Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

14
35 Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3 Pendahuluan Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan komoditas serealia yang belum banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Padahal kandungan zat gizi sorgum tidak kalah dengan beras. Bahkan sorgum mengan- dung protein (8-12%) setara dengan terigu atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras (6-10%), dan kandungan lemaknya (2-6%) lebih tinggi dibandingkan dengan beras (0,5- 1,5%). Namun kelemahan komoditas ini, ter- utama sorgum yang mempunyai testa atau kulit biji berwarna gelap (coklat), mengan- dung senyawa antigizi yaitu tanin. Tanin merupakan senyawa polifenolik, dapat membentuk kompleks dengan protein sehingga menurunkan mutu dan daya cerna protein. Senyawa polifenolik juga dapat menghambat aktivitas enzim pencernaan, ter- utama amilase dan tripsin (Griffiths dan Moseley, 1980; Despandhe dan Salunkhe, 1982). Penurunan aktivitas enzim amilase tersebut akan berdampak pada penurunan daya cerna pati. Thompson et al. (1984) maupun Mueller-Harvey et al. (1986) mem- perkuat hasil penelitian tersebut, bahwa tanin dapat membentuk senyawa kompleks dengan protein maupun pati sehingga kedua komponen tersebut menjadi lebih sukar dicerna oleh enzim pencernaan. Fakta ini menunjukkan bahwa meskipun kandungan zat gizi, terutama kandungan protein dan karbohidrat sorgum cukup tinggi, namun nilai gizinya relatif rendah karena adanya tanin sebagai antigizi. Keberadaan tanin dapat menurunkan daya cerna pati (karbohidrat) maupun protein, sehingga tingkat absorpsi kedua komponen gizi tersebut di dalam tubuh Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan Sri Widowati 1 , Rahmawati Nurjanah 1 dan Wiwit Amrinola 2 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor 2 Alumnus Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Abstrak Nasi sorgum instan merupakan pangan pokok cepat konsumsi yang diharapkan dapat me- ningkatkan citra sorgum sebagai sumber karbohidrat lokal. Selain sebagai produk pangan yang prak- tis, nasi sorgum instan berpotensi sebagai pangan darurat. Tujuan penelitian adalah mendapatkan teknik proses pembuatan nasi sorgum instan dan mengkarakterisasi mutunya . Dua metode yang digunakan dalam penelitian ini. Metode I, dilaukan praperlakuan penurunan tanin pada biji sorgum yaitu perendaman sorgum sosoh dalam 0,3% Na2CO3 selama 8 jam, dilanjutkan ke Metode II. Metode II, sorgum sosoh direndam selama 2 jam di dalam larutan perendam (Na-Sitrat 1 %, Na2HPO4 0,2%), rasio sorgum sosoh : perendam = 1 : 3, sushu 30, 40, dan 50ºC. Selanjutnya dilakukan pencucian, penanakan, pembekuan, thawing, dan prngeringan. Hasil penelitian menunjukkan teknologi terpilih adalah metode II, yaitu sorgum disosoh, direndam di dalam larutan Na 2HPO4 0.2 % pada suhu 30ºC selama 2 jam. Selanjutnya sorgum sosoh dicuci dan dimasak menggunakan rice cooker hingga matang, lalu dibekukan (suhu -4 0 C, 24 jam) dan dithawing pada suhu 50 0 C lalu dikeringkan. Karakteristik nasi sorgum instan adalah kandungan protein 9,31%, karbohidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%, serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64% dan daya cerna protein 73.93%, serta energi 403 kkal/100 g. Waktu rehidrasi berkisar antara 4,1 4,4 menit. Kata kunci: Nasi sorgum instan, mutu fisik, komposisi kimia

Transcript of Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

Page 1: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

35

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

Pendahuluan

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)

merupakan komoditas serealia yang belum

banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Padahal kandungan zat gizi sorgum tidak

kalah dengan beras. Bahkan sorgum mengan-

dung protein (8-12%) setara dengan terigu

atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras

(6-10%), dan kandungan lemaknya (2-6%)

lebih tinggi dibandingkan dengan beras (0,5-

1,5%). Namun kelemahan komoditas ini, ter-

utama sorgum yang mempunyai testa atau

kulit biji berwarna gelap (coklat), mengan-

dung senyawa antigizi yaitu tanin.

Tanin merupakan senyawa polifenolik,

dapat membentuk kompleks dengan protein

sehingga menurunkan mutu dan daya cerna

protein. Senyawa polifenolik juga dapat

menghambat aktivitas enzim pencernaan, ter-

utama amilase dan tripsin (Griffiths dan

Moseley, 1980; Despandhe dan Salunkhe,

1982). Penurunan aktivitas enzim amilase

tersebut akan berdampak pada penurunan

daya cerna pati. Thompson et al. (1984)

maupun Mueller-Harvey et al. (1986) mem-

perkuat hasil penelitian tersebut, bahwa

tanin dapat membentuk senyawa kompleks

dengan protein maupun pati sehingga kedua

komponen tersebut menjadi lebih sukar

dicerna oleh enzim pencernaan. Fakta ini

menunjukkan bahwa meskipun kandungan

zat gizi, terutama kandungan protein dan

karbohidrat sorgum cukup tinggi, namun nilai

gizinya relatif rendah karena adanya tanin

sebagai antigizi. Keberadaan tanin dapat

menurunkan daya cerna pati (karbohidrat)

maupun protein, sehingga tingkat absorpsi

kedua komponen gizi tersebut di dalam tubuh

Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

Sri Widowati1, Rahmawati Nurjanah1 dan Wiwit Amrinola2

1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor 2 Alumnus Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Abstrak

