Post on 27-Mar-2020
PEREMPUAN DAN PARTAI POLITIK
Pola Rekrutmen Calon Anggota Legislatif Perempuan
dalam Partai Golongan Karya (Golkar) Kota Tangerang
Selatan Tahun 2014
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Indah Dwi Wulandari
NIM: 11151120000068
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019/1441 H
i
ii
iii
iv
ABSTRAKSI
Skripsi ini membahas tentang pola rekrutmen calon anggota legislatif
perempuan yang dilakukan oleh Partai Golkar Kota Tangerang Selatan. Penelitian
ini menjelaskan sistem dan mekanisme rekrutmen dan penyebab tidak adanya
anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan. Meskipun terdapat
kebijakan dari pemerintah yang mengharuskan partai politik menyertakan minimal
sebesar 30% caleg perempuan dalam pencalonan legislatif, akan tetapi sampai
pemilu tahun 2014 belum memperlihatkan hasil yang signifikan dalam
keterwakilan perempuan di legislatif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui analisis deskriptif
untuk menggambarkan sistem dan mekanisme pola rekrutmen yang dilakukan oleh
Partai Golkar Kota Tangerang Selatan dalam merekrut caleg-calegnya. Teknik
pengumpulan data yang digunakan melalui wawancara sebagai data primer dan
studi kepustakaan sebagai data sekunder. Sedangkan teori yang digunakan penulis
adalah teori gender dari Ann Oakley dan teori rekrutmen politik dari Riri Romli.
Penelitian kualitatif ini membuktikan bahwa pola rekrutmen calon anggota
legislatif perempuan yang dilakukan oleh Partai Golkar Kota Tangerang Selatan
bersifat semi-terbuka, yang mengutamakan kader-kadernya sebagai internal partai,
dan masih menggunakan sistem kekerabatan yang mempunyai hubungan baik
dengan para elit partai. Namun demikian, Partai Golkar tidak menutup
kemungkinan bagi siapa saja yang ingin mencalonkan dirinya sebagai caleg, dengan
catatan harus aktif dalam organisasi, berpengalaman, dan berkompeten.
Penyebab absennya caleg perempuan dari Partai Golkar disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: Pertama, terdapat kendala-kendala politik yang dialami oleh
perempuan. Kedua, peraturan hukum yang kurang berpihak terhadap perempuan
secara masif agar terpilih menjadi pemenang. Ketiga, adanya persaingan ketat di
internal partai. Keempat, budaya patriarki yang masih mengakar kuat dan Partai
Golkar hanya memfokuskan pada perolehan suara agar bisa memimpin di parlemen.
Kelima, lemahnya modal sosial yang dibangun oleh calon anggota legislatif
perempuan sehingga masyarakat lebih memilih caleg perempuan dari partai politik
lain.
Kata Kunci : Partai Golkar, Rekrutmen Perempuan, Keterwakilan Perempuan,
Caleg Perempuan
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam dicurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, Rasul
yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju ke zaman yang terang
benderang sampai saat ini.
Skripsi yang berjudul “PEREMPUAN DAN PARTAI POLITIK: Pola
Rekrutmen Calon Anggota Legislatif Perempuan dalam Partai Golongan Karya
(Golkar) Kota Tangerang Selatan Tahun 2014” disusun dalam rangka memenuhi
persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu
Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Skripsi merupakan awal dari kehidupan akademis penulis, karena dari
skripsi ini penulis terpacu untuk memberikan karya tulis yang terbaik di masa yang
akan datang. Penulis menyadari betul dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan belum sempurna. Tanpa adanya bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk
itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, M.A, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, beserta seluruh staff dan jajarannya.
vi
2. Dr. Ali Munhanif, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staff dan
jajarannya.
3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si, selaku Kepala Program Studi Ilmu Politik FISIP
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Suryani, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Haniah Hanafie, M.Si, selaku dosen mata kuliah seminar proposal
skripsi yang telah membantu tahap awal penyusunan skripsi.
6. A. Bakir Ihsan, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu untuk berdiskusi dan bertukar pikiran dalam proses
penyusunan skripsi, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
7. Dr. Agus Nugraha, M.A, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi, terima kasih telah
membantu memberikan saran-saran terbaiknya.
8. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Ilmu Politik yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama kuliah.
9. Iie Suhrowardi, S.H, selaku Wakil Sekretaris Bidang I Organisasi dan
Tenaga Ahli DPD Partai Golkar Kota Tangerang Selatan. Terima kasih
sudah meluangkan waktu untuk penulis wawancarai.
10. Rachmat Hidayat, S.H, selaku Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu)
Partai Golkar Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan informasi
terkait dengan penelitian penulis.
vii
11. Aminudin, S.E, selaku Pengurus Partai Golkar Kota Tangerang Selatan
yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai oleh penulis dan
memberikan informasi terkait dengan penelitian penulis.
12. Raras Yudiana Erawati, S.Pd, dan Diana Syukrillah, terima kasih atas
waktunya karena bersedia diwawancarai, memberikan informasi, dan
memberikan masukan dalam penelitian ini.
13. Kedua orang tua penulis, Papa Bambang Santoso dan Mama Rubinah Wina
Wati serta kakak dan adik-adik penulis, Budi Prasetyo, Bayu Krisnandi,
Adityo Mahendra dan Aditya Mahendra, terima kasih atas doa yang tulus,
pengorbanan, dukungan baik moril maupun materil, dan selalu memberikan
semangat tanpa henti sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
14. Keluarga besar Politik B 2015, khususnya untuk Cewe Polbe (CB), Nana,
Azizah, Nahdah, Neng Sys, Astri, Fira, Febi, dan Nofika. Tak lupa Keluarga
Besar Politik B, Hafiz, Reza Maulana, Irfan, Irul, Irshat, Yono, Egi, Adit,
Adha, Reza S, Hanif, Mahesa, dan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu namanya, terima kasih atas waktu yang sangat berkesan selama
4 tahun ini.
15. Teman-teman Politik A, Fauziah, Alisa, Nabilla, Nida, Faiz, Fauzan, Fajar,
Adel, Firman, Reza Hafiz, dan lainnya, terima kasih sudah mau direpotkan
dan berbagi pengalaman dengan penulis.
16. Kelompok KKN Bhineka 122, Ipy, Lina, Iin, Izza, Yanti, Eka, Irma, Firda,
Yuni, Munaw, Wulan, dan lainnya, terima kasih telah mengajarkan arti
viii
kebersamaan dan kesederhaan serta menyempurnakan pengalaman KKN di
Desa Sukamaju, Cigudeg, Bogor
17. Rima Mawar dan Hanifa Aka Putranti, sahabat setia sejak SMA khususnya
di Kelas 12 IPA 3, terima kasih sudah menemani penulis pada saat
wawancara dan menjadi penasihat terbaik sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini.
18. Emma Wulandari, Afrili Widiasahra, Afrida Sari, Sandi Aji, Alip, Ayu,
Dwi, dan lainnya, yang telah menemani penulis sejak SMA sampai saat ini
yang telah menghibur setiap bulannya dan memberikan doa serta dukungan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
19. Siti Nurrohmah, Nanda Sulistiyowati, Sartika Putri, Sally Susilawati,
Wahid, Khoir, Herlisa, Shafia, Robby, dan lainnya, sahabat sejak SMP yang
sampai saat ini masih sering kumpul, terima kasih sudah bersedia direpotkan
pada saat wawancara dengan narasumber sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini.
20. Keluarga Besar Warbud 513 (Warung Bude), Novri, Lutfi, Akmal, Daus,
Nurdin, Jodi, Ragil, Fauzi, Ismail, Iman, Sally, dan Endah, terima kasih
sudah menemani penulis dan memberikan dukungan terus menerus
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
21. Ferry, Rafika, Novi, Opik, Farhan, Isna, Fajar, Oji, Rislan, Septo, Ananda,
Furqon, Ilham, Eta, Steven, Shendy, Dania, Lulu, dan lainnya, teman SD
dan TK yang sampai saat ini masih sering kumpul dan selalu memberikan
doa serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
ix
22.
x
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............ Error! Bookmark not defined.
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI........................................................ i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ..................................................... ii
ABSTRAKSI ......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................ xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Pernyataan Masalah ................................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah dan Pertanyaan Penelitian .................................... 14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 14
C.1. Tujuan Penelitian............................................................................. 14
C.2. Manfaat Penelitian........................................................................... 14
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 15
E. Metode Penelitian .................................................................................... 18
E.1. Jenis Penelitian ................................................................................ 18
E.2. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 19
E.3. Teknik Analisis Data ....................................................................... 20
F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 21
BAB II KERANGKA TEORETIS .................................................................... 22
A. Konsep Gender ...................................................................................... 22
B. Rekrutmen Politik .................................................................................. 29
BAB III GAMBARAN UMUM.......................................................................... 34
A. Perempuan dan Politik ........................................................................... 34
B. Partai Golkar Kota Tangerang Selatan ................................................. 39
B.1. Sejarah Partai Golkar ...................................................................... 39
B.2. Berdirinya Partai Golkar Kota Tangerang Selatan .......................... 41
B.3. Tujuan dan Program Kerja .............................................................. 43
BAB IV POLA REKRUTMEN PEREMPUAN DALAM PARTAI GOLKAR
KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014 ............................................ 46
A. Pola Rekrutmen Partai Golkar ............................................................... 46
A.1. Prosedur Rekrutmen Partai Golkar ................................................. 47
xi
A.2. Kriteria Khusus bagi Para Calon Legislatif Partai Golkar .............. 48
A.3. Sumber-Sumber Rekrutmen Partai Golkar ..................................... 50
B. Rekrutmen Perempuan di Partai Golkar ................................................ 51
B.1. Kriteria-Kriteria dalam Proses Rekrutmen Perempuan ................... 53
B.2. Mekanisme Rekrutmen Perempuan yang Berbasis Gender ............ 53
C. Faktor-Faktor Penyebab Absennya Anggota Legislatif Perempuan di
DPRD Kota Tangerang Selatan ............................................................. 55
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 60
A. Kesimpulan ............................................................................................ 60
B. Saran ..................................................................................................... 62
B.1. Saran Praktis .................................................................................... 62
B.2. Saran Akademik .............................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I.A.1 Jumlah Perempuan di DPR RI pada Pemilu 1999-2014. ..................... 5
Tabel I.A.2 Jumlah Anggota DPR RI Perempuan dari berbagai Partai .................. 8
Tabel I.A.3 Jumlah Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan pada Tahun
2009-2014 ............................................................................................................. 11
Tabel I.A.4 Jumlah Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan pada Tahun
2014-2019 ............................................................................................................. 12
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AD : Angkatan Darat
AMPG : Angkatan Muda Partai Golkar
AMPI : Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia
ASEAN : Association of South East Asian Nations
Bapilu : Badan Pemenangan Pemilu
BPN : Badan Pemenangan Nasional
Caleg : Calon Legislatif
Dapil : Daerah Pemilihan
DPD : Dewan Pimpinan Daerah
DPP : Dewan Pimpinan Pusat
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
KOSGORO : Koperasi Simpan Tabungan Gotong Royong
KPPG : Kesatuan Perempuan Partai Golkar
KPPI : Kaukus Perempuan Politik Indonesia
KTA : Kartu Tanda Anggota
MKGR : Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
Munas : Musyawarah Nasional
Musda : Musyawarah Daerah
PAW : Pergantian Antar Waktu
PD2LT : Prestasi, Dedikasi, Disiplin, Loyalitas, dan Tidak Tercela
PDI-P : Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
xiv
Pemilu : Pemilihan Umum
Perda : Peraturan Daerah
Pileg : Pemilihan Legislatif
Pilkada : Pemilihan Kepala Daerah
Pilkades : Pemilihan Kepala Desa
PSI : Partai Solidaritas Indonesia
Raker : Rapat Kerja
Rapim : Rapat Pimpinan
RPJM : Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Sekber : Sekretariat Bersama
SOKSI : Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia
TKN : Tim Kampanye Nasional
UU : Undang-Undang
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Perempuan adalah makhluk Tuhan yang banyak memegang posisi mulia.
Perannya sebagai ibu rumah tangga di keluarga sangat berpengaruh besar
dalam menciptakan generasi yang tangguh. Perempuan dengan keistimewaan
dan kekurangannya mempunyai karakter tersendiri dalam memimpin.
Perempuan tetap dapat berkiprah untuk bangsa dan negara tanpa
meninggalkan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan seorang istri bagi
keluarganya.1
Perempuan pada zaman dahulu identik sekali dengan tiga siklus fungsi
hidup, yaitu sumur, kasur, dan dapur.2 Sumur melambangkan pekerjaan
perempuan untuk mencuci, sedangkan dapur melambangkan pekerjaan
perempuan untuk menyediakan makanan untuk keluarga, dan kasur
melambangkan pekerjaan perempuan untuk melayani suaminya. Pandangan
konvensional seperti ini, lama kelamaan tergerus oleh perkembangan zaman,
di mana pengaruh modernisasi dan globalisasi memberikan kesempatan pada
perempuan terkait sikap dan perannya untuk bekerja di luar rumah, tidak
semata-mata hanya mengurusi wilayah rumah tangga atau sektor domestik
saja.3
1 Malahayati, I’m The Boss, (Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2010), h. 7. 2 Malahayati, I’m The Boss, h. 11. 3 Liza Hadiz, Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru: Pilihan Artikel Prisma,
(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004), h. 398.
2
Di zaman sekarang, banyak perempuan yang bekerja di luar rumah.
Mereka mengisi posisi- posisi penting seperti direktur, manajer, supervisor,
dan masih banyak lagi. Dari tahun ke tahun mulai terjadi perkembangan
karier bagi perempuan. Seiring dengan perkembangan zaman, perempuan
kini sudah lebih maju, yang tadinya hanya bekerja di sektor pendidikan,
kesehatan, dan administrasi. Saat ini perempuan sudah banyak yang berkiprah
di ranah bisnis alias menjadi pengusaha. Dengan kemajuan peran dan jabatan
perempuan sekarang ini, maka kedudukan perempuan untuk menjadi seorang
pemimpin bukan suatu hal yang mustahil.
Berbicara mengenai perempuan, Indonesia pernah dipimpin oleh seorang
presiden perempuan yaitu Megawati Soekarnoputri yang sekaligus menjadi
perempuan pertama di Republik Indonesia yang menjabat sebagai presiden.
Kiprah perempuan di politik menjadi semakin lebar ketika diperbolehkannya
perempuan dalam parlemen yang mencapai angka 30% kemudian
kemunculan Ratu Atut sebagai gubernur perempuan di Provinsi Banten.4
Perempuan dan politik adalah wacana yang menarik untuk
diperbincangkan. Hal ini disebabkan oleh fakta, ketika politik ditempatkan di
wilayah publik, definisi, konsep, serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya
selalu menempatkan perempuan dalam posisi yang termarginalkan dalam
proses pembuatan keputusan.
Perempuan menghadapi tantangan besar dalam meraih jabatan politik
bukan hanya kendala yang berasal dari dirinya sendiri, melainkan ada kendala
4 Malahayati, I’m The Boss, h. 11-12.
3
struktural yang diciptakan oleh sistem nilai yang berkembang di masyarakat,
termasuk kebijakan-kebijakan negara yang kurang memperhatikan
kesetaraan gender. Fenomena ini memperkuat fakta bahwa sistem kekuasaan
dibangun atas dasar pandangan binner laki-laki dan perempuan.5 Dalam
pandangan tersebut seringkali kaum laki-laki memandang kaum perempuan
sebagai mahkluk kelas kedua yang harus patuh pada perintahnya. Pandangan
ini dilandasi oleh konsep nature yang menyatakan bahwa secara alamiah
terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis.
Laki-laki dinyatakan mempunyai fisik yang kuat dan kemampuan rasional
yang lebih baik daripada perempuan. Konsep ini juga menempatkan suatu
pandangan bahwa faktor budaya menyebabkan adanya pembagian tenaga
kerja antara laki-laki dan permpuan (divison of labour) di mana budaya akan
berinteraksi dengan faktor biologis dan menjadi terinstitusionalisasi, yang
membentuk apa yang disebut budaya patriarki.6
Berbicara mengenai keterwakilan perempuan dalam politik sudah ada
sejak dahulu. Di Indonesia ditandai dengan perjuangan RA Kartini. Putri asal
Jepara yang diakui sebagai Pahlawan Nasional itu saat masih berusia muda
sudah merasakan keprihatinan terhadap kondisi kaum perempuan yang
terpinggirkan baik dari segi ilmu pengetahuan, peran, dan juga wawasannya.
Kondisi seperti ini yang menjadi perhatian dan kegelisahan RA Kartini. Ia
memberikan perhatian kepada perempuan-perempuan pribumi yang berada
5 A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender: Perempuan Indonesia Dalam Perspektif Sosial,
Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM, (Magelang: Yayasan Indonesia Tera, 2004), h. 17. 6Endang Sumiarni, Gender dan Feminisme, (Yogyakarta: Wonderful Publishing Company,
2004), h.35.
4
dalam kelas sosial yang rendah karena terjebak dalam kondisi marginalitas.
Sehingga RA Kartini belajar bahasa Belanda dan mengirimkan surat kepada
teman-teman korespondensinya untuk mengusahakan agar perempuan
Indonesia mendapatkan pendidikan.7
Keterwakilan perempuan dalam politik disahkan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, yang
diberlakukan pada Pemilu 2004 yang telah mengisyaratkan adanya batas
minimum caleg perempuan sebesar 30% untuk duduk di lembaga legislatif.
Dapat dilihat pada Bagian Kedua Tata Cara Pencalonan Anggota DPR, DPD,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pasal 65, ayat 1 yang berbunyi:
“Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon
Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap
Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
sekurang-kurangnya 30%.”
Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum secara
tidak langsung merupakan salah satu bentuk akomodasi politik atas tuntutan
pentingnya kesetaraan gender bagi kalangan perempuan dalam wilayah
politik, sekaligus memberikan ruang partisipasi politik yang lebih besar bagi
perempuan dalam pembangunan bangsa. Perempuan memiliki hak yang sama
dengan laki-laki untuk berpartisipasi di berbagai aspek kehidupan.
Apalagi berkaitan dengan politik yang mengurus hajat hidup orang
banyak, termasuk kaum perempuan itu sendiri. Representasi perempuan yang
memadai di lembaga legislatif akan sangat dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat
7 Sumiarni, Gender dan Feminisme, h. 14.
5
dalam kondisi legislatif pada masa sebelumnya di mana keterwakilan
perempuan sangat minim sehingga mengakibatkan kepentingan kaum
perempuan menjadi terabaikan. Kuota 30% keterwakilan perempuan ini
diharapkan mampu memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk
terlibat lebih banyak lagi khususnya di ranah politik.
Namun pada kenyataannya, Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum sepertinya belum diterapkan secara maksimal. Hal ini
terjadi karena pengaturan mengenai kuota 30% ini merupakan hal yang baru
sejak diberlakukannya pada Pemilu 2004 dalam dunia politik Indonesia,
sehingga masih banyak pengurus partai politik yang belum memahaminya
sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU No. 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum. Tabel berikut ini memperlihatkan jumlah perempuan di
DPR RI pada Pemilu 1999-2014.
