ANALISIS EKSPOR KARET INDONESIA KE CINA
description
Transcript of ANALISIS EKSPOR KARET INDONESIA KE CINA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris, perekonomiannya bertumpu
pada sektor pertanian. Salah satu subsektor pertanian yang menjadi andalan adalah
subsektor perkebunan. Beberapa komoditi unggulan Indonesia dari sektor ini
yaitu, kelapa sawit, kelapa, karet, tebu, kakao, dan kopi. Masing-masing komoditi
memiliki kekhasan yang membuat Indonesia menjadi salah satu eksportir terbesar
di dunia.
Penggerak roda perekonomian suatu negara antara lain adalah
perdagangan. Perdagangan banyak macam dan jenisnya, salah satunya adalah
perdagangan luar negeri yang lebih dikenal perdagangan internasional. Dewasa ini
negara di belahan dunia manapun pasti melakukan perdagangan luar negeri.
Perdagangan luar negeri berkaitan erat dengan ekspor dan impor. Ekspor dan
impor merupakan bagaikan 2 kutub magnet yang saling berkaitan. Ekspor
berperan penting dalam perekonomian, menyangkut dengan penerimaan yang
berguna bagi negara tersebut, biasanya negara yang menganut sistem berorientasi
keluar, menumpukan perekonomiannya kepada sektor ekspor.
Kondisi perekonomian dunia pada saat ini yang masih dominan dikuasai
oleh negara-negara maju, tidak manjadi sebuah alasan bagi setiap negara untuk
memperbaiki kualitas interaksi dalam sebuah pasar yang semakin bebas bergeliat
di berbagai segi, sebab kualitas dan kuantitas yang hanya mampu dihasilkan oleh
negara-negara yang mampu memiliki keunggulan dalam menghadapi era
1
persaingan yang semakin ketat. Negara yang memiliki keunggulan akan secara
cepat menciptakan sebuah interaksi ekonomi yang baik ketimbang negara yang
hanya berpaku pada satu segi saja. Suatu negara akan melakukan perdagangan
dengan negara lain karena negara tersebut akan menciptakan manfaat dari
diadakannya manfaat dari sebuah perdagangan, karena tidak ada negara yang
mampu berdiri sendiri dengan mempertahankan suatu sistem perekonomian yang
stagnan, tanpa dilakukannya kerja sama dan tukar menukar komoditi dengan
negara lain baik barang maupun jasa, maka suatu negara tidak meningkatkan
perekonomiannya, sehingga perdagangan internasional harus diupayakan agar
dapat meraih berbagai peluang dan kesempatan yang ada.
Menuju era perdagangan bebas, persaingan global yang semakin ketat
memaksa Indonesia harus kompetitif untuk mempertahankan ekonomi. Salah satu
cara untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan
meningkatkan pembangunan pada sektor primer (pertanian) (Jhingan, 2010).
Beberapa kawasan di dunia seperti Asia, Afrika dan Amerika Selatan,
ekspor telah menjadi perangsang yang penting dalam mempercepat pertumbuhan
ekonomi baik itu pada sisi kesempatan kerja, pengolahan sumber daya dengan
kapasitas yang lebih optimal, hingga kemungkinan suatu negara untuk
memperkuat sumber-sumber finansial dan fiskalnya.
Tabel 1.1 menyajikan produksi komoditi perkebunan dari tahun 2012 dan
tahun 2013. Produksi karet menempati urutan ketiga dengan jumlah produksi
3,012 juta ton tahun 2012 dan di tahun 2013 jumlah produksi sementara 3,107 juta
ton. Hal ini merupakan salah satu potensi untuk terus diperhatikan oleh
pemerintah secara lebih serius karena terjadinya tren positif.
2
Tabel 1.1 Produksi Komoditi Perkebunan (Juta Ton)
Komoditi /Tahun
2012 2013*
Kelapa Sawit/Oil Palm 26,015 27,746Kelapa/Coconut 3,189 3,228
Karet/Rubber 3,012 3,107Tebu/Sugar Cane 2,591 2,550
Kakao/Cocoa 0,740 0,777Kopi/Coffee 0,691 0,669
Teh/Tea 0,145 0,146Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012.Keterangan : *) Angka Sementara
Potensi Indonesia sangat besar untuk mengembangkan produk olahan
karet di mana populasi tanaman karet Indonesia adalah yang menduduki kedua di
dunia. Produksi karet Indonesia meningkat secara perlahan dari 2.440.347 ton di
tahun 2009 menjadi 2.990.184 ton pada 2011. Kemudian terus meningkat di tahun
2012 sebesar 3.040.376 dan diperkirakan pada tahun 2013 sebesar 3.100.000 ton.
Produksi karet Indonesia masih didominasi oleh karet rakyat dengan luas terbesar
di Indonesia yang diusahakan oleh jutaan petani kecil-kecil (small farm) dan
memberikan kontribusi besar dalam menghasilkan devisa negara (Virdhani,
2013).
Tabel 1.2 menjelaskan tentang luas perkebunan karet Indonesia. Luas
perkebunan karet rakyat pada tahun 2009 adalah 2,912 juta hektare di mana
sampai tahun 2014 kenaikan rata-rata 1,02 persen dan total luas keseluruhan
perkebunan karet Indonesia pada tahun 2009 adalah 3,435. Luas perkebunan
swasta mengalami tren menurun tahun 2009 adalah 284 ribu hektare dan pada
tahun 2014 menjadi 279 ribu hektare. Peningkatan berikutnya terjadi pada areal
perkebunan BUMN pada tahun 2009 adalah 239 ribu hektare dan terjadi
3
peningkatan yang signifikan pada tahun 2014 mengalami kenaikan 264 ribu
hektare (Gapkindo, 2014).
Tabel 1.2 Luas Perkebunan Karet Indonesia 2009-2014 (Ribuan Hektare)
Kepemilikan 2009 2010 2011 2012 2013* 2014**
Karet Rakyat 2,912 2,922 2,932 2,978 3,016 3,063BUMN 239 239 257 259 261 264Swasta 284 284 267 269 279 279Total 3,435 3,445 3,456 3,506 3,556 3,606
Sumber : Gapkindo, 2014.Keterangan : *) Angka Sementara
Perkembangan nilai ekspor karet Indonesia (Tabel 1.3) mengalami tren
fluktuasi. Terjadi pergerakan kenaikan yang cukup signifikan di tahun 2010
mencapai 32.12 persen. Nilai ekspor karet Indonesia pada umumnya terus
meningkat di tahun 2001 US$ 57.361.000.000. Pada tahun 2002 peningkatan
mencapai 3.15 persen atau senilai US$ 56.166.000.000. Di tahun 2003 terjadi
kenaikan US$ 64.108.000.000 sebanyak 8.35 persen. Pada tahun 2004 terjadi
kenaikan nilai ekspor karet Indonesia US$ 70.766.610.000 atau sebanyak 10.39
persen. Tren meningkat terus terjadi, pada tahun 2005 meningkat 22.39 persen
atau senilai US$ 86.996.064.000. Nilai ekspor karet Indonesia naik menjadi US$
103.527.000.000 pada tahun 2006 atau sebanyak 19.00 persen. Terjadi penurunan
di tahun 2009 dikarenakan terjadi krisis di Amerika dan berdampak ke
perekonomian di negara berkembang, khususnya Indonesia. Nilai ekspor karet
Indonesia pada tahun 2009 mengalami penurunan -14.30 atau senilai US$
119.646.000.000. Untuk di tahun 2011 nilai ekspor karet Indonesia semakin
menguat senilai US$ 210.472.259.000 atau meningkat 27.45 persen.
4
Tabel 1.3 Perkembangan Nilai Ekspor Karet Indonesia (US$)
Tahun Ekspor Karet (US$) Perkembangan (%)
2001 57.361.000.000 -
2002 59.166.000.000 3.15
2003 64.108.000.000 8.35
2004 70.766.610.000 10.39
2005 86.996.064.000 22.93
2006 103.527.000.000 19.00
2007 118.013.000.000 13.99
2008 139.606.000.000 18.30
2009 119.646.000.000 -14.30
2010 158.074.492.000 32.12
2011 201.472.259.000 27.45
2012 125.494.831.000 -37.71Sumber : BPS, 2014 (diolah)
Permintaan yang semakin tinggi atas bahan dasar karet alam terjadi di
negara konsumen utama karet alam dunia seperti Jepang, China dan Korea.
Pertumbuhan konsumsi karet alam di Filipina mengalami peningkatan yang relatif
menurun yang signifikan sebanyak 88.45 persen. Berbeda halnya yang terjadi di
Negara China, peningkatan konsumsi China sebesar 44,11 persen pada periode
2009-2011 seperti yang tertera pada tabel 1.4.
Tabel 1.4 Perkembangan Ekspor Karet Indonesia Berdasarkan Negara
Konsumen, Tahun 2009-2011 (US$)
Negara Konsumen
2009 2010 2011
Filipina 164.908.880 19.042.186 25.301.178Jepang 453.127.917 972.376.493 1.788.095.140India 51.749.829 301.174.197 315.720.054China 693.936.091 1.305.807.983 1.882.679.766Korea 159.535.641 281.084.964 544.472.195
Sumber : BPS, Gapkindo
5
Banyak faktor yang menyebabkan berfluktuasinya nilai ekspor karet
Indonesia. Faktor kurs, harga, kualitas juga berpengaruh terhadap ekspor karet
Indonesia. Pada tabel 1.4 tingkat konsumsi Negara China cenderung mengalami
tren naik yang signifikan positif.
Selama ini ekspor hasil pertanian sebagian besar merupakan ekspor hasil
perkebunan primer. Dalam jangka panjang pengembangan ekspor sektor pertanian
difokuskan kepada produk-produk olahan hasil pertanian yang memberikan nilai
tambah lebih besar bagi perekonomian nasional. Sejalan dengan rencana tersebut,
maka pengembangan agro industri mutlak diperlukan yang pada gilirannya akan
mendukung upaya pengembangan ekspor sektor pertanian. Tren nilai ekspor
komoditas perkebunan dari tahun 2009 hingga 2011 cenderung meningkat. Tren
ekspor yang terus meningkat ini, memberikan gambaran bahwa produk
perkebunan kita telah mampu bersaing di pasar internasional sehingga mampu
memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam devisa perdagangan.
Berdasarkan perkembangan yang sudah dijelaskan, maka penulis tertarik
untuk menganalisis lebih lanjut bagaimana perkembangan ekspor karet Indonesia
ke China, kontribusi nilai ekspor karet Indonesia ke China terhadap nilai ekspor
karet Indonesia dan bagaimana pengaruh kurs, GDP China, dan harga karet
internasional terhadap nilai ekspor karet indonesia ke China dengan judul
“Analisis Ekspor Karet Indonesia ke China”
1.2 Rumusan Masalah
Pada era perdagangan bebas seperti saat ini, daya saing ekspor karet
terletak pada industri hilirnya, tidak lagi pada produk primer, di mana nilai
6
tambah dalam negeri yang dapat tercipta pada produk hilir dapat berlipat ganda
daripada produk primernya. Usaha produk hilir saat ini terus berkembang dan
memiliki kelayakan yang tinggi untuk usaha kecil, menengah maupun besar
sehingga industri hilir menjadi lokomotif industri hulu.
Motor penggerak perekonomian suatu negara adalah perdagangan
internasional, di mana setiap negara akan selalu berinteraksi dengan negara lainya.
Ketika kegiatan ekonomi internasional semakin berkembang maka akan terus
terciptanya kebutuhan–kebutuhan ekonomi antarnegara.
Produksi karet alam Indonesia pada 2011 merupakan terbesar ke dua di
dunia yakni mencapai 2.982.000 ton. Di mana kontribusinya terhadap produksi
karet dunia mencapai 27,06%. Indonesia memiliki luas area karet mencapai
3.445.000 hektare dengan 85% merupakan perkebunan karet rakyat. Namun
produktivitas Indonesia masih lemah yakni hanya 986 kg per hektare per tahun
(Dhany, 2013).
Harga sangat berpengaruh yang sangat erat kaitannya ketika berada dalam
suatu pasar internasional, hal ini terjadi karena jika harga karet alam Indonesia
mengalami peningkatan akan menimbulkan dampak pengurangan kapasitas
permintaan ekspor karet dari Indonesia.
Berdasarkan pada latar belakang dan uraian tersebut maka rumusan
masalah yang perlu diteliti adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan ekspor karet Indonesia ke China, kurs, GDP
China, harga karet internasional dan kontribusi nilai ekspor karet Indonesia
ke China terhadap nilai ekspor karet Indonesia selama periode 2001-2012.
7
2. Bagaimana pengaruh kurs, GDP China dan harga karet internasional
terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke China selama periode 2001-2012.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis perkembangan ekspor karet Indonesia ke China, kurs, GDP
China, harga karet Internasional dan kontribusi nilai ekspor karet
Indonesia ke China terhadap nilai ekspor karet Indonesia selama periode
2001-2012.
2. Menganalisis pengaruh kurs, GDP China dan harga karet internasional
terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke China selama periode 2001-2012.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi akademisi
maupun praktisi dan pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan
tersebut antara lain yaitu:
1. Akademis
Diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian berikutnya terutama yang
berkaitan dengan analisis ekspor karet Indonesia.
2. Praktisi
Dapat dijadikan bahan masukan dan informasi bagi pemerintah untuk
keperluan perumusan kebijakan yang terkait dengan perkembangan ekspor
karet sehingga pemerintah mampu meningkatkan daya saing dalam
8
mengatasi efek persaingan global yang semakin ketat dengan perencanaan-
perencanaan yang lebih menggairahkan bagi sektor perkebunan khususnya
komoditi karet Indonesia sehingga menghasilkan kualitas dan kuantitas
ekspor yang sangat baik di mata dunia.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional ialah arus tukar menukar antarnegara yang
melintasi batas-batas negara. Perdagangan internasional pada dasarnya merupakan
kegiatan yang menyangkut penawaran ekspor dan permintaan impor antarnegara,
pada saat melakukan ekspor, negara menerima devisa dan sebaliknya pada saat
impor, devisa dikeluarkan untuk pembayaran. Ekspor suatu negara merupakan
impor bagi negara lain, begitu juga sebaliknya (Boediono, 1995).
Teori mengenai perdagangan antardua negara yang dikenal luas dengan
teori keunggulan absolut dikemukan oleh Adam Smith. Asumsi yang menjadi
dasar dalam teori ini adalah perdagangan internasional hanya dapat terjadi pada
negara yang memiliki keuntungan absolut. Jika suatu negara lebih efisien atau
memiliki keunggulan absolut terhadap negara lainnya dalam memproduksi suatu
komoditas, namun kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi
komoditi lain, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan
cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam komoditi unggulan dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang tidak memiliki keunggulan absolut
dalam suatu mekanisme perdagangan internasional (Salvatore, 1997).