Nasi sorgum instan merupakan pangan pokok cepat konsumsi yang diharapkan dapat me-ningkatkan citra sorgum sebagai sumber karbohidrat lokal. Selain sebagai produk pangan yang prak-tis, nasi sorgum instan berpotensi sebagai pangan darurat. Tujuan penelitian adalah mendapatkan teknik proses pembuatan nasi sorgum instan dan mengkarakterisasi mutunya. Dua metode yang digunakan dalam penelitian ini. Metode I, dilaukan praperlakuan penurunan tanin pada biji sorgum yaitu perendaman sorgum sosoh dalam 0,3% Na2CO3 selama 8 jam, dilanjutkan ke Metode II. Metode II, sorgum sosoh direndam selama 2 jam di dalam larutan perendam (Na-Sitrat 1 %, Na2HPO4 0,2%), rasio sorgum sosoh : perendam = 1 : 3, sushu 30, 40, dan 50ºC. Selanjutnya dilakukan pencucian, penanakan, pembekuan, thawing, dan prngeringan. Hasil penelitian menunjukkan teknologi terpilih adalah metode II, yaitu sorgum disosoh, direndam di dalam larutan Na2HPO4 0.2 % pada suhu 30ºC selama 2 jam. Selanjutnya sorgum sosoh dicuci dan dimasak menggunakan rice cooker hingga matang, lalu dibekukan (suhu -40C, 24 jam) dan dithawing pada suhu 500C lalu dikeringkan. Karakteristik nasi sorgum instan adalah kandungan protein 9,31%, karbohidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%, serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64% dan daya cerna protein 73.93%, serta energi 403 kkal/100 g. Waktu rehidrasi berkisar antara 4,1 – 4,4 menit.

Kata kunci: Nasi sorgum instan, mutu fisik, komposisi kimia

Page 2: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

36

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

rendah atau tidak sebanding karbohidrat dan

protein tersedia di dalam biji sorgum. Meski-

pun demikian, dalam jumlah terbatas, tanin

bermanfaat bagi tubuh karena bersifat anti-

oksidan.

Selain sebagai anti gizi, keberadaan

tanin menyebabkan rasa agak pahit (atau

“sepet”) pada produk sorgum. Hal ini diduga

menjadi salah satu penyebab produk sorgum

kurang disukai masyarakat. Upaya mereduksi

tanin diharapkan dapat meningkatkan mutu

gizi, terutama tingkat absorpsi pati dan pro-

tein, serta meningkatkan palatabilitas atau

cita rasa produk sorgum. Kendala lain dalam

pemanfaatan sorgum adalah penyosohan biji,

meskipun telah dikembangkan alat penyosoh

sorgum (Lando, et.al.,1995).

Produktivitas sorgum cukup tinggi (2,5-

6,0 ton/ha) dan dapat dibudidayakan di se-

gala jenis tanah, termasuk di lahan marginal

(Puslitbang Tanaman Pangan, 1993). Namun

di tingkat petani produktivitas sorgum masih

jauh dibawah potensi hasil penelitian, yaitu

antara 0,37-1,80 ton/ha (Sirappa, 2003).

Kenyataan ini merupakan peluang sekaligus

tantangan agar produktivitas sorgum diting-

kat petani dapat meningkat hingga setara

dengan hasil yang diperoleh pada penelitian.

Ketersediaan karbohidrat yang tinggi

dalam sorgum dan daya cerna yang telah

ditingkatkan sangat memungkinkan sorgum

dijadikan sebagai pangan pokok harapan

selain beras dan jagung. Penelitian peman-

faatan sorgum di Indonesia menjadi aneka

produk makanan, seperti mi, roti, aneka cake,

cookies dan brem serta makanan tradisional

telah banyak dilakukan (Mudjisihono dan

Damardjati, 1987; Ginting dan Kusbiantoro,

1995; Widowati, et.al., 1996; Suarni, 2004a).

Perubahan mutu protein akibat proses pengo

-lahan juga telah ditelitioleh Mudjisihono, et

al.,(1986). Namun, hingga saat hasil-hasil pe-

nelitian pemanfaatan sorgum masih belum

banyak diadopsi dan diterapkan oleh ma-

syarakat. Faktor penyebabnya diduga adalah

kesulitan dalam penyosohan dan rendahnya

palatabilitas sorgum akibat adanya tanin.

Kandungan tanin, mempunyai efek antigizi

tetapi juga mempunyai sifat antiokasidan,

sehingga dapat menghasilkan produk olahan

sorgum sebagai pangan fungsional. Oleh

karena itu perlu diteliti agar reduksi tanin

dalam sorgum hingga taraf yang palatabi-

litasnya dapat diterima konsumen, namun

masih mempunyai efek fungsional bagi kese-

hatan tubuh.

Seiring dengan semakin meningkatnya

kesadaran masyarakat untuk memilih pola

konsumsi pangan yang bermutu dengan gizi

yang seimbang, merupakan momentum yang

tepat untuk melakukan diversifikasi pangan.

Pangan yang beragam menjadi penting meng-

ingat tidak ada satu jenis pangan yang dapat

menyediakan gizi yang lengkap bagi sese-

orang. Konsumsi pangan yang beragam, akan

saling melengkapi kekurangan zat gizi dari

satu jenis pangan dengan pangan yang lain

(Khomsan, 2006).

Pada dua dasa warsa terakhir ini telah

terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan

masyarakat, terutama di perkotaan. Saat ini

konsumen lebih menyukai produk pangan

yang praktis, bersifat instan atau cepat saji

(ready to use atau ready to eat) dan memiliki

nilai fungsional bagi kesehatan. Adopsi tek-

nologi pemanfaatan sorgum masih terbatas

karena citra sorgum sebagai komoditas infe-

rior, palatabilitas rendah yang merupakan

dampak dari kandungan tanin, dan belum

tersedia teknologi penyosohan biji sorgum

Page 3: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

37

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

yang tepat guna. Untuk mengubah citra sor-

gum menjadi komoditas superior, perlu di-

kembangkan produk pangan bergengsi dan

mengikuti trend pasar, yaitu menjadikannya

sebagai produk pangan instan fungsional,

diantaranya adalah nasi sorgum instan

dengan mengeksplorasi sifat fungsionalnya

(misal kandungan serat pangan, antioksidan,

dan daya cerna pati).

