Post on 06-Aug-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1. Sejarah
Besarnya masalah klinis skizofrenia secara terus-menerus telah menarik perhatian
tokoh-tokoh utama psikiatri dan neurologi sepanjang sejarah gangguan ini. Dua tokoh tersebut
adalah Emil Kraepelin (1856-1926) dan Eugen Bleuler (1857-1939). Sebelumnya, Benedict
Morel (1809-1873), seorang psikiater perancis, menggunakan istilah demence precoce untuk
pasien dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja yang mengalami perburukan; Karl
Ludwig Kahlbaum (1828-1899) menggambarkan gejala katatonia; Ewold Hacker (1843-1909)
menulis mengenai perilaku aneh pada pasien dengan hebefrenia.
Emile Kraepelin
Kraepelin menerjemahkan istilah demence precoce dari Morel menjadi Demensia
prekoks, suatu istilah yang menekankan proses kognitif (demensia) dan awitan dini (prekoks)
yang nyata dari gangguan ini. Pasien dengan demensia prekoks digambarkan memiliki
perjalanan penyakit yang memburuk dalam jangka waktu lama dan gejala klinis umum berupa
halusinasi dan waham. Kraepelin membedakan pasien ini dengan mereka yang di
klasifikasikan menderita psikosis-depresif yang mengalami episode nyata penyakit yang
berselang-seling dengan periode berfungsi normal. Gejala utama pasien dengan paranoia
adalah waham kejar persisten dan pasien tersebut digambarkan tidak begitu mengalami
perjalanan penyakit demensia prekoks yang memburuk serta gejala intermiten psikosis manik-
depresif.
Eugen Bleuler
Bleuler mencetuskan istilah skizofrenia, yang menggantikan demensia prekoks dalam
literatur. Ia memilih istilah tersebut untuk menunjukan adanya skisme (perpecahan, pen.)
antara pikiran, emosi, dan perilaku pada pasien dengan gangguan ini. Bleuler menekankan
bahwa, tak seperti konsep Kraepelin tentang demensia prekoks, skizofrenia tak harus
memiliki perjalanan penyakit yang memburuk. Sebelum dipublikasikannya edisi ketiga
diagnostic and statistical manual of mental disoder (DSM III), insidensi skizifrenia di
Amerika Serikat (dengan para psikiater mengikuti prinsip Bleuler) meningkat hingga
1
mungkin mencapai dua kali insidensi di Eropa ( dengan para psikiater mengikuti prinsip
Kraepelin). Setelah DSM III diterbitkan, diagnosis skizofrenia di Amerika Serikat beralih ke
konsep Kraepelin. Namun, istilah skizofrenia dari Bleuler menjadi label yang diterima secara
internasional untuk gangguan ini.
Empat A
Bleuler mengindentifikasikan gejala fundamental (atau primer) skizofrenia yang
spesifik untuk membangun teori mengenai perpecahan mental interna pada pasien. Gejala
tersebut meliputi gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran; gangguan afektif, autisme, dan
ambivalensi, yang dirangkumkan menjadi empat A: asosiasi, afek, autisme, dan ambivalensi.
Bleuler juga mengidentifikasi gejala asesoris (sekunder), yang banyak menambah pemahaman
mengenai skizofrenia.
2. Prevalensi dan Epidemiologi
Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar 1 %, yang berarti
bahwa kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama masa hidupnya.
Studi epidemiologi Catchman Area (ECA) yang disponsori National Institute of Mental
Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 0,6-1,9 %. Menurut DSM-IV-
TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10 000 dengan beberapa variasi
geografik (contoh, insidens lebih tinggi pada orang yang lahir di daerah perkotaan di negara
maju). Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka insidens
serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Di A.S kurang lebih 0,05 % populasi
total menjalani pengobatan untuk skizofrenia setiap tahun dan hanya sekitar setengah dari
semua pasien skizofrenia mendapatkan pengobatan, meskipun penyakit ini termasuk penyakit
berat.
