Post on 30-Mar-2019
PENGARUH PARENTING SELF-EFFICACY DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PARENTING STRESS PADA ORANGTUA DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Disusun Oleh :
SITI FATIMAH
109070000174
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
v
RASA SYUKUR
ALLAH S.W.T, The Lord Of The Word
MUHAMMAD S.A.W, Our Beloved Prophet
Karya ini ku persembahkan untuk:
(Alm) Abah & ibuku yang selalu bersabar dan
mendoakan anakmu ini
dan keluarga kecilku yang selalu mendukungku
Motto
Tiada kata lelah untuk Belajar
Belajar Bersyukur, Bersabar dan Introspeksi Diri
vi
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Juli 2015 (C) Siti Fatimah (D) Pengaruh Parenting Self-Efficacy dan Dukungan Sosial Terhadap Parenting
Stress Pada Orangtua dengan Anak Berkebutuhan Khusus (E) Xiii + 110 halaman + 23 lampiran (F) Penelitan ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
parenting stress pada orangtua dengan anak berkebutuhan khusus. Penulis berteori bahwa parenting self-efficacy (task-spesific & domain spesific dan domain general), dukungan sosial (attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance, guidance dan opportunity for nurturance) dan jenis kelamin mempengaruhi parenting stress pada orangtua dengan anak berkebutuhan khusus. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 150 orangtua dari siswa SLB Nur Abadi dan SLB A Pembina Lebak Bulus yang diambil dengan teknik nonprobability sampling. Dalam penelitian ini, penulis memodifikasi instrumen pengumpulan data yaitu: Parenting Stress Index Short-Form (PSI-SF), Parenting Sense of Competence (PSOC), Self-Efficacy Parenting Tasks Index (SEPTI) dan Sosial Provision Scale (SPS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa parenting self-efficacy, dukungan sosial dan jenis kelamin memberikan pengaruh signifikan terhadap parenting stress pada orangtua dengan anak berkebutuhan khusus sebesar 35,8%. Sedangkan dilihat dari tabel koefisien regresi terdapat tiga variabel yang menunjukkan pengaruh secara signifikan yaitu task spesific & domain spesific, attachment dan reassurance of worth. selanjutnya dari hasil analisi proporsi varians diketahui bahwa task-spesific & domain spesific, reassurance of worth, domain general dan reliable alliance memberikan sumbangan signifikan sebesar 20,4%, 7,3%, 6,1% dan 1,9%. Dengan hasil penelitian ini, diharapkan pada orangtua dengan anak berkebutuhan khusus untuk meningkatkan kepercayaan diri dan mendapat dukungan sosial agar berkurangnya parenting stress.
(G) Daftar Bacaan: 58: buku: 11+ jurnal: 33 +disertasi: 5 + thesis: 3 + skripsi: 2 + artikel: 4
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Parenting Self-
Efficacy dan Dukungan sosial Terhadap Parenting Stress pada Orangtua
dengan Anak Berkebutuhan Khusus.” Shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada suri tauladan kita, yaitu nabi besar Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.
Dengan berbagai proses yang dilewati dan dukungan yang diterima oleh
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, maka penulis ingin mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Kepala SLB Nur Abadi Jagakarsa beserta guru, Kepala SLB A Pembina
Jakarta beserta guru dan juga seluruh orangtua siswa. Terima kasih
banyak untuk kalian yang telah memberikan kemudahan dan waktu
dalam pengambilan data.
3. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, dan Ibu Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi,
Dosen pembimbing skripsi penulis. Terima kasih atas kesabaran,
bimbingan, nasehat, waktu serta ilmu pengetahuan yang telah diberikan
selama penyelesaian skripsi ini. Terima kasih ibu yang telah
mengenalkan lebih dekat akan kehidupan parenting dan keluarga.
4. Ibu Solicha, M.Si, Dosen Pembimbing Akademik kelas D 2009, terima
kasih atas bimbingan dan dukungan yang telah diberikan selama
menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi UIN Jakarta.
5. Seluruh dosen fakultas psikologi, staf dekanat, akademik, perpustakaan
maupun keuangan yang telah membantu penulis selama menjadi
mahasiswi.
6. Orangtua dan keluarga kecil penulis. (Alm) Abahku H.Mansyur dan
ibuku Hj. Nurhayati terima kasih atas segala doa yang tak pernah henti
dan segala pengorbanan yang abah dan ibu berikan pada anakmu ini.
Terima kasih juga pada kang Qomarudin, S.Hum yang selalu sabar dan
memberikan support kepada penulis. I Love You All…
7. Teman-teman kelas angkatan 2009 fakultas Psikologi wa bil khusus D-
One Heart atas pertemuan dan masa-masa indah dalam kuliah: Irlen,
Isni, Ziya, Santi, Wisti, Nia RJ, Hanifah, Naili, Dini, Ayu, Riska, Titi,
Indah, Ori, Zizi, Indah, Hanim, Dila, Emi, Emir, Syifa, Rani, Ais, Hani,
Adis, Uus, Tia, Lina, Bonie, KM Sukma, Adi, Rida Dayat, Khoir, Rizki,
Jazran, Mukhtar, Deden, Aziz, Tiar, Fajar, Arif, Nafisa dan Findo.
8. Untuk sahabat-sahabat penulis: Hana, Kiyah, Twins, Mba Faiq, Nuris,
Bebeb Fitri, De Fika, Cengceremen group dan Antabena yang telah
menemani hari-hari penulis dengan kebersamaan.
9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
atas dukungan dan bantuan yang diberikan.
Penulis sangat berterima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat
ganda, Amin.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa yang membacanya.
Jakarta, 4 Agustus 2015
Siti Fatimah
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. v ABSTRAK ...................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................... x DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Pembatasan dan Perumusan masalah .......................................... 8 1.2.1 Pembatasan masalah.......................................................... 8 1.2.2 Perumusan masalah ........................................................... 9 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 10 1.3.1 Tujuan penelitian ............................................................. 10 1.3.2 Manfaat penelitian ........................................................... 10 1.4 Sistematika Penulisan ............................................................... 11
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Parenting Stress ........................................................................ 13 2.1.1 Definisi parenting stress ................................................. 13
2.1.2 Aspek-aspek parenting stress ......................................... 15 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi parenting stress.......18 2.1.4 Pengukuran parenting stress...........................................21
2.2 Parenting Self-Efficacy..............................................................24 2.2.1 Definisi parenting self-efficacy........................................ 24 2.2.2 Aspek- aspek parenting self-efficacy............................... 25 2.2.3 Pengukuran parenting self-efficacy ................................. 26
2.3 Dukungan Sosial ....................................................................... 27 2.3.1 Definisi dukungan sosial ................................................. 27 2.3.2 Aspek- aspek dukungan sosial ........................................ 28 2.3.3 Pengukuran dukungan sosial ........................................... 29
2.4 Anak Berkebutuhan Khusus ...................................................... 30 2.4.1 Definisi anak berkebutuhan khusus ................................. 30 2.4.2 Klasifikasi anak berkebutuhan khusus ............................. 31 2.4.2.1 Tunanetra............................................................. 31 2.4.2.2 Tunarungu ........................................................... 37 2.4.2.3 Tunagrahita ......................................................... 41
xi
2.5 Kehidupan Orangtua Anak Berkebutuhan Khusus ................... 46 2.6 Kerangka berpikir...................................................................... 47 2.7 Hipotesis penelitian....................................................................52
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ................. 54 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............ 55
3.2.1 Varibel penelitian ........................................................... 55 3.2.1 Definisi operasional variabel .......................................... 55
3.3 Instrumen Pengumpulan Data .................................................. .57 3.3.1 Alat ukur parenting stress .............................................. 58 3.3.2 Alat ukur parenting self-efficacy .................................... 60 3.3.3 Alat ukur dukungan sosial...............................................62
3.4 Uji Validitas Konstruk .............................................................. 63 3.4.1 Uji validitas alat ukur parenting stress ........................... 65 3.4.2 Uji validitas alat ukur parenting self-efficacy ................. 69 3.4.3 Uji validitas alat ukur dukungan sosial........................... 72
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................. 78 3.6 Prosedur Penelitian ...................................................................81
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ......................................... 83 4.1.1 Deskripsi data subjek penelitian...................................... 84 4.1.2 Deskripsi hasil penelitian ................................................ 86
4.2 Kategorisasi Variabel penelitian ............................................... 88 4.3 Uji Hipotesis Penelitian............................................................. 90
4.3.1 Uji regresi berganda ........................................................ 90 4.3.2 Pengujian proporsi varian ............................................... 97 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 101 5.2 Diskusi .................................................................................... 102 5.3 Saran ........................................................................................ 107
5.3.1 Saran metodologis ......................................................... 108 5.3.2 Saran praktis .................................................................. 108
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skoring item favorable dan unfavorable .......................................... 58 Tabel 3.2 Blue Print Parenting Stress Index – Short Form (PSI-SF) ................ 59 Tabel 3.3 Blue Print alat ukur Parenting Self-Efficacy ..................................... 62 Tabel 3.4 Blue Print Social Provision Scale (SPS) ............................................ 63 Tabel 3.5 Muatan Faktor Item parent distress ................................................... 66 Tabel 3.6 Muatan Faktor Item parent-child dysfunctional interaction .............. 67 Tabel 3.7 Muatan Faktor Item child difficult ..................................................... 69 Tabel 3.8 Muatan Faktor Item domain general .................................................. 70 Tabel 3.9 Muatan Faktor Item task spesific & domain spesific .........................71 Tabel 3.10 Muatan Faktor Item attachment ......................................................... 73 Tabel 3.11 Muatan Faktor Item social integration............................................... 74 Tabel 3.12 Muatan Faktor Item reassurance of worth. ........................................ 75 Tabel 3.13 Muatan Faktor Item reliable alliance................................................. 76 Tabel 3.14 Muatan Faktor Item guidance. ........................................................... 77 Tabel 3.15 Muatan Faktor Item opportunity for nurturance................................ 78 Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan kategori disabilitas anak ...... 83 Tabel 4.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin. ..................... 84 Tabel 4.3 Deskripsi data berdasarkan kategori disabilitas ................................. 84 Tabel 4.4 Deskripsi data berdasarkan jenis kelamin .......................................... 85 Tabel 4.5 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian .............................................. 87 Tabel 4.6 Norma skor variabel .......................................................................... 88 Tabel 4.7 Kategorisasi skor parenting stress, parenting self-efficacy dan dukungan
sosial....................................................................................................89 Tabel 4.8 Model Summary Analisis Regresi. ................................................... 91 Tabel 4.9 Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV ................................ 92 Tabel 4.10 Koefisien Regresi .............................................................................. 93 Tabel 4.11 Proporsi Varians Independent Variable (IV).....................................98
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Teori Parenting Stress Abidin ………………………………..........17
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian ………………………………............51
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Surat Izin Penelitian Lampuran B Kuesioner Lampiran C Path Diagram Lampiran D Syntax
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal. Di antaranya: fenomena
parenting stress yang terjadi pada orangtua dengan anak berkebutuhan khusus dan
latar belakang penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian serta sistematika penelitian.
1.1 Latar Belakang Masalah
Menjadi orangtua adalah potensi besar di dalam perkembangan pribadi
individu, pengalihan tanggungjawab ke yang lebih besar dan tahapan untuk
menghadapi berbagai tantangan. Bagi sebagian orang, menjadi orangtua
merupakan perjalanan yang sulit yang melibatkan kekhawatiran terhadap anak
mereka, perubahan ikatan dengan pasangan dan penurunan serta peningkatan
kesehatan secara fisik dan mental (Deater & Deckard, 2004). Oleh karena itu,
orangtua akan mengalami stres dalam parenting berbentuk ketegangan fisik dan
emosional yang disebut parenting stress (Lauer & Lauer, 2007).
Menurut Abidin (dalam Ahern, 2004) parenting stress adalah kecemasan atau
ketegangan berlebihan yang dialami orangtua terhadap peran mereka sebagai
orangtua dan interaksi dengan anak mereka. Dalam penelitiannya, Abidin
menemukan bahwa tingkat parenting stress yang tinggi akan menyebabkan
peningkatan disfungsi pengasuhan. Akan tetapi, parenting stress dapat dijadikan
sebagai variabel motivasi yang mendorong orangtua untuk menggunakan sumber
daya yang ada dalam proses parenting (Abidin, 1992).
2
Walker (2000) mengungkapkan bahwa parenting stress secara negatif
memiliki hubungan yang signifikan terhadap peranan orangtua dan fungsi
keluarga bagi orangtua yang memiliki anak normal dan berkebutuhan khusus.
Meskipun demikian, sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
parenting stress pada orangtua dengan anak berkebutuhan khusus lebih tinggi
daripada tingkat parenting stress pada orangtua yang memiliki anak normal.
Hal ini sesuai dengan penelitian Shyam dan Kavita (2014) yang berjudul
“Stress and Family Burden in Mother of Children with Disabilities” menyatakan
bahwa orangtua anak berkebutuhan khusus mengalami tingkat stres dan memiliki
beban yang lebih tinggi dibandingkan dengan orangtua yang memiliki anak
normal. Begitu pula, Jenaabadi (2013) yang meneliti parenting stress orangtua
anak normal dan orangtua anak berkebutuhan khusus dengan tiga jenis disabilitas
yaitu tunanetra, tunarungu dan tunagrahita di Zahedan. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa tingkat parenting stress orangtua anak berkebutuhan khusus
signifikan lebih tinggi daripada tingkat parenting stress orangtua anak normal.
Fenomena parenting stress yang terjadi pada orangtua dengan anak
berkebutuhan khusus disebabkan oleh keadaan kronis atas kecacatan pada anak
baik secara klinis dan emosi. Hal ini membuat orangtua tertuntut dan merasa
tanggung jawab parenting dirasakan melebihi kemampuan yang dimiliki,
sehingga membuat orangtua kesulitan untuk berperan sebagai orangtua (Cherly,
2012). Selain itu, orangtua akan mengalami parenting stress yang disertai
ketidakseimbangan dalam sistem keluarga, ketika mengasuh anak yang memiliki
kekurangan. Karena harapan orangtua akan menjadi kekecewaan ketika anak yang
3
dinantikan memiliki perbedaan dan keterbatasan serta ketidaksempurnaan
sebagaimana anak-anak normal lainnya yang disebut anak berkebutuhan khusus
(Burrell dalam Boyd, 2002).
Definisi anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami
keterbatasan/keluarbiasaan baik fisik, mental-intelektual, sosial maupun
emosional yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia, 2011).
Orangtua anak berkebutuhan khusus akan mengalami parenting stress yang
tinggi yang disebabkan oleh karakteristik anak yang tidak memiliki kemampuan
komunikasi yang baik dan tingkah laku yang sulit diatur (Frey dalam Erjuna,
2013). Siegel, Sedey dan Itano (2002) mengungkapkan bahwa ketidakmampuan
orangtua anak tunarungu untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan anak
secara maksimal akan meningkatkan parenting stress dan menyebabkan disfungsi
interaksi orangtua dengan anak mereka. Hal ini dikuatkan dengan hasil penelitian
Quitnerr (dalam Ledberg & Golbach, 2002) yang menunjukkan bahwa orangtua
anak berkebutuhan khusus dengan jenis disabilitas tunarungu akan mengalami
tingkat parenting stress yang lebih tinggi daripada orangtua yang memiliki anak
yang normal pendengarannya.
Penelitian Peer dan Hilman (2012) mengungkapkan bahwa anak berkebutuhan
khusus jenis disabilitas tunagrahita mengalami parenting stress yang lebih tinggi
daripada orangtua anak normal. Orangtua yang memiliki anak normal dapat
4
mengharapkan anaknya mandiri dengan bertambahnya usia sehingga beban dan
tanggung jawabnya akan berkurang. Sebaliknya orangtua yang memiliki anak
tunagrahita tidak dapat memprediksi tanggung jawab mereka dalam parenting.
Oleh karena itu, tuntutan pelayanan dan pengawasan khusus yang harus
diberikan kepada anak berkebutuhan khusus akan mengganggu kegiatan orangtua
setiap harinya. Di antaranya: keterbatasan waktu yang dimiliki orangtua untuk
beristirahat, untuk menyenangkan dirinya sendiri yang menyebabkan kelelahan,
kejenuhan dan tekanan pada orangtua (Martin & Colbert dalam Erjuna, 2013).
Selain itu, tingkat pendapatan orangtua memiliki pengaruh terhadap tingkat
parenting stress yang dimiliki orangtua (Sameroff dalam Gupta, 2012). Karena
sesungguhnya dalam kondisi kemiskinan, anak disabilitas dianggap sebagai suatu
beban dan kesialan bagi orangtua sehingga keluarga memperlakukan dengan
buruk (Pal dalam Gupta, 2012).
Untuk mengurangi kecemasan dan tekanan yang dirasakan orangtua dalam
parenting, maka orangtua harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
parenting stress. Abidin (1992) mengungkapkan bahwa ada tiga faktor utama
yang mempengaruhi parenting stress, yaitu: karakteristik anak, karakteristik
orangtua dan karakteristik lingkungan. Karakteristik anak terdiri dari; kurangnya
adaptasi anak, tuntutan anak terhadap orangtua, mood dan tingkah laku anak yang
hiperkatif. Karakteristik orangtua terdiri dari tingkat depresi, peran orangtua,
kesehatan yang dimiliki orangtua, hubungan dengan pasangan, kepercayaan diri
yang dimiliki orangtua dan dukungan sosial. Sedangkan karakteristik lingkungan
5
terdiri dari; attachment orangtua dan anak, kesesuaian harapan orangtua terhadap
anak.
Raikes dan Thompson (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Self-Efficacy
and Social Support as Predictors of Parenting Stress Among Families In Poverty
menunjukkan bahwa self-efficacy secara negatif memiliki hubungan yang
signifikan dengan parenting stress. Penelitian ini dikuatkan oleh penelitian
Bloomfield dan Kendal (2012) yang menunjukkan bahwa orangtua yang memiliki
self-efficacy yang rendah akan merasakan tekanan stres yang lebih tinggi
sedangkan orang tua yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan merasakan
tekanan stres yang rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa salah satu sumber daya yang harus dimiliki
orangtua untuk mengurangi tingkat parenting stress tersebut adalah tingginya self-
efficacy yang dimiliki orangtua dan self-efficacy dalam domain parenting disebut
parenting self-efficacy. Pada penelitian ini, peneliti menjadikan parenting self-
efficacy sebagai independent variable pertama yang akan diteliti dalam penelitian
ini.
Parenting self-efficacy merupakan unsur kognitif yang penting dalam
parenting, yang memiliki definisi sebagai persepsi orangtua terhadap
kemampuannya untuk menjalankan perannya sebagai orangtua yang dapat
membantu perkembangan anak secara positif (Coleman & Karraker, 2000).
Tingkat parenting self-efficacy yang dimiliki orangtua berhubungan dengan usaha
orangtua untuk mempelajari parenting. Oleh karena itu, orangtua yang memiliki
parenting self-efficacy yang tinggi secara kognitif dan emosional akan lebih
6
memperhatikan pertumbuhan, perkembangan dan kepribadian anak secara
maksimal (Ryff dalam Maclnnes, 2006).
Sebaliknya orangtua yang tidak memiliki self-efficacy maka dalam
kemampuannya sebagai orangtua tidak menempatkan pengetahuan dalam
tindakannya sebagai orangtua, disibukkan dengan dirinya sendiri, sering
mengalami tekanan emosional yang tinggi dan tidak menujukkan ketekunan
dalam mengasuh anak (Grusec dalam Coleman, 1998). Selain itu, orangtua akan
mengalami stres, depresi, perasaan negatif dan kemungkinan untuk menarik diri
dari situasi yang melelahkan dan kepekaan terhadap perilaku anak yang sulit jika
parenting self-efficacy yang dimiliki orangtua sangat rendah (Maclnnes, 2006)
Selain parenting self-efficacy, faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat
parenting stress dalam penelitian ini adalah dukungan sosial. Sipal dan Sayin
(2013) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa dukungan sosial yang
diperoleh dari keluarga dapat dijadikan sebagai sumber daya bagi orangtua untuk
mengurangi tingkat kecemasan dan depresi serta secara tidak langsung
memudahkan orangtua untuk menghasilkan parenting yang positif.
