Post on 26-Oct-2015
description
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “PERILAKU TERPUJI”
Makalah ini berisikan tentang macam-macam perilaku terpuji, seperti sifat adil, sifat
ridho dan sifat amal sholeh. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua tentang pentingnya berprilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Bandung, 30 Oktober 2012
Penyusun
PERILAKU TERPUJI
Muslim/Muslimah dalam hidupnya di alam dunia yang fana ini harus senantiasa
membiasakan diri dengan bersikap dan berprilaku terpuji, serta menjauhkan diri dari sikap
dan prilaku tercela.
Diantara sikap perilaku terpuji yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
ialah: Adil, rida dan amal sholeh.
1. ADIL
A. ARTI ADIL DALAM ISLAM
Adil sering diartikan sebagai sikap moderat, obyektif terhadap orang lain dalam
memberikan hukum, sering diartikan pula dengan persamaan dan keseimbangan dalam
memberikan hak orang lain., tanpa ada yang dilebihkan atau dikurangi. Seperti yang
dijelaskan Al Qur’an dalam surah Ar Rahman/55:7-9
“ Dan Allah telah meninggikan langit-langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)
suapaya kamu jangan melampaui batas neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu
dengan dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”
Kata adil sering disinonimkan dengan kata al musawah(persamaan) dan al
qisth (moderat/seimbang) dan kata adil dilawankan dengan kata dzalim.
Dalam Al Qur’an kata adil dan anak katanya diulang sekitar 30 (tiga puluh) kali. Al
Qur’an mengungkapkannya sebagai salah satu dari asma’ al husna Allah dan perintah
kepada Rasulullah untuk berbuat adil dalam menyikapi semua umat yang muslim maupun
yang kafir. Begitu juga perintah untuk berbuat adil ditujukan kepada kaum mukminin dalam
segala urusan.
B. PRINSIP KEADILAN DALAM ALAM RAYA
Jika kita perhatikan alam raya sekitar kita, maka akan kita dapatkan prinsip
adil/keseimbangan itu menjadi ciri utama keberlangsungan dunia. Malam dan siang, gelap
dan terang, panas dan dingin, basah dan kering, bahkan udara tersusun dalam susunan
keseimbangan yang masing-masing fihak tidak ada yang mengambil/mengurangi hak sisi
lain.
Tata surya kita, matahari, bumi bulan dan planet lainnya berada dalam jalur/garis
edar obyektif yang tidak ada satupun dari tata surya itu merampas jalur fihak lain, jika
perampasan fihak lain itu terjadi bisa kita bayangkan bagaimana jadinya alam ini, pasti akan
terjadi benturan-benturan yang berarti kebinasaan dan kehancuran. (QS. Al Qamar: 49, Al
Mulk: 3, Yasin: 40, Ar Rahaman:5-7)
Kelangsungan hidup manusia sangat ditentukan oleh keseimbangan pernafasannya
antara menghirup dan membuang. Jika tarikan dan pembuangan tidak seimbang maka
manusia akan mengalami kesulitan bernafas dan biasanya kehidupan akan segera berhenti.
Begitu juga susunan fisik manusia, memiliki komposisi seimbang antara cairan, udara, dan
benda padat (tulang dan otot), jika keseimbangan ini terganggu maka kehidupanpun akan
terganggu. Demikian pula susunan materi dan ruhiyah, antara fisik, akal dan rasa. Jika ada
satu fihak yang mengambil hak sisi lain dapat dipatikan akan terjadi ketimpangan
hidup. Dst.
C. KEISTIMEWAAN SIKAP ADIL/MODERAT
1. Sikap adil/moderat akan menjamin kelangsungan sebuah konsep.Sebab sikap
berlebihan yang meskipun dibutuhkan suatu saat ia tidak akan tahan lama. Misal;
berlari akan mempercepat daya tempuh tetapi tidak semua orang tahan lama berlari,
berbeda dengan berjalan, meskipun ia lebih lambat, namun ia lebih tahan lama.
