Post on 04-Feb-2018
Persepsi masyarakat terhadap penjualan VCD (video compact disk) bajakan
di Surakarta
(study deskriptif kualitatif tentang persepsi masyarakat terhadap penjualan
VCD bajakan di pasar Notoharjo Semanggi, Surakarta)
Disusun oleh:
Rio Murdiyanto
D 3201030
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak cipta memberikan perlindungan terhadap setiap ciptaan, di mana
hasil setiap ciptaan dalam bentuk yang lebih khas menunjukkan keasliannya
baik dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni maupun sastra. Hak cipta pada
dasarnya ada atau lahir bersamaan dengan lahirnya suatu karya cipta atau
ciptaan. Undang-Undang memberikan pengakuan terhadap hak cipta,
diberikannya perlindungan hukum sejak suatu ide diwujudkan dengan suatu
yang nyata dalam arti dapat dilihat, didengar, dibaca oleh orang lain maka hal
tersebut merupakan hak cipta.
Adanya Undang-Undang tentang perlindungan hak cipta, maka sudah
selayaknya karya cipta seseorang dapat terlindungi. Dalam kaitan ini pasal 2
ayat 1 Undang-Undang hak cipta menyatakan bahwa hak cipta merupakan hak
eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta. Jadi kegiatan yang termasuk
memperbanyak atau mengumumkan suatu karya cipta harus dengan seijin
pemegang hak cipta. Jika tidak melakukan ijin maka dapat dianggap karya
tersebut tidak sah atau ilegal.
Pembajakan merupakan momok dalam suatu negara, karena semakin
marak dan terjadi peningkatan atas pembajakan suatu karya cipta, itu juga
disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti yang
dilangsir dalam Jurnal Intenasional Bisnis dan Masyarakat oleh Shaari,
Hasnizam, Halim, Fairol sebagai berikut:
“Piracy is a severe problem worldwide and the common perception is that it is increasing (BSA, 2001). However, it is virtually impossible to find accurate statistics to substantiate these perceptions because of the clandestine nature of the activity. This study aims to discover the non-price factors that affect the consumer purchases of pirated VCDs. Four variables namely, attitude towards piracy, value consciousness, social influences and product attributes were examined. A convenience survey of consumers in the northern region of Peninsular Malaysia suggested that consumer purchase of pirated VCDs is directed by value consciousness towards the product. Therefore, the high price differential between pirated VCDs and originals is still a consideration when purchasing a pirated VCD.” (Pembajakan adalah suatu masalah yang menjengkelkan di seluruh dunia dan persepsi yang umum adalah terus terjadi peningkatan (BSA, 2001). Bagaimanapun, hampir mustahil untuk menemukan statistik yang akurat untuk memperkuat persepsi ini karena menyangkut tentang aktifitas yang alami. Studi ini bertujuan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian konsumen dari VCD bajakan. Ada empat fariabel yaitu sikap ke arah pembajakan, nilai kesadaran, pengaruh sosial, dan produk-produk yang tersedia. Suatu survei kenyamanan konsumen di daerah utara dari Malaysia merupakan sebuah jasirah mengusulkan pembelian atau konsumen VCD bajakan itu diarahkan oleh kesadaran nilai ke arah produk. Oleh karena itu, perbedaan harga yang mahal antara VCD bajakan dan asli masih menjadi suatu pertimbangan ketika membeli VCD bajakan.) Bahwa meningkatnya pembajakan VCD dan meningkatnya konsumen
bisa dipengaruhi oleh sikap kesadaran diri terhadap hukum yang berlaku.
