Post on 31-Oct-2020
PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN
2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL
DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DAN HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
SULASTRI
NIM 33020160030
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYA’RIAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2020
i
PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN
2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL
DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DAN HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
SULASTRI
NIM 33020160030
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYA’RIAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2020
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Sulastri
NIM : 33020160030
Judul : PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA
NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN
DAN PENGENDALIAN PEREDARAN DAN
PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL
DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DAN HUKUM ISLAM
dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga,
Pembimbing,
Yahya, S. Ag. M.H.I.
NIP. 197009152001121001
iii
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN 2016
TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN DAN
PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN HUKUM ISLAM
Oleh:
Sulastri
NIM : 33020160030
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Rabu, tanggal 22 Juli
2020, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Hukum
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Dr. Ilyya Muhsin, S.HI., M.Si. ….......................
Sekretaris Sidang : Yahya, S.Ag., M.HI. ….......................
Penguji I : Dr. Ahmad Sulthoni, M.Ag. ….......................
Penguji II : M. Yusuf Khummaini, S.HI., M.HI. ….......................
Salatiga,
Dekan Fakultas Syari‟ah
Dr. Siti Zumrotun, M. Ag.
NIP.19670115 199803 2 002
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH Jl. Nakula Sadewa V No.9 Telp.(0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722
Website : http://syariah.iainsalatiga.ac.id/ E-mail : syariah@iainsalatiga.ac.id
iv
PERNYATAAN KEASLIAN DAN DIPUBLIKASIKAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Sulastri
NIM : 33020160030
Program Studi : Hukum Ekonomi Syari‟ah (HES)
Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi : PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7
TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN
PENGENDALIAN PEREDARAN DAN PENJUALAN
MINUMAN BERALKOHOL DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN HUKUM
ISLAM
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, Juni 2020
Yang menyatakan
Sulastri
NIM: 33020160030
v
MOTTO
ا اكبس اث يافع نهاس ا اثى كبيس انيسس قم في س انخ يسانك ع
ا فع ي
“Artinya : Mereka bertanya tentang khamar dan judi, katakanlah di dalam dua
perkara itu ada dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari pada manfaatnya”.
(Q.S. al-Baqarah (2) :219)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan untuk:
1. Yang selalu bertanya “Kapan skripsimu selesai” “kapan wisuda” “kapan
nyusul” kalian adalah cambukku untuk segera menyelesaikan skripsi ini
2. Kedua orang tuaku bapak Ramelan dan mamak Jaryani tercinta yang selalu
memberikan curahan kasih sayang, memberikan limpahan do‟a dan dukungan
dalam setiap langkahku
3. Kakaku Edy Waluyo dan sang istri Tri Susanti, adikku Hilda Axnecia
ponakanku Syafea Restu Qyaradea serta keluarga besar Suharto dan Sutomo
yang tak henti memberikan dukungan dan do‟a dan selalu menjadi tempatku
berlari ketika merasa tidak ada yang memahami di luar rumah
4. Dosen Pembimbingku bapak Yahya yang telah meluangkan waktu dan
memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan yang sangat
berharga dalam mengarahkan dan memotivasi sehingga selesailah skripsi ini
5. Sahabat-sahabatku Yulia Eny, Novia, Mella, Intan, Fatma, Chilia, Faisnah,
Cupi, Awabi, Andrian, dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih
sudah menjadi sahabat, motivator, tempat curhat, terima kasih atas bantuannya
tanpa kalian aku hanyalah tali putri tanpa inangnya
6. Keluarga kos gajah (Ibu kos, Bapak kos, Mbak Dita, Eka Yuni, Septi, Dessy,
Yulintos, Isna, Desyta, Itaul) teman-teman GenBI, PMII, HMJ HES 2018,
DEMA 2019, KPUM 2019, KKN Posko 50, AKAR dan semua kawanku
terima kasih atas semangat, inspirasi dan do‟anya
7. Teman-temanku HES yang selalu membuatku merasa lengkap dan kalian akan
menjadi cerita yang tak pernah terhapus dalam hidupku
8. Teman-teman Fakultas Syariah, yang menjadi keluarga besar, dan selalu
berkumpul bersama untuk saling menyemangati dan mendo‟akan
9. Calon imamku, skripsi ini kelak akan menjadi salah satu bukti kelayakanku
menjadi seorang istri dan ibu dari anak-anakmu
10. Bapak ibu dosen yang menjadi inspirasiku dan dengan sabar, memberikan ilmu
dan nasihatnya kepadaku, dan menjadikan seseorang yang lebih berarti
11. Almamaterku IAIN Salatiga yang menjadi kebangganku
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Dengan penuh kesabaran
akhirnya selesai sudah penulisan skripsi ini dan tiada kata terindah selain
ungkapan puji syukur kepada Allah SWT, karena dengan segenap rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat dan salam penulis curahkan kepada suri tauladan kita Nabi
Muhammad SAW, yang selalu diharapkan syafaatnya di hari akhir nanti, tak lupa
kepada keluarga dan para sahabat atau orang-orang yang mengikuti jejaknya.
Dalam rangka memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum (SH) di
Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga dengan judul “Peraturan Daerah Kota Salatiga
Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan
Penjualan Minuman Beralkohol Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan
Dan Hukum Islam”. Penulisan skripsi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
dari awal mula hingga terselesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Prof. Dr. Zakiyuddin, M. Ag. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Dr. Siti Zumrotun, M. Ag selaku Dekan Fakultas Sya‟riah IAIN Salatiga.
3. Dr. Heni Satar Nurhaida, S.H. M. Si. selaku Ketua Program Studi Hukum
Ekonomi Syari‟ah, terimakasih atas dorongan dan bantuannya selama
penyusunan
viii
4. Yahya, S. Ag. M.H.I. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu
dan memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan yang
sangat berharga dalam mengarahkan dan memotivasi penulis sehingga
terselesaikan skripsi ini.
5. Drs. Machfudz, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Akademik
6. Bapak/ibu dosen dan karyawan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang telah
mendidik, membimbing, dan memberikan pengarahan serta bantuannya
7. Seluruh staf perpustakaan IAIN Salatiga
8. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT, dan
dicatat sebagai amal shaleh.
Dengan ini penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat
baik bagi penulis maupun bagi semua pihak yang membutuhkannya. Tiada gading
yang tak retak, demikian pula dengan skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu kami membuka saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Demikian semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Salatiga, 24 Juni 2020
Penulis
Sulastri
NIM. 3302016003
ix
ABSTRAK
Sulastri (2020).Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016
Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan Penjualan Minuman
Beralkohol Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan Dan Hukum Islam.
Skripsi, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syari‟ah, (IAIN)
Salatiga. Pembimbing: Yahya, S Ag. M.H.I.
Kata kunci: Peraturan Daerah, Minuman Beralkohol, Hukum Islam
Penelitian dalam skripsi ini dilatarbelakangi oleh Peraturan Daerah Kota
Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran
Dan Penjualan Minuman Beralkohol yang mana di dalam pasal 4 memberikan
izin untuk memperjualbelikan minuman beralkohol di Kota Salatiga. Fokus
penelitian ini adalah 1) Bagaimana Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7
Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan
Minuman Beralkohol dan pelaksanaannya? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam
dan peraturan perundang-undangan terhadap Peraturan Daerah Kota Salatiga
Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan
Penjualan Minuman Beralkohol? 3) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap
pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Berakohol di Kota Salatiga.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum empiris dengan metode kualitatif dengan pendekatan penelitian yuridis
empiris. Teknik pengumpulan datanya adalah dengan metode observasi, metode
wawancara, dan metode dokumentasi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal 1) Peraturan Daerah Kota
Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan Dan Pengendaian Peredaran
Dan Penjualan Minuman Beralkohol pada prinsipnya tidak melarang peredaran
dan penjualan minuman beralkohol di Kota Salatiga akan tetapi mengatur
sedemikian rupa peredaran dan penjualannya, Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota
Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan Dan Pengendaian Peredaran
Dan Penjualan Minuman Beralkohol belum maksimal karena masih banyaknya
pelanggaran yakni penjualan minuman beralkohol di Kota Salatiga yang masih
dilakukan secara bebas 2) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016
tentang Pengawasan Dan Pengendaian Peredaran Dan Penjualan Minuman
Beralkohol ditinjau dari hukum Islam menyelisihi konsep minuman beralkohol di
dalam Islam, berdasarkan perundang-undangan menyelisihi Undang-Undang yang
lebih tinggi karena adanya larangan menjual minuman beralkohol sebagaimana
termaktup di dalam pasal 300 KUHP. 3) Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota
Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan Dan Pengendaian Peredaran
Dan Penjualan Minuman Beralkohol ditinjau dari hukum Islam belum
mengindahkan aturan sebagaimana aturan tentang keharaman khamr.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN .................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................. iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………... . vii
ABSTRAK………………………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 5
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 6
D. Kegunaan Penelitian ………………………………………………….. 6
E. Penegasan Istilah ……………………………………………………... 7
F. Telaah Pustaka………………………………………………………… 9
G. Metode Penelitian…………………………………………………….. 12
H. Sistematika Pembahasan ……………………………………………... 18
xi
BAB II : MINUMAN BERALKOHOL DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DAN HUKUM ISLAM
A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
1. Pengertian Peraturan Perundang-Undangan ....................................... 20
2. Landasan Peraturan Perundang-Undangan ......................................... 21
3. Fungsi Peraturan Perundang-Undangan ............................................. 23
4. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan ........................................... 23
5. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ......................... 27
6. Minuman Beralkohol Dalam Peraturan Perundang-Undangan .......... 29
B. HUKUM ISLAM
1. Pengertian Hukum Islam .................................................................... 32
2. Sumber Hukum Islam ......................................................................... 33
3. Asas-Asas Hukum Islam .................................................................... 33
4. Tujuan Hukum Islam .......................................................................... 34
5. Minuman Beralkohol Dalam Hukum Islam ....................................... 34
BAB III : PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN
2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN
DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DAN
PELAKSANAANNYA
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 44
B. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 Tentang
Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan Penjualan Minuman
Beralkohol ............................................................................................... 55
xii
C. Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016
Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan Penjualan
Minuman Beralkohol ............................................................................... 59
BAB IV : TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA
NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN
PENGENDALIAN PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN
BERALKOHOL DAN PELAKSANAANNYA
A. Tinjauan Hukum Islam Dan Peraturan Perundang-Undangan Terhadap
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 Tentang
Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol ............................................................................................... 65
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7
Tahun 2016 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Dan
Penjualan Minuman Beralkohol Di Kota Salatiga .................................. 71
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 78
B. Saran ........................................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 80
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana tertera dalam pasal 1 ayat
(3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, hal ini berarti dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan pemerintah harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan
konstitusi maupun peraturan perundang-undangan lainnya yaitu Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah maupun ketentuan-ketentuan
hukum lainnya, yang ditentukan secara demokratis dan konstitusional.1
Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia disebutkan dalam
pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundangan-Undangan. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan
ini terdiri atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.2
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan ini sesuai dengan tingkatan
hierarkinya.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yaitu pasal 1 angka 25 yang menegaskan bahwa
Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
1 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
2 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
2
Kabupaten/Kota. Selanjutnya dalam pasal 236 ayat (1) ditegaskan bahwa
Peraturan Daerah dibentuk untuk menyelenggarkan Otonomi Daerah dan
Tugas Pembantuan. Dalam ayat (2) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah.3
Peraturan Daerah adalah salah satu instrumen bagi Pemerintah Daerah dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan sistem otonomi daerah
yang memberikan wewenang untuk mengurus dan mengatur segala urusan
rumah tangganya sendiri termasuk membentuk Peraturan Daerah.
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah “Kewenangan daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturaan
perundang-undangan.4 Pemerintah daerah dapat menggunakan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam arti, daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah
yang ditetapkan undang-undang. Daerah memiliki kewenangan membuat
kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan, peran serta, prakarsa
dan pemberdayan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat.5
Dengan adanya sistem otonomi daerah tersebut, maka Pemerintah Kota
Salatiga menetapkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 tentang
3 Pasal 1 ayat (25) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
4 Iswan Kaputra, Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2013), hlm.66.
5 Iswan Kaputra, Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2013), hlm.66.
3
Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Penetapan peraturan daerah ini selaras dengan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945
bahwa pemerintah daerah mempunyai kebebasan untuk mengatur dan
mengurus penyelenggaraan pemerintahannya, sepanjang dalam koridor hukum
dan mewujudkan kesejahteraan serta kemakmuran masyarakatnya.6
Latar belakang ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7
Tahun 2016 adalah bahwa dalam rangka menjamin kepastian berusaha serta
menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban umum terhadap dampak
penyalahgunaan minuman beralkohol di Kota Salatiga.7 Dengan adanya
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 diharapkan pengawasan
dan pengendalian terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol di
Kota Salatiga akan lebih intensif.
Pada prinsipnya Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016
tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol tidak melarang peredaran dan penjualan minuman beralkohol di
Kota Salatiga. Akan tetapi mengatur sedemikian rupa peredaran dan
penjualannya agar tidak menimbulkan banyak persoalan di kemudian hari.
Dalam KUHP Pasal 300 bahwa barangsiapa dengan sengaja menjual atau
menyuruh minum minuman-minuman yang memabukkan kepada seseorang
yang telah kelihatan nyata mabuk akan dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya atau denda sebanyak-banayknya.8
6 Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah (Yogyakarta: UII Press, 2006),
hlm.26.
7 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016.
8 Pasal 300 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
4
Begitupula dalam hukum Islam, bahwa minuman beralkohol adalah
minuman yang haram. Adapun pengaturan tentang keharaman minuman
beralkohol diatur di dalam Al-Qur‟an, yang dijelaskan dalam Surat al-Maidah
(5) ayat 90 yaitu:
م ع الشلو زجس ي صاب ال يسس ان س ا انخ آيا إ ا انري يآ أي
ب نعهكى تفهح فاجت انشيطا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan
anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.
(Q.S al-Maidah (5): 90)9
Di dalam ayat ini, Allah dengan tegas menunjukkan keharaman untuk
mendekati minuman beralkohol, apalagi mengkonsumsinya. Keharaman
mengkonsumsi minuman beralkohol itu dikarenakan minuman tersebut
mengandung banyak dampak. Islam memandang minuman beralkohol menjadi
faktor utama terjadinya tindak kejahatan yang membuat kegelisahan dalam
sosial masyarakat. Karena orang yang mengkonsumsi minuman beralkohol
umumnya akan mabuk dan kehilangan kesadaran, sehingga minuman
beralkohol berpengaruh pada kesehatan akalnya, yakni menutupi akal sehat.
Selain berdampak buruk bagi kesehatan peminumnya minuman beralkohol
juga berdampak bagi lingkungan sosial, keluarga maupun negara.10
9 Anggota IKAPI, Al-Qur’an dan Terjemah Al-Jumanatul Ali (Bandung: CV Penerbit
Jumanatul Ali, 2004), hlm.123.
10 Tri Rini Puji Lestari, “Menyoal Pengaturan Konsumsi Minuman Beralkohol Di
Indonesia” Aspirasi Vol. 7 No. 2, Desember 2016, Hlm.132.
5
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 Tentang
Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol
yang mana di dalam pasal 4 memberikan izin untuk memperjualbelikan
minuman beralkohol di Kota Salatiga, oleh karena itu membuat penulis tertarik
untuk mengangkat persoalan ini ke dalam bahasan skripsi dengan judul
“PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN 2016
TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN
DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN HUKUM ISLAM”.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol dan pelaksanaannya?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan
terhadap Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol?
3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah
Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan
Penjualan Minuman Berakohol di Kota Salatiga?
6
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016
tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol dan pelaksanaannya.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam dan peraturan perundang-
undangan terhadap Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016
tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol.
3. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan Peraturan
Daerah Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian
Peredaran dan Penjualan Minuman Berakohol di Kota Salatiga.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Adapun kegunaan penelitian ini dapat memberikan hasil yang berguna
secara keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat
yaitu sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dan sumbangan ilmiah dalam bidang hukum dan penegakannya.
2. Secara Praktis
Adapun manfaat secara praktis dari penelitian ini adalah:
a. Bagi penulis lain yang ingin mengkaji tentang permasalahan ini sebagai
bahan bacaan dan dasar untuk penelitian selanjutnya.
7
b. Bagi program studi Hukum Ekonomi Syari‟ah untuk pengembangan
ilmu syari‟ah dan sebagai tambahan reverensi dan rujukan keilmuan
dalam masalah yang berhubungan dengan minuman beralkohol
c. Bagi pemerintah Kota Salatiga dalam membuat peraturan daerah untuk
menegakan hukummya.
E. PENEGASAN ISTILAH
Dari Skripsi ini diperlukan penegasan istilah dan batasan terhadap istilah-
istilah dari judul yang peneliti angkat dengan tujuan agar tidak terjadi
ketidaksamaan pemahaman dalam membaca skripsi ini, yaitu:
1. Peraturan Daerah
Peraturan daerah merupakan suatu peraturan yang ditetapkan oleh kepala
daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum, norma kesusilaan, peraturan daerah lainnya atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.11
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pengawasan dan
Pengedalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Di Kota
Salatiga adalah peraturan yang dibuat oleh Walikota Salatiga dengan
persetujuan bersama DPRD Kota Salatiga dalam rangka menjamin
kepastian berusaha serta menjaga dan memelihara ketentraman dan
11
Okparizan, “Penegakan hukum Syariah Melalui Peraturan daerah”, Jurna selat, Oktober 2013, vol 1 No. 1, hlm. 25.
8
ketertiban umum terhadap dampak penyalahgunaan minuman beralkohol di
Kota Salatiga.
2. Minuman Beralkohol
Alkohol adalah segala sesuatu yang memabukkan dan dapat merusak
akal. Minuman beralkohol menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor
7 Tahun 2016, adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol
(C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa
destilasi. Etanol merupakan bahan psikoaktif yang apabila dikonsumsi
menyebabkan penurunan kesadaran.12
Didalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 yang dimaksud dengan
minuman beralkohol adalah hanya terbatas pada minuman yang
mengandung alkohol yang dapat memabukkan dan merusak akal, sehingga
bentuk lain yang mengandung zat memabukkan dan merusak akal jika tidak
berbentuk minuman berarti bukan termasuk minuman beralkohol yang
dimaksud dalam Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2016 Kota Salatiga.
3. Hukum Islam
Hukum Islam adalah syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan
oleh Allah SWT untuk hamba-NYA yang dibawa oleh seorang Nabi
Muhammad SAW, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan
12 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016. Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
ayat 5
9
(aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amliyah
(perbuatan).13
Sebagai sistem hukum, hukum Islam berisi peraturan-peraturan atau
seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia, dimana peraturan-
peraturan tersebut langsung berasal dari Alah SWT yang bersumber dari Al-
Qur‟an dan sunnah nabi.14
Hukum Islam dalam penelitian ini fokus pada
hukum minuman beralkohol dalam Islam.