Berdasarkan prospek seperti diuraikan

diatas, maka BB Pascapanen mengembang-

kan produk olahan sorgum instan, antara lain

nasi sorgum instan yang mudah untuk

disajikan (ready to serve). Nasi sorgum instan

memiliki kriteria yang sama seperti produk

cepat saji lainnya, yaitu cepat dan mudah

dalam penyajiannya. Produk tersebut harus

dapat disiapkan dalam sungkat (sekitar 5

menit) dengan cara penyajian yang sederha-

na. Nasi cepat masak atau nasi instan dituntut

harus memiliki karakteristik yang serupa

dengan nasi biasa (tanpa proses instanisasi)

dalam hal rasa, aroma, dan teksturnya.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan

teknologi pembuatan nasi sorgum instan, dan

menganalisis mutu fisik, kimia, fungsional

dan organoleptik. Nasi sorgum instan dapat

dikonsumsi sebagaimana nasi dari beras

(padi) dengan waktu penyajiannya sangat

singkat dan praktis.

Bahan dan Metode

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada peneli-

tian adalah biji sorgum non-waxes varietas

G1.1 yang telah di sosoh selama 3 menit. Biji

sorgum ini diperoleh dari Univesitas Padja-

jaran, Bandung. Bahan lain yang digunakan

adalah larutan garam alkali (NaOH 0.3% dan

Na2CO3 0.3%), aquadest, Na-sitrat 1%,

Na2HPO4 0.2%, dan bahan-bahan kimia yang

digunakan untuk analisis yang berasal dari E-

Merk atau Sigma Aldrich.

Alat-alat yang digunakan dalam peneli-

tian ini terdiri dari alat gelas dan non gelas.

Instrumen yang digunakan pada penelitian

ini adalah alat penyosoh sorgum tipe abrasive

(Satake) dengan batu gerinda tipe Amril no.

50, pH-meter, chromameter, timbangan anali-

tik, kiya hardness meter, alat tanak nasi kon-

vensional skala laboratorium, oven, tanur

pengabuan, hot plate, water bath, refrigerator,

freezer, dan spektrofotometer.

Proses pembuatan nasi sorgum instan

Pemilihan sorgum yang digunakan da-

lam pembuatan nasi sorgum instan ini berda-

sarkan pada hasil analisis tepung sorgum,

dimana sorgum yang dipilih memiliki hasil uji

seduh dan waktu rehidrasi yang tercepat. Dua

metode yang digunakan dalam penelitian ini.

Metode I adalah proses pembuatan nasi

instan yang didahului dengan metode

penurunan tanin, sedangkan Metode II lang-

sung proses pembuatan nasi instan. Untuk

Metode I, penurunan tanin pada biji sorgum

dilakukan sesuai metode terpilih dari pene-

litian sebelumnya, yaitu perendaman beras

sorgum (sorgum sosoh) dalam 0,3% Na2CO3

selama 8 jam (Widowati et al., 2009). Beras

sorgum selanjutnya direndam di dalam

larutan perendam, yaitu Na-Sitrat 1 %, dan

dalam Na2HPO4 0,2% dengan rasio beras

sorgum : perendam = 1:3. Perendaman dila-

kukan selama 2 jam pada tiga suhu yang

berbeda, yaitu 30, 40, dan 50ºC. Perendaman

bertujuan untuk mendapatkan struktur fisik

beras menjadi lebih porous, sehingga proses

Page 4: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

38

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

penyerapan air akan lebih cepat pada saat

perendaman maupun waktu rehidrasi.

Proses berikutnya yaitu pencucian, untuk

membersihkan beras sorgum dari sisa-

sisa bahan perendam, kemudian dila-

kukan proses penanakan menggunakan

rice cooker. Perbandingan air dengan be-

ras pada proses penanakan adalah 3 : 1

atau untuk 100 g be-ras maka dibutuhkan air

pemasakan 300 ml. Tujuan pemasakan adalah

mendapatkan nasi matang yang telah

tergelatinisasi sempurna menjadi nasi, dan

segera dibekukan di dalam freezer selama 24

jam pada suhu -4ºC, kemu-dian di lakukan

proses thawing selama 5-10 menit pada suhu

50ºC. Pembekuan dan proses thawing dengan

segera bertujuan agar beras sorgum instan

yang dihasilkan tidak menggumpal. Selan-

jutnya, nasi sorgum dikeringkan menggu-

nakan oven pada suhu 100ºC selama 2 jam

hingga bahan menjadi kering dan berbentuk

seperti kristal bening dan keras, dengan

kadar air nasi instan kering berkisar antara 9-

12.5. Nasi sorgum instan siap santap

dihasilkan dengan merehidrasi atau me-

nyeduh nasi sorgum instan kering meng-

gunakan air mendidih di dalam wadah

tertutup.

Analisis yang dilakukan terhadap nasi

sorgum instan yang dihasilkan meliputi ren-

demen, kadar tanin, kadar karbohidrat, kadar

protein, kadar abu, kadar lemak, kadar serat

pangan, kadar amilosa, suhu gelatinisasi,

pengembangan volume dan penyerapan air.

Selain itu, juga dilakukan analisis tingkat

penerimaan panelis terhadap nasi sorgum

instan melalui uji organoleptik terhadap tek-

stur, aroma, rasa, kelunakan, dan tingkat

keputihan nasi. Diagram alir pembuatan nasi

sorgum instan dapat dilihat pada Gambar 1.