Meskipun ada Undang-Undang yang mengatur masalah hak cipta tersebut,
ternyata dalam kehidupan sehari-hari, memperbanyak hak cipta orang lain
tanpa ijin banyak dilakukan di Indonesia, tidak terkecuali di wilayah
Surakarta. Sebagai bukti, yaitu berita dari Kompas yang menyatakan bahwa
“Surakarta selama tahun 2004 menduduki ranking 4 atas pembajakan
VCD,dan telah dilakukan penyitaan terhadap 1.035.000 keping VCD bajakan,
yaitu hasil dari operasi pihak kepolisian”(http:/www.kompas.com/kompas%2
Dcetak/9912/27/iptek/pembl7.html, 30-12-2004). Di negara lain masalah
pembajakan VCD juga sangat besar-besaran. Seperti yang di kutip dalam
Moscow Journal sebagai berikut :
“Moscow is not alone in this problem pirated CD's and videos are available from sidewalk vendors in New York, too but the problem is huge here. While Russians buy 11.5 million legally made music CD's every year, they buy four times that amount in pirated CD's, some of which are imported from China, according to the federation. . Pirated CD's sell for about $2.50.” (Moscow tidak sendiri dalam masalah pembajakan CD dan video, ada tersedia dari pedagang kaki lima di New York, tetapi masalah ini juga sangat besar di sini. Sedangkan Rusia membeli 11.5 juta CD musik yang dibuat setiap tahunnya, mereka membeli CD bajakan empat kali dari jumlah itu, sebagian diimport dari Negeri China.. Menurut Federasi CD bajakan dijual sekitar $ 2.50.)
Besarnya angka beredarnya pembajakan CD sangat merugikan pihak
pemegang hak tunggal dari pencipta, belum lagi kerugian yang didapat oleh
negara-negara yang bersangkutan.
Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta, khususnya
pasal 2 ayat 1 dan 2 sudah menjelaskan tentang tindakan perbanyakan dan
mengumumkan harus atas seijin pencipta atau pemegang hak cipta
Kenyataannya bahwa di wilayah Surakarta masih banyak dijumpai penjual
Video Compact Disk (VCD) bajakan, dan tidak satupun yang meminta ijin
kepada pencipta atau pemegang hak cipta.
Sampai dengan saat ini, penjualan VCD bajakan di wilayah Surakarta
masih tetap berlangsung dan semakin marak, meskipun sudah dilakukan
penertiban oleh pihak kepolisian. Hasil pengamatan penulis bahwa setiap
diadakan operasi terhadap penjual VCD di kaki lima, mereka sepertinya
mengetahui sebelumnya, sehingga mereka segera mengemas dagangannya dan
meninggalkan tempat. Setelah itu, beberapa hari mereka tidak menjual
dagangannya. Namun, beberapa hari berikutnya, mereka mulai menggelar
dagangannya kembali seperti biasa. Kejadian ini tentunya menimbulkan
masalah tersendiri bagi aparat penegak hukum, yaitu kepolisian, dan hal itu
perlu adanya upaya penanggulangan yang lebih efektif.
Penjual seakan-akan tidak khawatir akan dicekal karena menjual VCD
bajakan dan begitu pula sebaliknya, masyarakat banyak juga yang membeli
VCD bajakan meskipun barang tersebut adalah ilegal. Untuk mendapatkan
hiburan, bahwa masyarakat ada sebagian yang tidak mampu menjangkau
untuk membeli sebuah VCD yang asli, sehingga munculah gagasan untuk
memgkopi atau membajak VCD asli. Dengan sarana yang ada dan tersedia
dipasaran maka VCD bajakan semakin beredar luas di masyarakat, karena
daya minat masyarakat yang tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Persepsi Masyarakat terhadap Penjualan
Video Compact Disk (VCD) Bajakan di Pasar Notoharjo Surakarta”.
B. Perumusan Masalah
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap penjualan VCD Bajakan
terutama di Pasar Notoharjo Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi
masyarakat terhadap penjualan VCD Bajakan terutama di Pasar Notoharjo,
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk hal-hal sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kinerja aparat kepolisian untuk lebih giat dan intensif dalam
mengambil sikap atau kebijakan, dalam hal ini menindaklanjuti penegakan
hukum terhadap masalah penjualan VCD bajakan yang semakin marak.
b. Bagi pihak pencipta suatu karya cipta untuk lebih meningkatkan keaslian
dengan memberikan ciri tersendiri (misal : memberi segel khusus)
sehingga tidak mudah untuk ditiru pelaku penjiplakan.
Keadaan ekonomi seseorang dapat menyebabkan salah satu faktor
penyebab maraknya penjualan VCD bajakan. Keadaan ekonomi yang dimaksud
adalah keadaan ekonomi keluarga yang rendah, belum mapan atau kurang
mampu. Sempitnya lapangan pekerjaan membuat mereka berjualan VCD sebagai
mata pencaharian pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mahalnya harga VCD
asli juga sebagai faktor hambatan bagi upaya penanggulangan VCD bajakan.
