Post on 30-Jul-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
“Pemerintahan tanpa partai adalah pemerintahan
konservatif, sedangkan rezim anti partai merupakan
rezim reaksioner”
- Samuel Huntington -
A. LATAR BELAKANG
Petikan dari Samuel P. Huntington diatas seakan memberi pesan kepada ilmuan
dan praktisi politik tentang pentingnya partai politik dalam kehidupan bernegara.
Dalam kehidupan politik hampir sebagian besar keputusan politik mengenai nasib
warga Negara ditentukan oleh partai politik. Melalui wakil-wakilnya baik di lembaga
legislatif maupun di lembaga eksekutif, partai politik dapat menciptakan pengaruhnya
dalam pengambilan keputusan politik di ruang publik. Maju mundurnya perjalanan
serta perubahan sosial sebuah bangsa dengan demikian ditentukan oleh partai politik.
Dalam arena elektoral, partai politik memegang peranan penting terutama
dalam mempersiapkan pemimpin-pemimpinnya. Disini partai politik menjadi media
bagi lahirnya calon-calon pemimpin yang diharapkan memiliki integritas, kompetensi,
serta akseptabilitas dalam memimpin sebuah wilayah. Selain itu, partai politik juga
hadir dalam dinamika politik lokal, dimana proses rekruitmen kepala daerah juga
ditentukan oleh partai politik. Disinilah rekruitmen politik menjadi penting untuk
dikaji dalam studi politik.
Rekruitmen politik menjadi menarik karena dapat menjelaskan banyak hal dari
dinamika partai politik (Sigit Pamungkas, 2009). Pertama, rekruitmen politik dapat
menunjukkan lokus dari kekuasaan partai politik yang sesungguhnya. Apakah
kekuasaan partai politik bersifat oligarkhis atau bersifat menyebar. Dengan kata lain,
kekuasaan terkonsentrasi di pimpinan atau elit partai atau tersebar kedalam struktur
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
hierarki partai, lembaga-lembaga partai, faksi-faksi internal partai sampai pada
anggota partai. Hal demikian mengingatkan kita pada Schattseineider yang
menyatakan bahwa siapa yang menentukan rekruitmen politik, maka ia adalah the
owner of party1.
Kedua, rekruitmen politik dapat menggambarkan perjuangan kekuasaan
internal partai politik. Perjuangan faksi-faksi politik di dalam partai akan sangat
nampak dalam rekruitmen politik. Rekruitmen politik menjadi pertaruhan eksistensi
individu dan faksi-faksi politik di partai, dan secara bersamaan menjadi pintu masuk
yang penting untuk dapat mengakses kekuasaan di arena yang lebih luas. Rekruitmen
politik menjadi pertaruhan survavilitas politik individu dan faksi-faksi dalam partai.
Keseluruhan pertarungan dalam rekruitmen politik dapat digunakan untuk melihat
bagaimana sesungguhnya distribusi kekuasaan di dalam partai terjadi.
Ketiga, rekruitmen politik dapat menunjukkan politik representasi yang
berusaha dihadirkan oleh partai politik. Individu-individu yang direkrut oleh partai
pada hakekatnya merepresentasikan kolektivitas entitas tertentu seperti demografis,
geografis, sex, ideologis, dan sebagainya. Rekruitmen politik dapat menunjukkan
bagaimana politik representasi dalam partai dilakukan.
Keempat, rekruitmen politik menggambarkan bagaimana sirkulasi elit terjadi.
Meminjam analisis Pareto tentang sirkulasi elit, kita dapat mengetahui apakah sirkulasi
elit itu mengacu pada proses dimana individu-individu berputar diantara elit dan non-
elit, atau mengacu pada proses dimana elit satu digantikan oleh elit yang lain
(Bottomoore, 2006).
Kelima, pasca rekruitmen politik, rekruitmen politik menjadi penentu wajah
partai di ruang publik. Siapa mereka, darimana asalnya, apa ideologinya, bagaimana
pengalaman politiknya, dan bagaimana kapasitas politiknya akan menjadi petunjuk
awal wajah politik partai di ruang publik. Wajah partai diruang publik sangat
tergantung pada bagaimana rekruitmen politik dilakukan oleh partai politik.
1 Cross 2008 dalam Sigit pamungkas, Partai Politik – Teori dan Praktik di Indonesia, Institute for Democracy
and Welfarism, 2011, hlm 90.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
Terakhir, rekruitmen politik berada pada posisi sentral dalam mendifinisikan
tipe kepartaian. Sebuah partai disebut sebagai partai kartel, cateh-all, kader, dan massa
atau business-firm dapat dilihat dari bagaimana rekruitmen politik dilakukan.
Beberapa hal penting yang telah dikemukakan diatas menjadi alasan utama mengapa
rekruitmen politik masih relevan untuk diperbincangkan dalam khasanah keilmuan
kita.
Dalam proses rekruitmen politik yang terjadi dalam partai politik dewasa ini,
disatu sisi, konflik pilkada yang terjadi dalam proses rekruitmen politik beberapa
daerah menunjukkan bahwa proses rekruitmen kandidat sangat diwarnai oleh politik
transaksional, dimana partai politik sangat gampang dibeli dengan uang. Sehingga
kader yang dihasilkan cenderung bersifat karbitan. Namun disisi lain, fenomena seperti
kemenangan Jokowi di Pilkada DKI semakin menguatkan asumsi bahwa rakyat butuh
seorang pemimpin yang mau bekerja dan jujur, bukan hanya sekedar janji kosong.
Pemilukada merupakan salah satu sarana bagi rakyat untuk melaksanakan
kedaulatannya. Keterlibatan rakyat daerah dalam pemilukada merupakan pilar
penyangga penting bagi terwujudnya demokrasi di daerah. Agar peran serta
masyarakat benar-benar terwujud secara terus menerus baik melalui cara perorangan
maupun melalui cara kelompok dalam bentuk organisasi kemasyarakatan maupun
berbentuk partai politik, perlu dibuka saluran dan mekanisme yang lebih luas.
Keterbukaan lembaga publik dan partai politik lokal dalam mengelola pemerintahan
daerah merupakan hal yang cukup mendesak untuk dilaksanakan jika peran serta
masyarakat diharapkan terwujud. Inilah salah satu proses reformasi di bidang politik
(selain juga dibidang pengelolaan keuangan, sumber daya alam dan lain-lain) di tingkat
lokal yang sangat subur perkembangannya pasca dikeluarkannya produk legislasi
tentang Pemerintahan daerah.2
Partai politik memiliki peran yang sangat penting dalam sistem demokrasi saat
ini. Eksistensi partai politik menjadi conditio sine qua non bagi bekerjanya mekanisme
demokrasi. Sebagai pengorganisasian warganegara yang memiliki cita-cita politik yang
2 Suko Wiyono, 2006, Otonomi Daerah dalam Negara Hukum Indonesia (Pembentukan Peraturan Daerah
Partisipatif), Jakarta, Faza Media, hlm. 57.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
sama dan bertujuan untuk terlibat dalam pembuatan kebijakan negara serta mengisi
posisi-posisi politik di semua tingkatan, parpol merupakan the backbone of
democracy. Parpol menjadi jembatan penghubung politis antara pemilik kekuasaan,
yaitu rakyat, dengan pemerintah sebagai pemegang mandat kekuasaan. Eksistensi
parpol yang sangat sentral dalam demokrasi ini, tentunya tidak terlepas dari berbagai
peran penting yang diembannya dalam mengkonsolidasikan demokrasi melalui
pelaksanaan fungsi-fungsi partai3, dimana salah satu fungsi dari partai politik adalah
fungsi rekruitmen. Fungsi rekruitmen merupakan fungsi eksklusif dari partai politik
yang tidak mungkin akan ditinggalkan. Sebab, rekruitmen politik dalam hal ini menjadi
monopoli dan fungsi abadi partai politik.4
Perkembangan berdemokrasi di daerah tumbuh luar biasa sejak lahirnya politik
otonomi daerah yang bergulir begitu cepat. Seluruh kepala daerah dipilih secara
langsung oleh rakyat sesuai dengan amanat undang-undang yang lahir di era
reformasi. Di beberapa daerah pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak
berjalan sebagaimana diharapkan dan melahirkan ketidakpuasan yang berujung pada
pengajuan keberatan dan/atau gugatan atas hasil Pilkada.
Berdasar pengamatan penulis, tidak semua partai peserta pemilu memajukan
calonnya tanpa koalisi dengan partai lain. Selain itu juga, tidak semua partai mau
terlibat dalam mengawal mulai dari proses kandidasi, proses kampanye hingga proses
gugatan atas hasil Pilkada yang diajukan oleh kandidat yang diusungnya ke mahkamah
konstitusi. Meskipun partai-partai lainnya juga mengawal kandidatnya, namun
pengawalan tersebut tidak sampai pada bagaimana kandidat memperoleh keadilan
serta hak-haknya dalam politik. Salah satu partai yang mau dan mampu mendampingi
kandidatnya sampai pada gugatan atas hasil Pilkada adalah Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan. Hal ini dapat dilihat bagaimana PDIP menyediakan prasarana
seperti penasihat hukum bagi kandidatnya yang mengajukan gugatan atas hasil Pilkada
3 Nico Harjanto. Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai Politik di Indonesia. ANALISlS CSIS, Vol. 40,
No.2, 2011: 138-159, hlm. 140. 4 Sigit Pamungkas. Partai Politik :Teori dan Praktik di Indonesia. Institute For Democracy and Welfarism
:Yogyakarta, 2011, hlm. 89.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
serta kelengkapan lain yang diperlukan oleh kandidat seperti yang terjadi pada Pilkada
Jawa Barat Tahun 2013.
Sebagaimana diketahui Pemilukada Jawa Barat telah terlaksana pada Hari
Minggu 24 Februari 2013. Rakyat Jawa Barat telah melaksanakan pesta demokrasi,
atau pemilihan kepala daerah Jawa Barat periode 2013 – 2018. Dan telah kita ketahui
pula siapa pemenang Pilgub Jabar 2013.5
Pilkada Jawa Barat menjadi ajang politik bergengsi disebabkan oleh tingginya
angka pemilih yang jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia karena
Jawa Barat menduduki posisi tertinggi dalam hal angka pemilih. Oleh karena itu
sewajarnya Jawa Barat ditempatkan sebagai lokasi strategis bagi partai-partai untuk
memanaskan mesin politiknya menjelang perhelatan akbar menyambut pemilu
legislatif 2014 dan pemilihan presiden 2014.
Pilkada Jabar ini tentu sangat menarik untuk diikuti karena bagaimapun Jawa
Barat adalah provinsi yang berbatasan dengan Ibukota Jakarta, sehingga peristiwa
yang terjadi di wilayah tersebut secara langsung maupun tak langsung akan berimbas
kepada kondisi Ibukota Indonesia itu. Selain itu, 32,5 juta pemilih merupakan jumlah
yang besar dan akan sangat memberikan dampak bagi bangsa ini.6
Setidaknya ada 5 (lima) pasangan kandidat Cagub dan Cawagub yang akan ikut
ambil bagian dalam arena pilkada Jawa Barat ini, yaitu (1). Ahmad Heryawan7
berpasangan dengan Deddy Mizwar8, (2). Dede Yusuf9 berpasangan dengan Lex
Laksamana10, (3). Rieke Diah Pitaloka11 berpasangan dengan Teten Masduki12, (4).
5 “Hasil Pilgub Jawa Barat 2013”, at http://www.pustakasekolah.com/hasil-pilgub-jawa-barat-2013.html,
diakses 11 April 2013. 6 “Hasil Pilkada Gubernur Jawa Barat 2013”, at http://www.poztmo.com/2013/02/pilkada-jawa-barat.html,
diakses 11 April 2013. 7 Ahmad Heryawan adalah Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan saat ini sedang menjabat sebagai
Gubernur Jawa Barat. Beliau terpilih pada Pilkada gubernur sebelumnya dan merupakan Incumben yang akan ikut berkompetisi lagi dalam Pilkada Jawa Barat 2012.
