REZKI YUNITASARI J11110125PDF

47
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk mencapai kondisi sehat maka kebersihan diri harus kita perhatikan. Jika kebiasaan bersih sudah ditanamkan sejak dini, ketika dewasa akan bertingkah laku sesuai dengan norma kebersihan. Dan bahkan kualitas hidup juga akan sangat dipengaruhi oleh aspek kesehatan gigi dan mulut seseorang. Terminologi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut atau Oral Health Related Quality of Life adalah presepsi dari individu itu sendiri tentang kesehatan gigi dan mulut serta dampaknya terhadap pengalaman nyeri, fungsi system stomatognathic, serta bagaimana kesehatan gigi dan mulut tersebut mempengaruhi aspek psiokososial berdasarkan konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya.¹ Kesehatan gigi dan mulut penting untuk diperhatikan dan merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan yang memerlukan penanganan segera sebelum terlambat dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan sesorang. Masyarakat di Indonesia, belum mempertimbangkan kesehatan gigi dan mulut. Masyarakat cenderung mengabaikan sakit gigi yang ditimbulkan padahal ketika sudah menjadi sakit, penyakit gigi merupakan jenis penyakit pada urutan pertama yang dikeluhkan masyarakat dan anak-anak.²

Transcript of REZKI YUNITASARI J11110125PDF

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk

mencapai kondisi sehat maka kebersihan diri harus kita perhatikan. Jika kebiasaan

bersih sudah ditanamkan sejak dini, ketika dewasa akan bertingkah laku sesuai

dengan norma kebersihan. Dan bahkan kualitas hidup juga akan sangat

dipengaruhi oleh aspek kesehatan gigi dan mulut seseorang. Terminologi kualitas

hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut atau Oral Health Related

Quality of Life adalah presepsi dari individu itu sendiri tentang kesehatan gigi dan

mulut serta dampaknya terhadap pengalaman nyeri, fungsi system

stomatognathic, serta bagaimana kesehatan gigi dan mulut tersebut mempengaruhi

aspek psiokososial berdasarkan konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya.¹

Kesehatan gigi dan mulut penting untuk diperhatikan dan merupakan

bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan yang memerlukan penanganan

segera sebelum terlambat dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan sesorang.

Masyarakat di Indonesia, belum mempertimbangkan kesehatan gigi dan mulut.

Masyarakat cenderung mengabaikan sakit gigi yang ditimbulkan padahal ketika

sudah menjadi sakit, penyakit gigi merupakan jenis penyakit pada urutan pertama

yang dikeluhkan masyarakat dan anak-anak.²

2

Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada

pada saluran pencernaan, saluran pernafasan bagian atas dan mukosa genital pada

mamalia. Tetapi populasi yang meningkat dapat menimbulkan masalah yang

cukup besar. Beberapa spesies Candida yang dikenal banyak menimbulkan

penyakit baik pada manusia maupun hewan. Candida albicans merupakan fungi

opurtunistik penyebab sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginistis candida pada urin

(candiduria), gastrointestinal candidiasis yang dapat menyebabkan gastrik ulcer

(atau bahkan dapat menjadi komplikasi kanker). Di Amerika 75% wanita pada

masa reproduksi pernah mengalami vulvavaginistis candidiasis. Antara 40-50%

mengalami infeksi berulang dan 5-8% terkena infeksi candida kronis. Infeksi

Candida juga sering merupakan penyebab komplikasi yang fatal pada kasus

transplantasi organ. Di London, 40,5% terkena infeksi jamur pasca transplantasi

hati dan 90% dari angka tersebut disebabkan oleh infeksi Candida spp sementara

66% oleh Candida albicans. Dari 345 kasus Candidemia yang diteliti di sebuah

rumah sakit di Spanyol mortalitas mencapai 44% dengan perincian dari angka

tersebut 51% disebabkan oleh infeksi Candida albicans sementara itu, di Jerman

angka kematian akibat necrosectomy yang diikuti oleh infeksi jamur termasuk

Candida mencapai 62%. Diagnosis laboratorium dan pengobatan terhadap

penyakit yang disebabkan oleh Candida spp terutama Candida albicans belum

memberikan hasil yang memuaskan. Resistensi terhadap antifungi juga sering

terjadi.

Beberapa usaha dilakukan untuk memperbaiki perangkat diagnosis dan

metode pengobatan. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah dengan

3

memahami mekanisme infeksi Candida albicans. Beberapa faktor yang

berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi adalah adhesi, perubahan dari

bentuk khamir ke bentuk filamen dan produksi enzim ektraselular. Adhesi

melibatkan interaksi antara ligand dan reseptor pada sel inang dan proses

melekatnya sel Candida albicans ke sel inang.3

Keberadaan Candida albicans dalam rongga mulut tidak selalu

mengindikasikan terjadinya penyakit. Pada beberapa individu, Candida albicans

merupakan komponen minor dari rongga mulut dan tidak menunjukkan symptom

klinis. Kolonisasi Candida albicans dalam rongga mulut melibatkan adanya

penambahan dan pemeliharaan populasi fungi yang stabil. Mikroorganisme secara

rutin dibersihkan dari rongga mulut melalui mekanisme pembersihan host,

sehingga untuk dapat bertahan hidup dalam ekosistem ini Candida albicans

mempunya beberapa tempat untuk kolonisasi Candida albicans sehingga fungi

dapat beradhesi pada kebanyakan ligand.4

Candida albicans selain bersifat flora normal, juga bersifat patogen.

Candida bersifat oporturnistik karena dapat berkembang menjadi patogen dan

menyebabkan infeksi bila terjadi perubahan pada individu (host) yang

memungkinkan untuk pertumbuhannya. Berdasarkan data yang ada, perevalensi

Candida pada orang dewasa adalah 3-48%, sedangkan pada anak – anak 45-46%.5

Infeksi jamur pada rongga mulut yang sering terjadi disebabkan oleh

Candida sp dan spesies Actinomycetes. Candida albicans merupakan organisme

yang komensal dalam rongga mulut, dan merupakan flora normal di rongga mulut.

4

Candida albicans dapat menimbulkan kelainan atau infeksi di dalam rongga

mulut yang tampak dalam beberapa bentuk, yang sering disebut sebagai

kandidiasis.6

Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung

meningkat, terlebih dengan adanya semangat back to nature serta krisis ekonomi

berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat.

Kecenderungan peningkatan penggunaan obat herbal untuk pengobatan tidak lagi

didasarkan atas pengalaman turun-menurun tetapi dengan dukungan dasar

ilmiah.Sementara ini banyak orang yang beranggapan bahwa penggunaan

tanaman obat herbal relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis7.