Masyarakat menengah ke bawah membutuhkan hiburan dengan harga yang
terjangkau. Mahalnya VCD asli membuat mereka membeli VCD bajakan dengan
harga yang terjangkau dimana masyarakat bisa memenuhi kebutuhan akan hiburan
dengan harga murah.
E. Landasan Teori
Ditinjau dari sosiologi hukum masalah pembajakan VCD merupakan
problem yang tidak ada habis-habisnya bila dibicarakan, karena memang
aspeknya yang beraneka ragam. Secara luas gejala pembajakan VCD ditandai
dengan adanya penggunaan kekuasaan dan wewenang publik untuk kepentingan
pribadi maupun golongan tertentu yang sifatnya melanggar hukum dan norma-
norma lainya. Sampai sejauh manakah hukum membentuk pola-pola kelakuan
yang bersifat atau apakah hukum yang terbentuk dari pola-pola kelakuan itu.
Ruang lingkup yang pertama dari sosiologi hukum adalah bagaimanakah
cara-cara yang paling efektif dari hukum dalam pembentukan pola-pola kelakuan?
Inikah yang merupakan Ruang lingkup yang selanjutnya menyangkut hukum dan
pola-pola perikelakuan sebagai ciptaan serta wujud daripada keinginan-keinginan
kelompok-kelompok sosial. Kekuatan-kekuatan apakah yang membentuk,
menyebarluaskan atau bahkan merusak pola-pola perikelakuan yang bersifat
yuridis?. Jadi, pada dasarnya ruang lingkup sosiologi hukum adalah pola-pola
perikelakuan dalam masyarakat, yaitu cara-cara bertindak atau berkelakuan yang
sama dari orang-orang yang hidup bersama dalam masyarakat.
Tekananya disini adalah pada penggunaan kekuasaan dan wewenang
publik, oleh karena setiap hak biasanya dilingkupi kewajiban untuk tidak
menyalahgunakan hak secara sewenang-wenang. Latar belakang dan sebab-
sebabnya ada bermacam-macam antara lain, karena kesadaran masyarakat sangat
kurang dan keadaan ekonomi masyarakat yang menjadi faktor utama merebaknya
pembajakan VCD. Faktor-faktor tersebut memang tidak berdiri sendiri akan tetapi
harus ditinjau dalam kaitanya satu dengan yang lainya.
Didalam sosiologi hukum masalah pelembagaan atau pembudayaan
biasanya dikaitkan dengan norma, yang dimaksutkan dengan norma adalah suatu
patokan atau pedoman berperilaku yang pantas, jadi menyangkut “das sollen”.
Artinya bahwa kenyataan atau kondisi yang ada yang sedang terjadi tidak sesuai
dengan yang seharusnya. Hukum dan Undang-Undang tentang hak cipta sudah
ada, sudah seharusnya masyarakat mentaatinya, tapi pada kenyataanya tidak
demikian banyak masyarakat yang melakukan pembajakan VCD mulai dari
memproduksi, mengedarkan dan mengkonsumsinya.
Suatu norma yang baru dikatakan melembaga atau membudaya, apabila
warga masyarakat mengatahui, memahami, menghargai dan mentaati norma-
norma tersebut. Masalah kataatan merupakan taraf pembudayaan yang paling
tinggi. Pembajakaqn VCD memerlukan penanggulanganya masalahnya sekarang
bukan pada gejala tersebut. Dapat diberantas atau tidak yang lebih penting adalah
program yang dilaksanakan secara kontinu untruk menanggulanginya. Juga tidak
boleh dilupakan bahwa kebudayaan adalah ciptaan manusia, sehingga kadang
pembajakan VCD dianggap sebagai bagian dari kebudayaaan.
1. Konsep
a. Persepsi
Persepsi merupakan sesuatu yang muncul pada pikiran
seseorang setelah orang tersebut melihat, mendengar, atau mengalami
sesuatu. Veithzal Rivai, (2007: 231) mengemukakan bahwa Persepsi
adalah “suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan
dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna
bagi lingkungan mereka”. Pendapat lain dikemukakan oleh
Nugroho J Setiadi (2003: 15) bahwa “Persepsi didefinisikan sebagai
proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan
masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti
dari dunia ini.
