Post on 27-Jan-2017
35
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
Pendahuluan
Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)
merupakan komoditas serealia yang belum
banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Padahal kandungan zat gizi sorgum tidak
kalah dengan beras. Bahkan sorgum mengan-
dung protein (8-12%) setara dengan terigu
atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras
(6-10%), dan kandungan lemaknya (2-6%)
lebih tinggi dibandingkan dengan beras (0,5-
1,5%). Namun kelemahan komoditas ini, ter-
utama sorgum yang mempunyai testa atau
kulit biji berwarna gelap (coklat), mengan-
dung senyawa antigizi yaitu tanin.
Tanin merupakan senyawa polifenolik,
dapat membentuk kompleks dengan protein
sehingga menurunkan mutu dan daya cerna
protein. Senyawa polifenolik juga dapat
menghambat aktivitas enzim pencernaan, ter-
utama amilase dan tripsin (Griffiths dan
Moseley, 1980; Despandhe dan Salunkhe,
1982). Penurunan aktivitas enzim amilase
tersebut akan berdampak pada penurunan
daya cerna pati. Thompson et al. (1984)
maupun Mueller-Harvey et al. (1986) mem-
perkuat hasil penelitian tersebut, bahwa
tanin dapat membentuk senyawa kompleks
dengan protein maupun pati sehingga kedua
komponen tersebut menjadi lebih sukar
dicerna oleh enzim pencernaan. Fakta ini
menunjukkan bahwa meskipun kandungan
zat gizi, terutama kandungan protein dan
karbohidrat sorgum cukup tinggi, namun nilai
gizinya relatif rendah karena adanya tanin
sebagai antigizi. Keberadaan tanin dapat
menurunkan daya cerna pati (karbohidrat)
maupun protein, sehingga tingkat absorpsi
kedua komponen gizi tersebut di dalam tubuh
Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan
Sri Widowati1, Rahmawati Nurjanah1 dan Wiwit Amrinola2
1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor 2 Alumnus Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
Abstrak
Nasi sorgum instan merupakan pangan pokok cepat konsumsi yang diharapkan dapat me-ningkatkan citra sorgum sebagai sumber karbohidrat lokal. Selain sebagai produk pangan yang prak-tis, nasi sorgum instan berpotensi sebagai pangan darurat. Tujuan penelitian adalah mendapatkan teknik proses pembuatan nasi sorgum instan dan mengkarakterisasi mutunya. Dua metode yang digunakan dalam penelitian ini. Metode I, dilaukan praperlakuan penurunan tanin pada biji sorgum yaitu perendaman sorgum sosoh dalam 0,3% Na2CO3 selama 8 jam, dilanjutkan ke Metode II. Metode II, sorgum sosoh direndam selama 2 jam di dalam larutan perendam (Na-Sitrat 1 %, Na2HPO4 0,2%), rasio sorgum sosoh : perendam = 1 : 3, sushu 30, 40, dan 50ºC. Selanjutnya dilakukan pencucian, penanakan, pembekuan, thawing, dan prngeringan. Hasil penelitian menunjukkan teknologi terpilih adalah metode II, yaitu sorgum disosoh, direndam di dalam larutan Na2HPO4 0.2 % pada suhu 30ºC selama 2 jam. Selanjutnya sorgum sosoh dicuci dan dimasak menggunakan rice cooker hingga matang, lalu dibekukan (suhu -40C, 24 jam) dan dithawing pada suhu 500C lalu dikeringkan. Karakteristik nasi sorgum instan adalah kandungan protein 9,31%, karbohidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%, serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64% dan daya cerna protein 73.93%, serta energi 403 kkal/100 g. Waktu rehidrasi berkisar antara 4,1 – 4,4 menit.
Kata kunci: Nasi sorgum instan, mutu fisik, komposisi kimia
36
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
rendah atau tidak sebanding karbohidrat dan
protein tersedia di dalam biji sorgum. Meski-
pun demikian, dalam jumlah terbatas, tanin
bermanfaat bagi tubuh karena bersifat anti-
oksidan.
Selain sebagai anti gizi, keberadaan
tanin menyebabkan rasa agak pahit (atau
“sepet”) pada produk sorgum. Hal ini diduga
menjadi salah satu penyebab produk sorgum
kurang disukai masyarakat. Upaya mereduksi
tanin diharapkan dapat meningkatkan mutu
gizi, terutama tingkat absorpsi pati dan pro-
tein, serta meningkatkan palatabilitas atau
cita rasa produk sorgum. Kendala lain dalam
pemanfaatan sorgum adalah penyosohan biji,
meskipun telah dikembangkan alat penyosoh
sorgum (Lando, et.al.,1995).
Produktivitas sorgum cukup tinggi (2,5-
6,0 ton/ha) dan dapat dibudidayakan di se-
gala jenis tanah, termasuk di lahan marginal
(Puslitbang Tanaman Pangan, 1993). Namun
di tingkat petani produktivitas sorgum masih
jauh dibawah potensi hasil penelitian, yaitu
antara 0,37-1,80 ton/ha (Sirappa, 2003).
Kenyataan ini merupakan peluang sekaligus
tantangan agar produktivitas sorgum diting-
kat petani dapat meningkat hingga setara
dengan hasil yang diperoleh pada penelitian.