Tabel I.A.1.
Jumlah Perempuan di DPR RI pada Pemilu 1999-2014.
Pemilu Total Anggota DPR
RI
Jumlah Perempuan %
1999 500 46 9,00
2004 550 61 11,08
2009 560 99 18,25
2014 560 97 17,32
Sumber : Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, 2011.
Berdasarkan tabel di atas, pada Pemilu 1999 belum ada kebijakan
affirmatif mengenai pencalonan 30% caleg perempuan. Menjelang pemilu
2004 baru kemudian muncul gerakan perempuan yang mendorong lahirnya
6
kebijakan affirmatif dalam pencalonan perempuan sebagai anggota legislatif
melalui revisi Undang-Undang Pemilu. Terlihat jelas bahwa pada Pemilu
1999-2009 terjadi peningkatan anggota legislatif perempuan di DPR RI. Hal
ini dikarenakan sudah berjalannya kuota yang mengharuskan partai politik
mencalonkan caleg perempuannya sebanyak 30% yang memberikan dampak
cukup positif. Akan tetapi, pada tahun setelahnya yaitu 2014, terjadi
penurunan yang semula periode 2009-2014 sebesar 18,25% menjadi 17,32%
pada periode 2014-2019.8
Pandangan rezim orde baru terhadap perempuan secara struktural bersifat
domestik. Pemerintah orde baru tidak melihat keterlibatan perempuan dalam
dunia politik, sehingga tindakan afirmatif tidak kondusif diperjuangkan.
Padahal dengan sistem proporsional tertutup, semestinya sangat efektif untuk
meningkatkan jumlah perempuan di legislatif karena keterpilihan
berdasarkan nomor urut.9
Masalah yang terjadi pada minimnya keterwakilan perempuan, pada
dasarnya didorong oleh upaya-upaya sistematis atau kesengajaan dari
berbagai pihak. Selain itu, menurut Syafiq Hasyim10, masalah perempuan dan
politik di Indonesia disebabkan oleh empat isu, di antaranya: Pertama,
keterwakilan politik perempuan yang masih rendah di ruang publik. Kedua,
komitmen partai politik yang belum sensitif gender, sehingga kurang
8 Hendrawati, “Rekrutmen Perempuan Menjadi Politisi (Legislatif)” dalam Jurnal
Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan, No. 2, Vol. 18, Oktober 2014, h. 135. 9 Sali Susiana, Representasi Perempuan dalam Lembaga Legislatif, (Jakarta: P3DI Setjen
DPR RI dan Azza Grafika, 2013), h. 3-4. 10 Syafiq Hasyim, Perempuan Indonesia Memimpin Masa Depan, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2001), h. 124.
7
memberikan akses yang memadai bagi kepentingan perempuan. Ketiga,
kendala-kendala yang terdapat dalam nilai-nilai budaya dan interpretasi
ajaran agama yang bias gender. Keempat, minat dan hasrat perempuan untuk
terjun dalam kancah politik yang rendah.
Sering kali ditemukan pengurus partai politik terkadang menempatkan
perempuan pada urutan tertentu sehingga kemungkinan calon legislatif
perempuan untuk menang sangat kecil.11 Di samping itu, minimnya
perempuan untuk berkiprah di dunia politik, baik secara kuantitas maupun
kualitas menjadi salah satu kemungkinan faktor penyebab keterwakilan
perempuan untuk duduk di lembaga legislatif semakin kecil. Minimnya
keterwakilan perempuan merupakan fenomena yang telah lama terjadi di
Indonesia.
Adanya kuota perempuan sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 12
Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum mengharuskan partai politik minimal
memiliki 30% anggota perempuan yang nantinya akan mewakili partainya,
karena desakan kuota inilah akhirnya partai-partai mulai berbondong-
bondong untuk melakukan rekrutmen terhadap perempuan sebagai syarat
untuk mengikuti ajang demokrasi yaitu Pemilu. Berikut ini merupakan tabel
yang memperlihatkan jumlah anggota legislatif perempuan berdasarkan
partai politik di DPR RI.
11Zaenal Mukarom, “Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang
Keterwakilan Perempuan di Legislatif” dalam Jurnal Mediator, No. 2, Vol. 9, Desember 2008, h.
6.
8
Tabel I.A.2.
Jumlah Anggota DPR RI Perempuan dari berbagai Partai
Partai Politik 2009-2014 2014-2019
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Nasdem
PKB
PKS
PDIP
Golkar
Gerindra
Demokrat
PAN
PPP
Hanura
0
21
54
77
88
22
113
39
33
14
0
7
3
17
18
4
35
7
5
3
31
37
39
88
75
62
48
40
29
14
4
10
1
21
16
11
13
9
10
2
Total 461 99 463 97
Sumber: KPU, 2014.
Berdasarkan tabel di atas, anggota legislatif perempuan di DPR RI pada
tahun 2009-2014 berjumlah 99 orang dari total keseluruhan yaitu 560 anggota
legislatif yang terpilih. Namun, terjadi penurunan pada tahun setelahnya yaitu
2014-2019 yang berjumlah 97 orang anggota legislatif perempuan yang
terpilih.
Dalam hal ini, keterwakilan perempuan di DPR-RI paling banyak
diduduki oleh Partai PDI-P dengan 38 anggota legislatif perempuan dan
Partai Golkar mendapat 34 anggota legislatif perempuan selama dua periode.
Sedangkan keterwakilan perempuan yang paling sedikit selama dua periode
berasal dari Partai PKS yang mendapatkan 4 orang. Dengan demikian, partai
besar tersebut sudah menunjukkan eksistensinya dengan merepresentasikan
keterwakilan perempuan sebanyak 30%. Dalam tingkat nasional, terlihat jelas
9
bahwa kiprah partai besar seperti PDI-P dan Golkar masih menjadi idola bagi
masyarakat Indonesia.
Minimnya keterwakilan perempuan untuk duduk di lembaga legislatif
disebabkan oleh kuota 30% belum dilaksanakan dengan maksimal oleh partai
politik. Sehingga banyak ditemukan partai politik yang belum memenuhi
kuota 30% sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 2003
tentang Pemilihan Umum. Keterwakilan perempuan merupakan bagian dari
UU tentang Pemilihan Umum. Partai politik belum melaksanakan kuota 30%
secara maksimal karena kendala-kendala yang menghambat kaum perempuan
yang berasal dari nilai-nilai budaya dan struktur sosial-politik yang tidak
mendukung penuh keterlibatan perempuan dalam urusan politik.12
Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang berdiri pada
akhir 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang
pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten.13 Pembentukan
Kota Tangerang Selatan dilakukan untuk meningkatkan pelayanan dalam
bidang pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan, dan
memberikan peluang untuk mengembangkan potensi daerah.14
Partai Golongan Karya (Golkar) merupakan salah satu partai politik
terbesar di Indonesia. Kita semua tentu mengetahui bahwa sepak terjang
Partai Golkar tidaklah mudah, sejak awal berdirinya dikenal dengan
12 Hadiz, Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru, h. 403. 13 Fitron Nur Ikhsan, Selayang Pandang Kota Tangerang Selatan – Kota Kami Rumah
Kami, (Tangerang Selatan: Bagian Humas dan Protokol Pemkot Tangerang Selatan, 2012), Cet:
Pertama, h. 18. 14 Ikhsan, Selayang Pandang Kota Tangerang Selatan – Kota Kami Rumah Kami, h. 37.
10
Golongan Karya sampai pada akhirnya dengan adanya kesatuan tekad dari
para elit partainya yang ingin melakukan perubahan ke arah yang lebih baik
maka Golkar berubah menjadi Partai Golkar yang kita kenal saat ini.
Selain itu, pada era reformasi terdapat beberapa perubahan perundang-
undangan tentang Partai Politik yang notabenenya dahulu adalah Golongan
Karya, saat ini diubah menjadi partai yang merupakan hasil dari perubahan
UU tentang Partai Politik sehingga Partai Golkar saat ini dengan paradigma
baru nyaris seperti partai-partai politik yang lain.
Terbentuknya Partai Golkar di Kota Tangerang Selatan lahir bersamaan
dengan berdirinya Kota Tangerang Selatan yang berasal dari hasil pemekaran
Kabupaten Tangerang. Namun, terdapat momentum di mana terjadi
perubahan kepengurusan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Kota
Tangerang Selatan yang awalnya di pimpin oleh Bapak H. Muhammad
Kanung yang kini digantikan oleh Airin Rachmi Diany selaku Walikota
Tangerang Selatan.15
Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang berasal
dari hasil pemekaran, karena sistem pemerintahan yang ada yaitu Komisi
Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Tangerang Selatan, maka syarat
adanya pembentukan pemerintahan itu harus didukung oleh lembaga
legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Kota Tangerang
Selatan. Dalam hal ini, DPRD Kota Tangerang Selatan merupakan lembaga
15 Hasil Wawancara dengan Iie Suhrowardi (Wakil Sekretaris Bidang I Organisasi dan
Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal
28 Maret 2019 pukul 14.38 WIB di Kantor Sekretariat DPD Partai Golkar Tangerang Selatan.
11
pemerintahan daerah yang baru. Demikian pula keterwakilan perempuan di
DPRD Kota Tangerang Selatan masih terbilang minim. Berikut ini
merupakan tabel yang memperlihatkan jumlah perempuan di DPRD Kota
Tangerang Selatan pada Tahun 2009-2014.
Tabel I.A.3.
Jumlah Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan pada Tahun
2009-2014.
Periode Fraksi Laki- Laki Perempuan Total
2009-2014
Golkar 7 0 7
PBB 1 0 1
PPP 2 0 2
Demokrat 12 2 14
PDI-P 5 0 5
PAN 2 1 3
Hanura 2 0 2
PKS 4 3 7
PKB 1 1 2
PDS 1 1 2
PKPI 1 0 1
PPDI 1 0 1
Gerindra 1 0 1
Jumlah 40 8 48
Sumber: http://tangerangselatankota.go.id
Berdasarkan tabel di atas, anggota legislatif perempuan di DPRD Kota
Tangerang Selatan pada tahun 2009-2014 cenderung sedikit. Terlihat pada
jumlah anggota legislatif perempuan yang terpilih menjadi anggota dewan
hanya 7 orang dari total keseluruhan anggota legislatif yang berjumlah 48
orang.
12
Dalam hal ini, Partai Golkar belum mampu merepresentasikan kader
perempuannya untuk duduk di DPRD Kota Tangerang Selatan. Padahal
jumlah anggota legislatif perempuan dalam Partai Golkar pada periode 2009-
2014 sebanyak 18 orang, jumlah tersebut dapat dikatakan sudah memenuhi
kuota 30% keterwakilan perempuan untuk mewakili partainya. Tetapi tidak
ada satu pun anggota legislatif perempuan yang terpilih. Berikut ini
merupakan tabel jumlah perempuan yang mencalonkan dirinya sebagai
anggota legislatif yang berasal dari berbagai partai.
Tabel I.A.4.
Jumlah Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan pada Tahun
2014-2019.
Periode Fraksi Laki- Laki Perempuan Total
2014-2019
Golkar 9 0 9
PDI-P 7 2 9
Gerindra 6 1 7
Hanura 5 1 6
PKS 1 4 5
Madani 5 1 6
PADI
(PAN, PPP, dan
Demokrat)
7
1
8
Jumlah 40 10 50
13
Sumber: http://tangerangselatankota.go.id
Berdasarkan tabel di atas, terjadi kenaikan pada anggota legislatif
perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan yang berjumlah 10 orang.
Selama dua periode keterwakilan perempuan di DPRD Kota Tangerang
Selatan masih dipegang oleh partai PKS, semula terdapat 3 orang kini
meningkat menjadi 4 orang perempuan yang mewakili partainya untuk duduk
di legislatif. Lain halnya dengan Golkar, selama dua periode belum pernah
ada keterwakilan perempuan yang menjabat di legislatif.
Pemilu 2009 merupakan periode awal bagi Partai Golkar Kota Tangerang
Selatan. Mungkin karena partai ini tergolong baru mengikuti pemilu sehingga
terdapat masalah internal pada proses rekrutmennya, alhasil hanya 7 anggota
DPRD Kota Tangerang Selatan yang berasal dari Partai Golkar. Pemilu 2014
merupakan periode kedua, berkaca pada tahun sebelumnya terjadi
peningkatan pada jumlah anggota DPRD Kota Tangerang Selatan menjadi 9
orang. Namun, belum terlihat adanya perwakilan perempuan dari Partai
Golkar selama dua periode tersebut.
Selain itu, Partai Golkar mulai memperhatikan kepentingan terhadap
perempuan sebagai wujud kesetaraan gender dengan proses perekrutannya
yang melibatkan perempuan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melihat
pola rekrutmen calon anggota legislatif perempuan dan penyebab tidak
adanya anggota legislatif perempuan dari Partai Golkar di DPRD Kota
Tangerang Selatan.
14
B. Pembatasan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Partai Golkar merupakan partai besar yang cukup berpengalaman dalam
perpolitikan Indonesia. Terlihat pada masa kepemimpinan Soeharto, dalam
melanggengkan kekuasaannya tidak terlepas dari peranan Partai Golkar.
Meskipun partai Golkar merupakan partai besar dan kuat, dalam proses
rekrutmennya partai ini sangat selektif dalam menentukkan calon
legislatifnya. Oleh karena itu, penulis memfokuskan penelitiannya pada pola
rekrutmen calon anggota legislatif perempuan. Untuk itu, penulis
merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pola rekrutmen calon anggota legislatif perempuan dalam
Partai Golkar Kota Tangerang Selatan Tahun 2014?
2. Apa penyebab tidak adanya anggota legislatif perempuan dari Partai
Golkar di DPRD Kota Tangerang Selatan Tahun 2014?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
C.1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pola rekrutmen calon anggota legislatif
perempuan dalam Partai Golongan Karya (Golkar) Kota
Tangerang Selatan.
b. Untuk mengetahui penyebab tidak adanya anggota legislatif
perempuan dari Partai Golkar di DPRD Kota Tangerang Selatan.
C.2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
15
Secara teoretis manfaat dari penelitian ini adalah untuk
memperkaya dan memperluas khazanah ilmu pengetahuan
khususnya ilmu politik yang melihat perkembangan partai politik
dalam melakukan pola rekrutmen terhadap perempuan sebagai
bagian dari instrumen kebijakan yang nantinya akan dihasilkan
berdasarkan kesetaraan gender.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi tugas akademik
sebagai syarat dan kewajiban untuk medapatkan gelar sarjana
Strata 1 (S1) Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada studi kepustakaan yang
berasal dari berbagai sumber seperti: skripsi, jurnal, maupun disertasi yang
pernah membahas seputar perempuan dan politik. Berikut beberapa review
data yang menyinggung mengenai perempuan dan politik, yaitu:
Pertama, karya dari Alimin Siregar.16 Hasil dari disertasi adalah bahwa
pergantian masa jabatan politik yang terjadi pada tahun 1998, secara prosedur
maupun substantif relatif tidak memberikan perubahan yang mendasar
terhadap sistem kepartaian di Indonesia, terutama berkaitan dengan partai
16 Alimin Siregar, “Rekrutmen Anggota Legislatif Dalam Pemilihan Umum: Studi Tiga
OPP dalam Pemilihan Umum 1999 di Riau”, (Disertasi Program Pascasarjana, Universitas
Indonesia, Depok: September, 2003), h. 7.
16
dalam melakukan rekrutmen terhadap calegnya untuk menjabat di legislatif.
Dalam hal ini, Partai Golkar, PDIP, dan PPP di Riau pada pemilu tahun 1999
mengenai keputusan untuk merekrut atau tidak direkutnya seorang kader
merupakan suatu pilihan strategis yang berhubungan dengan berbagai faktor
seperti kemampuan finansial (uang), faktor politik berupa kedekatan dengan
elit tertentu di partai, serta ikatan-ikatan yang bersifat primordial berdasarkan
ras, suku, agama, dan daerah asal yang sama.17
Kedua, karya dari Hendra Sukmana Arsiyah.18 Hasil dari penelitian ini
adalah bahwa model rekrutmen calon anggota legislatif DPD Partai Golkar
Kabupaten Sidoarjo dapat dikatakan sudah baik dalam mekanismenya karena
tidak ditemukan banyak perubahan dari proses rekrutmen sebelumnya, di
mana dimulai dengan adanya sosialisasi pendaftaran pada para calon anggota
legislatifnya. Setelah itu baru kemudian dilanjutkan dengan pendaftaran diri
para calon anggota legislatif, dan diwajibkan untuk mengikuti pelatihan yang
dibuat oleh tim khusus yaitu tim sembilan dengan menggunakan metode
skoring dalam proses penyeleksiannya.
Ketiga, karya dari Imam Shobari.19 Hasil dari penelitian ini adalah partai
Golkar maupun partai PKB mempunyai agenda tersendiri untuk program
kaderisasi setiap lima tahun sekali, kaderisasi yang dilakukan ini bersifat
17 Siregar, “Rekrutmen Anggota Legislatif Dalam Pemilihan Umum: Studi Tiga OPP dalam
Pemilihan Umum 1999 di Riau”, h. 8. 18 Hendra Sukmana Arsiyah, “Model Rekrutmen Calon Anggota Legislatif oleh Partai
Politik di DPD Partai Golkar Kabupaten Sidoarjo”, dalam JKPM (ISSN. 2338-445X). No. 2, Vol.1,
September 2013, h. 153. 19 Imam Shobari, “Kaderisasi Perempuan dalam Partai Politik untuk Meningkatkan
Partisipasi Perempuan di Kabupaten Ponorogo (Studi Kasus di Partai Golkar dan PKB Kabupaten
Ponorogo”, Skripsi Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Ponorogo,
2017.
17
umum artinya tidak ada kaderisasi khusus untuk perempuan. Belum adanya
AD/ART yang menyebutkan bahwa perempuan diperlakukan secara khusus
dalam proses kaderisasi dan rekrutmen partainya juga bersifat terbuka, artinya
terbuka untuk umum. Upaya dalam meningkatkan keterwakilan perempuan
seharusnya partai politik membuat aturan khusus dalam AD/ART partai
tujuannya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan. Selain itu,
perempuan juga harus menunjukkan kemampuan yang dimilikinya kepada
masyarakat agar perempuan ini mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Keempat, karya dari Ariyanto Umarama.20 Hasil dari tesis menunjukan
bahwa keterpilihan perempuan sebagai anggota DPRD pada pemilihan
legislatif di Kabupaten Sleman 2014 karena sistem Pemilu Proporsional
terbuka atau suara terbanyak. Meskipun demikian sistem pemilu proporsional
atau suara terbanyak merupakan sistem pemilu yang tidak berpihak pada jenis
kelamin tertentu melainkan berdasarkan suara terbanyak yang terpilih sebagai
anggota DPRD. Kemudian sistem pemilu proporsional serta didukung dengan
adanya kuota 30% keterwakilan perempuan memotivasikan perempuan untuk
maju mencalonkan diri sebagai anggota DPRD. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhinya, yaitu: kemampuan negosiasi, memiliki basis massa,
keuangan, pengalaman politik, keadaan struktural, dan kinerja partai politik.