Berdasarkan pendapat di atas dapat ditelaah bahwa setiap orang
mempunyai penilaian yang berbeda terhadap suatu persoalan yang
mereka hadapi, sehingga hal tersebut akan berakibat pula dalam
menghadapi berbagai masalah yang timbul di sekelilingnya. Hal
tersebut terjadi dikarenakan adanya berbagai faktor yang
melatarbelakangi, baik faktor dari dalam diri sendiri maupun faktor dari
luar. Persepsi merupakan suatu proses kognitif yang kompleks yang
menyangkut seluruh kegiatan mental individu yang bertujuan untuk
memberi arti atas rangsangan yang masuk lewat alat indera, sehingga
berdampak penentuan sikap dan perbuatan.
Persepsi merupakan suatu proses atribusi, yaitu proses bagi
seseorang dalam memberikan atribut tertentu terhadap sesuatu yang
menjadi objek perhatiannya. Berkaitan dengan masalah proses atribusi
tersebut, pendapat Kelley dalam Sarlito Wirawan (1991: 201) :
“Proses persepsi dan bahwa atribusi bisa ditujukan kepada orang atau lingkungan. Menurut Kelley ada yang menyebabkan orang lebih cenderung kepada atribusi eksternal daripada atribusi internal, yaitu tergantung informasi dan tingkat informasi. Selanjutnya, Kelley menyataan bahwa tingkat informasi seseorang merupakan dasar untuk menganalisa ketergantungan informasi dari orang tersebut. ia beranggapan bahwa setiap orang selalu membutuhkan orang lain untuk memperoleh informasi yang diperlukannya.”
Berdasarkan pendapat Kelley tersebut dapat dipahami bahwa
persepsi seseorang itu bisa dipengaruhi oleh persepsi orang, karena ia
berhubungan dengan tingkat informasi yaitu yang menyangkut
pengetahuan seseorang tentang kenyataan-kenyataan yang terjadi di
lingkungan sekitarnya. Jika pengetahuan seseorang itu tinggi maka
orang itu akan membuat atribusi atau mempersepsikan sesuatu yang
lain dari yang lain, tetapi berkaitan dengan hal-hal yang sudah nyata
atau baru merupakan kemungkinan dan bisa menyangkut pengalaman
dan harapan.
Dari konsep tersebut di atas digunakan oleh Kelley untuk
menjelaskan mudahnya orang dipengaruhi pendapatnya, ia juga
membuat hipotesa bahwa : “makin sering terjadi perubahan atribusi
pada seseorang di waktu yang lampau, makin mudah orang tersebut
dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya” (Sarlito Wirawan, 1991: 202).
Dapat dikatakan juga bahwa semua orang mampu memberikan
persepsi terhadap suatu objek. Dalam melakukan persepsi, seseorang
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan pengetahuannya.
Sehingga persepsi satu orang dengan orang lainnya akan memiliki
perbedaan yang dikarenakan latar belakang pengetahuan dan
pengalaman yang berbeda. Lebih jelas Bimo Walgito mengemukakan
bahwa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi adalah faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan segala sesuatu yang
ada pada diri seseorang yang dapat mempengaruhi persepsinya.
Sedangkan faktor eksternal berupa stimulus dan lingkungan. Faktor
internal yang berinteraksi dengan stimulus dan lingkungan akan
membentuk suatu persepsi.
Persepsi seorang dengan orang lain memiliki perbedaan
meskipun objek yang dilihatnya sama. Hal ini dikarenakan adanya
proses dalam membentuk persepsi.
Menurut Nugrojo J Setiadi (2003: 15), proses persepsi terdiri dari
”perhatian yang selektif, gangguan yang selektif, dan mengingat
kembali yang selektif”. Dengan adanya proses persepsi tersebut, maka
bila ada sekelompok orang melihat suatu benda, maka mereka akan
memberikan persepsi yang berbeda-beda. Meskipun demikian, di antara
mereka ada yang memiliki persepsi yang hampir sama.