Rancangan Percobaan Nasi Sorgum Instan

Rancangan percobaan yang digunakan

pada proses pembuatan nasi sorgum instan

adalah rancangan acak lengkap dengan dua

perlakuan, yaitu jenis bahan perendam dan

suhu perendaman. Perlakuan jenis bahan

perendam terdiri dari 2 taraf yaitu Na-Sitrat 1

% dan Na2HPO4 0.1 % dan perlakuan suhu

perendaman terdiri dari tiga taraf yaitu 30,

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan nasi sorgum instan

Metode I Perendaman dalam 0,3 % Na2CO3 , 8 jam

Metode II (Perlakuan proses instanisasi)

Jenis Bahan Perendam : Na-Sitrat 1 %, dan Na2HPO4 0.2 %

Proses Thawing

Pengeringan

Proses Rehidrasi

Pembekuan

Pemasakan Bertekanan

Pencucian

SORGUM SOSOH

NASI SORGUM INSTAN SIAP

NASI SORGUM INSTAN

Page 5: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

39

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

40, dan 50ºC. Model rancangan percobaan

pada pembuatan nasi sorgum instan sebagai

berikut :

Yij = µ + Ai + Bj + ij

Keterangan : Yij = Mutu hasil pengamatan dari

faktor konsentrasi sodium

polifosfat level ke-i, faktor

waktu perendaman level ke-j

µ = Nilai tengah populasi (rata-rata

yang sesungguhnya)

Ai = Pengaruh faktor konsentrasi

sodium polifosfat level ke-i,

Bj = Pengaruh waktu perendaman

level ke-j

ij = Faktor galat (sisa)

Data hasil pengamatan diolah meng-

gunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika

terjadi beda nyata pada faktor perlakuan

pada selang kepercayaan 95%, dilanjutkan

dengan uji beda Duncan.

Hasil dan Pembahasan

Kandungan Tanin Nasi Sorgum Instan

Perlakuan penurunan kandungan ta-

nin dilakukan dengan 2 metode yang telah

dimodifikasi. Metode I adalah kombinasi an-

tara perlakuan penurunan kandungan tanin

pada sorgum sosoh (perendaman dengan

larutan Na2CO3 selama 8 jam) dengan per-

lakuan pembuatan nasi sorgum, sedangkan

metode II hanya menggunakan perlakuan

pembuatan nasi sorgum instannya saja.

Pengaruh jenis bahan perendam yang digu-

nakan dan suhu perendamnya terhadap

persentase kandungan tanin nasi sorgum

instan yang diperoleh dapat dilihat pada

Gambar 2.

Kandungan tanin pada bahan maka-

nan dapat diturunkan dengan berbagai cara

seperti perendaman, perebusan, fermentasi,

dan penyosohan kulit luar biji. Penurunan

kandungan tanin dalam pembuatan nasi sor-

gum instan dapat mencapai 93 % (Metode II

perlakuan Perendaman dalam Na2HPO4 0.2 %

selama 2 jam pada suhu 30ºC). Hal ini ber-

korelasi positif dengan perlakuan penurunan

kandungan tanin yang diberikan dan penu-

runan kandungan protein. Dimana tanin me-

rupakan senyawa fenolik yang larut dalam

air. Protein sorgum terdiri dari albumin, glo-

bulin, prolamin, dan glutelin. Albumin adalah

protein yang dapat larut dalam air, globulin

larut dalam larutan garam, prolamin larut

dalam alkohol, dan glutelin larut dalam de-

tergen. Proses perendaman dengan larutan

garam (natrium) akan menyebabkan tanin

yang berikatan dengan protein (terutama

albumin dan globulin) menjadi larut. Sedang-

kan dengan pemanasan dan perendaman da-

lam larutan asam menyebabkan struktur

protein menjadi rusak sehingga dapat meru-

sak stabilitas tanin yang ada dalam bahan

tersebut.

Tanin merupakan polimer dari flavo-

noid. Tanin pada bahan pangan ada dalam

bentuk tanin yang terkondensasi yang bentuk

dasarnya ada dalam bentuk katekin, senyawa

Ket: Bahan perendam a. Na-Sitrat 1 %, dan b. Na2HPO4 0.2 %

Gambar 2. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap persentase reduksi tanin

Page 6: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

40

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

flavonoid mempunyai ikatan gula yang dise-

but sebagai glikosida. Senyawa induk atau

senyawa utamanya disebut aglikon yang ber-

ikatan dengan berbagai gula dan sangat mu-

dah terhidrolisis atau mudah terlepas dari

gugus gulanya. Meskipun tanin tergolong se-

nyawa antioksidan, namun jika ada dalam

jumlah banyak dapat berperan sebagai zat

anti gizi yang mudah teroksidasi menjadi

asan tanat. Dari kedua metode yang digu-

nakan tersebut, metode terbaik yang dapat

mereduksi kadar tanin lebih tinggi (kadar

tanin menjadi lebih rendah) adalah metode 2

(perendaman dengan larutan asam selama 2

jam atau tanpa disertai perendaman dengan

larutan 0,3 % Na2CO3, selama 8 jam).

Rendemen Nasi Sorgum Instan

Perendaman dalam larutan kimia

menurunkan rendemen dari nasi sorgum

instan. Perendaman beras dalam larutan

Sodium Sitrat dapat merusak atau mengu-

raikan struktur protein beras, sehingga beras

menjadi lebih porous dan menyebabkan

rendemen dari beras instan menurun.

Perendaman dalam larutan alkali

dapat melunakkan jaringan perikap paling

luar, sehingga kemungkinan ada bagian-

bagian dari beras yang keluar pada saat

pemasakan yang ditandai dengan keruhnya

air pemasakan. Hal ini yang menyebabkan

penurunan dari rendemen beras instan yang

dihasilkan. Rendemen nasi sorgum instan

berkisar antara 54-59% (Gambar 3).