Ketersediaan karbohidrat yang tinggi
dalam sorgum dan daya cerna yang telah
ditingkatkan sangat memungkinkan sorgum
dijadikan sebagai pangan pokok harapan
selain beras dan jagung. Penelitian peman-
faatan sorgum di Indonesia menjadi aneka
produk makanan, seperti mi, roti, aneka cake,
cookies dan brem serta makanan tradisional
telah banyak dilakukan (Mudjisihono dan
Damardjati, 1987; Ginting dan Kusbiantoro,
1995; Widowati, et.al., 1996; Suarni, 2004a).
Perubahan mutu protein akibat proses pengo
-lahan juga telah ditelitioleh Mudjisihono, et
al.,(1986). Namun, hingga saat hasil-hasil pe-
nelitian pemanfaatan sorgum masih belum
banyak diadopsi dan diterapkan oleh ma-
syarakat. Faktor penyebabnya diduga adalah
kesulitan dalam penyosohan dan rendahnya
palatabilitas sorgum akibat adanya tanin.
Kandungan tanin, mempunyai efek antigizi
tetapi juga mempunyai sifat antiokasidan,
sehingga dapat menghasilkan produk olahan
sorgum sebagai pangan fungsional. Oleh
karena itu perlu diteliti agar reduksi tanin
dalam sorgum hingga taraf yang palatabi-
litasnya dapat diterima konsumen, namun
masih mempunyai efek fungsional bagi kese-
hatan tubuh.
Seiring dengan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk memilih pola
konsumsi pangan yang bermutu dengan gizi
yang seimbang, merupakan momentum yang
tepat untuk melakukan diversifikasi pangan.
Pangan yang beragam menjadi penting meng-
ingat tidak ada satu jenis pangan yang dapat
menyediakan gizi yang lengkap bagi sese-
orang. Konsumsi pangan yang beragam, akan
saling melengkapi kekurangan zat gizi dari
satu jenis pangan dengan pangan yang lain
(Khomsan, 2006).
Pada dua dasa warsa terakhir ini telah
terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan
masyarakat, terutama di perkotaan. Saat ini
konsumen lebih menyukai produk pangan
yang praktis, bersifat instan atau cepat saji
(ready to use atau ready to eat) dan memiliki
nilai fungsional bagi kesehatan. Adopsi tek-
nologi pemanfaatan sorgum masih terbatas
karena citra sorgum sebagai komoditas infe-
rior, palatabilitas rendah yang merupakan
dampak dari kandungan tanin, dan belum
tersedia teknologi penyosohan biji sorgum
37
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
yang tepat guna. Untuk mengubah citra sor-
gum menjadi komoditas superior, perlu di-
kembangkan produk pangan bergengsi dan
mengikuti trend pasar, yaitu menjadikannya
sebagai produk pangan instan fungsional,
diantaranya adalah nasi sorgum instan
dengan mengeksplorasi sifat fungsionalnya
(misal kandungan serat pangan, antioksidan,
dan daya cerna pati).
Berdasarkan prospek seperti diuraikan
diatas, maka BB Pascapanen mengembang-
kan produk olahan sorgum instan, antara lain
nasi sorgum instan yang mudah untuk
disajikan (ready to serve). Nasi sorgum instan
memiliki kriteria yang sama seperti produk
cepat saji lainnya, yaitu cepat dan mudah
dalam penyajiannya. Produk tersebut harus
dapat disiapkan dalam sungkat (sekitar 5
menit) dengan cara penyajian yang sederha-
na. Nasi cepat masak atau nasi instan dituntut
harus memiliki karakteristik yang serupa
dengan nasi biasa (tanpa proses instanisasi)
dalam hal rasa, aroma, dan teksturnya.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan
teknologi pembuatan nasi sorgum instan, dan
menganalisis mutu fisik, kimia, fungsional
dan organoleptik. Nasi sorgum instan dapat
dikonsumsi sebagaimana nasi dari beras
(padi) dengan waktu penyajiannya sangat
singkat dan praktis.
Bahan dan Metode
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada peneli-
tian adalah biji sorgum non-waxes varietas
G1.1 yang telah di sosoh selama 3 menit. Biji
sorgum ini diperoleh dari Univesitas Padja-
jaran, Bandung. Bahan lain yang digunakan
adalah larutan garam alkali (NaOH 0.3% dan
Na2CO3 0.3%), aquadest, Na-sitrat 1%,
Na2HPO4 0.2%, dan bahan-bahan kimia yang
digunakan untuk analisis yang berasal dari E-
Merk atau Sigma Aldrich.
Alat-alat yang digunakan dalam peneli-
tian ini terdiri dari alat gelas dan non gelas.
Instrumen yang digunakan pada penelitian
ini adalah alat penyosoh sorgum tipe abrasive
(Satake) dengan batu gerinda tipe Amril no.
50, pH-meter, chromameter, timbangan anali-
tik, kiya hardness meter, alat tanak nasi kon-
vensional skala laboratorium, oven, tanur
pengabuan, hot plate, water bath, refrigerator,
freezer, dan spektrofotometer.
Proses pembuatan nasi sorgum instan
Pemilihan sorgum yang digunakan da-
lam pembuatan nasi sorgum instan ini berda-
sarkan pada hasil analisis tepung sorgum,
dimana sorgum yang dipilih memiliki hasil uji
seduh dan waktu rehidrasi yang tercepat. Dua
metode yang digunakan dalam penelitian ini.
