukar.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang terjadi beberapa
tahun ini sedianya dapat berdampak positif bagi para eksportir. Dengan adanya
perang dagang yang meningkat di pasar dunia, peluang dari ekspor semakin besar
dengan meningkatkan diversifikasi produk maupun pasar (Mulyani, 2019).
Tidak terkecuali untuk komoditas karet, yang pada umumnya di ekspor dalam
bentuk barang mentah (crumb rubber) dapat mulai meningkatkan daya saing
produk karet alam dengan mengekspor karet dalam bentuk bentuk barang jadi
yang harganya lebih stabil dibandingkan dalam bentuk barang mentah yang
harganya lebih fluktuatif di pasar dunia. Selain itu perlu dilakukan diversifikasi
pasar ekspor karet alam Indonesia ke negara-negara baru karena ekspor karet alam
Indonesia pada negara-negara tujuan utama, seperti negara-negara Amerika, Cina
dan Jepang akan jenuh dan cenderung menurun.
63
Hal yang sangat penting yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga
atau mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah. Jika masyarakat
sudah tidak percaya pemerintah, maka besar kemungkinan rupiah akan
terdepresiasi semakin dalam. Masyarakat tidak percaya lagi akan rupiah, karena
masyarakat lebih percaya mata uang lain atau mengalihkan uangnya dalam bentuk
barang.
4. 3. 4. Produksi Karet Alam
Produksi karet alam menunjukkan hubungan positif terhadap ekspor karet
alam Indonesia yang dapat diartikan semakin meningkatnya produksi karet alam
nasional maka akan meningkatkan jumlah ekspor karet alam. Ekspor karet alam
Indonesia nyata dipengaruhi oleh produksi karet alam. Besarnya nilai koefisien
regresi dari variabel harga karet alam adalah sebesar 0,783. Hal ini berarti bahwa
apabila produksi karet alam nasional meningkat satu satuan dengan asumsi faktor
lain dalam keadaan cateris paribus (tetap), maka volume ekspor karet alam
Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0,783.
Dilihat dari nilai elastisitasnya meskipun ekspor karet alam Indonesia tidak
elastis terhadap perubahan produksi karet alam baik, akan tetapi ekspor karet alam
Indonesia relatif lebih responsif terhadap produksi karet alam yaitu sebesar 0,9463
dalam jangka pendek dan 0,9492 dalam jangka panjang. Ini berarti bahwa setiap
perubahan produksi karet alam nasional dalam jangka pendek maupun jangka
panjang akan direspon para eksportir untuk menaikan atau menurunkan jumlah
karet alam Indonesia yang akan diekspor.
64
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tety (2002) menunjukkan jumlah
ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat responsif terhadap perubahan
jumlah produksi. Dimana dengan meningkatnya jumlah produksi karet alam
Indonesia sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan volume ekspor karet alam
Indonesia ke Amerika Serikat meningkat sebesar 1,031% (jangka pendek) dan
1,256% (jangka panjang). Pada penelitian yang dilakukan oleh Sinuraya (2000)
menunjukkan hal yang sama meskipun dengan nilai elastisitas yang lebih rendah
(sebesar 0,336 untuk elastisitas jangka pendak dan sebesar 0,716 untuk elatisitas
jangka panjang), bahwa ekspor karet Sumatera Utara lebih ditentukan oleh
perubahan produksi dibandingkan dengan perubahan harga ekspor dan nilai tukar
rupiah.
Penelitian yang dilakukan oleh Kamaludin (2018) menunjukkan Indonesia
memiliki kecenderungan untuk meningkatkan nilai ekspor komoditas karet alam
dari tahun ke tahun. Hal serupa terjadi pada kedua negara pengekspor karet alam
dari negara pesaing, yaitu Thailand dan Malaysia. Peningkatan ini terjadi di
samping meningkatnya permintaan dunia akan komoditas karet alam sebagai
akibat dari industri pengembangan, juga didorong oleh peningkatan produksi karet
alam dalam negeri.
Karet merupakan salah satu komoditas yang memiliki peran penting bagi
perekonomian Indonesia, dimana Indonesia memperoleh devisa besar dari ekspor
karet remah. Indonesia sendiri sebagai produsen karet alam nomor dua di dunia.
Sebagai komoditas yang diperdagangankan dalam pasar internasional, salah satu
65
faktor yang menentukan ekspor karet alam Indonesia adalah tingkat produksi
(Yanita, 2016).
Indonesia bila dibandingkan dengan negara-negara produsen karet alam lain
memiliki luas lahan terluas di dunia yang mencapai 3.659.129 hektar pada tahun
2017 dengan produksi karet alam mencapai 3.629.506 ton dengan jumlah ekspor
mencapai 2.992.529 ton. Hampir sekitar 80% produksi nasional merupakan
sebagai komoditi ekspor (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan karena produsen karet
alam adalah negara berkembang yang kegiatan industri dalam negerinya belum
terlalu besar, serta penyerapan konsumsi karet alam domestik masih sangat rendah
sehingga sebagian besar produksinya dialokasikan untuk ekspor (Elwamendri,
2000).
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Produksi (000 Ton) Volume Ekspor (000 Ton) Konsumsi Domestik (000 Ton)
Gambar 4.1. Produksi, Jumlah Ekspor dan Konsumsi Domestik KaretAlam Indonesia (Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan,2018).
66
Kondisi perkebunan karet di Indonesia hampir sebagian besar merupakan
usaha monokultur. Hal ini tentunya akan menambah jumlah persediaan karet alam
yang akan diekspor ke luar negeri dikarenakan masih rendahnya konsumsi
domestik. Selain itu karet merupakan jenis komoditi perkebunan yang siklus
hidupnya tahunan dan dapat diproduksi setiap hari. Hal ini terlihat meskipun
kondisi harga ekspor karet alam mengalami penurunan sejak tahun 2012, akan
tetapi total produksi karet alam nasional mengalami pertumbuhan sebesar 3,2%
dan volume ekspor karet alam terus meningkat sebesar 2,3% tiap tahunnya (BPS,
2018).
Hal yang dihadapi oleh perkebunan karet Indonesia adalah tingkat
produktivitas masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara kompetitor
utama penghasil karet lainnya, yaitu menghasilkan 1,18 ton per hektar. Sedangkan
Thailand dapat memproduksi 1,8 ton per hektar per tahun, diikuti oleh Vietnam
sebesar 1,7 ton per hektar per tahun sedangkan Malaysia sebesar 1,5 ton per
hektar (Asean Rubber Bussines Council, 2018).