Perdagangan ini terjadi apabila terdapat permintaan dan penawaran pada
pasar internasional. Selain itu perdagangan internasioanal mampu menggerakan
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pada saat ini perdagangan internasional lebih
10
mengarah pada terjadinya perdagangan bebas dan menuntut adanya efisiensi yang
tinggi, setiap negara berusaha memasuki pasar internasional dengan produk yang
dihasilkannya memiliki kualitas yang terbaik dan mampu bersaing di pasar
internasional. Melalui perdagangan internasional, kebutuhan masyarakat akan
barang dan jasa dapat dipenuhi dengan baik, dengan demikian perdagangan
internasional memiliki peranan yang cukup penting dalam perekonomian suatu
negara. Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi setiap negara, perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu
negara, meningkatkan output dunia serta menyajikan akses ke sumber-sumber
daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk sebagai
produk ekspor (Todaro, 2003).
Menurut Amir (2004) ada beberapa faktor khusus yang dipengaruhi, sama
halnya dengan perdagangan luar negeri yakni melakukan transaksi jual-beli maka
dalam perdagangan luar negeri pun juga dilakukan aktivitas beli yang lazim
disebut impor pada barang (visible goods),
1. Faktor pertama yang harus diperhatikan adalah faktor hasil (proceds) dan
biaya (cost). Barang-barang yang akan dijual ke luar negeri adalah barang
yang biaya produksinya relatif murah dibandingkan dengan ongkos
pembuatannya di luar negeri, dalam arti kata kalau diekspor akan dapat
dijual dengan menguntungkan. Sebaliknya barang-barang yang akan
diimpor adalah barang yang biaya produksinya di dalam negeri terlalu
tinggi atau yang sama sekali belum bisa diproduksi.
2. Kedua aktivitas tersebut hanya dapat dilakukan dalam batas tertentu sesuai
dengan dengan kebijaksaan umum pemerintah. Adakalanya suatu jenis
11
barang harus diekspor sekalipun akan menderita rugi kalau dihitung
dengan mata uang sendiri, tetapi jika pemerintah mengutamakan
penghasilan dalam bentuk valuta asing, maka ekspor harus dijalankan.
Dalam melaksanakan perdagangan luar negeri, diperlukan pengetahuan
yang cukup misalkan dalam segi teknis pembiayaan baik impor maupun ekspor,
masalah perasuransian, masalah shipping, urusan pabean dan lain-lain. Setiap
transaksi perdagangan luar negeri dilihat baik sebagai transaksi impor maupun
sebagai transaksi ekspor. Dari sudut penjual transaksi ini disebut ekspor dan
sebaliknya dari sudut pembeli disebut transaksi impor. Oleh karenanya ada
baiknya secara sepintas lalu dipelajari prosedur ekspor-impor.
Perkembangan dalam teori perdagangan internasional selanjutnya
dikemukakan oleh Heckscher-Ohlin (H-O). Menurut Hecksher-Ohlin, terdapat
perbedaan oportunity cost suatu produk antar suatu negara dengan negara lain
yang disebabkan karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi yang dimiliki
masing-masing negara. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif
banyak dan murah dalam produksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor
barang tertentu apabila negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif
langka dan mahal dalam produksinya (Salvatore, 1997).
Adapun teori yang berkaitan dengan perdagangan internasional adalah
sebagai berikut:
a) Teori Hecsksher – Ohlin (H-O)
Eli Hecsksher dan Berthin Ohlin mengembangkan teori perdagangan
internasional yang dikenal dengan Teori Heckscher-Ohlin (H-O)
12
menyatakan bahwa sumber utama perdagangan internasional adalah
adanya perbedaan karunia sumber-sumber antarnegara. Teori ini lebih
menekankan keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor produksi
antarnegara dan perbedaan penggunaan dalam memproduksi berbagai
barang. Sehingga teori ini sering disebut sebagai teori proporsi faktor
produksi (Factor Proportion Theory) (Krugman dan Obstfeld, 2004).
Teori H-O merupakan penyempurnaan dari teori sebelumnya, teori klasik
telah membuktikan bahwa perbedaan harga relatif komoditi yang berlaku
di masing-masing negara merupakan sumber keunggulan komperatif bagi
negara-negara tersebut. Keunggulan ini selanjutnya mendorong terjadinya
perdagangan yang saling menguntungkan. Teori dari Adam Smith, Ricardo
dan H-O belum mampu menerangkan perkembangan ekspor non migas
dari negara-negara di dunia. Teori mereka juga tidak mampu menjelaskan
perubahan pola atau struktur perdagangan internasional yang sangat
signifikan (Haryadi, 2000).
Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional tidak
terlepas dari perkembangan ekonomi dunia secara keseluruhan.
Perkembangan ekonomi dunia sangat penting untuk dipertimbangkan
dampaknya terhadap sisi permintaan, terutama permintaan di sisi ekspor.
Menurut teori H-O suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan
ekspor barang-barang yang di-input (faktor produksi) utamanya relatif
sangat banyak di negara tersebut dan impor utamanya tidak dimiliki oleh
negara tersebut (jumlahnya terbatas). Teori H-O menggunakan asumsi 2 x
2 x 2 dalam artian perdagangan internasional terjadi antara dua negara,
13
masing-masing negara memproduksi dua macam barang yang sama,
masing-masing negara menggunakan dua macam faktor produksi yaitu
tenaga kerja dan mesin, tetapi dengan jumlah atau proporsi yang berbeda.
b) Teori keuntungan absolute (Keunggulan Mutlak)
Teori keunggulan absolute dari Adam Smith adalah bahwa perdagangan
internasional antara dua negara yang terjadi, jika kedua negara saling
memperoleh manfaat, dan ini hanya terjadi bila masing-masing negara
memiliki keunggulan absolut berbeda. Sehingga muncul teori keunggulan
komperatif dari J.S Mill dan David Ricardo yang dianggap kritik sekaligus
penyempurnaan atau perbaikan terhadap keunggulan absolut. Dasar
pemikiran kedua tokoh ini adalah bahwa terjadinya perdagangan
internasional pada prinsipnya tidak berbeda. J.S Mill beranggapan bahwa
suatu negara akan mengkhususkan diri pada ekspor barang tertentu bila
negara tersebut memiliki keunggulan komperatif (Comperative
Advantage) tersebar dan akan mengkhususkan diri pada impor barang bila
negara tersebut memiliki kerugian komperatif (Comperative
Disadvantage), atau suatu negara akan melakukan ekspor barang bila
barang itu dapat diproduksi biaya lebih rendah dan akan melakukan impor
barang bila barang itu diproduksi sendiri akan memerlukan biaya produksi
lebih besar. Sedangkan dasar pemikiran David Ricardo adalah
perdagangan antara dua negara akan tejadi bila masing-masing negara
memiliki biaya relatif lebih kecil untuk jenis barang yang berbeda.
Penekanan Ricardo pada perbedaan efisiensi biaya relatif antarnegara
14
dalam memproduksi dua (atau lebih) jenis barang yang menjadi dasar
terjadinya perdagangan internasional.
c) Teori Merkantilisme
Dasar teori merkantilisme menganggap pertumbuhan ekonomi suatu
negara tumbuh sebagai akibat adanya pengeluaran dari negara lain. Bagi
merkantilisme sistem perekonomian terdiri dari tiga komponen yakni : 1)
Sektor Manufaktur, 2) Sektor Rural, 3) Sektor Foreign Colonies. Penganut
merkantilisme yang dipelopori oleh Mun (1571-1641) dalam karyanya
England’s Tresuary By Foreign Trade, bahwa satu-satunya cara bagi
sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan
sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor
yang dihasilkan kemudian dibentuk dalam logam mulia khususnya emas
dan perak, semakin banyak logam mulia yang dimiliki suatu negara
semakin kaya dan kuat negara tersebut.
2.1.2 Peranan Perdagangan Internasional
Perkembangan spesialisasi berarti perkembangan pula bagi perdagangan.
Dalam dunia modern dewasa ini negara sulit untuk memenuhi seluruh
kebutuhanya sendiri dengan kata lain tanpa ada kerja sama dengan negara lain.
Dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat sangat membantu proses kerja
sama antarnegara tersebut, perdagangan antarnegara pun berkembang pula dengan
pesat, dan dengan demikian perdagangan antarnegara ini saling menginginkan:
1. Tukar menukar barang dan jasa-jasa,
2. Pergerakan sumber daya melalui batas-batas negara,
15
3. Pertukaran dan perluasan penggunaan teknologi sehingga dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi negara-negara yang terlibat di
dalamnya.
Bagi Indonesia perdagangan bukanlah hal yang baru karena sejak dahulu
Bangsa Indonesia telah menjalankan perdagangan antarnegara dan diikuti negara
asing lainnya, seperti: Amerika, Eropa, Australia dan Amerika Latin. Manfaat dari
perdagangan timbul karena adanya perbedaan selera antara konsumsi-konsumsi
tersebut dan perbedaan dalam jumlah awal dari barang-barang yang dimiliki
masing-masing (Boediono, 1995).
Seperti yang kita ketahui perdagangan internasional sangat membantu
dalam pertumbuhan ekonomi di suatu negara sehingga dapat kita lihat manfaatnya
secara langsung dari perdagangan internasional yaitu meningkatkan hasil produksi
dan pendapatan produsen. Di samping itu bertambahnya lapangan pekerjaan serta
mendorong perbaikan mutu dari barang-barang yang diproduksi dan dihasilkan
oleh masing-masing perusahaan yang memproduksi barang yang diperdagangkan
maupun dalam bentuk layanan jasa. Manfaat tidak langsung seperti pemindahan
modal dan teknologi dari negara maju ke negara berkembang.
2.1.3 Kebijakan Perdagangan Internasional
Adapun kebijakan dari perdagangan internasional ini adalah autarki, tujuan
ini pada dasarnya bertolak belakang dengan prinsip perekonomian terbuka, karena
negara yang memiliki tujuan seperti ini berusaha untuk menghindari dari
pengaruh negara lain. Kesejahteraan (welfare), tujuan kebijakan ini bertentangan
dengan kebijakan di atas. Tujuan kebijakan ekonomi internasional seperti ini
16
sangat mendukung dilaksanakannya perdagangan internasional, dengan
memperoleh keuntungan dari adanya spesialisasi. Hambatan perdagangan
internasional seperti tarif, kuota minimal dikurangi.
Proteksi, tujuan ini melindungi industri dalam negeri dari pesaing barang
impor. Hal ini biasa dilakukan dengan tarif, kuota dan lain sebagainya. Alasan
fiskal, dalam hal ini pemerintah dapat meningkatkan pendapatan dari bea masuk
terhadap barang impor. Balance of payment, kebijakan ini biasanya dilakukan
oleh negara berkembang relatif memiliki cadangan devisa yang lebih sedikit.
Untuk mengurangi defisit tersebut kebijakan subtitusi impor yang menjadi pilihan
utama adalah proteksi. Mencegah dumping, suatu negara yang merasa barang
impornya lebih murah atau di bawah harga normal biasanya akan melakukan
peningkatan atas bea masuk terhadap barang tersebut.
Meningkatkan kesempatan kerja, bagi kebanyakan negara yang sedang
berkembang kebijakan subtitusi impor biasanya dilakukan sebagai salah satu
untuk meningkatkan kesempatan kerja. Negara yang sektor industrinya belum
kuat terancam akan hancur bila apabila impor sepenuhnya dibebaskan yang
selanjutnya akan meningkatkan pengangguran. Pembangunan ekonomi, dengan
adanya kebijakan perlindungan terhadap infant industri, maka industri akan
mampu tumbuh dan berkembang yang selanjutnya produksi domestik akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tujuan politik, sebagian negara tetap ngotot
untuk melindungi sektor-sektor tertentu di dalam negeri semata-mata untuk tujuan
politik. Seperti Jepang yang melindungi petani berasnya dengan menetapkan tarif
impornya yang sangat tinggi bagi impor berasnya, sehingga kegiatan pertanian di
Jepang mampu berkembang (Haryadi, 2007).
17
2.1.4 Teori Permintaan dan Teori Penawaran
2.1.4.1 Teori Permintaan
Menurut Belante dan Mark (1990) pemintaan ialah jumlah yang diminta
atas suatu komoditas pada tingkat harga dan periode waktu tertentu. Permintaan
suatu komoditas merupakan hubungan yang menyeluruh antara kuantitas
komoditas yang akan dibeli konsumen selama periode tertentu pada suatu tingkat
harga. Pada sisi lain, permintaan perusahaan akan input merupakan permintaan
turunan (derived demand), yang diperoleh dari permintaan konsumen terhadap
produk perusahaan.
Menurut Sukirno (1994) secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi
oleh suatu penawaran dan permintaan, permintaan diartikan sebagai hubungan
antara jumlah barang yang diminta dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan itu sendiri.
Permintaan adalah berbagai kombinasi harga dan jumlah suatu barang
yang ingin dan dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga yang mungkin
selama suatu periode tertentu. Pengertian permintaan selalu menunjukkan
skedul, kurva atau fungsi. Sedangkan jumlah yang diminta merupakan
kuantitas yang benar-benar dibeli pada berbagai tingkat harga tertentu.
Supaya permintaan terhadap suatu barang itu dapat terjadi maka konsumen
haruslah ada keinginan (willing) dan kemampuan (ability) membeli. Permintaan
juga menunjukkan arus pembelian pada satu periode waktu tertentu (Nopirin,
1994).
Menurut Nicholes Anggaini (2006) hukum permintaan mengatakan bahwa
dalam keadaan ceteris paribus, apabila harga barang naik maka permintaan
18
barang tersebut menjadi turun sebaliknya. Hubungan antara harga barang dan
jumlah permintaan akan barang itu disajikan dalam suatu tabel. Ada dua
pendekatan yang menerangkan mengapa konsumen berperilaku seperti yang
dinyatakan dalam hukum permintaan. Pendekatan tersebut adalah pendekatan
merginal utility dan pendekatan indifference curve.
Pendekatan marginal utility mempunyai asumsi:
1. Kepuasan setiap konsumen dapat diukur baik dengan uang maupun dangan
satuan lain yang bersifat kardinal.
2. Berlakunya hukum Gossen (law diminishing marginal utility), yaitu
semakin banyak suatu barang dikonsumsi maka tambahan kepuasan yang
diperoleh semakin menurun.
3. Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan total yang maksimum.
Pendekatan indifference curve adalah pendekatan yang menekankan
bahwa tingkat kepuasan konsumen bisa dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah
tanpa menyatakan seberapa besar tinggi rendahnya (merupakan kepuasan yang
bersifat ordinal). Pendekatan ini menganggap bahwa:
1. Konsumen mempunyai pola referensi akan barang-barang konsumen yang
bisa dinyatakan dalam bentuk kumpulan dari indifference curve.
