PARTAI POLITIK DAN PEMILU Sikap Politik Partai Kebangkitan...
Transcript of PARTAI POLITIK DAN PEMILU Sikap Politik Partai Kebangkitan...
PARTAI POLITIK DAN PEMILU
Sikap Politik Partai Kebangkitan Bangsa Dalam
Menanggapi Presidential Threshold 2019
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk
Mendapatkan Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Mohammad Andhika Yusmana
11141120000019
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
i
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Skirpsi ini membahas tentang partai politik dan pemilu studi tentang: Sikap
politik PKB dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 . Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis upaya PKB menghadapi proses penentuan Presidential
Threshold dalam RUU Pemilu 2017, serta Untuk menganalisis sikap PKB dalam
mengambil posisi politik dengan menyetujui opsi ambang batas Paket A dalam RUU
No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Landasan teori yang digunakan dalam skripsi ini
adalah Partai Politik dan Elite. Dari hasil analisa dengan menggunakan teori tersebut
dapat disimpulkan bahwa kekuatan elite sangat berdampak dalam sikap politik
sebuah partai politik. Terlihat dalam proses pembahasan RUU Pemilu, walaupun ada
kajian bersama di internal untuk mendengar pendapat kadernya, setelah itu peran
Ketua Umum PKB sangat mengintervensi Fraksinya untuk selalu patuh pada
pemimpin partai sehingga tidak ada kader dari PKB yang melakukan manuver politik
sendiri. Semua tersistematis dengan baik di bawah kepemimpinan Cak Imin sebagai
Ketua Umum PKB. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara.
Presidential Threshold 2019 menjadi salah satu masalah krusial yang sedang
diperdebatkan hingga dalam mengesahkannya dilakukan dengan cara Voting dalam
sidang paripurna DPR RI. sikap politik PKB dalam menanggapi Presidential
Threshold 2019 tidak terlepas dari campur tangan ketua umum, dibantu oleh Fraksi di
DPR cak Imin selalu memberikan instruksi dan pandangan terhadap proses RUU
Pemilu ini. PKB berhasil mendapatkan kepercayaan dari Fraksi lain untuk
menjadikan Lukman Edy sebagai ketua Pansus. Dengan mendapatkan posisi ketua
Pansus PKB menilai terjadi banyak peluang politik yang diperoleh PKB sehingga
membuka lebar kesempatan untuk bernegosiasi dengan Fraksi lain. PKB pada saat
pembahasan RUU mengeluarkan opsi paket D. Namun opsi yang dikeluarkan PKB
yang awalanya ingin memecah kebuntuan antara dua kekuatan yang sedang berseteru
yaitu opsi paket A dan opsi paket B, akhirnya membuat opsi yang ditawarkan PKB
tidak di lirik oleh fraksi yang lain sehingga pilihan tetap kembali pada opsi 20% atau
0%. Namun PKB menganggap pilihan opsi paket A merupakan pilihan yang terbaik
diantara yang dimunculkan. Selain itu kans PKB sebenarnya cukup besar, namun
diperlukan batasan dan kriteria yang harus dilalui secara rinci guna mencalonkan diri
sebagai Presiden atau Wakil Presiden. Maka dari itu sebenarnya ada yang lebih
penting dari Presidential Threshold ini, kondisi politik Indonesia yang stabil untuk
dapat membuat sistem demokrasi yang dibangun sejak lama dapat terus tumbuh ke
arah yang lebih baik.
Kata Kunci: Presidential Threshold, PKB, Ketua Umum dan UU Pemilu
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji serta syukur selalu dipanjatkan kepada Allah SWT yang memberikan
rahmat dan kasih sayang yang tiada terkira jumlahnya. Shalawat dan salam
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan
para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman. Dengan mengucap Alhamdullilahi
Robbil ‘alamin penulis dapat menuntaskan skripsi ini dengan judul PARTAI
POLITIK DAN PEMILU Sikap Politik Partai Kebangkitan Bangsa Dalam
Menanggapi Presidential Threshold 2019
Dalam penyelsaiannya, penulisan skripsi ini tidak terlepas dari pengetahuan
keilmuan penulis yang didapatkan dari berbagai sumber, selain itu tidak lupa pula
terimakasih atas bimbingan, bantuan, nasehat, doa, dan dukungannya. Kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Zulkifli, MA Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Dr. A Dzuriyatun Toyibah, M.Si, MA Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Dr. A. Bakir Ihsan M.Si Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Drs. Agus Nugraha, MA. Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si Ketua Program Studi Ilmu Politik dan Suryani M.Si
Sekretaris Program Studi Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan arahan serta masukan selama menyelesaikan kuliah.
4. Dr. Sya’ban Muhammad Selaku dosen Pembimbing yang telah bersedia
menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran dan masukan
terhadap proses penyusunan skripsi ini. Dra. Hj. Gefarina Djohan, MA yang
selalu menjadi tempat untuk berdiskusi mengenai skripsi ini.
vii
5. Kedua Orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi, Ayahanda Mohamad
Thamrin Usman, SH, MH dan ibunda Surati yang telah medoakan, mendukung,
dan menjadi penyemangat untuk menyelesaikan skripsi ini, tanpa kalian saya tidak
akan bisa sampai ke tahap ini.
6. Kepada abang saya yang sangat banggakan, Mohammad Amartha Gorby Usman,
SE, SH yang selalu mendukung dan mendoakan saya selama penulisan skripsi ini
terselesaikan.
7. Tak lupa ucapan terimakasih BPH PMII KOMFISIP masa khidmat 2017-2018 dan
kepada seluruh sahabat-sahabat PMII Komfisip, yang mendukung agar saya cepat
menyelesaikan Skripsi ini. terkhusus sahabat-sahabat seperjuangan saya M. Earvin
Q, Randy Andita, Robith, Faruq, Jaya, Bisri, Siska, Reni, Chusnul, Salsabilla
Larasati, Oktavia, Silmi, Anisa, Indah, Deny, Reza, Andre, Billy, Joko, Ais, Ezha,
Yodi, Rudi, Nia Nadia, Shabel, Dian, Shonyo, Fahmaiar,Rahmat N serta seluruh
sahabat-sahabat lainnya yang mensuport saya dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Selain itu ucapan terimakasih kepada angakatan 2015 dan 2016
Muchsin Sulaiman, Adnan, Aulia Rahman, Agoy, Raden, Firjie, Edy, Luthfi,
Azizah, Nahdah, Nofika, Chika, Nengsys, Nida, Ade, Fitara, Kate, Ncu, Saqa,
Anwar, Taqwim, Adind, Jehan, Indah, Salsabila Putri, Gaby Tiara, Laras, Bojong,
Lele, Bahari 2016 yang selalu menemani dan meluruskan tulisan saya.
Akhir kata, atas seluruh bantuan doa dan jasa yang diberikan oleh semua pihak
yang telah membantu dan memberikan masukan, semoga Allah SWT memberikan
balasan pahala yang berlipat. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kalangan akademis, masyarakat serta para pembaca kalangan umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, September 2018
Mohammad Andhika Yusmana
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Pernyataan Masalah .................................................................. 1
B. Pertanyaan Masalah .................................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat ................................................................. 7
D. Tinjuan Pustaka (Literature Review) ....................................... 8
E. Metode Penelitian ..................................................................... 13
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 16
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 18
A. Teori Partai Politik .................................................................. 18
B. Teori Elite ................................................................................. 25
C. Teori Kekuasaan ....................................................................... 28
ix
BAB III POSISI PKB DAN UJI MATERIL PRESIDENTIAL
THRESHOLD DI MAHKAMAH KONSTITUSI 2017 .............................. 30
A. Sekilas tentang Partai Kebangkitan Bangsa ............................. 30
B. Penjelasan tentang Presidential Threshold .............................. 40
C. Uji Materi Pembahasan Presidential Threshold
di Mahkamah Konstitusi Tahun 2017 ............................................ 50
D. Rekam Jejak PKB tentang RUU Pemilu Khususnya
Presidential Threshold 2004 – 2014 ............................................... 53
BAB IV SIKAP POLITIK PKB DALAM MENANGGAPI
PRESIDENTIAL THRESHOLD 2019 .......................................................... 55
A. Posisi PKB Dalam Penentuan Presidential
Threshold 2019 .............................................................................. 55
B. Kepentingan Elite PKB Pada Penentuan Presidential
Threshold 2019 .............................................................................. 62
C. Sikap Politik PKB TerhadapP Presidential Threshold ............ 65
D. Analisa Kepentingan Elite PKB Dalam Sikap Politik
PKB Pada Presidential Threshold 2019 ........................................ 69
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 72
A. Kesimpulan ............................................................................... 72
B. Saran ......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 74
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.0 Perolehan Suara Partai Kebangkitan Bangsa
pada Pemilihan sejak Legislatif 1994-2014 ..................................................... 37
Tabel 2.0 Rekapitulasi Hasil Pemilihan Legislatif 2014…………………….. 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 membuat gaya persaingan baru
bagi semua partai politik di Indonesia. Hal itu disebabkan karena sistem yang
digunakan untuk Pemilihan Umum Tahun 2019 dilakukan secara serentak antara
Pemilu Legislatif serta Presiden. Dengan sistem baru yang akan digunakan tersebut
akhirnya membuat kisruh di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu ketika ingin
menetapkan Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu, hal itu terjadi setelah
keluarnya hasil keputusan rapat paripurna yang dilaksanakan oleh DPR pada tanggal
21 Juli 2017, Pukul 01.00 WIB. DPR dengan hasil quorum atau melebihi setengah
dari jumlah kursi di DPR akhirnya mengesahkan jenis paket A. Dalam paket A,
terdapat 5 isu krusial yang menjadi kisruh pada saat sidang rapat paripurna yaitu
sistem pemilu dilaksanakan secara terbuka, Presidential Threshold yaitu 20-25%,
ambang batas Parlemen yaitu 4%, metode konvensi suara, alokasi kursi per-dapil 3-
10 kursi.1 Namun dalam pengesahan RUU tersebut harus ditandai dengan beberapa
partai yang walk out atau tidak mengambil keputusan diantaranya partai Gerindra,
Demokrat, PKS dan PAN.
1 Nabila Thasandra, “Ini Penjelasan Soal 5 Isu Krusial RUU Pemilu yang Akhirnya Diketok
Palu, 21 Juli 2017”; tersedia di http://nasional.kompas.com/read/2017/07/21/08204641/ini-penjelasan-
soal-5-isu-krusial-ruu-pemilu-yang-akhirnya-diketok-palu-.html; Internet diunduh pada tanggal 19
September 2017.
2
Partai politik adalah sebuah institusi yang bertujuan untuk mengambil kursi
kekuasaan pemerintah. Apapun jabatan dan dimanapun kursi yang sedang kosong,
partai politik berupaya memasukan kadernya untuk masuk atau menduduki
kekosongan tersebut, tak jarang untuk mendapatkan kursi tersebut partai politik harus
menjatuhkan nama atau citra dari partai politik yang lain sehingga masyarakat tidak
lagi fokus terhadap partai politik tersebut. Karena pada dasarnya partai politik
dibentuk atas dasar kesamaan cita-cita dan tujuan tertentu. Alasan sebuah keberadaan
dari partai politik adalah perjuangan politik berdasarkan sistem dan visi politik yang
diembannya.2 Sementara itu Sikap politik dapat diartikan sebagai suatu kesiapan
bertindak, berpersepsi seseorang atau kelompok untuk mengahadai, merespon
masalah-masalah politik yang terjadi yang diungkapkannya dengan berbagai bentuk.
Sikap politik dapat diungkapkan dalam berbagai bentuk. Bila sikap politik tersebut
bersifat positif, maka perilaku politik yang ditunjukan juga akan bersifat positif.
Sebaliknya, bila sikap politik yang ditunjukan bersifat negatif, maka perilaku politik
yang ditunjukan juga bersifat negatif. Positif atau negatifnya suatu sikap politik,
tergantung pada beberapa hal, yakni ideologi dari aktor sikap politik tersebut,
organisasi yang menunjukan sikap politik tersebut, budaya-budaya yang hidup di
lingkungan aktor sikap politik tersebut.
Partai politik merupakan institusi yang sangat berpengaruh atas keputusan
RUU tentang Pemilu yang disahkan oleh DPR ini, hal itu disebabkan ada beberapa
2 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era
Reformasi (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2008), hlm. xvi.
3
poin penting yang diganti dan cenderung memberatkan sebuah partai politik dalam
kontestasi pada kancah Pemilu Legislatif maupun Presiden, contohnya seperti
masalah ambang batas parlemen yang naik sebesar 0,5% dari Pemilu 2014 sebesar
3,5% menjadi 4% di tahun 2019 mendatang, poin ini sangat merugikan partai-partai
yang pada pemilu tahun lalu perolehan suara nasional di bawah 4%. Namun RUU
tersebut akhirnya harus diterima oleh seluruh partai karena dalam pelaksanaannya
sudah melalui mekanisme yang berlaku dalam mengesahkan RUU menjadi UU yang
sah.
Sementara itu berbeda dengan poin ambang batas parlemen, ambang batas
presiden (presidential threshold) yang menjadi pokok permasalahan yang akhirnya
meyakinkan penulis untuk meneliti permasalahan ini lebih lanjut. Presidential
Threshold adalah syarat yang dikeluarkan oleh DPR kepada calon pemimpin negara
yang akan berkontestasi dalam pemilihan presiden, artinya setiap calon pemimpin
negara yang akan mencalonkan diri sebagai presiden perlu untuk memperhatikan
syarat yang di tentukan oleh DPR mengenai Presidential Threshold. Pada tahun 2019
mendatang ambang batas presiden adalah 20-25% dengan mekanisme 25% suara sah
nasional atau 20% perolehan kursi DPR RI. Partai penguasa biasanya setuju apabila
Presidential Threshold dengan minimal suara nasional yang tinggi, hal itu disebabkan
karena partai penguasa ini ingin mengurangi jumlah calon kandidat presiden
mendatang. Berbeda dengan partai oposisi yang menginginkan Presidential
Threshold dengan suara nasional yang kecil atau bahkan tidak diadakannya ambang
4
batas tersebut, hal itu disebabkan karena partai oposisi ini menganggap semua orang
mempunyai kesempatan yang sama menjadi calon kandidat presiden, oleh karena itu
sebaiknya Presidential Threshold itu tidak ada.3
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hingga tahun 2014 tercatat telah mengikuti
rangkaian pemilu yang dilaksanakan di Indonesia sebanyak empat kali. Tentunya
dalam kurun waktu empat kali mengikuti pemilu, PKB belum bisa menguasai
parlemen meskipun pernah menyumbangkan kadernya sebagai Presiden Republik
Indonesia yaitu KH. Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur.4
PKB saat ini merupakan salah satu partai yang berada dalam koalisi
pemerintah Jokowi-JK. Sebelum Partai Golkar dan PAN masuk kedalam koalisi
pemerintah, PKB merupakan partai dengan perolehan suara terbesar kedua setelah
PDIP dalam mengusung Jokowi-JK pada pemilihan Presiden 2014 lalu disusul oleh
partai Nasdem dan partai Hanura. Setelah Jokowi-JK dipastikan menjadi presiden
periode 2014-2019 kader-kader terbaik PKB akhirnya dipilih untuk mengisi kursi
terbanyak kedua dengan 4 menteri setelah PDIP yang mengisi 5 Menteri sampai
sekarang5. Hal inilah yang membuat penulis sangat yakin mengambil studi kasus
3 Lihat, Putusan MK No 70_PUU-XV_2017, ―Keputusan MK tentang uji Materil pasal 222 uu
no 7 2017. 4 Rakhmat Nur Hakim, “Partai Politik yang Bertarung di Pemilu dari Masa ke Masa": tersedia
di https://nasional.kompas.com/read/2018/02/20/13275281/partai-politik-yang-bertarung-di-pemilu-
dari-masa-ke-masa. : Internet diunduh pada tanggal 19 September 2017. 5 Sabrina Asril, “Ini 15 menteri Jokowi yang berasal dari partai politik”; tersedia di
https://nasional.kompas.com/read/2014/10/26/18101431/ini.15.Menteri.Jokowi.yang.berasal.dari.partai
.politik ; Internet diunduh pada tanggal 19 September 2017.
5
sikap politik PKB dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 mendatang. PKB
merasa punya peluang besar untuk memasang kadernya pada pemilihan Presiden
mendatang, namun ada sedikit kecemasan ketika partai Golkar dengan perolehan
suara nasional terbesar kedua pada 2014 lalu akhirnya merapat ke koalisi pemerintah
Jokowi-JK.