Penelitian lainnya yang meneliti pengaruh dukungan sosial terhadap parenting
stress adalah penelitian Boyd (2002) yang mengungkapkan bahwa orangtua yang
mendapat dukungan sosial akan mengalami parenting stress yang rendah dan
memiliki hubungan yang lebih positif dengan anak mereka. Sebaliknya, jika
orangtua tidak mendapatkan dukungan sosial, maka orangtua akan kesulitan
menghadapi anak.
7
Alasan peneliti memilih dukungan sosial sebagai sebagai variabel yang diteliti
karena dukungan sosial dipercaya dapat membantu orangtua untuk mengatasi
kesulitan yang mereka alami saat membesarkan anak-anak disabilitas (Kraus
dalam Walker, 2000). Dengan adanya dukungan sosial yang diperoleh orangtua,
maka orangtua termotivasi untuk parenting yang lebih baik meskipun orangtua
mengalami stres (Thompson dalam Raikes, 2005).
Sarafino (2002) mendefinisikan dukungan sosial sebagai kenyamanan,
perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain.
Dukungan sosial adalah bantuan untuk mendukung orang lain, yang diketahui
berdasarkan enam aspek. Di antaranya: attachment (ikatan emosional), social
integration (integrasi sosial), reassurance of worth (pengakuan kemampuan oleh
orang lain), reliable alliance (bantuan nyata), guidance (bimbingan) dan
opportunity for nurturance (perasaan dibutuhkan oleh orang lain) (Weis dalam
Cutrona, 1994).
Selanjutnya, peneliti akan meneliti perbedaan tingkat parenting stress
berdasarkan jenis kelamin orangtua. Meskipun secara historis ibu menjadi
informan utama dalam studi tentang perkembangan anak-anak dan kehidupan
keluarga. Akan tetapi, saat ini ayah telah banyak diteliti karena telah disadari
betapa pentingnya keterlibatan ayah dalam keluarga (Davis & Carter, 2008).
Penelitian yang meneliti perbedaan parenting stress yang dialami ayah dan
ibu adalah penelitian Sharpley (1997) yang menunjukkan bahwa ibu mengalami
parenting stress yang lebih tinggi daripada ayah. Hal ini dikuatkan oleh Maclnnes
(2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ibu lebih merasakan kelelahan,
8
pikiran lebih terganggu dan mengalami depresi yang lebih tinggi daripada ayah.
Sebaliknya, hasil penelitian Walker (2000) yang menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap parenting stress.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan dalam parenting anak
berkebutuhan khusus, orangtua akan mengalami parenting stress lebih tinggi
daripada parenting anak normal. Parenting stress pada orangtua anak
berkebutuhan khusus dapat dipengaruhi oleh parenting self-efficacy, dukungan
sosial dan jenis kelamin orangtua. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui
perbedaan parenting stress yang dialami orangtua anak berkebutuhan khusus.
Oleh karena itu, peneliti tertarik utuk mengangkat fenomena tersebut menjadi
sebuah permasalahan pada penelitian. Peneliti ingin mengetahui “Pengaruh
Parenting Self-Efficacy dan Dukungan Sosial terhadap Parenting Stress pada
Orangtua dengan Anak Berkebutuhan Khusus”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Dalam karya ilmiah sangat diperlukan adanya pembatasan dan perumusan
masalah. Tujuannya adalah agar dalam penulisan tidak menyimpang dari sasaran
yang dikehendaki, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti, yaitu:
a. Parenting Stress yang dimaksud adalah kecemasan atau ketegangan
berlebihan yang secara khusus terkait dengan peran orangtua dan interaksi
antara orangtua dan anak (Abidin dalam Ahern, 2004).
9
b. Parenting Self-Efficacy yang dimaksud adalah persepsi orangtua terhadap
kemampuannya untuk menjalankan perannya sebagai orangtua yang dapat
membantu perkembangan anak secara positif (Coleman, 2000)
c. Dukungan sosial pada penelitian ini mengacu pada pengertian Weis (dalam
Cutrona, 1994). Dukungan sosial merupakan adanya bantuan untuk
mendukung orang lain. Hal ini dapat diketahui berdasarkan enam aspek,
yaitu: kedekatan emosional (attachment), integrasi sosial (social integration),
pengakuan orang lain (reassurance of worth), hubungan yang dapat
diandalkan (relliable alliance), bimbingan/informasi (guidance), perasaan
dibutuhkan (opportunity for nurturance)
d. Sampel dalam penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus dengan tiga jenis disabilitas anak, yaitu: tunanetra,
tunarungu dan tunagrahita.
1.2.2 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan maka perumusan masalah
dari penelitian ini adalah :
a. Apakah parenting self-efficacy, dukungan sosial dan jenis kelamin
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap parenting stress pada
orangtua dengan anak berkebutuhan khusus?
b. Apakah dimensi-dimensi dari parenting self-efficacy dan dukungan sosial
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap parenting stress pada
orangtua dengan anak berkebutuhan khusus?
c. Berapa proporsi varian dari masing-masing variabel?
10
d. Apakah ada perbedaan tingkat parenting stress pada tiga jenis disabilitas
dalam penelitian ini?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan parenting self-efficacy,
dukungan sosial dan jenis kelamin terhadap parenting stress pada orangtua
dengan anak berkebutuhan khusus.
b. Untuk mengetahui variabel manakah yang paling berpengaruh terhadap
parenting stress pada orangtua dengan anak berkebutuhan khusus.
1.3.2 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis, yaitu:
1.3.2.1 Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
pengembangan bidang keilmuan psikologi dan memperkaya literatur penelitian
mengenai parenting self-efficacy dan dukungan sosial serta jenis kelamin terhadap
parenting stress pada orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
1.3.2.2 Manfaat praktis
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberikan
informasi serta wawasan kepada orangtua mengenai faktor-faktor parenting
stress dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus.
11
b. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan pada orangtua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus untuk meningkatkan parenting self-efficacy dan untuk
lingkungan sekitarnya agar memberikan dukungan sosial pada orangtua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini berpedoman pada penulisan skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
mengacu pada American Psychological Association (APA) style dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini, peneliti mengemukakan latar belakang adanya penelitian
parenting stress pada orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta
sistematika penelitian.
BAB II : LANDASAN TEORI
Dalam bab ini, peneliti menuliskan teori-teori yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian di antaranya parenting stress, parenting self-
efficacy, dukungan sosial dan klasifikasi anak berkebutuhan khusus.
Uraian ini meliputi definisi-definisi, aspek-aspek, faktor-faktor yang
mempengaruhi, instrumen alat ukur variabel dan disertai kerangka
berfikir, diagram penelitiannya dan hipotesis penelitian.
12
BAB III : METODE PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti memaparkan prosedur yang digunakan saat
dilakukannya penelitian. Di dalamnya mencakup populasi, sampel dan
teknik penelitian. Selanjutnya membahas variabel penelitian, definisi
operasional variabel, instrumen pengumpulan data, uji validitas
instrumen pengumpulan data prosedur penelitian dan analisis data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang hasil dari
analisis yang telah dilakukan. Hasil yang akan dibahas di antaranya:
deskripsi data, analisis data dan pengujian hipotesis.
BAB V : KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Di akhir bab peneliti menyajikan kesimpulan hasil penelitian, diskusi
dan saran-saran yang terkait penelitian ini hingga diharapkan dapat
bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab kedua ini dipaparkan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian. Pembahasan pertama membahas mengenai parenting stress yang
meliputi definisi, aspek-aspek, faktor yang mempengaruhi dan pengukurannya.
Kedua, pembahasan mengenai parenting self-efficacy meliputi definisi, aspek-
aspek dan pengukurannya. Ketiga, pembahasan mengenai dukungan sosial
meliputi definisi, aspek-aspek dan pengukurannya. Keempat, pembahasan
mengenai anak berkebutuhan khusus meliputi definisi dan klasifikasi anak
berkebutuhan khusus. Pembahasan ini disertai kerangka berfikir, diagram
penelitiannya dan hipotesis penelitian.
2.1 Parenting Stress
2.1.1 Definisi parenting stress
Parenting adalah proses yang mengembangkan dan memanfaatkan pengetahuan
serta kemampuan yang sesuai untuk merencanakan masa depan, melahirkan,
membesarkan dan merawat keturunan (Morison dalam Hammer & Turner, 1932).
Sedangkan Brooks (2003) mendefinisikan parenting sebagai proses dari
serangkaian tindakan dan interaksi orangtua untuk meningkatkan perkembangan
yang dipengaruhi oleh budaya dan sosial.
Sebagian besar orangtua merasakan parenting sebagai pengalaman yang
menyenangkan dan membahagiakan. Menjadi orangtua membutuhkan komitmen
untuk melindungi, mengasuh dan merawat anak-anak mereka selama bertahun-
14
tahun. Selain itu, menjadi orangtua harus memiliki jiwa pantang menyerah dan
tahan banting dalam setiap cobaan. Akan tetapi, sebaliknya ada sebagian kecil
orangtua yang tidak memiliki ketekunan dan kurangnya keterampilan yang
memadai dalam parenting sehingga orangtua merasakan parenting sebagai hal
yang tidak menyenangkan (Coleman & Karraker, 1997). Oleh karena itu,
tanggung jawab mengasuh anak tersebut terkadang membuat stres pada orangtua
atau parenting stress (Brooks, 2003).
Parenting stress memiliki makna berbeda dari life stress. Life stress bisa di
definisikan sebagai faktor lingkungan dalam kehidupan yang bisa menyebabkan
stres seperti: pekerjaan, menjadi pengangguran, hubungan dengan teman, orang
tua, saudara kandung, pasangan dan masalah keuangan. Sedangkan parenting
stress secara spesifik adalah faktor peran orang tua, seperti: persepsi orang tua
akan hubungannya dengan anak, persepsi orang tua akan kekurangan kehidupan
sosial dan pernikahan (Levendosky & Berman, 1998).
Abidin (dalam Ahern, 2004) mendefinisikan stres pada orangtua atau
parenting stress sebagai kecemasan dan ketegangan yang berlebihan dan secara
khusus berhubungan dengan peran orangtua dan interaksi antara orangtua dan
anak. Parenting stress ini akan mendorong orangtua ke arah tidak berfungsinya
dalam pengasuhan sehingga menimbulkan ketidaksesuaian respon orangtua dalam
menanggapi konflik yang berasal dari anak maupun dari diri orangtua tersebut.
Deater dan Deckard (2004) mendefinisikan parenting stress sebagai bentuk
proses reaksi psikologis dan fisiologis terhadap tuntutan menjadi orangtua, hal ini
diidentifikasi sebagai hal yang paling sering dihadapi orangtua. Munculnya
15
parenting stress ini ketika harapan orangtua akan sumber daya yang dibutuhkan
tidak sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Sementara itu, Cheryl (2012)
mendefinisikan parenting stress sebagai fenomena psikologis terhadap keadaan
kronis atas kecacatan baik secara klinis dan emosi yang membuat orangtua
tertuntut dan merasa tanggung jawab mengasuh dirasakan melebihi sumber daya
yang ada, sehingga membuat orangtua kesulitan untuk berperan sebagai orangtua.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka peneliti memilih teori Abidin
(dalam Ahern 2004) sebagai dasar teori dalam penelitian ini yang yang
mendefinisikan parenting stress sebagai kecemasan dan ketegangan yang
berlebihan dan secara khusus berhubungan dengan peran orangtua dan interaksi
antara orangtua dan anak.
2.1.2 Aspek - aspek parenting stress
Dalam penelitian ini, aspek-aspek yang digunakan berdasarkan teori parenting
stress milik Abidin. Teori ini menggunakan stres sebagai konstruk utama yang
mengarah kepada disfungsi parenting sehingga menimbulkan ketidaksesuaian
respon orangtua dalam menanggapi konflik dengan anak mereka (Abidin, 1992).
Komponen model tersebut adalah:
1. The parent distress
Aspek yang menunjukkan pengalaman stres yang dialami orangtua dalam
kehidupannya dan dalam pengasuhan anaknya. Di antaranya:
a. Depression; gejala depresi yang dialami orangtua yang dapat
menyebabkan tidak semangatnya dalam parenting. Misalnya: rasa
bersalah.
16
b. Sense of competence; kurangnya kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki orangtua dalam parenting.
c. Restriction of role; pembatasan pada kebebasan pribadi yang disebabkan
perannya sebagai orangtua.
d. Relation spouse; tidak adanya dukungan secara emosional dan material
dari pasangan untuk memenuhi peran sebagai orangtua dan untuk
menghadapi konflik yang terjadi dalam parenting.
e. Parental health; tingkat kesehatan orangtua yang dapat mempengaruhi
peran sebagai orangtua.
f. Social support; dukungan sosial yang diperoleh orangtua dari keluarga dan
teman.
2. The difficult child
Aspek yang berasal dari karakteristik anak yang dapat meningkatkan parenting
stress. Di antaranya:
a. Adaptability; kurangnya kemampuan anak dalam beradaptasi dengan
perubahan fisik dan lingkungan.
b. Demandingness; tuntutan anak terhadap orangtua berupa perhatian dan
bantuan.
c. Mood; sikap menarik diri dan menangis berlebihan pada anak sehingga
membuat orangtua marah.
d. Hyper/Distract; perilaku anak yang terlalu aktif dan sulit mengikuti
perintah orangtua.
17
3. The parent-child dysfunctional interaction
Aspek yang menujukkan interaksi orangtua dan anak yang tidak baik serta tingkat
harapan orangtua terhadap anak. Di antaranya:
a. Child reinforces parent; orangtua tidak menganggap anak sebagai penguat
positif.
b. Acceptability; kesesuaian karakteristik anak dengan harapan orangtua.
c. Attachment; kedekatan emosional orangtua dengan anak
Gambar 2.1 Teori parenting stress Abidin (1992)
Webster dan Stratton (dalam Theulu, 2010) mengungkapkan bahwa parenting
stress memiliki tiga aspek, yaitu:
1. Extrafamilial Stressor (stressor yang berasal dari keluarga). Antara lain:
pengangguran dan status ekonomi yang rendah.
18
2. Interpersonal Stressors (stressor yang berasal dari pribadi). Antara lain:
tekanan dalam pernikahan dan perceraian.
3. Child Stressor (stressor yang berasal dari anak) yang paling berpengaruh
adalah gangguan perilaku.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi parenting stress
Kraus (1993) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang
dapat mempengaruhi parenting stress orangtua yang memiliki anak berkebutuhan
khusus, yaitu:
1. Family functioning
Faktor yang berasal dari keadaan keluarga yang berupa kohesi dan
adaptasi dari keadaan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
Krauss (1993) menyebutkan bahwa rendahnya fungsi keluarga secara
signifikan meningkatkan parenting stress.
2. Dukungan sosial
Dukungan secara emosional dan materi yang didapat oleh orangtua dapat
mengurangi parenting stress (Krauss, 1993). Selain itu, dukungan sosial
dipercaya dapat membantu orangtua untuk mengatasi kesulitan saat
membesarkan anak berkebutuhan khusus. Dukungan sosial ini dapat
diperoleh dari pasangan, keluarga, kerabat dan profesional.
3. Locus of control
Folkman (dalam Krauss, 1993) meneliti bahwa locus of control dan
problem solving skills adalah strategi koping yang sangat penting untuk
mengurangi stres.
19
Selanjutnya, Mash dan Johnson (dalam Theule, 2010) menyebutkan bahwa
karakteristik anak dan faktor lingkungan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
parenting stress. Dimana pengaruh anak dan lingkungan dimediasi oleh
karakteristik orangtua, di antaranya:
1. Kepribadian
Beberapa aspek temperamen dan kepribadian dapat mempengaruhi
parenting stress dan meningkatkan kerentanan orangtua terhadap tuntutan
peran sebagai orangtua yang berdampak pada koping dan kesehatan
mental orangtua. Meskipun adanya keraguan terhadap keterlibatan
temperamen dan kepribadian dalam parenting stress. Namun perbedaan
individu dalam keyakinan orangtua sangatlah penting (Deater & Deckard,
2004).
2. Kesehatan
Orangtua yang menderita penyakit dan memiliki disabilitas mengalami
tingkat kecemasan, depresi dan stres yang lebih tinggi daripada orangtua
yang sehat. Hal ini membuat tugas parenting menjadi lebih sulit yang
disebabkan bahwa orangtua dalam keadaan tidak sehat (Sharpley, Bitsika
& Eferemedis, 1997).
3. Self-efficacy
Orangtua yang memiliki self-efficacy yang rendah akan merasakan tekanan
stres yang lebih tinggi sedangkan orang tua yang memiliki self-efficacy
yang tinggi akan merasakan tekanan stres yang rendah (Bloomfield &
Kendal, 2012).
20
4. Disabilitas anak
Perbedaan orangtua yang memiliki anak normal, orangtua anak
berkebutuhan khusus akan lebih rentan terhadap parenting stress.
Penelitian disabilitas terhadap parenting stress menggambarkan dampak
disabilitas yang diderita anak terhadap peran dan penerimaan orangtua.
Sesungguhnya hubungan parenting stress dan disabilitas tergantung
dengan gejala dan kesulitan yang dihadapi orangtua terhadap anak (Deater
& Deckard, 2004).
Selain variabel-variabel psikologis, terdapat beberapa variabel demografis
yang dapat mempengaruhi parenting stress. Di antaranya:
1. Jenis kelamin orangtua
Berbagai penelitian jenis kelamin orangtua terhadap parenting stress
memperlihatkan hasil yang berbeda. Penelitian Kraus (1993) menyatakan
bahwa ayah dan ibu anak berkebutuhan khusus merasakan tingkat
parenting stress yang sama. Sedangkan Davis (2008) menyatakan adanya
perbedaan tingkat parenting stress yang dirasakan antara ayah dan ibu.
2. Tingkat pendidikan orangtua
Tingkat pendidikan orangtua dapat meningkatkan efektifitas peran sebagai
orangtua (Hammer & Tunner, 1932). Indriyani (2011) menyatakan bahwa
pendidikan orangtua secara signifikan mempengaruhi parenting stress.
3. Jenis kelamin anak
Beberapa penelitian menyatakan bahwa sikap orangtua berbeda terhadap
anak laki-laki dan anak perempuan mereka. Akan tetapi, hal ini tidak
21
berarti jenis kelamin secara biologis yang dapat mempengaruhi parenting
stress. Perbedaan jenis kelamin ini disebabkan adanya kemungkinan anak
laki- laki lebih rentan menunjukkan masalah perilaku (misalnya; tidak
patuh, agresif dan hiperaktif) dibanding anak perempuan (Deater &
Deckard, 2004).
4. Status ekonomi,
McLoyd (dalam Raikes & Thompson, 2005) menyebutkan bahwa
pendapatan orangtua yang rendah berhubungan dengan kurangnya
ekspresi kasih sayang dan minimnya rasa tanggap terhadap kebutuhan
anak.
2.1.4 Pengukuran Parenting Stress
Para ilmuwan telah mengembangkan berbagai macam skala untuk mengukur
parenting stress. Beberapa skala yang ada, di antaranya sebagai berikut:
1. Perceived stress scale
Disusun oleh Cohen, Kamarck dan Mermelstein pada tahun 1983.
Instrument ini membahas pengukuran global untuk mengetahui perasaan
tertekan pada individu di dalam kehidupannya. Kelebihan instrument ini
adalah dapat mengetahui sumber stres yang ada dalam kehidupannya dan
sumber koping saat mengalami stres. Instrument ini terdiri 14 item dan
mengukur keyakinan individu akan kejadian yang dapat membuat stres.
2. Family inventory of live events and changes
Disusun oleh Mc Cubbin dan Patterson pada tahun 1983. Instrument ini
disusun untuk mengetahui kejadian dan perubahan yang dijadikan sebagai
22
sumber stres dalam keluarga. Instrument ini terdiri dari 171 item dan
delapan subskala, yaitu: family development dan relationships, family dan
extended family relationships, family dan work, family management dan
decisions, family dan helath, family dan social activities, family dan
finances and family dan law.
3. Parent satisfaction scale
Disusun oleh Guidubaldi dan Cleminshaw pada tahun 1985. Instrument ini
mengukur tingkat kepuasan orangtua dalam parenting. Instrumen ini
terdiri dari 10 item dan lima subskala, yaitu: dukungan pasangan,
hubungan orangtua dengan anak, penampilan orangtua, disiplin dan
kontrol keluarga, dan kepuasan secara umum.
4. The parental stress scale
Dikembangkan oleh Berry dan Jones pada tahun 1995. The parental stress
scale ini mengukur emosi dan tingkat kepuasan orangtua dalam parenting.
