Post on 02-Jan-2016
description
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Humerus
Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang
panjang dan terletak di regio brachium. Humerus berartikulasi dengan skapula di
proksimal dan dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri.
1. Proksimal Humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan
dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang
berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula.
Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan
tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan
diri ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke
1
anterior dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua
tuberculum serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang
dilapisi tulang rawan dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis.
2. Shaft Humeri
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga.
Permukaan shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies
anterior lateralis, dan facies posterior. Pertemuan antara facies anterior
medialis dengan facies posterior membentuk margo medialis. Margo medialis
ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris
medialis. Pertemuan facies anterior lateralis dengan facies posterior
membentuk margo lateralis. Margo lateralis ini juga ke arah distal makin
menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis.
3. Distal Humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaf humeri.
Margo medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis
berakhir sebagai epicondilus lateralis. Dipermukaan posterior epicondilus
medialis didapatkan sulcus nervi ulnaris.
Capitulum humeri berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior
capitulum humeri terdapat fossa radialis. Otot-otot yang berhubungan dengan
pergerakan dari tulang humerus meliputi mm. biceps brachii, coracobracialis,
brachialis, dan triceps brachii. Selain itu, humerus juga sebagai tempat insersi
mm. latissimus dorsi, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, teres minor,
subscapularis, dan tendon insersio mm. supraspinatus dan infraspinatus
(Snell, 2006).
B. Fraktur Humerus
1. Definisi Fraktur Humerus
Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan
oleh benturan/trauma langsung maupun tidak langsung (Apley,1995).
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari
tulang humerus karena rudapaksa/trauma (Mansjoer, 2000).
2
2. Etiologi
Menurut Apley & Salomon (1995), tulang bersifat relatif rapuh namun
cukup mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur
dapat disebabkan oleh :
a. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.
b. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki
terlalu jauh.
c. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.
3. Klasifikasi Fraktur
a. Fraktur tertutup
Fraktur yang tanpa menyebabkan adanya hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur yang menyebabkan adanya hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan.
1. Greenstick fracture (pada anak-anak)
2. Fraktur transversal (melintang)
3. Fraktur oblique, trauma angulasi
4. Fraktur spiral, trauma rotasi
5. Fraktur kompresi (Apley, 1995).
4. Klasifikasi Fraktur Humerus
a. Fraktur colum humerus
b. Fraktur batang humerus
c. Fraktur supra kondiler humerus
d. Fraktur interkondiler humerus (Apley, 1995).
3
AO-Classification of humerus shaft fractures according to Müller et al
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :
a. Tipe Fleksi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan
bawah dalam posisi supinasi.
b. Tipe Ekstensi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam
posisi pronasi (Mansjoer, 2000).
5. Manifestasi klinik pada fraktur humerus adalah :
a. Nyeri
Nyeri terus-menerus dan meningkat karena adanya spasme otot dan
kerusakan sekunder sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
b. Deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi)
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang
dan patah tulang itu sendiri yang diketahui ketika dibandingkan dengan
daerah yang tidak luka.
4
c. Gangguan fungsi muskulosketal
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan
cenderung menunjukkan pergerakan abnormal. Ekstremitas tidak
berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada
integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
d. Bengkak
Terjadi memar pada bagian atas lengan yang disebabkan karena
hematoma pada jaringan lunak.
e. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada
ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas
dan di bawah lokasi fraktur humerus.
f. Gangguan neurovaskuler
g. Krepitasi
Suara derik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur
humeri digerakkan disebabkan oleh trauma lansung maupun tak
langsung (Apley & Solomon, 1995).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui yaitu
hemoglobin, hematokrit yang sering rendah akibat perdarahan, LED
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
b. Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur dan pergeseran
lainnya. Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan (Rasjad,
1998).
7. Proses Penyembuhan
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Tulang
baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang yang membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang.
5
a. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma.
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematom di sekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin untuk melindungi tulang yang
rusak serta sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.
Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam lalu perdarahan berhenti sama
sekali.
b. Inflamasi dan proliferasi seluler.
Pada stadium ini dalam 8 jam terjadi inflamasi akut dan terjadi
proliferasi serta diferensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal
dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami
trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan
terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang
baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini
berlangsung 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
c. Pembentukan Kallus (tulang muda)
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast yang mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
(anyaman tulang) menjadi lebih padat. Pembentukan kalus dimulai pada
minggu kedua, dan perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung
dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
d. Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin
perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang
normal. Konsolidasi berlangsung pada bulan ke-6 sampai bulan ke-8.
6
e. Remodelling
Lamellae terbentuk menjadi lebih tebal dan akhirnya menjadi
struktur tulang yang mirip dengan normalnya. Remodelling berlangsung
pada bulan ke 6-12 (Sylvia A, 2006).