Densitas Kamba Nasi Sorgum Instan

Densitas kamba merupakan salah satu

sifat fisik bahan pangan yang perlu diketahui

terutama untuk pengemasan, penyimpanan

dan pengangkutan. Bahan pangan yang mem-

punyai densitas kamba kecil membutuhkan

tempat yang lebih besar bila dibandingkan

dengan bahan yang mempunyai densitas

kamba besar. Densitas kamba dinyatakan

dengan perbandingan antara berat bahan

dengan volume bahan itu sendiri (g/ml).

densitas kamba dipengaruhi oleh jenis bahan,

kadar air, bentuk dan ukuran bahan. Semakin

kecil densitas kamba maka produk tersebut

makin porous (Suliantari, 1988).

Bahan dinyatakan kamba jika densitas

kambanya kecil, berarti untuk berat yang

ringan membutuhkan ruang yang besar.

Spesifikasi pemerintah Amerika dalam bidang

kemiliteran dan pertahanan menetapkan

standar untuk densitas kamba beras pasca

tanak yang berkisar antara 0.40 sampai 0.42

g/ml. densitas kamba beras pasca tanak yang

lebih rendah dari 0.36 g/ml akan meng-

hasilkan produk yang lembek sperti bubur

nasi pada waktu rekonstitusi (Carlson et al.,

1976).

Perendaman beras dalam larutan

sodium sitrat dapat mengganggu dan meng-

Ket: Bahan perendam a. Na-Sitrat 1 %, dan b. Na2HPO4 0.2 %

Gambar 3. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap rende-men nasi sorgum instan

Page 7: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

41

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

uraikan struktur protein sehingga butiran be-

ras menjadi porous. Menurut Hubeis (1984),

perendaman beras dalam larutan Na2HPO4

0.2% mengakibat kan struktur fisik beras

pascatanak lebih porous, sehingga densitas

kamba beras instan yang dihasilkan akan

lebih kecil. Hasil penelitian ini menunjukkan

densitas kamba nasi sorgum instan 0,36-0,44

g/ml (Gambar 4).

Derajat Putih (Whiteness)

Warna pada beras dipengaruhi oleh

beberapa factor seperti kemampuan menye-

rap air, tingkat penggilingan. Air yang ter-

serap dapat melarutkan berbagai macam

pigmen warna pada beras (Luh et al., 1991)

sehingga beras menjadi lebih cerah. Derajat

putih (W) diukur dengan menggunakan alat

kromameter yang menghasilkan nilai L, a, dan

b. Nilai L menunjukkan kecerahan warna nasi

instan. Semakin tinggi nilai L menunjukkan

warna nasi instan yang semakin cerah.

Penurunan derajat putih yang terjadi pada

beras pratanak kemungkinan disebabkan

oleh adanya reaksi antara asam amino bebas

dengan monosakarida selama proses pra-

tanak (Gambar 5). Reaksi tersebut kemung-

kinan terjadi pada saat pengeringan.

Waktu Rehidrasi

Beras instan adalah beras yang secara

cepat dapat diproses menjadi nasi. Waktu

pemasakan yang diharapkan adalah sekitar 5-

10 menit, atau kurang dari 5 menit (Hubeis,

1984). Kunci utama terbentuknya nasi siap

santap (nasi instan) adalah terbuka lebarnya

pori-pori beras sehingga memudahkan rehi-

drasi dan diperoleh waktu rehidrasi sesingkat

mungkin, maka dilakukan pembekuan de-

ngan cepat sebelum nasi dikeringkan.

Perendaman dalam larutan kimia

mempengaruhi penyerapan air pemasakan.

Perendaman dalam larutan kimia ternyata

meningkatkan penyerapan air dan pengem-

bangan volume beras instan. Perendaman

dalam larutan Na-Sitrat dapat merusak atau

menguraikan struktur protein beras, sehing-

ga beras menjadi lebih porous. Struktur beras

yang porous ini akan lebih mudah menyerap

air dan mengembang volumenya pada waktu

pemasakan. Menurut Hubeis (1984), Na2HPO4

(pH 5.2) dapat digunakan dalam pembuatan

beras instan karena dapat menghasilkan be-

ras pascatanak yang memiliki struktur yang

lebih porous. Sedangkan penggunaan Na-

Gambar 4. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap densitas kamba nasi sorgum instan

Gambar 5. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap kecerahan (warna) nasi sorgum instan

Page 8: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

42

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

sitrat digunakan pada pembuatan dry soup

untuk mengurangi waktu rehidrasi.

Jenis bahan perendam dan suhu pe-

rendaman berpengaruh terhadap kecepatan

waktu rehidrasi dari beras sorgum instan

yang dihasilkan (Gambar 6). Semakin tinggi

suhu perendaman beras sorgum, akan me-

nyebabkan semakin tinggi kadar air bahan,

sehingga semakin lama waktu pengeringan

yang dibutuhkan. Bentuk nasi sorgum instan

dapat dilihat pada Gambar 7, dan nasi instan

setelah direhidrasi disajikan pada Gambar 8.

Selain perlakuan kimia, pengeringan

juga merupakan tahapan kritis dalam pem-

buatan nasi instan. Mutu nasi instan yang

dihasilkan dipengaruhi oleh metode penge-

ringan yang tepat. Beberapa kerugian seperti

penyimpangan bentuk, kerusakan dan hasil

yang tidak bagus pada saat rehidrasi merupa-

kan salah satu dampak prosedur pengeringan

yang tidak tepat. Semakin cepat produk dike-

ringkan, semakin bagus kualitas proses

rehidrasi. Proses pengeringan akan mengha-

silkan struktur porous yang akan memudah-

kan air untuk meresap ke dalam beras pada

waktu rehidrasi.

Gambar 6. Pengaruh jenis bahan perendam dan

suhu perendaman terhadap kecepatan

waktu rehidrasi nasi sorgum instan

Gambar 7. Nasi sorgum instan yang dihasilkan

dari dua jenis bahan perendam (Na-

Sitrat dan Na2HPO4)

Gambar 8. Nasi sorgum instan siap santap (setelah

rehidrasi) yang dihasilkan dari dua je-

nis bahan perendam yang berbeda

Na2HPO4

Na2HPO4

Na-Sitrat

Na-Sitrat

Page 9: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

43

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

Pada proses rehidrasi terjadi proses

penyerapan air oleh butiran beras instan.