Instrument ini terdiri dari 18 item yang menguraikan hubungan anak
dengan orangtua dan perasan orangtua, di antaranya: kebahagiaan, optimis,
kedekatan dan kepuasan dalam parenting.
5. Parenting stress index (PSI)
Dikembangkan oleh Abidin pada tahun 1983. Parenting stress index
adalah salah satu alat ukur yang memiliki banyak item sejumlah 120 dan
dalam asesmen membutuhkan waktu yang lama. Kemudian Abidin
menjadikan parenting stress index (PSI) menjadi parenting stress index
23
short-form (PSI-SF) yang lebih ringkas terdiri dari 36 item (Ahern &
Haskett, 2006)
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan parenting stress index – short form
(PSI- SF) yang dikembangkan Abidin. PSI-SF sering digunakan untuk mengukur
parenting stress pada orangtua anak bekebutuhan khusus baik secara medis dan
psikis. Orangtua anak berkebutuhan khusus mengalami tingkat stres lebih tinggi
daripada orangtua anak normal saat memenuhi kebutuhan anak mereka. Orangtua
anak berkebutuhan khusus memiliki skor parenting stress yang lebih tinggi dalam
pengukuran PSI-SF (Ahern, 2004). PSI-SF memiliki 36 item yang mengukur tiga
subskala (Ahern, 2004), yaitu:
1. The parent distress
Subskala yang terdiri dari 12 item dan mengukur pengalaman stres yang
dialami orangtua dalam kehidupannya dan dalam pengasuhan anaknya.
Contoh: Seringkali saya merasa tidak bisa menangani permasalahan anak
dengan baik.
2. The difficult child
Subskala yang terdiri dari 12 item dan menggambarkan karakteristik anak
yang dapat meningkatkan parenting stress. Contoh: Anak saya mudah
marah terhadap hal sepele.
3. The parent child dysfunctional interaction
Subskala yang terdiri dari 12 item dan menujukkan interaksi orangtua dan
anak serta tingkat harapan orangtua terhadap anak. Contoh: Anak saya
tersenyum kepada saya lebih sedikit dari yang saya harapkan.
24
2.2 Parenting Self-Efficacy
2.2.1 Definisi parenting self-efficacy
Definisi parenting self-efficacy adalah keyakinan yang dimiliki orangtua terhadap
kemampuannya untuk menjalankan perannya sebagai orangtua secara efektif
(Teti, Connell, & Reiner, 1996). Selanjutnya, Coleman dan Karraker (2000)
mendefinisikan parenting self-efficacy sebagai persepsi orangtua terhadap
kemampuannya untuk menjalankan perannya sebagai orangtua yang dapat
membantu perkembangan anak secara positif.
Ardelt dan Eccless (2001) mendefinisikan parenting self-efficacy sebagai
keyakinan orangtua terhadap kemampuannya dalam mempengaruhi anak dan
lingkungannya untuk mencapai perkembangan anak yang baik. Selain itu, Jonez
dan Prinz (2005) berpendapat bahwa parenting self-efficacy adalah konstruk
kognitif yang penting yang berkaitan dengan anak dan fungsi keluarga, yang
memiliki definisi sebagai harapan orangtua terhadap kemampuannya untuk
menjadi orangtua yang sukses.
Parenting self-efficacy adalah unsur kognitif yang penting dalam pengasuhan.
Umumnya, orangtua yang memiliki parenting self-efficacy yang tinggi akan
berdampak positif dalam parenting (Coleman dan Karraker, 2000). Sebaliknya,
orangtua yang memiliki parenting self-efficacy yang rendah akan berdampak
negatif, di antaranya; pembelaan diri, perasaan yang negatif, depresi, stres dan
adanya kemungkinan untuk menarik diri dari situasi yang melelahkan dan
kepekaan terhadap perilaku anak yang sulit (Maclnnes, 2006).
25
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka peneliti memilih teori Coleman
dan Karraker (2000) sebagai dasar teori dalam penelitian ini yang mendefinisikan
parenting self-efficacy sebagai persepsi orangtua terhadap kemampuannya untuk
menjalankan perannya sebagai orangtua yang dapat membantu perkembangan
anak secara positif.
2.2.2 Aspek- aspek parenting self-efficacy
Uji pada penelitian parenting self-efficacy mengungkapkan variabilitas substantial
dalam konseptualisasi dan pengukuran konstruk tersebut (Coleman, 1998). Dalam
penelitian ini, ada tiga pendekatan parenting self-efficacy Bandura yang
diungkapkan Coleman dan Karraker (2003) dalam penelitiannya, yaitu:
1. Task Specific
Pendekatan yang berfokus pada persepsi orangtua terhadap kompetensi
mereka yang berkaitan dengan tugas yang berbeda dalam domain
parenting. Misalnya, merawat anak disaat demam dan mengadakan
rekreasi tertentu bersama anak.
2. Domain Spesific
Pendekatan yang merupakan kombinasi pengukuran dari task specific.
Misalnya, orangtua diminta untuk menilai atas persepsi kompetensi
mereka terkait dengan kedisiplinan, pengasuhan emosional dan perilaku
pembentukan fisik.
Selanjutnya, informasi yang diperoleh dari task specific orangtua
digabungkan untuk membuat indeks multidemensi domain dari parenting
self-efficacy.
26
3. Domain General
Pendekatan yang yang memandang parenting self-efficacy sebagai konsep
yang berbeda dari domain self-efficacy lainnya. Namun penilaian ini
didasarkan pada ekspektasi efficacy secara umum yang tidak terkait
dengan tugas-tugas pengasuhan tertentu (Abidin dalam Coleman, 2003).
2.2.3 Pengukuran parenting self-efficacy
Sebagian besar penelitian parenting self-efficacy hanya menggunakan satu alat
ukur yang menyebabkan sedikitnya informasi pengukuran parenting self-efficacy
berdasarkan konsep yang berkaitan dengan orangtua dan tingkah laku anak
(Coleman & Karraker, 2003). Oleh karena itu, alat ukur domain spesific dan
domain general secara khusus dibedakan dalam penelitian ini.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur domain general adalah parenting
sense of competence (PSOC) yang disusun oleh Gibaud-Wallston dan
Wandersman pada tahun 1978 (Mash & Johnson 1989). Alat ukur ini terdiri dari
16 item untuk mengukur dua variabel yaitu, parenting satisfaction (berkaitan
dengan aspek afektif dalam parenting. Ex: kecemasan dan frustasi) dan parent
efficacy (berkaitan dengan aspek instrumental dalam parenting. Ex: kemampuan
yang dimiliki orangtua dan problem solving).
Untuk mengukur domain spesific dan task spesific, peneliti mengunakan alat
ukur yang diadaptasi dari self-efficacy parenting task indeks (SEPTI). SEPTI ini
dikembangkan karena sulitnya ditemukan alat ukur untuk mengukur domain
spesific yang sesuai dengan kerangka teori Bandura tentang multidimensional dari
task spesific (Coleman, 1998). Secara spesifik, alat ukur ini di dalam
27
penelitiannya terdiri dari 53 item dan tujuh subskala, yaitu: emotional availability,
nurturance, protection from harm or injury, discipline dan limit setting; play,
teaching, dan instrumental care.
2.3 Dukungan Sosial
2.3.1 Definisi dukungan sosial
Dukungan sosial adalah kontruk multidimensi yang terdiri dari berbagai informasi
dan sumber daya yang ada, bantuan instrumental dan dukungan secara psikis dan
emosional. Dukungan sosial juga berkenaan tentang bantuan yang didapat secara
formal yng berasal dari profesional dan informal yang berasal dari keluarga.
(Dunst dalam Boyd, 2002).
Sarason (1983) mendefinisikan dukungan sosial dengan adanya seseorang
yang dapat kita andalkan dan orang-orang yang membiarkan kita tahu bahwa
mereka peduli, menghargai serta mencintai kita. Selain itu, Sarafino (2002)
menyatakan dukungan sosial sebagai kenyamanan, perhatian, penghargaan
ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain.
Dukungan sosial merupakan adanya bantuan yang didapatkan dari orang lain.
Hal ini dapat diketahui berdasarkan enam aspek, yaitu: bimbingan dan informasi
(guidance), bantuan nyata (reliable alliance), kedekatan emosional (attachment),
pengakuan kemampuan oleh orang lain (reassurance of worth), integrasi sosial
(social integration), perasaan dibutuhkan oleh orang lain (opportunity for
nurturance) (Weis dalam Cutrona, 1994).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka peneliti memilih teori Weis
(dalam Cutrona, 1987) sebagai dasar teori dalam penelitian ini yang
28
mendefinisikan dukungan sosial sebagai bantuan yang didapatkan dari orang lain
yang diketahui beradasarkan enam aspek, yaitu: guidance, reliable alliance,
attachment, reassurance of worth, social integration, dan opportunity for
nurturance.
2.3.2 Aspek- aspek dukungan sosial
Sarason (1983) menyatakan dukungan sosial mencakup dua komponen penting,
yaitu:
1. Persepsi bahwa ada sejumlah orang yang dapat diandalkan oleh individu
pada saat ia membutuhkan bantuan.
2. Derajat kepuasaan akan dukungan yang diterima berkaitan dengan
persepsi individu bahwa kebutuhannya terpenuhi.
Akan tetapi, dalam penelitian ini penulis berpacu pada enam aspek yang
dikembangkan oleh Weiss (dalam cutrona, 1987) dalam dukungan sosial:
1. Attachment (kedekatan emosional)
Dukungan sosial berupa kedekatan emosional yang menjadikan invidu
memiliki rasa aman dan nyaman. Sumber dukungan ini biasanya diperoleh
dari pasangan, teman dekat atau hubungan keluarga.
2. Social integration (integrasi sosial)
Dukungan sosial ini berupa peran dan perasaan individu dalam suatu
kelompok yang memungkinkan individu untuk berbagi minat, perhatian
serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama.
Dukungan ini memberikan rasa aman, kenyamanan, kesenangan, adanya
identitas diri dan biasanya diperoleh dari teman.
29
3. Reassurance of worth (penghargaan atau pengakuan)
Dukungan sosial ini berupa pengakuan atas kemampuan dan keahlian serta
penghargaan dari orang lain atau lembaga terhadap kompetensi,
keterampilan dan nilai yang dimiliki seseorang.
4. Reliable alliance (hubungan yang dapat diandalkan)
Dukungan sosial ini berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat
diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan tersebut.
Sumber dukungan ini berasal dari anggota keluarga.
5. Guidance (nasehat atau informasi)
Dukungan sosial ini berupa nasehat yang diperoleh dari orang yang dpaat
dipercaya dan berwibawa. Dukungan ini berasal dari guru, mentor atau
sosok orangtua.
6. Opportunity for nurturance (kesempatan untuk membantu)
Dukungan sosial ini berupa perasaan bahwa individu dibutuhkan oleh
orang lain. Aspek ini merupakan aspek penting dalam hubungan
interpersonal.
2.3.3 Pengukuran dukungan sosial
Para ilmuwan telah mengembangkan berbagai macam skala untuk mengukur
dukungan sosial. Beberapa skala yang ada, di antaranya adalah:
1. Social support qustionnaire (SSQ)
SSQ dikembangkan oleh Sarason pada tahun 1983 yang terdiri dari enam
item. Ada dua aspek dukungan sosial dalam instrumen ini, yaitu:
a. Persepsi, jumlah dukungan sosial yang dirasakan individu
30
b. Derajat kepuasan, sejauh mana individu terpuaskan secara personal.
2. Multidemensional scale perceived social support (MSPSS)
MSPSS dikembangkan oleh G.D. Zimet, Dahlem, S.G. Zimet dan Farley
pada tahun 1988 yang terdiri dari 12 item. Instrumen ini didesain untuk
menilai keberadaan dukungan sosial yang dirasakan dan kecukupan
dukungan emosi dan instrumental dari tiga sumber spesifik; keluarga,
teman dan significant other.
3. The social provisions scale (SPS)
SPS ini dikembangkan oleh Cutrona dan Russell pada tahun 1987.
Instrumen ini terdiri dari 24 item. Yang terdiri dari enam hal, attachment,
social intergration, reassurance of worth, realiable alliance, guidance dan
oppurtunity for nurturance.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan the social provisions scale (SPS)
instrumen yang disusun oleh Cutrona dan Russell. Tujuan menggunakan
instrumen ini untuk melihat hubungan sosial dengan teman, keluarga dan
komunitas.
2.4 Anak Berkebutuhan Khusus
2.4.1 Definisi anak berkebutuhan khusus
Berdasarkan batasan para ahli, telah dikemukakan bahwa anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting
dari fungsi kemanusiannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif atau
sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan/ kebutuhan dan potensinya secara
maksimal, meliputi yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh,
31
retardasi mental, gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat dengan
intelegensi yang tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak khusus karena
memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional (Suran & Rizzo
dalam Mangunsong, 2009)
Dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia Tahun (2011) definisi anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan/ keluarbiasaan baik fisik,
mental-intelektual, sosial maupun emosional yang berpengaruh secara signifikan
dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya.
2.4.2 Klasifikasi anak berkebutuhan khusus
Menurut Hallahan dan Kauffman (1944) yang termasuk anak berkebutuhan
khusus adalah (1) tunagrahita (mental retardation) atau anak dengan hambatan
perkembangan (child with development impairmental), (2) kesulitan belajar
(learning disabilities), (3) tuna laras (Emotional and behavioral diosrder), (4)
tunadaksa (physical disabilities), (5) gangguan komunikasi (disorder of
communication), (6) autis (autism), (7) tunarungu (impaired hearing), (8)
tunanetra (impaired sight) dan (9) anak berbakat (special gifts or talent).
Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil tiga jenis disabilitas anak
berkebutuhan khusus, yaitu tunanetra, tunarungu dan tunagrahita.
2.4.2.1 Tunanetra
Seseorang dapat dikatakan tunanetra jika setelah dilakukan berbagai upaya
perbaikan terhadap kemampuan visualnya, ternyata ketajaman visualnya tidak
32
melebihi 20/200 atau setelah dilakukan berbagai upaya perbaikan terhadap
kemampuan visualnya ternyata pandangannya tidak melebihi 20 derajat (Hallahan
& Kauffman, 1944).
Adapun definisi anak tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya
penglihatan berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian (Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia,
2011). Sedangkan menurut Soemantri (2006) mendefinisikan anak tunanetra
sebagai individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi
sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya
orang awas.
Ciri utama dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan adalah adanya
penglihatan yang tidak normal. Bentuk-bentuk ketidaknormalannya dapat dilihat
sebagai berikut (Mangunsong, 2009):
1. Penglihatan samar-samar untuk jarak dekat atau jauh, hal ini dijumpai
pada kasus myopia, hyropia ataupun astigmatismus. Semua ini masih
dapat di atasi dengan menggunakan kacamata ataupun lensa kontak.
2. Medan penglihatan yang terbatas, misalnya hanya jelas melihat tepi/perifer
atau sentral.
3. Tidak mampu membedakan warna
4. Adaptasi terhadap terang dan gelap terhambat. Banyak terjadi pada proses
penuaan.
5. Sangat sensitif/peka terhadap cahaya atau ruang terang.
33
Selanjutnya, Soemantri (2006) mengungkapkan ada dua faktor yang
menyebabkan anak mengalami tunanetra. Di antaranya:
1. Faktor Internal
Faktor- faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama dalam
kandungan. Di antaranya: faktor gen, kondisi psikis ibu, kekurangan gizi,
keracunan obat, dll.
2. Faktor Eksternal
Faktor- faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan. Contoh:
kecelakaan, terkena penyakit siphlis yang mengenai matanya saat
dilahirkan, pengaruh alat bantu medis (tang) saat melahirkan sehingga
sistem syaraf terjadi kerusakan, kurang gizi atau vitamin, terkena racun,
virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan mata
karena penyakit, bakteri ataupun virus.
Secara garis besar anak tunanetra diklasifikasikan menjadi dua macam
(Soemantri, 2006), yaitu:
1. Total blind (Buta), jika anak sama sekali tidak memiliki kemampuan
untuk menerima rangsang cahaya dari luar.
2. Low vision, bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar,
tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu
membaca headline surat kabar.
Selain dua klasifikasi besar tersebut, tunanetra juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan waktu terjadinya ketunetraan (Agustyawati & Solicha, 2009), yaitu:
34
1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir, yakni mereka yang sama sekali tidak
memiliki pengalaman penglihatan.
2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil, mereka telah memiliki kesan-
kesan serta pengalaman visual tapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3. Tunanetra pada usia dewasa, pada umumnya mereka yang dengan segalaa
kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
4. Tunanetra dalam usia lanjut, sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-
latihan penyesuaian diri.
Anak yang sejak lahir mengalami tunanetra berat akan kesulitan untuk belajar
bahasa, sebab sebagian besar proses pembelajaran bahasa dan bicara pada anak
melalui imitasi dan penglihatan yang diobservasi dari lingkungannya (Efendi,
2006). Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa intelektual anak dengan
keterbatasan penglihatan secara umum tidak mengalami hambatan yang berarti.
Agustyawati dan Solicha (2009) mengungkapkan bahwa intelektual atau
kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal/
awas. Kecenderungan IQ anak tunenetra pada batas atas sampai batas bawah, jadi
ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan yang kurang pintar.
Selanjutnya, anak tunanetra akan mengalami kesulitan untuk memperoleh
informasi tentang situasi sekitar lingkungannya yang menyebabkan anak tunanetra
kesulitan menyelaraskan tindaknnya pada situasi yang ada. Keterbatasan ini akan
membuat mereka merasa terisolasi dari orang normal, atau dapat menimbulkan
perasaan bimbang, ragu, tidak percaya diri jika berada dalam situasi yang tidak
dikenalnya (Efendi, 2006). Oleh karena itu, perkembangan sosial anak tunanetra
35
sangat bergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan
terutama keluarga terhadap anak tunanetra itu sendiri (Agustyawati & Solicha,
2009).
Orangtua adalah pihak yang paling berat yang merasakan dampak lahirnya
anak tunanetra dalam keluarga sehingga sebagian orangtua tidak siap menerima
kehadiran anak tunanetra tersebut. Soemantri (2006) menyebutkan lima reaksi
orangtua yang memiliki anak tunanetra, yaitu:
1. Penerimaan secara realistis terhadap anak dan ketunanetraannya
Sikap ini ditujukan dengan pemberian kasih sayang yang wajar serta
pemberian perlakuan yang sama dengan anak lainnya. Orangtua terbuka
terhadap permasalahan yang dihadapi anak dan keluarganya.
2. Penyangkalan terhadap ketunanetraan anak
Ketunanetraan anak biasanya dianggap dengan sikap yang terbuka tetapi
disertai dengan berbagai alasan yang tidak realistis terhadap kecacatannya
terutama terhadap kebutuhan dan permasalahannya. Dalam pendidikan,
orangtua seringkali tidak percaya bahwa anaknya perlu layanan secara
khusus dan menyangkal bahwa akhirnya prestasi rendah.
3. Perlindungan yang berlebihan (Overprotection)
Biasanya dilakukan orangtua sebagai kompensasi karena ketunanetraan
anaknya dirasakan sebagai akibat dari perasan bersalah atau berdosa.
Sikap ini cenderung tidak menguntungkan bagi anak, karena akan
menghambat perkembangan dan kematangan anak terutama dalam aspek
kemandirian.
36
4. Penolakan secara tertutup
Biasanya ditunjukkan dengan sikap menyembunyikan anaknya dari
masyarakat. Orangtua tidak ingin diketahui memiliki anak tunanetra.
Selain itu, orangtua tidak peduli, tidak menyayangi dan cenderung
mengasingkan anaknya dari lingkungan keluarga.
5. Penolakan secara terbuka
Orangtua dalam tahapan ini akan menyadari kekurangan anaknya, tetapi
secara rasio dan emosional orangtua tidak pernah dapat menerima
kehadiran anaknya tersebut. Selain itu, orangtua tidak akan pernah merasa
bersalah dan tidak mau menerima kenyataan tersebut. Orangtua hanya
ingin mengetahui penyebab kekurangan anaknya dari para ahli, tetapi tidak
pernah menemukan jawabannya. Pada akhirnya orangtua yang demikian
biasanya bersikap masa bodoh dan tidak peduli terhadap segala kebutuhan
anaknya.