F. TELAAH PUSTAKA
Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Pertama, Skripsi dari Tri Putranto Malik, Tahun 2017, Fakultas Syari‟ah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, dengan judul “Peraturan
Daerah Kabupaten Banyumas No. 15 Tahun 2014 Tentang Pengendalian
Pengawasan Dan Penertiban Minuman Beralkohol Dalam Prespektif Hukum
Islam”. Skripsi ini memiliki fokus penelitian pada Bagaimana Pandangan
Hukum Islam Terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 15 Tahun
2014 Tentang Pengendalian Pengawasan dan Penertiban Peredaran Minuman
Beralkohol. Hasil penelitian ini adalah minuman beralkohol adalah minuman
yang haram baik dikonsumsi maupun diedarkan. Namun, sebagai Ulul Amri
pemerintah berhak untuk menetapkan sebuah kebijakan guna kemaslahatan
bersama. Artinya, peraturan daerah ini sudah sesuai dengan ketentuan hukum
Islam.
13 Barzah Latupono dkk, Hukum Islam, (Sleman: CV Budi Utomo, 2017), hlm.5.
14
Ibid, hlm.6.
10
Kedua, Skripsi dari Hanik Masfufah, Tahun 2019 Fakultas Syariah dan
Ilmu Hukum Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung, dengan judul
“Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pengendalian
Dan Pengawasan Peredaran Minuman Beralkohol Di Kabupaten Tulungagung
Dalam Prespektif Hukum Islam”. Skripsi ini memiliki fokus penelitian pada 1)
Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang
pengendalian dan pengawasan peredaran minuman beralkohol di Kabupaten
Tulungagung dalam perspektif hukum islam. 2) Bagaimana Implementasi
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang pengendalian dan pengawasan
peredaran minuman beralkohol di Kabupaten Tulungagung. Adapun hasil
penelitian menunjukkan: 1) Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten
Tulungagung Nomor 4 Tahun 2011 tentang pengendalian dan pengawasan
peredaran minuman beralkohol di Kabupaten Tulungagung dalam perspektif
hukum islam yaitu sudah sesuai dengan kaidah hukum islam. 2) Implementasi
Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 4 Tahun 2011 tentang
pengendalian dan pengawasan peredaran minuman beralkohol belum maksimal
dilaksanakan oleh pemerintah daerah karena dalam pelaksanaan dilapangan
terdapat beberapa warung dan cafe karoke yang belum memilki izin penjualan
minuman beralkohol dan dari tim pengawasan pengendalian dan pengawasan
peredaran minuman beralkohol belum bisa bekerja secara maksimal dalam
pengawasannya karena kurangnya koordinasi satu sama lain.
Ketiga, Skripsi dari Devendra Dovianda Priyono, Tahun 2018, Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dengan judul “implementasi
11
peraturan daerah kabupaten sleman nomor 8 tahun 2007 tentang pelarangan
pengedaran, penjualan, dan penggunaan minuman beralkohol (Studi kasus
penjualan minuman beralkohol di Kabupaten Sleman)”. Skripsi ini memiliki
fokus penelitian 1) Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kabupaten
Sleman Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pelarangan Pengedaran, Penjualan dan
Penggunaan Minuman Beralkohol di Kabupaten Sleman? 2) Bagaimana peran
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Sleman dalam membantu
menegakkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 8 Tahun 2007
tentang Pelarangan Pengedaran, Penjualan dan Penggunaan Minuman
Beralkohol? Hasil penelitian ini adalah penjualan minuman beralkohol di
Kabupaten Sleman masih terjadi walaupun sudah ada Perda yang mengatur
tentang pelarangan penjualan minuman beralkohol, hal itu terjadi karena
penjual masih menganggap berjualan minuman beralkohol sebagai mata
pencaharian kemudian faktor kesadaran dari penjual sendiri masih rendah
walaupun sudah sering dilakukan razia dan pembinaan oleh Satpol PP
Kabupaten Sleman namun para penjual minuman beralkohol tidak menggagas
nya dan masih melakukan transaksi atau penjualan di kemudian hari. Sanksi
yang masih terlalu ringan dari pemerintah daerah juga menjadikan para penjual
tidak jera untuk kembali melakukan penjualan minuman beralkohol tersebut.
Adapun persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian
penulis adalah:
12
1) Persamaan
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian penulis adalah
persamaan pada objek kajian penelitian yakni peraturan daerah.
2) Perbedaan
Perbedaan peneitian terdahulu dengan penelitian penulis dapat dilihat dari
beberapa hal yaitu:
a. Lokasi : lokasi penelitian penulis adalah Kota Salatiga
b. Tahun : penelitian penulis dilakukan pada tahun 2020
c. Subjek : subjek penelitian penulis adalah Dinas Perdagangan Kota
Salatiga dan penjual minuman beralkohol di Kota Salatiga
d. Objek : Objek penelitian penulis adalah Peraturan Daerah Kota
Salatiga Nomor 7 Tahun 2016
G. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan penulis sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis
empiris adalah penelitian yang mendasarkan atau mengkonsepkan hukum
sebagai tingkah laku atau perilaku dan aksi. Di sini hukum adalah tingah
laku atau aksi-aksi dan interaksi manusia yang secara aktual dan potensial
akan terpola. Karena setiap perilaku atau aksi itu merupakan suatu realita
sosial yang terjadi dalam alam pengalaman indrawi dan empiris.15
15 Burhan Ashshafa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2004),
hlm.34.
13
2. Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
bersifat deskriptif dan menggunakan analisis. Metode kualitatif merupakan
metode penelitian yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami
makna yang berasal dari masalah-masalah yang ada di lapangan.16
Metode
penelitian ini lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam (indepth
analysis), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metodologi
kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah akan berbeda dengan sifat dari
masalah lainnya.17
Metode kualitatif memuasatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip
umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam
kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial
budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang
bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang
berlaku.18
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang
dilakukan terhadap keadaan nyata dengan maksud dan tujuan untuk
menemukan fakta (fact finding) yang kemudian menuju pada
16
Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif, (Surakarta: Cakra Books, 2014), hlm.25.
17 Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi
Media Publishing, 2015), hlm.28.
18 Burhan Ashshafa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2004),
hlm.20.
14
mengidentifikasi (problem identification), dengan penelaahan terhadap
Peraturan Perundang-Undangan yang dilanjutkan dengan observasi yang
mendalam untuk mendapatkan data yang berpengaruh terhadap Peraturan
Perundang-Undangan yang diteliti.19
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Kota Salatiga yang meliputi Dinas
Perdagangan Kota Salatiga dan tempat yang menjual minuman beralkohol
di Kota Salatiga.
5. Kehadiran Peneliti
Untuk memperoleh data sebanyak mungkin dan mendalam selama di
lapangan, kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlukan. Selama
pengumpulan data dari subyek penelitian di lapangan, peneliti menempatkan
diri sebagai instrument sekaligus pengumpul data dari sumber yang ada di
lapangan.
6. Data dan Sumber Data
Sumber data yang didapatkan untuk mendukung penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer peneliti didapat dari Dinas Perdagangan Kota
Salatiga yang diperoleh dari dua orang dan penjual minuman beralkohol
di Kota Salatiga yang diperoleh dari lima orang.
19https//docplayer.info/48955356-Metode-penelitin-yang-digunakan-adalah-yurids-
empiris-yuridis-empiris-merupakan-cara-penelitian.html. Minggu 20 Juni 2020, 12.30.
15
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang bisa mendukung penelitian ini berupa telaah
pustaka seperti buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian,
jurnal, peraturan daerah, dan skripsi yang meneliti hal serupa.
7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data yang dilakukan untuk mendukung penelitian
ini adalah:
a. Observasi
Observasi yaitu pengumpulan data dengan mengamati dan
mencatat secara langsung dan sistematis terhadap permasalahan yang
diteliti.20
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling
efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan
sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang
kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi. Peranan yang
paling penting dalam menggunakan metode observasi adalah pengamat.
Pengamat harus jeli dalam mengamati adalah menatap kejadian, gerak
atau proses.21
Observasi yang dilakukan penulis untuk mendapatkan data
tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 Tentang
Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan Penjualan Minuman
Berakohol di Kota Salatiga, penulis melakukan observasi di Dinas
20
Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif, (Surakarta: Cakra Books, 2004), hlm.133.
21 Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi
Media Publishing, 2015), hlm.78.
16
Perdagangan Kota Salatiga dan tempat-tempat yang menjual minuman
beralkohol di Kota Salatiga.
b. Wawancara
Wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
ini dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan pernyataan atas jawaban tersebut.22
Tujuan penulis
menggunakan metode pengumpulan data ini adalah untuk mendapatkan
data yang kongkrit mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7
Tahun 2016 tentang Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan
Penjualan Minuman Berakohol di Kota Salatiga. Dalam penelitian ini
penulis melakukan tanya jawab dan tatap muka secara langsung dengan
Dinas Perdagangan Kota Salatiga sebanyak dua orang dan karyawan
atau pemilik tempat yang menjual minuman beralkohol sebanyak lima
orang untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik yang memperkaya atau
memperkuat pemerolehan data jika sumber data primer sudah digali
melalui teknik yang lainnya.23
Dokumentasi yaitu pengumpulan data
dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan-catatan transkip, buku-buku, surat kabar dan lain sebagainya.
Metode ini penulis gunakan untuk mengumpulkan bacaan-bacaan yang
22 Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif, (Surakarta: Cakra Books, 2014),
hlm. 126. 23
Ibid, hlm.124.
17
memuat tentang tema yang akan diteliti. Adapun dokumentasi yang
digunakan dalam penelitian ini berupa foto-foto.
8. Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul maka peneliti akan menganalisis semua
data dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu teknik dengan
menggambarkan seluruh aspek peneliti yang ada, sehingga dapat memberi
gambaran antara yang seharusnya dan senyatanya terjadi di lapangan.
Dengan analisis data peneliti dapat menemukan masalah-masalah yang
muncul di lapangan dan mendapatkan informasi sesuai dengan tujuan
penelitian.
Analisis data kualitatif dilakukan secara induktif, yaitu penelitian
kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori tetapi dimulai dari fakta empiris.
Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsirkan dan
menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan. Peneliti
dihadapkan kepada data yang diperoleh dari lapangan. Dari data tersebut,
peneliti harus menganalisis sehingga menemukan makna yang kemudian
makna itulah menjadi hasil penelitian.24
9. Pengecekan Keabsahan Data
Adapun dalam pengecekan keabsahan penelitian ini, penulis
menggunakan triangulasi metode dan sumber data yang dilakukan dengan
cara menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan
sumber perolehan data.
24 Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi
Media Publishing, 2015), hlm.120.
18
10. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif, jadi
tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:
a. Tahapan sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum
melakukan penelitian, seperti pembuatan proposal penelitian,
mengajukan surat izin penelitian, menetapkan fokus penelitian dan hal
lainnya yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan, yaitu mengumpulkan data melalui, observasi,
wawancara dan dokumentasi di Dinas Perdagangan Kota Salatiga dan
tempat yang menjual minuman beralkohol di Kota Salatiga.
c. Tahap analisis data, apabila semua data sudah terkumpul dan dirasa
cukup, maka tehap selanjutnya adalah menganalisis data-data tersebut
dan menggambarkan hasil penelitian sehingga dapat memberikan
pengertian pada objek yang diteliti.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan merupakan bantuan yang dapat digunakan pembaca
untuk mempermudah mengetahui urutan-urutan sistematika dari skripsi ini,
yang merupakan suatu urutan dalam membahas bab demi bab dan sub-babnya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pokok-pokok bahasan
secara sistematis yang terdiri dari lima bab dan tiap bab terdiri dari sub-bab
sebagai perinciannya. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut:
19
Bab satu Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaah
pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan penelitian.
Bab dua berisi uraian tentang kajian pustaka yang terdiri dari kajian fokus
penelitian, yang dapat digunakan sebagai bahan analisis dalam membahas
objek penelitian. Kumpulan kajian teori ini akan dijadikan pisau analisis dalam
membahas objek penelitian yang akan dilakukan dalam bab empat. Kajian Pustaka
mengenai diskripsi teori yang berisi minuman beralkohol dalam peraturan
perundang-undangan dan hukum Islam.
Bab tiga berisi tentang uraian hasil penelitian tentang pelaksanaan
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pengawasan Dan
Pengendalian Peredaran Dan Penjualan Minuman Berakohol di Kota Salatiga.
Bab ini disusun sebagai bagian dari upaya menemukan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah.
Bab empat berisi tentang analisis hasil penelitian tentang Peraturan Daerah
Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan
Penjualan Minuman Berakohol di Kota Salatiga Ditinjau dari perundang-
undangan dan hukum Islam.
Bab lima penutup berisi tentang kesimpulan dan saran yang relevan
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Penelitian ini akan diakhiri dengan
kesimpulan dan saran yang dapat diberikan kepada berbagai pihak yang
terkait.
20
BAB II
MINUMAN BERALKOHOL DALAM PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DAN HUKUM ISLAM
A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
1. Pengertian Peraturan Perundang-Undangan
Istilah perundang-undangan, berasal dari bahasa Belanda yang berasal
dari kata wet, yakni undang-undang. Kemudian disebut dengan kata
wettelijke yang diartikan dengan perundang-undangan.25
Peraturan
perundang-undangan dalam pasal 1 UU Nomor 12 tahun 2011 diartikan
bahwa Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
membuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.26
Berdasarkan pengertian dari pasal 1 UU Nomor 12 Tahun 2011
tersebut, maka dapat ditarik unsur-unsur peraturan perundang-undangan,
yaitu:
a) Peraturan tertulis
b) Memuat norma hukum yang mengikat umum
c) Dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga Negara atau pejabat yang
berwenang
25 Nurul Qomar dkk, Ilmu Dan Teknik Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
(Makasar: CV. Social Politic Genus, 2020), hlm.5.
26 Ibid, hlm.9.
21
d) Berdasarkan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundnag-
undangan.27
2. Landasan Peraturan Perundang-Undangan
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan paling sedikit
harus memuat 4 landasan berlakunya peraturan perundang-undangan
diantaranya:
a. Landasan filosofis, adalah landasan terkait dengan dasar ideologi negara.
Norma hukum sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang
tertinggi seperti Indonesia pancasila. Dasar filosofis peraturan
perundang-undangan adalah dasar yang berkaitan dengan dasar
filosofis/ideologi negara. Setiap masyarakat mengharapkan agar hukum
itu dapat menciptakan keadilan, ketertiban, kesejahteraan. Hal ini yang
disebut dengan cita hukum, yaitu yang berkaitan dengan baik dan buruk,
adil atau tidak. Hukum diharapkan dapat mencerminkan nilai-nilai yang
tumbuh dan dirasa adil dalam masyarakat.28
Dalam kaitan ini,
penyusunan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan secara
sungguh-sungguh nilai-nilai (cita hukum) yang terkandung dalam
Pancasila.
b. Landasan Sosiologis, adalah landasan terkait dengan kondisi masyarakat
berupa kebutuhan, tuntutan, kecenderungan dan harapan masyarakat.
Dasar sosiologis peraturan perundang-undangan adalah dasar yang
berkaitan dengan kondisi/kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
27 Ibid, hlm.10.
28
Patawari, Teknik Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, (Malang: PT Cita Intrans Media, 2019), hlm.33.
22
Kondisi atau kenyataan ini dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang
dihadapi oleh masyarakat. Dengan memperhatikan kondisi semacam ini
peraturan perundang-undangan diharapkan dapat diterima oleh
masyarakat dan mempunyai daya laku secara efektif.
c. Landasan yuridis, adalah landasan terkait dengan kelembagaan yang
memiliki kewenangan untuk membentuk kesesuaian antara jenis dan
materi muatan, dan tata cara atau prosedur tertentu. Dasar yuridis
berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-
undangan. Hal ini mengandung makna bahwa setiap peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang
berwenang.29
2) Keharusan adanya kesesuaian antara jenis materi muatan peraturan
perundang-undangan. Ketidaksesuaian jenis ini dapat menjadi alasan
untuk membatalkan peraturan perundang-undangan.
3) Keharusan mengikuti tata cara atau prosedur tertentu. Jika tata cara
atau prosedur tersebut tidak ditaati, maka peraturan perundang-
undangan tersebut kemungkinan batal demi hukum atau tidak/belum
mempunyai kekuatan mengikat.
4) Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkatannya. Peraturan perundang-undangan tidak
29 Ibid, hlm.34.
23
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.30
3. Fungsi peraturan perundang-undangan antara lain:
a) Peraturan dibuat dan diberlakukan agar tercipta ketertiban hidup
bermasyarakat
b) Peraturan dibuat dan diberlakukan agar tercipta ketertiban hidup
bernegara
c) Memberikan kepastian hukum hak-hak warga Negara
d) Memberikan perlindungan dan pengayoman bagi warga Negara.31
4. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia
Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia menurut Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundangan-Undangan, meliputi:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang Dasar 1945 ditetapkan dan disahkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Materi muatan UUD 1945 meliputi jaminan
hak asasi manusia bagi setiap warga Negara, prinsip-prinsip dan dasar
Negara, tujuan Negara dan sebagainya.32
30 Ibid, hm.35.
31 Sri Hajati dkk, Pengantar Hukum Indonesia, (Surabaya: Percetakan Universitas
Airlangga (AUP), 2017), hlm.119.
32 Sri Hajar dkk, Pengantar Hukum Indonesia, (Surabaya: Pusat Penerbitan dan
Percetakan Universitas Airlangga (AUP), 2018), hlm.120.
24
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan Putusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pengenban kedaulatan rakyat
yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR atau bentuk putusan MPR
yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan. Pada masa sebelum
perubahan (amandemen) UUD 1945 ketetapan MPR merupakan
peraturan-perundang-undangan yang secara hierarki berada dibahwah
UUD 1945 dan di atas undang-undang.33
3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Undang-undang yang dibentuk oleh DPR bersama dengan presiden.
Materi muatan undang-undang berisi hal-hal yang mengatur lebih lanjut
ketentuan UUD 1945 meliputi: 1) Hak asasi manusia 2) Hak dan
kewajiban warga Negara 3) Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan
Negara serta pembagian kekuasaan Negara 4) Wilayah Negara dan
pembagian daerah 5) Kewarganegaraan dan kependudukan 6) Keuangan
Negara. Selain itu materi muatan undang-undang yang lain adalah hal-hal
yang diperintahkan oleh suatu undang-undang untuk diatur dengan
undang-undang. Sedangkan perpu ditetapkan oleh presiden ketika Negara
dalam keadaan kegentingan yang memaksa. Perpu harus mendapat
persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya. Jika tidak mendapat
33 Ibid, hlm.120.
25
persetujuan, maka perpu ini harus dicabut. Materi muatan perpu sama
dengan materi muatan undang-undang.34
4) Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah ditetapkan oleh presiden. Materi muatan
peraturan pemerintah berisi materi untuk menjalankan undang-undang
sebagaimana mestinya.
5) Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan presiden juga ditetapkan oleh presiden. Materi muatan
perpres berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang atau materi
muatan untuk melaksanakan peraturan pemerntah.
6) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,
termasuk pula Qanun yang berlaku di Aceh, serta Perdasus dan Perdasi
yang berlaku di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Peraturan daerah terdiri dari tiga kategori yakni: 1) Perda provinsi
yang ditetapkan oleh DPR ditingkat provinsi bersama dengan gubernur 2)
Perda Kabupaten/kota yang ditetapkan oleh DPRD kabupaten/kota
bersama dengan bupati/walikota dan 3) Peraturan desa atau peraturan
yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya
bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. Materi muatan peraturan
daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus
34 Ibid, hlm.120.
26
daerah serta penjabarkan lebih lanjut peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. 35
Pemerintah daerah dapat menggunakan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur
semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang
ditetapkan undang-undang. Daerah memiliki kewenangan membuat
kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan, peran serta,
prakarsa dan pemberdayan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
kesejahteraan rakyat.36
Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan
kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.37
Agar
otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak
dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian
pedoman, misalnya untuk penelitian, pengembangan, perencanaan, dan
pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan,
pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan dan evaluasi.
Sejalan dengan itu pemerintah wajib memfasilitasi berupa pemberian
peluang, kemudahan, bantuan dan dorongan kepada daerah agar dalam
35 Patawari, Teknik Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, (Malang: PT Cita
Intrans Media, 2019), Ibid, hlm.43.
36 Iswan Kaputra, Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2013), hlm.66.
37 Ibid, hlm.77.
27
melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.38
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan ini sesuai dengan
tingkatan hierarkinya. Dari Peraturan Perundang-undangan tersebut, aturan
mengenai pidana hanya dapat dimuat dalam undang-undang dan peraturan
daerah. Materi muatan undang-undang berbeda dengan materi muatan
peraturan presiden. Materi muatan biasanya tergantung dari delegasi atau
atribusi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat.
Undang-undang dan peraturan daerah bermateri muatan salah satunya
adalah pengaturan hak asasi manusia dan pengaturan sanksi yang
memberikan atau membebani rakyat.39
5. Asas-Asas Pembentukan Perundang-Undangan
Proses atau tatacara pembentukan undang-undang merupakan suatu
tahapan kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk
membentuk undang-undang.40
Adapun asas pembentukan peraturan
perundang-undangan adalah:
a) Kejelasan tujuan
b) Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
c) Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
d) Dapat dilaksanakan
e) Kedayagunaan dan kehasilgunaan
38 Ibid, hlm.67.
39
Ibid, hlm.44.
40 Laurensius Arliman, Ilmu Perundang-Undangan Yang Baik Untuk Negara Indonesia,
(Sleman: CV Budi Utomo, 2019), hlm.12.
28
f) Kejelasan rumusan
g) Keterbukaan.41
Adapun asas pembentukan peraturan perundang-undangan menurut
Amieoredin Syarif menetapkan adanya lima asas, yaitu:
1) Asas tingkatan hierarki
2) Undang-undang tidak dapat diganggu gugat
3) Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang
yang bersifat umum (lex specialis derogate lex generalis)
4) Undang-undang tidak berlaku surut
5) Undang-undang yang baru mengesampingkan undang-undang yang lama
( lex posterior derogate lex priori).42
Selain asas pembentukan peraturan perundang-undangan diatas, adapun
materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a) Pengayoman
b) Kemanusiaan
c) Kebangsaan
d) Kekeluargaan
e) Kenusantaraan
f) Bhineka tunggal ika
g) Keadilan
h) Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
41 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
42 Laurensius Arliman, Ilmu Perundang-Undangan Yang Baik Untuk Negara Indonesia,
(Sleman: CV Budi Utomo, 2019), hlm.29.
29
i) Ketertiban dan kepastian hukum dan/atau
j) Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Selain mencerminkan asas diatas peraturan perundang-undangan dapat
berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.43
6. Minuman Beralkohol Dalam Peraturan Perundang-Undangan
Minuman beralkohol menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7
Tahun 2016, adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol
(C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa
destilasi. Etanol merupakan bahan psikoaktif yang apabila dikonsumsi
menyebabkan penurunan kesadaran.44
Peraturan daerah ini merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun
2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan juga
diatur di dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-
DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap
Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 6/M-DAG/PER/1/2015 tentang Perubahan kedua atas Pengendalian
dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman
43 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
44 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016. Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
ayat 5
30
Beralkohol. Dalam KUHP Pasal 300 dijelaskan bahwa barangsiapa dengan
sengaja menjual atau menyuruh minum minuman-minuman yang
memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan nyata mabuk akan
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya atau denda sebanyak-
banayknya.45
Adapun golongan minuman beralkohol didalam Peraturan Daerah Kota
Salatiga Nomor 7 Tahun 2016, yaitu
a) Minuman berakohol golongan A adalah minuman yang mengandung etil
alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5%
b) Minuman berakohol golongan B adalah minuman yang mengandung etil
alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5% sampai
dengan 20%
c) Minuman berakohol golongan BCadalah minuman yang mengandung
etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 20% sampai
dengan 55%.46
Ada beberapa dampak akibat dari mengkonsumsi minuman beralkohol
secara terus menerus, antara lain:
1) Pengaruh Terhadap Kesehatan
Secara umum, senyawa alkohol bersifat memabukkan dan
berimplikasi pada gungguan kesehatan fisik, jiwa, dan mental. Efek fisik
yang dialami dari mengkonsumsi minuman beralkohol di antaranya
kerusakan hati, ginjal, paru-paru, jantung, pankreas, peradangan
45 Pasal 300 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
46
Pasal 2 Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol Di Kota Salatiga.
31
lambung, otot saraf, dan gangguan metabolisme tubuh. Konsumsi alkohol
berlebihan meningkatkan risiko timbulnya lebih dari 200 penyakit,
termasuk siroris hati, tuberkolosis dan beberapa jenis kanker. Efek jiwa
yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi minuman beralkohol adalah pola
pikirnya akan terganggu, sehingga tidak akan takut akan bahaya dan
hukum. Sedangkan efek mentalnya adalah dapat menyebabkan depresi
dan kecanduan.
2) Pengaruh Terhadap Lingkungan Sosial
Efek mabuk yang ditimbulkan dari minuman beralkohol, jika tidak
terkontrol, banyak menyebabkan masalah sosial dan kamtibmas
(keamanan dan ketertiban masyarakat).
3) Pengaruh Terhadap Keluarga
Pada keluarga, mengonsumsi minuman beralkohol dapat
menimbulkan beban mental, emosional, dan sosial yang berat. memicu
terjadinya proses penelantaran keluarga dan kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) serta perceraian.
4) Pengaruh Terhadap Bangsa Dan Negara
Dampak lain yang lebih luas lagi adalah hancurnya kualitas dan daya
saing bangsa serta dapat membunuh masa depan dan kejayaan negara.
Kondisi ini dapat membahayakan kehidupan bangsa dan negara yang
mengakibatkan rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa yang pada
32
gilirannya merusak stabilitas nasional dan moralitas manusia Indonesia di
masa depan.47
B. HUKUM ISLAM
Hukum Islam adalah syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan
oleh Allah SWT untuk hamba-NYA yang dibawa oleh seorang Nabi
Muhammad SAW, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan
(aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amliyah
(perbuatan).48
1. Ciri-ciri hukum Islam:
a) Merupakan bagian dan bersumber dari agama islam
b) Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman
atau aqidah dan kesusilaan atau akhlak islam
c) Memiliki dua istilah kunci yaitu syariat yang terdiri dari wahyu Allah dan
sunah Nabi Muhammad serta fiqih adalah pemahaman pemahaman
manusia tentang syariah‟
d) Terdiri dari dua bidang utama yaitu ibadah dan muamalah
e) Strukturnya terdiri dari nas atau teks Al-Quran, sunah nabi, hasil ijtihad
manusia dan pelaksanaan dalam praktik berupa keputusan hakim maupun
berupa amalan umat Islam dalam masyarakat
f) Mendahulukan kewajiban daripada hak, amal dari pahala
g) Dapat dibagi menjadi dua yaitu hukum taklifi dan hukum wad‟i.49
47 Tri Rini Puji Lestari, “Menyoal Pengaturan Konsumsi Minuman Beralkohol Di
Indonesia” Aspirasi Vol. 7 No. 2, Desember 2016, Hlm.132.
48 Barzah Latupono dkk, Hukum Islam, (Sleman: CV Budi Utomo, 2017), hlm.5.
49
Ibid, hlm.24
33
2. Sumber Hukum Islam:
a) Al Qur‟an
Al-Qur‟an merupakan sumber hukum Islam pertama dan utama. Al-
Qur‟an adalah kitab suci yang memuat wahyu allah SWT yang
disampaikan oleh malaikat jibril kepada Nabi Muhammad sebagai rasul-
Nya selama 22 tahun 2 bulan 22 hari untuk menjadi pedoman atau
petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai
kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak.50
b) As-Sunnah (Hadis)
Sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur‟an berupa
perkataan, perbuatan, dan sikap diam Rasulullah yang tercatat dalam
kitab-kitab hadis.51
c) Ijtihad
Sumber hukum Islam yang ketiga merupakan akal fikiran manusia yang
memenuhi syarat untuk berusaha, berikhtiar dengan seluruh kemampuan
yang ada padanya memahami kaidah-kaidah hukum yang fundamental
yang terdapat dalam Al-Qur‟an.52
3. Asas-asas hukum Islam
Asas-asas hukum Islam yang meliputi semua bidang dan segala lapangan
hukum Islam dalah:
a) Asas keadilan
b) Asas kepastian hukum
50 Ibid, hlm.43.
51
Ibid, hlm.44.
52 Ibid, hlm.45.
34
c) Asas kemanfaatan53
4. Tujuan hukum Islam
Secara umum sering dirumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah untuk
mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak dengan
menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya atau dengan kata
lain tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia baik rohani
maupun jasmani baik didunia maupun di akhirat. Adapun tujuan yang lain
adalah:
a) Memelihara agama
b) Memelihara jiwa
c) Memelihara akal
d) Memelihara keturunan
e) Memelihara harta.54
5. Minuman Beralkohol Dalam Hukum Islam
Dalam bahasa arab minuman beralkohol disebut khamr. Secara
etimologi khamr yaitu dari kata khamrun ( س سة ) atau Khamratun ( خ (خ
yang berarti anggur.55
Juga berasal dari kata khamara (خس ) - yakhmuru
atau yakhmiru ( س س أ يخ ,yang berarti tertutup (خسا) khamran – ( يخ
terhalang, atau tersembunyi. Jadi khamr secara etimologi berarti minuman
yang memabukkan. Mabuk di sini adalah hilangnya kewarasan otak untuk
sementara waktu. Sebagian ulama menyebutkan bahwa seorang yang mabuk
53 Ibid, hlm.57.
54
Ibid, hlm.35.
55 Abd Bin Nuh, “Kamus Indonesia-Arab, Arab-Indonesia”, (Jakarta:Mutiara Sumber
Widya, 1991), hlm.101.
35
itu hilang akalnya, sehingga tidak bisa membedakan mana hal yang benar
dan hal yang salah. Mabuk adalah mabuk yang dapat menghilangkan
kewarasan atau membuat seseorang berada dalam keadaan fly.56
Sedangkan secara terminologi khamr adalah segala sesuatu yang
memabukkan dan dapat merusak akal, namun ulama fiqh berbeda-beda
dalam memberikan definisi khamr. Jumhur ulama mengartikan khamr
dengan “setiap minuman yang di dalamnya terdapat zat yang
memabukkan”. Imam Hanafi menyatakan bahwa khamar adalah “sebagai
nama (sebutan) untuk jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur yang
sudah dimasak sampai mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian
menjadi bersih kembali”. Ada sebagian ulama yang memberi pengertian
khamr dengan lebih menonjolkan unsur yang memabukkan
Berdasarkan beberapa definisi baik secara etimologi dan terminologi di
atas dapat disimpulkan bahwa khamr merupakan segala zat yang
memabukkan yang dapat menutupi dan menghilangkan kesadaran diri bagi
pengkonsumsi baik berbentuk minuman maupun makanan.
a. Dasar hukum keharaman khamr
Keharaman mengkonsumsi khamr bukanlah datang dalam satu
proses, namun membutuhkan proses yang panjang. Hal ini disebabkan
perubahan suatu tradisi ke tradisi yang lain bukanlah suatu hal yang
gampang segampang membalikkan telapak tangan.
Adapun proses dalam pengharaman khamr, adalah sebagai berikut:
56
Ashar, “Konsep Khamar Dan Narkotika Dalam Al-Qur’an Dan UU”, Fenomena, Volume 7, No 2, 2015, Hlm. 282.
36
1) Surah al-Nahl (16) ayat 67 (Proses Perenungan)
زشقا حسا سكسا ي خر العاب تت ساث انخيم ث ي
و يعقه في ذنك لآيت نق ا
Artinya: Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah)
bagi orang yang memikirkan. (Q.S. al-Nahl (16) : 67)57
Kurma dan anggur adalah komoditas ekonomi Jazirah Arab, sejak
dahulu kala. Komoditi tersebut selain diperdagangkan secara natural
(alami) juga diolah menjadi minuman yang memabukkan. Seperti
halnya buah aren bisa diolah menjadi tuak yang memabukkan atau
menjadi gula merah yang digunakan dalam berbagai keperluan rumah
tangga.
Dalam ayat ini Allah menyatakan secara tersirat bahwa dari kedua
buah tersebut dapat diolah menjadi rezeki yang baik (perdagangan
alami) dan hal yang tidak baik (minuman yang memabukkan).
2) Surah al-Baqarah (2) ayat 219 (Proses Informasi)
آ اث يافع نهاس ا اثى كبيس يسسقم في ان س انخ ك ع يسان
فع ا اكبسي
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya”. (Q.S. al-Baqarah (2): 219)58
57 Endang Hendra, Al-Quran Qordoba, (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia,
2012), hlm.274.
58 Ibid, hlm.34.
37
Ayat ini turun disebabkan oleh Umar bin Khatab beserta para
sahabat yang lain bertanya kepada Rasulullah SAW perihal minuman
yang memabukkan dan menghilangkan akal.
Maksud dari ayat di atas adalah bahwa melakukan kedua
perbuatan itu mengandung dosa besar, karena di dalamnya terdapat
kemadharatan-kemadharatan serta kerusakan-kerusakan materil dan
keagamaan. Kedua hal tersebut memang mempunyai manfaat yang
bersifat materil, yaitu keuntungan bagi penjual khamr atau minuman
yang mengandung alkohol dan kemungkinan memperoleh harta benda
tanpa usaha payah bagi si penjudi. Akan tetapi, dosanya jauh lebih
banyak daripada manfaatnya. Lebih besar dosanya dari manfaat itulah
yang menyebabkan keduanya diharamkan. Hal ini jugalah yang
membuat keduanya lebih cenderung untuk diharamkan walaupun
belum diharamkan secara mutlak.59
Dalam masyarakat kita saat ini, bahkan bagi orang barat sekali
pun kalau ditanya secara jujur tentang manfaat dari minuman
beralkohol akan didapatkan jawaban bahwa minuman beralkohol itu
menimbulkan dampak sosial yang bersifat negatif bahkan destruktif.
Maka pertanyaan beberapa sahabat ini menunjukkan munculnya
kesadaran sosial bahwa di dalam efek khamr terdapat hal-hal yang
tidak baik dalam masyarakat.
3) Surah al-Nisa (4) ayat 43 (Proses Pengharaman Temporer)
59 Winarno, Status Hukum Khamar Dalam Persfektif Fiqh, Asy Syar’iyyah: Jurnal Ilmu
Syari’ah Dan Perbankan Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2018, hlm.6.
38
تى سكاز حت تعه ا لة ا ل تقسبا انص اي ا انري ا يآ اي
يا تقن
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,
sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu
mengerti apa yang kamu ucapkan”. (Q.S. al-Nisa (4) ayat
43).60
Sebab turunya ayat ini adalah karena kasus seorang muslim yang
mengerjakan shalat pedahal dia dalam keadaan mabuk yang membaca
surat al-Kafirun secara keliru, sehingga dia mengucapkan: " قم يا
- أعبد يا تعبد -أيا انكافس " tanpa menyebut huruf "ل".
Dari ayat di atas disimpulkan bahwa konsumsi khamr masih
dibolehkan dengan batasan tidak boleh mendirikan salat kalau sedang
mabuk, dan juga dibolehkan minum khamr selama tidak
menghilangkan kesadaran diri.61
4) Surah al-Maidah (5) ayat 90 (Proses Pengharaman Total)
الشلو زجس صاب ال يسس ان س ا انخ آ ا اي ا انري يآ اي
م انشي ع ي ب نعهكى تفهح فاجت ط
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
60 Endang Hendra, Al-Quran Qordoba, (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia,
2012), hlm.85.
61 Winarno, “Status Hukum Khamar Dalam Persfektif Fiqh, Asy Syar’iyya’’ Jurnal Ilmu
Syari’ah Dan Perbankan Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2018, hlm.7.
39
setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan (Q.S. al-Maidah (5): 90)62
Pada ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa khamr merupakan
perbuatan syaitan yang harus dijauhi. Penggunaan kata „jauhi‟ adalah
sebagai simbol pengharaman secara halus sehingga tidak terbesit niat
untuk mengkonsumsinya. Kasus ini merupakan pengantar bagi
diharamkannya minum khamr atau minuman beralkoho itu secara
final dan setelah itu juga Allah Swt. mengharamkannya secara tuntas.
Larangan secara bertahap ini dilakukan karena khamr sudah menjadi
tradisi yang disenangi dan menjadi kebutuhan hidup masyarakat Arab
ketika itu, di samping diakui bahwa minuman itu mengandung manfaat
bagi manusia. Seandainya larangan tersebut ditetapkan secara spontan
dan sekaligus tentu akan memberatkan. Karena itu, larangan tersebut
diturunkan secara berangsur.
b. Hukum mengkonsumsi minuman beralkohol
Setiap sesuatu yang memabukkan adalah termasuk khamr dan tidak
menjadi soal tentang apa asalnya. Oleh karena itu, jenis minuman apa
pun yang memabukkan adalah khamr menurut pengertian syariat dan
hukum-hukum yang berlaku terhadap khamr adalah juga berlaku atas
minuman-minuman tersebut, baik ia terbuat dari anggur, kurma, madu,
gandum dan biji-bijian lain maupun dari jenis-jenis lain. Semuanya
termasuk khamr dan haram hukumnya.
