Post on 29-Jan-2016
description
Pendahuluan
Pada wanita hamil, banyak perubahan yang terjadi pada tubuh, namun perubahan yang
terjadi umumnya bersifat fisiologis, yang berarti normal untuk kehamilan. Apabila perubahan
yang terjadi berlebihan dan mengganggu jalannya proses kehamilan/persalinan baik terhadap ibu
maupun janin, maka hal tersebut sudah menjadi patologis. Beberapa perubahan yang merupakan
penyakit penyulit kehamilan adalah diabetes mellitus gestasional (DMG), asma yang terjadi pada
masa kehamilan, dan gangguan tiroid pada masa kehamilan, baik hipertiroid maupun hipotiroid.
Pada kehamilan, normalnya terjadi resistensi insulin, namun apabila pankreas tidak mampu
mengkompensasi perubahan yang terjadi, maka terjadilah diabetes mellitus gestasional. DMG
merupakan tipe diabetes mellitus yang baru terjadi saat kehamilan, sebelum kehamilan tidak
ditemukan adanya peningkatan kadar gula darah. Penyakit ini umumnya ditangani secara non-
farmakologis dengan mengatur diet dan olahraga, apabila diperlukan barulah dipegunakan
insulin maupun obat hipoglikemik oral. Asma merupakan gangguan penyumbatan saluran napas
(bronkus) reversibel. Asma umum terjadi pada wanita muda dan dengan demikian sering
ditemukan selama kehamilan. Studi berdasarkan Kwon dkk memperkirakan prevalensi asma
pada kehamilan berkisar antara 4 dan 8 persen. Wanita yang memiliki asma, pada saat kehamilan
akan lebih sering mengalami eksaserbasi dan bahkan dapat mencetuskan penyulit kehamilan
yang lain, termasuk gangguan bagi janin. Kelainan tiroid yang dapat terjadi dalam kehamilan
adalah hipertiroid maupun hipotiroid. Gangguan tiroid yang dialami oleh ibu dapat juga terjadi
pada janin, karena itu keadaan janin juga harus terus dipantau.
Perubahan Fisiologi Metabolisme Karbohidrat pada Kehamilan
Sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan janin dan plasenta yang tumbuh pesat,
wanita hamil mengalami perubahan-perubahan metabolik yang besar dan intens. Jelaslah tidak
ada proses fisiologis lain selama kehidupan pascanatal yang dapat memicu perubahan metabolik
sebesar ini. Pada trimester ketiga, laju metabolik basal ibu meningkat 10 sampai 20 persen
dibandingkan dengan keadaan tak hamil. Hal ini meningkat lagu sebanyak 10 persen pada wanita
dengan gestasi kembar. Dari sudut pandang lain, tambahan kebutuhan total energi selama
kehamilan diperkirakan mencapai 80.000 kkal atau sekitar 300 kkal/hari.1
1
Sebagian besar dari penambahan berat selama kehamilan disebabkan oleh uterus dan
isinya, payudara, dan peningkatan volume darah serta cairan ekstrasel ekstravaskular. Sebagian
kecil dari peningkatan ini dihasilkan oleh perubahan metabolik yang menyebabkan peningkatan
air sel dan pengendapan lemak dan protein baru – disebut sebagai cadangan ibu (maternal
reserves). Penambahan berat badan selaman kehamilan adalah sekitar 12,5kg atau 27,5 lb.1,2
Jaringan dan cairan 10 minggu 20 minggu 30 minggu 40 minggu
Janin 5 300 1500 3400
Plasenta 20 170 430 650
Cairan amnion 30 350 750 800
Uterus 140 320 600 970
Mammae 45 180 360 405
Darah 100 600 1300 1450
Cairan ekstraseluler 0 30 80 1480
Lemak 310 2050 3480 3345
Total 650 4000 8500 12500
Tabel 1. Penambahan berat badan selama kehamilan1,2
Metabolisme karbohidrat. Kehamilan normal ditandai oleh hipoglikemia puasa,
hiperglikemia pascamakan, dan hiperinsulinemia ringan. Peningkatan kadar basal insulin plasma
pada kehamilan normal ini berkaitan dengan beberapa respon khas terhadap ingesti glukosa.