8 Deddy Mizwar adalah seorang artis ibu kota 9 Dede Yusuf adalah Kader Partai Demokrat dan saat ini sedang menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa
Barat. Beliau terpilih pada pilkada sebelumnya yang berpasangan dengan Ahmad Heryawan, dan merupakan incumben yang berkompetisi lagi dalam Pilkada Jawa Barat 2012.
10 Lex Laksamana adalah tokoh masyarakat Jawa Barat yang berposisi sebagai calon wakil gubernur yang berpasangan dengan Dede Yusuf.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
Irianto Mahfud Shiddiq Syafiuddin13 berpasangan dengan Tatang Farhanul Hakim14
dan yang terakhir atau (5). adalah pasangan Dikdik Mulyana Arief Mansur15 dan Cecep
Nana Suryana Toyib16.
Berdasarkan pengamatan penulis, dipilihnya Rieke Diah Pitaloka dan Teten
Masduki untuk maju pada pemilihan kepala daerah provinsi Jawa Barat tahun 2013
karena merupakan kader potensial yang populer. PDI-Perjuangan memilih kader
potensial yang populer dengan alasan bahwa Pilkada begitu memiliki makna penting
bagi PDI-Perjuangan, sehingga kemenangan dalam Pilkada, dianggap sebagai kata
kunci awal di dalam memperebutkan kekuasaan eksekutif di masing-masing daerah.
Setidaknya, arena eksekutif inilah nantinya bisa menjadi mesin yang ampuh dalam
menjalankan kebijakan dan visi politik PDI-Perjuangan. Selain itu, pemenangan dalam
Pilkada dianggap sebagai peluang bagi partai dalam proses pembelajaran para kader
politiknya. Hal ini terutama bagi PDI-Perjuangan yang selama proses Pilkada
cenderung mendorong para kadernya untuk maju sebagai kandidat dan Pilkada juga
dianggap sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.
Kontestasi politik, yang sering disederhanakan sebagai arena kekuasaan dalam
era Pilkada membutuhkan para kader yang populer dan potensial. Popularitas
seringkali menjadi kekuatan terpenting bagi partai politik seperti PDI-Perjuangan
untuk melapangkan jalan menuju arena Pemilu.
Berbagai pertimbangan di atas menjadi pertimbangan bagi PDI-Perjuangan
dalam setiap tahap penjaringan dan pencalonan sebagai strategi partai dalam
menjaring nama yang akan dicalonkan sebagai kepala daerah. Jika PDI-Perjuangan bisa
menjaring nama yang potensial, potensi kemenangan akan semakin besar. Karena
11 Rieke Diah Pitaloka adalah Kader Partai PDI-Perjuangan dan saat ini sedang menjabat sebagai anggota
DPR-RI untuk daerah pemilihan Jawa Barat. 12Teten Masduki adalah Aktivis Penggiat Gerakan Anti Korupsi dan merupakan calon wakil gubernur yang
berpasangan dengan Rieke Diah Pitaloka. 13 Irianto Mahfud Shiddiq Syaifuddin atau Yance adalah Kader Partai Gokar dan juga merupakan Ketua DPD
Partai Golkar Provinsi Jawa Barat. 14 Tatang Farhanul Hakim adalah tokoh masyarakat Jawa Barat yang berposisi sebagai calon wakil gubernur
yang berpasangan dengan Yance. 15 Dikdik Mulyana Arief Mansur adalah tokoh masyarakat Jawa Barat yang maju sebagai calon independen. 16 Cecep Nana Suryana Toyib adalah tokoh masyarakat Jawa Barat yang maju sebagai calon independen.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
pentingnya tahap ini, PDI-Perjuangan mempunyai suatu mekanisme yang bisa
mendukung calon yang secara potensial bisa memenangkan Pilkada.
Secara garis besar tahapan proses yang dilakukan oleh PDI-Perjuangan dalam
menjaring dan menyeleksi calon meliputi empat hal. Yaitu : Pertama, proses
penjaringan nama-nama kandidat yang akan diusung dalam Pilkada. Kedua, melakukan
verifikasi terhadap nama-nama kandidat yang dinominasikan akan maju dalam proses
Pilkada. Ketiga, melakukan penyaringan terhadap nama-nama kandidat yang telah
dinominasikan. Keempat, penentuan nama-nama kandidat yang akan diajukan pada
masing-masing KPUD.
Seperti diketahui dalam pemilihan gubernur Jawa Barat tersebut di atas, PDI-P
resmi mencalonkan pasangan Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki sebagai calon
gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Barat. Keputusan itu diambil setelah
pasangan tersebut langsung mendapat restu dari Ketua Umum PDI-P, Rabu
(7/11/2012) malam17.
Selama ini Rieke Diah Pitaloka merupakan anggota PDI-Perjuangan yang cukup
kompeten menyuarakan aspirasi partainya. Sedangkan Teten Masduki merupakan
tokoh antikorupsi. Sikap itulah yang menjadi pertimbangan PDI-Perjuangan agar Teten
Masduki mendampingi Rieke Diah Pitaloka maju dalam Pilgub Jabar. Disamping itu,
Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarno Putri turut mendorong Teten Masduki maju
dalam Pilgub Jabar. Juga karena Teten Masduki dan Rieke sama-sama orang Jawa
Barat. Lebih lanjut disebutkan bahwa Rieke Diah Pitaloka mengajak Teten Masduki
untuk mengubah kondisi Jabar. Namun, Teten Masduki sempat gundah karena tidak
memiliki kendaraan politik. Sebab itu ketika PDI-Perjuangan memintanya untuk
menjadi kandidat Wakil Gubernur Jawa Barat mendampimgi Rieke Diah Pitaloka, Teten
Masduki menerimanya. Sebagaimana diketahui di Jabar terdapat sekitar 5.000 tempat
pemungutan suara (TPS) sehingga mengganjal dirinya untuk maju dari jalur
independen.18
17 Sumber : www.voaislam.com 18 “Teten: PDI-P Minta Saya Usung Perubahan”, at
http://nasional.kompas.com/read/2012/11/09/02542825/Teten.PDIP.Minta.Saya.Usung.Perubahan?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=, diakses 4 Mei 2013.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
Dari hasil pemilukada diketahui bahwa pemenang pemilu adalah pasangan
Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar. Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar meraih
suara sebanyak 6.515.313 dari total 20.115.423 surat suara yang masuk baik yang sah
maupun tidak sah. Pasangan Rieke Dyah Pitaloka-Teten Masduki menempati urutan
kedua dengan total perolehan 5.714.997 suara.19 Berdasar hasil perhitungan suara ini,
pasangan Rieke Dyah Pitaloka-Teten Masduki merasa tidak puas dan mengajukan
gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Perkara 20/PHPU.D-XI/2013.
Sedangkan pokok perkara yang dijadikan alasan gugatan antara lain adanya perbedaan
yang sangat signifikan antara DPT Pemilihan Gubernur Dengan DPT Pemilihan Kepala
Daerah Di Kabupaten/Kota.20 Kuasa Hukum pasangan Rieke Dyah Pitaloka-Teten
Masduki, menyatakan bahwa pihaknya siap menghadapi sidang gugatan Pilgub Jawa
Barat di Mahkamah Konstitusi. Ia juga menyatakan bahwa pihaknya optimis dapat
memenangkan gugatan tersebut sebagaimana keinginan rakyat Jawa Barat yang
menginginkan proses Pilgub yang jujur dan bersih. Ia menyebut pasangan Rieke-Teten
bukan mencari kemenangan bagi pihaknya tetapi mencari kebenaran. Selanjutnya
dikatakan pula bahwa pengajuan gugatan tersebut merupakan instruksi Ketua Umum
PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berdasarkan laporan dan pertimbangan tim
hukum dan advokasi tim pemenangan Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki.21
Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin mengkaji lebih dalam tentang proses
rekruitmen yang dilakukan oleh PDI-Perjuangan dalam melahirkan kandidat-kandidat
potensial yang diharapkan oleh rakyat. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat
bahwa PDI-Perjuangan tetap konsisten dan terus mengawal kandidatnya hingga proses
hukum ke Mahkamah Konstitusi. Penulis ingin mendalami lagi bahwa PDI-Perjuangan
masih mau dan mampu mengawal kandidatnya hingga pasca Pemilu dimana pasangan
Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki mengajukan gugatan hukum atas hasil pemilu.
Peneliti melihat sampai saat ini hanya PDI-Perjuangan yang mengawal kandidatnya
19“Tim Aher Anggap Persoalan Pilkada Jabar Selesai”, at
http://regional.kompas.com/read/2013/04/01/16384079/Tim.Aher.Anggap.Persoalan.Pilkada.Jabar.Selesai?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=, diakses 11 April 2013.
20 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PHPU.D-XI/2013. 21“Hari Ini MK Gelar Sidang Sengketa Pilgub Jabar”, at
http://bandung.okezone.com/read/2013/03/18/526/777222/redirect, diakses 2 April 2013.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
hingga gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, penelitian ini akan
difokuskan pada proses rekruitmen partai PDI-Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam
penentuan kandidatnya untuk maju pada pemilihan kepala daerah provinsi Jawa Barat
tahun 2013 dan juga peran dan fungsi partai dalam mengawal kandidatnya dalam
mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas hasil pilkada yang dinilai oleh
pasangan tersebut tidak jujur dan tidak adil.
B. PERTANYAAN PENELITIAN
Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana proses rekruitment PDI-P pada Pilkada Jawa Barat?
2. Bagaimana peran partai dalam mengawal kandidatnya, baik pada proses
kampanye, memberi dukungan pada proses penghitungan suara dan pemberian
saksi serta proses legal-formal gugatan ke Mahkamah Konstitusi?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
a. Memahami proses rekruitment PDI-P pada Pilkada Jawa Barat.
b. Mengetahui peran partai dalam proses pemilihan kandidat PDI-P pada Pilkada
Jawa Barat, baik dalam memberi dukungan pada proses kampanye, memberi
dukungan pada proses penghitungan suara kandidat PDI-P pada Pilkada Jawa
Barat dan dalam proses gugatan legal-formal ke Mahkamah Konstitusi.
2. Manfaat Penelitian :
Penelitian ini diharapkan mampu:
a. Memberikan pemahaman menyangkut proses rekruitmen politik calon kepala
daerah dalam studi ilmu politik khususnya studi kepartaian.
b. Memberikan masukan bagi partai politik, khususnya partai PDI-Perjuangan
Provinsi Jawa Barat dalam melahirkan kader-kader partai yang menjadi
impian publik.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
D. KERANGKA TEORITIK
1. Fungsi Rekruitmen
Setiap sistem politik memiliki sistem dalam merekrut atau menyeleksi elit-
elitnya untuk menduduki posisi politik maupun pemerintahan. Rekrutmen politik
yang dimaksud adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan
seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam
sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.22 Batasan
tersebut didukung oleh pendapat Miriam Budiardjo, rekruitmen politik adalah
proses melalui mana partai mencari anggota baru dan mengajak orang-orang yang
berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik.23
Fungsi rekruitmen politik merupakan fungsi yang lebih banyak
dilaksanakan oleh partai politik. Dalam fungsi rekruitmen, partai politik mencari
dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik,
misalnya sebagai anggota partai atau menjadi pemimpin politik atas nama partai.
Biasanya dilakukan dengan jalan melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain.
Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader di
masa mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership).24
Rekruitmen politik yang terjadi di lembaga-lembaga seperti di legislatif dan
eksekutif biasanya selain mempertimbangkan faktor keahlian dan kecakapan juga
harus mempertimbangkan faktor keterwakilan dari berbagai kelompok dan kelas.