PKB yang mempunyai basis massa masyarakat Islam yang cinta terhadap
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) menjadi nilai jual yang diperlihatkan
kepada seluruh masyarakat Indonesia dan seluruh partai koalisi. Jika dilihat kondisi
sekarang, bukan tidak mungkin penulis melihat Jokowi menjadi kandidat kuat calon
presiden 2019, namun di sisi lain partai koalisi pemerintah sampai dengan Juli 2018
belum mau menyebutkan soal pendamping Jokowi di 2019 mendatang. Hal tersebut
menjadi spekulasi banyak partai yang akan mengambil atau meyakinkan kepada
seluruh partai koalisi pemerintah ini kalau kader dalam partainyalah yang layak
sebagai pendamping Jokowi di 2019 mendatang termasuk PKB.
PKB menjadi salah satu partai yang pada awalnya ingin memilih paket D
dalam UU Pemilu. Paket D berisi poin Presidential Threshold yaitu 10-15%,
Parliamentary Threshold 5%, sistem pemilu terbuka, besaran kursi per dapil 3-8
kursi dan metode konvensi suara saint lague murni. Paket ini dianggap PKB paling
ideal untuk diterapkan dalam Undang-Undang Pemilu.6 Namun seiring berjalannya
6 Rizky Andwika, “Ini Alasan PKB Berubah Sikap dari Opsi D Menjadi Opsi A di RUU
Pemilu”, Merdeka.com, 21 Juli 2017; tersedia di https://www.merdeka.com/politik/ini-alasan-pkb-
berubah-sikap-dari-opsi-d-menjadi-a-di-ruu-pemilu.html; Internet; diakses tanggal 20 September 2017.
6
waktu PKB merasa pilihan tersebut tidak di respons oleh fraksi lain sehingga tidak
akan dapat disahkan menjadi UU saat rapat paripurna. Maka dari itu Fraksi PKB
justru memilih bergabung dengan opsi pemerintah yaitu Paket A dalam menentukan
kebijakan RUU Pemilu tersebut dengan sistem Pemilu terbuka, Presidential
Threshold 20-25%, Parliamentary Threshold 4%, metode konvensi suara, alokasi
besaran kursi per-dapil 3-10. Tentu hal ini menjadi penting untuk penulis teliti lebih
dalam untuk menjawab permasalahan yang terjadi selama proses revisi UU tentang
pemilu tersebut.
Mencermati hasil RUU tentang pemilu yang disahkan oleh DPR RI pada
bulan Juli 2017. Penulis tertarik untuk meneliti bagaimana sikap sebuah politik partai
dalam mengambil sebuah keputusan untuk membuat kebijakan, contohnya saja saat
pembahasan UU tentang Pemilu, penulis sangat ingin membedah peristiwa atau usaha
apa saja yang dilakukan sebuah partai politik untuk memutuskan kebijakan revisi UU
tentang pemilu tersebut. Untuk itu penulis akan melakukan penelitian skripsi dengan
judul: Sikap Politik Partai Kebangkitan Bangsa Dalam Menanggapi Presidential
Threshold 2019
B. Pertanyaan Masalah
Sesuai dengan pernyataan masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan
masalah yang penulis rumuskan dalam tiga pertanyaan berikut:
7
1. Apa upaya yang dilakukan PKB dalam menghadapi proses penentuan Presidential
Threshold pada RUU tentang Pemilu?
2. Bagaimana peluang PKB dalam kontestasi Pemilihan Presiden pasca sikap politik
PKB menyetujui opsi Presidential Threshold Paket A dalam RUU tentang Pemilu?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini penulis lakukan antara lain dengan tujuan:
a. Untuk menganalisis upaya yang dilakukan PKB dalam menghadapi proses penentuan
Presidential Threshold pada RUU tentang Pemilu.
b. Untuk menganalisis peluang PKB dalam kontestasi Pemilihan Presiden pasca sikap
politik PKB menyetujui opsi Presidential Threshold Paket A dalam RUU tentang
Pemilu.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Secara teoretis, penelitian ini berusaha untuk memberikan kontribusi pada kajian ilmu
politik tentang kebijakan umum yang dilakukan partai politik (PKB) dalam
menanggapi tentang RUU Pemilu.
8
b. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan bagi partai
politik terkait (PKB) untuk dapat mengkaji lebih dalam kebijakan yang diambil oleh
partai tentang RUU Pemilu.
D. Tinjauan Pustaka
Pada pembahasan ini penulis menemukan adanya penelitian yang berhubungan
dengan kebijakan partai politik atau ambang batas pencalonan presiden. Pertama,
dalam jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion dengan pembahasan “Implikasi Pemilihan
Umum Anggota Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Secara
Serentak Terhadap Presidential Threshold.”7 Peraturan tentang Presidential
Threshold tersebut dimaksudkan kepada partai politik untuk mengusung calon
Presiden dan Wakil Presidennya . Mahkamah Konstitusi menilai bahwa peraturan
tersebut bagian dari kewenangan dari pembentuk undang-undang yang dalam hal ini
adalah anggota Legislatif dengan Presiden. perlu penting untuk dicermati yaitu pada
proses penetapan UU tersebut harus sejalan dengan UUD “tetap mendasarkan pada
ketentuan UUD 1945”. Penegasan “tetap mendasarkan pada ketentuan UUD 1945”
yaitu beracuan pada ketentuan Pasal 6A ayat (1) sampai dengan ayat (5) Undang-
Undang Dasar 1945 yang secara khusus mengatur tentang pemilihan presiden dan
wakil presiden. Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 secara lebih merinci telah menentukan
bahwa, “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik
7 Ahmad Hendra T.P, “Implikasi Pemilihan Umum Anggota Legislatif dan Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Secara Serentak Terhadap Ambang Batas Pencalonan Presiden”, Jurnal
Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 3 Vol.1, (Palu: Untad, 2013), hlm. 6.
9
atau gabungan partai politik peserta Pemilu sebelum pelaksanaan Pemilu”. Peraturan
tersebut menurut amatan penulis sangatlah memperlihatkan seseungguhnya pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden “diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. Maka dari
itu seluruh partai politik yang telah memenuhi persyaratan dan lolos sebagai peserta
pemilihan umum, mendapatkan hak secara konstitusional dalam mengusung
pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Dalam jurnal di atas penulis sebelumnya menekankan perubahan atas syarat
Presidential Threshold adalah kewenangan DPR bersama pemerintah, semua
keputusan yang telah disahkan menjadi Undang-Undang dalam hal ini UU No 7
Tahun 2017 wajib hukumnya bagi seluruh partai politik termasuk PKB untuk
mematuhi apa yang DPR dan Pemerintah sahkan menjadi UU termasuk Presidential
Threshold dan Wakil Presiden. Namun penulis sebelumnya tidak melihat adanya
permasalahan yang ada dalam Presidential Threshold dan Wakil Presiden yang akan
datang jika, kondisi Pemilu dilakukan secara serentak maka acuan Presidential
Threshold dan Wakil Presiden mengambil perolehan suara pemilu sebelumnya yaitu
pemilu 2014.
Kedua, dalam jurnal Konstitusi Vol II No 1 Tahun 2009, dengan pembahasan
“Pemilhan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dalam Kerangka Sistem
10
Pemerintahan Presidensil.”8 Melihat peraturan yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun
2003, peraturan yang ada pada UU No. 42 Tahun 2008 mengenai Threshold partai
politik dan gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden mendapati adanya kenaikan jumlah persentase, yaitu sebanyak 5%.
Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008, menilai bahwa: Calon Presiden dan Wakil Presiden
berhak diusung oleh partai politik atau gabungan dari partai politik peserta Pemilu
apabila dapat melengkapi persyaratan perolehan kursi di DPR sebanyak 20% atau
suara sah nasional sebanyak 25% dari Pemilu Legislatif.
Jurnal di atas menerangkan adanya peningkatan persentase yang dituangkan
dalam Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008 yaitu syarat gabungan partai politik untuk
mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden naik menjadi 20 persen suara kursi
DPR RI atau 25 persen suara sah nasional. Penulis jurnal tersebut belum menjelaskan
bagaimana proses pengusungan calon ketika kondisi di pemilu menjadi serentak
antara pemilu legislatif dan eksekutif.
Ketiga, dalam jurnal Konstitusi Vol 11 No. 3 berjudul “Pemilu Serentak dan
Masa Depan Konsolidasi Demokrasi.” Dalam jurnal tersebut dibahas politik
transaksional yang terjadi secara bertingkat, biasanya dilakukan oleh partai politik
dengan individu yang berniat mengisi kursi penting di pemerintahan, serta antara
partai politik untuk membagi-bagikan jatah politik tertentu. berkaitan dengan Pemilu
8 Rosa Ristawati, “Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dalam Kerangka
Sistem Pemerintahan Presidensil”, Jurnal Konstitusi, Vol II Nomor 1, (Surabaya : FH UNAIR, 2009),
hlm. 19.
11
Legislatif dan Pilpres, politik transaksional yang dimaksud bisa terjadi 4 sampai 5
tingkatan, yaitu: a) Saat mengajukan calon anggota DPR antara partai politik dan
calon anggota Legislatifnya; b) Proses mengusung pasangan calon Presiden dan calon
Wakil Presiden karena ketentuan Presidential Threshold; c) Putaran kedua apabila di
putaran pertama tidak menemukan pemenangnya; d) Pada pembagian kursi kabinet;
e) Menentukan arah koalisi partai di DPR yang kemudian menjadi seperti acuan
untuk arah koalisi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (tingkat I dan II), antara lain
untuk alokasi jabatan dan sebagainya.9
Dalam jurnal tersebut menjelaskan adanya politik transaksional dalam mengisi
jabatan-jabatan politik. Penulis jurnal sebelumnya tidak menjelaskan bagaimana
proses-proses transaksional itu dilaksanakan, tahapan tersebut tidak digambarkan
dalam jurnal tersebut yang membuat kata transaksional itu menjadi bias atau samar-
samar.
Keempat, jurnal Cita Hukum yang berjudul “Urgensi Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden Secara Langsung di Era Reformasi.”10
Dalam jurnal tersebut dibahas
tentang penyelenggaraan pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara langsung kedua
pada era reformasi, yaitu pada tahun 2009, partai politik yang menjadi peserta pemilu
legislatif tidak dapat begitu saja mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden.
Tetapi partai politik yang memperoleh suara sah nasional 2,5% dapat mengusung
9 Ria Casmi Arrsa, ”Pemilu Serentak dan Masa Depan Konsolidasi Demokrasi”, Jurnal
Konstitusi, Vol 11 No.3, (Malang : PPOTODA Universitas Brawijaya, 2014), hlm. 521. 10
Abu Tamrin, “Urgensi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Secara Langsung di Era
Reformasi”, Jurnal Cita Hukum, Vol. I, (Jakarta: FSH UIN Jakarta, 2013), hlm. 192.
12
calon Presiden dan Wakil Presiden. Adapun contoh partai politik yang meraih
parliamentary threshold yaitu: Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai
Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa, berkoalisi mendukung
pencalonan Susilo Bambang Yudhoyono–Boediono.
Dalam jurnal di atas pembahasan ada pada seputar syarat untuk dapat
mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden. Pada pemilihan presiden syarat
mutlak untuk mengusung calon Presiden adalah partai yang lolos dari ambang batas
parlemen, artinya bahwa semua yang telah melewati ambang batas parlemen
diperbolehkan mengusung calon Presiden meskipun harus berkoalisi sampai 25%
suara nasional partai atau 20% kursi di DPR RI.
Kelima, jurnal Petita Vol 1 tahun 2016 dengan pembahasan “Penghapusan
Presidential Threshold Sebagai Upaya Pemulihan Hak-Hak Konstitusional.”11
Dalam
jurnal tersebut dijelaskan tentang Pemilu yang diselenggarakan secara serentak
dikarenakan penghematan waktu. ditiadakannya Presidential Threshold membuat
Pemilu Presiden dan Legislatif dapat selenggarakan di waktu yang bersamaan.
Dengan demikian penyelenggaraan pemilu dijadikan satu waktu sehingga terjadi
penghematan waktu. Keuntungan lain yaitu mengurangi dan mencegah politik
transaksional. ditiadakannya Presidential Threshold membuat tidak
mengharuskannya partai politik untuk berkoalisi dan mengusung satu calon Presiden.
11
Muhammad Siddiq Armia, dkk. “Penghapusan Presidential Threshold Sebagai Upaya
Pemulihan Hak-Hak Konstitusional”, Jurnal Petita, Vol.1, (Aceh : UIN Ar-Raniry, 2016), hlm. 137-
138.
13
Dengan demikian tidak ada lagi politik transaksional, dan dapat menghindari jual beli
proporsi jabatan nantinya. Politik transaksional sejauh ini sangat merugikan
masyarakat. Hak-hak prerogatif Presiden menjadi tersandra dengan politik ini.
Contohnya adanya Menteri yang menjadi tunduk kepada perintah partai dibandingkan
dengan instruksi presiden dalam persoalan-persoalan tertentu.
Dalam jurnal di atas mengatakan Presidential Threshold harus dihapus jika
diadakannya pemilu secara serentak. Namun penulis jurnal tidak menjelaskan akibat
dari penghapusan ambang batas Presiden, asumsinya adalah ketika penghapusan
ambang batas Presiden tersebut berhasil diterapkan konsekuensinya adalah semakin
banyaknya partai politik yang ingin mengusung Presiden masing-masing akhirnya
konsolidasi politik tidak berjalan dengan lancar serta akan menambah ricuh
demokrasi yang sudah dibangun ini.
Berbeda dengan lima tinjauan pustaka di atas, penelitian ini berusaha melihat
proses perubahan sikap partai politik, dalam hal ini Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
dalam merespon Presidential Threshold 2019.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan tehnik
analisis deskriptif sehingga dalam proses penelitian tidak menggunakan analisis data
stastitik. Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data
14
deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis dan tingkah laku yang dapat
diamati dari orang-orang yang diteliti.12
Dengan metode ini, penulis dengan mudah
mengenal beberapa tokoh untuk ikut andil dalam menentukan RUU No 7 Tahun 2017
tentang Pemilu, dan mengambil ide dan strategi politik yang membuat sebuah partai
menentukan kebijakan politik.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari dokumen-dokumen yang penulis masukan
dan hasil dari pengamatan serta wawancara yang dilakukan oleh penulis. Setelah
data-data yang berhasil dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis dan
karakteristiknya. Berdasarkan sumbernya, data dibandingkan menjadi dua jenis,
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didiapat atau
diperoleh langsung di lapangan dari sumber asli oleh orang yang melakukan
penelitian.13
Data primer berupa bukti sikap politik PKB yang diwakili oleh Pimpinan
Fraksi di DPR yang dibuktikan dengan disahkannya UU No 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada.14
Data sekunder tersebut
berupa buku-buku dan jurnal yang terkait dengan ambang batas pencalonan presiden.
12
Bagong Suyanto dkk, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007), hlm. 166. 13
Pupuh Fathurahman, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011),
hlm. 146. 14
Pupuh Fathurahman, Metode Penelitian Pendidikan, hlm. 147.
15
Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Dokumentasi
Mengumpulkan data melalui surat kabar, buku-buku, majalah, berita online,
maupun informasi lainnya terkait permasalahan tentang isu Presidential Threshold
yang disahkan dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dokumentasi dibutuhkan
untuk memudahkan penulis mendapatkan jawaban dari masalah yang ingin diteliti
kemudian penulis dapat menggambarkan secara rinci dan jelas berkaitan dengan
masalah Presidential Threshold dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
b. Wawancara
Wawancara merupakan proses pengambilan data dengan memberikan pertanyaan
secara langsung oleh peneliti kepada narasumber untuk memberi informasi, dan
jawaban dari narasumber dicatat atau direkam dengan alat perekam.15
Dalam
penelitian ini, penulis mewawancarai Wasekjend PKB yang membahas RUU tentang
Pemilu yaitu Faisol Reza. Sementara dalam pembahasan studi kasus sikap politik
PKB dalam menanggapi Presidential Threshold penulis mewawancarai Siti Masrifah
selaku Pimpinan Fraksi PKB.
15
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
hlm. 67.