Kaktus (Mammillaria myriacantha) merupakan salah satu produk bahan

alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Kaktus saat ini tak hanya dikenal

sebagai tanaman hias tapi juga sebagai salah satu sumber antioksidan. Hanya saja

tidak sembarang kaktus melainkan kaktus berjenis Kaktus Pir Berduri (Opuntia

ficus-indica).8

Kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) merupakan tanaman yang berasal

dari Benua Amerika, namun tanaman ini sudah banyak dikonsumsi oleh penduduk

asli suku India dan Meksiko sebagai bahan makanan yang dapat diolah mulai dari

sup, selai, saus, dan keju. Selain itu, tanaman ini juga mengandung pigmen

betalain yang berfungsi sebagai pawarna alami makanan. Tanaman ini ternyata

tidak hanya dijadikan sebagai bahan olahan makanan akan tetapi tanaman ini juga

mengandung zat aktif yang mampu mengubah reaksi tubuh terhadap alergen. Gel

5

pada kaktus pir buah mengandung berbagai zat aktif yang berguna untuk

mengubah reaksi tubuh terhadap alergen. Dalam studi analisis yang telah

dilakukan diperoleh hasil bahwa terdapat unsur pokok berupa antioksidan pada

kaktus tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan dilakukannya uji kapasitas

antioksidan pada tiga jenis kaktus pir buah yang berasal dari Spanyol (Opuntia

ficus indica, Opuntia undulate, dan Opuntia stricta) yang dilakukan secara in

vitro. Ekstrak kaktus pir buah tersebut dianalisis untuk menentukan kandungan –

kandungannya: askorbik acid, flavonoids, (quercetin, isorhamnetin, myricetin,

kaempferol, dan luteolin), betalains, taurin, total karotenoid dan total fenol. Hasil

analisis tersebut, didapatkan informasi adanya senyawa bioaktif dan unsur

antioksidan pada ketiga sampel tersebut. Pada Opuntia ficus indica memiliki

tingkat antioksidan dan unsur taurin yang tinggi.9

Selain berfungsi sebagai bahan makanan yang dapat diolah, ternyata

kaktus ini juga mengandung zat aktif yang mampu mengubah reaksi tubuh

terhadap allergen. Universitas Arizona meneliti kandungan pectin yang terdapat

dalam buah kaktus efektif dalam penurunan tingkat kolestrol LDL dan juga

membantu tubuh dalam menstabilkan kadar glukosa darah. Selain itu, publikasi

terakhir Journal Of Ethnopharmacology and Diabetes Care menjelaskan bahwa

pada bagian pipih kaktus tersebut sangat efektif terhadap diabetes tipe II.10

Gel kaktus pir buah mengandung zat aktif yang berguna untuk

mengubah reaksi tubuh terhadap allergen. Kandungan zat aktif yang terdapat pada

kaktus tersebut, yaitu berupa flavonoid yang terkenal sebagai zat antioksidan

dalam tubuh. Dalam studi analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa

6

terdapat unsur pokok berupa antioksidan pada kaktus tersebut. Hal ini juga

diperkuat dengan dilakukannya uji kapasitas antioksidan pada tiga jenis kaktus pir

buah yang brasal dari Spanyol (Opuntia ficus indica, Opuntia undulate, dan

opuntia stricta) yang dilakuan secara in vitro. Ekstrak kaktus pir buah tersebut

dianalisis untuk menentukan kandungan – kandungannya : ascobic acid,

flavonoids, (quercetin, isorhamnetin, myricetin, kaemferol, dan luteolin),

betalains, taurine, total carotenoids, dan total phenolics. Pada hasil analisis

tersebut, didapatkan informasi adanya senyawa bioaktif dan unsur antioksidan

pada ketiga sampel tersebut. Opuntia ficus indica memiliki tingkat antioksidan

dan unsur taurine yang tinggi.11

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi

molekul lain. Tubuh tidak memiliki sistem pertahanan antioksidatif yang

berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih, tubuh membutuhkan

antioksidan eksogen. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat

oksidasi molekul lain. Tubuh tidak memiliki sisitem pertahanan antioksidatif yang

berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih, tubuh membutuhkan

antioksidan eksogen. Flavonoid merupakan salah satu senyawa fenol alami yang

tersebar luas pada tumbuhan, yang disentesis dalam jumlah sedikit (0,5-1,5%) dan

dapat ditemukan pada hampir semua bagian tumbuhan. Flavonoid dalam tubuh

manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegah

kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel,

meingkatkan efektivitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah keropos tulang dan

sebagai antibiotic.12

7

Sebagai langkah nyata dalam mewujudkan masyarakat sehat khususnya

dalam mengatasi penyakit – penyakit rongga mulut yang sebagian besar

disebabkan oleh bakteri Candida albicans maka upaya meningkatkan derajat

kesehatan gigi dan mulut masyarakat perlu lebih digalakkan lagi serta melakukan

penelitian dalam menggali potensi bahan alam. Kaktus pir berduri merupakan

tanaman obat yang mudah dikembangkan dan dimanfaatkan secara luas.

Berasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk

mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari ektrak buah kaktus pir berduri

(Opuntia ficus indica) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Candida albicans

yang dilakukan secara in vitro.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka timbul suatu, yaitu :

- Apakah ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)

mempunyai efek menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans?

- Apakah konsentrasi ekstrak pir berduri (Opuntia ficus indica)

mempengaruhi daya hambat jamur Candida albicans?

8

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian Umum :

Untuk mengetahui pengaruh ekstrak buah kaktus pir berduri terhadap

pertumbuhan bakteri Candida albicans.

Tujuan Penelitian Khusus :

1. Untuk mengetahui daya hambat pada ekstrak kaktus pir berduri terhadap

pertumbuhan Candida albicans.

2. Untuk mengetahui konsentrasi yang dibutuhkan atau sesuai dalam

menghambat pertumbuhan Candida albicans

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ekstrak buah kaktus pir berduri dapat menghambat pertumbuhan

jamur Candida albicans.

2. Besar konsentrasi ekstrak buah kaktus mempengaruhi daya

hambat pertumbuhan jamur Candida albicans

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui daya hambat kaktus pir berduri

(Opuntia ficus indica) terhadap pertumbuhan Candida albicans, maka

diharapkan:

1. Dapat mengetahui pengaruh antibakteri ekstrak buah kaktus pir berduri

terhadap Candida albicans.

9

2. Dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk menguji

potensi buah kaktus pir berduri secara in vivo.

3. Dapat membandingkan efek antibakteri dari ekstrak buah kaktus dengan

antibiotik yang digunakan unuk Candida albicans.