62 Endang Hendra, Al-Quran Qordoba, (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia,
2012), hlm.123.
40
Sebab haramnya ialah karena keburukan-keburukannya, baik yang
bersifat khusus maupun yang umum, dan juga karena membuat lalai dari
mengingat Allah Swt. dan dari mengerjakan shalat serta menimbulkan
permusuhan dan kebencian antara sesama manusia.63
Adapun dalam
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud At-Tirmidzi bahwa:
او س ح ه ي ه ق ف س ي ث ك س ك س ا ا ي
“Sesuatu (minuman) yang banyaknya dapat memabukkan, maka
sedikitnya pun haram”.
Dari hadis ini jumhur ulama berpendapat bahwa minuman yang
memabukkan itu haram, apapun jenisnya, berapapun kadarnya, serta
apakah meminumnya sampai mabuk atau tidak.
Keharaman minuman beralkohol juga disebutkan dalam Fatwa MUI
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol bahwa minuman-
minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum
hukumnya haram, dan khamr sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
umum adalah najis.64
c. Kaidah fiqiyah
Hukum Islam diturunkan oleh Allah, tetapi dalam proses
penerapannya diperlukan seorang agen untuk menjadi mediator. Sebagai
63 Winarno, “Status Hukum Khamar Dalam Persfektif Fiqh, Asy Syar’iyyah” Jurnal Ilmu
Syari’ah Dan Perbankan Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2018, Hlm.3.
64 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol.
41
penerima risalah Muhammad dipercayai menjadi seorang agen dalam
proses penerapan hukum Islam.65
Sistem hukum di dalam hukum Islam disebut dengan syari‟ah yang
berarti jalan. Syari‟ah merepresentasikan jalan hidup yang telah didesain
oleh Allah dan Rasul-Nya untuk kehidupan semua orang Islam di dunia
ini sebagai persiapan untuk kehidupan di akhirat nanti. Namun perlu
diperhatikan bahwa dalam Islam Allah sebagai satu-satunya pembuat
hukum sehingga firman Allah wajib untuk ditaati. Peraturan yang
diturunkan oleh Allah memiliki keunggulan dibandingkan dengan
peraturan yang diciptakan oleh manusia, sehingga peraturan tersebut
akan efektif.66
Hukum Islam adalah hukum yang dipahami sebagai sarana untuk
mengabdi kepada Allah dan bukan kepada masyarakat. Prinsip di sini
adalah bahwa manusia yang harus mentaati hukum dan bukan hukum
diciptakan sesuai dengan keinginan manusia. Hukum Islam diciptakan
bukan untuk memuaskan keinginan manusia tetapi justru manusialah
yang harus tunduk pada kehendak Allah.
Seiring dengan berkembangnya kehidupan, otomatis semakin rumit
permasalahan yang dihadapi. Maka para ahli dalam hukum Islam
semakin memfokuskan usaha mereka untuk memberikan pemecahan
terhadap permasalahan yang ada. Ilmu hukum inilah yang menjadi alat
utama sebagai pendukung tehnik hukum yang mampu menciptakan
65 Ratno Lukito, Tradisi Hukum Indonesia, (Yogyakarta: TERAS, 2008), hlm.86.
66
Ibid, hlm.87.
42
keefektifan metodologis dalam pemecahan permasalahan hukum. Tehnik
hukum ini disebut dengan usul fiqh, secara literal usul fiqh berarti akar
hukum Islam, yang dapat diartikan sebagai ilmu tentang sumber-sumber
hukum Islam yang dikembangkan dengan tujuan untuk menjadi arahan
dalam mengatur kegiatan penciptaan hukum.67
Sedangkan qawaid fiqhiyyah adalah jama‟ dari qa’idah yang
menurut bahasa berarti al-asas, yang berarti dasar. Maksud dasar ini
adalah dari berdirinya sesuatu atau berarti fondasi atau pokoknya suatu
perkara. Sedangkan menurut istilah qowaid fiqhiyyah merupakan hasil
atau kesimpulan dari hukum-hukum fiqh yang terperinci dan terpisah-
pisah sebagai hasil akhir dari ijtihad mereka, lalu bagian yang terpisah-
pisah tersebut diikat menjadi satu ikatan atau kaidah, sehingga hubungan
antara qawaid fiqhiyyah dengan fiqh dalam hukum Islam dapat
disejajarkan dengan hubungan antara sharf dengan tindakan aplikatif dari
suatu percakapan atau susunan bahsa arab.68
Ada kaidah fiqhiyyah yang bisa dijadikan rujukan dalam masalah
peraturan perundangan-undangan yaitu:
المفاسد ودفع صالحالم جلب
Artinya: Mendatangkan yang mashlahat dan menolak mafsadah
(kerusakan)69
67 Ratno Lukito, Tradisi Hukum Indonesia, (Yogyakarta: TERAS, 2008), hlm.94.
68
Ma’shum Zainy Al-Hasyimiy, Nadzom Al-Faroidul Bahiyyah Juz 1, (Jombang: Darul Hikmah, 2020), hlm.9.
69
Abdul Rasyid, “Teori Maslahah Sebagai Basis Etika Politik Islam”, Al Mashlahah Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam, hlm.385
43
Maksudnya ialah semua peraturan yang dibuat oleh pemerintah
terhadap rakyatnya, diharuskan untuk selalu berdasarkan pada
terjaminnya kepentingan dan kemaslahatan semua rakyat. Maka dari
itu, pemimpin dan seluruh penegak hukum dalam mengambil
kebijakan harus berdasarkan pada pertimbangan kebaikan, pemimpin
dan para penegak hukum diperbolehkan mengambil kebijakan
berdasarkan satu pertimbangan saja, jika kebijakan itu bermanfaat dan
diyakini ada manfaat yang lebih besar dan tidak berdampak fatal dan
mengandung hal-hal yang merugikan.70
70 Muhammad Ma’shum Zein, Nadzom Al-Faroqidul Bahiyyah Juz 2, (Jombang: Darul
Hikmah, 2010), hlm.10.
44
BAB III
PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN 2016
TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN DAN
PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DAN PELAKSANAANNYA
A. GAMBARAN UMUM KOTA SALATIGA
1. Letak Geografis
Penelitian ini dilakukan di Kota Salatiga. Kota Salatiga adalah sebuah
kota di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan sepenuhnya dengan
Kabupaten Semarang. Salatiga adalah kota kecil di Propinsi Jawa Tengah,
yang mempunyai luas wilayah ± 54 km², terdiri dari 4 kecamatan, 23
kelurahan. Mempunyai ketinggan 450-800 meter dari permukaan laut dan
berhawa sejuk serta dikelilingi oleh keindahan alam berupa gunung
(Merbabu, Telomoyo, Gajah Mungkur). Kota Salatiga dikenal sebagai kota
pendidikan, olahraga, perdagangan, dan transit pariwisata.71
Adapun batas-
batas wilayah Salatiga adalah sebagai berikut:
a) Utara: Kecamatan Pabelan (Desa Pabelan dan Desa Pejaten) dan
Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo dan Desa Watu Agung).
b) Timur: Kecamatan Pabelan (Desa Glawan, Desa Sukoharjo, dan Desa
Ujung-Ujung) dan Kecamatan Tengaran (Desa Bener, Desa Nyamat, dan
Desa Tegalwaton).
71
Website Resmi Pemerintah Kota Salatiga,www.salatiga.go.id.
45
c) Selatan: Kecamatan Getasan (Desa Jetak, Desa Samirono, dan Desa
Sumogawe) dan Kecamat‟an Tengaran (Desa Karang Duren dan Desa
Patemon)
d) Barat: Kecamatan Getasan (Desa Polobogo) dan Kecamatan Tuntang
(Desa Candirejo, Desa Gedangan, Desa Jombor, dan Desa Sraten).
Pada awalnya Kotamadya Salatiga hanya terdiri dari satu kecamatan saja,
yaitu Kecamatan Salatiga. Seiring dengan adanya pemekaran wilayah, Kota
Salatiga mendapatkan beberapa tambahan daerah yang berasal dari
Kabupaten Semarang. Hingga sekarang, secara administratif Kota Salatiga
terdiri dari 4 Kecamatan dan 23 Kelurahan. Kecamatan dan Kelurahan
tersebut meliputi:
1) Kecamatan Sidorejo, terdiri dari 6 kelurahan: Blotongan, Sidorejo Lor,
Salatiga, Bugel, Kauman Kidul, dan Pulutan
2) Kecamatan Tingkir, terdiri dari 7 kelurahan: Kutowinangun Lor,
Kutowinangun Kidul, Gendongan, Sidorejo Kidul, Kalibening, Tingkir
Lor, dan Tingkir Tengah
3) Kecamatan Argomulyo, terdiri dari 6 kelurahan: Noborejo, Ledok,
Tegalrejo, Kumpulrejo, Randuacir, dan Cebongan
4) Kecamatan Sidomukti, terdiri dari 4 kelurahan: Kecandran, Dukuh,
Mangunsari, dan Kalicacing72
72
Website Resmi Pemerintah Kota Salatiga,www.salatiga.go.id.
46
2. Sejarah Kota Salatiga
Dahulu kala di daerah pedalaman, berkuasalah seorang bupati
bernama Ki Ageng Pandan Arang (Pandanaran). Ki Ageng Pandan Arang
hanya memuaskan diri dengan kekayaannya dan memeras rakyat dengan
menarik pajak yang berlebihan. Pada suatu hari, Ki Ageng Pandan Arang,
bertemu dengan pak tua, tukang rumput. Kemudian Ki Ageng meminta
rumput yang pak tua bawa. Namun pak tua menolaknya dengan alasan
untuk ternaknya. Tetapi Ki Ageng tetap memintanya dan Ki Ageng
menggantinya dengan sekeping uang. Tanpa diketahui Ki Ageng Pandan
Arang, Pak tua menyelipkan kembali uang itu dalam tumpukan rumput
yang akan dibawa. Dan hal tersebut terjadi berulang-ulang. Sampai suatu
kali Sang bupati menyadari perbuatan Pak tua tersebut. Dan marahlah ia
dan menganggap bahwa Pak tua telah menghinanya.
Pada saat itu, tiba-tiba pak tua berubah wujud menjadi Sunan Kalijaga
seorang pemimpin agama yang dihormati bahkan oleh raja-raja. Maka
bupati Pandanaran pun sujud menyembah dan memohon untuk memaafkan
kekhilafannya. Akhirnya Sunan Kalijaga memaafkannya, tetapi dengan
syarat Ki Ageng harus meninggalkan seluruh hartanya dan mengikuti
Sunan Kalijaga pergi mengembara.
Namun istri bupati melanggar, ia membawa emas dan berlian dan
memasukkannya ke dalam tongkat. Dan di tengah perjalanan mereka
dicegat sekawanan perampok. Sunan Kalijaga menyuruh perampok itu
47
untuk mengambil harta yang dibawa istri bupati. Dan akhirnya perampok
itu pergi dan merebut tongkat yang berisi emas dan berlian.
Setelah perampok itu pergi Sunan Kalijaga berkata, "Aku akan
menamakan tempat ini Salatiga karena kalian telah membuat tiga
kesalahan". Pertama, kalian sangat kikir. Kedua kalian sombong. Ketiga
kalian telah menyengsarakan rakyat. Semoga tempat ini menjadi tempat
yang baik dan ramai nantinya.
Ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkap asal
usul Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita rakyat, prasasti maupun
penelitian dan kajian yang cukup detail. Dari beberapa sumber tersebut
Prasasti Plumpungan-lah yang dijadikan dasar asal usul Kota Salatiga.
Berdasarkan prasasti ini Hari Jadi Kota Salatiga dibakukan, yakni tanggal
24 Juli 750 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Kota
Salatiga Nomor 15 Tahun 1995 tentang Hari Jadi Kota Salatiga.73
3. Keadaan Penduduk Kota Salatiga
Penduduk Kota Salatiga sangatlah rukun antar warga satu dengan
yang lain. Itu terbukti, Kota Salatiga dengan masyarakat yang heterogen
namun saling menghargai satu sama lain sehingga terciptalah kedamaian
dan kerukunan serta dapat menjaga toleransi antar umat beragama.
73 Website Resmi Pemerintah Kota Salatiga,www.salatiga.go.id.
48
4. Kondisi Perekonomian Kota Salatiga
Secara umum kondisi perekonomian di Kota Salatiga sudah cukup
baik. Hal itu bisa dilihat karena bantuan untuk warga yang kurang mampu
hanyalah sedikit, hanya sekitar 70 orang saja, dan kebanyakan terdiri dari
lansia, dan janda.
5. Kondisi Sosial Budaya dan Agama
Kondisi sosial budaya masyarakat Kota Salatiga sudah tidak terlalu
kental dengan tradisi nenek moyang. Masyarakat Kota Salatiga dapat
menyesuaikan alur perkembangan zaman seperti sekarang ini, akan tetapi
masyarakat Kota Salatiga juga tetap melestarikan kebudayaan yang sudah
ada.
Di Kota Salatiga ada beberapa agama yang dianut oleh masyarakat.
Islam adalah agama terbesar di Salatiga (78%), diikuti Kristen Protestan
(16%) dan Katolik (5%). Agama lain (Buddha, Hindu, Kong Hu Cu dan
aliran kepercayaan) hanya mencakup kurang dari 1% dari jumlah penduduk.
Salatiga terkenal akan toleransi agamanya.
6. Dinas Perdagangan Kota Salatiga
Dinas Perdagangan Kota Salatiga adalah instansi yang ditunjuk
sebagai pelaksana Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 untuk mengawasi
dan mengendalikan peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Kota
Salatiga.
a) Visi dan Misi
Visi Dinas Perdagangan Kota Salatiga adalah :
49
Terwujudnya Pelayanan Perdagangan yang Berkualitas untuk
Kesejahteraan Masyarakat.
Misi Dinas Perdagangan Kota Salatiga :
1) Meningkatkan Kualitas Layanan
2) Meningkatkan Sumber Daya Manusia Layanan
3) Meningkatkan Inovasi Layanan
b) Identitas Dinas Perdagangan Kota Salatiga
Dinas Perdagangan Kota Salatiga mempunyai identitas sebagai berikut:
1. Alamat : Jl. Pemotongan No. 73, Kelurahan Kalicacing,
Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga
2. Telepon : (0298) 324198
3. Fax : (0298) 328742
4. Email : disdag@salatiga.go.id
5. Website : disdag.salatiga.go.id
6. Jam Kerja : Senin – Kamis buka pukul 07.00 – 15.30 WIB,
Jumat buka mulai pukul 07.00 – 11.00 WIB.
c) Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Wilayah Salatiga Nomor 39 Tahun 2016
Tentang kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata
Kerja Dinas Perdagangan. Dinas Perdagangan Kota Salatiga memiliki
Susunan Organisasi sebagai berikut:
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat, yang membawahi:
50
a) Subbagian Perencanaan dan Keuangan dan
b) Subbagian Umum dan Kepegawaian.
3. Bidang Perdagangan, yang membawahi :
a) Kasi Pemberdayaan dan Pengembangan
b) Kasi Usaha dan Perdagangan
4. Bidang Pasar, yang membawahi :
a) Kasi Pengelolaan Pasar Tradisional
b) Kasi Pemberdayaan dan Perlindungan Pasar Tradisional.
5. Bidang Pedagang Kaki Lima, yang membawahi :
a) Kasi Penataan Pedagang Kaki Lima
b) Kasi Pengelolaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.74
7. Pengecer Dan Penjual Langsung Minuman Beralkohol Di Kota Salatiga
Pengecer adalah orang yang menjual minuman berakohol kepada
konsumen akhir dalam bentuk kemasan di tempat yang telah ditentukan,
sedangkan penjual langsung adalah orang yang menjual minuman
beralkohol kepada konsumen akhir untuk diminum langsung ditempat yang
telah ditentukan.75
Data pengecer dan penjual langsung yang menjual minuman
berakohol di Kota Salatiga yang penulis peroleh dari Dinas Perdagangan
Kota Salatiga sebagai berikut:
74 Disdag.Salatiga.go.id.
75
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 Kota Salatiga.
51
Daftar Pengecer Dan Penjual Langsung Miinuman Beralkohol Kota
Salatiga
No Penjual Nama
Pemilik
Nama
Toko
Alamat Keterangan
1. Pengecer The Hwan
Nio
Toko Jitu Jl. Taman
Pahlawan No.
16 Salatiga
Izin
Agus
Prayitno
Toko
Slamet
Pasar Jetis No.
9 Salatiga
Izin
Singgih
Widi
Istianto
Sumber
Rejeki
Jl. Taman
Pahlawan No.
17 Salatiga
Tidak
Berizin
Lucia
Yulianti
Warung
Pojok
Pasar Rejosari
Blok F30
Salatiga
Tidak
Berizin
Sukimin Nyonya
Meneer
Shopping
Center Blok B
No. 5 Salatiga
Izin
Endang Toko
Endang
Jl. Dr.
Muwardi 27/4
Salatiga
Izin
Rumanti
Ningsih
Toko
Artomoro
Jl. Hasanudin
No. 4 Salatiga
Izin
Handayani Kembang
Menoor
Jl. Belakang
Pasar No. 15
Salatiga
Izin
Muntiah Pengecer Jl. Imam
Bonjol
Winong Rt 4
Rw 1 Salatiga
Tidak
Berizin
Surati Pengecer Perum Telaga
Mukti 1/43
Salatiga
Tidak
Berizin
Endang
Kristiana
Pengecer Jl. Kalinyamat
No. 5 Salatiga
Tidak
Berizin
Rumanti
Ningsih
Pengecer Jl. Bosman
No. 8 Salatiga
Tidak
Berizin
Endang R Pengecer Jl Muwardi
27/44 Salatiga
Izin
Engelia
Yuniati
Pengecer Jl. Ahmad
Yani No. 28
Tr 5 Rw 4
Salatiga
Tidak
Berizin
52
Jaryatun Pengecer Jl. Balairejo
1/5 Rt 2 Rw 4
Tingkir
Salatiga
Tidak
Berizin
Veronica
Lisanti R
Pengecer Jl. Jendral
Sudirman 128
Salatiga
Izin
Joyo
Jumiran
Pengecer Jl. Kaligaleh
Kalioso Rt 11
Rw 3 Salatiga
Tidak
Berizin
Handayani Pengecer Jl. Belakang
Pasar 15
Salatiga
Tidak
Berizin
Sugiharto Pengecer Jl. Taman
Pahlawan No.