16
3. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis adalah teknik analisis
deskriptif kualitatif yaitu analisis terhadap masalah yang diangkat berdasarkan fakta-
fakta yang ada, kemudian diintegrasikan antara fakta yang satu dengan fakta-fakta
lainnya agar dapat mengambil kesimpulan atau saran yang baik. Data-data yang
terkumpul diseleksi kemudian diuraikan secara deskriptif.16
Dengan menggunakan
teknik analisis kualitatif berdasarkan teori partai politik dan teori elite penulis
berharap dapat menjelaskan secara sistematis dan akurat mengenai sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold yang ada dalam RUU tentang Pemilu.
F. Sistematika penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyusun pembahasan menjadi beberapa
bagian dari sitematika penulisan sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan. Dalam bab ini penulis mengungkapkan latar belakang
permasalahan yang penulis amati dalam melakukan penelitian serta tujuan penulis
terkait permasalahan sikap politik PKB menanggapi Presidential Threshold tahun
2019 dalam RUU tahun 2017 tentang Pemilu berdasarkan metode penelitian
kualitatif.
16
Moleong J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), hlm. 6.
17
Bab II: Kerangka Teoretis. Dalam bab ini penulis mencoba untuk
mengenalkan teori-teori yang dipakai sebagai dasar untuk menjelaskan pokok
menjawab penelitian skripsi ini yaitu, Sikap Politik PKB dalam Menanggapi
Presidential Threshold 2019 dalam RUU No 7 Tahun 2017.
Bab III: Profil Partai. Dalam Pada bab ini penulis menjelasakan profil dari
Partai Kebangkitan Bangsa yang didalamnya menjelaskan Presidential Threshold
dari pemilu 2004 sampai pemilu 2019.
Bab IV: Analisis Masalah. Dalam bab ini merupakan bagian utama dari
penulisan skripsi, karena menjelaskan tentang permasalahan yang penulis angkat.
Penulis mencoba menjawab sikap yang dikeluarkan partai sesuai dengan judul Sikap
Politik PKB dalam menanggapi Presidential Threshold 2019.
Bab V: Penutup. Dalam bab ini Penulis mengupayakan untuk menyimpulkan
pembahasan mengenai penulisan skripsi ini sekaligus menjadi penutup dari pokok
permasalahan sikap politik PKB dalam menanggapi Presidential Threshold 2019
serta dilanjutkan dengan kritik dan saran bagi para pembaca.
18
BAB II
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Partai Politik
1. Definisi Partai Politik
Partai politik berangkat dari sebuah pendapat yaitu dengan membentuk sebuah
organisasi mereka dapat menggerakan orang-orang yang memiliki pemikiran yang
tidak sama dan kemudian pemikiran tersebut diintegrasikan dalam satu cita-cita yang
sama. Secara garis besar dikatakan bahwa partai politik adalah sekumpulan individu
yang terkoordinir dalam struktural dan anggotanya memiliki visi, nilai dan tujuan
yang sama. Tujuan dari partai politik yaitu untuk mendapatkan kekuasaan dengan
cara konstitusional.17
Partai politik lahir pertama kali di Negara bagian Eropa Barat. Dengan semakin
masifnya suatu bahasan bahwa masayarakat merupakan faktor utama yang sangat
diprioritaskan dan menjadi bagian utama dalam proses politik, maka lahirnya partai
politik dibentuk sebagai penyambung antara masyarakat dengan pemerintah.
Sebenarnya partai politik dianggap sebagai bagian dari suatu sistem politik yang
sudah modern atau dalam proses memodernisasikan diri. Berkembangnya sebuah
17
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
hlm. 403.
19
partai tidak lepas dari tiga unsur yang menopang, diantaranya meliputi anggota/kader
partai yang lebih banyak dan loyalis terhadap partai politik tentu sangat dibutuhkan,
namun masih sering terjadi dilihat banyaknya anggota/kader yang tingkat kesetiannya
terhadap partai belum mengakar. Kemudian Pengurus dalam partai, seperti organisasi
pada umumnya dalam merawat anggota/kader dibutuhkan pengurus sebagai upaya
menjaga kader untuk tetap loyal. Elite partai juga mempunyai kewenangan penuh
dalam memutuskan sebuah sikap politik partai. 18
Pasca Perang Dunia I dan diakuinya hak pilih universal, perpecahan sosial telah
menjadi persaingan politik yang membentuk sistem kepartaian di Eropa dengan
mengakar pada struktur sosial yang ada.19
Perpecahan sosial sendiri merupakan
makna dimana agama, bahasa, etnisitas dan kelas bersifat hierarkis dan dapat berubah
sewaktu-waktu. Dalam perkembangannya pemilih dalam memberikan dukungan
kepada salah satu partai politik ditentukan oleh faktor agama, kota-desa, status sosial
dan kedekatan.20
Ahli politik Sigmund Neumann dalam bukunya mendefinisikan partai politik
sebagai wadah bagi para tokoh politik yang sedang bersaing untuk menduduki
kekuasaan serta meraih dukungan dari masyarakat melalui persaingan dengan
18
A. Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 101. 19
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
hlm. 19. 20
Ahmad Farhan Hamid, Partai Politik Lokal di Aceh, (Jakarta : Kemitraan, 2008), hlm. 16-17.
20
kelompok atau anggota lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.21
2. Fungsi Partai Politik
a. Komunikasi Politik
Komunikasi politik merupakan proses dari penyampaian informasi dalam
perosalan politik antara pemerintah dengan masyarakat dan dari masyarakat dengan
pemerintah.22
Komunikator politik sangatlah penting dalam proses komunikasi politik
terutama dalam penggiringan opini publik, biasanya komunikator adalah pemimpin
dari sebuah partai itu sendiri.
Selain itu, komunikasi politik juga merupakan penggabungan kepentingan
setelah mendapatkan aspirasi dari masyarakat yang kemudian ditampung lalu diolah
dan disusun dalam bentuk yang lebih teratur untuk dirumuskan menjadi sebuah
usulan kebijakan, kemudian tertuang dalam program partai yang diperjuangkan
melalui lembaga parlemen kepada pemerintah agar menjadi kebijakan umum.23
b. Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merujuk pada proses penyampaian sikap politik dimana sikap
politik serta pola tingkah laku politik didapatkan guna menjelaskan tujuan politik
21
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
hlm. 404. 22
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
1992), hlm. 119. 23
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
hlm. 405.
21
untuk generasi berikutnya. Sosialisasi politik bisa juga menjadi alat pembentukan
sikap dan orientasi politik anggota masyarakat.24
c. Partisipasi politik
Partisipasi politik adalah sikap atau tindakan seseorang untuk ikut serta dalam
proses politik. Partisipasi politik mencakup tindakan yang dilakukan dengan cara
sukarela melalui keikutsertaan seseorang dalam proses pemilihan pemimpin-
pemimpin politik dan turut serta dalam proses pembentukan kebijakan umum baik
langsung ataupun tidak langsung.25
d. Pendidikan politik
Salah satu fungsi partai politik menurut sukarna yang dikutip dari Maurice
Duverger bahwa partai politik juga mempunyai fungsi sebagai sarana pendidikan
politik kepada masayarakat.26
Fungsi partai politik juga dikategorikan menjadi dua
dalam wadah internal maupun eksternal organisasi.
3. Tipologi Partai Politik
Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan partai politik. Richard S.
Katz mengemukakan terdapat empat tipikal partai politik yaitu, partai elite, partai
24
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
1992), hlm. 122. 25
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
hlm. 17-19. 26
Maurice Duverger, Partai Politik dan Kelompok Penekan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994),
hlm. 24.
22
massa, partai catch-all dan partai Kartel.27
Franz Neumann menambahkan satu yaitu
partai integeratif.
Partai elite merupakan partai yang mempunyai basis lokal dengan sejumlah
elite inti yang digunakan untuk acuan kekuatan partai. Partai ini berkembang karena
adanya kader yang setia dan selalu patuh terhadap elit-elit yang ada dalam sebuah
partai. Elite politik biasanya mempunyai jabatan terpandang dan status ekonominya
jelas.
Partai massa merupakan partai yang terdiri karena banyaknya anggota dan
kader di dialamnya, hal tersebut adalah jawaban atas tuntutan sosial dalam
masyarakat industrial. Tujuan partai ini adalah untuk membangun kekuatan yang
cukup besar agar memungkinkan membuat pengaruh terhadap kebijakan
pemerintah.28
Partai catch-all merupakan partai yang sama dengan partai massa. Namun
berbeda dengan partai massa yang berdasarkan pada kelas sosia tertentu, partai
chatch–all lebih pada mewakili kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Partai integratif adalah partai yang lahir dari kelompok sosial tertentu yang
mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu. Partai ini melakukan kegiatan politik
melalui mobilisasi massa. Mereka juga mendapat sumbangan dari simpatisan sebagai
salah satu sumber dana partai.
27
Seta Basri, Sistem Politik Indonesia, (Depok: Indie Publishing, 2012), hlm. 91. 28
Peter Schroder, Strategi Politik, (Jakarta: Friedrich Naumann Stiftung, 2004), hlm. 359.
23
Salah satu keabsahan partai politik dalam menentukan kebijakan politik
dikarenakan adanya kader yang bisa menduduki kursi legislatif di dalamnya.
Legislatif merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pembuat Undang-Undang,
Melakukan perencanaan anggaran, dan melakukan pengawasan Undang-Undang
yang sedang dijalankan oleh lembaga eksekutif. Lembaga legislatif juga dapat
dikatakan sebagai wakil rakyat dikarenakan cerminan atau keterwakilan dari
masyarakat serta dipilih langsung oleh rakyat.
Implementasi dari fungsi legislatif dapat diklasifikasikan menjadi 3 unsur : (1)
Representasi; (2) Pembuat Kebijakan/keputusan; (3) Pembentukan legitimasi.
Dikatakan representasi karena legislatif dapat mewakili semua unsur yang ada dalam
masyarakat seperti jenis usia, tingkat pendidikan, sosial, budaya dan lain-lain. Unsur
lainnya yaitu pembuat kebijakan/keputusan dikarenakan legislatif yang mempunyai
fungsi legislasi dalam membuat undang-undang, maka dari itu, lembaga legislatif
diperbolehkan secara legal mengamandemen rancangan perundang-undangan. Unsur
lain pembentukan legitimasi dikarenakan yang menjalankan Undang-Undang adalah
lembaga eksekutif maka lembaga legislatif berhak mengawasi atau mengontrol
eksekutif dalam menjalankan Undang-Undang, beberapa contoh legislatif dalam
mengawasi eksekutif yaitu adanya hak agket dan hak interpelasi dan menyatakan
pendapat.29
29
S. H. Sarundajang, Pemerintah Daerah di Berbagai Negara, (Jakarta: Kata Hasta Pustaka,
2005), hlm. 123-124.
24
Dalam lembaga legislatif terdapat beberapa perangkat yang menjadi suatu
kesatuan yaitu Fraksi, Komisi, Pansus dan lain-lain. Fraksi adalah pengklasifikasian
anggota yang berdasar kepada hasil pemilihan umum sebuah partai. Setiap anggota
sudah pasti akan menjadi bagian dalam fraksi dan pimpinan fraksi ditunjuk oleh
fraksinya masing-masing. Fraksi dibentuk dalam upaya mengefisiensikan
pelaksanaan tugas, serta hak dan kewajiban DPR dengan jumlah anggota fraksi
minimal 13 orang.
Fraksi bisa juga dibentuk dari gabungan dua partai politik atau lebih. Fraksi
bertugas mengkoordinir kegiatan aggota dalam melaksanakan tugas dan wewenang
dalam rangka mingkatkan kemampuan, disiplin keefektifan dan efisiensi kerja
anggota.30
Fraksi juga merupakan sub bagian dari lembaga legislative yang erat kaitannya
dengan partai politik. Setiap anggota legislatif yang telah terpilih menjadi anggota
parlemen harus berada dalam sebuah fraksi. Fraksi sering dikritik karena pada
hakikatnya hanya menjadi kepanjangan tangan dari partai politik di lembaga
legislative.31
30
Markus Gunawan, Buku pintar calon anggota & anggota legislatif, DPR, DPRD & DPD,
(Jakarta: Trans Media Pustaka, 2008), hlm. 85 31
Ikhsan Darmawan, Mengenal Ilmu Politik, (Jakarta:Kompas, 2015) hlm. 70-71.
25
B. Teori Elite
Kata “elit” bisa muncul pada abad ketujuh belas. saat itu, sebutan “elite”
digunakan untuk menggambarkan barang dengan kualitas yang tinggi. Penggunaan
kata itu kemudian diperluas sehingga merujuk pada kelompok-kelompok sosial yang
tinggi, misalnya tingkat bangsawan atau kedudukan dalam sebuah jabatan yang
tinggi.32
Dalam masyarakat terdapat pembagian kelas dari segi kekuasaan yang
memiliki kekuasaan disebut elite (pemimpin) dan bagi yang tidak mempunyai
kekuasaan, kemudian diharuskan mematuhi pemilik kekuasaan disebut massa
rakyat. Pembagian kelas kekuasaan ini dapat ditemui dalam masyarakat macam
apapun.33
Menurut Gaetano Mosca, ia mengungkapkan bahwasanya kelas masyarakat
itu dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu kelas menguasai dan kelas dikuasai. Kelas
menguasai jumlahnya biasanya lebih sedikit dari pada kelas yang dikuasai,
artinya masayarakat yang banyak itu tentunya tidak dapat menguasai sesamanya
butuh ada yang mengontrol dan mengawasi, maka dari itu timbulah teori elite
yang mengatakan orang-orang yang disebut dengan kelas dikuasai pastinya selalu
ikut dalam aturan yang diberikan oleh kelas yang menguasai.
32
Rudi Subiyakto, ”Keterlibatan Kiai dalam Pilkada: Studi Kasus di Kabupaten Banjarnegara
Tahun 2006”, (Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol.1, No. 1, 2011), hlm. 43. 33
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
1992), hlm. 122.
26
Teori elite politik mempercayai bahwa setiap masyarakat diatur oleh
sekelompok kecil orang yang memiliki kualitas. Elite politik adalah sekelompok
orang yang dapat menjangkau kekuasaan. Sekelompok orang tersebutlah yang
dapat dikatakan elite. Elite sendiri adalah individu-individu yang mampu
mengemban jabatan-jabatan tinggi dalam masyarakat. Teori Elite lahir dari para
ilmuan sosial Amerika Serikat diantaranya Vilvredo Paretto (1848-1923),
Gaetano Mosca (1858-1941), Robert Michels (1876-1936), dan Joseph Ortega Y.
Gasset.34
Dalam bukunya Ramlan Surbakti mengutip pernyataan Gaetano Mosca
Mengemukakan bahwa terdapat dua bentuk distribusi kekuasaan dalam
masyarakat. Pertama, kelas memerintah, dengan formasi orang yang sedikit,
namun dapat menentukan sikap, pemeran utama dari kekuasaan, dan
mendapatkan keuntungan yang timbul sebagai dampak dari mendapatkan
kekuasaan. Kedua, kelas yang diperintah, dengan formasi orang yang lebih
banyak dari kelas memerintah, diatur dan dikelola oleh penguasa dengan cara-
cara yang kurang lebih berdasarkan hukum, semaunya dan paksaan.35
Elite digolongkan berdasarkan sudut pandang: posisi, reputasi, dan
pembuatan keputusan.36
Perbedaan ketiga sudut pandang yaitu sebagai berikut :
Pertama, orang yang memiliki kuasa di antara kelompok elite adalah orang yang
34
P. Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 82. 35
Surbakti, Memahami Ilmu Politik, hlm. 75. 36
Haryanto, Kekuasaan Elite : Suatu Bahasa Pengantar, (Yogyakarta: PLOD UGM, 2005),
hlm. 45-134.
27
menjadi puncak atau pusat perhatian dari organisasi formal tersebut. Kedua,
kekuasaan bersinergi sepenuhnya dengan posisi kelembagaan. Ketiga analisa
posisi merupakan teknik analisa yang mudah dan paling umum dipergunakan
untuk mengetahui siapakah sebenarnya orang yang berkuasa di lembaga tersebut.
Keempat, asumsi analisis ini beranggapan bahwa lembaga-lemabaga mana yang
sudah diketahui secara politis penting dan semu. Kelima, analisa posisi hanya
efektif digunakan dalam kondisi masyarakat yang memiliki distribusi kekuasaan
timpang, sementara dalam masayarakat dan organisasi yang distribusinya merata
analisis ini tidak efektif. Kesimpulannya analisa ini berpendapat : “siapa yang
menduduki puncak suatu organisasi, orang tersebutlah yang mempunyai peran
utama dan tangung jawab besar dalam gerak organisasi”.37
Analisis reputasi berpendapat bahwa: Pertama, individu dalam kelompok
warga diangap lebih berpengaruh, memang yang bersangkutan benar-benar
memiliki pengaruh. Kedua, Individu yang dianggap memiliki kekuasaan,
memang orang tersebut memiliki kekuasaan. Ketiga, analisa reputasi dibuat
dengan tidak mendasarkan pada lembaga-lembaga formal tetapi berdasarkan
kepada reputasi kekuasaan secara informal yang dimiliki elite.