Sebagai contoh, setelah asupan glukosa melalui makan, wanita hamil memperlihatkan
hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang berkepanjangan serta penekanan glukagon yang lebih
besar. Hal ini tidak dapat dijelaskan oleh penurunan metabolisme insulin karena waktu-paruhnya
selama kehamilan tidak berubah. Respons ini konsisten dengan keadaan resistensi insulin perifer
yang dipicu oleh kehamilan, yang tujuannya mungkin adalah memastikan ketersediaan glukosa
bagi janin pascamakan. Sensitivitas insulin pada kehamilan normal tahap lanjut adalah 45 sampai
70 persen lebih rendah daripada wanita tak hamil.1
Mekanisme-mekanisme yang berperan menyebabkan resistensi insulin belum sepenuhnya
dipahami. Progesteron dan estrogen dapat bekerja, secara langsung atau tak-langsung,
memerantarai resistensi ini. Kadar laktogen plasenta dalam plasma meningkat seiring gestasi,
dan hormon protein ini ditandai oleh efek mirip hormon pertumbuhan yang dapat menyebabkan
2
peningkatan lipolisis disertai pembebasan asam lemak. Meningkatnya konsentrasi asam lemak
bebas dalam darah juga dapat membantu meningkatkan resistensi jaringan terhadap insulin.1
Wanita hamil berubah cepat dari keadaan pascamakan yang ditandai oleh peningkatan
menetap kadar glukosa ke keadaan puasa yang ditandai oleh penurunan glukosa plasma dan
sebagian asam amino. Secara bersamaan, konsentrasi asam lemak bebas, tigliserida, dan
kolesterol plasma meningkat. Perubahan bahan bakar dari glukosa ke lemak selama kehamilan
ini disebut sebagai accelerated starvation (percepatan kelaparan). Yang jelas, jika wanita hamil
puasa berkepanjangan maka perubahan-perubahan ini menjadi lebih mencolok dan cepat timbul
ketonemia.1,2,3
Perubahan Fisiologi Saluran Napas pada Kehamilan
Diafragma terangkat sekitar 4 cm selama kehamilan. Sudut subkosta melebar secara
bermakna karena diameter melintang sangkar toraks meningkat sekitar 2 cm. Lingkar toraks
meningkat sekitar 6 cm, tetapi tidak cukup untuk mencegah pegurangan volume paru residual
yang terjadi akibat naiknya diafragma.1,2,3 Pergerakan diafragma pada wanita hamil sebenarnya
lebih besar daripada wanita tak hamil.1
Kecepatan napas pada hakikatnya tidak berubah, tetapi volume tidal (tidal volume) dan
resting minute ventilation meningkat secara bermakna seiring dengan perkembangan kehamilan.
Meningkatnya minute ventilation ini disebabkan oleh beberapa faktor termasuk meningkatnya
dorongan respirasi terutama karena efek stimulatorik progesteron, volume cadangan ekspirasi
yang rendah, dan alkalosis respiratorik terkompensasi. Hal-hal ini akan dibahas secara lebih
rinci.1
Kapasitas residual fungsional dan volume residual berkurang akibat terangkatnya
diafragma. Laju aliran/arus ekspirasi puncak menurun secara progresif seiring dengan
perkembangan gestasi. Compliance paru tidak dipengaruhi oleh kehamilan; tetapi airway
conductance meningkat dan resistensi paru total berkurang, mungkin akibat pengaruh
progesteron. Kapasitas bernapas maksimal (maximum breathing capacity) dan kapasitas vital
paksa atau berwaktu tidak banyak berubah. Masih belum jelas apakah closing volume-volume
paru saat saluran-saluran napas di bagian dependen paru mulai menutup sewaktu ekspirasi-
berubah. Selama ini volume tersebut dianggap lebih tinggi pada kehamilan meskipun sekarang
3
dipertanyakan. Meningkatnya kebutuhan oksigen dan mungkin bertambahnya critical closing
volume yang ditimbulkan oleh kehamilan cenderung menyebabkan penyakit pernapasan menjadi
lebih serius selama gestasi.1,2
Jumlah oksigen yang disampaikan ke paru oleh volume tidal yang meningkat jelas
melebihi kebutuhan oksigen yang ditimbulkan oleh kehamilan. Selain itu, massa hemoglobin
total, dan pada gilirannya kapasitas darah mengangkut oksigen total, meningkat secara bermakna
selama kehamilan, demikian juga curah jantung. Karena itu, perbedaam oksigen arteriovena ibu
berkurang.1
Meningkatnya perasaan keinginan bernapas merupakan hal yang umum dijumpai bahkan
pada awal kehamilan. Hal ini dapat dianggap adanya dispnea yang seolah menunjukkan adanya
kelainan paru atau jantung meskipun sebenarnya tidak. Dispneu fisiologis ini diperkirakan
disebabkan oleh meningkatnya volume tidal yang sedikit menurunkan PCO2 darah, yang secara
paradoks menyebabkan dispnea. Meningkatnya upaya respirasi, dan pada gilirannya
berkurangnya PCO2, selama kehamilan kemungkinan besar dipengaruhi terutama oleh
progesteron dan, dengan derajat yang lebih rendah, oleh estrogen. Progesteron tampaknya
bekerja di sentral, yaitu menurunkan ambang dan meningkatkan sensitivitas respon hemorefleks