31 Salatiga
Tidak
Berizin
Kusnan Pengecer Jl. Hasanudin
No. 125
Salatiga
Tidak
Berizin
Suratno Pengecer Sub inti
Kenteng Rt 5
Rw 5 Salatiga
Tidak
Berizin
Donny
Artan
Pengecer Jl. Hasanudin
Rt 4 Rw 5
Bendosari
Salatiga
Tidak
Berizin
Ika
Permanasari
Pengecer Jl. Fatmawati
No. 68 D Rt 6
Rw 3 Salatiga
Tidak
Berizin
Warsini Pengecer Pos Tingkir
Salatiga
Tidak
Berizin
Tukiyem Pengecer Jl. Dewi Kunti
30 Grogol
Salatiga
Tidak
Berizin
2. Hotel Hotel
Grand
Wahid
Jl. Jendral
Sudirman
Izin Habis
Hotel
Laras Asri
Jl. Jendral
Sudirman
Izin
Kayu
Arum
Resort
Jl. Tegalrejo Izin
3. Restaurant The
Bizztro
Jl. Krisna
Grogol
Tidak
Berizin
Koinonia Jl. Kembang
Arum
Tidak
Berizin
53
Kafeole Jl. Tentara
Pelajar No. 61
Izin
4. Karauke Suratno Kafe
Ratna 1
Sari Rejo
Sidorejo
Salatiga
Tidak
Berizin
Martono Kafe
Ratna 2
Sari Rejo
Sidorejo
Salatiga
Tidak
Berizin
Sri Lestari Kafe
Edelwis
Sari Rejo
Sidorejo
Salatiga
Tidak
Berizin
Ahmet Very Kafe FM Sari Rejo
Sidorejo
Salatiga
Tidak
Berizin
Marno Kafe
Gayeng
Sari Rejo
Sidorejo
Salatiga
Tidak
Berizin
Tari Kafe
Sakura
Sari Rejo
Sidorejo
Salatiga
Tidak
Berizin
Suradi Kafe
Redjo
Sari Rejo
Sidorejo
Salatiga
Tidak
Berizin
Ali Sabana Kafe
Sahara
Sari Rejo
Sidorejo
Salatiga
Tidak
Berizin
Kafe 88 Sari Rejo
Sidorejo
Salatiga
Tidak
Berizin
Kafe mini Sari Rejo
Sidorejo
Salatiga
Tidak
Berizin
Zensho Jl. Hasanudin Tidak
Berizin
Monalisa Jl. Hasanudin Izin Habis
Happy
Puppy
Jl. Diponegoro
Ruko Kemiri
Izin Habis
Maestro Jl. Hasanudin
No 116 A,
Mangunsari
Sidomukti
Tidak
Berizin
Kafe 3D Tingkir
Salatiga
Tidak
Berizin
5. Penjual
Jamu
M. Rifai Paguyuban
Jamu
Jl. Taman
Pahlawan
Tidak
Berizin
54
Bagong Pasar Blauran
Sutardi Paguyuban
Jamu
Bagong
Jl. Jendral
Sudirman
Tamansari
Salatiga
Tidak
Berizin
Anjis
darmawan
Paguyuban
Jamu
Bagong
Jl. Sukowati
Salatiga
Tidak
Berizin
Sofy
Riyanto
Paguyuban
Jamu
Bagong
Jl. Ahmad
Yani
Tidak
Berizin
Nyono Paguyuban
Jamu
Bagong
Jl. Diponegoro
Salatiga
Tidak
Berizin
Mujiyono Paguyuban
Jamu
Bagong
Jl. Sukarno
Hata Salatiga
Tidak
Berizin
Turyono Paguyuban
Jamu
Bagong
Alun-Alun
Pancasila
Tidak
Berizin
Sutarno Paguyuban
Jamu
Bagong
Jl. Jendral
Sudirman
Tidak
Berizin
Ari Kristian Paguyuban
Jamu
Bagong
Jl. Ahmad
Yani
Tidak
Berizin
Taryono Paguyuban
Jamu
Bagong
Jl. Jendral
Sudirman
Pasar Raya 1
Tidak
Berizin
Suparmo
Nugroho
Paguyuban
Jamu
Bagong
Jl. Sukarno
Hata Terminal
Tingkir
Salatiga
Tidak
Berizin
55
B. PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN 2016
TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN
DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL
1. Landasan Filosofis
Tujuan pembentukan Negara dan Pemerintah Indonesia dapat dilihat
dari pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu bahwa untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Untuk memastikan dilaksanakannya hak asasi warga Negara yang
terdapat dalam Pasal 28I ayat (4) oleh Pemerintah, maka dipandang perlu
untuk membuat peraturan daerah Kota Salatiga tentang minuman
beralkohol. Disadari bersama bahwa produksi, distribusi, dan konsumsi
minuman beralkohol dari dan oleh sekelompok masyarakat tertentu tidak
dapat sepenuhnya dilarang mengingat kondisi kebhinekaan negara kita,
namun begitu perlu pelarangan yang ketat (pengendalian) untuk mengurangi
dampak yang ditimbulkan dari minuman beralkohol, baik kepada
lingkungan maupun kelompok masyarakat lainnya.
Oleh karena itu, demi kepentingan bangsa yang lebih luas dan
berjangka panjang serta didasari oleh pengetahuan bersama bahwa minuman
beralkohol pada dasarnya merupakan suatu bentuk gangguan terhadap
kehidupan dan penghidupan masyarakat, maka secara filosofis,
56
pembentukan peraturan daerah tentang minuman beralkohol, merupakan
bagian dari pemenuhan tujuan bernegara yang termaktub dalam alinea
keempat pembukaan UUD 1945.
2. Landasan Sosiologis
Pertimbangan sosiologis berkaitan dengan permasalahan masyarakat,
dan kebutuhan yang dialami oleh masyarakat, yang menyangkut tentang
pengaturan dan pengendalian minuman beralkohol. Oleh karena itu, secara
sosiologis, peratura daerah Kota Salatiga tentang minuman beralkohol
haruslah memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang
berkaitan dengan penanganan bahaya yang diakibatkan oleh minuman
beralkohol. Aspek sosiologisnya adalah bagaimana menangani dampak
negatif dari minuman beralkohol dengan cara pencegahan (preventive),
pengurangan resiko (preparedness), daya tanggap (response), serta upaya
pemulihan (recovery), akibat minum minuman beralkohol.
3. Landasan Yuridis
Aspek yang berkaitan dengan hukum (yuridis) dalam pembentukan
peraturan daerah Kota Salatiga tentang minuman beralkohol ini, dikaitkan
dengan peran hukum baik sebagai pengatur perilaku (social control),
maupun sebagai instrumen untuk penyelesaian suatu masalah (dispute
solution). Aspek yuridis ini sangat diperlukan, karena hukum, atau
peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian
(certainty), dan keadilan (fairness) dalam penanganan akibat minuman
beralkohol ini.
57
Dalam kaitannya dengan peran dan fungsi hukum tersebut, maka
persoalan hukum yang terkait dengan pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan terhadap minuman beralkohol masih bersifat sektoral, dan
parsial, sedangkan kebutuhan yang sangat mendesak adalah adanya undang-
undang yang menjadi payung, bagi semua peraturan-perundang-undangan
yang ada, yaitu Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Daerah dibeberapa
Propinsi, dan Kabupaten/Kota di Indonesia.
Oleh sebab itu, agar hubungan antar peraturan perundang-
undangan yang satu dengan lainnya dapat terjalin dengan harmonis, baik
vertikal, maupun horizontal, maka pertimbangan yuridis pembentukan suatu
peraturan perundang-undangan tentang minuman beralkohol dalam
bentuk undang-undang, adalah suatu keniscayaan, demi menyelamatkan
generasi bangsa Indonesia kedepan.
Peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Kota Salatiga diatur di
dalam pasal 4 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol
di Kota Salatiga bahwa “Minuman beralkohol hanya dapat diedarkan setelah
memiliki izin edar dari kepala lembaga yang menyelenggarakan pengawasan di
bidang obat dan makanan.76
Hak, Kewajiban dan Larangannya diatur didalam pasal 17, 18 dan 19. Hak
bagi penjual minuman beralkohol diantaranya adalah: Mendapatkan pelayanan
izin sesuai standar pelayanan; Memperoleh informasi yang benar berkaitan
76 Peraturan Derah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 Pasal 4
58
dengan proses pelayanan izin; dan Mendapatkan pembinaan berkaitan dengan
kegiatan perdagangan minuman beralkoho.77
Adapun kewajiban bagi penjual minuman beralkohol diatur di dalam pasal
18, Kewajiban tersebut diantaranya adalah Menempatkan minuman beralkohol
pada tempat khusus atau tersendiri dan tidak bersamaan dengan produk lain;
Menegur dan melarang pembeli yang meminum langsung minuman beralkohol
di lokasi penjualan khusus bagi pengecer; Memberikan perlakuan khusus pada
pembelian minuman beralkohol oleh konsumen dengan hanya dapat dilayani
oleh petugas/pramuniaga; Meminta pembeli untuk menunjukan kartu identitas
dalam setiap transaksi; Mematuhi ketentuan waktu penjualan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 10 dan; Berperan serta aktif dalam kegiatan pembinaan,
pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol.78
Dalam pasal 10 dijelaskan tentang waktu penjualan minuman beralkohol
yang dibatasi sebagai berikut: Untuk minuman beralkohol yang dijual eceran
mulai pukul 09.00 sampai dengan 21.00 WIB dan untuk minuman beralkohol
yang dijual untuk diminum di tempat mulai pukul 19.00 sampai dengan 22.00
WIB.79
Sedangkan Larangan bagi penjual minuman beralkohol dijelaskan didalam
pasal 19 yaitu: Penjual minuman berakohol dilarang melakukan penjualan
kepada pembeli yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, kepada seorang
perempuan; atau pegawai negeri, kecuali untuk kepentingan pengawasan,
pengendalian dan penegakan hukum yang dibuktikan dengan surat perintah
77 Peraturan daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 Pasal 17
78
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 tahun 2016 pasal 18.
79 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 tahun 2016 pasal 10.
59
tugas. Penjual minuman berakohol dilarang menjual minuman beralkohol yang
tidak dilengkapi dengan izin edar dan label, Penjual minuman beralkohol juga
dilarang membuat campuran minuman beralkohol dengan bahan lain tanpa
label yang tidak memenuhi standar mutu produksi serta standar keamanan dan
mutu pangan.80
C. PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR
7 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL
Adapun hasil wawancara dengan pengelola kafe yang menyatakan bahwa:
“Kafe ini belum memiliki izin karena saya mau ngurus persyaratannya
ribet‟‟81
Hal ini juga diungkapkan oleh penjual jamu bagong yang mengungkapkan
bahwa:
“Saya belum memiliki izin karena belum mengurus perizinanya”.82
Hal ini juga diperkuat pernyataan dari pengelola tempat karaoke yang
menyatakan bahwa:
“Saya belum sempat mengurus izinnya jadi ya belum memiliki izin”83
Adapun hasil wawancara dengan pihak Dinas Perdagangan Kota Salatiga
yang mengungkapkan bahwa:
“Sampai saat ini di Kota Salatiga masih banyak pelanggaran terhadap
Peraturaan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 seperti penjual minuman
80 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 tahun 2016 pasal 19.
81
Wawancara dengan BDi pengelola kafe, minggu 7 juni 2020 jam 16.00 WIB.
82 Wawancara dengan AD penjual jamu bagong, sabtu 6 juni 2020 jam 17.30 WIB.
83
Wawancara dengan GR pengelola tempat karauke, minggu 7 juni 2020 jam 17.30 WIB.
60
beralkohol tidak memiliki izin dalam penjualannya, penjualannya tidak
sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan di dalam perda ini”84
Hal ini juga diungkapkan oleh pihak Dinas Perdagangan Kota Salatiga
yang lain yang menyatakan bahwa:
“Di Kota Salatiga masih terjadi pelanggaran terhadap Peraturan Daerah
Nomor 7 Tahun 2016 bentuk pelanggaran diantaranya adalah jam
penjualan yang tidak sesuai, penjualan minuman beralkohol yang bebas
diperjual belikan di semua kalangan”85
Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan Kota
Salatiga dalam pengawasan dan pengendalian peredaran dan penjualan
minuman beralkohol. Sebagaimana hasil wawancara dengan pihak Dinas
Perdagangan yang menyatakan bahwa:
“Upaya yang dilakukan Dinas Perdagangan Kota Salatiga dalam
pengawasan dan pengendalian penjualan minuman beralkohol adalah 1)
Peninjauan lapangan 2) Pengawasan berkala 3) Sosialisasi”.86
Hal ini juga diungkapkan oleh pihak yang lain dari Dinas Perdaganggan
Kota Salatiga yang mengungkapkan bahwa:
“Upaya-upaya yang dilakukan kami adalah pengawasan tahunan,
pengawasan berkala, laporan realisasi penjualan survey waktu
perpanjangan izin”.87
Pihak Dinas Perdagangan Kota Salatiga juga menjelaskan tentang prosedur
perizinan penjualan minuman berlkohol di Kota Salatiga yaitu:
84 Wawancara dengan PJ pihak Dinas Perdaganan Kota Salatiga, selasa 9 juni 2020 jam
11.00 WIB.
85 Wawancara dengan YR pihak Dinas Perdagangan Kota Salatiga, selasa 9 juni 2020 jam
10.30 WIB.
86 Wawancara dengan PJ pihak Dinas Perdaganan Kota Salatiga, selasa 9 juni 2020 jam
11.00 WIB.
87 Wawancara dengan YR pihak Dinas Perdagangan Kota Salatiga, selasa 9 juni 2020 jam
10.30 WIB.
61
“Prosedur perizinan penjualan minuman beralkohol bisa dilakukan secara
manual datang langsung ke kantor dinas atau bisa dilakukan secara online.
Namun yang secara online khusus diperuntukkan untuk minuman
beralkohol yang golongan A dengan menyertakan surat rekomendasi dari
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan syarat-
syarat seperti yang ada di dalam peraturan perda ini”88
Dari hasil wawancara ini dapat disimpulkan bahwa kebanyakan penjual
minuman beralkohol di Kota Salatiga dalam memperjualbelikan minuman
beralkohol belum memiliki izin. Adanya upaya yang dilakukan oleh Dinas
Perdagangan Kota Salatiga namun tetap saja masih terjadi banyak pelanggaran.
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 Kota Salatiga dapat
dilihat dari terpenuhi atau tidaknya kewajiban penjual minuman beralkohol
dalam pasal 18 dan melanggar atau tidaknya penjual minuman beralkohol
terhadap larangan yang ada di dalam pasal 19 Peraturan Daerah Nomor 7
Tahun 2016. Untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 tahun
2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan
Minuman Beralkohol di Kota Salatiga ditemukan hasil wawancara bahwa
masih banyak tempat-tempat yang menjual minuman beralkohol tidak
menempatkan minuman beralkohol dalam tempat tersendiri. Sebagaimana hasil
wawancara dengan Penjual jamu bagong sebagai berikut:
“Tidak minumannya saya letakkan dimeja disebelah dagangan saya yang
lainnya”89
Hal senada juga diungkapkan oleh pemilik toko yang menjual minuman
beralkohol bahwa:
88 Wawancara dengan PJ pihak Dinas Perdaganan Kota Salatiga, selasa 9 juni 2020 jam
11.00 WIB.
89 Wawancara dengan AD penjual jamu bagong, sabtu 6 juni 2020 jam 17.30 WIB.
62
“Minumannya saya letakkan di flizer disebelah minuman yang lain”90
Selain penempatan minuman beralkohol dalam penjualannya kewajiban
yang harus dipenuhi adalah meminta pembeli untuk menunjukkan kartu
identitas dalam setiap pembelian. Sebagaimana hasil wawancara dengan
Pengelola Kafe bahwa:
“Saya tidak pernah meminta pembeli untuk menunjukkan kartu
identitasnya kalau mau beli ya tinggal beli”91
Hal tersebut juga diungkapkan oleh pengelola tempat karaoke yang
mengungkapkan bahwa:
“Pembeli minuman beralkohol tidak perlu menyerahkan kartu identitas
untuk membeli, mereka langsung pesen jenis apa yang di inginkan nanti
dilayani”92
Hal ini diperkuat sebagaimana hasil wawancara dengan karyawan kafe
yang mengungkapkan bahwa:
“Tidak perlu menunjukkan kartu identitas kalau pembeli mau membeli
minuman beralkohol ditempat ini”93
Dari hasil wawancara ini dapat disimpulkan bahwa penjual minuman
beralkohol di Kota Salatiga belum memenuhi kewajiban sebagaimana dalam
pasal 18 peraturan daerah Kota Salatiga.
Selain kewajiban diatas di dalam Peraturan daerah Nomor 7 Tahun 2016
disebutkan tentang larangan-larangan bagi penjual minuman beralkohol
sebagaimana tertera dalam pasal 19, diantaranya adalah jam pelayanan
90 Wawancara dengan TH pemilik toko jitu, senin 8 juni 2020 jam 10.30 WIB.
91
Wawancara dengan BD pengelola kafe, minggu 7 juni 2020 jam 16.00 WIB.
92 Wawancara dengan GR pengelola tempat karauke, minggu 7 juni 2020 jam 17.30 WIB.
93
Wawancara dengan MO karyawan kafe, senin 8 juni 2020 jam 18.00 WIB.
63
penjualan minuman beralkohol. Sebagaimana hasil wawancara dengan penjual
jamu bagong yang mengungkapkan bahwa:
“Saya menjual minuman beralkohol dimulai jam 5 sore sampai dagangan
saya habis”94
Pengeola maestro juga mengungkapkan bahwa:
“Jam penjualan minuman beralkohol dimulai dari tempat ini buka yaitu
jam 2 siang dan ditutup jam 2 malam”95
Sebagaimana hasil wawancara dengan pemilik toko yang menjual
minuman beralkohol menyatakan bahwa:
“Jam penjualannya sama dengan toko ini dibuka yaitu jam 9 tutup jam 5
sore”96
Hal ini juga diungkapkan oleh karyawan kafe yang mengungkapkan
bahwa:
“Di kafe ini pelayanan pembelian minuman beralkohol dimulai dari jam
10 siang tutup jam 11 malam”97
Selain jam pelayanan penjualan minuman beralkohol larangan penjual
minuman beralkohol adalah menjual minuman beralkohol dengan pembeli
yang masih dibawah umur dan melakukan penjualan minuman beralkohol
dengan perempuan. Sebagaimana hasil wawancara dengan penjual jamu
bagong yang menyatakan bahwa:
“kalau ditempat saya bebas umur berapa saja boleh membeli dan
perempuan juga boleh yang penting mereka bayar”98
94 Wawancara dengan AD penjual jamu bagong, sabtu 6 juni 2020 jam 17.30 WIB.
95
Wawancara dengan GR pengelola tempat karauke, minggu 7 juni 2020 jam 17.30 WIB.
