Post on 21-Dec-2015
HUKUM DAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN
“Rahasia Medis atau Jabatan Dokter”
OLEH
Nama: Angelius N. Matarau
NIM : 1307011076
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya
serta pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Penulis
juga mau mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang secara langsung maupun
tidak langsung telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam pembuatan makalah
ini. Untuk itu, diharapkan masukan dan kritikan yang membangun untuk memperbaiki
makalah ini.
Kupang, September 2014
Penulis
ii
i
ii
iii
1
2
2
2
3
4
6
7
9
13
13
14
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
KATA PENGANTAR. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR ISI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.3 Rumusan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.4 Tujuan Penulisan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.5 Metode Penulisan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Simpan Rahasia Jabatan Dokter. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2 Definisi Rahasia Kedokteran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.3 Peraturan Perundang-Perundangan Mengenai Rahasia Kedokteran. . . . .
2.4 Aspek Hukum Rahasia Jabatan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.5 Pengungkapan Rahasia Kedokteran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
BAB III PENUTUP
4.1 Simpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2 Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak permulaan sejarah manusia, kita telah mengetahui adanya hubungan
kepercayaan di antara sesama manusia. Dunia medik, khususnya bidang kedokteran,
juga mengenal adanya hubungan kepercayaan yang berwujud transaksi terapi antara
dokter dan pasien, yang berjalan dalam suasana yang senantiasa diliputi oleh penuh
harapan dan kekhawatiran. Pasien sebagai pihak yang memerlukan pertolongan
percaya bahwa dokter dapat menyembuhkan penyakitnya. Sementara itu, dokter juga
percaya bahwa pasien telah memberikan keterangan yang benar mengenai
penyakitnya dan ia akan mematuhi segala petunjuk dokter.
Oleh karena itu hubungan dokter dengan pasien saat ini bukan hanya sekedar
hubungan antara seseorang yang menyembuhkan dan yang ingin disembuhkan,
namun lebih dari itu dokter adalah sebuah profesi yang dalam kesehariannya
memegang teguh prinsip-prinsip kepercayaan.
Taraf kesehatan yang ideal dalam masyarakat dapat terwujud apabila
masyarakat yang sedang sakit dapat segera ke dokter dan dengan ikhlas
mengemukakan segala keluhan yang dialaminya sehingga dokter dapat memberi
terapi yang tepat dan layak. Oleh karena itu, informasi dari diri pasien mempunyai
peranan yang signifikan dalam membuat diagnosis ataupun terapi. Untuk
mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya dari diri pasien maka dokter harus
mempunyai hubungan kepercayaan yang baik dengan pasien. Seorang dokter harus
terampil melakukan komunikasi dua arah yang baik sehingga hubungan kepercayaan
dapat terbina. Dengan itu, pasien tidak merasa takut apabila dokter akan menceritakan
penyakit yang dideritanya kepada orang lain. Jika kepercayaan tu tidak ada, tidak
mustahil banyak orang sakit yang enggan pergi ke dokter karena perasaan khawatir,
antara lain kalau penyakit yang dideritanya kelak diketahui oleh orang lain.
Dokter wajib merahasiakan apa yang diketahui dari pasiennya. Karena itu
merupakan hak pasien atas sifat kerahasiaan data-data mediknya. Kewajiban untuk
menyimpan rahasia pasien telah berlangsung lama, dimulai sejak lahirnya profesi
kedokteran. Sekarang ini kewajiban dan hak untuk menyimpan rahasia kedokteran
1
telah diatur dalam perundang-undangan sehingga bagi yang melanggarnya akan
terkena sanksi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini antara lain :
1.2.1 Bagaimana sejarah simpan rahasia jabatan dokter?
1.2.2 Apa definisi rahasia kedokteran?
1.2.3 Apa saja peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan simpan
rahasia jabatan dokter?
1.2.4 Apa saja aspek hukum rahasia kedokteran?
1.2.5 Dalam keadaan apa saja dapat dilakukan pengungkapan rahasia kedokteran
dan apa peraturan yang mengaturnya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui sejarah simpan rahasia dokter.
1.3.2 Untuk mengetahui definisi rahasia kedokteran.
1.3.3 Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
simpan rahasia jabatan dokter.