Langkah ini dimaksudkan agar lembaga politik dalam merumuskan kebijaksanaan
dapat lebih representatif dan keputusan-keputusan yang dihasilkan dapat
menjangkau berbagai kepentingan yang berkembang di dalam masyarakat.
Menurut G. Almond25, setiap sistem politik mempunyai prosedur-prosedur
untuk rekruitmen atau seleksi pejabat-pejabat administrasi dan politik. Di negara
22 Ramlan Surbakti, Memahami llmu Politik, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1987, hlm. 118. 23 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1998, hlm. 19. 24 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1998, hlm. 164. 25 Gabriel A. Almond Sosialisasi Politik, Budaya Politik dan Rekrutmen Politik, dalam Mochtar Masoed dan
Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, Gadjah Mada University Pres,: 2000, hlm. 50.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
demokrasi seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris, jabatan-jabatan politik
dan administrasi secara resmi terbuka untuk calon-calon yang berbakat. Akan
tetapi calon-calon dalam jabatan seperti halnya partisipan politik, cenderung
berasal dari orang-orang yang mempunyai latar belakang kelas menengah atau
kelas atas, dan orang-orang kelas rendah yang berhasil memperoleh pendidikan.
Hal ini terjadi karena pemimpin-pemimpin politik dan pemerintahan di negara-
negara maju dan modern, membutuhkan pengetahuan dan kecakapan yang sulit
diperoleh dengan cara lain. Namun demikian, Almond melanjutkan bahwa di
negara-negara kiripun, jabatan-jabatan politik yang tinggi cenderung masih
dipegang oleh orang-orang profesional berpendidikan formal dibanding oleh
anggota kelas buruh.
Fungsi rekrutmen politik pada partai politik makin dominan manakala
partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam sistem politik totaliter
atau ketika partai ini merupakan partai mayoritas dalam badan perwakilan rakyat
sehingga berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi.
Proses rekrutmen politik dilakukan melalui berbagai prosedur yakni
melalui pemilihan umum, ujian, training formal, penyortiran undian, serta sistem
giliran. Gabriel Almond dan Bingham Powell berusaha mengklasifikasikan
prosedur tersebut ke dalam dua bentuk yakni:26
a. Prosedur tertutup (Closed recruitment process) adalah suatu proses
rekruitmen yang ditentukan oleh elit partai, mengenai siapa saja yang
dicalonkan sebagai anggota legislatif dan pejabat eksekutif.
b. Prosedur terbuka (Opened recruitment process) adalah nama-nama calon yang
diajukan, diumumkan secara terbuka dalam bentuk kompetisi
Menurut Nazaruddin Syamsudin, sistem rekruitmen politik dibagi menjadi
dua cara:
a. Rekruitmen terbuka yaitu dengan menyediakan dan memberikan kesempatan
yang sama bagi seluruh warga negara untuk ikut bersaing dalam proses
26 Gabriel A. Almond and G. Bingham Powel, Jr.. Cooperative Politics Today: A World View, Fourth Edition,
Scott, Faresman and Company, London, 1988, hlm. 108-140.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
penyeleksian. Dasar penilaian dilaksanakan melalui proses dengan syarat-
syarat yang telah ditentukan, melalui pertimbangan-pertimbangan yang
objektif rasional, di mana setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi
jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam
melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan baik jabatan politik maupun
administrasi atau pemerintahan.
b. Rekruitmen tertutup yaitu adanya kesempatan untuk masuk dan dapat
menduduki posisi politik tidaklah sama bagi setiap warga negara, artinya
hanya individu-individu tertentu yang dapat direkrut untuk menempati posisi
dalam politik maupun pemerintah. Dalam sistem yang tertutup ini orang yang
mendapatkan posisi elite melalui cara-cara yang tidak rasional seperti
pertemanan, pertalian keluarga dan lain-lain (Hesel Nogi Tangkilisan,
2003:189) .
Selanjutnya Haryanto mempertegas lagi pendapat di atas bahwa yang
dimaksud dengan rekruitmen politik yang terbuka adalah rektruitmen itu terbuka
bagi seluruh warga negara tanpa kecuali apabila memenuhi syarat yang telah
ditentukan. Setiap warga negara yang mempunyai bakat, mempunyai kesempatan
yang sama untuk menduduki jabatan politik maupun jabatan pemerintahan.
Sedangkan rekruitmen politik yang tertutup adalah bahwa individu-individu yang
tertentu saja yang dapat direkrut untuk kemudian menduduki jabatan politik
maupun jabatan pemerintahan. Dalam rekruitmen tertutup ini kesempatan tidak
terbuka untuk seluruh warga negara. Misalnya perekrutan dilakukan terhadap
individu-individu yang mempunyai persamaan darah (keturunan/ keluarga)
dengan penguasa, atau merupakan kawan-kawan akrab pihak penguasa, atau
mungkin berasal dari sekolah yang sama (satu ataupun juga mempunyai agama
yang sama dengan agama yang dianut oleh penguasa.27
Dalam proses rekruitmen politik, Almond dan Powell mengajukan beberapa
jalur rekruitmen politik yang secara umum berlaku di beberapa negara. Jalur-jalur
tersebut, antara lain sebagai berikut:
27 Haryanto, Sistem Politik: Suatu Pengatar, Liberty, Yogyakarta: 1984, hlm. 47-48.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
a. Pertama, jalur koalisi partai dan atau pimpinan-pimpinan partai. Rekruitmen
politik seringkali tergantung pada peranan masing-masing partai dalam suatu
koalisi. Rekruitmen politik yang menyebabkan terjadinva sirkulasi elit dan
didasarkan kepada representasi kekuatan-kekuatan sosial yang ada di dalam
masyarakat.
b. Kedua, jalur rekruitmen berdasarkan kemampuan-kemampuan dari kelompok
atau Partai politik merekrut seseorang untuk menduduki jabatan politik
tertentu berdasarkan kriteria-kriteria seperti distribusi sumber-sumber
kekuasaan dan bakat-bakat yang dimiliki oleh calon, secara langsung maupun
tidak langsung menguntungkan kepentingan partai. Jalur ini sebagian besar
dianut oleh partai-partai politik di Indonesia.
c. Ketiga, jalur rekruitmen politik yang berdasarkan kaderisasi. Rekruitmen
politik tergantung pula kepada proses seleksi atau mekanisme penyaringan di
dalam partai politik itu sendiri. Organisasi partai politik secara
berkesinambungan berusaha untuk merekrut anggota-anggotanya kedalam
tingkatan-tingkatan tertentu, dan memobilisasi partisipasi politik mereka
untuk kepentingan-kepentingan partai yang menguntungkan. Partai politik
membangun dan menyiapkan kader-kader yang dapat dipercaya.
d. Keempat, jalur rekruitmen politik berdasarkan ikatan primordial. Jalur ini
biasanya masih diterapkan dalam sistem politik tradisional, yang didasarkan
pada hubungan kekeluargaan, kesamaan ideologi atau agama, kesamaan
daerah asal (suku) dan kelompok. Dalam praktek-praktek perpolitikan di
Indonesia masih sering terjadi, yang sering disebut sebagai jalur nepotisme.
Dalam rekruitmen jabatan politik, Sutoro Eko mengungkapkan bahwa
diperlukan adanya model yang demokratis yang mengedepankan proses pemilihan
secara terbuka, kompetitif dan partisipatif. Persetujuan dan legitimasi rakyat
menjadi unsur utama dalam proses rekruitmen jabatan-jabatan politik, sebab
pejabat politik itulah yang kemudian membuat kebijakan dan memerintah rakyat.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
Model demokratis harus diterapkan dengan baik dalam rekruitmen politik yang
berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:28
a. Parpol harus mempromosikan kandidat yang berkualitas, yakni memiliki
kapasitas, integritas, legitimasi dan populer (dikenal) di mata masyarakat.
b. Proses rekruitmen harus berlangsung secara terbuka. Masyarakat harus
memperoleh informasi yang memadai dan terbuka tentang siapa kandidat dari
parpol, track record masing-masing kandidat dan proses hingga penentuan
daftar calon.
c. Proses rekruitmen harus bersandar pada partisipasi elemen-elemen
masyarakat sipil.
d. Parpol mau tidak mau harus mengembangkan basis atau jaringan dengan
komunitas atau organisasi masyarakat sipil.
Pemilihan kepala daerah dengan memilih secara langsung oleh rakyat telah
menjadi gaya baru dalam menerapkan demokrasi di Indonesia saat ini. Hampir
tidak ada hentinya pemilihan kepala daerah ini dilaksanakan di negeri ini yang
akrab disebut dengan Pilkada. Dalam menegakkan demokrasi, Pilkada semacam ini
memberikan wewenang yang besar bagi masyarakat dalam memilih pemimpinnya,
di mana masyarakat dapat menentukan pilihan secara langsung sesuai dengan
kehendaknya. Sebagai mana yang dikemukakan Prihatmoko, ia mengemukakan
bahwa Pilkada langsung merupakan mekanisme demokratis dalam rangka
rekruitmen pemimpin di daerah, di mana rakyat secara menyeluruh memiliki hak
dan kebebasan untuk memilih calon-calon yang didukungnya, dan calon-calon
bersaing dalam suatu medan permainan dengan aturan main yang sama.29
Pilkada saat ini menjadi kegiatan rutinitas lima tahunan, di mana
masyarakat seakan dijadikan konsumen ataupun aktor penting yang diperebutkan
suaranya bagi para calon pemimpin kepala daerah yang bersaing di Pilkada.
Masyarakat pun dimanjakan dengan berbagai perhatian dan diberikan impian
28 Eko, Sutoro, dkk, 2002, Membuat Desentralisasi dan Demokrasi Lokal Bekerja dalam Desentralisasi
Globalisasi dan Demokrasi Lokal, LP3ES, Jakarta, hlm. 4-6. 29 Joko J. Prithatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. hlm. 109.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
untuk hidup lebih baik oleh para calon pemimpin kepala daerah dalam Pilkada
demi kemenangannya.
Keadaan semacam itu seharusnya tidaklah harus terjadi karena masyarakat
saat ini akan semakin cerdas dalam menentukan pilihannya. Sehingga dalam hal ini
peran partai politiklah yang seharusnya diperhatikan dalam memaksimalkan
fungsi-fungsi partai politik. Adanya pelaksanaan Pilkada langsung di Indonesia
yang pertama sekali diterapkan sejak bulan Juni 2005 memang menjadi ujian bagi
partai politik untuk lebih terbuka atau membuka diri terhadap dinamika politik
lokal. Pemberdayaan masyarakat sipil sebenarnya ditumbuh kembangkan melalui
kemampuan partai politik dalam menarik dukungan dan minat rakyat untuk
berpolitik, dalam arti menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan secara
langsung.30
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Khoirudin bahwa partai politik
merupakan salah satu institusi inti dari pelaksanaan demokrasi modern.31
Demokrasi modern mengandalkan sebuah sistem yang disebut keterwakilan, baik
keterwakilan dalam lembaga formal kenegaraan maupun keterwakilan aspirasi
masyarakat dalam institusi kepartaian. Upaya menegakkan demokrasi tentulah
dibutuhkan sarana atau saluran politik yang koheren dengan kebutuhan
masyarakatnya. Dalam hal tersebut partai politik adalah salah satu sarana yang
dimaksud, di mana partai politik mempunyai ragam fungsi, platform, dan dasar
pemikiran. Hal itulah yang dapat dijadikan pertimbangan untuk menilai
demokratis tidaknya suatu pemerintahan.