96 Wawancara dengan TH pemilik toko yang menjual minuman beralkohol, senin 8 juni
2020 jam 10.30 WIB.
97 Wawancara dengan MO karyawan kafe, senin 8 juni 2020 jam 18.00 WIB.
98
Wawancara dengan AD penjual jamu bagong, sabtu 6 juni 2020 jam 17.30 WIB.
64
Hal ini juga diungkapkan oleh pemilik toko yang menjual minuman
beralkohol mengungkapkan bahwa:
“Kami tidak melayani penjualan minuman tersebut jika yang membeli
anak kecil tapi kalau perempuan tetep boleh membeli”99
Sebagaimana hasil wawancara dengan karyawan kafe yang manyatakan
bahwa:
“Tidak ada syarat umur untuk membeli minuman beralkohol, dikafe ini
juga penjualan minuman beralkohol bebas untuk laki-laki dan
perempuan”100
Hal ini juga diungkapkan oleh pengelola kafe yang mengungkapkan
bahwa:
“Saya menjual minuman beralkohol tidak ada syarat umur tapi biasanya
yang datang kesini sudah berumur dan bebas untuk laki-laki dan
perempuan”101
Ini juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan pengelola maestro yang
menyatakan bahwa:
“Biasanya yang datang ke tempat ini sudah pada dewasa kalau mengenai
syarat umur tidak ada, laki-laki dan perempuan boleh membeli”102
Dari hasil wawancara ini dapat disimpulkan bahwa larangan-larangan yang
terdapat dalam pasal 19 masih dilanggar oleh penjual minuman beralkohol di
Kota Salatiga.
99 Wawancara dengan TH pemilik toko yang menjual minuman berakohol, senin 8 juni
2020 jam 10.30 WIB.
100 Wawancara dengan MO karyawan kafe, senin 8 juni 2020 jam 18.00 WIB.
101
Wawancara dengan BD pengelola kafe, minggu 7 juni 2020 jam 16.00 WIB.
102 Wawancara dengan GR pengelola tempat karauke, minggu 7 juni 2020 jam 17.30
WIB.
65
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA
NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN
PENGENDALIAN PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN
BERALKOHOL DAN PELAKSANAANNYA
A. Tinjauan Hukum Islam Dan Peraturan Perundang-Undangan Terhadap
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 Tentang
Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan Penjualan Minuman
Beralkohol
1. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7
Tahun 2016 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan
Penjualan Minuman Beralkohol
Islam dengan tegas mengharamkan minuman beralkohol dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan minuman beralkohol, baik memproduksi,
mengkonsumsi maupun mendistribusikannya, tetapi tetap saja masih banyak
orang yang melanggar perintah tersebut. Keharaman minuman beralkohol
bukan tanpa alasan, jika dilihat dari madharatnya, banyak sekali efek negatif
yang diakibatkan oleh minuman beralkohol, baik bagi diri si peminum
maupun bagi lingkungan sekitarnya. Banyak tindak kejahatan yang timbul
akibat pengaruh minuman beralkohol.
Berdasarkan madharat yang ditimbulkan oleh minuman beralkohol,
maka Islam mengharamkan minuman berakohol, baik sedikit maupun
66
banyak. Oleh karena itu haram hukumnya orang Islam mengimpor minuman
beralkohol, memproduksi, membuka atau bekerja di perusahaan pembuat
minuman beralkohol. Keharaman ini sebagaimana terdapat dalam Surah al-
Maidah (5) ayat 90
الشلو زجس صاب ال يسس ان س ا انخ آ ا اي ا انري يآ اي
م انشي ع فاي ط ب نعهكى تفهح جت
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan (Q.S. al-Maidah (5): 90)103
Sebagai Ulul Amri pemerintah berhak untuk menetapkan sebuah
kebijakan guna kemashlahatan bersama, sehingga pemerintah Kota Salatiga
membentuk Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 Tentang
Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol. Latar belakang ditetapkannya peraturan daerah Kota Salatiga ini
adalah bahwa dalam rangka menjamin kepastian berusaha serta menjaga dan
memelihara ketentraman dan ketertiban umum terhadap dampak
penyalahgunaan minuman beralkohol di Kota Salatiga.104
Pada prinsipnya
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan
Dan Pengendalian Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol tidak
melarang peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Kota Salatiga.
103 Endang Hendra, Al-Quran Qordoba, (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia,
2012), hlm.123.
104 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016.
67
Akan tetapi mengatur sedemikian rupa peredaran dan penjualannya agar
tidak menimbulkan banyak persoalan di kemudian hari.
Maslahah dalam terminologi agama bermakna kebaikan dan
kemanfaatan dalam berbagai bentuknya. Dalam ruang lingkup hukum Islam
maka maslahah menjadi tema sentral dan menjadi satu pokok kaidah yaitu :
المفاسد ودفع المصالح جلب
“Mendatangkan yang mashlahat dan menolak mafsadah”
Tujuan dari adanya hukum Islam adalah mendatangkan mashalahat bagi
manusia dan menolak segala bentuk mafsadah dalam berbagai hal.
Mafsadah adalah segala hal yang dapat merusak jiwa, akal dan jasad
manusia yang mendatangkan pula bentuk keburukan bagi kehidupan
manusia. Begitu pula dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7
Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan
Minuman Beralkohol diharapkan dapat mengendalikan peredaran dan
penjualan minuman beralkohol di Kota Salatiga sehingga tidak ada lagi
dampak yang timbul aibat minuman beralkohol. Tetapi dalam Peraturan
Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol masih
memberikan peluang bagi penjual minuman beralkohol untuk tetap aktif
berjualan. Semakin banyak penjualan minuman beralkohol di Kota Salatiga
semakin besar pula dampak yang akan ditimbulkan di Kota Salatiga.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Peraturan Daerah Kota Salatiga
Nomor 7 tahun 2016 tentang Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan
68
Penjualan Minuman Beralkohol ini bertentangan dengan syariat Islam
karena memberikan legitimasi atas penjualan minuman beralkohol. Islam
telah mengharamkan segala aktifitas yang berkaitan dengan minuman
beralkohol, baik itu memproduksi, mengkonsumsi maupun
mengedarkannya. Sedangkan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7
tahun 2016 masih memberikan kesempatan bagi penjualan minuman
beralkohol asalkan mendapatkan izin dari Dinas Perdagangan Kota Salatiga.
Meskipun Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mengantisipasi
penyalahgunaan minuman beralkohol dengan cara mengatur penjualannya,
tetap saja dalam pandangan Islam penjualan minuman beralkohol haram
hukumnya, walaupun telah mendapatkan izin dari Dinas Perdagangan Kota
Salatiga.
2. Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan Terhadap Peraturan Daerah Kota
Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian
Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol
Pemerintah daerah dapat menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya
karena daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
daerahnya masing-masing. Daerah memiliki kewenangan membuat
kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan, peran serta,
prakarsa dan pemberdayan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
kesejahteraan rakyat.105
Adanya hierarki peraturan perundang-undangan di
Indonesia yang terdapat dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
105 Iswan Kaputra, Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2013), hlm.66.
69
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menjadi acuan
bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan daerah Kota Salatiga
agar tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Pembuatan peraturan daerah dapat dilakukan untuk kebijakan
kriminalitas seperti tertuang dalam pasal 15 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 dan pasal 143 ayat (2) yang menyatakan bahwa
peraturan daerah dapat memuat ancaman pidana, seperti pidana kurungan
dan denda. Namun dalam perkembangnnya peraturan daerah yang memuat
kebijakan kriminalitas juga menimbulkan peraturan yang bermasalah. Salah
satunya adalah kebijakan kriminalitas yang sudah diatur dalam hukum
pidana kodifikasi seperti peraturan daerah tentang minuman beralkohol.
Dimana kebijakan peraturan daerah ini tidak sinkron dengan kebijakan
hukum pidana nasional Indonesia.
Untuk menjaga sinkronisasi antara peraturan daerah dan kebijakan
pidana nasional, maka pemberlakukan prinsip “lex superior derogate legi
inferior” sudah menjadi syarat mendasar. Prinsip ini mengakibatkan hukum
yang kedudukannya lebih tinggi menghapus hukum yang ada dibawahnya,
atau dengan kata lain hukum yang lebih rendah tingkatannya harus sesuai
dengan ketentuan yang ada diatasnya. Walaupun dalam hal ini ditekankan
bahwa penggunaan prinsip ini juga tetap harus mempertimbangkan aspek
kesetaraan dengan kekhususan peraturan daerah berdasarkan prinsip “lex
specialis derogate legi generali”.
70
Pemerintah Kota Salatiga memiliki kewenangan untuk membentuk
sebuah kebijakan, sehingga pemerintah Kota Salatiga membentuk Peraturan
Daerah Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian
Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol guna mengatur dan
mengendalikan peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Kota
Salatiga. Pada prinsipnya Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 ini tidak
melarang peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Kota Salatiga.
Akan tetapi mengatur sedemikian rupa peredaran dan penjualannya agar
tidak menimbulkan banyak persoalan di kemudian hari. Kebolehan ini
tertera di pasal 4 bahwa ”minuman beralkohol hanya dapat diedarkan
setelah memiliki izin edar dari kepala lembaga yang menyelenggarakan
pengawasan di bidang obat dan makanan.”Sedangkan di dalam pasal 300
KUHP bahwa “barangsiapa dengan sengaja menjual atau menyuruh minum
minuman-minuman yang memabukkan kepada seseorang yang telah
kelihatan nyata mabuk akan dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya atau denda sebanyak-banayknya.”106
Dengan menggunakan prinsip “lex superior derogate legi inferior”
bahwa peraturan yang lebih rendah tingkatannya harus sesuai dengan
ketentuan yang ada diatasnya, tetapi Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor
7 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan
Penjualan Minuman Beralkohol di Kota Salatiga belum sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana sebagai peraturan diatasnya. Sehingga,
106 Pasal 300 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
71
dapat disimpulkan bahwa Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun
2016 tentang Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan Penjualan
Minuman Beralkohol menyelisihi Undang-Undang yang lebih tinggi karena
adanya larangan menjual minuman beralkohol sebagaimana termaktup di
dalam pasal 300 KUHP.
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota
Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian
Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol
belum maksimal karena masih banyaknya pelanggaran yakni penjualan
minuman beralkohol di Kota Salatiga yang dilakukan secara bebas tanpa
mengindahkan aturan sebagaimana terdapat di dalam hukum Islam.
Di dalam Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 7 Tahun 2016, pasal 4
disebutkan bahwa: ”minuman beralkohol hanya dapat diedarkan setelah
memiliki izin edar dari kepala lembaga yang menyelenggarakan pengawasan
di bidang obat dan makanan.” Pasal ini dengan jelas memberikan kesempatan
bagi siapa saja yang ingin menjual minuman beralkohol dengan catatan
mendapatkan izin terlebih dahulu dari Dinas Perdagangan Kota Salatiga.
Sanksi hanya akan dijatuhkan bagi penjual minuman beralkohol yang tidak
mempunyai izin, sedangkan bagi yang memiliki izin bisa terus menjual
minuman beralkohol. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 tahun 2016
tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman
72
Beralkohol ini memuat dispensasi kepada pemjual minuman beralkohol untuk
tetap berjualan dengan kepemilikan izin. Berasarkan Fatwa MUI Nomor 11
Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol “bahwa minuman-minuman beralkohol
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum hukumnya haram, dan khamr
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah najis”.107
Tujuan hukum pada hakikatnya mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan penegakan hukum dalam
masyarakat. Jika berbicara tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7
Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan
Minuman Beralkohol di Kota Salatiga maka hal ini berakaitan dengan cara
kerja atau berlakunya peraturan daerah tersebut dalam mengatur penjual
minuman beralkohol untuk taat terhadap peraturan daerah tersebut. Ketaatan
ini bisa dilihat dari terpenuhi atau tidaknya kewajiban penjual minuman
beralkohol dan melanggar atau tidaknya penjual minuman beralkohol terhadap
larangan yang ada di dalam Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun
2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan
Minuman Berakohol.108
Kewajiban dan larangan bagi penjual minuman beralkohol dijelaskan di
dalam pasal 18 dan 19 Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2016 Kota Salatiga.
Kewajiban tersebut diantaranya adalah Menempatkan minuman beralkohol
pada tempat khusus atau tersendiri dan tidak bersamaan dengan produk lain;
Menegur dan melarang pembeli yang meminum langsung minuman beralkohol
107 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol.
108
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),hlm.62.
73
di lokasi penjualan khusus bagi pengecer; Memberikan perlakuan khusus pada
pembelian minuman beralkohol oleh konsumen dengan hanya dapat dilayani
oleh petugas/pramuniaga; Meminta pembeli untuk menunjukan kartu identitas
dalam setiap transaksi; Mematuhi ketentuan waktu penjualan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 10 dan; Berperan serta aktif dalam kegiatan pembinaan,
pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol.109
Adanya hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud At-Tirmidzi bahwa:
يا اسكس كثيس فقهيه حساو
“Sesuatu (minuman) yang banyaknya dapat memabukkan, maka sedikitnya
pun haram”.110
Dari hadis ini jumhur ulama berpendapat bahwa minuman yang
memabukkan itu haram, apapun jenisnya, beberapa kadarnya, serta apakah
meminumnya sampai mabuk atau tidak. Adanya kewajiban di dalam pasal 18
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol dengan masih
memberikan perlakukan khusus pada pembelian minuman beralkohol oleh
konsumen dengan hanya dapat dilayani oleh petugas/pramuniaga. Padahal
dalam hadis tersebut sudah jelas bahwa minuman beralkohol dengan jenis
apapun dan berapapun kadarnya adalah haram baik dikonsumsi maupun
diperjualbelikan.
109 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 tahun 2016 pasal 18.
110
Anna Priangani Roswiem, Buku Saku Produk Halal Makanan Dan Minuman, (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), hlm. 96.
74
Selain itu adanya kewajiban terhadap pematuhan waktu penjualan
minuman beralkohol, sebagaimana didalam Surah al-Nisa (4) ayat 43 (Proses
Pengharaman Temporer)
ت ا لة ا ل تقسبا انص اي ا انري ا يآ اي ي ى سكاز حت تعه ا تقن
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan”. (Q.S. al-Nisa (4) ayat 43).111
Dari ayat di atas disimpulkan bahwa konsumsi khamr masih dibolehkan
dengan batasan tidak boleh mendirikan salat kalau sedang mabuk, dan juga
dibolehkan minum khamr selama tidak menghilangkan kesadaran diri.112
Namun setelah turunnya Surah al-Nisa ayat 43 ini Allah mengharamkan
minuman beralkohol secara tota dengan turunnya Surah al-Maidah (5) ayat 90
(Proses Pengharaman Total)
الشلو صاب ال يسس ان س ا انخ آ ا اي ا انري م زجس يآ اي ع ي
انشي فاجتب نعهكى تفهح ط
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (Q.S.
al-Maidah (5): 90)113
111 Endang Hendra, Al-Quran Qordoba, (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia,
2012), hlm.85.
112 Winarno, “Status Hukum Khamar Dalam Persfektif Fiqh, Asy Syar’iyya’’ Jurnal Ilmu
Syari’ah Dan Perbankan Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2018, hlm.7.
113 Endang Hendra, Al-Quran Qordoba, (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia,
2012), hlm.123.
75
Pada ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa khamr merupakan perbuatan
syaitan yang harus dijauhi. Penggunaan kata „jauhi‟ adalah sebagai simbol
pengharaman secara halus sehingga tidak terbesit niat untuk
mengkonsumsinya. Kasus ini merupakan pengantar bagi diharamkannya
minum khamr atau minuman beralkohol itu secara final dan setelah itu juga
Allah Swt. mengharamkannya secara tuntas. Sehingga Islam tidak membatasi
waktu dalam menjual minuman beralkohol tetapi di dalam Peraturan Daerah
kota salatiga khususnya dalam kewajiban pematuhan waktu penjualan
minuman beralkohol di Kota Salatiga ada batasan waktu yang telah ditentukan.
Larangan bagi penjual minuman beralkohol dijelaskan didalam pasal 19
yaitu: Penjual minuman berakohol dilarang melakukan penjualan kepada
pembeli yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, kepada seorang
perempuan; atau pegawai negeri, kecuali untuk kepentingan pengawasan,
pengendalian dan penegakan hukum yang dibuktikan dengan surat perintah
tugas. Penjual minuman berakohol dilarang menjual minuman beralkohol yang
tidak dilengkapi dengan izin edar dan label, Penjual minuman beralkohol juga
dilarang membuat campuran minuman beralkohol dengan bahan lain tanpa
label yang tidak memenuhi standar mutu produksi serta standar keamanan dan
mutu pangan.114
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud
dan Imam Al-Hakim dari sahabat Ibnu Umar r.a. yaitu:
س الله انخ انسلو : نع انصلة قال عهي ا شازب ا ساقي ا بائع ا يبتاع
ا عاصس ا يعتصس ح ان ا حايه ا اكم ث نت اني
114 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 tahun 2016 pasal 19.
76
Nabi SAW bersabda, “Allah melaknat minuman keras, orang yang
mengkonsumsinya, yang menuangkannya (kepada orang lain), penjualnya,
pembelinya, pemerasnya, orang yang meminta untuk memeraskannya
(membuatkan minuman keras), pembawanya, orang yang meminta untuk
membawakannya, dan orang yang memakan hasil dari penjualannya.”
Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Al-Hakim dari sahabat Ibnu
Umar r.a. Namun didalam larangan penjualan minuman beralkohol didalam
pasal 19 masih memberikan kesempatan kepada pegawai negeri untuk
kepentingan pengawasan, pengendalian dan penegakan hukum yang dibuktikan
dengan surat perintah tugas.
Kewajiban dan larangan ini harus terpenuhi demi tercapainya suatu tujuan
dalam Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2016 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol di Kota Salatiga.
Dari hasil wawancara dengan penjual minuman berakohol dan pengamatan
penulis di tempat yang menjual minuman berakohol di Kota Salatiga masih
banyak penjual minuman beralkohol yang tidak mentaati peraturan daerah
tersebut sehingga kewajiban-kewajiban itu belum terpenuhi secara maksimal
dan larangan itu masih banyak dilanggar oleh para penjual minuman
beralkohol di Kota Salatiga.