2. Konsumen mendapat kepuasan dari barang yang dikonsumsi.
3. Ingin mengonsumsi jumlah barang yang lebih banyak untuk mencapai
kepuasan yang lebih tinggi.
Permintaan yang dimaksud di sini adalah permintaan yang disertai daya
beli (money demand). Permintaan yang didasarkan pada daya beli artinya jumlah
barang yang tersedia dibeli oleh konsumen pada harga yang dibayarkannya untuk
19
barang itu, biasa disebut permintaan efektif. Sedangkan permintaan potensial
adalah permintaan terhadap suatu barang dan jasa disertai dengan kemampuan
membayar namun saat ini belum melakukan pembelian (Lipsey, et all., 1995).
Daya beli konsumen didasari atas besar sedikitnya pendapatan yang dapat
dibelanjakan dan tinggi rendahnya harga barang.
2.1.4.2 Elastisitas Permintaan
Elastisitas permintaan (elasticity of demand) adalah pengaruh perubahan
harga terhadap besar kecilnya jumlah barang yang diminta atau tingkat kepekaan
perubahan jumlah barang yang diminta terhadap perubahan harga barang
(Sukirno, 2002).
Untuk mempelajari bagaimana pengaruh perubahan suatu jumlah tertentu
terhadap peubah lainnya digunakan konsep elastisitas. Elastisitas merupakan
ukuran derajat kepekaan jumlah permintaan terhadap perubahan salah satu faktor
yang mempengaruhi yaitu harga, pendapatan dan harga barang lain (Manurung
dan Prathama, 1999).
Beberapa konsep elastisitas yang mempunyai hubungan dengan
permintaan antara lain:
1. Elastisitas harga (Eh), yaitu persentase perubahan jumlah barang yang
diminta sebagai akibat terjadinya perubahan harga barang tersebut dengan
anggapan harga barang lain dan pendapatan konstan. Elastisitas harga
menunjukkan derajat kepekaan perubahan permintaan karena adanya
perubahan harga.
20
2. Elastisitas silang, yaitu persentase perubahan barang yang diminta (Q)
yang disebabkan oleh perubahan harga barang lainya (P).
3. Elastisitas pendapatan adalah persentase perubahan jumlah barang yang
diminta yang disebabkan oleh perubahan pendapatan konsumen atau
merupakan derajat kepekaaan permintaan sebagai akibat perubahan
pendapatan (Nicholon, 1999).
2.1.4.3 Teori Penawaran
Penawaran menerangkan sifat para penjual dalam menawarkan komoditas
yang akan dijualnya. Banyaknya komoditi yang akan dijual oleh produsen disebut
sebagai jumlah yang ditawarkan. Jumlah komoditi yang ditawarkan tidak harus
selalu sama dengan jumlah yang berhasil dijual oleh produsen tersebut
(Lipsey,1995).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah komoditi yang akan
ditawarkan oleh produsen, yaitu:
1. Harga komoditi itu sendiri
Hipotesis ekonomi menyatakan bahwa antara harga komoditi dengan
jumlah yang ditawarkan terjadi hubungan positif, artinya semakin tinggi
harga komoditi tersebut maka akan semakin besar jumlah yang
ditawarkan, ceteris paribus. Bila harga komoditi tersebut meningkat maka
keuntungannya akan bertambah. Itu sebabnya produsen akan menambah
jumlah komoditi yang akan ditawarkan untuk memperbesar keuntungan
yang diperoleh. Hubungan yang positif antara harga komoditi dengan
jumlah yang ditawarkan akan membentuk suatu kurva yang dinamakan
21
kurva penawaran. Kurva tersebut memiliki kemiringan positif karena
antara harga dan jumlah yang ditawarkan juga terjadi hubungan yang
positif. Bila terjadi perubahan pada harga komoditi, maka akan
mengakibatkan pergerakan sepanjang kurva penawaran komoditi tersebut,
seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva PenawaranSumber : Lipsey, 1995
2. Harga faktor-faktor produksi
Semakin tinggi harga faktor-faktor produksinya maka semakin rendah
jumlah komoditi yang akan diproduksi dan ditawarkan, ceteris paribus.
Perubahan pada harga faktor produksi akan menggeser kurva penawaran
komoditi tersebut. Kenaikan harga faktor produksi menggeser kurva
penawaran ke kiri, artinya semakin sedikit jumlah yang ditawarkan.
Sebaliknya, turunnya harga faktor produksi akan menggeser kurva
penawaran ke kanan di mana jumlah yang ditawarkan semakin besar.
3. Tujuan produsen
Produsen diasumsikan memiliki satu tujuan yaitu memaksimalkan
keuntungan. Untuk mencapainya, produsen akan memperbesar jumlah
22
produksi dan jumlah yang ditawarkan sehingga kurva penawaran akan
bergeser ke kanan.
4. Perkembangan teknologi
Teknologi yang digunakan oleh produsen akan untuk menurunkan biaya
produksi dan meningkatkan keuntungan. Artinya, semakin berkembang
teknologi yang digunakan dalam suatu proses produksi maka semakin
besar kemampuan memproduksi dan menawarkan komoditi tersebut,
ceteris paribus. Perkembangan teknologi akan menggeser kurva
penawaran ke arah kanan di mana jumlah yang ditawarkan semakin besar.
Perubahan faktor-faktor lain di luar harga komoditi itu sendiri akan
menyebabkan pergeseran kurva penawaran ke kanan atau ke kiri,
tergantung pada faktor apa yang mempengaruhi volume penawaran
tersebut.
2.1.5 Ekspor
Menurut Todaro (2003), menyatakan ekspor adalah perdagangan
internasional yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan
dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri-industri pabrik besar,
bersama dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang fleksibel.
Dengan kata lain, ekspor mencerminkan aktivitas perdagangan antarbangsa yang
dapat memberikan dorongan dalam dinamika pertumbuhan perdagangan
internasional, sehingga suatu negara yang berkembang kemungkinan untuk
mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara-negara yang lebih maju.
23
Ekspor adalah arus keluar sejumlah barang dan jasa dari suatu negara ke pasar
internasional.
Kegiatan ekspor merupakan kegiatan perdagangan dengan cara melakukan
penjualan barang-barang dari dalam negeri ke luar negeri. Ekspor ini sangat
penting bagi perekonomian suatu negara. Dengan adanya ekspor maka akan
terjadi akumulasi bagi devisa negara. Ekspor menunjukkan hubungan antara
permintaan luar negeri terhadap barang domestik, di mana permintaan tersebut
dipengaruhi oleh harga relatif dan pendapatan luar negeri (Batiz,1994).
Ekspor berarti menjual produk keluar negeri yang dilakukan oleh
eksportir. Keuntungan yang diperoleh dari menjual barang keluar negeri dengan
harga yang relatif lebih tinggi dari pada di dalam negeri. Berarti di sini telah
terjadi perbedaan harga bukan hanya ditimbulkan karena perbedaan ongkos
produksi, tetapi juga terdapat perbedaan pendapat dan selera. Permintaan untuk
suatu barang sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Selera dapat
memainkan peranan penting dalam menentukan permintaan akan suatu barang
antarnegara. Apabila persediaan di suatu negara tidak mencukupi kebutuhan
masyarakat akan permintaan, maka negara tersebut dapat mengimpor dari negara
lain. Selain selera permintaan akan suatu barang ditentukan pula oleh pemerintah
(Nopirin, 1992).
Menurut Tan (2004) ekspor bisa terjadi karena adanya permintaan dan
penawaran suatu barang dan jasa yang dibutuhkan dalam perdagangan
internasional. Tetapi tidak semua kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh negara
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
24
Para ahli ekonomi klasik dan neo klasik mengungkapkan betapa
pentingnya arti perdagangan internasional dalam pembangunan suatu negara
sampai dianggap sebagai mesin pertumbuhan. Dengan adanya kegiatan ekspor
maka secara tidak langsung negara tersebut telah memperluas pasar (Jhingan,
1992). Menurut Krugman (1997), ekspor merupakan salah satu bentuk
perdagangan luar negeri yang memberikan keuntungan bagi suatu negara, bahwa
perdagangan akan menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang kepada
setiap negara untuk mengekspor barang-barang yang diproduksinya menggunakan
sebagian besar sumber daya yang berlimpah dan mengimpor barang-barang
produksi menggunakan sumber daya yang langka.
Menurut teori klasik Adam Smith dan David Ricardo (Sukirno, 1994),
menyatakan bahwa perdagangan luar negeri dapat memberikan beberapa
sumbangan pada ahirnya akan dapat memperlaju perkembangan ekonomi suatu
negara, dapat dikatakan bahwa ahli-ahli ekonomi klasik mengemukakan
sumbangan yang penting dari kegiatan perdagangan luar negeri di dalam
pembangunan ekonomi.
2.1.6 Peranan Ekspor
Ekspor memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara
terutama bagi negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Manfaat
ekspor secara langsung yakni jika suatu negara dapat memproduksi barang dengan
spesialisasi maka biaya yang dikeluarkan relatif rendah. Hal ini dikarenakan
negara memperoleh keuntungan berupa peningkatan jumlah output yang akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu manfaat ekspor secara tidak
25
langsung yakni berupa peningkatan penggunaan teknologi, mendorong inovasi,
meningkatkan produktivitas tenaga kerja, menurunkan biaya produksi, dan lain
sebagainya. Ekspor akan menghasilkan devisa yang akan dimanfaatkan sebagai
pembiayaan dalam kegiatan impor dan pembangunan sektor-sektor ekonomi
dalam negeri.
Menurut Tan (2010) dalam teori perdagangan internasional, faham
merkantilisme memperkenalkan bahwa emas lambang kekayaan suatu negara.
Emas diciptakan melalui surplus ekspor, yang menghasilkan negara makin kuat.
Ekspor merupakan aktivitas suatu negara menjual barang dan jasa keluar batas
negara. Pada dasarnya ekspor bertujuan meningkatkan devisa berupa mata uang
asing yang dapat dipergunakan dalam transaksi perdagangan internasional. Ekspor
yang semakin besar akan menunjukkan kemampuan suatu negara dapat membeli
barang impor dan membayar hutang luar negeri serta semakin kuat cadangan
devisa yang dimiliki suatu negara.
Ekspor adalah salah satu komponen pengeluaran agregat, oleh sebab itu
ekspor dapat menpengaruhi tingkat pendapatan nasional yang akan dicapai.
Apabila ekspor bertambah, pengeluaran agregat bertambah tinggi dan selanjutnya
akan menaikkan pendapatan nasional. Akan tetapi sebaliknya pendapatan nasional
tidak akan mempengaruhi ekspor. Ekspor belum tentu bertambah apabila
pendapatan nasional bertambah atau ekspor dapat mengalami perubahan
walaupun pendapatan nasional tetap. Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan
dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam ke luar negeri dengan
memenuhi ketentuan yang berlaku (Tan, 2004).
26
Menurut Mankiw (2003), ekspor adalah berbagai macam barang dan jasa
yang diproduksi di dalam negeri lalu dijual di luar negeri. Sedangkan menurut
(Jhingan, 2000) fungsi terpenting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri
adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, kemudian
menaikan jumlah output dan laju petumbuhan ekonomi. Dengan tingginya tingkat
output maka akan mematahkan lingkaran setan kemiskinan dan pembangunan
ekonomi dapat ditingkatkan.
Menurut Amir M.S (2004), ekspor adalah mengeluarkan barang-barang
dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai
ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing
ataupun ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki
kepada bangsa lain atau negara asing, dengan mengharapkan bayaran dengan
valuta asing.
2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor
2.1.7.1 Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)
Menurut Nopirin (1996) kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang
berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang
tersebut.
Dalam pengertian sederhana, kurs berarti jumlah suatu mata uang yang
diperlukan untuk membeli satu satuan mata uang lain. Misalnya kurs dollar
terhadap rupiah sama dengan jumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu
dollar Amerika Serikat (Hayadi, 2007).
27
Ada beberapa bentuk sistem nilai tukar (excange rate) valuta asing yang
digunakan oleh negara-negara di dunia. Terdapat tiga sistem nilai tukar yang
dipakai (Samuelson, 1993):
1. Sistem kurs (fixed exchange rate)
Sistem yang menganut nilai kurs (nilai tukar) mata uang domestik yang
dipertahankan pada tingkat tertentu atau berubah-ubah. Terdapat satu mata
uang asing pada waktu tertentu yang menuntut peran pemerintah lebih
besar, karena keadaan yang tidak berubah-ubah tersebut maka disebut
sistem kurs tetap.
2. Sistem kurs mengambang bebas
Suatu sistem kurs di mana nilai tukar mata uang tidak ditentukan oleh
pemerintah tetapi melalui mekanisme yang berlaku. Permintaan dan
penawaran uang yang terjadi di pasar akan menyebabkan nilai suatu mata
uang yang dapat menguat dan melemah.
3. Sistem kurs mengambang (managed floating exchange rate)
Sistem kurs mengambang adalah apabila uang suatu negara tidak dinilai
secara mengambang terhadap mata uang asing tertentu, tetapi dikaitkan
dengan jumlah mata uang yang dominan yang dijadikan patokan.
4. Bila suatu negara menentukan kurs mata uangnya dengan mata uangnya
dengan mata uang negara lainya secara bebas atau tarik menarik karena
kekuatan pasar, maka artinya sistem devisa mengambang (managed
floating exchange rate). Dalam sistem kurs devisa yang benar-benar
mengambang, tidak ada masalah surplus ataupun defisit neraca
28
pembayaran, sebab bekerjanya pasar selalu menyeimbangkan jumlah
devisa yang masuk dengan devisa yang keluar.
Aliaran ini merupakan penawaran (supply) devisa, sedangkan aliran keluar
devisa mencerminkan kebutuhan penduduk negara tersebut akan devisa untuk
pembayaran transaksinya di luar negeri. Menurut Tan (2004), nominal exchange
rate (NER) merupakan gambaran harga domestik relatif terhadap dollar US$ atau
NER, berarti dollar US diukur dari nilai rupiah. Nilai tukar nominal (real
exchange rate) lebih menggambarkan nilai tukar nominal dua negara dengan
memperhitungkan tingkat inflasi.
Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara (mengalami apresiasi)
maka harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi mahal.
Sebaliknya, semangkin rendah nilai tukar mata uang suatu negara (mengalami
depresiasi), harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi lebih murah.
Menurut Sukirno (2011), kurs mata uang asing menunjukkan harga atau
nilai mata uang suatu negara atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam
nilai mata uang negara lain. Menurutnya ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kurs yakni :
1. Perubahan dalam citarasa masyarakat, perubahan ini akan mengubah corak
konsumsi atas barang-barang yang diproduksi di dalam negeri maupun
dari impor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan
keinginan mengimpor berkurang dan di dalam negeri akan mampu
menaikkan ekspor. Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor
menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor akan semakin
29
besar. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi permintaan dan
penawaran valuta asing.
