PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK

Post on 25-Jan-2016

149 views 2 download

description

frnsk

Transcript of PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK

Sengketa dalam penyelesaiannya yang luas (termasuk perbedaan pendapat, perselisihan, ataupun konflik) adalah hal yang lumrah dalam kehidupan bermasyarakat, yang dapat terjadi saat dua orang atau lebih berinteraksi pada suatu peristiwa/situasi dan mereka memiliki persepsi, kepentingan, dan keinginan yang berbeda terhadap peristiwa/situasi tersebut.

Interaksi komunikasi argumentasi debat beda pendapat perselisihan/konflik sengketa

pertikaian/kekerasan

Sengketa adalah perbedaan pendapat yang tidak mampu dipendam dan telah mencapai eskalasi

tertentu atau mengemuka

SENGKETA YANG MELIBATKAN DOKTER ATAU RUMAH SAKIT/FASKES

DAPAT BERDIMENSI PIDANA, PERDATA DAN ADMIN

BISA MASUK JUGA PADA WILAYAH ETIK DAN DISIPLIN KEDOKTERAN

JENIS DAN JUMLAHNYA MENINGKAT DALAM 10 TAHUN TERAKHIR

ADANYA PERBEDAAN KEPENTINGAN DOKTER DAN PASIEN -------- DAPAT MENYEBABKAN TERJADINYA:

◦ KONFLIK (CONFLICT) : Pertentangan para pihak karena kepentingan berbeda

◦ SENGKETA (DISPUTE) : Bila pihak yg merasa dirugikan menuntut/menggugat pihak lain yg dianggap merugikan

Pengertian sengketa medik, tidak dimuat secara eksplisit dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, tetapi Undang-undang tersebut mengatur

mengenai ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

Yang diatur dalam Pasal 55 UU No. 23 Tahun 1992 :

1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 66 UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran :

1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat : a) dentitas pengadu;b) Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan

dilakukan; dan\c) Alasan pengaduan.

3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat perdata ke Pengadilan.

Dalam Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, secara implisit disebutkan bahwa sengketa medik adalah sengketa yang terjadi karena kepentingan

pasien dirugikan oleh tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.

Dokter dianggap bertanggung jawab dalam bidang hukum perdata jika dokter, antara lain :

1. Melakukan wanprestasi (Pasal 1239 KUHPerdata) ;Adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak.

Pada dasarnya pertanggungjawaban perdata itu bertujuan untuk memperoleh ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pasien akibat adanya wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dari tindakan dokter.

Menurut ilmu hukum perdata, seseorang dapat dianggap melakukan wanprestasi apabila : Tidak melakukan yang disanggupi akan dilakukan, melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat dan melaksanakan apa yang yang dijanjikan tidak sebagaimana yang dijanjikan, serta melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

2. Tanggung Jawab Perdata Dokter Karena Perbuatan Melawan Hukum (onrechmatige daad) Pasal 1365 KUHPerdata.

Unsur-unsurnya : - ada perbuatan melawan hukum - ada kerugian - ada hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan

kerugian - ada kesalahan Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, pasen dapat menggugat seorang

dokter oleh karena dokter tersebut telah melakukan perbuatan yang melawan hukum, seperti yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya itu, mengganti kerugian tersebut”.

3. Berdasarkan Pasal 1366 KUHPerdata “Setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang

disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Kelalaian atau kurang hati-hati terjadi apabila suatu perilaku tidak sesuai dengan standar kelakuan yang ditetapkan dalam undang-undang.

Kelalaian dapat dijadikan dasar gugatan manakala memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Suatu tingkah laku yang menimbulkan kerugian tidak sesuai dengan sikap hati-hati yang normal.

2. Yang harus dibuktikan ialah bahwa tegugat lalai dalam kewajiban berhati-hatinya terhadap penggugat.

3. Kelakuan itu merupakan penyebab yang nyata atau dari kerugian yang timbul.

4. Tanggung Jawab Perdata Dokter Sebagai Penanggung Jawab (Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata)

Seseorang harus memberikan pertanggung jawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakannya sendiri, tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lan yang berada di bawah pengawasannya.