2. Sikap moderat/adil lebih menjamin keadaan istiqamah (lurus) dan terhindar dari
penyimpangan. As Shirat al Mustaqim (QS 1:6) banyak dijelaskan oleh para
mufassir sebagai sebuah jalan yang berada di tengah-tengah antara dua jalan yang
menyimpang kiri maupun kanan.
3. Sikap adil/moderat menunjukkan nilai khairiyyah (kebaikan). Aristotles mengatakan:
“Kebaikan itu berada di antara dua sikap kehinaan” Islam menyebut shalat wustha
sebagai sebaik-baik shalat. Orang Arab mengatakan : “Khairul umuri
ausathuha(Sebaik-baik urusan adalah yang paling moderat)
4. Posisi adil/moderat adalah posisi yang paling aman, jauh dari bahaya dibandingkan
dengan sikap tatharruf (marginal/pinggiran) yang memang lebih awal terkena jika
bahaya datang.
5. Sikap adil/moderat adalah simbol kekuatan. Kita perhatikan dalam rentang usia
manusia, usia yang paling dibanggakan adalah rentang usia tengah antara masa
kanak-kanak dan masa tua renta.
6. Posisi adil/moderat adalah pusat persatuan dan kesatuan. Berapapun sisi yang
dimiliki oleh sebuah bidang, maka titik sentral akan mempersatukan semua sisi itu.
Perhatikan sebuah roda yang memiliki banyak jeruji, bagaimana jika tidak ada titik
tengahnya, di mana mereka bisa bersatu?
D. SISI MODERAT/KEADILAN DALAM AJARAN ISLAM
Sikap adil dalam syariah Islam dapat kita lihat dalam setiap sendi ajarannya, baik
secara teoritis maupun aplikatif, tarbawiy(pendidikan) maupun tasyri’iy (peraturan). Islam
sangat moderat dalam bidang akidah, pemahaman, ibadah, ritual, akhlaq, adab, hukum dan
peraturan.
1. Aqidah
Dalam bidang akidah, Islam merupakan konsep moderat anatara kaum khurafat yang
mempercayai semua kekuatan sebagai tuhan dan kaum mterealis yang tidak
mempercayai kecuali yang tertangkap alat inderanya saja.
Pandangannya tentang manusia adalah pandangan moderat antara mereka yang
mempertuhankan manusia (menganggap bisa melakukan apa saja, semaunya) dan
mereka yang menganggap manusia sebagai wayang yang tidak berdaya apa-apa. Islam
memandang manusia sebagi makhluk hamba Allah yang bertanggung jawab. Dsb.
2. Ibadah
Islam membuat keseimbangan ibadah bagi umatnya antara kebutuhan ukhrawiy dan
kebutuhan duniawiy. Pemeluk Islam yang baik bukanlah yang menghabiskan waktunya
hanya untuk ibadah ritual tanpa memperhatikan bagian duniawinya, begitu juga bukan
pemeluk yang baik jika hanya memeperhatikan duniawi tanpa memberikan porsi
ukhrawi. Contoh jelas dalam hal ini adalah, hari juma’t, ada perintah untuk shalat
juma’h, larangan melakukan perdagangan pada waktu itu, tetapi kemudian disusul
perintah mencari rizki begitu usai shalat jum’at. (QS. 62: 9-10)
3. Akhlaq
Pandangan normatif Islam terhadap manusia adalah pertengahan antara mereka yang
idealis memandang manusia harus berada dalam kondisi prima, tidak boleh salah
sebagaimana malaikat, dan mereka yang menganggap manusia sebagai makhluk hidup
(hewan) yang bebas melakukan apa saja yang disukai, tanpa ada norma yang
mengikatnya. Islam memandang manusia sebagai makhluk yang berpotensi salah
sebagaimana ia berpotensi benar (QS. Asy Syams: 7-10).
Dalam memandang dunia, Islam memiliki sikap moderat antara yang
menganggapnya segala-galanya (Dan mereka mengatakan: “Hidup hanyalah kehidupan
kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan” QS. AL An’am/6:29),
dengan mereka yang menganggap dunia sebagai keburukan yang harus dijauhi. Islam
memandang dunia sebagai ladang akherat, Islam menuntun manusia pada kebaikan
dunia dan akhirat.