terhadap CO2. Untuk mengkompensasi alkalosis respiratorik yang terjadi, kadar bikarbonat
plasma berkurang dari 26 menjadi sekitar 22 mmol/L. Meskipun hanya meningkat minimal
namun pH darah sudah dapat menggeser kurva disosiasi oksigen ke kiri. Pergeseran ini
meningkatkan afinitas hemoglobin ibu terhadap oksigen-efek Bohr-sehingga terjadi penurunan
kapasitas darah ibu dalam membebaskan oksigen. Hal ini mengompensasi karena peningkatan
ringan pH juga merangksang peningkatan 2,3-difosfogliserat di eritrosit ibu. Hal ini menggeser
balik kurva ke kanan. Karena itu, berkurangnya PCO2 akibat hiperventilasi ibu membantu
pemindahan karbondioksida dari janin ke ibu sembari juga mempermudah pelepasan oksigen ke
janin.1
Perubahan Fisologi Endokrin (Tiroid) pada Kehamilan
Kelenjar tiroid. Perubahan fisiologis pada kehamilan menyebabkan kelenjar tiroid
meningkatkan produksi hormon tiroid hingga 40 sampai 100 persen untuk memenuhi kebutuhan
ibu dan janin. Untuk mencapai hal tersebut, terjadi sejumlah perubahan yang dipicu oleh
4
kehamilan. Secara anatomis, kelenjar tiroid mengalami pembesaran moderat selama kehamilan
akibat hiperplasia kelenjar dan peningkatan vaskularitas. Pembesaran ini tidak patologis, tetapi
kehamilan normal biasanya tidak menyebabkan tiromegali yang signifikan. Karena itu, setiap
pembesaran tiroid perlu diteliti.1,2
Sejak awal trimester pertama, kadar protein pembawa utama-thyroxine binding globulin-
meningkat, mencapai puncaknya pada sekitar 20 minggu, dan menetap pada sekitar dua kali lipat
kadar basal sepanjang sisa kehamilan. Tiroksin (T4) total serum meningkat pesat dimulai antara 6
dan 9 minggu dan mendatar pada 18 minggu. Kadar T4 bebas serum sedikit meningkat dan
memuncak bersama dengan kadar hCG, lalu keduanya kembali ke normal. Peningkatan
triiodotironin (T3) total lebih menonjol hingga 18 minggu dan setelah itu mendatar. Kadar
thyroid releasing hormone (TSH) tidak meningkat selama kehamilan normal tetapi
neurotransmiter ini mampu melewati plasenta dan mungkin berfungsi merangsang hipofisis janin
untuk mengeluarkan tirotropin. Yang menarik, sekresi T3 dan T4 tidak serupa untuk semua
wanita hamil. Sekitar sepertiga wanita hamil mengalami hipertiroksinemia relatif, cenderung
mengeluarkan T3, dan kadar tirotropin serum yang meninggi (meskipun normal). Karena itu,
penyesuaian tiroid selama kehamilan mungkin cukup bervariasi.1
Subunit bebas dari hCG memiliki kemiripan struktur dengan glikoprotein tirotropin
(TSH),, sehingga menghasilkan aktivitas tirotropik intrinsik dan karenanya, kadar serum yang
tinggi akan menyebabkan stimulasi tiroid. Memang, kadar tirotropin menururn pada lebih dari 80
persen wanita hamil, sementara kadar tersebut tetap dalam kisaran normal untuk wanita tak
hamil.1
Penekanan normal TSH selama kehamilan dapat menyebabkan kesalahan diagnosis
hipertiroidisme subklinis. Yang lebih memerlukan perhatian adalah kemungkinan kegagalan
mengidentifikasi wanita dengan hipotiroidisme tahap awal karena tertekannya TSH. Perubahan
regulasi tiroid yang kompleks ini tampaknya tidak mempengaruhi status tiroid ibu seperti
diukkur oleh pemeriksaan-pemeriksaan metabolik. Meskipun laju metabolik basal meningkat
progresif selama kehamilan normal hingga 25 persen namun sebagian besar dari peningkatan
konsumsi oksigen ini dapat dikaitkan dengan aktivitas metabolik janin. Jika luas permukaan
tubuh janin diperhitungkan bersama dengan luas ibunya, maka laju metabolik yang diperkirakan
dan yang diamati sama dengan yang dijumpai pada wanita tak hamil.1,2
5
Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan penyebab yang beragam,
ditandai adanya hiperglikemi kronis serta perubahan metabolisme akibat defek sekresi atau kerja
insulin, atau keduanya. Diabetes mellitus merupakan komplikasi medik yang sering terjadi pada
kehamilan. Ada dua macam perempuan hamil dengan diabetes, yaitu;2,4
Perempuan hamil dengan diabetes yang sudah diketahui sejak sebelum perempuan tersebut
hamil (pregestasional)
Perempuan hamil dengan diabetes yang baru diketahui setelah perempuan tersebut hamil
(diabetes mellitus gestasional)
Diabetes mellitus gestasional (DMG) adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau baru
ditemukan pada waktu hamil. Tidak dapat dikesampingkan kemungkinan adanya intoleransi
glukosa yang tidak diketahui yang muncul seiring kehamilan. Setelah ibu melahirkan, keadaan
DMG seringakan kembali ke regulasi glukosa normal.4
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan dengan diabetes sangat bervariasi.