8. Komplikasi
Komplikasi Dini
a. Cedera saraf
1. Lesi nervus medianus, didapati ketidakmampuan untuk melakukan
oposisi ibu jari dengan jari lain. Gangguan sensorik didapati pada bagian
volar tiga setengah sisi radial.
2. Lesi nervus ulnaris, didapati ketidakmampuan untuk melakukan gerakan
abduksi dan aduksi jari jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar
satu setengah jari sisi ulna.
3. Lesi nervus radialis, didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu jari dan
ekstensi jari lainnya pada sensi metakarpofalangeal.
b. Cedera pembuluh darah
Komplikasi Lanjut
a. Delayed Union yaitu penyatuan yang lambat, yang dapat terjadi pada
fraktur melintang atau pada pasien yang belum melatih fleksor dan
ekstensor siku secara aktif.
b. Non-Union terjadi jika gerakan siku atau bahu dipaksakan sebelum
konsolidasi.
c. Kekakuan sendi dapat diminimalkan dengan aktifitas lebih awal, tetapi
fraktur melintang (yang berbahaya bila bahu melakukan abduksi) dapat
membatasi gerakan bahu selama beberapa bulan (Apley & Solomon,
1995).
7
C. Rehabilitasi Medik
1. Definisi
Menurut WHO rehabilitasi medik adalah ilmu pengetahuan kedokteran
yang mempelajari masalah atau semua tindakan yang ditunjukkan untuk
mengurangi/menghilangkan dampak keadaan sakit/nyeri/cacat dan atau
halangan serta meningkatkan kemampuan pasien mencapai integrasi sosial.
Tujuan dari rehabilitasi medik sendiri adalah untuk meniadakan atau
mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin. Selain itu rehabilitasi medik
bertujuan untuk melatih orang dengan sisa keadaan/cacat badan untuk dapat
hidup dan bekerja kembali sesuai dengan kemampuan yang ada.
2. Masalah Rehabilitasi pada Fraktur Humerus
a. Nyeri
b. Bengkak
c. Keterbatasan gerak
d. Gangguan fungsional dalam ADL (Activity Daily Living)
e. Pada tahap lanjut dapat terjadi disuse atrophy pada lengan yang cedera
3. Tujuan Rehabilitasi Medik :
a. Mengatasi rasa nyeri, edema dan deformitas pada bahu dan siku kiri
b. Mempertahankan ROM dan kekuatan otot semaksimal mungkin
c. Mengembalikan aktifitas fungsional
4. Penanganan fraktur Humeri
a. Konservatif
b. Operatif
a. Rehabilitasi Medik Pada Terapi Konservatif Fraktur Humerus
1) Rehabilitasi Hari Pertama Sampai Hari ke Tujuh
Perhatian : Tidak memberi beban pada ekstremitas yang
cedera.
ROM : Jika di pasang brace atau splint, ROM
shoulder dan elbow jangan dilakukan terlebih
dahulu.
8
Gerakan aktif assistif ROM shoulder dan
elbow bisa dilakukan jika fiksasi telah stabil.
Dilakukan latihan pendulum exercise.
Kekuatan Otot : Tidak dilakukan latihan peregangan pada elbow
dan shoulder.
Aktivitas Fungsional : Ekstremitas yang cedera tidak digunakan
terlebih dahulu untuk melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
No Weight Bearing
Treatment : 2 minggu
Stabilitas pada lokasi fraktur : Tidak ada sampai minimal.
Tahap penyembuhan tulang : Fase awal penyembuhan, dimulai
dari fase reparasi sel osteoprogenitor
berdiferensiasi menjadi osteoblast.
X-Ray : Tidak ada sampai terbentuk sedikit kalus.
2) Rehabilitasi minggu 2
Perhatian : Tidak memberi beban pada ekstremitas yang
cedera.
ROM : Aktif dan aktif assistif ROM pada elbow dan
shoulder. Pada pemakaian splint atau brace,
tidak dilakukan abduksi bahu lebih dari 60
derajat.
Kekuatan Otot : Tidak dilakukan latihan kekuatan pada elbow
dan shoulder.
Aktivitas Fungsional : Ekstremitas yang sehat digunakan untuk ADL,
mulai latihan menggunakan ekstremitas yang
cedera untuk aktivitas yang ringan seperti
makan, menulis.
Treatment : 4 sampai 6 minggu
Stabilitas Fraktur : Dengan adanya kalus fraktur akan menjadi
stabil, dibuktikan dengan pemeriksaan fisik.
9
Tingkat pembentukan tulang : Fase reparasi, sejak terbentuknya kalus
di tempat fraktur sudah bisa dikatakan
stabil. Walaupun kekuatan kalus lebih lemah
dibandingkan dengan tulang normal.
X-Ray : Pembentukan kalus mulai terlihat. Kalus sudah
banyak terlihat di daerah metafisis.
Garis fraktur sudah tidak terlihat.
