Post on 27-Nov-2015
BAB I
PENDAHULUAN
Fracture pada daerah extremitas atas merupakan fracture yang sering terjadi. Banyak hal
yang menyebabkan fracture ini terjadi, antara lain karena kecelakaan ataupun salah posisi saat
terjatuh. Trauma yang menyebabkan fracture dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan
pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma
tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan fracture. Akibat trauma
pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.(1)
Fracture pada extremitas atas dapat terjadi disemua kalangan usia, baik yang usia muda
maupun yang berusia tua. Adapaun hal yang paling ditakutkan bila terjadi fracture pada
extremitas atas adalah adanya kekakuan pada daerah yang mengalami fracture. Ada 2 hal yang
perlu diperhatikan: (1) pada pasien berusia lanjut, terkadang perlu untuk tidak memperdulikan
fracture, tetapi lebih berkonsentrasi pada pengembalian gerakan, (2) apapun jenis cedera itu, dan
bagaimanapun cara terapinya, jari-jari tetap harus dilatih untuk melakukan gerakan sejak awal.(1)
BAB II
ANATOMI EXTREMITAS ATAS
Clavicula dan Scapula
1
Gambar. Anatomi clavicula
2
3
Humerus
Humerus bersendi dengan scapula pada articulatio humeri serta dengan radius dan ulna
pada articulatio cubiti. Bagian proximal dari os humerus mempunyai sebuah caput, yang
membentuk sekitar sepertiga kepala sendi dan bersendi dengan fossa glenoidalis. Tepat di bawah
caput humeri terdapat collum anatomicum (anatomic neck). Di bawah collum terdapat
tuberculum majus dan minus yang di pisahkan satu sama lain oleh sulcus bicipitalis. Pada
pertemuan ujung atas humerus dan corpus humeri terdapat penyempitan disebut collum
chirurgicum (surgical neck). Sekitar pertengahan permukaan lateral corpus humeri terdapat
peninggian kasar yang disebut tuberositas deltoidea. Di belakang dan di bawah tuberositas
terdapat sulcus spiralis yang ditempati oleh nervus radialis.
4
Bagian distal dari os humerus mempunyai epicondylus medialis dan lateralis untuk
tempat lekat musculi dan ligamentum, capitulum humeri yang bulat bersendi dengan caput radii,
dan trochlea humeri yang berbentuk katrol untuk bersendi dengan incisura trochlearis ulnae. Di
atas capitullum terdapat fossa radialis, yang menerima caput radii pada saat siku diflexikan. Di
anterior, diatas trochlea terdapat fossa coronoidea , yang selama pergerakan yang sama
menerima processus coronoideus ulnae. Di posterior, di atas trochlea , terdapat fossa olecrani,
yang bertemu dengan olecranon pada waktu sendi siku diextensikan.
Gambar 3. Os humerus
5
RUANG FASCIAL LENGAN ATAS
Isi Ruang Fascial Anterior Lengan Atas
M.biceps brachii
o Caput longum
Origo : tuberculum supraglenoidale scapulae
Insersio : pada bagian posterior tuberositas radii dan aponeurosis bicipitali pada
fascia profunda lengan bawah
Persyarafan : n. musculocutaneus
Fungsi : supinator lengan bawah, flexor articulatio cubiti
o Caput brevis
Origo : processus coracoideus scapulae
Insersio : pada bagian posterior tuberositas radii dan aponeurosis bicipitali pada
fascia profunda lengan bawah
Persyarafan : n. musculocutaneus
Fungsi : flexio lengan atas dan juga adductor lemah
M.coracobrachialis
Origo : processus coracoideus scapulae
Insersio : permukaan medial corpus humeri
Persyarafan : n. musculocutaneus
Fungsi : flexor articulatio cubiti
M.brachialis
Origo : facies anterior setengah bagian bawah humerus
Insersio : processus coronoideus ulnae
Persyarafan : n. musculocutaneus
Fungsi : flexor articulatio cubiti
A.brachialis
A.brachialis mulai dari tepi bawah m.teres minor sebagai lanjutan dari a.axillaris.
A.brachialis merupakan arteria utama untuk lengan atas. Arteria ini berakhir di depan
collum radii dengan bercabang menjadi a.radialis dan a.ulnaris.
6
Cabang-cabang :
o Rami musculares untuk ruang anterior lengan atas.
o A.nutricia untuk humerus
o A.profunda brachii dipercabangkan dari pangkal a.brachialis dan mengkuti
perjalanan n.radialis menuju ke sulcus spiralis os.humeri.
o A.collateralis ulnaris superior dipercabangkan di pertengahan lengan atas dan
mengikuti perjalanan n.ulnaris.
o A.collateralis ulnaris inferior dipercabangkan dekat ujung terminal arteria dan ikut
membentuk anastomosis di sekitar sendi siku.
N.musculocutaneus
N. musculocutaneus berasal dari fasciculus lateralis plexus brachialis (C5,6,7) di
axilla. Nervus ini berjalan turun ke bawah dan lateral, menembus m.coracobrachialis, dan
kemudian berjalan ke bawah di antara m.biceps brachii dan m.brachialis. kemudian
nervus ini keluar dari sisi lateral tendo m.biceps dan menembus fascia profunda tepat di
atas siku. Akhirnya berjalan ke bawah sisi lateral lengan bawah sebagai n.cutaneus
antebrachii lateralis.
N.medianus
N.medianus berasal dari fasciculus medialis dan lateralis plexus brachialis di
axilla. Nervus ini berjalan turun ke bawah pada sisi lateral a.brachialis. Di pertengahan
lengan atas, Nervus ini menyilang a.brachialis kemudian berjalan ke distal di sisi lateral
arteria.
N.ulnaris
N.ulnaris berasal dari fasciculus medialis plexus brachialis di axilla. N. ulnaris
berjalan turun ke bawah di sisi medial a.brachialis sampai di pertengahan lengan atas.
Dari situ pada insertio m.coracobrachialis, n.ulnaris menembus septum intermusculare
mediale, diikuti oleh a.collateralis ulnaris superior dan masuk di ruang fascial posterior
lengan atas; n.ulnaris berjalan di belakang epicondylus medualis humeri.
N.radialis
7
Pada saat meninggalkan axilla, n.radialis langsung menuju masuk ke ruang fascial
posterior lengan atas dan kembali ke ruang anterior tepat di atas epicondylus lateralis
humeri.
Isi Ruang Fascial Posterior Lengan Atas
M.triceps brachii
o Caput longum
Origo : tuberculum infraglenoidale scapulae
Insersio : processus olecranii
Persyarafan : n.radialis
Gerakan : extensor articulatio cubiti
o Caput lateral
Origo : fascies posterior setengah bagian atas corpus humeri
Insersio : processus olecranii
Persyarafan : n.radialis
Gerakan : extensor articulatio cubiti
o Caput medial
Origo : fascies posterior setengah bagian bawah corpus humeri
Insersio : processus olecranii
Persyarafan : n.radialis
Gerakan : extensor articulatio cubiti
N.radialis
Nervus ini berasal dari fasciculus posterior plexus brachialis di axilla. N.radialis
melingkari sisi dorsal lengan atas di dalam sulcus spiralis di antara caput-caput m.triceps
brachii. Nervus ini menembus septum intermusculare lateral di atas siku dan melanjutkan
diri ke distal menuju fossa cubiti di depan siku, diantara m.brachialis dan
m.brachioradialis. Di dalam suclus spiralis, n.radialis berjalan bersama dengan vasa
profunda brachii, dan berhubungan langsung dengan corpus humeri.
8
Nervus ini memberikan cabang ke m. triceps brachii caput medial lalu melalui
sulcus spiralis di humerus, dimana dia mempersyarafi m. triceps brachii caput lateral.
Ketika n.radialis mencapai humerus bagian distal, nervus ini melewati epidondylus lateral
dan melanjutkan diri ke lengan bawah. Di lengan bawah n.radialis bercabang menjadi
cabang superficial dan cabang profunda. Cabang superficial berjalan turun di lengan
bawah di bawah m.brachioradialis dan akhirnya menembus fascia profunda dekat dorsum
manus. Cabang superficial n.radialis memberikan persyarafan sensoris kepada dua per
tiga lateral kulit dorsum manus. Cabang profunda menembus m.supinator dan setelahnya
dikenal dengan nama nervus interosseus posterior.
Nervus radialis dan cabang-cabangnya memberikan persyarafan motoris kepada :
o M.triceps brachii
o M.anconeus
o M.brachioradialis
o M.extensor carpi radialis longus
o M.extensor carpi radialis brevis (cabang profunda n.radialis)
o M.supinator (cabang profunda n.radialis)
o M.extensor digitorum (n.posterior interosseus)
o M.extensor digiti minimi (n.posterior interosseus)
o M.extensor carpi ulnaris (n.posterior interosseus)
o M.abductor pollicis longus (n.posterior interosseus)
o M.extensor pollicis brevis (n.posterior interosseus)
o M.extensor pollicis longus (n.posterior interosseus)
o M.extensor indicis (n.posterior interosseus)
N.ulnaris
Setelah menembus septum intermusculare mediale di pertengahan lengan atas,
n.ulnaris turun di belakang septum, di posterior tertutup oleh caput medial m.triceps
brachii. Nervus ini berjalan bersama dengan vasa collateralis ulnaris superior.
9
A.profunda brachii
Arteria ini dipercabangkan oleh a.brachialis dekat pangkalnya. Pembuluh ini berjalan
bersama dengan n.radialis di dalam sulcus spiralis dan ikut serta dalam anostomosis di
sekitar sendi siku.
A.collateralis ulnaris superior dan a.collateralis ulnaris inferior
REGIO ANTEBRACHII
Tulang radius dan ulna tidak saja sebagai pelindung lengan atas dan maupun tangan tapi
mempunyai fungsi pronasi dan supinasi dengan gerakan radius dan ulna. Kedua tulang lengan
bawah dihubungkan oleh Radioulnar joint yang diperkuat oleh ligamentum anulare yang
melingkar capitulum radius dan di distal oleh radioulnar joint yang diperkuat oleh ligamentum
radioulna yang mengandung fibrocartilago triangularis. Membrane interosea memperkuat
hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat. Oleh karena itu,
patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai
satu tulang saja hampir selalu disertai radioulnar joint dislocation yang dekat dengan patah
tersebut.
Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh musculus antar tulang yaitu musculus
supinator, musculus pronator teres, musculus pronator quadratus yang membuat gerakan pronasi
dan supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi dengan radius dan ulna
menyebabkan patah tulang lengan bawah disertai dislocation angulasi dan rotasi terutama radius.
Antebrachii terdiri atas 2 buah tulang parallel yang berbeda panjang bentuknya; os radius
dan os ulna. Di sebelah proximal membentuk 3 persendian sedangkan sebelah distal 2
persendian. Tulang radius, lebih pendek daripada ulna, bentuk lebih melengkung dan bersendi
dengan os ulna pada bagian proximal dan distal “radio-ulnar joint” yang bersifat rotator. Antara
kedua tulang ini juga dihubungkan oleh membrane interosseus, suatu jaringan fibrous yang
berjalan oblique dari ulna ke radius. Membrane ini berfungsi merotasikan tulang radius terhadap
os ulna, yang menghasilkan gerakan pada lengan bawah.
10
Muskulus di region antebrachii dapat dikelompokkan, muskulus compartmen anterior dan
posterior. Compartmen anterior diisi oleh muskulus flexor sedangkan compartmen posterior diisi
oleh musculus extensor. Beberapa musculus ada yang berperan dominan dalam mempertahankan
posisi dan gerakan sendi lengan bawah dan tangan (elbow and wrist joint). Muskulus tersebut
adalah:
No. Fungsi Muskulus
1 Flexor elbow m.brachialis, m.biceps, m.brachioradialis
2 Extensor elbow m.triceps, m.anconeus
3 Supinator elbow m.supinator, m.biceps
4 Pronator elbow m.pronator teres, m.pronator quadrates
5 Flexor pergelangan tangan m.flexor carpi radialis, m.flexor carpi ulnaris
6 Extensor pergelangan tangan m.extensor carpi radialis longus dan brevis,
m.extensor carpi ulnaris
11
Gambar. Otot-otot daerah antebrachii
12
Gambar. Tulang pada region antebrachii: os radius dan os ulna
Aliran darah region antebrachii merupakan lanjutan dari a.brachialis, yang bercabang
menjadi a.radialis dan a.ulnaris setinggi caput os radii. Sedangkan persyarafan antebrachii
berasal dari 3 nervus: n.radialis, n.ulnaris, n.medianus.