Pada ibu akan meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia, seksio sesarea, dan terjadinya DM
tipe 2 di kemudian hari, sedangkan pada janin meningkatkan resiko terjadinya makrosomia,
trauma persalinan, hiperbilirubinemia, hipoglikemi, hipokalsemia, polisitemia, sindroma distres
respirasi (ARDS), serta meningkatnya mortalitas janin.4
Patofisiologi. Sebagian kehamilan ditandai dengan adanya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia, yang sebenarnya fisiologis, namun pada beberapa perempuan akan menjadi
faktor predisposisi untuk terjadinya DM selama kehamilan. Resistensi ini berasal dari hormon
diabetogenik hasil sekresi plasenta yang terdiri atas hormon pertumbuhan (growth hormone),
corticotropine releasing hormone, placental lactogen, dan progesteron. Hormon ini dan
perubahan endokrinologik serta metabolik akan menyebabkan perubahan dan menjamin pasokan
bahan bakar dan nutrisi ke janin sepanjang waktu. Akan terjadi diabetes mellitus gestasional
apabila fungsi pankreas tidak cukup untuk mengatasi keadaan resistensi insulin yang diakibatkan
oleh perubahan hormon diabetogenik selama kehamilan. Kadar glukosa yang meningkat pada ibu
hamil sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap bayi yang dikandungnya. Bayi
yang lahir dari ibu dengan DM biasanya lebih besar, dan bisa terjadi juga pembesaran dari organ-
6
organnya (hepar, kelenjar adrenal, jantung). Segera setelah lahir, bayi dapat mengalami
hipoglikemia karena produksi insulin janin yang meningkat, sebagai reaksi terhadap kadar
glukosa ibu yang tinggi. Oleh karena itu, setelah bayi dilahirkan, kadar glukosanya perlu
dipantau dengan ketat. Ibu hamil penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik
akan meningkatan resiko terjadinya keguguran atau bayi lahir mati. Bila diagnosis diabetes
mellitus sudah dapat ditegakkan sebelum kehamilan, tetapi tidak terkontrol dengan baik, maka
janin beresiko mempunyai kelainan kongenital.2,4
Implikasi antepartum. Morbiditas antepartum pada perempuan dengan DMG, adalah
kemungkinan terjadinya gangguan hipertensi. Oleh karena itu, perlu pemantauan tekanan darah,
kenaikan berat badan, dan ekskresi proteinuria, khususnya pada paruh kedua kehamilan secara
baik. Risiko klinik antepartum yang paling dominan dari DMG adalah terhadap janinnya. Risiko
terjadinya kelainan kongenital pada janin akan meningkat, terutama pada bayi yang ibunya
mengalami hiperglikemia berat. Dalam keadaan seperti ini sebaiknya dilakukan konseling dan
pemeriksaan USG yang terarah untuk mendeteksi kelainan janin. Kematian janin intrauterin
merupakan salah satu komplikasi yang bisa terjadi pada kehamilan dengan diabetes, termasuk
pula perempuan diabetes mellitus gestasional yang tidak dikelola dengan baik. Pasien semacam
ini hendaknya dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik agar dapat dilakukan
pemantauan gerakan janin dan pemeriksaan kardiotokografi.4,5
Makrosomia (bayi dengan berat lebih dari 4000 g) merupakan morbiditas yang paling
sering dijumpai dan merupakan masalah serius karena bisa menyebabkan timbulnya kesulitan
dan trauma persalinan. Makrosomia diduga disebabkan oleh adanya glukosa janin yang
berlebihan akibat hiperglikemia pada ibu, selain faktor lainnya seperti ibu yang gemuk
(obesitas), ras dan etnis. Perempuan hamil dengan diabetes dan obees atau dengan kenaikan berat
badan waktu hamil berlebihan, merupakan faktor risiko utama terjadinya preeklamsia, seksio
sesarea, kelahiran prematur, makrosomia dan kematian janin.2,4
Diagnosis dan skrining DMG. Skrining awal diabetes melitus gestasional adalah dengan
cara melakukan pemeriksaan beban 50 g glukosa pada kehamilan 24-28 minggu. Untuk tes ini
pasien tidak perlu puasa. Kadar glukosa serum atau plasma yang normal harus kurang dari 130
mg per dl atau kurang dari 140 mg per dl. Dengan memakai nilai 130 mg per dl atau lebih akan
meningkatkan sensitivitas tes sekitar 80-90%, tetapi menurunkan spesifitasnya dibanding bila
7
dipakai nilai 140 mg per dl atau lebih. Apabila yang dipakai hanya nilai 130 mg/dl, hal ini akan
meningkatkan terdeteksinya kasus diabetes mellitus gestasional yang berarti akan meningkatkan
hasil positif palsu. Oleh karena itu, untuk mendeteksi adanya diabetes mellitus gestasional
sebaiknya tidak dipakai hanya satu nilai, tetapi keduanya yaitu 130 mg/dl dan 140 mg/dl. Hasil
tes satu jam yang abnormal harus dilanjutkan dengan pemeriksaan beban 100 g glukosa. Selama
tiga hari pasien disuruh diet yang tidak ketat, kemudian dilakukan pemeriksaan darah puasa yang
diambil dari pembuluh darah vena, serta setelah 1,2, dan 3 jam pemberian 100 g glukosa. Selama
periode pemeriksaan pasien harus tetap duduk dan tidak boleh merokok. Untuk kriteria
diagnostik sering dipakai kriteria dari the National Diabetes Data Group (NDDG), tetapi
beberapa memakai kriteria dari Carpenter dan Coustan. Diagnosis diabetes mellitus gestasional
ditegakkan apabila didapatkan dua atau lebih nilai yang abnormal. Kriteria diagnostik tersebut
dapat dilihat pada tabel 2.4,5
Darah National Diabetes Data Group Carpenter and Coustan
Puasa 105 mg per dl 95 mg per dl
1 – jam 190 mg per dl 180 mg per dl
2 – jam 165 mg per dl 155 mg per dl
3 – jam 145 mg per dl 140 mg per dl
Tabel 2. Kriteria diagnosis DMG4,5
Pengelolaan. Penanganan yang paling umum dan sering digunakan secara klinis adalah
pemeriksaan konsentrasi gula darah ibu agar konsentrasi gula darah dapat dipertahankan seperti
kehamilan normal. Pada perempuan dengan DMG harus dilakukan pengamatan gula darah
preprandial dan postprandial. Fourth International Workshop Conference on Gestational
Diabetes Mellitus menganjurkan untuk mempertahankan konsentrasi gula darah kurang dari 95
mg/dl sebelum makan dan kurang dari 140 dan 120 mg/dl, satu dan dua jam setelah makan.