20 Ariyanto Umarama, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterpilihan
Perempuan di DPRD (Studi Kasus Kabupaten Sleman 2014)”, Program Pascasarjana, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, 2016.
18
Kelima, hasil karya dari Teguh Adi Prasojo.21 Hasil dari penelitian skripsi
ini adalah proses rekrutmen calon legislatif DPRD Provinsi menggunakan
proses rekrutmen terbuka, artinya masyarakat dapat melihat secara langsung
proses pemilihan calon legislatif karena adanya transparansi dan mengetahui
daftar nama-nama caleg yang mendaftarkan dirinya sebagai caleg. Berbeda
dengan proses rekrutmen calon legislatif DPRD Kab/Kota yang bersifat
campuran, artinya proses rekrutmennya menggunakan aturan top-down dan
bottom-up yaitu berasal dari kalangan elit partai politik maupun masyarakat
kelas bawah yang mendaftarkan dirinya sebagi caleg.
Setelah melihat penelitian terdahulu yang membahas tentang rekrutmen
politik dan keterwakilan perempuan, maka kelima penelitian tersebut menjadi
referensi yang digunakan oleh penulis. Adapun perbedaannya dari kelima
penelitian tersebut, penulis akan memfokuskan pada pembahasan mengenai
pola rekrutmen calon anggota legislatif perempuan dalam partai Golkar Kota
Tangerang Selatan dan penyebab tidak adanya anggota legislatif perempuan
dari Partai Golkar di DPRD Kota Tangerang Selatan.
E. Metode Penelitian
E.1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah mencari informasi atau data yang mendalam
21 Teguh Adi Prasojo, “Pola Rekrutmen Calon Anggota Legislatif (Caleg) dari Partai
Golkar untuk DPRD Jateng Periode 2014-2019”, dalam POLITIKA, No. 2, Vol. 4, Tahun Oktober
2013.
19
tentang suatu gejala, fakta atau realita dalam bentuk naratif.22 Metode
kualitatif banyak digunakan dalam penelitian Ilmu Politik karena
menghasilkan data secara deskriptif berupa lisan maupun tulisan
sehingga diharapkan dengan menggunakan metode ini dapat mengupas
dan menggambarkan secara jelas mengenai pola rekrutmen calon
anggota legislatif perempuan yang dilakukan oleh Partai Golkar Kota
Tangerang Selatan.
E.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi
kepustakaan, telaah dokumen, dan wawancara. Wawancara adalah
proses memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab untuk menggali informasi atau data yang tidak penulis dapatkan
dari berbagai dokumen atau referensi lain yang tersedia.23 Adapun
teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
yang terdiri dari dua sumber data, yaitu:
a. Data Primer
Adalah data yang diperoleh secara langsung atau terjun ke
lapangan yang dilakukan oleh penulis. Salah satunya yaitu
dengan teknik wawancara. Wawancara adalah proses
memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara
tanya jawab untuk menggali informasi atau data terhadap
22 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2014), h. 331. 23 Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), h.
104.
20
beberapa narasumber yang di antaranya adalah Rachmat Hidayat
selaku Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPD Golkar
Tangerang Selatan, Aminudin selaku Pengurus DPD Partai
Golkar Tangerang Selatan, Iie Suhrowardi selaku Wakil
Sekretaris Bidang I Organisasi dan Tenaga Ahli DPD Partai
Golkar Kota Tangerang Selatan, Diana Syukrillah dan Raras
Yudiana Erawati selaku Caleg-Caleg Perempuan Tahun 2014,
dan juga Lasiah dan Saonah selaku tokoh masyarakat yang
tinggal di Daerah Pemilihan (Dapil) Ciputat Timur.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa studi
kepustakaan dan telaah dokumen, yaitu dengan usaha yang
dilakukan oleh penulis untuk mencari literatur atau referensi
yang berkaitan erat dengan topik penelitian. Biasanya berbentuk
gambar, tulisan, atau karya-karya monumental lainnya.24
E.3. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses penyusunan secara sistematis
terhadap data yang diperoleh agar mudah dipahami oleh pembaca.
Teknik yang digunakan adalah metode deskriptif analisis yaitu dengan
cara mengumpulkan data-data melalui studi kepustakaan, telaah
dokumen, dan wawancara. Setelah itu, dianalisis berdasarkan teori
24 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: CV Alfabeta,
2011), h. 240.
21
gender dan rekrutmen politik untuk menjawab pertanyaan penelitian
terkait pola rekrutmen calon anggota legislatif perempuan yang
dilakukan oleh Partai Golkar Kota Tangerang Selatan Tahun 2014.
Secara umum, teknik penulisan studi ini menggunakan buku
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan buku “Panduan
Penyusunan Proposal dan Penelitian Skripsi” yang diterbitkan oleh
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang komprehensif dan memiliki
korelasi antara bab yang satu dengan yang lain, maka penulis membaginya
masing-masing ke dalam lima bab. Berikut adalah sistematika penulisan
dalam penelitian ini:
Bab I, penulis memaparkan latar belakang penelitian, pertanyaan
penelitian, manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika penulisan yang penulis gunakan dalam penelitian
tentang pola rekrutmen calon anggota legislatif perempuan dalam Partai
Golkar Kota Tangerang Selatan Tahun 2014.
Bab II, penulis mengeksplorasi kerangka teori gender dan rekrutmen
politik yang digunakan sebagai pisau analisis untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
Bab III, penulis memfokuskan pada gambaran umum tentang perempuan
dan politik yang membahas tentang peran perempuan di dalam kepengurusan
22
partai dan juga membahas secara mendalam terkait sejarah Partai Golkar,
berdirinya Partai Golkar Kota Tangerang Selatan, serta tujuan dan program
kerja dari Partai Golkar Kota Tangerang Selatan.
Bab IV, penulis melakukan analisis pola rekrutmen calon anggota
legislatif perempuan yang dilakukan oleh Partai Golkar Kota Tangerang
Selatan untuk mengeksplorasi sejauh mana partai Golkar dalam merekrut
kader perempuan. Disertai hasil wawancara dengan Ketua Badan
Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Golkar Tangerang Selatan, Wakil
Sekretaris Bidang I Organisasi dan Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah
(DPD) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan, Pengurus DPD Partai Golkar
Kota Tangerang Selatan, Caleg-Caleg Perempuan Tahun 2014, dan beberapa
tokoh masyarakat yang tinggal di Daerah Pemilihan (Dapil) Ciputat Timur.
Bab V, penulis menarik kesimpulan dan saran berdasarkan riset yang
diperoleh. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan
sumbangan pengetahuan dalam pola rekrutmen calon anggota legislatif
perempuan yang dilakukan oleh Partai Golkar Kota Tangerang Selatan Tahun
2014.
BAB II
KERANGKA TEORETIS
A. Konsep Gender
Ketimpangan sosial menjadi persoalan yang kerap kali menimpa kaum
perempuan. Perempuan semata-mata hanya diposisikan pada ruang lingkup
23
domestik dan reproduksi saja, hal ini lah yang menghambat kemajuan dari kaum
perempuan untuk terjun ke ruang publik dan produksi. Budaya dan tradisi sangat
berperan penting dalam membentuk streotipe yang menciptakan ketergantungan
perempuan yang cukup besar pada laki-laki.25
Konsep gender lahir merekonstruksi hubungan antara laki-laki dan
perempuan secara universal untuk membuka peluang yang sama dalam berbagai
aspek kehidupan tanpa dipengaruhi oleh perbedaan gender. Gender merupakan
suatu konsep kultural untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat.
Konsep gender pertama kali dikembangkan oleh ahli antropologi Amerika
yaitu Margaret Mead, sebagaimana yang dikutip oleh Koentjaraningrat26 pada
tahun 1932 Mead melakukan penelitian pada masyarakat primitif di Papua
Nugini. Masyarakat tersebut terdiri dari masyarakat Arapesh, masyarakat
Tchambuli, dan masyarakat Mundugumor. Meskipun pada saat itu kata “gender”
belum digunakan dalam penelitiannya tetapi para pakar sosial dan seksiologi
mengakui bahwa penelitian tersebut berkaitan dengan hubungan gender.
Mead menyebutkan bahwa pada masyarakat Arapesh tidak ada perbedaan
psikologi laki-laki dan perempuan, karena keduanya memiliki sifat yang lemah
lembut dan cenderung pasif. Pada masyarakat Tchambuli, memang ditemukan
adanya perbedaan psikologi antara laki-laki dan perempuan seperti pekerjaan-
25 Herien Puspitawati, Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia, (Bogor: PT
IPB Press, 2012), h. 1. 26 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 16.
24
pekerjaan yang cenderung berat dilakukan oleh perempuan, sedangkan kaum
laki-lakinya berfokus pada bidang seni, ritual keagamaan, dan suka bersolek diri
karena pada masyarakat ini biasanya perempuan lah yang pertama kali menyukai
kaum laki-lakinya maka dari itu kaum laki-laki berlomba-lomba untuk
mempercantik diri agar disukai oleh kaum perempuan yang umumnya memiliki
akses sumber daya. Berbeda dengan masyarakat Arapesh, pada masyarakat
Mundugumor ini masyarakatnya memiliki sifat yang kasar, keras, aktif, dan
cenderung agresif.
Pada tahun 1970-an Ann Oakley dan teman-temannya menggunakan istilah
gender untuk menggambarkan perbedaan karakteristik laki-laki dan perempuan.
Gender merupakan konstruksi sosial di mana dominasi peran laki-laki dalam
sektor publik, sementara peran perempuan sangat terbatas yaitu dalam sektor
domestik saja. Gender biasanya lebih banyak berkonsentrasi pada aspek sosial,
budaya, dan aspek-aspek non biologis lainnya. Dengan demikian harus
direkonstruksi dengan menegakkan keadilan gender.27
Konstruksi sosial memberikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan
sekaligus dampak yang merugikan khususnya dalam kehidupan bermasyarakat
terjadi ketimpangan dan ketidakadilan gender seperti ketidakadilan dalam
pembagian kerja, pemanfaatan sumber daya alam, hak asasi manusia, dan
kaitannya dengan kebudayaan serta agama.28
27 A. Nunuk. P. Murniati, Getar Gender, (Magelang: IndonesiaTera, 2004), h. 96.
28 Murniati, Getar Gender, h. 97-98.
25
Sering kali gender diidentikkan dengan jenis kelamin (seks), secara umum
seks digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan
dari segi anatomi biologis.29 Gender lebih banyak berkonsentrasi pada aspek
sosial, budaya, dan non biologis lainnya. Secara teoritis, terdapat dua definisi
gender. Pertama, gender adalah sekumpulan peran seperti halnya pakaian yang
dipakai untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan.30 Kedua, gender
adalah pembedaan peran, identitas, serta hubungan antara laki-laki dan
perempuan yang merupakan hasil konstruksi dari masyarakat.31 Perbedaan
gender ini kian menguat hingga sekarang, banyak yang menganggap bahwa ini
merupakan ketentuan Tuhan yang bersifat kodrati.32
Pada awal perkembangannya, konsep gender dikaitkan dengan paham
feminis, yaitu suatu kesadaran akan adanya penindasan terhadap kaum
perempuan sesuai dengan deklarasi di Beijing yang mengangkat tema
perempuan dan kemiskinan, pendidikan dan pelatihan bagi kaum perempuan,
kekerasan terhadap perempuan, dan lainnya.
Bias gender yang muncul sebagai bukti bahwa ketidakmampuan perempuan
untuk terjun dalam dunia politik disebabkan oleh konstruksi masyarakat yang
menganggap bahwa perempuan memiliki sifat yang lemah lembut, selalu
mengalah, dan berada dalam bayang-bayang laki-laki. Akibatnya menimbulkan
ketidakadilan bagi kaum perempuan dalam berbagai bentuk, yaitu: Pertama,
29 Mose J. Cleves, Gender dan Pembangunan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 10. 30 Cleves, Gender dan Pembangunan, h. 3. 31 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), h. 10. 32 Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, h. 15.
26
perbedaan gender melahirkan kekerasan dan keterbatasan akses terhadap kaum
perempuan. Kedua, perbedaan dan pembagian kerja yang berbeda membuat
perempuan tidak mendapatkan peranannya secara utuh karena dibatasi oleh
peran laki-laki yang dominan, sehingga perempuan ditempatkan di sektor
domestik dan reproduksi saja.33
Pada akhirnya, perempuan sering mendapatkan perlakuan yang tidak
menguntungkan mereka sehingga perempuan kerap kali menjadi korban
penindasan, eksploitasi, pelecehan, dan bentuk diskriminasi lainnya, sehingga
muncul sebuah gerakan untuk memperjuangkan kepentingan perempuan atau
yang dikenal dengan istilah feminisme.
Istilah feminisme muncul pada abad ke-20, feminisme secara luas dapat
didefinisikan sebagai gerakan untuk kemajuan sosial perempuan. Dengan
demikian, teori feminis didasarkan pada dua keyakinan utama: bahwa wanita
dirugikan karena jenis kelamin mereka, dan harus digulingkan. Ada dua
perbedaan antara feminisme gelombang pertama dan feminisme gelombang
kedua. Feminisme gelombang pertama muncul di Eropa pada tahun 1785 yang
dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet.
Charles Fourier merupakan seorang aktivis sosialis yang memunculkan
istilah feminisme pada tahun 1837 sedangkan Hubertine Auclort adalah pendiri
perjuangan politik perempuan pertama di Perancis, dengan menggunakan istilah
feminist. Sejak itulah feminisme mulai tersebar ke seluruh penjuru Eropa dan
33 Azza Karam dkk, Perempuan di Parlemen: Bukan Sekedar Jumlah, Bukan Sekedar
Hiasan, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 1999), h. 20-21.
27
Amerika Serikat.34 Keyakinan utamanya adalah bahwa wanita memiliki hak
yang sama dengan laki-laki, jika perempuan dapat memilih maka bentuk bentuk
diskriminasi seksual lainnya atau prasangka akan cepat hilang.35 Feminisme
gelombang kedua lahir pada tahun 1960, karena adanya pengakuan bahwa
pencapaian hak politik dan hukum belum menyelesaikan masalah perempuan.
Tujuan feminisme gelombang kedua bukan hanya emansipasi politik tetapi
pembebasan perempuan, tercermin dalam gagasan gerakan pembebasan
perempuan secara kolektif yang muncul sebagai golongan yang tertindas.
Berbicara mengenai perempuan memang tidak terlepas dari peran dan
kedudukannya dalam masyarakat, terlebih dalam urusan politik. Ada dua faktor
yang melatarbelakangi manusia dalam melaksanakan kegiatannya di masyakarat
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti kemauan dan kualitas
pribadi dalam melaksanakan kehendak, sedangkan faktor eksternal seperti
aturan main yang ditentukan baik secara hukum tertulis maupun tidak tertulis.
Sebagaimana dikutip oleh Nazaruddin Umar, Lips menyatakan bahwa peran
perempuan dalam organisasi biasanya cenderung lebih rendah daripada laki-laki,
sehingga dalam pola relasi gender kerap kali terjadi ketimpangan.36 Sebagaimana
dikutip oleh Murniati, Rosbeth Moss Kanter’s menyebutkan bahwa ketimpangan
gender di dalam berbagai aspek kehidupan khususnya dalam berpolitik
disebabkan karena perempuan memiliki berbagai keterbatasan, bukan hanya
34 Murniati, Getar Gender, h. xxviii. 35 Andrew Heywood, Global Politics, (Mac Millan: Palgrave Foundations, 2011), h. 413. 36 Nazaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta:
Paramadina, 1999), h. 57.
28
semata-mata karena laki-laki lebih unggul atau berbagai streotipe lainnya tetapi
kenyataannya ditemukan bahwa perempuan kurang terampil dari pada laki-laki.
Dalam struktur sosial, perempuan dipengaruhi oleh teori nature dan nurture.
Keberadaan perempuan tidak diuntungkan karena sudut pandang dan perlakuan
yang tidak adil.37 Sejarah pergerakan perempuan telah membuktikan
perjuangannya khususnya perempuan Indonesia. Pada perang kemerdekaan
misalnya, perempuan diberi hak dan kewajiban yang sama untuk berjuang
mengusir penjajah. Munculnya perempuan melalui berbagai gerakan-gerakan
yang diorganisir secara independen yang muncul secara pribadi.
Aktivitas dari organisasi perempuan sangat tampak khususnya di bidang
ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Gerakan emansipasi perempuan pada saat
itu disebut sebagai gerakan feminis sosial.38 Peristiwa 30 September 1965
merupakan bukti nyata bahwa peristiwa tersebut telah mengubah gerakan
perempuan dan bentuk organisasi yang dominan di Indonesia. Namun, political
will lah yang dianggap lebih dominan sehingga mendapat dukungan dari
pemerintah.
Kedudukan perempuan kembali menjadi bayang-bayang suami terlebih
ketika ia sudah menikah. Situasi seperti ini yang menjadi persoalan bagi
perempuan di Indonesia. Perempuan memang mendapatkan peran, namun
posisinya sebagai pelengkap saja atau bukanlah faktor yang dominan terlebih
dalam bidang politik.
37 A. Nunuk. P. Murniati, Getar Gender, (Magelang: IndonesiaTera, 2004), h. 136. 38 Murniati, Getar Gender, h. 137.
29
Struktur sosial yang bercirikan budaya patriarki, ditambah dengan
pemerintahan yang militer merupakan kendala terbesar bagi perempuan untuk
bergerak dan berjuang untuk memerdekakan dirinya sendiri. Kesempatan
memang telah diberikan, namun struktur sosial, budaya, dan politik masih
mengakar kuat di dalamnya. Hak dan kewajiban perempuan memang sudah
setara dengan laki-laki, namun tidak terjadi di kehidupan nyata. Mengingat
peranan dalam bidang politik itu sangat besar terhadap struktur sosial, maka
dalam proses pengambilan keputusan perlu diikutsertakan perempuan di
dalamnya. Diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk perubahan struktur
sosial yang lebih adil, tidak hanya untuk perempuan saja melainkan keadilan
untuk semua manusia.39
B. Rekrutmen Politik
Di sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, partai politik berfungsi
untuk menyalurkan atau menyerap aspirasi masyarakat dan mengatur konflik atas
pengawasan rezim yang berkuasa. Di samping itu, partai juga berfungsi sebagai
rekrutmen politik. Rekrutmen politik berkaitan dengan masalah seleksi
kepemimpinan baik internal maupun kepemimpinan partai yang lebih luas.
Dikutip dari Gabriel Almond, proses rekrutmen merupakan suatu tempat di
mana rakyat dapat mengikuti kegiatan-kegiatan politik dan posisi yang strategis
dalam pemerintahan melalui proses seleksi melalui tatap muka secara langsung,
atau menjadi anggota dalam organisasi, melalui pendidikan maupun pelatihan,
39 Murniati, Getar Gender, h. 138.
30
dan lainnya.40 Kemudian, Jack C. Plano mendefinisikan proses rekrutmen sebagai
tempat pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan dalam sistem sosial.
