Laporan Kasus Skizo Paranoid

31
Laporan Kasus SKIZOFRENIA PARANOID (F20. 0) Oleh: Ahmad Marzuki Rifki Hanafi I1A011001 Dina Aulia Fakhrina I4A011004 Khairina I4A011058 Pembimbing: dr. H. Asyikin Noor, Sp.KJ, MAP UPF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unlam-RSJD Sambang Lihum

description

-

Transcript of Laporan Kasus Skizo Paranoid

Laporan Kasus

SKIZOFRENIA PARANOID

(F20. 0)

Oleh:

Ahmad Marzuki Rifki Hanafi I1A011001

Dina Aulia Fakhrina I4A011004

Khairina I4A011058

Pembimbing:

dr. H. Asyikin Noor, Sp.KJ, MAP

UPF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa

FK Unlam-RSJD Sambang Lihum

Gambut

29 September 2015

LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. IDENTITAS

Nama : Tn. KA

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 30 tahun

Alamat : Sei Namang RT. 03 Danau Panggang

HSU

Pendidikkan : SMP

Pekerjaan : Pandai Besi

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia

Status Perkawinan : Belum menikah

Masuk IGD : 28 September 2015

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Alloanamnesa dilakukan tanggal 28 September 2015 jam 15.30 WITA

dari Tn B, hubungan dengan penderita sebagai bapak. Autoanamnesa

diperoleh tanggal 28 September 2015 16.00 WITA.

A. KELUHAN UTAMA

Mengamuk

1

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Alloanamnesis:

Sejak awal April 2015, Os mengalami perubahan sikap, dulu Os

adalah orang yang rajin namun pada waktu itu os menjadi malas melakukan

aktivitas dan mulai jarang makan dan mandi. Os menjadi kurang terawat sejak

itu. Os juga lebih sering di rumah dan berada di dalam kamar. Os juga jarang

tidur sejak saat itu terutama pada malam hari. Os juga suka bicara sendiri,

menangis, dan tertawa sendiri tanpa sebab yang jelas. Perubahan sikap ini

mulai terjadi ketika os di-PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja dan

seminggu sebelum di-PHK os juga kehilangan sepeda motornya.

Pada awal bulan Mei 2015 os mengamuk beteriak-teriak sambil

menutup kedua telinganya. Os mengatakan kepada ayahnya kalau os

mendengar bisikan dan melihat sosok jin yang mengganggunya. Os berusaha

untuk tidak memperdulikan bisikan dan sosok jin tersebut. Dari pihak

keluarga Os dibawa ke ke dokter praktek dan mendapat obat yang berwarna

putih, pink, orange. Namun pada akhir bulan Agustus os mulai tidak rutin

minum obat karena ibu os jarang memantau langsung anaknya untuk minum

obat.

Pada bulan September 2015 ini os semakin parah mengamuknya

sehingga os dibawa oleh keluarganya ke UGD RSJ Sambang Lihum tanggal

28 September 2015. Menurut pengakuan os dengan ibunya, os sering

mendengar bisikan yang menyuruh os untuk membunuh orang lain dan bisikan

yang menyuruhnya untuk bunuh diri. Os pernah mencoba untuk gantung diri

2

di pohon belakang rumahnya tetapi digagalkan oleh tetangganya. Setelah itu,

os tidak pernah lagi terlihat mencoba bunuh diri. Os tidak pernah dirawat di

RSJ sebelumnya.

Autoanamnesis :

Pada saat datang os terlihat ketakutan dan gelisah. Os mengamuk serta

berteriak-teriak. Usia sesuai dengan wajah dan berperawakan sedang. Os

memakai baju kaos berwarna hitam dan celana jeans biru. Penampilan os

terlihat terawat dan rapi. Setelah diberi obat di IGD os menjadi lebih tenang

dan mampu menjawab nama, umur, alamat serta menyebutkan siapa yang

membawa os ke RSJ Sambang Lihum. Pasien sadar dibawa ke rumah sakit

jiwa. Ketika ditanya apakah Os sadar sering marah-marah, berkata kasar dan

sering mengamuk, Os mengaku sadar akan hal itu. Os mengatakan yang

menyebabkan os sering marah apabila ibu ataupun adiknya tidak langsung

mengerjakan suatu hal yang diminta oleh os. Os mengaku mendengar bisikan

yang tidak baik dan kadang-kadang hanya terdengar bisikan saja atau bisa

dengan ada yang berwujud seperti perempuan, bisikan tersebut yang

menyebabkan emosi os tidak terkontol dan meluap-luap sehingga os menjadi

sering marah-marah dan os ingin keluyuran keluar rumah. Os mengaku bahwa

wujud perempuan yang membisikkan hal negatif tersebut yang

mendorongnya untuk marah sampai os tidak dapat membendung emosinya

ketika sedang marah dan langsung mengucapkan kata-kata kasar. Os juga

mengaku bahwa dia sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari karena