Analisis pembuatan keputusan menyebutkan bahwa: Pertama, dalam
mengetahui siapa yang berkuasa diantara para elite dengan cara meneliti proses
37
Jainuri, Orang Kuat Partai di Arus Politik Lokal, (Malang: Citra Mentari Press, 2012), hlm.
21-38
28
pembuatan keputusan, perhatian utama dari analisa tersebut ialah siapa saja yang
banyak melakukan inisiatif dan berkontribusi dalam pembuatan keputusan.
Analisa ini menurut beberapa kalangan lebih efektif dibandingkan dengan analisa
posisi dan reputasi. Kesimpulannya analisa ini mencari individu-individu yang
menjadi pemegang kunci dalam pembuatan keputusan.38
Menurut Mosca hanya ada satu bentuk pemerintahan, yakni oligarki. Mosca
menolak klasifikasi pemerintah ke dalam bentuk-bentuk monarki, demokrasi dan
aristokrasi. Menurutnya, terdapat kelas pertama dan selalu menjadi yang paling
atas, dan jumlah individunya selalu lebih sedikit, kemudian mengendalikan
fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan mendapatkan keuntungan yang di
dapatnya dari kekuasaan. kemudian kelas yang kedua yang mempunyai jumlah
lebih banyak, terwakilkan, serta menjadi tempat permintaan kebutuhan kelas
yang pertama, setidaknya pada saat kemunculannya, dengan instrument-
instrumen penting bagi organisme politik.39
C. Teori Kekuasaan
Kekuasaan muncul dikarenakan sebab dari output yang diinginkan oleh partai
politik. Kekuasaan pula disebut sebagai tujuan akhir partai politik itu sendiri
didirikan. Maka kekuasaan diartikan sebagai salah satu peluang untuk mencapai
konsensus bersama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Talcot Parsons melihat
38
Jainuri, Orang Kuat Partai di Arus Politik Lokal, hlm. 38. 39
P. Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 202.
29
kekuasaan merupakan senjata yang ampuh untuk mencapai tujuan-tujuan koleftif
dengan jalan membuat keputusan-keputusan yang mengikat didukung dengan sanksi
yang negatif.40
Dalam kekuasaan ada dua hal yang sangat berkaitan erat yaitu
otoritas/ wewenang dan legitimasi.
Otoritas atau wewenang dianggap sebagai individu atau kelompok yang
mempunyai hak untuk mengeluarkan instruksi dan mempunyai kewenangan dalam
membuat peraturan-peraturan serta berhak untuk berharap orang lain patuh terhadap
peraturan yang dikeluarkannya. Selain wewenang, legitimasi merupakan salah satu
bagian terpenting dalam kekuasaan. Legitimasi yaitu keyakinan anggota-anggota
masyarakat bahwa wewenang yag ada seseorang, kelompok, atau pengusaha adalah
wajar dan patut untuk dihormati. Kewajaran ini berdasarkan persepsi bahwa
pelaksanaan wewenangan itu sesuai dengan asas-asas dan prosedur yang sah.
Jika dalam suatu sistem politik terdapat konsensus mengenai dasar-dasar dan
tujuan-tujuan masyarakat, keabsahan dapat tumbuh dengan kukuh, sehingga unsur
paksaaan serta kekerasan yang dipakai oleh setiap rezim dapat ditetapkan sampai
minimum. Maka dari itu pimpinan dari suatu sistem politik akan selalu mencoba
membangun dan mempertahankan keabsahan di kalangan rakyat.41
40
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
hlm. 63. 41
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
hlm. 65 .
30
BAB III
PARTAI KEBANGKITAN BANGSA DAN UJI MATERIL PRESIDENTIAL
THRESHOLD DI MAHKAMAH KONSTITUSI 2017
A. Sekilas tentang Partai Kebangkitan Bangsa
Pada tanggal 21 Mei 1998, terjadi peristiwa besar yang melanda negara
Indonesia, saat itu Presiden Soeharto menyatakan dirinya mundur dari jabatannya
sebagai presiden republik Indonesia akibat adanya protes yang sangat kuat dari
masyarakat Indonesia, mulai yang mengalir dari unjuk rasa mahasiswa, kegaduhan di
DPR dan lain sebagainya hingga mencapai titik klimaks pada peristiwa yang disebut
“People Power.”
Peristiwa tersebut menandai sejarah di Indonesia, sejarah tersebut disinyalir
menjadi kekuatan dari lahirnya reformasi. pasca peristiwa bersejarah tersebut,
kebebasan berekspresi yang didambakan rakyat Indonesia akhirnya terwujud tanpa
dibayang-bayangi oleh rezim otoriter sebelumnya. Setelah 3 hari Soeharto mundur
dari jabatannya sebagai presiden, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai
rumah kaum Nahdliyin mulai kebanjiran masukan dari warga NU di seluruh
Indonesia. Pada tanggal 24 Maret 1998, diselenggarakannya rapat oleh PBNU yang
dipimpin oleh Wakil Rais Syuriah, Sahal Mahfudz. Hasil dari rapat tersebut
memutuskan tiga hal. Pertama, NU tidak bisa menjadi parta politik kembali karena
31
terbentur dengan Khittah dalam Muktamar di Situbondo. Kedua. NU tidak bisa
melibatkan diri dalam politik praktis secara kelembagaan. Ketiga, NU akan
memfasilitasi pembentukan partai baru yang keanggotaannya adalah pengurus PBNU
untuk menghindari perpecahan dalam NU sendiri.42
Masukkan untuk PBNU
sangatlah dinamis, berbagai macam pendapat dikemukakan oleh seluruh Kader NU di
Indonesia, sebagian besar meminta PBNU untuk melahirkan partai baru sementara
sebagian lainnya sibuk mencari dan mngusulkan nama yang baik untuk partai.
Terhitung ada 39 nama partai politik yang diberikan dari seluruh pengurus
NU se-Indonesia. Nama partai politik yang sering dikemukakan adalah Nahdlatul
Ummah, Kebangkitan Umat dan Kebangkitan Bangsa. Terdapat pula yang
berpendapat lambang parpol. Unsur-unsur yang terbanyak diusulkan untuk lambang
partai politik adalah gambar bumi, bintang sembilan dan warna hijau. Ada yang
mengusulkan bentuk hubungan dengan NU, ada yang mengusulkan visi dan misi
parpol, AD/ART parpol, nama-nama untuk menjadi pengurus parpol, ada juga yang
mengusulkan semuanya. Di antara usulan yang paling lengkap berasal dari Lajnah
Sebelas Rembang yang diketuai KH M Cholil Bisri dan PWNU Jawa Barat. Dalam
menyikapi usulan yang masuk dari masyarakat Nahdliyin, PBNU mengakomodir
usulan tersebut secara demokratis. Hal ini disebabkan karena terdapat hasil keputusan
yakni pada saat Muktamar NU ke-27 di Situbondo yang menetapkan bahwa secara
42
Zainal Arifin Junaidi, 9 Tahun PKB: Kritik dan Harapan, (Jakarta: DPP PKB,2007), hlm. 35.
32
organisatoris NU tidak terkait dengan partai politik manapun dan tidak melakukan
kegiatan politik praktis.43
Muktamar NU di Situbondo bisa disebut pula kembali ke Khittah 1926.
Kembali ke Khittah pada saat itu adalah cara NU dalam menyelamatkan
kepentingannya. Pada saat orde baru NU merasa terancam keberadaannya hingga
harus melepaskan jaket politiknya agar rezim kala itu tidak membubarkannya. Namun
kembali ke khittah bukan berarti NU tidak bisa melahirkan partai baru. Apabila
PBNU melahirkan sebuah partai politik itu tidak menyalahi Khittah. Muktamar di
Situbondo memutuskan yang kembali ke Khittah adalah NU, dan jika warga NU yang
berpolitik itu diperbolehkan.44
Namun kemudian sikap yang ditunjukkan PBNU belum berhasil
mengakomodir keinginan warga Nahdliyin. Perlu untuk diketahui mayoritas NU atau
kaum Nahdliyin mempunyai karakter basis masa di pedalaman desa. Mereka
dikategorikan sebagai islam yang tradisionalis dimana secara ekonomi, pendidikan,
dan sarana informasi masih terbelakang. Selain itu, Nahdliyin juga sering disebut
sebagai kelompok masyarakat dengan tingkat ketergantungan yang amat tinggi akan
sosok pemimpin yang dipanuti oleh khalayak ramai seperti Kyai, sehingga dalam
memutuskan sesuatu atau pilihan politik masih ikut dan patuh terhadap kata tokoh
43
Sejarah Pendirian Partai Kebangkitan Bangsa ; tersedia di http://www.dpp.pkb.or.id/sejarah-
pendirian ; Internet diunduh pada tanggal 7 April 2018.
44 Mahrus Ali & MF. Nurhuda Y, Pergulatan membela yang benar: biografi Matori Abdul
Djalil, (Jakarta: Kompas, 2008), hlm. 170.
33
tersebut.45
Karakter inilah yang membuat kita lebih mudah membaca ke mana
dukungan Nahdliyin akan diberikan dalam pemilihan presiden. Suara Nahdliyin akan
sulit ditebak Apabila pemilihan anggota legislatif, sebab para Kyai tersebut
dibebaskan untuk mendukung partai politik manapun.
Akhirnya, PBNU melakukan Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU
tanggal 3 Juni 1998. Akhir dari rapat tersebut yaitu merupakan keputusan untuk
membentuk Tim Lima yang diberi mandat untuk mendengar aspirasi warga NU. Tim
Lima yang diketuai oleh KH Ma'ruf Amin (Rais Suriyah/Kordinator Harian PBNU),
dengan anggota antara lain, KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Dr KH Said
Aqil Siroj, M.A. (Wakil Katib Aam PBNU), HM Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua
PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU). Untuk mencegah adanya
hambatan dalam menjakan mandat organisatoris, Tim Lima itu kemudian diberikan
Surat Keputusan PBNU.
Selain itu juga dibentuk Tim Asistensi yang diketuai oleh Arifin Djunaedi
(Wakil Sekjen PBNU) dengan anggota H Muhyiddin Arubusman, H.M. Fachri Thaha
Ma'ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A., Drs. H Andi Muarli Sunrawa, H.M. Nasihin
Hasan, H Lukman Saifuddin, Drs. Amin Said Husni, dan Muhaimin Iskandar. Tim
Asistensi diberi tugas untuk membantu Tim Lima dalam mencatat dan merangkum
usulan dari seluruh warga NU yang ingin membentuk parpol baru, dan membantu
45
LAKPESDAM, Nahdlatul Ulama Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan, (Jakarta:
Kompas, 2010), hlm. 9.
34
warga NU untuk terciptanya parpol baru yang dapat menjadi rumah aspirasi poitik
warga NU. Setelah itu dibuatlah pertemuan di Cipanas untuk merumuskan
pembentukan partai politik.
Pada pertemuan tersebut, para tokoh NU yang diberi mandat oleh PBNU
untuk menginisiasi aspirasi warga NU menghasilkan beberapa keputusan salah
satunya yaitu Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai, naskah deklarasi
dan menjadi bahasan penting lainnya yaitu hubungan partai politik yang akan
dibentuk tersebut dengan Nahdlatul Ulama. Meskipun partai yang dibentuk ini
disebabkan karena upaya PBNU menampung keinginan warga NU, namun dalam
rumusan Mabda Syiyasi, Partai yang akhirnya bernama Partai Kebangkitan Bangsa
ini mendeklarasikan sebagai partai yang terbuka untuk umum, tidak hanya untuk
kalangan tertentu saja tetapi lintas agama, suku, ras maupun golongan. Hal itulah
yang kemudian dimunculkan dalam visi dan misi PKB termasuk dijabarkan dalam
arah perjuangan PKB.46
Sang inisiator pembentukan parpol bagi warga NU, KH Abdurrahman Wahid
atau Gus Dur prihatin bahwa kelompok-kelompok NU ingin mendirikan partai politik
NU. Lantaran ini terkesan mengaitkan agama dan politik partai. Medio akhir Juni
1998, sikapnya mengendur dan bersedia menginisiasi kelahiran parpol berbasis
ahlussunah wal jamaah.
46 Mabda Syiasi Partai Kebangkitan Bangsa ; tersedia di http://www.dpp.pkb.or.id/mabda-
siyasi ; Internet diunduh pada tanggal 7 April 2018.
35
Keinginan Gus Dur diperkuat dukungan deklarator lainnya, yaitu KH Munasir
Ali, KH Ilyas Ruchiyat, KH A. Mustofa Bisri serta KH A. Muchith Muzadi. Proses
selanjutnya, penentuan nama partai disahkan melalui hasil musyawarah Tim Asistensi
Lajnah, Tim Lajnah, Tim NU, Tim Asistensi NU, Perwakilan Wilayah, para tokoh
pesantren, dan tokoh masyarakat.
Usai pembentukan partai, deklarasi pun dilaksanakan di Jakarta pada 29
Rabiul Awal 1419 H atau 23 Juli 1998. Bunyi dalam isi deklarasi tersebut adalah:
Bahwa cita-cita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia adalah
terwujudnya suatu bangsa yang merdeka, bersatu, adil dan makmur, serta
untuk mewujudkan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Bahwa wujud dari bangsa yang dicita-citakan itu adalah masyarakat
beradab dan sejahtera yang mengejawantahkan nilai-nilai kejujuran,
kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan yang bersumber dari hati
nurani, bisa dipercaya, setia dan tepat janji serta mampu memecahkan
masalah sosial yang bertumpu pada kekuatan sendiri, bersikap dan
bertindak adil dalam segala situasi, tolong menolong dalam kebajikan,
serta konsisten menjalankan garis/ketentuan yang telah disepakati
bersama.
Maka dengan memohon rahmat, taufiq, hidayah dan inayah Allah
SWT serta didorong oleh semangat keagamaan, kebangsaan dan
demokrasi, kami warga Jam’iyah Nahdlatul Ulama dengan ini
menyatakan berdirinya partai politik yang bersifat kejuangan,
kebangsaan, terbuka dan demokratis yang diberi nama Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB).47
47
Deklarasi Partai Kebangkitan Bangsa ; tersedia di http://www.dpp.pkb.or.id/naskah-deklarasi
; Internet diunduh pada tanggal 7 April 2018.
36
Partai Kebangkitan Bangsa tergolong partai dengan ideologi yang unik. Meski
secara kelembagaan partai ini secara jelas mencantumkan Pancasila sebagai asas
partai, akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa kelahiran PKB dibidani oleh
organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama. Kompromi antara
identitas sebagai partai politik yang nasionalis dengan latar belakang historis menjadi
kata kunci dalam memahami Partai Kabangkitan Bangsa.48
Dari sisi etika politik, sejauh ini pandangan PKB terhadap sikap pragmatis
yang semata-mata hanya memperebutkan kekuasaan jelas sangat merugikan
perjuangan. Sikap tersebut hanya berisi intrik-intrik politik yang dilakukan orang
tanpa ada kejelasan untuk apa partai ada. Pada titik inilah, PKB hadir sebagai partai
politik yang lebih mengedepankan moralitas. PKB harus memanfaatkan momen di
masa depan dalam sua-sana saat pragmatisme politik begitu menguat. Sementara di
sisi lain, moralitas partai-partai politik pun semakin tergerus.49
Perkembangan Perpolitikkan Partai Kebangkitan Bangsa
Semenjak dipimpin oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) H. Abdul Muhaimin Iskandar (Selanjutnya disebut
dengan Cak Imin), suara PKB dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 kembali bisa
dibanggakan khususnya oleh warga NU.
48 Hanif Dhakhiri dan TB Massa Djafar, Struktur Politik Partai Kebangkitan Bangsa¸Jurnal
Kajian Politik dan Masalah Pembangunan, Volume 11 No 1, 2015, Universitas Nasional Jakarta, hlm.
1601.
49 Nahrowi, Imam, Moralitas Politik PKB. Malang: Averroes, 2006
37
Tabel. 1.0
Perolehan suara Partai Kebangkitan Bangsa pada pemilihan umum legislatif
sejak 1999 – 2014.