Jadi dapat disimpulkan bahwa rekrutmen politik adalah proses pengisian
jabatan untuk posisi-posisi strategis dalam pemerintahan baik formal maupun
informal. Formal disini artinya seperti pengisian jabatan presiden dan anggota
parlemen (eksekutif dan legislatif), sedangkan posisi tidak formal seperti
perekrutan aktivis, kader, dan berbagai bentuk propaganda-propaganda politik.41
Untuk melakukan fungsi rekrutmen tersebut maka diperlukan institusi atau
lembaga-lembaga tertentu, baik formal maupun informal. Partai politik yang
merupakan salah satu institusi formal, di mana salah satu fungsinya yaitu
melakukan rekrutmen dalam rangka untuk pengisian jabatan-jabatan politik.
Proses rekrutmen yang selektif akan berdampak terhadap kemajuan dan
kualitas organisasi partai politik karena akan menghasilkan para kader partai
yang berkualitas. Sebagai suatu unsur terpenting, dengan adanya kader-kader
yang mempunyai kompetensi tinggi serta mumpuni maka akan berdampak baik
pada partai politiknya. Hal yang terpenting adalah dalam melahirkan kader-kader
yang berkualitas harus melalui proses rekrutmen dan kaderisasi yang benar.
Proses rekrutmen merupakan suatu hal yang penting, karena tahap ini
merupakan tahap awal bagi partai politik untuk menghasilkan kader-kader politik
yang baik. Dengan adanya sistem ini, mempermudah partai untuk menyeleksi
kriteria dan karakteristik seseorang yang cocok dengan ideologi partai politiknya.
40 Gabriel Almond, Studi Perbandingan Sistem Politik, dalam Mochtar Mas’ud dan Colin
Mac Andrews (Eds.), Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1978), h. 29. 41 Jack C. Plano, dkk., Kamus Analisis Politik (terj.), (Jakarta: Rajawali, 1985), h. 211.
31
Tentunya orang-orang yang akan direkrut, harus memiliki kesamaan pandangan
dan ideologi yang sesuai dengan partai politik tersebut.42
Lester Seligman yang membagi pola rekrutmen menjadi dua, yaitu: Pertama,
adanya perubahan dari peranan yang berasal dari luar politik kemudian beralih
menjadi seseorang yang berpengaruh dalam politik. Kedua, penetapan dan proses
seleksi kandidat yang mendapatkan jabatan politik yang penting. Proses
perekrutan tersebut meliputi apabila semua persyaratan sudah dipenuhi maka
kandidat tersebut akan diakui atau disetujui oleh para elit dan melalui proses
seleksi yang dilakukan oleh elit.43
Partai politik merupakan bagian dari sistem politik yang berfungsi
menghasilkan para pemimpin-pemimpin yang berkualitas. Untuk menghasilkan
pemimpin yang berkualitas tentunya harus melalui proses rekrutmen yang baik.
Proses rekrutmen dapat dikatakan bagus atau tidak tergantung pada kemampuan
para kadernya untuk bersaing dengan kader yang berasal dari partai lain melalui
persaingan yang sehat.
Rekrutmen politik merupakan tahap awal bagi partai politik untuk
menghasilkan generasi partai yang baru. Kualitas partai tergantung pada sejauh
mana partai tersebut dalam merekrut orang-orang yang berkompeten. Oleh
karena itu, sistem rekrutmen politik yang baik adalah sistem rekrutmen yang
42 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 70. 43 Lester G. Seligman, Perekrutan Kaum Elit dan Pembangunan Politik, dalam Aidit dan
Zaenal AKSP (Ed), Elit dan Modernisasi. (Yogyakarta: Liberty, 1989), h. 15-16.
32
memberikan peluang yang sama pada masyarakat yang secara transparan dan
memiliki nilai-nilai atau orientasi yang sama dengan partai.44
Di Indonesia, meskipun telah menganut sistem demokrasi masih saja
ditemukan dua persoalan mengenai perempuan dalam politik. Pertama,
keterwakilan perempuan cenderung sangat rendah. Kedua, ketidakmampuan
partai politik dalam mengakomodir kepentingan perempuan. Oleh karena itu,
kuota 30% dianggap penting.
Dalam konteks politik di Indonesia, budaya patriarki masih mengakar kuat,
karena masyarakat masih meyakini bahwa perempuan sebaiknya berada di
dalam rumah saja (sektor domestik). Politik kerap kali diidentikkan sebagai
dunia maskulin yang tidak pantas bagi perempuan.45 Di samping itu, perempuan
kerap kali menjadi korban tindak kekerasan dan biasanya memiliki beban kerja
yang jauh lebih berat dan lama daripada laki-laki.
Anne Philips memberi perhatiannya dengan mengatakan bahwa kondisi
yang seperti ini menuntut perempuan untuk merubah paradigma laki-laki yang
menganggap rendah perempuan dengan memperjuangkan kepentingan
perempuan, salah satu caranya yaitu dengan berkiprah dalam dunia politik agar
dapat ikut serta dalam proses pembuatan keputusan. Adapun tujuannya untuk
meningkatkan keterwakilan perempuan adalah adanya kuota 30% untuk
perempuan.46
44 Muhadam Labolo dan Teguh Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di
Indonesia: Teori, Konsep dan Isu Strategis, h. 231-232. 45 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), h. 72-75. 46 Anne Philips, The Politics of Presence, (Oxford: University Press Inc, 1998), h. 61.
33
Partai politik dalam proses rekrutmen kader-kader partai cenderung tidak
selektif, karena minimnya waktu untuk menyeleksi para kader tersebut. Pada
akhirnya yang terpilih adalah kader ala kadarnya yang tidak memiliki latar
belakang dan pengalaman dalam organisasi politik.47 Oleh karena itu, setiap
partai politik harus melakukan fungsi rekrutmen dengan sebaik-baiknya karena
kemajuan dan kualitas partai tergantung pada kader-kader yang dimilikinya.
Adapun syarat-syarat rekrutmen politik, meliputi: Pertama, memiliki
loyalitas artinya kesetiaan pada partai untuk bersikap dan bertindak sesuai
dengan ideologi partai. Kedua, memiliki sikap yang bersih, artinya bebas dari
tindakan tercela baik yang melanggar hukum, norma agama, sosial, dan
kepentingan publik. Ketiga, bersifat transparansi, dalam hal mekanisme
rekrutmen, kekayaan, kualitas pendidikan dan lain sebagainya. Keempat,
memiliki akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
luas.48
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa setidaknya terdapat dua
pola rekrutmen berbeda yang dilakukan oleh partai politik yaitu pola rekrutmen
ditujukan untuk perekrutan anggota baru partai dan pola rekrutmen yang
digunakan untuk memilih dan menyeleksi anggota partai apabila sudah
memenuhi kriteria atau syarat-syarat yang ditentukan maka akan ditempatkan
pada posisi yang strategis dalam partai politik maupun dicalonkan sebagai calon
legislatif.
47 Heru Cahyono, dkk., Potret Pelanggaran Pemilu 1999, (Jakarta: Solidarity Center,
2000), h. 4. 48 Muhadam Labolo dan Teguh Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di
Indonesia: Teori, Konsep, dan Isu Strategis, h. 231-232.
34
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Perempuan dan Politik
Hak-hak perempuan yang dahulu dibatasi dengan dinding kesenjangan, saat
ini sudah mulai memudar dan cenderung sudah ditinggal. Hal tersebut yang
35
membuat perempuan sekarang tidak ingin dibedakan dengan laki-laki dalam
dunia profesi maupun lainnya. Saat ini politik tidak hanya ramai diisi oleh laki-
laki saja, karena ternyata tidak sedikit juga para perempuan yang terjun ke ranah
politik, tidak terkecuali di Indonesia. Bahkan salah satunya ada yang pernah
menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Sejak pemilu pertama yang diselenggarakan pada tahun 1955 sampai saat
ini keterwakilan perempuan di parlemen dengan pencapaian tertinggi baru ada
di periode 2009-2014 yaitu mencapai 18,25%. Rendahnya keterwakilan
perempuan di legislatif menjadi sebuah tanda bahwa posisi tawar perempuan
relatif rendah dalam proses pengambilan keputusan. Padahal jumlah populasi
penduduk di Indonesia separuhnya terdiri dari perempuan.49
Ada dua bentuk keterwakilan politik menurut Anne Philips50 yaitu politics
of idea (politik gagasan) dan politics of presence (politik kehadiran). Kedua teori
ini menyatakan bahwa keterwakilan perempuan yang ada pada saat ini adalah
wujud dari konsep politik gagasan di mana wakil-wakil politik membawa
berbagai gagasan maupun pemikiran dari orang-orang yang diwakilinya.
Dengan diterapkannya sistem pemilihan melalui partai politik ini kerap kali
pemilih dalam menentukan pilihannya berdasarkan partai yang diketahuinya,
melainkan bukan karena telah mengenal betul dan mengetahui latarbelakang
calegnya.
49 Aisah Putri Budiatri, “Bayang-Bayang Afirmasi Keterwakilan Perempuan di Parlemen
Indonesia”, dalam Jurnal Studi Politik Universitas Indonesia, No. 2, Vol. 1, 2011, h. 98. 50 Philips, The Politics of Presence, h. 1-2.
36
Hal ini yang menyebabkan anggota legislatif yang terpilih bukan berasal
dari amanat rakyat melainkan berdasarkan perwakilan dari partai. Selain itu,
anggota legislatif yang terpilih ini juga kerap kali lupa akan janjinya pada masa
kampanye dan lebih mengutamakan kepentingan dirinya maupun kelompok-
kelompok tertentu. Hal ini yang kemudian menurut Anne Philips akan
berdampak pada kelompok-kelompok minoritas seperti perempuan yang
memiliki angka keterwakilan yang rendah di legislatif.
Kesetaraan gender dapat diartikan sebagai kesamaan hak maupun
kesempatan baik laki-laki dan perempuan untuk ikut serta dalam berbagai hal
baik sosial, politik, dan lainnya tanpa membedakan jenis kelamin tertentu yang
sifatnya biologis.51
Kuota 30% dapat dikatakan cukup berhasil dalam meningkatkan
keterwakilan perempuan di legislatif maupun di kepengurusan partai. Meskipun
berbagai pihak tentunya menuai pro dan kontra yang menganggap bahwa
kebijakan afirmasi ini justru berdampak buruk terhadap perempuan untuk
berkompetisi secara bebas baik dengan kaum laki-laki di sektor politik. Pada
kenyataannya baik secara kualitas maupun kuantitas, keinginan dan juga
kesempatan perempuan untuk terjun ke ranah politik masih terbilang minim
maka kebijakan afirmasi ini perlu dikembangkan karena sudah sesuai dengan
ketentuan yang terdapat di Convention on The Elimination of All Forms
Discrimination Againts Women (CEDAW).52
51 Holzsner, Pendekatan-Pendekatan Dasar dalam Analisis Gender, (Malang: Loka Karya
Gender Program Pasca Sarjana (PPS), Universitas Brawijaya, 2004), h. 17. 52 Nina Andriana dkk, Perempuan, Partai Politik, dan Parlemen: Studi Kinerja Anggota
Legislatif Perempuan di Tingkat Lokal, (Jakarta: Pusat Penelitian Politik LIPI, 2012), h. 38.
37
Berbicara mengenai persoalan pentingnya perempuan di dunia politik yang
pada awalnya politik sering kali diidentikan oleh laki-laki karena memang
pemainnya saat ini banyak didominasi oleh laki-laki. Padahal politik mengatur
kehidupan seluruh rakyat Indonesia, termasuk perempuan tentunya. Apalagi
sekarang ini perbandingan antara perempuan dan laki-laki hampir sama yaitu 50
persen.
Menurut Grace Natalie yang merupakan Ketua Umum PSI, menyatakan
bahwa penting sekali untuk perempuan di dunia politik agar pengambilan
keputusan, pembuatan regulasi yang dihasilkan dari proses politik bisa
memperjuangkan kepentingan perempuan. Misalnya perlunya UU Perkawinan
agar jangan sampai ada lagi anak-anak dibawah umur yang menikah. Sampai
hari ini, Indonesia masih peringkat ke-2 se-ASEAN dan No.7 di dunia, fenomena
seperti ini yaitu perkawinan anak dibawah umur marak terjadi di Indonesia. Hal
ini dapat berakibat pula pada pendidikannya yang mana masa depannya akan
hancur seketika.53
Peran perempuan dalam dunia politik semakin dibutuhkan sejalan dengan
perkembangan dinamika politik yang semakin kompleks. Dengan kondisi yang
seperti itu, Partai Golkar merasa perlu untuk terus meningkatkan kemampuan
kepemimpinan politisi perempuan di dalam partainya.
53 Dery Ridwansah, “Hari Kartini: Grace Natalie, Susi Pudjiastuti dan Kartini Masa Kini”,
artikel diakses pada 24 Februari 2019 dari
https://m.jawapos.com/nasional/humaniora/21/04/2018/grace-natalie-susi-pudjiastuti-dan-kartini-
masa-kini/
38
Seperti yang dikemukakan oleh Ulla Nuchrawati selaku Ketua Umum
Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG), yang menyatakan tujuan
diadakannya sekolah politik Partai Golkar guna menyiapkan kader perempuan
sebagai calon pemimpin mulai dari level atas seperti anggota dewan sampai ke
level yang bawah seperti pimpinan daerah. Selain itu juga, diharapkan dapat
menghasilkan perempuan yang tangguh dan kompeten.54
Hal itu sejalan dengan rencana Partai Golkar untuk melakukan pengkaderan
sebagai bentuk berjalannya roda kepemimpinan sebuah organisasi politik, yang
nantinya pada saat perempuan itu terpilih menjadi anggota legislatif, eksekutif,
maupun yang lainnya. Pada dasarnya sudah dibekali kemampuan yang nantinya
dapat membawa, menyalurkan, dan memperjuangkan aspirasi yang ada.
Dengan berdirinya sekolah politik perempuan Golkar ini diharapkan mampu
meningkatkan kepemimpinan dan performa perempuan dalam berkarir sebagai
politisi, sehingga perempuan tidak lagi dipandang sebagai pelengkap saja,
namun sudah menjadi kebutuhan partai politik.
Tidak hanya laki-laki, perempuan juga ikut aktif dalam kepengurusan partai
karena dalam peraturan perundang-undangan yang mengharuskan perempuan
untuk berkiprah di dalam dunia politik jadi kesetaraan gender itu sangat berlaku
di partai ini. Partai Golkar Kota Tangerang Selatan mempunyai sayap partai
yaitu Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) terdapat kegiatan-kegiatan
54 Berita Satu TV, Golkar Dirikan Sekolah Politik Perempuan, pada tanggal 2 Maret 2017
pukul 17.48 WIB.
39
perempuan yang dinaungi oleh partai Golkar salah satunya yaitu majelis taklim
perempuan Al-Hidayah.55
Di dalam partai Golkar itu ada organisasi yang didirikan dan mendirikan.
Organisasi yang mendirikan itu adalah organisasi yang berangkat dari awal yaitu
Sekretariat Bersama (Sekber), Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
(MKGR), Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), dan
Koperasi Simpan Tabungan Gotong Royong (Kosgoro). Sedangkan organisasi
yang didirikan yaitu Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG), Angkatan
Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), dan Angkatan Muda Partai Golkar
(AMPG).
B. Partai Golkar Kota Tangerang Selatan
B.1. Sejarah Partai Golkar
Partai Golongan Karya (Golkar) merupakan partai yang masih
menunjukkan eksistensinya di usianya yang menginjak 50 tahun sejak partai ini
berdiri. Pasca reformasi 1998, Partai Golkar berhasil melepaskan beban sejarah
yang melekat di tubuh partainya, setelah Ketua Umum Partai Golkar
mengumumkan bahwa partai ini berusaha untuk terlepas dari orde baru. Terbukti
bahwa partai ini masih mempertahankan eksistensinya, pada Pemilu 1999 Partai
Golkar berhasil duduk di peringkat kedua. Meskipun, Partai Golkar pernah
dibekukan pada rezim Abdurrahman Wahid melalui Dekrit Presiden tetapi itu
semua dapat dilaluinya malah Golkar menjadi pemenang dalam Pemilu 2004.56
55 Hasil wawancara dengan Aminudin (Pengurus Partai Golkar Kota Tangerang Selatan),
pada tanggal 16 Maret 2019 pukul 10.12 WIB di Kediamannya. 56 Bestian Nainggolan, et.al., Kompaspedia: Partai Politik Indonesia 1999-2019:
Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2016), h. 111.
40
Kemudian muncul sosok kekuatan sipil yang mulai menguat dalam tubuh
Partai Golkar, berbeda dengan sebelumnya, Golkar sangat identik dengan figur
militer. Terbukti dengan terpilihnya Akbar Tandjung secara demokratis pada
Munas Golkar tahun 1999, mengalahkan Edi Sudrajat sebagai figur dari militer
yang menjadi awal kebangkitan politisi sipil dalam tubuh Golkar.
Terpilihnya Akbar Tandjung memberikan sedikit perubahan pada struktur
kepengurusannya yang mana melibatkan kalangan dari politisi sipil. Selain itu,
Akbar Tandjung juga membuat konsep baru terkait visi dan misi Partai Golkar
untuk kedepannya yaitu menjadi partai politik yang terbuka,demokratis,
moderat, mandiri, solid, dan mengakar serta responsif terhadap berbagai
persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat, bangsa atau negara ini.57
Hal ini berbeda jika dibandingkan pada era akhir orde baru, terpilihnya
Harmoko yang berasal dari kalangan sipil dianggap masih berada dalam bayang-
bayang kekuasan Presiden Soeharto pada saat itu. Terpilihnya Akbar Tandjung,
yang kemudian dilanjutkan pada kepemimpinan Jusuf Kalla dan Abdurizal
Bakrie, menjadi gambaran bahwa Partai Golkar berupaya melepaskan beban
sejarahnya.58
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Partai Golkar pasca era reformasi
untuk mempertahankan ekistensi partai ini terbukti dengan mengakar kuatnya
dukungan basis massa, tidak hanya dikalangan bawah saja tetapi juga menancap
kokoh di kalangan elit politiknya. Karakter politik yang pragmatis ditambah
57 Bachtiar Effendy, et.al., Beringin Membangun Sejarah Partai Golkar, (Jakarta: Grafindo
Khazanah Ilmu, 2012), h. 149. 58 Bestian Nainggolan, et.al., Kompaspedia: Partai Politik Indonesia 1999-2019:
Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, h. 113.
41
dengan kekuatan modal yang besar sehingga mendukung tubuh partai ini
membuat Partai Golkar sebagai perusahaan terbuka yang menjadi lahan
pertarungan kekuatan politik yang mempunyai modal yang besar. Kemunculan
2 tokoh pengusaha nasional dalam kepemimpinan Partai Golkar, yakni Jusuf
Kalla periode 2004-2009 dan Abdurizal Bakrie periode 2009-2014 membuat
partai ini semakin menjadi kekuatan politik yang banyak dibangun dengan
modal yang besar.59
Jika dibandingkan pada era pembentukan dan kiprahnya di orde baru,
sekarang ini Partai Golkar terlihat adanya perubahan, semulanya partai ini
ditopang oleh tiga unsur kekuatan yaitu Presiden Soeharto, Militer, dan
Birokrasi. Sedangkan pasca reformasi partai ini ditopang oleh kekuatan modal
yang terpusat pada ketua umumnya. Sejarah Partai Golkar tidak bisa dilepaskan
dari peran militer khususnya Angkatan Darat (AD).