Data dari tahun 2018 sampai dengan saat ini berdasarkan status
pengusahaannya, perkebunan karet swasta memiliki tingkat produktivitas tertinggi
dengan rata-rata sebesar 1,15 ton per hektar, sedangkan perkebunan karet rakyat
produktivitasnya paling rendah yaitu hanya 0,82 ton per hektar (Badan Pusat
Statistik, 2018). Sedangkan potensi yang dimiliki oleh karet alam Indonesia dapat
mencapai 1,7 ton per hektar jika dikelola sesuai dengan Good Agricultural
Practices (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017).
67
Usaha yang dapat dilakukan untuk peningkatan produktivitas kebun antara
lain : (1) penggunaan bahan tanam seragam dan klon unggul berproduksi tinggi
dengan komposisi klon dan umur yang seimbang dan penempatan klon pada
agroekosistem yang sesuai, (2) penerapan teknik budidaya berupa pengolahan
tanah, pemupukan dengan takaran, frekuensi dan cara aplikasi yang tepat, serta
pengendalian penyakit, (3) penerapan sistem eksploitasi sesuai sifat fisiologis klon
dan pengendalian kering alur sadap (KAS) dan (4) peremajaan bagi kebun-kebun
yang kurang produktif (Boerhendhy dan Amypalupy, 2011).
Berdasarkan status pengusahaannya, komoditas karet didominasi oleh
perkebunan karet rakyat yaitu 85 persen dari luas total lahan karet yang ada. Pada
perkebunan karet rakyat, tingkat produktivitasnya yang rendah disebabkan oleh
usia pohon karet di Indonesia yang sudah tidak produktif atau tidak menghasilkan
atau sudah tua yang belum diremajakan sehingga mengurangi hasil panen, bahan
tanam yang digunakan oleh perkebunan karet rakyat juga sebagian besar (40
persen) bukan berasal dari bahan tanam anjuran yang bersertifikasi, serta
teknologi penanaman dan pemeliharaan kebun yang masih sederhana (Ditjen,
Perkebunan, 2017).
Peremajaan tanaman karet merupakan salah satu upaya menjaga pasokan
produksi karet alam dunia yang berkelanjutan. Apalagi, serapan oleh industri
dalam negeri maupun kebutuhan ekspor diprediksi terus meningkat di tahun-tahun
mendatang. Dari luas total lahan karet yang ada, sekitar 40 persen sudah tua dan
perlu untuk diremajakan. Peremajaan karet mendesak dilakukan karena banyak
tanaman karet yang berusia lebih dari 30 tahun (Ditjen. Perkebunan, 2017).
68
Namun, biaya peremajaan kebun karet sekitar Rp. 67,2 juta per ha terhitung cukup
besar, sehingga membebani petani dengan sekitar 85 persen dari kebun karet
merupakan perkebunan rakyat.
Selain itu perlu ada perbaikan teknologi bagi karet rakyat. Teknologi yang
dapat dikembangkan adalah teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas
lahan dan pendapatan petani. Perbaikan teknologi akan dapat mengurangi biaya
pengolahan sehingga petani dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Teknologi yang dikembangkan juga diarahkan untuk dapat mempersingkat masa
tanaman belum menghasilkan seperti pembukaan lahan yang berorientasi
konservasi, penggunaan jarak tanam dengan sistem jarak tanam ganda,
penggunaan benih atau klon-klon unggulan serta pengusahaaan tanaman sela
(Manggabarani, 2012). Benih karet yang diperoleh dari sumber yang unggul jika
ditanam akan menjadi tanaman yang memiliki produktivitas tinggi. Penggunaan
benih atau klon-klon unggulan akan menghasilkan getah dalam jumlah yang
banyak dengan kandungan kadar karet kering yang tinggi.
Kendala lain dalam pengembangan teknologi bagi karet rakyat adalah saat
peremajaan, apabila kebun karetnya diremajakan, maka petani akan kehilangan
pendapatan. Oleh karena itu perlu juga dikembangkan model peremajaan bertahap
sekaligus penerapan teknologi jarak tanam ganda agar petani dapat mengusahakan
tanaman sela secara berkelanjutan (Ditjen. Perkebunan, 2017).
Tanaman kopi dan kakao merupakan tanaman sela yang potensial pada
perkebunan karet. Tumpang sari tanaman karet dengan kopi dan kakao dapat
meningkatkan kesuburan tanah dengan mempertahankan status N dan P yang
69
lebih tinggi dan mempertahankan status kelembaban tanah yang lebih baik apabila
dibandingkan dengan monokultur. Tanaman kopi dan kakao yang ditanam dengan
baik dapat mulai menghasilkan pada tahun ketiga tanpa mengganggu
pertumbuhan tanaman karet. Diversifikasi dan sistem penanaman berkelanjutan
sangat penting dalam menghadapi penurunan tajam harga karet saat ini dan
tantangan lingkungan (George dan Meti, 2018).
Areal pertanaman karet sistem jarak tanam ganda lebih berpeluang bagi
pengembangan tumpangsari karet - tanaman pangan dalam jangka panjang, karena
sampai tanaman karet berumur 8-9 tahun, penetrasi cahaya pada areal jarak 3-4 m
dari barisan tanaman karet masih lebih dari 80%. Pengembangan teknologi
tumpangsari karet - tanaman pangan dapat melindungi petani dari fluktuasi harga
karet dan memberikan nilai tambah. Hasil analisis menunjukkan tumpangsari
karet sistem jarak tanam ganda dengan padi gogo, jagung, dan kedelai layak
dikembangkan dengan marginal benefit cost ratio (MBCR) 1,98 (Sahuri, 2019).
Strategi pengembangan ekspor karet alam Indonesia dapat dilakukan dengan
pendekatan produktivitas karet alam Indonesia. Upaya peningkatan produktivitas
dilakukan melalui peremajaan kembali perkebunan karet Indonesia dengan
menggunakan klon unggul dan teknologi tepat guna. Mengetahui besarnya biaya
yang dubutuhkan dalam peremajaan tanaman karet maka diperlukan peran dari
pemerintah dalam menyiapkan skema kebijakan dalam peremajaan tanaman karet
serta pengembangan produksi benih karet dalam jumlah yang masif dan
bersertifikat.
70
Salah satu skema kebijakan yang dapat diterapkan dalam upaya
pengembangan usaha perkebunan berkelanjutan khususnya perkebunan karet
rakyat yaitu dengan penghimpunan dana melalui kebijakan pungutan ekspor.