Metode I adalah proses pembuatan nasi
instan yang didahului dengan metode
penurunan tanin, sedangkan Metode II lang-
sung proses pembuatan nasi instan. Untuk
Metode I, penurunan tanin pada biji sorgum
dilakukan sesuai metode terpilih dari pene-
litian sebelumnya, yaitu perendaman beras
sorgum (sorgum sosoh) dalam 0,3% Na2CO3
selama 8 jam (Widowati et al., 2009). Beras
sorgum selanjutnya direndam di dalam
larutan perendam, yaitu Na-Sitrat 1 %, dan
dalam Na2HPO4 0,2% dengan rasio beras
sorgum : perendam = 1:3. Perendaman dila-
kukan selama 2 jam pada tiga suhu yang
berbeda, yaitu 30, 40, dan 50ºC. Perendaman
bertujuan untuk mendapatkan struktur fisik
beras menjadi lebih porous, sehingga proses
38
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
penyerapan air akan lebih cepat pada saat
perendaman maupun waktu rehidrasi.
Proses berikutnya yaitu pencucian, untuk
membersihkan beras sorgum dari sisa-
sisa bahan perendam, kemudian dila-
kukan proses penanakan menggunakan
rice cooker. Perbandingan air dengan be-
ras pada proses penanakan adalah 3 : 1
atau untuk 100 g be-ras maka dibutuhkan air
pemasakan 300 ml. Tujuan pemasakan adalah
mendapatkan nasi matang yang telah
tergelatinisasi sempurna menjadi nasi, dan
segera dibekukan di dalam freezer selama 24
jam pada suhu -4ºC, kemu-dian di lakukan
proses thawing selama 5-10 menit pada suhu
50ºC. Pembekuan dan proses thawing dengan
segera bertujuan agar beras sorgum instan
yang dihasilkan tidak menggumpal. Selan-
jutnya, nasi sorgum dikeringkan menggu-
nakan oven pada suhu 100ºC selama 2 jam
hingga bahan menjadi kering dan berbentuk
seperti kristal bening dan keras, dengan
kadar air nasi instan kering berkisar antara 9-
12.5. Nasi sorgum instan siap santap
dihasilkan dengan merehidrasi atau me-
nyeduh nasi sorgum instan kering meng-
gunakan air mendidih di dalam wadah
tertutup.
Analisis yang dilakukan terhadap nasi
sorgum instan yang dihasilkan meliputi ren-
demen, kadar tanin, kadar karbohidrat, kadar
protein, kadar abu, kadar lemak, kadar serat
pangan, kadar amilosa, suhu gelatinisasi,
pengembangan volume dan penyerapan air.
Selain itu, juga dilakukan analisis tingkat
penerimaan panelis terhadap nasi sorgum
instan melalui uji organoleptik terhadap tek-
stur, aroma, rasa, kelunakan, dan tingkat
keputihan nasi. Diagram alir pembuatan nasi
sorgum instan dapat dilihat pada Gambar 1.
Rancangan Percobaan Nasi Sorgum Instan
Rancangan percobaan yang digunakan
pada proses pembuatan nasi sorgum instan
adalah rancangan acak lengkap dengan dua
perlakuan, yaitu jenis bahan perendam dan
suhu perendaman. Perlakuan jenis bahan
perendam terdiri dari 2 taraf yaitu Na-Sitrat 1
% dan Na2HPO4 0.1 % dan perlakuan suhu
perendaman terdiri dari tiga taraf yaitu 30,
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan nasi sorgum instan
Metode I Perendaman dalam 0,3 % Na2CO3 , 8 jam
Metode II (Perlakuan proses instanisasi)
Jenis Bahan Perendam : Na-Sitrat 1 %, dan Na2HPO4 0.2 %
Proses Thawing
Pengeringan
Proses Rehidrasi
Pembekuan
Pemasakan Bertekanan
Pencucian
SORGUM SOSOH
NASI SORGUM INSTAN SIAP
NASI SORGUM INSTAN
39
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
40, dan 50ºC. Model rancangan percobaan
pada pembuatan nasi sorgum instan sebagai
berikut :
Yij = µ + Ai + Bj + ij
Keterangan : Yij = Mutu hasil pengamatan dari
faktor konsentrasi sodium
polifosfat level ke-i, faktor
waktu perendaman level ke-j
µ = Nilai tengah populasi (rata-rata
yang sesungguhnya)
Ai = Pengaruh faktor konsentrasi
sodium polifosfat level ke-i,
Bj = Pengaruh waktu perendaman
level ke-j
ij = Faktor galat (sisa)
Data hasil pengamatan diolah meng-
gunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika
terjadi beda nyata pada faktor perlakuan
pada selang kepercayaan 95%, dilanjutkan
dengan uji beda Duncan.
Hasil dan Pembahasan
Kandungan Tanin Nasi Sorgum Instan
Perlakuan penurunan kandungan ta-
nin dilakukan dengan 2 metode yang telah
dimodifikasi. Metode I adalah kombinasi an-
tara perlakuan penurunan kandungan tanin
pada sorgum sosoh (perendaman dengan
larutan Na2CO3 selama 8 jam) dengan per-
lakuan pembuatan nasi sorgum, sedangkan
metode II hanya menggunakan perlakuan
pembuatan nasi sorgum instannya saja.
Pengaruh jenis bahan perendam yang digu-
nakan dan suhu perendamnya terhadap
persentase kandungan tanin nasi sorgum
instan yang diperoleh dapat dilihat pada
Gambar 2.