1.3.4 Untuk mengetahui aspek hukum rahasia kedokteran.
1.3.5 Untuk mengetahui dalam keadaan apa saja dapat dilakukan pengungkapan
rahasia kedokteran dan apa peraturan yang mengaturnya.
1.4 Metode
Metode dalam penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan pustaka dan
metode browsing.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Simpan Rahasia Jabatan Dokter
Sudah sejak jaman kuno, norma-norma kesusilaan yang menjadi pegangan
para dokter ialah sumpah yang diciptakan oleh “Bapak Ilmu Kedokteran” Hippocrates
(469-377 S.M). Sumpah Hippocrates yang umurnya telah berabad-abad itu, maknanya
tersimpul dalam “segala sesuatu yang kulihat dan kudengar dalam melakukan
praktekku, akan kusimpan sebagai rahasia”. Di dalam Sumpah Hippocrates salah satu
pasal tentang rahasia jabatan Dokter bunyinya sebagai berikut: “Saya tidak akan
menyebarkan segala sesuatu yang mungkin saya dengar atau yang mungkin saya lihat
dalam kehidupan pasien-pasien saya, baik waktu menjalankan tugas jabatan saya
maupun di luar waktu menjalankan tugas jabatan itu. Semua itu akan saya pelihara
sebagai rahasia”.
Norma-norma kesusilaan yang bersumber pada Sumpah Hippocrates tersebut
dianggap tidak cukup karena banyak yang tergantung pada sifat dan kelakuan
seseorang yang berbeda-beda dan tidak selalu baik. Oleh karena itu, di berbagai
negeri ditegakkan norma-norma hukum. Norma-norma hukum itu pada umumnya
disusun untuk memperkokoh kedudukan rahasia jabatan sehingga dapat menjamin
kepentingan masyarakat.
Norma-norma susila dan hukum tadi dicantumkan dalam berbagai peraturan
dan undang-undang yang merupakan pedoman seorang dokter dalam melaksanakan
tugas dan profesinya, di antaranya sumpah atau janji dokter dan Kode Etik
Kedokteran Indonesia.
Rahasia adalah suatu hal yang tidak boleh atau tidak dikehendaki untuk
diketahui oleh orang yang tidak berkepentingan atau tidak berhak mengetahui hal
itu.Masalah larangan membuka rahasia pasian oleh dokter merupakan salah satu
masalah klasik dalam bidang kedokteran, sedemikian klasiknya sehingga dalam
banyak naskah kedokteran/kesehatan kita dapati ketentuan yang pada prinsipnya
melarang dokter untuk membuka rahasia pasiennya sudah ditentukan antara lain :
1. Sumpah Hippocrates
“… Apapun, dalam hubungan dalam hubungan dengan jasa professional saya
atau tidak dalam hubungan dengan jasa tersebut, yang saya lihat atau dengar,
3
tentang kehidupan manusia, yang tidak harus dibuka ke pihak luar, saya tidak
akan berkhianat, sebagai pengakuan bahwa semua itu harus dijaga
kerahasiannya.”
2. Deklarasi Genewa
“… Saya akan menjaga rahasia yang diberikan kepada saya, bahkan setelah
pasien meninggal dunia.”
3. Sumpah Dokter Indonesia
“Demi Allah saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala
sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai
dokter.”
Temuan-temuan dalam rekam medik adalah langsung milik pasien dan pasien
berhak sepenuhnya untuk mengetahui isi rekam medik tersebut. Jadi, hakikatnya
hanya pasien yang berhak atas rekam medik itu, terkecuali jika pasien dalam keadaan
kritis, perlu penanganan yang membutuhkan dana, baru hal tersebut dapat di
beritahukan kepada pihak keluarga atau yang menjamin biaya pengobatan atau pasien
korban pembunuhan yang perlu saksi dari ahli untuk menentukan visum et revertum
korban.
Hubungan dokter dengan pasien adalah hubungan konfidensial, percaya-
mempercayai, dan hormat-menghormati. Oleh karena itu, dokter berkewajiban
memelihara suasana yang ideal tersebut, antara lain dengan memegang teguh rahasia
jabatan dan pekerjaannya sebagai dokter.