4. Tasyri’
Dalam bidang halal-haram Islam adalah pertengahan antara Yahudi yang serba
haram (QS. 4:160-164) dan Nasrani yang serba halal. Islam menghalalkan yang baik dan
mengharamkan yang buruk (QS. 7:157)
Dalam urusan keluarga Islam adalah pertengahan antara mereka yang melarang nikah
sama sekali (seperti dalam kerahiban nasrani) dan mereka yang memperbolehkan nikah
tanpa batas (jahiliyyah), begitu juga dengan perceraian, antara mereka yang melarang
cerai sama sekali (seperti nasrani), dan yang memperbolehkan perceraian tanpa batas.
Dalam kepemilikan, konsep Islam adalah pertengahan antara mereka yang menafikan
milik pribadi (sosialis) dan yang menafikan milik sosial/memanjakan milik pribadi
(kapitalis). Islam mengakui milik pribadi, tetapi mewajibkan adanya hak sosial dalam
setiap kepemilikan pribadi. Dst.
E. DISTRIBUSI KEADILAN
Islam mewajibkan ummatnya berlaku adil dalam semua urusan. Al Qur’an
mendistribusikan kewajiban sikap adil dalam beberapa hal seperti :
1. Menetapkan hukum
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil.” QS.4:58
2. Memberikan hak orang lain.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat adil dan berbuat kebajikan..” QS.
16:90
3. Dalam berbicara
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia
adalah kerabatmu.”QS. 6:152
4. Dalam kesaksian
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapa dan kaum kerabatnu. QS. 4:135
5. Dalam pencatatan hutang piutang
“Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar..”QS
2:282
6. Dalam Mendamaikan perselisihan
“…maka damaikan antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah..”QS. 49:9
7. Menghadapi orang yang tidak disukai
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu pada suatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.QS. 5:8
8. Pemberian balasan
“…dan barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya
ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya,
menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu …QS. 5:95
9. Imam As Syafi’iy menegaskan kepada para qadli (hakim) agar bersikap adil dalam
lima hal terhadap dua orang yang berselisih, yaitu :
Ketika masuk pintu,
Saat duduk di hadapannya,
Menghadapkan wajah kepadanya,
Mendengarkan pembicaraannya,
Memutuskan hukum.
F. PENEGAKAN DAN STANDAR KEADILAN
Berlaku adil memerlukan kejelian dan ketajaman, di samping mutlak
adanya mizan (standar) yang dipergunakan untuk menilai keadilan atau kezaliman
seseorang. Mizan keadilan dalam Islam adalah Al Qur’an. Firman Allah :
“Allah-lah yang menurunkan kitab dengan membawa kebenaran dan menurunkan
neraca (keadilan)”QS. 42:17
“ Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang
nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang
padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi
manusia”QS.57:25
Rasyid Ridla, dalam Tafsir al Manar menjelaskan ayat ini dengan mengatakan :
“Sebaik-baik orang adalah orang yang bisa berhenti dari kezaliman dan permusuhan
dengan hidayah Al Qur’an, kemudian orang yang berhenti dari kezaliman karena
kekuasaan (penguasa) dan yang paling buruk adalah orang yang tidak bisa diterapi
kecuali dengan kekerasan. Inilah yang dimaksudkan dengan al Hadid (besi)”.
Kesalihan dunia ini hanya bisa ditegakkan dengan Al Qur’an yang telah
mengharamkan kezaliman dan pengrusakan-pengrusakan lainnya. Sehingga manusia
menjauhi kezaliman itu karena rasa takutnya kepada murka Allah di dunia dan akhirat, di
samping untuk mengharapkan balasan/ganjaran dunia akhirat. Kemudian dengan keadilan
hukum yang ditegakkan penguasa untuk membuat jera umat manusia dari dosa.
