Post on 29-Dec-2015
REFERAT
LUKA BAKAR ( COMBUSTIO )
Disusun Sebagai Syarat Untuk Mengikuti Kegiatan
Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Penyakit Bedah
RSUD Panembahan Senopati Bantul
Pembimbing
dr. Gunawan Siswadi, Sp.B
Disusun Oleh
Teuku RezkiAmriza
20080310029
BAGIAN ILMU BEDAH
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
LUKA BAKAR ( COMBUSTIO )
DIisusun Oleh :
Teuku Rezki Amriza
20080310029
Yogyakarta, November 2012
Disetujui Oleh :
Dokter Pembimbing
dr. Gunawan Siswadi, Sp.B
BAB I
PENDAHULUAN
Undescendcus testis (UDT) atau biasa disebut Kriptorkismus merupakan
kelainan bawaan genitalia yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki.1,2
Sepertiga kasus anak-anak dengan UDT adalah bilateral sedangkan dua-
pertiganya adalah unilateral. Insiden UDT terkait erat dengan umur kehamilan,
dan maturasi bayi. Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan menurun
pada bayi-bayi yang dilahirkan cukup bulan. Peningkatan umur bayi akan diikuti
dengan penurunan insiden UDT. Prevalensinya menjadi sekitar 0,8 % pada umur
1 tahun dan bertahan pada kisaran angka tersebut pada usia dewasa.3,,45
Meskipun telah diteliti lebih dari 100 tahun, namun masih banyak aspek
UDT yang belum dapat dijelaskan dengan baik dan masih menjadi kontroversi.2
Termasuk diantaranya mengenai fisiologi penurunan testis, etiologi dan petanda
molekuler tentang fertilitas dan potensi keganasannya, hingga terapi UDT.2,3,4
UDT yang tidak diterapi jelas menimbulkan kerusakan bagi testis tersebut.
Pemahaman tentang morfogenesis kelainan akibat UDT, faktor hormonal dan
molekuler yang mempengaruhi, merupakan hal yang harus diketahui dalam
melakukan diagnosis maupun terapi kasus-kasus dengan UDT.2
Diagnosis dan terapi dini diperlukan pada kasus-kasus UDT mengingat
terjadinya peningkatan risiko infertilitas, keganasan, torsi testis, jejas testis pada
trauma pubis, dan stigma psikologis akibat skrotum yang ’kosong’.3,4,6 Esensi
terapi rasional yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil terjadinya risiko
komplikasi tersebut dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik
dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan
(orchiopexy).3,6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. DEFINISI
Undescendcus testis (UDT) atau Kriptorkismus adalah gangguan
perkembangan yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua
testis secara komplit ke dalam skrotum.1,7
Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti
tersembunyi dan orchis (latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus
adalah undescended testis, tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud
kriptorkismus murni, testis ektopik, atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus
murni adalah suatu keadaan dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis
tidak berada didalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat
sepanjang jalur penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar jalur normal
disebut testis ektopik, dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak didalam
skrotum dan dapat didorong masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan
disebut pseudokritorkismus atau testis retraktil. 1,7
1.2. EPIDEMIOLOGI
Insidensi UDT pada bayi sangat dipengaruhi oleh umur kehamilan
bayi dan tingkat kematangan atau umur bayi. Pada bayi prematur sekitar 30,3%
dan sekitar 3,4% pada bayi cukup bulan. Bayi dengan berat lahir < 900 gram
seluruhnya mengalami UDT, sedangkan dengan berat lahir < 1800 gram sekitar
68,5 % UDT. Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun, insidennya menurun
menjadi 0,8 %, angka ini hampir sama dengan populasi dewasa (tabel 1).3,4
Tabel 1: Data prevalensi UDT berdasarkan umur oleh Scorer dan
Farrington ( 1971)
Age Weight (g) Incidence (%)
Premature 451-910 100.0
911-1810 62.0
1811-2040 25.0
2041-2490 17.0
Full term 2491-2720 12.0
2721-3630 3.3
3631-5210 0.7
1 year 0.7-0.8
School age 0.76-0.95
Adulthood 0.7-1.0
(Dikutip dari : Gill B, Kogan S. Cryptorchidism – Current Concept. Pediatr Clin
North Am 1997; 44 (5): 1211-27)
Laporan serupa yang lain menyebutkan dari 7500 bayi baru lahir di
Inggris, terdapat 5,0 % kasus UDT pada saat lahir, dan menurun menjadi 1,7%
pada umur 3 bulan.8 Setelah umur 3 bulan, bayi-bayi yang lahir dengan berat
<2000 gram, 2000 - 2499 gram, dan > 2500 gram, insiden UDT berturut-turut
menjadi 7,7%, 2,5%, and 1,41%.8
1.3. EMBRIOLOGI DAN PENURUNAN TESTIS
Pada minggu ke-6 umur kehamilan primordial germ cells mengalami
migrasi dari yolk sac ke-genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex determining
region Y), maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yg
berisi prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan
sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai aktif
berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Müllerian
Inhibiting Factor), yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian.
MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig. Sel- Pada
minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin yang
dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi
testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi
epididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.4
Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun
mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa
terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik
(anatomik), dan neural.4 Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10
kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan
fase inguinoscrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang
berbeda.3,7,9
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di
mana testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini
terjadi karena adanya regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah
pengaruh androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligamen
yang melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum) di bawah
pengaruh MIF.3,7,9,10 Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic
maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. (10). Pada bulan ke-3
kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke-
arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7
kehamilan.1
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai
dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal
ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum
diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin
gene-related peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral
untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari
gubernaculum.3,7,9 Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah
tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari
cavum abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan
terbentuknya ujung dari processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju
skrotum.9,10 Proses penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-
12 bulan.1,13
A B
Gambar 1. A: Skema penurunan testis menurut Hutson. Antara minggu
ke- 8–15 gubernaculum (G) berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T)
ke-inguinal. Ligamentum suspensorium cranialis (CSL) mengalami regresi.
Migrasi gubernaculum ke-skrotum terjadi pada minggu ke- 28-35. B: Peranan
gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL
mengalami regresi dan gubernaculum mengalami perkembangan; sebaliknya pada
betina CSL menetap, dan gubernaculum menipis dan memanjang. (Dikutip dari :
Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of Testicular
Descent and Cryptorchidism. Endocrine Reviews 1997; 18 (2): 259-75)
1.4. ETIOLOGI
Segala bentuk gangguan pada proses penurunan tersebut di atas akan
berpotensi menimbulkan UDT (seperti terlihat pada tabel 2).2,9 Beberapa penelitian
terakhir mendapatkan bahwa mutasi pada gen INSL3 (Leydig insulin-like
hormone 3) dan gen GREAT (G protein-coupled receptor affecting testis descent)
dapat menyebabkan UDT. INSL3 dan GREAT merupakan pasangan ligand dan
reseptor yang mempengaruhi perkembangan gubernaculum.3,,1112 Mutasi atau
delesi pada gen-gen tertentu yang lain juga terbukti menyebabkan UDT, antara
lain gen reseptor androgen yang akan menyebabkan AIS (androgen insensitivity
syndrome), serta beberapa gen yang bertanggung-jawab pada differensiasi testis
semisal: PAX5, SRY, SOX9, DAX1, dan MIS.3
Tabel 2: Berbagai kemungkinan penyebab UDT
A Androgen deficiency/blockade
Pituitary/placental gonadotropin deficiency
Gonadal dysgenesis
Androgen sythesis defect (rare)
Androgen receptor defect (rare)
B Mechanical anomalies
Prune belly syndrome (bladder blocks inguinal canal)
Posterior urethral valves(bladder blocks inguinal canal)
Abdominal wall defects (low abdominal pressure/gubernacular rupture)
Chromosomal/malformation syndrome (? Connective tissue defect block
migration)
C Neurological anomalies
Myelomeningocele (GNF dysplasia)
GFN/CGRP anomalies
D Aquired (?) anomalies
Cerebral palsy (cremaster spasticity)
Ascending/retractile testes (? Fibrous remnant of processus vaginalis
(Dikutip dari : Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of
Testicular Descent and Cryptorchidism. Endocrine Reviews 1997; 18 (2): 259-75)
UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated
anomaly), ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, intersex, dan
kelainan bawaan lainnya (3,4,)13. Bila disertai dengan kelainan bawaan lain seperti
hipospadia kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan kromosom (sekitar
12 – 25 %).3
Terdapat faktor keturunan terjadinya UDT pada kasus-kasus yang
isolated, di samping itu testis sebelah kanan lebih sering mengalami UDT.3,10
Sekitar 4,0 % anak-anak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan 6,2–9,8%
mempunyai saudara laki-laki UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali
terjadi UDT pada laki-laki yang mempunyai anggota keluarga UDT dibanding
dengan populasi umum.3
1.5. KLASIFIKASI
Terdapat 3 tipe UDT7 :
1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan
parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi
teraba (palpable) dan tidak teraba (impalpable).