2. Kenaikan harga umum (inflasi) sangat berpengaruh besar terhadap
pertukaran valuta asing. Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung
untuk menurunkan nilai sesuatu valuta asing.
3. Pertumbuhan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi, suku bunga
dan tingkat pengembalian investasi yang rendah akan cenderung
menyebabkan modal dalam negeri akan mengalir ke luar negeri.
Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi
akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke dalam negara tersebut.
Apabila lebih banyak modal mengalir ke suatu negara, permintaan atas
mata uangnya bertambah. Maka nilai mata uang akan bertambah. Nilai
mata uang suatu negara akan merosot apabila banyak modal negara
dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian
investasi yang lebih tinggi di negara-negara lain.
2.1.7.2 Gross Domestic Product (GDP)
Menurut Manurung dan Prathama (2002), PDB merupakan penjumlahan
nilai pasar dari permintaan sektor rumah tangga untuk barang-barang konsumsi
dan jasa (C), pengeluaran sektor bisnis untuk investasi (I), pengeluaran sektor
pemerintahan untuk barang dan jasa (G) dan pengeluaran sektor luar negeri untuk
ekspor dan impor (X-M). Menurut pembagiannya terdapat dua macam PDB,
yaitu:
30
1. PDB dengan harga berlaku atau PDB nominal, yaitu nilai barang dan jasa
yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun dinilai menurut harga yang
berlaku pada tahun tersebut.
2. PDB dengan harga tetap atau PDB riil, yaitu nilai barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara dalam satu tahun menurut harga yang berlaku pada
satu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan
jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain.
Menurut Tan (2004), peningkatan impor sebagai akibat dari meningkatnya
PDB negara importir dapat dilihat dari dua mekanisme yaitu:
1. Kenaikan PDB negara importir menyebabkan meningkatnya investasi,
sehingga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan barang impor
antara lain barang-barang modal dan bahan baku sebagai input dalam
proses produksi.
2. Kenaikan PDB negara importir menyebabkan peningkatan kebutuhan
pokok impor karena tidak semua dapat dipenuhi dalam negeri.
Menurut McEachern (2000), GDP artinya mengukur nilai pasar dari
barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu
negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat
dipergunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk
membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat. Gross Domestic
Product hanya mencakup barang dan jasa akhir yakni, barang dan jasa yang dijual
kepada pengguna akhir. Dalam teorinya ada dua pendekatan yang digunakan
untuk menghitung GDP, yakni :
31
1. Pendekatan pengeluaran, menjumlahkan seluruh pengeluaran agregat pada
seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama satu tahun. Dalam
pendekatan pengeluaran maka pengeluaran agregat akan dibagi menjadi
empat komponen 1) Konsumsi, 2) Investasi, 3) Pembelian Pemerintah, 4)
Ekspor Netto. Dalam pendekatan pengeluaran agregat negara sama dengan
penjumlahan Konsumsi (C), Investasi (I), Pembelian Pemerintah (G) dan
Ekspor Netto yakni nilai Ekspor (X) dikurangi dengan nilai Impor (M),
atau secara matematis dirumuskan:
GDP = C+I+G+(X-M)
2. Pendekatan pendapatan, menjumlahkan seluruh pendapatan agregat yang
diterima selama satu tahun oleh mereka yang memproduksi output
tersebut. Pendapatan agregat sama dengan penjumlahan semua pendapatan
yang diterima pemilik sumber daya alam perekonomian. Sistem
pembukuan double-entry dapat memastikan bahwa nilai output agregat
sama dengan pendapatan agregat yang dibayarkan untuk sumber daya
yang digunakan dalam produksi output tersebut yakni upah, bunga, sewa,
dan laba dari produk.
Menurut Lipsey (1995) Gross Domestic Product (GDP) atau disebut juga
dengan Product Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan nasional yang diukur
dari sisi pengeluaran yaitu jumlah pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran
pemerintah, ekspor dan impor. GDP dikategorikan menjadi dua, yaitu nominal
dan riil. Dikatakan GDP nominal apabila GDP total yang dinilai pada harga-harga
sekarang. Sedangkan GDP yang dinilai pada harga GDP dasarnya disebut GDP
riil.
32
Nicholson (2005) menyatakan ketika pendapatan total seorang meningkat
dengan asumsi harga-harga tidak berubah, kita mugkin mengharapkan kuantitas
yang dibeli untuk setiap barang juga akan meningkat. Terdapat korelasi positif
antara PDB dengan permintaan produk impor. Peningkatan PDB akan
meningkatkan permintaan terhadap produk impor, demikian sebaliknya.
2.1.7.3 Harga Internasional (PC)
Harga internasional, semakin besar selisih antara harga di pasar
internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi
yang akan diekspor menjadi bertambah banyak (Soekartawi, 1991).
Harga merupakan nilai yang harus dibayar oleh pembeli atas transaksi
terhadap suatu barang. Harga dapat ditentukan dari banyaknya jumlah permintaan
dan penawaran terhadap suatu barang yang dimiliki oleh suatu negara. Kenaikan
harga dapat disebabkan adanya kelebihan permintaan terhadap suatu barang,
untuk itu harga merupakan faktor penting dalam menentukan keseimbangan
tingkat penawaran dan permintaan. Dalam ilmu ekonomi dikenal dengan adanya
harga relatif dan harga mutlak. Masalah harga relatif merupakan masalah nilai
tukar barang-barang khususnya nilai tukar objektif. Nilai tukar objektif suatu
barang merupakan perbandingan terhadap apa barang tersebut akan ditukar
dengan barang lainya. Harga relatif suatu barang merupakan nilai tukar barang
tersebut dinyatakan dengan uang sedangkan harga mutlak merupakan harga di
mana semua barang sama-sama meningkat atau turun (Winardi, 1990).
Apabila suatu negara melakukan perdagangan dengan negara lain maka
beberapa faktor yang menjadi perhatian, salah satu di antaranya adalah harga
33
barang yang diperdagangkan karena harga menjadi penentu kuantiti barang yang
diperdagangkan. Sebab harga dapat mempengaruhi pembentukan pendapatan,
kesejahteraan, pendapatan ekspor, fluktuasi pendapatan dan fluktuasi produk
pertanian (Anindita, 2008)
Harga yang turun dapat disebabkan karena terdapat kelebihan penawaran
dibandingkan dengan permintaan. Maka produsen akan mengurangi produksi
akibatnya dapat berupa kenaikan harga (Winardi, 1985). Dipandang dari sudut
pembeli kenaikan harga biasanya berguna untuk mengurangi konsumsi sedangkan
turunnya harga mendorong memperbesar konsumsi. Karena itu harga merupakan
faktor yang mengusahakan agar permintaan dan penawaran seimbang.
Harga suatu barang adalah nilai tukar barang tersebut yang dinyatakan
dalam uang. Dalam masyarakat modern nilai barang diukur atau dinyatakan dalam
uang. Harga menunjukkan berapa yang harus dibayar untuk memperoleh suatu
barang atau jasa atau berupa uang yang diperoleh jika menjual suatu barang atau
jasa (Gilarso, 1993).
2.2 Penelitian Sebelumnya
Dalam penulisan dan penelitian ini terdapat beberapa penelitian yang telah
lebih dahulu diterbitkan dan dipublikasikan dengan tema yang sama tentang
ekspor suatu komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara kemudian
diperdagangkan ke negara lain yang dianggap berguna bagi penulis dalam
penyusunan penulisan serta penelitian ini. Beberapa penelitian tersebut adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Lidya Anggarini dalam skripsinya (2012)
dengan judul “Analisis Ekspor Karet Indonesia ke Singapura”. Penelitian
34
ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Deskriptif adalah
analisis data yang dilakukan dengan cara merumuskan dan mengumpulkan
data, mengklasifikasikan serta menginterprestasikan sehingga memberikan
keterangan gambaran yang ada. Kuantitatif analisis yang digunakan untuk
melihat secara empiris sejauh mana pengaruh variabel bebas (X) terhadap
variabel terikat (Y).
Dari hasil analisis yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa variabel kurs,
GDP Indonesia dan harga karet internasional memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke Singapura. Kontribusi rata-rata ekspor
karet Indonesia ke Singapura terhadap ekspor karet Indonesia sebesar 0,2 persen.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Tanti Triyani dalam skripsinya (2005)
“Analisis Permintaan Jepang terhadap Komoditas Udang Indonesia Tahun
1978-2003”. Penelitian ini menggunakan teori model Error Correction
Model (ECM). Model ECM adalah kemampuannya dalam meliput lebih
banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek
dan jangka panjang, dan mengkaji konsisten tidaknya model empirik
dengan teori ekonomi, serta dalam usaha mencari pemecahan terhadap
variabel runtut waktu yang tidak stasioner dan persoalan regresi langsung.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, hasil regresi berganda dengan
menggunakan ECM, Harga komoditas udang Indonesia (fob) dalam jangka
pendek mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap permintaan
Jepang terhadap komoditi udang Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena naiknya
harga komoditas udang Indonesia (fob) dalam jangka pendek akan menyebabkan
turunnya permintaan Jepang terhadap komoditi udang Indonesia dan antara
35
variabel cadangan devisa dengan permintaan Jepang terhadap komoditas udang
Indonesia dalam jangka pendek mempunyai hubungan yang negatif dan
signifikan. Hal ini bisa dimengerti karena cadangan devisa yang dimiliki oleh
Jepang tidak hanya digunakan untuk membiayai impor saja, tetapi juga digunakan
untuk investasi di luar negeri.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ella Hapsari Hendratno (2008) dalam
skripsinya. “Analisis Permintaan Ekspor Karet Alam Indonesia di Negara
China”. Dalam penelitian menggunakan metode deskriptif dan model
kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi
perkembangan pasar karet alam di China. Metode kuantitatif yang
digunakan ialah model regresi berganda. Analisis regresi berganda
digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan ekspor karet alam Indonesia di negara tujuan ekspor China.
Dari hasil analisis penelitian tersebut, bahwa permintaan ekspor karet alam
Indonesia di Negara China cenderung semakin meningkat sebesar 89,96 persen
selama periode 2000-2007. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan ekspor karet alam Indonesia di Negara China adalah harga ekspor
karet alam Indonesia ke China tahun sebelumnya, harga karet sintetis dunia, GDP
per kapita China, nilai tukar yuan terhadap dollar US dan ekspor tahun
sebelumnya. Strategi pengembangan ekspor karet alam Indonesia dapat dilakukan
melalui upaya peningkatan produktivitas karet alam Indonesia dilakukan dengan
cara perluasan perkebunan dan peremajaan kembali tanaman karet serta
mengaplikasikan pola kemitraan antara petani perkebunan rakyat dan perkebunan
besar negara/swasta..
36
2.3 Kerangka Pemikiran
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan komoditas tertentu
dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, pendapatan rata-rata konsumen, jumlah
populasi, harga barang lain yang ada kaitannya dengan penggunaan (Samuelson
dan Nordhus, 1997).
Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor karet terbesar ke
dua dunia setelah Thailand, sehingga produksi karet dapat memberikan kontribusi
bagi perekonomian Indonesia. Namun dalam pengembangannya, ekspor karet
Indonesia dihadapkan pada produksi yang berfluktuasi yang berdampak pada
berfluktuasinya jumlah ekspor karet Indonesia ke China. Permasalahannya lain
yang dihadapi yaitu diberlakukannya kebijakan dalam persyaratan kualitas mutu
karet yang akan diekspor.
Dalam melakukan kegiatan ekspor karet Indonesia ke China dipengaruhi
beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet
Indonesia ialah nilai tukar atau kurs yang merupakan perbandingan nilai atau
harga di antara dua negara yang melakukan jual beli. Selain kurs harga karet
Indonesia dan harga karet dunia juga mempengaruhi terhadap permintaan produk
karet Indonesia.
Kegiatan perdagangan luar negeri akan menghasilkan devisa, semakin
banyak devisa yang diperoleh maka akan berpengaruh terhadap PDB negara
tersebut yang akhirnya berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat negara
tersebut.
37
Ekspor Karet Indonesia Ke
China
Faktor - Faktor yang
Mempengaruhi
Kurs Harga Internasional GDP China
Kontribusi Ekspor
Perkembangan Ekspor Karet
Indonesia
Secara skematis kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam
penelitian yang disusun berdasarkan pada teori yang terkait, di mana hipotesis
38
selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel
atau lebih (J. Supranto, 1997).
Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan
berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian di
bidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga menguatnya kurs yuan akan berpengaruh positif terhadap nilai
ekspor karet Indonesia ke China tahun 2001-2012.
2. Diduga GDP China berpengaruh positif terhadap perkembangan nilai
ekspor karet Indonesia ke China tahun 2001-2012
3. Diduga harga karet internasional mempunyai pengaruh positif dengan nilai
ekspor karet Indonesia ke China 2001-2012.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah data berkala yang dikumpulkan untuk menggambarkan tentang
perkembangan suatu negara dari waktu ke waktu yang diperoleh dari instansi
terkait yang ada hubungannya dengan penelitian. Data berkala yaitu data yang
dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk memberikan gambaran tentang
perkembangan suatu kegiatan. Data sekunder yang digunakan adalah data yang
mencatat secara sistematis yang berbentuk data runtut waktu (time series data).
Dalam penelitian ini digunakan data tahun 2001-2012 yang diperoleh dari
berbagai sumber:
1. Nilai tukar dollar US$ terhadap yuan, diperoleh dari http://www.x-
rates.com dan www.exchangerate.com.
40
2. Data volume ekspor karet Indonesia dan nilai ekspor karet alam Indonesia
diperoleh dari situs resmi Badan Pusat Statistik (BPS) www.bps.go.id,
Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO) www.gapkindo.org
dan Kementerian Pertanian Republik Indonesia www.deptan.go.id
3. Harga karet internasional diperoleh dari situs resmi Gabungan Pengusaha
Karet Indonesia (GAPKINDO) www.gapkindo.org
4. GDP China diperoleh dari World Bank http://data.worldbank.org
5. Jurnal Ilmiah.
6. Serta referensi penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan
penelitian ini.
3.2 Metode Analisis
3.2.1 Metode Analisis Deskriptif
Jenis analisis data yang dilakukan dengan cara merumuskan dan
mengumpulkan data, mengklasifikasikan serta menginteprestasikan sehingga
memberikan suatu keterangan variabel yang teliti. Masalah tersebut dianalisis
menggunakan teori.
3.2.2 Metode Analisis Kuantitatif
Jenis analisis yang digunakan untuk melihat secara empiris sejauh mana
pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Untuk menganalisis
pengaruh kurs, GDP China dan harga karet internasional terhadap nilai ekspor
karet Indonesia ke China dilakukan secara kuantitatif dengan bantuan program
Eview 8.1 dengan metode analisis regeresi linear berganda.
