Diabetes melitus dengan penyulit

30
Diabetes Mellitus Tipe 1 dengan Penyulit Ketoasidosis Diabetik (KAD) Sania Tiara Dhita 102012044 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat : Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat Telephone : (021) 5694-2061 Fax : (021)-563 1731 Pendahuluan Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik, dan kardiovaskuler. Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon. Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57%-87% dari seluruh kematian akibat KAD. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan, sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH serum. Risiko KAD pada IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak

description

kadar gula darah dengan penyulit

Transcript of Diabetes melitus dengan penyulit

Diabetes Mellitus Tipe 1 dengan Penyulit Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Sania Tiara Dhita

102012044

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat : Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat

Telephone : (021) 5694-2061

Fax : (021)-563 1731

Pendahuluan

Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik, dan kardiovaskuler. Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon. Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57%-87% dari seluruh kematian akibat KAD. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan, sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH serum. Risiko KAD pada IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk derajat kesadaran).1

Pembahasan

1) Anamnesis

Diabetes mellitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik, koma hiperglikemik disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia ( poliuri, polidipsia, nokturia). Ketoasidosis diabetik keadaan ini bisa terjadi sebagai manisfestasi pertama diabetes mellitus atau bisa juga terjadi pada pasien yang sudah diketahui mengidap diabetes melitus. Onset gejala bisa bertahap mulai dari haus dan poliuria gejala lain diantaranya adalah sesak nafas, nyeri abdomen, mengantuk, bingung, atau bahkan koma.2

Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dalam mencari atau mengevaluasi penyakit Diabetes Mellitus pada anak?

Apakah mengalami poliuria (kencing menjadi sering dan banyak)?

Apakah mengalami polidipsia (merasa haus terus)?

Apakah mengalami polifagia (rasa lapar terus menerus)?

Apakah mengalami penurunan berat badan?

Apakah suka mengantuk? 3,4

Pada skenario bisa kita dapati hasil anamnesis sebagai berikut :

a. Identitas pasien: anak perempuan usia 7 tahun.

b. Keluhan utama: Pada kasus ini keluhan utamanya adalah lemas sejak beberapa jam yang lalu disertai nyeri perut dan muntah, BAK sedikit sekali.

c. Riwayat penyakit sekarang: Pasien mengalami penurunan berat badan sejak 3 minggu yang lalu, pasien juga sering merasa haus dan juga sering BAK pada malam hari.

d. Riwayat penyakit dahulu: Adalah pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC, vitamin, dan obat herbal. Alergi (alergi obat dan yang lainnya yang menyebabkan manifestasi alergi spesifik), operasi, rawat inap di rumah sakit, transfusi darah termasuk kapan dan berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma, dan riwayat penyakit yang sudah pernah terjadi.

e. Riwayat penyakit keluarga: Pada bagian ini ditanyakan pada pasien apakah terdapat riwayat keluarga yang bersangkutan dengan penyakit sekarang.

f. Riwayat sosial-ekonomi: Disini ditanyakan bagaimana kehidupan sosial dan keadaan ekonomi pasien tersebut.

2) Pemeriksaaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yag pertama dilakukan adalah menentukan derajat kondisi kesadaran pasien. Untuk menentukan derajat kesadaran per jam sampai dengan 12 jam terutama pada anak yang masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama kali adalah menggunakan GCS. Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau kurang menunjukkan gangguan kesadaran yang bermakna. Skor yang terus menurun menunjukkan edema serebri yang semakin berat. Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan. Tingkat kesadaran-kesadaran dibedakan menjadi:

a. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dan dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

b. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

c. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, dan kadang berhayal.

d. Somnolen (Obtundasi, Letargi) yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, dan mampu memberi jawaban verbal.

e. Stupor (soporo koma) yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

f. Coma (comatose) yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).2

Setelah ditetapkan tingkat kesadaran pasien, kemudian akan dilanjutkan pengukuran tanda-tanda vital (TTV). Pengukuran tanda-tanda vital (TTV) secara umum meliputi suhu, denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah.

a. Suhu.5

Suhu dapat diukur pada beberapa tempat di tubuh melalui oral, rectal, aksila, kulit atau membrane timpani. Suhu normal tubuh adalah 37) melalui oral (mulut). Secara tradisional telah diasumsi bahawa suhu rectal lebih tinggi 1dan suhu aksila lebih rendah 1 dibanding suhu oral. Beberapa tingkatan pada pengukuran tingkat derajat suhu antara lain:

1. Hipotermi: Bila suhu tubuh kurang dari 36C.

2. Normal: Bila suhu tubuh berkisar antara 36-37,5C.

3. Febris / pireksia. : Bila suhu tubuh antara 37,5-40C.

4. Hipertermi: Bila suhu tubuh lebih dari 40C.

b. Denyut Nadi.6

Nadi yang teraba kuat dapat diukur secara radial pada anak yang berusia lebih dari 2 tahun. Tingkat derajat denyut nadi pada orang yang sedang beristirahat atau dalam kondisi berbaring antara lain adalah:

1. Bayi baru lahir : 100-180/menit.

2. 1 minggu-3 bulan: 100-220/menit.

3. 3 bulan-2 tahun: 80-150/menit.

4. 2-10 tahun: 70-110/menit.

5. 10 tahun- dewasa: 55-90/menit.

c. Pernafasan.1,5

Pada orang dewasa yang dipantau sebagai patokan untuk menilai frekuensi pernafasan adalah pergerakan dada, sedangkan pada bayi observasi yang dipantau sebagai patokan untuk menilai frekuensi pernafasan adalah pergerakan abdomen karena pernapasan bayi terutama adalah pernapsan diafragmatik. Karena pergerakan tersebut tidak teratur, hitung jumlahnya selama 1 menit penuh agar akurat.

Tabel 1: Kadar pernafasan pada anak.

Umur

Range (per menit)

Neonates 6 bulan

30-50

6 bulan 2 tahun

20-30

3tahun - 10 tahun

20-28

10 tahun-18 btahun

12-20

d. Tekanan Darah.1

Pengukuran tekanan darah dengan metode yang noninvasive adalah bagian dari penetuan tanda vital rutin. Tekana darah harus diukur setiap tahun pada anak berusia 3 tahun sampai remaja dan pada anak yang memiliki gejala hipertensi, anak dalam unit kedaruratan, dan unit perawatan intensif. Metode pengukuran Tekanan darah yang paling umum adalah menggunakan auskultasi dan stigmomanometer air raksa.

Tabel 2: Tekanan darah pada anak.

1 tahun

102mmHg/55mmHg

5 tahun

112mmHg/69mmHg

10 tahun

119mmHg/78mmHg

Umumnya pada pemeriksaan fisik anak yang diduga menderita ketoasidosis diabetik biasanya dapat ditemukan beberapa tanda-tanda khusus antara lain turgor kulit menurun, membran mukosa dan kulit kering, refleks menurun, tercium bau nafas keton atau aseton (tercium wangi bau seperti buah), bingung, koma, dan nyeri tekan abdomen.

3) Pemeriksaan Penunjang

a. Glukosa

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl(16,6 hingga 44,4 mmol/L). Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl (55,5 mmol/L) atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 200 mg/dl sampai lebih besar dari 1000mg/dL. sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400 hingga 500 mg/dl (22,2 hingga 27,7 mmol/L). Pada pasien yang mengalami ketoasidosis metabolik tes toleransi glukosa-nya (TTG) akan memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa yang meningkat dibawah kondisi stress. Pasien dikategorikan hiperglikemia bila kadar glukosa darah lebih dari 11 mmol/L (> 200 mg/dL).7

b. Natrium dan Kalium.

Kadar natrium dan kalium dapat rendah, normal atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi). Namun, kadar natrium serum terukur secara aritifisial berkurang karena hiperglikemia. Kadar natrium terkoreksi dapat dihitung menurut formula berikut.

Kadar natrium terkoreksi = kadar natrium terukur + (1,6 x (kadar glukosa serum- 150) / 100)

Hiperlipidemia dapat juga menunjang penurunan serum terukur. Sekalipun terdapat pemekatan plasma harus diingat adanya deplesi total elektrolit tersebut dan elektrolit lainnya yang tampak nyata dari tubuh. Efek hiperglikemia ekstravaskuler menyebabkan bergeraknya cairan ke ruang intravaskuler. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.7

c. Bikarbonat.