Selain hal tersebut pemimpin juga menjadi salah satu faktor penting lainnya
untuk membawa perubahan dan perkembangan suatu bangsa. Pemimpin dalam
hal ini adalah kepala daerah. Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan
publik yang bertugas memimpin birokrasi menggerakkan jalannya roda
pemerintahan. Kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan atas
fungsinya yaitu menjadi perlindungan, pelayan publik dan pembangunaan. Istilah
30 Pnenie Chalid (ed), Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Pertnership
Kemitraan, Jakarta, 2005, hlm. 19-20. 31 Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,. 2004, hlm. 1.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
jabatan publik mengandung pengertian bahwa kepala daerah menjalankan fungsi
pengambilan kebijakan yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat,
berdampak terhadap rakyat, dan dirasakan oleh rakyat.32 Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kepala daerahlah yang menjadi penentu bagi kemajuan atau pun
kemunduran dari kondisi kehidupan masyarakatnya.
Ramlan Surbakti berpendapat bahwa terdapat beberapa fungsi dari partai
politik, yaitu sosialisasi politik, rekruitmen politik, partisipasi politik, pemadu
kepentingan, komunikasi politik, pengendali konflik, dan kontrol politik.33 Salah
satu fungsi partai politik yang menarik disorot terkait pelaksanaan Pilkada
langsung ini adalah rekruitmen politik.
Partai politik sebagai suatu organisasi sangat berperan dalam mencetak
pemimpin yang berkualitas dan berwawasan nasional dengan tidak hanya
berorientasi pada kepentingan partai politik yang diwakilinya.34 Hal inilah yang
menjadi alasan diperlukannya sistem rekruitmen politik. Menurut Almond dan
Powel, mereka mengungkapkan bahwa partai politik mempunyai peran dalam
menyeleksi orang-orang berbakat ataupun orang-orang pilihan untuk mengisi
posisi-posisi politik tertentu dan selanjutnya memotivasi mereka untuk bekerja
dalam kerangka kepentingan serta tuntutan partai politik yang bersangkutan.
Miriam Budiardjo pun mengemukakan hal yang sama, bahwa rekruitmen politik
menjadi fungsi partai politik untuk mencari orang-orang muda berbakat untuk
aktif dalam kegiatan politik.35 Dalam menjalankan fungsi ini setidaknya ada dua
cara yang dilakukan partai politik, yaitu secara terbuka dan secara tertutup.
Rekruitmen terbuka berarti bahwa seluruh warga negara tanpa kecuali
mempunyai kesempatan yang sama untuk direkrut apabila yang bersangkutan
telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Sedangkan rekruitmen
tertutup merupakan suatu proses rekruitmen secara terbatas, di mana hanya
individu-individu tertentu saja yang dapat diangkat ataupun direkrut untuk
32 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 203. 33 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, Grasindo, 1999, hlm. 161. 34 Firmanzah, Mengelolah Partai Politik, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 70. 35 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 2008, hlm. 408.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
menduduki jabatan politik.36 Rekruitmen politik tertutup ini mengindikasikan
tidak adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk direkrut oleh
partai politik, dengan artian bahwa hanya individu-individu yang dekat dengan
penguasa atau pemimpin politiklah yang mempunyai kesempatan untuk masuk
dalam partai politik dan menduduki jabatan-jabatan politik. Fungsi partai
sebagai rekruitmen politiklah yang menjadi landasan dalam membahas
permasalahan ini.
Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung saat ini sudah
seharusnya juga membawa dampak baik bagi partai politik. Di mana pilkada
semacam ini mampu menjadi motivasi bagi partai politik dalam melaksanakan
fungsinya yaitu rekruitmen politik, dalam artian mempersiapkan kader-kader
terbaiknya yang nantinya akan mampu bersaing dalam setiap pemilihan kepala
daerah. Sebagaimana yang dikemukakan Eriyanto, bahwa dalam Pilkada langsung
semacam ini, kandidat yang mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak
peduli berasal dari partai mana. Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya
tahap rekruitmen yang dilakukan oleh partai politik.37
Rekruitmen politik atau suatu proses seleksi terhadap calon-calon atau
kader partai yang akan ditempatkan dalam jabatan pemerintahan merupakan
salah satu fungsi partai politik yang menarik untuk diperhatikan. Rekruitmen
politik pada dasarnya menjadi fungsi strategis dalam membesarkan partai politik
atau pun menghimpun masyarakat suara dalam memenangkan Pilkada apabila
partai-partai politik menjalankan fungsi ini.
Namun, pada kenyataan yang ada saat ini sering dijumpai partai politik
yang melakukan cara praktis dalam menentukan aktor yang dia usung sebagai
kepala daerah. Seperti yang dikemukakan Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu
DPP Partai Golkar Leo Nababan menyatakan strategi partai politik (parpol)
merekrut calon pemimpin instan dianggap merusak proses kaderisasi internal.
Selain itu, langkah tersebut telah merusak citra parpol sebagai pencetak calon
36 Syamsudin Haris (ed), Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai Proses Nominasi dan Seleksi Calon
Legislatif Pemilu 2004, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm.143-144. 37 Eriyanto, Pilkada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian LSI Edisi 03-juli 2007, www.isi.co.id/2007/07.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
pemimpin. Ia juga mengemukakan munculnya banyak parpol di era reformasi
merupakan sebuah kemajuan dalam demokrasi. Namun, sayangnya kebanyakan
parpol lupa mempersiapkan infrastruktur yang bisa menjadi pondasi kuat seperti
kaderisasi.38
Hal tersebut dengan kata lain dapat menandakan bahwa kebanyakan para
calon kepala daerah bukan lahir dari kaderisasi partai politik yang berjenjang
melainkan berasal dari kalangan birokrasi, pengusaha dan partai politik terkadang
lebih memilih figur yang berasal dari kader partai politik lain daripada kadernya
sendiri. Hal semacam itu dilakukan karena adanya tujuan yang telah melekat
dalam partai politik yaitu mengambil bagian ataupun dapat dikatakan
memenangkan perebutan kekuasaan. Partai politik memaknai Pilkada langsung ini
sebagai sebuah jalan dalam mencapai tujuannya tersebut. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ahmad Nyarwi, bahwa terdapat beberapa makna penting
kemenangan Pilkada bagi partai politik yaitu: pertama, sebagai kata kunci awal di
dalam memperebutkan kekuasaan eksekutif di masing-masing daerah. Setidaknya,
arena eksekutif inilah nantinya bisa menjadi mesin yang ampuh dalam
menjalankan kebijakan dan visi-visi politik masing-masing partai politik. Kedua,
sebagai peluang bagi partai politik dalam proses pembelajaran para kader
politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama proses Pilkada
cenderung mendorong para kadernya untuk maju sebagai kandidat. Ketiga,
sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.39
Mochtar Mas’oed mengemukakan bahwa rekruitmen politik merupakan
fungsi penyeleksi rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui
penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan
diri untuk jabatan tertentu, pendidikan dan ujian.40 Peran dan fungsi partai politik
tersebut juga secara detail dijelaskan oleh Ramlan Surbakti. Ia mengemukakan
bahwa fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan
38 Dalam Okezone.com. Kaderisasi Parpol Terancam Gagal. www.okezone.com. Kamis, 11 September 2008. 39 Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan , Kajian LSI Edisi 03-juli 2007,
www.isi.co.id/2007/07. 40 Hesel Nogi Tangkilisan, Kebijakan Publik yang Membumi, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik
Indonesia & Lukman Offset, Yogyakarta, 2003, hlm. 188.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan
ideologi tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai politik dalam sistem
politik demokrasi untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan adalah
ikut serta dalam pemilihan umum. Ketika melaksanakan fungsi itu partai politik
dalam sistem politik demokrasi melaksanakan tiga kegiatan, yaitu meliputi seleksi
calon-calon, kampanye, dan melaksanakan fungsi pemerintahan (eksekutif,
legislatif dan yudikatif). Apabila kekuasaan untuk memerintah telah diperoleh
maka partai politik itu berperan pula sebagai pembuat keputusan politik. Partai
politik yang tidak mencapai mayoritas di dewan perwakilan rakyat akan beperan
sebagai pengontrol terhadap partai mayoritas.
Ramlan Surbakti juga mengemukakan bahwa rekruitmen politik adalah
seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok
orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya
dan pemerintahan pada khususnya. Fungsi rekruitmen merupakan kelanjutan dari
fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu fungsi rekruitmen
politik sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang
mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan
terancam.41
Tidak semua anggota atau pengurus partai politik atau warga Negara dapat
menjadi calon kepala daerah. Kedudukan kepala daerah, baik Gubernur, Bupati,
dan Walikota, membutuhkan kompetisi tertentu yang menunjukkan kapasitas dan
kapabilitas agar dapat memimpin pemerintahan dengan baik. Karena itulah
sebelum memasuki kompetisi dalam Pilkada langsung, lazimnya partai-partai
politik melakukan rekruitmen bakal calon. Rekruitmen bakal calon menjadi calon
oleh partai politik atau gabungan partai, dikenal dengan seleksi partai yang
merupakan seleksi tahap kedua setelah sistem dalam rangkaian proses rekruitmen
politik.
Melaksanakan rekruitmen bakal calon, partai politik memberlakukan
sistem atau mekanisme yang berbeda-beda, antara lain sistem pemilihan tertutup
41 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta, 1992, hlm.188.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
dan sistem konvensi.42 Dalam hal PDI-Perjuangan maka menganut sistem
konvensi. Dalam sistem ini sebagaimana rekruitmen calon yang sangat popular di
negara-negara demokrasi, dilakukan dengan cara pemilihan pendahuluan
terhadap bakal calon dari partai politik oleh pengurus dan atau anggota partai.
Kelebihan sistem konvensi terletak pada pengembangan atau peningkatan
popularitas bakal calon melalui proses kampanye internal partai dan pendidikan
politik yang ditawarkan (debat publik, penyampaian visi dan misi, dan lain-lain).
Sistem konvensi sangat efektif bagi partai kader, dan sebaliknya kurang efektif
bagi partai massa.
Karena popularitas sangat penting dalam Pilkada langsung, maka proses
seleksi atau rekruitmen bakal calon oleh partai politik merupakan dinamika
tersendiri. Proses tersebut merupakan kampanye pendahuluan yang akan
mendapat publikasi luas. Karena itulah, belakangan sangat jarang ditemukan
partai politik yang menggunakan sistem partai politik tertutup murni. Partai-partai
berlomba-lomba membuka kesempatan bagi seluruh warga untuk menjadi bakal
calon yang dipublikasikan secara luas melalui media massa. Selain itu, partai
politik juga mengubah mekanisme rekruitmen dengan melakukan semacam uji
kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) kepada bakal calon. Kendati
demikian, mekanisme dan kriteria yang ditetapkan sesungguhnya tetap memberi
kesempatan yang lebih besar kepada pengurus dan/ atau anggota partai politik itu
sendiri.
David Easton, merupakan teoritis pertama yang memperkenalkan
pendekatan sistem dalam politik, yang menyatakan bahwa suatu sistem selalu
memiliki sekurangnya 3 sifat. Ketiga sifat tersebut adalah (1) terdiri dari banyak
bagian-bagian, (2) bagian-bagian itu saling berinteraksi dan saling tergantung, (3)
mempunyai perbatasan yang memisahkannya dari lingkungan yang juga terdiri
dari sistem-sistem lain. Sebagai satu sistem, sistem pilkada langsung mempunyai
bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder atau sub-sub sistem. Bagian-
bagian tersebut adalah electoral regulation, electoral process, dan electoral law
42 Joko J.Prihatmoko, Op. Cit., hal. 238-239.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
enforcement. Electoral Regulation segala ketentuan atau aturan-aturan mengenai
pilkada langsung yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi
penyelenggara, calon dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-
masing. Electoral Process dimaksudkan seluruh kegiatan yang terkait secara
langsung dengan pilkada yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik
yang bersifat legal maupun teknikal. Electoral Law Enforcement yaitu penegakan
hukum terhadap aturan-aturan pilkada baik politis, administratif atau pidana.
