Post on 14-Dec-2014
description
PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS II
PERCOBAAN I
PENETAPAN KADAR SENYAWA YANG MEMILIKI WARNA ASLI
OLEH
NAMA : MEI KURNIAWATI
NIM : F1F1 11 054
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN : EKY PUTRI PRAMESHWARI
LABORATORIUM FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013
Penetapan Kadar Senyawa yang Memiliki Warna Asli
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk menetapkan kadar
senyawa yang memiliki warna asli.
B. Landasan Teori
Metoda analisa yang lazim digunakan dalam analisis suatu unsur
secara kuantitatif dalam pengukuran spektrofotometri pada umumnya
menggunakan teknik kurva kalibrasi. Tetapi pada metoda ini terdapat
kelemahan yang dikarenakan adanya matrik dalam sampel tersebut
sedangkan pada larutan standar tidak adanya matrik, sehingga diperlukan
metoda lain yang diharapkan dapat meminimalisir pengaruh dari kondisi
tersebut (Supriyansyah, 2006).
SpektrofotometriUV-Visibel merupakan metode spektrofotometri
yang didasarkan pada adanyas erapan sinar pada daerah ultraviolet(UV)
dan sinar tampak (Visibel) dari suatu senyawa. Senyawa dapat dianalisis
dengan metode ini jika memiliki kemampuan menyerap pada daerah UV
atau daerah tampak. Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah
UV disebut dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis
senyawa dalam daerah sinar tampak, senyawa harus memiliki warna
(Fatimah, 2003).
Penentuan kadar suatu senyawa dengan metode spektrofotometri
didasarkan pada pembentukan senyawa. Dengan membuat kurva kalibrasi
(persamaan garis lurus) dari larutan standar dan memasukkan absorbansi
dari contoh ke dalam kurva kalibrasi tersebut, maka kadar suatu senyawa
dalam contoh air dapat diketahui (Zulkfli, 2003).
Metode spektrofotometri telah diaplikasikan secara luas dalam
kimia analisis kuantitatif, analisis lingkungan, farmasetik, klinik,forensik,
biomedis dan industri. Salah satu contoh pengaplikasiannya adalah
penetapan kadar natrium nitrat dannatrium nitrit pada makanan dengan
lingkungan (Hayun et al; 2006).
Perkembangan di bidang industri kimia saat ini telah
mengembangkan cara pewarnaan suatu makanan dan minuman. Perubahan
pola hidup menjadikan perubahan pula dalam penambahan substansi
dalam makanan. Bahan tambahan makanan sudah dikenal sejak dulu kala.
Penggunaan garam sebagai pengawet dan rempah-rempah untuk
menyembunyikan makanan basi, telah lazim digunakan selama berabad-
abad. Meskipun demikian, sering dengan perkembangan zaman dan
teknologi, penggunaan zat tambahan makanan juga berkembang pesat.
Ironisnya, perkembangan ini penuh dilema, terutama masalah keamanan
penggunaannya. Karena itu tidaklah mengherankan bila akhir- akhir ini,
produsen makanan berlomba memasarkan produknya dengan promosi
bahwa produknya bebas zat tambahan atau hanya mengandung zat warna
alami (Donatus, 1992).
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
- Gelas kimia
- Pipet ukur
- Filler
- Timbangan analitik
- Spektrofometer UV-Vis
- Kuvet
- Batang pengaduk
- Spatula
- Pipet tetes
- Botol semprot
- Labu takar
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
- Rivanol
- Larutan H2SO4
- Akuades
- Sampel
D. Uraian bahan
1. Rivanol (Dirjen POM, 1979 hal. 62)
Nama resmi : AETHACRIDINI LACTAS
Nama lain : Etakridina laktat, rivanol
Rumus molekul : C18H21N3O4H2O
Rumus struktur :
Pemerian : Serbuk hablur, kuning, tidak berbau, rasa
sepat dan pahit
Kelarutan : Larut dalam 50 bagian air, dalam 9 bagian
air panas dan dalam 100 ml etanol (95%)P
mendidih
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, dan terlindung
dari cahaya
K/P : antiseptikum ekstern/pelarut
2. Larutan H2SO4 (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
Rumus molekul : H2SO4
Berat molekul : 98,07
Rumus struktur :
.