Penghimpunan dana merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
24 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan yang dilakukan atas
komoditas perkebunan strategis yaitu kelapa sawit, kelapa, karet, kopi, kakao,
tebu dan tembakau. Pungutan atas ekspor komoditas perkebunan strategis tersebut
wajib dibayarkan oleh pelaku usaha perkebunan yang melakukan ekspor
komoditas perkebunan, dan/atau turunannya, pelaku usaha industri berbahan baku
hasil perkebunan, dan/atau eksportir atas perkebunan dan/atau turunannya.
Penggunaan dana dalam rangka pengembangan perkebunan. Dana perkebunan
yang dihimpun digunakan untuk kepentingan pengembangan sumber daya
manusia perkebunan, penelitian dan pengembangan perkebunan, promosi
perkebunan, peremajaan perkebunan dan/atau sarana dan prasarana perkebunan.
Permasalahan lain dari sisi produksi yang dihadapi oleh perkebunan karet
Indonesia yang sebagian besar adalah perkebunan rakyat yaitu bahan olahan karet
(bokar) yang dihasilkan umumnya bermutu rendah serta sistem pemasaran bokar
masih belum efisien dan pembentukan harganya kurang transparan sebagai akibat
lemahnya kelembagaan pemasaran pedesaan. Sehingga peningkatan harga karet
alam belum bisa sampai di tingkat petani. Kelembagaan pertanian, jika dikaitkan
dengan seluruh sistem agribisnis karet memiliki peran yang sangat penting dalam
memperkuat posisi tawar petani pada rantai pasar agribisnis karet, sehingga petani
71
mempunyai kekuatan untuk menaikkan posisi tawar melalui upaya kolektifikasi
modal, kolektifikasi produksi, kolektifikasi pemasaran, serta efisiensi biaya
transaksi.
4. 3. 5. Penetapan Kebijakan Kuota Ekspor
Penetapan adanya kebijakan pembatasan ekspor karet alam berhubungan
negatif terhadap ekspor karet alam Indonesia. Ekspor karet alam Indonesia nyata
dipengaruhi oleh adanya kebijakan pembatasan kuota ekspor. Dilihat dari nilai
elastisitasnya, perilaku ekspor karet alam Indonesia tidak responsif dipengaruhi
oleh adanya kebijakan pembatasan jumlah ekspor karet alam baik dalam panjang
maupun jangka pendek.
Pembatasan kuota ekspor merupakan salah satu kebijakan yang dibentuk
oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC), yaitu tiga negara produsen
karet terbesar di dunia, yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia sebagai salah satu
langkah untuk menaikan harga ekspor karet alam di perdagangan internasional.
Kondisi yang terjadi saat ini, pasokan karet alam di perdagangan
internasional tidak lagi dikuasai oleh 3 negara (Thailand, Indonesia dan Malaysia)
yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC). Kondisi
saat ini, banyak negara-negara yang tidak tergabung dalam ITRC seperti Vietnam,
Laos, Philipina, India dan Srilanka memberikan kontribusi untuk permintaan karet
dunia. Bahkan negara Vietnam saat ini sudah menggeser posisi Malaysia sebagai
produsen utama karet alam.
Kebijakan pembatasan kuota ekspor tersebut dapat menjadi tidak optimal,
dikarenakan tidak menutup kemungkinan pembatasan kuota ekspor yang
72
dilakukan oleh tiga negara produsen karet tersebut akan digantikan oleh negara-
negara yang tidak tergabung dalam ITRC. Pembatasan kuota ekspor akan
menyebabkan stok karet alam dalam negeri berlebih (over supply). Di Indonesia
sendiri, kondisi dalam negeri hanya bisa mengkonsumsi 18 persen dari total
produksi karet hal ini menandakan belum berkembangnya industri hilir berbahan
dasar karet alam. Saat ini, kita tergantung pada impor produk-produk karet olahan
karena kurangnya fasilitas pengolahan-pengolahan domestik dan kurangnya
industri manufaktur yang berkembang baik. Oleh karena itu inti dari kebijakan
pembatasan kuota ekspor agar tidak terjadi kelebihan stok karet alam (over
supply) adalah dengan mengurangi produksi dalam negeri dengan program
peremajaan (replanting) karet alam (Kementerian Perekonomian, 2019).
Implementasi dari kebijakan kuota ekspor karet alam perlu dilanjutkan
dengan memaksimalkan penggunaan karet dalam negeri guna meningkatkan
konsumsi domestik secara signifikan di masing-masing negara. Di Indonesia
sendiri, penggunaan karet alam terdapat pada proyek-proyek infrastruktur, seperti
jalan provinsi dan kabupaten yang tersebar di seluruh negeri, damper jalur rel,
pemisah jalan, bantalan jembatan, dan vulkanisir ban. Selain itu perlu didorong
untuk berkembangnya industri hilir berbahan baku karet alam (Kementerian
Perekonomian, 2019).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan respon ekspor karet alam Indonesia
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Harga karet alam, harga karet sintetis, nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika, produksi karet alam nasional, dan adanya penetapan kebijakan kuota
ekspor karet alam secara bersama-sama mampu menerangkan variabel ekspor
karet alam Indonesia sebesar 96,7%. Variabel bebas secara bersama-sama
nyata mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya
sebagaimana ditunjukkan uji statistik F-hitung sebesar 14,537 lebih besar dari
F-tabel sebesar 8,94 pada taraf kepercayaan 95%. Pada taraf kepercayaan 95%,
perilaku ekspor karet alam Indonesia nyata dipengaruhi oleh variabel produksi
karet alam nasional dan nyata dipengaruhi oleh adanya penetapan kebijakan
kuota ekspor karet alam pada taraf kepercayaan 50%. Sedangkan variabel
kebijakan penetapan pembatasan jumlah ekspor memberikan pengaruh paling
besar terhadap kenaikan dan penurunan jumlah ekspor karet alam Indonesia
dibandingkan faktor lainnya;
2. Respon ekspor karet alam Indonesia lebih responsif terhadap perubahan
produksi karet alam nasional dibandingkan dengan variabel bebas lainnya baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini berarti setiap perubahan
produksi karet alam akan direspon untuk menaikan atau menurunkan jumlah
karet alam Indonesia yang akan diekspor.
74
5. 2. Saran
Dari hasil penelitian diperoleh penurunan atau peningkatan jumlah ekspor
karet alam Indonesia paling besar dipengaruhi oleh adanya penetapan kebijakan
kuota jumlah ekspor. Dimana faktor yang signifikan mempengaruhi ekspor karet
alam Indonesia adalah faktor produksi dan adanya penetapan kebijakan kuota
jumlah karet alam yang akan diekspor. Akan tetapi dilihat dari nilai elastisitasnya,
respon ekspor karet alam Indonesia paling responsif terhadap faktor produksi.