PERGELANGAN TANGAN
13
Gambar. Wrist bone
Gambar. Tulang Metacarpal
14
Gambar. Aliran darah dan persyarafan daerah pergelangan tangan
BAB III15
FRACTURE EXTREMITAS ATAS PADA ORANG DEWASA
Fracture adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Fracture extremitas atas pada orang dewasa dibagi menjadi
beberapa jenis fracture tergantung lokasinya.(1)
I. FRACTURE CLAVICULA
EPIDEMIOLOGI
Menurut data epidemiologi pada orang dewasa insiden fracture clavicula sekitar 40 kasus
dari 100.000 orang, dengan perbandingan laki-laki perempuan adalah 2 : 1. Fracture pada
midclavicula yang paling sering terjadi yaitu sekitar 85% dari semua fracture clavicula,
sementara fracture bagian distal sekitar 10% dan bagian proximal sekitar 5%. (1)
Sekitar 2% sampai 5% dari semua jenis fracture merupakan fracture clavicula. Menurut
American Academy of Orthopaedic Surgeon, frekuensi fracture clavicula sekitar 1 kasus dari
1000 orang dalam satu tahun. Fracture clavicula juga merupakan kasus trauma pada kasus
obstetric dengan prevalensi 1 kasus dari 213 kasus kelahiran anak yang hidup.
ETIOLOGI
Penyebab fracture clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat
kecelakaan apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor, namun kadang dapat
juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatic(2). Berikut beberapa penyebab pada fracture
clavicula yaitu :
Fracture clavicula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari
ketinggian dan yang lainnya.
Fracture clavicula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama, misalnya pada
pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
16
Fracture clavicula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post radioterapi,
keganasan clan lain-lain.
PATOFISIOLOGI
Fracture clavicula pada umumnya mudah untuk dikenali dikarenakan os clavicula terletak
dibawah kulit (subcutaneus) dan tempatnya relatif di depan. Karena posisinya yang teletak
dibawah kulit maka tulang ini sangat rawan sekali untuk terjadi fracture. Fracture clavicula
terjadi akibat dari tekanan yang kuat atau hantaman yang keras ke bahu. Energi tinggi yang
menekan bahu ataupun pukulan langsung pada tulang akan menyebabkan fracture.
Fraktur clavicula paling sering disebabkan oleh karena mekanisme compressi atau
penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang tersebut dimana
arahnya dari lateral bahu apakah itu karena jatuh, kecelakaan olahraga, ataupun kecelakaan
kendaraan bermotor.
Pada daerah tengah tulang clavicula tidak di perkuat oleh otot ataupun ligament-ligament
seperti pada daerah distal dan proximal clavicula. Clavicula bagian tengah juga merupakan
transition point antara bagian lateral dan bagian medial. Hal ini yang menjelaskan kenapa pada
daerah ini paling sering terjadi fraktur dibandingkan daerah distal ataupun proksimal.
KLASIFIKASI(2)
Klasifikasi dari fracture clavicula didasari oleh lokasi fracture pada clavicula tersebut.
Ada tiga lokasi pada clavicula yang paling sering mengalami fracture yaitu pada bagian
midshape clavicula dimana pada anak-anak berupa greenstick, bagian distal clavicula dan bagian
proximal clavicula. Menurut Neer secara umum fracture clavicula diklasifikasikan menjadi tiga
type yaitu :
Tipe I: Fracture mid clavicula (Fracture 1/3 tengah clavikula)
- Fracture pada bagian tengah clavicula
- Lokasi yang paling sering terjadi fracture, paling banyak ditemui
- Terjadi medial ligament coraco-clavicula (antara medial dan 1/3 lateral)
17
- Mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung (dari lateral bahu)
Tipe II : Fracture 1/3 lateral clavicula
- Fracture clavicula lateral dan ligament coraco-clavicula, yang dapat dibagi:
o type 1: undisplaced jika ligament intak
o type 2: displaced jika ligament coraco-clavikula ruptur.
o type 3: fracture yang mengenai sendi akromioclavicularis.
Tipe III : Fracture pada bagian proksimal clavicula. Fracture yang paling jarang terjadi
dari semua jenis fracture clavicula, insidensnya hanya sekitar 5%.
Fracture pada bagian distal clavicula. Lokasi tersering kedua mengalami fracture setelah
midclavicula.
18
Gambar. Allman classification(1,2).
Ada beberapa subtype fracture clavicula bagian distal, menurut Neer ada 3 yaitu :
1. Tipe I : merupakan fracture dengan kerusakan minimal, dimana ligament tidak
mengalami kerusakan.
2. Tipe II: merupakan fracture pada daerah medial ligament coracoclavicular.
3. Tipe III : merupakan fracture pada daerah distal ligament coracoclavicular dan
melibatkan permukaan tulang bagian distal clavicula pada AC joint.
19
Gambar. Displaced fracture of the middle third of the clavicle – the most common injury(1)
Gambar. The fracture usually unites in this position, leaving abarely noticable ‘bump (1)
DIAGNOSIS (1,2,3)
Gejala Klinis
Diagnosis dari fracture clavicula biasanya didasari dari mekanisme kecelakaan dan lokasi
adanya ekimosis, deformitas, ataupun crepitasi. Pasien biasanya mengeluh nyeri setelah
terjadinya kecelakaan tersebut dan sulit untuk mengangkat lengan atau bahu. Fracture pada
bagian tengah clavicula, pada inspeksi bahu biasanya asimetris, agak jatuh kebawah, lebih
kedepan ataupun lebih ke posterior.
20
Diagnosis pasti untuk fracture clavicula ialah berdasarkan pemeriksaan radiologi. Secara
praktis diagnostik dibuat berdasarkan anamnesis misalnya apakah ada riwayat trauma, dan
pemeriksaan fisik bias kita dapatkan pembengkakan daerah clavicula atau aberasi, diagnosanya
akan lebih mudah apabila yang terjadi adalah fracture terbuka. Pneumotoraks biasa didapatkan
pada pasien dengan fracture clavicula terutama yang mengalami multiple traumatik, dilaporkan
sekitar lebih dari 3% dengan fracture clavicula mengalami pneumotoraks. Pneumotoraks
diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral clan parietal. Dislokasi
fracture vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru
merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a. Foto Polos
Mid clavicula
Evaluasi pada fracture clavicula yang standar berupa proyeksi anteroposterior
(AP) yang dipusatkan pada bagian tengah clavicula. Pencitraan yang dilakukan harus
cukup luas untuk bisa menilai juga kedua AC joint dan SC joint. Bisa juga digunakan
posisi oblique dengan arah dan penempatan yang baik. Proyeksi AP 20-60° dengan
cephalic terbukti cukup baik karena bisa meminimalisir struktur thorax yang bisa
mengganggu pembacaan.
Karena bentuk dari clavicula yang berbentuk S, maka fracture menunjukkan
deformitas multiplanar, yang menyebabkan susahnya menilai dengan menggunakan
radiologi biasa. CT scan, khususnya dengan 3 dimensi meningkatkan akurasi pembacaan.
Medial clavicula dan SC joint
Proyeksi standar untuk menilai SC joint adalah posteroanterior (PA), lateral dan
oblique. Fracture medial clavicula dan cedera pada SC joint biasanya sulit dinilai dengan
pencitraan yang biasa karena adanya overlap clavicula dengan sternum dan costa
pertama. Sebagai catatan penting, ossifikasi sekunder pada bagian proksimal clavicula
tidak akan nampak pada usia sebelum 12 tahun dan mungkin sampai umur 25 tahun.
21
Sehingga pada gambaran radiograph biasa akan sulit membedakan antara suatu fracture
dengan dislokasi pads SC joint.
Lateral clavicula dan AC joint
Pemeriksaan radiologi pada sisi yang mengalami cedera kadang-kadang cukup
sulit, namun beberapa pemeriksaan membandingkan penampakan pada daerah cedera
tersebut. Proyeksi AP pada AC joint digunakan 15° inclinasi cephalic, sepanjang tulang
scapula. Normal alignment pada sendi dengan proyeksi AP apabila ukuran celah sendi
kurang dari 5 mm dan facies bagian bawah akromion dan distal clavicula tidak terputus-
putus.
b. CT Scan
Medial clavicula dan SC joint
CT scan memegang peranan yang penting dalam mendiagnosa fracture clavikula
bagian medial dan cedera pada SC joint. CT scan seharusnya digunakan dengan
mencakup SC joint dan secara otomatis setengah dari kedua clavicula untuk
membandingkan satu sisi dengan sisi yang lain.
Jika didapatkan ada kelainan pada vascular, bisa kita nilai dengan menggunakan
intravenous contras.
Lateral clavicula dan AC joint
CT scan merupakan salah satu alat pencitraan di bidang radiologi yang cukup sensitif dalam
menegakkan diagnosa. CT scan kadang-kadang digunakan untuk mendiagnosa fracture intra-
artikular atau stress fracture pada AC joint. Meskipun demikian CT scan terbatas untuk menilai
sekitar jaringan lunak termasuk capsula, ligament dan sendi synovial.
PENATALAKSANAAN
22
Penatalaksanaan pada fracture clavicula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan bedah atau
operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative treatment.(1,2,3)
Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patahan tulang
supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel
sebagaimana mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses penyembuhan tulang yang
mengalami fracture lebih cepat.(1,2)
Proses penyembuhan pada fracture clavicula memerlukan waktu yang cukup lama.
Penanganan non-operative dilakukan dengan pemasangan armsling selama 6 minggu. Selama
masa ini pasien harus membatasi pergerakan bahu, siku dan tangan. Setelah sembuh, tulang yang
mengalami fracture biasanya kuat dan kembali berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan
pembidaian untuk membatasi pergerakan atau mobilisasi pada tulang untuk mempercepat
penyembuhan(2). Patch tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (immobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang digunakan di sekitar tulang yang patah.
Modifikasi spica bahu (gips clavicula) atau balutan berbentuk angka delapan atau strap
clavicula dapat digunakan untuk mereduksi fracture ini, menarik bahu ke belakang, dan
mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap clavicula, bagian axilla harus
diberi bantalan yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus
brakhialis dan arteri axillaris. Peredaran darah dan syaraf kedua lengan harus dipantau.
3. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota, gerak pada
tempatnya.
4. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate) atau
batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open reduction with
internal fixation (ORIF).
5. Fiksasi eksternal: Immobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi lemah dan
menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.
23
KOMPLIKASI (1,2,3)
Komplikasi pada fracture clavicula dapat berupa :
Malunion.
Malunion merupakan suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring. Komplikasi seperti
ini dapat dicegah dengan melakukan analisis yang cermat sewaktu melakukan reduksi,
dan mempertahankan reduksi itu sebaik mungkin terutama pada masa awal periode
penyembuhan.
Gejala malunion pada clavicula dapat menyebabkan penderita tidak puas. Gejala
sebelum operasi termasuk kelemahan, nyeri, gejala-gejala neurologik, dan munculnya
perasaan yang cemas (bahu yang semakin memburuk dengan gejala-gejala lainnya)
Nonunion
Lebih umum terjadi pada fraktur yang ditangani dengan cara operasi, khususnya
pada studi sebelumnya. Secara keseluruhan, angka non union yang lebih kurang dari 1 %
hingga yang lebih besar dari 10%, telah dilaporkan. Paling banyak pada fraktur 1/3 distal
tetapi hasilnya secara fungsional memperlihatkan kepuasan.