2. RIDHO
A. PENGERTIAN RIDHO
Kata Ridho berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata rodiya yang berarti senang,
suka, rela. Ridho merupakan sifat yang terpuji yang harus dimiliki oleh manusia. Banyak
ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa Allah SWT ridho terhadap kebaikan hambanya.
Ridha (ر�ض�ى ) menurut kamus al-Munawwir artinya senang, suka, rela. Dan bisa
diartikan Ridho/rela adalah nuansa hati kita dalam merespon semua pemberian-NYA yang
setiap saat selalu ita rasakan. Pengertian ridha juga ialah menerima dengan senang segala
apa yang diberikan oleh Allah s.w.t. baik berupa peraturan ( hukum ) atau pun qada’ atau
sesuatu ketentuan dari Allah s.w.t.
Dalam dunia tasawuf, kata ridha memiliki arti tersendiri yang masih berhubungan
dengan sikap kepasrahan seseorang di hadapan kekasih-Nya. Sikap ini merupakan wujud
dari rasa cinta pada Allah dengan menerima apa saja yang telah dikehendaki oleh-Nya tanpa
ada paksaan dalam menjalaninya. Dengan kata lain, ridha lebih memfokuskan perhatian
yang ditujukan kepada upaya mengembangkan emosi ridha dalam hati calon sufi kepada
Tuhan. Maka janganlah kita berharap memperoleh ridha Tuhan, bila dalam hati kita sendiri
tidak tumbuh dengan subur emosi ridha kepada-Nya. Di sini ditanamkan kesadaran bahwa
ada tidaknya, atau besar kecilnya ridha Tuhan pada seseorang tergantung pada ada tidaknya
atau besar kecilnya ridha hatinya kepada Tuhan.
Ridha kepada Tuhan, menurut para sufi; mengandung makna yang luas, diantaranya:
Tidak menentang pada qadha dan qadar Tuhan, menerimanya dengan senang hati,
mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanyalah
perasaan senang dan gembira, merasa senang menerima malapetaka sebagaimana merasa
senang menerima nikmat, tidak meminta surga dari Tuhan dan tidak meminta supaya
dijauhkan dari neraka, tidak berusaha sebelum turunnya qadha dan qadar, tidak merasa pahit
dan sakit sesudah turunnya, bahkan perasaan senang bergelora di waktu cobaan atau
musibah datang. Orang yang berhati ridha pada Allah memiliki sikap optimis, lapang dada,
kosong hatinya dari dengki, selalu berprasangka baik, bahkan lebih dari itu; memandang
baik, sempurna, penuh hikmah, semua yang terjadi semua sudah ada dalam rancangan,
ketentuan, dan perbulatan Tuhan. Berbeda dengan orang-orang yang selalu membuat
kerusakan di muka bumi ini, mereka selalu ridha apabila melakukan perbuatan yang Allah
haramkan, dalam hatinya selalu merasa kurang apabila meninggalkan kebiasaan buruk yang
selama ini mereka perbuat, bermakna merasa puas hati apabila aktivitas hidupnya bisa
membuat risau, khawatir, dan selalu mengganggu terhadap sesamanya. Semuanya itu ia
lakukan karena mengikut hawa nafsu yang tanpa ia sadari bahwa sebenarnya syaitan telah
menjerat dirinya dalam kubangan dosa. Orang-orang yang seperti inilah dengan indahnya
Allah telah menjelaskan dalam surat At-Taubah ayat 96:
� ال الله� إن� ف� م� ع�ن�ه� و�ا ض� ت�ر� إن� ف� م� ع�ن�ه� و�ا ض� لت�ر� ل�ك�م� و�ن� لف� ي�ح�
ي�ن� ق اس ال�ف� و�م ال�ق� ع�ن ض�ى ي�ر�
“Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka, tetapi jika
sekiranya kamu ridha kepada mereka, Sesungguhnya Allah tidak ridha kepada