Oleh karena itu yang dapat disarankan dari hasil penelitian ini dalam upaya
peningkatan ekspor karet alam Indonesia adalah dengan peningkatan produksi
karet alam nasional. Sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dikaji
lebih jauh cara peningkatan produksi karet alam nasional yang tepat dapat
diterapkan di perkebunan karet nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil. 2004. Prospek Karet Indonesia di Pasar Internasional: SuatuAnalisis Integrasi Pasar dan Keragaan Ekspor. Disertasi. FakultasPertanian, Institut Pertanian Bogor.
Amir, MS. 1999. Ekspor Impor, Teori dan Penerapannya. Jakarta: PT. PustakaBinaman Pressindo.
Arnawa, I Ketut. 2011. Elastisitas dan Faktor-Faktor Yang MempengaruhiPenawaran Kedelai di Tingkat Industri. Agrimeta, Jurnal PertanianBerbasis Keseimbangan Ekosistem. Volume 1, Nomor 02, hal: 1-7.
Awat, N. 1995. Metode Statistika dan Ekonometri. Yogyakarta: Liberty.
Asean Rubber Bussines Council. 2017. Natural Rubber Statistic.http://aseanrubber.net/arbc/nr_stats/No.2_2017_(9_Dec_2017).pdf. 8November 2018.
Atik, Yansen. 2018. Analisis Harga dan Daya Saing Ekspor Karet Alam diProvinsi Lampung. Tesis. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Karet Indonesia Tahun 2017. Jakarta: BadanPusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2019. Indeks Harga Konsumen dan Inflasi BulananIndonesia. https://www.bps.go.id/statictable/2009/06/15/907/indeks-harga-konsumen-dan-inflasi-bulanan-indonesia-2005-2019.html.
Badan Pusat Statistik. 2019. Indeks Harga Konsumen Beberapa Negara.https://www.bps.go.id/statictable/2009/06/15/907/indeks-harga-konsumen-dan-inflasi-bulanan-indonesia-2005-2019.html.
Basuki, Agus Tri. 2017. Pengantar Ekonometrika. Yogyakarta: Danisa Media.
Boediono, 1995. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi: Ekonomi Moneter.Yogyakarta: BPFE UGM.
Boerhendhy, I., & Amypalupy, K. 2011. Optimalisasi Produktivitas Karet MelaluiPenggunaan Bahan Tanam, Pemeliharaan, Sistem Eksploitasi, danPeremajaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian, Vol.30(1), Hal: 23-29.
76
Burger K, Smit H, Vogelvang B. 2002. Exchange Rates and Natural RubberPrices, the Effect of the Asian Crisis. Paper prepared for the presentationat the Xth EAAE Congress ‘Exploring Diversity in the European Agri-Food System’, 28-31 August 2002, Zaragoza.
Daras, Usman dan Juniaty Towaha. 2013. Keunggulan Karet Alam dibandingKaretSintetis.http://balittri.litbang.pertanian.go.id/index.php/component/content/article/49-infotekno/182-keunggulan-karet-alam-dibanding-karet-sintetis.2 Mei 2019.
Direktorat Jenderal Industri Agro. 2016. Pemanfaatan Sistem Resi Gudang KaretMasih Minim. http://agro.kemenperin.go.id/3292-Pemanfaatan-Resi-Gudang-Karet-Masih-Minim. 28 Agustus 2019.
Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 2017. Roadmap Karet2015 – 2045. Jakarta: Ditjen. Perkebunan.
______________________________________________. 2018. StatistikPerkebunan Indonesia Komoditi Karet. Jakarta: Ditjen. Perkebunan.
Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional. 2018. InternationalTripartite Rubber Council (ITRC).http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/apec-oi/organisasi-komoditi-internasional/itrc. 19 November 2018.
Dewan Karet Indonesia (Indonesian Rubber Council). 2018. Data Industri KaretIndonesia Tahun 2017. Jakarta: Dewan Karet Indonesia.
Drajat, B dan N. Cicilia. 2000. Perkembangan Karet Alam Dunia. TinjauanKomoditas Perkebunan, Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia danDirektorat Jenderal Perkebunan, Vol.2, No.1
Elwamendri, 2000. Perdagangan Karet Alam antar Negara Produsen Utama danAmerika Serikat. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ervani, Eva. 2013. Export and Import Performance Of Indonesia’s AgricultureSector. Journal of Economics and Policy 6 (1): 54-63. DOI: 10.15294/jejak.v6i1.3748
Gapkindo. 2018. Indonesia Natural Rubber Statistic Book. Jakarta: GabunganPerusahaan Karet Indonesia.
Ginting, Ari Mulianta. 2013. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Ekspor Indonesia.Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.7, No.1, Hal 1-18.
77
George, S dan Meti, S. 2018. Cocoa and Coffee as Intercrops in Mature RubberPlantation: Effects On Growth and Yield of Rubber and Physico-ChemicalProperties of Soil. Rubber Science, 31(1): 31-40.http://www.rubberscience.in/about-journal.html.
Gujarati, D. dan Dawn C. Porter. 2010. Dasar-Dasar Ekonometrika, Buku 1.Jakarta: Salemba Empat.
Gujarati, D. dan Dawn C. Porter. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika, Buku 2.Jakarta: Salemba Empat.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.Semarang: Universitas Diponegoro.
Haryadi. 2007. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan. Bogor: Biografika.
Hastuti W. 2006. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Harga Ekspor KomoditiKayu Indonesia. Tesis Magister Ekonomi, Universitas Indonesia.
Indonesia investment. 2018. Karet (Alam). https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/karet/item185. 16 November 2018.
IRSG. 2002. Rubber Statistical Bulletin. International Rubber Study Group.Singapore.
____. 2018. Rubber Statistical Bulletin. International Rubber Study Group.Singapore.
Kamaludin, R. 2018. Competitiveness And Exports Sustainability of TheIndonesian Natural Rubber. Sriwijaya International Journal of DynamicEconomics and Business, Vol 2 (1), Hal: 85-98.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2019. Siaran Pers: PerbaikiHarga Karet Alam, Pemerintah Batasi Kuota Ekspor dan TingkatkanPenggunaan Karet di Dalam Negeri. Bagian Hubungan MasyarakatKementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.
Kristiningsih, Titien. 2011. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Ekspor Karetalam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang. Tesis. Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.
Krugman, P.R. and Obstfeld, M. 2002.International Economics: Theory andPolicy 6th Edition. Boston: Pearson Education International.
