Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

180
Naskah Buku “Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi” ----------------------- Profil Penulis Ditulis Oleh : Prasko, S.Si.T,M.H TTL : Blora 23 Agustus 1981 Nama Istri : Genes Ferdiana Nama Anak : M. Danial Donahue Prasko Alamat : Dinar Elok C9/4 Semarang

description

opini public materi bu gege pada pertemuan pertama anak eksekutif sabtu digedung baru lantai 4 dengan campuran mahasiswa baru dan mahasiswa lama

Transcript of Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Page 1: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Naskah Buku

“Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi”

-----------------------

Profil Penulis

Ditulis Oleh : Prasko, S.Si.T,M.H

TTL : Blora 23 Agustus 1981

Nama Istri : Genes Ferdiana

Nama Anak : M. Danial Donahue Prasko

Alamat : Dinar Elok C9/4 Semarang

Pekerjaan : Dosen

Instansi : Poltekkes Semarang

Telp : 0817450324

Email : [email protected]

Situs : www.prasko.com

Page 2: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Pangsa & Prospek Pasar

Pangsa Pasar : Buku ini mempunyai pangsa pasar tenaga kesehatan (Dokter, Perawat, Bidan dll), Paktisi Hukum, Mahasiswa Hukum dan Hukum Kesehatan dengan jumlah yang cukup tinggi.

Prospek Pasar : Buku ini sangat terjangkau oleh kalangan yang bersangkutan karena kemasan praktis dan jumlah halaman tidak terlalu tebal.

Manfaat Buku : Memberikan cara mediasi untuk untuk pemecahan masalah sengketa, baik sengketa umum maupun sengketa medik dan sebagai referensi ilmu hukum, karena pokok bahasan mediasi merupakan salah satu pokok materi ilmu hukum.

Page 3: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

DAFTAR ISIBab I. Profesi Dokter

A. Pengertian DokterB. Hak-Hak DokterC. Kewajiban-Kewajiban Dokter

Bab II. PasienA. Pengertian PasienB. Hak-Hak PasienC. Kewajiban-Kewajiban Pasien

Bab III. Dokter dan PasienA. Hubungan Antara Dokter dan PasienB. Aspek Hukum Hubungan Dokter dan

PasienBab IV. Sengketa

A. Sengketa UmumB. Sengketa MedikC. Dasar Hukum Sengketa Medik

Bab V. MediasiA. Pengertian MediasiB. Karakteristik dan Keunggulan MediasiC. Keuntungan dan Kelemahan MediasiD. Jenis MediasiE. Dasar Hukum MediasiF. Mediasi Dalam Sistem Hukum IndonesiaG. Klasifikasi MediatorH. Syarat MediatorI. Tipe MediatorJ. Tahapan-Tahapan Proses MediasiK. Kekuatan Hukum Putusan Mediasi

Page 4: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

LampiranPeraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 200 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

Page 5: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

SinopsisProfesi tenaga kesehatan (Dokter, Perawat, Bidan dan lain-lain) merupakan salah profesi yang rawan dan rentan dengan terjadinya sengketa. Sengketa medik terjadi antara tenaga kesehatan selaku penyedia pelayanan kesehatan dan pasien selaku pengguna pelayanan kesehatan.

Penyebab sengketa antara pasien dengan tenaga kesehatan maupun institusi pelayanan kesehatan yang sering terjadi diantaranya disebabkan oleh ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diterima dan ternjadinya hal-hal yang merugikan pasien seperti timbulnya kecacatan ataupun kematian akibat tindakan pengobatan dimana kerugian-kerugian yang menimpa pasien tersebut merupakan kerugian yang disinyalir diluar kewajaran.

Buku ini mengupas dengan sangat jelas tentang apa itu sengketa, apa itu mediasi, bagaimana prosedur atau tahapan melakukan mediasi dan lain-lain. Profesi tenaga kesehatan merupakan sebuah profesi yang tidak serta merta bisa disamakan dengan profesi yang lain jika terjadi kerugian. Sehingga setiap terjadinya sengketa medik yang harus diutamakan adalah

Page 6: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

penyelesaian dengan mediasi bukan penyelesaian pidana di pengadilan.

Buku ini sangat cocok dibaca oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan dan lain-lain), mahasiswa hukum, mahasiswa hukum kesehatan, praktisi hukum dan lain-lain. Kehadiran buku ini diharapkan mampu memberikan pemahaman bagaimana cara penyelesaian sengketa dengan jalan mediasi.

Page 7: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Kata PengantarProblematika dalam bidang kesehatan sekarang ini sangat banyak, salah satu diantara adalah permasalahan sengketa. Semakin kritis dan tanggapnya pasien membuat profesi tenaga kesehatan, instansi pelayanan kesehatan rawan terhadap terjadinya sengketa dan tuntutan hukum.

Kelalaian dan kecerobohan dalam memberikan tindakan pengobatan, ketidakpuasan pelayanan yang diterima, akibat dari tindakan yang menimbulkan kerugian, dan lain-lain adalah sedikit permasalahan yang dihadapi tenaga kesehatan dan institusi pelayanan kesehatan yang mengakibatkan terjadinya tuntutan hukum dan sengketa. Permasalahan sengketa antara pasien dengan dokter, antara pasien dengan institusi pelayanan kesehatan ini mudah sekali terjadi. Hal ini dipicu karena rentannya resiko tindakan medis dan persepsi kepuasan pasien yang kadangkala dengan mudahnya mengatakan “ Salah dan Tidak Puas” sehingga tuntutan hukum dilakukan.

Perlindungan tenaga kesehatan mutlak dilakukan apabila terjadi sengketa dengan pasien supaya tidak masuk keranah tuntutan pidana dan jalan yang ditempuh adalah dengan

Page 8: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

mediasi. Buku ini terdiri dari lima bab, yang mengupas dengan sangat jelas tentang apa itu mediasi, apa itu sengketa, dan bagaimana cara melakukan mediasi apabila terjadi sengketa.

Page 9: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Bab I

Profesi DokterA.Pengertian Dokter

Profesi yang satu merupakan profesi yang sangat mulia karena berkaitan erat dengan perawatan dan pengobatan terhadap orang yang sakit. Tetapi disisi lain juga mengandung potensi risiko yang sangat besar, yaitu risiko tuntutan hukum dari pasien.

Menurut Hariyani (2005), pengertian Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kedokteran. Pada Kedududukan ini, dokter adalah orang yang dianggap pakar dalam bidang kedokteran.

Sedangkan Astuti (2009) menjabarkan bahwa Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan.

Dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran tertuang juga tentang pengertian dokter. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan

Page 10: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

B.Hak-Hak DokterSetiap orang sejak lahir sampai mati

pasti mempunyai hak, begitupun juga sebuah profesi yang dijalani oleh seorang juga tidak terlepas yang namanya hak, karena memang hak akan selalu mengikuti segala tindakan dari seseorang.

Tenaga medis yaitu dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan tugas praktik kedokterannya mempunyai hak-hak tertentu yaitu sebagai berikut:1. Memperoleh perlindungan hukum

sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.

2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional.

3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.

4. Menerima imbalan jasa.

C.Kewajiban-Kewajiban DokterHak dan kewajiban mempunyai

hubungan yang menyatu, karena setiap ada tuntutan hak pasti terlebih dahulu harus

Page 11: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

melaksanakan sebuah kewajiban, begitu juga sebaliknya jika kewajiban dilaksanakan maka hak-hak dari akibat pelaksanaan kewajiban tersebut harus dipenuhi.

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan tugas praktik kedokteran mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan, yaitu sebagai berikut :1. Memberikan pelayanan medis sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.

2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.

3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.

5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Sedangkan kewajiban hukum dari seorang dokter menurut Fuady (2005) yang paling utama adalah sebagai berikut :

Page 12: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

1. Kewajiban melakukan diagnosis penyakit.

2. Kewajiban mengobati penyakit.3. Kewajiban memberikan informasi yang

cukup kepada pasien dalam bahasa yang dimengerti oleh pasien, baik diminta atau tidak.

4. Kewajiban untuk mendapatkan persetujuan pasien (tanpa paksaan atau penekanan) terhadap tindakan medik yang akan dilakukan oleh dokter setelah dokter memberikan informasi yang cukup dan dimengerti oleh pasien.

Secara jelas dan terperinci dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), kewajiban dari seorang dokter meliputi kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri.

Pasal-pasal dalam KODEKI yang menjelaskan tentang kewajiban dokter adalah sebagai berikut.1. Kewajiban Umum Dokter

a). Pasal 1 : Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.Lafal sumpah dokter :Demi Allah saya bersumpah, bahwa :(1) Saya akan membaktikan hidup saya

guna kepentingan perikemanusiaan.