3.3 Alat Analisis
41
Dalam penulisan ini penulis menggunakan analisis regresi untuk mengolah
data yang tersedia. Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai
ketergantungan suatu variabel dependen terhadap suatu variabel independen untuk
memprediksi nilai rata-rata variabel terikat terhadap nilai variabel bebas yang
diketahui.
3.3.1 Analisis Deskriptif
Adalah analisis data yang digunakan untuk mengetahui dan menganalisis
perkembangan variabel yang digunakan dalam penelitian.
Untuk menjawab pertanyaan pertama besarnya perkembangan diketahui
dengan menggunakan rumus berikut:
G = X t−X t−1
X t−1
x100 %
Di mana:
G = Perkembangan variabel
X t = Nilai tahun yang bersangkutan
X t−1 = Nilai tahun lalu
Untuk menganalisis kontribusi ekspor karet Indonesia ke China terhadap
nilai ekpor karet Indonesia dirumuskan:
X p=X p
T x
x100
X p = Kontribusi nilai ekspor karet Indonesia ke China terhadap nilai
ekspor karet Indonesia (%)
42
X p = Nilai ekspor karet Indonesia ke China US $
T x = Nilai ekspor karet Indonesia US $
3.3.2 Analisis Kuantitatif
Metode analisis kuantitatif ini digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh kurs, GDP China dan harga karet internasional terhadap nilai ekspor
karet Indonesia ke China, alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
persamaan regresi berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square) karena
akan menghasilkan koefisien dugaan linier yang tidak bias (Best Linier Unbiased
Estimator = BLUE).
Untuk menjawab pertanyaan kedua alat analisis yang digunakan adalah
regresi linear berganda:
X ind=F (ER ,GDP , Pc )
Di mana:
X ind = Nilai ekspor karet Indonesia ke China (US$)
ER = Nilai tukar dollar US$ terhadap yuan (US$/Yuan)
GDP = GDP China (US$)
Pc = Harga karet internasional (US$)
Model fungsi di atas dispesifikasi menggunakan pendekatan regresi linear
berganda menjadi:
Xind t=β0+β1 ER1 t+β2 GDP2 t+β3 Pc3 t+e
Di mana:
Xind t = Nilai ekspor karet Indonesia Ke China (US$)
ER1 t = Kurs mata uang dollar US$ terhadap yuan (US$/Yuan)
GDP2 t = GDP China (US$)
43
Pc3 t = Harga karet internasional (US$)
β0 = Konstanta
β1 = Koefisien regresi kurs dollar US$ terhadap yuan
β2 = Koefisien regresi GDP China
β3 = Koefisien harga karet internasional
e = Variabel pengganggu (error term)
3.4 Uji Statistik
Selanjutnya untuk mengetahui keakuratan data maka perlu dilakukan
beberapa pengujian (Gujarati, 2003) :
3.4.1 Uji Statistik F
Uji F digunakan untuk menguji koefisien dugaan secara serentak atau
bersama-sama apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama dapat
menjelaskan variasi dari variabel dependen. Stastistik uji yang digunakan dalam
uji-F:
Fhitung=e2/(k−1)
(1−e2)/(n−k )
Di mana:
e2 = Koefisien determinasi
1−e2 = Jumlah kuadrat sisa
k = Jumlah variabel dependen dan independen
n = Jumlah sampel
44
Penilaian dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel
pada derajat kebebasan degree of freedom (df) dan tingkat keyakinan tertentu
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. H 0 diterima jika f hitung> f tabel maka H a ditolak artinya seluruh variabel
independen merupakan penjelas terhadap variabel dependen.
2. H 0 ditolak jika f hitung< f tabel maka H aditerima artinya seluruh variabel
independen bukan merupakan penjelas terhadap variabel dependen.
Dengan hipotesis sebagai berikut:
H 0 : β1=β2=β3=0 artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen.
H 1: β1 , β2 , β3dan β4 ≠ 0 artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen.
3.4.2 Uji Statistik t
Uji statistik-t digunakan untuk menguji koefisien dugaan dari masing-
masing variabel independen apakah secara terpisah berpengaruh nyata terhadap
variabel dependennya. Untuk menguji keberartian koefisien regresi digunakan uji-
t yang kemudian dibandingkan dengan tabel. Statistik uji yang digunakan dalam
uji-t :
t hitung=βx
Se(β x)
Di mana:
45
βx = Koefisien regresi
Se (βx ) = Standar Error
Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel
pada derajat kebebasan atau degree of freedom (df) dan tingkat keyakinan
tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika t hitung< ttabel maka H 0 diterima dan hipotesis alternatif ditolak berarti
variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen.
2. Jika t hitung> ttabel maka H 0 ditolak dan hipotesis alternatif diterima berarti
variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Dengan hipotesis sebagai berikut:
H 0 : βx=¿ 0 artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan variabel independen
dengan variabel dependen.
H 1: β1 ≠ 0 artinya terdapat pengaruh yang signifikan variabel independen dengan
variabel dependen.
3.4.3 Koefisien Determinasi (R¿¿2)¿
Pengujian ini berguna untuk mengetahui seberapa besar proporsi
sumbangan seluruh variabel independen terhadap variasi naik turunnya variabel
dependen. Nilai R2 dapat dianalisis dengan menggunakan rumus:
R2=β1∑ X
1Y t +β2∑ X 2Y t+β3∑ X3 Y t
∑ Y t2
Di mana:
R2 = Koefisien determinasi
46
Y t = Ekspor karet Indonesia ke China
β1 β2 β3= Koefisien regresi
X1 = Kurs dollar US$ terhadap yuan
X2 = GDP China
X3 = Harga karet internasional
Di mana persamaan R2 berkisar 0 0 ≤ R2≥ 1. Jika mendekati 0 berarti
kurang kuat hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Jika nilai
mendekati 1 maka ini menunjukkan semakin besarnya hubungan antara kedua
variabel tersebut.
3.5 Uji Asumsi Klasik
a. Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2005), uji multikolinearitas adalah sebagai alat uji
multikolinearitas, bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antarvariabel bebas (independen). Karena model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Uji
multikolinieritas dilakukan dengan melihat tolerance value atau dengan
menggunakan Variance Inflation Factors (VIF) dari hasil analisis dengan
menggunakan eviews 8.1.
Cara mengetahui apakah dalam model tersebut ada multikolineritas atau
tidak adalah dengan cara menghitung nilai Varians Inflation Factor (VIF). Jika
nilai VIF < 10, maka persamaan tersebut tidak ada masalah multikolinearitas.
VIF= 1
1−R2 xi
47
Di mana:
VIF = Varians Inflation Factor
R2 xi = Korelasi antara variabel xi dengan variabel x lain
Menurut Sumodiningrat (2001), uji kolinearitas digunakan untuk menguji
adanya korelasi antarvariabel independen pada regresi yang ditentukan. Jika
terjadi korelasi, maka dapat problem multikolinearitas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.
b. Heteroskedastisitas
Menurut Winarno (2009), uji ini digunakan untuk melihat varians residual
apakah konstan atau tidak. Apabila varians residual konstan maka asumsi
homoskedastisitas terpenuhi. Salah satu cara untuk melihat ada atau tidaknya
masalah heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan Uji White. Uji White
menggunakan residual kuadrat sebagai variabel dependen yang diregresikan
terhadap variabel- variabel independennya.
Uji heteroskedastisitas hipotesinya adalah:
H 0 = Homokedastisitas
H 1= Heteroskedastisitas
Jika di temukan heteroskedastisitas, maka estimator OLS tidak akan
efisien dan akan menyesatkan permalan atau kesimpulan selanjutnya. Ada
beberapa yang bisa ditempuh untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas.
(Winarno, 2009), yaitu, Uji White (White Test). Pengujian terhadap gejala
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test, yaitu dengan
meregresi residual kuadrat dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan
48
perkalian variabel bebas. Ini dilakukan dengan membandingkan x2hitungdan x2tabel,
apabila x2hitung>x2tabel maka hipotesis yang mengatakan bahwa terjadi
heteroskedastisitas diterima, dan sebaliknya apabila x2hitung< x2tabel maka hipotesis
yang mengatakan bahwa terjadi heteroskedastisitas ditolak. Dalam metode White
selain menggunakan nilai xhitung, untuk memutuskan apakah data terkena
heteroskedastisitas, dapat digunakan nilai probabilitas Chi Square yang
merupakan nilai probabilitas uji White. Jika probabilitas Chi Square < ∝, berarti
Ho ditolak jika probabilitas Chi Square > ∝, barati Ho diterima.
c. Autokorelasi
Menurut Wijaya (2009), uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t−1). Autokorelasi terjadi karena
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Inertia, yaitu adanya momentum yang masuk ke dalam variabel-variabel
bebas yang terus-menerus sehingga akan terjadi dan mempengaruhi nilai-
nilai variabel-variabel bebasnya.
2. Terjadinya penyimpangan spesifikasi karena adanya variabel-variabel
bebas lain yang tidak dimasukkan dalam model.
3. Bentuk fungsi yang salah.
4. Adanya lags (tenggang waktu)
5. Manipulasi data yang mengakibatkan data tidak akurat.
Apabila terdapat autokorelasi cara menanggulangi masalahnya yaitu
dengan cara mentransformasikan data atau bisa juga dengan mengubah model
regresi ke dalam bentuk persamaan beda umum (generalized difference equation).
49
Selain itu juga dapat dilakukan dengan memasukkan variabel lag dari variabel
terikatnya menjadi salah satu variabel bebas, sehingga data observasi menjaadi
berkurang 1.
Uji Autokorelasi digunakan Pengujian autokorelasi dapat juga dilakukan
dengan uji Lagrange-Multiplier (LM), dan untuk menguji ada tidaknya
autokorelasi dapat dilakukan dengan patokan Obs*R-Squared hitung < X² tabel
berarti model lolos dari adanya autokorelasi, atau bisa dilihat jika probabilita >
0,05 data lolos dari autokorelasi.
d. Linearitas
Uji Linearitas ini dikembangkan oleh Ramsey pada tahun 1996 (Gujarati,
2003). Berkaitan dengan masalah spesifikasi kesalahan. Ramsey menyarankan
satu uji yang dikenal dengan general test of spesification atau reset test. Asumsi
yang digunakan dalam uji ini adalah bahwa fungsi yang benar adalah fungsi
linear.
Uji ini bertujuan untuk menghasilkan nilai Fhitung, kemudian nilai tersebut
dibandingkan dengan F tabel, jika Fhitung > F tabel maka hipotesis nol yang
menyatakan model dalam bentuk linear ditolak dan sebaliknya jika Fhitung<F tabel
maka diterima H 0.
e. Normalitas
Menurut Imam Ghozali (2007), uji normalitas adalah sebagai alat uji
normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas diperlukan karena untuk
melakukan pengujian-pengujian variabel lainnya dengan mengasumsikan bahwa
50
nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji
statistik menjadi tidak valid dan statistik parametrik tidak dapat digunakan.
Uji statistik yang digunakan untuk uji normalitas data dalam penelitian ini
adalah uji normalitas atau sampel Kolmogorov-Smirnov. Hasil analisis ini
kemudian dibandingkan dengan nilai kritisnya. Uji ini digunakan untuk melihat
apakah residual telah menyebar normal atau tidak. Uji normalitas dapat
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan melihat nilai probabilitasnya.
Hipotesis uji normalitas adalah:
H 0 = Residual terdistribusi normal
H 1 = Residual tidak terdistribusi normal
Residual akan terdistribusi normal apabila nilai probabilitas Kolmogorov-Smirnov
lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (p-value > α).
3.6 Operasional Variabel
Berdasarkan data yang dikumpulkan maka dilakukan pengukuran variabel-
variabel pengamatan yaitu sebagai berikut:
1. Kurs dollar US$ terhadap yuan
Kurs yang digunakan adalah nilai tukar dollar US terhadap yuan periode
2001-2012.
2. GDP China
GDP yang digunakan adalah nilai GDP China tahunan dalam miliar US$
periode 2001-2012.
3. Harga karet internasional
51
Harga karet yang digunakan adalah harga karet internasional tahunan
dalam bentuk dollar per ton tahun 2001-2012.
4. Ekspor karet Indonesia ke China
Nilai ekspor yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai ekspor karet
Indonesia ke China tahunan dalam miliar US$ periode 2001-2012.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Ekspor Karet Indonesia ke China
Perkembangan ekspor karet Indonesia setiap tahun cenderung mengalami
tren fluktuasi, hal ini disebabkan oleh permintaan negara pengimpor mengalami
pola konsumsi yang berfluktuatif. Tingkat konsumsi penduduk negara pengimpor
akan produk karet merupakan suatu efek dari perkembangan penduduk dalam
suatu negara, dikarenakan peningkatan jumlah penduduk akan secara langsung
mendorong peningkatan konsumsi agregat dan kemudian akan mendorong
konsumsi secara agregat.
Pada dasarnya prospek ekspor karet Indonesia memiliki prospek yang
sangat cerah dikarenakan kebutuhan akan karet yang akan diolah menjadi
berbagai kebutuhan semakin meningkat seiring dengan tingginya konsumsi
produk-produk yang berbahan baku karet ini, sebagai contoh ban merupakan hasil
52
turunan dari produk karet serta alat kesehatan yang sebagian besar berbahan dasar
karet. China merupakan negara yang memiliki penduduk terbanyak di dunia yang
memiliki pola konsumsi yang tinggi dan sebagian besar diekspor hasil olahan
karet ke seluruh dunia, maka dari itu China lebih memilih impor karet dan
kemudian diproduksi, dan hasil produksi tersebut diekspor lagi ke seluruh dunia.