Bukti adanya ketoasidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah (0 hingga 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8 hingga 7,3). Tingkat pCO2 yang rendah (10 hingga 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernafasan Kussmaul) terhadap asidosis metabolik. Akumulasi benda keton yang mencetuskan asidosis dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.7

d. Nitrogen urea darah( BUN)

Kadar nitrogen urea darah dapat meningkat dengan adanya azotemia sekunder prarenal akibat dehidrasi.7

e. Gas darah arteri (AGD).

Umumnya pada pasien dengan kondisi ketoasidosis diabetik derajat pH sering pada kondisi asidosis yaitu berkisar antara 7,3 sampai 6,8. Derajat berat ataupun ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut 7:

1. Ringan: Bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.

2. Sedang: Bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.

3. Berat: Bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.

f. Keton.

Jika ditemukan keton dalam urin menandakan kegagalan fungsi ginjal. Pada pasien dengan kondisi ketoasidosis diabetik urin mengandung bahan keton seperti asam asetat, B-Hidroksibutirat.7

g. Hemoglobin Terglikasi

Derivatif hemoglobin glikosilasi (HbA1a, HbA1b, HbA1c) merupakan hasil dari reaksi nonenzimatik antara glukosa dan hemoglobin. HbAc1 merupakan gambaran gula darah rata-rata selama 6-12 minggu. Bila kadar gula darah meningkat berikatan dengan dengan Hb maka HbAc1 makin tinggi. Persentase HbA1c lebih sering diukur. Nilai normal 4-6% untuk penderita DM > 7%. Pengukuran kadar HbA1c adalah metode terbaik untuk jangka menengah untuk pemantauan jangka panjang pengendalian diabetes.

Komite ahli internasional yang terdiri dari wakil-wakil yang ditunjuk dari American Diabetes Association, Asosiasi Eropa untuk Studi Diabetes, dan lain-lain merekomendasikan tes HbA1c untuk mendiagnosa diabetes mellitus. Komite rekomendasi untuk diabetes diagnosis tingkat HbA1c sebesar 6,5% atau lebih tinggi, dengan konfirmasi dari tes ulang (kecuali gejala klinis hadir dan tingkat glukosa> 200 mg / dL).7

h. C. Peptida

Fungsi untuk menguji faal sel pulau langerhans. Normal pada puasa 0,9 3,9ng/ml. Bila ada kerusakan sel pulau langerhans maka kadarnya akan menurun.

4) Working Diagnosis

4.1 Diabetes Melitus yang Bergantung- insulin (Tipe 1)

Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia dan glukosuria dan terjadi sebagai titik akhir dari banyak proses penyakit. Tipe tersering yang terjadi pada masa kanak-kanak adalah diabetes melitus tipe 1(DM1) yang disebabkan oleh destruksi autoimun pankreas. Pasien dengan DM tipe 1 menderita defisiensi insulin berat dan biasanya permanen dan memerlukan insulin untuk ketahanan hidup dan pencegahan episode ketoasidosis yang mengancam jiwa. Diagnosis diabetes melitus dapat didiagnosa jika kadar glukosa serum puasa lebih besar dari 126mg/dL atau kadar glukosa serum 2 jam sesudah makan(postprandial) lebih besar dari 200mg/dL pada dua kesempatan yang berbeda. Pasien dianggap mengalami intoleransi glukosa jika kadar glukosa serum puasa lebih besar dari 110mg/dL tetapi kurang dari 126mg/dL dan jika nilai 2 jam sesudah makan lebih besar dari 140mg/dL tetapi kurang dari 200mg/dL. Hiperglikemia sporadis terjadi pada anak dan biasanya menyertai penyakit sebelumnya.7

Berkembangnya DM menjadi timbul penyulitnya yaitu KAD (Ketoasidosis Diabetikum) bisa terjadi karena:

0. Dihentikannya pemakaian insulin dalam jangka waktu yang lama pada penderita lama.

0. Terlambat didiagnosanya penderita DM yang baru

0. Stress

0. Muntah1,3

Epidemiologi, DM1 adalah gangguan endokrin pediatri tersering yang mengenai sekitar 1 dari 300-500 anak dibawah usia 18 tahun. Determinan genetik memainkan peran pada kerentanan terhadap DM1 walaupun cara perwarisan adalah hal yang kompleks dan mungkin multigenik. Saudara kandung atau anak kandung pasien diabetes memiliki resiko menederita DM sebesar 3-6%. Selain faktor genetik faktor lingkungan juga berperan. Alel HLAtertentu(HLA DR3 dan DR4) telah dibuktikan meningkatkan risiko perkembangan DM1. 90% anak dengan DM1 memiliki alel HLA DR3,DR4 atau keduanya.7