2.2 Definisi Rahasia Kedokteran
Trilogi rahasia medis :
1. Persetujuan medis (informed consent)\
2. Rekam medis
3. Rahasia medis
Rahasia medis adalah semua informasi objektif yang diberikan oleh pasien
baik lisan maupun tertulis yang didokumentasikan dalam suatu rekam medis yang
kemudian digunakan dokter untuk menetapkan diagnosis dan terapi. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa isi dari rahasia medis ini adalah milik pasien, sedangkan berkas
dari rekam medis adalah milik rumah sakit. Sehingga pasien mempunyai hak akses
untuk dapat mengetahui isi dari rekam medis. Berkas dari rekam medis disimpan rapi
4
oleh rumah sakit. Rekam medis tidak boleh dibawa keluar dari rumah sakit oleh
dokter bahkan oleh pasiennya sendiri.
Rahasia medis ini hanya diketahui oleh dokter dan pasien. Rahasia ini harus
dipegang teguh oleh dokter, kecuali pasien sudah memberikan persetujuan medis
kepada dokter untuk memberitahukan rahasia medisnya kepada orang lain. Jadi,
dokter tidak berhak untuk menyimpan atau mengungkap isi dari rekam medis.
Peraturan mengenai menyimpan atau pun mengungkap rekam medis diatur
dalam Permenkes No.749a:
Pasal 11
Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya.
Pasal 12
Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat dengan
ijin tertulis pasien.
Pasal 13
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang seorang
penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.
Pasien mempunyai dua hak terhadap rahasia medis : hak akses dan hak
privacy. Hak akses adalah hak pasien atas wewenangnya untuk melihat atau
mengkopi data-data rekam medisnya sendiri. Pasien yang melihat isi dari rekam
medis harus didampingi oleh dokter sehinggatidak terjadi kesalahpahaman dalam
membaca isi rekam medis. Hak privacy adalah hak pasien untuk tidak boleh diganggu
dan dicampuri urusan pribadinya oleh orang lain tanpa persetujuannya.
Dokter harus menghargai hak pasien tersebut. Walaupun di beberapa keadaan
tertentu dapat terlanggar. Dokter berhak tidak memberitahukan seluruh isi dari rekam
medis kepada pasien dengan alasan akan membuat pasien semakain tertekan keadaan
mentalnya seperti pada pasien penyakit jiwa. Tetapi jika ia sudah sembuh/memaksa
untuk melihatnya dapat kita memperlihatkan rekam medis dengan resiko yang
ditanggung sendiri. Begitu juga dengan hak privacy, bukan merupakan pelanggaran
apabila kepentingan publik menuntut diberikannya publikasi tersebut.
5
2.3 Peraturan Perundang-Perundangan Mengenai Rahasia Kedokteran
Sudah diketahui bahwa rahasia kedokteran merupakan salah satu kewajiban
dari seorang dokter. Hal-hal mengenai rahasia kedokteran tersebut telah dituangkan
dalam sumpah dokter, Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Peraturan Pemerintah
yang dikutip sebagai berikut :
Berdasarkan Sumpah dokter berdasarkan PP 1983 “Saya akan merahasiakan segala
sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai
dokter”.
Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia pasal 13 “Setiap dokter wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan
juga setelah penderita itu meninggal”.
Berdasarkan Peraturan pemerintah no. 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia
kedokteran :
Pasal 1
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh
orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya
dalam lapangan kedokteran.
Pasal 2
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut
dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi
daripada Peraturan Pemerintah ini menentukan lain.
Pasal 3
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah :
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara tahun 1963 No. 79).
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
6
Selain kewajiban dokter untuk menjaga kerahasiaan kedokteran, terdapat pula hak
pasien untuk mendapatkan perlindungan rahasia seperti yang terdapat pada :
Hospital Committee of The Europen Economic Community Mei 1979 yang
menjelaskan hak-hak pasien salah satunya “setiap orang harus dijamin
kerahasiannya”.
Deklarasi Lisabon 1981 menjelaskan hak-hak pasien diantaranya “pasien berhak atas
privacy yang harus dilindungi, ia pun berhak atas sifat kerahasiaan data-data
mediknya”.