Page 13: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(2) Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.

(3) Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran.

(4) Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya.

(5) Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun di ancam.

(6) Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

(7) Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.

(8) Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.

Page 14: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(9) Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya.

(10) Saya akan memperlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung.

(11) Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia

(12) Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.

Lafal Sumpah Dokter Gigi (Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1963) :(1) Saya akan membaktikan hidup saya

guna kepentingan perikemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan.

(2) Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan Kedokteran Gigi.

(3) Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter gigi.

(4) Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan Kedokteran gigi saya untuk sesuatu

Page 15: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan.

(5) Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, politik, kepartaian atau kedudukan sosial.

(6) Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan penuh keinsyafan.

b). Pasal 2 : Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.c). Pasal 3 : Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.d). Pasal 4 : Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.e). Pasal 5 : Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.f). Pasal 6 : Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam

Page 16: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.g). Pasal 7 : Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.h). Pasal 7a : Seorang dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.i). Pasal 7b : Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.j). Pasal 7c : Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Page 17: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

k). Pasal 7d : Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.l). Pasal 8 : Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebesar-besarnya.m). Pasal 9 : Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

2. Kewajiban Dokter Terhadap Pasiena). Pasal 10 : Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Page 18: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

b.) Pasal 11 : Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.c). Pasal 12 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.d). Pasal 13 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu memberikannya.e). Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawatf). Pasal 14 : Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.g). Pasal 15 : Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.h). Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Page 19: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

i). Pasal 16 : Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.j). Pasal 17 : Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.

Page 20: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Bab II

Pasien

A. Pengertian PasienDalam upaya pelayanan kesehatan,

dua individu yang saling berhubungan erat adalah tenaga pelaksana pelayanan kesehatan yaitu dokter dan penerima pelayanan kesehatan yaitu pasien.

Secara jelas dalam pasal 1 Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran tertuang pengertian pasien. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.

B. Hak-Hak PasienPasien memang merupakan sesorang

yang membutuhkan pelayanan kesehatan dan biasanya dalam posisi yang lemah, tetapi kehadiran pasien tidak bisa dianggap sebelah mata karena pasien juga memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh pelaksana maupun penyedia pelayanan kesehatan.

Page 21: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Hak-hak yang dimiliki oleh pasien yang harus terpenuhi adalah sebagai berikut :1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap

tentang tindakan medis.2. Meminta pendapat dokter atau dokter

gigi lain.3. Mendapat pelayanan sesuai dengan

kebutuhan medis.4. Menolak tindakan medis.5. Mendapatkan isi rekam medis.

C. Kewajiban-Kewajiban Pasien Seseorang dengan status sebagai

pasien juga dikenakan kewajiban-kewajiban tertentu, kewajiban ini dimaksudkan supaya pelaksanaan pelayanan kesehatan berjalan dengan baik dan tujuan pemberian pelayanan kesehatan dapat tercapai.

Adapun Kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh pasien yang diatur dalam Undang-undang Praktik Kedokteran adalah sebagai berikut:1. Memberikan informasi yang lengkap dan

jujur tentang masalah kesehatanya.2. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter

atau doter gigi.3. Mematuhi ketentuan yang berlaku

disarana pelayanan kesehatan.4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan

yang diterima.

Page 22: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Bab III

Dokter dan Pasien

A. Hubungan Dokter dengan PasienTidak akan terjadi sebuah pelayanan

kesehatan apabila tidak terjadi hubungan antara dokter dengan pasien. Hubungan antara pemberi jasa layanan kesehatan (dokter) dengan penerima jasa kesehatan (pasien) berawal dari hubungan vertikal yang bertolak pada hubungan paternalisme (father knows best). Hubungan vertikal tersebut adalah hubungan antara dokter dan pasien tidak lagi sederajat.

Hubungan ini melahirkan aspek hukum inspaning verbintenis antara dua subjek hukum (dokter dan pasien), hubungan hukum ini tidak menjanjikan suatu kesembuhan atau kematian, karena obyek dari hubungan hukum itu adalah berupaya secara maksimal yang dilakukan secara hati-hati dan cermat sesuai dengan standar pelayanan medis berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalamannya dalam menangani penyakit tersebut.

Tanpa disadari keadaan seperti di atas membawa perubahan pola pikir sebelumnya hubungan layanan kesehatan yaitu hubungan vertikal menuju kearah pola hubungan

Page 23: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

horizontal, termasuk konsekuensinya, dimana kedudukan antar dokter dan pasien sama sederajat walau pun peranan dokter lebih penting dari pada pasien.

Bila antara dua pihak telah disepakati untuk dilaksanakan langkah-langkah yang berupaya secara optimal untuk melakukan tindakan medis tertentu tetapi tidak tercapai karena dokter tidak cermat dalam prosedur yang ditempuh melalui proses komunikasi (informed consent), maka salah satu pihak dapat melakukan upaya hukum berupa tuntutan ganti rugi.

Hal tersebut dilegalkan oleh Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009 sebagai salah satu upaya perlindungan hukum bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul (fisik atau non fisik) karena kesalahan atau kelalaian yang telah dilaksanakan oleh dokter.

Hubungan dokter pasien ini biasa disebut sebagai perjanjian terapeutik, kontrak terapeutik ataupun transaksi terapeutik. Hubungan terapeutik dalam dunia kedokteran merupakan hubungan yang dilandasi oleh nilai-nilai kepercayaan dan nilai-nilai kekeluargaan.

Sofwan Dahlan mengatakan, bahwa hubungan demikian telah ada sejak zaman Priestly Medicine dan telah mapan.

Page 24: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Hubungan yang mapan, ternyata merupakan konsep yang tidak jelas, sehingga tidak memiliki sarana sebagai upaya penyelesaian terhadap kasus yang muncul, termasuk keputusannya tidak atau kurang memiliki kekuatan mengikat para pihak (binding force).

Upaya penyelesaian kasus atau konflik oleh lembaga profesi lebih mencerminkan gambaran keterpihakan pada lembaga daripada pasien. Kondisi seperti itu membuat para pihak yang merasa kurang diuntungkan, menempuh hukum sebagai upaya penyelesaian kasus yang terjadi. Untuk itu perlu ada upaya alternatif penyelesaian sengketa dengan menggunakan pihak ketiga yang netral.

B. Aspek Hukum Hubungan Dokter dan Pasien

Aspek hukum hubungan dokter dan pasien ini diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya:1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Seiring dengan meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, dalam perkembangan selanjutnya timbul permasalahan tanggung jawab pidana seorang dokter, khususnya yang menyangkut kelalaian, yang dilandaskan teori-teori kesalahan dalam hukum

Page 25: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

pidana. Tanggung jawab disini bila kelalaian tersebut dapat dibuktikan adanya kesalahan professional, misalnya dalam cara-cara pengobatan, maupun diagnosa yang berdampak pada pasien.

Di Indonesia masalah pertanggungjawaban pidana seorang dokter diatur dalam KUHP yang mencakup tanggung jawab hukum yang ditimbulkan oleh kesengajaan maupun kealpaan atau kelalaian. Pasal-pasal 267, 299, 304, 322, 344, 346, 347, 348, 349 KUHP mencakup kesalahan yang didasarkan pada kesengajaan. Sedangkan dasar kealpaan atau kelalaian tertuang pada pasal 267 KUHP.