Atas dasar itu, sistem pilkada langsung merupakan sekumpulan unsur-
unsur yang melakukan kegiatan atau menyusun skema atau tata cara melakukan
proses untuk memilih kepala daerah. Sebagai suatu sistem, sistem pilkada
memiliki ciri-ciri antara lain bertujuan memilih kepala daerah setiap komponen
yang terlibat dan kegiatan yang mempunyai batas, terbuka, tersusun dari berbagai
dari kegiatan yang merupakan sub sistem, masing-masing kegiatan saling terkait
dan tergantung dalam suatu rangkaian utuh, memiliki mekanisme kontrol, dan
mempunyai kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri.
Dikenal dua jenis sistem pencalonan dalam pilkada langsung yaitu:43 sistem
pencalonan terbatas dan sistem pencalonan terbuka. Dalam hal ini PDI-Perjuangan
menganut sistem pencalonan terbuka dengan memberikan akses yang sama bagi
anggota atau pengurus partai-partai politik dan anggota komunitas atau
kelompok-kelompok lain di masyarakat, seperti organisasi massa, organisasi
sosial, profesional, usahawan-usahawan, LSM, bintang film dan intelektual,
jurnalis, dan sebagainya.
Paradigma sistem pencalonan terbuka adalah bahwa sumber daya manusia
berkualitas tersebar dimana-mana dan sumber kepemimpinan dapat berasal dari
latar belakang apapun. Sumber daya manusia memiliki kesempatan berkembang
dan bertumbuh secara sama di sektor sosial, bisnis, dan akademik. Sistem
pencalonan terbuka semakin populer dengan berkembangnya industrialisasi
sehingga wajar dianut oleh Negara-negara demokrasi mapan, yang notabene
Negara industri dengan tingkat ekonomi maju atau sangat maju, seperti Amerika
43 Ibid, hal. 235.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
Serikat, Prancis, Jerman dan sebagainya. Pilkada di Republik Rusia saat ini,
misalnya, sudah mengakomodasikan sistem pencalonan terbuka. Demikian pula
dengan pencalonan untuk anggota parlemen.
Setiap sistem politik memiliki sistem dalam merekrut atau menyeleksi elit-
elitnya untuk menduduki posisi politik maupun pemerintahan. Di negara-negara
yang telah mencapai kehidupan politik yang maju, sistem rekrutmen untuk
menempatkan kader partainya dilaksanakan secara demokratis, transparan dan
terbuka bagi semua calon atau kandidat yang berkualitas.
Rekruitmen politik yang dimaksud adalah seleksi dan pemilihan atau
seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan
sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada
khususnya.44 Batasan tersebut didukung oleh pendapat Miriam Budiardjo,
rekruitmen politik adalah proses melalui mana partai mencari anggota baru dan
mengajak orang-orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik.45
Dalam proses rekruitmen biasanya faktor keahlian, kecakapan dan
pendidikan menjadi persyaratan yang penting. Namun dalam beberapa hal,
seringkali lebih didasarkan pada ikatan kelompok, ikatan ideologi, atau ikatan
koneksitas (keluarga). Dalam sistem politik yang masih tradisional dan belum
melaksanakan nilai-nilai demokrasi, rekruitmen politik biasanya didasarkan pada
faktor-faktor yang disebutkan terakhir tadi.
Proses rekruitmen politik bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa
Barat dari PDI-Perjuangan cenderung menggunakan pola tertentu berdasarkan
prosedur yang di tetapkan dalam partai. Prinsip umum yang mendasari rekrutmen
politik partai ini sesuai dengan prinsip kelahirannya yaitu pembentukan partai
dalam melakukan perbaikan pada sistem politik dan pemerintahan. Maka
berdasarkan prinsip ini orang yang di rekrut oleh partai ini haruslah orang-orang
yang bersedia melakukan perbaikan-perbaikan untuk perubahan kearah kemajuan
daerah. Pemimpin merupakan salah satu faktor penting untuk membawa
44 Ramlan Surbakti, Memahami llmu Politik, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1987, hlm. 118. 45 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1998, hlm. 19.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
perubahan dan perkembangan suatu daerah. Gubernur dan Wakil Gubernur adalah
jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi dan
menggerakkan jalannya roda pemerintahan. Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa
Barat dari PDI-Perjuangan harus memberikan jaminan perlindungan, pelayan
publik dan pembangunaan yang baik kepada masyarakatnya.
2. Kandidasi
Rekruitmen politik adalah “proses dimana individu atau kelompok-
kelompok individu dilibatkan dalam peran-peran politik aktif (Czudnowski, dalam
Greenstein dan Polsby, 1975:155). Dalam studi tentang rekruitmen politik, istilah
rekruitmen politik sering dipertukarkan dalam makna yang sama dengan seleksi
kandidat (kandidasi), dan rekruitmen legislatif serta eksekutif (Czudnowski, 1975;
Ishiyama, 2001); tetapi ada yang berusaha menarik garis batas antara istilah-
istilah tersebut sebagai konsep yang berbeda (Norris, 1996; Hazan, 2002; Camp,
1995); dan ada pula yang menyatakan bahwa istilah-istilah tersebut dapat
dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan (Siavellis dan Morgenstern, 2008)46. Bagi
yang membedakan, rekruitmen politik didefinisikan yakni bagaimana potensi
kandidat ditarik untuk bersaing dalam jabatan publik; sedangkan seleksi kandidat
adalah proses bagaimana kandidat dipilih dari kumpulan kandidat potensial;
sementara itu rekruitmen legislatif berbicara tentang bagaimana kandidat yang
dinominasikan partai terpilih menjadi pejabat publik. Dari beberapa definisi yang
diungkapkan diatas dapat disimpulkan bahwa rekruitmen politik adalah proses
dimana individu atau kelompok dilibatkan dalam peran-peran politik aktif
dan ditarik untuk bersaing dalam jabatan publik.
Perlakuan partai politik terhadap keseluruhan tahap-tahap rekruitmen
politik sangat berhubungan dengan bagaimana partai politik mengorganisasikan
diri. Terdapat 4 (empat) hal penting yang dapat menunjukkan bagaimana
46 Sigit Pamungkas, Partai Politik – Teori dan Praktek di Indonesia, Institute for Democracy and Welfarism,
2011, hlm. 91-92
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
pengorganisasian partai politik dalam proses rekruitmen politik47, yaitu, Pertama,
Siapa kandidat yang dapat dinominasikan?, Kedua, Siapa yang menyeleksi
(Selectorate)?, Ketiga, Dimana kandidat diseleksi?, Keempat, Bagaimana kandidat
diputuskan?48. Terkait mengenai bagaimana pengorganisasian partai politik dalam
metode seleksi kandidat, Gideon Rahat49 melihat bahwa kadar demokratis
tidaknya partai politik dalam melakukan proses seleksi kandidat untuk menduduki
kursi kekuasaan dapat dilihat dari selectorate (penyeleksi). Dalam hal ini
selectorate (penyeleksi) dikelompokkan kedalam 3 (tiga) tahap, yakni, Pertama,
panitia pencalonan (nominating committee), Kedua, penyeleksi agen partai
(selected party agency), dan Ketiga, anggota partai (party members). Selain itu,
untuk mengukur derajat demokratisasi proses seleksi kandidat dapat dilihat dari
sejauh mana kekuasaan tersebar, yakni, apakah metode seleksi kandidat bersifat
inklusif atau eksklusif, sentralistik atau desentralistik, sistem pemilihan atau
penunjukan.
Dalam demokrasi paling mapan pun, tidak ada hukum yang mengatakan
bagaimana memilih calon mereka, dan masing-masing pihak bebas untuk
membuat aturan sendiri. Masing-masing partai politik memiliki mekanisme dalam
proses kandidasi yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya. Namun secara
umum rekruitmen kandidat dikenal melalui dua mekanisme yakni inklusif dan
ekslusif atau terbuka dan tertutup. Hal ini menjelaskan mengenai siapa yang dapat
dicalonkan atau ditetapkan sebagai kandidat dari partai politik. Model Inklusif
dapat dikatakan bahwa siapa yang bisa melamar sebagai kandidat adalah semua
orang, tidak hanya terbatas pada anggota partai saja, anggota partai dengan syarat
tertentu, pengurus partai, atau orang-orang yang dipilih, tetapi terbuka bagi semua
warga negara. Tidak mempermasalahkan persyaratan keanggotaannya. Sementara
model ekslusif adalah proses rekruitmen kandidat yang memiliki persyaratan
tertentu bagi mereka yang akan melamar menjadi seorang kandidat. Pada
47 Rahat dan Hazan, 2001; Hazan, 2006; Norris dalam Katz dan Crotty, 2006, hlm. 48 Sigit Pamungkas, Op.cit., hlm. 93. 49 Gideon Rahat, Which Candidate Selection Methods is More Democratic?, CSD Working Paper, Centre for
Study of Democracy, UC Irvine 2008
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
25
umumnya, syarat-syarat yang akan ditentukan cenderung lebih menguntungkan
pada anggota, kader, atau pengurus partai. (Rahat dan Hazan; 2006)
Penerapan rekruitmen politik dengan model demokratis membutuhkan
dukungan pendidikan politik yang memadai kepada masyarakat. Hal ini menjadi
penting karena faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh dalam penentuan
pilihan politik (pengambilan keputusan) pemilih terhadap figur yang berkompetisi
dalam pilkada. Tolok ukur dalam penentuan politik tersebut mencakup tiga aspek
menurut Bambang Cipto, yakni : a) party identification, b) Issues of candidate and
party, c) Candidate's (party elite's) personality, style and performance.50
Identifikasi partai merupakan perasaan terikat pada kelompok dimana ia
menjadi anggota ataupun kelompok yang dipilih. Identitas partai akan berkaitan
dengan kesetiaan (loyalitas) dan ketidaksetiaan (volatilitas) dari massa suatu
partai yang disebut sebagai massa pendukung. Semakin tinggi identitas partai
semakin menjamin loyalitas massa partai, sebaliknya semakin rendah identitikasi
partai akan semakin rendah pula loyalitas massanya.
Faktor penentu kedua adalah isu-isu di seputar kandidat dari suatu partai
maupun isu-isu di seputar partai tersebut. Isu-isu tersebut terkait dengan hal apa
saja yang diperjuangkan oleh kandidat atau partai tersebut. Sedangkan faktor
ketiga yang turut menentukan dalam pengambilan keputusan oleh pengambil
keputusan adalah berkenaan dengan kepribadian, gaya hidup dan performa
kandidat atau partai tersebut.
a. Faktor Kinerja Calon
Irawan Prasetya memberikan definisi mengenai kinerja sebagai hasil
kerja seseorang dalam suatu organisasi secara keseluruhan dimana hasil kerja
tersebut harus dapat ditunjukkan secara kongkrit dan dapat diukur.51 Kinerja
merupakan fungsi dari usaha seseorang (effort) yang didukung dengan
motivasi yang tinggi dengan kemampuan (ability) yang diperoleh melalui
latihan-latihan (training) atau dengan pengetahuan (knowledge) melalui
50 Dikutip oleh Tim Peneliti FISIP UMM dalam Perilaku Partai Politik, UMM Press, Malang, 2006, hlm. 27. 51 Irawan Prasetya, dkk., Manajemen Sumber Daya Manusia, STIA-LAN Press, Jakarta, 1992, hlm. 5.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
26
pendidikan atau pengalaman.
Sedangkan Henry Simamora52 mengemukakan bahwa kinerja
(performance) merupakan fungsi antara motivasi dengan kemampuan (ability).
Motivasi disini adalah kesediaan seseorang untuk berusaha sekeras-kerasnya
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan kemampuan merupakan
potensi seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Kemampuan
(competence) mencakup keterampilan pengetahuan (knowledge) serta
pengalaman.