orang-orang yang berbuat fasik.(Q.s. At-Taubah;96)”
Orang-orang inilah yang selalu bersepakat dalam berbuat kemungkaran, ridha dalam
melakukan maksiyat, dan kelak apabila sampai akhir hayatnya tidak sempat bertaubat serta
minta ampun kepada-Nya, telah Allah sediakan neraka sebagai pelabuhan terakhir
untuknya, dalam pertengahan ayat yang ke-7 dari surat Az-Zumar di sebutkan:
ر� ال�ك�ف� لعب�اده ض�ى ي�ر� و�ال�
“….., dan Dia tidak me-ridhai kekafiran bagi hamba-Nya,…(Q.s Az-Zumar;7)”
Pemahaman ayat diatas adalah, jikalau seseorang selalu berpuas hati akan perbuatan
yang Allah telah haramkan, namun dalam hatinya tidak ada keinginan untuk merubah
dengan memohon ampunan-Nya, maka yang akan menjadi tabungan baginya adalah
semakin banyak perbuatan buruk yang akan ia sesali besok di akhirat atas segala segala
tingkah laku buruknya sewaktu hidup di dunia. Dengan kata lain, menghadirkan hati dengan
bersikap benci kepada semua perbuatan yang dapat membawa kepada ke-kufur-an adalah
salah satu bentuk penolakan sebelum segalanya terlambat, inilah salah satu cara supaya kita
terhindar dari semua perkara yang di larang oleh Allah, untuk kemudian kita suci-kan hati
dengan menjalankan perintah dengan penuh keyakinan dan selalu mengingat-Nya, sehingga
sampai kepada peringkat orang-orang yang meminta ampun kepada rabb-Nya dan menjadi
bagian kepada orang-orang pilihan yang benar-benar telah di ampunkan atas segala
kekhilafannya.
Konsep ini sejalan dengan isyarat al-Quran surat Al-Baqarah ayat 222:
ي�ن� ر ت�ط�ه' ال�م� ب* ي�ح و� ابي�ن� الت�و� ب* ي�ح الله� إن�
“…..,, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri (Q.s Al-Baqarah;22).”
Syekh Maulana Jalaluddin al-Rumi menggambarkan para sufi yang berhati ridha
kepada Allah, antara lain sebagai berikut : “ Aku perkenalkan para wali, yang mulutnya
tidaklah berkomat-kamit dengan lafadz do’a; mereka adalah orang-orang mulia yang tunduk
dengan hati ridha. Mereka memandang haram permohonan untuk menolak qadha. Mereka
melihat bahwa pada qadha dan qadar Tuhan itu ada rasa nikmat yang khas, dan memandang
kufur upaya memohon kelepasan dari-Nya. Berprasangka baik telah membuka dan
memenuhi hati mereka, sehingga tidaklah mereka memakai pakaian biru karena sedih. Apa
saja yang datang kepada mereka, menggembirakan hati mereka; ia akan berubah menjadi
api kehidupan, kendati ia yang datang itu api; racun yang berada di kerongkongan mereka,
mereka pandang seperti gula; dan batu di jalanan seperti permata; sama bagi mereka yang
baik dengan yang buruk. Semua sikap ini berkembang dari “husnuzzan”, prasangka baik
mereka. Berdo’a bagi mereka suatu kekufuran, karena bila mereka melakukannya itu berarti
mereka mengatakan: Ya Tuhan kami, rubahlah qadha ini sehingga menjauh dari kami, atau
rubahlah qadha ini sehingga dapat membawa keuntungan untuk kami. Bagaimanakah
jadinya dunia ini, bila ia harus berjalan menurut keinginan manusia, bukan menurut qadha
dan qadar-Nya? Demikianlah antara lain sikap sufi yang hatinya dipenuhi ridha kepada
Tuhan. Walaupun berdo’a di syariatkan oleh agama, mereka karena mencapai taraf
kerohanian yang tinggi, tidak merasa pantas lagi meminta ini dan itu kepada Allah.