Hasil wawancara dengan penjual minuman beralkohol menunjukkan
bahwa dalam kewajiban penempatan minuman beralkohol yang harus
disendirikan dengan produk lain, tetapi kebanyakan penjual minuman
beralkohol di Kota Salatiga masih menempatkan minuman itu bersamaan
77
dengan produk lain. Dalam penjualannya para penjual minuman beralkohol di
Kota Salatiga tidak pernah meminta pembeli untuk menunjukan kartu identitas
sebagai syarat pembelian. Selain itu para penjual minuman beralkohol di Kota
Salatiga tidak memperhatikan waktu penjualan sebagaimana disebutkan dalam
pasal 10 bahwa waktu penjualan untuk minuman beralkohol yang dijual eceran
mulai pukul 09.00 sampai dengan 21.00 WIB dan waktu penjualan minuman
beralkohol yang dijual untuk diminum di tempat mulai pukul 19.00 sampai
dengan 22.00 WB.115
Minuman beralkohol di Kota Salatiga yang dijual untuk
diminum ditempat waktu penjualannya melebihi dari batas waktu yang telah
ditentukan, kurang lebih 10 jam para penjual miuman beralkohol membuka
tempat mereka untuk menjual minuman beralkohol. Mereka juga tidak
membatasi umur pembeli, yang seharusnya minuman beralkohol hanya boleh
diperjual belikan pada pembeli yang sudah berusia 21 tahun. Kebanyakan
tempat-tempat yang menjual minuman beralkohol di Kota Salatiga
membolehkan baik laki-laki ataupun perempuan bebas untuk membeli
minuman beralkohol padahal jelas tertera di pasal 19 bahwa ada larangan
penjualan minuman beralkohol yang dilakukan kepada seorang perempuan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan Peraturan Derah Nomor 7
Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan
Minuman Beralkohol Di Kota Salatiga belum maksimal karena masih banyak
pelanggaran. Hal ini dapat dilihat dari belum terpenuhinya kewajiban dan
larangan yang ada di dalam peraturan daerah tersebut.
115 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 tahun 2016 pasal 19.
78
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan
Dan Pengendaian Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol pada
prinsipnya tidak melarang peredaran dan penjualan minuman beralkohol di
Kota Salatiga akan tetapi mengatur sedemikian rupa peredaran dan
penjualannya, Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun
2016 tentang Pengawasan Dan Pengendaian Peredaran Dan Penjualan
Minuman Beralkohol belum maksimal karena masih banyaknya
pelanggaran yakni penjualan minuman beralkohol di Kota Salatiga yang
masih dilakukan secara bebas.
2. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pengawasan
Dan Pengendaian Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol ditinjau
dari hukum Islam menyelisihi konsep minuman beralkohol di dalam Islam,
berdasarkan perundang-undangan menyelisihi Undang-Undang yang lebih
tinggi karena adanya larangan menjual minuman beralkohol sebagaimana
termaktup di dalam pasal 300 KUHP.
3. Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Pengawasan Dan Pengendaian Peredaran Dan Penjualan Minuman
Beralkohol ditinjau dari hukum Islam belum mengindahkan aturan
sebagaimana aturan tentang keharaman khamr.
79
B. SARAN
1. Penulis berharap kepada Pemerintah Kota Salatiga dalam membuat
kebijakan tentang peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Kota
Salatiga yang sudah berlaku saat ini dipertimbangkan kembali dengan
menyelaraskan kebijakan tersebut dengan norma-norma agama.
2. Kepada Instansi yang ditunjuk sebagai pengendali dan pengawas peredaran
dan penjualan minuman beralkohol di Kota Salatiga yaitu Dinas
Perdagangan Kota Salatiga dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
sebagai eksekutor pemberian sanksi terhadap pelanggaran penjualan
minuman beralkohol di Kota Salatiga merapatkan barisan untuk lebih
memperketat peredaran dan penjualan minuman beralkohol dan
memberikan sanksi yang lebih berat agar para pelanggar tersebut jera
terhadap pelanggaran yang telah diperbuatnya.
3. Untuk seluruh masyarakat di Kota Salatiga agar bersinergi melakukan
gerakan anti minuman beralkohol baik dalam peredaran, penjualan,
pembelian maupun dalam mengkonsumsi, agar terciptanya tatanan
kehidupan di Kota Salatiga yang aman, damai dan sejahtera.
80
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyimiy, Ma‟shum Zainy.2020.Nadzom Al-Faroidul Bahiyyah Juz 1,
Jombang: Darul Hikmah
Ali, Zainuddn.2006.Sosiologi Hukum,Jakarta: Sinar Grafika.
Anggota IKAPI. 2004. Al-Qur’an dan Terjemah Al-Jumanatul Ali.Bandung:CV
Penerbit Jumanatul Ali Art.
Ashar.2015.Konsep Khamar Dan Narkotika Dalam Al-Qur’an Dan
UU.Fenomena, Volume 7, No 2, 2015.
Ashshafa, Burhan.2004.Metode Penelitian Hukum.Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Dayanto dan Asma Karim.2015.Peraturan Daerah Responsif,.Sleman: CV Budi
Utomo.
Diab, Ashadi L.2014.Peranan Hukum Sebagai Social Control, Social Engineering
Dan Social Welfare, Jurnal Al-„Adl Vol. 7 No. 2, Juli 2014.
Disdag.Salatiga.go.id.
Djaenab.2018.Efektivitas dan Berfungsinya Hukum dalam Masyarakat.Ash-
Shahabah Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Volume 4, Nomor 2, Juli 2018.
Farkhani.2014.Pengantar Ilmu Hukum.Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol.
Fauzan, Muhammad.2006.Hukum Pemerintahan Daerah.Yogyakarta: UII Press.
Hendra, Endang.2012.Al-Quran Qordoba.Bandung: PT Cordoba Internasional
Indonesia.
https//docplayer.info/48955356-Metode-penelitin-yang-digunakan-adalah-yurids-
empiris-yuridis-empiris-merupakan-cara-penelitian.html. Minggu 20 Juni
2020, 12.30.
https://mafhum.wordpress.com/2009/10/29/menimbang-kaidah-syariatma-la-
yudraku-kulluhu-la-yutraku-jalluhu/. Sabtu 20 Juni 2020, 07.20
82
Kaputra, Iswan.2013.Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia.Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 300.
Latupono, Barzah dkk.2017.Hukum Islam.Sleman: CV Budi Utomo.
Lestari, Tri Rini Puji.2016.Menyoal Pengaturan Konsumsi Minuman Beralkohol
Di Indonesia.Aspirasi Vol. 7 No. 2, Desember 2016.
Lukito, Ratno.2008.Tradisi Hukum Indonesia.Yogyakarta.
Muhammad Fauzan, Muhammad.2006.Hukum Pemerintahan
Daerah,Yogyakarta: UII Press.
Nugrahani, Farida.2014. Metode Penelitian Kualitatif.Surakarta: Cakra Books.
Nuh, Abd Bin.1991.Kamus Indonesia-Arab, Arab-Indonesia.Jakarta:Mutiara
Sumber Widya.
Okparizan.2013.Penegakan hukum Syariah Melalui Peraturan Daerah, Jurna
selat, Oktober 2013, vol 1 No. 1.
Patawari. 2019.Teknik Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.Malang:
PT Cita Intrans Media.
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pengawasan dan
Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Rahardjo, Satjipto.1980.Hukum dan Masyarakat.Bandung: Angkasa Offset.
Rahmatiah.2016.Efektivitas Penerapan Pengendalian Dan Pengawasan Miras Di
Makasar.Jurnal al-daulah vol. 5/No.2/Desember 2016.
Rasyid, Abdul.Teori Maslahah Sebagai Basis Etika Politik Islam.Al Mashlahah
Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam.
Redaksi Great Publisher.2009.Politik Sejarah Pemerintahan Dan
Ketatanegaraan.Yogyakarta: Jogja Great Publisher.
83
Rifai, Ahmad.Implikasi Kaidah Fiqih Terhadap Peran Negara Dalam
Pengelolaan Zakat Di Indonesia.Al Mashlahah Jurnal Hukum Dan Pranata
Sosial Islam.
Sadi, Muhamad.2015.Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta: Kencana.
Sibuea, Harris Y. P.2016.Penegakan Hukum Pengaturan Minuman
Beralkohol.Jurnal Negara Hukum: Vol. 7, No. 1, Juni 2016.
Siyoto, Sandu dan M. Ali Sodik.2015.Dasar Metodologi Penelitian.Yogyakarta:
Literasi Media Publishing.
Tim visi Yustisia.20115.UU Nomor. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah Dan Perubahannya.Jakarta Selatan: PT Visimedia Pustaka.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 1 ayat (3).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan,Pasal 7.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 1
ayat (25).
Website Resmi Pemerintah Kota Salatiga,www.salatiga.go.id.
Winarno.2018.Status Hukum Khamar Dalam Persfektif Fiqh,.Asy Syar‟iyyah:
Jurnal Ilmu Syari‟ah Dan Perbankan Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2018.
Zein, Muhammad Ma‟shum.2010.Nadzom Al-Faroqidul Bahiyyah Juz
2,.Jombang: Darul Hikmah.
SALINAN
LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA
NOMOR 7 TAHUN 2016
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA
NOMOR 7 TAHUN 2016
TENTANG
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN DAN
PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA SALATIGA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin
kepastian berusaha serta menjaga dan
memelihara ketentraman dan
ketertiban umum terhadap dampak
penyalahgunaan minuman beralkohol,
perlu mengatur mengenai Peredaran
dan Penjualan minuman beralkohol;
b. bahwa untuk maksud tersebut pada
huruf a sesuai ketentuan Pasal 20 ayat
(4) dan Pasal 33 huruf b Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 20/M-
DAG/ PER/4/2014 tentang
Pengendalian dan Pengawasan
terhadap Pengadaan, Peredaran dan
Penjualan Minuman Beralkohol,
pengaturan mengenai Peredaran dan
Penjualan minuman beralkohol
ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Pengawasan
dan Pengendalian Peredaran dan
Penjualan Minuman Beralkohol;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun
1950 tentang Pembentukan Daerah-
daerah Kota Kecil dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan
Jawa Barat;
3. Undang-Undang Nomor 8 Prp Tahun
1962 tentang Perdagangan Barang-
Barang Dalam Pengawasan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
2469);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3821);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4966);
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014
tentang Perdagangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 45 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
5512);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587), sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 1962 tentang Perdagangan
Barang-barang Dalam Pengawasan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1962 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2473), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 1962 tentang
Perdagangan Barang-barang Dalam
Pengawasan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
4402);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 1992 tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
Salatiga dan Kabupaten Daerah
Tingkat II Semarang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 114, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
3500);
12. Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun
2013 tentang Pengendalian dan
Pengawasan Minuman Beralkohol
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 190);
13. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
20/M-DAG/PER/ 4/2014 tentang
Pengendalian dan Pengawasan
terhadap Pengadaan, Peredaran dan
Penjualan Minuman Beralkohol,
sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 6/ M-
DAG/PER/1/2015 tentang Perubahan
Kedua atas tentang Pengendalian dan
Pengawasan terhadap Pengadaan,
Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol;
14. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor
10 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga
Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Daerah Kota Salatiga
(Lembaran Daerah Kota Salatiga
Tahun 2008 Nomor 10), sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Daerah
Kota Salatiga Nomor 8 Tahun 2011
tentang Perubahan atas Peraturan
Daerah Kota Salatiga Nomor 10 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga
(Lembaran Daerah Kota Salatiga
Tahun 2011 Nomor 8);
15. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor
11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah,
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Salatiga (Lembaran Daerah Kota
Salatiga Tahun 2008 Nomor 11),
sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Peraturan Daerah
Kota Salatiga Nomor 9 Tahun 2011
tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor
11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah,
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Salatiga (Lembaran Daerah Kota
Salatiga Tahun 2011 Nomor 9);
16. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor
2 Tahun 2016 tentang Pokok-pokok
Tahun 2016 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Daerah Kota Salatiga Nomor
2);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA
dan
WALIKOTA SALATIGA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL.
BAB I KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud
dengan:
1. Daerah adalah Kota Salatiga.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota
sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah Kota
Salatiga.
3. Walikota adalah Walikota Salatiga.
4. Perangkat Daerah adalah unsur
pembantu kepala daerah dan DPRD
dalam penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah.
5. Minuman Beralkohol adalah minuman
yang mengandung etil alkohol atau etanol
(C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil
pertanian yang mengandung karbohidrat
dengan cara fermentasi dan destilasi atau
fermentasi tanpa destilasi.
6. Minuman Beralkohol Tradisional adalah
Minuman Beralkohol yang dibuat secara
tradisional dan turun temurun yang
dikemas secara sederhana dan
pembuatannya dilakukan sewaktu-
waktu, serta dipergunakan untuk
kebutuhan adat istiadat atau upacara
keagamaan.
7. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha
perseorangan atau badan usaha yang
dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan
berkedudukan di wilayah Negara
Republik Indonesia, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum
yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan Minuman Beralkohol.
8. Peredaran Minuman Beralkohol adalah
kegiatan menyalurkan Minuman
Beralkohol yang dilakukan oleh
distributor, sub distributor, Pengecer,
atau Penjual Langsung untuk diminum
di tempat.
9. Penjualan Minuman Beralkohol adalah
kegiatan memperdagangkan Minuman
Beralkohol yang dilakukan oleh Pengecer
atau Penjual Langsung untuk diminum
di tempat.
10. Distributor adalah perusahaan yang
ditunjuk oleh Produsen Minuman
Beralkohol produk dalam negeri
dan/atau izin terdaftar produk asal
impor untuk mengedarkan Minuman
Beralkohol kepada Pengecer dan Penjual
Langsung melalui Sub Distributor di
wilayah pemasaran tertentu.
11. Sub Distributor adalah perusahaan yang
ditunjuk oleh Distributor untuk
mengedarkan Minuman Beralkohol
produk dalam negeri dan/atau produk
asal impor kepada Pengecer dan Penjual
Langsung di wilayah pemasaran tertentu.
12. Pengecer adalah perusahaan yang
menjual Minuman Beralkohol kepada
konsumen akhir dalam bentuk kemasan
di tempat yang telah ditentukan.
13. Penjual Langsung untuk diminum di
tempat yang selanjutnya disebut Penjual
Langsung adalah perusahaan yang
menjual Minuman Beralkohol kepada
konsumen akhir untuk diminum
langsung di tempat yang telah
ditentukan.
14. Izin Tempat Penjualan Minuman
Beralkohol, yang selanjutnya disingkat
ITP-MB adalah izin untuk melakukan
Penjualan minuman beralkohol di suatu
tempat tertentu.
15. Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman
Beralkohol yang selanjutnya disingkat
SIUP-MB adalah surat izin untuk dapat
melaksanakan kegiatan usaha
perdagangan khusus Minuman
Beralkohol.
16. Surat Keterangan Pengecer Minuman
Beralkohol golongan A yang selanjutnya
disebut SKP-A adalah Surat Keterangan
untuk Pengecer Minuman Beralkohol
golongan A.
17. Surat Keterangan Penjual Langsung
Minuman Beralkohol golongan A yang
selanjutnya disebut SKPL-A adalah Surat
Keterangan untuk Penjual Langsung
Minuman Beralkohol golongan A.
BAB II
GOLONGAN MINUMAN BERALKOHOL
Pasal 2
Minuman Beralkohol dikelompokkan dalam
golongan sebagai berikut:
a. Minuman Beralkohol golongan A adalah
minuman yang mengandung etil alkohol
atau etanol (C2H5OH) dengan kadar
sampai dengan 5% (lima persen);
b. Minuman Beralkohol golongan B adalah
minuman yang mengandung etil alkohol
atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih
dari 5% (lima persen) sampai dengan
20% (dua puluh persen); dan
c. Minuman Beralkohol golongan C adalah
minuman yang mengandung etil alkohol
atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih
dari 20% (dua puluh persen) sampai
dengan 55% (lima puluh lima persen).
Pasal 3
Jenis atau produk Minuman Beralkohol ke
dalam golongan A, golongan B, dan golongan
C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
berpedoman pada ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
BAB III
PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL
Pasal 4
Minuman Beralkohol hanya dapat diedarkan
setelah memiliki izin edar dari kepala
lembaga yang menyelenggarakan
pengawasan di bidang obat dan makanan.
Pasal 5
Minuman Beralkohol yang akan diedarkan
atau dijual wajib dicantumkan label sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pangan.
Pasal 6
(1) Pendistribusian Minuman Beralkohol di
Daerah dilakukan sebagai berikut:
a. Produsen hanya dapat
mendistribusikan Minuman
Beralkohol kepada Distributor yang
ditunjuk;
b. Distributor sebagaimana dimaksud
pada huruf a hanya dapat
mendistribusikan Minuman
Beralkohol kepada Sub Distributor
yang ditunjuk;
c. Sub Distributor sebagaimana
dimaksud pada huruf b hanya dapat
mendistribusikan Minuman
Beralkohol kepada Pengecer dan/atau
Penjual Langsung yang ditunjuk;
d. dalam hal Distributor sebagaimana
dimaksud pada huruf b tidak
menunjuk Sub Distributor,
Distributor dapat mendistribusikan
Minuman Beralkohol kepada Pengecer
dan/atau Penjual Langsung yang
ditunjuk.
(2) Pengecer dan Penjual Langsung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dan huruf d hanya dapat
memperdagangkan Minuman Beralkohol
yang berasal dari Distributor atau Sub
Distributor.
(3) Khusus untuk Penjualan Minuman
Beralkohol golongan A, Distributor atau
Sub Distributor wajib bertanggung jawab
terhadap Pengecer atau Penjual
Langsung yang ditunjuk.
BAB IV
PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL
Pasal 7
Penjualan Minuman Beralkohol untuk
diminum langsung di tempat hanya dapat
dijual di:
a. hotel, restoran, bar yang memenuhi
persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang
kepariwisataan; dan
b. tempat tertentu lainnya sepanjang tidak
ditetapkan sebagai tempat yang dilarang
untuk memperdagangkan Minuman
Beralkohol.
Pasal 8
(1) Penjualan Minuman Beralkohol secara
eceran hanya dapat dijual oleh Pengecer
pada tempat tertentu sepanjang tidak
ditetapkan sebagai tempat yang dilarang
untuk memperdagangkan Minuman
Beralkohol.
(2) Selain tempat tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Minuman
Beralkohol golongan A juga dapat dijual
di supermarket dan hypermarket.
Pasal 9
Tempat yang dilarang memperdagangkan
Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf b dan Pasal 8 ayat (1)
di lokasi atau tempat yang berada dalam
radius 100 m (seratus meter) dengan:
a. gelanggang remaja, kaki lima, terminal,
kios-kios kecil, penginapan remaja, dan
bumi perkemahan; dan
b. tempat ibadah, fasilitas pendidikan dan
fasilitas kesehatan.
Pasal 10
Waktu Penjualan Minuman Beralkohol
dibatasi sebagai berikut:
a. untuk Minuman Berlakohol yang dijual
eceran mulai pukul 09.00 sampai dengan
21.00 WIB; dan
b. untuk Minuman Beralkohol yang dijual
untuk diminum di tempat mulai pukul
19.00 sampai dengan 22.00 WIB.