Penanganan operasi termasuk stabilisasi dan graft tambahan pada tulang
memberikan hasil yang memuaskan serta fiksasi dengan plate dan peralatan
intermedullary.
Fracture 1/3 tengah dengan lebih dari 2 cm dan fraktur 1/3 lateral menjadi faktor resiko lebih
tinggi nonunion.
24
Komplikasi neurovaskular, bisa menyebabkan timbulnya trombosis dan pseudoaneurisma
pada arteri axillaris dan vena subclavia kemudian bisa menyebabkan timbulnya cerebral
emboli. Kerusakan nervus supraclavicular menyebabkan timbulnya nyeri dinding dada.
Refraktur, fracture berulang pada clavicula yang mengalami fracture sebelumnya.
Pneumothoraks biasa didapatkan pada pasien dengan fracture clavicula terutama yang
mengalami multiple traumatik, diakibatkan oleh karena robeknya lapisan pleura sehingga
masuk udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal.
PROGNOSIS
Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada berat ringannya
trauma yang dialami, bagaimana penanganan yang tepat dan usia penderita. Pada anak prognosis
sangat baik karena proses penyembuhan sangat cepat, sementara pada orang dewasa prognosis
tergantung dari penanganan, jika penanganan baik maka komplikasi dapat diminimalisir. Fractur
clavicula disertai multiple trauma memberi prognosis yang lebih buruk daripada pognosis
fracture clavicula murni.
II. FRACTURE SCAPULA
EPIDEMIOLOGI
Prosentase Fracture scapula terjadi kira-kira 1% dari semua patah tulang, 3% dari cedera
bahu, dan 5% dari fracture daerah bahu. Sekitar 50% dari fracture scapula melibatkan tubuh dan
tulang belakang. Fracture leher glenoid merupakan sekitar 25% dari semua fracture, sedangkan
fraktur cavitas glenoidalis (glenoid rim dan fossa) membentuk sekitar 10% dari fracture scapula.
Prosessus acromialis dan coracoid mencapai 8% dan 7%.(5)
ETILOGI
25
Fracture scapula dapat biasanya terjadi karena adanya trauma berat. Trauma langsung adalah
yang paling sering terjadi, tetapi mekanisme tidak langsung juga dapat bertanggung jawab.
Sebuah contoh dari kekuatan tidak langsung adalah jatuh pada lengan terlentang yang
mempengaruhi caput humerus yang dapat berdampak pada cavitas glenoidalis.(1,5)
GEJALA KLINIS
Keluhan yang sering dikeluhkan pada pasien dengan fracture scapula adalah kesulitan dalam
menggerakkan lengan terutama abduksi bahu dan mungkin didapatkan memar pada scapula atau
dinding dada. Dikarenakan dibutuhkan trauma dengan energi tinggi untuk menyebabkan fracture
pada scapula, hal ini sering disertai adanya cedera hebat pada dinding dada, vertebrae, abdomen
dan kepala. Pemeriksaan neurological dan vascular penting untuk dilakukan. (1,2,5)
GAMBARAN RADIOLOGIS
X-RAY
Fracture scapula sulit untuk ditentukan pada pemeriksaan x-ray polos dikarenakan jaringan
lunak disekitarnya. Film dapat memperlihatkan fracture comminutive pada badan scapula, atau
fracture pada leher scapula dengan fragment luar terdorong ke arah bawah yang dikarenakan
berat lengan orang tersebut. Kadang-kadang dapat ditemukan retakan pada acromion atau
prosessus coracoideus. CT Scan berguna untuk menunjukkan fracture glenoidalis.
KLASIFIKASI
Fracture scapula dapat dibedakan menjadi bermacam-macam berdasarkan anatomisnya,
antara lain: fracture badan scapula, fracture fossa glenoidalis, fracture acromion, dan fracture
prosessus coracoideus. Fracture daerah leher scapula memiliki tingkat insidensi yang paling
tinggi.(1,2)
26
27
PENATALAKSANAAN (1,2,5)
Fracture pada badan scapula
Terapi operatif biasanya jarang dilakukan. Pasien memakai armsling untuk kenyamanan,
dan sejak awal melakukan latihan aktif pada bahu, siku dan jari-jari tangan.
Fracture intra-articular
Pada fracture glenoid type I, jika terjadi displacement , dapat mengakibatkan terjadinya
ketidakstabilan dari sendi bahu. Jika fragment fracture melibatkan lebih dari 1/3 dari
permukaan glenoid dan terjadi displacement lebih dari 5mm, makan terapi pembedahan
disertai fiksasi harus dilakukan. Fracture type II yang disertai adanya subluksasi inferior
28
dari caput humerus biasanya membutuhkan dilakukannya ORIF. Fracture type III, IV, V
jelas merupakan indikasi dilakukannya operasi.
Fracture pada glenoid neck
Fracture biasanya bersifat impacted dan permukaan dari glenoid masih utuh(intak).
Penggunaan armsling diperlukan pada fracture ini disertai adanya latihan-latihan guna
mencegah kekakuan.
Fracture pada acromion
Biasanya dilakukan terapi non-operative. Hanya fracture acromion Tipe III, di mana
ruang subacromial berkurang, membutuhkan intervensi operasi untuk mengembalikan
struktur anatomi seperti normal.
Fracture pada prosessus coracoideus
Fracture pada bagian distal dari ligament coracoacromial tidak menyebabkan
displacement yang serius, namun pada proximal ligament biasanya berhubungan dengan
acromioclavicular mungkin memerlukan pengobatan operatif.
III. FRACTURE HUMERUS (1,2,3)
DEFINISI
Fracture humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi, tulang rawan
epiphyseal baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus. Fracture humerus
adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus (Mansjoer, Arif, 2000).
Sedangkan menurut Sjamsuhidayat (2004) Fracture humerus adalah fracture pada tulang
humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. 2
ETIOLOGI
Kebanyakan Fracture dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus menahan
tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.1,3
Trauma dapat bersifat:
1. Langsung
29
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi Fracture pada
daerah tekanan. Fracture yang terjadi biasanya bersifat comminutive dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan.
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah Fracture.
Tekanan pada tulang dapat berupa:
1. Tekanan berputar yang menyebabkan Fracture bersifat oblique atau spiral
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan Fracture transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan Fracture impaksi, dislocation
4. Compressi vertical yang dapat menyebabkan Fracture comminutive atau memecah
5. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian tulang
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, fracture diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus dari seluruh
kejadian fracture, dan fracture proximal humerus terjadi sebanyak 5,7% kasus dari seluruh
fracture. Sedangkan kejadian fracture distal humerus terjadi sebanyak 0,057% kasus dari seluruh
fracture. Walaupun berdasarkan data tersebut fracture distal humerus merupakan yang paling
jarang terjadi, tetapi telah terjadi peningkatan jumlah kasus, terutama pada wanita tua dengan
osteoporosis.
Fracture proximal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan umur rata-rata
64,5 tahun, sedangkan fracture proximal humerus merupakan fracture ketiga yang paling sering
terjadi setelah fracture pelvis dan fracture distal radius. fracture diafisis humerus lebih sering
pada usia yang sedikit lebih muda yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.(1)
KLASIFIKASI
Fracture humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
30
1. Fracture Proximal Humerus
2. Fracture Shaft Humerus
3. Fracture Distal Humerus
1. Fracture Proximal Humerus
Pada Fracture jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang terkait dengan
osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang
(osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, Fracture ini dapat terjadi karena high-energy trauma,
contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain
peningkatan abduksi bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis: malignancy.
Gejala klinis pada fracture ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat
digerakkan, dan dapat teraba crepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada dan pinggang setelah
terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera thorax.
Menurut Neer, proximal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
1. Caput humerus
2. Tuberculum mayor
3. Tuberculum minor
4. Diafisis atau shaft
Klasifikasi menurut Neer, antara lain(2,3):
1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fracture
2. Two-part fracture :
anatomic neck
surgical neck
Tuberculum mayor
Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
Surgical neck dengan tuberculum mayor
31
Surgical neck dengan tuberculum minus
4. Four-part fracture
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture
32
33
I
MINIMAL DISPLACEMENT
II
ANATOMICAL NECK
III
SURGICALL NECK
IV
GREATER TUBEROSITY
V
LESSER TUBEROSITY
VI
FRACTURE DISLOCATION
ARTICULAR SURFACE
A
P
2-PART 3-PART 4-PART
2. Fracture Shaft Humerus
Fracture ini adalah fracture yang sering terjadi. 60% kasus adalah fracture sepertiga
tengah diafisis, 30% fracture sepertiga proximal diafisis dan 10% sepertiga distal diafisis.
Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Gejala klinis pada jenis fracture ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan dapat terjadi
pemendekan tulang pada tangan yang Fracture. Pemeriksaan neurovascular adalah penting
dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan
neurovascular serial diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari Compartement syndrome.
Pada pemeriksaan fisik terdapat crepitasi pada manipulasi lembut.
Deskripsi klasifikasi Fracture shaft humerus :
a. Fracture terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proximal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, comminutive
e. Kondisi intrinsik dari tulang
f. Extensi articular
3. Fracture Distal Humerus
Fracture ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk semua
kejadian fracture dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fracture humerus.
Mekanisme cedera untuk fracture ini dapat terjadi karena trauma langsung atau trauma
tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi
siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul benda
tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi
siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau
wanita usia tua.
Gejala klinis dari fracture ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat bengkak,
kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan siku lengannya seperti
akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat nyeri tekan, crepitasi, dan neurovascular
dalam batas normal.
34
a. Fracture Supracondylar Humeri
Fracture supracondylus merupakan salah satu jenis fracture yang mengenai daerah
siku, dan sering ditemukan pada anak-anak. Fracture supracondylus adalah fracture yang
mengenai humerus bagian distal di atas kedua condylus. Pada fracture jenis ini dapat
dibedakan menjadi Fracture supracondylus extension type (pergeseran posterior) dan flexion
type (pergeseran anterior) berdasarkan pada bergesernya fragmen distal dari humerus. Jenis
flexi adalah jenis yang jarang terjadi. Jenis extensi terjadi karena trauma langsung pada
humerus distal melalui benturan pada siku dan lengan bawah dalam posisi supinasi dan
dengan siku dalam posisi extensi dengan tangan yang terfiksasi. Fragmen distal humerus
akan terdislocation ke arah posterior terhadap humerus.
Fracture humerus supracondylar jenis flexi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh
pada telapak tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit
flexi. Pada pemeriksaan klinis didapati siku yang bengkak dengan sudut jinjing yang
berubah. Didapati tanda Fracture dan pada foto rontgen didapati Fracture humerus
supracondylar dengan fragmen distal yang terdislocation ke posterior.
Gambaran klinis, setelah jatuh anak merasa nyeri dan siku mengalami
pembengkakan, deformitas pada siku biasanya jelas serta kontur tulang abnormal. Nadi perlu
diraba dan sirkulasi perlu diperiksa, serta tangan harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya
bukti cedera Nervus dan gangguan vaskularisasi, sehingga bila tidak diterapi secara cepat
dapat terjadi: "acute volksman ischaemic" dengan tanda-tanda: pulseless; pale; pain; paresis;
paralysis.
Pada lesi Nervus radialis didapati ketidakmampuan untuk extensi ibu jari dan extensi
jari lain pada sendi metacarpofalangeal. Juga didapati gangguan sensorik pada bagian dorsal
serta metacarpal I. Pada lesi Nervus ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan
gerakan abduksi dan adduksi jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar jari V. Pada
lesi Nervus medianus didapati ketidakmampuan untuk gerakan oposisi ibu jari dengan jari
lain. Sering didapati lesi pada sebagian Nervus medianus, yaitu lesi pada cabangnya yang
disebut Nervus interoseus anterior. Di sini didapati ketidakmampuan jari I dan II untuk
melakukan flexi.
a. Pada Dewasa
35
Fracture supracondylus extension type
Menunjukkan cedera yang luas, dan biasanya akibat jatuh pada tangan pasca extensi.