Hummer dan Turner (1932) dalam bukunya menyebutkan bahwa orangtua
berperan penting dalam meningkatkan kehidupan bagi anak yang memiliki
gangguan penglihatan. Oleh karena itu, orangtua anak berkebutuhan khusus lebih
baik menerima secara realistis tanpa adanya sikap overprotecting atau sebaliknya
yang menunjukkan harapan yang tinggi. Untuk menuju proses keseimbangan ini,
orangtua membutuhkan konseling dengan penilaian akurat tentang kemampuan
anak.
Peranan penting orangtua anak berkebutuhan khusus selanjutnya adalah
menyediakan anak dengan berbagai pengalaman yang membantu perkembangan
37
indera lainnya, seperti mendengar, menyentuh, merasa dan mencium. Selain itu,
orangtua memberikan intervensi secara medikal, pendidikan, dan sumber sumber
psikologi sedini mungkin untuk memberikan pelatihan dan pengobatan yang
dibutuhkan. Orangtua menekankan kekuatan anak daripada kekurangannya dan
memberikan pengalaman akan keberhasilan agar anak dapat mengembangkan
konsep diri yang positif.
2.4.2.2 Tunarungu
Hallahan dan Kaufman (1944) mendefinisikan tunarungu sebagai istilah umum
yang mengindikasikan gangguan pendengaran, yang tingkat keparahannya dari
ringan sampai berat. Di antaranya tuli dan kesulitan untuk mendengar.
Orang yang tuli adalah mereka yang ketidakmampuan mendengarnya
menghambat keberhasilan memproses informasi bahasa melalui pendengaran
dengan maupun tanpa alat bantu dengar. Sementara itu, orang yang secara umum
sulit untuk mendengar dengan bantuan alat bantu dengar, masih memiliki
kemampuan mendengar yang cukup untuk memproses informasi bahasa melalui
pendengaran (Brill, MacNeil & Newman dalam Hallahan & Kaufmann, 1944).
Sedangkan, Soemantri (2006) mendefinisikan tunarungu bagi mereka yang
kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya
(deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional
didalam kehidupan sehari-hari. Adapun faktor-faktor terjadinya ketunarunguan
pada anak (Soemantri, 2006), yaitu:
1. Pada saat sebelum dilahirkan
a. Orangtua memiliki gen sel pembawa sifat abnormal.
38
b. Ibu menderita penyakit pada saat kehamian tri semester pertama yaitu
saat pembentukan ruang telinga
c. Keracunan obat- obatan pada saat kehamilan.
2. Pada saat kelahiran
a. Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan
dibantu dengan penyedotan (tang)
b. Prematuritas, yakni bayi yang lahir belum waktunya.
3. Pada saat setelah kelahiran
a. Ketulian yang terjadi karena infeksi (meningitis, difteri, morbili)
b. Pemakaian obat-obatan otoksi pada anak-anak
c. Terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat
pendengaran (ex: jatuh).
Selanjutnya, Mangunsong (2009) membuat kategorisasi dari ketulian tampak
sebagai berikut:
1. Kelompok 1: Hilangnya pendengaran yang ringan (20-30 dB). Orang-
orang dengan kehilangan pendengaran sebesar ini mampu berkomunikasi
dengan menggunakan pendengarannya. Gangguan ini merupakan ambang
batas (borderline) antar orang yang sulit mendengar dengan orang normal.
2. Kelompok 2: Hilangnya pendengaran yang marginal (30-40 dB). Orang-
orang dengan gangguan ini sering mengalami kesulitan untuk mengikuti
suatu pembicaraan pada jarak beberapa meter. Pada kelompok ini, orang-
orang masih bisa menggunakan telinganya untuk mendengar, namun harus
dilatih.
39
3. Kelompok 3: Hilangnya pendengaran yang sedang (40-60 dB). Dengan
bantuan alat bantu dengar dan bantuan mata, orang-orang ini masih bisa
belajar berbicara dengan mengandalkan alat-alat pendengaran.
4. Kelompok 4: Hilangnya pendengaran yang berat (60-75 dB). Orang-orang
ini tidak bisa belajar berbicara tanpa menggunakan teknik-teknik khusus.
Pada gangguan ini mereka sudah dianggap sebagai “tuli secara edukatif”.
Mereka berada pada ambang batas antara sulit mendengar dengan tuli.
5. Kelompok 5: Hilangnya pendengaran yang berat (>75 dB). Orang-orang
dalam kelompok ini tidak bisa belajar bahasa hanya semata-mata dengan
mengandalkan telinga, meskipun didukung dengan alat bantu dengar
sekalipun.
Secara historis, anak tunarungu mengalami kesulitan yang besar dalam
berbahasa sehingga tak jarang dijuluki “tuli” dan “bisu”, yaitu mereka tidak bisa
mendengar dan berbicara. Namun, istilah tersebut tidak beralasan setelah
ditemukan hubungan antara mendengar dan berbicara (Mangunsong, 2009). Pada
umumnya dari segi bahasa anak tunarungu mempunyai ciri khas (Agustyawati &
Solicha, 2009), di antaranya:
1. Miskin dalam kosakata
2. Sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung arti
kiasan.
3. Sulit mengartikan kata-kata abstrak
4. Kurang menguasai irama dan gaya bahasa
40
Dan pada dasarnya kondisi kecerdasan anak tunarungu dilihat dari
distribusinya tidak berbeda dengan anak normal, tetapi untuk menggambarkan
secara nyata akan keragaman kecerdasan anak tunarungu mengalami kesulitan.
Hal ini disebabkan kemiskinan bahasa dan kesulitan berkomunikasi merupakan
penyebab perbedaan apa yang tidak dapat dan apaa yang dapat dikerjakan anak
tunarungu maupun normal (Efendi, 2006). Selain itu, fungsi intelektual anak
tunarungu juga sulit diukur karena kebanyakan alat ukurnya berbentuk verbal,
dimana sangat bergantung pada kemampuan bahasa seseorang (Mangunsong,
2009).
Soemantri (2006) menyebutkan bahwa anak tunarungu sering mengalami
berbagai konflik, kebingungan dan ketakutan. Oleh karena itu, kecemasan akan
menghampiri anak tunarungu saat menghadapi lingkungan yang beraneka ragam,
disebabkan minimnya komunikasi dan bahasa yang dapat dan membuat anak
tunarungu tidak mampu terlibat secara baik dalam bersosialisasi. Selain itu, bukti
lain menujukkan bahwa anak yang tuli lebih impulsive daripada anak yang
memiliki pendengaran yang normal. Sehingga orangtua menilai mereka terlalu
bergantung, gelisah, cerewet dan tidak patuh kepada orangtua (Hummer & Turner
1932).
Oleh karena itu, orangtua anak tunarungu akan lebih protektif daripada
orangtua yang memiliki anak normal dalam usaha mereka untuk menjaga anak
mereka dari bahaya. Sikap protektif ini terjadi karena ketidakmampuan anak
mendengar panggilan orangtua, sehingga orangtua harus mengetahui metode
untuk membantu anaknya ketika terkena bahaya (Hummer & Turner 1932).
41
Selanjutnya, Agustyawati dan Solicha (2009) menyebutkan empat masalah
penting yang merupakan kesulitan orangtua anak tunarungu, di antaranya:
1. Pemahaman akan apa yang salah pada anaknya yang tunarungu.
2. Masalah-masalah praktis dalam mengatur dan membimbing anak,
menyangkut latihan kecakapan bahasa, latihan kegiatan keluarga serta
latihan dan pembiasaan dalam kehidupan dan pergaulan luas.
3. Problem emosional yang meliputi penerimaaan secara wajar kehadiran
anaknya.
4. Problem pengalaman yang merangkum probelm geografis, medis dan
ekonomis.
2.4.2.3 Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam kepustakaan asing digunakan
istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, dll
(Soemantri, 2006).
Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama menjelaskan kondisi
anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan
intelegensi atau ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau
dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya
mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan disekolah luar
biasa secara klasikal. Oleh karena itu, anak terbelakang mental membutuhkan
layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak
tersebut (Soemantri, 2006).
42
Anak tunagrahita memiliki banyak keragaman dalam tingkah laku, dimana hal
ini menunjukkan keunikan dirinya. Mangunsong (2009) menyebutkan defisit yang
dialami anak tunagrahita mencakup beberapa area utama, yaitu:
1. Atensi (perhatian) sangat diperlukan dalam proses belajar. Seseorang
harus dapat memusatkan perhatiannya sebelum ia mempelajari sesuatu.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa anak tunagrahita mengalami
kesulitan belajar disebabkan karena masalah dalam memusatkan
perhatiannya. Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda
yang salah serta sulit mengalokasikan perhatian mereka dengan tepat.
2. Daya ingat. Sebagian besar dari mereka yang menderita keterbelakangan
mental mengalami kesulitan dalam mengingat suatu informasi.
3. Perkembangan bahasa. Secara umum anak tunagrahita mengikuti tahap-
tahap perkembangan bahasa yang sama dengan anak yang normal, tetapi
perkembangan bahasa mereka biasanya terlambat muncul, lambat
mengalami kemajuan dan berakhir pada tingkat perkembangan yang
rendah.
4. Self regulation. Adalah kemampuan seseorang untuk mengatur tingkah
lakunya sendiri. Self regulation merupakan salah satu alasan utama
mengapa penderita keterbelakangan mental memiliki masalah dalam daya
ingatnya. Jadi bila seseorang diberikan sejumlah daftar kata-kata yang
perlu diingat, maka kebanyakan orang akan mengulanginya dengan cara
mengahafal dan menyaimpannya dalam ingatan. Akan tetapi, mereka yang
43
keterbelakangan mental mengalami kesulitan dalam menentukan self-
regulation nya seperti mengulang suatu materi.
5. Perkembangan sosial. Anak tunagrahita cenderung sulit mendapat teman
dan mempertahankan teman disebabkan mereka tidak tahu bagaimana
memulai interaksi sosial dengan orang lain dan mereka tidak sedang
berusaha untuk berinteraksi dengan orang lain melainkan menampilkan
tingkah laku yang membuat teman-teman mereka menjauh.
6. Motivasi. Jika anak tungrahita selalu mengalami kegagalan maka dapat
berisiko mengembangkan kondisi learned helplesness, dimana munculnya
perasaan bahwa seberapa besarpun usaha mereka, pasti akan menunjukan
kegagalan.
7. Prestasi akademis, anak tunagrahita akan terhambat dalam semua prestasi
akademisnya dibandingkan dengan mereka yang normal. Performa anak-
anak cacat mental pada semaua area kemampuan akdemis berada dibawah
rata-rata mereka yang sesuai dengannya.
Adapun faktor penyebab tunagrahita dapat dibedakan dalam faktor
lingkungan maupun faktor yang bersumber dari dalam. Faktor lingkungan pada
masa prenatal berpengaruh pada perkembangan anak. Malnutrisi pada ibu,
keracunan atau efek obat-obatan saat kehamilan, radiasi (sinar X-rays atau nuklir),
kerusakan pada otak waktu kelahiran, panas yang terlalu tinggi, infeksi pada ibu
seperti rubella (campak jerman), gngguan pada otak, gangguan fisiologis dan
pengaruh lingkungan pada anak-anak yang dibesarkan di lingkungan buruk.
Sementara itu, faktor bersumber dari dalam yaitu faktor keturunan yang dapat
44
berupa gangguan pada plasma inti atau chromosome abnormality (Mangunsong,
2009).
Pengelompokan pada umumnya didasarkan pada taraf intelegensinya, yang
terdiri dari tiga macam (Soemantri, 2006). Di antaranya:
1. Tunagrahita ringan (moron atau debil)
Kelompok ini memiliki IQ 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala
Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar
membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan
pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan
memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Pada umunya anak
tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik
tampak seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu, agak sukar
membedakan secara fisik anak tunagrahita
2. Tunagrahita sedang (imbesil)
Kelompok ini memiliki IQ 51-36 menurut Binet, sedangkan menurut skala
Weschler (WISC) memiliki IQ 54-40. Anak tunagrahita sedang snagat
sulit bahakan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis,
membaca dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara
social, misalnya menulis namanya sendiri, alamat rumahnya, dll.
Meskipun demikian, mereka dapat didik mengurus diri sendiri, melindungi
diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan dijalan
raya, berlindung dari hujan dan sebagainya.
45
3. Tunagrahita berat (idiot)
Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan
sangat berat. Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ 32-20 menurut Binet,
sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ 39-25.
Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut
binet dan IQ dibawah 24 menurut skala Weschler. Anak tunagrahita berat
memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi,
makan dll. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya
sepanjang hidupnya.
Orang yang paling banyak menanggung beban akibat ketunagrahitaan adalah
orangtua dan keluarga anak tersebut. Soemantri (2006) menyebutkan bahwa
perasaan dan tingkah laku orangtua itu berbeda-beda dan dapat dibagi menjadi:
1. Perasaan melindungi anak secara berlebihan, yang dibagi dalam wujud:
a. Proteksi biologis
b. Perubahan emosi yang tiba-tiba, hal ini dapat mendorong untuk
menolak kehadiran anak dengan memberikan sikap dingin, menolak
dengan rasionalisasi yaitu menahan anaknya dengan mendatangkan
orang yang terlatih untuk mengurusnya, merasa berkewajiban untuk
memelihara tetapi melakukan tanpa memberikan kehangatan dan
memeliharanya dengan berlebihan sebagai kompensasi terhadap
perasaan menolak.
2. Ada perasaan bersalah melahirkan anak berkelainan, kemudian terjadi
praduga yang berlebihan dalam hal:
46
a. Merasa ada yang tidak beres tentang urusan keturunan, perasaan ini
mendorong timbulnya depresi
b. Merasa kurang mampu mengasuhnya.
3. Kehilangan kepercayaan akan mempunyai anak yang normal.
a. Karena kehilangan kepercayaan tersebut orangtua cepat marah dan
memiliki tingkah laku agresif
b. Kedudukan tersebut dapat mengakibatkan depresi
c. Pada permulaan, mereka segera menyesuaikan diri sebagai orangtua
anak tunagrahita, akan tetapi mereka terganggu lagi saat menghadapi
peristiwa-peristiwa kritis.
4. Terkejut dan kehilangan kepercayaan diri, kemudian berkonsultasi untuk
mendapat berita-berita yang lebih baik
5. Merasa bingung malu, yang mengakibatkan orangtua kurang suka bergaul
dengan tetangga dan lebih suka menyendiri.
2.5 Kehidupan Orangtua Anak Berkebutuhan Khusus
Setiap orangtua mengharapkan kesehatan dan kebahagiaan anak. Akan tetapi,
kelahiran anak berkebutuhan khusus akan membuat orangtua dalam kebingungan
dan memiliki masalah yang berkepanjangan sehingga akan mengalami tekanan
yang mendalam yang kita sebut stres (Christensen dan DeBlassie dalam Hammer
& Turner 1932).
Orangtua anak berkebutuhan khusus melihat ada perbedaan perkembangan
dalam setiap tahapan perkembangan anaknya dibandingkan anak yang lainnya.
Oleh karena itu, mereka merasa cemas dan mental yang tertekan. Selain itu,
47
orangtua anak berkebutuhan khusus melihat perkembangan anaknya dengan
cemas dan memikirkan yang akan mengurus anak mereka setelah mereka
meninggal (Tavakol, 2008).
Klaus (dalam Hummer & Turner 1932) menyebutkan reaksi awal orangtua
anak berkebutuhan khusus adalah tidak percaya dengan kenyataan akan kelahiran
anaknya yang berbeda dengan yang lain. Rasa tidak percaya orangtua ini disertai
penolakan atau keinginan untuk pergi dari situasi tersebut. Penolakan ini terjadi
karena orangtua membutuhkan sedikit waktu untuk menerima kekecewaan,
penderitaan dan perubahan dalam keluarga. Orangtua juga akan mengalami rasa
sedih yang mendalam, kecemasan dan ketakutan yang berlebihan akan kehidupan
anak.
Reaksi lain orangtua anak berkebutuhan khusus adalah menyalahkan dirinya
sendiri ketika sedang mencari penyebab kekurangan pada anaknya. Rasa bersalah
itu muncul karena kurangnya pengetahuan akan sebab kelahiran anak
berkebutuhan khusus (Christensen dan DeBlassie dalam Hummer & Turner
1932). Begitu pula dengan Halahan dan Kaufman (1944) menyebutkan bahwa
rasa bersalah adalah perasaan yang paling dirasakan oleh ibu dari anak
berkebutuhan khusus.
2.6 Kerangka berpikir
Bagi orangtua anak adalah harapannya dimasa mendatang, maka kehadiran anak
dalam keluarga merupakan hal yang ditunggu bagi semua orangtua dimuka bumi
ini. Akan tetapi, harapan itu akan menjadi kekecewaan ketika anak yang ditunggu
memiliki keterbatasan dan ketidaksempurnaan seperti anak-anak yang lain.
48
Karena, orangtua harus menghadapi penerimaan, kompetensi pengasuhan dan
ketidakpastian mengenai masa depan anak.
Pada kenyataannya, mengasuh anak dapat menghadirkan pengalaman yang
menegangkan bagi orangtua dan menuntut secara emosional (Lauer dan Lauer,
2007), sehingga tanggung jawab mengasuh anak terkadang membuat orangtua
mengalami stres (Brooks, 2003). Begitu pula orangtua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus akan mengalami stres yang disertai ketidakseimbangan
dalam sistem keluarga (Boyd, 2002). Jeenabadi (2013) dalam hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa tingkat stres pada orangtua dengan anak bekebutuhan khusus
signifikan lebih tinggi daripada orangtua dengan anak normal.
Stress pada orangtua atau parenting stress di definisikan sebagai kecemasan
atau ketegangan berlebihan yang secara khusus terkait dengan peran orangtua dan
interaksi orangtua dan anak. Stres tersebut mendorong ke arah tidak berfungsinya
pengasuhan orangtua dalam menanggapi konflik dengan anak-anak mereka secara
maksimal (Abidin dalam Ahern. 2004). Variabel-variabel yang mempengaruhi
parenting stres antara lain: karakteristik anak, peran orangtua dalam parenting,
hubungan dengan pasangan, kesehatan orangtua, interaksi orangtua dan anak,
dukungan sosial dan kemampuan/kepercayaan diri yang dimiliki orangtua
(Abidin, 1992).
Pada penelitian ini, peneliti mengambil dua variabel dari variabel-variabel
diatas yang dapat mempengaruhi parenting stress yaitu kemampuan yang dimiliki
orangtua dan dukungan sosial yang diperoleh orangtua.
49
Persepsi orangtua terhadap kemampuannya untuk menjalankan perannya
sebagai orangtua yang dapat membantu perkembangan anak secara positif disebut
parenting self-efficacy. Orangtua yang memiliki parenting self-efficacy yang
tinggi secara kognitif dan emosional akan lebih memperhatikan pertumbuhan,
perkembangan dan kepribadian anak secara maksimal (Ryff dalam Maclnnes,
2006). Selain itu, orangtua yang memiliki parental self-efficacy yang tinggi akan
bersikap positif dalam parenting dan akan lebih mengetahui kebutuhan anak
(Small, 2010).
Parenting self-efficacy dapat dijadikan sebagai penyangga dan sumber daya
penting untuk menghadapi parenting stress (Raikes & Thompson, 2005). Hal ini
ditunjukkan dengan tingkat parenting self-efficacy yang secara signifikan
mempengaruhi tingkat parenting stress orangtua dalam parenting. Bloomfield dan
Kendal (2012) hasil penelitiannya menunjukan bahwa orangtua yang memiliki
self-efficacy yang rendah akan merasakan tekanan stres yang lebih tinggi
sedangkan orang tua yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan merasakan
tekanan stres yang rendah sesuai.
Selain parenting self-efficacy, dukungan sosial juga berkontribusi untuk
menetralkan stres. Dukungan sosial berkembang dari hubungan dan interaksi
antara individu, keluarga, teman sebaya dan sistem sosial yang lebih besar (Boyd,
2002). Dukungan sosial dalam penelitian ini berbentuk attachment, integrasi
sosial, pengakuan kemampuan oleh orang lain, hubungan yang dapat diandalkan,
bimbingan dan perasaan dibutuhkan oleh orang lain.
50
Orangtua yang mendapat dukungan sosial akan mengalami parenting stress
yang rendah dan memiliki hubungan yang lebih positif dengan anak mereka.
Sebaliknya, jika orangtua tidak mendapatkan dukungan sosial, maka orangtua
akan kesulitan menghadapi anak mereka (Boyd, 2002). Peer dan Hilman (2012)
hasil penelitiannya menunjukan bahwa dukungan sosial mempengaruhi tingkat
parenting stress yang dialami oleh orangtua dan perawat anak berkebutuhan
khusus.
