Referat Fr. Intertochanter

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut bisa saja hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan fraktur. Fraktur atau patang tulang adalah suatu peristiwa terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat, 2005). Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral, kompresi atau crush, comminuted dan greenstick (Mansjoer, 2000). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan 1

Transcript of Referat Fr. Intertochanter

Page 1: Referat Fr. Intertochanter

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan

tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi

sebagai tempat penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut bisa

saja hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan

fraktur. Fraktur atau patang tulang adalah suatu peristiwa terputusnya

kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya

disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat

berupa trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat,

2005).

Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur

terbuka. Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan

di kulit. Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral,

kompresi atau crush, comminuted dan greenstick (Mansjoer, 2000).

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan

umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga,

pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi

yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya

resiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering

mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan

meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan hormon pada

menopause (Apley, 1995). Fraktur intertrochanter femur merupakan salah

satu dari 3 tipe fraktur panggul. Fraktur intertrochanter terjadi diantara 2

trochanter dimana trochanter mayor terdapat musculus gluteus medius dan

minimus (ekstensi dan abduksi panggul) dan trochanter minor dimana

terdapat musculus iliopsoas (fleksi panggul) (Evans & McGrory, 2001).

1

Page 2: Referat Fr. Intertochanter

Tujuan rehabilitasi adalah untuk mengembalikan pasien pada tingkat

fungsi yang sama dengan sebelum terjadi cedera. Pada banyak kasus, hal ini

tidak realistis. Hanya 20% sampai 35% pasien yang dapat kembali sesuai

dengan tingkat fungsi sebelum terjadi cedera. Sekitar 15-40% membutuhkan

penanganan konstitusional lebih dari 1 tahun setelah cedera. Dan sekitar 50-

83% membutuhkan alat untuk membantu ambulasi. Tujuan rehabilitasi

seharusnya secara individual, dengan terapis menghitung komorbiditas,

derajat keparahan fraktur dan tingkat motivasi dari pasien (Pratt et al, 2001).

Kesuksesan tujuan terapi dari luka atau jejas pada ekstremitas bawah adalah

mengembalikan Lingkup Gerak Sendi dari semua sendi, rehabilitasi semua

unit otot dan tendon, dan unrestricted weight bearing (Brotzman, 1996).

B. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui penanganan dan rehabilitasi medik pada kasus

fraktur intertrochanter.

2

Page 3: Referat Fr. Intertochanter

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Femur

Femur, tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat

tubuh dari os coxae kepada tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris

menganjurkan ke arah craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendi

dengan acetabulum. Ujung proximal femur terdiri dari sebuah caput femoris,

dan 2 trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor) (Moore, 2002).

Gambar 1. Anatomi femur

Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum

femur dan proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter

mayor dan trochanter minor (Goodman, 2011). Caput femoris dan collum

3

Page 4: Referat Fr. Intertochanter

femoris membentuk sudut (1150-1400) terhadap poros panjang corpus

femoris; sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis kelamin. Corpus femur

berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal femur,

berakhir menjadi 2 condylus, yaitu epicondylus medialis dan epicondylus

lateralis yang melengkung bagaikan ulir (Moore, 2002).

Gambar 2. Pembuluh darah pada femur

B. Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh

kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai

pembuluh darah, otot dan persarafan (Evans, 2001).

Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas

tulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang

bersifat ekstrakapsular (Apley, 1995)

4

Page 5: Referat Fr. Intertochanter

C. Klasifikasi Fraktur Femur

Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur intrakapsuler

Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula

Melalui kepala femur

Hanya dibawah kepala femur

Melalui leher dari femur

2. Fraktur ekstrakapsuler

Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih

besar atau yang lebih kecil atau pada daerah intertrochanter.

Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2

inci dibawah trochanter kecil (Mardhiya, 2009).

Sedangkan klasifikasi untuk intertrochanter adalah berdasarkan

stabilitas dari pola fraktur, yaitu fraktur stabil (pola fraktur oblik standar) dan

fraktur tidak stabil (pola fraktur oblik reverse) (Evans, 2001).

Gambar 3. Klasifikasi fraktur femur

5

Page 6: Referat Fr. Intertochanter

D. Etiologi Fraktur

1. Trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-

tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,

penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung,

tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti

rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami

fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu;

kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada (Apley,

1995).

2. Kompresi

Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam

dan benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering

ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet,

penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh (Apley,

1995)

3. Patologik

Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu

lemah (misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh

(misalnya pada penyakit paget) (Apley, 1995).

E. Diagnosis

Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan

fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:

1. Anamnesis

Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya),

diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami

cedera. Setelah jatuh tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih

berotasi keluar dibandingkan pada fraktur collum (karena fraktur bersifat

ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat kakinya (Apley,

1995).

6

Page 7: Referat Fr. Intertochanter

2. Pemeriksaan Fisik

Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara

lain:

a. Penampilan (look)

Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal

yang penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak (Apley,

1995).

b. Rasa (feel)

Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian

distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi (Apley,

1995).

c. Gerakan (movement)

Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting untuk

menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di

bagian distal cedera (Apley, 1995).

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis

secara anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula

foto panggul secara lateral view. Pada beberapa kasus, CT scan mungkin

diperlukan (Goodman, 2011).

Gambar 4. Gambaran radiologi fraktur intertrochanter femur

7

Page 8: Referat Fr. Intertochanter

F. Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai

usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya.

Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor

sistemik, adapun faktor lokal:

1. Lokasi fraktur

2. Jenis tulang yang mengalami fraktur

3. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil

4. Adanya kontak antar fragmen

5. Ada tidaknya infeksi

6. Tingkatan dari fraktur

Adapun faktor sistemik adalah :

1. Keadaan umum pasien

2. Umur

3. Malnutrisi

4. Penyakit sistemik.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :

1. Fase Reaktif

a. Fase hematom dan inflamasi

b. Pembentukan jaringan granulasi

2. Fase Reparatif

a. Fase pembentukan callus

b. Pembentukan tulang lamellar

3. Fase Remodelling

a. Remodelling ke bentuk tulang semula

Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi

atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.

8

Page 9: Referat Fr. Intertochanter

1. Proses penyembuhan fraktur primer

Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi

upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika

kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah

satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak

langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.

Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal

remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur

dari tulang yang patah.

2. Proses penyembuhan fraktur sekunder

Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan

jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara

garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase

proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.

a. Fase Inflamasi

Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan

berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

b. Fase proliferasi

Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,

terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk

jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.

9

Page 10: Referat Fr. Intertochanter

c. Fase Pembentukan Kalus

Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi

mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang

mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan.

d. Stadium Konsolidasi

Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus

menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi

mature (lamellar bone).

e. Stadium Remodelling.

Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat

dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu

berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan

dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan

terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.

G. Komplikasi fraktur

Komplikasi lokal pada fraktur dapat timbul secara dini maupun lanjut

1. Komplikasi dini pada fraktur

a. Tulang : infeksi

b. Jaringan lunak

Lepuh dan luka akibat gips

Otot dan tendon robek

Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)

Cedera saraf

Cedera visceral

10

Page 11: Referat Fr. Intertochanter

c. Sendi

Hemartrosis dan infeksi

Cedera ligament

Algodistrofi

2. Komplikasi lanjut pada fraktur

a. Tulang

Nekrosis avaskular

Penyatuan lambat dan non-union

Mal-union

b. Jaringan lunak

Ulkus dekubitus

Miositis osifikans

Tendinitis dan rupture tendon

Tekanan dan terjepitnya saraf

Kontraktur volkmann

c. Sendi

Ketidakstabilan

Kekakuan

Algodistrofi

Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko

menderita penyakit tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama

halnya pada fraktur colum femur. Selain itu resiko osteonekrosis dan non-

union minimal, karena suplai darah yang baik pada regiofemur.

H. Terapi Fraktur

1. Operatif

Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

2. Rehabilitasi Medik

Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :

11

Page 12: Referat Fr. Intertochanter

Waktu Treatment

Hari pertama

sampai 1

minggu

Tindakan pencegahan

Menghindari passive ROM

Range of Motion (ROM)

Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi, ekstensi,

abduksi dan adduksi

Kekuatan otot

Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps

Aktivitas fungsional

Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika weight

bearing, ekstremitas yang dipengaruhi, digunakan selama

transfer.

Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.

Weight bearing

Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Toe-

touch sampai partial weight bearing atau non-weight bearing

untuk fraktur tidak stabil.

2 Minggu

Tindakan pencegahan

Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa bantuan.

Menghindari passive ROM.

Range of Motion

Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan mencapai 900.

Kekuatan otot

Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.

12

Page 13: Referat Fr. Intertochanter

Aktivitas fungsional

Tergantung pada weight bearing, patien melakukan tranfer

stand-pivot atau menggunakan ekstremitas tang dterkena

selama transfer. Untuk ambulasi, menggunakan alat bantu.

Weight bearing

Tergantung prosedur, weight bearing sesuai toleransi. Non-

weight bearing sampai partial weight bearing, sampai toe-

touch untuk fraktur yang tidak stabil.

4 sampai 6

minggu

Tindakan pencegahan

Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.

Range of Motion

Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.

Kekuatan otot

Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.

Active resistive exercise pada quadriceps, glutei dan

hamstrings, jika gerak sendi mempuntai toleransi yang baik.

Aktivitas fungsional

Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot atau

weight bearing sesuai toleransi pada ekstremitas yang terkena

selama transfer. Ambulasi dengan alat bantu.

Weight bearing

Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil.

Partial weight bearing, non-weight bearing sampai toe-touch

untuk fraktur yang tidak stabil.

13

Page 14: Referat Fr. Intertochanter

8 sampai 12

minggu

Tindakan pencegahan

Tidak ada

Range of Motion

Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai passive

ROM dan pemanasan pada hip dan knee.

Kekuatan otot

Progressive resistive exercises pada hip dan knee.

Aktivitas fungsional

Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi dengan weight

bearing sesuai toleransi atau weight bearing yang penuh

selama transfer dan ambulasi. Menghentikan penggunaan alat

bantu.

Weight bearing

Penuh

12 sampai 16

mingguTidak berubah

(Hoppenfeld, 1999)

DAFTAR PUSTAKA

14

Page 15: Referat Fr. Intertochanter

Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley. Edisi

7. Jakarta: Widya Medika.

Brotzman S, 1996. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. Missouri : Mosby

Evans, P.J., B.J McGrory. 2001. Fracture of The Proximal Femur. ME:

Orthopaedic Associates of Portland.

Goodman, M.S. 2011. Intertrochanteric Hip Fracture Treatment and

Management. Diakses at www.medscape.com

Hoppenfeld, S., 1999. Treatment and Rehabilitation of Fractures. New York:

Lippincott Williams & Wilkins

Mansjoer, Arif,. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi 3. Media

Aesculapius : FKUI.

Mardhiya, W.R. 2009. Fraktur Femur. Pekanbaru : Universitas Riau.

Moore, K.L., A.M.R. Agur. 2002. Essensial Clinical Anatomy. Jakarta:

Hipokrates.

Pratt, E. et al. 2001. Open Reduction and Internal Fixation. In Rehabilitation for

The Post Surgical Orthopedic Patient. Missouri: Mosby Elsevier. Pp 309-13

Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta:

EGC

15