Humerus patah tepat di atas condylus. Fragmen distal terdesak ke belakang lengan
bawah (biasanya dalam posisi pronasi) terpuntir ke dalam. Ujung fragmen proximal
yang bergerigi mengenai jaringan lunak bagian anterior, kadang mengenai arteri
brachialis atau n. medianus. Periosteum posterior utuh,sedangkan periosteum anterior
ruptur; terjadi hematom fossa cubiti dalam jumlah yang signifikan.
Fracture supracondylus flexion type
Type flexi terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung pada sendi siku pada
distal humeri.
b. Fracture Transcondylar Humeri
Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik.
c. Fracture Intercondylar Humeri
Pada dewasa, jenis Fracture ini adalah type paling sering diantara type Fracture
humerus distal yang lain. Klasifikasi menurut Riseborough and Radin:
- Type I : Fracture tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis Fracture
- Type II : terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara fragmen condylus
- Type III : pergeseran dengan rotasi
- Type IV : Fracture comminutive berat dari permukaan articular
2. Kondiler Fracture
a. Pada Dewasa
Dapat dibagi menjadi Fracture condylus medial dan Fracture condylus lateral.
Klasifikasi menurut Milch :
Type I : penonjolan lateral trokhlea utuh,tidak terjadi dislocation radius dan ulna
Type II : terjadi dislocation radius ulna, kerusakan capsuloligamen
Klasifikasi Milch(1,2) :
36
a. Type I : garis Fracture membelah dari lateral ke trokhlea melaluicelah
capitulotrokhlear. Hal ini timbul pada fracture shelter-harris tipe IV. Siku stabil
dikarenakan trokhlea intak.
b. Type II : garis Fracture meluas sampai apex dari trokhlea. Ini timbul pada Fracture
salter-harris type II. Siku tidak stabil oleh karena ada kerusakan pada trokhlea.
Klasifikasi Jacob:
Stage I : Fracture tanpa pergeseran dengan permukaan articular Intak
Stage II : Fracture dengan pergeseran sedang
Stage III : pergeseran dan dislocation komplit dan instabilitas siku
Medial Condyler Physeal Fractures
Fracture jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun.
Klasifikasi Milch:
a. Type I : garis Fracture melewati sepanjang apex dari trokhlea. Hal ini
timbul pada Fracture salter-harris type II.
b. Type II : garis Fracture melewati celah capitulotrokhlear.
Klasifikasi kilfoyle :
Stage I : tidak ada pergeseran, permukaan articular intak
Stage II : garis Fracture komplit dengan pergeseran yang minimal
Stage III : pergeseran komplit dengan rotasi fragmen dari penarikan otot flexor
37
Gambar 3. Salter-Harris fracture
DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis terdiri dari:
1. Auto anamnesis:
Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa. Ditanyakan persoalan:
mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita bercerita tentang keluhan sejak
awal dan apa yang dirasakan sebagai kelainan; bagian apa dari anggotanya/lokalisasi perlu
dipertegas sebab ada pengertian yang berbeda misalnya “… sakit di tangan ….”, yang
dimaksud tangan oleh orang awam adalah anggota gerak atas dan karenanya tanyakan bagian
mana yang dimaksud, mungkin saja lengan bawahnya.38
Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau beberapa penyakit
yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan anamnesis demikian perlu
pengetahuan tentang penyakit.
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan:
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
- Lokasi setempat/meluas/menjalar
- Ada trauma riwayat trauma atau tidak
- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-tarik, terus-
menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya
- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan
3) Kekakuan/kelemahan
Kekakuan:
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai nyeri, sehingga
pergerakan terganggu?
Kelemahan:
Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot menurun/melemah/kelumpuhan
Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya oleh
pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala penyakit) dipikirkan
kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat pada anamnesis dapat
dicocokkan pada pemeriksaan fisik kemudian.
39
2. Allo anamnesis:
Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan adalah orang lain.
Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi atau orang tua yang sudah mulai
dementia atau penderita yang tidak sadar/sakit jiwa; oleh karena itu perlu dicatat siapa yang
memberikan allo anamnesis, misalnya:
- allo anamnesis mengenai bayi tentunya dari ibu lebih cocok daripada ayahnya
- atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orangtua, maka pembantu rumah tangga
dapat memberikan keterangan yang lebih baik
- juga pada kecelakaan mungkin saksi dengan pengantar dapat memberikan keterangan
yang lebih baik, terutama bila yang diantar tidak sadarkan diri.
Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status lokalis).
Gambaran umum:
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital yaitu:
- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah
- Kesakitan
- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (thorax), perut (abdomen:
hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin
c. Extremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)
Pemeriksaan lokal:
40
Harus dipertimbangkan keadaan proximal serta bagian distal dari anggota terutama mengenai
status neuro vascular. Pada pemeriksaan orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:
a. Look (inspeksi)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan Fracture
tertutup atau terbuka
- Extravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan pemendekan
b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari posisi
netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien, karena itu perlu selalu
diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superficial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fracture pada tulang
- Crepitasi
- Pemeriksaan vascular pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma,
temperatur kulit.
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai
c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)
Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota gerak dan
dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
41
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat
lain dan evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Apabila terdapat Fracture tentunya
akan terdapat gerakan abnormal di daerah Fracture (kecuali pada incomplete fracture).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah pergerakan mulai
dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini penting untuk
mengetahui apakah ada gangguan gerak. Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini
dapat disebabkan oleh faktor intra articular atau extra articular.
- Intra articular: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan kerusakan
tulang subcondral; juga didapat oleh karena kelainan ligament dan capsul sendi
- Extra articular: oleh karena otot atau kulit
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri disuruh
menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa). Selain pemeriksaan penting untuk
mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk melihat kemajuan/kemunduran
pengobatan. Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri
dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena instability,
nyeri, discrepancy, fixed deformity.
Anggota gerak atas:
- Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint); ada beberapa
sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak tulang belakang, gerak sendi
sternoclavikula, gerak sendi akromioclavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak
sendi scapulotorakal (floating joint).
Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan
diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di belakang pasien, kecuali
untuk exorotasi atau bila penderita berbaring, maka pemeriksa ada di samping pasien.
- Sendi siku:
Gerak flexi extensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap humerus).
Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dan memiliki sumbu ulna;
hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
- Sendi pergelangan tangan:
42
Pada dasarnya merupakan gerak dari radio carpalia dan posisi netral adalah pada
posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari antebrachii. Diperiksa
gerakan extensi-flexi dan juga radial dan ulnar deviasi.
- Jari tangan:
Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan aposisi terhadap
jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, extensi, dan flexi.
Jari-jari lainnya hampir sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint) merupakan
sendi pelana dan deviasi radial atau ulnar dicatat tersendiri, sedangkan PIP (Proximal
Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx) hanya diukur flexi dan extensi.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS(1)
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya Fracture. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta extensi
Fracture. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka
sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan distal sendi yang
mengalami Fracture
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak
terutama pada Fracture epiphysis
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan Fracture pada dua daerah tulang.
Misalnya pada Fracture calcaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada pelvis dan
vertebra
5. Dua kali dilakukan foto. Pada Fracture tertentu misalnya Fracture os scafoid foto pertama
biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.
43
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis Fracture, tetapi perlu dinyatakan
apakah Fracture terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga
mengalami Fracture serta bentuk Fracture itu sendiri.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1. Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui keadaan umum
2. Atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi, fungsi
hati/ginjal
3. Pemeriksaan mikroorganisme culture dan sensitivity test
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara umum:
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
(bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan Fracture. Bila
tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak bagian atas untuk sementara
anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan
pengobatan Fracture yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin.
1. Fracture proximal humeri
Pada Fracture impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera diistirahatkan
dengan memakai armsling selama 6 minggu. Selama waktu itu penderita dilatih untuk
menggerakkan sendi bahu berputar sambil membongkokkan badan meniru gerakan bandul
(pendulum exercise). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi.
Pada penderita dewasa bila terjadi dislocation abduksi dilakukan reposisi dan dimobilisasi
dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).
2. Fracture shaft humeri
44
Pada Fracture humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi dislocation kedua
fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Bila kedudukan sudah cukup
baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab (sugar tong splint). Immobilisasi
dipertahankan selama 6 minggu. Teknik pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging
cast. Hanging cast terutama dipakai pada penderita yang dapat berjalan dengan posisi
fragmen distal dan proximal terjadi contractionum (pemendekan).
Apabila pada Fracture humerus ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus dilakukan
open reduksi dan internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus disertai eksplorasi n.
Radialis. Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis) dilakukan penyambungan kembali
dengan teknik bedah mikro. Kalau ditemukan hanya neuropraksia atau aksonotmesis cukup
dengan konservatif akan baik kembali dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.
3. Fracture supracondylar humeri
Kalau pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose umum. Setelah
tereposisi, posisi siku dibuat flexi diteruskan sampai a.Radialis mulai tak teraba. Kemudian
diextensi siku sedikit untuk memastikan a.Radialis teraba lagi. Dalam posisi flexi maksimal
ini dilakukan imobilisasi dengan gips spal. Posisi flexi maksimal dipindahkan karena penting
untuk menegangkan M. trisep brachii yang berfungsi sebagai internal splint.
Kalau dalam pengontrolan dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat
dipertahankan dalam waktu 3-6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca reposisi ditemukan
tanda Volkmann’s iskaemik secepatnya posisi siku diletakkan dalam extensi, untuk
immobilisasinya diganti dengan skin traksi dengan sistem Dunlop.
Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah supracondylar garis patahnya berbentuk
T atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal ini lebih baik dilakukan tindakan
operasi dengan pemasangan internal fiksasi.
4. Fracture transcondylar humeri
Terapi konservatif diindikasikan pada Fracture dengan dislocation minimal atau tanpa
dislocation. Tindakan yang paling baik dengan melakukan operasi reposisi terbuka dan
dipasang fiksasi interna dengan plate-screw.
45
5. Fracture intercondylar humeri
Bila dilakukan tindakan konservatif berupa reposisi dengan immobilisasi dengan gips
sirkuler akan timbul komplikasi berupa kekakuan sendi (ankilosis). Untuk mengatasi hal
tersebut dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan internal fiksasi dengan
plate-screw.
6. Fracture condylus lateral & medial humeri
Kalau Fracturenya tertutup dapat dicoba dulu dengan melakukan reposisi tertutup, kemudian
dilakukan imbolisasi dengan gips circular. Bila hasilnya kurang baik, perlu dilakukan
tindakan operasi reposisi terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw. Kalau
lukanya terbuka dilakukan debridement dan dilakukan fiksasi luar.
KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi:
1. Kekakuan sendi bahu (ankylosis). Lesi pada n.Sirkumflexi aksilaris menyebabkan paralisis
m.Deltoid.
2. Apabila pada Fracture medial humerus disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus dilakukan
operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk humerus disertai explorasi
n.Radialis.
3. Compartement syndrome yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor, Pulselesness,
Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan menyebabkan nekrosis otot-otot
dan Nervus.
4. Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O, secara fungsi
baik, tapi cosmetic kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan siku
dengan teknik French osteotomy.
FRACTURE DAERAH ANTEBRACHII(1,2)
A. Fracture Colles
46
DEFINISI
Fracture Colles adalah Fracture Os Radius 1/3 Distal dimana garis fracture-nya maximal
1 inchi dari Radio Carpal Joint dan Fragmen Distalnya Displacement ke Arah Distal.