Penyerapan air dan pengembangan volume

berbeda-beda untuk setiap varietas. Kedua

faktor ini juga menentukan kualitas dari nasi

yang ditanak dan kepulenan nasinya. Waktu

rehidrasi yang terlalu cepat dapat mengu-

rangi karakteristik tekstur dan daya gigitnya.

Laju rehidrasi beras tergantung pada kan-

dungan air akhir. Nasi yang dikeringkan

dengan kadar air yang sangat rendah dapat

mengakibatkan nasi patah-patah, mungkin

pecah dan mengakibatkan bubuk-bubuk ha-

lus pada produk akhir.

Komposisi kimia

Nasi sorgum instan yang dihasilkan

dari dua jenis bahan perendam (Na-Sitrat dan

Na-fosfat) dan tiga tingkat suhu perendaman

(30, 40, 50ºC) menunjukkan variasi kom-

posisi kimia yang relatif kecil. Kadar

karbohidrat (88,07-89,50%), protein (9,31-

10,84%), pati (79,88%) dan amilosa (29,72-

33,27%) masing-masing tidak berbeda nyata

antar perlakuan (p>0,05).Sedangkan kadar

lemak (0,62-1,05 %) dan abu (0,17-0,31%)

berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05)

(Tabel 1).

Energi

Nasi sorgum instan terpilih yaitu

formula B30, berdasarkan kadar taninnya

terendah (tereduksi hingga 86,55%). Produk

tersebut memiliki kadar protein 9,31%,

lemak 0,88%, dan karbohidrat 89,50%.

Berdasarkan kandungan ketiga komponen

gizi tersebut, energi nasi sorgum instan per

100 gram dapat dihitung, yaitu 4 kkal x (9,31

+ 89,5) + 9 kkal x 0,88 = 403 kkal/100g.

Tabel 1. Komposisi proksimat nasi sorgum instan

Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50ºC

Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata

pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 %

Kode Karbohidrat

(% bk)

Protein

(% bk)

Lemak

(% bk)

Abu

(% bk)

Air

(%

bb)

Pati

(% bk)

Amilosa

(% bk)

A30 88.07 a 10.71 a 0.96 ab 0.26 ab 8.67 79.88 a 32.22 a

B30 89.50 a 9.31 a 0.88 ab 0.31 b 8.27 78.97 a 33.27 a

A40 88.47 a 10.69 a 0.65 a 0.19 a 8.31 81.64 a 29.72 a

B40 89.27 a 9.93 a 0.62 a 0.17 a 8.72 79.57 a 32.02 a

A50 88.31 a 10.84 a 0.67 ab 0.19 a 7.76 79.98 a 31.91 a

B50 88.61 a 10.13 a 1.05 b 0.20 ab 8.78 80.13 a 33.03 a

Page 10: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

44

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

Sifat Fungsional

Nasi sorgum instan memiliki kadar

serat pangan total berkisar antara 7,82-

9,74% dan berbeda nyata antar perlakuan.

Produk makanan dapat dikatakan sebagai

sumber serat pangan jika mengandung serat

pangan sebesar 3-6 gram/100 gram. Dengan

demikian produk nasi sorgum instan ini

dapat diklaim sebagai sumber serat pangan,

bahkan produk nasi sorgum instan mengan-

dung serat pangan lebih dari 6 gram/100

gram (Tabel 2). Nasi sorgum instan terpilih,

yaitu perlakuan B30 memiliki kandungan

serat pangan sebesar 8,80%, daya cerna pati

61.64% dan daya cerna protein 73.93%.

Sifat Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap

nasi sorgum instan yang telah direhidrasi.

Atribut mutu yang diuji meliputi tekstur,

warna, rasa, aroma, kepulenan, dan peneri-

maan umum. Uji organoleptik hedonik

dilakukan dengan skala 1 (sangat suka)

sampai 7 (sangat tidak suka), menggunakan

20 orang panelis.

Kisaran nilai yang diperoleh pada uji

organoleptik terhadap tekstur adalah 3.00

(agak suka) sampai 4.20 (netral), warna 2.40

(suka) sampai 4.05 (netral), rasa 3.00 (agak

suka) sampai 3.60 (netral), aroma 2.80 (agak

suka) sampai 3.05 (agak suka), kepulenan

3.60 (netral) sampai 4.50 (netral), dan pene-

rimaan umum 3.10 (agak suka) - 3.70

(netral). Hasil analisis organoleptik dapat

dilihat pada Tabel 3.

Uji organoleptik dilakukan terhadap

nasi instan yang telah direhidrasi. Uji organo-

leptik dilakukan dengan menggunakan uji he-

donic dengan skala 1 sampai 7 (skala 1 sangat

suka dan skala 7 sangat tidak suka) dengan

metode pembobotan (Meilgaard et al., 1999).

Hasil uji sidik ragam pada uji organoleptik

menunjukkan hasil bahwa dari segi rasa,

aroma, kepulenan, dan penerimaan secara

umum tidak berbeda nyata. Sedangkan dari

segi warna, produk yang menggunakan

Tabel 2. Kadar serat pangan, daya cerna pati dan daya cerna protein nasi sorgum instan

Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50ºC

Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 %

Perlakuan Serat Pangan (%bk)

Daya Cerna Pati (%bb) Daya Cerna Protein (%bb)

A30 9.74 c 63.92 d 76.27 c

B30 8.80 b 61.64 bc 73.93 ab

A40 8.94 b 59.43 a 74.72 bc

B40 7.82 a 59.84 ab 72.49 a

A50 8.63 b 60.84 abc 74.22 ab

B50 8.13 ab 62.46 cd ab

Page 11: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

45

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

larutan Na2HPO4 lebih disukai dibanding

dengan produk yang diproses menggunakan

larutan Na-sitrat.