Pendekatan dengan pengaturan pola makan bertujuan menurunkan konsentrasi glukosa serum
maternal, dengan cara membatasi asupan karbohidrat hingga 40-50% dari keseluruhan kalori,
protein 20%, lemak 30-40%, makan tinggi serat. Kenaikan berat badan selama kehanilan
diusahakan hanya sekitar 11-12,5 kg saja. Program pengaturan gizi dan makanan yang
dianjurkan oleh Ikatan Diabetes Amerika (American Diabetes Association) adalah pemberian
kalori dan gizi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan kehamilan dan mengurangi
8
hiperglikemi ibu. Kalori harian yang dibutuhkan bagi perempuan dengan berat badan normal
pada paruh kedua kehamilan adalah 30 kcal/kgBB. Bila indeks massa tubuh (BMI) lebih dari 30
kg/m2, maka dianjurkan asupan rendah kalori sampai 30-33% (sekitar 25 kcal/kgBB). Diet ini
akan mencegah terjadinya ketonemia. Olahraga teratur akan memperbaiki kontrol kadar gula
darah pada perempuan hamil dengan DMG walaupun pengaruhnya terhadap hasil perinatal
belum jelas.2,4,5
Pemberian insulin. Insulin yang diberikan untuk mengurangi penyulit yang berkaitan
dengan makrosomia pada wanita dengan DMG dan euglikemia puasa telah lama diperdebatkan.
Empat penelitian teracak yang dilaporkan antara tahun 1989 dan 2001 memperlihatkan bahwa
terapi intensif tidak banyak berefek pada berat lahir, trauma lahir, persalinan operatif, atau
penyulit neonatus. Sebagian besar dokter, memulai terapi insulin pada wanita dengan DMG jika
kadar glukosa puasa melebihi 105 mg/dl yang menetap meskipun pasien telah menjalani terapi
diet. Pada awal terapi biasanya diberikan dosis total 20 sampai 30 unit sekali sehari, sebelum
sarapan. Dosis total biasanya dibagi menjadi dua pertiga insulin kerja sedang (intermediate
acting) dan sepertiga insulin kerja singkat (short acting). Dapat juga diberikan insulin dosis
terbagi berdasarkan berat yang diberikan dua kali sehari.4
Obat hipoglikemik oral. Berdasarkan berbagai studi yang dilakukan, didapatkan
semakin banyak bukti yang menunjang pemakaian gliburid sebagai alternatif terhadap insulin
dalam penatalaksanaan DMG. Tidak dijumpai penyulit neonatus yang berkaitan dengan
pemberian gliburid, namun dilaporkan bahwa wanita dengan kadar glukosa > 110 mg/dl tidak
berespons secara adekuat terhadap pemberian gliburid. Gliburid juga dinyatakan melewati
plasenta, karena didapatkan konstentrasi obat tersebut di tali pusat separuh dari konsentrasi di
dalam darah ibu. Sebagian besar wanita dengan terapi gliburid memerlukan dosis < 7,5 mg.hari
untuk mencapai kontrol glukosa. Metformin digunakan sebagai terapi untuk penyakit ovarium
polikistik dan dilaporkan mengurangi insiden diabetes gestasional pada wanita yang
menggunakan obat ini sepanjang kehamilan. Dalam tahun 2008, Rowan dkk melakukan
penelitian dan menyimpulkan bahwa metformin tidak menyebabkan peningkatan penyulit
perinatal. Seperti diperkirakan, wanita lebih menyukai terapi metformin daripada insulin. Perlu
dicatat bahwa 46 persen wanita dalam uji metformin memerlukan insulin tambahan
dibandingkan dengan hanya 4 persen pada wanita yang diterapi dengan gliburid.4
9
Asma Dalam Kehamilan
Asma umum terjadi pada wanita muda dan dengan demikian sering ditemukan selama
kehamilan. Studi berdasarkan Kwon dkk memperkirakan prevalensi asma pada kehamilan
berkisar antara 4 dan 8 persen. 4
Patofisiologi. Asma ialah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan dengan
komponen herediter mayor, terkait pada kromosom 5,6,11,12,14,16 dan reseptor IgE dengan
affinitas tinggi, sitokin, reseptor T-sel antigen. Peningkatan reseptor inflamasi menyebabkan
obstruksi reversibel akibat kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mukus, dan edema mukosa
pada saluran pernapasan. Adanya iritan, infeksi virus, aspirin, udara dingin, dan olahraga dapat
menstimulasi respons inflamasi ini. Terjadi aktivasi sel mast oleh sitokin yang memediasi