Persepsi dipengaruhi oleh kondisi yang ada pada individu itu
sendiri. Kondisi tersebut merupakan faktor internal yang
mempengaruhi persepsi. Selain faktor internal, terdapat pula faktor lain
yang mempengaruhi persepsi, yaitu stimulus dan faktor lingkungan
dimana persepsi tersebut berlangsung. Stimulus dan lingkungan
tersebut merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi.
Bimo Walgito (1994: 57) menyebutkan bahwa
“Mengenai keadaan individu yang dapat mempengaruhi hasil persepsi datang dari dua sumber, yaitu yang berhubungan dengan segi kejasmanian, dan yang berhubungan dengan segi psikologis. Sedangkan faktor lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi stimulus juga akan berpngaruh dalam persepsi, lebih-lebih bila objek persepsi tersebut adalah manusia.”
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Bimo Walgito tersebut
menunjukkan bahwa persepsi tidak dapat datang tiba-tiba tanpa ada
sesuatu yang merangsangnya. Kondisi lingkungan seseoranglah yang
memunculkan stimulus atau rangsangan dan kemudian dapat
menimbulkan persepsi. Mengenai bagaimana persepsi tersebut,
dipengaruhi oleh kondisi internal individu tersebut. Kondisi internal
seseorang dapat diperoleh dari belajar, pengalaman, informasi,
perasaan, kemampuan berpikir, dan sebagainya.
Persepsi yang muncul pada seseorang berbeda dengan orang
lain meskipun memiliki objek yang sama. Perbedaan tersebut tentunya
dilatar belakangi oleh pengetahuan orang yang berbeda-beda pula.
Misalnya, ada sebuah patung yang berdiri di pinggir jalan. Seorang
seniman akan mengamati patung tersebut dari sudut karya seni,
sehingga ia dapat mempersepsikan bagaimana kemampuan pembuat
patung tersebut. Sedangkan dari seorang yang memiliki ahli benda
purbakala akan melihat dan memperhatikan patung tersebut
berdasarkan ilmu arkeologi. Sehingga orang tersebut akan memiliki
persepsi apakah patung tersebut patung buatan jaman sekarang ataukah
patung peninggalan orang-orang terdahulu.
Persepsi memiliki objek tertentu yang dapat berada dalam diri
individu dan objek yang berada di luar individu yang mempersepsi
(Bimo Walgito, 1994: 55). Objek persepsi yang berada dalam individu
berarti seseorang tersebut memperhatikan dirinya sendiri. Perhatian
terhadap diri sendiri tersebut akan memunculkan persepsi
bagaimanakah keadaan dirinya, serta bagaimanakah ia dapat
mengevaluasi dirinya. Mempersepsi terhadap dirinya sendiri akan dapat
menghasilkan penilaian terhadap dirinya. Hal ini dapat dikatakan
hampir sama dengan introspeksi, yaitu melihat keadaan dirinya sendiri
dan memberikan penilaian. Sedangkan objek persepsi yang berada di
luar individu dapat bermacam-macam. Objek tersebut dapat berujud
benda-benda, situasi, dan juga dapat berujud manusia. Menurut Bimo
Walgito (1994: 55), persepsi terhadap objek yang berujud benda
disebut persepsi benda (things perception) atau juga disebut non-social
perception, sedangkan bila objek berujud manusia atau orang disebut
persepsi sosial atau social perception.
Jadi persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan
dalam memahami informasi mengenai lingkungannya melalui
penglihatan, pendengaran dan perasaan.
b. Masyarakat
Masyarakat adalah society yang pengertiannya mencakup
interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Untuk
pemahaman lebih lanjut tentang pengertian masyarakat kita kemukakan
beberapa definisi menurut beberapa ahli sosiologi sebagai berikut :
Menurut Max Weber Masyarakat adalah suatu struktur atau aksi
yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang
dominan pada warganya (Sosiologi jilid 1, 2007 : 27).
Selain definisi tersebut di atas, Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa ciri-ciri suatu masyarakat pada umumnya adalah
sebagai berikut :
1. Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua
orang
2. Bercampur atau bergaul dalam waktu cukup lama. Berkumpulnya
manusia akan menimbulkan manusia-manusia baru. Sebagai akibat
hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan yang
mengatur hubungan antar manusia.
3. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
4. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama
menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu
dengan yang lainnya.