ada bisikan yang menyebutkan jika os tidur os akan dibunuh orang. Os masih

3

bisa makan dan minum tetapi os merasa malas untuk mandi. Ketika

pembicaraan berlangsung pasien menjawab dengan lancar dan apa yang

ditanya dengan jawaban os sesuai. Os tidak merasa dirinya sakit jiwa tetapi os

merasa tetangganya sering membicarakan bahwa diri os sakit jiwa. Pasien juga

kooperatif terhadap pemeriksa.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien tidak pernah memiliki gangguan neurologi seperti kejang.

Pasien tidak mempunyai riwayat trauma kepala, pasien juga tidak mengalami

penyakit infeksi, tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang, dan

tidak merokok.

E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

1. Riwayat Prenatal

Pasien merupakan anak yang diharapkan dan direncanakan dalam

keluarga, pasien lahir normal, cukup bulan, ditolong bidan dan tidak

ada trauma lahir maupun cacat bawaan.

2. Riwayat Masa Bayi (0-1 tahun)

Pasien mendapatkan ASI eksklusif hingga usia 1 tahun. Ketika bayi,

seingat ibu pasien, pasien jarang sakit.

3. Riwayat Masa Kanak (1-12 tahun)

Pada masa kanak pasien merupakan anak yang penurut dengan kedua

orang tuanya. Pasien merupakan anak yang pendiam dan kurang

4

begitu bisa bergaul sehingga hanya memiliki sedikit teman. Pasien

juga tidak terlalu suka dengan keramaian.

4. Riwayat Masa Remaja

Pasien merupakan remaja yang baik, pasien tidak pernah ada riwayat

menggunakan obat-obatan terlarang atau minuman keras. Pasien

termasuk remaja yang sulit bergaul, pasien jarang sekali bermain ke

tempat teman-temannya. Pasien hanya sering duduk-duduk di

rumahnya. Pasien merupakan remaja yang pemalu dan biasanya

pasien juga mudah tersinggung.

5. Riwayat Pendidikan

Pasien hanya bersekolah sampai kelas 3 SMP.

6. Riwayat Pekerjaan

Pasien bekerja di perusahaan batubara sejak masih remaja sampai di-

PHK April lalu.

7. Riwayat Perkawinan

Pasien belum menikah.

F. RIWAYAT KELUARGA

Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Di rumah pasien

tinggal bersama orang tua dan kedua saudaranya. Hubungan antara anggota

keluarga baik. Pasien dibesarkan dalam keluarga yang sederhana. Dalam

keluarga hanya pasien yang ada manderita gangguan jiwa.

5

Genogram:

Keterangan:

Laki-laki :

Perempuan :

Penderita :

Meninggal :

G. RIWAYAT SITUASI SEKARANG

Pasien tinggal bersama orang tua dan kedua saudaranya. Penghasilan

pasien ketika bekerja di perusahaan cukup untuk makan sehari-hari. Ekonomi

keluarga pasien menengah. Keadaan pasien yang sering mengamuk tanpa

sebab menjadi beban bagi keluarganya, dan keluarga mengharapkan penderita

sembuh seperti semula dan tidak mengamuk lagi sehingga penderita dibawa

ke dokter Sp.KJ, dan keadaan pasien sudah berangsur baik sebelum pasien

6

mulai mengamuk lagi karena tidak rutin minum obat. Untuk mengadakan

pengobatan lanjutan pasien dibawa ke IGD RSJ Sambang Lihum.

H. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA

Pasien menyadari bahwa dirinya agak berbeda tetapi menyangkal bahwa

dirinya sakit jiwa.

III. STATUS MENTAL

A. DESKRIPSI UMUM

1. Penampilan

Pada saat datang ke IGD RSJ Sambang Lihum 28 September 2015.

Seorang laki-laki, sesuai usia, berperawakan sedang, rambut agak

bergelombang. Pasien datang dengan keadaan sadar. Pasien menggunakan

baju kaos lengan panjang berwarna hitam dan celana jeans biru. Penampilan os

terlihat terawat dan rapi. Rambut hitam dipotong pendek. Pasien terkesan cukup

terawat dan rapi. Pasien datang diantar oleh orang tua dan tante dari pasien.