Kandungan tanin pada bahan maka-
nan dapat diturunkan dengan berbagai cara
seperti perendaman, perebusan, fermentasi,
dan penyosohan kulit luar biji. Penurunan
kandungan tanin dalam pembuatan nasi sor-
gum instan dapat mencapai 93 % (Metode II
perlakuan Perendaman dalam Na2HPO4 0.2 %
selama 2 jam pada suhu 30ºC). Hal ini ber-
korelasi positif dengan perlakuan penurunan
kandungan tanin yang diberikan dan penu-
runan kandungan protein. Dimana tanin me-
rupakan senyawa fenolik yang larut dalam
air. Protein sorgum terdiri dari albumin, glo-
bulin, prolamin, dan glutelin. Albumin adalah
protein yang dapat larut dalam air, globulin
larut dalam larutan garam, prolamin larut
dalam alkohol, dan glutelin larut dalam de-
tergen. Proses perendaman dengan larutan
garam (natrium) akan menyebabkan tanin
yang berikatan dengan protein (terutama
albumin dan globulin) menjadi larut. Sedang-
kan dengan pemanasan dan perendaman da-
lam larutan asam menyebabkan struktur
protein menjadi rusak sehingga dapat meru-
sak stabilitas tanin yang ada dalam bahan
tersebut.
Tanin merupakan polimer dari flavo-
noid. Tanin pada bahan pangan ada dalam
bentuk tanin yang terkondensasi yang bentuk
dasarnya ada dalam bentuk katekin, senyawa
Ket: Bahan perendam a. Na-Sitrat 1 %, dan b. Na2HPO4 0.2 %
Gambar 2. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap persentase reduksi tanin
40
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
flavonoid mempunyai ikatan gula yang dise-
but sebagai glikosida. Senyawa induk atau
senyawa utamanya disebut aglikon yang ber-
ikatan dengan berbagai gula dan sangat mu-
dah terhidrolisis atau mudah terlepas dari
gugus gulanya. Meskipun tanin tergolong se-
nyawa antioksidan, namun jika ada dalam
jumlah banyak dapat berperan sebagai zat
anti gizi yang mudah teroksidasi menjadi
asan tanat. Dari kedua metode yang digu-
nakan tersebut, metode terbaik yang dapat
mereduksi kadar tanin lebih tinggi (kadar
tanin menjadi lebih rendah) adalah metode 2
(perendaman dengan larutan asam selama 2
jam atau tanpa disertai perendaman dengan
larutan 0,3 % Na2CO3, selama 8 jam).
Rendemen Nasi Sorgum Instan
Perendaman dalam larutan kimia
menurunkan rendemen dari nasi sorgum
instan. Perendaman beras dalam larutan
Sodium Sitrat dapat merusak atau mengu-
raikan struktur protein beras, sehingga beras
menjadi lebih porous dan menyebabkan
rendemen dari beras instan menurun.
Perendaman dalam larutan alkali
dapat melunakkan jaringan perikap paling
luar, sehingga kemungkinan ada bagian-
bagian dari beras yang keluar pada saat
pemasakan yang ditandai dengan keruhnya
air pemasakan. Hal ini yang menyebabkan
penurunan dari rendemen beras instan yang
dihasilkan. Rendemen nasi sorgum instan
berkisar antara 54-59% (Gambar 3).
Densitas Kamba Nasi Sorgum Instan
Densitas kamba merupakan salah satu
sifat fisik bahan pangan yang perlu diketahui
terutama untuk pengemasan, penyimpanan
dan pengangkutan. Bahan pangan yang mem-
punyai densitas kamba kecil membutuhkan
tempat yang lebih besar bila dibandingkan
dengan bahan yang mempunyai densitas
kamba besar. Densitas kamba dinyatakan
dengan perbandingan antara berat bahan
dengan volume bahan itu sendiri (g/ml).
densitas kamba dipengaruhi oleh jenis bahan,
kadar air, bentuk dan ukuran bahan. Semakin
kecil densitas kamba maka produk tersebut
makin porous (Suliantari, 1988).
Bahan dinyatakan kamba jika densitas
kambanya kecil, berarti untuk berat yang
ringan membutuhkan ruang yang besar.
Spesifikasi pemerintah Amerika dalam bidang
kemiliteran dan pertahanan menetapkan
standar untuk densitas kamba beras pasca
tanak yang berkisar antara 0.40 sampai 0.42
g/ml. densitas kamba beras pasca tanak yang
lebih rendah dari 0.36 g/ml akan meng-
hasilkan produk yang lembek sperti bubur
nasi pada waktu rekonstitusi (Carlson et al.,
1976).
Perendaman beras dalam larutan
sodium sitrat dapat mengganggu dan meng-
Ket: Bahan perendam a. Na-Sitrat 1 %, dan b. Na2HPO4 0.2 %
Gambar 3. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap rende-men nasi sorgum instan
41
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
uraikan struktur protein sehingga butiran be-
ras menjadi porous. Menurut Hubeis (1984),
perendaman beras dalam larutan Na2HPO4
0.2% mengakibat kan struktur fisik beras
pascatanak lebih porous, sehingga densitas
kamba beras instan yang dihasilkan akan
lebih kecil. Hasil penelitian ini menunjukkan
densitas kamba nasi sorgum instan 0,36-0,44
g/ml (Gambar 4).