B.2. Berdirinya Partai Golkar Kota Tangerang Selatan
Partai Golongan Karya (Golkar) merupakan salah satu partai politik
terbesar di Indonesia. Terbentuknya Partai Golkar Kota Tangerang Selatan
bersamaan dengan berdirinya Kota Tangerang Selatan yang berasal dari hasil
pemekaran Kabupaten Tangerang. Terbentuknya Kota Tangerang Selatan
mendorong terbentuknya kepengurusan partai, karena partai merupakan bagian
dari instrumen politik yang tidak bisa lepas dari persoalan pemerintahan.60
59 Bestian Nainggolan, et.al., Kompaspedia: Partai Politik Indonesia 1999-2019:
Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, h. 113. 60 Hasil wawancara dengan Aminudin (Pengurus Partai Golkar Kota Tangerang Selatan),
pada tanggal 16 Maret 2019 pukul 10.00 WIB di Kediamannya.
42
Setelah Kota Tangerang Selatan itu terbentuk kemudian dibuatlah apa yang
disebut karteker. Karteker adalah pelaksana tugas (Plt) yang bertugas
melaksanakan Musyawarah Daerah (Musda) untuk membentuk kepentingan
definitif. Setelah itu, terpilihlah ketua DPD yang pertama yaitu Muhammad
Kanung lalu kemudian digantikan oleh Airin Rachmi Diany sampai saat ini.
Dalam masa kepemimpinan yang pertama, terdapat masalah internal pada
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar sehingga program-program dari
Partai Golkar Tangsel selama 2 tahun itu terhenti oleh keputusan Undang-
Undang yang berlaku atau dapat dikatakan vakum kepemimpinan selama 2
tahun. Pada saat itu juga, Airin Rachmi Diany dapat dikatakan menggantikan
posisi Muhammad Kanung sebagai Ketua DPD meskipun dengan jabatan
Pergantian Antar Waktu (PAW) karena Muhammad Kanung ini meninggal
dunia pada masa jabatannya.61
Demikianlah sekilas dari rentang sejarah Partai Golkar Kota Tangerang
Selatan mengingat umur Kota Tangerang Selatan baru menginjak usia 10 tahun.
Di usia tersebut masih terbilang cukup muda dalam persoalan pemerintahan,
sehingga secara jabatan ketua partainya baru dua kali masa kepemimpinan. Di
masa yang akan datang, mungkin akan ada tokoh baru yang muncul atau tetap
dipimpin oleh Airin Rachmi Diany.
Mengingat partai Golkar itu sangat dinamis, demokratis dan juga fleksibel,
artinya di Golkar siapapun bisa jadi ketua sepanjang mampu dan bisa diterima
61 Hasil wawancara dengan Iie Suhrowardi (Wakil Sekretaris Bidang I Organisasi dan
Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal
28 Maret 2019 pukul 14.35 WIB di Kantor Sekretariat DPD Partai Golkar Tangerang Selatan.
43
oleh akar rumput (grass-roots). Tidak memperhatikan latar belakang status
sosial, suku, ras, agama, bahasa, dan lainnya. Terlihat pada kebanyakan para
pendahulunya yang berasal dari orang-orang Timur seperti Aburizal Bakrie,
Akbar Tanjung dan Jusuf Kalla.62 Tidak menutup kemungkinan bahwa siapa saja
dapat menjadi ketua partainya.
Awalnya letak kantor Partai Golkar Tangerang Selatan berada di Villa
Bintaro yang memiliki anggota yang jumlahnya ribuan. Adapula kader yang
tercatat memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) dan adapula yang sifatnya hanya
simpatisan saja. Simpatisan Golkar itu tidak pernah hilang artinya meskipun
tidak memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) tetapi ia simpati dengan Partai
Golkar karena mereka tahu rentang sejarah dan para pendahulu Golkar yang
cukup cakap dalam kepemimpinannya dan memiliki kemampuan yang
mumpuni.
B.3. Tujuan dan Program Kerja
Tujuan dibentuknya partai Golkar Tangerang Selatan adalah sama tujuan
awal karena daerah lokal seperti Tangerang Selatan berangkat dari hulu pusat,
Golkar itu lahir dengan sistem politik yang dimiliki, bagian dari instrumen
politik maupun pemerintah sudah membuktikan terlepas dari lebih kurangnya
Partai Golkar dibuktikan selama 32 tahun di bawah kepemimpinan Soeharto
banyak yang didapatkan manfaatnya memang tidak sedikit pula dampak
negatifnya. Oleh karena itu, pro-kontra yang terjadi baik di internal maupun
62 Hasil wawancara dengan Aminudin (Pengurus Partai Golkar Kota Tangerang Selatan),
pada tanggal 16 Maret 2019 pukul 10.05 WIB di Kediamannya.
44
eksternal merupakan suatu hal yang wajar karena di dunia ini tidak ada yang
sempurna karena itu semua bagian dari sebuah dinamika.63
Iie Suhrowardi menambahkan bahwa pembentukan Partai Golkar awalnya
adalah terdiri dari gabungan organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti kino,
seperjuangan yang sama-sama merumuskan mencegah bahaya latin dan
pengaruh-pengaruh atau paham-paham komunis.64 Meskipun Partai Golkar
Tangerang Selatan memiliki kiprah yang sangat bagus, tidak terlepas dari
kendala seperti black campaign, saling menjatuhkan lawan dan lebih kepada
masalah dari luar (eksternal). Tetapi, tidak menutup kemungkinan di internal pun
juga ada, namun hanya terjadi gesekan kepentingan saja yang disebabkan oleh
sesama anggota yang tidak mendapatkan posisi atau mungkin tidak
diakomodirnya kepentingan mereka sehingga para elit tersebut mengeluarkan
statement-statement yang terkadang pada akhirnya membuat masyarakat
menjadi bingung.
Adapun program kerja dari Partai Golkar Kota Tangerang Selatan yang
merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Walikota karena Walikota Tangerang Selatan adalah Ketua Dewan Pimpinan
Daerah (DPD) Partai Golkar Tangerang Selatan. Visi dan misi dari Partai Golkar
Kota Tangerang Selatan itu adalah membangun Kota Tangerang Selatan mulai
dari infrastruktur sampai pembangunan sumber daya manusia artinya
63 Hasil wawancara dengan Aminudin (Pengurus Partai Golkar Kota Tangerang Selatan),
pada tanggal 16 Maret 2019 pukul 10.18 WIB di Kediamannya. 64 Hasil wawancara dengan Iie Suhrowardi (Wakil Sekretaris Bidang I Organisasi dan
Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal
28 Maret 2019 pukul 14.40 WIB di Kantor Sekretariat DPD Partai Golkar Tangerang Selatan.
45
keberadaan Partai Golkar Kota Tangerang Selatan paling tidak harus bermanfaat
bagi masyarakat Tangerang Selatan.65
Iie Suhrowardi juga menambahkan, bahwa program kerja Partai Golkar
Kota Tangerang Selatan mengacu pada Musyawarah Nasional (Munas)
kemudian Rapat Pimpinan (Rapim) dan Rapat Kerja (Raker), artinya semua
kegiatan partai dituangkan ke dalam rapat kerja untuk menghasilkan beberapa
kegiatan, di antaranya meliputi: Pertama, mengembalikan citra Partai Golkar
yang selama reformasi ini mulai menurun, sehingga Partai Golkar
mendeklarasikan dirinya sebagai partai yang modern, partai yang mengevaluasi
kinerja baik kepercayaan serta dedikasinya pada masyarakat atau bangsa ini.
Kedua, munculnya slogan baru yang dahulunya berbunyi “Suara Golkar
Suara Rakyat” sekarang diganti dengan slogan “Golkar Bersih, Golkar Bangkit,
Golkar Maju dan Golkar Menang”. Bersih artinya seperti diketahui bahwa
terdapat beberapa kader-kader Golkar yang tersandung oleh kasus korupsi,
sehingga Partai Golkar ingin merubah citra tersebut dengan slogan barunya
sebagai jargon untuk mencapai kejayaan Partai Golkar kembali dan menghapus
image yang tidak baik pada masyarakat yang dapat membuat citra Partai Golkar
itu menurun.66
65 Hasil wawancara dengan Aminudin (Pengurus Partai Golkar Kota Tangerang Selatan),
pada tanggal 16 Maret 2019 pukul 10.22 WIB di Kediamannya. 66 Hasil wawancara dengan Iie Suhrowardi (Wakil Sekretaris Bidang I Organisasi dan
Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal
28 Maret 2019 pukul 14.44 WIB di Kantor Sekretariat DPD Partai Golkar Tangerang Selatan.
46
BAB IV
POLA REKRUTMEN PEREMPUAN DALAM PARTAI GOLKAR KOTA
TANGERANG SELATAN TAHUN 2014
A. Pola Rekrutmen Partai Golkar
Partai politik adalah sebuah kelompok yang terorganisir yang anggota-
anggotanya memiliki orientasi, nilai-nilai, visi dan misi, cita-cita dan tujuan yang
sama untuk memperoleh jabatan politik tertentu dengan cara konstitusional.67
Dalam struktur dan sistem politik, partai politik bertanggung jawab dalam
melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas. Oleh karena itu, partai politik
harus menjalankan fungsi rekrutmen dengan sebaik-baiknya. Rekrutmen yang
dimaksud adalah proses penyeleksian calon kandidat yang sesuai dengan nilai-nilai
dan ideologi partainya guna mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas.68
Menurut Ramlan Surbakti, rekrutmen politik merupakan proses penyeleksian
atau pemilihan dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk
melaksanakan tugasnya dalam pemerintahan.69
Pada masa pemerintahan orde baru, proses rekrutmen politik masih
menggunakan sistem tertutup, pengaruh yang sangat dominan terletak pada
pemerintah pusat yaitu Presiden Soeharto. Dalam proses perekrutannya tidak
melibatkan masyarakat, tetapi berdasarkan pada patronase politik. Akibatnya, tidak
67 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), h. 403-404. 68 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, h. 70. 69 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 1992), h. 118.
47
jarang ditemukan pemimpin tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak
khususnya masyarakat, karena dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya
dengan baik. Hal ini terlihat pada jabatan pimpinan partai politik, di mana ketua
partai politiknya berasal dari dukungan pemerintah bukan dari basis dukungan
massa.
Demikian pula halnya dalam proses rekrutmen di tingkat lokal, di mana
proses pemilihan gubernur atau kepala desa, tidak melibatkan masyarakat di
dalamnya karena ditentukan oleh kekuatan pemerintah pusat. Pada masa reformasi,
tidak mengalami banyak perubahan patronase politik masih mewarnai sistem
politik di Indonesia. Terdapat satu perubahan yang sangat kentara pada proses
rekrutmen di era reformasi yaitu pada proses rekrutmen yang berdasarkan
persetujuan ketua partai penguasa.70
A.1. Prosedur Rekrutmen Partai Golkar
Pada dasarnya, proses rekrutmen politik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Pertama, sistem rekrutmen politik terbuka adalah sistem rekrutmen yang
memberikan kesempatan pada masyarakat apabila sudah memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan dan berkompeten, sehingga mempunyai kesempatan yang sama
untuk menduduki jabatan politik maupun pemerintahan. Kedua, sistem rekrutmen
politik tertutup adalah sistem rekrutmen politik yang hanya memberikan
kesempatan kepada orang-orang tertentu seperti teman dekat dari elit partai atau
seseorang yang mempunyai kedekatan dengan partai, pengusaha, atau individu-
70 Hendra Sukmana dan Arsiyah, “Model Rekrutmen Calon Anggota Legislatif oleh Partai
Politik di DPD Partai Golkar Kabupaten Sidoarjo”, dalam JKMP (ISSN. 2338-445X), No. 2, Vol. 1,
September 2013, h. 158.
48
individu yang mempunyai latarbelakang sosial yang sama seperti agama, daerah,
etnis, suku, bahkan berasal dari keluarga elit tersebut, maka dengan mudah
seseorang untuk masuk didalamnya.71
Berdasarkan kedua proses rekrutmen politik tersebut, dapat diketahui bahwa
prosedur semi-terbukalah yang digunakan oleh Partai Golkar Kota Tangerang
Selatan dalam proses rekrutmen calon legislatifnya. Prosedur semi-terbuka adalah
dalam proses rekrutmennya diutamakan dari internal partai, dengan menempatkan
kader-kadernya dahulu yang dicalonkan menjadi caleg, kader-kader tersebut
biasanya berasal dari pengurus partai, sayap-sayap partai, dan organisasi yang
didirikan maupun yang mendirikan Partai Golkar. Selain itu, masyarakat luas
memiliki kesempatan yang sama untuk mendaftarkan dirinya sebagai calon
legislatif, asalkan memiliki kompetensi yang memadai sebagai caleg.72
A.2. Kriteria Khusus bagi Para Calon Legislatif Partai Golkar
Partai Golkar merupakan partai besar yang berpengalaman dalam Pemilu,
meskipun terbilang sebagai partai yang cukup berpengalaman, para elit partai
golkar sangat berhati-hati dalam melakukan proses rekrutmen politiknya. Partai
Golkar sendiri memiliki kriteria khusus yang harus dimiliki oleh caleg-calegnya.
Berdasarkan Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Nomor: KEP-
227/DPP/GOLKAR/I/2013 tentang Pedoman Penyusunan Daftar Calon anggota
71 Lili Romli, Demokrasi dalam Bayang-Bayang Kekuatan Jawara: Studi Kasus
Pencalonan Caleg di Provinsi Banten 2004, (Jakarta: LIPI, 2005), h. 19. 72 Hasil wawancara dengan Rachmat Hidayat (Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai
Golkar Tangerang Selatan), pada tanggal 29 Maret 2019, pukul. 14.03 WIB di Roti Bakar Eddy
Sektor 9 Bintaro.
49
DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Partai Golkar, adapun
kriteria tersebut adalah:73
a. Memiliki kompetensi yang memadai untuk menjalankan tugas-tugas sebagai
anggota legislatif.
b. Memiliki pengabdian dan rekam jejak yang baik selama aktif di Partai Golkar.
c. Memiliki Prestasi, Dedikasi, Disiplin, Loyalitas, dan Tidak Tercela (PD2LT).
d. Memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh Undang-Undang.
Kriteria-kriteria di atas belum mampu menentukan para caleg itu dapat lolos
begitu saja, melainkan harus melewati tahap-tahapan lain agar dapat maju dalam
pemilu, salah satunya adalah tata cara penentuan daftar calon anggota legislatif
Partai Golkar. Dalam rangka menentukan daftar calon anggota legislatif dilakukan
penilaian terhadap kader bakal calon anggota legislatif meliputi:
a. Aspek Pengabdian
adalah rekam jejak kader yang baik selama aktif di dalam Partai Golkar seperti
aktif sebagai pengurus partai, anggota fraksi, sayap partai, dan pengurus ormas
yang didirikan maupun yang mendirikan.
b. Aspek Elektabilitas
adalah peluang terpilihnya seorang kader yang dilihat dari sisi basis dukungan
massa. Sejauh mana elektabilitas calon legislatif di lingkungan atau di daerah
pemilihan.
c. Aspek Pendidikan Fungsionaris
adalah suatu bentuk orientasi bagi calon legislatif guna mengukur sejauh mana
caleg tersebut memenuhi persyaratan sebagai caleg atau tidak.
d. Aspek Pendidikan
adalah latarbelakang pendidikan dari seorang kader, seperti pendidikan formal,
non formal, dan pendidikan kepartaian.
Kemudian terdapat usulan dari Ketua DPD Partai Golkar Tangerang Selatan,
Airin Rachmi Diany yang mengemukakan bahwa setiap orang berhak untuk
73 Teguh Adi Prasojo, “Pola Rekrutmen Calon Anggota Legislatif (Caleg) dari Partai
Golkar untuk DPRD Jateng Periode 2014-2019”, dalam POLITIKA, No. 2, Vol. 4, Tahun Oktober
2013, h. 22.
50
mempunyai kesempatan yang sama sebagai jenjang politisi, setiap calon legislatif
yang terpilih kemudian mewakili Partai Golkar pada ajang pemilu, harus mengikuti
beberapa tahapan-tahapan atau mekanisme yang harus dilaksanakan, salah satunya
yaitu pendidikan fungsionaris. Pendidikan fungsionaris merupakan syarat utama
bagi para calon legislatif. Pendidikan fungsionaris merupakan barometer atau alat
ukur untuk mengukur para kader atau calon legislatif yang benar-benar memenuhi
syarat sebagai calon legislatif.74
A.3. Sumber-Sumber Rekrutmen Partai Golkar
Menurut Rachmat Hidayat, terdapat beberapa sumber-sumber rekrutmen yang
menjadi pertimbangan Partai Golkar untuk menyeleksi para calon legislatifnya, di
antaranya meliputi: Pertama, diutamakan para pengurus Partai Golkar yang
berdasarkan notabene yang berdomisili di Tangerang Selatan, tak jarang ditemukan
pula anak-anak dari tokoh masyarakat seperti lurah dan camat yang merupakan
hasil Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Dari hasil itu kemudian dilakukan
pengkaderan, pengkaderan yang dimaksud adalah berupa ajakan untuk masuk ke
dalam struktur kepengurusan baik di tingkat Kelurahan, Kecamatan, maupun
Kota.75
Kedua, organisasi kemasyarakatan yang didirikan seperti Kesatuan Perempuan
Partai Golkar (KPPG), Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), dan Angkatan
Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) maupun organisasi yang mendirikan Partai
74 Hasil wawancara dengan Iie Suhrowardi (Wakil Sekretaris Bidang I Organisasi dan
Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal
28 Maret 2019 pukul 14.55 WIB di Kantor Sekretariat DPD Partai Golkar Tangerang Selatan. 75 Hasil wawancara dengan Rachmat Hidayat (Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai
Golkar Tangerang Selatan), pada tanggal 29 Maret 2019, pukul. 13.45 WIB di Roti Bakar Eddy
Sektor 9 Bintaro.
51
Golkar seperti Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Sentral
Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), dan Koperasi Simpan Tabungan
Gotong Royong (Kosgoro).76
Tidak hanya itu saja, Iie Suhrowardi77 menambahkan bahwa sumber-sumber
rekrutmen dapat diambil dari sayap-sayap Partai Golkar yaitu Angkatan Muda
Partai Golkar (AMPG) dan Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG), pengurus
badan dan lembaga yang dibentuk Partai Golkar.