Masyarakat terbentuk karena manusia-manusia menggunakan
pikiran, perasaan, dan keinginan-keinginannya dalam memberikan
reaksi terhadap lingkungannya. Manusia mempunyai naluri untuk selalu
berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang berkesinambungan
tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi
sosial. Pergaulan tersebut menghasilkan pandangan-pandangan
mengenai kebaikan dan keburukan. Pandangan-pandangan tersebut
merupakan nilai-nilai manusia yang kemudian sangat berpengaruh
terhadap cara dan pola perilakunya.
Dari beberapa uraian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa
masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, hidup
bersama-sama dalam waktu cukup lama, mendiami suatu wilayah tertentu,
memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan kegiatannya di dalam
kelompok tersebut.
c. Penjualan VCD Bajakan
Penjualan VCD bajakan adalah suatu proses atau kegiatan yang
dilakukan beberapa orang untuk mencari nafkah dengan cara menjual
VCD bajakan. Penjual VCD bajakan tersebut sebenarnya juga
mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan adalah tindakan yang
menyalahi hukum. Penjual VCD bajakan yang ada di Surakarta
biasanya menggelar dagangan mereka di lapak kaki lima seperti di
daerah Banjarsari, Manahan, khususnya di relokasikan di Pasar
Notoharjo bahkan hampir disetiap sudut jalan hampir kita jumpai
penjual VCD bajakan.
2. Teori yang digunakan
Persepsi masyarakat terhadap penjualan VCD bajakan adalah
bagian dari tindakan sosial. Secara definitif, Max Weber merumuskan
sosiologi sebagai ilmu yang berusaha menafsirkan dan memahami tindakan
atau perilaku sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai pada
penjelasan kausal (Ritzer, 1985:45).
Secara khusus, penelitian ini menggunakan salah satu teori yang
terdapat dalam paradigma Definisi Sosial, yaitu teori Interaksionis
Simbolik. Substansi dasar dari teori tersebut adalah bahwa kehidupan
bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar
individual dan antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang
dipahami maknanya melalui proses belajar. Dalam proses interaksi,
tindakan seseorang bukan semata-mata merupakan suatu tanggapan yang
bersifat langsung terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya atau
dari luar dirinya tetapi tindakan tersebut merupakan hasil interpretasi
terhadap stimulus. Meskipun norma, nilai, dan makna dari simbol itu
memberikan pembatasan terhadap tindakannya, namun dengan
kemampuan berfikir yang dimilikinya manusia mempunyai kebebasan
untuk menentukan tindakan dan tujuan yang hendak dicapainya.
3. Studi Terdahulu
VCD bajakan yang tersebar hampir di seluruh pelosok Indonesia
semakin marak. Hal ini dilatarbelakangi karena permasalahan ekonomi
masyarakat. VCD bajakan bisa tersebar yaitu melalui proses penggandaan
dengan berbagai media yang kemudian di tangan orang tak bertanggung
jawab. Penyebaran VCD bajakan ini bisa dilakukan dengan cara menjual
lewat pedagang kaki lima yang sering kita temui hampir di setiap sudut
kota. Dapat dikatakan juga bahwa produk-produk bajakan akan tetap sulit
dihilangkan sebab pada kenyataannya masyarakat sendiri menyukai karena
harganya yang lebih murah.
Sebagai kesimpulan, suksesnya tugas dalam menangani masalah
pembajakan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, melainkan
dari semua individu dan kelompok yang anti pembajakan. Pemasar,
distributor, pengecer, dan bahkan konsumen perlu memboikot pembuatan,
distribusi, penggunaan dan pembelian barang-barang bajakan.
Pemerintah perlu memusatkan pada aktivitas pembajakan yang
merebak dan tidak menyalahkan satu sama lain. Singkatnya, semua orang
mempunyai tanggung jawab dan peran mereka dalam menghilangkan dan
memecahkan masalah pembajakan.
Faktor harga yang mahal dari barang asli adalah suatu peran utama
dalam menentukan banyaknya VCD bajakan yang dibeli oleh konsumen.
Dari segi pandangan konsumen, membeli produk yang lebih murah
menjadi pilihan yang bijaksana. Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa
masalah harga menjadi faktor utama yang memotivasi konsumen untuk
membeli VCD bajakan.