Selanjutnya Suyadi Prawirosentono53, mengatakan bahwa untuk
mengukur kinerja seseorang tidaklah cukup hanya dengan membuat standar
kecakapan saja. Apabila kecakapan seringkali dipahami sebatas keterampilan
teknis (technical skill) dan kemampuan pengetahuan seseorang maka perlu
ditetapkan suatu standar kompetensi seseorang yang mempunyai cakupan
lebih luas dan komprehensif yang terdiri dari motif, sifat, citra peran sosial,
pengetahuan dan keterampilan.
Adman Nursal dalam Political Marketing mengemukakan bahwa untuk
memenangkan pemilihan paling tidak harus meyakinkan para pemilih, karena
pemilih lebih mudah diyakinkan dengan menawarkan figur atau kandidat
dibandingkan dengan menawarkan policy atau isu-isu yang akan
diperjuangkan. Kandidat yang dimaksud terkait dengan kualitasnya, yang
memiliki dua aspek, kualitas instrumental dan kualitas simbolis. Kualitas
instrumental yaitu kompetensi kandidat meliputi kompetensi manajerial dan
kompetensi fungsional. Kompetensi managerial berkaitan dengan kemampuan
untuk menyusun rencana, pengorganisasian, pengendalian dan pemecahan
masalah untuk mencapai sasaran obyek tertentu. Sedangkan kompetensi
fungsional adalah keahlian bidang-bidang tertentu yang dianggap penting
dalam melaksanakan tugas, misalnya keahlian bidang ekonomi, hukum,
52 Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Pembangunan, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, hlm.
434. 53 Suyadi Prawirosentono. Kebijakan Kinerja Karyawan, BPFE, Yogyakarta, 1999, hlm. 24.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
27
keamanan, teknologi dan sebagainya. Kualitas instrumental merupakan
keahlian dasar yang dimiliki kandidat agar sukses melaksanakan tugasnya.
Kedua, kualitas simbolis yaitu kualitas kepribadian seseorang berkaitan
dengan integritas diri, ketegasan, ketaatan pada norma dan aturan, kebaikan,
sikap merakyat dan sebagainya. Ketiga, kualitas fenotipe optic yaitu
penampakan visual seorang kandidat yang secara umum meliputi pesona fisik,
kesehatan dan kebugaran serta gaya penampilan.54
Seiring dengan pelaksanaan pilkada Achmad Herri mengemukakan 9
kriteria figur terbaik sebagai pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah antara lain:55
1) Seorang Strong Leader (memiliki kekuatan lahiriah dan batiniah)
2) Dapat dipercaya dan amanah
3) Profesional
4) Berpengalaman dalam bidang manajerial berskala besar
5) Memiliki integritas diri : jujur dan mampu menjaga martabat
6) Berwawasan kebangsaan
7) Memahami persoalan ekonomi-bisnis lokal. domestik dan global
8) Memiliki hubungan luas dalam pergaulan nasional
9) Bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
b. Faktor Dukungan
Dalam bidang politik konsep dukungan sering dipergunakan dalam
menunjukkan sikap misalnya berkaitan dengan suatu keputusan politik atau
terhadap kepemimpinan politik (penguasa) namun sangat sulit untuk
memperoleh definisi konsep dukungan itu sendiri oleh para ahli politik.
Walaupun demikian definisi dukungan telah banyak dipergunakan di bidang-
bidang lain seperti psikologi dan bidang sosial.
54 Adman Nursal, Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004,
hlm. 65. 55 Ahmad Herry, Pilkada Langsung Sembilan Kunci Sukses Tim Sukses, Galang Press, Yogyakarta, 2005, hlm. 28.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
28
Dalam bidang psikologi, Kessler56 mendefinisikan dukungan sebagai
adanya pertolongan atau bantuan dari orang lain selama dibutuhkan. Jadi
dukungan diartikan sebagai tersedianya bantuan orang lain yang dapat dilihat
dengan jelas oleh individu selama waktu individu tersebut memerlukan
dukungan (bantuan). Dengan demikian dukungan ini mencakup elemen
pemberi, penerima bantuan, bentuk bantuan dan waktu tertentu.
Sejalan dengan definisi yang dikemukakan di atas, House
mengemukakan ciri-ciri dukungan itu mencakup emosional, kognitif dan
material.57 Dukungan emosional berupa bantuan dalam bentuk perhatian,
empati, simpati dan sebagainya. Sedangkan dukungan kognitif berupa bantuan
saran, nasehat, gagasan dan informasi. Sementara dukungan material berupa
bantuan dalam bentuk barang atau dana. Sering juga beberapa pendapat
menambahkan dukungan instrumental yang berupa bantuan tenaga dan
waktu.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dalam kaitannya dengan bidang
politik, maka dukungan merupakan adanya bantuan dari seseorang atau
kelompok terhadap pihak tertentu dalam rangka memperoleh dan atau
menjalankan kekuasaannya. Dukungan dalam rangka memperoleh kekuasaan
dapat terlihat pada keikutsertaan atau ikut berpartisipasi dalam proses
pencalonan, kampanye sampai pada pemberian suara dalam pemilihan.
Bahkan dukungan juga terlihat melalui pemberian sumbangan dana dalam
penyelengaaraan pemilihan.
Kaitannya dengan dukungan dalam pelaksanaan pilkada, Achmad Herry
mengemukakan bahwa dalam mencalonkan figur tertentu partai politik harus
dapat memperkirakan dukungan terhadap figur tersebut sehingga
memungkinkan terpilihnya pasangan calon yang ditetapkan. Dukungan-
dukungan tersebut bersumber dari:
56 Kessler. Ronald C., Ricard H. Prices and Camille B Woriman, Social Factors in Psychopathology: Social
Support and Coping Processes, 1985, dalam Annual Review of Psykology, 1990, hlm. 531. 57 House, James S., and Robert L. Khan (1985), Measure and Consept of Social Support, New York dalam Abu
Ahmadi, Psikologi Sosial, Ed. Rev., Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 156.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
29
1) Dukungan partai atau gabungan partai yang mencalonkan.
2) Dukungan massa mengambang/ arus bawah.
3) Dukungan birokrasi pemerintahan dan TNI/Polri bagi pejabat yang akan
maju sebagai calon.
4) Dukungan kelompok-kelompok kepentingan di luar partai politik seperti
organisasi kemasyarakatan (Ormas), organisasi kemasyarakatan pemuda
(OKP), organisasi profesi dan bisnis.
5) Dukungan kelompok-kelompok penekan (Pressure group), seperti
lembaga swadaya masyarakat (LSM), mahasiswa, organisasi
buruh/tani/nelayan dan pers lokal.
c. Faktor Ikatan Primordial
Dalam pengertian umum bahwa primordial merupakan dimensi
keaslian atau kesejatian dari kelompok atau etnik tertentu. Primordialisme
dalam pemahaman Geertz (1973) adalah keterikatan terhadap suatu yang
diantaranya dibawa melalui kelahiran. Seorang yang dilahirkan dalam
komunitas yang religius misalnya, akan menjadi keterikatan yang kuat
terhadap komunitasnya, sehingga keterikatan tersebut menimbulkan emosi
tertentu yang menjadi dasar tingkah lakunya dan pertimbangan lainnya.58
Demikian pula halnya dengan orang yang dibesarkan dalam suatu komunitas
pemakai bahasa tertentu, latarbelakang kultural ini bisa menjadi sumber
terbentuknya semangat primordialisme orang tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa primordialisme adalah orientasi
individu atau kelompok. Primordialisme adalah sikap yang mementingkan
keuntungan-keuntungan kelompok. Ikatan primordial didasarkan pada
keterikatan-keterikatan berdasarkan keagamaan, etnis dan kedaerahan,
keanggotaan dalam suatu asosiasi, atau profesi. Misalnya di Indonesia, sikap--
sikap primordial yang dilihat melalui keanggotaan suatu partai politik karena
partai politik di Indonesia dibangun dengan dasar orientasi ideologis yang
terbentuk melalui perbedaan pemahaman keagamaan.
58 Ibid.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
30
Sistem rekruitmen politik memiliki keberagaman yang tiada terbatas,
namun pada dasarnya ada dua cara khusus seleksi pemilihan, yaitu melalui kriteria
universal dan kriteria partikularistik. Pemilihan dengan kriteria universal
merupakan seleksi untuk memainkan peranan dalam sistem politik berdasarkan
kemampuan dan penampilan yang ditunjukkan lewat tes atau ujian prestasi.
Sedangkan yang dimaksud dengan kriteria partikularistik adalah pemilihan yang
bersifat primordial yang didasarkan pada suku, agama, ras, keluarga, almamater
atau faktor status. Terkait dengan itu maka untuk menciptakan rekruitmen yang
sehat berdasarkan sistem politik yang ada sehingga membawa pengaruh pada elit
politik terpilih membutuhkan adanya mekanisme yang dapat menyentuh semua
lapisan, golongan serta kelas sosial masyarakat.
Oleh karena itu, Seligman dalam Kebijakan Politik yang Membumi
memandang rekruitmen sebagai suatu proses yang terdiri dari:59
a. Penyaringan dan penyaluran politik yang mengarah pada (pemenuhan syarat
calon).
b. Pencalonan atau proses dua tahap yang mensyaratkan inisiatif dan penguatan.
c. Seleksi, yakni pemilihan calon elite politik yang sebenarnya.
Rekruitmen politik diharapkan agar memperhatikan mekanisme yang
berlaku karena penting dalam hal pengambilan keputusan atau pembuatan
kebijaksanaan. Pada umumnya elit politik yang direkrut biasanya orang-orang
yang memiliki latar belakang sosial, budaya disamping memiliki kekuatan ekonomi
yang memadai menjadi persyaratan. Walaupun prosedur-prosedur yang
dilaksanakan oleh tiap-tiap sistem politik berbeda satu dengan yang lainnya,
namun terdapat suatu kecenderungan bahwa individu-individu yang berbakat
yang akan dicalonkan menduduki jabatan-jabatan politik maupun jabatan
pemerintahan.
Putnam juga mengemukakan bahwa ada beberapa kriteria yang dapat
digunakan dalam proses seleksi elit politik, yaitu:60
59 Hesel Nogi Tangkilisan, Op. Cit, hlm. 190. 60 Ibid, hlm. 158.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
31
a. Keahlian teknis, dimana keahlian ini sangat dibutuhkan untuk melaksanakan
peranan-peranan politik yang rumit dalam kaitannya dengan peranan dalam
proses sosial.
b. Keahlian berorganisasi dan persuasi, dimana keahlian ini sangat penting untuk
pembuatan keputusan politik atau kebijaksanaan pemerintah yang umumnya
dilakukan oleh kaum elit, karenanya dibutuhkan keterampilan negoisasi atau
mobilisasi orang atau pejabat yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan
pelaksanaannya.
c. Loyalitas dan reliabilitas politik yang menyangkut derajat kepercayaan politik
dari berbagai kekuatan atau golongan masyarakat, karena hal ini akan sangat
membantu dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
Banyaknya kepala daerah dan wakil kepala daerah yang di usung oleh PDI-
Perjuangan menang dalam pemilihan umum kepala daerah tidak terlepas dari
kerja keras yang dilakukan oleh pengurus PDI-Perjuangan di daerah dalam
merekrut orang-orang yang memang pantas dan memiliki potensi untuk
menduduki jabatan sebagai kepala daerah. Pengurus PDIP di pusat maupun daerah
dengan teliti dan jeli melakukan komunikasi dan pendekatan terhadap beberapa
nama bakal calon kepala daerah.