Tabel 1.5 Perkembangan Ekspor Karet Indonesia ke China
TahunVolume (Ton)
Growth(%)
Nilai(US $)
Growth(%)
2001 136.607 - 75.530.000 -2002 46.221 -67,6 40.070.000 -46,942003 107.724 133,7 111.220.000 177,562004 197.598 83,4 252.143.000 126,702005 249.791 26,4 341.040.000 35,252006 337.223 35.0 689.440.000 102,152007 341.021 1,1 762.110.000 10,542008 318.841 -6,5 901.200.000 18,252009 457.118 43,4 838.990.000 -6,902010 418.098 -8,5 1.416.130.000 68,782011 409.377 -2.1 2.006.857.000 41,712012 437.750 6,9 1.735.971.000 -13,49
Rata-rata 288.114 22,29 764.225.083,3 46,69Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Perkembangan ekspor karet Indonesia ke China mengalami fluktuasi yang
menarik di mana pada tahun 2001 volume ekspor karet Indonesia 136.607 ton
dengan nilai ekspor sebesar US$ 75.530.000 pada tahun 2002 penurunan yang
sangat signifikan menjadi 46.221 ton atau sebanyak US$ 40.070.000 dengan
persentase -46,94 persen, pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang sangat baik
menjadi 107.724 ton atau sebanyak 177,56 persen. Tahun 2004 kenaikan menjadi
53
126,70 persen dari tahun sebelumnya atau menjadi 197.598 ton dengan nilai
ekspornya US$ 252.143.000. Pada tahun 2005 terjadi kenaikan nilai ekspor karet
Indonesia menjadi US$ 341.040.000 sebaliknya jumlah volume ekspor karet
Indonesi ke China mengalami peningkatan menjadi 249.791 ton. Tahun 2006
peningkatan pun terjadi sangat signifikan 89,4 persen atau sebanyak 337.223 ton
dengan nilai ekspor US$ 689.440.000 dengan persentase 102,15 persen, Pada
tahun 2007 nilai ekspor karet Indonesia ke China US$ 762.110.000 atau sebanyak
341.021 ton dengan persentase kenaikan 10 persen. Di tahun 2008 volume ekspor
karet Indonesia ke China mengalami penurunan menjadi 318.841 ton tetapi terjadi
peningkatan pada nilai ekspornya menjadi US$ 901.200.000 dan persentase
kenaikannya 18,25 persen. Tahun 2009 nilai ekspor karet Indonesia ke China US$
838.990.000 terjadi penurunan, walaupun terjadi penurunan pada tahun 2009
dari tahun sebelumnya, sebagai akibat adanya krisis di Amerika dan
kemudian menimbulkan krisis keuangan global, yang pada akhirnya
mengakibatkan permintaan China akan karet dan produk karet mengalami
penurunan dan kenaikan persentase volume ekspornya 43,4 persen atau sebanyak
457.118 ton. Namun di tahun 2010 volume ekspor karet Indonesia terjadi lagi
penurunan -8,5 persen, menjadi 418.098 ton dan nilai ekspor karetnya mengalami
peningkatan cukup baik menjadi 68,78 persen atau US$ 1.416.130.000
dikarenakan membaiknya ekonomi Negara China. Tahun 2011 volume ekspor
karet Indonesia terjadi penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 409.377 Ton
dengan persentase penurunan -2,1 persen dan terjadi peningkatan dinilai
ekspornya sebanyak US$ 2.006.857.000 dan persentasenya 41,71 persen. Pada
tahun 2012 penurunan nilai ekspor karet Indonesia ke China sebanyak -13,49
54
persen atau US$ 1.735.971.000 dan pada volume ekspor terjadi peningkatan
menjadi 437.750 ton atau sebanyak 6,9 persen.
Peningkatan tertinggi nilai ekspor karet Indonesia ke China selama tahun
2001-2012 terjadi pada tahun 2008 sebesar 135,7 persen dengan nilai ekspornya
US$ 835.044.579 tetapi terjadi penurunan volume ekspor menjadi 318.841 ton
dengan persentase penurunannya -6,5 persen kenaikan tersebut disebabkan karena
Indonesia cukup mendapatkan manfaat dari tingginya harga komoditas primer
karena ekspor Indonesia banyak ditunjang oleh komoditas tersebut. Sementara itu
penurunan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2002, penurunannya
sebanyak -67,2 persen dengan nilai ekspornya US $ 43.692.711 dan volume
eskpornya 46.221 ton dengan volume penurunannya -67,6 persen, penurunan
ekspor tersebut terjadi karena melemahnya industri barang jadi karet di China
sehingga bahan baku produksi atas bahan dasar karet alam menurun. Namun
mulai tahun 2003, ekspor karet alam Indonesia ke China cenderung semakin
meningkat.
Perkembangan rata-rata volume ekspor karet alam Indonesia ke China
menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat sebesar 22,29 persen
selama periode 2001-2012. Nilai rata-rata ekspor karet Indonesia ke China sebesar
46,69 persen selama periode 2001-2012.
4.2 Perkembangan Kurs Dollar US$ terhadap Yuan 2001-2012
Pergerakan nilai dollar ke yuan mengalami tren yang fluktuasi yang selalu
berubah-ubah setiap tahunnya. Ketika nilai tukar yuan melemah (depresiasi)
terhadap mata uang dollar AS, maka harga dalam negeri relatif lebih murah
55
dibanding harga negara lain, sehingga secara umum akan menimbulkan spekulasi
ekspor yang meningkat keluar negeri. Hal ini dapat terjadi karena harga jual di
luar negeri lebih tinggi dari pada harga domestik.
Menurut Lipsey (1995), harga dan kuantitas permintaan suatu komoditi
berhubungan secara negatif. Artinya semakin tinggi harga suatu komoditi maka
jumlah permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang, ceteris
paribus.
Untuk harga ekspor, Lipsey (1995) menyatakan bahwa suatu hipotesis
ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga yang
ditawarkan berhubungan secara negatif dengan jumlah yang diminta, atau dengan
kata lain semakin besar harga komoditi maka akan sedikit kuantitas komoditi
tersebut yang diminta. Sebaliknya, harga berhubungan secara positif dengan
penawaran. Semakin tinggi harga maka akan semakin banyak kuantitas komoditi
tersebut yang ditawarkan.
Tabel 1.6 Perkembangan Kurs Dollar AS terhadap Yuan
Tahun Kurs (Dollar/Yuan) Growth (%)2001 8,2712 -2002 8,2781 0,08342003 8,2644 -0,16552004 8,2625 -0,02292005 6,1613 -25,43062006 7,9723 29,39312007 7,6064 -4,58962008 6,9518 -8,60592009 6,8322 -1,72042010 6,7705 -0,90302011 5,9162 -12,6182012 6,3101 6,6579
Rata-rata 7,29975 -1,6292Sumber : www.x-rates.com (diolah)
56
Pada tabel 1.6 menggambarkan tentang pergerakan nilai tukar dollar AS
terhadap yuan dari tahun 2001-2012. Di mana tahun 2001 nilai tukar dollar ke
yuan, yuan 8,2712 dan pada tahun 2002 nilai tukar dollar ke yuan mengalami
depresiasi 0,08 persen di tahun 2003 nilai tukar dollar ke yuan mengalami
apresiasi yuan 8,2644 atau 0,16 persen. Kemudian pada tahun 2004 nilai tukar
dollar AS kembali mengalami apresiasi yuan 8,2625 atau 0,02 persen. Kenaikan
yang cukup baik pada tahun 2005, nilai tukar dollar ke yuan menjadi 25,43 persen
atau yuan 6,1613. Pada tahun 2006 terjadi depresiasi yang sangat drastis di
sepanjang 10 tahun terakhir sebanyak 29,39 persen atau yuan 7,9723, kenaikan
pun terjadi kembali pada tahun pada tahun 2007 kenaikannya 4,58 persen atau
yuan 7,6064. Pada tahun 2008 kenaikan nilai tukar dollar ke yuan terus terjadi,
yuan 6,9518 atau sebesar 8,60 persen. Tahun 2009 apresiasi terus terjadi yang
signifikan yuan 6,8322 atau 1,72 persen. Tahun 2010 tingkat apresiasi dollar
terhadap yuan terjadi kenaikan 0,90 persen atau sebesar yuan 6,7705 dan di tahun
2011 apresiasi dollar terhadap yuan 12,61 persen atau yuan 5,9162. Di tahun
2012 terjadi depresiasi 6,65 persen atau yuan 6,3101. Selama dua belas tahun
terakhir pergerakan nilai tukar dollar ke yuan tidak mengalami peningkatan yang
cukup berarti rata-rata nilai tukar dollar ke yuan adalah yuan 7,2997.
Melemahnya nilai tukar yuan terhadap dollar merupakan suatu kebijakan
pemerintah China guna untuk bisa bersaing produk ekspornya di pasar dunia.
Pemerintah AS mengklaim tentang manipulasi yuan adalah bahwa Bank Sentral
China dianggap telah melakukkan intervensi yang kuat dengan tidak membiarkan
nilai tukar yuan terapresiasi atau meningkat terhadap dollar AS. Nilai yuan
memang seharusnya terapresiasi terhadap dollar AS, karena dengan semakin
57
meningkatnya perdagangan internasional China maka permintaan terhadap nilai
tukar yuan seharusnya meningkat, dan ini akan meningkatkan nilai yuan terhadap
dollar AS. Namun, hal ini tentu bukanlah merupakan hal yang mudah bagi China
untuk membiarkan itu terjadi. Saat terjadi peningkatan nilai tukar yuan terhadap
dollar AS pasti akan menurunkan kinerja ekspor mereka, karena semakin
meningkatnya harga barang China di pasar internasional.
Bagi pemerintah AS bahwa kebijakan tersebut akan melemahkan daya
saing produk AS khususnya dalam tataran harga di pasar internasional. sehingga
klaim yang keras terhadap strategi curang China tersebut juga dapat diterima
secara nalar. Bahwa kebijakan “manipulasi yuan” ini jugalah yang telah banyak
berkontribusi terhadap resesi yang terjadi di AS, mulai dari meningkatnya
pengangguran, kredit macet dan kebangkrutan perusahaan-perusahaan AS (Satria,
2012).
4.3 Perkembangan GDP China 2001-2012
Gross Domestic Product (GDP) merupakan gambaran pendapatan total dan
pengeluaran modal terhadap output barang dan jasa yang ada di suatu negara.
Menurut Lipsey (1995) menyatakan bahwa GDP merupakan nilai dari total
produksi barang dan jasa suatu negara yang dinyatakan sebagai produksi nasional
dan nilai total produksi tersebut juga menjadi pendapatan total negara yang
bersangkutan atau dengan kata lain, produk nasional sama dengan pendapatan
nasional.
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan pendapatan
nasional di mana diukur dari kegiatan ekspor yang dilakukan suatu negara untuk
58
meningkatkan suatu perekonomian negara tersebut. Pada tabel 1.7 menjelaskan
tentang perkembangan GDP China.
Tabel 1.7 Perkembangan GDP China Tahun 2001-2012
Tahun GDP China (US$) Growth (%)2001 1,324,806,909,020 -2002 1,453,827,558,028 9,732003 1.640.958.734.582 12,872004 1.931.644.329.934 17,712005 2.256.902.590.825 16,832006 2.712.950.885.444 20,202007 3.494.055.942.162 28,792008 4.521.827.271.025 29,412009 4.990.233.518.751 10,352010 5.930.502.270.317 18,842011 7.321.891.954.612 23,462012 8.229.490.030.098 12,39
Rata-rata 3.817.424.332.899 18,23Sumber : databank.wordlbank.org
Perkembangan GDP China dari tahun ke tahun mengalami tren yang
berfluktuasi, tahun 2001 GDP China US$ 1.324.806.909.020 di tahun 2002
mengalami peningkatan US$ 1.453.827.558.028 atau sebesar 9,73 persen. Pada
tahun 2003 kenaikan GDP China sebesar US$ 1.640.958.734.582 atau mengalami
kenaikan sebesar 12,87 persen. Di tahun 2004 kenaikan GDP China US$
59
1.931.644.329.934 atau sebesar 17,71 persen dan di tahun 2005 kenaikannya
sebanyak 16,83 persen atau sebanyak US$ 2.256.902.590.825. Pada tahun 2006
GDP China mengalami kenaikan yang cukup berarti sebanyak US$
2.712.950.885.444 atau sebanyak 20,20 persen. Pada tahun 2007 kenaikan GDP
China naik dari tahun sebelumnya menjadi 28,79 persen atau sebanyak US$
3.494.055.942.162 dan di tahun 2008 terjadi kenaikan yang cukup signifikan
menjadi US$ 4.521.827.271.025 atau sebesar 29,41 persen. Di tahun 2009 terjadi
penurunan 18,05 persen menjadi 10,35 persen atau menjadi US$
4.990.233.518.751. Pada tahun 2010 terjadi kenaikan menjadi US$
5.930.502.270.317 atau sebanyak 18,84 persen. Tahun 2011 GDP China US$
7.321.891.954.612 atau sebanyak 23,46 persen, dan yang terakhir kenaikan GDP
China sebanyak 12,39 persen atau sebanyak US$ 8.229.490.030.098. Berdasarkan
dari hasil penelitian bahwa perkembangan rata-rata GDP China per tahun adalah
US$ 3.817.424.332.899 atau sebesar 18,23 persen.
4.4 Perkembangan Harga Karet Internasional
Harga karet internasional selama 2001-2012 terus mengalami tren
fluktuatif, walaupun perlahan-lahan mengalami peningkatan namun pada tahun
tertentu mengalami penurunan.
Harga barang merupakan aspek pokok dalam pembahasan teori
ekonomi dan pembentukan harga dari suatu barang terjadi di pasar melalui suatu
mekanisme. Dalam mekanisme ini terdapat dua kekuatan pokok yang saling
berinteraksi, yaitu penawaran dan permintaan dari barang tersebut. Apabila pada
suatu tingkat tertinggi kuantitas barang yang diminta melebihi kuantitas barang
60
yang ditawarkan maka harga akan naik, sebaliknya bila kuantitas barang yang
ditawarkan pada harga tersebut lebih banyak dari pada kuantitas permintaan,
maka harga cenderung turun. Tingginya harga mencerminkan kelangkaan dari
barang tersebut. Sampai pada tingkat harga tertinggi konsumen cenderung
menggantikan barang tersebut dengan barang lain yang mempunyai hubungan
dekat dan relatif lebih murah. (Budiono, 1995).
Karet merupakan komoditas perdagangan dunia yang penting, namun
harganya seringkali berfluktuasi sehingga merugikan negara produsen.
Perkembangan harga karet alam di pasar dunia sejak tahun 2001-2012 terlihat
dalam tabel 1.8 sebagai berikut :
Tabel 1.8 Perkembangan Harga Karet Internasional 2001-2012
Tahun Harga Karet (US$/Ton) Growth (%)2001 1.005 -2002 1.000 -0.492003 1.090 92004 1.110 1.832005 1.190 7.202006 1.430 20.162007 2.010 40.552008 2.090 3.982009 1.600 -23.442010 2.930 83.122011 4.000 36.512012 3.300 -17.5
Rata-rata 1.860 19.77Sumber: Gapkindo (diolah)
Pada tabel 1.8 dapat dijelaskan bahwa perkembangan harga karet
internasional mengalami tren yang dinamis, di mana pada tahun 2001 harga karet
dunia US$ 1005 per ton, pada tahun 2002 harga karet dunia US$ 1.000 per ton
dan mengalami penurunan -0,49 persen. Pada tahun 2003 harga karet dunia harga
karet dunia US$ 1.090 per ton dan peningkatannya sebanyak 15 persen dan pada
61
tahun 2004 kenaikan sebesar 1.83 persen atau sebanyak US$ 1.110 per ton. Tahun
2005 harga karet dunia mengalami kenaikan menjadi US$ 1.190 per ton atau naik
sebesar 7.20 persen, di tahun 2006 kenaikan harga karet sebesar 20.16 persen atau
sebesar US$ 1.430 per ton. Tahun 2007 kenaikan harga karet dunia cukup
signifikan sebanyak 40.55 persen atau US$ 2010 per ton, di tahun 2008 kenaikan
harga karet dunia menjadi US$ 2.090 per ton atau sebanyak 3.98 persen. Pada
tahun 2009 harga karet dunia mengalami penurunan yang dinamis menjadi US$
1.600 per ton atau sebanyak -23.44 persen dikarenakan konsumsi karet dunia
sedang melemah. Tahun 2010 harga karet dunia membaik kenaikan harga karet
dunia menjadi US$ 2.930 per ton atau sebanyak 83,12 persen. Tahun 2011 harga
karet dunia mengalami kenaikan perlahan menjadi US$ 4.000 per ton atau
sebanyak 36,51 persen dan di tahun 2012 harga karet alam dunia mengalami
penurunan menjadi US$ 3.300 per ton atau sebesar -17.5 persen.