Hasil uji sidik ragam dan hasil uji

wilayah Duncan pada taraf 5 % menunjukkan

bahwa dari segi rasa, aroma, kepulenan, dan

penerimaan umum nasi sorgum instan yang

telah direhidrasi tidak berbeda antara perla-

kuan. Parameter yang menunjukkan perbe-

daan nyata pada sidik ragam dan uji wilayah

Duncan 5 % adalah parameter tekstur dan

warna.

Kepulenan merupakan salah satu atri-

but mutu indrawi nasi yang mempunyai arti

beragam dan sulit diinterpretasikan secara

sederhana. Kepulenan merupakan gabungan

antara kelekatan dan kekerasan atau keluna-

kan nasi yang dihasilkan dan juga respon

enak atau tidak enaknya nasi yang dicicip

secara organoleptik. Penilaian kepulenan nasi

umumnya didasarkan atas parameter keleng-

ketan dan kekerasan dari sifat tekstur nasi.

penilaian kepulenan nasi dengan pendekatan

tekstur dapat dilakukan dengan cara dicicip

dan pijat (Hubeis, 1985). Kepulenan nasi

secara dicicip didasarkan pada tekstur nasi

yang dikunyah, sedangkan pada cara dipijat,

nasi dikatakan pulen bila lekat diantara

kedua jari dan pera bila tidak melekat dian-

tara kedua jari (Hubeis, 1985).

Kekerasan nasi mempunyai korelasi

negatif dengan nilai rasa dan kepulenan, se-

baliknya kelengketan nasi mempunyai kore-

lasi positif. Aroma nasi tidak punya korelasi

yang nyata dengan tekstur nasi kecuali den-

gan nilai rasa, sehingga nilai rasa nasi diten-

tukan oleh dua faktor utama yaitu tekstur

(kekerasan/kelengketan) dan aromanya yang

bebas satu sama lain. Mutu rasa nasi biasanya

merupakan produk dari tekstur. Tekstur pada

makanan bersama-sama dengan penampa-

kan, flavor dan bau menentukan tingkat pene-

rimaan konsumen. Tekstur merupakan penen

-tu terbesar mutu rasa. Tekstur nasi telah

dibuktikan berkorelasi dengan kandungan

protein dan amilosa (Juliano et al., 1971).

Tabel 3. Hasil analisis organoleptik terhadap tekstur, warna, rasa, aroma, kepulenan, dan

penerimaan umum nasi sorgum instan yang dihasilkan

Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50ºC

Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 %

Skor: 1=sangat suka, 2 =suka, 3 =agak suka, 4 =netral, 5 =agak tidak suka, 6 = tidak suka, 7 = sangat tidak suka

Kode sampel

Tekstur Warna Rasa Aroma Kepulenan Penerimaan umum

A30 3.85 ab 4.05 c 3.15 a 2.85 a 3.85 a 3.25 a

B30 3.45 ab 2.40 a 3.00 a 3.05 a 4.35 a 3.25 a

A40 4.20 b 3.75 bc 3.55 a 2.90 a 4.40 a 3.70 a

B40 3.75 ab 3.10 ab 3.45 a 2.80 a 3.95 a 3.15 a

A50 3.50 b 3.25 bc 3.15 a 2.95 a 4.50 a 3.40 a

B50 3.00 a 2.40 a 3.60 a 2.90 a 3.60 a 3.10 a

Page 12: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

46

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

Kekerasan nasi mungkin disebabkan oleh

retrogradasi amilosa setelah dingin. Retro-

gradasi berimplikasi keluarnya sejumlah

cairan, peningkatan ikatan pati dan pemben-

tukan kristalin. Pengaruh lemak terhadap

kekerasan nasi nasi kemungkinan disebabkan

adanya fraksi starch lipid yaitu kompleks

amilosa dengan lipid (terutama asam lemak

dan lipofosfatida). Dilaporkan bahwa starch

lipid merupakan faktor penting pada tekstur

nasi. Keberadaan monogliserida pada beras

dapat menambah kepulenan nasi. Hidrolisis

dari lemak kemungkinan merupakan fraksi

asam lemak dari starch lipid. Interaksi nilai

masing-masing atribut sensori dari nasi

sorgum instan diilusterasikan pada Gambar 9.

Serat kasar pada beras dapat menurun-

kan tingkat kepulenan, karena keberadaan

serat kasar pada dinding sel diduga meng-

hambat pemasakan nasi, sehingga nasi yang

dihasilkan kurang pulen. Kepulenan merupa-

kan gabungan kelekatan, kelunakan, kekera-

san, dan sifat remah nasi. Kadar amilosa dan

amilopektin diduga berpengaruh terhadap

rasa dan warna nasi. Selain itu, suhu awal

gelatinisasi juga berpengaruh terhadap war-

na nasi. Beras yang mempunyai kadar ami-

losa tinggi mempunyai warna lebih cerah

atau putih. Amilopektin bila tergelatinisasi

sempurna memberikan warna yang trans-

paran dan kusam sehingga kurang disukai.

Kadar amilosa dan amilopektin berpengaruh

terhadap rasa nasi.

Hasil uji organoleptik menunjukkan

bahwa jenis bahan perendam memiliki kore-

lasi dengan penerimaan terhadap nasi sor-

gum instan baik dari atribut tekstur, warna,

aroma, rasa, aroma, dan kepulenan dari nasi

yang dihasilkan. Perendaman dengan meng-

gunakan larutan sodium fosfat memberikan

tekstur yang lebih disukai dan warna yang

lebih cerah dibanding dengan perendaman

dalam larutan sodium sitrat. Namun dari segi

rasa, aroma, dan kepulenan tidak menunjuk-

kan adanya perbedaan yang nyata. Pemberian

garam natrium mengakibatkan struktur fisik

beras pasca tanak menjadi lebih porous,

sehingga proses penyerapan air akan lebih

cepat pada waktu perendaman maupun pada

waktu rehidrasi. Penambahan phospat seba-

gai senyawa yang mengion pada produk yang

berasal dari pati dapat mengakibatkan gra-

nula pati tersebut tahan terhadap retrogra-

dasi selama pendinginan dan peningkatan

suhu setelah pendinginan. Produk ini akan

memiliki derajat putih yang tinggi, kapasitas

pengikatan air yang tinggi dan tidak dapat

membentuk gel.