2. Kitab Undang-undang Hukum PerdataTanggung jawab hukum dokter

dalam persektif hukum perdata karena adanya perjanjian yang terjadi. Ketentuan umum mengenai bentuk perjanjian tersebut diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata sedangkan syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Soetrisno menyatakan dalam proses perdata yang menyangkut gugatan seorang pasien terhadap dokter yang menanganinya, hampir semua, kalau tidak dikatakan semuanya, adalah

Page 26: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

menyangkut ganti rugi. Dasar hukum pertanggung jawaban medis adalah:a). Wanprestasi (Pasal 1239 KUHPerdata)Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak.Contoh : Dokter tidak memenuhi kewajibannya yang timbul dari adanya suatu perjanjian (tanggung jawab kontraktual) Pasal 1243 KUHPerdata.b). Perbuatan melanggar hukum (onrecht matigedaad)

Tuntutan kerugian yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian. Hal ini berarti untuk menuntut ganti rugi harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut:1) Ada perbuatan melawan hukum 2) Ada kerugian3) Ada hubungan kausalitas antara

perbuatan melawan hukum dan kerugian

4) Ada kesalahanContoh : Dokter telah melawan hukum karena tindakannya bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang diharapkan daripada dalam pergaulan dengan warga masyarakat

Page 27: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(tanggung jawab berdasarkan Undang-undang).c). Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian (pasal 1366 KUHPerdata)

Seorang dokter selain dapat dituntut atas dasar wanprestasi dan melanggar hukum, dapat pula dituntut atas dasar lalai sehingga menyebabkan kerugian.d). Melalaikan pekerjaan sebagai penanggung jawab (Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata)

Sebagai penganggung jawab dalam Pasal 1367 KUHPerdata dokter harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pasien baik itu olehnya maupun oleh orang lain yang bekerja pada dokter tersebut dan ikut melakukan tindakan, misalnya perawat/ bidan.e). Zaakwarneming

Dalam hal dokter menolong seseorang secara sukarela maka ia harus melaksanakannya sampai selesai atau sampai pasien mampu mengurus kepentingannya sendiri atau ada keluarga yang mengambil alih urusan tersebut

Jika dokter meninggalkan begitu saja dan mengakibatkan pasien menderita

Page 28: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

kerugian maka ia dapat digugat berdasarkan pasal 1356 KUHPerdata

3. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Demikian pula bagi dokter sebagai pengemban profesi, maka ia memiliki hak dan kewajiban yang melekat pada profesinya tersebut. Dalam perjalanan profesinya, seorang dokter memiliki hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang- undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesahatan yang menyebutkan :1) Tenaga kesehatan berhak

mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.

3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

4) Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Page 29: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Dalam perspektif ini dokter dianggap sebagai pelaku usaha, untuk itu menurut UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 yang berbunyi sebagai berikut:1) Beriktikad baik dalam melakukan

kegiatan usahanya.2) Memberikan informasi yang benar,

jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan perbaikan dan pemeliharaan.

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

4) Menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/ atau jasa yang berlaku.

5) Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/ atau mencoba barang dan/ atau jasa tertentu serta memberikan jaminan dan/ atau garansi atas barang yang dibuat dan/ atau diperdagangkan.

6) Memberi konpensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan

Page 30: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

pemamfaatan barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan.

7) Memberikan konpensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima dan dimamfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

4. Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

Kewajiban dokter diatur dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yaitu :1) Memberikan pelayanan medis sesuai

dengan kebutuhan standar profesi atau standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.

2) Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan lebih naik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan

3) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

4) Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.

Page 31: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

5) Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Page 32: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Bab IV

Sengketa

A. Sengketa UmumDalam kosa kata Inggris terdapat 2

(dua) istilah, yakni “conflict” dan “dispute” yang keduanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak atau lebih, tetapi keduanya dapat dibedakan. Conflict sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yakni “konflik”, sedangkan dispute dapat diterjemahkan dengan arti sengketa.

Konflik adalah sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak dapat berkembang dari sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keperihatinannya. Konflik berkembang atau berubah menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keperihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau pihak lain. Ini berarti sengketa merupakan kelanjutan dari

Page 33: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

konflik. Sebuah konflik yang tidak dapat terselesaikan akan menjadi sengketa.

B. Sengketa MedikUndang-undang No. 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran secara implisit menyebutkan bahwa sengketa medik adalah sengketa yang terjadi karena kepentingan pasien dirugikan oleh tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran. Pasal 66 Ayat (1) UU Praktik Kedokteran yang berbunyi: setiap orang yang mengetahui atau kepentingan dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua majelis Kehormatan Disiplin Kedoktern Indonesia. Dengan demikian sengketa medik merupakan sengketa yang terjadi antara pengguna pelayanan medik dengan pelaku pelayanan medik dalam hal ini pasien dengan dokter.

Oleh Safitri Hariani kata medik diambilnya dari kamus Inggris-Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily yaitu medical yang secara umum berarti berhubungan dengan pengobatan. Hermin Hadiati Koeswadji, mengartikan “medik” sebagai “kedokteran”. Hukum kedokteran atau hukum medik sebagai terjemahan dari

Page 34: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

“Medical Law”, jadi menurut beliau arti medik itu adalah kedokteran.

Mengacu pada arti medik diatas, definisi dari sengketa medik adalah suatu kondisi dimana terjadi perselisihan dalam praktek kedokteran.

Sengketa dalam hubungan dokter dan pasien adalah suatu kondisi dimana tidak tercapainya kesepakatan antara dokter dengan pasien mengenai kerugian dalam pengobatan. Sengketa ini terjadi di bidang kedokteran, yang secara umum berkaitan dengan kesehatan. Kerugian biasanya diderita pasien, berupa cacat/luka bahkan meninggal dunia. Pada kenyataannya, upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan umumnya sering menjadi momok yang menakutkan bagi kalangan dokter sedangkan kalangan pasien sering merasa tidak dapat terwakili jika penyelesaian sengketa dilakukan melalui badan milik profesi kedokteran (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ataupun Majelis Etik Kedokteran). Oleh karena itu diperlukan metode penyelesaian sengketa yang ideal bagi kedua belah pihak dalam hal ini “mediasi” pihak ketiga dapat menjadikan solusi yang tepat dalam menangani sengketa baik itu oleh badan mediasi maupun oleh hakim di Pengadilan.

Page 35: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

C. Dasar Hukum Sengketa MedikSengketa medik tidak dimuat secara

eksplisit dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, tetapi UU tersebut mengatur mengenai ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. Pasal 58 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, menyatakan: (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. (2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 29 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan mengamanatkan penyelesaian sengketa dilakukan terlebih dahulu dengan mediasi.

Page 36: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Bab V

MediasiA. Pengertian Mediasi

Beberapa pengertian mediasi adalah sebagai berikut:1) Pasal 1 ayat (7) Peraturan Mahkamah

Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, berbunyi: “ mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan bantuan seorang mediator.

2) Takdir Rahmadi mendefinisikan mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak mempunyai kewenangan memutus.

3) Garry Goodpaster, mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak-pihak yang tidak memihak (impartial) dan netral, bekerja sama dengan para pihak yang bersengketa untuk memperoleh kesepakatan yang memuaskan.

4) Christoper W. Moore menyatakan bahwa mediasi adalah intervensi terhadap suatu

Page 37: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

sengketa atau negosiasi oleh para pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela dalam penyelesaian permasalahan yang disengketakan.

5) Julien Riekert, mediasi merupakan suatu proses penyelesaian masalah melalui negosiasi dengan pihak ke tiga (mediator) yang netral.

6) Menurut peneliti mediasi adalah salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa, dimana dipergunakan negosiasi para pihak dengaan bantuan mediator dan merupakan alternatif penyelesaian sengketa yang dapat digunakan baik didalam maupun diluar pengadilan.

B. Karakteristik dan Keunggulan Mediasi

Menurut Soetrisno karakteristik dan keunggulan mediasi yaitu:a. Voluntary/ sukarelab. Informal/ fleksibelc. Interest based (dasar kepentingan)d. Future looking (memandang kedepan)e. Parties orientedf. Parties control

Page 38: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

C. Keuntungan dan Kelemahan MediasiYahya Harahap mengutarakan keuntungan substansial dan psikologis mediasi yakni:1) Penyelesaian abersifat informal

Pendekatan melalui nurani, bukan berdasarkan hukum. Kedua belah pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum (legal term) kepada pendekatan yang bercorak nurani dan moral. Menjauhkam doktrin dan azas pembuktian ke arah persamaan persepsi yang saling menguntungkan.

2) Yang menyelesaikan sengketa adalah pihak sendiriPenyelesaian tidak diarahkan kepada kemauan dan kehendak hakim atau arbiter, tetapi diselesaikan oleh para pihak sendiri sesuia dengan kemauan mereka, karena merekalah yang lebih tahu hal yang sebenarnya atas sengketa yang dipermasalahkan.

3) Jangka waktu penyelesaian pendekPada umumnya jangka waktu penyelesaian hanya satu atau dua minggu atau paling lama satu bulan, asal ada ketulusan dan kerendahan hati dari para pihak, itu sebabnya disebut bersifat speedy.

4) Biaya ringan

Page 39: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Boleh dikatakan tidak perlu biaya. Meskipun ada, sangat murah atau zero cost. Hal ini merupakan kebalikan dari sistem peradilan atau arbitrase yang membutuhkan biaya mahal.

5) Tidak perlu aturan pembuktianTidak ada pertarung yang sengit antar para pihak untuk saling membantah dan menjatuhkan pihak lawan melalui sistem dan prinsip pembuktian yang formil dan teknis yang sangat menjemukan seperti halnya proses arbitrase dan pengadilan.