2.4 Aspek Hukum Rahasia Jabatan
Pelaksanaan rahasia jabatan tidak cukup hanya diatur oleh etik, tetapi
memerlukan pula pengaturan dalam undang-undang. Pelanggaran norma susila hanya
diancam oleh sanksi sosial dari masyarakat, sedangkan pelanggaran undang-undang
akan mendapat ancaman hukuman. Oleh karena itu, apabila rahasia jabatan juga
diatur dalam undang-undang, dokter yang melanggar peraturan itu juga dapat diancam
hukuman.
2.4.1 Pasal 322 KUHP
a. Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpan
karena jabatan atau pencariannya, baik sekarang maupun yang dahulu,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling banyak enam ratus rupiah.
b. Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu
hanya dapat dituntut di atas pengaduan orang itu. Undang-undang ini
sudah selayaknya berlaku untuk setiap orang, yang atas pekerjaannya
wajib menyimpan rahasia, bukan hanya untuk dokter pemerintah, dokter
praktek swasta maupun dokter yang telah pensiun dan atau tidak praktek
lagi.
Seorang dokter yang dikenal sebagai pembuka rahasia mungkin sekali
prakteknya makin lama makin merosot sebagai akibat hukuman masyarakat.
Ayat b pasal 322 KUHP ini penting terutama berkenaan dengan rahasia
jabatan dokter. Menurut ayat ini, seorang dokter yang “membuka rahasia”
7
tentang rahasia pasien tidak dengan sendirinya akan dituntut di muka
pengadilan, melainkan hanya sesudah terhadapnya diadakan pengaduan oleh
pasien yang bersangkutan.
2.4.2 Pasal 1365 KUH Perdata
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada
seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian,
mengganti kerugian tersebut. Seorang dokter berbuat salah kalau tanpa
disadari “membuka rahasia” tentang penderitaannya yang kebetulan terdengar
oleh majikan pasien itu, selanjutnya majikan itu melepaskan pegawai tersebut
karena takut penyakitnya akan menulari pegawai-pegawai lainnya.
Dengan demikian dokter dapat diajukan ke pengadilan karena
pengaduan pasien itu. Selain hukum karena tindak pidana menurut pasal 322
KUH pidana dokter itu dapat pula dihukum perdata dengan diwajibkan
mengganti rugi. Pada hakekatnya adanya ancaman hukuman perdata ini
menimbulkan berbagai soal yang sulit yang dapat terjadi dalam pekerjaan
dokter sehari-hari. Tentang hal ini kelak akan diuraikan lebih lanjut.
2.4.3 Peraturan pemerintah no. 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia
kedokteran
Pasal 4
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran
yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan
administratif berdasarkan pasal 11 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 5
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka
yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan dapat
mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.
Pasal 6
Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat mendengar Dewan
Pelindung Susila Kedokteran dan/atau badan-badan lain bilamana perlu.
8
2.5 Pengungkapan Rahasia Kedokteran
Dokter wajib menjaga kerahasiaan pasiennya baik yang dikemukakan oleh pasiennya
maupun isi dari rekam medis. Walaupun telah diatur oleh undang-undang atas wajib
simpan rahasia kedokteran tetapi ada pengecualian dimana rahasia kedokteran dapat
diungkapkan.
Pengungkapan rahasia kedokteran dapat dilakukan pada keadaan :
1. Atas ijin/otorisasi pasien
Pengungkapan rahasia kedokteran dapat diberikan atas dasar ijin dari pasien.
Pasien diberikan penjelasan tentang alasan pengungkapan rahasia. Dalam hal ini
pasien harus dalam keadaan yang kompeten. Demi keamanan, oleh rumah sakit
biasanya dimintakan Surat Izin Tertulis dari pasien/keluarganya secara khusus.
2. Keperluan asuransi
Untuk dapat mengungkapan rahasia kedokteran terhadap pihak asuransi,
terlebih dahulu sudah terdapat kesepakatan antara asuransi dengan pasien pada
saat mengikuti asuransi. Pihak asuransi harus menunjukkan kepada dokter lembar
persetujuan pasien atas pengungkapan rahasia medisnya. Dalam hal ini, dokter
tidak perlu menjelaskan tentang keadaan pasien secara menyeluruh, data terbatas
dan hanya yang relevan.