Pemerian : cairan kental seperti minyak, korosit, tidak
berwarna, jika ditambahkan ke dalam air
menimbulkan panas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Zat tambahan/pelarut
3. Aquadest (Dirjen POM, 1979 hal. 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
BM : 18,02
Rumus molekul : H2O
Rumus molekul :
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwrna, tidak berasa,
dan tidak berbau
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
K/P : Zat tambahan/pelarut
E. Cara Kerja
1. Larutan baku rivanol
- Ditimbang sebanyak 0.1 gr- Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml- Dilencertkan dengan larutan H2SO4 sampai tanda tera
- Dipipet sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet ukur
- Dimasukkan ke dalam labu takar- Ditambahkan akuades sampe tanda tera- Diukur maks dan absorbansinya
maks = 380 nm
A = 3.698
2. Larutan sampel
- Dimasukkan ke dalam kuvet- Discaninning dengan spektrofotometer UV-Vis- Dihitung konsentrasinya
A = 2,92
3. Larutan blanko
Dimasukkan kedalam gelas kimia 50 ml Ditambahkan akuades Dikocok Diukur absorbansinya
Larutan blanko
Larutan induk
Rivanol
Sampel
H2SO4 0,1 N
F. Hasil Pengamatan
Tabel hasil pengamatan
No. Larutan Absorbansi
1. Larutan Baku/ Standar 3.698
2. Larutan Sampel 2.92
*Konsentrasi larutan baku =0,0 1%
Perhitungan
Konsentrasi Sampel = Absorbansi sampel
Absorbansi baku x Konsentrasi baku
= 2.92
3.698 x 0.01% = 0.007 %
Kurva hasil pengamatan
- Kurva maks
ABS
nm
Smooth: 0 Deri.: 0
350 360 370 380 390 400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
- Kurva absobansi vs konsentrasi
A B S
%
0 1 2 3 4 5 6
-1
0
1
2
3
4
S td. C a l. P arameters
K 1:
K 0:
R :
R 2:
-0.0129
0.0575
1.0000
1.0000
G. Pembahasan
Analisis data kuantitatif adalah pengolahan data dengan kaidah-
kaidah matematik terhadap data angka atau numeric. Angka dapat
merupakan representasi dari suatu kuantita maupun angka sebagai hasil
konversi dari suatu kualita, yakni data kualitatif yang dikuantifikasikan.
Jika yang dianalisis adalah data kuantitatif murni (tinggi, berat, luas, umur,
jumlah penduduk, dan sejenisnya) maka analisis menjadi lebih mungkin
dilakukan dengan tepat, karena data sudah merupakan substansinya
sendiri. Namun jika data kuantitatif yang berasal dari konversi data
kualitatif (sikap yang diskalakan, motivasi, opini orang, dan sejenisnya),
maka analisisnya menjadi rumit karena kita harus memperhitungkan
validitas konversinya. Analisis data dimaksudkan untuk memahami apa
yang terdapat di balik semua data tersebut, mengelompokannya,
meringkasnya menjadi suatu yang kompak dan mudah dimengerti, serta
menemukan pola umum yang timbul dari data tersebut.
Penetapan kadar senyawa pada praktikum ini menggunakan teknik
spektrofotometri yang merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan
pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan
berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan
monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube.
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan
visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi
radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan
dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang
khas untuk komponen yang berbeda. Alat yang digunakan adalah
spektrofotometer. Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet.
Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan.
Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan
konsentrasi larutan di dalam kuvet.