4. Diharapkan buah kaktus pir berduri dapat digunakan sebagai pengobatan

alternatif untuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans di

masa mendatang.

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kaktus

Kaktus berasal dari kata Yunani, yaitu kaktos tanaman berduri. Seorang

ahli botani bernama Linneaus yang membuat klasifikasi tanaman memasukkan

kaktus ke dalam kelompok tumbuhan berduri atau Cactaceae. Kaktus pir berduri

merupakan jenis tumbuhan yang banyak tumbuh di daerah – daerah yang tandus

dan kering. Memiliki bentuk yang pipih dan lebar serta memiliki duri diseluruh

bagian tubuhnya menyababkan tumbuhan ini sudah banyak dikembangkan

khususnya di Indonesia. Seorang ahli botani memasukkannya dalam kelompok

tumbuhan berduri atau Cactacea. Tanaman ini sudah banyak dijadikan sebagai

bahan makanan yang dapat diolah baik secara alami maupun mesin – mesin

pengolah.13

Gambar 1 : Buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)

Sumber: http://tokodeli.com/obat-herbal/manfaat-tanaman-kaktus/

11

2.2 Taksinomi dan Tatanama

Kaktus pir berduri secara umum digunakan untuk menggambarkan

beberapa jenis dari familI Cactacea. Termasuk dalam spesies Opuntia,

Nopalea, dan Acanthocereus. Seluruh tanaman tersebut berasal dari Amerika.

Kaktus pir berduri termasuk ke dalam :14

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Cactales

Famili : Cactaceae

Genus : cactus

Spesies : Opuntia sp

2.3 Penyebaran dan Habitat

Secara alamiah tumbuhan kaktus dapat ditemukan di Meksiko dan United

States, tetapi tumbuhan ini juga banyak tumbuh di Africa, Madagaskar, Australia,

Sri Lanka, dan India. Kaktus telah menyebar dan dibudidayakan secara luas di

seluruh dunia pada daerah beriklim tropis dan termasuk di Indonesia. Mengingat

potensi sumber daya alam yang telah terbukti sangat sesuai untuk budidaya

tanaman kaktus. Penyebaran tanaman spesies ini terjadi karena hasil budidaya

manusia.15

12

2.4 Kandungan Kimia dan Senyawa Aktif

Kaktus pir berduri memiliki getah yang mengandung D-glucose, D-

galactose, L-arabinose, D-xylose, L-rhamnose, dan D-galacturonic dan

glucuronic acid.10

Kaktus pir berduri merupakan sayuran yang rendah kalori,

untuk 100 g daun kaktus pir berduri menyediakan hanya 16 kalori. Meskipun

demikian daun kaktus pir berduri memiliki anti-oksidan, vitamin dan

mineral.Buah dari kaktus pir berduri juga mengandung vitamin B-kompleks

seperti thiamin, riboflavin dan vitamin B-6 (pyridoxine).16

Opuntia ficus indica juga mengandung protein molecular dengan massa

6,5 kDa dan setelah diisolasi menjadi kombinasi berupa filtrasi gel

kromatography dan melalui tahap HPLC. Selanjutnya terdapat 8 – 85% w/w

kandungan gula dan 0.98% w/w adalah pentosa. Kaktus pir berduri juga

menghasilkan flavonoid (quercetin, dihydroquercetin, dan quercetin 3 –

methyl, kaemferol). Laporan lain memperlihatkan bahwa tumbuhan yang

termasuk dalam family Cactaceae flavonols. Selainj itu, kaktus pir buah

mengandung pigmen betalain yang berpotensi baik untuk pewarna makanan.

Selanjutnya, buah Opuntia ficus indica juga mengandung askorbid acid.

Disamping mengandung askrobik acid ternyata terdapat juga kandungan

berupa organik acid yang diidentifikasi berupa maleik, manalok, succinik,

tartaric dan oxalic. Juga mengandung sejumlah besar vitamin B1, B6, vitamin

A. Buah Opuntia ficus indica juga mengandung mineral, kalsium, magnesium,

sodium dan potassium, phosphorus, iron.17

13

Berikut ini beberapa zat kimia yang terdapat dalam buah kaktus pir

berduri (Opuntia ficus indica):

a. Flavonoid

Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang terbanyak

ditemukan di alam. Senyawa ini umumnya ditemukan pada tumbuhan

yang berwarna merah, ungu, biru, atau kuning. (IPB) Sebagian besar

senyawa flavonoid di alam ditemukan dalam bentuk glikosid.

Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang

saling berikatan melalui ikatan glokosida. Gula yang terikat pada

flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid akan larut dalam pelarut

polar seperti etanol, methanol, butanol, aseton, dan air.

Flavonoid merupakan deretan senyawa C6-C3-C6 artinya kerangka

karbonya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzene) yang dihubungkan

oleh rantai alifatik tiga karbon.

Senyawa dari golongan flavonoid seperti quercetin dan kaemferol dari

beberapa bahan alam dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri yang

mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Mekanisme

kerja flavonoid diduga mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak

membrane sel bakteri.

b. Betalain

Buah kaktus pir berduri memiliki zat warna berupa betalain yang

berpotensi baik untuk digunakan sebagai pewarna alami makanan.

14

Betalain ini telah digunakan untuk pembuatan jus, selai, sirup, dan

jelly.

c. Vitamin B1, B6, vitamin A, dan Vitamin E

2.5 Pemanfaatan

Bagian dari kaktus yang dimanfaatkan berupa batang dan buah, dapat

digunakan langsung baik secara tradisional maupun dalam bentuk ekstrak.

Eksudat atau getah daun yang keluar bila dipotong secara tradisional dapat

digunakan langsung untuk penyembuhan luka luar, sengatan serangga dan dapat

memisahkan bakteri pada air yang tercemar. Sedangkan pada sari buah tumbuhan

kaktus penggunaanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang dapat

diolah, sebagai antioksidan, dan antibakterial.10

Buah kaktus kaya akan flavonoid yang merupakan salah satu kelas

tersebar dari senyawa polifenol dan berfungsi sebagai antimikrobial. Quercetin

dan naringenin yang merupakan turunan dari flavonoid yang dilaporkan sebagai

penghambat pertumbuhan Bacillus subtilis, Candida albicans, Escherichia coli,

Staphylococcus nervous, Staphylococcus aureus, dan Saccharomyces cerevisiae.18

Berikut penggunaan kaktus pir berduri secara luas antara lain :19

Penggunaan bahan tradisional

Opuntia ficus indica telah banyak digukan oleh suku Mexico sebagai bahan

obat yang efektif menyembuhkan luka bakar, luka karena terjatuh, edema,

15

dan masalah pencernaan. Tumbuhan ini mempunyai ekstrak alkohol yang

memiliki anti-inflamasi, hypoglycemic, dan aktivitas anti-viral. Selain itu, di

Meksiko batang buah pir berduri dijadikan sebagai obat tradisional untuk

menyembuhkan penyakit diabetes. Dari sebuah situs kesehatan juga

melaporkan bahwa tumbuhan ini dapat digunakan sebgai obat hyperlipidemy

(kelebihan lemak dalam darah) dan obesitas.