Sehubungan dengan hal itu seorang dokter harus bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh bawahannya yaitu para perawat,bidan,dokter asisten dan sebainya.

HUBUNGAN DR – PASIEN KURANG BAIK YAITU:

1. KETIDAK TERBUKAAN/ KETIDAK JUJURAN2. KURANGNYA PENJELASAN (INFORMASI) - RISKO, SEBAB, AKIBAT TINDAKAN - HANYA 15% INFO YANG MEMUASKAN3. KURANGNYA KOMUNIKASI

(LANCET, 1999)

HASIL PENGOBATAN TIDAK SESUAI DGN YG DIHARAPKAN PASIEN

- (NEGATIVE OUTCOME)- ADVERSE EVENTS

AKIBAT PENGOBATAN- KONDISI MAKIN BURUK- CACAD, KERUSAKAN TUBUH- NYERI KRONIK- KOMA, MATI

DUGAAN DR BUAT KESALAHAN

Pemicu terjadinya sengketa bermacam-macam, misalnya :Kesalah pahaman

Perbedaan penafsiran

Ketidak-jelasan pengaturan

Ketidak-puasan

Ketersinggungan

Kecurigaan

Tindakan yang tidak patut, curang atau tidak jujur

Kesewenang-wenangan atau ketidak adilan

Terjadinya keadaan-keadaan yang tidak terduga

SENGKETA TERJADI DLM HUBUNGAN DR & PASIEN ATAU RS & PASIEN OBJEK SENGKETA ADALAH PROSES ATAU HASIL UPAYA PENYEMBUHAN PIHAK YG DIRUGIKAN ADALAH PASIEN KERUGIAN PASIEN OK KELALAIAN, KEALPAAN, KESALAHAN ATAU

TINDAKAN PEMBIARAAN

TUNTUTAN PIDANA

DILAKUKAN OLEH JPU, MEWAKILI NEGARA & MASUK WILAYAH PIDUM GUGATAN PERDATA,

DILAKUKAN OLEH PENGGUGAT KE PN DAN DIADILI HAKIM PERDATA GUGATAN ADMINISTRASI, OLEH NEGARA MAUPUN

PERORANGAN

TIDAK SPESIFIK DIATUR BAIK HUKUM PERDATA,HK PIDANA MAUPUN HKM ADMINISTRASI

MASIH DIATUR DALAM ATURAN UMUM

UU 23/1992 : HANYA NGATUR GANTI RUGI SAJA (Psl. 55)

UU 29/2004 : MENGAKUI ADANYA SENGKETA MEDIK

LITIGASI/LEWAT PENGADILAN

Penyelesaian lama & berlarut-larutMahal dan borosTerekspose luas,tdk dapat dirahasiakanPutusan tdk dapat diprediksi krn birokrasi dan penguasaan hakim yg

terbatas Karena terbuka dapat merusak reputasi dokter Memicu permusuhan dan ketegangan apalagi kalau ada

pemihakan/ketidakadilan

NON LITIGASI

Suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan ats dsr kesepakatan DUA pihak yg bersengketa.

Sukarela tapi mengikatSemua interaksi dilakukan tertutupBentuknya bisa NEGOSIASI, MEDIASI,

KONSILIASI dan ARBITRASE Dpt pula: MKEK (etik) dan MKDKI

(disiplin)

UU No.30 thn 1999,pasal 6 PerMA no. 2/2003 tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

Alternatif Penyelesaian Sengketa/APS (Alternative Dispute Resolution = ADR) mempunyai daya tarik yang khusus di

Indonesia karena keserasian dengan sistem sosial-budaya tradisional yang berdasarkan

musyawarah mufakat.