Dukungan sosial merupakan sumber daya untuk mengurangi tingkat
kecemasan dan depresi ibu dan secara tidak langsung memudahkan ibu untuk
menghasilkan parenting yang positif (Sipal & Sayin, 2013). Oleh karena itu,
dukungan sosial dipercaya dapat membantu orangtua untuk mengatasi kesulitan
yang mereka alami saat membesarkan anak-anak disabilitas (Kraus dalam
Walker, 2000).
Selanjutnya, hal lain yang memiliki pengaruh terhadap parenting stress adalah
jenis kelamin. Berbagai penelitian jenis kelamin orangtua terhadap parenting
stress memperlihatkan hasil yang berbeda. Kraus (1993) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa ayah dan ibu anak berkebutuhan khusus mengalami tingkat
parenting stres yang sama.
Akan tetapi, berbeda halnya dengan hasil penelitian Sharpley (1997) yang
menunjukkan bahwa ibu mengalami parenting stress yang lebih tinggi daripada
ayah. Dikuatkan oleh darvis (2008) yang menyatakan adanya perbedaan tingkat
parenting stress yang dialami di antara ayah dan ibu. Dari penjelasan di atas,
peneliti mencoba menggambarkan kerangka penelitian ini melalui bagan berikut:
51
Gambar 2.2 Kerangka berpikir penelitian
Parenting
Self-Efficacy
Domain General
Domain Spesific
dan task spesific
Dukungan Sosial
Reassurance of Worth
Attachment
Social Integration
Opportunity for Nurturance
Guidance
Relliable Alliance
Jenis Kelamin Orangtua
Parenting Stress
orangtua ABK
52
2.7 Hipotesis penelitian
Untuk melengkapi teori-teori di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis
penelitian secara terperinci sebagai berikut:
1. Hipotesis mayor
H1: Ada pengaruh yang signifikan domain general parenting self-efficacy,
domain spesific parenting self-efficacy Attachment, social integration,
reasuurance of worth, relliable alliance, guidance, opportunity for
nurturance dan jenis kelamin orangtua terhadap parenting stress pada
orangtua anak berkebutuhan khusus.
2. Hipotesis minor
H1: Ada pengaruh yang signifikan domain-general dari parenting self-
efficacy terhadap parenting stress pada orangtua anak berkebutuhan
khusus.
H2: Ada pengaruh yang signifikan task spesific dan domain-spesific dari
parenting self-efficacy terhadap parenting stress pada orangtua anak
berkebutuhan khusus.
H3: Ada pengaruh yang signifikan Attachment dari dukungan sosial
terhadap parenting stress pada orangtua anak berkebutuhan khusus.
H4: Ada pengaruh yang signifikan Social Integration dari dukungan sosial
terhadap parenting stress pada orangtua anak berkebutuhan khusus.
H5: Ada pengaruh yang signifikan Reassurance of Worth dari dukungan
sosial terhadap parenting stress pada orangtua anak berkebutuhan
khusus.
53
H6: Ada pengaruh yang signifikan Reliable Alliance dari dukungan sosial
terhadap parenting stress pada orangtua anak berkebutuhan khusus.
H7: Ada pengaruh yang signifikan Guidance dari dukungan sosial terhadap
parenting stress pada orangtua anak berkebutuhan khusus.
H8: Ada pengaruh yang signifikan Opportunity for Nurturance dari
dukungan sosial terhadap parenting stress pada orangtua anak
berkebutuhan khusus.
H9: Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin orangtua terhadap
parenting stress pada orangtua anak berkebutuhan khusus.
54
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ketiga ini akan dipaparkan prosedur yang digunakan saat dilakukannya
penelitian. Di dalamnya mencakup populasi, sampel dan teknik pengambilan
sampel. Selain itu, bab ini membahas variabel penelitian, definisi operasional
variabel, instrumen pengumpulan data, uji validitas instrumen pengumpulan data,
prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data.
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah orangtua dari anak berkebutuhan khusus
yang berada di SLB A Pembina Lebak Bulus Jakarta Selatan dan SLB BC Nur
Abadi Jagakarsa Jakarta Selatan. Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 150 orangtua anak berkebutuhan khusus dengan tiga jenis
disabilitas, yaitu: tunanetra, tunarungu dan tunagrahita.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
nonprobability sampling dengan accidental sampling atau penentuan sampel
berdasarkan kebetulan. Teknik ini dilakukan dengan pengambilan sampel yang
dilakukan tiba-tiba berdasarkan siapa yang ditemui peneliti. Siswa dari dua
sekolah tersebut memiliki jenis disabilitas yang akan diteliti, yaitu tunanetra,
tunarungu dan tunagrahita. Pada SLB A Pembina Jakarta ditentukan 50 orangtua
siswa yang dijadikan sampel dan SLB BC Nur Abadi Jagakarsa ditentukan 100
orangtua siswa yang dijadikan sampel.
55
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Variabel penelitian
Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Parenting stress (dependent variable)
2. Parenting self-efficacy (independent variable)
a. Domain general (X1)
b. Task spesific dan domain spesific (X2)
3. Dukungan sosial (independent variable)
a. Attachment (X3)
b. Social integration (X4)
c. Reassurance of worth (X5)
d. Reliable alliance (X6)
e. Guidance (X7)
f. Opportunity for nurturance (X8)
4. Jenis kelamin (X9)
3.2.2 Definisi operasional variabel
Berikut definisi operasional untuk variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini:
1. Parenting stress adalah kecemasan dan ketegangan yang berlebihan terhadap
perannya sebagai orangtua yang disebabkan interaksi antara orangua dengan
anak dan minimnya sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kewajiban
sebagai orangtua, yang meliputi tiga aspek, yaitu:
a. The parent distress (pengalaman stress yang dialami orangtua dalam
kehidupannya dan dalam pengasuhan anaknya).
56
b. The parent-child dysfunctional interaction (interaksi orangtua dan anak
yang tidak baik serta tingkat harapan orangtua terhadap anak)
c. The difficult child (karakteristik anak yang dapat meningkatkan parenting
stress).
2. Parenting self-efficacy adalah harapan dan keyakinan orangtua untuk
mengasuh anaknya dalam perkembangannya dengan sebaik mungkin yang
berpacu pada tiga aspek yang dikemukakan oleh Coleman (2000), yaitu:
a. Task-spesific (persepsi orangtua terhadap kompetensi mereka yang
berkaitan dengan tugas yang berbeda dalam domain orangtua) lalu
domain-spesific (kombinasi pengukuran dari task-specific, yang
mencerminkan pengukuran self-efficacy dalam domain yang lebih luas
yaitu pengasuhan). Dalam penelitian ini, peneliti menggabungkan aspek
task-spesific dan domain-spesific dalam satu pengukuran.
b. Domain general (ekspektasi efficacy secara umum yang tidak terkait
dengan tugas-tugas pengasuhan tertentu).
3. Dukungan sosial adalah bentuk bantuan yang diterima dari orang lain yang
disayang dan dihargai kepada individu yang sedang mengalami tekanan
dalam kehidupannya. Dalam penelitian ini, dukungan sosial memiliki enam
aspek, yaitu:
a. Attachment adalah kedekatan emosional yang menjadikan invidu
memiliki rasa aman dan nyaman.
57
b. Social integration adalah peran dan perasaan dalam suatu kelompok yang
memungkinkan individu untuk berbagi minat, perhatian serta melakukan
kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama.
c. Reassurance of worth adalah pengakuan atas kemampuan dan
keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga
terhadap kompetensi, keterampilan dan nilai yang dimiliki seseorang.
d. Reliable alliance adalah hubungan yang dapat diandalkan ketika individu
membutuhkan bantuan tersebut.
e. Guidance adalah saran dan informasi yang diperoleh dari orang yang
dapat dipercaya dan berwibawa.
f. Opportunity for nurturance adalah adanya perasaan dibutuhkan oleh
orang lain.
4. Jenis kelamin orangtua adalah variabel yang diukur dengan cara meminta
subjek untuk mengisi identitas diri mereka yang telah disediakan pada
kuesioner. Jenis kelamin diketahui dengan mencentang pilihan jenis kelamin,
yaitu laki-laki (disandikan satu) dan perempuan (disandikan nol).
3.3 Intrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala model likert dengan empat
kategori jawaban, yaitu:
1. STS (sangat tidak setuju)
2. TS (tidak setuju)
3. S (setuju)
4. SS (sangat setuju)
58
Pada skala penelitian ini terdapat pernyataan positif (favorable) dan
pernyataan negatif (unfavorable). Untuk pernyataan favorable jawaban sangat
setuju memiliki nilai tertinggi dan nilai terendah pada jawaban sangat tidak setuju.
Sedangkan dalam pernyataan unfavorable jawaban sangat setuju memiliki nilai
terendah dan jawaban sangat tidak setuju memiliki nilai jawaban yang tertinggi.
Jika digambarkan dalam bentuk tabel, maka hasilnya sebagai berikut:
Tabel 3.1
Skoring item favorable dan unfavorable
Pernyataan STS (Sangat Tidak
Setuju)
TS (Tidak Setuju)
S (Setuju)
SS (Sangat Setuju
Favorable
1 2 3 4
Unfavorable
4 3 2 1
3.3.1 Alat ukur parenting stress
Untuk mengukur parenting stress pada orangtua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus, peneliti menggunakan alat ukur baku yang dikembangkan
oleh Abidin (1995) yang dinamakan parenting stress index- short form (PSI-SF).
PSI-SF ini mengukur tiga aspek yaitu: the parent distress, the difficult child, dan
the parent-child dysfunctional interaction.
Peneliti melakukan pengadaptasian PSI-SF ini dengan menterjemahkan
sendiri alat ukur tersebut ke bahasa Indonesia. Tujuan dilakukannya adaptasi
adalah untuk mempermudah partisipan dalam pengisian kuesioner. Di samping
itu, peneliti mengurangi jumlah item yang asal mulanya 36 item menjadi 31 item.
Dalam pengisiannya alat ukur ini menggunakan skala model likert dengan
59
rentangan lima poin (sangat setuju, setuju, ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju).
Akan tetapi, peneliti mengubah rentangan menjadi empat poin (sangat setuju,
setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju) dengan pertimbangan agar tidak ada
jawaban skala ragu-ragu. Adapun blue print dari skala parenting stress index -
short form dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.2
Blue Print Parenting Stres Index – Short Form (PSI-SF)
No Aspek Indikator Favorable Jumlah
1. The Parent
Distress
Kemampuan orangtua 1,2,3 3
Keterbatasan peran orangtua 4,5 2
Gejala depresi orangtua 6,11,12 3
Tingkat kesehatan orangtua 7 1
Hubungan dengan pasangan 8 2
Dukungan sosial yang
diperoleh orangtua
9,10 1
2. The Parent-
Child
Dysfunctional
Interaction
Penguatan positif bagi
orangtua dari anak
13,15,22 3
Kedekatan emosional orangtua
dan anak
14,21 2
Kesesuaian karakteristik anak
dengan orangtua
16,17,18,
19,20
5
3. The Difficult
Child
Perilaku anak yang terlalu aktif 23,27 2
Mood anak 24,25,28 3
Tuntutan anak terhadap
orangtua
26,31 2
Karakteristik anak yang sulit
diatur
29,30 2
Jumlah Item 31
60
3.3.2 Alat ukur parenting self-efficacy
Untuk mengukur parenting self-efficacy orangtua anak berkebutuhan khusus,
peneliti menggunakan dua skala baku untuk mengukur tiga aspek yang ada dalam
parenting self-efficacy. Skala pertama yang digunakan oleh peneliti adalah
parenting sense of competence (PSOC) untuk mengukur domain-general dari
parenting self-efficacy. Skala ini disusun oleh Gibaud-Wallston & Wandersman
pada tahun 1978. Skala ini terdiri dari 16 item yang mengukur dua domain, yaitu:
(1) Parenting satisfaction (kualitas seseorang yang berhubungan dengan
parenting), (2) Parent-efficacy (tingkat perasaan akan kemampuan dan
kepercayaan orangtua untuk mengurus anak).
Peneliti melakukan pengadaptasian dengan menterjemahkan sendiri skala ini
ke dalam bahasa indonesia. Selain itu, pengadaptasian lain yang dilakukan peneliti
adalah peneliti hanya mengambil tujuh item yang mengukur dimensi efficacy dan
tidak melampirkan item-item yang mengukur satisfaction. Bentuk skala baku ini
menggunakan skala model likert dengan rentangan enam poin (sangat setuju,
setuju, agak setuju, agak tidak setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju), namun
peneliti mengubah rentangan skala menjadi empat poin (sangat setuju, setuju,
tidak setuju, sangat tidak setuju).
Selain PSOC, peneliti menggunakan self-efficacy parenting task index
(SEPTI) yang disusun oleh Coleman untuk mengukur domain-spesific dan task-
spesific dari parenting self-efficacy. Skala ini terdiri dari 53 item yang memiliki
tujuh subdimensi, yaitu: (1) Emotional availability (2) Nurturance (3) Protection
61
from harm or injury (4) Discipline & limit setting (5)Play (6) Teaching (7)
Instrumental care.
Sama halnya dengan PSOC, SEPTI juga menggunakan enam poin (sangat
setuju, setuju, agak setuju, agak tidak setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju),
namun peneliti mengubah rentangan skala menjadi empat poin (sangat setuju,
setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju). Untuk penilaian item favorable, pilihan
“Sangat Setuju” memiliki nilai empat poin dan pilihan “Sangat Tidak Setuju”
memiliki nilai satu poin. Dan sebaliknya penilaian item unfavorable adalah
pilihan “Sangat Setuju” memilki nilai satu poin dan pilihan “Sangat Tidak Setuju”
memiliki nilai empat poin.
Seperti skala-skala sebelumnya, skala ini didaptasi oleh peneliti ke dalam
bahasa indonesia dengan tujuan untuk mempermudah responden dalam mengisi
kuesioner ini. Selain itu, peneliti hanya mengambil 39 dari 53 item dalam skala
SEPTI, dengan pertimbangan responden akan kelelahan jika harus mengisi
kuesioner dengan banyak item, hal ini akan mengakibatkan terjadinya error lebih
banyak. Adapun blue print dari skala yang mengukur parenting self-efficacy-
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
62
Tabel 3.3
Blue Print Alat ukur parenting self-efficacy
Aspek Indikator Item Favorable Unfavorable
1 Domain general Tidak terkait dengan
tugas-tugas pengasuhan
tertentu
1,2,3,4
5,6,7
2 Task-spesific &
Domain spesific
Ketersediaan emosi 1,2,3 3,5
Pengasuhan, menghargai
anak, empati
6,7,8,10,
11
9
Melindungi dari bahya dan
cedera
13,14,15 12,16
Disiplin dan pembatasan 19 17,18,20,21
Bermain 22,24,25 23,26
Pengajaran 27,29,32,33 28,30,31
Peduli dan membentuk
struktur rutinitas
34,35,39 36,37,38
3.3.2 Alat ukur dukungan sosial
Dukungan sosial yang diukur dalam penelitian ini menggunakan the social
provisions scale yang dikembangkan oleh Cutrona pada tahun 1987. Sebagaimana
alat ukur sebelumnya, peneliti juga melakukan pengadaptasian dengan
menterjemahkan sendiri alat ukur ini ke bahasa Indonesia.
Skala ini terdiri dari 24 item yang mengukur enam aspek dukungan sosial,
yaitu: attachment, social integration, reassurance of worth, relliable alliance,
guidance dan opportunity for nurturance.
63
Tabel 3.4
Blue Print Social Provision Scale (SPS)
No Aspek
Indikator Item Fav Unfav
1. Attachment Kedekatan emosional 11,17 2,21
Adanya rasa aman
2. Social
Integration
Berbagi minat dan kesenangan
dengan orang lain
5,8 14,22
3. Reassurance of
Worth
Pengakuan kemampuan dan
keahlian
13,20 6,9
4. Reliable
Alliance
Hubungan yang dapat
diandalkan
1,23 10,18
5. Guidance Mendapatkan nasihat dan saran
dari orang lain
12,16 3,19
6. Opportunity
for Nurturance
Perasaan dibutuhkan orang lain 4,7 15,24
Sama halnya dengan SEPTI, SPS juga menggunakan empat poin skala likert.
Untuk penilaian item favorable poin empat mewakili pilihan “Sangat Setuju” dan
poin satu mewakili penilaian pilihan “Sangat Tidak Setuju”. Dan sebaliknya
penilaian item unfavorable adalah pilihan “Sangat Setuju” memilki poin satu dan
pilihan “Sangat Tidak Setuju” memiliki poin empat.
3.4 Uji Validitas Konstruk
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teknik analisis statistik yang
disebut confirmatory factor analysis (CFA) dengan bantuan lisrel 8.7. Adapun
logika dasar CFA adalah sebagai berikut (Umar, 2012):
64
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pernyataan untuk mengukurnya.
Kemampuan ini disebut faktor. Sedangkan pengukuran terhadap faktor ini
dilakukan melalui analisis terhadap respon (jawaban) atas item-itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur atau memberi informasi tentang
satu faktor tertentu saja. Artinya setiap item maupun subtes bersifat
undimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks
korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang
undimensional. Matriks korelasi disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan
dengan matriks dari data empiris yang disebut matrik S. Jika teori
tersebut itu benar (undimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan
antara matriks S atau bisa juga dinyatakan ∑ - S = 0.
4. Pernyataan matematik inilah yang dijadikan hipotesis nihil (Ho) yang akan
dianalisis menggunakan CFA. Dalam hal ini, dilakukan uji signifikansi
dengan menggunakan chi square. Jika chi square yang dihasilkan tidak
signifikan (nilai p>0,05), maka hipotesis nihil tersebut dapat diterima bahwa
item atau subtes instrumen hanya mengukur satu faktor saja.
5. Jika teori diterima (model fit), langkah selanjutnya, adalah menguji hipotesis
tentang signifikan tidaknya masing-masing item dalam mengukur apa yang
hendak diukur. Uji hipotesis ini dilakukan dengan t-test. Jika nilai t signifikan
( > 1,96), berarti item yang bersangkutan signifikan dalam mengukur apa
yang hendak diukur. Dengan cara seperti ini, dapat dinilai butir item mana
65
yang valid dan yang tidak valid dalam konteks validitas kontruk. Dengan kata
lain, analisis faktor konfirmatori dalam hal ini adalah pengujian terhadap
hipotesis nihil (H0): s - ∑ = 0. Artinya tidak ada perbedaan antar matriks
korelasi yang diharapkan oleh teori dengan matriks korelasi yang diperoleh
dari hasil observasi.
6. Selanjutnya, apabila dari hasil CFA terdapat item yg koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini tidak sesuai
dengan sifat item lain yang bersifat positif.
7. Apabila kesalahan pengukurannya berkorelasi terlalu banyak dengan
kesalahan pengukuran pada item lain, maka item seperti ini pun dapat di drop
karena bersifat sangat multidimensional.
3.4.1 Uji validitas alat ukur parenting stress
1. The parent distress
Peneliti menguji apakah kedua belas item dari parenting stress index short-form
telah bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur parenting stress dari
dimensi parent distress. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 402,88, df = 54, P-value =
0.00000, dan nilai RMSEA = 0.208.
Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi-square = 47,14, df = 34, P-value =
0.06640, RMSEA = 0.051. Dari hasil tersebut menunjukkan P-value > 0,005
(tidak signifikan), artinya model satu faktor dapat diterima yang menunjukkan
66
bahwa seluruh item mengukur satu faktor yaitu parent distress dari parenting
stress.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.5
Muatan faktor item dimensi parent distress dari parenting stress
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 1 0.49 0.08 6.15 V 2 0.59 0.08 7.43 V 3 0.62 0.08 8.15 V 4 0.76 0.07 10.63 V 5 0.78 0.07 11.28 V 6 0.51 0.08 6.12 V 7 0.69 0.07 9.29 V 8 0.69 0.07 9.19 V 9 0.68 0.07 9.20 V 10 0.82 0.07 11.63 V 11 0.59 0.08 7.40 V 12 0.72 0.08 9.63 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t >1,96), X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.5 di atas, seluruh item memiliki nilai t >1.96, artinya 12
item dari PSI-SF signifikan mengukur dimensi parent distress. Hasil yang
signifikan ini juga menunjukkan tidak ada item yang perlu di-drop sehingga dapat
digunakan untuk analisis berikutnya.