Aktivitasnya sebagai anti – inflammatory

Beberapa studi penelitian yang telah dilakukan, memperlihatkan aktivitas

analgesik dan anti – inflammatory pada genus Opuntia yang kandungan

analgesik dan anti – inflamatorinya berupa ekstrak buah, lyophilizet cladodes,

atau phytosterols dari ekstrak buah dan batangnya. Opuntia ficus indica

mempunyai aktivitas anti – inflammatory yang cukup tinggi. Beta – sitosterol

diidentifikasi sebagai zat anti – inflamasi yang diperoleh dari ekstrak batang

tumbuhan tersebut meskipun aktivitasnya terlihat relatif kurang dibandingkan

dengan hydrocortisone.

Sebagai Neuroprotective

Opuntia ficus indica dari hasil laporan yang diperoleh mempunyai aktivitas

neuroprotective yang utama dalam melindungi sel – sel tubuh dari berbagai

macam toksik. Opuntia ficus indica mengandung dua jenis flavonoid

(quercetin dihydroquercetin, dan quercetin 3 – methyl) yang berfungsi

sebagai antioksidan yang aktif dalam perlindungan tubuh.

16

Anti – diabetes

Sebuah studi yang dilakukan mengenai “The nutritional value, antokxidant

activityand the effect of cactus pear (Opuntia ficus indica) fruit juice on

biochemical parameters, enzyme activities and lipid peroxidation in alloxan

inducet diabetic rats”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian

alloxan dapat menyebabkan diabetes. Pemberian juice kaktus secara rutin

dapat menurunkan alloxan penyebab diabetes selama lima minggu secara

bertahap dari glukosa, kolestro, urea, keratin, dan lain – lain.

Dalam sebuah analisis medis di Meksiko memberikan bukti yang cukup

bahwa mengkonsumsi buah kaktus pir beduri dapat mengurangi serum kadar

glukosa antara penderita diabetes dari 10 sampai 30 mg/dl pada 30 sampai 180

menit pasca mengkonsumsi buah kaktus pir berduri ini. Dan Mengkonsumsi buah

kaktus pir berduri memberikan efek metabolik pada penderita diabetes.

Anti – oksidan

Ekstrak dari Opuntia ficus indica memiliki karakter dan kandungan

dengan jumlah fenol yang sangat tinggi, yang mana aktivitas dari fenol

sendiri berupa antioxidant. Anti oksidan merupakan senyawa yang

mampu menghambat oksidasi molekul lain. Tubuh tidak mempunyai

system pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi

paparan radikal berlebih, tubuh memerlukan anti oksidan eksogen.

Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan

sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain

17

adalah untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, anti

– inflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik. Selain itu,

senyawa golongan flavonoid (quercetin, kaemferol) dari beberapa bahan alam

dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri khususnya mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Gram positif. Mekanisme kerja flavonoid diduga

mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membrane sel.18

Dapat dijadikan sebagai anti – kanker dan anti – viral

Mengandung betalain sebagai pigmen makanan alami yang aman untuk

dikonsumsi dan sudah banyak digunakan oleh suku Meksiko dan Amerika.

2.6 Mekanisme Kerja Antibakteri

Aktivitas mikroorganisme dapat dikendalikan dengan penghambatan

secara fisik maupun kimia. Bahan antimikroba adalah penghambat

mikroorganisme secara kimia yang menggangu aktivitas metabolism mikroba.

Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri. berdasarkan

cara kerjanya antibakteri dibedakan menjadi bakterisidal dan bakteriostatik.

Bakteriostatik adalah zat yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri

sedangkan bakterisidal adalah zat yang bekerja mematikan bakteri. Beberapa

zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat

bakterisidal pada konsentrasi tinggi.

18

Mekanisme kerja antibakteri secara umum adalah sebagai berikut : 20

a. Mengganggu sintesis dinding sel

Sintesis dinding sel bakteri dapat diganggu zat antibakteri,

sehingga dinding sel yang terbentuk menjadi tidak sempurna dan tidak

tahan terhadap tekanan osmotis, sehingga menyebabkan pecahnya sel.

b. Menggangu sintesis membran sel

Sintesis molekul lipoprotein membran sel bakteri dapat diganggu

zat antibakteri, sehingga membran menjadi lebih permeabel yang

menyebabkan keluarnya zat – zat penting dari sel.

c. Menggangu sintesis protein sel

Zat antibakteri dapat berikatan dengan sub unit ribosom bakteri,

sehingga menghambat sintesis asam – asam amino dan menghasilkan

protein yang inaktif.

d. Mengganggu sintesis asam nukleat

Kelangsungan hidup sel sangat tergantung pada molekul – molekul

protein dan asam nukleat. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang

terjadi pada pembentukan atau fungsi zat – zat tersebut dapat

mendenaturasi protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat

diperbaiki lebih lanjut.

e. Antagonosme saingan

Zat antibakteri dapat bersaing dengan zat – zat yang diperlukan

untuk proses metabolisme, sehingga proses tersebut terhenti. Sifat

antibakteri dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Antibakteri termasuk

19

ke dalam jenis spektrum luas bila menghambat atau membunuh bakteri

Gram positif dan Gram negatif. Antibakteri termasuk ke dalam jenis

spektrum sempit bila menghambat atau membunuh bakteri Gram positif

dan Gram negatif saja.

2.7 Candida albicans

Candida albicans adalah spesies yang sering ditemukan dan virulen

terhadap manusia. Walaupun Candida albicans merupakan komponen normal

dari flora rongga mulut, kadang – kadang pada suatu waktu bisa menimbulkan

penyakit. Tetapi keberadaan Candida albicans di dalam rongga mulut tidak

selalu menigindikasikan terjadinya penyakit. Pada beberapa individu, Candida

albicans merupakan komponen minor dari rongga mulut dan tidak

menunjukkan gejala klinis. Kolonisasi Candida albicans dalam rongga mulut

melibatkan adanya peningkatan dan ketahanan populasi jamur yang menjadi

stabil.21

GAMBAR 2: Candida albicans

Sumber : http://www.doctorfungus.org/thefungi/img/candida.jpg

20

2.8 Taksonomi

Klasifikasi Candida albicans berdasarkan Jones at al. (2004), adalah sebagai

berikut : 21

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Subphylum : Saccharomycotina

Class : Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Family : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans (C.P. Robin) Berkhout 1923

Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans.