3. Dokter perusahaan
Adanya kontrak antara dokter dengan perusahaan melalui sebuah perjanjian.
Dengan itu maka hubungan dokter dengan perusahaan menjadi nomor satu
sedangkan hubungan dokter dengan pasien menjadi nomor dua. Hal ini sudah
menjadi kewajinan dokter untuk melaporkan hal-hal yang wajib lapor kepada
perusahaan walaupun data yang diberikan hanya terbatas dan yang relevan
berkaitan dengan public health & duty to warn.
4. Dokter penguji kesehatan
Adanya kontrak antara dokter dengan peminta uji kesehatan (biasanya tidak
selalu pasien sendiri). Jawaban dari hasil pemeriksaan adalah untuk peminta
kesehatan. Terlebih dahulu pasien diberitahukan tentang hal ini.
5. Kepada penguasa hukum
Adanya permintaan resmi terhadap pengungkapan rahasia kedokteran.
Pengungkapan rahasia sebaiknya diberikan dalam bentuk surat keterangan riwayat
penyakit yang ditulis dengna lengkap, jelas dan jujur serta menggunakan bahasa
9
awam. Rekam medis tidak boleh diberikan karena rekam medis hanya boleh
keluar dari Rumah Sakit atas perintah peradilan. Seperti yang tercantum dalam :
Pasal 51 KUHP
i. Siapapun tak terpidana jika melakukan peristiwa untuk menjalankan sesuatu
perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang untuk itu.
ii. Perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak
membebaskan dari keadaan terpidana, kecuali dengan itikad baik pegawai
yang di bawahnya itu menyangka bahwa penguasa itu berwenang untuk
memberi perintah itu dan perintah menjalankan terletak dalam lingkungan
kewajiban pegawai yang diperintah itu.
6. Menjalankan undang-undang
Pengungkapan diperlukan atas dasar kepentingan peradilan dan kepentingan
masyarakat. Seperti contoh: melaporkan kelahiran, kematian, UU wabah, UU
karantina, Peraturan pelaporan KLB, UU kesehatan kerja. Seperti yang tercantum
dalam Pasal 50 KUHP: “Siapapun tak terpidana, jika peristiwa itu dilakukan untuk
menjalankan ketentuan perundang-undangan”.
7. Di peradilan Dipakai sebagai alat bukti yang sah.
Menurut hukum, setiap warga negara dapat dipanggil untuk didengar sebagai
saksi. Selain itu, seorang yang mempunyai keahlian dapat juga dipanggil sebagai
saksi ahli. Maka dapat terjadi bahwa seorang yang mempunyai keahlian seperti
contoh seorang dokter dipanggil sebagai saksi, sebagai ahli sekaligus sebagai saksi
(expert witness). Sebagai saksi atau saksi ahli, ia diharuskan memberi keterangan
tentang seseorang yang sebelum itu telah menjadi pasien yang ditanganinya.
Termuat dalam KUHP pasal 224 :
Barang siapa yang secara sah dipanggil sebagai saksi, saksi ahli, atau sebagai
penterjemah tidak memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dihukum :
a. Dalam perkara Pidana dengan hukuman penjara paling lama 9 bulan;
b. Di dalam perkara lainnya dengan hukuman penjara paling lama 6 bulan.
Sebuah dilema untuk seorang dokter jika menghadapi hal seperti ini. Di satu
sisi jika dokter tidak memnuhi panggilan bisa dipersalahkan. Tetapi jika
memenuhi panggilan juga dapat dipersalahkan kaena membocorkan rahasia yang
dipercayakan kepadanya.