BAB V
PERIZINAN
Pasal 11
(1) Setiap perusahaan berbentuk badan
hukum, perseorangan atau persekutuan
selaku Pengecer atau Penjual Langsung
yang akan memperdagangkan Minuman
Beralkohol di Daerah wajib memiliki ITP-
MB.
(2) Selain ITP-MB, setiap Pengecer atau
Penjual Langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki:
a. SIUP-MB, bagi Pengecer atau Penjual
yang memperdagangkan Minuman
Beralkohol golongan A, golongan B
dan golongan C;
b. SKP-A, bagi Pengecer yang hanya
menjual Minuman Beralkohol
golongan A; atau
c. SKPL-A, bagi Penjual Langsung yang
hanya menjual Minuman Beralkohol
golongan A.
(3) SIUP-MB, SKP-A dan SKPL-A
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, huruf b dan huruf c berlaku
untuk setiap satu gerai atau outlet.
Pasal 12
(1) Walikota berwenang menerbitkan ITP-MB
dan SIUP-MB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2)
dengan memperhatikan rekomendasi dari
Kepala Perangkat Daerah yang
membidangi perdagangan.
(2) Dalam rangka penyederhanaan prosedur
perizinan, Walikota dapat
mendelegasikan penerbitan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Kepala Perangkat Daerah yang
membidangi perdagangan atau Kepala
Perangkat Daerah yang membidangi
pelayanan terpadu satu pintu.
(3) Dalam hal pendelegasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diberikan
kepada Kepala Perangkat Daerah yang
membidangi pelayanan terpadu satu
pintu, maka setiap penerbitan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib mendapatkan rekomendasi dari
Kepala Perangkat Daerah yang
membidangi perdagangan.
Pasal 13
Untuk mendapatkan ITP-MB dan SIUP-MB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) dan ayat (2), setiap pemilik atau
penanggung jawab perusahaan harus
mengajukan permohonan kepada Walikota
atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dilampiri
dengan berkas persyaratan dan melalui tata
cara yang telah ditentukan.
Pasal 14
(1) Persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) sekurang-
kurangnya meliputi:
a. akta pendirian perusahaan;
b. Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
d. izin gangguan;
e. surat penunjukan dari Distributor
atau Sub Distributor sebagai
Pengecer atau Penjual Langsung;
f. rekomendasi dari instansi yang
berwenang;
g. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
h. Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan
pas foto pemilik atau penanggung
jawab Perusahaan;
i. fotokopi Nomor Pokok Pengusaha
Barang Kena Cukai (NPPBKC), bagi
perusahaan yang memperpanjang
SIUP-MB;
j. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
atau Izin Usaha toko Modern (IUTM)
bagi yang tergolong toko modern; dan
k. pakta integritas Penjualan Minuman
Beralkohol.
(2) Tata cara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) meliputi:
a. pendaftaran;
b. pemeriksaan administrasi dan
lapangan;
c. rekomendasi;
d. penandatanganan izin;
e. penetapan biaya;
f. pembayaran; dan
g. pengambilan izin.
(3) Waktu pelayanan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lama 5
(lima) hari kerja terhitung sejak
permohonan dinyatakan lengkap dan
benar.
(2) Biaya pelayanan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
a. pelayanan ITP-MB dikenakan
retribusi yang besarannya ditetapkan
berdasarkan peraturan daerah
tentang retribusi daerah;
b. pelayanan SIUP-MB tanpa dipungut
biaya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan dan tata cara pelayanan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (4) diatur dalam
standar pelayanan sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Masa berlaku ITP-MB dan SIUP-MB
selama 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang.
(2) Perpanjangan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan
ketentuan:
a. dilakukan paling lama 1 (satu) bulan
sebelum masa berlakunya berakhir;
dan
b. mengembalikan berkas asli kepada
Walikota atau pejabat yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan dan tata cara perpanjangan
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam standar pelayanan sesuai
ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
Pasal 16
(1) Pengecer dan Penjual Langsung yang
mengalami perubahan data dan/atau
informasi yang tercantum pada ITP-MB
dan SIUP-MB wajib mengajukan
perubahan izin dengan melampirkan
dokumen data pendukung.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan dan tata cara perubahan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam standar pelayanan sesuai
ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
BAB VI
HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 17
Setiap Pengecer atau Penjual Langsung
berhak:
a. mendapatkan pelayanan izin sesuai
standar pelayanan;
b. memperoleh informasi yang benar
berkaitan dengan proses pelayanan izin;
c. mendapatkan pembinaan berkaitan
dengan kegiatan perdagangan Minuman
Beralkohol.
Pasal 18
Setiap Pengecer atau Penjual Langsung
berkewajiban:
a. menempatkan Minuman Beralkohol pada
tempat khusus atau tersendiri dan tidak
bersamaan dengan produk lain;
b. menegur dan melarang pembeli yang
meminum langsung Minuman Beralkohol
di lokasi Penjualan, khusus bagi
Pengecer;
c. memberikan perlakuan khusus pada
pembelian Minuman Beralkohol oleh
konsumen dengan hanya dapat dilayani
oleh petugas/pramuniaga;
d. meminta pembeli untuk menunjukan
kartu identitas dalam setiap transaksi;
e. mematuhi ketentuan waktu Penjualan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
dan
f. berperan serta aktif dalam kegiatan
pembinaan, pengawasan dan
pengendalian Minuman Beralkohol.
Pasal 19
Setiap Pengecer atau Penjual dilarang:
a. melakukan Penjualan kepada:
1. pembeli yang belum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun;
2. perempuan; atau
3. pegawai negeri, kecuali untuk
kepentingan pengawasan,
pengendalian dan penegakan hukum
yang dibuktikan dengan surat
perintah tugas.
b. menjual Minuman Beralkohol yang tidak
dilengkapi dengan izin edar dan label
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
dan Pasal 5; dan
c. membuat campuran Minuman
Beralkohol dengan bahan lain tanpa label
yang tidak memenuhi standar mutu
produksi serta standar keamanan dan
mutu pangan.
Pasal 20
Distributor dan Sub Distributor dilarang
memperdagangkan langsung Minuman
Beralkohol kepada konsumen.
Pasal 21
Distributor, Sub Distributor, Penjual
Langsung dan Pengecer dilarang
mengiklankan Minuman Beralkohol dalam
media reklame dalam bentuk apapun,
kecuali terbatas pada lokasi usahanya.
BAB VII
PELAPORAN
Pasal 22
(1) Pengecer dan Penjual Langsung
Minuman Beralkohol golongan B dan
golongan C wajib menyampaikan laporan
realisasi Pengadaan dan Penjualan
Minuman Beralkohol kepada Walikota
melalui Kepala Perangkat Daerah yang
membidangi perdagangan dengan
tembusan disampaikan kepada Gubernur
melalui Kepala Perangkat Daerah
Provinsi yang membidangi perdagangan.
(2) Pelaporan yang dimaksud sebagaimana
pada ayat (1) dilaksanakan setiap
triwulan sekali
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai format
dan tata cara pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Walikota.
BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 23
Peran serta orang tua dapat dalam rangka
pengendalian dan pengawasan Peredaran
dan Penjualan minuman beralkohol dengan
cara antara lain:
a. tidak mengonsumsi Minuman Beralkohol
di depan anak;
b. tidak menyuruh anak untuk membeli
Minuman Beralkohol;
c. memberikan bimbingan kepada anak
untuk menghindari penyalahgunaan
Minuman Beralkohol.
Pasal 24
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam
rangka pengendalian dan pengawasan
Peredaran dan Penjualan minuman
beralkohol dengan cara antara lain:
a. memberikan masukan, usul, saran
dan pendapat secara positif,
konstruktif dan solutif berkenaan
dengan penentuan kebijakan
pengendalian dan pengawasan
Peredaran dan Penjualan minuman
beralkohol;
b. keikutsertaan dalam pemberian
bimbingan dan penyuluhan serta
penyebarluasan informasi kepada
masyarakat berkenaan dengan
penyelenggaraan pengendalian dan
pengawasan Peredaran dan Penjualan
minuman beralkohol serta dampak
penyalahgunaan minuman
beralkohol; dan
c. melaporkan dugaan terjadinya
pelanggaran ketentuan mengenai
Peredaran dan Penjualan minuman
beralkohol disertai bukti pendukung.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan oleh perorangan,
kelompok, badan hukum atau badan
usaha, dan lembaga atau organisasi yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
BAB IX
MINUMAN BERALKOHOL TRADISIONAL
Pasal 25
(1) Penggunaan Minuman Beralkohol
Tradisional disesuaikan dengan
kebutuhan adat istiadat atau upacara
keagamaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penggunaan Minuman Beralkohol
Tradisional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.
BAB X
PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN
PENGAWASAN
Pasal 26
(1) Walikota melakukan pembinaan,
pengendalian dan pengawasan terhadap
Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol.
(2) Pembinaan, pengendalian dan
pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Perangkat Daerah yang membidangi
perdagangan.
(3) Untuk meningkatkan koordinasi dan
sinergitas pelaksanaan pembinaan,
pengendalian dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dibentuk Tim Terpadu yang
diketuai oleh Kepala Perangkat Daerah
yang membidangi perdagangan dan
beranggotakan unsur Perangkat Daerah
yang membidangi perdagangan,
perindustrian, kesehatan, pariwisata,
keamanan dan ketertiban, instansi yang
membidangi pengawasan obat dan
makanan, kepolisian dan Perangkat
Daerah/instansi lainnya sesuai
kebutuhan.
(4) Pembentukan tim sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan Keputusan Walikota.
Pasal 27
(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1) meliputi:
a. pemberian pedoman, bimbingan,
arahan dan petunjuk;
b. penyusunan dan penerapan standar
pelayanan perizinan terpadu satu
pintu;
c. pelaksanaan sosialisasi dan
diseminasi informasi; dan
d. pelaksanaan monitoring dan evaluasi.
(2) Pengendalian dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) meliputi:
a. peninjauan lapangan berkaitan
dengan kegiatan Peredaran dan
Penjualan minuman beralkohol yang
belum atau sudah berizin;
b. pengkajian data, informasi dan
laporan kegiatan Peredaran dan
Penjualan minuman beralkohol;
c. tindak lanjut atas dugaan terjadinya
pelanggaran ketentuan mengenai
Peredaran dan Penjualan minuman
beralkohol;
d. pemberian rekomendasi pengenaan
sanksi sesuai ketentuan yang
berlaku.
Pasal 28
Kegiatan pembinaan, pengendalian dan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 29
Setiap Pengecer atau Penjual Langsung yang
tidak memiliki ITP-MB dan SIUP-MB, SKP-A
atau SKPL-A sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) dikenakan
administratif berupa:
a. teguran;
b. penutupan usaha; dan/atau
c. denda paling banyak Rp 25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 30
Setiap Pengecer atau Penjual Langsung yang
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pasal
18 atau larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 dikenakan administratif
berupa:
a. teguran;
b. pembekuan izin;
c. pencabutan izin;
d. penutupan usaha atau pembongkaran
media reklame; dan/atau
e. denda paling banyak Rp 25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah).
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 31
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik
untuk melakukan penyidikan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan
dan meneliti kekurangan atau
laporan berkenaan dengan tindak
pidana agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan
jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan
keterangan mengenai orang pribadi
atau Badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana;
c. meminta keterangan dan bahan bukti
dari orang pribadi atau Badan
sehubungan dengan tindak pidana;
d. memeriksa buku, catatan, dan
dokumen lain berkenaan
dengantindak pidana;
e. melakukan penggeledahan untuk
mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan
dokumen lain, setra melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam
rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana;
g. menyuruh berhenti dan/atau
melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang, benda,
dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan
dengan tindak pidana;
i. memanggil orang untuk didengar
keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyelidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu
untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan kepada Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
(1) Setiap Pengecer dan Penjual Langsung
yang melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 atau Pasal 19
dikenakan sanksi berupa pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
pidana denda paling banyak
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XIV KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 33
Semua Pengecer dan Penjual Langsung yang
tidak memiliki atau belum melengkapi
perizinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) wajib memiliki
izin paling lama 1 (satu) tahun terhitung
sejak berlakunya Peraturan Daerah ini.
Pasal 34
ITP-MB yang telah diterbitkan sebelum
berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan
tetap berlaku sampai dengan masa
berlakunya habis.
Pasal 35
Pengecer atau Penjual yang
memperdagangkan Minuman Beralkohol
pada tempat yang dilarang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 hanya diberikan
perpanjangan sekali.
BAB XV KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 36
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai
berlaku, Peraturan Daerah Kotamadya
Daerah Tingkat II Salatiga Nomor 15 Tahun
1998 tentang Retribusi Izin Tempat
Penjualan Minuman Beralkohol (Lembaran
Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Salatiga Tahun 1999 Nomor 18 Seri B
Nomor 9) sepanjang ketentuan yang
mengatur Peredaran dan Penjualan
Minuman Beralkohol, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 37
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan
Daerah ini ditetapkan paling lama 2 (dua)
tahun sejak Peraturan Daerah ini
diundangkan.
Pasal 38
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Salatiga.
Ditetapkan di Salatiga
pada tanggal 21 April 2016
WALIKOTA SALATIGA,
Cap ttd
Diundangkan di Salatiga
pada tanggal 21 April 2016
SEKRETARIS DAERAH
KOTA SALATIGA,
Cap ttd
AGUS RUDIANTO
YULIYANTO
LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2016
NOMOR 7
NOREG PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA PROVINSI
JAWA TENGAH: (7/2016)
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA
NOMOR 7 TAHUN 2016
TENTANG
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN DAN
PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL
I. UMUM
Pemerintah telah menetapkan Minuman
Beralkohol sebagai salah satu barang dalam
pengawasan, baik dalam pengadaan, peredaran
maupun penjualannya. Hal tersebut dilatarbelakangi
adanya dampak negatif yang ditimbulkan atas
penyalahgunaannya, baik bagi kesehatan perorangan
maupun potensi gangguan terhadap ketentraman dan
ketertiban umum. Kandungan alkohol dalam yang
diminum dalam kadar dan jumlah tertentu
mempengaruhi kesadaran seseorang yang mengarah
pada perilaku negatif bahkan destruktif. Disisi lain
penggunaan Minuman Beralkohol disamping sebagai
pola kebiasaan, secara tradisional juga menjadi bagian
dari upacara keagamaan atau prosesi adat tertentu.
Pengaturan peredaran dan penjualan Minuman
Beralkohol bermakna strategis demi menyeimbangkan
kepentingan ekonomi bagi pelaku usaha yang bergerak
dibidang peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol
karena menyangkut jaminan kepastian usaha. Di pihak
lain kepentingan harus dilindungi dari potensi
penyalahgunaannya, khususnya bagi usia anak dan
perempuan serta masyarakat pada umumnya. Oleh
karenanya, lingkup pengaturan harus memuat
dispensasi kepada pelaku usaha secara selektif, ketat
dan terbatas melalui identifikasi pelaku usaha dalam
rantai pendistribusian, pembatasan lokasi usaha,
waktu penjualan dan tata cara penjualan, kewajiban
memiliki izin serta pembatasan propaganda
penjualannya.
Dengan berlakunya Peraturan Presiden Nomor 74
Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan
Minuman Beralkohol dan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang
Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan,
Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol,
Pemerintah Kota Salatiga mempunyai rujukan yuridis
untuk menerapkan peraturan daerah yang dapat
mengikat semua pihak, dengan memperhatikan
kebutuhan dan karakteristik daerah. Peraturan daerah
ini menjadi bagian dari solusi penanganan
permasalahan yang ditimbulkan akibat
penyalahgunaan Minuman Beralkohol, dengan
memberikan ruang dan kesempatan berbagai pihak
untuk dapat mengambil peran dalam pengendalian dan
pengawasan terhadap peredaran dan penjualan
Minuman Beralkohol, sekaligus payung yuridis bagi
penegakan hukum atas segala bentuk penyalahgunaan
Minuman Beralkohol.
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 15 Tahun
1998 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman
Beralkohol yang didalamnya juga diatur mengenai
pembatasan peredaran dan penjualan Minuman
Beralkohol dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan, kondisi dan perkembangan
peraturan perundang-undangan, sehingga perlu
ditinjau kembali berdasarkan peraturan daerah ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas. Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan
perundang-undangan” adalah peraturan
perundang-undangan yang diterbitkan oleh
Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perdagangan.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan
perundang-undangan” adalah peraturan
perundang-undangan yang diterbitkan oleh
Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan
perundang-undangan” adalah peraturan
perundang-undangan yang diterbitkan oleh
Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan
perundang-undangan” adalah peraturan
perundang-undangan yang diterbitkan oleh
Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kartu identitas”
adalah kartu yang memberikan petunjuk usia
seseorang yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang, antara lain Kartu Tanda
Penduduk dan Surat Izin Mengemudi.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “campuran Minuman
Beralkohol dengan bahan lain tanpa label”
atau yang lebih dikenal dengan “oplosan”
yaitu pembuatan campuran Minuman
Beralkohol yang tidak memenuhi standar
mutu produksi yang ditetapkan oleh Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang perindustrian serta standar
keamanan dan mutu pangan yang ditetapkan
oleh kepala lembaga yang menyelenggarakan
pengawasan di bidang obat dan makanan.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Larangan untuk mengiklankan Minuman
Beralkohol dimaksudkan untuk melindungi warga
masyarakat pada umumnya serta anak dan
perempuan khususnya dari pengaruh iklan dan
promosi untuk inisiasi mengonsumsi Minuman
Beralkohol.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Peran orang tua sebagai panutan utama (role
model) bagi anak lebih ditekankan sebagai upaya
dini pencegahan inisiasi mengonsumsi Minuman
Beralkohol.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ketentuan penggunaan Minuman Beralkohol
tradisional pada upacara adat atau keagamaan
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
hak asasi manusia dalam menjalankan agama dan
kepercayaannya berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Pemberian perpanjangan sekali ini hanya berlaku
bagi Pengecer atau Penjual yang telah memiliki
ITP-MB dan SIUP-MB sebelum berlakunya
Peraturan Daerah ini.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas. Pasal 38
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7
DOKUMENTASI
Observasi di Tempat Hiburan Karaoke Maestro Kota Salatiga
Wawancara dengan Pengelola Kafe 3D
Observasi di Kafe Pinog Salatiga
Wawancara dengan Pihak Dinas Perdagangan kota Salatiga
Wawancara dengan Pihak Dinas Perdagangan kota Salatiga
Wawancara di Kafeole Kota Salatiga
Observasi di Kafeole Salatiga
Observasi di Toko Jitu Salatiga
Wawancara di Toko Jitu Salatiga
Observasi di Paguyuban Jamu Bagong Sukowati Salatiga
Observasi di Paguyuban Jamu Bagong
Observasi di Koinonia Salatiga
Observasi di Kafeole Salatiga
Observasi di Kafe Sakura Salatiga