Derajat Putih (Whiteness)
Warna pada beras dipengaruhi oleh
beberapa factor seperti kemampuan menye-
rap air, tingkat penggilingan. Air yang ter-
serap dapat melarutkan berbagai macam
pigmen warna pada beras (Luh et al., 1991)
sehingga beras menjadi lebih cerah. Derajat
putih (W) diukur dengan menggunakan alat
kromameter yang menghasilkan nilai L, a, dan
b. Nilai L menunjukkan kecerahan warna nasi
instan. Semakin tinggi nilai L menunjukkan
warna nasi instan yang semakin cerah.
Penurunan derajat putih yang terjadi pada
beras pratanak kemungkinan disebabkan
oleh adanya reaksi antara asam amino bebas
dengan monosakarida selama proses pra-
tanak (Gambar 5). Reaksi tersebut kemung-
kinan terjadi pada saat pengeringan.
Waktu Rehidrasi
Beras instan adalah beras yang secara
cepat dapat diproses menjadi nasi. Waktu
pemasakan yang diharapkan adalah sekitar 5-
10 menit, atau kurang dari 5 menit (Hubeis,
1984). Kunci utama terbentuknya nasi siap
santap (nasi instan) adalah terbuka lebarnya
pori-pori beras sehingga memudahkan rehi-
drasi dan diperoleh waktu rehidrasi sesingkat
mungkin, maka dilakukan pembekuan de-
ngan cepat sebelum nasi dikeringkan.
Perendaman dalam larutan kimia
mempengaruhi penyerapan air pemasakan.
Perendaman dalam larutan kimia ternyata
meningkatkan penyerapan air dan pengem-
bangan volume beras instan. Perendaman
dalam larutan Na-Sitrat dapat merusak atau
menguraikan struktur protein beras, sehing-
ga beras menjadi lebih porous. Struktur beras
yang porous ini akan lebih mudah menyerap
air dan mengembang volumenya pada waktu
pemasakan. Menurut Hubeis (1984), Na2HPO4
(pH 5.2) dapat digunakan dalam pembuatan
beras instan karena dapat menghasilkan be-
ras pascatanak yang memiliki struktur yang
lebih porous. Sedangkan penggunaan Na-
Gambar 4. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap densitas kamba nasi sorgum instan
Gambar 5. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap kecerahan (warna) nasi sorgum instan
42
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
sitrat digunakan pada pembuatan dry soup
untuk mengurangi waktu rehidrasi.
Jenis bahan perendam dan suhu pe-
rendaman berpengaruh terhadap kecepatan
waktu rehidrasi dari beras sorgum instan
yang dihasilkan (Gambar 6). Semakin tinggi
suhu perendaman beras sorgum, akan me-
nyebabkan semakin tinggi kadar air bahan,
sehingga semakin lama waktu pengeringan
yang dibutuhkan. Bentuk nasi sorgum instan
dapat dilihat pada Gambar 7, dan nasi instan
setelah direhidrasi disajikan pada Gambar 8.
Selain perlakuan kimia, pengeringan
juga merupakan tahapan kritis dalam pem-
buatan nasi instan. Mutu nasi instan yang
dihasilkan dipengaruhi oleh metode penge-
ringan yang tepat. Beberapa kerugian seperti
penyimpangan bentuk, kerusakan dan hasil
yang tidak bagus pada saat rehidrasi merupa-
kan salah satu dampak prosedur pengeringan
yang tidak tepat. Semakin cepat produk dike-
ringkan, semakin bagus kualitas proses
rehidrasi. Proses pengeringan akan mengha-
silkan struktur porous yang akan memudah-
kan air untuk meresap ke dalam beras pada
waktu rehidrasi.
Gambar 6. Pengaruh jenis bahan perendam dan
suhu perendaman terhadap kecepatan
waktu rehidrasi nasi sorgum instan
Gambar 7. Nasi sorgum instan yang dihasilkan
dari dua jenis bahan perendam (Na-
Sitrat dan Na2HPO4)
Gambar 8. Nasi sorgum instan siap santap (setelah
rehidrasi) yang dihasilkan dari dua je-
nis bahan perendam yang berbeda
Na2HPO4
Na2HPO4
Na-Sitrat
Na-Sitrat
43
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
Pada proses rehidrasi terjadi proses
penyerapan air oleh butiran beras instan.
Penyerapan air dan pengembangan volume
berbeda-beda untuk setiap varietas. Kedua
faktor ini juga menentukan kualitas dari nasi
yang ditanak dan kepulenan nasinya. Waktu
rehidrasi yang terlalu cepat dapat mengu-
rangi karakteristik tekstur dan daya gigitnya.
Laju rehidrasi beras tergantung pada kan-
dungan air akhir. Nasi yang dikeringkan
dengan kadar air yang sangat rendah dapat
mengakibatkan nasi patah-patah, mungkin
pecah dan mengakibatkan bubuk-bubuk ha-
lus pada produk akhir.
Komposisi kimia
Nasi sorgum instan yang dihasilkan
dari dua jenis bahan perendam (Na-Sitrat dan
Na-fosfat) dan tiga tingkat suhu perendaman
(30, 40, 50ºC) menunjukkan variasi kom-
posisi kimia yang relatif kecil. Kadar
karbohidrat (88,07-89,50%), protein (9,31-
10,84%), pati (79,88%) dan amilosa (29,72-
33,27%) masing-masing tidak berbeda nyata
antar perlakuan (p>0,05).Sedangkan kadar
lemak (0,62-1,05 %) dan abu (0,17-0,31%)
berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05)
(Tabel 1).