1. Sifat kesukarelaan dalam proses; 2. Prosedur yang cepat;3. Keputusannya bersifat non-judicial;4. Kontrol tentang kebutuhan organisasi; 5. Prosedur rahasia (confidential);6. Fleksibelitas dalam menentukan syarat-syarat penyelesaian masalah

dan komprehensip;

Beberapa hal dibawah ini merupakan alasan-alasan memilih APS/ADR yang dipandang sebagai suatu keuntungan atau kelebihan yang sering muncul dalam APS/ADR adalah antara lain sebagai berikut :

7. Hemat waktu; 8. Hemat biaya; 9. Tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan;10. Pemeliharaan hubungan; 11. Kontrol dan lebih mudah memperkirakan hasil; 12. Keputusannya bertahan sepanjang waktu;

DIGUNAKAN BANYAK UTK NIAGA SUDAH DIATUR DGN UU NO.30/1999 SUKARELA, TIDAK TERBUKA MEMPERGUNAKAN HAKIM SWASTA YG INDEPENDEN, DIPILIH

OLH PARA PIHAK PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH HAKIM ARBITRASE &

DITAATI OLEH PIHAK YG BERSENGKETA

Sedangkan Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator (PERMA No. 2 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6).

Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa (PERMA No. 2 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 5).

Pihak ketiga yang dapat diterima (acceptable) diartikan, bahwa para pihak yang bersengketa mengizinkan pihak ketiga untuk terlibat ke dalam sengketa dan membantu para pihak untuk mencapai penyelesaian. Akseptabilitas ini tidak berarti, bahwa para pihak selalu berkehendak untuk melakukan atau menerima sepenuhnya apa yang dikemukakan pihak ketiga.

* Perkembangan masyarakat dan bisnis menghendaki efisiensi dan kerahasian serta lestarinya hubungan kerja sama dan tidak formalistis serta menghendaki penyelesaian yang lebih menekankan pada keadilan.

• Lembaga litigasi tidak dapat merespon, karena dalam operasionalnya dinilai lamban, dan berlarut-larut menghabiskan segala sumber daya, waktu dan pikiran

* Litigasi tidak dapat memberikan win-win solution.

Sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan

Adanya pihak ketiga yang bersifat netral yang disebut sebagai mediator (penengah) terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan itu

Mediator tersebut bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian atas masalah-masalah sengketa

Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan-keputusan selama proses perundingan berlangsung

Mempunyai tujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa

MENDORONG PENGGUNAAN MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA SBG INSTRUMN EFEKTIF YG DIAJURKN MA

PENYELESAIAN SENGKETA DIBANTU MEDIATOR YG TDK MEMILIKI KEWENANGAN PEMUTUS

AKTA PERDAMAIAN DILEGALISIR DGN PUTUSAN PERDAMAIAN

PENGGUNAAN JALUR NON LITIGASI

LEBIH ADA KEPASTIAN

LEBIH MUDAH DAN MURAH

PROTEKSI NAMA DAN KEHORMATAN

PROSESNYA TERTUTUP

Pusat Mediasi Nasional (PMN),

Indonesian Institute for Conflict Transformation (IICT)

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK

Proses untuk mencapai suatu perjanjian (konsensus) dengan pihak lain untuk memperoleh kesepakatan diantara mereka.

Fisher dan Ury (1991): komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai

kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda.

Sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk mendiskusikan

penyelesaiaannya tanpa melibatkan pihak ketiga penengah yang tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi) dan pihak ketiga pengambil keputusan,arbitrase dan litigasi.

Biasanya dipergunakan dalam sengketa yang tidak terlalu pelik, dimana

para pihak masih beritikad baik untuk duduk bersama dan memecahkan masalah.

Dilakukan apabila komunikasi antar pihak yang bersengketa masih terjalin

dengan baik, masih ada rasa saling percaya, dan ada keinginan untuk cepat mendapat kesepakatan dan meneruskan hubungan baik.

Apabila pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa, proses ini disebut konsiliasi.

Istilah konsiliasi seringkali diartikan sama dengan mediasi.

Penyelesaiaan sengketa melalui konsiliasi mengacu pada pola proses penyelesaiaan sengketa secara konsensus antarpihak, dimana pihak netral dapat berperan secara aktif (neutral act) maupun tidak aktif.

Pihak-pihak yang bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan pihak ketiga tersebut dan menjadikannya sebagai kesepakatan penyelesaiaan sengketa.

PROFESI KEDOKTERAN MERUPAKAN:

- PROFESI LUHUR- JABATAN MULIA

↓HARUS DIJAGA KELUHURANNYA

↓BERPEDOMAN PADA NORMA ETIK, DISIPLIN, HUKUM YANG MENDASARI

PRAKTIK KEDOKTERAN