78
Kuncoro, M. 2001. Metode Kuantitatif. Yogyakarta: AMP YKPN.
Kotler dan Amstrong. 2001. Prinsip – Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition ofEconometric Methods 2nd. Ed., Macmillan Publishers Ltd. London.
Labys, W. C. 1973. Dynamic Commodity Models: Spesification, Estimation andSimulation. Lexington: D.C. Heat and Company.
Lindung dan Jamil, A.S. 2018. Posisi Daya Saing dan Tingkat Konsentrasi PasarEkspor Karet Alam Indonesia di Pasar Global. Jurnal Agrisep Vol.17No.2. Hal 119-128. DOI: 10.31186/jagrisep.17.2.119-128.
Mankiw, dkk. 2012. Pengantar Ekonomi Makro, Volume 2. Jakarta: SalembaEmpat.
Manggabarani, Achmad. 2012. Karet Alam Sebagai ATM Petani dan SumberDevisa Negara. Jakarta: Media Perkebunan.
Mubyarto dan Awan Setya Dewanta. 1991. Karet: Kajian Sosial-Ekonomi.Yogyakarta: Aditya Media.
Napitupulu, D.M.T., 2004. Model Perdagangan Karet Alam Indonesia. SimulasiKebijakan Menghadapi Kesepakatan Tripartite dan Perdagangan Bebas.Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Nazaruddin dan Farry B. Paimin. 1992. Karet, Budidaya dan Pengolahan, StrategiPemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pratama, Akdi Martin. 2018. Sri Mulyani: Ekspor Dapat Untung dari PelemahanRupiah. https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/07/205217626/sri-mulyani-eksportir-dapat-untung-dari-pelemahan-rupiah. 28 Februari 2019.
Sahuri. 2019. Teknologi Tumpangsari Karet - Tanaman Pangan: Kendala DanPeluang Pengembangan Berkelanjutan. Jurnal Litbang Pertanian, Vol.38,No 1, Hal: 23-34. DOI: 10.21082/jp3.v38n1.2019, p23-34.
Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga.
Samuelson, Paul A dan Nordhus William D., 1993. Mikro Ekonomi. Jakarta:Erlangga.
79
Sidabalok,S. 2017. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi EksporKomoditas Teh Indonesia. Jurnal Pendidikan Sosial Humaniora,Vol.2No.2. Hal.291 -297.
Silalahi, Agnes Verawaty. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor KaretIndonesia. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Sinuraya, Julia F. 2000. Respon Produksi dan Ekspor Karet Sumatera Utara.Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Sinclair, dkk. 2015. Analisis Respon Penawaran dan Permintaan Karet AlamIndonesia. Indonesian Journal of Agriculture Economic, Volume 6,Nomor 1: 29-38.
Simorangkir, Iskandar dan Susena. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. PusatPendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia. Jakarta: BankIndonesia.
Sukirno, Sadono. 1994a. Teori Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: RajaGrafindo.
______________. 1994b. Teori Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: RajaGrafindo.
_____________. 2002. Ekonomi Pembangunan Proses Masalah dan DasarKebijaksanaan. Jakarta: UI-Press.
Sudrajat, S.W.M. 1988. Mengenal Ekonometrika Pemula. Bandung: Armico.
Syarifuddin, Ferry. 2015. Konsep, Dinamika dan Respon Kebijakan Nilai Tukardi Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia Institute.
Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran.Jakarta: Pustaka LP3ES.
Tan, Syamsurizal. 2004. Ekonomi Internasional. Jakarta: Citra Indonesia.
Tety, Ermi. 2002. Penawaran dan Permintaan Karet Alam Indonesia Di PasarDomestik dan Internasional. Tesis. Fakultas Pertanian, Institut PertanianBogor.
Todaro, M.P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, dalam HarisMunandar (Penerjemah). Jakarta: Erlangga.
80
Yanita, M., et al (2016, September 6). Determinant Analysis for Rubber Export inIndonesia. International Journal of Scientific and Research Publications,Volume 6, Issue 9: 478-481. Retrieved fromhttp://www.ijsrp.org/research-paper-0916.php?rp=P575808.
Zuhra, CF. 2006. Karya Ilmiah; Karet. Departemen Kimia, Fakultas Matematikadan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Harga KaretAlam*
Harga KaretSintetis*
Nilai Tukar** Produksi**Volume
Ekspor**Kuota Ekspor
(US Dollar/Ton) (US Dollar/Ton) (Rupiah/Dollar) (Ton) (Ton) (Ton)
2008 2530 2510 10950 2751296 2295456 0 91 992009 1800 1520 9400 2440347 1991263 1 95 982010 3380 2300 8991 2734854 2350640 0 100 1002011 4520 3770 9068 2990184 2555739 0 105 1032012 3160 2900 9670 3012254 2444438 1 110 1052013 2520 2060 12189 3237433 2701995 0 117 1072014 1710 1880 12440 3153186 2623425 0 124 1092015 1370 1300 13795 3108260 2630313 0 132 1092016 1380 1440 13436 3357951 2578791 1 137 1102017 1650 1920 13548 3629506 2992529 1 142 112
Lampiran 1
Data Nominal Variabel Bebas
Sumber:
** Badan Pusat Statistik (2019)
TahunIHK
Indonesia**
IHKUSA**
81
Harga Karet AlamHarga Karet
SintetisNilai Tukar Produksi Volume Ekspor Kuota Ekspor
(US Dollar/Ton) (US Dollar/Ton) (Rupiah/Dollar) (Ton) (Ton) (Ton)
2008 2812 2790 13022 2751296 2295456 02009 1923 1624 10222 2440347 1991263 12010 3380 2300 8991 2734854 2350640 02011 4159 3469 8427 2990184 2555739 02012 2732 2616 8435 3012254 2444438 12013 2018 1805 9527 3237433 2701995 02014 1266 1595 8729 3153186 2623425 02015 953 904 8567 3108260 2630313 02016 915 955 7883 3357951 2578791 12017 1032 1201 7533 3629506 2992529 1