Tahun Suara % Kursi % +/−
1999 13,336,982 12,61 51 11,03 -
2004 11,989,564 10,57 52 9,45 1
2009 5,146,122 4,94 27 4,82 -25
2014 11,298,957 9,04 47 8,40 +20
Sumber : kpu.go.id
Dengan pencapaian 11.292.151 suara (9,04%) atau setara 47 kursi di DPR RI.
Padahal, lima tahun sebelumnya atau Pemilu periode 2004-2009, PKB hanya
memperoleh 5.146.302 suara (4,95 persen) dan mendapat 28 kursi DPR RI.50
Hasil tersebut diraih karena perpecahan dalam NU dan PKB saat itu sudah
mulai meredam sehingga warga NU kembali kerumah yang sama-sama dilahirkan
oleh PBNU. Selain itu hasil tersebut didapatkan berkat strategi yang dilakukan oleh
Cak imin sapaan akrab H Abdul Muhaimin Iskandar dalam menghadapi pemilu 2014
dengan cemerlang dan matang. Cak Imin juga dikenal pandai memainkan strategi
50
Sejarah Pendirian Partai Kebangkitan Bangsa ; tersedia di http://www.dpp.pkb.or.id/sejarah-
pendirian ; Internet diunduh pada tanggal 7 April 2018.
38
politik, ia sangat bersemangat dalam memberikan motivasi bagi seluruh calon
anggota legislatif asal PKB untuk bersama-sama berjuang meraih kemenangan.
Semangat membara Cak Imin dalam mengibarkan bendera kemenangan PKB
terus dilakukan. Bahkan sampai hari ini terus ia terus mengajak keluarga besar PKB
untuk bekerja lebih keras lagi dengan cara mengedepankan politik silaturahim,
mengakomodir kantung – kantung kekuatan nahdliyin dan nahdliyah serta lebih
memperkuat kembali sinergisitas antara Nahdlatul Ulama (NU) dan PKB. Sebagai
partai dengan basis latar belakang nasionalis religius, PKB pun berhasil
memenangkan 85 pasangan calon kepala daerah di seluruh Indonesia dalam
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2015 lalu.
Kejayaan PKB saat ini, tidak lepas juga karena faktor pendiri PKB, yakni KH
Abdurahman Wahid atau Gus Dur dan kiai-kiai lainnya.51
Perpolitikkan Indonesia
melihat, ketokohan dan kepemimpinan Gus Dur terbukti mampu mendorong suara
PKB di Pemilu 1999. Pesta demokrasi pertama yang diikuti Green Party ini berhasil
mendapatkan 13.336.982 suara (12,61 persen) setara 51 kursi di DPR RI. Tak
berhenti sampai di situ, gaya politik Gus Dur pun berhasil mengantarkan koalisi
poros tengah untuk menunjuk Gus Dur sebagai calon presiden. Melalui proses
pemungutan suara pada Sidang Umum MPR, Gus Dur pun terpilih menjadi Presiden
RI dan Megawati Soekarnoputri sebagai wakilnya.
51
LAKPESDAM, Nahdlatul Ulama Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan, (Jakarta:
Kompas, 2010), hlm. 10.
39
Visi dan Misi Partai Kebangkitan Bangsa
Melihat sebuah partai yang sampai saat ini kokoh berdiri tentunya didasari
oleh kesamaan visi dan misi oleh partai tersebut dengan para simpatisan, anggota dan
kadernya. Berikut visi misi Partai kebangkitan bangsa ialah :
Visi
1. Mewujudkan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana dituangkan
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
2. Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara lahir dan batin, material dan
spiritual;
3. Mewujudkan tatanan politik nasional yang demokratis, terbuka, bersih dan
berakhlakul karimah.
Misi
1. Bidang Ekonomi: menegakkan dan mengembangkan kehidupan ekonomi kerakyatan
yang adil dan demokratis;
2. Bidang Hukum: berusaha menegakkan dan mengembangkan negara hukum yang
beradab, mampu mengayomi seluruh rakyat, menjunjung tinggi hak-hak asasi
manusia, dan berkeadilan sosial;
40
3. Bidang Sosial Budaya: berusaha membangun budaya yang maju dan modern dengan
tetap memelihara jatidiri bangsa yang baik demi meningkatkan harkat dan martabat
bangsa;
4. Bidang Pendidikan: berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang
berakhlak mulia, mandiri, terampil, profesional dan kritis terhadap lingkungan sosial
di sekitarnya, mengusahakan terwujudnya sistem pendidikan nasional yang
berorientasi kerakyatan, murah dan berkesinambungan;
5. Bidang Pertahanan: membangun kesadaran setiap warga negara terhadap kewajiban
untuk turut serta dalam usaha pertahanan negara; mendorong terwujudnya swabela
masyarakat terhadap perlakuan-perlakuan yang menimbulkan rasa tidak aman, baik
yang datang dari pribadi-pribadi maupun institusi tertentu dalam masyarakat.52
B. Penjelasan tentang Presidential Threshold
Konsep demokrasi Indonesia perlahan-lahan mulai tergambarkan dengan
detail seiring dengan Perkembangan pemilihan umum, salah satu contoh yaitu
membawa Threshold pada setiap sistem bentuk pemilihan umum, mulai dari
Electoral Threshold seabagai syarat partai politik dapat ikut serta dalam Pemilu,
Parliementary Threshold sebagai bentuk ambang batas partai untuk dapat menduduki
kursi lembaga legislatif, hingga Presidential Threshold sebagai ambang batas suara
52
Visi Misi Partai Kebangkitan Bangsa ; tersedia di http://www.dpp.pkb.or.id/visi-dan-misi;
Internet diunduh pada tanggal 7 April 2018
41
partai untuk dapat mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam
Pemilihan Presiden.
Dasar Hukum Threshold
Di Indonesia, kata Threshold sering kita temui dalam tiga kasus pengaturan
sistem Pemilu. Ambang batas (Threshold) yang pertama kali diterapkan di Indonesia
adalah pada saat menjelang Pemilu 2004, yakni Electoral Treshold yang ditetapkan
pada tahun 1999. Ambang batas ini diartikan sebagai syarat perolehan suara maupun
kursi bagi partai untuk bisa ikut kembali di Pemilu mendatang. Hal ini tertuang dalam
UU Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum. Pasal 39 UU No. 3 Tahun 1999
menyatakan :
Untuk dapat mengikuti Pemilihan Umum berikutnya, Partai Politik
harus memiliki sebanyak 2% (dua per seratus) dari jumlah kursi DPR atau
memiliki sekurang-kurangnya 3% (tiga per seratus) jumlah kursi DPRD I
atau DPRD II yang tersebar sekurang-kurangnya di 1/2 (setengah) jumlah
propinsi dan di 1/2 (setengah) jumlah kabupaten/kotamadya seluruh
Indonesia berdasarkan hasil Pemilihan Umum.53
Ketentuan tersebut dicantumkan kembali pada Pasal 143 ayat (1) UU Nomor
12 Tahun 2003. Dengan demikianlah kita sebut Electoral Threshold, yaitu batas
minimal perolehan kursi partai agar dapat mengikuti Pemilu berikutnya.
Dalam Pasal 5 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden disebutkan bahwa:
53
Lihat UU Pemilu No.3 Tahun 1999, tentang ambang batas dalam pasal 39
42
Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang
memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah
kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara
nasional dalam Pemilu anggota DPR.54
Dengan demikian, Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 2013 ini mengatur tentang
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diajukan oleh partai atau gabungan
partai yang memiliki sedikitnya 15 persen kursi DPR atau 20 persen suara Pemilu
DPR. Ketentuan ini dinaikkan menjadi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara
Pemilu DPR oleh Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 yang mengatakan:
Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling
sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah
nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden.55
Aturan tentang Pemilu ini kemudian diatur kembali dalam UU Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum. Inilah yang disebut Presidential Threshold, yaitu
batas minimal perolehan kursi atau suara partai atau koalisi partai agar bisa
mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 202 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2008 menyatakan bahwa partai politik
peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara minimal 2,5 persen
suara dari jumlah suara sah secara nasional dan hanya diterapkan dalam penentuan
perolehan kursi DPR dan tidak berlaku untuk DPRD Provinsi atau DPRD
54
Lihat UU Pemilu No. 23 Tahun 2003, tentang ambang batas pemilihan presiden dalam pasal
5 ayat (4) 55
Lihat UU Pemilu No 42 Tahun 2008, tentang ambang batas pemilihan presiden dalam pasal 9
43
Kabupaten/Kota nasional. Saat Pemilihan Umum 2014, dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2012, ambang batas parlemen yang awalnya 2,5 persen ditetapkan
menjadi sebesar 3,5 persen dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan
DPRD. Namun UU tersebut digugat oleh 14 partai politik ke Mahkamah Konstitusi
(MK). Pada akhirnya MK menetapkan ambang batas 3,5% tersebut hanya berlaku
untuk DPR dan ditiadakan untuk DPRD. Inilah yang dimaksud Parliamentary
Treshold, yakni ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam
Pemilihan Umum untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di Dewan
Perwakilan Rakyat.
Threshold menjadi baku dan harus dipatuhi (ditegaskan presentasenya) dalam
aturan yang berlaku adalah pada tahun 1999, yang kemudian menjadi salah satu dasar
hukum pelaksanaan Pemilu tahun 2004. Dengan demikian, dapat menjadi sebuah
kesimpulan bahwa Threshold (ambang batas) antara Electoral, Parliamentary dan
Presidential memiliki pengertian yang berbeda-beda. Electoral dan presidential adalah
syarat bagi partai peserta Pemilu untuk dapat mengikuti Pemilu, sedangkan
Parliamentary adalah syarat untuk mendapatkan kursi di parlemen.
Presidential Threshold dalam UU No 7 Tahun 2017
Pemilu 2019 yang dilakukan secara serentak antara pemilihan legislative dan
pemilihan presiden berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu, merupakan sebuah bentuk penyederhanaan dan penggabungan dari 3 (tiga)
44
buah Undang-Undang sebelumnya, yakni UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres,
UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, dan UU Nomor 8 Tahun
2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Penyederhanaan dan
penggabungan ini mempunyai tujuan untuk mewujudkan Pemilu yang adil dan
berintegritas, menjamin konsistensi pengaturan sistem Pemilu, mencegah duplikasi
pengaturan dan ketidakpastian hukum pengaturan Pemilu, dan menemukan masalah-
masalah pengaturan penyelenggara dan peserta Pemilu, sistem pemilihan, manajemen
Pemilu, dan penegakan hukum dalam satu undang-undang Pemilu.56
Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 ini terdapat 5 poin penting, sebagaimana yang
telah dibahas di bab sebelumnya. 5 poin penting tersebut kemudian dibahas oleh
pemerintah dan DPR yang tergabung dalam Pansus dan menghasilkan 5 opsi paket
yang akan dijadikan pilihan bagi DPR untuk memilih diantaranya sebagai berikut :
1. Opsi Paket A, yaitu Presidential Threshold (20-25%), Parliementary Threshold
(4%), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konvensi suara
(Saint Lague Murni).
2. Opsi Paket B, yaitu Presidential Threshold (0%), Parliementary Threshold (4%),
sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konvensi suara (kuota
hare).
56
Lihat, Kementerian Dalam Negeri, 2016, ―Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang tentang Pemilihan Umum,‖ (dalam pdf), hlm. 2
45
3. Opsi Paket C, yaitu Presidential Threshold (10-15%), Parliementary Threshold
(4%), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konvensi suara
(kuota hare).
4. Opsi Paket D, yaitu Presidential Threshold (10-15%), Parliementary Threshold
(5%), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-8 kursi), metode konvensi suara
(Saint Lague Murni)
5. Opsi Paket E, yaitu Presidential Threshold (20-25%), Parliementary Threshold
(3,5%), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konvensi suara
(Kuota Hare)57
Dari 5 opsi paket di atas, salah satunya adalah pengaturan tentang Presidential
Threshold. Presidential Threshold adalah syarat ambang batas bagi partai politik atau
gabungan partai politik untuk mengusung calon Presiden atau Wakil Presiden. Dalam
Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, menyatakan:
Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling
sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh
25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu
anggota DPR sebelumnya.58
Ambang batas Tersebut yang kemudian akan dijadikan syarat untuk
mengusung calon Presiden pada Pemilu masal 2019. Menjadi catatan penting bahwa
57
Lidwina Tanuhardjo, “pansus RUU Pemilu sepakati 5 Opsi paket untuk diputuskan besok”;
tersedia di https://nasional.tempo.co/read/890975/pansus-ruu-pemilu-sepakati-5-opsi-paket-untuk-
diputuskan-besok ; Internet diunduh pada tanggal 10 Juli 2018 58
Lihat UU Pemilu No 7 Tahun 2017, tentang ambang batas pemilihan presiden dalam pasal
222
46
syarat pemilihan presiden 2019 menggunakan ambang batas Pemilu pada tahun
2014.59
Dengan adanya ketentuan Pasal 222 tersebut, dapat dicermati bahwa hanya
partai yang memiliki perolehan suara minimal 20% dari jumlah kursi DPR atau
memperoleh 25% suara sah secara nasional. Kemudian apabila tidak memiliki suara
sampai pada ambang batas tersebut, maka jalan keluar yang paling menguntungkan
adalah partai-partai politik harus berkoalisi untuk memenuhi ambang batas agar dapat
mencalonkan Presiden dan Wakilnya, agar syarat minimal 20% kursi di DPR atau
25% suara sah secara nasional dapat terpenuhi. Hal tersebut sah-sah saja berdasarkan
Pasal 222 ini, dan juga Pasal 223 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017, yang
mengatakan:
Partai Politik dapat melakukan kesepakatan dengan Partai Politik lain
untuk melakukan penggabungan dalam mengusulkan Pasangan Calon.60
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden harus dilaksanakan secara serentak dengan
Pemilu Legislatif pada Tahun 2019, sehingga dengan adanya keputusan itu, maka
acuan syarat Presidential Threshold akan berdasarkan pada perolehan kursi atau
suara partai-partai adalah merujuk kepada hasil Pemilu 2014. Sedangkan dalam hasil
59
Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 menentukan bahwa hanya partai politik Peserta Pemilu
yang memiliki kursi sekurang kurangnya 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh suara
sekurang-kurangnya 25%dari jumlah suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR yang dapat
mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. UU ini menjadi acuan pemilu 2014.
60
Lihat UU Pemilu No 7 Tahun 2017, tentang ambang batas pemilihan presiden dalam pasal
223 ayat (2)
47
Pemilihan legislatif 2014, tidak adanya partai yang memenuhi minimal syarat
ambang batas 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional.
Menurut Jimly Asshiddiqie, ketentuan dalam ambang batas (Threshold)
merupakan sistem yang sangat deperlukan dalam sistem Presidensial dengan multi
partai. Presiden sebagai pemimpin dalam negara republic membutuhkan dukungan
mutlak oleh parlemen. Tanpa dukungan penuh, Presiden bisa saja menjadi kurang
nyaman menggerakkan aktivitas pemerintahan dan pembangunan sehari-hari. Dengan
adanya sistem ini, diharapkan dalam masa yang akan datang dapat menjamin
penyederhanaan jumlah partai politik. Semakin tinggi angka ambang batas,
ditargetkan semakin cepat pula harapan mencapai kesederhanaan jumlah partai
politik.61
Naskah akademik rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum, didalamnya
mengatakan bahwa sebab diadakannya Presidential Threshold, bertujuan untuk
memperkuat sistem pemerintahan Presidensial atau membentuk sistem pemerintahan
Presidensial yang efektif.62
Dengan diberlakukannya Presidential Threshold di
Pemilu 2019 diharapkan dapat semakin memperkuat sistem Presidensil yang ada di
Indonesia.
61
Jimly Asshiddiqie, Memperkuat Sistem Pemerintahan Presidentil, (Jember: Universitas
Negeri Jember, 2011), hlm. 61. 62
Lihat, Kementerian Dalam Negeri, 2016, ―Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
tentang Pemilihan Umum, hlm. 60.