Spektrofotometer UV-VIS merupakan alat dengan teknik
spektrofotometer pada daerah ultra-violet dan sinar tampak. Alat ini
digunakan guna mengukur serapan sinar ultra violet atau sinar tampak oleh
suatu materi dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang dianalisis
sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat dalam
larutan tersebut. Spektrum absorpsi yang diperoleh dari hasil analisis
dapat memberikan informasi panjang gelombang dengan absorban
maksimum dari senyawa atau unsur. Panjang gelombang dan absorban
yang dihasilkan selama proses analisis digunakan untuk membuat kurva
standar. Konsentrasi suatu senyawa atau unsur dapat dihitung dari kurva
standar yang diukur pada panjang gelombang dengan absorban
maksimum. Zat pengabsorbsi terjadi pada molekul-molekul organik dan
sedikit anion anorganik. Senyawa tersebut memiliki elektron valensi yang
dapat dieksitasi ketingkat energi yang lebih tinggi sehingga senyawa ini
dapat menyerap cahaya yang dipancarkan. Untuk mengeksitasi elektron
pembentuk ikatan tunggal diperlukan energi yang cukup tinggi sehingga
penyerapannya terbatas pada daerah UV vakum atau pada panjang
gelombang lebih dari 185 nm. Sedangkan penyerapan yang terjadi pada
daerah yang lebih besar dari daerah UV vakum terbatas pada sejumlah
gugus fungsi ( chromofore ) yang memiliki elektron valensi dengan energi
eksitasi rendah. Eksitasi elektron n ke orbital π* dalam ikatan ganda terjadi
pada saat sinar UV-VIS diserap oleh molekul yang dianalisis dan transisi
yang terjadi adalah n → π*. Pada umumnya tingkat energi elektron
nonbonding terdapat pada orbital- orbital π dan δ bonding dan
antibonding. Penyerapan terhadap radiasi dapat menyebabkan transisi
elektron diantara tingkat elektron tertentu. Pada gambar di bawah dapat
dilihat jenis transisi yang mungkin terjadi pada saat analisis, diantaranya δ
→ δ*, n → δ*, n → π*, dan π → π*.
Percobaan dalam praktikum yang dilakukan adalah penetapan
kadar senyawa yang memiliki warna asli. Tujuan dari percobaan ini adalah
untuk menetapkan kadar senyawa Ethacridine Lactate (rivanol) yang
terdapat dalam sampel terhadap pelarut H2SO4. Adapun sampel yang
digunakan dalam percobaan ini adalah Ethacridine Lactate (rivanol) yang
dipasaran (rivanol).
Pada percobaan ini, larutan induk yang digunakan adalah
Ethacridine Lactate (rivanol) yang telah diencerkan dengan H2SO4.
Larutan H2SO4 digunakan sebagai pelarut sebab senyawa Ethacridine
Lactate (rivanol) sangat larut dalam larutan asam kuat. Larutan induk
tersebut kemudian di pipet sebanyak 10 ml dan diencerkan dengan
akuades. Larutan ini merupakan larutan standard untuk menentukan
konsentrasi sampel. Setelah itu discanning dengan panjang gelombang
maksimum (λmaks) yang diperoleh adalah 380 nm. Kisaran panjang
gelombang maksimum rivanol dalam H2SO4 0,1N adalah 269,5 nm - 410
nm. Nilai λmaks tersebut menunjukkan bahwa belum semua senyawa
terserap pada panjang gelombang maksimum 410 nm. Penentuan panjang
gelombang maksimum dilakukan untuk mendapatkan selektifitas dan
sensivitas serapan yang paling tinggi dimana perubahan absorbansi untuk
setiap satuan konsentrasi larutan adalah yang paling besar, pada keadaan
ini cahaya paling banyak diserap. Selain itu, disekitar panjang gelombang
maksimal bentuk kurva absorbansi linier sehingga memenuhi hukum
Lambert-Beer. Terkadang sebuah larutan memiliki lebih dari satu panjang
gelombang maksimum, untuk itu diperlukan pemilihan panjang
gelombang yang sesuai baik berdasarkan sensitivitasnya maupun
berdasarkan daerah serapan senyawa pengganggu yang ada dilarutan
tersebut.