2.9 Tinjauan Umum

Agen infeksi dikenal sebagai mikroba yang berenang seharian di seluruh

tubuk kita. Mikroba berada di mulut, tenggorokan, gusi, saluran hidung,

gastroinstentinal, dan mikroorganisme lainya. Misalnya, bakteri, virus, jamur

menjadi bagian dari setip manusia berupa makanan dan bahan kimia. Sebagai

makna kiasan, mereka terus menerus berusaha “ memakan kita hidup-hidup”.

Beberapa kali kematian disebabkan oleh adanya infeksi. Hanya sel jaringan

sehat dan organ dalam tubuh kita yang dapat secara efektif mempertahankan

diri terhadap mikroorganisme menular. Mikroba, baik berupa bakteri, virus

atau jamur, biasanya tidak menimbulkan penyakit sampai perlawanan dari

tubuh menurun.22

21

2.10 Karakteristik dan Morfologi Candida albicans

Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk

tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan

berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan

membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal

yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat

lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28 µ. Candida albicans

memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang

membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora

berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada beberapa strain, blastospora

berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit.

Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan

bergaris tengah sekitar 8-12 µ.21

Morfologi koloni Candida albicans pada medium padat agar Sabouraud

Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus,

licin dan kadang- kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah

tua. Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih

kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape. Dalam medium cair seperti

glucose yeast, extract pepton, Candida albicans tumbuh di dasar tabung.21

22

2.11 Kandidiasis

Kandidiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur Candida alicans,

dimana biasanya menginfeksi rongga mulut manusia. Candida umumnya

menginfeksi bagian tubuh yang lemah dan merusak jaringan. Kandidiasis dapat

juga terjadi pada bayi. Infeksi terjadi melalui infeksi yang telah ada pada ibu yang

kemudian ditularkan kepada bayinya. Juga pada orang yang juga penurunan

imunitas, kanker dan diabetes mellitus yang dapat menyabar melalui aliran darah.

Kemudian menyebar lebih dalam, ke jaringan lunak ang lebih sensitif dan dapat

menyebabkan infeksi yang dapat mengancam kehidupan. Seperti yang telah

disebutkan, kondisi ini dapat mengakibatkan banyak reaksi yang merugikan pada

banyak jaringan lunak tubuh vital. Kandidiasis biasanya berbatas pada kulit dan

membran mukosa.23

Tipe klinis yang umum dari kandidiasis mukokutaneus termasuk:

oropharingeal yang mempengaruhi rongga mulut dan pharing, vulvovaginal yang

mempengaruhi vaginal dan mukosa vulva, paronichial yang mempengaruhi kuku

dan lipatan kulit, interdigital biasanya mempegaruhi kulit diantara jari – jari,

intertiginus yang mempengaruhi kulit pada area submamma, paha dan scrotum.

Infeksi kndidiasis sistemik dapat terjadi, terutama pada pasien dengan gangguan

imun yang berat. Sistem gastrointestinal, trakea, paru – paru, hati, ginjal, dan

system syaraf pusat merupakan daerah yang potensial untuk penyebaran infeksi

kandidiasis sistemik dan dapat mengakibatkan septisemia, meningitis,

hepatosplenik dan endocarditis.

23

Gejala umum dari kandidiasis yaitu: 24

- Kelelahan yang kronis,

- Kehilangan energi,

- Malaise yang umum,

- Penurunan libido.

2.12 Klasifikasi Kandidiasis Mulut

Kandidiasis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Kandidiasis tipe akut

a. Kandidiasis Pseudomembran

b. Kandidiasisi Atropik atau Erytematous

2. Kandidiasis Tipe Kronis

a. Kandidiasis atropik kronis

Denture stomatitis

Angular cheilitis

Median Rhomboid Glossitis

b. Kandidiasis hyperplastik kronis.

c. Kandidiasis multifocal kronis.

d. Kandidiasis Mukokutaneus.

3. Kandidiasis yang dihubungkan dengan gangguan imun (HIV).

2.13 Patogenitas dari jamur Candida albicans

Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel host menjadi awal

berkembangnya infeksi. Setelah terjadi proses penempelan, Candida albicans

berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Candida albicans berada dalam

24

tubuh manusia sebagai saproma dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor

predisposisi pada tubuh pejamu. Faktor yang dihubungkan dengan

meningkatnya kasus kandidiasis antara lain disebabkan oleh:25,26

1. Kondisi tubuh yang lemah atau keadaan yang buruk, misalnya: bayi

baru lahir, orang tua renta, orang dengan gizi rendah.

2. Penyakit tertentu, misalnya: diabetes mellitus.

3. Kehamilan.

4. Rangsangan setempat pada kulit oleh cairan yang terjadi terus-

menerus, misalnya oleh air, keringat, urin, atau air liur.

5. Penggunaan obat, diantaranya: antibiotic, kartikosteroid, dan sitostatik.

Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan

Candida albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh

manusia karena adanya perubahan dalam system pertahanan tubuh.

Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu

tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi.

Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur merusak jaringan. Enzim-enzim

yang berperan sebagai factor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti

proteinase, lipase, dan fosfolipase.26

25

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

Di teliti

Tidak diteliti

Kaktus Pir Berduri

(Opuntia Fucus Indica)

Uji Aktivitas Antibacteria

Penghambatan Pertumbuhan

Candida albicans

Anti Oksidant

Mineral

Vitamina B1, B6 dan

vitamin A

D – glactose

Flavonoid

26

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

B Lokasi penelitian

- Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

- Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin

C Waktu Penelitian :

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – April

D Alat dan Bahan

1. Alat :

a. Pisau i. Juice

b. Cawan Petri j. Tabung reaksi

c. Batang pengaduk k. Mesin sentrifuge

d. Tabung sentrifuge l. Labu erlenmeyer

e. Autoklaf m. Inkubator

27

f. Jangka sorong n. Ose bulat

g. Bunsen o. Gelas ukur

h. Pinset p. Botol fial

2. Bahan :

Isolat murni Candida albicans dari laboratorium Mikrobiologi

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

Ekstrak buah Kaktus Pir Berduri (Opuntia ficus indica)

BHIB (Brain Heart Infusion Broth)

Handscone

Masker

Kertas label

Aquades

Air steril (irigasi)

Spritus

Aluminium foil

Kapas

Ethanol

28

E. Populasi dan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah biakan murni Candida albicans dan

ekstrak buah kaktus pir berduri dalam 8 kali pengenceran, masing – masing

0,5%, 1%, 5%, 10%, 25%, 50%, 75%, 100%. Pada setiap kelompok

konsentrasi dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

F Definisi Operasional

1. Bakteri Candida albicans merupakan jamur berbentuk oval (3 – 6 µm),

bertunas, dan menghasilkan banyak pseudomiselium yang merupakan

massa pseudohifa. Candida albicans memperbanyak diri dengan

membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu

(pseudohifa).