Energi
Nasi sorgum instan terpilih yaitu
formula B30, berdasarkan kadar taninnya
terendah (tereduksi hingga 86,55%). Produk
tersebut memiliki kadar protein 9,31%,
lemak 0,88%, dan karbohidrat 89,50%.
Berdasarkan kandungan ketiga komponen
gizi tersebut, energi nasi sorgum instan per
100 gram dapat dihitung, yaitu 4 kkal x (9,31
+ 89,5) + 9 kkal x 0,88 = 403 kkal/100g.
Tabel 1. Komposisi proksimat nasi sorgum instan
Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50ºC
Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata
pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 %
Kode Karbohidrat
(% bk)
Protein
(% bk)
Lemak
(% bk)
Abu
(% bk)
Air
(%
bb)
Pati
(% bk)
Amilosa
(% bk)
A30 88.07 a 10.71 a 0.96 ab 0.26 ab 8.67 79.88 a 32.22 a
B30 89.50 a 9.31 a 0.88 ab 0.31 b 8.27 78.97 a 33.27 a
A40 88.47 a 10.69 a 0.65 a 0.19 a 8.31 81.64 a 29.72 a
B40 89.27 a 9.93 a 0.62 a 0.17 a 8.72 79.57 a 32.02 a
A50 88.31 a 10.84 a 0.67 ab 0.19 a 7.76 79.98 a 31.91 a
B50 88.61 a 10.13 a 1.05 b 0.20 ab 8.78 80.13 a 33.03 a
44
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
Sifat Fungsional
Nasi sorgum instan memiliki kadar
serat pangan total berkisar antara 7,82-
9,74% dan berbeda nyata antar perlakuan.
Produk makanan dapat dikatakan sebagai
sumber serat pangan jika mengandung serat
pangan sebesar 3-6 gram/100 gram. Dengan
demikian produk nasi sorgum instan ini
dapat diklaim sebagai sumber serat pangan,
bahkan produk nasi sorgum instan mengan-
dung serat pangan lebih dari 6 gram/100
gram (Tabel 2). Nasi sorgum instan terpilih,
yaitu perlakuan B30 memiliki kandungan
serat pangan sebesar 8,80%, daya cerna pati
61.64% dan daya cerna protein 73.93%.
Sifat Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan terhadap
nasi sorgum instan yang telah direhidrasi.
Atribut mutu yang diuji meliputi tekstur,
warna, rasa, aroma, kepulenan, dan peneri-
maan umum. Uji organoleptik hedonik
dilakukan dengan skala 1 (sangat suka)
sampai 7 (sangat tidak suka), menggunakan
20 orang panelis.
Kisaran nilai yang diperoleh pada uji
organoleptik terhadap tekstur adalah 3.00
(agak suka) sampai 4.20 (netral), warna 2.40
(suka) sampai 4.05 (netral), rasa 3.00 (agak
suka) sampai 3.60 (netral), aroma 2.80 (agak
suka) sampai 3.05 (agak suka), kepulenan
3.60 (netral) sampai 4.50 (netral), dan pene-
rimaan umum 3.10 (agak suka) - 3.70
(netral). Hasil analisis organoleptik dapat
dilihat pada Tabel 3.
Uji organoleptik dilakukan terhadap
nasi instan yang telah direhidrasi. Uji organo-
leptik dilakukan dengan menggunakan uji he-
donic dengan skala 1 sampai 7 (skala 1 sangat
suka dan skala 7 sangat tidak suka) dengan
metode pembobotan (Meilgaard et al., 1999).
Hasil uji sidik ragam pada uji organoleptik
menunjukkan hasil bahwa dari segi rasa,
aroma, kepulenan, dan penerimaan secara
umum tidak berbeda nyata. Sedangkan dari
segi warna, produk yang menggunakan
Tabel 2. Kadar serat pangan, daya cerna pati dan daya cerna protein nasi sorgum instan
Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50ºC
Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 %
Perlakuan Serat Pangan (%bk)
Daya Cerna Pati (%bb) Daya Cerna Protein (%bb)
A30 9.74 c 63.92 d 76.27 c
B30 8.80 b 61.64 bc 73.93 ab
A40 8.94 b 59.43 a 74.72 bc
B40 7.82 a 59.84 ab 72.49 a
A50 8.63 b 60.84 abc 74.22 ab
B50 8.13 ab 62.46 cd ab
45
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
larutan Na2HPO4 lebih disukai dibanding
dengan produk yang diproses menggunakan
larutan Na-sitrat.
Hasil uji sidik ragam dan hasil uji
wilayah Duncan pada taraf 5 % menunjukkan
bahwa dari segi rasa, aroma, kepulenan, dan
penerimaan umum nasi sorgum instan yang
telah direhidrasi tidak berbeda antara perla-
kuan. Parameter yang menunjukkan perbe-
daan nyata pada sidik ragam dan uji wilayah
Duncan 5 % adalah parameter tekstur dan
warna.