Pasien tampak gelisah dan mengamuk ketika datang. Setelah diberikan obat

di IGD, pasien menjadi lebih tenang.

2. Kesadaran

Jernih

3. Aktivitas psikomotor

Hiperaktif

4. Sikap terhadap pemeriksa

7

Kooperatif

5. Kontak psikis

Kontak ada, tidak wajar, dan dapat dipertahankan.

B. KEADAAN AFEKTIF, PERASAAN, EKSPRESI AFEKTIF SERTA

EMPATI

Afek : Sedih

Stabilitas : Labil

Pengendalian : Tidak dapat mengendalikan

Sungguh-sungguh/Tidak : Sungguh-sungguh

Dalam/Dangkal : Dangkal

Skala Diferensiasi : Sempit

Empati : Tidak dapat dirabarasakan

C. FUNGSI KOGNITIF

Inteligensi : Kesan normal rata-rata (90-110)

Konsentrasi : Terganggu

Orientasi : Waktu : Baik

Tempat : Baik

Orang : Baik

Daya Ingat : Segera : Baik

Jangka Pendek : Baik

Jangka Panjang : Baik

8

Pikiran Abstrak : Baik

Kemampuan menolong diri sendiri : Dapat menolong diri sendiri

D. GANGGUAN PERSEPSI

Halusinasi :Auditorik, yaitu mendengar bisika-bisikan yang

menyuruh pasien untuk membunuh orang lain

dan bunuh diri. Visual, yaitu melihat bayangan

perempuan.

Depersonalisasi/derealisasi :Tidak ada

E. PROSES PIKIR

1. Arus pikir

a. Produktivitas : blocking

b. Kontinuitas : relevan, lancar

c. Hendaya berbahasa : tidak ada

2. Isi pikir

a. Waham : waham curiga (pasien selalu merasa bahwa

orang-orang yang ada di sekitarnya selalu

membicarakan dan menjelek-jelekkannya).

F. PENGENDALIAN IMPULS

Pengendalian impuls os terganggu

9

G. DAYA NILAI

1. Daya nilai sosial : baik

2. Uji daya nilai : baik

3. Penilaian realitas : terganggu

H. TILIKAN

Tilikan : Derajat 2

I. TARAF DAPAT DIPERCAYA

Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

A. STATUS INTERNUS

a. Keadaan Umum : baik

b. Tanda vital

Tensi : 130/80 mmHg

Nadi : 85 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,5 0C

c. Bentuk badan : sedang

d. Kulit : sawo matang

e. Kepala

Bentuk : normocephali

10

Rambut : hitam, tipis, dan agak keriting

Wajah : simetris

Mata : palpebrae tidak edema dan tidak

hiperemi, alis dan bulu mata tidak

rontok, konjungtiva tidak anemis, skera

tidak ikterik, produksi air mata dalam

batas normal

Pupil : diameter 3 mm/3 mm, isokor, refleks

cahaya +/+ normal

Kornea : refleks kornea +/+ normal

Telinga : bentuk dalam batas normal, sekret tidak

ada, serumen minimal

Hidung : bentuk normal, tidak ada pernafasan

cuping hidung, tidak ada epistaksis,

kotoran hidung minimal

Mulut : bentuk normal, mukosa bibir kering, gusi

tidak berdarah dan tidak bengkak

Lidah : tidak kotor, tidak hiperemi

Faring : tidak hiperemi

Tonsil : warna merah muda, tidak ada

pembesaran

f. Leher : pulsasi vena jugularis tidak terlihat,

distensi vena tidak ada, tidak ada

11

pembesaran KGB, tidak ada kaku kuduk,

tidak ada massa dan tortikolis

g. Thoraks :

Inspeksi : bentuk simetris, tidak retraksi, tidak

dispneu, ritem pernafasan normal,

frekuensi 20 x/menit

Palpasi : fremitus vokal simetris

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, tidak ada rhonki, tidak ada

wheezing

h. Jantung :

Inspeksi : tidak tampak voissure cardiac, pulsasi

ataupun ictus cordis

Palpasi : thrill tidak ada, apex teraba di ICS V

LMK kiri

Perkusi : batas kanan ICS IV LPS kanan

batas kiri ICS V LMK kiri

batas atas ICS II LPS kanan

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, murmur tidak ada

i. Abdomen :