2. The parent-child dysfunctional interaction
Selanjutnya peneliti menguji apakah sepuluh item dari parenting stress index
short-form telah bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur parenting
stress dari dimensi parent-child dysfunctional interaction. Dari hasil analisis CFA
67
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square =
379,14, df = 35, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.257.
Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi-square = 31,38, df = 21, P-value =
0.06763, RMSEA = 0.058. Dari hasil tersebut menunjukkan P-value > 0,005
(tidak signifikan), artinya model satu faktor dapat diterima yang menunjukkan
bahwa seluruh item mengukur satu faktor yaitu parent-child dysfunctional
interaction dari parenting stress.
Kemudian, peneliti melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.6
Muatan faktor item dimensi parent-child dysfunctional interaction dari parenting
stress
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 13 0.54 0.08 6.82 V 14 0.77 0.07 10.74 V 15 0.84 0.07 12.03 V 16 0.76 0.07 10.49 V 17 0.39 0.08 4.64 V 18 0.68 0.07 9.16 V 19 0.58 0.08 7.39 V 20 0.38 0.09 4.42 V 21 0.76 0.07 10.33 V 22 0.64 0.08 7.78 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t >1,96), X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.6 di atas, seluruh item memiliki nilai t >1.96, artinya
sepuluh item dari PSI-SF signifikan mengukur dimensi parent-child dysfunctional
68
interaction. Hasil yang signifikan ini juga menunjukkan tidak ada item yang perlu
di-drop sehingga dapat digunakan untuk analisis berikutnya.
3. The difficult child dari parenting stress
Selanjutnya peneliti menguji apakah sembilan item dari parenting stress index
short-form telah bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur parenting
stress dari dimensi difficult child. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 170,53, df = 27, P-
value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.189.
Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi-square = 30,10, df = 19, P-value =
0.05052, RMSEA = 0.063. Dari hasil tersebut menunjukkan P-value > 0,005
(tidak signifikan), artinya model satu faktor dapat diterima yang menunjukkan
bahwa seluruh item mengukur satu faktor yaitu difficult child dari parenting
stress.
Kemudian, peneliti melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel dibawah ini:
69
Tabel 3.7
Muatan faktor item dimensi child difficult dari parenting stress
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 23 0.66 0.08 8.76 V 24 0.81 0.07 11.49 V 25 0.85 0.07 12.67 V 26 0.42 0.07 10.49 V 27 0.67 0.08 8.68 V 28 0.78 0.08 10.32 V 29 0.66 0.07 8.93 V 30 0.58 0.08 7.67 V 31 0.63 0.08 8.33 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t >1,96), X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.7 di atas, seluruh item memiliki nilai t >1.96, artinya
sembilan item dari PSI-SF signifikan mengukur dimensi difficult child. Hasil yang
signifikan ini juga menunjukkan tidak ada item yang perlu di-drop sehingga dapat
digunakan untuk analisis berikutnya.
3.4.2 Uji validitas alat ukur parenting self-efficacy
Pada dimensi domain general, peneliti menguji apakah tujuh item tersebut bersifat
unidimensional mengukur satu faktor. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 76,52, df = 14,
P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.173. Oleh sebab itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi-
square = 6,88, df = 4, P-value = 0.54944, RMSEA = 0.000.
Kemudian, peneliti melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
70
perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel dibawah ini
Tabel 3.8
Muatan faktor item dimensi domain general dari parenting self-efficacy
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 1 0.74 0.07 10.01 V 2 0.75 0.07 10.65 V 3 0.86 0.07 12.43 V 4 0.73 0.07 9.99 V 5 0.76 0.07 10.41 V 6 0.70 0.07 9.56 V 7 0.56 0.08 6.77 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t >1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.8 di atas, seluruh item memiliki nilai t >1.96, signifikan
mengukur dimensi domain general. Hasil yang signifikan ini juga menunjukkan
tidak ada item yang perlu di-drop sehingga dapat digunakan untuk analisis
berikutnya.
Selanjutnya, peneliti menguji 39 item dari dimensi task-spesific & domain
spesific apakah bersifat unidimensional mengukur satu faktor. Dari hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
square = 2875,89, df = 702, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.144.
kemudian peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperoleh model fit, dengan Chi-square = 511,42, df = 463, P-value = 0.05932,
RMSEA = 0.026. Kemudian, peneliti melihat apakah item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel dibawah ini:
71
Tabel 3.9
Muatan faktor item task-spesific & domain spesific dari parenting self-efficacy
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 1 0.69 0.08 9.12 V 2 0.66 0.08 8.65 V 3 0.20 0.08 2.50 V 4 0.64 0.08 8.16 V 5 0.35 0.08 4.14 V 6 0.24 0.08 3.01 V 7 0.62 0.07 7.77 V 8 0.47 0.08 5.64 V 9 0.15 0.08 1.84 X 10 0.30 0.08 3.60 V 11 0.59 0.08 7.64 V 12 0.31 0.08 3.79 V 13 0.51 0.08 6.46 V 14 0.48 0.08 5.91 V 15 0.53 0.08 6.64 V 16 0.21 0.08 2.57 V 17 0.44 0.08 5.26 V 18 0.41 0.08 4.92 V 19 0.46 0.08 5.57 V 20 0.06 0.09 0.76 X 21 -0.27 0.09 -310 V 22 0.67 0.07 9.10 V 23 0.26 0.08 3.09 V 24 0.33 0.08 3.87 V 25 -0.17 0.09 -1.95 X 26 -0.01 0.09 -0.14 X 27 0.55 0.08 6.91 V 28 0.23 0.09 2.68 V 29 0.65 0.08 8.43 V 30 0.22 0.08 2.63 V 31 0.08 0.09 0.93 X 32 0.45 0.08 5.48 V 33 0.76 0.07 10.33 V 34 0.84 0.07 11.89 V 35 0.85 0.07 12.01 V 36 0.18 0.09 1.99 V 37 0.45 0.08 5.59 V 38 0.51 0.08 6.22 V 39 0.55 0.08 6.57 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t >1,96) ; X = tidak signifikan
72
Berdasarkan tabel 3.9 di atas, terdapat lima item yang memiliki nilai t <1.96.
Temuan ini menandakan bahwa lima item tersebut harus di–drop. Dengan
demikian ada 34 item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji
hipotesis.
3.4.1 Uji validitas alat ukur dukungan sosial
Pengujian selanjutnya dilakukan terhadap variabel dukungan sosial beserta
dimensi-dimensinya. Dukungan sosial merupakan salah satu variabel independen
dalam penelitian ini yang memiliki enam dimensi, yaitu:
1. Attachment
Sebanyak empat item diuji untuk mengetahui apakah item-item tersebut mampu
menggambarkan attachment. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 21,01, df = 2, P-value
= 0.00003, dan nilai RMSEA = 0.253.
Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi-square = 0,00, df = 0, P-value =
1.00000, RMSEA = 0.000. Dari hasil tersebut menunjukkan P-value > 0,005
(tidak signifikan), artinya model satu faktor dapat diterima yang menunjukkan
bahwa seluruh item mengukur satu faktor yaitu attachment dari dukungan sosial.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti tabel di bawah ini:
73
Tabel 3.10 Muatan faktor item dimensi attachment dari dukungan sosial
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 11 0.97 0.29 3.35 V 17 0.60 0.19 3.15 V 2 0.19 0.10 1.93 X 21 2.03 1.10 1.84 X
Keterangan : tanda V = signifikan (t >1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.10 di atas, terdapat dua item yang memiliki nilai t <1.96.
Temuan ini menandakan bahwa dua item tersebut harus di–drop. Dengan
demikian ada dua item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji
hipotesis.
2. Social integration
Sebanyak empat item diuji untuk mengetahui apakah item-item tersebut mampu
menggambarkan social integration. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 29,91, df = 2,
P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.306. Oleh sebab itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi-
square = 0,48, df = 1, P-value = 0.48676, RMSEA = 0.000.
Dari hasil tersebut menunjukkan P-value > 0,005 (tidak signifikan), artinya
model satu faktor dapat diterima yang menunjukkan bahwa seluruh item
mengukur satu faktor yaitu social integration dari dukungan sosial. Selanjutnya,
peneliti melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara
signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak,
74
pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti tabel dibawah ini:
Tabel 3.11 Muatan faktor item dimensi social integration dari dukungan sosial
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 5 1.10 0.32 3.48 V 8 0.48 0.16 3.06 V 14 0.05 0.08 0.62 X 22 0.24 0.11 2.29 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t >1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.11 di atas, terdapat satu item yang memiliki nilai t <1.96.
Temuan ini menandakan bahwa satu item tersebut harus di–drop. Dengan
demikian ada tiga item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji
hipotesis.
3. Reassurance of worth
Sebanyak empat item diuji untuk mengetahui apakah item-item tersebut mampu
menggambarkan reassurance of worth. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 21,07, df = 2,
P-value = 0.00003, dan nilai RMSEA = 0.253. Oleh sebab itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi-
square = 14,34, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
Dari hasil tersebut menunjukkan P-value > 0,005 (tidak signifikan), artinya
model satu faktor dapat diterima yang menunjukkan bahwa seluruh item
mengukur satu faktor yaitu reassurance of worth dari dukungan sosial.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
75
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti tabel dibawah ini:
Tabel 3.12 Muatan faktor item dimensi reassurance of worth dari dukungan sosial
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 12 0.79 0.34 2.30 V 20 0.53 0.21 2.49 V 6 0.42 0.17 2.38 V 9 0.31 0.14 2.19 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t >1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.12 di atas, seluruh item memiliki nilai t >1.96, artinya
keempat item signifikan mengukur dimensi reassurance of worth. Hasil yang
signifikan ini juga menunjukkan tidak ada item yang perlu di-drop sehingga dapat
digunakan untuk analisis berikutnya.
4. Reliable Alliance
Sebanyak empat item diuji untuk mengetahui apakah item-item tersebut mampu
menggambarkan reliable alliance. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 15,95, df = 2, P-value
= 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.216. Oleh sebab itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi-
square = 0,00, df = 1, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
Dari hasil tersebut menunjukkan P-value > 0,005 (tidak signifikan), artinya
model satu faktor dapat diterima yang menunjukkan bahwa seluruh item
mengukur satu faktor yaitu reliable alliance dari dukungan sosial. Selanjutnya,
76
peneliti melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara
signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak,
pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti tabel dibawah ini:
Tabel 3.13 Muatan faktor item dimensi reliable alliance dari dukungan sosial
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 1 0.32 0.09 3.39 V 23 -0.01 0.09 -0.08 X 10 0.89 0.15 5.91 V 18 0.63 0.12 5.20 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t >1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.13 di atas, terdapat satu item yang memiliki nilai t <1.96.
Temuan ini menandakan bahwa satu item tersebut harus di–drop. Dengan
demikian ada tiga item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji
hipotesis.
5. Guidance
Sebanyak empat item diuji untuk mengetahui apakah item-item tersebut mampu
menggambarkan guidance. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 26,31, df = 2, P-value =
0.00003, dan nilai RMSEA = 0.286. Oleh sebab itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi-
square = 0,00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
Dari hasil tersebut menunjukkan P-value > 0,005 (tidak signifikan), artinya
model satu faktor dapat diterima yang menunjukkan bahwa seluruh item
77
mengukur satu faktor yaitu guidance dari dukungan sosial. Selanjutnya, peneliti
melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara
signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak,
pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti tabel dibawah ini:
Tabel 3.14 Muatan faktor item dimensi guidance dari dukungan sosial
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 12 0.40 0.10 4.14 V 16 0.29 0.12 2.52 V 3 0.63 0.12 5.50 V 19 0.79 0.13 6.09 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t >1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.14 di atas, seluruh item memiliki nilai t >1.96, artinya
keempat item signifikan mengukur dimensi guidance. Hasil yang signifikan ini
juga menunjukkan tidak ada item yang perlu di-drop sehingga dapat digunakan
untuk analisis berikutnya.
6. Opportunity for nurturance
Sebanyak empat item diuji untuk mengetahui apakah item-item tersebut mampu
menggambarkan opportunity for nurturance. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square =
44,96, df = 2, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.380. Oleh sebab itu,
peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit, dengan Chi-square = 2,10, df = 1, P-value = 0.14769, RMSEA = 0.086.
78
Dari hasil tersebut menunjukkan P-value > 0,005 (tidak signifikan), artinya
model satu faktor dapat diterima yang menunjukkan bahwa seluruh item
mengukur satu faktor yaitu opportunity for nurturance dari dukungan sosial.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti tabel dibawah ini:
Tabel 3.15 Muatan faktor item dimensi opportunity for nurturance dari dukungan sosial
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 4 1.01 0.20 5.16 V 7 0.35 0.10 3.44 V 15 0.60 0.16 3.64 V 24 0.51 0.12 4.29 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t >1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.15 di atas, seluruh item memiliki nilai t >1.96, artinya
keempat item signifikan mengukur dimensi opportunity for nurturance. Hasil
yang signifikan ini juga menunjukkan tidak ada item yang perlu di-drop sehingga
dapat digunakan untuk analisis berikutnya.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh
parenting self-efficacy, dukungan sosial dan jenis kelamin terhadap parenting
stress pada orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus adalah
menggunakan Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda). Teknik
analisis regresi berganda ini digunakan agar dapat menjawab hipotesis nihil
yang ada pada bab dua. Dalam penelitian ini dependent variable sebanyak satu
79
buah dan independent variable sebanyak delapan buah. Sehingga susunan
persamaan garis regresi penelitian adalah:
Keterangan:
Y = Dependent variabel (DV) yaitu parenting stress
a = intercept (konstan)
b = Koefisien regresi untuk masing-masing X
X1= parenting self efficacy (domain general)
X2= parenting self efficacy (task spesific & domain spesific)
X3= dukungan sosial (attachment)
X4= dukungan sosial (social integration)
X5= dukungan sosial (reassurance of worth)
X6= dukungan sosial (reliable alliance)
X7= dukungan sosial (guidance)
X8= dukungan sosial (opportunity for nurturance)
X9= jenis kelamin
e = residual
Dalam menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang
paling sesuai (memiliki eror/residu terkecil), maka diperlukan beberapa pengujian
dan analisis, yaitu:
Y= a + b₁X₁ + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + e
80
1. R² (koefisien korelasi berganda)
R² merupakan proporsi varian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Dengan kata lain, akan terlihat
besarnya pengaruh parenting self-efficacy (domain general, task spesific &
domain spesific), dukungan sosial (attachment, social integration, reassurance of
worth, reliable alliance, guidance dan opportunity for nurturance) dan jenis
kelamin terhadap parenting stress. Adapun untuk mendapatkan nilai R²,
digunakan rumus sebagai berikut :
R² =SSregSSy
2. Uji F
Selanjutnya R² dapat diuji untuk membuktikan apakah regresi X terhadap Y
signifikan atau tidak maka digunakanlah uji F. Adapun rumus untuk uji F
terhadap R² adalah :
𝐹𝐹 =R²/k
(1 − R²)/ (N− k − 1)
3. Uji t
Uji t digunakan untuk melihat signifikansi pengaruh yang diberikan variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Oleh karena itu, sebelum
diperoleh nilai t dari setiap IV harus diperoleh dahulu nilai standar eror estimate
dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui akar mean square dibagi SS.
Setelah diperoleh nilai Sb barulah dilakukan uji t, yaitu hasil bagi dari b (koefisien
regresi) dengan Sb itu sendiri. Adapun rumus t-test yang digunakan adalah :
𝑡𝑡 =b
Sb
81
3.6 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
1. Peneliti merumuskan masalah yang akan dikemukakan dalam penelitian.
Setelah merumuskan masalah, peneliti mengumpulkan materi penelitian
terdahulu yang dapat memperkuat pentingnya dilakukan penelitian ini (ex:
jurnal, skripsi, tesis dan disertasi). Selanjutnya, peneliti mengumpulkan teori-
teori pendukung dari masing-masing variabel yang akan diteliti. Buku- buku
cetak, buku-buku elektronik (e-book), artikel serta jurnal dapat dijadikan
landasan teori untuk menguatkan penelitian. Ketika sudah dipastikan bahwa
teori dan hasil penelitian sebelumnya telah dikumpulkan secara lengkap,
peneliti mempelajari, menentukan dan mengadaptasi alat ukur yang digunakan
dalam penelitian, yaitu alat ukur parenting stress yang bernama PSI-SF
parenting stress index short-form, dua alat ukur parenting self-efficacy yaitu
PSOC (parenting sense of competence) dan SEPTI (self-efficacy parenting task
index) dan alat ukur dukungan sosial turunan dari Cutrona yaitu SPS (the sosial
provisions scale).
2. Peneliti mencari informasi melalui internet, beberapa teman, guru dan terapis
mengenai sekolah dan yayasan ABK (tunanetra, tunarungu dan tunagrahita).
Setelah nama dan alamat instansi berhasil dikumpulkan peneliti membuat surat
izin penelitian kepada pihak fakultas psikologi dan membuat surat izin
melakukan penelitian yang ditujukan untuk SLB A Pembina Jakarta dan SLB
Nur Abadi Jagakarsa pada bulan januari 2015.
82
3. Selanjutnya, peneliti mulai melakukan penelitian. Penelitian pertama dilakukan
di SLB Nur Abadi di jagakarsa untuk anak berkebutuhan khusus tunarungu dan
tunagrahita yang disambut hangat oleh ibu kepala sekolah dan dibantu oleh
bagian TU yaitu ibu yanti. Penelitian kedua dilakukan di SLB A Pembina
Lebak Bulus untuk anak berkebutuhan khusus tunanetra yang disambut tegas
oleh bapak kepala sekolah dan dibantu oleh ibu tati sebagai guru pendamping.
4. Selanjutnya setelah mendapatkan data yang diinginkan berjumlah 150
kuesioner peneliti melakukan skoring dan memasukan data skoring ke dalam
Microsoft Excel. Setelah itu, peneliti menganalisis data melalui uji validitas
menggunakan sistem komputerisasi Lisrel 8.70 dan menguji hipotesis
penelitian melalui analisis regresi berganda dengan menggunakan SPSS 16.0.
dan akhirnya peneliti membuat pembahasan dari hasil analisis regresi beganda
disertai kesimpulan dan saran.
83
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab keempat dalam penelitian ini, peneliti akan memberikan gambaran tentang
hasil dari analisis yang telah dilakukan. Hasil yang akan dibahas diantaranya;
deskripsi data, analisis data dan pengujian hipotesis penelitian.
4.1. Gambaran umum subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah orangtua dengan anak berkebutuhan khusus siswa
SLB A Pembina Lebak Bulus dan SLB BC Nur Abadi Jagakarsa. Dalam penelitian
ini, sampel diambil dengan tiga jenis disabilitas yaitu kategori A (tunanetra), B
(tunarungu) dan C (tunagrahita). Selanjutnya, akan dijelaskan gambaran subjek
penelitian berdasarkan jenis disabilitas anak yang dapat dilihat dalam tabel 4.1
dibawah ini.
Tabel 4.1 Subjek Berdasarkan kategori disabilitas anak
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tunanetra 50 33,3 33,3 33,3
Tunarungu 50 33,3 33,3 66,7 Tunagrahita 50 33,3 33,3 100,0
Total 150 100,0 100,0
Berdasarkan tabel 4.1 diatas terlihat bahwa subjek dalam penelitian ini adalah 150
orangtua dengan anak berkebutuhan khusus yang terdiri dari 50 orangtua (33,3%)
dengan anak kategori A, 50 orangtua (33,3 %) dengan anak kategori B dan 50
orangtua (33,3 %) dengan anak kategori C.
84
Selain itu, peneliti juga menguraikan distribusi subjek berdasarkan jenis kelamin,
seperti halnya pada tabel berikut.
Tabel 4.2 Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Perempuan 91 60,7 60,7 60,7
Laki-Laki 59 39,3 39,3 100,0 Total 150 100,0 100,0
Tabel 4.2 diatas menjelaskan jumlah subjek perempuan yang lebih besar
dibanding jumlah subjek laki-laki, dengan perolehan jumlah subjek perempuan
sebanyak 60,7% dari total responden.
4.1.1. Deskripsi data subjek penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat perbedaan parenting stress orangtua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus dengan tiga jenis disabilitas, yaitu: tunanetra,
tunarungu dan tunagrahita. Tabel dibawah ini menunjukkan deskripsi data
berdasarkan jenis disabilitas.