Kepulenan merupakan salah satu atri-
but mutu indrawi nasi yang mempunyai arti
beragam dan sulit diinterpretasikan secara
sederhana. Kepulenan merupakan gabungan
antara kelekatan dan kekerasan atau keluna-
kan nasi yang dihasilkan dan juga respon
enak atau tidak enaknya nasi yang dicicip
secara organoleptik. Penilaian kepulenan nasi
umumnya didasarkan atas parameter keleng-
ketan dan kekerasan dari sifat tekstur nasi.
penilaian kepulenan nasi dengan pendekatan
tekstur dapat dilakukan dengan cara dicicip
dan pijat (Hubeis, 1985). Kepulenan nasi
secara dicicip didasarkan pada tekstur nasi
yang dikunyah, sedangkan pada cara dipijat,
nasi dikatakan pulen bila lekat diantara
kedua jari dan pera bila tidak melekat dian-
tara kedua jari (Hubeis, 1985).
Kekerasan nasi mempunyai korelasi
negatif dengan nilai rasa dan kepulenan, se-
baliknya kelengketan nasi mempunyai kore-
lasi positif. Aroma nasi tidak punya korelasi
yang nyata dengan tekstur nasi kecuali den-
gan nilai rasa, sehingga nilai rasa nasi diten-
tukan oleh dua faktor utama yaitu tekstur
(kekerasan/kelengketan) dan aromanya yang
bebas satu sama lain. Mutu rasa nasi biasanya
merupakan produk dari tekstur. Tekstur pada
makanan bersama-sama dengan penampa-
kan, flavor dan bau menentukan tingkat pene-
rimaan konsumen. Tekstur merupakan penen
-tu terbesar mutu rasa. Tekstur nasi telah
dibuktikan berkorelasi dengan kandungan
protein dan amilosa (Juliano et al., 1971).
Tabel 3. Hasil analisis organoleptik terhadap tekstur, warna, rasa, aroma, kepulenan, dan
penerimaan umum nasi sorgum instan yang dihasilkan
Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50ºC
Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 %
Skor: 1=sangat suka, 2 =suka, 3 =agak suka, 4 =netral, 5 =agak tidak suka, 6 = tidak suka, 7 = sangat tidak suka
Kode sampel
Tekstur Warna Rasa Aroma Kepulenan Penerimaan umum
A30 3.85 ab 4.05 c 3.15 a 2.85 a 3.85 a 3.25 a
B30 3.45 ab 2.40 a 3.00 a 3.05 a 4.35 a 3.25 a
A40 4.20 b 3.75 bc 3.55 a 2.90 a 4.40 a 3.70 a
B40 3.75 ab 3.10 ab 3.45 a 2.80 a 3.95 a 3.15 a
A50 3.50 b 3.25 bc 3.15 a 2.95 a 4.50 a 3.40 a
B50 3.00 a 2.40 a 3.60 a 2.90 a 3.60 a 3.10 a
46
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
Kekerasan nasi mungkin disebabkan oleh
retrogradasi amilosa setelah dingin. Retro-
gradasi berimplikasi keluarnya sejumlah
cairan, peningkatan ikatan pati dan pemben-
tukan kristalin. Pengaruh lemak terhadap
kekerasan nasi nasi kemungkinan disebabkan
adanya fraksi starch lipid yaitu kompleks
amilosa dengan lipid (terutama asam lemak
dan lipofosfatida). Dilaporkan bahwa starch
lipid merupakan faktor penting pada tekstur
nasi. Keberadaan monogliserida pada beras
dapat menambah kepulenan nasi. Hidrolisis
dari lemak kemungkinan merupakan fraksi
asam lemak dari starch lipid. Interaksi nilai
masing-masing atribut sensori dari nasi
sorgum instan diilusterasikan pada Gambar 9.
Serat kasar pada beras dapat menurun-
kan tingkat kepulenan, karena keberadaan
serat kasar pada dinding sel diduga meng-
hambat pemasakan nasi, sehingga nasi yang
dihasilkan kurang pulen. Kepulenan merupa-
kan gabungan kelekatan, kelunakan, kekera-
san, dan sifat remah nasi. Kadar amilosa dan
amilopektin diduga berpengaruh terhadap
rasa dan warna nasi. Selain itu, suhu awal
gelatinisasi juga berpengaruh terhadap war-
na nasi. Beras yang mempunyai kadar ami-
losa tinggi mempunyai warna lebih cerah
atau putih. Amilopektin bila tergelatinisasi
sempurna memberikan warna yang trans-
paran dan kusam sehingga kurang disukai.
Kadar amilosa dan amilopektin berpengaruh
terhadap rasa nasi.
Hasil uji organoleptik menunjukkan
bahwa jenis bahan perendam memiliki kore-
lasi dengan penerimaan terhadap nasi sor-
gum instan baik dari atribut tekstur, warna,
aroma, rasa, aroma, dan kepulenan dari nasi
yang dihasilkan. Perendaman dengan meng-
gunakan larutan sodium fosfat memberikan
tekstur yang lebih disukai dan warna yang
lebih cerah dibanding dengan perendaman
dalam larutan sodium sitrat. Namun dari segi
rasa, aroma, dan kepulenan tidak menunjuk-
kan adanya perbedaan yang nyata. Pemberian
garam natrium mengakibatkan struktur fisik
beras pasca tanak menjadi lebih porous,
sehingga proses penyerapan air akan lebih
cepat pada waktu perendaman maupun pada
waktu rehidrasi. Penambahan phospat seba-
gai senyawa yang mengion pada produk yang
berasal dari pati dapat mengakibatkan gra-
nula pati tersebut tahan terhadap retrogra-
dasi selama pendinginan dan peningkatan
suhu setelah pendinginan. Produk ini akan
memiliki derajat putih yang tinggi, kapasitas
pengikatan air yang tinggi dan tidak dapat
membentuk gel.