Inspeksi : bentuk datar, simetris

Palpasi : tidak ada massa dan nyeri

Perkusi : timpani, tidak ada tanda-tanda ascites

12

Aukultasi : bising usus normal

j. Ekstremitas :

Atas : tidak ada edema dan sianosis, parese (-)

Bawah : tidak ada edema dan sianosis, parese (-)

B. STATUS NEUROLOGIS

Nervus I - XII : tidak ada kelainan

Gejala rangsang meningeal : tidak ada

Gejala TIK meningkat : tidak ada

Refleks fisiologis : normal

Refleks patologis : tidak ada

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Pada April 2015, os mulai berperilaku aneh, seperti abulia dan bicara

sendiri. Perubahan sikap ini mulai terjadi ketika os di-PHK oleh perusahaan

tempatnya bekerja dan seminggu sebelum di-PHK os juga kehilangan sepeda

motornya. Sejak awal Mei 2015 os tak dapat mengendalikan emosi, gaduh

gelisah, berwaham curiga, dan mengalami halusinasi. Halusinasi auditorik

berupa mendengar bisikan yang menyuruhnya bunuh diri dan membunuh

orang lain. Halusinasi visual berupa bayangan seorang wanita. Mood os juga

tak stabil. Os dibawa berobat ke Sp.KJ, gejala berkurang tetapi pada akhir

bulan Agustus os mulai tidak rutin minum obat sehingga os mengamuk lagi.

13

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I : Skizofrenia Paranoid (F 20.0)

Aksis II : Ciri kepribadian skizoid

Aksis III : None

Aksis IV : Masalah ekonomi

Aksis V : Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang (60-51)

VII. DAFTAR MASALAH

1. Organobiologik

Status internus dan neurologis tidak didapatkan adanya kelaianan

2. Psikologik

Perilaku dan aktivitas psikomotor hiperaktif, afek sedih, empati dapat

dirabarasakan, mood labil, daya ingat tidak terganggu, intelegensia dan

pengetahuan umum sesuai dengan pendidikan, halusinasi auditorik dan visual,

waham curiga, tilikan derajat 2.

3. Sosial

Stressor psikososial yang didapatkan adalah masalah perekonomian.

IX. PROGNOSIS

a. Diagnosis penyakit : dubia ad malam

b. Perjalanan penyakit : dubia ad malam

c. Ciri kepribadian : dubia ad malam

d. Stressor psikososial : dubia ad bonam

14

e. Riwayat herediter : dubia ad bonam

f. Usia saat menderita : dubia ad bonam

g. Organobiologik : dubia ad bonam

h. Aktivitas pekerjaan : dubia ad malam

Kesimpulan : dubia ad malam

X. RENCANA TERAPI

Risperidon 2 mg 3 x1

Trifluoperazine HCl 5 mg 3x1

Trihexyphenidyl 2 mg 3x1

Alprazolam 0,5 mg 2x1

XI. DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan status interna,

neurologis, dan mentalis maka pasien pada kasus ini berdasarkan PPDGJ III

menderita skizofrenia paranoid sudah terpenuhi dengan adanya gangguan

dominan berupa halusinasi auditorik, visual , waham curiga. Onset lebih dari

1 bulan (5 bulan yang lalu).

Pedoman diagnostik untuk Skizofrenia Paranoid menurut PPDGJ III,

antara lain (1):

1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

2. Sebagai tambahan :

- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;

15

a. Suara – suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

bunyi pluit (whistling) mendengung (humming) atau bunyi tawa

(laughing).

b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,

atau lain – lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada

tetapi jarang menonjol;

c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham

dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of

influence), atau “passivity” dan keyakinan dikejar–kejar yang

beraneka ragam, adalah yang paling khas.

- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala

katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

Pengelompokan tipe skizofrenia itu dapat dilihat dari gejala yang paling

menonjol (dominan) disamping gejala umum yang mendasari skizofrenia itu sendiri,

misalnya pada skizofrenia hebefrenik gejala yang menonjol adalah perilaku kekanak-

kanakan, pada skizofrenia katatonik gejala yang menonjol adalah kekakuan motorik

(otot alat gerak), pada skizofrenia paranoid gejala yang menonjol adalah waham dan

pada skizofrenia residual yang menonjol adalah gejala “negatif” (1).

Gangguan psikotik yang terjadi adalah adanya gangguan persepsi yang

ditandai dengan adanya halusinasi, isi pikiran yang berwaham serta didapatkan pula

adanya perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall

16

quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior). Sehingga secara

spesifik dapat digolongkan ke dalam kode F 20. 0.