bronkokonstriksi akibat pelepasan histamin, prostaglandin D, dan leukotriens. Karena
prostaglandin seri F dan ergonocin mengeksaserbasi asma, obat obstetrik yang sering digunakan
ini sebisa mungkin dihindari.2,4
Efek kehamilan pada asma. Tidak ada bukti klinik pengaruh kehamilan terhadap asma
ataupun pengaruh asma terhadap kehamilan. Studi perspektif terhadap ibu hamil dengan asma
tidak didapatkan perbedaan kelompok yang mengalami perbaikan, menetap, atau memburuk.
Namun, ada hubungan antara keadaan asma sebelum hamil dan morbiditasnya pada kehamilan.
Pada asma ringan, 13% mengalami serangan pada kehamilan, pada asma moderat 26%, dan asma
berat 50%. Sebanyak 20% dari ibu dengan asma ringan dan moderat mengalami serangan
intrapartum, serta peningkatan resiko serangan 18 kali lipat setelah persalinan dengan seksio
sesarea jika dibandingkan dengan persalinan pervaginam.2,4
Luaran kehamilan. Terdapat komplikasi preeklamsia 11%, IUGR 12% dan prematuritas
12% pada kehamilan dengan asma. Komplikasi ini bergantung pada derajat penyakit asma.
Status asmatikus dapat menyebabkan gagal napas, pneumotoraks, pneumomediastinum, kor
pulmonale akut, dan aritmia jantung. Mortalitas meningkat pada penggunaan ventilasi mekanin.
Pada asma berat hipoksia janin dapat terjadi sebelum hipoksia pada ibu terjadi. Gawat janin
terjadi akibat penurunan sirkulasi uteroplasenter dan venous return maternal. Peningkatan pH
(alkali) menyebabkan pergeseran ke kiri kurva disosiasi oksihemoglobin. Hipoksemia maternal
menyebabkan penurunan aliran darah pada tali pusat, peningkatan resistensi vaskular pulmoner
10
dan sistemik, dan penurunan cardiac output. Obat-obatan antiasma yang biasa digunakan tidak
memiliki efek samping teratogenik. Risiko pada anak terkena asma bervariasi antara 6-30%,
bergantung pada faktor herediter dari ibu dan ayah atopik atau penderita asma.2,4,5
Penanganan asma kronis. Menurut National Asthma Education and Prevention
Program Expert Panel, 1997, penanganan yang efektif asma kronis pada kehamilan harus
mencakup hal-hal berikut:2,4
Penilaian objektif fungsi paru dan kesejahteraan janin
Menghindari/menghilangkan faktor presipitasi lingkungan
Terapi farmakologik
Edukasi pasien
Pasien harus mengukur PEFR (peak expiratory flow rate) sebanyak 2 kali sehari dengan target
380 – 550 l/menit. Kromolin disodium atau ipratropium inhalasi menghambat degranulasi sel
mast. Jadi, hanya efektif sebagai pencegahan pada asma kronis. Teofilin merupakan
bronkodilator antiinflamasi pilihan.
Penanganan asma akut. Penangan asma akut pada kehamilan sama dengan nonhamil.
Dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena, pemberian masker oksigen, supaya PO2 >
60 mmHg dan saturasi O2 95%. Juga perlu dilakukan pemeriksaan analisa gas darah, pengukuran
FEV, PEFR, pulse oximetry, dan fetal monitoring. Penanganan lini pertama adalah β adrenergik
agonis (subkutan, per oral, inhalasi) loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis
0,8-1mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma sebesar 10-20 µg/ml. obat ini
akan mengikat reseptor spesifik permukaan sel dan mengaktifkan adenilil siklase untuk
meningkatkan cAMP intrasel dan relaksasi otot polos bronkus. Dan kortikosteroid,
metilprednisolon 40-60 mg IV tiap 6 jam. Terapi selanjutnya bergantung pada pemantauan
respons hasil terapi. Asma berat yang tidak berespon terhadap terapi dalam 30-60 menit
dimasukkan dalam kategori status asmatikus. Penanganan aktif, di ICU dan intubasi dini, serta
penggunaan ventilasi mekanik pada keadaan kelelahan, retensi CO2, dan hipoksemia akan
memperbaiki morbiditas dan mortalitas.2,4,5
Hipertiroid Dalam Kehamilan
11
Insidensi kehamilan dengan gejala klinik tirotoksikosis atau hipertiroidisme adalah
1:2000 kehamilan. Kehamilan normal akan menimbulkan keadaan klinik yang mirip dengan
kelebihan tiroksin (T4), sehingga tirotoksikosis yang ringan mungkin akan sulit terdiagnosis.