Dalam surat at-Taubah ayat 32:
ه� ك�ر ل�و� و� ه� ن�و�ر� ي�تم� ن�أ� إال� الله� ب�ى
ي�أ� و� م� ه و�اه ف�بأ� الله ن�و�ر� ا ئ�و� ي�ط�ف ن�
أ� ي�د�و�ن� ي�ر
و�ن� ر� ال�ك�اف
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-
ucapan mereka), dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya,
walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.(Q.s At-Taubah;32)”
B. HAL – HAL SIKAP RIDHO
Dalam kehidupan seserorang ada beberapa hal yang harus menampilkan sikap ridha,
minimal empat macam berikut ini:
1. Ridha terhadap perintah dan larangan Allah
Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya. Pada hakekatnya seseorang yang
telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan ridha terhadap
semua nilai dan syari’ah Islam.
2. Ridha terhadap taqdir Allah.
Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak diinginkan
yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar
adalah keharusan dan kemestian yang perlu dilakukan oleh seorang muslim.
Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan nafsu dan
mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap akan segera
berlalunya musibah. Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima taqdir Allah
swt. Dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab didalam hatinya selalu
tertanam sangkaan baik (Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha ujian
adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin
mengasyikkan dirinya untuk bermusyahadah kepada Allah.
3. Ridha terhadap perintah orang tua.
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita kepada
Allah swt. karena keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, sebagaiman
perintah Allah dalam Q.S. Luqman (31) ayat 14. Bahkan Rasulullah bersabda : “Keridhaan
Allah tergantung keridhaan orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”.
Begitulah tingginya nilai ridha orang tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk
mendapatkan keridhaan dari Allah, mempersyaratkan adanya keridhaan orang tua. Ingatlah
kisah Juraij, walaupun beliau ahli ibadah, ia mendapat murka Allah karena ibunya
tersinggung ketika ia tidak menghiraukan panggilan ibunya.
4. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang Negara
Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan merupakan
salah satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan demikian akan menjamin
keteraturan dan ketertiban sosial. sebagaimana firman Allah yang terdapat dalam Q.S. an-
Nisa:59. Ulil Amri artinya orang-orang yang diberi kewenangan, seperti ulama dan umara
(Ulama dan pemerintah). Ulama dengan fatwa dan nasehatnya sedangkan umara dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Termasuk dalam ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara adalah ridha
terhadap peraturan sekolah, karena dengan sikap demikian, berarti membantu diri sendiri,
orang tua, guru dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian
mempersiapkan diri menjadi kader bangsa yang tangguh.
C. PENEGASAN DALIL RIDHO
Artinya:”Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah
dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan
memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya,
Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah,” (tentulah
yang demikian itu lebih baik bagi mereka).(QS. At-Taubah:59)
3. AMAL SHOLEH
A. PENGERTIAN AMAL SHOLEH
Amal shaleh terdiri dua kata yaitu amal dan shaleh. Rangkaian kata ini sering kita
temui dalam berbagai literatur yang berkaitan dengan agama. Pengertian amal itu sendiri
adalah penggunaan segala daya untuk menghasilkan sesuatu. Sekurangnya ada empat jenis
daya pada manusia yaitu yang pertama adalah daya yang berkaitan dengan jasad atau
daya jasadi, yang kedua adalah daya atau kemampuan berfikir logika sehingga lazim
disebutdaya fikir lalu yang ketiga daya ruhiy yang menuntun kita berfikir abstrak
sehinggacondong kepada ketauhidan dan rasa kecintaan akan seni serta yang terakhir adalah
dayanasfu atau lazim pula kita sebut hawa nafsu.Sedangkan kata shaleh bermakna segala
sesuatu yang bersifat baik, menguntungkan dan berguna. Sehingga jika kita sambungkan
kata amal dan shaleh maka ia akan bermaknakurang lebih adalah penggunaan segala daya
yaitu daya jasadi, daya fikir, daya ruhiyserta daya nafsu untuk menghasilkan sesuatu yang
sifatnya baik, menguntungkan dan berguna. Dalam Al Qur’an banyak kita temui contoh-
contoh amal shaleh yaitu sholat, puasa, zakat, haji, berjihad dan masih banyak yang lainnya.