48
Selanjutnya Pemilu anatara Legislatif dan Presiden dilaksanakan secara
serentak pada tahun 2019, merupakan buah dari hasil putusan MK No 14/PUU-
XI/2013 yang diuji atas permohonan dari Effendi Ghozali. Dalam sidang MK tersebut
Effendi Ghazali memohon adanya pengujian UU 42 Tahun 2008 Pasal 3 ayat 5 yang
menyatakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setalah Pemilu
Legislatif. Effendy Ghazali menilai pelaksanaan Pemilu dan Pilpres yang tidak
serentak itu telah melanggar UUD 1945 pasal 22E ayat (1) yang menyatakan Pemilu
dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan ail setiap lima tahun
sekali. Berdasarkan norma konstitusi tersebut seharusnya pemilu dilaksanakan hanya
satu kali dalam kurun waktu 5 tahun.
Alasan lain yang Effendi Ghazali lontarkan ialah Pemilu yang dilakukan secara
serentak akan meminimalisir politik transaksional sehingga tidak perlu mennunggu
dari hasil Pemilu Legislatif. Partai politik bisa melakukan komunikasi dengan
mempertimbangkan komitmen kemjuan negara ketimbang politik trasaksional. Selain
itu juga biaya politik yang dikeluarkan juga semakin sedikit karena dilakukan dalam
satu waktu sehingga dalam pelaksanaanya tidak perlu membayar panitia sampai 2
atau lebih, cukup membayar sau kali kita akan mendapatkan keputusan politik yang
sama dibandingkan dengan Pemilu secara tidak serentak.
49
Tabel 2.0
Rekapitulasi Hasil Pemilihan legislatif 2014:
Nama Partai Jumlah Kursi di DPR RI Jumlah Total Suara Persentase Suara
PDIP 109 Kursi 23.681.471
18,95 %
GOLKAR 91 Kursi 18.432.312
14,75%
GERINDRA 73 Kursi 14.760.371
11,81%
DEMOKRAT 61 Kursi 12.728.913
10,19%
PAN 49 Kursi 9.481.621
7,59%
PKB 47 Kursi 11.298.957
9,04%
PKS 40 Kursi 8.480.204
6,79%
PPP 39 Kursi 8.157.488
6,53%
NASDEM 35 Kursi 8.402.812
6,72%
HANURA 16 Kursi 6.579.498
5,26%
Sumber:https://editorialindonesia.com/2017/07/21/ini-arti-presidential-threshold-dan-parliamentary-
Melihat hasil tabel diatas maka dapat disimpulkan partai-partai itu harus
melakukan koalisi dengan partai lainnya, sehingga terjadi kekuatan yang dapat
diperhitungkan agar dapat mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden.
50
C. Uji Materi Pembahasan Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi Tahun
2017
Dalam proses Revisi UU tentang Presidential Threshold sebenarnya
terkandung secara garis besar dalam RUU No 7 Tentang Pemilu. Pembahasan
tersebut terdapat beberapa yang harus dilewati agar dalam mengeluarkan kebijakan
tidak terjadi kesalahan dan dapat diterima oleh semua golongan. RUU tentang pemilu
telah dibahas secara detail di DPR khususnya di komisi II DPR. Komisi adalah salah
satu Alat Kelengkapan DPR. Pada Periode 2014-2019, Komisi dibagi ke dalam 11
(sebelas) bidang sesuai dengan keputusan Rapat Paripurna DPR RI. Susunan dan
keanggotaan Komisi ditetapkan dalam Rapat Paripurna menurut perimbangan dan
pemerataan jumlah Anggota tiap-tiap Fraksi pada saat sidang awal masa keanggotaan
DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Setiap Anggota, kecuali Pimpinan MPR dan
DPR, harus menjadi Anggota salah satu Komisi.63
Dari pembahasan di komisi dibuatlah konsensus bersama oleh semua fraksi di
komisi II yaitu perlu diadakannya panitia khusus yang membahas tentang Pemilu
karena menjadi hal yang baru ketika ada wacana pemilihan legislatif dan pemilihan
presiden dilakukan secara serentak hingga Tekhnis dan aturan-aturan dalam
pelaksanaan perlu dibahas secara mendalam. Panitia khusus merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat sementara. Anggota panitia khusus ditetapkan oleh
63
Sekretariat Jenderal DPR RI, “Penjelasan Komisi DPR RI; tersedia di
http://www.dpr.go.id/akd/index/id/Tentang-Komisi-I ; Internet diunduh pada tanggal 3 Maret 2018.
51
rapat paripurna paling banyak 30 (tiga puluh) orang. Pimpinan panitia khusus
merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan
panitia khusus terbentuk atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang
wakil ketua yang ditunjuk dari anggota panitia khusus lainnya berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan jumlah panitia
khusus yang ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi.
Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu
tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna dan dapat diperpanjang oleh Badan
Musyawarah apabila panitia khusus belum dapat menyelesaikan tugasnya. Panitia
khusus dibubarkan oleh DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau
karena tugasnya dinyatakan selesai.64
Pembahasan mengenai Presidential Threshold sebenarnya juga sudah di uji
materi di mahkamah konstitusi oleh Partai Bulan Bintang65
yang di nahkodai oleh
Prof Yusril Ihza Mahendra, pada saat itu Partai Bulan Bintang beranggapan
perumusan pasal 222 UU No 7 tahun 2017 sudah tidak inkonstitusional karena dalam
pelaksanaannya Presidential Threshold 20% tersebut menghambat partainya yang
tidak mempunyai wakil di DPR untuk mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil
64
Sekretariat Jenderal DPR RI, “Penjelasan Panitia Khusus DPR RI; tersedia di
http://www.dpr.go.id/akd/index/id/Tentang-Panitia-Khusus ; Internet diunduh pada tanggal 3 Maret
2018.
65
Lihat, Putusan MK No 70_PUU-XV_2017, ―Keputusan MK tentang uji Materil pasal 222
uu no 7 2017.
52
Presiden, Pemerintah dianggap berupaya untuk melarang tokoh bangsa yang ingin
berkontestasi di ajang pilpres. Namun pendapat pemohon dibantah saat penjelasan
pemerintah di sidang MK tersebut. Pemerintah mempunyai pendapat bahwasanya
pasal 222 UU No 7 tahun 2017 sudah sesuai dengan yang ada dalam pasal 6A UUD
1945 sehingga tidak ada upaya pemerintah untuk melarang naiknya tokoh-tokoh
tebaik bangsa pemerintah menekankan syarat tersebut berlaku untuk seluruh partai
politik sehingga tidak ada upaya pemerintah untuk melarang Calon Presiden dan
Wakil Presiden untuk berkontestasi dalam pilpres 2019. Hal yang sama dikemukakan
oleh pihak legislatif, DPR menilai permohonan pemohon pada pasal 222 UU No 7
tahun 2017 dinilai hanya asumsi pemohon ketika dinilai menghalangi tokoh bangsa
untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden. Kemudian merujuk pada putusan
Mahkamah Konstitusi No 14/PUU-XI/2013 yang dimohonkan oleh Effendi Gozali
tentang ditiadakannya Presidential Threshold pada tahun 2019 dalam putusannya
Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan ditiadakanya Presidential Threshold,
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya mengatakan tidak adanya pelanggaran
konstitusional yang dilakukan oleh Pemerintah maupun Legislatif lebih lanjut
Mahkamah Konstitusi mengomentari Presidential Threshold adalah kewenangan oleh
pembuat Undang-Undang dalam hal ini Pemerintah dan Legislatif. putusan ini yang
menguatkan DPR perlu diberlakukannya Presidential Threshold .
Dalam putusan MK tersebut, PKB mengapresiasi upaya yang dilakukan
pemohon yaitu Partai Bulan Bintang yang dimotori oleh Prof Yusril Ihza Mahendra.
53
Upaya Partai Bulan Bintang dianggap sah-sah saja dan dibolehkan apabila ada warga
negara yang ingin melakukan uji materi tentang pengesahan undang-undang kepada
Mahkamah Konstitusi. Namun sebagai partai pendukung dan koalisi pemerintah saat
ini, posisi PKB adalah menjadi bagian dari pemerintah yang berarti mendukung
pemerintah dalam mengesahkan UU No 7 tahun 2017 khususnya mengenai
Presidential Threshold. PKB menganggap tidak ada pelanggaran konstitusional yang
dilakukan oleh pemerintah dan DPR dalam menetapkan UU tersebut karena proses
tersebut sudah dalam perdebatan panjang sehingga dibuatlah kesepakatan tersebut
menjadi UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
D. Rekam Jejak PKB tentang RUU Pemilu Khususnya Presidential Threshold 2004
– 2014
Pada tahun 2003, terdapat pembahasan mengenai Presidential Threshold
untuk pertama kalinya setelah 1999. PKB pada saat itu mendukung UU No 23 tahun
2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang berbunyi Pasangan
Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas
persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah
secara nasional dalam Pemilu anggota DPR. Peluang yang didapat PKB untuk
mengusung seseorang dianggap masih kuat karena faktor Gusdur dan NU. Ada
54
strategi yang ingin dilakukan tentang kemungkinan bersatunya suara NU, PKB ingin
memasang kembali Gusdur sebagai Presiden.66
Pada tahun 2008, terjadi restrukturalisasi dalam tubuh PKB. Adanya
perpecahan dalam internal PKB yang melibatkan Gusdur dengan Muhaimin Iskandar
membuat suara NU terpecah mendukung PKB sebagai perwakilan suara NU. PKB
sendiri kemudian mendukung mengesahkan Undang-Undang No 42 Tahun 2008
khususnya tentang Presidential Threshold tertuang pada pasal 9 yang berbunyi,
“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta
pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari
suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden.”
Pada tahun 2014, Undang-Undang tentang Pemilu tidak berubah dan mengacu
pada UU No 42 tahun 2008 sehinga tetap mendukung mekanisme Presidential
Threshold yang tertuang pada pasal 9 yang berbunyi, “Pasangan Calon diusulkan oleh
Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi
persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi
DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam
Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
66
LAKPESDAM, Nahdlatul Ulama Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan, (Jakarta:
Kompas, 2010), hlm. 10.
55
BAB IV
SIKAP POLITIK PKB DALAM MENANGGAPI PRESIDENTIAL
THRESHOLD 2019
A. Posisi PKB Dalam Penentuan Presidential Threshold 2019
PKB merupakan organisasi yang mempunyai tujuan meraih kekuasaan di
Indonesia dan untuk meraih kekuasaan tersebut dibutuhkan daya tarik dan strategi
untuk memperoleh surara sebanyak-banyaknya dari masyarakat. PKB sudah tidak
bisa dikatakan sebagai partai baru dalam perpolitikkan di Indonesia, selain sudah
beberapa kali mengikuti pemilu, PKB terbukti sudah mendistribusikan kadernya ke
beberapa bagian penting di lingkungan pemerintahan. Gagasan kuat tentang
nasionalis religius yang dibawakan PKB akhirnya mengantarkannya untuk meraih
kursi RI 1 di Istana Presiden yaitu Abdurahhman Wahid melalui pemilihan secara
tidak langsung dalam sidang MPR tahun 1999.
Dalam rangka Pemilu dan Pilpres serentak 2019, merupakan tantangan besar
PKB untuk dapat merebut kekuasaan lebih banyak lagi dari pemilu sebelumnya.
Tantangan besar yang dimaksud yaitu mempersiapkan strategi yang efisien guna
menambah suara PKB dari pemilu 2014 sebanyak 11.298.957 pemilih atau 9,04 %
suara nasional. Tentu modal lima tahun yang lalu menjadi landasan acuan untuk
meraih suara lebih banyak lagi. Untuk memudahkan strategi tersebut, PKB sudah
56
memulai langkah dari semenjak RUU mulai dibahas dalam parlemen sampai dengan
saat diberlakukakannya.
Pada prinsipnya berbicara soal Pemilu adalah berbicara mengenai kepentingan
dan eksistensi. Pemilu adalah tahapan yang harus dilalui oleh partai politik untuk
mendapatkan kekuasaan sehingga dalam proses pembahasan tentang pemilu tak
jarang partai politik saling memberikan pandangan politik dan terjadilah perang
kepentingan di dalamnya. Hal ini ditegaskan oleh Faisol Reza sebagai berikut :
Masing-masing partai mempunyai kepentingan pada 2019 terutama
karena pemilu 2019 dilakukan serentak berbagai macam teori dan
pengalaman pemilu di negara-negara lain itu menjadi referensi masing-
masing partai. PKB Bukan hanya mempunyai kepentingan di 2019 tetapi
juga memiliki kepentingan politik di masa yang akan datang 67
Dari hasil petikan wawancara di atas, dijelaskan bahwa PKB sebagai partai
politik menilai pemilu juga dijadikan sebagai ajang eksistensi dikarenakan adanya
peraturan Parliementary Threshold membuat banyak partai yang waspada tidak bisa
duduk di parlemen, jika tidak bisa duduk di parlemen ditakutkan eksistensi partai
akan menurun. Menjadi sejarah baru bagi pemilu di Indonesia karena tahun 2019
pemilu legislatif dan pemilu presiden diadakan secara bersamaan. Terdapat UU yang
tidak bisa di tunda pembahasannya karena terdesak oleh jadwal yang harus terus
berjalan sehingga apapun rintangannya UU tersebut harus tetap disahkan. UU yang
67
Faisol Reza, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 17 Agustus 2018, Pukul 18.30 WIB.
Ijin mengutip telah diberikan.
57
terkait dan dianggap penting untuk pelaksanaan Pemilu tersebut adalah UU tentang
Pemilu. Hal ini ditegaskan dalam sebuah pernyataan wakil ketua Fraksi PKB :
Pemilu harus terus berjalan jadi tahapan-tahapannya harus cepat
dilalui, maka gugatan-gugatan yang berkenaan dengan UU pemilu pasti
akan cepat keluar keputusannya di MK. Pemilu ini tidak bisa ditunda.
Karena itu ketika membahas RUU pemilu harus dengan sesuai timeline
yang sudah ada ketika RUU mundur maka yang ditakutkan pemilunya
tidak bisa berjalan.68
Dari hasil petikan wawancara di atas, PKB menilai karena UU ini selalu
mempunyai batas waktu yang pasti yaitu lima tahun sekali diadakannya pemilu
sehingga dalam jangka waktu sebelum lima tahun tersebut DPR perlu mengkaji
ataupun memperbaharui UU yang sudah ada untuk dijadikan acuan dalam pemilu
selanjutnya pun begitu selanjutnya dibahas setiap lima tahun sekali. Hal tersebut
membuat UU tentang pemilu harus direvitalisasi pada tahun 2017 dikarenakan
adanya pemilu legislatif dan pemilu presiden yang akan dilakasanakan pada tahun
2019.
Segala upaya dan masukkan diberikan oleh PKB dalam proses RUU tersebut.
PKB mengambil sikap selalu ingin menjadi penengah dalam pembahasan RUU
Pemilu ini hal itu karena terjadi dua kutub kekuatan dalam parlemen yang berseteru
dalam pembahasan ini. PKB menilai dua kutub kekuatan besar tersebut ialah
terbaginya fraksi ke dalam dua pilihan paket dimana beberapa fraksi menginginkan
Presidential Threshold tetap 20% dan memilih Opsi Paket A namun ada beberapa
68
Siti Masrifah, Wakil Ketua Fraksi PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB dalam
menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 6 Agustus 2018, Pukul 11.30 WIB. Ijin
mengutip telah diberikan.
58
fraksi yang menginginkan dihapuskannya Presidential Threshold menjadi 0%, maka
PKB tidak ingin gegabah dalam sikap politiknya, PKB menawarkan lebih dulu Opsi
Paket D dengan maksud memecah kebuntuan kekuatan yang bersetru tersebut. Di sisi
lain adanya partai-partai yang tergolong memiliki suara mendekati Parliementary
Threshold sehingga dalam pemilihan ketua panitia khusus (selajutnya disebut Pansus)
partai-partai tersebut tidak menginginkan apabila yang menjadi ketua Pansus berasal
dari partai-partai yang mempunyai kursi parlemen banyak. Sikap selalu di tengah
inilah yang menjadikan PKB mendapatkan mandat menjadi ketua Pansus yaitu
Lukman Edy. Berikut ditegaskan kembali oleh Faisol Reza :
Lukman Edy orang yang sebelumnya sudah berpengalaman dengan
UU Pemilu. Maka dari itu PKB melihat Lukman Edy akan bisa
menjalankan dan juga bisa menyampaikan secara jelas apa yang menjadi
niat, menjadi pokok-pokok pikiran dari PKB di pemilu kedepan. Apabila
ketua Pansus diberikan kepada partai-partai besar maka negosiasi kita
akan lebih sulit tapi kalau diserahkan pada partai lebih kecil maka Interest
pada partai-partai lebih kecil ini mungkin bisa lebih dominan dalam
Pansus, makanya kita ngotot Lukman Edy.69
Dalam hasil petikan wawancara di atas, dijelaskan bahwa selain karena PKB
menjadi partai yang dianggap paling netral antara kedua kutub yang berseteru
tersebut sosok dari Lukman Edy yang sangat senior dalam urusan pemilu menjadi
faktor pendorong fraksi lain menyetujui kalau ketua pansus diberikan ke PKB. Selain
itu dijadikannya Lukman Edy sebagai ketua pansus menjadi pengaruh posistif dan
69
Faisol Reza, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 17 Agustus 2018, Pukul 18.30 WIB.