Dari suatu perspektif managerial, penting bagi mereka yang
mempunyai otoritas untuk memperhatikan konsumen supaya membeli
VCD asli. Cara yang terbaik untuk mengurangi semakin banyaknya
konsumen membeli VCD bajakan yaitu melalui anjuran, promosi dan
penyuluhan supaya konsumen merubah sikap mereka.
Sebagian besar konsumen cenderung ke arah pembajakan, yaitu
kecenderungan konsumen untuk membeli barang-barang bajakan. Dalam
hal ini konsumen mendukung pembajakan. Hal itu tidak dipungkiri karena
kondisi pasar yang terbuka. Hak milik dan kesadaran konsumen harus
dipertimbangkan untuk menanggulangi pembajakan.
Disamping itu, masih ada faktor-faktor lain yang mendorong
mereka untuk membeli ataupun menjual VCD bajakan, misalnya faktor
kurangnya kesadaran hukum dari pihak masyarakat, keadaan ekonomi
(dilema antara mahalnya barang asli dan daya beli masyarakat),
terbatasnya sarana dan prasarana aparat penegak hukum.
Penelitian ini mendiskripsikan penjualan VCD bajakan di kota
Surakarta. Sedangkan penelitian penulis lebih mengarah kepada persepsi
masyarakat terhadap penjualan VCD bajakan di Kelurahan Semanggi
tepatnya di Pasar Notoharjo.
F. Definisi Konseptual
1. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan dalam memahami informasi mengenai lingkungannya melalui
penglihatan,pendengaran dan perasaan.
2. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, hidup
bersama-sama dalam waktu cukup lama, mendiami suatu wilayah tertentu,
memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan kegiatannya di dalam
kelompok tersebut
3. Penjualan VCD bajakan adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan
beberapa orang untuk mencari nafkah dengan cara menjual VCD bajakan.
4. Persepsi masyarakat terhadap penjualan VCD bajakan adalah pengalaman
sekumpulan manusia yang hidup bersama-sama dalam waktu cukup lama
dan mendiami suatu wilayah tertentu terhadap kegiatan yang dilakukan
beberapa orang untuk mencari nafkah dengan cara menjual VCD bajakan.
G. Metodologi Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian, maka penelitian ini akan
dilaksanakan di Surakarta dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah
Pasar Notoharjo, Surakarta. Pengambilan lokasi ini dikarenakan :
a. Banyaknya para penjual VCD bajakan di Pasar (Klitikan) Notoharjo.
b. Beragamnya status sosial dan ekonomi masyarakat yang ada sehingga
menarik untuk diteliti.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yang
merupakan suatu penelitian yang merumuskan pada masalah-masalah
aktual, dimana data yang disusun dijelaskan dan dianalisa. Kualitatif
merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis,
yaitu apa yang dinyatakan tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata,
yang diteliti dan dipelajari sebagai suasana yang utuh. (Soerjono Soekanto,
2001:32)
3. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari:
a. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya,
yaitu:
1) Informasi dari pedagang VCD bajakan terutama di Pasar Notoharjo
Surakarta.
2) Informasi dari masyarakat sebagai pembeli dan penjual VCD
bajakan.
3) Informasi dari pihak kepolisian
b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung
berasal dari data tertulis, yaitu:
1) Buku-buku hasil penelitian sebelumnya
2) Arsip yang berkaitan dengan penelitian ini dari lembaga terkait
4. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber
data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab langsung kepada pihak-
pihak terkait yang dapat memberikan informasi. Wawancara dilakukan
terhadap pedagang VCD bajakan, warga masyarakat dan pihak
kepolisian.
b. Dokumentasi, yaitu mencari data tertulis yang digunakan sebagai
bahan referensi pendukung masalah-masalah yang diteliti.
5. Metode Pengambilan Sampel
Teknik sampling yang digunakan mengikuti penelitian kualitatif,
yaitu pengambilan sampel variasi maksimum (maximum variation
sampling) strategi pengambilan sampel variasi maksimum dimaksudkan
untuk dapat menangkap atau menggambarkan suatu tema sentral dari studi
melalui informasi yang silang-menyilang dari berbagai tipe responden.