Berdasarkan pengamatan, penderita selama wawancara didapatkan afek yang

datar, gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik dan visual, adanya waham

curiga yang menonjol dan tilikan derajat 2.

Berdasarkan alloanamnesa, dapat diketahui bahwa pada penderita ini fase

prodromal dimulai pada Maret 2015, yang ditandai dengan mulai sering sulit tidur,

sering murung, suka menyendiri dan malu jika bertemu orang banyak. Sedangkan

fase aktif dimulai pada bulan Mei 2015 yang ditandai dengan pasien mengamuk dan

mencoba menyerang orang-orang yang ada didekatnya, mendengar ada bisikan yang

menyuruhnya untuk membunuh orang lain dan membunuh dirinya sendiri, serta

waham curiga.

Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung

berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan

waktu relatif lama berbulan bahkan bertahun, Hal ini dimaksudkan untuk menekan

sekecil mungkin kekambuhan (relapse). Terapi yang dimaksud meliputi terapi

dengan obat-obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka), dan psikoterapi (2).

Tujuan umum pengobatan adalah mengurangi keparahan gejala kegilaan,

mencegah kekambuhan dari masa timbulnya gejala dan hal-hal yang berkaitan

dengan kemunduran fungsi, dan memberikan dukungan untuk mencapai taraf hidup

yang terbaik (2).

17

Hipotesis terjadinya sindrom psikosis diduga berkaitan dengan aktivitas

neurotransmitter dopamine yang meningkat (hiperaktivitas sistem dopaminergik

sentral). Sehingga, mekanisme kerja obat anti psikosis adalah memblokade dopamin

pada reseptor pasca sinaptik pada neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan

sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonistsi) sehingga efektif untuk

gejala positif. Sedangkan obat anti psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap

“Dopamine D2 Receptors” juga terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-

dopamine antagonist), sehingga efektif juga untuk gejala negatif (3).

Terapi yang direncanakan pada penderita ini adalan berupa farmakoterapi

yaitu Risperidon 2 mg 3 x1 dan Trifluoperazine HCL 5 mg 3x1 sebagai anti psikotik

dengan efek sekunder berupa sedasi yang kuat untuk mengatasi gangguan tidur.

Trihexyphenidyl 2 mg 3x1 digunakan untuk mengatasi adanya efek samping dari

pemberian obat antipsikosis yaitu sindrom parkinson seperti tremor, bradikinesia, dan

rigiditas. Pasien juga diberikan alprazolam 0,5 mg 2x1 yang efektif untuk ansietas

antisipatorik, “onset of action” lebih cepat, dan mempunyai komponen efek anti-

depresi. Alprazolam termasuk golongan Benzodiazepine sebagai obat anti-ansietas

yang mempunyai rasio terapetik lebih tinggi dan lebih kurang menimbulkan adiksi

dengan toksisitas yang rendah, dibandingkan dengan Meprobamate atau

Phenobarbital (4).

Selain menggunakan psikofarmaka, terapi pada pasien ini dapat dilakukan

dengan cara psikoterapi berupa terapi keluarga dan masyarakat agar bisa menerima

keadaan penderita dengan tidak menimbulkan stressor-stressor baru, melainkan dapat

menciptakan suasana yang kondusif untuk kesembuhan penderita. Psikoterapi

18

merupakan penatalaksanaan gangguan jiwa lanjutan yang sudah tenang bertujuan

untuk menguatkan daya tahan mental, mempertahankan kontrol diri dan

mengembalikan keseimbangan adaptatif. Disini, peran keluarga dan masyarakat

sangat penting dalam membantu kesembuhan pasien. Pemeriksaan laboratorium juga

sangat diperlukan untuk memonitor apakah penderita menderita infeksi atau tidak,

serta mencari adanya gangguan fungsi hati dan ginjal karena efek samping obat

psikofarmaka, salah satu satunya adalah hepatotoksik dan nefrotoksik. Prognosis

untuk skizofrenia paranoid sama dengan skizofrenia tipe lainnya, prognosisnya pada

umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih

dari episode awal. Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya

cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan

periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang

singkat (5).

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ-III. Jakarta : FK Unika Atma Jaya, 2001.

2. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press, 2009.

3. Kusumawardhani A, Husain AB, Adikusuma A, et al. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FK UI, 2010.

4. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga. Jakarta : FK Unika Atma Jaya, 2007.

5. Sinaga BH. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.