EPIDEMIOLOGI
Fracture distal radius terutama ‘Fracture Colles’ lebih sering ditemukan pada wanita, dan
jarang ditemui sebelum umur 50 tahun. Secara umum insidennya kira-kira 8 – 15% dari seluruh
Fracture dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang dilakukan di
Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh Fracture pada lengan bawah merupakan Fracture
distal radius. Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun,
insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama di mana Fracture Colles lebih kurang 60% dari
seluruh Fracture radius. Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun
0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 – 59 tahun.(1,2,8)
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO(1,8)
usia lanjut
postmenopause
massa otot rendah
osteoporosis
kurang gizi
olahraga seperti sepakbola dll
aktivitas seperti skating, skateboarding atau bike riding
kekerasan
ACR (albumin-creatinin ratio) yang tinggi efek ini kemungkinan disebabkan oleh gangguan
sekresi 1,25-dihidroksivitamin D, yang menyebabkan malabsoprsi kalsium.47
KLASIFIKASI(1,2)
Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada Fracture extensi dari radius distal.
Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh Frykman. Berdasarkan
sistem ini maka Fracture Colles dibedakan menjadi 4 type berikut :
Type IA : Fracture radius ekstra articular Type IB : Fracture radius dan ulna ekstra articular Type IIA : Fracture radius distal yang mengenai radiocarpal joint Type IIB : Fracture radius distal dan ulna yang mengenai radiocarpal joint Type IIIA : Fracture radius distal yang mengenai radioulnar joint Type IIIB : Fracture radius distal dan ulna yang mengenai radioulnar joint Type IVA : Fracture radius distal yang mengenai radiocarpal joint dan radioulnar
joint Type IVB : Fracture radius distal dan ulna yang mengenai radiocarpal joint dan
sendi radioulnar
48
Gambar. sistem klasifikasi oleh Frykman (1)
PATOGENESIS
Umumnya Fracture distal radius terutama Fracture Colles dapat timbul setelah penderita
terjatuh dengan tangan posisi meyangga badan.
Pada saat terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh soft tissue dan wrist joint
kemudian baru diteruskan ke os radius distal, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada
daerah yang lemah yaitu antara batas tulang cortical dan tulang spongiosa.
Khusus pada Fracture Colles biasanya fragmen distal bergeser ke dorsal, tertarik ke
proximal dengan angulasi ke arah radial serta supinasi. Adanya Fracture prosesus styloid ulna
mungkin akibat adanya tarikan triangular fibrocartilago atau ligamen ulnar collateral
49
Berdasarkan percobaan cadaver didapatkan bahwa Fracture distal radius dapat terjadi,
jika pergelangan tangan berada dalam posisi dorsoflexi 40 – 900 dengan beban gaya tarikan
sebesar 195 kg pada wanita dan 282 kg pada pria.
Pada bagian dorsal radius Fracturenya sering comunited, dengan periosteum masih utuh,
sehingga jarang disertai trauma tendon extensor. Sebaliknya pada bagian volar umumnya
fracture tidak komunited, disertai oleh robekan periosteum, dan dapat disertai dengan trauma
tendon flexor dan jaringan lunak lainnya seperti n. medianus dan n. ulnaris. Fracture pada radius
distal ini dapat disertai dengan kerusakan radiocalpar joint dan radio ulna distal berupa luksasi
atau subluksasi. Pada radioulnar distal joint umumnya disertai dengan robekan dari triangular
fibrocartilago.
Mekanisme terjadinya Fracture(2) :
Biasanya disebabkan karena trauma langsung, atau sebagai akibat jatuh dimana sisi dorsal
lengan bawah menyangga berat badan.
Secara ilmu gaya dapat diterangkan sebagai berikut :Trauma langsung dimana lengan bawah
dalam posisi supinasi penuh yang terkunci dan berat badan waktu jatuh memutar pronasi
pada bagian proximal dengan tangan relatif terfixir pada tanah. Putaran tersebut merupakan
kombinasi tekanan yang kuat dan berat, akan memberikan mekanisme yang ideal dari
penyebab Fracture Smith.
Trauma lain diduga disebabkan karena tekanan yang mendadak pada dorsum manus, dimana
posisi tangan sedang mengepal. Ini biasanya didapatkan pada penderita yang mengendarai
sepeda yang mengalamii trauma langsung pada dorsum manus.
MANIFESTASI KLINIS
Kita dapat mengenali Fracture ini (seperti halnya Colles jauh sebelum radiografi
diciptakan) dengan sebutan deformitas garpu makan malam, dengan penonjolan punggung
pergelangan tangan dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya
terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan.
50
Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan di daerah
yang terkena.
Gambar 3. Dinner fork deformity (1,2,8)
Pada saat terjadi Fracture, terjadi kerusakan cortex, arteri maupun vena, sumsum tulang
dan soft tissue. Akibat dari hal tersebut yaitu terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan
sekitar. Keadaan ini menimbulkan hematom pada canal medulla antara tepi tulang dibawah
periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi Fracture. Lalu terjadilah respon inflammasi
akibat sirkulasi jaringan nekrotik dengan ditandai vasodilatasi dari plasma dan leukosit.
Tentunya hal tersebut merupakan salah satu upaya tubuh untuk melakukan proses penyembuhan
dalam memperbaiki cidera, dimana tahap tersebut menunjukkan tahap awal penyembuhan
tulang. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler,
lalu menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan
masuk ke interstitial. Hal tersebut menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan
menekan ujung syaraf nyeri, sehingga terjadilah nyeri tekan.
51
DIAGNOSIS
Diagnosis Fracture dengan fragmen terdislocation tidak menimbulkan kesulitan. Secara
klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila Fracture terjadi tanpa
dislocation fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang.
Pemeriksaan radiologi juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya Fracture
comminutive dan mengetahui letak persis patahannya. Pada gambaran radiologis dapat
diklasifikasikan stabil dan instabil.
Stabil bila hanya terjadi satu garis patahan.
Instabil bila patahnya comminutive dan “crushing” dari tulang cancellous.
Pada keadaan type tersebut periosteum bagian dorsal dari radius 1/3 distal tetap utuh..
Terdapat Fracture radius melintang pada sambungan corticocancelouse, dan prosesus styloideus
ulnar sering putus. Fragmen radius (1) bergeser dan miring ke belakang, (2) bergeser dan miring
ke radial, dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang fragmen distal mengalami peremukan dan
comminutive yang hebat.2
Gambar. (a) deformitas garpu makan malam, (b) Fracture tidak masuk dalam sendi pergelangan
tangan, (c) Pergeseran ke belakang dan ke radial.
Proyeksi AP dan lateral biasanya sudah cukup untuk memperlihatkan fragmen Fracture.
Dalam evaluasi Fracture, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan :
52
1. Adakah Fracture ini juga menyebabkan Fracture pada prosesus styloideus ulna atau pada
collum ulna ?
2. Apakah melibatkan Radioulnar joint ?
3. Apakah melibatkan radio carpal joint ?
Proyeksi lateral perlu dievaluasi untuk konfirmasi adanya subluksasi radioulnar distal.
Selain itu, evaluasi sudut radiokarpal dan sudut radioulnar juga diperlukan untuk memastikan
perbaikan fungsi telah lengkap.1,2,3,5
Gambar. Gambaran radiologi Fracture dan abnormalitas distal lengan bawah.
Pada x-ray menunjukkan Fracture angulasi dorsal dari metaphysis distal radius (2-3 cm
proximal ke pergelangan tangan). Fracture yang mencapai ke persendian, disebut Fracture intra-
articular sedangkan Fracture yang tidak mencapai persendian disebut Fracture eksta-articular.
53
Dinner fork deformity merupakan temuan klinis klasik dan radiologi pada Fracture colles.
Dislocation dan angulasi dorsal dari fragmen distal radius mengakibatkan suatu bentuk garis
pada proyeksi lateral yang menyerupai kurva garpu makan malam.1,2,3,5,7
Gambar . Perbandingan radiologi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan foto radiologi dari Fracture : menentukan lokasi, luasnya
b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai
d. Creatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
e. Pemerikasaan rontgen, menentukan luasnya Fracture, trauma.1,2,3
54
f. Scan tulang, tomogram, memperlihatkan Fracture juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jaringan lunak
Ht mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi
Fracture / organ jauh pada trauma multiple). Creatinin, trauma otot meningkat beban creatinin
untuk clearence ginjal.
PENATALAKSANAAN
Fracture tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), Fracture dibebat dalam slab gips
yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat
dalam posisinya.
Fracture yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang dengan erat dan
traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan extensi pergelangan tangan
untuk melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan
menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam flexi,
deviasi ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi
55
memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher
metacarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada
posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari;
cukup 20 derajat saja pada tiap arah.
Gambar 5. Reduksi : (a) pelepasan impaksi, (b) pronasi dan pergeseran ke depan, (c) deviasi
ulnar. Pembebatan : (d) penggunaan sarung tangan, (b) slab gips yang basah, (f) slab
yang dibalutkan dan reduksi dipertahankan hingga gips mengeras.
Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi; latihan bahu dan jari
segera dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau
nyeri, segera buka balutan.
Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru; pergeseran ulang
sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya, sekalipun manipulasi
berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi.
Fracture menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti penyatuan secara
radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep
sementara.1,4,5,6
56
Gambar 6. (a) Film pasca reduksi, (b) gerakan-gerakan yang perlu dipraktekkan oleh pasien
secara teratur
Fracture comminutive berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan gips; untuk
keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan pen proximal yang mentransfiksi radius
dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga.
Fracture Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap menyebabkan
komplikasi jangka panjang. Karena itulah hanya Fracture Colles type IA atau IB dan type
IIA yang boleh ditangani oleh dokter IGD. Selebihnya harus dirujuk sebagai kasus darurat
dan diserahkan pada ahli orthopedik. Dalam perawatannya, ada 3 hal prinsip yang perlu
diketahui, sebagai berikut :
Tangan bagian extensor memiliki tendensi untuk menyebabkan tarikan dorsal sehingga
mengakibatkan terjadinya pergeseran fragmen
Angulasi normal radiocarpal joint bervariasi mulai dari 1 sampai 23 derajat di sebelah
palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak
Angulasi normal radioulnar joint adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut ini dapat dengan
mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk waktu yang lama sampai terjadi proses
penyembuhan kecuali difiksasi.
Bila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli orthopedik, maka
beberapa hal berikut dapat dilakukan :
57
1. Lakukan tindakan di bawah anestesi regional
2. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada Chinese finger traps dan
siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam keadaan flexi. Beban seberat 8-10 pon
digantungkan pada siku selama 5-10 menit atau sampai fragmen disimpaksi.
3. Kemudian lakukan penekanan fragmen distal pada sisi volar dengan menggunakan ibu
jari, dan sisi dorsal tekanan pada segmen proximal menggunakan jari-jari lainnya. Bila
posisi yang benar telah didapatkan, maka beban dapat diturunkan.
4. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau midposisi terhadap
pergelangan tangan sebanyak 15 derajat flexi dan 20 derajat deviasi ulna.
5. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan selapis Webril diikuti dengan pemasangan
anteroposterior long arms splint
6. Lakukan pemeriksaan radiologik pasca reduksi untuk memastikan bahwa telah tercapai
posisi yang benar, dan juga pemeriksaan pada Nervus medianusnya
7. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat selama 72 jam untuk
mengurangi bengkak. Latihan gerak pada jari-jari dan bahu sebaiknya dilakukan sedini
mungkin dan pemeriksaan radiologik pada hari ketiga dan dua minggu pasca trauma.
Immobilisasi Fracture yang tak bergeser selama 4-6 minggu, sedangkan untuk Fracture
yang bergeser membutuhkan waktu 6-12 minggu.1,2
KOMPLIKASI(2)
Penting karena komplikasi ini akan mempengaruhi hasil akhir fungsi yang tidak
memuaskan. Umumnya akan selalu ada komplikasi. Menurut Cooney, hanya ada 2,9% kasus
yang tidak mengalami disability dan gangguan fungsi. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi:
A. DINI
1. Compressi / trauma N. ulnaris dan medianus
58
2. Kerusakan tendon
3. Edema pasca reposisi
4. Redislocation
B. LANJUT
1. Arthrosis dan nyeri kronis
2. Shoulder Hand Syndrome
3. Defek kosmetik ( penonjolan styloideus radius )
4. Ruptur tendon
5. Malunion / Non union
6. Stiff hand ( perlengketan antar tendon )
7. Volksman Ischemic Contracture
8. Kompressif Neuropathy
9. Ruptur Tendon
10. Redislocation
11. Stiff Hands
12. Gangguan gerakan dan fungsi
13. Kontraktur Dupuytrens
B. Fracture Smiths(2)
DEFINISI
Fracture Smiths adalah Fracture pada Os Radius 1/3 Distal dimana garis fracture-nya 1(satu)
inchi dari Radio Carpal Joint dan fragmen distalnya displacement ke arah ventral (volar). Disebut
juga “reverse colles”.