4.5. Kontribusi Nilai Ekspor Karet Indonesia ke China terhadap Nilai
Ekpor Karet Indonesia 2001-2012
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, ekspor non migas berperan
penting dalam menopang kegiatan perekonomian secara nasional. Karena
pemerintah harus berupaya lebih intensif dalam peningkatan peluang ekspor karet
tersebut. Peningkatan ekspor karet juga dimaksudkan untuk meningkatkan skala
produksi nasional, dengan demikian diharapkan akan memberikan kesempatan
kerja yang lebih besar pada masyarakat.
Berdasarkan dengan kesempatan kerja dan usaha yang lebih besar pada
masyarakat diharapkan akan semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
62
Karenanya pemerintah diharapkan berusaha meningkatkan ekspor non migas
(karet) dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, perlu
dilihat pertumbuhan ekspor karet selain hasil perkebunan setiap tahunnya baik
volume maupun nilainya yang dipakai dalam satuan persentase. Untuk melihat
perkembangan kontribusi nilai ekspor karet Indonesia terhadap nilai ekspor karet
Indonesia ke China periode 2001-2012 dapat dilihat tabel 1.9 di bawah ini.
Tabel 1.9 Kontribusi Nilai Ekspor Karet Indonesia ke China terhadap Nilai
Ekspor Karet Indonesia Periode 2001-2012 (US$)
TahunEkspor Karet
Indonesia Ke China (US$)
Ekpor Karet Indonesia (US$)
Kontribusi (%)
2001 75.530.000 57.361.000.000 0,1316752002 40.070.000 59.166.000.000 0,0677252003 111.220.000 64.108.000.000 0,1734882004 252.143.000 70.766.610.000 0,3563022005 341.040.000 86.996.064.000 0,3920182006 689.440.000 103.527.000.000 0,6659522007 762.110.000 118.013.000.000 0,6457852008 901.200.000 139.606.000.000 0,6455312009 838.990.000 119.646.000.000 0,7012272010 1.416.130.000 158.074.492.000 0,8958622011 2.006.857.000 201.472.259.000 0,9960962012 1.735.971.000 125.494.831.000 1,383301
Rata-Rata 614.379.385,8 108.685.938.000 0,587913Sumber : BPS (diolah)
Berdasarkan tabel 1.9 dapat dilihat bahwa kontribusi nilai ekspor karet
Indonesia ke China terhadap nilai ekspor karet Indonesia periode 2001-2012
mengalami tren berfluktuatif pada tahun 2001 sebesar 0,131675 persen. Pada
63
tahun 2002 kontribusi ekspor karet Indonesia ke China terhadap nilai ekspor karet
Indonesia sebesar 0,067725 persen, pada tahun 2003 kontribusi ekspor karet
Indonesia ke China terhadap nilai ekspor karet Indonesia mengalami kenaikan
menjadi 0,173488 persen. Tahun 2004 kontribusi ekspor karet Indonesia ke China
terhadap nilai ekspor karet Indonesia sebesar 0,356302 persen, pada tahun 2005
sebesar 0,392018 persen. Tahun 2006 terjadi kenaikan kontribusi ekspor karet
Indonesia ke China terhadap nilai ekspor karet Indonesia sebesar 0,665952 persen.
Di tahun 2007 kontribusi ekspor karet Indonesia ke China terhadap nilai ekspor
karet Indonesia sebesar 0,645785 persen, di tahun 2008 kontribusi ekspor
tersebut relatif sama dengan ekspor tahun 2007, sebesar 0,645531 persen terjadi
kenaikan kontribusi ekspor karet Indonesia ke China terhadap nilai ekspor karet
Indonesia di tahun 2009 sebesar 0,701227 persen kontribusi ekspor karet
Indonesia ke China mengalami kenaikan pada tahun 2010, sebesar 0,895862
persen tahun 2011 kontribusi ekspor karet Indonesia ke China terhadap nilai
ekspor karet Indonesia sebesar 0,996096 persen dan kontribusi tertinggi pada
tahun 2012 sebesar 1,383301 persen terhadap nilai ekspor karet Indonesia. Rata-
rata kontribusi ekspor karet Indonesia ke China terhadap nilai ekspor karet
Indonesia sebesar 0,587913 persen.
4.6. Pengaruh Kurs, GDP China dan Harga Karet Internasional terhadap
Nilai Ekspor Karet Indonesia ke China Periode 2001-2012.
Pada bagian ini akan diuji dari hasil-hasil perkiraan pengaruh kurs, GDP
China, dan harga karet internasional terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke
China, dengan menggunakan persamaan regresi berganda, maka didapat hasil
64
estimasi fungsi dengan menggunakan progran eview 8.1 sebagai variabel
independen (bebas) adalah kurs (X1), GDP (X2), dan harga karet internasional (X3
), sedangkan variabel dependen (terikat) adalah nilai ekspor karet Indonesia ke
China (Y). Dari hasil persamaan regresi berganda, nilai ekspor karet Indonesia ke
China 2001-2012, maka diperoleh hasil estimasi :
Tabel 1.10 Hasil Estimasi Pengaruh Kurs, GDP China dan Harga Karet
Internasional terhadap Nilai Ekspor Karet Indonesia ke China 2001-2012
Dependent Variable: XINDMethod: Least SquaresDate: 03/08/15 Time: 23:27Sample: 2001 2012Included observations: 12
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -2246169 4822197 -0.465798 0.6538ER -2168842 5640413 -0.384518 0.7106
GDP 0.115668 0.041701 2.773776 0.0242PC 372106.5 89706.97 4.148022 0.0032
R-squared 0.982101 Mean dependent var 7642250Adjusted R-squared 0.975389 S.D. dependent var 6612511S.E. of regression 1037364. Akaike info criterion 40.01381Sum squared resid 8.608997 Schwarz criterion 40.17544Log likelihood -236.0828 Hannan-Quinn criter. 39.95396F-statistic 146.3181 Durbin-Watson stat 1.727184Prob(F-statistic) 0.000000
Y = -2246169 + -2168842 (X1 ¿ + 0.115668 (X ¿¿2)¿ + 372106.5
(X 3)
65
R2 = 0.982101
Fhitung = 146.3181
n = 12
df = 9
Pada hasil perhitungan regresi linear berganda ini dapat dijelaskan bahwa
konstanta (C) sebesar US$ -2246169 artinya jika kurs, GDP dan harga karet
internasional sama dengan nol atau tidak berubah, maka besar penawaran ekspor
karet secara rata-rata menunjukkan penurunan adalah US$ -2246169. Untuk
melihat nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel maka dapat dilihat di
bawah ini:
a. Variabel Kurs (ER)
Nilai koefisien regresi kurs yang diperoleh adalah yuan -2168842 yang
menunjukkan pengaruh negatif terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke
China. Jika kurs yuan turun yuan 1 maka nilai ekspor karet Indonesia ke
China akan mengalami penurunan yuan -2168842 begitu juga sebaliknya.
Artinya kurs berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke
China.
b. Variabel GDP China (GDP)
Nilai koefisien regresi dari GDP China diperoleh US$ 0.115668 yang
menunjukkan pengaruh positif terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke
China. Jika GDB China mengalami kenaikan US$ 1 maka nilai ekspor
karet Indonesia ke China naik US$ 0.115668 dan penawaran akan
meningkat dengan anggapan kurs dan harga karet internasional tidak
66
berubah. Artinya GDP China sangat berpengaruh signifikan positif
terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke China.
c. Variabel Harga Karet Internasional (PC)
Nilai koefisien regresi dari harga karet internasional diperoleh angka
sebesar US$ 372106.5 yang menunjukkan pengaruh yang positif terhadap
nilai ekspor karet Indonesia ke China. Hal ini sesuai dengan hukum
penawaran, jika harga karet internasional meningkat maka barang yang
diekspor akan meningkat. Hal ini berarti jika harga karet internasional
mengalami peningkatan sebesar US$ 1 per ton, maka nilai ekspor karet
Indonesia ke China akan mengalami peningkatan sebesar US$ 372106.5,
begitu juga sebaliknya apabila harga karet Internasional mengalami
penurunan sebesar US$ 1 per ton, maka nilai ekspor karet Indonesia ke
China akan turun sebesar US$ 372106.5. Artinya harga karet internasional
memiliki pengaruh signifikan positif terhadap nilai ekspor karet Indonesia
ke China.
4.7. Uji Statistik
4.7.1 Uji F
Uji F-statistik merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
apakah semua variabel independen (Kurs, GDP dan PC) memiliki pengaruh
terhadap variabel dependen (nilai ekpor karet Indonesia ke China), Uji F
dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan nilai F tabelpada tingkat
kepercayaan tertentu atau melihat angka probabilitasnya dan pada taraf
signifikannya (α = 0,05) dengan menggunakan program eview 8.1.
67
Hasil yang diperoleh dari uji Fhitung adalah 146.3181 dengan tingkat
kepercayaan 95%, α= 5%, degree of freedom (df), df = (df1=2, df2=9) diperoleh
F tabel sebesar 4.26. hasil regeresi menunjukkan Fhitung > F tabel maka (Ho) ditolak
dan (Ha) diterima yang artinya memiliki pengaruh signifikan positif antara
variabel-variabel bebas terhadap variabel-variabel terikat.
4.7.2. Uji t
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, uji t
dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.
a. Uji t Koefisien Variabel X1(Kurs)
Dari hasil regresi menunjukkan nilai t hitung untuk kurs yuan adalah -
0.384518 dengan tingkat kepercayaan 95%, α= 5%, df= 9 diperoleh nilai
t tabel 1,83311. Hasil regresi menunjukkan t hitung > t tabel maka (Ho) diterima
dan (Ha) ditolak yang artinya kurs yuan memiliki pengaruh negatif antara
variabel bebas terhadap variabel terikat.
b. Uji t Koefisien Variabel X2 (GDP China)
Dari hasil regresi menunjukkan nilai t hitung untuk GDP adalah 2.773776
dengan tingkat kepercayaan 95%, α= 5%, df= 9 diperoleh nilai t tabel
1,83311. Hasil regresi menunjukkan t hitung > t tabel maka (Ho) ditolak dan
(Ha) diterima yang artinya GDP China memiliki pengaruh signifikan
positif antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
c. Uji t Koefisien Variabel X3 (Harga Karet Internasional)
68
Dari hasil regresi menunjukkan nilai t hitung untuk PC adalah 4.148022
dengan tingkat kepercayaan 95%, α= 5%, df= 9 diperoleh t tabel 1,83311.
Hasil regresi menunjukkan t hitung > t tabel maka (Ho) ditolak dan (Ha)
diterima yang artinya harga internasional memiliki pengaruh positif yang
signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
4.7.3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat. Secara bersama-sama
ekonometrika nilai R2 yang semakin mendekati angka satu berarti semakin tepat
menarik garis linear tersebut. Dari hasil perhitungan secara statistik diperoleh nilai
R2 variabel bebasnya 0.982101 atau 98,21 persen, artinya kontribusi variabel
bebas yakni kurs, GDP China dan harga karet internasional terhadap variabel
terikat yakni nilai ekspor karet Indonesia ke China sebesar 98,21 persen
sedangkan sisanya 1,79 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk
dalam penelitian ini.
4.8. Uji Asumsi Klasik
4.8.1. Uji Multikolinearitas
XIND PC GDP ER
XIND 1.000000 0.979179 0.971196 -0.782089PC 0.979179 1.000000 0.938317 -0.745582
GDP 0.971196 0.938317 1.000000 -0.793002ER -0.782089 -0.745582 -0.793002 1.000000
Dari data di atas dapat dilihat bahwa model tersebut lolos dari masalah
multikolinearitas. Hal ini dapat dilihat dari beberapa korelasi antara variabel.
69
Korelasi antara XIND dengan PC bernilai 0.979179, korelasi PC dengan GDP
bernilai 0.938317, dan korelasi GDP dengan ER bernilai -0.793002 dan ER
dengan XIND -0.782089 . berdasarkan dari uraian tersebut variabel bebasnya
kurang dari satu, maka model tersebut lolos dari uji multikolinearitas.
4.8.2 Uji Heterokedastisitas
Dari hasil yang didapat pada lampiran, nilai chi square tabel pada α= 5%
dengan df= 9 adalah 16.919 dapat diketahui bahwa nilai Chi square tabel > Chi
square hitung (16.919 > 9.542385). maka melalui uji White dapat disimpulkan
bahwa model ini lolos dari uji terhadap gejala heterokedastisitas.
4.8.3. Uji Autokorelasi
Dari hasil pengujian LM diketahui besarnya nilai X2 hitung sebesar
diperoleh 0.106706 dari obs*R-squared. Sedangkan Chi square tabel pada α= 5%
adalah 16.919. maka dari hasil uji tersebut chi square hitung < X2 tabel (0.106706
< 16.919). Maka model ini lolos dari uji terhadap gejala autokorelasi.
4.8.4. Uji Linearitas
Berdasarkan dari hasil uji statistik Ramsey Reset test nilai F statistik
1.117993 sedangkan nilai tabel di tingkat keyakinan 95% sebesar 4.26. di mana
F statistik < F tabel (1.117993 < 4.26). Artinya model ini lulus terhadap gejala
linearitas atau model bersifat linear. Probability sebesar 0.00000 < α = 5) artinya
model ini lolos dari gejala linearitas.
70
4.8.5. Uji Normalitas
Nilai Jarque-Bera < nilai tabel Chi square, pada α = 5%, df = 9 maka
diperoleh 9.227737 < 16.919. Artinya model ini lolos dari adanya
ketidaknormalan distribusi residual atau data berdistribusi normal.