Amal shaleh yang amat disukai Alloh SWT adalah amal-amal yang telah
diwajibkankepada manusia untuk dilaksanakan misalnya sholat lima waktu. Alloh senang
bilahambaNya menambah amal-amal shaleh dalam rangka mendekatkan diri
kepadaNyaakan tetapi Ia juga tidak senang bila hambaNya melalaikan amal yang wajib
karena amalyang lain walupun itu adalah amal shaleh. Alloh tidak menghendaki orang
yangmelaksanakan sholat sunnah semalam penuh akan tetapi lalai pada sholat yang
wajibkarena bangun tidur terlalu siang.Selanjutnya amal shaleh yang disukai Alloh setelah
amal-amal yang wajib adalah amalyang bisa dirasakan manfaatnya bagi hambaNya yang
lain.
Dengan kata lain Alloh jugamenghendaki hambaNya memiliki keshalehan sosial yang
lazim pula disebut social responsibility. Hal ini bisa kita lihat dalam banyak ayat dalam Al
Qur’an yangmenyambungkan perintah sholat dan perintah zakat yang zakat itu sendiri
adalah ibadahyang bersifat sosial. Alloh menjanjikan balasan yang berlipat ganda bagi
hambaNya yangrela menafkahkan harta yang dimilikinya dijalan Alloh.Dalam satu riwayat
Rosululloh SAW pernah bersabda bahwa ibadah ramadhan (puasa)seseorang tergantung
antara langit dan bumi sampai ia membayar zakat fitrah untuk dirinya. Banyak orang
menganggap ibadah pada bulan ramadhan hanyalah puasa, solattarawih dan membaca Al
Qur’an sedang ia memandang zakat fitrah hanya sebatasrutinitas pada akhir ramadhan tanpa
menyadari akan maknanya.Keshalehan sosial juga bisa berupa hal yang sepele dan bersifat
universal misalnyadengan menyingkirkan duri dijalan. Dan masih banyak contoh
keshalehan sosial yang terdapat dalam Al Qur’an maupun hadits Rosululloh SAW.
B. AMAL SHOLEH YANG KAFFAH
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk. (Q.S. Al Bayyinah: 7)”
Ayat Al Qur’an yang mendekatkan kata-kata iman dengan kata amal shaleh,
seringdijumpai.Penggandengan kosa iman dan kata amal saleh sudah pasti mengandung
pengertian amat dalam. Bahwa iman tidak dapat dipisah dari perilaku amal shaleh.Orang-
orang yang sungguh beriman akan selalu mengerjakan amal shaleh, danselanjutnya amal
saleh akan lahir dengan mudah karena adanya iman.Dalam beberapa hadis Rasulullah SAW
menerangkan amal saleh dari orang yangberiman di antaranya ;
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menghormati
tamunya”. (H.R. Muslim)
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia tidak menyakiti
tetangganya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik-
baik atau diam”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga peringatan Rasulullah SAW ini mengungkapkan bahwa tanpa amal
shaleh,iman seseorang tidak sempurna. Iman tidak hanya ucapan lisan sahaja,
akan tetapimesti diyakini dalam hati, serta diujudkan dengan perbuatan amal shaleh.Pada
ayat ke 2 dan 3 dari Surat Al Baqarah dijelaskan bahwa orang yang bertaqwaadalah mereka
yang beriman kepada Yang Ghaib (Allah), mendirikan shalat danmenafkahkan sebagian
rezeki yang Allah berikan kepada mereka.Perbuatan amal shaleh seperti shalat sebagai
hubungan persembahan kepadaAllah, dan menafkahkan harta sebagai bentuk hubungan
dengan sesama manusia,akan terlaksana dengan sempurna ketika seseorang beriman kepada
yang Ghaib yakni Allah SWT. Iman adalah landasan pertama dari amal shaleh. Baik itu
menyangkut amal salehyang bentuknya ibadah mahdhah atau hablun minallah,
seperti shalat, puasa danhaji. Begitu pula amal shaleh yang menyangkut mu‘amalah sesama
manusia atau hablunminannas, seperti kepedulian sosial, menyantuni anak yatim dan fakir
miskin, sukamenolong, mengayomi masyarakat dan sebagainya.Kedua bentuk ibadah ini
lahir semata karena iman kepada Allah SWT.