Ijin mengutip telah diberikan.
59
sangat menguntungkan bagi PKB karena memunculkan negosiasi-negosiasi yang
tentunya melibatkan PKB dan menjadi faktor penentu dalam keputusan politik.
PKB menganggap Presidential Threshold ini dibutuhkan untuk membangun
stabilitas politik dimasa yang akan datang, Indonesia sangatlah memerlukan situasi
politik yang stabil untuk membentuk sistem demokrasi menjadi Kuat. Hal Ini kembali
dipertegas oleh Faisol Reza :
Indonesia akan mencapai suatu tujuan politik yang lebih baik yaitu
dalam pandangan kami, di masa yang akan datang Indonesia memerlukan
stabilitas politik untuk membangun Indonesia yang lebih baik, pemerintah
menjadi lebih tenang dan situasi politik akan lebih stabil dan sistem
demokrasi kita akan lebih kokoh, hal itu diperlukan yang namanya
penyederhanaan partai.70
Dalam petikan hasil wawancara diatas, dijelaskan bahwa PKB juga menilai
partai politik yang mengikuti pemilu saat ini terlalu banyak dan pada setiap proses
tahapan pemilu selalu memberikan peluang bagi partai-partai baru tumbuh dan ikut
serta, sehingga dikhawatirkan akan merusak citra demokrasi yang ada di negara ini.
Menanggapi kasus munculnya partai-partai baru dalam proses pemilu, PKB menilai
perlu adanya penyederhanaan partai sehingga diberlakukannya Parliementary
Threshold dan Presidential Threshold adalah suatu bentuk komitmen yang dilakukan
oleh partai-partai yang perolehan suaranya relatif stabil. Hal ini dimaksudkan untuk
tidak melahirkan kelompok-kelompok baru yang akan merusak cita-cita dari
kestabilan politik. Oleh karena itu PKB menyarankan siapa saja yang berminat untuk
70
Faisol Reza, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 17 Agustus 2018, Pukul 18.30 WIB.
Ijin mengutip telah diberikan.
60
turun dalam dunia politik sebaiknya tidak melahirkan partai-partai baru namun harus
mendaftar kepada partai-partai yang sudah lebih dulu ada di Indonesia.
Menjadi Presiden Indonesia diperlukan kriteria yang sangat detail. Jadi
apabila Presidential Threshold 0%, tidak perlu menggunakan kendaraan partai politik
seseorang bisa mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden. Berikut
dinyatakan oleh wakil Sekretaris Jenderal PKB :
Presidential Threshold juga demikian, ada yang mengatakan bahwa
seseorang itu tidak bisa begitu saja mencalonkan diri sebagai Presiden
dan Wakil Presiden, dia harus mempunyai kriteria yang sangat ketat,
karena kalau 0% asumsinya adalah tidak perlu partai pun seharusnya
diberikan peluang.71
Dalam hasil wawancara di atas, jika seperti itu yang terjadi, maka PKB
mengkhawatirkan negara akan mengalami chaos pasalnya kondisi politik akan rentan
mengalami kegaduhan dalam politik yang menyebabkan sebagian besar partai politik
tidak lagi melakukan koalisi, sebab semua partai akan mengusungkan kader-kader
terbaiknya untuk ikut dalam Pilpres. Bagi PKB menjadi presiden diperlukan juga
adanya dukungan dari parlemen, karena apabila Presidential Threshold 0% terdapat
presiden yang dipilih oleh rakyat sementara partainya tidak masuk dalam parlemen.
Maka pemerintah yang dijalankan akan tidak seimbang, stabilitas poitik menjadi
sesuatu yang sangat mahal.
71
Faisol Reza, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 17 Agustus 2018, Pukul 18.30 WIB.
Ijin mengutip telah diberikan.
61
PKB menilai harus tetap ada batasan dan kriteria untuk mencalonkan diri
sebagai Presiden. Namun yang dimaksudkan PKB batasan tersebut bukan dengan niat
untuk membatasi hak anak bangsa untuk memilih dan dipilih melainkan batasan
tersebut dibuat demi terciptanya kondisi politik yang aman sehingga partai-partai
dengan gotong royong membangun bangsa ini bersama-sama agar tercipta pula ruang
demokrasi yang ideal. Batasan tersebut juga menghindari Indonesia menjadi bangsa
yang otoriter. Berikut diungkapkan oleh Faisol Reza :
Presidential Threshold 20% hanya membuat salah satu partai bisa
mengusung kadernya menjadi calon presiden, misalnya PDIP. Terlalu
tinggi dan tidak adil. Maka partai PDIP dan partai lain bisa mengusung
calon presiden apabila ambang batasnya rendah, maka tidak hanya dua
calon tetapi bisa lebih banyak. Kalau diangka 15% maka di parlemen,
kurang lebih 80-90 kursi jadi relatif dukungan parlemen kepada
pemerintah bisa seimbang. Itu yang membuat kita mengajukan
Presdiential Thresholdnya 15%.72
Dalam hasil wawancara di atas, dijelaskan bahwa PKB Sebagai partai yang ada
di tengah-tengah perolehan suaranya, menilai apabila Presidential Threshold 15%
suara kursi di parlemen dirasa cukup mengawal jalannya pemerintahan ke depan.
Kemudian juga tidak bisa dikatakan bahwa demokrasi yang kita pakai membenarkan
adanya seseorang bisa bebas dipilih dan memilih dengan makna sesempit itu,
melainkan lebih kepada peran kriteria yang kita harus dipenuhi calon presiden demi
tercapainya stabilitas politik tersebut.
72
Faisol Reza, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 17 Agustus 2018, Pukul 18.30 WIB.
Ijin mengutip telah diberikan.
62
B. Kepentingan Elite PKB pada Penentuan Presidential Threshold 2019
Penentuan Presidential Threshold 2019 yang ada dalam RUU Pemilu juga tak
lepas dari pembahasan dalam internal PKB. Dalam pembahasan di internal PKB
beberapa kepentingan dikaji bersama untuk kemajuan PKB. Perselisihan pendapat
terjadi dalam internal partai, ada yang menginginkan Presidential Threshold 0%
sehingga Cak Imin dengan mudah mencalonkan diri sebagai Presiden ada juga yang
tidak setuju apabila Presidential Threshold dihapuskan. Hal inilah yang dianggap
PKB merasa perlu mengkaji lebih dalam mengenai RUU ini. Hal ini diungkapkan
oleh Anggota DPR RI Fraksi PKB :
Di internal PKB pembahasan RUU ini sangat dinamis ya. Bahkan
PKB membentuk Pokja khusus yang bertugas mempelajari dan mengawal
RUU ini. Terkait isu Presidential Threshold sangat dinamis. Sebagian
anggota Fraksi PKB awalnya ada yang mendorong untuk Presidential
Threshold dikisaran 15%. Tapi karena beberapa pertimbangan akhirnya
kita sepakati 20 %.73
Dalam hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan pada dasarnya dalam
pembahasan tentang RUU Pemilu, PKB khawatir dengan munculnya partai-partai
baru yang didukung oleh kekuatan ekonomi. Yang terjadi adalah partai hanya
dijadikan alat politik yang efektif digunakan untuk tempat berperangnya kekuatan
ekonomi dalam sebuah kekuasaan, sehingga nantinya di masa yang akan datang
demokrasi Indonesia hanyalah menjadi pertarungan bagi yang punya modal ekonomi
saja. Jika ini terjadi maka partai-partai yang mempunyai modal idelogis dan pro
73
Fathan, Anggota DPR Fraksi PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB dalam
menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 25 Agustus 2018, Pukul 14.30 WIB. Ijin
mengutip telah diberikan.
63
terhadap rakyat bawah akan terancam. Prinsipnya terdapat dua perdeabatan yang ada
dalam internal PKB. Pertama, pada tahun 2019 beberapa kader PKB ingin
mendukung capres dan cawapres dari kalangan internal partai. Sementara beberapa
kader lain menilai bahwa PKB tidak boleh untuk eogis memikirkan kepentingan
partai tanpa memikirkan stabilitas politiknya.
Terdapat konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi apabila menyetujui opsi
Presidential Threshold 0%, yaitu apabila Presidential Threshold 0% maka
Parliementary Thresholdnya juga 0%. Konsekuensi lainnya adalah akan muncul
partai baru yang banyak dan akan menimbulkan biaya pemilu yang lebih besar serta
ketidakstabilan politik akan lebih mudah didapat.
Kemudian peran ketua umum PKB cak Imin sangat keras menolak tentang opsi
Presidential Threshold 0% hal itu dikarenakan akan berdampak pada tidak baiknya
sistem politik di Indonesia. Ditegaskan oleh Faisol Reza :
Cak imin sebenarnya termasuk orang yang paling menolak dengan
Presidential Threshold 0%, karena itu akan membuat politik kita tidak
sehat. Beliau lebih memikirkan jauh kedepan Indonesia sedang tumbuh.
Dan pada saat tumbuh diperlukan stabilitas politik dan arena
diperlukannya stabilitas politik maka syarat-syarat dalam pilpres maupun
pileg dirasa perlu. Sekalipun kalau mengikuti ego beliau dengan 0% maka
beliau bisa maju sebagai presiden.74
Dalam hasil wawancara di atas, dijelaskan bahwa pemikiran cak Imin sudah
berpikir jauh kedepan di tengah politik Indonesia yang sedang tumbuh maka
74
Faisol Reza, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 17 Agustus 2018, Pukul 18.30 WIB.
Ijin mengutip telah diberikan.
64
diperlukan stabilitas politik dan untuk menjaga stabilitas politik tersebut diperlukan
syarat-syarat yang cukup ketat dalam pemilihan legislatif maupun pemilihan
presiden.
Sementara itu Fraksi PKB sangatlah berperan dalam perumusan UU tentang
pemilu tersebut sebenarnya juga sudah melakukan kajian-kajian yang dilakukan
bersama tenaga ahli mengenai langkah apa yang akan dilakukan PKB dalam
menentukan sikap politik yang diambil. Hal ini diungkapkan oleh Siti Masrifah :
Dalam internal fraksi ada yang disebut tenaga ahli yang menggodok,
ada lima isu krusial yang sempat hitung, sesuai kesepakatan lima isu ini
diselesaikan di ujung, makannya yang lima itu diselesaikan diujung
sekali. Kemudian kami menempatkan ketua umum sebagai konsultan
yang pertama dan paling utama dari seluruh yang terlibat. Hasil dari
perkembangan dalam rapat selalu akan dilaporkan dan menunggu kembali
arahan ketua umum dan sekjend dalam mengambil keputusan partai.75
Dalam hasil wawancara di atas, dijelaskan bahwa kajian-kajian tersebut
tentunya dilaporkan langsung kepada ketua umum kemudian akhirnya ketua umum
yang mengambil keputusan mewakili PKB dalam mengambil sikap politik. Fraksi
PKB juga dalam hal ini sangat ikut apapun yang diperintahkan oleh ketua umum
sehingga pada prosesnya apapun permasalahan mengenai UU tentang pemilu ketua
umum langsung yang memegang kendali keputusan.
Cak Imin juga melakukan komunikasi dengan partai-partai lain namun bukan
hanya melalui pertemuan fisik antar ketua umum namun komunikasi tersebut bisa
75
Siti Masrifah, Wakil Ketua Fraksi PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB dalam
menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 6 Agustus 2018, Pukul 11.30 WIB. Ijin
mengutip telah diberikan.
65
berlangsung lewat fraksi dan petugas yang diberi mandat untuk melakukan
komunikasi dengan partai lain. Hal itu ditegaskan oleh Faisol Reza :
Tentu PKB melakukan komunikasi antar partai, sebenarnya tidak
hanya pertemuan fisik saja tetapi antar partai komunikasi dan pesan antar
ketua umum itu dikompromikan baik secara langsung oleh ketua umum
mapun disampaikan oleh LO masing-masing partai.76
Dalam hasil petikan wawancara di atas, dijelaskan bahwa PKB juga
menganggap dipilihanya opsi Presidential Threshold 20% tersebut melalui proses
dan mekanisme politik yang dilakukan secara baik. tidak adanya manuver politik
yang dilakukan salah satu partai namun semua bisa duduk bersama untuk
berkompromi sehingga mengorbankan beberapa kepentingan-kepentingan dari
masing-masing partai. Opsi Presidential Threshold 20% menjadi pilihan terbaik
diantara opsi yang dikeluarkan oleh fraksi-fraksi yang ada sehingga tidak menjadi
perdebatan lebih panjang lagi mengingat UU tentang pemilu ini harus segera
disahkan.
C. Sikap Politik PKB Terhadap Presidential Threshold 2019
PKB dalam rapat paripurna DPR akhirnya mengikuti opsi yang dikeluarkan
oleh pemerintah dan akhirnya disahkan menjadi UU No 7 tahun 2017. 5 isu krusial
yang menjadi perdebatan panjang dalam pansus akhirnya harus dilakukan melalui
mekanisme voting di rapat paripurna DPR. Namun dalam proses voting tersebut
76
Faisol Reza, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 17 Agustus 2018, Pukul 18.30 WIB.
Ijin mengutip telah diberikan.
66
terdepat sejumlah Fraksi yang memutuskan untuk Walk Out dalam sidang paripurna
yaitu Fraksi Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat. Keputusan Walk Out yang diambil
oleh sejumlah Fraksi dikarenakan opsi Presidential Threshold yang mereka keluakan
yaitu 0% dirasa tidak mampu diakomodir sehingga dalam proses pengambilan
keputusan Fraksi yang memilih opsi Presdiential Threshold 0% tidak akan ikut
mengesahkan dan tidak akan bertangung jawab dalam hasil putusan tersebut.
PKB juga mempunyai pandangan lain tentang Presidential Threshold apabila
menjadi 0% . Berikut petikan wawancaranya :
Saya mengikuti pandangan Ketua Umum, 0% itu mungkin dalam
pandangan mereka ekspresi dari demokrasi yang kita pilih. tetapi kita
memiliki sesuatu yang kita perlukan untuk membangun Indonesia yang
lebih baik, makannya stabilitas politik mutlak diperlukan. Dan 0%
tersebut akan membuat celah yang sangat berbahaya sekalipun bisa kita
liat sisi positifnya.77
Dalam hasil petikan wawancara di atas, dijelaskan bahwa melalui ketua
umumnya PKB menilai Presidential Threshold 0% mungkin dalam pandangan
oposisi merupakan ruang ekspresi dari berjalannya demokrasi namun bagi ketua
umum, Indonesia harus mempunyai stabilitas politik yang mutlak dalam menjalankan
roda pemerintahan, kemudian Presidential Threshold 0% akan menjadi celah yang
berbahaya yang dapat memunculak ketidakstabilan dalam politik. Ketidakstabilan
politik yang dimaksud adalah apabila seseorang yang anti pancasila dalam hal ini
ketika Presidential Threshold 0%, ia akan dengan mudah mencalonkan diri sebagai
77
Faisol Reza, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 17 Agustus 2018, Pukul 18.30 WIB.
Ijin mengutip telah diberikan.
67
presiden karena syarat yang begitu ringan sehingga akan memunculakn gesekan
konflik dalam elite partai juga dalam masyarakat umum nantinya.
PKB juga dalam sikap politik sebenarnya menginginkan opsi D yaitu
Presidential Threshold 10-15%, Parliementary Threshold 5%, sistem pemilu terbuka,
besaran kursi per dapil 3-8 dan metode konvensi suara suara Saint Lague murni.