Dalam kerangka teoritik dari Hazan dan Rahat terdapat beberapa tahapan
dalam rekruitmen politik yaitu: tahapan Candidacy, Selectorate, Decentralization,
Appoinment and Voting System, Participation, Representation, Competition,
Responsiveness, dan Candidate Selection.
a. Candidacy
Tahapan Candidacy adalah tahapan pendefinisian kriteria yang dapat
masuk sebagai kandidat. Berbagai hal yang mempengaruhi tahapan kandidasi
ini meliputi aturan-aturan pemilihan, aturan-aturan partai, dan norma-norma
pemilihan.
b. Selectorate
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
32
Gideon Rahat61 melihat bahwa kadar demokratis tidaknya partai politik
dalam melakukan proses seleksi kandidat untuk menduduki kursi kekuasaan
dapat dilihat dari selectorate (penyeleksi). Dalam hal ini selectorate
(penyeleksi) dikelompokkan kedalam 3 (tiga) tahap, yakni, Pertama, panitia
pencalonan (nominating committee), Kedua, penyeleksi agen partai (selected
party agency), dan Ketiga, anggota partai (party members).
c. Decentralization
Selain itu, untuk mengukur derajat demokratisasi proses seleksi
kandidat dapat dilihat dari sejauh mana kekuasaan tersebar, yakni apakah
metode seleksi kandidat bersifat sentralistik atau desentralistik.
d. Appoinment and Voting System
Selain itu, untuk mengukur derajat demokratisasi proses seleksi
kandidat dapat dilihat dari sejauh mana kekuasaan tersebar, yakni, apakah
metode seleksi kandidat bersifat inklusif atau eksklusif, sentralistik atau
desentralistik, sistem pemilihan atau penunjukan.
e. Participation
Partisipasi adalah dimensi utama dari demokrasi. Dalam perwakilan
yang modern demokrasi, seluruh populasi warga negara dewasa berhak untuk
memilih wakil rakyat yang akan memerintah mereka. Demokrasi di tingkat
nasional membutuhkan partisipasi yang universal, yaitu inklusivitas maksimal.
Pada tingkat intra partai partisipasi dapat dilihat sebagai inklusivitas dan
sebagai pemilih, serta pertanyaan dari kuantitas versus kualitas partisipasi
dalam partai.
f. Representation
Dalam konteks rekruitmen dan studi pemilu, gagasan
representasi yang digunakan hampir secara universal dan seragam adalah
bahwa representasi mencerminkan komposisi demografis masyarakat (atau,
61 Gideon Rahat, Which Candidate Selection Methods is More Democratic?, CSD Working Paper, Centre for
Study of Democracy, UC Irvine 2008
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
33
dalam kasus partai, yang mencerminkan komposisi demografis kelompok
pemilih mereka).
g. Competition
Dalam demokrasi, kita berharap untuk melihat persaingan bebas
kepentingan, nilai-nilai, dan juga identitas. Partai dan kandidat menampilkan
diri sebagai wakil dari minat, nilai, dan identitas, dan dari waktu ke waktu
bersaing satu sama lain untuk dukungan dari pemilih.
h. Responsiveness, dan Candidate Selection.
Elemen-elemen demokrasi seperti partisipasi, representasi, persaingan,
dan responsif harus dipahami dan dicapai baik dari segi eksternal maupun
internal partai. Selain itu, isu-isu seputar kandidat dan incumbent dapat
mempengaruhi elektabilitas masing-masing.
3. Mengawal Kebijakan dan Legal Formal
Kepercayaan publik terhadap partai politik memudar karena perilaku kader
tidak peduli pada aspirasi konstituen. Salah satu cara memulihkan kepercayaan itu
adalah melibatkan anggota partai memilih bakal calon dari sejumlah calon yang
disiapkan dan diseleksi pengurus. Partai politik seringkali memiliki persamaan-
persamaan, sebagai berikut:
Pertama, persyaratan menjadi calon anggota DPR dan DPRD yang diterapkan merupakan kombinasi dua atau lebih syarat yang pada dasarnya mencari calon yang berpeluang besar mendulang suara. Persyaratan itu meliputi : popularitas (tingkat pengenalan pemilih terhadap calon), elektabilitas (kehendak pemilih memilih calon), integritas calon (kesesuaian perilaku calon dengan norma masyarakat dan kejujuran calon), dana kampanye (kemampuan keuangan calon memobilisasi dukungan pemilih), pengabdian kepada partai, kadar komitmen ideologi partai, tingkat pendidikan, serta dukungan organisasi partai dan tim pendamping memobilisasi dukungan pemilih.
Kedua, yang menyeleksi bakal calon anggota DPR dan DPRD adalah tim seleksi yang dibentuk oleh kepengurusan partai tingkat pusat, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota. Namun, yang menetapkan daftar calon dan nomor urutnya adalah pengurus partai tingkat pusat untuk daftar bakal calon anggota DPR, pengurus partai tingkat provinsi untuk daftar bakal calon anggota DPRD provinsi dan daftar bakal calon anggota DPRD
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
34
kabupaten/ kota setelah mendapat persetujuan pengurus pusat. Tentu saja terdapat variasi antarpartai dalam metode yang digunakan tim seleksi untuk menyeleksi bakal calon yang tak akan disebutkan di sini.
Ketiga, sama sekali tak ada keterlibatan anggota partai dalam proses seleksi calon.62
Salah satu bentuk demokratisasi partai politik secara internal adalah
partisipasi anggota partai dalam seleksi calon anggota lembaga legislatif dan
seleksi calon kepala pemerintahan, baik pada tingkat nasional maupun tingkat
lokal. Derajat partisipasi pemilih dalam seleksi calon dapat dipilah jadi beberapa
tingkat dalam spektrum inklusif dan eksklusif:
a. pemilihan pendahuluan terbuka;
b. pemilihan pendahuluan tertutup;
c. kaukus lokal;
d. konvensi partai; serta
e. seleksi dan penetapan oleh pengurus.
Pandangan lain menempatkan kelima kategori tersebut dalam spektrum
derajat partisipasi-derajat sentralisasi. Yang berhak memberikan suara pada
pemilihan pendahuluan terbuka tidak hanya anggota partai yang mengadakan
pemilihan calon, tetapi juga pemilih terdaftar lainnya, baik berstatus anggota
partai lain maupun yang independen. Karena itu, pemilihan pendahuluan terbuka
merupakan seleksi kandidat yang paling inklusif atau derajat partisipasi yang
paling tinggi.
Yang memberikan suara pada pemilihan pendahuluan tertutup hanya
anggota partai yang mengadakan pemilihan calon itu. Yang memberikan suara
pada kaukus hanyalah anggota partai yang mengadakan pemilihan calon, tetapi
didahului diskusi dan perdebatan, baik antar anggota maupun antara calon dan
anggota, tentang kebijakan yang akan diperjuangkan sang bakal calon. Pada
pemilihan pendahuluan suara diberikan oleh pemilih secara rahasia, sedangkan
62
Rahat, Gideon, Candidate Selection: The Choice Before the Choice, Journal of Democracy, Volume 18, Number 1, January 2007, pp. 157-170.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
35
pada kaukus suara diberikan pemilih secara terbuka kepada calon yang
dikehendaki.
Yang hadir dan yang berhak memberikan suara pada konvensi partai
tingkat lokal ataupun nasional adalah delegasi yang dipilih anggota partai yang
mengadakan pemilihan calon itu. Nama-nama calon diseleksi dan diajukan partai.
Pemberian suara didahului diskusi dan perdebatan antara delegasi dan calon
ataupun antar delegasi tentang kebijakan yang akan diperjuangkan calon.
Yang menentukan bakal calon pada tingkat yang kelima adalah pengurus
inti partai berdasarkan rekomendasi tim seleksi yang dibentuk pengurus pusat dan
pengurus daerah. Karena itu, seleksi dan penetapan oleh pengurus partai
merupakan seleksi kandidat yang paling eksklusif karena sama sekali tak
melibatkan anggota partai. Kategori kelima ini juga menempati derajat sentralisasi
paling tinggi. Partai politik peserta pemilu di Indonesia termasuk kategori seleksi
kandidat yang paling eksklusif dan sentralistik.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa metode seleksi kandidat dilakukan
untuk setidaknya empat alasan: 1) Mereka memiliki konsekuensi politik yang
besar untuk komposisi parlemen dan perilaku anggota mereka; 2) mereka
memainkan peran utama dalam proses delegasi dalam demokrasi perwakilan
modern, 3) mereka menunjukkan bagaimana kekuasaan didistribusikan dalam
partai, dan 4) pentingnya mereka meningkat dengan peningkatan calon terpusat,
atau pribadi, politik.63
Menurut Richard S Katz (2001), seleksi calon yang melibatkan anggota
partai begitu penting dalam demokrasi karena seleksi calon merupakan salah satu
fungsi khas partai dalam demokrasi. Ini tidak hanya karena seleksi calon untuk
bersaing pada pemilu merupakan salah satu fungsi yang membedakan partai
politik dari organisasi lain yang mungkin berupaya memengaruhi baik hasil pemilu
maupun keputusan yang akan diambil pemerintah, tetapi juga karena calon yang
63 Rahat, Gideon, Candidate Selection: The Choice Before the Choice, Journal of Democracy, Volume 18,
Number 1, January 2007, pp. 157-170.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
36
dinominasikan memainkan peran penting menentukan wajah partai yang
bersangkutan di depan publik.
Calon sebagai orang dan sebagai peran melaksanakan setidak-tidaknya
empat fungsi dalam partai politik kontemporer sebagai organisasi dan dalam
demokrasi kontemporer sebagai sistem tata kelola pemerintahan. Pertama, calon
partai itulah yang menggambarkan wajah partai pada pemilu. Secara kolektif para
calon itu memperlihatkan dimensi demografis, geografis, dan ideologis partai yang
bersangkutan. Calon partai itulah yang lebih banyak menggambarkan wajah partai
kepada publik, baik pada saat pemilu maupun setelah terpilih menjadi pejabat
publik.
Kedua, calon adalah hasil perekrutan, sedangkan pencalonan adalah salah
satu jalur perekrutan bagi keanggotaan partai untuk jabatan publik. Begitu terpilih,
sang calon menempati posisi penting, baik dalam partai maupun dalam
pemerintahan, baik secara simbolik dan seremonial maupun secara aktual. Ketiga,
ketika terpilih, calon yang telah jadi wakil rakyat itu tak hanya mencerminkan
partai secara kolektif, tetapi juga mewakili daerah pemilihan tertentu. Karena
mewakili daerah pemilihan tertentu, sang wakil memiliki keterikatan dengan
warga lokal yang tinggal di daerah pemilihan itu.
Keempat, pencalonan memiliki makna yang penting karena tekanan,
pengaruh, dan kekuasaan yang dapat digunakan oleh calon, bahkan pengaruhnya
lebih besar lagi apabila terpilih. Karena itu, partisipasi para anggota partai dalam
penentuan calon partai menjadi suatu keharusan.
Menurut Richard S. Katz dan Peter Mair uraian di atas dapat dirangkum
dalam tiga wajah partai yaitu party on the ground, party in central office, dan party
in public office. Party on the ground adalah partai massa dimana keanggotaan atau
dukungan terhadap partai ini sangat kuat karena diikat oleh ikatan ideologis,
umumnya partai jenis ini mengutamakan volunterisme dalam struktur kerjanya
dan bergerak di level bawah (grassroot) yaitu dengan cara menggalang dukungan
sebesar-besarnya di dalam masyarakat. Party in central office adalah wajah partai
dalam struktur kepengurusan partai. Partai jenis ini bersifat sentralistik dan
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
37
teknokratik. Sehingga bila kita melihat sebuah partai dengan pemilik keputusan
adalah dewan pengurus tertinggi partai maka dapat kita katakan bahwa partai
tersebut sedang menggunakan wajah party in central office. Wajah ketiga dari
partai adalah party in public office atau dapat disebut sebagai partai dalam
pemerintahan. Wajah ini mengharuskan partai untuk berperan dalam aspek
offising atau penempatan posisi strategis bagi anggota partainya dan menjadikan
sebuah partai berorientasi electoral atau berburu suara.64
Dalam membahas permasalahan dalam penelitian ini, pertama-tama
dijelaskan dari teori Rahat dan Hazan berdasarkan dimensi inklusifitas atau
eksklusifitas, sentralistik atau desentralistik dan dimensi terbuka atau tertutup.