C. IMAN DAN AMAL SHOLEH
Amal Soleh adalah suatu kejadian yang ditunjang dengan keadaan Iman. Makanya
dalam seluruh surat dalam Al-Quran dikatakan,
"Orang yang Beriman dan Beramal Soleh, mereka adalah penghuni Surga."
Ada 64 surat yang memuat hal senada dengan itu, antaranya Surat 7:42, Surat 2:82, surat
10:9 Surat 11:23 dan Surat 22:14. Orang yang Beriman selalu disebut lebih dahulu daripada
Amal Solehnya. Kenapa? Karena Iman adalah keadaan yang menunjang terjadinya Kejadian
Amal Soleh. Tanpa keadaan Iman, tidak akan terjadi Kejadian Amal Soleh. Dan kita ingat,
karena Amal soleh ini merupakan suatu kejadian, ia bukan kehendak kita. Allah-lah yang
menggerakkan lewat keadaan Iman. Jadi yang kita pahami sekarang adalah kondisi Iman itu
seperti apa.
Dalam Surat An-Naml ayat 2-3 : Orang yang Beriman yaitu Orang yang mendirikan
sembahyang dan menunaikan Zakat dan yakin adanya negeri Akhirat.
Nah, untuk membentuk keadaan Iman, ada metode yang disampaikan melalui 34 surat
dalam alquran, antara lain Surat 2:43, Surat 2:110, Surat 4:77, surat 5:55, Surat 9:5 dan
Surat 24:37. Disitu di perintahkan bahwa, " Dirikanlah Sholat dan Tunaikanlah Zakat”.
Perintah dalam 34 surat itu untuk membentuk keadaan Iman kita. Keadaan memang sulit
untuk di jelaskan. Ia harus dialami lewat mendirikan sholat dan tunaikan zakat. Bahkan ada
yang mengatakan kalau Iman itu apa yang kita Yakini dalam hati, kita Ucapkan lewat lisan
dan ditunjukkan melalui perbuatan. Sebenarnya kurang pas juga. Iman itu melebihi
keyakinan, melebihi ucapan dan melebihi tindakan. Keyakinan bisa kita bikin. Ucapan bisa
kita bikin, Tindakanpun bisa kita bikin. Namun, Iman haruslah tercipta. Haruslah mengalir
dengan sendirinya. Harus benar-benar merupakan suatu Keadaan yang alami.
Ada tiga tahap evolusi Iman kita, yaitu:
1. Tahap paling awal Iman yaitu, karena TAKUT. Kita takut dengan Azab Allah,
takut dengan Neraka dan takut dengan siksanya.
2. Tahap yang meningkat sedikit adalah karena PENGHARAPAN. Kita
mengharapkan pahala, mengharapkan sorga, mengharapkan imbalan.
3. Tahap ini, kita sudah tidak memikirkan Sorga Neraka lagi. Tidak ada takut dan
harapan. Yang ada hanyalah rasa CINTA kepada Allah swt.
4. CARA MENUMBUHKAN PERILAKU ADIL, RIDHO, dan AMAL
SHOLEH
Adil
Menjauhi dari sikap egois ketika menentukan dua perkara
Mendahulukan kebaikan daripada kejelekan orang
Bersikap objktif jiak melihat dua perkara yang berbeda
Ridho
Apabila tertimpa musibah, anggap saja itu adalah cobaan yang Allah berikan
Mentaati perintah orang tua sekecil apapun
Mentaati peraturan yang diatur oleh pemerintah demi kemashalatan
masyarakatnya
Menerima semua nikmat yang Allah berikan
Amal Sholeh
Senantiasa mengigat allah swt dan melaksanakan segala perintah dan menjauhi
larangannya.
Selalu peduli dan memperhatikan kepentingan umum.
Suka memberikan contoh dan pembinaan yang baik kepada sesama.
Gemar memberikan pertolongan kepada sesama
Penyantun dan penyayang terhadap orang lain atau lingkungan.
Menjauhi sifat angkuh, egois, hedonis dan matrialistis.