6) Proses penyelesaian bersifat konfidensialHal lain yang perlu dicatat, penyelesaian melalui perdamaian benar-benar bersifat rahasia, penyelesaian tertutup untuk umum yang tahu hanya mediator. Dengan demikian tetap terjaga nama baik para pihak dalam pergaulan bermasyarakat. Jika dikaitkan dengan masalah medik maka dokter sebagai salah satu pihak sudah tentu nama baik merupakan hal yang paling utama mengingat dokter menjual jasa pelayanan.

7) Hubungan para pihak bersifat kooperatifOleh karena yang berbicara dalam penyelesaian adalah hati nurani, terjalin penyelesaian berdasarkan kerja sama.

Page 40: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Masing-masing pihak menjauhkan dendam dan permusuhan.

8) Komunikasi dan fokus penyelesaianDalam mediasi terwujud komunikasi aktif para pihak. Komunikasi tersebut bertujuan untuk menjalin hubungan baik antara para pihak.

9) Hasil dituju sama menangHasil yang dicari dan dituju para pihak dalam mediasi dapat dikatakan sangat luhur yakni sama-sama menang (win-win solution), dengan menjauhkan diri dari sifat egoistik dan serakah.

10) Bebas emosi dan dendamPenyelesaian sengketa melalui mediasi meredam sikap emosional kearah suasana bebas emosi selama berlangsungnya mediasi, dengan kata lain mediasi menghendaki rasa kekeluargaan dan persaudaraan.

Adapun kelemahan mediasi menurut Takdir Rahmadi sebagai berikut:1) Mediasi hanya dapat diselenggarakan

secara efektif jika para pihak memiliki kemauan untuk menyelesaikan sengketa secara konsensus.

2) Pihak yang tidak beriktikad baik dapat memamfaatkan proses mediasi sebagai taktik untuk mengulur-ulur waktu penyelesaian sengketa.

Page 41: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

3) Beberapa jenis mediasi mungkin tidak dapat dimediasi, terutama kasus yang berkaitan dengan ideologis, dan nilai dasar yang tidak memberikan ruang bagi para pihak untuk melakukan kompromi.

4) Mediasi dipandang tidak tepat untuk digunakan jika masalah pokok dalam sebuah sengketa adalah penentuan hak karena soal penentuan hak haruslah diputuskan oleh hakim, sedangkan mediasi lebih tepat digunakan untuk menyelesaikan sengketa terkait kepentingan.

5) Secara normatif mediasi hanya dapat ditempuh atau digunakan dalam lapangan hukum privat tidak dalam lapangan hukum pidana. Sebagai contoh dalam Pasal 85 ayat 2 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa mediasi tidak dapat diterapkan untuk penyelesaian tindak pidana lingkungan hidup. Larangan ini didasarkan pada pembedaan kategoris hukum privat dengan hukum pidana.

Hukum Pidana terdapat konsep mediasi penal atau dalam istilah Inggris disebut “mediation in criminal cases”atau “mediation in penal matters”. Kasus pidana pada prinsipnya tidak dapat

Page 42: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

diselesaikan di luar pengadilan, kecuali dalam hal-hal tertentu. Namun dalam prakteknya, sering juga kasus pidana diselesaikan di luar pengadilan melalui berbagai “diskresi” aparat atau melalui mekanisme perdamaian atau lembaga pemaafan yang ada di masyarakat.

Praktek penyelesaian pidana dalam hal ini tidak ada landasan hukum formalnya, sehingga sering terjadi suatu kasus yang secara informal telah ada pernyelesaian damai (walaupun melalui mekanisme hukum adat), namun tetap saja diproses ke pengadilan sesuai hukum yang berlaku.

Menurut Barda Nawawi, ADR hanya mungkin dilakukan dalam perkara perdata, namun dalam KUHP terdapat pasal 14c dan pasal 82 yang mengatur denda damai hanya untuk pelanggaran, sebagai contoh yakni pelanggaran lalu lintas.

Di samping itu dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Pengadilan HAM menyatakan bahwa Komnas HAM dapat melakukan mediasi dalam kasus pelanggaran HAM. Pasal 1 ayat (7) berbunyi: “Komisi Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga yang

Page 43: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga Negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia”. pengaturan tentang mediasi terdapat juga dalam Pasal 76 ayat (1) menyatakan Untuk mencapai tujuannya Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hakasasi manusia. Sebagai tambahan pengaturan mediasi dalam Undang-undang ini juga terdapat dalam Pasal 89 ayat (4) dan Pasal 96.

D. Jenis MediasiJenis mediasi menurut tempat diselenggarakannya ada 2, yaitu:a. Mediasi Di Pengadilan

Proses mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan di pengadilan. Adapun prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi peradilan dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu tahap pramediasi dan tahap mediasi.

Tahap pramediasi dimulai dari saat hari pertama sidang yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.

Page 44: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi. Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak yang bersengketa.

Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut: Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan; Advokat atau akademisi hukum; Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa; Hakim majelis pemeriksa perkara; Gabungan antara mediator yang disebut di atas. Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.

Page 45: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Sebelum tahap mediasi dilaksanakan, terlebih dahulu diatur mengenai batas waktu yakni; Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim. Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua majelis hakim. Ketua majelis hakim segera memberitahu mediator terpilih untuk melaksanakan tugas. Jika setelah jangka waktu maksimal sebagaimana dimaksud ayat (1) terpenuhi, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator. Jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat

Page 46: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat, maka hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa sertifikat yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim wajib menjalankan fungsi mediator.

Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing~masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari. Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara. Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.

Page 47: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu· pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap.

Memperhatikan ketentuan di atas, ada dua kemungkinan dalam proses mediasi yaitu berhasil mencapai kesepakatan atau gagal mencapai kesepakatan.1) Apabila mediasi menghasilkan

kesepakatan perdamaian para pihak

Page 48: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

dengan bantuan mediator, maka mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Jika dalam mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.

2) Apabila setelah batas waktu maksimal empat puluh hari kerja sebagaimana atau karena sebab-sebab yang terkandung dalam Pasal 15, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.

b. Mediasi Di Luar PengadilanMediasi diluar pengadilan dapat

kita temukan dalam beberapa Peraturan Perundang-undangan, yang membentuk suatu badan penyelesaian sengketa. PERMA No. 1 Tahun 2008 juga memuat ketentuan yang menghubungkan antara praktik mediasi di luar pengadilan yang menghasilkan kesepakatan. Pasal 23 ayat

Page 49: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(1), (2), dan (3) PERMA No.1 Tahun 2008 mengatur sebuah prosedur hukum untuk akta perdamaian dari pengadilan tingkat pertama atas kesepakatan perdamaian di luar pengadilan. Prosedurnya adalah dengan cara mengajukan gugatan yang dilampiri oleh naskah atau dokumen kesepakatan perdamaian para pihak dengan mediasi atau dibantu oleh mediator bersertifikat. Pengajuan gugatan tentunya adalah pihak yang dalam sengketa itu mengalami kerugian.

E. Dasar Hukum MediasiMediasi sebenarnya terdapat pada

banyak peraturan perundang-undangan, diantaranya:1. HIR dan Rbg

Mediasi di pengadilan telah lama dipraktekkan sejak lama melalui lembaga perdamaian (Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg). Dimana hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa.

2. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Mediasi pada Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dimuat dalam Pasal 29, yaitu: “dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan

Page 50: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”.

3. Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Mediasi diatur pada Pasal 23 UU ini, yang bunyinya sebagai berikut: “Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.”Pasal 23 tersebut terdapat dua hal penting:1) Bahwa UU Perlindungan Konsumen

memberikan alternatif penyelesaian sengketa melalui badan di luar sistem peradilan yang disebut BPSK.

2) Bahwa pilihan penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dengan pelaku usaha (dokter) bukanlah pilihan ekslusif, yang tidak dapat tidak harus dipilih. Pilihan penyelesaian sengketa melalui BPSK adalah pararel atau sejajar dengan pilihan penyelesaian sengketa melalui badan pengadilan.

Page 51: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

4. Undang-undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa

Pengaturan mengenai mediasi dapat kita temukan dalam ketentuan pasal 6 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam pasal 6 ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999 merupakan suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU No. 30 Tahun 1999. Menurut rumusan dari pasal tersebut juga dikatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Namun UU ini tidak memberikan rumusan definisi atau pengertian dari mediasi secara jelas dan tegas.

5. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Pendekatan mufakat dan mediasi khususnya sebagai cara penyelesaian sengketa pelanggaran hak asasi manusia dapat dilihat dalam dua pasal yaitu Pasal

Page 52: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

76 dan Pasal 89 ayat (4) a Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Pengadilan HAM. Namun tidak ada aturan tegas semua kasus pelanggaran HAM dapat dilakukan mediasi oleh Komnas HAM.

6. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-undang ini mengatur penggunaan mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Pada Pasal 83 ayat (3) dinyatakan “dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/ atau arbiter untuk menyelesaikan sengketa lingkungan hidup”. Dengan demikian Undang-undang No. 32 Tahun 2009mengatur secara garis besar penggunaan tiga cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu negosisasi, mediasi dan arbitrase.

7. PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Disamping HIR/Rbg, Pengaturan mediasi di pengadilan terdapat dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Page 53: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

8. Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan

Dalam dunia perbankan, mediasi diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan. Mediasi perbankan dilaksanakan dalam hal terjadi sengketa antara nasabah dan bank yang disebabkan tidak terpenuhinya tuntutan finansial nasabah oleh bank dalam penyelesaian pengaduan nasabah.

Apabila disinkronisasikan ke dunia kesehatan, sengketa antara nasabah dan bank memiliki kemiripan dengan sengketa antara pasien dengan dokter.

F. Mediasi Dalam Sistem Hukum Indonesia

Di Indonesia pengaturan dan penggunaan mediasi sebagai salah satu bentuk atau cara penyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam beberapa peraturan perundang-undangan (dalam konteks sengketa). Pada bagian berikut akan diuraikan pengaturan dan penggunaan mediasi dalam konteks sengketa, diantaranya:1. Mediasi untuk penyelesaian sengketa

lingkungan hidup dan sumber daya alam

Page 54: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Mediasi diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengaturan tersebut terdapat pada Pasal 85 ayat (3) menyatakan “dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/ atau arbiter untuk membantu menyelesaiakan sengketa lingkungan hidup”. Dengan demikian Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur secara garis besar penggunaan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dan mediasi dalam hal ini bersifat sukarela.

2. Mediasi untuk menyelesaikan sengketa konsumen dan produsenUndang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur penggunaan mediasi sebagai salah satu diantara beberapa penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, hal ini tercermin dalam rumusan Pasal 7 Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang antara lain mengatakan “penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai

Page 55: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali kerugian yang diderita konsumen”. Fungsi mediasi dijalankan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Komsumen (BPSK). Jenis mediasi dalam Undang-undang ini adalah sukarela.

3. Mediasi untuk penyelesaian sengketa hak azasi manusiaMediasi juga merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran hak asasi manusia selain berada dalam wilayah hukum pidana, juga mengandung aspek keperdataan sehingga Undang-undang ini memungkinkan menempuh perdamaian. Namun tidak ada satupun pasal dalam Undang-undang No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. pendekatan mediasi diatur pada Pasal 76 ayat (1) dan Pasal 89 ayat (4) point a, bunyinya sebagai berikut:Pasal 76 ayat (1) : untuk mencapai tujuannya Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.

Page 56: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Pasal 89 ayat (4) : untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagai mana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan Perdamaian kedua belah pihak.

4. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa hubungan industrialUndang-undang No.2 Tahun 2004 Tentang Peselisihan Hubungan Industrial juga mengatur penggunaan mediasi sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa hubungan industrial. Mediasi diatur dalam Pasal 1 butir 11, Pasal 1 butir 12, dan Pasal 4 ayat (4) Undang-undang No.2 Tahun 2004 Tentang Peselisihan Hubungan Industrial. Pasal 1 butir 11 berbunyi “Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral”. Pasal 1 butir 12 berbunyi “Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang

Page 57: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan”. Selanjutnya Pasal 4 ayat (4) mengatakan “Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator”. Dari rumusan pasal tersebut diatas mediasi bersifat wajib.

5. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa bisnisMediasi dalam bidang bisnis diatur dalam Undang-undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pengaturannya terdapat dalam pasal 6 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Page 58: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pasal 6 ayat (3) merupakan suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh pihak menurut Pasal 6 ayat (2). Menurut rumusan dari pasal tersebut juga dikatakan bahwa atas kesepakatan para pihak sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun seorang mediator. Namun Undang-undang ini tidak memberikan rumusan definisi atau pengertian mediasi secara tegas dan jelas.

6. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa perbankanPenggunaan mediasi untuk penyelesaian sengketa perbankan tidak didasarkan pada Undang-undang namun didasarkan atas kebijakan Bank Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan. Mediasi perbankan dilaksanakan dalam hal terjadi sengketa antara nasabah dan bank yang disebabkan tidak terpenuhinya tuntutan finansial nasabah oleh bank dalam penyelesaian pengaduan nasabah.

7. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa pertanahan

Page 59: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Berdasarkan ketentuan Pasal 23 c Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional yang antara lain mengatakan bahwa Deputi Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik pada BPN menyelenggarakan fungsi pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa, masalah dan konflik pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lainnya. Ketentuan Pasal 23 c ini memperlihatkan kebijakan pemerintah untuk menggunakan mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa pertanahan.

8. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa klaim asuransiAsosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan Asosiasi Asuransi Sosial Indonesia (AASI) telah menyepakati untuk menggunakan mediasi sebagai upaya pertama penyelesaian sengketa kalim asuransi antara perusahaan asuransi dengan tertanggung atau pemegang polis. Penggunaan mediasi untuk sengketa klaim asuransi juga tidak didasarkan pada ketentuan undang-undang, tetapi didasarkan pada kebijakan asosiasi-

Page 60: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

asosiasi asurandi di Indonesia. Penggunaan mediasi dalam hal ini bersifat sukarela atau kesepakatn para pihak.

9. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa medikDalam konteks sengketa medik, mediasi diatur dalam Pasal 29 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan “dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”. jika dicermati Undang-undang ini masih belum jelas karena belum ada jabaran atau penjelasan yang menyebutkan kriteria kelalaian yang dapat diselesaiakan dengan mediasi (privat atau pidana).

G. Klasifikasi MediatorKlasifikasi mediator diatur dalam

Pasal 1 butir 2 dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung, yang terdiri atas:a) Mediator dalam lingkup pengadilan

Menurut Pasal 1 butir 2, dilingkungan pengadilan terdapat mediator yang disebut mediator di lingkungan sebuah pengadilan. Oleh karena itu, disetiap pengadilan

Page 61: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

diharuskan ada daftar mediator yang dituangkan dalam penetapan ketua pengadilan. Dengan demikina, daftar mediator berisi panel anggota mediator dalam penyelesaian sengketa. Selanjutnya Pasal 5 mengatur tentang sertifikasi mediator.

Yang dapat ditetapkan sebagai mediator, menurut Pasal 8 ayat (1) “yang dapat dicantumkan sebagai mediator dalam daftar mediator di pengadilan yaitu berasal dari kalangan hakim, boleh juga dari kalangan yang bukan hakim, syarat telah memiliki sertifikat sebagai mediator”. Namun dalam Pasal 9 ayat (3) menyatakan jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada mediator yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilan tersebut dapat ditempatkan dalam daftar mediator. Jumlah mediator di setiap pengadilan juga diatur dalam pasal 9 ayat (1), bahwa pada setiap pengadilan memiliki sekurang-kurangnya lima orang mediator. Selain mencantumkan nama mediator dalam daftar harus disertai riwayat dan pengalaman kerja. Hal ini penting sebagai bahan informasi bagi para pihak pada saat memilih mediator.

Page 62: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

b) Mediator dalam lingkup di luar pengadilan

Selain mediator dalam lingkup pengadilan, PERMA mengakui eksistensi mediator di luar lingkungan pengadilan. Menurut pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (4), para pihak dapat dan bebas menyepakati mediator, oleh karena itu tidak mutlak harus memakain mediator di lingkungan pengadilan.

H. Syarat MediatorSyarat atau kualifikasi yang dianggap

kompeten bertindak melaksanakan fungsi mediator diatur dalam Pasal 1 butir 6, Pasal 1 butir 11dan Pasal 5 PERMA No.1 Tahun 2008 yakni mediator harus mempunyai sertifikasi yang terakreditasi Mahkamah Agung. Lebih Jelasnya sebagai berikut :1. Pasal 1 butir 6 : Mediator adalah pihak

netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

2. Pasal 1 butir 11 : Sertifikat mediator adalah dokumen yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti pelatihan atau pendidikan mediasi yang

Page 63: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

keluarkan oleh lembaga yang telah diakreditasi oleh Mahkamah Agung.