2. Ekstrak kaktus pir berduri adalah hasil proses pemisahan suatu zat yang

terkandung didalam buah kaktus pir berduri untuk mendapatkan

kandungan senyawa yang murni dari buah kaktus pir berduri tersebut.

3. Daya hambat diketahui dari uji kadar hambat antimikroba ekstrak buah

kaktus pir berduri berupa konsentrasi dari ekstrak buah kaktus pir berduri

yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans secara nyata pada

medium kultur setelah di inkubasi.

4. Zona inhibisi adalah luas daerah bening pada biakan medium bakteri

setelah di inkubasi yang diukur diameternya dengan menggunakan jangka

sorong (mm).

29

5. Konsentrasi sampel adalah konsentrasi dari sari buah kaktus pir berduri

yang dibuat dengan memotong – motong buah tersebut dengan

menggunakan pisau dan dicampurkan dengan aquades kemudian disaring

dan diambil sarinya. Konsentrasi dibuat dalam 8 jenis yaitu 0,5%, 1%, 5%,

10%, 25%, 50%, 75%, 100%.

G Prosedur Penelitian

Secara keseluruhan prosedur kerja dalam penelitian ini terdiri dari:

pembuatan ekstrak buah kaktus, pengidentifikasian kandungan zat aktif ekstrak

buah kaktus pir berduri, sterilisasi alat, pembuatan medium, pengenceran, uji daya

hambat.

1. Pembuatan ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)

Untuk pembuatan ekstrak kaktus pir berduri disiapkan buah kaktus

sebanyak 3 kg yang sudah dicuci bersih. Setelah itu, potonglah buah

kaktus tersebut menjadi potongan – potongan yang kecil dan di masukkan

ke dalam wadah maserasi. Tambahkan alkohol 96% sebanyak 1 liter

kedalam wadah yang berisi buah kaktus, dibiarkan selama 3 hari dalam

bejana tertutup. Setelah 3 hari, rendaman kaktus disaring dan ampasnya

direndam dengan cairan penyaring yang baru. Hasil penyaringan dikumpul

dan diuapkan dengan menggunaka rotavapor hingga diperoleh ekstrak

buah kaktus yang padat dan kering.

30

2. Sterilisasi alat

Sterilisasi alat yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

- Labu erlenmeyer diisi dengan aquades sebanyak 250 ml lalu ditutup

dengan kapas yang dipadatkan sedemikian rupa dan ditutup dengan

aluminium foil dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama

25 menit.

- Cawan petri, pinset, batang pengaduk, dan tabung reaksi dibungkus

dengan aluminium foil dan disterilkan dengan oven.

- Bahan yang disterilkan adalah medium pembenihan. Cara sterilisasi

adalah medium SDA yang telah dimasukkan ke dalam erlenmeyer

kemudian disterilkan ke dalam autoklaf selama 25 menit pada suhu

121oC.

H. Pembuatan Medium

1. Komposisi SDA ( Soboroid Dextra Agar) :

Dextrosa 40.000 Gms/liter

Pepton 10.000 Gms/liter

Agar 15.000 Gms/liter

31

2. Cara Membuat

SDA dilarutkan sebanyak 65g ke dalam 1 liter aquadest. Kemudian

sterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit,

kemudian tuangkan ke dalam tabung reaksi.

3. Pengenceran

Pengenceran bertujuan menghasilkan beberapa konsentrasi ekstrak

buah kaktus (Opuntia ficus indica) yang akan digunakan untuk Kadar

Hambat Minimum dari ekstrak buah kaktus yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Candida albicans. Dalam penelitian ini dibuat

pengenceran sebanyak 8 konsentrasi yaitu : 0,5%, 1%, 5%, 10%, 25%,

50%, 75%, dan 100%.

4. Uji daya hambat

- Persiapkan 6 buah cawan petri steril

- Ketiga cawan petri tersebut diisi dengan medium SDA yang telah

disterilkan. Tunggu medium hingga memadat.

- Ambil isolate murni yang telah dipersiapkan dengan menggunakan ose

bulat. Kemudian dimasukkan kedalam tabung yang berisi aquadest

steril.

- Isolat yang telah bercampur dengan aquadest tersebut kemudian di

goreskan ke medium SDA dengan menggunakan cotton buds

- Lakukan hal yang sama pada cawan petri kedua sampai keenam

32

- Ambil beberapa paper disk dan kemudian direndam pada tabung yang

berisi konsentrasi ekstrak buah yang berbeda

- Untuk cawan petri pertama sampai cawan petri ketiga masing – masing

diberikan paper disk yang telah direndam dengan ekstrak buah kaktus

pada konsentrasi 0,5% sampai 25%

- Sedangkan untuk cawan petri keempat sampai keenam diberi

rendaman ekstrak buah kaktus pada konsentrasi 50% - 100%

- Masukkan kedalam inkubator selama 1x24 jam.

5. Pengamatan Zona Inhibisi

Daya hambat diketahui berdasarkan pengukuran diameter zona

inhibisi (zona bening) yang terbentuk disekitas paper disc. Pengukuran

tersebut menggunakan jangka sorong. Daya hambat minimal diketahui dari

konsentrasi terkecil yang sudah dapat menghambat pertumbuhan Candida

albicans secara nyata.

33

I. Alur Penelitian

Pengenceran

bahan uji

Konsentrasi

Ekstrak Buah

Kaktus Pir berduri

Pembuatan

Medium Kultur

Uji Daya

Hambat

Pemurnian

Streptoccus

mutans

Inkubasi

Pengamatan

zona inhibisi

Analisis Data

25% 0,5% 1% 10% 5% 50% 75% 100% 100%

34

BAB V

HASIL PENELITIAN

Setelah melakukan penelitian di laboratorium mengenai pengekstraksian

buah kaktus, diperoleh hasil yaitu buah kaktus pir berduri sebanyak 3 kilogram

yang selanjutnya dikeringkan sehingga diperoleh ekstrak buah kaktus pir berduri

kering sebanyak 86,01 Gram. Berikut gambar dari ekstrak buah kaktus pir berduri:

Gambar 3: Ekstrak buah kaktus pir berduri

Pada penelitian ini ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)

dibagi dalam 8 konsentrasi yaitu 0,5%, 1%, 5%, 10%, 25%, 50%, 75% dan 100%.