Tabel 4.3 Deskripsi data berdasarkan jenis disabilitas
JENIS_DISABILITAS Mean N Std. Deviation Parenting Stress
Tunanetra 47,6945 50 8,68083 Tunarungu 49,7516 50 9,46055 Tunagrahita 52,5539 50 10,29596
Total 50,0000 150 9,64727
Dari tabel 4.3 diatas, diketahui bahwa nilai mean parenting stress yang paling
tinggi dalam penelitian ini adalah nilai mean parenting stress yang dimiliki oleh
85
orangtua anak tunagrahita sebesar (52,5539). Hal ini menunjukkan bahwa parenting
stress yang dialami oleh orangtua anak tunagrahita lebih besar daripada orangtua
anak tunarungu dan tunanetra. Tingginya parenting stress yang dialami orangtua
anak tunagrahita berhubungan dengan segala kebutuhan dan perawatan anak
tunagrahita yang begitu kompleks (Peer & Hilman, 2012). Penelitian lain yang
menunjukkan tingkat keterbatasan fungsional fungsional anak secara signifikan
memiliki pengaruh terhadap parenting stress yang dialami oleh orangtua (Macias
dalam Peer & Hilman, 2012).
Selanjutnya, peneliti menguji perbedaan pengaruh jenis kelamin terhadap tingkat
parenting stress sebagai uji pendahuluan untuk kemudian melihat nilai
signifikansinya. Berikut ini disajikan tabel yang menujukkan deskripsi data
berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 4.4 Deskripsi data berdasarkan jenis kelamin
JENIS_KELAMIN Mean N Std. Deviation Parenting stress Laki-laki 49,4011 59 9,13662
Perempuan 50,9237 91 10,39846 Total 50,0000 150 9,64727
Dari tabel 4.4 diatas, diketahui nilai mean parenting stress yang dimiliki oleh
subjek laki-laki sebesar (49,4011) sedangkan nilai mean parenting stress yang
dimiliki oleh subjek perempuan sebesar (50,9237). Berdasarkan hal ini dapat
disimpulkan bahwa nilai mean parenting stress subjek perempuan lebih besar
daripada subjek laki-laki.
86
4.1.2. Deskripsi Hasil Penelitian
Sebelum dijelaskan secara detail tentang beberapa subbab selanjutnya, perlu
dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor faktor
dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi,
penghitungan skor faktor pada tiap variabel dihitung dengan menggunakan maximum
likehood, skor ini disebut true score, item-item yang dianalisis oleh maximum
likehood adalah item yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun true score yang
dihasilkan oleh maximum likehood satuannya berbentuk Zscore. Untuk menghilangkan
bilangan negative dari Zscore, semua skor ditransformasi ke skala T yang semuanya
positif dengan menetapkan mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya
adalah melakukan proses komputasi melalui formula T-score = 50 + (10.z).
Selanjutnya untuk menjelaskan gambaran umum tentang statistik deskriptif dari
variabel-variabel dalam penelitian ini, indeks yang menjadi patokan adalah nilai
mean, median, standar deviasi (SD), nilai maksimal dan minimal dari masing-masing
variabel. Nilai tersebut ditunjukkan dalam tabel dibawah ini:
87
Tabel 4.5 Deskripsi statistik variabel penelitian
Variabel N Minimum Maximum Mean Std Deviation PARENTING_STRESS 150 30,36 76,61 50,0000 9,64727 DOMAIN_GENERAL 150 17,14 65,37 50,0000 9,25457 DOMAIN_SPESIFIC 150 20,08 70,08 50,0000 9,54283 ATTACHMENT 150 20.54 65.12 50,0000 8,77384 SOCIAL_INTEGRATION 150 18,28 70,99 50,0000 9,34167 REASSURANCE_OF_WORTH 150 32,78 66,83 50,0000 7,72385 RELIABLE_ALLIANCE 150 26,44 63,77 50,0000 8,64952 GUIDANCE 150 27,53 65,78 50,0000 8,13907 OPPORTUNITY_FOR_NURTURANCE 150 26,18 67,18 50,0000 7,73630 Valid N (listwise) 150
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian
berjumlah 150 orang dengan skor parenting stress yang terendah adalah 30,36
sedangkan skor parenting stress yang tertinggi adalah 76,61.
Sementara itu, untuk skor parenting self-efficacy dimensi domain general
memiliki skor terendah 17,14 dan skor tertinggi 65,37. sedangkan dimensi domain
spesific & task spesific dari parenting self-efficacy memiliki skor terendah 20,08 dan
skor tertinggi 70,08.
Skor dukungan sosial pada dimensi attachment memiliki skor terendah 20,54 dan
skor tertinggi 65,12, dimensi social integration memiliki skor terendah 18,28 dan
skor tertinggi 70,99, dimensi reassurance of worth memiliki skor terendah 32,78 dan
skor tertinggi 66,83, dimensi reliable alliance memiliki skor terendah 26,44 dan skor
tertinggi 63,77, dimensi guidance memiliki skor terendah 27,53 dan skor tertinggi
65,78, dimensi opportunity for nurturance memiliki skor terendah 26,18 dan skor
tertinggi 67,18.
88
4.2. Kategorisasi variabel penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok–
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi
yang akan peneliti gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian.
Sebelum mengkategorisasikan skor masing-masing variabel berdasarkan tingkat
rendah dan tinggi, penulis terlebih dahulu menetapkan norma dari skor dengan
menggunakan nilai mean dan standar deviasi pada tabel 4.3 dan berlaku pada semua
variabel. Adapun norma skor tersebut dapat digambarkan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4.6 Norma skor variabel
Kategori Norma
Rendah X<M-1SD
Tinggi X>M+1SD
Berdasarkan norma kategorisasi tersebut, diperoleh persentase kategori untuk
variabel parenting stress, parenting self-efficacy (domain general, task spesific &
domain spesific) dan dukungan sosial (attachment, social integration, reassurance of
worth, reliable alliance, guidance, opportunity for nurturance).
89
Tabel 4.7 Kategorisasi skor parenting stress, parenting self-efficacy dan dukungan sosial
No
Variabel
Kategori & Persentase Skor Total Rendah % Tinggi %
1. Parenting stress 77 51.3 73 48.7 150 2. Domain general 76 50.7 74 49.3 150 3. Task spesific& domain spesific 83 55.3 67 44.7 150 4. Attachment 105 70.0 45 30.0 150 5. Social integration 28 18.7 122 81.3 150 6. Reassurance of worth 94 62.7 56 37.3 150 7. Reliable alliance 96 64.0 54 36.0 150 8. Guidance 86 57.3 64 42.7 150 9. Opportunity for nurturance 70 46.7 80 53.3 150
Dari tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini orangtua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus mengalami parenting stress pada kategori yang
rendah yaitu sebesar 51,3% (sebanyak 77 orangtua). sementara 73 orangtua lainnya
atau 48,7% berada pada kategori parenting stress yang tinggi.
Pada variabel parenting self-efficacy, orangtua yang memiliki anak berkebutuhan
khusus dalam penelitian ini memiliki tingkat parenting self-efficacy yang rendah.
Hasil ini dapat dilihat dari persentasi dimensi domain general orangtua sebesar 50,7%
(sebanyak 76 orangtua). Begitu pula dengan persentasi dimensi task spesific &
domain spesific sebesar 55,3% (sebanyak 83 orangtua). Hal ini menunjukkan
bahwasanya orangtua anak berkebutuhan khusus belum seutuhnya percaya dan yakin
terhadap kemampuannya untuk mengasuh anak berkebutuhan khusus dengan baik.
Selanjutnya, pada variabel dukungan sosial ada empat dimensi yang berada pada
kategori rendah, di antaranya: persentasi dimensi attachment sebesar 70% yang
berarti sebanyak 105 orangtua anak berkebutuhan khusus memiliki kedekatan
90
emosional yang rendah terhadap orang sekitarnya. Dimensi selanjutnya adalah
reassurance of worth yang memiliki persentasi sebesar 62,7% yang berarti sebanyak
94 orangtua anak berkebutuhan khusus tidak mendapatkan pengakuan ataupun
penghargaan terhadap kemampuannya untuk mengasuh anak berkebutuhan khusus.
Dimensi reliable alliance memiliki persentasi sebesar 64% dan dimensi guidance
memiliki persentasi sebesar 57.3%. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua anak
berkebutuhan khusus dalam penelitian ini tidak memperoleh secara maksimal akan
bantuan nyata dan bimbingan serta nasehat disaat membutuhkan.
Adapun variabel dukungan sosial yang berada pada posisi tinggi adalah dimensi
social integration yang memiliki persentasi sebanyak 81,3% yang berarti 122
orangtua anak berkebutuhan khusus memiliki peran dalam kelompok untuk berbagi
kegiatan. Selanjutnya dimensi opportunity for nurturance yang memiliki persentasi
sebanyak 53,3%. Hal ini menunjukkan bahwa 80 orangtua anak berkebutuhan khusus
memiliki perasaan dibutuhkan orang lain.
4.3 Uji Hipotesis Penelitian
4.3.1 Uji regresi berganda
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis regresi
berganda yang penghitungannya menggunakan software SPSS 16. Ada tiga hal yang
perlu diperhatikan dalam analisis regresi:
1. Melihat besaran R square untuk mengetahui besaran sumbangan (persentase)
keseluruhan aspek-aspek IV terhadap varian pada DV.
2. Melihat apakah IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV
91
3. Melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV
terhadap DV.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menganalisis besaran R square untuk
mengetahui berapa persen (%) varians pada DV yang dijelaskan oleh IV. Untuk tabel
R square bisa dilihat sebagai berikut.
Tabel 4.8 Model Summary Analisis Regresi
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,598a ,358 ,317 7,97422 a. Predictors: (Constant), JENIS_KELAMIN, REASSURANCE_OF_WORTH, DOMAIN_GENERAL,
OPPORTUNITY_FOR_NURTURANCE, SOCIAL_INTEGRATION, RELIABLE_ALLIANCE, DOMAIN_SPESIFIC,
GUIDANCE, ATTACHMENT
Berdasarkan tabel diatas, diketahui nilai R square yang diperoleh adalah 0.358.
Hal ini berarti domain general parenting self-efficacy, task spesific & domain spesific
parenting self-efficacy, attachment, social integration, reassurance of worth, reliable
alliance, guidance, opportunity for nurturance dan jenis kelamin. dalam penelitian ini
memberikan sumbangan sebesar 35.8% terhadap proporsi varian parenting stress,
sedangkan 64.2% lainnya dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Langkah kedua, peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variabel
terhadap parenting stress. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut:
92
Tabel 4.9 Anova
Model Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression 4965,048 9 551,672 8,676 ,000a Residual 8902,347 140 63,588
Total 13867,394 149 a. Predictors: (Constant), JENIS_KELAMIN, REASSURANCE_OF_WORTH, DOMAIN_GENERAL,
OPPORTUNITY_FOR_NURTURANCE, SOCIAL_INTEGRATION, RELIABLE_ALLIANCE, DOMAIN_SPESIFIC, GUIDANCE, ATTACHMENT
b. Dependent Variable: PARENTING_STRESS
Analisis ini dilakukan berdasarkan uji F (lihat tabel 4.8). dari hasil uji F
didapatkan bahwa p=0.00 (p <0,05) atau signifikan, maka hipotesis nol ditolak. Oleh
karenanya, hipotesis minor yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan seluruh
variabel independen terhadap parenting stress diterima. Artinya, ada pengaruh yang
signifikan dari parenting self-efficacy (domain general, task spesific & domain
spesific), dukungan sosial (attachment, social integration, reassurance of worth,
reliable alliance, guidance,e opportunity for nurturance) dan jenis kelamin terhadap
parenting stress orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
Langkah ketiga adalah melihat koefisien regresi tiap independent variabel. Jika
nilai t >1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV
tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap parenting stress orangtua anak
berkebutuhan khusus. Adapun penyajiannya ditampilkan pada table dibawah ini:
93
Tabel 4.10
Coefficients regression
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T
Sig. B Std.Error Beta
1 (Constant) 82,033 6,561 12,503 ,000 DOMAIN_GENERAL ,066 ,086 ,063 ,768 ,444 DOMAIN_SPESIFIC -,471 ,088 -,465 -5,361 ,000 ATTACHMENT -,414 ,155 -,376 2,671 ,008 SOCIAL_INTEGRATION ,064 ,082 ,062 ,790 ,431 REASSURANCE_OF_WORTH -,515 ,196 -,412 -2,625 ,010 RELIABLE_ALLIANCE -,185 ,096 -,116 -1,921 ,057 GUIDANCE -,039 ,105 -,033 -,369 ,713 OPPORTUNITY_FOR_NURTURANCE ,027 ,101 ,022 ,270 ,788 JENIS_KELAMIN -,389 1,372 -,020 -,283 ,777
a. Dependent Variable: PARENTING_STRESS
Didasarkan pada koefisien regresi pada tabel 4.9 peneliti merumuskan persamaan
regresi berikut.
Parenting Stress = 82.033 + 0.066 Domain_General – 0.471 Domain_Spesific* -
0.414 Attachment* + 0.064 Social_Integration - 0.515
Reassurance_Of_Worth* - 0,185 Reliable_Alliance - 0,039
Guidance + 0,027 Opportunity_For_Nurturance - 0,399
Jenis_Kelamin
Tanda bintang (*) pada persamaan diatas menandakan bahwa konstruk task
spesific & domain spesific, attachment dan reassurance of worth memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap parenting stress. Selain dilihat dari nilai t-score (t > 1.96)
suatu dimensi dapat diketahui signifikan atau tidak diketahui dari kolom sig. Syarat
yang harus dipenuhi adalah “jika konstruk memiliki nilai (sig < 0.05), maka konstruk
94
tersebut dinayatakan signifikan mengukur variabel dependennya”. Penting diketahui,
baik nilai t maupun nilai Sig adalah indikator suatu dimensi dapat dikatakan
signifikan atau tidak. Kaitan yang terjadi adalah nilai t tertentu akan menghasilkan
nilai Sig. tertentu pula.
Selanjutnya, peneliti menemukan bahwa dari kesembilan hipotesis minor hanya
ada tiga hipotesis saja yang berkolerasi secara signifikan. Penjelasan dari nilai
koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut.
1. Uji H1
Variabel domain general
Diperoleh nilai koefisien regresi variabel domain general sebesar 0,066
dengan signifikansi sebesar 0.444 (p > 0.05) yang berarti bahwa secara positif
tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel domain general terhadap
parenting stress orangtua anak berkebutuhan khusus.
2. Uji H2
Variabel task spesific & domain spesific
Diperoleh nilai koefisien regresi variabel task spesific & domain spesific
sebesar -0,471 dengan signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.05) yang berarti
bahwa secara negatif terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel task
spesific & domain spesific terhadap parenting stress orangtua anak
berkebutuhan khusus. Jadi semakin tinggi task spesific & domain spesific
maka semakin rendah parenting stress orangtua anak berkebutuhan khusus.
95
3. Uji H3
Variabel attachment
Diperoleh nilai koefisien regresi variabel attachment sebesar -0,414 dengan
signifikansi sebesar 0.008 (p < 0.05) yang berarti bahwa secara negatif
terdapat pengaruh yang signifikan dari attachment terhadap parenting stress
orangtua anak berkebutuhan khusus. Jadi semakin tinggi attachment yang
diperoleh maka semakin rendah parenting stress orangtua anak berkebutuhan
khusus.
4. Uji H4
Variabel social integration
Diperoleh nilai koefisien regresi variabel social integration sebesar 0,065
dengan signifikansi sebesar 0.429 (p > 0.05) yang berarti bahwa secara positif
tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel social integration
terhadap parenting stress orangtua anak berkebutuhan khusus.
5. Uji H5
Variabel reassurance of worth
Diperoleh nilai koefisien regresi variabel reassurance of worth sebesar -0,519
dengan signifikansi sebesar 0.009 (p < 0.05) yang berarti bahwa secara negatif
terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel reassurance of worth terhadap
parenting stress orangtua anak berkebutuhan khusus. Jadi semakin tinggi
reassurance of worth yang diperoleh maka semakin rendah parenting stress
orangtua anak berkebutuhan khusus.
96
6. Uji H6
Variabel reliable alliance
Diperoleh nilai koefisien regresi variabel reliable alliance sebesar -0,189
dengan signifikansi sebesar 0.055 (p > 0.05) yang berarti bahwa secara positif
tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel reliable alliance
terhadap parenting stress orangtua anak berkebutuhan khusus.
7. Uji H7
Variabel guidance
Diperoleh nilai koefisien regresi variabel guidance sebesar 0,031 dengan
signifikansi sebesar 0.776 (p > 0.05) yang berarti bahwa secara positif tidak
terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel guidance terhadap parenting
stress orangtua anak berkebutuhan khusus.
8. Uji H8
Variabel opportunity for nurturance
Diperoleh nilai koefisien regresi variabel opportunity for nurturance sebesar
0,027 dengan signifikansi sebesar 0.794 (p>0.05) yang berarti bahwa secara
positif tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel opportunity for
nurturance terhadap parenting stress orangtua anak berkebutuhan khusus.
9. Uji H9
Variabel jenis kelamin
Diperoleh nilai koefisien regresi variabel jenis kelamin sebesar -0,256 dengan
signifikansi sebesar 0.777 (p>0.05) yang berarti bahwa secara positif tidak
97
terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel jenis kelamin terhadap
parenting stress orangtua anak berkebutuhan khusus.
Melalui pemaparan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat tiga
hipotesis minor yang berkontribusi secara signifikan terhadap variabel
parenting stress yaitu task spesific & domain spesific, attachment dan
reassurance of worth
4.3.2 Pengujian proporsi varian masing-masing independent variable
Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana sumbangan proporsi varians dari
masing-masing variabel independen yang diteliti. Berikut ini akan disajikan tabel
dimana dalam tabel tersebut terdiri atas kolom pertama (model) adalah IV yang
dianalisis satu persatu, kolom ketiga (R Square) merupakan total penambahan varians
DV dari tiap IV yang dianalisis satu persatu tersebut, kolom keenam (R square
change) merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu persatu,
kolom ketujuh (F change) adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan, kemudian
kolom df ialah derajat kebebasan atau taraf nyata bagi IV yang bersangkutan dan df
terdiri atas numerator dan denumerator. Kolom terakhir adalah kolom Sig. F Change
yang fungsinya untuk mengetahui signifikansinya. Apabila p<0.05 maka IV memiliki
sumbangan yang signifikan. Jika signifikan artinya bahwa penambahan (incremented)
proporsi varians dari IV yang bersangkutan, dampaknya signifikan. Besarnya
proporsi varians pada parenting stress dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
98
Tabel 4.11
Proporsi Varians Parenting Stress dari masing-masing Variabel Independen
Model R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change df1 df2
Sig. F Change
dimension0
1 ,247a ,061 ,055 9,37907 ,061 9,643 1 148 ,002
2 ,515b ,265 ,255 8,32843 ,204 40,696 1 147 ,000
3 ,515c ,265 ,250 8,35672 ,000 ,007 1 146 ,936
4 ,515d ,265 ,245 8,38460 ,000 ,031 1 145 ,861
5 ,582e ,338 ,315 7,98323 ,073 15,947 1 144 ,000
6 ,597f ,357 ,330 7,89719 ,019 4,155 1 143 ,043
7 ,598g ,357 ,326 7,92262 ,000 ,084 1 142 ,773
8 ,598h ,358 ,321 7,94817 ,000 ,089 1 141 ,767
9 ,598i ,358 ,317 7,97422 ,000 ,080 1 140 ,777 a. Predictors: (Constant), DOMAIN_GENERAL b. Predictors: (Constant), DOMAIN_GENERAL, DOMAIN_SPESIFIC c. Predictors: (Constant), DOMAIN_GENERAL, DOMAIN_SPESIFIC, ATTACHMENT d. Predictors: (Constant), DOMAIN_GENERAL, DOMAIN_SPESIFIC, ATTACHMENT,
SOCIAL_INTEGRATION e. Predictors: (Constant), DOMAIN_GENERAL, DOMAIN_SPESIFIC, ATTACHMENT,
SOCIAL_INTEGRATION, REASSURANCE_OF_WORTH f. Predictors: (Constant), DOMAIN_GENERAL, DOMAIN_SPESIFIC, ATTACHMENT,
SOCIAL_INTEGRATION, REASSURANCE_OF_WORTH, RELIABLE_ALLIANCE g. Predictors: (Constant), DOMAIN_GENERAL, DOMAIN_SPESIFIC, ATTACHMENT,
SOCIAL_INTEGRATION, REASSURANCE_OF_WORTH, RELIABLE_ALLIANCE, GUIDANCE
h. Predictors: (Constant), DOMAIN_GENERAL, DOMAIN_SPESIFIC, ATTACHMENT, SOCIAL_INTEGRATION, REASSURANCE_OF_WORTH, RELIABLE_ALLIANCE, GUIDANCE, OPPORTUNITY_FOR_NURTURANCE
i. Predictors: (Constant), DOMAIN_GENERAL, DOMAIN_SPESIFIC, ATTACHMENT, SOCIAL_INTEGRATION, REASSURANCE_OF_WORTH, RELIABLE_ALLIANCE, GUIDANCE, OPPORTUNITY_FOR_NURTURANCE, JENIS_KELAMIN
Dari tabel 4.10 di atas dapat dijelaskan informasi sebagai berikut:
1. Variabel domain general memberikan sumbangan sebesar 6.1% dalam varians
parenting stress. Sumbangan ini signifikan secara statistik dengan (F(1. 148)
= 9.643; sig<0.05).