Beberapa gejala yang sering ditemukan adalah takikardi pada kehamilan normal, nadi rata-rata
waktu tidur meningkat, tiromegali, eksoftalmus, dan berat badan tidak bertambah walau cukup
makan. Gambaran laboratorium memperlihatkan kadar serum T4 bebas meningkat, sedangkan
kadar tirotropin menurun. Dapat ditemukan juga keadaan hipertiroid subklinis. Efek jangka
panjang keadaan tirotoksikosis subklinikal yang persisten ini tidak banyak diketahui. Walaupun
begitu pasien dengan keadaan subklinis ini perlu diawasi secara berkala karena dapat
menyebabkan terjadinya aritmia jantung, hipertrofi ventrikel jantung dan osteopenia.2,4
Hasil akhir kehamilan. Keadaan bayi perinatal dari perempuan dengan tirotoksikosis
sangat bergantung pada tercapai tidaknya pengontrolan metabolik. Kelebihan tiroksin dapat
menyebabkan terjadinya keguguran spontan. Pada perempuan yang tidak mendapat pengobatan,
atau pada mereka yang tetap hipertiroid meskipun terapi telah diberikan, akan meningkatkan
resiko terjadinya preeklamsia, kegagalan jantung dan keadaan perinatal yang buruk.2
Efek pada janin dan neonatus. Sebagian besar janin bisa dalam keadaan eutiroid dan
sebagian kecil lainnya hiper atau hipotiroid. Kedua kondisi ini dapat terjadi seiring dengan ada
tidaknya goiter. Gambaran klinik yang mungkin dapat ditemukan pada bayi baru lahir dari ibu
yang terpapar tiroksin secara berlebihan adalah sebagai berikut:2,4
Terlihatnya gambaran goiter tirotoksikosis pada janin atau bayi baru lahir akibat adanya
transfer thyroid stimulating immunoglobulins melalui plasenta. Janin bahkan dapat
meninggal
Dapat terjadi goiter hipotiroid pada janin dari ibu yang mendapatkan pengobatan golongan
thionamide. Keadaan hipotiroid ini dapat diterapi dengan pemberian tiroksin secara intra-
amiotik.
Pada janin juga dapat terjadi hipotiroidism tanpa adanya goiter sebagai akibat masuknya
thyrotrophin-receptor blocking antibodies ibu melalui plasenta.
Bahkan setelah ablasi kelenjar tiroid ibu, biasanya dengan iodium radioaktif 131I, tetap dapat
terjadi tirotoksikosis janin akibat penyaluran antibodi perangsang tiroid melalui plasenta.
12
Terapi. Tirotoksikosis yang terjadi selama kehamilan hampir selalu dapat dikontrol
dengan obat-obatan jenis thiomide. Beberapa klinisi memilih propitiourasil (PTU) karena obat
ini sebagian menghambat perubahan T4 menjadi T3 dan lebih sedikit melewati sawar palasenta
bila dibandingkan dengan methimazole. Kedua obat ini efektif dan cukup aman untuk digunakan
dalam terapi tirotoksikosis. Walaupun jarang dan belum terbukti, penggunaan metimazol harus
lebih berhati-hati karena pemberian pada awal kehamilan diduga ada hubungannya dengan
atresia esofagus, khoana, dan aplasia cutis. Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati
penyakit tiroid ibu dapat menyebabkan penghancuran jaringan kelenjari tiroid janin, sehingga
dapat dipertimbangkan untuk melakukan terminasi kehamilan. Bila terapi dengan obat-obatan
tidak berhasil, atau bila terjadi efek toksis dari obat-obatan tersebut, maka dipertimbangkan
untuk tiroidektomi.2,4
Hipotiroid Dalam Kehamilan
Hipotiroidisme yang nyata merupakan penyulit pada 2 sampai 3 per 1000 kehamilan.
Penyakit ini ditandai oleh temuan-temuan klinis non-spesifik yang muncul perlahan yang
mencakup rasa lelah, sembelit, intoleransi dingin, keram otot dan penambahan berat. Kelenjar
tiroid dapat membesar secara patologis bergantung pada etiologi hipotiroidisme dan lebih besar
kemungkinannya terjadi pada wanita yang tinggal di daerah defisiensi iodium endemik atau
mereka yang mengidap tiroiditis Hashimoto. Temuan-temuan lain adalah edema, kulit kering,
kerontokan rambut, dan fase relaksasi refleks tendon dalam yang memanjang.4
Penyebab tersering hipotiroidisme dalam kehamilan adalah tiroiditis Hashimoto, yang
ditandai oleh kerusakan kelenjar oleh autoantibodi, terutama antibodi antiperoksidase tiroid.