10
3) Rehabilitasi minggu 4 sampai 6
Perhatian : Tidak melakukan aktivitas berat menggunakan
bagian yang cedera.
ROM : Aktif dan aktif assistif ROM pada shoulder dan
elbow.
Kekuatan Otot : Isometric dan isotonic exercises pada otot
forearm. Setelah 6 minggu isotonic exercises
pada otot bisep dan trisep.
Akifitas Fungsional : Mulai menggunakan ekstremitas yang cedera
untuk perawatan diri dasar.
Weight Bearing dengan internal fiksasi
Treatment : 8-11 minggu
Stabilitas Fraktur : Kalus telah stabil
Tahap pembentukan tulang: Pada tulang yang retak digantikan oleh
tulang lamelar pada daerah korteks. Proses
remodelling ini membutuhkan waktu berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun.
X-Ray : Terlihat banyak kalus, dan garis fraktur mulai
hilang. Kemudian canalis medularis daerah
metafisis mulai terbentuk.
4) Rehabilitasi minggu 8 sampai 12
Perhatian : Jangan digunakan terlebih dahulu untuk
berolahraga.
ROM : Aktif, aktif assistif, dan pasif ROM pada elbow
dan shoulder.
Kekuatan Otot : Exercise pada elbow dan shoulder.
Aktivitas Fungsional : Mulai menggunakan ekstremitas yang cedera
untuk aktivitas sehari-hari.
Full Weight Bearing (Hoppenfeld, 2000).
11
ALAT
Beberapa alat yang digunakan pada terapi konservatif fraktur
humerus :
1. Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tetapi coaptation
splint memiliki stabilitas yang lebih besar dan mengalami
gangguan lebih kecil daripada hanging arm cast. Lengan bawah
digantung dengan collar dan cuff .
Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft
humerus dengan pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik
pendek dan transversal yang dapat bergeser dengan penggunaan
hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi
aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali
diganti dengan fuctional brace pada 1-2 minggu pasca trauma.
2. Hanging cast
12
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur
humerus dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik.
Penggunaan pada fraktur tranversal dan oblik pendek menunjukkan
kontraindikasi relatif karena berpotensial terjadinya gangguan dan
komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien harus mengangkat
tangan atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi cast
tetap untuk efektivitas. Sering diganti dengan fuctional brace 1 – 2
minggu pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami
union.
3. Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan
mempertahankan alignment. Fraktur ketika melakukan pergerakan
pada sendi yang berdekatan. Brace biasanya dipasang selama 1 – 2
minggu pasca trauma setelah pasien diberikan hanging arm cast
atau coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontra indikasi
metode ini meliputi cedera masif jaringan lunak dan
ketidakmampuan untuk mempertahankan aseptabilitas reduksi.
b. Terapi Operatif
1) Plate Fixation
13
Digunakan pada fraktur terbuka humerus dengan kehilangan
sebagian tulang, trauma intraartikuler, atau gagal direduksi secara
tertutup.
2) Intramedullary Nail/Rod
Digunakan untuk fraktur humerus yang tidak dapat direduksi secara
tertutup, fraktur patologis, fraktur segmental, dan multi trauma dengan
multiple fraktur.
3) Eksternal Fixation
14
Digunakan pada fraktur shaft humerus atau fraktur tertutup shaft
humerus dengan soft-tissue, fraktur segmental humerus, dan floating
elbow fracture (Hoppenfeld, 2000).
5. Rehabilitasi Medik Pada Pre Operatif
a. Fisioterapi : isometric exercise untuk biceps, triceps, dan deltoidu ntuk
mencegah kontraktur pada saat imobilisasi, general exercise terhadap
sendi-sendi yang normal.
b. Okupasional terapi : Selama tangan kanan belum berfungsi dengan
baik, dapat dilakukan Activity Daily Living menggunakan tangan kiri.
6. Rehabilitasi Medik Post Operatif
a. Fisioterapi : General exercise diteruskan pasif atau aktif assistif ROM
exercise dari sendi-sendi lain pada sisi yang patah.
b. Okupasional terapi : Latihan-latihan yang bertujuan untuk
meningkatkan aktifitas kegiatan sehari-hari, Latihan fungsional selama
lengan kanan belum berfungsi dengan baik, dapat dilakukan okupasi
terapi Activity Daily Living menggunakan tangan kiri.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley AG & Solomon L. 1995. Apley’s System of Orthopaedics Fractures
17th Edision. Jakarta: Widya Medika.
2. Brotzman. 1996. Orthopaedic Rehabilitation, USA: Lippincott Williams &
Wilkins.
3. Hoppenfeld S & Murphy VL. 2000. Treatment & Rehabilitation of Fractur.
USA: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. FKUI.
Media Aesculapius
5. Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang
Lamupate
6. Snell, Richard. 2006. Anatomi klinis. Jakarta : EGC
7. Sylvia A. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6.
Jakarta : EGC
16