59
Gambar. Fracture Smith
MEKANISME INJURY
Terjadi fracture ini disebabkan adanya kesalahan pada saat posisi terjatuh, yaitu terjatuh
dengan pergelangan tangan dalam posisi flexi dan dengan lengan atas dalam posisi supinasi.(2)
MANIFESTASI KLINIS
Pasien yang mengalami fracture ini tidaklah menunjukkan tanda-tanda seperti “Dinner-fork
deformity”, tetapi “garden spade deformity”. Pada pemeriksaan x-ray, didapatkan adanya
fracture pada yang terjadi pada metaphysis os radius bagian distal. Pada foto lateral,
menunjukkan adanya fragment-fragment fracture yang terdorong kearah anterior.
PENATALAKSANAAN
Ada beberapa hal yang dapat memperngaruhi terapi pada jenis fracture ini:
1. Pola fracture
60
2. Faktor local, seperti kualitas tulang itu sendiri, cedera jaringan lunak,
3. Faktor pasien, seperti usia, faktor psikologi, gaya hidup, kondisi medis lainnya
KONSERVATIF(1,2)
Fracture yang stabil non-displaced ataupun fracture yang mengalami displacement secara
minimal dapat diperbaiki dengan closed reduction dan imobilisasi dengan plaster. Tindakan ini
sering dilakukan 75%-80% dari fracture os radius bagian distal. Pada pasien awalnya dapat
digunakan sugar tong splint . Apabila bengkaknya sudah mereda, dapat digunakan gips dengan
posisi tangan 20° volar flexi dan ulnar deviasi. Posisi lengan yang ideal, durasi imobilisasi, dan
kebutuhan untuk pemakaian gips dalam waktu lama; ketiga metode tersebut masih controversial,
tidak ada study prospective yang dapat menunjukkan salah satu lebih baik disbanding metode
yang lain. Flexi pergelangan tangan yang extreme harus dihindarkan karena dapat meningkatkan
carpal canal pressure dan kekakuan pada jari-jari tangan. Gips harus dipakai kurang lebih
selama 6 minggu atau sampai terbukti telah terbentuk union pada foto radiologi. Pasien harus
tetap diawasi oleh perawat untuk dilakukan therapy/latihan untuk menggerakkan tangannya
secara active.
OPERATIF
Fracture yang tidak stabil ataupun yang mengalami displacement membutuhkan tindakan
operatif setelah dilakukannya close atau open reduction. Percutaneous pinning terutama
digunakan pada fracture extraarticular atau two-part fracture intraarticular. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan cara memasang 2-3 buah Kirschner wires pada daerah terjadinya fracture.
Pada umumnya ditempatkan pada bagian proximal dari styloid os radius dan membentuk sisi
dorsoulnar dari fragment proximal dari os radius distal. Pada umumnya digunakan short-arm
casting atau external fiksasi. Pin dapat diangkat kurang lebih sekitar 3-4 minggu pasca operasi,
dengan gips tetap dipertahankan seperti sebelumnya. Fiksasi external telah berkembang karena
didasarkan pada studi yang menghasilkan tingkat komplikasi yang relative rendah. Fiksasi
external juga dapat diindikasikan ketika terjadi kehilangan reposisi setelah dilakukan imobilisasi
menggunakan gips.
ORIF dapat digunakan pada saat:
61
1. Indikasi utama adalah dengan adanya displacement fragment articular dalam bentuk
fracture yang tidak dapat dilakukan prosedur tindakan reduksi secara tertutup ataupun
dengan reduksi terbuka terbatas
2. Fracture articular complex
KOMPLIKASI
Adapun beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada fracture ini antara lain:
1. Disfungsi nervus medianus
2. Malunion atau union; biasanya terjadi karena adanya imobilisasi atau reduksi yang
inadekuat dan membutuhkan ORIF dengan bone graft
3. Post traumatic osteoarthritis; terjadi sebagai konsekuensi dari cedera articular radioulnar
dan radiocarpal, sehingga membutuhkan restorasi anatomi pada permukaan articular
4. Kekakuan pada siku, tangan dan jari-jari tangan; terutama terjadi pada imobilisasi dengan
gips ataupun dengan external fiksasi dalam waktu lama
5. Rupture tendon; paling sering terjadi pada m.extensor pollicis longus, dapat terjadi akibat
komplikasi lambat dari fracture radius distal
6. Komplikasi external fixation antara lain;
C. Fracture Galleazi
DEFINISI
Fracture Galleazi adalah fracture yang terjadi pada Os Radius 1/3 distal atau 1/3 tengah dengan
dislkasi Radio Ulnar Joint distal. (1,2)
EPIDEMIOLOGI
Fracture Galleazzi jumlah kejadiannya mencapai 3-7% dari semua fracture lengan bawah.
Fracture ini sering terjadi pada laki-laki. Meskipun fracture Galleazzi sangat jarang dilaporkan,
fracture ini diperkirakan terjadi sekitar 7% dari fracture lengan bawah pada orang dewasa.
ETIOLOGI
62
Etiologi fracture Galeazzi adalah posisi jatuh yang menyebabkan beban aksial untuk pada
lengan yang hyperpronasi.
GEJALA KLINIS
Fracture Galeazzi lebih sering terjadi dibanding dengan fracture Monteggia. Nyeri pada
daerah os ulna merupakan tanda paling khas. Hal ini mungkin disertai adanya ketidakstabilan
dari wrist joint (Piano-key sign) atau dengan merotasi pergelangan tangan. Sangat penting untuk
melakukan pengecekan terhadap lesi n. Ulnaris.
Fracture dapat berupa transversal maupun oblique dapat terlihat pada sepertiga distal os
radius. Bagian distal dari radioulnar joint dapat mengalami subluxasi ataupun dislokasi.
63
Gambar 6. Galleazzi’s fracture.(1)
64
Gambar. Gambaran radiologi fracture Galleazzi (1)
PENATALAKSANAAN
Mirip dengan penatalaksanaan pada fracture Monteggia, pada fracture Galleazi langkah yang terpenting adalah untuk mengembalikan panjang tulang yang mengalami fracture. Closed reduction sering berhasil pada anak-anak, sedangkan pada oang dewasa reduction yang terbaik adalah dengan operasi terbuka dan compression plating dari os radius. Sinar x-ray dapat dilakukan untuk memastikan bahwa bagian distal dari radio-ulnar joint telah berkurang. Ada tiga kemungkinan:
- Bagian distal dari radio-ulnar joint telah berkurang
Tidak memerlukan tindakan lanjutan. Tangan pasien diistirahatkan beberapa hari, sambil tetap melakukan sedikit gerakan. Radio-ulnar joint tetap harus dilakukan pengecekan, baik secara klinis maupun radiologi, selama 6 minggu.
65
- Radio-ulnar joint berkurang tetapi tidak stabil
Lengan bawah harus diimobilisasi dalam keadaan stabil (biasanya dalam posisi supinasi), bila perlu ditambahkan dengan transverse K-wire. Pada lengan bawah dipasang splint di atas siku selama 6 minggu.
- Radio-ulnar yang tereduksi
D. Fracture Monteggia
DEFINISI
Fracture Montegia adalah Fracture yang terjadi pada Os Ulna 1/3 proximal atau 1/3
tengah dengan dislocation Radio Ulnar Joint proximal.
EPIDEMIOLOGI
Fracture Monteggia meliputi kurang dari 5 % pada fracture lengan bawah dan dipublikasikan
dalam literature sebanyak 1-2%. Dari seluruh frktur Monteggia, Tipe 1 menurut Bado merupakan
yang paling sering (59%), diikuti tipe III (26%), tipe II (5%) dan tipe IV (1%). Fracture
Monteggia merupakan sepertiga tersering dari fracture Galleazzi.(10)
ETIOLOGI
Fracture Monteggia sangat terkait dengan jatuhnya seseorang yang diikuti oleh
outstretchhand dan tekanan maksimal pada gerakan pronasi . Dan jika siku dalam keadaan flexi
maka kemungkinan terjadinya lesi tipe II atau III semakin besar.. Pada beberapa kasus, cedera
langsung pada lengan bawah dapat menghasilkan cedera serupa. Evans pada tahun 1949 dan
Penrose melakukan studi mengenai etiologi fracture Monteggia pada cadaver dengan cara
menstabilkan humerus dan menggunakan energy secara subjektif pada forearm. Penrose
menyebutkan bahwa lesi dengan tipe II merupakan variasi pada dislocation posterior dari siku.
Bado percaya bahwa lesi tipe III terjadi akibat gaya lateral pada siku sering terjadi pada anak-
anak. Secara esensi, trauma energy tinggi (tabrakan motor) dan trauma energy rendah (jatuh dari
posisi berdiri) bisa memicu cedera ini.
66
PATOFISIOLOGI(10)
Struktur pada forearm tertaut secara baku. Dan jika ada satu tulang yang mengalami
disrupsi maka akan berpengaruh ke tulang lain. Ulna dan radial berikatan secara intak hanya
pada proximal dan distal sendi. Namun, mereka menyatu sepanjang sumbu dihubungkan dengan
membrane interosseus. Hal inilah yang menyebabkan radius bisa berputar mengelilingi ulna.
Ketika ulna mengalami fracture, energy disalurkan sepanjang membrane interosseus dan
terdisplasi pada proximal radius. Akhirnya yang terjadi adalah disrupsi membrane interosseus
sehingga mendisplasi proximal radius. Hasil akhirnya adalah disrupsi membran intraoseus
proximal dari fracture, dislocation sendi proximal radioulnar dan dislokasi sendi radiocapitellar.
Dislocation caput radialis bisa mengarah pada cedera nervus radialis. Cabang dari nervus
radialis yang mempersyarafi posterior interoseus yang mengelilingi leher dari radius, sangat
rentan beresiko untuk mengalami cedera, terutama pada cedera dengan Bado tipe II. Cedera pada
nervus radialis cabang median interoseus anterior dan nervus ulnaris juga dilaporkan.
Kebanyakan cedera syaraf adalah neurapraksis dan membaik dalam waktu 4-6 bulan. Pemuntiran
pada pergelangan tangan akibata trauama bisa diatasi dengan ekstensi dan latihan gerak jari bisa
mencegah terjadi contraktur sambil menunggu cedera saraf.
GAMBARAN KLINIS(2)
Berdasarkan mekanisme diatas, pasien datang dengan nyeri siku. Terkait dengan tipe
fracture dan keparahan, kemungkinan mengalami pembengkakan siku, deformitas, krepitasi,
parestesi atau baal. Beberapa pasien tidak merasakan nyeri hebat saat beristirahat tapi flexi sendi
cubiti dan rotasi lengan bawah terbatas dan nyeri.
Dislocation lokasi caput radial mungkin teraba pada anterio, posterior atau posisi
anterolateral. Pada tipe I dan IV, caput radial dapat dipalpasi pada fosa antecubiti. Caput
radialis dapat dipalpasi secara posterior pada tipe II dan pada daerah lateral pada tipe III.
67
Kulit sebaiknya diperiksa untuk memastikan bahw tidak terjadi fracture terbuka. Nadi
dan pengisisan kapiler harus dicatat. Hematom mungkin terjadi pada lokasi dislocation walapun
bukan tempat trauma secara langsung.