I. Tipe MediatorMoore membagi mediator dalam 3 (tiga) tipologi yaitu:a) Social network mediator yaitu mereka

yang dipercayai oleh pihak yang bertikai, untuk mempertahankan keserasian atau hubunganbaik dalam komunitas dimana para pihak menjadi bagian didalamnya.

b) Authoritatif mediator, yaitu dimana mediator mempunyai posisi kuat, berpengaruh dan berpotensi untuk mempengaruhi hasil akhir proses mediasi.

c) Independent mediator, yaitu mediator yang menjaga jarak terhadap masalah maupun pihak yang bersengketa.

Dari ketiga tipe mediator tersebut diatas maka tipe independent mediator adalah tipe mediator yang baik karena pada dasarnya sifat mediator sendiri adalah netral.

J. Tahapan-Tahapan Proses MediasiDalam proses mediasi, mediator akan

melaui tahapan yang sudah tentu akan mengikuti situasi dan kondisi pada keinginan klien, penyelesaian yang dicapai, kepribadian mediator dan masalah yang dihadapi. Didalam praktik terdapat aktivitas

Page 64: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

khusus/ tahapan yang berkaitan dengan proses mediasi, yaitu:1) Soetrisno merincikan tahapan-tahapan

mediasi sebagai berikut:a) Penciptaan forum

Pada awal mediasi, tahap penciptaam forum, mediator memberitahukan kepada para pihak tentang sifat dan proses, menetapkan aturan-aturan dasar, mengembangkan hubungan baik dengan para pihak netral dan merundingkan kewenangan.

b) Merundingkan peran dan kewenanganTerdapat banyak alasan mengapa para pihak tidak mampu memperoleh kesepakatan. Hal lazim adalah para pihak mengutamakn kepentingan sendiri. Jika pihak meminta bantuan mediator, para pihak harus mengakui mediator dan tidak mengintervensinya.

c) Rapat bersama dan pernyataan pendahuluanMediator pada umumnya membuka sidang mediasi dengan memperkenalkan dirinya dan para pihak, kemudian membuat pernyataan pendahuluan, menjelaskan proses mediasi, perannya sebagai penengah,

Page 65: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

serta aturan-aturan bagi interaksi para pihak.

d) Tahap informasiPada tahap ini, para pihak membagikan informasi baik antara para pihak maupun dengan mediator dalam sidang bersama, dan secara pribadi membagikan informasi kepada mediator dalam sidang pribadi. Seandainya para pihak sepakat untuk bermediasi, lalu mediator meminta masing-masing pihak untuk mengemukakan fakta dan posisinya dalam sengketa.

e) Pertemuan (caucus)Caucus dapat diartikan sebagai pertemuan terpisah para pihak dengan mediator. Pertemuan ini betujuan untuk berunding, memungkinkan komunikasi antar tim, untuk mengembangkan informasi, menilai kembali posisi, meneliti pilihan-pilihan dan memperoleh kesepakatan.

f) Pengendalian interaksi dan komunikasi para pihakPerlu dicatat bahwa mediator mempertahankan kenetralan dan keahliannya dalam menyelesaikan sengketa. Melalui tingkah lakunya, mediator secara efektif menuntut hak

Page 66: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

untuk bertindak sebagai pemimpin kegiatan, wasit prosedur, pelatih bagi para pihak dan kadang-kadang sebagai pemain bebas yang sewaktu-waktu bersekutu dengan salah satu pihak atua pihak lain demi kepentingan semua.

g) Perumusan ulang sengketaTahap ini mediator mengungkapkan kembali informasi-informasi tentang sengketa agar memungkinkan sengketa tersebut dapat ditawar.

h) Tahap pemecahan sengketaTahap pemecahan masalah, mediator bekerja sama dengan para pihak secara terpisah maupun bersama guna membantu mereka menjelaskan isu atau persoalan, menyusun agenda untuk mengidentifikasi masalah dan memikirkan serta mengevaluasi pemecahan.

i) Identifikasi isu dan pemecahan Tahap ini mediator menggunakan negosiasi sebagai panduan yang bertujuan untuk bisa memberikan tawar-menawar pemecahan, namun sebelumnya mediator menjelaskan masalah umumnya kepada para pihak.

j) Pengambilan keputusan

Page 67: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Pengambilan keputusan, mediator bekerja sama dengan para pihak untuk membantu mereka memilih penyelesaian yang sama-sama dapat disetujui atau sekurang-kurangnya dapat diterima terhadap masalah yang telah teridentifikasi.

2) Christoper W. Moore mengidentifikasi tahap-tahap proses mediasi sebagi berikut:a) Menjalin hubungan dengan para pihak

yang bersengketab) Memilih strategi untuk membimbing

proses mediasic) Mengumpulkan dan menganalisa

informasi latar belakang sengketad) Menyusun rencana mediasie) Membangun kepercayaan dan

kerjasama para pihakf) Memulai proses mediasig) Mengungkapkan kepentingan

tersembunyi para pihakh) Merumuskan pilihan-pilihan

penyelesaian sengketai) Menganalisa pilihan-pilihan

penyelesaian sengketaj) Proses tawar menawark) Mencapai kesepakatan formal

3) Laurence Boulle

Page 68: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Laurence Boulle membagi tiga langkah/ tahapan dalam praktik mediasi sebagai berikut:a) The present scenario, aktivitas dalam

tahap ini antara lain adalah menceritakan masalah, memusatkan dan perspektif baru.

b) The preferred scenario, aktivitas dalam tahap ini antara lain adalah skenario baru, kritik, pendapat dan komitmen

c) Helping client act, aktivitas dalam tahap ini antara lain adalah musyawarah dan memformulasikan penyelesaiannya.

4) Tahapan menurut Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi di PengadilanTahapan mediasi di pengadilan diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2008, tahap dalam PERMA ini dibagi menjadi tahap pramediasi dan mediasi:a) Tahap pramediasi

Tahap pramediasi diatur dalam pasal 7 sampai pasal 12 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi di Pengadilan, tahapan tersebut sebagai berikut:(1) Kewajiban hakim pemeriksa

perkara dan kuasa hukum

Page 69: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Pada hari sidang yang telah. ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi. Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak yang bersengketa (Pasal 7).

(2) Hak Para Pihak Memilih MediatorPara pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut:

Page 70: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(a) Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan.

(b) Advokat atau akademisi hukum.

(c) Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa.

(d) Hakim majelis pemeriksa perkara.

(e) Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d.

Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri (Pasal 8).

(3) Daftar MediatorUntuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan menyediakan daftar mediator yang memuat sekurang-kurangnya 5 (lima) nama mediator dan disertai dengan

Page 71: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

latar belakang pendidikan atau pengalaman para mediator. Ketua pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator. Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada mediator yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilan yang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator. Mediator bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar ,mediator pada pengadilan yang bersangkutan. Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator. Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator. Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasanalasan objektif, antara lain, karena mutasi tugas, berhalangan

Page 72: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku (Pasal 9).

(4) Honorarium mediatorPenggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya. Uang jasa mediator bukan hakim ditanggung bersama oleh para pihak atau berdasarkan kesepakatan para pihak (Pasal 10).

(5) Batas waktu pemilihan mediatorSetelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim. Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua majelis hakim. Ketua majelis hakim segera memberitahu mediator terpilih untuk melaksanakan tugas. Jika setelah jangka waktu maksimal sebagaimana dimaksud ayat (1) terpenuhi, para pihak

Page 73: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator. Jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat,maka hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa sertifikat yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim wajib menjalankan fungsi mediator (Pasal 11).

(6) Menempuh mediasi dengan iktikad baikPara pihakwajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari prqses mediasi jika pihak lawan

Page 74: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

menempuh mediasi dengan iktikad tidak baik (Pasal 12).

b) Tahap Mediasi Tahap mediasi diatur dalam

Pasal 13 sampai dengan Pasal 19 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi di Pengadilan.

Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing~masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (5) dan (6). Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat 3:

Page 75: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara. Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi (Pasal 13).

Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu· pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang

Page 76: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap (Pasal 14).

Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak (Pasal 15).

Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para pihak. Para pihak harus lebih dahulu mencapai kesepakatan tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan dan atau penilaian seorang ahli. Semua biaya untuk kepentingan seorang ahli atau lebih dalam proses mediasi

Page 77: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan (Pasal 16).

Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik, Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta

Page 78: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai (Pasal 17).

Jika setelah batas waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3), para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan atau karena sebab-sebab yang terkandung dalam Pasal 15, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku. Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan. Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim

Page 79: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

pemeriksa perkara yang bersangkutan (Pasal 18).

Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lain. Catatan mediator wajib dimusnahkan. Mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan. Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata atas isi kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi (Pasal 19).