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan
yang normal.
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke-dasar skrotum tetapi
akibat refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke-
kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.
Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis,
menjadi: abdominal, inguinal, dan suprascrotal (gambar 2).4 Gliding testis atau
sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat
dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan
dilepaskan.1,4
Gambar 2: Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.
Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis
terajadi akibat tidak adanya gubernaculum attachment, dan mempunyai processus
vaginalis yang lebar sehingga testis sangat mobile dan meningkatkan risiko
terjadinya torsi.1,4 Dengan melakukan overstrecht selama + 1 menit pada saat
pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan refleks cremaster), testis yang retraktil
akan menetap di dalam skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap kembali ke-
kanalis inguinalis.3
1.6. DIAGNOSIS
1.6.1.Anamnesis
Pada anamnesis harus digali adalah tentang prematuritas penderita (30%
bayi prematur mengalami UDT), penggunaan obat-obatan saat ibu hamil
(estrogen), riwayat operasi inguinal. Harus dipastikan juga apakah sebelumnya
testis pernah teraba di skrotum pada saat lahir atau tahun pertama kehidupan
(testis retractile akibat refleks cremaster yang berlebihan sering terjadi pada umur
4-6 tahun). Perlu juga digali riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak
yang lebih besar bisa ditanyakan ada tidaknya gangguan penciuman (biasanya
penderita tidak menyadari). Riwayat keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan
bawaan genitalia, dan kematian neonatal.3,13
1.6.2.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat.
Pemeriksaan secara umum harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-tanda
sindrom tertentu, dismorfik, hipospadia, atau genitalia ambigua.3,6,13
Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan ”frog
leg position” dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat dan akan lebih baik bila
menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari SIAS menyusuri kanalis inguinalis
ke-arah medial dan skrotum (gambar 3). Bila teraba testis harus dicoba untuk
diarahkan ke-skrotum, dengan kombinasi ”menyapu” dan ”menarik” terkadang
testis dapat didorong ke-dalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis
didalam skrotum selama 1 menit, otot-otot cremaster diharapkan akan mengalami
”fatigue”; bila testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis yang
retractile sedangkan pada UDT akan segera kembali begitu testis dilepas.
Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.3,6
Gambar 3. Teknik pemeriksaan testis. A: Menyusuri kanalis inguinalis dimulai
dari SIAS. B&C: Bila teraba testis, ‘menggiring ‘ testis dengan ujung-ujung jari.
D: Memanipulasi ke-dalam skrotum.
Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur
penurunan yang normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal
akibat torsi. Testis kontra lateralnya biasanya mengalami hipertrofi.3
Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti
supraskrotal (20%), dan intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang
baik akan dapat menentukan lokasi UDT tersebut.5
Adanya UDT bilateral yang tidak teraba gonad/testis apalagi disertai
hipospadia dan virilisasi, harus dipikirkan kemungkinan intersex, individu dengan
kromosom XX yang mengalami female pseudo-hermaphroditism yang berat; atau
Anorchia kongenital sebagai akibat torsi testis in utero.3,13,15 Sedangkan simple
UDT merupakan hal yang seringkali dijumpai terutama pada bayi yang prematur,
akan tetapi masih dapat terjadi penurunan testis dalam tahun pertama
kehidupannya.13
Tabel 3: Interpretasi beberapa petanda klinis yang menyertai UDT
bilateral tidak teraba testis
Tanda Klinis Penyerta Kemungkinan Penyebab
Tanpa kelainan lain Simple UDT, anorchia, female pseudo-
hermaphroditsm
Mikro penis dengan atau tanpa hipospadia Gangguan sintesis androgen partial atau
Androgen insensitivity syndrome
Anosmia dan mikro penis Sindrom Kallmann
Gangguan intelektual atau dismorfik Sindrom tertentu
Mikro penis dan defek midline Defisiensi gonadotropin
Mikro penis dan hipoglikemi neonatal Multiple pituitary hormone deficiency
Perawakan tinggi (testis mungkin teraba di
inguinal, kecil dan padat)
Sindrom Klinefelter
1.6.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan
laboratorium lebih lanjut.3 Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis
dengan disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis
kromosom dan hormonal (yang terpenting adalah 17-hydroxyprogesterone) untuk
menyingkirkan kemungkinan intersex.3,15
Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT
bilateral dengan usia < 3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan
testosteron akan dapat membantu menentukan apakah terdapat testis atau tidak.
Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan hormonal tersebut harus
dilakukan dengan melakukan stimulasi test menggunakan hCG (human chorionic
gonadotropin hormone). Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai
peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia.1,3
Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar
hormon testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Respon
testosteron normal pada hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi,
respon normal setelah hCHG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa
kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas,
dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi
hCG hanya sekitar 2-3x.16 Tabel 4 adalah beberapa macam hCG test yang
direkomendasikan Honour.16
1.6.4 Pemeriksaan Pencitraan
USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah
inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan.3
Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT tidak teraba testis, USG
hanya dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal; dan tidak dapat
mendeteksi testis intra-abdomen.17 Hal ini tentunya sangat tergantung dari
pengalaman dan kwalitas alat yang digunakan.
CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan
USG terutama diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis). MRI
mempunyai sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pada anak-anak yang
lebih besar (belasan tahun).3,4,5 MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan
keganasan testis.5 Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk
mendeteksi vanishing testis ataupun anorchia.4,5
Dengan ditemukannya metode-metode yang non-invasif maka penggunaan
angiografi (venografi) untuk mendeteksi testis yang tidak teraba menjadi semakin
berkurang. Metode ini paling baik digunakan untuk menentukan vanishing testis
ataupun anorchia.4,5 Dengan metode ini akan dapat dievaluasi pleksus
pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena testis (pada
anorchia).5 Kelemahannya selain infasif, juga terbatas pada umur anak-anak yang
lebih besar mengingat kecilnya ukuran vena-vena gonad.4,5
1.6.5 Laparoskopi
Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak
teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukup
aman oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih
besar dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di
inguinal.3,4,6
Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi
cincin inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan
vaskularisasinya serta struktur wolfian-nya.6 Tiga hal yang sering dijumpai saat
laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan
anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas
deferens) yang keluar ke-dalam cincin inguinalis interna.3
1.7 TERAPI
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan
reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal
ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy)3,6
1.7.1 Terapi Hormonal
Terapi hormonal pada UDT telah dimulai semenjak tahun 1940-an,
terutama banyak digunakan di Eropa.3,9 Hal ini didasarkan fakta bahwa defisiensi
aksis hipotalamus-pituitary-gonad merupakan penyebab terbanyak UDT.1,9
Hormon yang biasa digunakan adalah hCG, gonadotropin-releasing hormone
(GnRH) atau LH-releasing hormone (LHRH).3
Hormon hCG mempunyai kerja mirip LH yang dihasilkan pituitary, yang
akan merangsang sel Leydig menghasilkan androgen. Cara kerja peningkatan
androgen pada penurunan testis belum diketahui pasti, tapi diduga mempunyai
efek pada cord testis atau otot cremaster.3
Berbagai regimen pemberian hCG telah direkomendasikan. Rekomendasi
yang sering digunakan adalah dari International Health Foundation dan WHO
yang merekomendasikan pemberian 250 IU untuk bayi < 12 bulan, 500 IU untuk