Tahun
Tahun 2010
Tahun 2015
Harga Karet AlamHarga Karet
SintetisNilai Tukar Produksi Volume Ekspor Kuota Ekspor
(US Dollar/Ton) (US Dollar/Ton) (Rupiah/Dollar) (Ton) (Ton) (Ton)
2008 4044 4012 20969 2751296 2295456 02009 2766 2336 16461 2440347 1991263 12010 4861 3308 14478 2734854 2350640 02011 5981 5981 13571 2990184 2555739 02012 3928 3928 13584 3012254 2444438 12013 2901 2372 15342 3237433 2701995 02014 1821 2002 14057 3153186 2623425 02015 1370 1300 13795 3108260 2630313 02016 1316 1374 12695 3357951 2578791 12017 1485 1728 12131 3629506 2992529 1
Tahun
82
Lampiran 2
1. Descriptives
2. Korelasi
Descriptive Statistics
10 915.00 4159.00 2119.0000 1124.2136010 904.00 3469.00 1925.9000 847.9830310 7533.00 13022.00 9133.6000 1566.2180410 2440347 3629506 3041527 340642.5962610 1991263 2992529 2516459 268380.9558010 .00 1.00 .4000 .5164010 .00 2701995 2217206 806821.9348210
Harga Karet AlamHarga Karet SintetisNilai TukarProduksiVolume EksporKuota EksporVolume Ekspor (t-1)Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Correlations
1 -.390 -.324 -.597 .956** -.047 .413.265 .361 .068 .000 .897 .235
10 10 10 10 10 10 10-.390 1 .949** .293 -.524 -.359 -.387.265 .000 .411 .120 .309 .270
10 10 10 10 10 10 10-.324 .949** 1 .372 -.441 -.332 -.463.361 .000 .290 .202 .349 .178
10 10 10 10 10 10 10-.597 .293 .372 1 -.630 -.338 -.903**.068 .411 .290 .051 .339 .000
10 10 10 10 10 10 10.956** -.524 -.441 -.630 1 .173 .452.000 .120 .202 .051 .633 .190
10 10 10 10 10 10 10-.047 -.359 -.332 -.338 .173 1 .318.897 .309 .349 .339 .633 .371
10 10 10 10 10 10 10.413 -.387 -.463 -.903** .452 .318 1.235 .270 .178 .000 .190 .371
10 10 10 10 10 10 10
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Volume Ekspor
Harga Karet Alam
Harga Karet Sintetis
Nilai Tukar
Produksi
Kuota Ekspor
Volume Ekspor (t-1)
VolumeEkspor
HargaKaret Alam
Harga KaretSintetis Nilai Tukar Produksi Kuota Ekspor
VolumeEkspor (t-1)
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
83
3. Regression _Model
Variables Entered/Removedb
VolumeEkspor(t-1), KuotaEkspor,Produksi,HargaKaretSintetis,NilaiTukar,HargaKaret Alam
a
. Enter
Model1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Volume Eksporb.
Model Summaryb
.983a .967 .900 84764.65597Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), Volume Ekspor (t-1), KuotaEkspor, Produksi, Harga Karet Sintetis, Nilai Tukar,Harga Karet Alam
a.
Dependent Variable: Volume Eksporb.
Model Summaryb
2.885Model1
Durbin-Watson
Dependent Variable: Volume Eksporb.
ANOVAb
6.3E+011 6 1.044E+011 14.537 .025a
2.2E+010 3 71850469026.5E+011 9
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Volume Ekspor (t-1), Kuota Ekspor, Produksi, Harga KaretSintetis, Nilai Tukar, Harga Karet Alam
a.
Dependent Variable: Volume Eksporb.
84
Coefficientsa
226837.9 1485990 .153 .88822.489 125.144 .094 .180 .869-6.922 142.677 -.022 -.049 .964-9.558 75.565 -.056 -.126 .907
.783 .194 .994 4.028 .028-111215 68370.492 -.214 -1.627 .202
.003 .113 .008 .024 .983
(Constant)Harga Karet AlamHarga Karet SintetisNilai TukarProduksiKuota EksporVolume Ekspor (t-1)
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Volume Ekspora.
Coefficientsa
.040 24.793
.055 18.336
.057 17.545
.182 5.491
.640 1.561
.096 10.422
Harga Karet AlamHarga Karet SintetisNilai TukarProduksiKuota EksporVolume Ekspor (t-1)
Model1
Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: Volume Ekspora.
Collinearity Diagnosticsa
5.986 1.000 .00 .00 .00 .00 .00 .00 .00.700 2.923 .00 .00 .00 .00 .00 .40 .00.215 5.274 .00 .01 .01 .00 .00 .35 .01.081 8.594 .00 .01 .00 .01 .00 .00 .05.011 23.199 .00 .08 .15 .03 .08 .00 .05.006 32.175 .00 .38 .51 .02 .07 .01 .13.000 160.641 1.00 .52 .32 .95 .85 .23 .76
Dimension1234567
Model1
EigenvalueCondition
Index (Constant)Harga
Karet AlamHarga Karet
Sintetis Nilai Tukar Produksi Kuota EksporVolume
Ekspor (t-1)
Variance Proportions
Dependent Variable: Volume Ekspora.
Residuals Statisticsa
1966574 2906883 2516459 263881.26459 10-2.084 1.480 .000 1.000 10
53604.547 84586.648 70260.302 10166.544 10
1816428 3428527 2638851 423146.70363 10-111365 85646.25 .00000 48938.89694 10
-1.314 1.010 .000 .577 10-1.696 1.581 -.060 .906 10
-1133070 209672.2 -122392 386172.01447 10-6.824 3.160 -.411 2.506 102.699 8.062 5.400 1.792 10.000 25.419 2.860 7.945 10.300 .896 .600 .199 10
Predicted ValueStd. Predicted ValueStandard Error ofPredicted ValueAdjusted Predicted ValueResidualStd. ResidualStud. ResidualDeleted ResidualStud. Deleted ResidualMahal. DistanceCook's DistanceCentered Leverage Value
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Dependent Variable: Volume Ekspora.
85
NPar Tests
4. Scatterplot Uji Heterokedastisitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
10.0000000
.57735027.294.173
-.294.928.355
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
StandardizedResidual
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
86
Lampiran 3.