K. Syarat Formil Putusan PerdamaianSyarat formil putusan perdamaian

tidak hanya merujuk pada ketentuan Pasal 130 dan 131 HIR, tetapi juga ketentuan lain terutama yang diatur dalam BAB XVIII, Buku ketiga KUH Perdata (Pasal 1851-1864), sehubungan dengan itu akan dibahas hal-hal sebagai berikut:1) Persetujuan perdamaian mengakhiri

perkaraSyarat pertama, persetujuan perdamaian harus mengakhiri perkara secara tuntas dan keseluruhan. Tidak boleh ada yang

Page 80: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

tertinggal. Perdamaian harus membawa pihak terlepas dari sengketa.

2) Persetujuan perdamaian berbentuk tertulis Syarat formil kedua yang digariskan Pasal 1851 KUH Perdata, yakni mengenai bentuk persetujuan:a) Harus berbentuk akta tertulis, boleh

dibawah tangan (ditanda tangani para pihak) dan dapat juga berbentuk akta autentik.

b) Tidak dibenarkan persetujuan dalam bentuk lisan

c) Setiap persetujuan yang tidak tertulis dinyatakan tidak sah

3) Pihak yang membuat persetujuan perdamaian adalah orang yang mempunyai kekuasaanSyarat ini berkaitan dengan ketentuan perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 ke-2 jo Pasal 1330 KUH Perdata. Meskipun Pasal 1320 KUH Perdata mempergunakan istilah tidak cakap dan Pasal 1852 istilah tidak mempunyai kewenangan, yang termasuk didalamnya tidak mempunyai kedudukan dan kapasitas sebagai personal standi ini judicio.

Page 81: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

4) Seluruh pihak yang terlibat dalam perkara ikut dalam persetujuan perdamaianSyarat formil lain yang ikut terlibat dalam persetujuan tidak boleh kurang dari pihak yang terlibat dalam perkara. Semua orang yang tidak bertindak sebagai penggugat dan tergugat , mesti seluruhnya ikut ambil bagian sebagai pihak dalam pihak perdamaian.

L. Kekuatan Hukum Putusan MediasiKesepakatan mediasi di sini diartikan

sebagai kesepakatan yang dicapai para pihak dengan bantuan mediator. Jika ditelusuri aturan perundangan yang mengatur mediasi tidak ditemukan ketentuan yang mengatakan bahwa mediasi tidak memiliki kekuatan eksekutorial seperti halnya putusan arbitrase.

Sedangkan Soetrisno mengatakan bahwa mediasi akan berkekuatan hukum tetap dan mengikat setelah kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk akta perdamaian (penyelesaian sengketa di luar pengadilan) dan dibuat putusan hakim. Kesepakatan dengan akta perdamaian dibuat oleh notaris dan merupakan akte autentik yakni akte yang mempunyai kekuatan sempurna sehingga apabila ternyata salah satu pihak ingkar/ wanprestasi, maka pihak

Page 82: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

yang lainnya dapat meminta apa yang telah diperjanjikan.

M. Yahya Harahap menyatakan bahwa kekuatan hukum yang melekat pada mediasi mempunyai kekuatan hukum tetap apabila sudah ada akta perdamaian. Kekuatan ini disamakan dengan putusan tetap, mempunyai kekuatan eksekutorial dan tidak dapat mengikat.

Page 83: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Daftar Pustaka

Barda Nawawi A, 2007. Mediasi penal dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan, disampaikan dalam Seminar Nasional: Pertanggungjawaban Hukum dalam Kontek Good Corporate Goverance, Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP, Jakarta.

Christoper W. Moore, 2003. The mediation process, third edition. Jossey Bass. United State of America

Edi Soponyono, 2008, Pemahaman etik medikolegal, pedoman bagi profesi dokter (memahami pasal-pasal perdata dan pidana berkaitan dengan profesi dokter serta kiat menghadapi somasi dan teknik pelaksanaan persidangan di Pengadila), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Endang Kusuma Astuti, 2009, Perjanjian terapeutik dalam upaya pelayanan medis di Rumah Sakit, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Julien Riekert, 2003. ADR in Australia Commercial Dispute: Quo Vadis,

Page 84: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Kutipan dari bahan Alternative Dispute Resolution Training, FHUI-LRP-AUS Aid

Khotibul Umam, 2010. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pustaka Yustisia. Yogyakarta

Laurence Boulle, 1996. Mediation principles, process, practice. Butterworths. Australia

Liliana Tedjosaputro, 2010. Bahan kuliah hukum perlindungan konsumen kesehatan, UNTAG, Semarang. Tidak dipublikasikan

M. Yahya Harahap, 2009. Hukum acara perdata, Sinar Grafika. Jakarta

Margaretha, 2010. Implementasi informed consent dalam pelayanan medik, Tesis Magister Ilmu Hukum Kajian Hukum Kesehatan UNTAG, Semarang

Megandianty Adam & Degrantiny Clarita (Indonesian Institute for Conflict Transformation), 2003, Mediasi sebagai alternative penyelesaian sengketa, avaliable at: http://www.pemantauperadilan.com opened: 9/4/2012

Page 85: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Munir Fuady, 2005, Sumpah Hippocrates: Aspek Hukum Malpraktek Dokter, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Safitri Hariyani, 2005, Sengketa Medik: alternative penyelesaian perselisihan antara dokter dan pasien, Diadit Media, Jakarta.

Soetrisno, 2010, Malpraktek medis dan mediasi, Telaga Ilmu Indonesia, Jakarta

Takdir Rahmadi, 2010, Mediasi: penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat, Raja Gravindo Persada, Jakarta

Titik Triwulan T dan Shita Febriani, 2010, Perlindungan hukum bagi pasien, Jakarta; Prestasi Pustaka

Widjaja Gunawan, 2001, Alternatif penyelesaian sengketa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Peraturan Perundang-Undangan :

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Page 86: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1963 Tentang Lafal Sumpah / Janji Dokter Gigi

Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116

Page 87: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

LampiranPeraturan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 01 Tahun 2008Tentang

Prosedur Mediasi Di PengadilanMahkamah Agung Republik Indonesia

Menimbang:

a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.

b. Bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif).

c. Bahwa hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri.

Page 88: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

d. Bahwa sambil menunggu peraturan perundang-undangan dan memperhatikan wewenang Mahkamah Agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh peraturan perundang-undangan, maka demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata, dipandang perlu menetapkan suatu Peraturan Mahkamah Agung.

e. Bahwa setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Prosedur Mediasi di Pengadilan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003 ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sehingga Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 perlu direvisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.

Mengingat:

1. Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Reglemen Indonesia yang diperbahrui (HIR) Staatsblad 1941 Nomor 44 dan Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg) Staatsblad 1927 Nomor 227.

Page 89: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

3. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara Nomor 8 Tahun 2004.

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, lembaran Negara Nomor 73 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Lembaran Negara Nomor 9 Tahun 2004 dan Tambahan Lembaran Negara No 4359 Tahun 2004.

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, lembaran Negara Nomor 20 Tahun 1986, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Lembaran Negara Nomor 34 Tahun 2004.

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional, Lembaran Negara Nomor 206 Tahun 2000.

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Lembaran Negara Nomor 73 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang -Undang Nomor 3

Page 90: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Tahun 2006, Lembaran Negara Nomor 22 Tahun 2006, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4611.

M E M U T U S K A N : PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Perma adalah Peraturan Mahkamah Agung Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

2. Akta perdamaian adalah akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa.

3. Hakim adalah hakim tunggal atau majelis hakim yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Tingkat Pertama untuk mengadili perkara perdata.

4. Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya.

Page 91: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

5. Kesepakatan perdamaian adalah dokumen yang memuat syarat-syarat yang disepakati oleh para pihak guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan bantuan seorang mediator atau lebih berdasarkan Peraturan ini.

6. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

7. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

8. Para pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bukan kuasa hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian.

9. Prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.

10. Resume perkara adalah dokumen yang dibuat oleh tiap pihak yang memuat duduk perkara dan atau usulan penyelesaian sengketa.

Page 92: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

11. Sertifikat Mediator adalah dokumen yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti pelatihan atau pendidikan mediasi yang dikeluarkan oleh lembaga yang telah diakreditasi oleh Mahkamah Agung.

12. Proses mediasi tertutup adalah bahwa pertemuan-pertemuan mediasi hanya dihadiri para pihak atau kuasa hukum mereka dan mediator atau pihak lain yang diizinkan oleh para pihak serta dinamika yang terjadi dalam pertemuan tidak boleh disampaikan kepada publik terkecuali atas izin para pihak.

13. Pengadilan adalah Pengadilan Tingkat Pertama dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.

14. Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tinggi dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.

Pasal 2

Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma

(1) Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.