4.9. Analisis Ekonomi dan Implikasi Kebijakan
4.9.1. Analisis Ekonomi
Setelah melakukan pengujian empiris terhadap variabel-variabel bebas
yang digunakan pada penelitian di mana keseluruhan variabel bebas yakni: GDP
China dan harga karet internasional memiliki pengaruh yang sangat signifikan
terhadap ekspor karet Indonesia ke China. Maka ekspor telah memainkan
peranannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, sebab ekspor
karet mampu memberikan sumbangan devisa besar jika terus diupayakan
pembenahan dan mutunya. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki lahan
perkebunan karet yang sangat luas tahun 2014 mencapai 3.556.042 Ha dan
semakin besar peranan teknologi memberikan informasi berbagai produk olahan
karet akan memberikan motivasi dan dorongan bagi Bangsa Indonesia dalam
menciptakan ekspor turunan dari produk karet sehingga akan lebih meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
4.9.2. Implikasi dan Kebijakan
Peningkatan pertumbuhan ekonomi merupakan keinginan setiap negara
dalam memacu pembangunan ekonomi suatu negara, tidak terkecuali Indonesia.
Pentingnya meningkatkan ekspor dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi,
71
sehingga berdampak secara nyata untuk berdisverifikasi terhadap produk ekspor
Indonesia. Semakin majunya kecanggihan teknologi akan menambah tantangan
besar bagi Indonesia dalam menciptakan daya saing ekspor khususnya ekspor
karet Indonesia. Di samping lahan perkebunan karet Indonesia yang luas maka
Indonesia harus mampu meningkatkan industri turunan dari produk karet itu
sendiri selain diekspor sebagai karet olahan bahkan menjadi setengah jadi maka
ke depannya diharapkan Indonesia harus mampu menciptakan berbagai produk
turunan dari karet itu sendiri. Seperti alat-alat kesehatan dan lain-lain sehingga
akan menggerakkan kinerja ekspor Indonesia dan akan menciptakan pertumbuhan
ekonomi Indonesia dalam sumbangan ekspor karet itu sendiri.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada
bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan:
1. Rata-rata perkembangan ekspor karet Indonesia ke China adalah 46,69
persen, perkembangan kurs yuan -1,6292, GDP China rata-rata per tahun
18,23 persen dan harga rata-rata karet internasional adalah US$ 1.860 per
ton dan perkembangannya 19.77 persen. Nilai ekspor karet Indonesia ke
China memberikan kontribusi sebesar 0,587913 persen terhadap nilai
ekspor karet Indonesia selama periode 2001-2012.
72
2. Dari hasil regresi yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
variabel kurs memiliki pengaruh negatif terhadap nilai ekspor karet
Indonesia ke China, GDP China dan harga karet internasional memiliki
pengaruh yang signifikan positif terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke
China. Uji asumsi klasik yang digunakan menjelaskan bahwa penelitian ini
lolos uji Multikolinearitas, Heterokedastisitas, Autokorelasi, Linearitas,
dan data berdistribusi normal (Normalitas).
5.2. Saran
Dari hasil penelitian dan kesimpulan yang dibuat, dapat diberikan saran sebagai
berikut :
1. Untuk meningkatkan kontribusi nilai ekspor karet Indonesia ke China
maka usaha yang harus dilakukan adalah meningkatkan mutu produk karet
Indonesia dan menambah lahan perkebunan karet Indonesia.
2. Setelah melakukan pengujian secara individual dan bersama-sama
terhadap keseluruhan variabel, hasil yang diperoleh berpengaruh positif
terhadap nilai ekspor karet Indonesia ke China, maka kebijakan
pemerintah yang harus dilakukan adalah memberikan kebijakan yang
positif dalam menentukan peningkatan ekspor karet, sehingga akan
mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
73
DAFTAR PUSTAKA
Amir, M.S. 2004. Seluk Beluk Dan Tehnik Perdagangan Luar Negeri. Victory Jaya Abadi. Jakarta.
Anggarini, Dewi. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor kopi Indonesia dari Amerika Serikat. Tesis. Magister Ekonomi. Program Pasca Sarjana Universitas Dipenogoro.
Anindita, Ratya. 2008. Pendekatan Ekonomi untuk Analisis Harga. Kencana. Jakarta.
Batiz, R. 1994. International Finance and Open Economy Macroeconomics. Prentice Hall. USA.
Boediono. 1995. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. BPFE. Yogyakarta.
Ghozali, Imam. (2007). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS.Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Dhany, Rista Rama. 2013. Ini 5 Negara Produsen Karet Terbesar Di Dunia. Di akses pada tanggal 29 Agustus 2014. http://finance.detik.com/read/2013/03/06 /100113/2187003/1036/5/#bigpic
74
Djiwardono, Soedrajad. J. 1992. Perdagangan dan Pembangunan. Jakarta
Gilarso. T. 1993. Pembangunan Nasional Kanisius. Yogyakarta
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar : Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Haryadi. 2000. Ekonomi Internasional. Buku Pertama: Teori Dan Kebijakan. Biografika. Bogor.
Haryadi. 2007. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan. Biografika. Bogor.
Jhingan, M.L. 1992. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Pers. Jakarta
Jhingan, M.L, 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Pers. Jakarta
J, Supranto. (1997). Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikkan pangsa pasar. Rineka Cipta. Jakarta.
Krugman, Paul R dan Mourice Obstfeld, M. 1997. Terjemahan Ekonomi Internasional Teori Dan Kebijakan. PT. Raja Grafindo, Persada.
Krugman, Paul R dan Mourice Obstfeld, M. 2004. Ekonomi Internasional Teori Dan Kebijakan. PT. Indek Kelompok Gramedia. Jakarta.
Lipsey, Richard G. et all, 1995, Pengantar Makro Economics, 10 th edition, Terjemahan oleh Jaka Wasana dan Kirbrandoko. Binarupa Aksara. Jakarta.
Manurung, Mandala dan Prathama Rahadja. 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi). Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Manurung, Mandala dan Prathama Rahardja. 2004. Pengantar Ekonomi Makro. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia PT Grafindo Persada. Jakarta.
Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makro Ekonomi. Edisi ke empat. (Di terjemahkan oleh Imam Nurmawan). Erlangga. Jakarta.
McEachern, William A. 2000. Ekonomi Makro: Pendekatan Kontemporer. Terjemahan oleh Sigit Triandaru. Salemba Empat. Jakarta.
Nicholson, Walter. 1999. Mikro Intermediate dan Aplikasinya. Erlangga. Edisi Kedelapan. Jakarta.
Nopirin. 1994. Bisnis Internasional. BPFE. Yogyakarta.
75
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga. Jakarta.
Samuelson, Paul A dan Nordhus William D., 1993. Mikro Ekonomi. Erlangga. Jakarta.
Samuelson, Paul A dan Nordhus William D., 1997. Makro Ekonomi. Erlangga. Jakarta.
Satria, Dias. 2012. Amerika Geram dengan China. Diakses Pada Tanggal 7 Desember 2014. http://diassatria.lecture.ub.ac.id/2012/01/artikel-amerika-geram-dengan-China/
Soekartawi. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta.
Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori Ekonomi Makro. Penerbit Raja Grafindo, Jakarta
Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi. Cetakan keempat belas. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Todaro, M.P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, dalam Haris Munandar (Penerjemah). Erlangga. Jakarta.
Tan, Syamsurizal. 2004. Ekonomi Internasional. Citra Indonesia. Jakarta.
Tan, Syamsurizal. 2010. Perencaan Pembangunan: Teori dan Implementasi Pada Pembangunan Daerah. FE-UNJA. Jambi.
Wijaya, Tony. 2009. Analisis Structural Equation Modelling Untuk Penelitian Menggunakan AMOS, Penerbit Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Winardi. 1985. Perkembangan Ilmu Ekonomi. Tarsito. Bandung
Winardi. 1990. Pengantar Ilmu Ekonomi Edisi ke VII Buku 2. Tarsito. Bandung.
Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eview. UPP STIM YKPN. Jogjakarta
Virdhani, Marieska Harya. 2013. 2013, Produksi Karet Indonesia Capai 3,1 Juta Ton. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2014. http://economy.okezone.com /read/2013/05/29/320/814350/2013-produksi-karet-indonesia-capai-3-1-juta-ton
76
Lampiran 1. Data Nilai Ekspor Karet Indonesia Ke China (US$),
Kurs(Dollar/Yuan) GDP China (US$), dan Harga Karet Internasional
(US$/ton)
TAHUNXIND(US $)
ER (US/Yuan
)
GDP(US $)
PC(US $/Ton)
2001 75.530.000 8,2712 1.324.806.909 1.0052002 40.070.000 8,2781 1.453.827.558 1.0002003 111.220.000 8,2644 1.640.958.734 1.0902004 252.143.000 8,2625 1.931.644.329 1.1102005 341.040.000 6,1613 2.256.902.590 1.1902006 689.440.000 7,9723 2.712.950.885 1.4302007 762.110.000 7,6064 3.494.055.942 2.0102008 901.200.000 6,9518 4.521.827.271 2.0902009 838.990.000 6,8322 4.990.233.518 1.6002010 1416130000 6,7705 5.930.502.270 2.9302011 2.006.857.000 5,9162 7.321.891.954 4.0002012 1.735.971.000 6,3101 8.229.490.030 3.300
Keterangan :
XIND = Nilai Ekspor Karet Indonesia Ke China US $ (Y)
77
Kurs = Kurs (Dollar/Yuan) (X 1)
GDP = GDP China US $ (X2)
PC = Harga Karet Internasional US $/Ton (X3)
Lampiran 2. Hasil Uji OLS Regresi Berganda
Dependent Variable: XINDMethod: Least SquaresDate: 03/08/15 Time: 23:27Sample: 2001 2012Included observations: 12
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -2246169 4822197 -0.465798 0.6538ER -2168842 5640413 -0.384518 0.7106
GDP 0.115668 0.041701 2.773776 0.0242PC 372106.5 89706.97 4.148022 0.0032
R-squared 0.982101 Mean dependent var 7642250Adjusted R-squared 0.975389 S.D. dependent var 6612511S.E. of regression 1037364. Akaike info criterion 40.01381Sum squared resid 8.608997 Schwarz criterion 40.17544Log likelihood -236.0828 Hannan-Quinn criter. 39.95396F-statistic 146.3181 Durbin-Watson stat 1.727184Prob(F-statistic) 0.000000
78
Lampiran 3. Hasil Uji Asumsi Klasik
1. Multikoleniaritas
XIND PC GDP ER
XIND 1.000000 0.979179 0.971196 -0.782089PC 0.979179 1.000000 0.938317 -0.745582
GDP 0.971196 0.938317 1.000000 -0.793002ER -0.782089 -0.745582 -0.793002 1.000000
2. Hetokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.862841 Prob. F(9,2) 0.6434Obs*R-squared 9.542385 Prob. Chi-Square(9) 0.3888Scaled explained SS 10.09309 Prob. Chi-Square(9) 0.3430
Test Equation:Dependent Variable: RESID^2Method: Least SquaresDate: 03/08/15 Time: 22:53
79
Sample: 2001 2012Included observations: 12
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -8.46E+18 5.59E+18 -1.515104 0.2690PC 4.53E+15 2.37E+15 1.909045 0.1965
PC^2 1.36E+11 9.31E+10 1.461334 0.2814PC*GDP -187316.6 127139.8 -1.473313 0.2786PC*ER -6.10E+14 2.98E+14 -2.046065 0.1774GDP -2.58E+09 1.18E+09 -2.195987 0.1593
GDP^2 0.086055 0.048063 1.790478 0.2153GDP*ER 3.14E+08 1.41E+08 2.235147 0.1549
ER 2.50E+18 1.65E+18 1.513475 0.2693ER^2 -1.71E+17 1.14E+17 -1.500704 0.2722
R-squared 0.795199 Mean dependent var 7.17E+15Adjusted R-squared -0.126407 S.D. dependent var 1.63E+16S.E. of regression 1.74E+16 Akaike info criterion 77.49754Sum squared resid 6.02E+32 Schwarz criterion 77.90163Log likelihood -454.9852 Hannan-Quinn criter. 77.34793F-statistic 0.862841 Durbin-Watson stat 3.062604Prob(F-statistic) 0.643433
3. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.026916 Prob. F(2,6) 0.9736Obs*R-squared 0.106706 Prob. Chi-Square(2) 0.9480
Test Equation:Dependent Variable: RESIDMethod: Least SquaresDate: 03/08/15 Time: 22:56Sample: 2001 2012Included observations: 12Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PC -6047.250 106384.8 -0.056843 0.9565GDP 0.001704 0.049020 0.034755 0.9734ER 1203862. 65327634 0.018428 0.9859C -4590144. 5.59E+08 -0.008217 0.9937
RESID(-1) 0.104919 0.455969 0.230102 0.8257RESID(-2) 0.009374 0.450686 0.020800 0.9841
R-squared 0.008892 Mean dependent var -4.72E-08
80
Adjusted R-squared -0.817031 S.D. dependent var 88466725S.E. of regression 1.19E+08 Akaike info criterion 40.33821Sum squared resid 8.53E+16 Schwarz criterion 40.58066Log likelihood -236.0292 Hannan-Quinn criter. 40.24844F-statistic 0.010766 Durbin-Watson stat 1.895299Prob(F-statistic) 0.999942
4. Uji Linearitas
Ramsey RESET TestEquation: REGRESI_REVISISpecification: XIND PC GDP ER COmitted Variables: Squares of fitted values
Value df Probabilityt-statistic 1.057352 7 0.3255F-statistic 1.117993 (1, 7) 0.3255Likelihood ratio 1.778073 1 0.1824
F-test summary:Sum of Sq. df Mean Squares
Test SSR 1.19E+16 1 1.19E+16Restricted SSR 8.61E+16 8 1.08E+16Unrestricted SSR 7.42E+16 7 1.06E+16Unrestricted SSR 7.42E+16 7 1.06E+16
LR test summary:Value df
Restricted LogL -236.0828 8Unrestricted LogL -235.1938 7
Unrestricted Test Equation:
81
Dependent Variable: XINDMethod: Least SquaresDate: 03/08/15 Time: 23:06Sample: 2001 2012Included observations: 12
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PC 500837.6 150841.3 3.320295 0.0128GDP 0.123923 0.042126 2.941712 0.0217ER -21351473 55993629 -0.381320 0.7143C -3.94E+08 5.05E+08 -0.779943 0.4610
FITTED^2 -1.12E-10 1.06E-10 -1.057352 0.3255
R-squared 0.984566 Mean dependent var 7.64E+08Adjusted R-squared 0.975747 S.D. dependent var 6.61E+08S.E. of regression 1.03E+08 Akaike info criterion 40.03230Sum squared resid 7.42E+16 Schwarz criterion 40.23434Log likelihood -235.1938 Hannan-Quinn criter. 39.95750F-statistic 111.6366 Durbin-Watson stat 2.262347Prob(F-statistic) 0.000002
5. Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
-1.0e+08 500.000 1.0e+08 2.0e+08
Series: ResidualsSample 2001 2012Observations 12
Mean -4.72e-08Median -2480521.Maximum 2.41e+08Minimum -96042425Std. Dev. 88466725Skewness 1.646171Kurtosis 5.759702
Jarque-Bera 9.227737Probability 0.009913
82
83