Diungkapkan oleh Siti Masrifah :
Kita berusaha selalu mencoba menjadi penengah diantara opsi-opsi
partai yang ada, setelah komunikasi politik, diskusi, dan lain-lain, sekali
lagi setiap pembahasan kita bersepakat di DPR itu musyawarah mufakat,
jadi kita musyawarahkan kembali hingga akhirnya ketemu titik temunya
yaitu Presidential Threshold 20%.78
Dalam hasil petikan wawancara di atas, dijelaskan bahwa PKB menilai dalam
RUU pemilu ini terdapat dua kekuatan besar sehingga PKB mencoba melakukan
mediasi antara dua kekuatan tersebut sampai dengan dikeluarkan opsi D. Namun
dalam perjalanannya justru opsi yang diberikan PKB tidak bisa diterima oleh dua
kekuatan besar tersebut sehingga PKB dipaksa untuk memilih opsi yang dikeluarkan
selain dari opsi PKB. Di sisi lain dikeluarkannya opsi D oleh PKB adalah untuk
memecah kebuntuan yang dirasa sangat keras manuver politik antara yang memilih
opsi 20% dan opsi 0%, jika tidak ada pilihan lain maka pengesahan UU Pemilu
dilakukan dengan mekanisme Voting.
78
Siti Masrifah, Wakil Ketua Fraksi PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB dalam
menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 6 Agustus 2018, Pukul 11.30 WIB. Ijin
mengutip telah diberikan.
68
PKB juga menilai adanya segelintir orang yang mengkaitkan jabatan Wakil
Ketua MPR karena sikap politik PKB mendukung opsi pemerintah itu hanyalah isu
yang dimainkan oleh segelintir orang saja. Banyaknya pihak yang dianggap tidak
suka Cak Imin mendapatkan posisi Wakil Ketua MPR RI membuat berita tentang
posisi tersebut merupakan hasil negosiasi pemerintah dengan PKB untuk ditukar
dengan sikap politik mengenai UU tentang Pemilu. Hal ini dipertegas oleh Faisol
Reza :
Tidak otomatis demikian, karena posisi politik wakil ketua MPR itu
sebenarnya bukan sesuatu yang mahal untuk ditukar dengan satu sikap
politik, apalagi masa jabatannya yang tidak lama. Tetapi konsekuensi itu
sebagai peluang saja dalam proses politik. Namun pada prinsipnya bahwa
kita ingin ada satu batasan yang wajar terhadap proses politik pilpres dan
pileg.79
Dalam hasil petikan wawancara di atas, dijelaskan bahwa PKB menilai sangat
tidak fair apabila posisi Wakil Ketua MPR ditukar dengan sikap politik PKB dalam
pengesahan UU Pemilu, PKB lebih menekankan posisi tersebut sebagai peluang
dalam proses politik. Namun terpilihnya Cak Imin sebagai Wakil Ketua MPR
merupakan proses politik tersendiri dan tidak dirangkai dengan sikap politik terhadap
UU Pemilu. Namun PKB menegaskan prinsipnya mengambil opsi mendukung
pemerintah dikarenakan memang diperlukan batasan-batasan yang wajib dilalui oleh
calon presiden dan wakil presiden.
79
Faisol Reza, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 17 Agustus 2018, Pukul 18.30 WIB.
Ijin mengutip telah diberikan.
69
D. Analisa Kepentingan Elite PKB Dalam Sikap Politik PKB pada Presidential
Threshold 2019
Hasil rapat paripurna akhirnya mengesahkan UU No 7 tahun 2017 tentang
Pemilu dan PKB ikut menyetujui opsi yang diberikan oleh pemerintah. PKB
beralasan setelah adanya evaluasi internal dan tidak ada yang mendukung opsi
yang dikeluarkan oleh PKB, maka dirasa perlu untuk adanya diskusi menilai dua
opsi dari dua kekuatan besar dan hasilnya sikap politik PKB yaitu mendukung
opsi pemerintah selain karena PKB merupakan bagian dari koalisi pemerintah
Cak Imin menganggap Opsi A dirasa yang paling baik diantara yang ada. Hal Ini
dipertegas oleh Faisol Reza :
Setelah kita evaluasi internal tidak ada yang mendukung opsi D. Kita
kembali kepada kedua pilihan awal yang ada. Kemudian kita diskusikan
kembali dan kita melihat bahwa posisi kita adalah koalisi pemerintah
maka kita melakukan dialog kesimpulannya opsi A adalah pilihan yang
tepat diantara yang ada.80
Dalam hasil petikan wawancara di atas, dijelaskan bahwa PKB menganggap
opsi A menguntungkan bagi partai di tahun 2019 maupun di masa yang akan
datang. Keuntungan itu tidak terlihat dari jumlah perolehan kursi di parlemen
akan meningkat apabila opsi A dipilih. Sama halnya jika PKB memilih opsi B,
dengan PKB mencalonkan diri sebagai Presiden perolehan kursi parlemen akan
naik pula, tetapi PKB menilai Opsi A lebih kepada menguntungkan dalam
80
Faisol Reza, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 17 Agustus 2018, Pukul 18.30 WIB.
Ijin mengutip telah diberikan.
70
pembangunan nasional kita kedepan. Pembangunan nasional diartikan PKB
sebagai stabilitas politik yang hanya akan terjadi apabila pemerintahan kuat dan
didorong dengan parlemen yang kuat, dan hal ini akan bisa terjadi apabila adanya
penyederhanaan partai. PKB menilai adanya kenaikan Parliementary Threshold
dirasa mempunyai komitmen dalam mewujudkan kestabilan politik di masa yang
akan datang.
Pasca disahkannya UU No 7 Tahun 2017, PKB menilai peluang untuk
mencalonkan diri sebagai Presiden maupun Wakil Presiden terbuka sangat lebar.
Presidential Threshold 20% menurut PKB bukanlah sesuatu yang harus ditakuti,
dengan hasil 2014 lalu, melakukan koalisi dengan tiga partai saja sudah cukup
untuk mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden. PKB mengakui
sempat ada tawaran-tawaran dari partai-partai lain yang datang dengan
menggoda Cak Imin untuk meninggalkan koalisi pemerintah dan segera
membentuk koalisi baru dan ada juga yang menawarkan untuk bergabung dengan
koalisi oposisi namun PKB menilai ada pertimbangan lain yang diperlukan untuk
mencalonkan diri sebagai Presiden. Pertimbangan yang lain yaitu adanya
komunikasi yang baik antar partai koalisi di pemerintahan Jokowi-JK membuat
partai-partai yang berkoalisi dari awal cenderung makin erat kekompakkannya
sehingga bertekad mengusung bapak jokowi di Pilpres 2019 mendatang
PKB mengatakan bahwa partainya adalah partai yang tetap setia dalam koalisi
pemerintah. Hal ini diungkapkan Siti Masrifah :
71
UU Pemilu telah disahkan dan Presidential Thresholdnya 20%. Mau
tidak mau semua partai yang akan mengusung siapapun kadernya itu
harus memenuhi 20%. Orang pasti akan berhitung untuk memenuhi
20%nya dari mana. Yang lain menganggap PKB ini koalisi yang setia
terhadap pemerintahan jokowi, maka kita melakukan ikhtiar kepada pak
Jokowi untuk melakukan kerjasama lagi dalam periode 2019-2024.81
Dalam hasil petikan wawancara di atas, dijelaskan bahwa PKB berpendapat
ada titik kelemahan yang ada dalam diri presiden hari ini dan harus cepat
ditangani segera, misalnya presiden dinilai baik oleh pemerintah tentang
kebijakannya dalam membangun infrastruktur di seluruh pelosok Indonesia,
namun pak jokowi dinilai PKB lemah dalam masalah perekenomian mikro yang
pada akhirnya isu-isu yang dibangun oleh koalisi oposisi akan mengarah kepada
perekonomian masyarakat bawah. PKB sendiri mempunyai basis masa dengan
karakteristik masyarakat bawah seperti petani dan nelayan. Jadi PKB
menganggap apabila Presiden jelih memilih Kader PKB menjadi calon wakil
presiden Jokowi, maka isu-isu tersebut akan ditahan oleh PKB. Selain itu PKB
juga sudah dari jauh-jauh hari bergerak untuk terus menjaga setidaknya kans
PKB menjadi Wakil Presiden Jokowi, ditandai dengan adanya billboard JOIN
(Jokowi-Muhaimin) dan Posko CINTA (Cak Imin untuk Indonesia) di seluruh
Provinsi yang ada di Indonesia. Hal tersebut membuat PKB yakin Cak Imin
mempunyai kans kuat mendampingi Presiden Jokowi sementara partai-partai lain
belum melakukan gerakan apapun di masyarakat bawah.
81
Siti Masrifah, Wakil Ketua Fraksi PKB, dalam wawancara tentang sikap politik PKB
dalam menanggapi Presidential Threshold 2019 di Jakarta, Pada 6 Agustus 2018, Pukul 11.30
WIB. Ijin mengutip telah diberikan.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Sikap politik atau kebijakan politik Partai Kebangkitan Bangsa mengenai
RUU Pemilu yang diadakan tahun 2017 merupakan keputusan mutlak dari
ketua umum partai yaitu Muhaimin Iskandar.
2. PKB melalui Cak Imin menolak adanya opsi Presidential Threshold 0%, Ia
menganggap bahwa Presdiential Threshold 20% merupakan pilihan yang
terbaik diantara yang ada.
3. Keputusan melakukan perpindahan sikap politik dikarenakan elite PKB yang
melihat peluang besar kadernya menjadi Kontestan di Pilpres 2019
mendatang.
4. PKB yakin keputusan mengikuti opsi Paket A mempermudah PKB untuk
dijadikannya Muhaimin Iskandar sebagai calon Wakil Presiden dari Joko
Widodo
.
73
B. Saran
Seluruh partai yang sedang mengikuti proses Pemilu diharapkan mempunyai
komitmen yang kuat dalam membangun perpolitikkan di Indonesia. Pembahasan
RUU tentang Pemilu harus dijadikan tempat berkumpulnya kepentingan. Partai
politik harus dengan besar hati merelakan kepentingan partai untuk demi kepentingan
bangsa ke depan yaitu untuk mendapatkan kondisi politik yang stabil sehingga sistem
demokrasi di Indonesia menjadi sangat kuat. Elite partai dalam hal ini ketua umum
harus mengajarkan kepada seluruh kader tentang visi yang diinginkan partai kedepan
tanpa harus membuat konflik dengan partai lain, karena seharusnya antar partai bisa
duduk bersama dan membuat kesepakatan yang mutlak tentang arah Indonesia ke
depan
74
Daftar Pustaka
BUKU
Suyanto, Bagong. Dkk. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
2007.
Fathurahman, Pupuh. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. 2011.
Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011.
Lexy, Moleong J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008.
Rahman, A. H.I. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007.
Hamid, Ahmad Farhan. Partai Politik Lokal di Aceh. Jakarta : Kemitraan. 2008.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
1992.
Duverger, Maurice. Partai Politik dan Kelompok Penekan. Jakarta : Rineka Cipta. 1994.
Basri, Seta. Sistem Politik Indonesia. Depok: Indie Publishing. 2012.
Schroder, Peter. Strategi Politik. Jakarta: Friedrich Naumann Stiftung. 2004.
Sarundajang, S. H. Pemerintah Daerah di Berbagai Negara. Jakarta: Kata Hasta Pustaka.
2005.
75
Firmanzah. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era
Reformasi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2008.
Gunawan, Markus. Buku pintar calon anggota & anggota legislatif, DPR, DPRD & DPD.
Jakarta: Trans Media Pustaka. 2008.
Darmawan, Ikhsan. Mengenal Ilmu Politik. Jakarta: Kompas. 2015.
Sitepu, P. Anthonius. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012.
Nahrowi, Imam. Moralitas Politik PKB. Malang: Averroes. 2006.
Haryanto. Kekuasaan Elite : Suatu Bahasa Pengantar. Yogyakarta: PLOD UGM. 2005.
Jainuri. Orang Kuat Partai di Arus Politik Lokal. Malang: Citra Mentari Press. 2012.
Junaidi, Zainal Arifin. 9 Tahun PKB: Kritik dan Harapan. Jakarta: DPP PKB. 2007.
Ali, Mahrus & Nurhuda, MF. Y. Pergulatan membela yang benar: biografi Matori Abdul
Djalil. Jakarta: Kompas. 2008.
LAKPESDAM. Nahdlatul Ulama Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan. Jakarta:
Kompas. 2010.
Asshiddiqie, Jimly. Memperkuat Sistem Pemerintahan Presidentil. Jember: Universitas
Negeri Jember. 2011.
76
Undang-Undang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1999 pasal 39, tentang ambang
batas dalam pemilihan umum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 23 Tahun 2003 pasal 5 ayat 4, tentang
ambang batas pemilihan presiden.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 42 Tahun 2008 pasal 9, tentang ambang
batas pemilihan presiden.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 7 Tahun 2017 pasal 222, tentang ambang
batas pemilihan presiden.
Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70_PUU-XV_2017, tentang uji Materil
pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Naskah Akademik Kementerian Dalam Negeri Tahun 2016, tentang Undang-Undang
pemilihan umum.
Jurnal
Ahmad Hendra T.P. “Implikasi Pemilihan Umum Anggota Legislatif dan Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Secara Serentak Terhadap Ambang Batas Pencalonan
Presiden.” Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. Edisi 3 Vol.1 (2013): 6.
77
Rosa Ristawati. “Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dalam Kerangka
Sistem Pemerintahan Presidensil.” Jurnal Konstitusi. Vol II Nomor 1 (2009): 19.
Ria Casmi Arrsa. ”Pemilu Serentak dan Masa Depan Konsolidasi Demokrasi.” Jurnal
Konstitusi, Vol 11 No.3 (Malang : PPOTODA Universitas Brawijaya, 2014), hlm. 521.
Abu Tamrin. “Urgensi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Secara Langsung di Era
Reformasi.” Jurnal Cita Hukum. Vol. I (Jakarta: FSH UIN Jakarta, 2013): 192.
Muhammad Siddiq Armia. dkk. “Penghapusan Presidential Threshold Sebagai Upaya
Pemulihan Hak-Hak Konstitusional.” Jurnal Petita, Vol.1 (Aceh : UIN Ar-Raniry,
2016): 137-138.
Hanif Dhakhiri dan TB Massa Djafar. “Struktur Politik Partai Kebangkitan Bangsa.”Jurnal
Kajian Politik dan Masalah Pembangunan. Volume 11 No 1 (2015): 1601.
Dokumen Online
Nabila Thasandra, “Ini Penjelasan Soal 5 Isu Krusial RUU Pemilu yang Akhirnya Diketok Palu, 21
Juli 2017”; tersedia di http://nasional.kompas.com/read/2017/07/21/08204641/ini-penjelasan-
soal-5-isu-krusial-ruu-pemilu-yang-akhirnya-diketok-palu-Deklarasi Partai Kebangkitan
Bangsa ; tersedia di http://www.dpp.pkb.or.id/naskah-deklarasi ; Internet diunduh pada
tanggal 7 April 2018.
Sejarah Pendirian Partai Kebangkitan Bangsa ; tersedia di http://www.dpp.pkb.or.id/sejarah-
pendirian ; Internet diunduh pada tanggal 7 April 2018.
78
Mabda Syiasi Partai Kebangkitan Bangsa ; tersedia di http://www.dpp.pkb.or.id/mabda-siyasi
; Internet diunduh pada tanggal 7 April 2018.
Deklarasi Partai Kebangkitan Bangsa ; tersedia di http://www.dpp.pkb.or.id/naskah-deklarasi
; internet diunduh pada tanggal 7 April 2018.
Visi Misi Partai Kebangkitan Bangsa ; tersedia di http://www.dpp.pkb.or.id/visi-dan-misi;
Internet diunduh pada tanggal 7 April 2018.
Redaksi Editorial, ―Ini Arti Presidential Threshold dan Parliamentary Threshold, 26
November 2017 https://editorialindonesia.com/2017/07/21/ini-arti-presidential-
threshold-dan-parliamentary-
Sekretariat Jenderal DPR RI, “Penjelasan Komisi DPR RI; tersedia di
http://www.dpr.go.id/akd/index/id/Tentang-Komisi-I ; Internet diunduh pada tanggal 3
Maret 2018.
Sekretariat Jenderal DPR RI, “Penjelasan Panitia Khusus DPR RI; tersedia di
http://www.dpr.go.id/akd/index/id/Tentang-Panitia-Khusus ; Internet diunduh pada
tanggal 3 Maret 2018.
Wawancara
Wawancara dengan Dra. Siti Masrifah, Wakil Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Pada
6 Agustus 2018 di Tangerang Selatan.
79
Wawancara dengan Faisol Reza, Wakil Sejretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa. Pada
17 agustus 2018 di Jakarta.
Wawancara dengan Fathan, Anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Pada 20
Agustus 2018 di Jakarta.