Kesimpulan
Teknologi terpilih dalam pembuatan
nasi sorgum instan yaitu : biji sorgum
disosoh (DS 100%), direndam di dalam
larutan Na2HPO4 0.2 % pada suhu 30ºC
selama 2 jam. Selanjutnya sorgum sosoh
dicuci dan dimasak menggunakan rice cooker
hingga matang, lalu dibekukan (suhu -40C, 24
Gambar 9. Interaksi nilai masing-masing atribut
sensori nasi sorgum instan
47
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
jam) dan dithawing pada suhu 500C lalu
dikeringkan. Karakteristik nasi sorgum instan
adalah kandungan protein 9,31%, karbo-
hidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%,
serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64%
dan daya cerna protein 73.93%, serta energi
403 kkal/100 g.
Daftar Pustaka
AOAC [Association of Official Analytical Chemist]. 2006. Official Methods of Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC: AOAC
Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halmer and Sil-jestrom. 1983. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. J Agric Food Chem 31: 476-482.
Carlson, R.A., R.L. Robert and D.F. Farkas. 1976. Preparation of Quick Cooking Rice Production Using a Centrifugal Fluidizied Bed. J Fd Sci 41:303-310.
Deshpande, S.S. and D.K. Salunke. 1982. Inter-actions of Tannin Acid and Catechin with Legume Starches. J Food Sci 47:2080-2081.
Ginting, E. dan B. Kusbiantoro. 1995. Peng-gunaan Tepung Sorgum Komposit seba-gai Bahan Dasar dalam Pengolahan Kue Basah (cake). Dalam Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pe-ngembangan Tanaman Industri. Edisi Khusus Balai Penelitian Kacang-ka-cangan dan Umbi-umbian (4):256-263.
Griffiths, D.W. and G. Moseley. 1980. The Ef-fect of Diets Containing Field Beans of High or Low Polyphenolic Content on The Activity of Digestive Enzymes in The Intestines Of Rats. J Sci Food Agric 31:255-259.
Hubeis, M. 1984. Pengembangan Metode Uji Kepulenan Nasi. Tesis, Pascasarjana IPB, Bogor.
Khomsan A. 2006. Beras dan diversifikasi pangan. Kompas. http://kompas.com/
k o m p a s - c e t a k / 0 6 1 2/ 2 1 / o p i n i / -3190395.htm [09 Feb 2008]
Lando, T., M. Yamin, Suarni dan B. Prastowo. 1995. Perancangan dan Pembuatan Penyosoh Sorgum. Lap. Hasil Penelitian dan Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian Tahun XV. Balit. Jagung dan Serealia Lain. Hal: 56-76.
Luh, B.S., R.L. Robert and C.F. Li. 1980. Quick Cooking Rice. Di dalam Luh, B.S. (Ed). Rice Production and Utilization. AVI Publ. Comp. Inc. Westport. Connecticus.
Meilgaard, M., G.C. Civille and B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Ed ke-3. Boca Raton: CRC Press.
Mudjisihino, R., S. Widowati, D.S. Damardjati dan N. Widaningsih. 1986. Pengaruh Bentuk Olahan terhadap Mutu Protein Biji Sorghum (Sorghum vulgare). Med Penelitian Sukamandi. 1986 : 30-34.
Mudjisihono, R. dan D.S. Damardjati. 1987. Prospek Kegunaan Sorgum sebagai Sumber Pangan dan Pakan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Perta-nian VI(I):1-5.
Mudjisihono, R. 2008. Inovasi Teknologi Pengolahan Sorgum sebagai Bahan Pa-ngan Alternatif. Bahan Pra Orasi Prof. Riset. Badan Litbang Pertanian.
Mueller-Harvey, I., A.B. McAllan, M.K. Theodo-rou and D.E. Beever. 1986. Phe nolics in Fibrous Crop Residues and Plants and Their Effects on The Digestion and Utilization of Carbohydrates and Pro-teins in Ruminants. FAO Corporate Do-cument Repository. http://www.fao.-org/ Wairdocs/ILRI/x459E/ x5495e07
Puslitbangtan. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.
Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia sebagai Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian 22(4):133-140.
48
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3
Suarni. 2004a. Evaluasi Sifat Fisik dan Kan-dungan Kimia Biji Sorgum setelah Pe-nyosohan. Jurnal Stigma XII (1): 88-91.
Suarni. 2004b. Pemanfaatan Tepung Sorgum untuk Produk Olahan. Jurnal Litbang Pertanian. 23(4):145-151.
Thompson, L.U., J.H. Yoon, D.J.A. Jenkins, T.M.S. Wolever and A.L. Jenkins. 1984. Relationship between Polyphenol Intake and Blood Glucose Response of Normal and Diabetic Individuals. Am J Clin Nutr 39:745-751.
Widowati, S., D.S. Damardjati dan Y. Marsudi-yanto.1996. Pemanfaatan Sorgum seba-gai Bahan Baku Industri Brem Padat. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroin-dustri. Balitkabi.
Widowati, S., B.A.S. Santosa, H. Herawati, S. Lubis dan Rahmawati. 2009. Peningka-tan Mutu Penyosohan (80%) dengan Kandungan Tanin Turun Hingga 1% Dalam Tepung Sorgum dan Pengem-bangan Produk Sorgum Instan. Laporan Hasil Penelitian. BB Pascapanen 2009.