(2) Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa

Page 93: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.

(3) Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.

(4) Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.

Pasal 3

Biaya Pemanggilan Para Pihak

(1) Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi lebih dahulu dibebankan kepada pihak penggugat melalui uang panjar biaya perkara.

(2) Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan para pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditanggung bersama atau sesuai kesepakatan para pihak.

(3) Jika mediasi gagal menghasilkan kesepakatan, biaya pemanggilan para pihak dalam proses mediasi dibebankan kepada pihak

Page 94: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

yang oleh hakim dihukum membayar biaya perkara.

Pasal 4

Jenis Perkara Yang DimediasiKecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.

Pasal 5

Sertifikasi Mediator

(1) Kecuali keadaan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (6), setiap orang yang menjalankan fungsi mediator pada asasnya wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(2) Jika dalam wilayah sebuah Pengadilan tidak ada hakim, advokat, akademisi hukum dan profesi bukan hukum yang bersertifikat

Page 95: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

mediator, hakim di lingkungan Pengadilan yang bersangkutan berwenang menjalankan fungsi mediator.

(3) Untuk memperoleh akreditasi, sebuah lembaga harus memenuhi syarat-syarat berikut:

a. Mengajukan permohonan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia;

b. Memiliki instruktur atau pelatih yang memiliki sertifikat telah mengikuti pendidikan atau pelatihan mediasi dan pendidikan atau pelatihan sebagai instruktur untuk pendidikan atau pelatihan mediasi;

c. Sekurang-kurangnya telah dua kali melaksanakan pelatihan mediasi bukan untuk mediator bersertifikat di pengadilan;

d. Memiliki kurikulum pendidikan atau pelatihan mediasi di pengadilan yang disahkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Pasal 6

Sifat Proses Mediasi

Proses mediasi pada asasnya tertutup kecuali para pihak menghendaki lain.

BAB II

Tahap Pra Mediasi

Page 96: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Pasal 7

Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara dan Kuasa Hukum

(1) Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.

(2) Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi.

(3) Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.

(4) Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.

(5) Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi.

(6) Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak yang bersengketa.

Pasal 8

Hak Para Pihak Memilih Mediator

Page 97: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(1) Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut:

a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan.

b. Advokat atau akademisi hukum.

c. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa.

d. Hakim majelis pemeriksa perkara.

e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d.

(2) Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.

Pasal 9

Daftar Mediator

(1) Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan menyediakan daftar mediator yang memuat sekurang-kurangnya 5 (lima) nama mediator dan disertai dengan latarbelakang pendidikan atau pengalaman para mediator.

Page 98: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(2) Ketua pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator.

(3) Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada mediator yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilan yang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator.

(4) Mediator bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan.

(5) Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.

(6) Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.

(7) Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain, karena mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku.

Pasal 10

Page 99: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Honorarium Mediator

(1) Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.

(2) Uang jasa mediator bukan hakim ditanggung bersama oleh para pihak atau berdasarkan kesepakatan para pihak.

Pasal 11

Batas Waktu Pemilihan Mediator

(1) Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim.

(2) Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua majelis hakim.

(3) Ketua majelis hakim segera memberitahu mediator terpilih untuk melaksanakan tugas.

(4) Jika setelah jangka waktu maksimal sebagaimana dimaksud ayat (1) terpenuhi, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim.

Page 100: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(5) Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator.

(6) Jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat, maka hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa sertifikat yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim wajib menjalankan fungsi mediator.

Pasal 12

Menempuh Mediasi dengan Iktikad Baik

(1) Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik.

(2) Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad tidak baik.

BAB III

Tahap-Tahap Proses Mediasi

Pasal 13

Penyerahan Resume Perkara dan Lama Waktu Proses Mediasi

Page 101: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.

(2) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.

(3) Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) dan (6).

(4) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat 3.

(5) Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara.

(6) Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.

Page 102: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Pasal 14

Kewenangan Mediator Menyatakan Mediasi Gagal

(1). Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.

(2) Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap.

Pasal 15

Tugas-Tugas Mediator

Page 103: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(1) Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.

(2) Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.

(3) Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.

(4) Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

Pasal 16

Keterlibatan Ahli

(1) Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para pihak.

(2) Para pihak harus lebih dahulu mencapai kesepakatan tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan dan atau penilaian seorang ahli.

Page 104: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(3) Semua biaya untuk kepentingan seorang ahli atau lebih dalam proses mediasi ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.

Pasal 17

Mencapai Kesepakatan

(1) Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.

(2) Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.

(3) Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik.

(4) Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.

Page 105: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(5) Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.

(6) Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai.

Pasal 18

Tidak Mencapai Kesepakatan

(1). Jika setelah batas waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3), para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan atau karena sebab-sebab yang terkandung dalam Pasal 15, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim.

(2). Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.

(3) Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan

Page 106: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan.

(4) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan.

Pasal 19

Keterpisahan Mediasi dari Litigasi

(1) Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lain.

(2) Catatan mediator wajib dimusnahkan.

(3) Mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan.

(4) Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata atas isi kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi.

BAB IV

Tempat Penyelenggaraan Mediasi

Page 107: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

Pasal 20

(1) Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama atau di tempat lain yang disepakati oleh para pihak.

(2) Mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan.

(3) Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikenakan biaya.

(4) Jika para pihak memilih penyelenggaraan mediasi di tempat lain, pembiayaan dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan.

BAB V

PERDAMAIAN DI TINGKAT BANDING, KASASI, DAN PENINJAUAN KEMBALI

Pasal 21

(1) Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus.

(2) Kesepakatan para pihak untuk menempuh perdamaian wajib disampaikan secara tertulis

Page 108: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili.

(3) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili segera memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding yang berwenang atau Ketua Mahkamah Agung tentang kehendak para pihak untuk menempuh perdamaian.

(4) Jika perkara yang bersangkutan sedang diperiksa di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali majelis hakim pemeriksa di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali wajib menunda pemeriksaan perkara yang bersangkutan selama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima pemberitahuan tentang kehendak para pihak menempuh perdamaian.

(5) Jika berkas atau memori banding, kasasi, dan peninjauan kembali belum dikirimkan, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib menunda pengiriman berkas atau memori banding, kasasi, dan peninjauan kembali untuk memberi kesempatan para pihak mengupayakan perdamaian.

Pasal 22

(1) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak

Page 109: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

penyampaian kehendak tertulis para pihak diterima Ketua Pengadilan Tingkat Pertama.

(2) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilaksanakan di pengadilan yang mengadili perkara tersebut di tingkat pertama atau di tempat lain atas persetujuan para pihak.

(3) Jika para pihak menghendaki mediator, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan menunjuk seorang hakim atau lebih untuk menjadi mediator.

(4) Mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak boleh berasal dari majelis hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan pada Pengadilan Tingkat Pertama, terkecuali tidak ada hakim lain pada Pengadilan Tingkat Pertama tersebut.

(5) Para pihak melalui Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dapat mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada majelis hakim tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.

(6) Akta perdamaian ditandatangani oleh majelis hakim banding, kasasi, atau peninjauan kembali dalam waktu selambat-lambatnya 30

Page 110: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

(tiga puluh) hari kerja sejak dicatat dalam register induk perkara.

(7) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) peraturan ini, jika para pihak mencapai kesepakatan perdamaian yang telah diteliti oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dan para pihak menginginkan perdamaian tersebut dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, berkas dan kesepakatan perdamaian tersebut dikirimkan ke pengadilan tingkat banding atau Mahkamah Agung.

Bab VI

Kesepakatan di Luar Pengadilan

Pasal 23

(1) Para pihak dengan bantuan mediator besertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.

(2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-

Page 111: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

dokumen yang membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa.

(3) Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Sesuai kehendak para pihak.

b. Tidak bertentangan dengan hukum.

c. Tidak merugikan pihak ketiga.

d. Dapat dieksekusi.

e. Dengan iktikad baik.

Bab VII

Pedoman Perilaku Mediator dan Insentif

Pasal 24

(1) Tiap mediator dalam menjalankan fungsinya wajib menaati pedoman perilaku mediator.

(2) Mahkamah Agung menetapkan pedoman perilaku mediator.

Pasal 25

(1) Mahkamah Agung menyediakan sarana yang dibutuhkan bagi proses mediasi dan

Page 112: Draft Buku Penyelesaian Sengketa Medik Dengan Mediasi

insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediator.

(2) Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung tentang kriteria keberhasilan hakim dan insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediator.

BAB VIII

Penutup

Pasal 26

Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 27

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada Tanggal : 31 Juli 2008

KETUA MAHKAMAH AGUNG

BAGIR MANAN