Tidak jarang ditemukan bahwa tokoh masyarakat yang berasal dari (tokoh
agama, akademisi, budayawan dan profesional lainnya) yang memiliki kompetensi
dan popularitas juga menjadi bagian dari persyaratan calon legislatif yang akan
direkrut oleh Partai Golkar Kota Tangerang Selatan. Tetapi tidak menutup
kemungkinan bagi siapa saja yang ingin mendaftarkan dirinya sebagai calon
legislatif, asalkan ia aktif di organisasi dan partai politik, serta memiliki basis
dukungan massa yang banyak.78
B. Rekrutmen Perempuan di Partai Golkar
Demokrasi merupakan jalan alternatif yang memungkinkan terciptanya
kesempatan yang luas, wewenang dan partisipasi dari warga negaranya untuk
mengatur hidupnya sendiri dengan melalui berbagai cara, seperti bertukar pikiran,
berdemonstran, berkumpul, dan lainnya dengan asas persamaan dan keadilan.79
76 Hasil wawancara dengan Diana Syukrillah (Calon Legislatif Perempuan DPRD
Tangerang Selatan), pada tanggal 16 Desember 2018, pukul. 15.35 WIB di McDonald’s. 77 Hasil wawancara dengan Iie Suhrowardi (Wakil Sekretaris Bidang I Organisasi dan
Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal
28 Maret 2019 pukul 14.57 WIB di Kantor Sekretariat DPD Partai Golkar Tangerang Selatan. 78 Hasil wawancara dengan Rachmat Hidayat (Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu)
Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal 29 Maret 2019 pukul 13.48 WIB di Roti Bakar
Eddy Sektor 9 Bintaro. 79 Mansour Fakih, Analis Gender dan Transformasi Sosial, h. 165.
52
Demokrasi merupakan sistem politik di mana demokrasi memberikan ruang
untuk rakyat menggunakan hak pilih, berpendapat, berkumpul, dan lainnya. Maka
dari itu, demokrasi dicirikan oleh adanya dominasi laki-laki khususnya pada sektor
publik sehingga ada anggapan bahwa tidak perlu melibatkan perempuan di
dalamnya.
Dalam sistem demokrasi, melibatkan kepentingan rakyatnya menjadi sebuah
keharusan tanpa terkecuali peran perempuan. hampir dari separuh penduduk
Indonesia terdiri dari perempuan. Oleh karena itu, demokrasi harus mampu
menciptakan sistem yang berbasis kesetaraan gender dan melibatkan perempuan
dalam pembuatan keputusan dalam berbagai kesempatan.80
Sebagaimana dikutip oleh Mansour Fakih, Ann Oakley, mengemukakan bahwa
gender bukan perbedaan biologis atau bersifat kodrati, melainkan perbedaan
perilaku antara laki-laki dengan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial.
Gender dapat berubah-ubah misalnya dari waktu ke waktu, tempat ke tempat
bahkan dari kelas ke kelas, sedangkan jenis kelamin tidak dapat berubah atau
bersifat kodrati.81
Mansour Fakih menegaskan bahwa dengan adanya perbedaan gender maka
akan menimbulkan ketidakadilan gender, seperti: terjadinya marginalisasi
(kemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan, terjadinya subordinasi pada laki-
laki yang beranggapan bahwa laki-laki lah yang paling dominan, streotipe negatif,
80 Azza Karam dkk, Perempuan di Parlemen: Bukan Sekedar Jumlah, Bukan Sekedar
Hiasan, h. 6. 81 Mansour Fakih, Analis Gender dan Transformasi Sosial, h. 71-72.
53
terjadinya tindak kekerasan, dan biasanya perempuan memiliki beban pekerjaan
yang jauh lebih berat dan lama dari pada laki-laki.82
B.1. Kriteria-Kriteria dalam Proses Rekrutmen Perempuan
Perempuan merupakan suatu keharusan di dalam struktur partai, baik di
tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan, dengan melibatkan sekurang-
kurangnya 30% komposisi perempuan didalamnya. Partai Golkar mempunyai
kriteria penilaian tersendiri untuk melakukan seleksi kepada kader-kadernya
sehingga nantinya kader-kader yang terpilih merupakan kader-kader yang berkualitas
dalam arti tidak sembarangan kader akan dengan mudah mendapatkan ruang untuk
menduduki posisi sebagai anggota legislatif.
Tidak jauh berbeda dengan proses rekrutmen pada umumnya, proses rekrutmen
perempuan juga memiliki beberapa kriteria, di antaranya sebagai berikut: Pertama,
aktif dalam berbagai organisasi baik politik, sosial, ekonomi, dan lainnya. Kedua,
aktif dalam kepengurusan dan sayap partai. Ketiga, memiliki kemampuan yang
mumpuni atau memenuhi syarat sebagai caleg. Unsur terpenting dalam proses
rekrutmennya Partai Golkar Kota Tangerang Selatan adalah diambil melalui dua
sayap partai yang berasal dari satu badan dengan DPD Partai Golkar yaitu Angkatan
Muda Partai Golkar (AMPG) dan Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG).83
B.2. Mekanisme Rekrutmen Perempuan yang Berbasis Gender
Partai Golkar memilik sayap partai yang bernama Kesatuan Perempuan Partai
Golkar (KPPG). Melalui KPPG itulah cara Partai Golkar dalam merekrut kader-
82 Mansour Fakih, Analis Gender dan Transformasi Sosial, h. 147-151. 83 Hasil wawancara dengan Iie Suhrowardi (Wakil Sekretaris Bidang I Organisasi dan
Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal
28 Maret 2019 pukul 14.58 WIB di Kantor Sekretariat DPD Partai Golkar Tangerang Selatan.
54
kader perempuan. Jadi, keterlibatan perempuan di dalam Partai Golkar dinaungi
oleh sayap partai atau yang dikenal dengan Kesatuan Perempuan Partai Golkar
(KPPG). Hal itu menunjukkan bahwa Partai Golkar memberikan tempat khusus
bagi perempuan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal itu
dikarenakan, perempuan memiliki loyalitas yang tinggi, militansi, mempunyai
semangat perjuangan yang sangat signifikan sehingga di dalam wadah KPPG ini
diharapkan dapat mengakomodasi semua kegiatan yang berwawasan perempuan.84
Kemudian Rachmat Hidayat menambahkan, di bidang pemberdayaan
perempuan yang diwadahi oleh KPPG ini kerap kali membuat sebuah kegiatan-
kegiatan atau simulasi terhadap perempuan baik berupa keahlian, ketrampilan,
kegiatan-kegiatan usaha mulai dari usaha kecil hingga menengah, terdapat pula
penyuluhan terhadap kesetaraan gender, itu semua merupakan strategi Partai
Golkar dalam merekrut perempuan.85
Dalam proses rekrutmen yang dilakukan oleh Partai Golkar, terlihat jelas
bahwa Partai Golkar merupakan partai yang perduli terhadap keberadaan
perempuan, karena memiliki program-program yang berbasis gender. Selain itu,
Partai Golkar memberikan kesempatan yang sama pada laki-laki dan perempuan
untuk mengembangkan potensi dirinya di dalam struktur kepengurusan, artinya
Partai Golkar sangat memperhatikan proses rekrutmen yang bersifat kesetaraan
gender.
84 Hasil wawancara dengan Iie Suhrowardi (Wakil Sekretaris Bidang I Organisasi dan
Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal
28 Maret 2019 pukul 15.03 WIB di Kantor Sekretariat DPD Partai Golkar Tangerang Selatan. 85 Hasil wawancara dengan Rachmat Hidayat (Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu)
Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal 29 Maret 2019 pukul 13.52 WIB di Roti Bakar
Eddy Sektor 9 Bintaro.
55
Misalnya, untuk Daerah pemilihan (Dapil) Kecamatan Pondok Aren pada
tahun 2014 terdapat sebanyak 4 orang, dari 11 kursi yang ada jumlah perempuannya
sebanyak 4 orang, sedangkan di Kecamatan Serpong Utara sebanyak 2 orang,
Kecamatan Ciputat sebanyak 3 orang, Kecamatan Pamulang sebanyak 5 orang, dan
Kecamatan Setu sebanyak 3 orang. Secara keseluruhan total calon legislatif
perempuan sebanyak 17 orang.
Dapat dikatakan bahwa keterwakilan perempuan di Partai Golkar saat ini
secara jumlah caleg-caleg perempuan di daerah pemilihan baik di tingkat nasional
maupun lokal sudah memenuhi persyaratan yaitu kuota 30% seperti apa yang
dianjurkan oleh Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum.
C. Faktor-Faktor Penyebab Absennya Anggota Legislatif Perempuan di
DPRD Kota Tangerang Selatan
Dalam pola rekrutmen perempuan dalam partai Golkar Kota Tangerang
Selatan, tentunya tidak terlepas dari berbagai hambatan atau kendala-kendala dari
caleg perempuan untuk terlibat aktif dalam ruang publik. Oleh karena itu, penulis
memaparkan faktor-faktor yang menjadi penyebab tidak adanya anggota legislatif
perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan.
Pertama, ketika perempuan menjadi seorang politisi, berbagai hambatan tentu
saja dialami oleh perempuan. Menurut Diana Syukrillah, terdapat dua kendala yang
dialami oleh perempuan, yaitu: Pertama, peran ganda yang dimilikinya yang tidak
dapat mobile seperti laki-laki seperti harus mengurusi anak-anak dan suaminya
apabila ia adalah seorang ibu rumah tangganya, setelah semuanya selesai lalu baru
bisa untuk sosialisasi ke masyarakat. Kedua, adanya anggapan bahwa pendidikan
56
dan kemampuan politik perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Sehingga
strategi yang dilakukan perempuan itu dengan berusaha door to door dan juga
masuk kedalam komunitas perempuan seperti majelis taklim.86
Kemudian Raras Yudiana Erawati menambahkan, bahwa terbatasnya akses
serta dukungan partai membuat perempuan kesulitan untuk bersaing terutama
bersaing dengan sesama perempuan itu sendiri apalagi bersaing dengan laki-laki.
Selain itu, proses seleksi kandidat partai politik yang masih didominasi oleh laki-
laki. Hal ini yang membuat posisi perempuan kerap kali berada posisi yang tidak
menguntungkan.87
Selain itu, sebuah negara yang menganut sistem patriarki seperti Indonesia,
kesempatan untuk perempuan duduk atau menjabat di ruang publik relatif dibatasi
karena persepsi masyarakat mengenai pembagian peran antara laki-laki dan
perempuan, yang cenderung menempatkan perempuan pada urusan rumah tangga
(sektor domestik).88
Kedua, Iie Suhrowardi menambahkan bahwa Undang-Undang hanya
menetapkan kuota 30% untuk calon perempuan di dalam mengikuti pemilu
legislatif. Tetapi di dalam Undang-Undang itu sendiri tidak ada keberpihakan
terhadap perempuan secara masif, artinya tidak ada pengecualian perempuan secara
otomatis untuk menjadi pemenang. Tetapi mereka mempunyai hak-hak politik yang
86 Hasil wawancara dengan Diana Syukrillah (Caleg Perempuan DPRD Tangerang
Selatan), pada tanggal 16 Desember 2018 pukul. 15.20 WIB di McDonald’s. 87 Hasil wawancara dengan Raras Yudiana Erawati (Caleg Perempuan DPRD Tangerang
Selatan), pada tanggal 28 Maret 2019 pukul. 16.18 WIB di Kediamannya. 88 Hasil wawancara dengan Raras Yudiana Erawati (Caleg Perempuan DPRD Tangerang
Selatan), pada tanggal 28 Maret 2019 pukul. 16.21 WIB di Kediamannya.
57
sama, hak-hak untuk merekrut konstituen yang sama tetapi tetap yang menentukan
adalah elektabilitas dari masing-masing calon legislatif itu sendiri.89
Ketiga, menurut Rachmat Hidayat terdapat persaingan yang ketat di lingkup
internal partai yang merupakan unsur terpenting absennya anggota legislatif
perempuan, karena Partai Golkar terdiri dari kader-kader atau tokoh-tokoh besar
seperti mantan lurah, camat, dan lainnya. Pada akhirnya, caleg-caleg perempuan ini
kalah dalam pertarungan di internal partai. Padahal jika dibandingkan dengan
partai-partai lain, suara yang didapat Partai Golkar cukup tinggi, misalnya di Dapil
Pondok Aren, Ida Farida yang merupakan caleg sekaligus ketua KPPG
mendapatkan suara yang cukup banyak, bahkan caleg laki-laki dari Partai PDI-P
suaranya masih kalah banyak. Tetapi karena memang di Partai Golkar itu isinya
terdiri dari petarung semua atau tokoh-tokoh besar yang memiliki elektabilitas dan
popularitas, sehingga caleg-caleg perempuan ini merasa kurang percaya diri untuk
bersaing dengan tokoh-tokoh besar yang mencalonkan diri sebagai caleg dan
akhirnya kalah.90
Keempat, terlihat jelas bahwa budaya patriarki masih mengakar kuat dalam
Pemilu 2014, dominasi laki-laki menjadi penyebab utamanya, sehingga dalam
kompetisi pemilu pada akhirnya perempuan kalah karena caleg-caleg laki-lakinya
berasal dari tokoh-tokoh yang besar. Meskipun kesempatan sudah diberikan, akan
89 Hasil wawancara dengan Iie Suhrowardi (Wakil Sekretaris Bidang I Organisasi dan
Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal
28 Maret 2019 pukul 15.06 WIB di Kantor Sekretariat DPD Partai Golkar Tangerang Selatan. 90 Hasil wawancara dengan Rachmat Hidayat (Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu)
Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal 29 Maret 2019 pukul 13.55 WIB di Roti Bakar
Eddy Sektor 9 Bintaro.
58
tetapi budaya patriarki ini tidak dapat dihilangkan dari proses demokrasi di
Indonesia.
Selain itu, pada tahun 2014 Partai Golkar hanya memfokuskan pada perolehan
suaranya saja agar bisa memimpin di parlemen. Alhasil, Partai Golkar menang dan
berhasil memimpin di parlemen, meskipun keterwakilan perempuannya belum ada
di DPRD Kota Tangerang Selatan.
Kelima, berdasarkan penuturan dari Rachmat Hidayat yang mengatakan bahwa
Dapil yang memperoleh suara terendah berada di Dapil Ciputat Timur, di mana
Partai Golkar memperoleh suara sebesar 10.156 suara. Adapun penyebabnya yaitu
caleg perempuan kurang maksimal dalam sosialisasi di masyarakat sehingga gagal
dalam menarik hati masyarakat.91
Menurut Lasiah yang merupakan tokoh masyarakat yang tinggal di Dapil
Ciputat Timur di mana Partai Golkar memperoleh suara terendah di daerah tersebut
yang mengatakan bahwa modal sosial yang dibangun oleh caleg perempuan Partai
Golkar Kota Tangerang Selatan dinilai kurang berhasil dalam menarik hati
masyarakat khususnya masyarakat di Ciputat Timur. Hal ini dikarenakan para
caleg-caleg perempuannya berasal dari kalangan ibu rumah tangga, istri, kerabat
maupun keluarga para elit partainya sehingga masyarakat enggan untuk
memilihnya karena ditakutkan akan melakukan tindak korupsi guna
melanggengkan kekuasaannya.92
91 Hasil wawancara dengan Rachmat Hidayat (Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu)
Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal 05 September 2019 pukul 14.45 WIB Via
Telefon di WhatsApp. 92 Hasil wawancara dengan Lasiah (Tokoh masyarakat yang tinggal di Dapil Ciputat
Timur), pada tanggal 06 September 2019 pukul 14.42 WIB di Kediamannya.
59
Kemudian, Saonah menambahkan bahwa caleg perempuan dari Partai Golkar
berbeda dengan caleg perempuan dari partai politik lain misalnya seperti Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) yang cenderung lebih berani untuk tampil ke masyarakat.
Selain itu, caleg perempuan dari Partai PKS memiliki rekam jejak yang baik dan
berpengalaman terbukti selama 2 periode Partai PKS ini mengalami peningkatan
pada jumlah caleg perempuannya serta mempunyai jiwa atau solidaritas yang
tinggi, dapat dilihat pada saat kampanye menjelang pemilu terdapat sekelompok
perempuan yang mengkampanyekan salah satu teman atau kerabatnya yang
mencalonkan dirinya sebagai caleg dengan melakukan door to door keliling
kampung. Hal ini yang melatarbelakangi masyarakat Ciputat Timur lebih memilih
caleg perempuan dari partai politik lain daripada Partai Golkar.93
Berdasarkan hasil penelitian di atas, menurut hemat penulis bahwa peran ganda
saat ini sudah tidak berlaku karena ada calon anggota legislatif perempuan dari
partai politik lain yang mampu mendapatkan suara yang signifikan atau terpilih.
Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi absennya caleg perempuan yaitu:
ongkos atau biaya, kurang menjalin komunikasi sehingga belum dikenal oleh
masyarakat terkait dengan popularitas, dan kurangnya strategi pemasaran. Jadi,
bukan satu-satunya faktor pola rekrutmen yang menjadikan caleg perempuan tidak
terpilih.
93 Hasil wawancara dengan Saonah (Tokoh masyarakat yang tinggal di Dapil Ciputat
Timur), pada tanggal 06 September 2019 pukul 14.44 WIB di Kediaman Lasiah.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan teori rekrutmen politik dari Riri Romli yang menyatakan bahwa
ada dua bentuk pola rekrutmen yaitu rekrutmen terbuka dan rekrutmen tertutup.
Dalam proses rekrutmen calon anggota legislatif perempuannya, Partai Golkar Kota
Tangerang Selatan menggunakan prosedur semi-terbuka yang artinya
mengutamakan kader-kadernya dahulu sebagai kekuatan internal partai. Selain itu,
seseorang yang memiliki kedekatan dengan elit partai dan tak jarang berasal dari
keluarga elit tersebut atau disebut berdasarkan patronase politik, juga menjadi
bagian yang menentukan dalam proses rekrutmen caleg. Pada dasarnya, semua
orang mempunyai kesempatan yang sama untuk mendaftarkan dirinya sebagai
calon legislatif asalkan memenuhi syarat sebagai caleg dan berkompeten.
Selain itu, Partai Golkar memiliki kriteria penilaian untuk para kader-kader
terbaiknya yang nantinya akan dicalonkan sebagai calon legislatif, yaitu: Pertama,
aktif dalam organisasi maupun partai politik; Kedua, aktif dalam kepengurusan dan
sayap partai. Ketiga, memiliki kemampuan yang mumpuni atau memenuhi syarat
sebagai calon legislatif. Sehingga kader-kader yang terpilih merupakan kader-kader
yang berkualitas dalam arti bukan kader ala kadarnya atau kader sembarangan.
Partai Golkar dalam merekrut perempuan yang nantinya akan dijadikan sebagai
calon legislatif diambil dari sayap partai yaitu Kesatuan Perempuan Partai Golkar
(KPPG), KPPG dijadikan tempat atau wadah untuk mengembangkan aspirasi dan
61
berbagai kepentingan-kepentingan perempuan dalam bentuk kegiatan-kegiatan dan
pelatihan.
Dalam proses rekrutmen perempuan yang dilakukan oleh Partai Golkar Kota
Tangerang Selatan terlihat jelas bahwa Partai Golkar merupakan partai yang
berbasis gender, dengan menempatkan kepentingan-kepentingan perempuan dalam
sayap Partai Golkar yaitu KPPG. Di dalam KPPG inilah, terdapat kader-kader
perempuan terbaik yang nantinya akan dijadikan calon legislatif oleh Badan
Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan untuk
mewakili partainya.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat melalui wawancara dengan beberapa
narasumber, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa penyebab tidak adanya
anggota legislatif perempuan dari Partai Golkar Kota Tangerang Selatan, yaitu:
Pertama, ketika perempuan berada di ruang publik atau menjadi politisi tidak
terlepas dari berbagai kendala-kendala yang mereka hadapi seperti peran ganda
yang dimiliki perempuan, anggapan bahwa pendidikan dan kemampuan yang
dimiliki perempuan cenderung lebih rendah, terbatasnya akses dukungan dari partai
politik dan budaya patriarki dalam masyarakat.