Logika dari pengambilan sampel variasi maksimum adalah pola-pola
umum yang muncul dri variasi-variasi yang besar menjadi perhatian
khusus dan bernilai di dalam suatu penelitian. Cara menyusun
pengambilan sampel variasi maksimum adalah memulai dengan
mengambil informan yang memiliki ciri-ciri yang berbeda. Sesuai dengan
keadaan populasi yang ada di kota Surakarta, maka pengambilan informan
dalam penelitian ini diambil dari warga masyarakat yaitu pembeli dan
penjual VCD bajakan dan menetapkan kategori informan sebagai berikut:
lelaki tua, lelaki muda, perempuan tua dan perempuan muda. jumlah
informan sebanyak 8 orang. Pemilihan informan trsebut tidak dilakukan
dengan random sampel atau sampel acak, melainkan sampel bertujuan atau
purposive sampling dengan dasar pertimbangan bahwa orang tersebut kaya
informasi. Hal ini dilakukan karena dipandang mampu menangkap
kedalaman data dalam menghadapi realitas jamak.
Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar “teknik
sampling bertujuan digunakan apabila anggota sampel yang dipilih secara
khusus berdasarkan tujuan penelitiannya” (Husaini Usman dan Purnomo
Setiadi Akbar, 2001: 47). Jadi dengan sampling ini peneliti dapat
mencapai tujuan yang sesuai dengan permasalahan penelitian dengan
memilih sekelompok subjek atau informan yang dapat memberikan
informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian
6. Teknik Analisis Data
Dari data yang diperoleh dari lapangan kemudian akan dianalisa
secara kualitatif. Dalam tahap analisa ada tiga komponen pokok yang
harus disadari sepenuhnya oleh setiap peneliti, yaitu data reduction, data
display dan conclusion drawing. ( H. Sutopo, 1988:34)
a. Data reduction atau Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi yang ada dalam field note (data mentah). Proses ini
berlangsung terus sepanjang riset, yang dimulai dari bahkan sebelum
pengumpulan data dilakukan. Proses reduksi ini terus belangsung
sampai laporan akhir penelitian selesai ditulis. Reduksi data adalah
bagian analisis, merupakan banyak analisis yang mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak
penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan
akhir dapat dilakukan.
b. Data display atau penyajian data
Sajian data merupakan rangkaian organisasi informasi yang
memberi kemungkinan kesimpulan dapat dilakukan. Sajian ini
merupakan rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan
sistematis, sehingga bila dibaca akan bisa dipahami berbagai hal yang
terjadi. Sajian data dapat berupa skema atau gambar. Adapun sajian
data yang penulis sajikan berupa deskripsi lokasi penelitian dan
deskripsi permasalahan penelitian.
c. Conclucion data atau penarikan kesimpulan
Merupakan proses konklusi-konklusi yang terjadi selama
pengumpulan data dari awal sampai akhir. konklusi-konklusi trsebut
dibiarkan tetap disitu yang pada awalnya kurang jelas kemudian
semakin meningkat secara eksplisit dan memiliki landasan yang kuat.
Kesimpulan akhir diperoleh bukan hanya sampai pada akhir
pengumpulan data, melainkan dibutuhkan suatu verifikasi yang
berupa pengulangan dengan melihat kembali field note (data mentah)
( HB. Sutopo, 1988:36) agar kesimpulan yang diambil lebih kuat dan
bisa dipertanggungjawabkan.
Komponen-komponen utama tersebut merupakan suatu rangkaian
dalam proses analisis data yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan,
dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang
lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak
bisa mengambil salah satu komponen.
Adapun proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengumpulan Data
Reduksi Data Sajian Data
7. Validitas Data
Validitas data membuktikan bahwa apa yang diamati sesuai dengan
apa yang ada dalam dunia kenyataan dan apakah penjelasan yang
diberikan sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi. Untuk menguji
keabsahan data yang terkumpul peneliti menggunakan teknik trianggulasi
sumber dengan mengecek, membandingkan informasi yang diperoleh
melalui sumber yang berbeda. Hal itu dapat dicapai dengan jalan:
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi.
c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang.
e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Dalam hal ini jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil
pembandingan tersebut merupakan kesamaan pandangan, pendapat, atau
pemikiran. Yang penting disini ialah bisa mengetahui adanya alasan-alasan
terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut.
Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)