Prevalensi (kemungkinan terjadi) gangguan skizofrenia dapat dilihat pada daftar di bawah ini:
1. Populasi umum 1%
2. Saudara Kandung 8%-10%
3. Anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%-15%
4. Kembar 2 telur (dizigot) 12%-15%
5. Anak dengan kedua orang tua skizofrenia 35%-40%
6. Kembar monozigot 47%-50%
2
Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai
empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai
dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini
sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari
Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai
25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan,skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25
hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga
sedarah.
3. Jenis-Jenis
Terdapat berbagai macam skizofrenia, yaitu sebagai berikut:
1. Skizofrenia simplex
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang
sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan
mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik
diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran
dan akhirnya menjadi pengangguran.
2. Jenis hebrefenik
Yaitu jenis skizofrenia yang permulannya perlahan-lahan dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan
proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
3
3. Jenis katatonik
- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
- Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya:
stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
4. Jenis Paranoid
Jenis skizofrenia ini agak berbeda dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya jenis
penyakit. Jenis ini mulai sesudah umur 30 tahun, penderita mudah tersinggung,
cemas, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain. Hal
ini dilakukan penderita karena adanya waham kebesaran dan atau waham kejar
ataupun tema lainnya disertai juga dengan halusinasi yang berkaitan.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien
skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode
pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan
biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat membantu mereka melewati
penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien
katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi
4
yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya
dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam
situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis
mereka dan tetap intak.
5. Skizofrenia Residual
Yaitu jenis skizofrenia dengan gejala mengalami gangguan proses berpikir,
gangguan afek dan emosi, ganguan emosi serta gangguan psikomotor. Namun,
tidak ada gejala waham dan halusinasi. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali
serangan skizofrenia.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau
gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional,
penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran
asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau
halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek
yang kuat.
6. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic
menurut PPDGJ III yaitu:
· Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
· Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
· Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
5
2. Batasan
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat
dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam
hubungan interpersonal. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh
genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi , serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.
Di bawah ini merupakan berbagai definisi Skizofrenia:
1. Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak
pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran
yang abnormal dan menggangu kerja dan fungsi sosial (DSM-IV-TR, 2008)
2. Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area
fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan
menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku
dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Durand dan Barlow, 2007)
3. Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada
dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik
paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan
menarik diri dari hubungan antarpribadi normal, sering kali diikuti dengan delusi
(keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsangan panca
indera) (Arif, 2006).
6
BAB II
PEMBAHASAN
Etiologi
Model diatesis-stress
Menurut model diatesis-stress terhadap integrasi faktor biologis, psikososial, dan
lingkungan, seseorang mungkin memiliki kerentanan spesifik (diastesis) yang, bila diaktifkan
oleh pengaruh yang penuh tekanan, memungkinkan timbul gejala skizofrenia. Pada model
diatesis-stress yang paling umum, diastesis atau stress dapat berupa stress biologis,
lingkungan, atau keduanya. Komponen lingkungan dapat bersifat biologis (contohnya,
infeksi) atau psikologis (contohnya, situasi keluarga yang penuh tekanan atau kematia kerabat
dekat). Dasar biologis diatesis dapat terbentuk lebih lanjut oleh pengaruh epigenetik, seperti
penyalahgunaan zat, stress psikososial, dan trauma.
Gejala
Ada banyak gejala-gejala skizofrenia. Gejala-gejala ini dirumuskan oleh berbagai
sumber. Menurut Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder IV-TR, gejala khas
skizofrenia berupa adanya:
1. Waham atau Delusi (keyakinan yang salah dan tidak bisa dikoreksi yang tidak
sesuai dengan kenyataan, maupun kepercayaan, agama, dan budaya pasien atau
masyarakat umum)
2. Halusinasi (persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar)
3. Pembicaraan kacau
4. Perilaku kacau
5. Gejala negatif (misalnya berkurangnya kemampuan mengekspresikan emosi,
kehilangan minat, penarikan diri dari pergaulan sosial)
Selain itu untuk menegakkan diagnosa skizofrenia menurut DSM IV-TR (2008)
adalah munculnya disfungsi sosial, durasi gejala khas paling sedikit 6 bulan, tidak termasuk
gangguan perasaan (mood), tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis,
dan bila ada riwayat Autistic Disorder atau gangguan perkembangan pervasive lainnya, 7
diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan bila ditemui halusinasi dan delusi yang menonjol
selama paling tidak 1 bulan.