Kedua, Undang-Undang hanya menetapkan kuota 30% untuk calon perempuan
dalam Pemilu, tidak mengharuskan perempuan untuk menang. Ketiga, adanya
persaingan ketat terutama dalam internal partai. Keempat, budaya patriarki dalam
struktur sosial masyarakat yang masih mengakar kuat pada Pemilu 2014 sehingga
perempuan pada akhirnya kalah karena laki-laki masih mendominasi dalam
kompetisi tersebut. Selain itu, Partai Golkar Kota Tangerang Selatan hanya
62
memfokuskan pada perolehan suara, bagaimana Partai Golkar mendulang suara
sebanyak-banyaknya.
Kelima, lemahnya modal sosial yang dibangun oleh calon anggota legislatif
perempuan dari Partai Golkar Kota Tangerang Selatan yang masih menggunakan
sistem kekerabatan dan nepotisme yang kuat di kalangan elit partai dalam proses
rekrutmennya, kurangnya sosialisasi ke masyarakat sehingga masyarakat tidak
mengenal caleg-caleg perempuan dari Partai Golkar dan caleg perempuan dari
Partai Golkar tidak memiliki solidaritas yang tinggi atau ikatan persatuan yang kuat
seperti caleg-caleg perempuan dari partai politik lain.
B. Saran
B.1. Saran Praktis
Dengan adanya penelitian skripsi ini, maka perlu diperhatikan lagi proses
rekrutmen politik khususnya bagi Partai Golkar Kota Tangerang Selatan karena
proses rekrutmen yang digunakan hanya berpihak pada kepentingan elit partai atau
sekelompok orang tertentu yang berdasarkan patronase politik. Sehingga caleg-
caleg perempuan yang dicalonkan merupakan kepanjangan tangan untuk
melanggengkan kekuasaannya. Oleh karena itu, proses rekrutmen calon anggota
legislatif perempuan perlu dibenahi, apabila dibiarkan terus-menerus akan
berakibatnya pada elektabilitas dan citra partai di kalangan masyarakat.
B.2. Saran Akademik
Hasil penelitian skripsi ini memiliki banyak sekali kekurangan karena hanya
memfokuskan pada pola rekrutmen calon anggota legislatif perempuan dalam
Partai Golkar Kota Tangerang Selatan. Diharapkan untuk kedepannya, lebih banyak
63
peneliti yang membahas tentang rekrutmen perempuan yang dikaji secara
mendalam dengan mengkaitkan beberapa aspek-aspek yang belum dikemukakan
dan dikembangkan pada penelitian ini.
64
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Andriana, Nina dkk. Perempuan, Partai Politik, dan Parlemen: Studi Kinerja
Anggota Legislatif Perempuan di Tingkat Lokal. Jakarta: Pusat Penelitian
Politik LIPI, 2012.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Cahyono, Heru. dkk. Potret Pelanggaran Pemilu 1999. Jakarta: Solidarity Center,
2000.
Cleves, Mose J. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Effendy, Bachtiar. et.al., Beringin Membangun Sejarah Partai Golkar. Jakarta:
Grafindo Khazanah Ilmu, 2012.
Fakih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996.
Firmanzah. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi
Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Hadiz, Liza. Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru: Pilihan Artikel
Prisma. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004.
Harrison, Lisa. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Prenada Media Group,
2009.
Hasyim, Syafiq. Perempuan Indonesia Memimpin Masa Depan. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2001.
Heywood, Andrew. Global Politics. Mac Millan: Palgrave Foundations, 2011.
Holzsner. Pendekatan-Pendekatan Dasar dalam Analisis Gender. Malang: Loka
Karya Gender Program Pasca Sarjana (PPS) Universitas Brawijaya, 2004.
Ikhsan, Fitron Nur. Selayang Pandang Kota Tangerang Selatan – Kota Kami
Rumah Kami. Tangerang Selatan: Bagian Humas dan Protokol Pemkot
Tangerang Selatan. Cet: Pertama, 2012.
Karam, Azza dkk. Perempuan di Parlemen: Bukan Sekedar Jumlah, Bukan
Sekedar Hiasan. Jakarta: Yayayan Jurnal Perempuan, 1999.
65
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Labolo, Muhadam dan Teguh Ilham. Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum
di Indonesia: Teori, Konsep dan Isu Strategis. Jakarta: Rajawali Pers,
2015.
Lycette, Margaret. Adjusting Project to Overcome Constrant on Women
Participation Forum. USAID, 1994.
Malahayati. I’m The Boss. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2010.
Mas’ud, Mochtar dan Colin Mac Andrews. (Editor). Perbandingan Sistem Politik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1978.
Megawangi, Ratna. Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru tentang Relasi
Gender. Bandung: Mizan, 1999.
Murniati, A. Nunuk P. Getar Gender: Perempuan Indonesia Dalam Perspektif
Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM. Magelang: Yayasan Indonesia
Tera, 2004.
Nainggolan, Bestian.et.al., Kompaspedia: Partai Politik Indonesia 1999-2019:
konsentrasi dan dekonsentrasi kuasa. Jakarta: Kompas Media Nusantara,
2016.
Plano, Jack C. dkk. Kamus Analisis Politik. terj. Jakarta: Rajawali, 1985.
Romli, Lili. Demokrasi dalam Bayang-Bayang Kekuatan Jawara: Studi Kasus
Pencalonan Caleg di Provinsi Banten 2004. Jakarta: LIPI, 2005.
Seligman, Lester G. Perekrutan Kaum Elit dan Pembangunan Politik. dalam Aidit
dan Zaenal AKSP. Ed. Elit dan Modernisasi. Yogyakarta: Liberty, 1989.
Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV
Alfabeta, 2011.
Sumiarni, Endang. Gender dan Feminisme. Yogyakarta: Wonderful Publishing
Company, 2004.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 1992.
Susiana, Sali. Representasi Perempuan dalam Lembaga Legislatif. Jakarta: P3DI
Setjen DPR RI dan Azza Grafika, 2013.
66
Tong, Rosemarie Putnam. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif
kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra, 1998.
Umar, Nazaruddin. Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an. Jakarta:
Paramadina, 1999.
Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan. Jakarta: Prenada Media Group, 2014.
Jurnal
Budiatri, Aisah Putri. “Bayang-Bayang Afirmasi Keterwakilan Perempuan di
Parlemen Indonesia”, dalam Jurnal Studi Politik Universitas Indonesia,
No. 2. Vol. 1. 2011.
Kemitraan, “Meningkatkan Keterwakilan Perempuan dan Penguatan Kebijakan
Affirmasi”. Jakarta: Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan. 2011
dalam Jurnal Info Singkat Kesejahteraan Sosial. No. 10. Vol. VI. II.
P3DI. Mei 2014.
Mukarom, Zaenal. “Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang
Keterwakilan Perempuan di Legislatif” dalam Jurnal Mediator. No. 2.
Vol. 9. Desember 2008.
Prasojo, Teguh Adi. “Pola Rekrutmen Calon Anggota Legislatif (Caleg) dari
Partai Golkar untuk DPRD Jateng Periode 2014-2019”, dalam POLITIKA.
No. 2. Vol. 4. Oktober 2013.
Sukmana, Hendra dan Arsiyah “Model Rekrutmen Calon Anggota Legislatif oleh
Partai Politik di DPD Partai Golkar Kabupaten Sidoarjo”, dalam JKMP
(ISSN. 2338-445X). No. 2. Vol. 1. September 2013.
Skripsi, Tesis, dan Disertasi
Shobari, Imam. “Kaderisasi Perempuan dalam Partai Politik untuk Meningkatkan
Partisipasi Perempuan di Kabupaten Ponorogo (Studi Kasus di Partai
Golkar dan PKB Kabupaten Ponorogo.”, Skripsi Program Studi Ilmu
Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 2017.
Siregar, Alimin. “Rekrutmen Anggota Legislatif Dalam Pemilihan Umum: Studi
Tiga OPP dalam Pemilihan Umum 1999 di Riau”. Disertasi Program
Pascasarjana. Universitas Indonesia. Depok: September. 2003.
Umarama, Ariyanto. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterpilihan
Perempuan di DPRD (Studi Kasus Kabupaten Sleman 2014)”. Program
Pascasarjana. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2016.
67
Wawancara
Hasil wawancara dengan Aminudin (Pengurus Partai Golkar Kota Tangerang
Selatan), pada tanggal 16 Maret 2019 pukul 10.10-10.22 WIB di
Kediamannya.
Hasil wawancara dengan Diana Syukrillah (Caleg Perempuan DPRD Tangerang
Selatan), pada tanggal 16 Desember 2018 pukul. 15.20-15.35 WIB di
McDonald’s.
Hasil wawancara dengan Iie Suhrowardi (Wakil Sekretaris Bidang I
Organisasi dan Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar
Kota Tangerang Selatan), pada tanggal 28 Maret 2019 pukul 14.35-15.06
WIB di Kantor Sekretariat DPD Partai Golkar Tangerang Selatan.
Hasil wawancara dengan Lasiah (Tokoh masyarakat di Dapil Ciputat Timur),
pada tanggal 06 September 2019 pukul 14.42 WIB di Kediamannya.
Hasil wawancara dengan Rachmat Hidayat (Ketua Badan Pemenangan Pemilu
(Bapilu) Partai Golkar Kota Tangerang Selatan), pada tanggal 29 Maret
2019 pukul 13.45-14.03 WIB di Roti Bakar Eddy Sektor 9 Bintaro.
Hasil wawancara dengan Raras Yudiana Erawati (Caleg Perempuan DPRD
Tangerang Selatan), pada tanggal 28 Maret 2019 pukul. 16.18-16.21 WIB
di Kediamannya.
Hasil wawancara dengan Saonah (Tokoh masyarakat di Dapil Ciputat Timur),
pada tanggal 06 September 2019 pukul 14.44 WIB di Kediaman Lasiah.
Artikel dan Berita
“Anggota DPRD Periode 2009-2014” artikel diakses pada 19 Desember 2018 dari
http://tangerangselatankota.go.id /ver3/
“Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan” artikel diakses pada
19 Desember 2018 dari http://dprd-tangselkota.go.id/anggota-dewan/
Dery Ridwansah, “Hari Kartini: Grace Natalie, Susi Pudjiastuti dan Kartini Masa
Kini”, artikel diakses pada 24 Februari 2019 dari
https://m.jawapos.com/nasional/humaniora/21/04/2018/grace-natalie-susi
pudjiastuti-dan-kartini-masa-kini/
Gerintya, Scholastica. “Kuota 30% Perempuan di Parlemen Belum Pernah
tercapai” artikel diakses pada 19 Desember 2018 dari http://tirto.id/
68
Berita Satu TV, Golkar Dirikan Sekolah Politik Perempuan, pada tanggal 2 Maret
2017 pukul 17.48 WIB.
69
LAMPIRAN
Hasil Wawancara dengan Iie Suhrowardi S.H selaku Wakil Sekretaris I Bidang
Organisasi dan Tenaga Ahli Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Kota
Tangerang Selatan pada 28 Maret 2019
Peneliti: Assalamualaikum bapak, perkenalkan nama saya Indah Dwi Wulandari.
Saya mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan
penelitian terkait skripsi saya yang berjudul Perempuan dan Partai Politik: Pola
Rekrutmen Perempuan dalam Partai Golongan Karya (Golkar) Kota Tangerang
Selatan Tahun 2014
Iie Suhrowardi: Waalaikumsalam, iya ada yang bisa saya bantu dek?
Peneliti: Jadi gini pak, saya butuh informasi mengenai rekrutmen perempuan,
sejarah, tujuan, program kerja dan lainnya terkait dengan berdirinya Partai Golkar
Kota Tangerang Selatan pak? Apakah bapak bersedia untuk diwawancarai terkait
penelitian saya tersebut?
Iie Suhrowardi: Ya tentu saja dek. Apa saja yang ingin anda ketahui?
Peneliti: Langsung saja ya pak ke pertanyaan, yang ingin saya tanyakan adalah
dapatkah bapak menceritakan pada saya bagaimana sejarah atau awal terbentuknya
Partai Golkar Kota Tangerang Selatan ini?
Iie Suhrowardi: Partai Golkar Kota Tangerang Selatan ini berdiri baik secara
kelembagaan di legislatif sudah ada dari mulai Kabupaten Tangerang, tepatnya
setelah adanya peristiwa atau pemekaran Tangerang. Berarti, KPUD Kota
Tangerang Selatan lahir karena sistem pemerintahan yang ada maka harus ada
pembentukan pemerintahan yang didukung oleh lembaga legislatif yaitu DPRD
Kota Tangerang Selatan
Peneliti: Di dalam kepengurusan partai, apakah perempuan dilibatkan atau tidak
pak?
Iie Suhrowardi: Ya tentu saja, karena perempuan adalah wajib hukumnya ada di
dalam kepengurusan partai mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, sampai
kab/kota sekurang-kurangnya 30% didalamnya terdapat perempuan. Terlebih ketua
DPD kita berasal dari perempuan yaitu Ibu Airin Rachmi Diany, maka keterwakilan
perempuan merupakan salah satu syarat berjalannya struktur partai
Peneliti: Kemudian, bagaimana strategi yang dilakukan oleh Partai Golkar Kota
Tangerang Selatan untuk merekrut kader-kadernya untuk masuk kedalam partai?
70
Iie Suhrowardi: Jadi, Partai Golkar ini kan memiliki sayap partai. Sayap partai ini
terdiri dari dua yaitu AMPG dan KPPG. AMPG adalah Angkatan Muda Partai
Golkar yang berisi para generasi penerus kaum muda-muda sedangkan KPPG
adalah Kesatuan Perempuan Partai Golkar yang berisi kader-kader perempuan yang
memiliki berbagai kegiatan khususnya yang mengakomodir kepentingan-
kepentingan atau aspirasi dari kaum perempuan. Nah melalui KPPG ini, cara partai
golkar merekrut kader-kader perempuan untuk jadi caleg yang mewakili partainya.
Peneliti: Pada awal berdirinya Partai Golkar Kota Tangerang Selatan strukturnya
terdiri dari apa saja ya pak?
Iie Suhrowardi: Sejak berdirinya Partai Golkar Tangerang Selatan ini udah dua kali
pergantian masa kepemimpinan, yang pertama dipimpin oleh Bapak Alm. H.
Muhammad Kanung, karena beliau meninggal pada masa jabatannya. Kemudian
digantikan oleh Ibu Hj. Airin Rachmi Diany sampai saat ini sehingga pada saat itu
sempat terjadi kevakuman kepemimpinan selama 2 tahun.
Peneliti: Kalau boleh saya tahu, program kerja dari Partai Golkar Kota Tangerang
Selatan itu apa saja ya pak?
Iie Suhrowardi: Program kerja Partai Golkar itu ya berpacu pada rapat pimpinan
yaitu rapat kerja di mana semua kegiatan partai itu kemudian dituangkan di dalam
rapat itu, yang kemudian menghasilkan beberapa kegiatan seperti mengembalikan
citra Partai Golkar pada saat reformasi yang mulai terpuruk. Sehingga, Partai
Golkar ini sekarang adalah partai yang modern, partai yang mengevaluasi baik
kinerja maupun kepercayaan masyarakat. Kemudian, muncul istilah atau slogan
baru dari Partai Golkar yaitu “Golkar Bersih, Golkar Bangkit, Golkar Maju dan
Golkar Menang”. Jadi slogan ini untuk mengubah citra yang jelek yang
berkembang di masyarakat.
Peneliti: Lalu, bagaimana pola rekrutmen perempuan yang dilakukan oleh Partai
Golkar Kota Tangerang Selatan?
Iie Suhrowardi: Partai Golkar mengambil kader-kader terbaiknya dari sayap partai
yaitu KPPG. Di dalam KPPG ini terdapat bidang pemberdayaan perempuan, di
mana di dalamnya terdapat kegiatan-kegiatan perempuan mulai dari keahlian,
ketrampilan dalam berbagai hal, kegiatan berusaha dari usaha kecil sampai
menengah, dan juga terdapat kegiatan penyuluhan terkait dengan kesetaraan
gender. Itu semua merupakan jargon-jargon kita untuk merekrut perempuan itu
artinya Partai Golkar pun perduli terhadap perempuan karena memiliki program
yang berbasis pro terhadap gender.
71
Peneliti: Apakah Partai Golkar Kota Tangerang Selatan ini sudah memenuhi kuota
30% mengenai keterwakilan perempuan?
Iie Suhrowardi: Ya tentu saja, jadi kan gini syarat untuk ikut serta dalam pemilu itu
partai politik harus mempunyai atau mengikutsertakan perempuan sebanyak 30%
dan Golkar sudah melebihi target itu. Jadi, keberadaan Partai Golkar ini secara
struktural ya baik di tingkat daerah maupun nasional sudah memenuhi kuota 30%
tersebut
Peneliti: Lalu, mengapa selama dua periode Partai Golkar belum mampu
merepresentasikan anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang
Selatan? Apa penyebabnya pak?
Iie Suhrowardi: Jadi gini dek, Undang-Undang yang ada saat ini hanya
mengharuskan kuota 30% keterwakilan perempuan saja, tetapi tidak menetapkan
bahwa perempuan harus menang atau terpilih menjadi anggota legislatif. Sehingga,
ini yang menyebabkan bahwa perempuan kurang didukung secara penuh oleh
Undang-Undang yang ada. Pada pemilu yang lalu kita juga hanya memfokuskan
bagaimana Partai Golkar ini bisa menang dengan memperoleh suara sebanyak-
banyakya. Alhasil, kita mampu memimpin di parlemen meski memang
keterwakilan perempuan belum ada ya. Kemudian, pada pemilu yang akan datang
ketua DPD Partai Golkar dalam merekrut kader-kader yang memang memiliki
potensi dan elektabilitas yang cukup. Lalu beliau ini mengusulkan bagi warga atau
masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dalam jenjang politisi, di mana
nanti apabila kader ini terpilih sebagai caleg maka dia harus mengikuti serangkaian
tahapan yaitu pendidikan fungsionaris.
72
Berikut ini merupakan dokumentasi bersama Bapak Iie Suhrowardi di Kantor
Sekretariat DPD Partai Golkar Kota Tangerang Selatan
73
Hasil Wawancara dengan Rachmat Hidayat S.H selaku Ketua Badan Pemenangan
Pemilu (Bapilu) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Kota Tangerang Selatan
pada 29 Maret 2019
Peneliti: Assalamualaikum bapak, perkenalkan nama saya Indah Dwi Wulandari.
Saya mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan
penelitian terkait skripsi saya yang berjudul Perempuan dan Partai Politik: Pola
Rekrutmen Perempuan dalam Partai Golongan Karya (Golkar) Kota Tangerang
Selatan Tahun 2014
Rachmat: Waalaikumsalam, oh iya dek apa ada yang bisa bantu?
Peneliti: Terkait dengan penelitian saya yaitu rekrutmen perempuan, maka yang
ingin saya tanyakan adalah bagaimana pola rekrutmen dalam Partai Golkar Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014?