Kemudian dilakukan uji daya hambat antimikroba setelah masa inkubasi selama 1

x 24 jam pada suhu 37oC. Hasil pengamatan setelah diinkubasi adalah sebagai

berikut :

35

Tabel I : Hasil Pengukuran Perluasan Zona Inhibisi Difusi Ekstrak Buah Pir

Berduri (Opuntia ficus indica) dalam satuan mm

Replikasi

Konsentrasi ekstrak buah kaktus pir berduri

(mm)

Kontrol

+

(mm)

Kontrol

-

(mm) 0,5% 1% 5% 10%

I 0 0 0 0 0 0

II 0 0 0 0 0 0

III 0 0 0 0 0 0

Rerata 0 0 0 0 0 0

Sumber: Data Primer

Tabel II : Hasil Pengukuran Perluasan Zona Inhibisi Difusi Ekstrak Buah

Pir Berduri (Opuntia ficus indica) dalam satuan mm

Replikasi

Konsentrasi ekstrak buah kaktus pir berduri

(mm)

Kontrol

+

(mm)

Kontrol

-

(mm) 25% 50% 75% 100%

I 0 7,2 7,4 7,5 10,1 6

II 0 7,6 8 8 15 6

III 0 6,8 8 8,5 10,4 6

Rerata 0 7,2 7,8 8 11,8 6

Sumber: Data Primer

36

Gambar 4: Diagram penelitian zona inhibisi dari masing – masing

konsentrasi

Berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh dapat diketahui mulainya

terbentuk zona inhibisi yaitu pada konsentrasi ekstrak buah kaktus 50% dimana

terdapat rerata zona sebesar 7,2mm. Pada konsentrasi 25% zona inhibisinya sama

seperti pada konsentrasi 0,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi

0,5% - 25% belum dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau bisa diduga

adanya clear zone pada area sekitar paper disk merupakan efek dari sterilisasi dari

paper disk tersebut. Zona inhibisi yang ditimbulkan pada konsentrasi selanjutnya

yang lebih besar dari konsentrasi 50% menunjukkan adanya peningkatan diameter

yang diukur dengan satuan mm (millimeter). Maka dapat disimpulkan bahwa

ekstrak buah kaktus pir berduri dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida

albicans pada konsentrasi 50%.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Rerata

7.27.6

6.87.27.4

8 8 7.87.5

88.5

8

50%

75%

100%

37

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental labolatoris in vitro

untuk mengetahui apakah ekstrak buah kaktus pir berduri mampu menghambat

pertumbuhan jamur Candida albicans. Metode yang digunakan pada penelitian ini

yaitu metode difusi atau uji difusi, yaitu blank disk yang diresapi ekstrak buah

kaktus dalam jumlah tertentu, diletakkan pada medium sabouraud dextra agar SDA

yang telah digoresi organisme (Candida albicans).

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokomia Fakultas Farmasi

Universitas Hasanuddin pada bulan April 2013, bertujuan untuk mengetahui

perbedaan daya hambat ekstrak buah pir berduri terhadap Candida Albicans.

Pada penelitian ini digunakan ekstrak buah pir berduri dengan konsentrasi 0,5%,

1%, 5%, 10%, 25%, 50%, 75%, dan 100% disertai dengan kontrol negatif

(aquades) dan kontrol positif (betadine), setiap konsentrasi tersebut dilakukan

replikasi sebanyak 3 kali.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pada konsentrasi 0,5%

sampai konsentrasi 2,5% tidak terlihat terbentuknya zona inhibisi disekitar blank

disc yang berarti bahwa tidak adanya daya hambat pada konsentrasi tersebut

terhadap bakteri Candida Albicans. Sedangkan pada konsentrasi 50% sampai

dengan konsentrasi 100% terlihat adanya zona inhibisi, yang berarti bahwa pada

konsentrasi 50% sudah memperlihatkan adanya daya hambat dari ekstrak buah pir

berduri terhadap jamur Candida Albicans.13

38

Pada hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan rata – rata zona

inhibisi pada konsentrasi 50% sebesar 7,2mm, pada konsentrasi 75% sebesar

7,8mm, dan pada konsentrasi 100% sebesar 8mm. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa semakin besar konsentrasi dari ekstrak buah pir berduri maka semakin

besar pula daya hambatnya. Daya hambat ini sangat dipengaruhi oleh adanya zat –

zat antibakteri yang terdapat dalam buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus

indica).24

Kaktus memiliki banyak khasiat dan mengandung zat – zat penting yaitu

askorbik acid, flavonoid (quercetin, kaemferol), betalain serta berbagai vitamin

(A, B1, B6, E) mineral, iron, dan phosphorous. Salah satu zat aktif paling utama

adalah flavonoid yang aktif sebagai antimikroba, terutama melindungi tubuh dari

beberapa jenis penyakit degenerative. Jika dihubungkan dengan hasil penelitian

ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi dari sari buah kaktus yang

digunakan maka semakin besar pula zat – zat antimikroba yang terkandung dalam

sari buah kaktus sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap daya hambat yang

dihasilkan oleh sari buah kaktus tersebut.13

Flavonoid merupakan senyawa yang mempunyai efek antibakteri dan

banyak terdapat pada buah kaktus pir berduri. Flavonoid merupakan fitokimia

fenolik yang berfungsi sebagai peredam radikal bebas yang sangat kuat dan

membantu mencegah penyakit yang berhubungan dengan stress oksidatif serta

memiliki aktivitas antimikroba, antikarsinogenik, antiplatelet, antiskemik,

antielergi, dan antiinflamasi. Flavonoid dalam buah kaktus pir berduri mempunyai

aktivitas penghambatan lebih besar terhadap bakteri gram positif antara lain

39

adalah bakteri MRSA, hal ini di karenakan senyawa flavonoid merupakan bagian

yang bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang

bersifat polar daripada lapisan lipid yang non polar, sehingga menyebabkan

aktivitas penghambatan pada bakteri gram positif lebih besar daripada bakteri

gram negatif. Aktivitas penghambatan dari kandungan buah kaktus pir berduri

pada bakteri gram positif menyebabkan terganggunya fungsi dinding sel sebagai

pemberi bentuk sel dan melindungi sel dari lisis osmotik dengan terganggunya sel

akan menyebabkan lisis pada sel.27

Pada sel jamur, dinding sel memiliki peranan penting dalam

kelangsungan hidup dan patogenisitas jamur. Selain menjadi pelindung dan

pemberi bentuk atau morfologi sel, dinding sel jamur merupakan tempat penting

untuk pertukaran dan filtrasi ion serta protein, sebagaimana metabolisme dan

katabolisme nutrisi kompleks. Komposisi primer dinding sel Candida albicans

adalah 30% mannoprotein permukaan yang merupakan penentu utama spesifik

serologik dan berperan dalam perlekatan sel jamur pada permukaan sel hospes.