Berdasar dimensi ini, dapat dijawab mengapa Rieke Dyah Pitaloka-Teten Masduki
terpilih menjadi kandidat PDI-Perjuangan.
Selanjutnya berdasar dimensi-dimensi tersebut juga akan dijawab
bagaimana peran PDI-Perjuangan dalam mengawal kebijakan dan kepemimpinan
lokal dari mulai kampanye sampai perhitungan suara dan bagaimana peran partai
dalam tahapan legal-formal dalam melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi
berdasar tiga wajah partai menurut Richard S. Katz dan Peter Mair. Dengan
demikian, peran dalam penelitian ini tidak hanya dalam pencalonan saja, tetapi
lebih dari itu, yaitu mengawal sampai pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
E. DEFINISI KONSEPTUAL
1. Partai Politik
Partai Politik adalah kelompok anggota yang terorganisir secara rapi dan
stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi yang sama dan mencari
serta mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum
dan merupakan organisasi yang bersifat nasional.
2. Fungsi Partai Politik
Fungsi Partai Politik adalah tanggung jawab partai politik baik terhadap
institusinya, masyarakat maupun terhadap bangsa dan negara.
64 Richard S. Katz dan Peter Mair, The American Review of Politics, Vol. 14, Winter, 1993: 593-617.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
38
3. Rekrutmen Politik
Rekruitmen adalah penyeleksian anggota masyarakat dalam kegiatan
politik untuk dapat menduduki jabatan politik yang lebih luas, meliputi cara serta
proses penyeleksian dan penempatan anggota masyarakat untuk menjadi
pengurus sekaligus kader partai.
4. Kandidasi
Kandidasi adalah proses bagaimana kandidat dipilih dari kumpulan
kandidat potensial, proses dukungan pada saat pemilihan, hingga dukungan pasca
pemilihan dan pendampingan kandidat pada proses hukum apabila timbul
sengketa pemilihan.
5. Mengawal Kebijakan
Mengawal Kebijakan adalah peran partai mulai dari proses pemunculan
nama kandidat sampai pasca pemilukada.
F. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini mempergunakan metode penelitian studi kasus, yaitu kasus
pemilu Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat dalam
proses rekruitmen kepala daerah yang diusung oleh Partai PDI-Perjuangan Tahun
2013. Penggunaan studi kasus tersebut untuk mengetahui aspek-apek rekruitmen
yang bertujuan untuk mengungkapkan proses rekruitmen serta faktor yang
menentukan terpilihnya kandidat untuk mewakili partai. Penulis memilih studi
kasus karena dengan studi kasus dapat diketahui secara intensif tentang latar
belakang masalah, kondisi peristiwa yang sedang berlangsung, serta interaksi
lingkungan yang bersifat apa adanya. Dalam penelitian ini bagaimana peran dan
fungsi PDI-Perjuangan dalam memunculkan nama kandidatnya, proses kampanye,
apa yang harus dikampanyekan, dukungan saat pemilihan, penyediaan saksi,
pengawasan dalam proses perhitungan suara serta dalam proses tuntutan hak
yang mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
39
putusan berkaitan hasil penghitungan suara yang dinilai oleh partai tidak benar
dan tidak sesuai dengan keadilan
2. Unit analisa
Unit analisa dalam penelitian ini adalah Partai PDI-Perjuangan Provinsi
Jawa Barat.
3. Jenis Data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang dibutuhkan, yaitu:
a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber aslinya sesuai
dengan tujuan penelitian. Data primer berupa hasil wawancara mendalam
dengan informan penelitian seperti elit Partai PDI-Perjuangan yang terlibat
dalam proses dan penentu terpilihnya kandidat. Dalam penelitian ini data
primer meliputi siapa yang berwenang menentukan calon kandidat partai,
bagaimana prosesnya, siapa-siapa kandidatnya, jumlah data pemilih, serta
hasil suara yang masuk.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber lain berupa
dokumen pendukung, antara lain:
1) Dokumen kebijakan DPP Partai PDI-Perjuangan
2) Dokumen kebijakan DPD PDI-Perjuangan Provinsi Jawa Barat
3) Dokumen kronologis proses pencalonan Rieke Diah Pitaloka dan Teten
Masduki dalam Partai PDI-Perjuangan.
4) Arsip Pilkada Tahun 2007
5) Arsip Pemilu Legislatif 2009
6) Literatur, opini dan berita media massa lokal maupun nasional antara lain
Kompas, Vivanews.com, Jawapost, Detik.com.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Wawancara
Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
wawancara langsung dengan menggunakan jenis wawancara mendalam.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
40
Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi langsung
atau menggali data secara langsung, dimana informasi tersebut tidak
didapatkan dari data tertulis sehingga dapat melengkapi data yang
dibutuhkan65. Selanjutnya yang dimaksud dengan wawancara mendalam
(indept interview) pada penelitian ini adalah tanya jawab terarah secara
langsung kepada informan kunci untuk memperoleh informasi yang mendalam
terhadap permasalahan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini peneliti telah melakukan wawancara dengan
informan baik yang berasal dari pengurus DPP atau informan dari pengurus
DPC (kabupaten/kota) yang meliputi:
1. Abdy Yuhana, Abdi Yuhana, S.H., M.H., Advokad dan Mahasiswa Program
Doktor, Jurusan Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Wakil Sekretaris
DPD PDIP Jawa Barat, Sekretaris Tim Kampanye dan Kuasa Hukum
Pasangan No. Urut 5 Rieke-Teten. Wawancara dilaksanakan pada Senin, 8
Juli 2013.
2. Dr. Andreas Hugo Pareira, Ketua Bidang Hankam dan Hubungan Luar
Negeri PDI-Perjuangan, Mantan Wakil Ketua DPD PDI-Perjuangan Jawa
Barat Periode 2005-2010. Wawancara dilaksanakan pada Senin, 22 Juli
2013.
3. Dwi Putro Ariswibowo, Badiklatpus PDI-Perjuangan, Ketua Departemen
Pemuda dan Olah Raga PDI-Perjuangan Jawa Barat, Kepala Sekretariat
Pemenangan Rieke-Teten. Wawancara dilaksanakan pada Sabtu, 13 Juli
2013.
4. Ineu Purwadewi, S.Sos., MM, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Wakil
Ketua Bidang Pendidikan, Budaya dan Agama PDI-Perjuangan Jawa Barat,
Bagian Logistik Tim Pemenangan Rieke-Teten, Wawancara dilaksanakan
pada Kamis, 11 Juli 2013.
5. Tubagus Hasanuddin, Ketua DPD PDI-Perjuangan Provinsi Jawa Barat,
pada Senin, Wawancara dilaksanakan pada 26 Agustus 2013.
65 Ibid, Irawati dalam masri hlm. 192
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
41
6. Teten Masduki, Wawancara dilaksanakan pada Jumat 30 Agustus 2013.
7. Rieke Diah Pitaloka, Wawancara dilaksanakan pada Jumat, 30 Agustus
2013.
8. Iwan Permana, Wawancara dilaksanakan pada Selasa, 16 Juli 2013.
9. Yayat T Soemitra, Wawancara dilaksanakan pada Jumat, 12 Juli 2013
Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahkan hasil wawancara
dalam bentuk rekaman ke dalam bentuk tertulis. Selanjutnya peneliti
melakukan analisis data dan interpretasi data. Peneliti membuat dinamika
psikologis dan kesimpulan.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen66. Data-data yang diambil dari dokumen-dokumen tertulis
yang berkaitan dengan konteks penelitian ini, kemudian dianalisis.
Dokumentasi dalam penelitian ini lebih diutamakan untuk memperoleh data
sekunder yang dibutuhkan untuk mendukung data primer, antara lain AD/ART
dan Surat Keputusan yang berkaitan dengan regulasi pencalonan kandidat.
5. Teknik Analisa Data
Analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif yaitu jenis data yang diperoleh baik dari penelitian atau
kepustakaan adalah berupa narasi dan bukan dalam bentuk angka-angka dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data, baik dari hasil wawancara, maupun dokumentasi
b. Meringkas data yaitu memilih hal-hal pokok dari data yang telah terkumpul
yang sesuai dengan fokus penelitian. Hal ini berlangsung secara simultan atau
terus menerus selama penelitian.
c. Menyajikan data yaitu menyajikan data dalam bentuk deskriptif atau uraian.
d. Penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil kesimpulan dan verifikasi ini akan
diarahkan pada pemaparan saran dan rekomendasi.
66 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung 2004, hlm. 125-126
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
42
Data yang terkumpul dipisah-pisahkan dalam kelompok-kelompok yang
selanjutnya dikatagorisasi dalam rumpun yang sama, kemudian dimanipulasi serta
diperas sedemikian rupa sehingga data tersebut mempunyai makna untuk
menjawab masalah penelitian. Memanipulasi data dimaksudkan untuk mengubah
yang masih mentah tersebut dari asalnya menjadi data yang mudah dipahami dan
berkaitan langsung dengan yang dimaksudkan oleh kebutuhan penelitian ini atau
mengubah data mentah tersebut dari bentuk awalnya menjadi suatu bentuk yang
dapat dengan mudah memperlihatkan hubungan-hubungan dengan fenomena.
Perlu diketahui bahwa data dalam penelitian ini sebagian besar berupa data
kualitatif maka diperlukan beberapa kegiatan pengolaha data sebagai berikut:
a. Editing, sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu dengan
perkataan lain bahwa data yang terkumpul dari beberapa tehnik pengumpulan
data dibaca kembali dan bila terdapat kekeliruan atau hal yang meragukan
maka data tersebut perlu diperbaiki;
b. Membuat tabulasi, yaitu memasukkan data kedalam tabel sehingga mudah
untuk mengkatagorikan data faktor-faktor penentu dari sebuah penelitian ini.
Selanjutnya analisis data dilakukan dengan mengelompokkan, membuat
suatu urutan, memanipulasi serta menyingkat data sehingga mudah untuk dibaca.
Dengan demikian kegiatan analisis data selalu berkaitan dengan pengolahan data
sehingga kecermatan analisis sangat bergantung pada kualitas tehnik pengolahan
data dan nampaknya keduanya tidak bisa terpisahkan. Analisis data yang
digunakan tentunya juga didasarkan pada data itu sendiri. Mengingat sebagian
besar data penelitian ini adalah data kualitatif maka tehnik analisis data yang
dipilih peneliti dengan sendirinya adalah tehnik analisis data kualitatif, dengan
pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan
dengan pernyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat
hubungan antara peneliti dan responden. Metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan banyak penajamam pengaruh bersama terhadap pola-
pola dan nilai-nilai yang dihadapi.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
43
Konkretnya teknik analisis data kualitatif dalam penelitian ini lebih banyak
menggunakan cross checking analysis dan pengujian keabsahan data dilakukan
dengan menggunakan tehnik triangulasi melalui check, re-check terhadap data
yang diperoleh dari berbagai tehnik pengumpulan data. Dengan demikian mungkin
terjadi pengonfirmasian antara data primer dan sekunder.
PROSES REKRUITMEN PARTAI POLITIK DALAM MENENTUKAN CALON KEPALA DAERAH(STUDI KASUS REKRUITMEN PDI-PERJUANGAN DALAM PEMILUKADA JAWA BARAT 2013)Muhammad Yusri AR, S.IPUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/