Luas Areal dan Produksi Karet Kering Perkebunan Indonesia Menurut Provinsi danStatus Pengusahaannya Tahun 2017
Luas Areal(Ha)
Produksi(Ton)
Luas Areal(Ha)
Produksi(Ton)
Luas Areal(Ha)
Produksi(Ton)
Luas Areal(Ha)
Produksi(Ton)
1 Aceh 18.159 7.270 17.900 14.356 80.031 78.739 116.090 100.365
2 Sumatera Utara 68.488 87.451 106.736 127.255 275.083 249.449 450.307 464.155
3 Sumatera Barat - - - - 130.686 159.707 130.686 159.707
4 Riau 12.608 17.861 27.585 37.061 310.121 307.901 350.314 362.823
5 Jambi - - 0 0 375.804 320.600 375.804 320.600
6 Sumatera Selatan 12.609 12.896 37.090 51.230 788.830 933.940 838.529 99.806
7 Bengkulu 7.509 7.944 15.491 16.701 75.960 101.620 98.960 126.265
8 Lampung 16.916 14.897 6.806 7.888 134.160 139.109 157.882 161.894
9 Bangka Belitung - - - - 47.680 59.783 47.680 59.783
10 Kepulauan Riau - - 4.521 353 20.981 21.545 25.502 25.398
11 DKI Jakarta - - - 26.968 - - - -
12 Jawa Barat 27.420 22.373 27.524 7.373 7.818 4.920 62.762 54.261
13 Jawa Tengah 26.411 29.876 6.968 - 3.821 2.197 37.200 39.446
14 D.I. Yogyakarta - - - 7.694 26 10 26 10
15 Jawa Timur 17.752 19.356 7.395 5.033 - - 25.147 27.050
16 Banten 0 0 5.927 381 10.006 7.980 15.933 13.013
17 Bali - - 520 - - - 520 381
18 Nusa Tenggara Barat - - - - - - - -
19 Nusa Tenggara Timur - - - 22.900 - - - -
20 Kalimantan Barat 2.725 2.246 13.643 3.317 350.525 243.064 366.893 268.210
21 Kalimantan Tengah 3.889 3.893 5.759 12.679 271.587 156.324 281.235 163.534
22 Kalimantan Selatan 12.909 16.202 1.129 28.997 159.706 153.851 183.905 182.732
23 Kalimantan Timur 2.449 4.307 20.922 - 48.963 51.130 72.334 84.434
24 Kalimantan Utara - - - - 1.412 231 1.412 231
25 Sulawesi Utara - - - - - - - -
26 Sulawesi Tengah 1.726 1.500 - 3.656 2.225 5.382 3.725
27 Sulawesi Selatan - - 5.413 7.224 2.414 1.548 7.827 8.808
28 Sulawesi Tenggara - - - - 299 28 229 28
29 Gorontalo - - - - - - - -
30 Sulawesi Barat - - - - - - - -
31 Maluku 1.516 1.214 1.243 0 - - 2.759 1.214
32 Maluku Utara - - - - - - - -
33 Papua Barat - - - - - - - -
34 Papua - - - - 3.741 3.373 3.741 3.373
233.086 249.286 322.733 380.910 3.103.310 2.999.310 3.659.129 3.629.506
Sumber : Statistik Karet Indonesia (Badan Pusat Statistik 2018)
INDONESIA
Perkebunan Besar Negara Perkebunan Besar Swasta Perkebunan Rakyat Jumlah
No Provinsi
87
Lampiran 4.
Luas Areal menurut Status Tanaman, Produksi Karet Kering, dan ProduktivitasPerkebunan Indonesia menurut Provinsi, Tahun 2017.
TBM TM TTM Jumlah1 Aceh 21.391 83.245 11.454 116.090 100.365 1.2062 Sumatera Utara 37.368 408.923 4.016 450.307 464.155 1.1353 Sumatera Barat 10.782 119.044 860 130.686 159.707 1.3424 Riau 26.146 309.376 14.792 350.314 362.823 1.1735 Jambi 56.408 304.958 14438 375.804 320.600 1.0516 Sumatera Selatan 110.422 711.006 17.101 838.529 998.066 1.4047 Bengkulu 16.943 80.609 1.408 98.960 126.265 1.5668 Lampung 29.246 127.688 948 157.882 161.894 1.2689 Bangka Belitung 3.566 37.280 6.834 47.680 59.783 1.604
10 Kepulauan Riau 3.474 18.638 3.390 25.502 25.398 1.36311 DKI Jakarta - - - - - -12 Jawa Barat 15.569 38.570 8.623 62.762 54.261 1.40713 Jawa Tengah 9.653 26.775 772 37.200 39.446 1.47314 D.I. Yogyakarta 9 10 7 26 10 1.00015 Jawa Timur 6.006 17.933 1.208 25.147 27.050 1.50816 Banten 1825 12.309 1.799 15.933 13.013 1.05717 Bali 161 359 0 520 381 1.06118 Nusa Tenggara Barat - - - - - -19 Nusa Tenggara Timur - - - - - -20 Kalimantan Barat 55.777 301.894 9.222 366.893 268.210 88821 Kalimantan Tengah 47.310 228.951 4.974 281.235 163.534 71422 Kalimantan Selatan 24.682 156.535 2.688 183.905 182.732 1.16723 Kalimantan Timur 16.657 54.864 813 72.334 84.434 1.53624 Kalimantan Utara 801 529 82 1.412 231 43725 Sulawesi Utara - - - - - -26 Sulawesi Tengah 1.057 3.975 350 5.382 3.725 93727 Sulawesi Selatan 1.905 5.752 170 7.827 8.808 1.53128 Sulawesi Tenggara 132 66 101 299 28 42429 Gorontalo - - - - - -30 Sulawesi Barat - - - - - -31 Maluku 1.273 1.486 0 2.759 1.214 81732 Maluku Utara - - - - - -33 Papua Barat - - - - - -34 Papua 411 3.190 140 3.741 3.373 1.057
498.974 3.053.965 106.190 3.659.129 3.629.506 1.188
Sumber : Statistik Karet Indonesia (Badan Pusat Statistik 2018)
INDONESIA
Luas (Ha) Produksi(Ton)
Produktivitas(Kg/Ha)
No Provinsi
88
Lampiran 4.
Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (MiliarRupiah), Tahun 2013-2017.Kategori Lapangan Usaha 2013 2014 2015 2016 2017
A Pertanian, Kehutan dan Perikanan 1.275.048,40 1.409.655,70 1.555.207,00 1.671.330,30 1.785.880,70
1Pertanian, Peternakan, Perburuan dan JasaPertanian
994.778,40 1.089.549,70 1.183.968,60 1.266.848,60 1.344.732,20
a. Tanaman Pangan 332.111,90 343.252,30 397.408,60 425.179,10 437.803,60
b. Tanaman Holtikultura 137.368,80 160.568,60 174.453,20 187.402,60 196.131,70
c. Tanaman Perkebunan 358.172,40 398.260,70 405.291,50 428.782,60 471.307,80
d. Peternakan 147.981,90 167.008,00 184.151,50 201.085,50 213.468,10
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 19.143,40 20.460,10 22.663,80 24.398,80 26.021,00
2 Kehutanan dan Penebangan Kayu 69.599,20 74.618,00 82.321,80 87.389,90 91.618,20
3 Perikanan 210.670,80 245.488,00 288.916,60 317.091,80 349.530,30
B Pertambangan dan Penggalian 1.505.745,80 1.039.423,00 881.694,10 890.868,30 1.028.772,20
1 Pertambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi 520.088,10 509.783,30 384.515,90 364.985,60 390.480,00
2 Pertambangan Batubara dan Lignit 282.193,10 259.766,60 229.973,90 231.697,80 323.364,50
3 Pertambangan Bijih Logam 98.468,40 93.615,20 74.264,20 73.301,00 94.322,30
4 Pertambangan dan Penggalian Lainnya 149.996,20 176.257,90 192.940,10 220.883,90 220.605,40
C Industri Pengolahan 2.007.426,80 2.227.584,00 2.418.891,70 2.545.203,50 2.739.415,00
1 Industri Batubara dan Pengilangan Migas 314.215,50 337.200,60 320.845,10 286.399,90 309.142,30
2 Industri Makanan dan Minuman 491.142,40 562.016,60 647.071,90 740.810,20 834.402,70
3 Industri Pengolahan Tembakau 82.684,30 95.668,10 108.651,60 117.086,30 121.986,20
4 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 129.912,00 139.031,60 139.393,60 143.545,00 150.427,10
5 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 24.810,00 28.600,20 31.440,90 35.214,10 36.988,00
6Industri Kayu, Barang dar Kayu dan Gabusdan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan danSejenisnya
66.958,00 76.071,90 77.993,40 80.077,60 81.582,90
7Industri Kertas dan Barang dari Kertas,Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman
74.319,00 84.372,50 87.760,40 89.650,00 97.060,00
8 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 157.042,10 180.037,20 209.788,20 223.404,70 236.186,409 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 76.466,30 80.262,90 85.951,40 79.100,90 85.868,8010 Indutri Barang Galian Bukan Logam 69.400,60 76.852,00 83.371,00 89.056,00 89.605,5011 Industri Logam Dasar 74.495,10 82.118,80 90.159,30 89.559,70 98.846,60
12Industri Barang Logam; Komputer, BarangElektronik, Optik dan Peralatan Listrik
186.194,90 198.080,60 226.678,10 241.756,50 252.740,00
13 Industri Mesin dan Perlengkapan 25.504,20 33.078,80 37.287,50 40.169,50 43.092,4014 Industri Alat Angkutan 192.768,00 207.401,40 220.511,00 236.558,90 246.915,3015 Industri Furniture 24.930,60 28.117,70 31.339,70 32.124,20 33.868,60
16Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasidan Pemasangan Mesin dan Peralatan
16.583,80 18.673,10 20.648,60 20.690,00 20.702,20
D Pengadaan Listrik dan Gas 98.686,80 114.905,10 129.833,70 142.344,40 162.339,901 Ketenagalistrikan 74.358,30 84.150,80 100.645,20 112.792,30 132.975,902 Pengadaan Gas dan Produksi Es 24.328,50 30.754,30 29.188,50 29.552,10 29.364,00
EPengadaan Air, Pengolalaan Sampah,Limbah dan Daur Ulang
7.209,00 7.840,60 8.546,30 8.942,50 9.720,30
F Konstruksi 905.990,50 1.041.949,50 1.177.084,10 1.287.659,30 1.409.833,80
GPerdagangan Besar dan Eceran; ReparasiMobil dan Sepeda Motor
1.261.145,60 1.419.239,40 1.532.876,70 1.635.259,00 1.767,30
1Perdagangan Mobil, Sepeda Motor danReparasinya
258.942,30 292.839,10 311.606,10 334.787,80 356.588,00
2Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobildan Sepeda Motor
1.002.203,30 1.126.400,30 1.221.270,60 1.300.471,20 1.411.130,30
89
Lanjutan
Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (MiliarRupiah), Tahun 2013-2017.Kategori Lapangan Usaha 2013 2014 2015 2016 2017
H Transportasi dan Pergudangan 375.305,90 466.968,90 578.464,30 644.999,50 735.229,601 Angkutan Rel 3.142,50 4.227,90 6.577,30 7.319,10 9.172,002 Angkutan Darat 190.200,70 225.881,60 281.079,10 300.985,00 328.306,703 Angkutan Laut 30.061,90 36.074,90 39.307,30 39.907,10 41.985,804 Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan 11.164,60 13.137,30 14.266,80 14.185,40 15.077,505 Angkutan Udara 77.721,80 108.791,90 143.664,00 177.904,10 220.966,60
6Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan,Pos dan Kurir
63.014,40 78.855,30 93.569,80 104.698,80 119.721,00
IPenyediaan Akomodasi dan MakanMinum
289.498,30 321.062,10 341.555,80 363.055,50 387.467,10
1 Penyedian Akomodasi 63.489,00 74.255,10 80.790,50 86.421,40 91.822,702 Penyedian Makan Minum 226.009,30 246.807,00 260.765,30 276.634,10 295.644,40J Informasi dan Komunikasi 341.009,40 369.457,30 406.016,50 449.188,90 515.888,90
K Jasa Keuangan dan Asuransi 370.131,90 408.438,80 464.399,90 520.087,50 571.128,501 Jasa Perantara Keuangan 237.169,60 256.028,90 290.943,10 327.378,20 353.059,702 Asuransi dan Dana 76.004,50 87.336,50 99.041,10 109.268,60 124.062,203 Jasa Keuangan Lainnya 48.278,50 55.244,70 63.465,30 71.824,50 81.422,004 Jasa Penunjang Keuangan 8.679,30 9.828,70 10.950,40 11.616,20 12.584,60L Real Estate 364.275,00 294.573,40 327.601,40 350.488,20 379.782,50
M,N Jasa Perusahaan 144.604,10 165.990,60 190.267,90 211.623,60 238.217,00
OAdministrasi Pemerintahan, Pertahanandan Jaminan
372.195,00 404.629,60 449.382,40 479.793,60 502.238,90
P Jasa Pendidikan 307.862,30 341.818,40 387.611,40 418.346,80 446.785,30Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 96.881,30 109.147,20 123.191,50 132.544,60 144.966,50
R,S,T,U Jasa Lainnya 140315,50 163548,80 190581,00 211455,60 239122,009.308.331,60 10.306.232,40 11.163.205,70 11.963.191,10 13.064.506,50
237.802,40 263.472,90 363.127,10 443.583,00 524.290,80
9.546.134,00 10.569.705,30 11.526.332,80 12.406.774,10 13.588.797,30
Nilai Tambah Bruto Atas Harga Dasar
Pajak Dikurang Subsidi Atas Produk
Produk Domestik BrutoSumber : Badan Pusat Statistik (2017)