Fungsi motorik harus diperiksa karena cabang dari nervus radialis dapat terjepit,
mengakibatkan kelemahan atau paralysis dari jari atau ibu jari untuk extensi. Cabang sensorik
biasanya tidak terlibat. Namun harus diperiksa.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Studi laboratorium diminta sesuai dengan indikasi pada kondisi pasien untuk membantu
pada saat anastesi atau tatalaksana perioperatif.
Rontgen
Menggunakan foto polos sudah cukup untuk menegakkan diagnosis fracture Monteggia.
Tehnik yang dilakukan adalah orthogonal, yaitu antara tulang dan pesawat harus membentuk
sudut 90 derajat. Dan termasuk sendi pergelangan tangan dan siku juga harus ikut terfoto.
Diambil baik posisi Anterior posterior dan Lateral serta tidak lupa tangan yang sehat juga
diambil fotonya . Prinsipnya adalah aturan dua-rule of two.
Yang akan didapatkan adalah fracture ulna yang nyata tapi dislocation dari caput radialis
mungkin sedikit atau terlihat begitu nyata. Untuk mengevaluasi sendi radiocapitelllar, garis
harus digambar parallel sesuai dengan aksis os radius. Dan garis ini haris menuju ke salah satu
titik pada sendi siku.
68
Gambar. Fracture Dislocation Monteggia(1)
TATALAKSANA
Terapi Medis
Nyeri ditangani sedini mungkin. Jika fracture terbuka, maka imunisasi tetanus,
antibiotic intravena harus diberikan. Luka terbuka harus dirigasi dengan larutan saline steril dan
ditutup dengan kasa yang steril dan lembab. Caput radialis sebaiknya direduksi saat di IGD jika
memungkinkan. Reduksi tertutup-closed reduction pada anak akan lebih mudah jika dilakukan
dalam keadaan narkose. Ketamin 1-2mg/kgBB IV atau 3-4 mg/kgBB IM bisa digunakan sebagai
sedasi. Sebaiknya ada imaging intensifier yang bersifat real-time sehingga reduksi bisa dipantau
apakah sudah tercapai secara optimal dan maksimal.
Operatif
Pada orang dewasa. Operasi sangat direkomendasikan. Reduksi terbuka disertai dengan
compressi menggunakan plate pada ulna secara umum dan diikuti dengan reduksi secara tidak
69
langsung pada tulang radius. Jika reduksi secara langsung tidak bisa tercapai maka reduksi
terbuka juga harus dilakukan. Jika caput radialis tetap tidak stabil pertahankan selama kurang
lebih 6 minggu dalam posisi supinasi. Jika caput radialis stabil setelah reduksi baik terbuka
ataupun tertutup, lakukan gerakan aktif dengan hinged elbow orthosis menjaga forearm dalam
posisi supinasi. Lindungi lengan sampai sembuh. Jika anterior dislokasi dan reduksi tertutupnya
tidak stabil,
PROGNOSIS
Pada tahun 1991, Anderson and Meyer mengguankan criteria untuk mengevalusi fracture
forearm dan prognosisnya:
Excellent - Union with less than 10° loss of elbow and wrist flexion/extension and less
than 25% loss of forearm rotation
Satisfactory - Union with less than 20° loss of elbow and wrist flexion/extension and less
than 50% loss of forearm rotation
Unsatisfactory - Union with greater than 30° loss of elbow and wrist flexion/extension
and greater than 50% loss of forearm rotation
Failure - Malunion, nonunion, or chronic osteomyelitis
Nyeri, disfungsi saraf dan deformitas secara kosmetik merupakan salah satu factor juga yang
harus dipertimbangkan dalam memperbaiki kualitas hidup pasien.
FRACTURE BARTON
DEFINISI
Fracture Barton adalah fracture yang disertai adanya dislokasi atau subluxasi dari pergelangan
tangan kearah dorsal atau volar pada os radius bagian distal. (1,2)
70
71
MEKANISME INJURY
Mekanisme terjadinya fracture ini adalah terjatuh dengan pergelangan tangan dalam
keadaan dorsoflexi dengan lengan bawah dalam keadaan pronasi.
Sering terjadi kekeliruan pada saat diagnosis dengan fracture Smith, perbedaan keduanya
adalah garis fracture berjalan secara oblique melalui tepi volar kearah persendian pada
pergelangan tangan, fragment bagian distal mengalami displacement kearah anterior bersamaan
dengan tulang pergelangan lainnya. Karena fragmentnya tergolong kecil dan unsupported , pada
umumnya fracturenya bersifat tidak stabil.(2)
TERAPI
Fracture dapat dengan mudah direduksi, tetapi dapat dengan mudah pula mengalami
displacement. Fiksasi internal, dengan menggunakan buttress plate sangat dianjurkan.
FRACTURE SCAPHOID(1,2)
Fracture scaphoid memiliki angka kejadian 75% dari seluruh fracture os carpal, jarang
terjadi pada usia lanjut maupun anak-anak. Fracture tergolong tidak stabil, bisa disertai adanya
gangguan pada ligament scapho-lunatum dan terjadi rotasi pada lunatum bagian dorsal. (2)
72
Aliran darah pada os scaphoid berasal dari cabang dari arteri radialis yang memberi
pasokan darah sekitar 70-80% termasuk bagian proximal, namun aliran darah akan berkurang
pada daerah proximal. Hal ini lah menyebabkan 40% bila terjadi fracture pada daerah proximal
akan terjadi non union ataupun avascular nekrosis.
MEKANISME INJURY
Mekanisme terjadinya fracture ini adalah terjatuh dengan tangan dalam keadaan terbuka (terulur)
sehingga member tekanan pada saat dorsoflexi, ulnar deviasi, dan intercarpal supinasi.(2)
73
MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan fracture scaphoid tampak pergelangan tangan nyeri dan bengkak. Adapun
beberapa test provocative yang dapat dilakukan antara lain:
1. Scaphoid lift test: menimbulkan rasa nyeri pada saat gerakan volar dorsal saat pergeseran
os skafoid
2. Watson test: nyeri pada displacement bagian dorsal os scaphoid ketika pergelangan
tangan digerakkan dari sisi ulnar kearah radial bersamaan dengan penekanan daerah os
scaphoid
Gambar. Watson Test
DIAGNOSIS
74
Diagnosis pasien dengan fracture os scaphoid dapat ditegakkan setelah dilakukan
pemeriksaan penunjang foto anteroposterior dan lateral dari pergelangan tangan. Foto secara
oblique maupun secara “scaphoid view”. Jika hasil dari pemeriksaan fisik dapat menunjukkan
adanya tanda-tanda fracture, tetapi pada radiologi tidak menunjukkan adanya fracture, maka
percobaan imobilisasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi yang rutin 1-2 minggu
setelah dugaan fracture ditegakkan.(2)
KLASIFIKASI
1. Bentuk fracture:
- Horizontal oblique
- Transversal
- Vertical oblique
75
2. Stabilitas:
- Stabil: Fracture yang tidak disertai adanya displacement
- Tidak stabil: Fracture Displacement dengan ukuran 1 mm dengan penurunan angulasi
dari scapholunatum dengan sudut >60° atau lebih dengan atau angulasi dari
lunocapitatum > 15°
3. Lokasi
- 1/3 Distal
- 1/3 tengah (paling sering terjadi)
- 1/3 proximal
PENATALAKSANAAN (1,2)
76
Pengobatan awal pada saat keadaan gawat darurat harus terdiri dari spica splint ibu jari
maupun gips jika bengkak pada daerah yang mengalami farcture tidak begitu nyata/jelas.
Pemakaian gips berukuran panjang masih controversial, dalam beberapa penelitian menunjukkan
adanya pengurangan waktu terjadinya union, insidensi terjadinya non union rendah, dan terjadi
delayed union.
Untuk fracture stabil yang tidak terjadi displacement, sebuah long arm thumb spica
dipakai dengan pergelangan tangan dalam posisi deviasi netral dan flexi/extensi dan
dipertahankan selama 6-8 minggu. Pasien dapat berubah menggunakan short arm thumb spica
cast selama 6 minggu tambahan atau setelah terbukti ditemukan tanda-tanda proses
penyembuhan pada foto radiologi.
Presentasi kesembuhan dengan terapi non-operative tergantung pada lokasi terjadinya
fracture: tuberositas dan 1/3 distal 100%, waist 80-90%, daerah proximal 60-70%.
Fracture yang mengalami displacement pada umumnya membutuhkan tindakan open
reduction and internal fixation (ORIF). Pendekatan volar diantara m.flexor carpi radialis dan
arteri radialis memberikan gambaran yang baik untuk dilakukan ORIF dan untuk perbaikan
ligamentum radioscapholunatum. Tindakan ini dapat membahayakan pasokan darah ke bagian
vascular. Operasi fiksasi dapat dilakukan dengan menggunakan Kirschner wire ataupun Herbert
compressi skrup dan dapat disertai adanya bone graft. Imobilisasi pasca operasi dilakukan
dengan menggunakan long-arm thumb spica cast selama 6 minggu.
Gambar. Kirschner wire
77
Gambar. Kirschner wire
Gambar. Herbert Compression Screw
KOMPLIKASI
Delayed union, non-union, malunion78
Osteonecrosis; terjadi terutama pada fracture bagian proximal, yang disebabkan
oleh lemahnya pasokan darah ke daerah tersebut. Terjadinya insiden tersebut
dapat diminimalkan dengan cara imobilisasi dengan long-arm thumb spica cast
atau dengan terapi ORIF lebih awal
FRACTURE PADA TANGAN DAN JARI-JARI TANGAN
Cedera pada daerah tangan merupakan paling sering daripada cedera pada tempat yang
lain. Sangat penting seberapapun tingkat keparahan yang dialami, sangatlah dibutuhkan fungsi
yang sempurna pada daerah ini. Pemeriksaan yang cermat, perawatan yang rutin, serta
kebutuhan rehabilitasi yang khusu, semua tergantung dari keputusan dokter yang pertama kali
melihat pasien. Jika disertai adanya kerusakan pada kulit, pemeriksaan harus dilakukan ditempat
dengan lingkungan yang bersih serta diperlukan penggunaan sarung tangan yang steril.
Pada cedera yang bersifat superficial ataupun fracture yang parah dapat terlihat sangat
jelas, namun pada cedera yang lebih dalam sangat sulit untuk dilakukan penilaian. Pemeriksaan
yang paling penting untuk dilakukan adalah penilaian pada sirkulasi darah, jaringan lunak,
tulang, sendi, serat syaraf dan tendon.
Pemeriksaan sinar x-ray setidaknya dibutuhkan sejumlah 3 posisi (posteroanterior,
lateral, oblique), dan terkadang pada cedera tangan dibutuhkan x-ray pada jari-jari tangan.
Tujuan terapi pada tangan termasuk pemeliharaan pada fungsi dan pergerakan pada sendi
dengan tetap melakukan proteksi pada bagian yang mengalami fracture. Beberapa factor yang
dianggap mempengaruhi terapi antara lain adalah usia pasien, sisi dominan dari tangan,
pekerjaan, kemungkinan disertai adanya kerusakan pada jaringan lunak, motivasi pasien dan
mobilisasi awal dari jari yang mengalami cedera.