Menurut Bleuler, ada 2 kelompok gejala-gejala skizofrenia, yaitu:
1. Gejala Primer, yang meliputi:
a. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran). Pada skizofrenia
inti, gangguan memang terdapat pada proses pikiran.
b. Gangguan afek dan emosi. Gangguan ini pada skizofren berupa:
1) Parathimi, yaitu apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan
gembira, pada penderita malah menimbulkan rasa sedih atau marah.
2) Paramimi, yaitu penderita merasa senang tetapi menangis
c. Gangguan kemauan, yaitu gangguan di mana banyak penderita skizofrenia
memiliki kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan dan
tidak dapat bertindak dalam sebuah situasi menekan. Gangguan kemauan yang
timbul antara lain:
1) Negativisme, yaitu sikap atau perbuatan yang negatif atau berlawanan
terhadap suatu permintaan.
2) Ambivalensi, yaitu sikap yang menghendaki seseuatu yang berlawanan
pada waktu yang bersamaan.
3) Otomatisme, yaitu penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang
lain atau oleh tenaga dari luar, sehingga dia melakukannya secara
otomatis.
d. Gejala psikomotor, disebut juga dengan gejala-gejala katatonik. Sebetulnya
gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan
hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau
agak kaku.
2. Gejala Sekunder, yang meliputi:
a. Waham.
Pada penderita skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat
bizar. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya
merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.
8
b. Halusinasi.
Pada penderita skizfrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal
ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain.
Menurut Bleuler, seseorang didioagnosa menderita skizofrenia apabila terdapat
gangguan-gangguan primer dan disharmoni pada unsur-unsur kepribadian yang diperkuat
dengan adanya gejala-gejala sekunder.
Menurut Kut Schneider, terdapat 11 gejala skizofrenia yang terdiri dari 2 kelompok,
yaitu sebagai berikut:
1. Kelompok A, halusinasi pendengaran, yaitu:
a. Pikirannya dapat didengar sendiri
b. Suara-suara yang sedang bertengkar
c. Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita
2. Kelompok B, gangguan batas ego, yang meliputi:
a. Tubuh dan gerakan penderita dipengaruhi oleh kekuatan dari luar
b. Pikirannya diambil keluar
c. Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain
d. Pikirannya diketahui oleh orang lain
e. Perasaannya dibuat oleh orang lain
f. Kemauannya dipengaruhi orang lain
g. Dorongannya dikuasai orang lain
h. Persepsi yang dipengaruhi oleh waham
Menurut Kut Schneider, seseorang bisa didiagnosa penderita skizofrenia bila ada
gejala dari kelompok A dan Kelompok B, dengan syarat kesadaran penderita tidak menurun.
Gejala lain yang diungkap adalah:
1. Gejala-Gejala Positif, yaitu penambahan fungsi dari batas normal, meliputi:
a. Delusi.
Delusi adalah keyakinan yang oleh kebanyakan orang dianggap misinterpretasi
terhadap realitas. Delusi memiliki bermacam-macam bentuk, yaitu delusion of
grandeur (waham kebesaran) yaitu keyakinan irasional mengenai nilai dirinya,
delusion of persecution yaitu yakin dirinya atau orang lain yang dekat
9
dengannya diperlakukan dengan buruk oleh orang lain dengan cara tertentu,
delusion of erotomanic yaitu keyakinan irasional bahwa penderita dicintai oleh
seseorang yang lebih tinggi statusnya, delusion of jealous yaitu yakin pasangan
seksualnya tidak setia, dan delusion of somatic yaitu merasa menderita cacat
fisik atau kondisi medis tertentu.
b. Halusinasi
Gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual dimana berbagai hal dilihat
didengar, atau diindera meskipun hal-hal itu tidak real (benar-benar ada).