Berdasarkan hasil scanning dari spektrofotometer UV-Vis
didapatkan skala absorbansi adalah menunjukkan nilai absorbansi larutan
sampel = 2,92 nm dan absorbansi larutan baku = 3.698 nm. Nilai
absorbansi larutan sampel berbanding dengan nilai absorbansi larutan
baku. Berdasarkan nilai absorbansi tersebut diperoleh kadar larutan
sampel yaitu 0,007 %. Dan dari kurva absorbansi vs konsentrasi
didapatkan persamaan y = -0,0129x + 0,0575 dengan regresi linear 1.
Artinya penetapan kadar yang digunakan adalah sangat teliti.
Berdasarkan Farmakope Indonesia, kadar Etharidine Lactate
(rivanol) yang beredar dipasaran adalah 0,1%. Sehingga hasil percobaan
yang dilakukan menunjukkan perbedaan dengan selisih yang cukup besar.
Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam melakukan percobaan tersebut,
yaitu pada saat dilakukan pengukuran nilai absorbansi larutan H2SO4 yang
kemungkinan konsentrasinya sudah tidak sesuai sebagai pelarut, larutan
terlalu encer sehingga menyebabkan senyawa yang diukur tidak dapat
menyerap radiasi di daerah ultraviolet dengan baik, peralatan yang tidak
memadai serta kesalahan dalam proses pengenceran.
Rivanol adalah zat kimia (etakridinlaktat) yang mempunyai sifat
bakteriostatik (menghambat pertumbuhan kuman). Biasanya lebih efektif
pada kuman gram positif daripada gram negatif. Sifatnya tidak terlalu
menimbulkan iritasi dibandingkan dengan povidon iodin. Antiseptik
tersebut sering digunakan untuk membersihkan luka. Rivanol lebih bagus
untuk mengompres luka atau mengompres bisul, sedangkan povidon iodin
lebih bagus untuk mencegah infeksi. Serbuk rivanol berwarna kuning
dengan konsentrasi sekitar 0,1% berperan dalam membunuh bakteri,
namun tidak dapat digunakan untuk mengatasi kuman jenis tuberkolusis.
Dengan demikian tidak efektif untuk mengatasi infeksi kulit yang
disebabkan oleh kuman tuberkolusis. Rivanol juga tidak dapat digunakan
untuk mengatasi virus. Kegunaan antiseptik itu untuk membersihkan luka
borok dan bernanah. Salah satu penggunaannya adalah untuk melakukan
rendam duduk pada penderita bisul yang berada di dekat anus. Rivanol
digunakan bila luka tidak terlalu kotor, dengan menggunakan kassa tutup
luka tersebut. Jika luka sangat kotor, sebaiknya bersihkan dulu dengan air
mengalir, dan pemilihan penggunaan antiseptik adalah dengan povidon
iodin.
H. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah kadar Ethacridine Lactate
(rivanol) pada sampel adalah 0,007%.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Donatus L, 1992, Chemical Industry, UGM-Press, Yogyakarta.
Fatimah I, 2003, “Analisis Fenol dalam Sampel Air Menggunakan Spektrofotometri Derivatif”, Jurnal Logika, Vol. 9 (10).
Hayun, Harianto dan Yenti, 2006, “Penetapan Kadar Triprolidina Hidroklorida dan Pseudoefedrina Hidroklorida dalam Tablet Anti Influenza Secara Spektrofotometri Derivatif”, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 3(1).
Supriyansyah,A., Gusrizal, Adhitiyawarman., 2006, “Perbandingan Metoda Kurva Kalibrasi dan Metoda Adisi Standar pada Pengukuran Merkuri dalam Air yang Memiliki Kandungan Senyawa Organik Tinggi Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom”
Zulkifli, Efriyeldi., 2003. “Kandungan Zat Hara dalam Air Poros dan Air Permukaan Padang Lamun Bintan Timur Riau”, Jurnal Natur Indonesia. Vol. 5(2)