Etiologi, selain adanya gen kerentanan diabetes, serangan lingkungan harus terjadi untuk memicu penghancuran autoimun sel pulau (islet). Penelitian telah menunjukkan peningkatan insiden DM1 pada anak yang terpanjan susu sapi sebelum berusia 2 tahun. Penelitian ini mengarah pada teori bahwa terjadi reaktivitas silang antibodi terhadap albumin serum bovin (BSA) dengan antigen sel pulau. Agen infeksi virus mungkin juga terlibat termasuk virus B coxsackie,sitomegalovirus(CMV), gonsongan dan rubella. Kemungkinan mulainya respon autoimun virus mencakup cedera sel beta langsung melalui infeksi virus, reaktivitas silang antibodi dan aktivasi poliklonal limfosit B dan paling mungkin menunjukan proses destruktif terus menerus.7

Patofisiologi, Kerusakan sel beta pankreas akibat proses autoimun menyebabkan terjadinya defisiensi insulin. Insulin sangat penting untuk proses karbohidrat, lemak, dan protein. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan memungkinkan glukosa untuk memasuki sel-sel otot dan dengan merangsang konversi glukosa menjadi glikogen (glycogenesis) sebagai toko karbohidrat. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa yang disimpan dari glikogen hati (glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Hal ini juga merangsang penyimpanan lemak. Selain itu, insulin menghambat pemecahan protein dan lemak untuk produksi glukosa (glukoneogenesis) di kedua hati dan ginjal. 1,2,3,4,7 Hiperglikemia (yakni, kadar glukosa darah acak lebih dari 200 mg / dL atau 11 mmol / L) hasil ketika kekurangan insulin mengarah ke tanpa hambatan glukoneogenesis dan mencegah penggunaan dan penyimpanan glukosa beredar. Ginjal tidak dapat menyerap kembali kelebihan beban glukosa, menyebabkan glycosuria, diuresis osmotik, haus, dan dehidrasi. 1,3,9

Gambar 1. Mekanisme siklus gula darah ( DM tipe 1).

Manisfestasi Klinis, bila kapasitas sekresi insulin menjadi tidak cukup untuk mendukung ambilan glukosa perifer dan menekan produksi glukosa hati , hiperglikemia akan terjadi. Manisfestasi awal defisiensi insulin adalah hiperglikemia postprandial. Hiperglikemia puasa muncul kemudian. Ketogenesis merupakan tanda defisiensi insulin berat. Ketiadaan supresi glukoneogenesis, glikogenolisis dan oksidasi asam lemak menunjang hiperglikemia dan menyebabkan pembentukan badan keton(asetoasetat dan beta hidroksibutirat) dan aseton. Simpanan lemak dalam jaringan adiposa dipecah untuk menyediakan substrat untuk glukoneogenesis dan oksidasi asam lemak. Glikosuria terjadi bila kadar glukosa serum melebihi nilai ambang ginjal untuk penyerapan kembali glukosa(sekitar 180mg/dL). Glikosuria menyebabkan diuresis osmotik( termasuk kehilangan natrium, kalium dan air) yang menyebabkan dehidrasi. Polidipsi terjadi karena pasien berupaya mengkompensasi kehilangan cairan yang berlebihan. Penurunan berat badan terjadi akibat keadaan katabolik yang terus-menerus serta kehilangan kalori yang sudah masuk gkukosuria dan ketonuria. Tanda klasik DM1 adalah Polidipsia,Polifagia, dan kehilangan berat badan.7

4.2 Ketoasidosis Diabetik

Jika tanda klinis DM1 tidak terdeteksi di awal, ketoasidosis diabetik (KAD) dapat terjadi. Jadi, KAD merupakan suatu kondisi akut dan mengancam jiwa akibat komplikasi DM dengan ditemukannya penanda biokimia berupa trias: (1) pH aterial kurang dari 7,25 ,(2) kadar bikarbonat serum kurang dari 15mEq/L dan (3) keton terdeteksi dalam serum urine.7

Klasifikasi KAD:

Tabel 1. Klasifikasi derajat KAD berdasarkan derajat asidosis10

Derajat KAD

pH

HCO3-

Ringan