umur 1-6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur > 6 tahun, masing masing kelompok
umur diberikan 2x seminggu selama 5 minggu.3,4
Angka keberhasilan terapi hCG berkisar 25-55 % pada penelitian tanpa
kontrol, dan sekitar 6-21% pada penelitian buta acak. Faktor yang mempengaruhi
keberhasilan terapi adalah: makin distal lokasi testis makin tinggi
keberhasilannya, makin tua usia anak makin respon terhadap terapi hormonal,
UDT bilateral lebih responsif terhadap terapi hormonal daripada unilateral.3,4
GnRH hanya digunakan di Eropa, diberikan secara intranasal dengan dosis
1-1,2 mg per-hari selama 4 minggu. Lebih simple dan tidak menimbulkan nyeri,
di samping itu tidak ada efek samping, akan tetapi tidak lebih efektif dari hCG.1,3
1.7.2 Terapi Pembedahan
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus
UDT adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologis
anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda.1
Mengingat 75 % kasus UDT akan mengalami penurunan testis spontan
sampai umur 1 tahun, maka pembedahan biasanya dilakukan setelah umur 1
tahun.1 Pertimbangan lain adalah setelah 1 tahun akan terjadi perubahan
morfologis degeneratif testis yang dapat meningkatkan risiko infertilitas.9
Keberhasilan orchyopexy berkisar 67-100 % bergantung pada umur penderita,
ukuran testis, contralateral testis, dan keterampilan ahli bedah.3
Algoritma
DAFTAR PUSTAKA
1. Danon M, Friedman SC. Ambiguous Genitalia, Micropenis, Hypospadias,
and Cryptorchidism. In: Lifshitz F, ed. Pediatric Endocrinology. New
York: Marcel Dekker, 1996: 281-301.
2. Kolon TF. Cryptorchidism. In: http://www.emedicine.com/
med/topic2707.htm ( diakses 11 Nopember 2004 ).
3. Kolon TF, Patel RP, Huff DS. Cryptorchidism: diagnosis, treatment, and
long-term prognosis. Urol Clin North Am 2004; 31 (3): 469-80.
4. Gill B, Kogan S. Cryptorchidism – Current Concept. Pediatr Clin North
Am 1997; 44 (5): 1211-27.
5. Dogra VS, Mojibian H. Cryptorchidism. In: http://www.emedicine.com/
radio/topic201.htm ( diakses 11 Nopember 2004 ).
6. Docimo SG, Silver RI, Cromie W. The Undescended Testicle: Diagnosis
and Management. Am Fam Physician 2000; 62: 2037-44.
7. Wilcox DT, Creighton S, Woodhouse CRJ, Mouriquand PDE. Urogenital
Implications of Endocrine Disorders in Children and Adolescents. In:
Brook CGD, Hindmarsh PC, eds. Clinical Pediatric Endocrinology.
London: Blackwell Science Ltd, 2001: 222-6.
8. John Radcliffe Hospital Cryptorchidism Study Group. Cryptorchidism: a
prospective study of 7500 consecutive male births, 1984-8. Archives of
Disease in Childhood 1992; 67: 892-9. (Abstract)
9. Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of
Testicular Descent and Cryptorchidism. Endocrine Reviews 1997; 18 (2):
259-75.
10. Styne DM. The Testes – Disorders of Sexual Differentiation and Puberty
in the Male. In: Sperling MA, ed. Pediatric Endocrinology. Philadelphia:
Saunders, 2002: 570-73.
11. Ferlin A, Simonato M, Bartoloni L et al. The INSL3-LGR8/GREAT
Ligand-Receptor Pair in Human Cryptorchidism. J Clin Endocrinol Metab
2003; 88: 4273–9.
12. Kubotal Y, Temelcos C, Bathgate RAD, Smith KJ et al. The role of insulin
3, testosterone, Müllerian inhibiting substance and relaxin in rat
gubernacular growth. Molecular Human Reproduction 2002; 8 (10): 900–
5.
13. Cryptorchidism. Abnormal Genitalia. In: Wales JKH, Wit JM, Rogol AD,
eds. Pediatric Endocrinology and Growth. Edinburgh, London, New York:
Saunders, 2003: 173-4.
14. Zhang RD, Wen XH, Kong LS et al. A quantitative (stereological) study
of the effects of experimental unilateral cryptorchidism and subsequent
orchiopexy on spermatogenesis in adult rabbit testis. Reproduction 2002;
124: 95–105.
15. Ritzen M, Hintz RL. Hypospadias/virilization. In: Hoechberg Z, Haifa,
eds. Practical Algorithms in Pediatric Endocrinology. Druck, Basel
(Switzerland): Karger AG, 1999: 38-9.