Identifikasi klinis hipotiroidisme lebih sulit selama kehamilan karena banyak dari gejala atau
tanda juga sering dijumpai pada kehamilan itu sendiri. Hipotiroidisme berat pada kehamilan
jarang terjadi, mungkin karena keadaan ini sering berkaitan dengan infertilitas dan peningkatan
angka keguguran.4
Hasil akhir kehamilan. Meskipun terbatas, penelitian observational menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan gangguan hasil akhir perinatal pada gangguan tiroksin yang nyata.
Penyulit dan gangguan kehamilan-persalinan yang dapat terjadi seperti preeklamsia, solusio
plasenta, disfungsi jantung, berat lahir kurang dari 2000 gram dan lahir mati. Namun, dengan
13
terapi sulih yang sesuai, beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa tidak terjadi
peningkatan angka morbiditas yang nyata. Sebagian besar pakar sepakat bahwa terapi sulih
hormon yang memadai selama kehamilan akan meminimalkan risiko gangguan hasil akhir dan
sebagian besar penyulit.4
Efek pada janin dan neonatus. Tidak diragukan lagi bahwa kelainan tiroid ibu dan janin
berhubungan satu sama lain. Pada keduanya, fungsi tiroid bergantung pada asupan iodium yang
memadai, dan defisiensinya pada awal kehamilan dapat menyebabkan hipotiroidisme pada ibu
dan janinnya. Antibodi penghambat reseptor TSH ibu dapat menembus plasenta dan
menyebabkan disfungsi tiroid janin. Namun, antibodi anti-peroksidase tiroid dan anti-
tiroglobulin yang lebih sering dijumpai tidak atau hanya sedikit berefek pada fungsi tiroid janin
meskipun keduanya dapat menembus plasenta. Tiroiditis Hashimoto pada ibu biasana tidak
menyebabkan disfungsi tiroid janin.4
Terapi. Terapi sulih untuk hipotiroidisme adalah dengan levotiroksin dalam dosis 1
sampai 2 µg/kg/hari atau sekitar 100 µg/hari. Kadar tirotropin serum diukur setiap 4-6 minggu,
dan dosis tiroksin disesuaikan dengan perubahan 25 sampai 50 µg sampai tercapai kadar TSH
normal antara 0,5 dan 2,5 mU/L. Kehamilan menyebabkan peningkatan kebutuhan tiroksin pada
sekitar sepertiga wanita yang mendapat suplemen. Oleh karena peningkatan kebutuhan serupa
dijumpai pada wanita dengan hipotiroidisme pasca menopause setelah terapi sulih estrogen,
maka peningkatan kebutuhan pada kehamilan dipercayai berkaitan dengan peningkatan produksi
estrogen. Meningkatnya kebutuhan tiroksin telah dimulai sejak 5 minggu. Karena itu, dapat
terjadi hipotiroidisme signifikan secara dini pada wanita tanpa cadangan tiroid yang memadai,
misalnya pada mereka dengan riwayat tiroidektomi, ablasi dengan iodium radioaktif.
Meningkatkan terapi sulih tiroksin sebesar 25% pada saat kehamilan dipastikan akan mengurangi
kemungkinan ini.4
Kesimpulan
Banyak perubahan pada mekanisme kerja dan metabolisme tubuh, hal ini untuk
merupakan bentuk adaptasi tubuh terhadap adanya janin yang baru dalam tubuh ibu. Perubahan
yang terjadi umumnya bersifat fisiologis, namun apabila sudah mengganggu, maka perubahan
tersebut menjadi penyakit penyulit pada kehamilan. Tidak semua penyakit penyulit kehamilan
14
muncul pada saat kehamilan, ada juga penyakit yang sudah ada sebelumnya, dan pada saat
wanita hamil, penyakit itu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kehamilan yang berlangsung.
Beberapa contoh penyakit penyulit kehamilan adalah diabetes mellitus gestasional, asma dalam
kehamilan, dan gangguan tiroid dalam kehamilan. Masing-masing penyakit ini dapat
menyebabkan/menginduksi penyulit kehamilan yang lain, baik pada ibu maupun janin, misalnya
preeklamsia, makrosomia, dan gangguan persalinan. Apabila penyulit-penyulit ini dapat
ditangani dengan baik sejak awal, maka komplikasi-komplikasinya dapat ditahan.
Daftar Pustaka
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri Williams
volume 1. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2013.
2. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Tridasa printer; 2009.
3. Martaadisoebrata D, Harsono AB. Obstetri fisiologi ilmu kesehatan reproduksi. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC; 2013.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri Williams
volume 2. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2013.
5. Wijayanegara H, Suardi A, Permadi W, Judistiani TD. Pedoman diagnosis dan terapi
obstetri dan ginekologi RS DR. Hasan Sadikin bagian kedua (obstetri). Bandung: SMF
Obstetri dan Ginekologi FKUP; 1997.
15