10
Dalam keadaan ini seolah-olah melanggar rahasia jabatannya. Maka sikap
yang harus diambil dokter :
a. Dokter tersebut dipanggil sebagai saksi ahli dan hanya diminta pendapatnya di
bidang keahliannya. Dokter dalam posisi ini tidak ada kaitannya dengan pihak-
pihak yang berperkara. Ia bebas untuk menyatakan pendapatnya mengenai
perihal medis yang ditanyakan kepadanya. Dalam situasi ini tidak ada
persoalan rahasia medis sepanjang ia tidak mengungkapkan hal-hal pribadi
pasien.
b. Dokter digugat di Pengadilan oleh pasiennya atas dasar dugaan kelalaian
(dokter sebagai tergugat). Dengan adanya gugatan dari pasiennya, dianggap
pasien itu sudah membebaskan dokternya dari kewajiban untuk menyimpan
rahasianya. Ia oleh mengungkapkan rahasia medis pasien demi pembelaan diri.
c. Jika pihak pasien yang berperkara dengan pihak lain. Oleh pasien, dokter
dimintakan untuk memberikan keterangannya di bidang medis. Dalam situasi
ini dokter boleh mengungkap rahasia medis pasien tersebut atas permintaan
pasien. Dalam hal ini pasien dianggap sudah melepaskan haknya dan
membebaskan dokter dari kewajiban menyimpan rahasianya.
Namun, dokter juga boleh menolak mengungkap rahasia medis jika dokter
tersebut beranggapan hal itu demi kebaikan pasien (Hak Tolak-Ungkap). Hak ini
diatur dalam KUHP Perdata pasal 1909. Namun, jika hakim berpendapat bahwa
dokter itu harus mengungkapkan, maka dokter harus mengungkapkannya.
Dokter mempunyai hak mengundurkan diri. Dalam hal perlindungan
hukumnya didapatkan berdasarkan :
a. Pasal 277 RID
Barang siapa yang karena martabatnya, pekerjaannya, atau jabatannya
yang sah diwajibkan menyimpan rahasia boleh minta pengunduran
diri dari memberi kesaksian akan tetapi hanya dan terutama mengenai
hal yang diketahuinya dan dipercayakan kepadanya karena
martabatnya, pekerjaannya, atau jabatannya itu. Tetapi hak undur itu
tidak timbul begitu saja karena adalah hak hakim untuk menentukan
apakah alasan pengunduran diri itu dapat diterima atau tidak.
Pertimbangan apakah permintaan untuk mengundurkan diri itu
beralasan atau tidak diserahkan kepada pengadilan Negara atau jika
11
yang dipanggil untuk memberikan kesaksian itu orang asing maka
pertimbangan itu diserahkan kepada ketua pengadilan Negara.
b. Pasal 170 KUHP
8. Daya paksa
9. Pengungkapan rahasia kedokteran terjadi pada keadaan Overmatch (lawan
berat) dan Noodtoestand (darurat) seperti contoh: child abuse dan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga. Seperti yang tercantum dalam Pasal 48 KUHP “Siapapun
tak terpidana, jika melakukan peristiwa karena terdorong oleh keadaan
terpaksa”.
10. Konsultasi profesional
11. Pendidikan dan pelatihan
12. Seperti yang tercantum dalam Permenkes No.749a/1089 pasal 14c: “Rekam
medis dapat dipakai sebagai bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan”.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Rahasia medis adalah semua informasi objektif yang diberikan oleh pasien baik
lisan maupun tertulis yang didokumentasikan dalam suatu rekam medis yang
kemudian digunakan dokter untuk menetapkan diagnosis dan terapi.
2. Rahasia medis ini hanya diketahui oleh dokter dan pasien. Rahasia ini harus
dipegang teguh oleh dokter, kecuali pasien sudah memberikan persetujuan medis
kepada dokter untuk memberitahukan rahasia medisnya kepada orang lain.
3. Rahasia kedokteran diatur oleh etik dan hukum yang terdapat dalam undang-
undang. Bagi siapa saja yang melanggarnya dapat dikenakan sanksi hukum.
4. Ada keadaan-keadaan tertentu dimana rahasia kedokteran dapat diungkapkan
3.2 Saran
1. Setiap dokter harus mempunyai komunikasi dua arah yang baik sehingga dapat
menciptakan hubungan kepercayaan dengan pasien. Dengan itu akan membantu
pasien dalam penyembuhan penyakitnya.
2. Setiap dokter wajib menjaga kerahasiaan pasien.
3. Setiap dokter wajib mengetahui dan memahami aspek hukum dari rahasia jabatan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC; 1999.
Guwandi, J. Rahasia Medis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia. Kode etik kedokteran dan pedoman
pelaksanaan kode etik kedokteran Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2002.
Samil RS. Etika kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2001.
14