2. Gejala-Gejala Negatif, yaitu pengurangan fungsi dari batas normal, meliputi:
a. Avolisi
Yaitu apati atau ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan
kegiatan-kegiatan penting.
b. Alogia
Yaitu pengurangan dalam jumlah atau isi pembicaraan.
c. Anhedonia
Yaitu ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan yang terkaitu dengan
beberapa gangguan suasana perasaan dan gangguan skizofrenik.
d. Afek Datar
Yaitu tingkah laku yang tampak tanpa emosi.
3. Gejala Disorganisasi, yaitu ketidakharmonisan fungsi, meliputi:
a. Disorganisasi dalam pembicaraan (Disorganized Speech)
Gaya bicara yang sering terlihat pada penderita skizofrenia termasuk
inkoherensi dan ketiadaan pola logika yang wajar.
b. Afek yang tidak pas (inappropriate Affect) dan perilaku yang disorganisasi
Afek yang tidak pas merupakan ekspresi emosi yang tidak sesuai dengan
aslinya. Perilaku yang disorganisasi adalah perilaku yang tidak lazim.
Untuk mendiagnosa seseorang skizofrenia, seseorang harus menunjukkan 2 atau
lebih gejala positif, negatif, atau disorganisasi dengan porsi yang besar selama paling
sedikit 1 bulan.
10
Diagnosis
Skizofrenia ditandai adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan
adanya afek yang tidak wajar atau tumpul. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi simtom skizofrenia
dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama
untuk diagnosis. Cara diagnosis pasien skizofrenia menrut PPGDJ III antara lain;
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. Thought echo: isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal)
Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya.
b. Waham dikendalikan (delusion of control). waham dipengaruhi (delusion of influence),
atau "passivity", yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak,
atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations) khusus; persepsi delusional;
c. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terha-dap perilaku pasien, atau
mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri. atau jenis suara halusinasi lain yang
berasal dari salah satu bagian rubuh;
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta
sama sekaJi mustahil, seperti misal-nya mengenai identitas keagamaan atau pulitik, atau
kekuatan dan kemampuan "manusia super" (misalnya mampu mengen-dalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain);
Atau paling sedikit gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas dalam kurun
waktu satu bulan atau lebih;
e. Halusinasi yang menetap dalam setiap modal itas. apabila disenai baik oleh waham yang
mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
11
jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbu-lan-bulan terus-menerus;
f. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme dan stupor;
h. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodo (apatis), pembicaraan yang terhenti,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
i. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa
aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap
malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan gejala tersebut tetapi yang
lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau tidak) harus didiagnosis pertama kali
sebagai gangguan psikosis fungsional.
Skizofrenia paranoid
Ini adalah skizofrenia yang paling sering dijumpai. Gambaran klinis didominasi oleh
waham yang relatif stabil, sering bersifat paranoid, disertai oleh halusinasi (terutama
halusinasi pendengaran), dan gangguan persepsi. Gangguan afektif, kehendak, dan
pembicaraan, serta gejala katatonik tidak menonjol.
Pedoman diagnostik :
1) Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
2) Gejala tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberiperintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan
tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
12
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
d) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / menonjol.
Diagnosis banding
Epilepsi dan Psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
Keadaan paranoid involusional (F22.8)
Paranoia (F22.0)
Penatalaksanaan Skizofrenia
Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada
Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-
obatan pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 2 kategori obat
antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional dan newer atypical
antipsycotics.
a. Antipsikotik Konvensional
----
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang
serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol)
2. Mellaril (thioridazine)
3. Navane (thiothixene)
4. Prolixin (fluphenazine)
5. Stelazine (trifluoperazine)
6. Thorazine (chlorpromazine)
13
7. Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2
pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah
mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa
efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan
pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil
secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long
acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya
berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzepine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien
dengan Skizofrenia.