Selain itu menurut struktur protein di dinding sel jamur mengandung enzim-enzim

seperti manan sintase, kitin sintase yang berperan dalam transpor energi untuk

pertumbuhan dan kolonisasi jamur.

40

BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan pada penelitian ini adalah

- Ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) mampu menghambat

jamur Candida albicans.

- Ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) dapat menghambat

jamur Candida albicans mulai dari konsentrasi 50%, 75%, dan 100%.

B. SARAN

Sasaran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah :

1. Untuk dapat memanfaatkan buah kaktus pir berduri sebagai bahan obat,

perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut lagi secara in vivo untuk

mengetahui penerapan obat dalam berbagai penyakit khususnya di bidang

Kedokteran Gigi.

2. Pengujian yang lebih intensif terhadap konsentrasi terbaik yang dapat

digunakan sebagai terapi untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur

Candida albicans.

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Sri Susilawati. Kesehatan Gigi dan Mulut Pengaruhi Kualitas Hidup

Seseorang. Vivat Academia. 2012

2. Oki Nurhidayat, Eram Tunggul, Bambang Wahyono. Perbandingan Media

Power point dengan Flip chart dalam Meningkatkan Pengetahuan

Kesehatan Gigi dan Mulut. Unnes Journal of Public Health 2012:1 (1)

3. Eni Kusumaningtyas. Mekanisme Infeksi Candida albicans pada

Permukaan Sel. [Internet] Available from :

http://peternakan.litbang.deptan.go.id [accessed at 11 Maret 2013].

4. Sri Larnani. Adhesi Candida albicans Pada Rongga Mulut. Dentofasial

2005 (1) 369

5. Ali Yusran. Uji Daya Hambat anti jamur ekstrak minyak atsiri

Cinnamomun burmanii terhadap pertumbuhan Candida albicans.

Dentofasial 2009 (1).p. 105

6. Ilyas M. Daya hambat ekstra mengkudu terhadap pertumbuhan Candida

albicans. Dentofacial; 2008; 7(1). Pp 7-12.

7. Harsini, Widjijono. Penggunaan Herbal di Bidang Kedokteran Gigi. Maj

Ked.Gigi; Juni 2008; 15 (1): 61-64.

8. Mardhiah Hayati. Respon Tunas Kaktus pada Berbagai Konsentrasi NAA

dan BAP secara in vitro. Jurnal Floratek Penelitian Dosen dan

Mahasiswa di Bidang Pertanian, Vol. 3, 2012: p 1-3.

42

9. Jana sarbojeet. Nutraceutical and Functional Properties of cactus Pear

(Opuntia spp) and Its Utilization for Food Applications. Journal of

Engineering Research and Studies, Vol. 3, 2012: 60 – 66.

10. Manpreet Kaur, Amandeep Kaur, Ramica Sharma. Pharmacological

actions of Opuntia ficus indica: A Review. Journal of Applied

Pharmaceutical Science, Vol. 2, 2012: p 15 – 18.

11. Fernandez Lopez JA, Almela L, Obon JM, Castellar R. Determination of

Antioxidant Constituents in Cactus Pear Fruits. Plant Foods Hum Nutr

2010. 65: 253-259

12. Harlen Kaur Sandhar, dkk. A Review of Phytochemistry and

Pharmacology of Flavonoids. Journal of International Pharmaceutica

Sciencia, Vol. 1, 2011: p 25 – 41

13. Ganiswara SG, Setiabudi R Suyatna FD, Purwantyastuti dan Nafriadi.

Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2ed

ed: 1995. P. 572-627

14. Sarbojeet Jana. Nutraceutical and Functional Properties of Cactus Pear

(Opuntia spp) and Its Utilization for Food Applications. Journal of

Engineering Research and Studies, Vol. 3, 2012: 60 – 66

15. Joel Fuhman. Freaky Fruits Cactus Pears. Health and nutrition news.

Maret 2007

16. Gutierrez, Miguel Angel. Medicinal Use Of the Latin Food Staple Nopales

The Prickly Pear Cactus. Nutrition Bytes . 1998 4(2)

43

17. SG Ganiswara, FD R Suyatna Setia budi, Purwantyastuti, Nafriadi.

Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia: 1995. P. 572 – 627

18. Sandhar Harlen Kaur, dkk. A Review of Phytochemistry and Pharmacology of

Flavonoids. Journal of International Pharmaceutica Sciencia, Vol, 1, 2011: p 25

– 41. Available at http://www.ipharmscienda.com/Dacuments/1/4.pdf

19. E.M Galati, M.M Tripodo, A. Trovato, N. Miceli, M.T Monforte.

Biological effect of Opuntia ficus indica, Cactacea waste matter. Journal

of Ethnopharmacology. (2002). P 17 – 21. Available at

www.elsevier.com/locate/jethpharm

20. Repository.ipb.ac.id/handle/123456789/62305?show=full

21. Larnani S, Adhesi Candida albicans Pada Rongga Mulut. Majalah Ilmiah

Kedokteran Gigi Indonesia. Vol 7, 2005: p. 369-379

22. Wunderlich RC, Kalita DK. Candida albicans. New Canaan: Keats

Publishing Inc; 1984.p. 1-4.

23. Greenberg MS, Oral Medicine. 10th

edition. BC Deckter inc. Hamilton.

2003 : p. 94-101.

24. John F, Oral Candidiasis [8 screen] from:

http://www.dentalcare.com/soap/intermed/oralcand.htm. Acessed june 13,

2008

25. Simatupana MM. Candida albicans. USU Repository; 2009.

26. Tjampakasari CR. Karakteristik candida albicans. Cermin Dunia

Kedokteran; 2006: No. 151, pp33.

44

27. Galuh puspitasari, Sri Murwani, Herawati. Uji Daya Hambat Antibakteri

Perasan Buah Mengkudu Matang (Morinda citrifolia) terhadap bakteri

MRSA secara in vitro. Available at http://pskh.ub.ac.id/wp-

content/uploads/2012/10/0813100019-Galuh-puspitasari.pdf

45

DOKUMENTASI

a. Tahap mengestrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)

b. Buahkaktuspirberduridipotong-potong kecil kemudian dimasukkan

kedalam wadah dan dimaserasi dengan etanol 96%

2). Buah kaktus pir berduri yang telah di maserasidenganetanol 96%

46

3). Penyaringanbuahkaktuspirberduri yang telahdimaserasi

4). Prosedur ditanaskan

47

5). Ekstrak buah kaktus pir berduri

6). Uji disk difution jamur Candida albicans