Kesimpulan

Teknologi terpilih dalam pembuatan

nasi sorgum instan yaitu : biji sorgum

disosoh (DS 100%), direndam di dalam

larutan Na2HPO4 0.2 % pada suhu 30ºC

selama 2 jam. Selanjutnya sorgum sosoh

dicuci dan dimasak menggunakan rice cooker

hingga matang, lalu dibekukan (suhu -40C, 24

Gambar 9. Interaksi nilai masing-masing atribut

sensori nasi sorgum instan

Page 13: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

47

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

jam) dan dithawing pada suhu 500C lalu

dikeringkan. Karakteristik nasi sorgum instan

adalah kandungan protein 9,31%, karbo-

hidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%,

serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64%

dan daya cerna protein 73.93%, serta energi

403 kkal/100 g.

Daftar Pustaka

AOAC [Association of Official Analytical Chemist]. 2006. Official Methods of Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC: AOAC

Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halmer and Sil-jestrom. 1983. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. J Agric Food Chem 31: 476-482.

Carlson, R.A., R.L. Robert and D.F. Farkas. 1976. Preparation of Quick Cooking Rice Production Using a Centrifugal Fluidizied Bed. J Fd Sci 41:303-310.

Deshpande, S.S. and D.K. Salunke. 1982. Inter-actions of Tannin Acid and Catechin with Legume Starches. J Food Sci 47:2080-2081.

Ginting, E. dan B. Kusbiantoro. 1995. Peng-gunaan Tepung Sorgum Komposit seba-gai Bahan Dasar dalam Pengolahan Kue Basah (cake). Dalam Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pe-ngembangan Tanaman Industri. Edisi Khusus Balai Penelitian Kacang-ka-cangan dan Umbi-umbian (4):256-263.

Griffiths, D.W. and G. Moseley. 1980. The Ef-fect of Diets Containing Field Beans of High or Low Polyphenolic Content on The Activity of Digestive Enzymes in The Intestines Of Rats. J Sci Food Agric 31:255-259.

Hubeis, M. 1984. Pengembangan Metode Uji Kepulenan Nasi. Tesis, Pascasarjana IPB, Bogor.

Khomsan A. 2006. Beras dan diversifikasi pangan. Kompas. http://kompas.com/

k o m p a s - c e t a k / 0 6 1 2/ 2 1 / o p i n i / -3190395.htm [09 Feb 2008]

Lando, T., M. Yamin, Suarni dan B. Prastowo. 1995. Perancangan dan Pembuatan Penyosoh Sorgum. Lap. Hasil Penelitian dan Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian Tahun XV. Balit. Jagung dan Serealia Lain. Hal: 56-76.

Luh, B.S., R.L. Robert and C.F. Li. 1980. Quick Cooking Rice. Di dalam Luh, B.S. (Ed). Rice Production and Utilization. AVI Publ. Comp. Inc. Westport. Connecticus.

Meilgaard, M., G.C. Civille and B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Ed ke-3. Boca Raton: CRC Press.

Mudjisihino, R., S. Widowati, D.S. Damardjati dan N. Widaningsih. 1986. Pengaruh Bentuk Olahan terhadap Mutu Protein Biji Sorghum (Sorghum vulgare). Med Penelitian Sukamandi. 1986 : 30-34.

Mudjisihono, R. dan D.S. Damardjati. 1987. Prospek Kegunaan Sorgum sebagai Sumber Pangan dan Pakan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Perta-nian VI(I):1-5.

Mudjisihono, R. 2008. Inovasi Teknologi Pengolahan Sorgum sebagai Bahan Pa-ngan Alternatif. Bahan Pra Orasi Prof. Riset. Badan Litbang Pertanian.

Mueller-Harvey, I., A.B. McAllan, M.K. Theodo-rou and D.E. Beever. 1986. Phe nolics in Fibrous Crop Residues and Plants and Their Effects on The Digestion and Utilization of Carbohydrates and Pro-teins in Ruminants. FAO Corporate Do-cument Repository. http://www.fao.-org/ Wairdocs/ILRI/x459E/ x5495e07

Puslitbangtan. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.

Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia sebagai Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian 22(4):133-140.

Page 14: Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan

48

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

Suarni. 2004a. Evaluasi Sifat Fisik dan Kan-dungan Kimia Biji Sorgum setelah Pe-nyosohan. Jurnal Stigma XII (1): 88-91.

Suarni. 2004b. Pemanfaatan Tepung Sorgum untuk Produk Olahan. Jurnal Litbang Pertanian. 23(4):145-151.

Thompson, L.U., J.H. Yoon, D.J.A. Jenkins, T.M.S. Wolever and A.L. Jenkins. 1984. Relationship between Polyphenol Intake and Blood Glucose Response of Normal and Diabetic Individuals. Am J Clin Nutr 39:745-751.

Widowati, S., D.S. Damardjati dan Y. Marsudi-yanto.1996. Pemanfaatan Sorgum seba-gai Bahan Baku Industri Brem Padat. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroin-dustri. Balitkabi.

Widowati, S., B.A.S. Santosa, H. Herawati, S. Lubis dan Rahmawati. 2009. Peningka-tan Mutu Penyosohan (80%) dengan Kandungan Tanin Turun Hingga 1% Dalam Tepung Sorgum dan Pengem-bangan Produk Sorgum Instan. Laporan Hasil Penelitian. BB Pascapanen 2009.