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis
14
lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana
profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
o Kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12
minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu)
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop.
Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan
dapat diberikan paling sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis
reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun
waktu 2 minggu – 2 bulan. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat
yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi
ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini
akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg
IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)15
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau
atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis
dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi
1 cc setiap bulan. Pemberian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi
dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu
perubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya
dengan injeksi noradrenalin (effortil IM).
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet
trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycotic merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia
episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.
Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli
biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti
minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti
obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat
dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran.
Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain,
misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau
newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat
menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
16
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah
episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien
Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum
mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode,
atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama.
Perlu diingat, bahwapenghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan
makin beratnya penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat
penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah
terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan
(kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP).
Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita
harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek
samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter
dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat
antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.
Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif
terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik
konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual,
sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti
dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan
obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan
olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
17
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana
timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang
segera.
Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.
Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung
ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya.
Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang
dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang
berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa
tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan
dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan
konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes
realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus
mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : "Anda pasti
merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, "tanpa menyetujui setiap mis persepsi
wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah
membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku,
perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien
membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah
ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai sekutu
dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi
dan membantu perawatan klien.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat18
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif
antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan
pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan
pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit
harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien.
Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam
memperbaiki kualitas hidup.
ECT
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah
sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo Cerleti (1887-
1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti.
Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita
menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan
waktu yang digunakan 2-3 detik.
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien
karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya
perbaikan setelah pemberian antipsikotik. Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah
dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan
pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra
indikasi mutlak adalah tumor otak. Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada
rahang, fraktur pada vertebra, robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnea, amnesia dan terjadi
degenerasi sel-sel otak.
19
Prognosis
Untuk menetapkan prognosa kita harus mempertimbangkan semua faktor di bawah ini ;
1. Kepribadian prepsikotik : bila skizoid dan hubungan antar-manusia memang kurang
memuaskan, maka prognosa lebih jelek.
2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosa lebih baik daripada bila penyakit itu
mulai secara pelan-pelan.
3. Jenis : Prognosa jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering penderita-
penderita dengan katatonia sembuh dan kembali ke kepribadian prepsikoti. Kemudian
menyusul jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke masyarakat.
Hebefrenia dan skizofrenia simplex mempunyai prognosa yang sama jelek. Biasanya
penderita dengan jenis skizofrenia ini menuju ke arah kemunduran mental.
4. Umur : Makin muda umur permulaannya, makin jelek prognosa.
5. Pengobatan : Makin lekas diberi pengobatan, makin baik prognosanya. Dikatakan bahwa
bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres psikologik, maka
prognosa lebih baik.
6. Faktor keturunan : prognosa menjadi lebih berat bila di dalam keluarga terdapat seorang
atau lebih yang juga menderita skizofrenia.
20
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Skizofrenia adalah suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui)
dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta
sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya.
1. Psikopatologi skizofrenia:
- Faktor Diatesis-stress
- Neurobiologi
- Genetika
- Faktor Psikososial
2. Klasifikasi skizofrenia:
- Skizofrenia paranoid
- Skizofrenia hebefrenik
- Skizofrenia katatonik
- Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)
- Depresi pasca skizofrenia
- Skizofrenia residual
- Skizofrenia simpleks
- Skizofrenia lainnya
- Skizofrenia YTT
21
3. Diagnosis Skizofrenia:
- Gejala karakteristik : dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk
bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan
berhasil) waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi atau
katatonik yang jelas, gejala negative
- Sosial / Pekerjaan : untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan , satu
atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, disfungsi hubungan interpersonal, atau
perawatan diri, adalah jelas dibawah tingkat yang dicapai sebelum onset.