Rachmat: Dimulai dengan yang namanya keluarga besar Partai Golkar terutama
yang memang berdomisili di Tangerang Selatan biasanya ya terdiri dari anak-anak
tokoh yang berasal dari tokoh-tokoh besar seperti mantan lurah, camat, dan lain-
lain. Setelah itu baru kita ajak untuk ikut dalam pengkaderan. Pengkaderan disini
artinya mengajak masyarakat untuk masuk ke dalam struktur baik itu di tingkat
kecamatan, kelurahan maupun Kota. Jadi, rekrutmen perempuan yang dilakukan
Partai Golkar ini diutamakan dari pengurus partai yaitu keluarga besar Partai
Golkar. Dapat dikatakan sebagai rekrutmen semi terbuka.
Peneliti: Dalam kepengurusan parta, perempuan diberikan posisi yang strategis
tidak pak?
Rachmat: Ya, diberikan tempat strategis di mana ketua pemberdayaan perempuan
sendiri dipimpin oleh seorang perempuan yaitu Ibu Hj. Ida Farida. Kemudian, ada
dua wakil ketua bidang kepemudaan secara otomatis ia menjadi Ketua Angkatan
Muda Partai Golkar (AMPG) Tangerang Selatan.
Peneliti: Bagaimana strategi yang dilakukan oleh Partai Golkar Kota Tangerang
Selatan untuk mengajak perempuan terlibat dalam politik?
Rachmat: Diajak untuk masuk ke struktur partai dengan bergabung ke dalam sayap
partai yaitu KPPG. Kemudian dilakukannya pengkaderan di dalam struktur tersebut
yang secara langsung memang terkait dalam konteks perempuan.
Peneliti: Menurut bapak, saat ini Partai Golkar Kota Tangerang Selatan sudah
memenuhi kuota 30% perempuan?
Rachmat: Sudah, alhamdulillah. Bahkan Partai Golkar dalam menyusun struktur
kepengurusan berdasarkan instrupsi dari ketua DPD Partai Golkar sendiri yaitu Ibu
74
Hj. Airin Rachmi Diany yang menyarankan bahwa dalam struktur kepengurusan itu
harus 30% diisi oleh perempuan
Peneliti: Berapa jumlah caleg perempuan dari Partai Golkar Kota Tangerang
Selatan pada Tahun 2014?
Rachmat: Untuk dapil Pondok Aren ada 4 orang caleg dari total 11 caleg
keseluruhannya, sedangkan di Serpong Utara ada 2 orang, Ciputat sebanyak 3
orang, Pamulang ada 5 orang, dan terakhir Serpong Setu terdapat 3 orang. Total
keseluruhannya yaitu 17 orang, ini merupakan bukti bahwa keterwakilan
perempuan di Partai Golkar Tangerang Selatan sudah memenuhi kuota 30% seperti
yang dianjurkan oleh perundang-undangan.
Peneliti: Apa penyebab tidak adanya anggota legislatif perempuan dari Partai
Golkar Kota Tangerang Selatan di DPRD Kota Tangerang Selatan?
Rachmat: Partai Golkar ini terdiri dari kader-kader atau tokoh-tokoh besar
(terkadang mantan-mantan dari lurah), otomatis si perempuan ini merasa tidak pede
karena didalam internalnya pun harus bersaing dengan para tokoh besar dan itu
yang menyebabkan perempuan akhirnya kalah
Peneliti: Dari tahun ke tahun, apakah strategi dari pola rekrutmen ini mengalami
perubahan atau tidak?
Rachmat: Ya, ada yang berubah saat ini. Di zaman yang millenial ini di mana peran
media sosial sangat kuat yang khususnya bagi anak-anak atau para remaja sehingga
Partai Golkar ini berfikir untuk merubah pola penggalangan massa yang tadinya
tradisional dengan cara-cara yang lebih modern atau kekinian yaitu diajaklah para
generasi millenial ini berdiskusi di cafe dalam arti mengikuti perkembangan zaman
saat ini.
Berikut merupakan dokumentasi bersama Bapak Rachmat Hidayat di Roti Bakar
Eddy Bintaro Sektor 9
75
Hasil Wawancara dengan Raras Yudiana Erawati S.Pd selaku Caleg perempuan
Partai Golkar Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 pada 28 Maret 2019
Peneliti: Assalamualaikum ibu, pertama-tama perkenalkan nama saya Indah Dwi
Wulandari. Saya mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
melakukan penelitian terkait skripsi saya yang berjudul Perempuan dan Partai
Politik: Pola Rekrutmen Perempuan dalam Partai Golongan Karya (Golkar) Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014
Raras: Waalaikumsalam, iya mba indah. Ada yang bisa saya bantu?
Peneliti: Begini bu, terkait penelitian saya yaitu rekrutmen perempuan. Apa yang
melatarbelakangi ibu untuk terjun ke dunia politik?
Raras: Berawal dari tetangga saya yaitu Alm. Bapak H. Muhammad Kanung
merupakan ketua DPD Partai Golkar yang kebetulan satu kompleks dengan saya
yang menjabat sebelum ibu Airin ini. Lalu setelah ibu Airin ini menjadi walikota
ada acara kan didepan rumah saya yaitu di lapangan tenis yang waktu itu posisi saya
sebagai ketua PKK tepatnya itu tahun 2010. Kemudian dihampiri oleh bapak
Kanung, berbincang-bincanglah pada akhirnya saya disuruh beliau untuk masuk ke
KPPG. Lalu saya masuklah ke KPPG dan diangkat menjadi sekretaris karena
kebetulan posisi tersebut masih kosong. Lama kelamaan saya merasa nyaman
karena disini saya mendapatkan ilmu yang tidak didapatkan di manapun. Di tahun
2014 saya disuruh nyaleg tadinya hanya untuk persyaratan pemenuhan kuota saja.
Tetapi pada saat itu, suara yang didapatpun lumayan banyak meskipun
pergerakannya underground atau dari bawah sekali yaitu berdasarkan kemampuan
yang dimiliki. Akhirnya setelah pencalonan tersebut saya melanjutkan sebagai
pengurus DPD Golkar Tangerang Selatan, dan memiliki jaringan yang sangat luas
yaitu teman menjadi semakin banyak.
Peneliti: Apakah perempuan di Partai Golkar Kota Tangerang Selatan diberikan
tempat yang strategis bu?
Raras: Ya, tentu dek. Di Partai Golkar ini terdapat sayap Partai salah satunya KPPG
itu tadinya yang isinya terdiri dari kader-kader perempuan yang menuangkan ide
dan gagasannya didalam KPPG tersebut. Ketuanya pun dipimpin oleh seorang
perempuan yaitu Ibu Hj. Ida Farida.
76
Peneliti: Lalu, bagaimana pola rekrutmen perempuan yang dilakukan oleh Partai
Golkar Kota Tangerang Selatan Tahun 2014?
Raras: Kalau berbicara rekrutmen diambil dari sayap partai yaitu KPPG, karena di
dalam KPPG ini terdiri dari kader-kader perempuan terbaik di mana mereka sudah
terlatih dan cukup cakap dalam kepemimpinan.
Peneliti: Kenapa pada Tahun 2014 belum ada keterwakilan perempuan dari Partai
Golkar untuk duduk di lembaga legislatif khususnya di DPRD Kota Tangerang
Selatan? Apa penyebabnya?
Raras: Mungkin karena perempuan belum merasa dirinya didukung secara penuh.
Memang terbatasnya akses dukungan partai menjadi penyebab bagi perempuan
untuk bersaing. Bersaing disini yaitu bersaing terutama sama caleg laki-laki di
internal partai baru kemudian bersaing dengan perempuan. Selain itu, pada proses
seleksi caleg ini masih didominasi oleh laki-laki. Ini yang membuat perempuan
terkadang merasa dirinya tidak diuntungkan. Lalu, budaya patriarki. Budaya
patriarki ini yang membuat terbatasnya akses perempuan juga untuk duduk di
legislatif karena dibatasi oleh pandangan masyarakat mengenai perempuan
harusnya ditempatkan disektor domestik saja seperti itu. Oh iya dek satu lagi, beban
ganda yang dimiliki perempuan membuat perempuan ini harus pinter-pinter dalam
mengatur urusan domestik maupun publik.
Berikut ini merupakan dokumentasi bersama Ibu Raras Yudiana Erawati dan Ibu
Diana Syukrillah di Kediaman Ibu Raras di Kediamannya Ibu Raras
77
Hasil Wawancara dengan Diana Syukrillah selaku selaku Caleg perempuan Partai
Golkar Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 pada 16 Desember 2018.
Peneliti: Assalamualaikum ibu, pertama-tama perkenalkan nama saya Indah Dwi
Wulandari. Saya mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
melakukan penelitian terkait skripsi saya yang berjudul Perempuan dan Partai
Politik: Pola Rekrutmen Perempuan dalam Partai Golongan Karya (Golkar) Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014
Diana: Waalaikumsalam, iya boleh-boleh ada yang bisa saya bantu indah?
Peneliti: Langsung saja ya bu, bagaimana Partai Golkar ini menempatkan
perempuan dalam kepengurusan partai?
Diana: Di dalam Undang-Undang sudah tertera dengan jelas bahwa syarat untuk
mengikuti pemilu partai politik harus mengikutsertakan caleg perempuan minimal
30%.. kemudian, Partai Golkar ini mempunyai dua sayap partai yaitu AMPG dan
KPPG. Nah, KPPG ini merupakan tempat di mana didalamnya menampung aspirasi
perempuan.
Peneliti: Kemudian, bagaimana pola rekrutmen perempuan yang dilakukan oleh
Partai Golkar Kota Tangerang Selatan pada Tahun 2014?
Diana: Jadi, rekrutmen perempuan ini dilakukan berdasarkan kader tersebut masuk
ke dalam struktur kepengurusan partai dengan memiliki Kartu Tanda Anggota
(KTA), aktif dalam sayap partai dan dilihat pula dari perempuan ini apakah dia aktif
di lingkungan rumahnya maupun di berbagai organisasi lainnya.
Peneliti: Selama dua periode, Partai Golkar belum mampu merepresentasikan
keterwakilan perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan, menurut ibu apa
penyebabnya?
Diana: Banyak ya dek indah kalau berbicara mengenai kendala-kendala yang
dialami perempuan pada dasarnya perempuan ini memiliki dua beban ganda yaitu
sebagai ibu rumah tangga dan sebagai politisi. Jadi harus bisa pintar-pintar
membagi waktunya di satu sisi sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai politisi
atau kader partai. Lalu perempuan ini kemudian hanya bisa untuk datang ke rumah
warga atau sosialisasi ke dalam majelis taklim ya seperti itu. Kemudian, ada juga
ya masyarakat yang terkadang menganggap bahwa perempuan memang bisa,
memang sanggup seperti itu pasti ada dan cenderung menganggap bahwa
78
pendidikan perempuan ini rendah sehingga dianggap tidak mampu menjalankan
tugasnya dengan baik sebagai wakil rakyat.
Peneliti: Kemudian, alasan ibu terjun ke dunia politik atau partai itu karena apa bu?
Diana: Karena memang ayah dan ibu saya merupakan kader golkar sejak
dahulunya, jadi turun lah ke anak-anak dan cucunya yang sama-sama ikut aktif atau
menjadi kader golkar. Memang yang saya tahu sih kebanyakan dari kader-kader
golkar ini ya memang karena latarbelakang keluarganya yang berasal dari partai
golkar. Tetapi ada juga orang awam yang memiliki kemampuan dan aktif di
berbagai organisasi atau di lingkungannya.
79
Hasil wawancara dengan Aminudin S.E selaku pengurus DPD Partai Golkar Kota
Tangerang Selatan pada 16 Maret 2019
Peneliti: Assalamualaikum ibu, pertama-tama perkenalkan nama saya Indah Dwi
Wulandari. Saya mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
melakukan penelitian terkait skripsi saya yang berjudul Perempuan dan Partai
Politik: Pola Rekrutmen Perempuan dalam Partai Golongan Karya (Golkar) Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014
Aminudin: Waalaikumsalam, iya dek apakah ada yang bisa saya bantu?
Peneliti: Jadi gini pak, yang ingin saya tanyakan adalah sejarah atau asal-muasal
terbentuknya Partai Golkar Kota Tangerang Selatan?
Aminudin: Awal terbentuk Partai Golkar ini berasal dari bersamaan lahirnya Kota
Tangerang Selatan yang merupakan hasil pemekaran Kabupaten Tangerang. Oleh
karena itu, harus membentuk kepengurusan partai. Partai merupakan bagian
terpenting yang tidak bisa lepas dengan persoalan pemerintah. Lalu di Partai Golkar
ini terjadi dua kali masa kepemimpinan yang awalnya dipimpin oleh Alm. Bapak
H. Muhammad Kanung, karena beliau meninggal kemudian digantikan oleh Ibu Hj.
Airin Rachmi Diany sampai saat ini.
Peneliti: Letak kantornya pada awal berdirinya itu di mana pak?
Aminudin: Awalnya kantor Partai Golkar ini ada di Villa Bintaro yang cukup
banyak pengikutnya adalah ribuan jumlahnya. Kemudian, ada yang tercatat sebagai
kader yang sudah memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) namun ada pula kader
yang berasal dari simpatisan yang benar-benar tahu atau mengikuti perkembangan
Partai Golkar sejak awal berdiri.
Peneliti: Kalau posisi perempuan di dalam struktur kepengurusan partai itu seperti
apa ya pak?
Aminudin: Engga cuma laki-laki ya dek, perempuan juga dilibatkan karena sudah
tertera jelas di perundang-undangan di mana perempuan wajib diikutsertakan.
Peneliti: jadi, Partai Golkar ini menerapkan kesetaraan gender ya pak?
Aminudin: Ya begitu, karena Partai Golkar memiliki sayap partai yang isinya terdiri
dari kader-kader perempuan yang bernama KPPG di dalamnya terdapat majelis
taklim yang bernama Al-Hidayah.
Peneliti: Tujuan dan Program Kerja dari Partai Golkar Kota Tangerang Selatan itu
apa pak?
Aminudin: Sama ya seperti tujuan awal yang berangkat dari hulu pusat. Kalau
program kerjanya berasal dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
80
walikota karena Ibu Airin selaku walikota juga menjadi ketua DPD Partai Golkar
Kota Tangerang Selatan.
Peneliti: Lalu, visi dan misi dari Partai Golkar Kota Tangerang Selatan itu apa pak?
Aminudin: Jadi, visi dan misi Partai Golkar ini adalah membangun Kota Tangerang
Selatan baik infrastruktur maupun pembangunan sumber daya manusianya. Ini
artinya paling tidak Partai Golkar dapat bermanfaat bagi masyarakat di Tangerang
Selatan.
Berikut ini merupakan dokumentasi bersama Bapak Aminudin selaku Pengurus
DPD Partai Golkar Kota Tangerang Selatan di Kediamannya.
81
Hasil wawancara dengan Lasiah dan Saonah selaku tokoh masyarakat yang tinggal
di Dapil Ciputat Timur pada 06 September 2019
Peneliti: Assalamualaikum ibu, pertama-tama perkenalkan nama saya Indah Dwi
Wulandari. Saya mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
melakukan penelitian terkait skripsi saya yang berjudul Perempuan dan Partai
Politik: Pola Rekrutmen Perempuan dalam Partai Golongan Karya (Golkar) Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014
Lasiah: Waalaikumsalam, iya dek apakah ada yang bisa saya bantu?
Peneliti: Jadi gini bu, berdasarkan informasi yang saya peroleh dari Ketua Badan
Pemilu Partai Golkar yaitu Bapak Rachmat Hidayat yang mengatakan bahwa suara
terendah yang diperoleh oleh Partai Golkar Kota Tangsel ada di Dapil Ciputat
Timur. Nah yang ingin saya tanyakan adalah menurut ibu apa penyebabnya?
Lasiah: jujur ya dek, saya lebih suka sama caleg perempuan dari partai PKS karena
menjelang kampanye sekelompok perempuan dateng kerumah-rumah warga ya
intinya bersosialisasi lah, berbeda dengan caleg dari partai golkar yang datang caleg
laki-lakinya mulu jadi saya kan gatau caleg perempuan dari partai golkar (belum
mengenal dan melihatlah pada intinya).
Peneliti: Jadi kenapa ibu memilih partai PKS karena caleg perempuannya berani
untuk terjun ke masyarakat ya bu?
Lasiah: iya dek, saya melihat bahwa caleg-caleg perempuan ini memiliki rasa solid
ya terlihat sih pas dateng kerumah warga tidak hanya sendiri tetapi bergerombolan
dengan mengkampanyekan salah satu dari mereka yang memang mencalonkan diri
sebagai caleg. Selain itu, yang saya tahu kalau di partai golkar itu dalam merekrut
caleg perempuannya diambil dari keluarga besar mereka seperti istri, anak, kakak,
adik, maupun sanak saudara dari elit partainya, yang menjadi kekhawatiran dari
masyarakat sini adalah ditakutkan apabila caleg perempuan tersebut terpilih maka
para elit tersebut menggunakan kerabat mereka sebagai tangan kanan untuk
melanggengkan kekuasaan.
Peneliti: Kalau menurut ibu saonah sendiri apa yang melatbelakangi ibu untuk
memilih caleg perempuan dari partai politik lain?
Saonah: Tidak jauh berbeda ya sih dek, seperti apa yang sudah dikatakan sama bu
lasiah kalau caleg perempuan dari partai politik lain khususnya yaitu Partai PKS
yang memang rajin bersosialisasi ke masyarakat sini, datang kerumah-rumah warga
beramai-ramai tidak hanya satu atau dua orang tetapi lebih dari lima orang. Adapun
tujuannya yaitu mengkampanyekan salah satu dari mereka yang memang akan maju
menjadi caleg. Paling tidak kita jadi tahukan karena sudah pernah melihat langsung
dengan orangnya dan mendengar sekilas latarbelakang dari caleg tersebut seperti
82
apa. Selain itu, caleg perempuan ini saya lihat memiliki potensi, rekam jejak dan
cenderung berpengalaman dalam hal pemerintahan karena kalau tidak salah selama
2 periode adanya kenaikan pada caleg perempuannya yang duduk di lembaga
legislatif, saya rasa itu sudah cukup membuktikan bahwa caleg tersebut bagus
untuk kedepannya.
Peneliti: Jadi seperti itu ya bu karena caleg perempuan dari Partai PKS cenderung
lebih berani untu tampil atau bersosialisasi ke masyarakat sini?
Saonah: iya dek itu salah satu yang melatarbelakangi kenapa masyarakat sini lebih
memilih partai PKS. Karena dari tahun ke tahun jarang sekali bahkan tidak pernah
sama sekali caleg perempuan dari Partai Golkar ini datang ke kampung sini untuk
bersosialisasi kebanyakan ya paling caleg laki-lakinya yang memang sudah jauh
lebih berpengalaman ketimbang caleg perempuannya. Jadi yang diketahui oleh
masyarakat sini ya hanya caleg laki-lakinya saja, maka dari itu tidak heran kalau
caleg laki-laki meningkat dari tahun ke tahun.
Berikut ini merupakan dokumentasi bersama Lasiah dan Saonah selaku tokoh
masyarakat yang tinggal di Dapil Ciputat Timur