EPIDEMIOLOGI
79
Fracture pada daerah metacarpal dan phalangeal adalah yang paling sering terjadi, skitar
10% dari semua jenis fracture; lebih dari 50% berhubungan dengan jenis pekerjaan. Perbatasan
antara jari-jari tangan adalah yang paling sering terlibat, dengan insidensi: Distal phalanx 45%,
Metacarpal 30%, Proximal phalanx 15%, Phalanx medial 10%. Sekitar 27% dari fracture jari-jari
tangan tidak dapat dilakukan tindakan di ruang emergency. Reduksi yang tidak akurat,
pemakaian splint yang tidak memuaskan (tidak baik) merupakan kesalahan yang paling sering
terjadi (Davis and Stothard).(1)
MEKANISME INJURY
Ada berbagai macam mekanisme terjadinya fracture ini; pada umumnya, bentuk fracture muncul
akibat langsung dari tekanan akibat terjadinya trauma.(2)
MANIFESTASI KLINIS
Beberapa hal yang wajib untuk ditanyakan karna dapat mempengaruhi dari pengobatan. Antara
lain:
1. Usia pasien
2. Tangan yang mendominasi atau yang tidak mendominasi
3. Pekerjaan pasien
4. Penyakit systemic yang menyertai
5. Sifat cedera: trauma langsung, remuk, terpelintir, luka robek, luka lecet
6. Waktu terjadinya cedera (terutama pada open fracture)
7. Terpapar kontaminasi: gigitan hewan/manusia, terkena air payau,
8. Pengobatan awal yang telah dilakukan: pembersihan luka, pemberian cairan antiseptic,
perban, tourniquet
80
Pada pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan antara lain:
1. Viabilitas jari-jari tangan (capillary refill time <2 seconds)
2. Status neurologis
3. Deformitas
4. Range of motion (by Goniometer)
Gambar. Goniometer
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan radiologis secara anteroposterior, lateral, dan oblique dari jari ataupun
tangan yang cedera harus diperoleh. Jari-jari yang mengalami fracture atau cedera harus dilihat
tersendiri, jika mungkin, untuk meminimalisir adanya tumpang tindih dengan jari-jari lain.
Tomografi mungkin dapat digunakan untuk melihat atau mengevaluasi fracture intra-articular.
81
FRACTURE LEHER (NECK) METACARPAL(1)
Fracture yang terjadi akibat adanya trauma langsung dengan volar comminutive angulasi
dorsal. Pada fracture ini sering kali dilakukan reduksi secara tertutup, tetapi perawatan seetelah
reduksi cukup sulit. Tingkat kecacatan yang dapat diterima dapat bervariasi tergantung bagian
apa yang mengalami cedera/ fracture, Angulasi lebih dari 15° pada bagian dua atau 3 metacarpal
tidak dapat diterima, begitu pula pada angulasi 40-45° pada 4-5 metacarpal juga tidak dapat
diterima. Pada fracture yang tidak stabil membutuhkan intervensi tindakan operasi dengan
menggunakan percutaneous pin (dapat menggunakan intramedular atau transversal ke metacarpal
yang saling berdekatan) atau dengan menggunakan plat fiksasi.
FRACTURE METACARPAL SHAFT(1,2)
Fracture baik yang mengalami displacement maupun yang undisplacement dapat
direduksi dan dipasangkan bidai (splint) dengan posisi proteksi Indikasi dilakukannya tindakan
operasi pada pasien dengan fracture ini antara lain adanya deformitas rotasional dan dorsal
angulasi > 10° untuk metacarpal 2 dan 3, >20° untuk metacarpal 4 dan 5.Fiksasi dengan cara
operasi dapat dicapai dengan reduksi secara tertutup dan percutaneous pinning (intramedullary
atau transversal pada metacarpal yang mengalami cedera) atau dilakukan reduksi secara terbuka
dan fiksasi menggunakan plate.
FRACTURE BASIS METACARPAL (1,2)
Kecuali fracture pada metacarpal ibu jari, sifat cedera dari fracture ini adalah stabil dan
dapat diterapi dengan cara memastikan bahwa tangan dapat berotasi secara benar kemudian
dilakukan pembebatan pada jari dengan menggunakan slab volar yang membentang dari lengan
bawah sampai persendian jari-jari bagian proximal. Bebat dipertahankan selama 3 minggu dan
dianjurkan untuk tetap melakukan latihan ringan.
82
Fracture reverse Bennett adalah fracture dislokasi pada basis dari metacarpal 5 /
hamatum. Os metacarpal mengalami displacement kearah proximal dengan adanya dorongan
dari m.extensor carpi ulnaris. Tingkat keparahan/ derajat displacement dapat dipastikan dengan
menggunakan foto radiologi pada tangan posisi pronasi sekitar 30° dengan posisi supinasi penuh
(anteroposterior). Fracture ini sering membutuhkan intervensi secara operasi dengan
dilakukannya tindakan ORIF.
FRACTURE METACARPAL IBU JARI (THUMB)
Terdapat 3 macam bentuk fracture pada daerah metacarpal: fracture impaksi dari basis
metacarpal, fracture-dislocasi Bennett dari sendi Carpometcarpal, fracture kominutif dari bagian
basal (Rolando’s fracture).
1. Fracture impaksi
Seorang petinju, ketika sedang meninju, dapat mengalami fracture pada daerah
metacarpal 1. Pembengkakan dan nyeri local dapat ditemukan, dan x-ray
menunjukkan adanya fracture transversal sekitar 6mm sebelah distal dari
carpometacarpal joint dengan melengkung kea rah luar dan mengalami impaksi.
Terapi. Jika mengalami angulasi kurang dari 20-30° dan fragment mengalami
impaksi, ibu jari harus diistirahatkan disertai pemakaian Paris gips yang luas dari
83
lengan bawah kea rah ibu jari, kemudian ibu jari difiksasi dalam keadaan abduksi
penuh. Gips dapat dilepas 2-3 minggu dan ibu jari telah dilatih imobilisasi.
2. Fracture-dislocasi Bennett
Fracture ini umunya terjadi pada basis dari os metacarpal pertama dan sering terjadi
karena memukul. Bentuknya oblique, dan meluas kearah carpometacarpal joint dan
biasanya tidak stabil.
Gambar. Bennet’s fracture
Ibu jari terlihat lebih pendek dari normal dan tampak pembengkakan pada daerah
carpometacarpal joint. Pada pemeriksaan X-ray menunjukkan bahwa fragment
triangular yng kecil tetap berhubungan dengan tepi medial dari os trapezium, jempol
sisanya mengalami subluxasi kea rah proximal dan tertarik kea rah atas oleh tendon
abductor pollicis longus.
Pengobatan. Secara luas dianggap (dengan sedikit bukti) bahwa reduksi yang
sempurna sangatlah penting. Ini harus dilakukan, bagaimanapun, dapat dicoba dan
biasanya dapat dicapai dengan menarik jempol, lalu melakukan abduksi jempol.
84
Reduksi dapat dilakukan dengan 2 cara: dengan menggunakan plester atau fiksasi
internal.
3. Fracture Rolando
Merupakan fracture intra-articular comminutive dari basis metacarpal 1 dengan
konfigurasi T atau Y. Reduksi secara tertutup dan penggunaan K-wire atau reduksi
secara terbuka dan fiksasi dengan plat dapat digunakan. Pada cedera yang berat
fiksasi external dapat digunakan.
Gambar. Rolando’s fracture
FRACTURE PHALANX(1,2)
Jari-jari tangan dapat mengalami cedera karena adanya trauma secara langsung dan dapat
menunjukkan tanda-tanda pembengkakan ataupun luka terbuka. Pengobatan yang dilakukan
85
secara terburu-buru dan tidak adekuat dapat mengakibatkan kekakuan pada jari-jari yang dalam
beberapa kasus, dapat lebih buruk daripada tidak memiliki jari.
FRACTURE PROXIMAL DAN MEDIAL SHAFT PHALANX
1. Fracture intra-articular
Fracture condylar
Tunggal, bicondylar, osteochondral
Merupakan type fracture yang membutuhkan reduksi secara anatomic; ORIF
dilakukan pada displacement kurang dari 1mm.
Fracture comminutive phalanx intra-articular sebaiknya dilakukan rekonstruksi
pada permukaan articular. Fracture comminutive yang berat dianggap tidak dapat
dilakukan rekonstruksi.
2. Fracture-dislocasi
Fracture-dislocasi bagian dorsal.
Pengobatan masih controversial; tergantung pada presentasi dari fracture
permukaan articular.
3. Fracture extra-articular
Reduksi secara tertutup sebaiknya dilakukan dengan traksi pada jari-jari yang
diikuti dengan pemasangan splint
Fracture stabil dimana reduksi secara tertutup tidak dapat dilakukan, dapat
dilakukan ORIF dengan implant fragment berukuran kecil
FRACTURE DISTAL PHALANX
86
1. Fracture Intra-articular
Tepi dorsal
Cedera Mallet finger disebabkan karena fracture dari tepi dorsal dengan adanya
gangguan pada tendon extensor. Sebab lain, cedera mallet finger adalah hasil dari
gangguan dari tendon sehingga tidak terdapat kelainan pada foto radiologi.
Gambar. Mallet finger
Terapi. DIP joint harus dimobilisasikan dengan posisi hyperextensi, dengan
menggunakan splint mallet finger dapat memfiksasi sendi bagian distal, tetapi tidak dengan
bagian proximal. Pada avulsi tendon (terutama yang tidak terasa sakit) splint dipertahankan
selama 8 minggu dan hanya dipergunakan saat malam hari pada 4 minggu setelahnya. Walaupun
ada penundaan dalam melakukan tindakan ini selama 3-4 minggu setelah cedera, penggunaan
splint jangka panjang ini tetap memiliki prosentase kesembuhan yang cukup baik. Avulsi tulang;
diterapi dengan menggunakan splint selama 6 minggu karena proses penyembuhan tulang lebih
87
cepat daripada tendon. Terapi operatif umumnya dihindari walaupun pada fragment tulang
dengan ukuran besar, kecuali jika terdapat subluxasi. Operasi memiliki tingkat komplikasi yang
tinggi, jika terdapat subluxasi maka pemakaian dari skrup berukuran kecil atau K-wire dapat
digunakan.
2. Fracture extra-articular
Transversal, longitudinal, dan comminutive
Terapi: Reduksi secara tertutup dan penggunaan splint
3. Cedera pada bantalan kuku
Sering diabaikan dalam menghadapi suatu fracture yang jelas, akan tetapi bila
gagal untuk mengatasi cedera tersebut dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan
kuku. Jika kuku sudah terlepas dari dasarnya, sebaiknya diangkat secara keseluruhan dan
dibersihkan dengan menggunakan betadine.
BAB IV
KESIMPULAN
Fracture pada daerah extremitas atas merupakan suatu hal yang sering kali terjadi. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan fracture ini. Bisa akibat trauma langsung ataupun tidak langsung. Fracture ini dapat terjadi disemua usia, baik itu dewasa maupun anak-anak. Ada berbagai macam faktor risiko yang dapat menimbulkan fracture pada daerah ini, antara lain adalah usia pasien. Faktor usia ini berhubungan langsung dengan adanya osteoporosis. Makin tua usia seseorang, resikonya semakin meningkat.
Seperti halnya fracture pada daerah lain, cara mendiagnosis suatu fracture extremitas dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik (generalis maupun lokalis), serta pemeriksaan penunjang lain seperti Rontgen, CT scan, MRI, dll.
Terdapat 2 macam tindakan yang dapat dilakukan dalam menangani fracture ini yaitu terapi konservatif maupun terapi definitive. Pada prinsipnya terapi pada pasien fracture meliputi
88
4 hal: Recognize, reposisi, imobilisasi dan rehabilitasi. Tidak semua pasien dengan fracture merupakan indikasi dilakukannya operasi, terkadang konservatif sudah cukup.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley Graham and Louis Solomon. Buku Ajar Ortopedi dan Fracture Sistem Apley. Edisi Ketujuh. EGC: 2012.
2. Koval J Kenneth. Handbook of Fracture. Second edition. Lippincott Williams and Wilkins: 2002.
3. Rubino L.Josep. Clavicle Fracture. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1260953-overview#a0104 . Accessed in March, 07 2012
4. Goss Thomas P. Scapula Fracture. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1263076-overview#a0112 . accessed in November, 10 2011
5. Srivastava Adarsh K. Humerus Fracture. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview#showall . Accessed in September, 19 2011.
6. Nelson David L. Distal fracture of the radius. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/824564-overview . Accessed in March 10, 2005.
89
7. Ertl Janos P. Galleazi Fracture. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1239331-overview . Accessed in November, 16 2010.
8. Puttigna Floriano. Monteggia Fracture. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1231438-overview . Accessed in October, 15 2011.
9. R.Sjamsuhidajat & Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC 879-881
90