- Durasi : tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan,
termaksud sekurangnya satu bulan gejala.
- Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood.
- Penyingkiran zat/ kondisi medis umum : gangguan tidak disebabkan oleh efek
fisiologis langsung dari suatu zat (mis: obat yang disalahgunakan).
- Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive jika terdapat riwayat adanya
gangguan autistic atau gangguan perkembangn pervasive lainnya, diagnosis
tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga
ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika berhasil diobati).
4. Gejala klinik skizofrenia:
Gejala-gejala khas yang meliputi berrbagai hal psikologis yaitu :
Isi pikiran: gangguan utama isi pikiran adalah waham yang majemuk, terpecah
atau aneh, misalny berupa waham kejar dan waham yang menyangkut dirinya
(delusion of reference).
Bentuk pikiran : adanya gangguan pikiran formal, berbentuk sebagai asosiasi
longgar, inkoherensi, kemiskinana pembicaraan, dll.
Persepsi : Gangguan utama adalah berbagai jenis halusinasi, tetapi yang paling
sering adalah halusinasi dengar.
22
Afek : Sering kali berupa afek datar atau tidak serasi.
Rasa kesadaran diri : Sering bermanifestasi sebagai rasa perpleksitas yang parah
tentang identitas dirinya dan makna eksistensinya.
Dorongan kehendak(“volition “) : Gangguan dapat berupa minat atau dorongan
yang tidak adekuat.
Hubungan dengan dunia luar : sering terjadi kecenderungan untuk menarik diri
dari dunia luar, berpreokupasi pad aide dan egosentrik dan apabila keadaanya
parah maka jatuh kedalam autisme.
Tingkah laku psikomotor : Ganggaun tingkah laku psikomotor bisa beraneka
ragam, dapat berupa berkurangnya gerakan dan aktivitas spontan atau dapat pula
berupa gerakan motorik yang berlebihan.
Gambaran penyerta : Hampir semua gejala dapat timbul sebagai gambaran
penyerta, misalnya : individu tampak kehilangan akal (perplexed), berpakaian atau
berdandan eksentrik, aktivitas motorik yang tidak wajar, afek yang tidak
menyenangkan, depersonalisasi, derealisasi dan gagasan yang mirip waham yang
menyangkut dirinya.
4. Penatalaksanaan skizofrenia:
- Perawatan rumah sakit
- Terapi somatik
- Terapi psikososial
5. Prognosis : tergantung dari berbagai faktor, antara lain : onset, factor pencetus, riwayat
keluarga, system pendukung, gejala, riwayat sosial, seksual,dll
Saran
skizoprenia adalah penyakit kronis yang memerlukan terapi pemeliharaan untuk
mencegah kekambuhan
perbedaan antara gejala negative dan positif mempengaruhi pemilihan obat, selain
pertimbangan profil efek samping dan sejarah respon terhadap obat
23
pada pengatasan episode akut, penggunaan kombinasi benzodiazepin dengan suatu
obat antipsikotik yang tepat lebih baik daripada menggunakan antipsikotik dosis tinggi
Tanpa pemeliharaan dengan obat, 70% pasien dapat kambuh dalam waktu satu tahun
Terapi pemeliharaan yang terus menerus menggunakan antipsikotik dosis rendah
diperlukan, karena terapi yang terputus-putus tidak dapat mencegah kekambuhan
24
Daftar Pustaka
1. Kaplan & Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis; Edisi 2; Penerbit Buku Kedokteran
ECG; 2004; Halaman 147-165.
2. Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi
3, Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2002, hal 46-51.
3. Maslim. R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi 3, Penerbit
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa, FK Unika Atma Jaya, Jakarta, 2001, hal 14-23.
4. Psikofarmaka; 2010, diunduh dari http://www.medicastore.com/cybermed pada 22
Juni 2012.
5. Skizofrenia; 2009; diunduh dari http://www.staff.ugm.com pada 10 Desember 2012.
25