99
2. Variabel task spesific & domain spesific memberikan sumbangan sebesar
20.4% dalam varians parenting stress. Sumbangan ini signifikan secara
statistik dengan (F(1. 147) = 40.696; sig<0.05)
3. Variabel attachment memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians
parenting stress. Sumbangan ini tidak signifikan secara statistik dengan (F(1.
146) = 0.007; sig>0.05)
4. Variabel social integration memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians
parenting stress. Sumbangan ini tidak signifikan secara statistik dengan (F(1.
145) = 0.031; sig>0.05)
5. Variabel reassurance of worth memberikan sumbangan sebesar 7.3% dalam
varians parenting stress. Sumbangan ini signifikan secara statistik dengan
(F(1. 144) = 15,947; sig<0.05)
6. Variabel reliable alliance memberikan sumbangan sebesar 1.9% dalam
varians parenting stress. Sumbangan ini signifikan secara statistik dengan
(F(1. 143) = 4,155; sig<0.05)
7. Variabel guidance memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians
parenting stress. Sumbangan ini tidak signifikan secara statistik dengan (F(1.
142) = 0.084; sig>0.05)
8. Variabel opportunity for nurturance memberikan sumbangan sebesar 0%
dalam varians parenting stress. Sumbangan ini tidak signifikan secara statistik
dengan (F(1. 141) = 0.089; sig>0.05)
100
9. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians
parenting stress. Sumbangan ini tidak signifikan secara statistik dengan (F(1.
140) = 0.080; sig>0.05)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada empat variabel bebas yaitu domain
general, task spesific & domain spesific, reassurance of worth dan reliable alliance
yang signifikan sumbangannya terhadap parenting stress. jika dilihat dari besarnya
pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan variabel bebas
(sumbangan: proporsi varian yang diberikan). Dari keempat variabel bebas tersebut
dapat dilihat variabel mana yang paling besar memberikan sumbangan terhadap
variabel terikat. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat nilai R2 change-nya.
Semakin besar R2 change-nya maka semakin banyak sumbangan yang diberikan
terhadap veriabel terikat.
Dari tabel 4.10 di atas dapat dilihat variabel bebas yang memberikan sumbangan
paling besar adalah variabel task spesific & domain spesific memberikan sumbangan
sebesar 20.4% dilanjutkan oleh reassurance of worth memberikan sumbangan
sebesar 7.3% dan domain general memberikan sumbangan sebesar 6.1% serta yang
terakhir reliable alliance memberikan sumbangan sebesar 1.9%.
101
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Bab penutup ini akan berisi tentang rangkuman keseluruhan hasil dari penelitian.
Didalamnya meliputi tiga sub-bab utama, yaitu kesimpulan, diskusi dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor penelitian, maka kesimpulan yang dapat
diambil dari penelitian ini adalah “Ada pengaruh yang signifikan domain general
parenting self-efficacy, task spesific & domain spesific parenting self-efficacy,
attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance, guidance,
opportunity for nurturance dan jenis kelamin orangtua terhadap parenting stress
orangtua anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil uji F yang
menguji seluruh independent variabel (IV) terhadap dependent variabel (DV).
Kemudian, hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi masing-masing
koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh hanya tiga variabel yang
signifikan pengaruhnya terhadap parenting stress yaitu task spesific & domain
spesific parenting self-efficacy, attachment dan reassurance of worth.
Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan proporsi varians masing-masing variabel,
terdapat empat variabel yang signifikan diantarnya adalah domain general parenting
self-efficacy, task spesific & domain spesific parenting self-efficacy, reassurance of
worth, reliable alliance.
102
5.2 Diskusi
Penelitian ini menunjukkan bahwa 51,3% (lebih dari setengah total subjek penelitian)
orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus mengalami parenting stress yang
renda. Adapun sebagian lain orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus
mengalami parenting stress yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh rendahnya
parenting self-eficacy yang dimiliki orangtua anak berkebutuhan khusus.
Parenting self-efficacy merupakan unsur kognitif yang penting dalam parenting
yang dikembangkan dari konsep self-efficacy. Self-efficacy dapat mempengaruhi
individu untuk menghadapi yang sulit dan memiliki pengaruh yang positif atau
negatif dalam tumbuh kembang anak (Maclness, 2006). Oleh karena itu, self-efficacy
yang dimiliki orangtua secara efektif mempengaruhi tingkat stres orangtua dalam
parenting (Coleman & Karraker, 1998).
Dalam penelitian ini, orangtua anak berkebutuhan khusus memiliki tingkat
parenting self-efficacy yang rendah, baik dari dimensi domain general maupun
dimensi task-spesific & domain spesific. Rendahnya parenting self-efficacy yang
dimiliki orangtua berdampak negatif pada parenting, di antaranya: stres, depresi,
perasaan negatif, menarik diri dari situasi yang melelahkan dan kurangnya kepekaan
terhadap perilaku anak yang sulit (Maclness, 2006). Sebaliknya, orangtua yang
memiliki self-efficacy yang tinggi dalam parenting, maka akan lebih memperhatikan
perkembangan anaknya, memiliki interaksi yang positif dan tidak menunjukkan
tingkah laku yang negatif (Coleman & Karraker, 2003), serta lebih siap untuk
menghadapi tuntutan-tuntutan dalam parenting (Raikes & Thompson, 2005).
103
Parenting self-efficacy merupakan sumber daya untuk mengatasi stres, karena
parenting self-efficacy dapat mengontrol atas ancaman dan tuntutan yang berlebihan.
Misalnya, ketika merawat anak berkebutuhan khusus dengan parenting self-efficacy
yang dimiliki orangtua secara efektif dapat mengurangi tingkat parenting stress yang
dialami. Jika orangtua percaya bahwa mereka dapat menangani tekanan-tekanan yang
berasal dari lingkungan secara efektif, di antaranya: kurangnya keterampilan
komunikasi dan sosial anak, kemandirian anak dan tingkah laku anak) maka mereka
tidak akan terganggu. Sebaliknya, jika orangtua tidak percaya diri untuk
mengendalikan keadaan tersebut maka orangtua akan mengalami parenting stress
yang tinggi (Bandura dalam Jusmine, 2013).
Oleh karena itu, betapa pentingnya parenting self-efficacy yang harus dimiliki
orangtua anak berkebutuhan khusus. Dengan adanya kepercayaan diri pada orangtua
dalam parenting maka anak dapat meningkatkan kompetensi dan berkurangnya
permasalahan tingkah laku pada anak. Prasa (2013) dalam penelitiannya
mengungkapkan bahwa salah satu sumber koping parenting stress pada orangtua
yang memiliki anak tunagrahita adalah kepercayaan diri. Rasa percaya diri pada
individu akan menentukan dalam melakukan pengambilan keputusan dalam situasi
yang penuh tekanan. Penelitian lainnya oleh Astriamitha (2012) yang
mengungkapkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara parenting
stress dan parenting self-efficacy pada ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita
Faktor lain yang dapat mengurangi parenting stress adalah dukungan sosial.
Dukungan sosial dipercaya dapat membantu orangtua untuk mengatasi kesulitan
104
mereka saat membesarkan anak-anak disabilitas (Abidin, 1992). Misalnya, Peer dan
Hillman (2012) dalam penelitiannya pada orangtua yang memiliki anak tunagrahita
menemukan bahwa dukungan sosial mempengaruhi tingkat parenting stress yang
dialami oleh orangtua.
Secara lebih spesifik, dari keenam jenis dukungan sosial dalam penelitian ini,
hanya dimensi reassurance of worth dan attachment yang secara signifikan
berpengaruh terhadap parenting stress. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Fick dan McMahon (2009) bahwasanya parenting stress secara
signifikan dipengaruhi oleh dimensi reassurance of worth, social integration dan
attachment.
Dimensi reassurance of worth memberikan sumbangan sebesar 7,3% dalam
varians parenting stress dan memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0,519 (0,009 <
0,05). Pengaruh pada dimensi reassurance of worth bernilai negatif, artinya jadi
semakin tinggi reassurance of worth yang diterima oleh orangtua maka semakin
rendah tingkat parenting stress yang dialami oleh orangtua.
Reassurance of worth adalah dukungan yang didapatkan dari keluarga maupun
lembaga. Bentuk dukungan ini berupa pengakuan atas kemampuan dan keahliannya
serta penghargaan yang diberikan oleh orang lain baik keluarga maupun lembaga
terhadap kompetensi, keterampilan dan nilai yang dimiliki seseorang (Cutrona, 1987).
Dalam penelitian ini menunjukan bahwasanya pengakuan kemampuan dan
penghargaan kompetensi yang diperoleh orangtua dalam mengasuh anak
berkebutuhan khusus dapat mengurangi tingkat parenting stress. Dengan adanya
105
dukungan ini, orangtua akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kualitas parenting
pada anak berkebutuhan khusus yang dimilikinya.
Dimensi selanjutnya adalah attachment, yang memiliki nilai koefisien regresi
sebesar -0,414 (0,008 < 0,05). Sama halnya dengan dimensi reassurance of worth
dimensi ini bernilai negatif, artinya semakin tinggi attachment yang diterima oleh
orangtua maka semakin rendah tingkat parenting stress yang dialami oleh orangtua
anak berkebutuhan khusus.
Attachment adalah bentuk dukungan sosial yang berupa kedekatan emosional
yang menjadikan invidu memiliki rasa aman dan nyaman. Sumber dukungan ini
biasanya diperoleh dari pasangan, teman dekat atau hubungan keluarga (Cutrona,
1987). Dengan adanya kedekatan emosional orangtua anak berkebutuhan khusus
dengan orang disekitarnya, maka parenting stress akan mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan bahwa orangtua anak berkebutuhan khusus memiliki rasa aman meskipun
mengalami kesulitan dalam parenting.
Variabel lain yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis kelamin. Dari hasil uji
beda jenis kelamin, telah diperoleh mean parenting stress yang dimiliki perempuan
lebih besar daripada mean laki-laki. Hal ini disebabkan karena jumlah persentase
yang tidak seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam mengsisi kuesioner
penelitian ini. Sementara hasil uji statistik menunjukkan bahwa jenis kelamin secara
signifikan tidak mempengaruhi parenting stress dan jika melihat proporsi varian,
jenis kelamin tidak sumbangan dalam varian parenting stress.
106
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Kraus (1993) yaitu tidak
adanya perbedaan parenting stress yang dialami oleh laki-laki dan perempuan.
Adapun penelitian yang bertentangan dengan hasil penelitian ini adalah penelitian
Walker (2000) yang menyatakan bahwa perempuan lebih tertekan dan tidak percaya
diri dalam peran pengasuhan daripada laki-laki. Selanjutnya hasil penelitian Lindsey
(2006) adalah tingkat parenting stress yang dialami oleh perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki.
Adapun tingkat parenting stress yang paling tinggi dialami oleh orangtua anak
tunagrahita dilanjutkan oleh orangtua anak tunarungu dan diakhiri orangtua anak
tunanetra. Hal ini terjadi karena memiliki anak tunagrahita berdampak terhadap
waktu yang dihabiskan orangtua untuk membantu mereka dan beratnya beban dalam
parenting yang dirasakan orangtua (Heller dalam Mitha, 2012).
Macias (dalam Peer & Hilman, 2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
tingkat keterbatasan fungsional anak memiliki pengaruh yang signifikan memiliki
terhadap parenting stress yang dialami oleh orangtua. Oleh karena itu, orangtua anak
tunagrahita mengalami parenting stress yang tinggi yang disebabkan kebutuhan dan
perawatan anak tunagrahita yang lebih kompleks sehingga orangtua yang memiliki
anak tunagrahita tidak dapat memprediksi tanggung jawab mereka dalam parenting
(Peer & Hilman, 2012).
Selain itu, orangtua anak tunagrahita akan kehilangan kepercayaan diri dalam
pengasuhannya sehingga menyebabkan depresi pada orangtua, tingkah laku agresif,
malu dan merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengasuh anak tunagrahita
107
(Soemantri, 2006). Oleh karena itu, pentingnya parenting self-efficacy dalam
parenting anak tunagrahita.
Selanjutnya, tingkatan kedua parenting stress dalam penelitian ini adalah orangtua
yang memiliki anak tunarungu. Salah satu sikap dominan yang akan ditunjukkan
adalah sikap protektif pada anak. Orangtua anak tunarungu akan lebih protektif
daripada orangtua yang memiliki anak normal dalam usaha mereka untuk menjaga
anak mereka dari bahaya. Sikap protektif ini terjadi karena ketidakmampuan anak
mendengar panggilan orangtua, sehingga orangtua harus mengetahui metode untuk
membantu anaknya ketika terkena bahaya (Hummer & Turner 1932).
Selanjutnya, orangtua anak tunanetra dalam pengasuhannya. Meskipun, orangtua
anak tunanetra berada pada tingkat terendah dalam parenting stress dalam penelitian
ini, orangtua tetap akan mengalami parenting stress karena orangtua adalah pihak
yang paling berat yang merasakan dampak lahirnya anak tunanetra dalam keluarga
sehingga sebagian orangtua tidak siap menerima kehadiran anak tunanetra tersebut
(Soemantri, 2006)
5.3 Saran
Pada bagian ini, saran dibagi menjadi dua bagian yaitu saran metodologis dan saran
praktis. Peneliti memberikan saran secara metodologis dengan harapan dapat
memberikan kontribusi untuk penelitian selanjutnya, terutama dalam ranah psikologi
klinis dan psikologi keluarga. Selain itu, peneliti juga menguraikan saran secara
praktis dengan harapan dapat memberikan informasi tambahan, terutama bagi
108
pembaca yang berniat melakukan penelitian mengenai parenting stress orangtua anak
berkebutuhan khusus.
5.3.1 Saran Metodologis
1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggali variabel-variabel
lainnya yang dapat mempengaruhi parenting stress, diantaranya: lokus
dan kontrol, family functioning, tingkat pendidikan orangtua, tingkat
pendapatan dan status pernikahan.
2. Berkaitan dengan alat ukur yang digunakan, disarankan pada penelitian
selanjutnya untuk memilih alat ukur yang dapat melengkapi teori yang
digunakan dan juga dapat mengadaptasi alat ukur dari segi
menerjemahkannya tanpa mengurangi esensi alat ukur yang sebenarnya.
3. Pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk mengikutsertakan penelitian
kuantitatif atau mix methode agar hasil penelitian lebih valid.
5.3.2 Saran Praktis
1. Penting bagi orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk
meningkatkan parenting self-efficacy dalam parenting anak berkebutuhan
khusus. Diantaranya dengan sebagai berikut: mengikuti seminar yang
diadakan di sekolah, membaca literatur berkaitan parenting anak
berkebutuhan khusus dan konsultasi dengan para profesional tentang
penilaian akurat kemampuan yang dimiliki anak. Karena sesungguhnya
parenting self-efficacy yang dimiliki orangtua memberikan dampak positif
terhadap perkembangan anak
109
2. Dalam parenting, sebaiknya orangtua menekankan kekuatan anak
daripada kekurangan yang dimilikinya serta memberikan pengalaman
orangtua agar anak dapat mengembangkan konsep diri yang positif.
Bagaimanapun anak adalah anugrah terindah dari Allah bagi setiap
orangtua dan orangtua yang menjadikannya hitam maupun putih.
3. Bagi para kerabat dan masyarakat untuk memberikan dukungan kepada
orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus baik secara emosional
dan dukungan nyata. Hal ini dapat mengurangi beban dan membantu pola
pikir orangtua untuk termotivasi dalam parenting anak berkebutuhan
khusus dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, R.R. (1992). The determinants of parenting behavior. Journal of Clinical Child Psychology, 21 (4), 407-412.doi:10.1207.s15374424jccp2104.12.
Ahern, L.S. (2004). Psychometric properties of the parenting stress index – short form. Thesis. Raleigh: North Carolina State University.
Agustyawati & Solicha. (2009). Psikologi pendidikan anak berkebutuhan khusus. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN.
Ardelt, M. & Eccles, J.S. (2001). Effect of mother’s parental efficacy beliefs and promotive parenting strategies on inner city youth. Journal of Family Issues, 22(8), 944-972.
Astriamitha. (2012). Hubungan antara parenting stress dan parenting self-efficacy pada ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita taraf ringan dan sedang usia kanak-kanak madya. Skripsi. Depok: fakultas psikologi universitas indonesia.
Baron, R.A. & Byrne, D. (2003). Psikologi sosial. Jilid I (terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Berry, J.O. & Jones, W.H. (1995). The parental stress scale: initial psychometric evidence. Journal of Social and Personal Relationship, 12(3), 463-472. doi:10.1177/0265407595123009.
Bloomfield, L., & Kendall, K. (2012). Parenting self-efficacy, parenting stress and child behaviour before and after a parenting programme. Primary Health Care Research & Development, 13, 364-372.doi:10.10.17/S1463423612000060.
Boyd, B.A. (2002). Examining the relationship between stress and lack of social support in mothers of children with autism. Focus on Autism and Other Development Disabilities, 17 (4), 208-215.doi: 10.1177/10883576020170040301.
Brooks, J.B. (2003). The process parenting, sixth edition. McGraw-Hill Company.
Cheryl, M.S. (2012). Parenting Stress in Mothers of Preschool Children Recently Diagnosed with Autism Spectrum Disorder. Dissertation. Newark: New Jersey State University.
Cohen, S., Kamarck, T., & Mermelstein, R. (1983). A global measure of perceived stress. Journal of Health and Social Behavior, 24 (4), 385-396. http://www.jstor.org/stable/584685 .
Coleman, P.K,. & Karraker, K.H. (1997). Self efficacy and parenting quality: findings and future applications. Developmental review, 18, 47-85.
Coleman, P.K. (1998). Maternal self-efficacy beliefs as predictors of parenting competence and toddlers’ emotional, social and cognitive development. Dissertation: Life-Span Development Psychology. West Virginia University.
Coleman, P.K. & Karraker, K.H. (2000). Parenting self-efficacy among mothers of school age children: conceptualization, measurement and correlates. Family Relations, 49(1), 13-24.
Coleman, P.K. & Karraker, K.H. (2003). Maternal self-efficacy beliefs, competence in parenting and toddlers behavior and developmental status. Infant Mental Health Journal, 24(2), 126-148.doi:10.1002/imhj.10048.
Cutrona, C.E. & Russell, D.E. 1987. The provisions of social relationship and adaption to stress. Advances in personal relationship, 1, 37-67.
Cutrona, C.E., Cole, V., Colangelo, N., Assouline., S.G., Russell, D.W. (1994). Perceived parental sosial support and academic achievement an attachment: an attachment theory perspective. Journal of Personality and Social Psychology, 66 (2), 369-378.doi:0022.3514.94.
Davis, N.O. & Carter, A.S. (2008). Parenting Stress in Mothers and Fathers of Toddlers with Autism Spectrum Disorders: Associations with Child Characteristics. Journal Autism Dev Disord, 38, 1278-1291.doi:10.1007/s10803.007.0512.z.
Deckard, K.D. (2004). Parenting stress. London: Yale University Press.
Efendi, M. (2006). Pengantar psikopedagogik anak berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Erjuna. (2013). Parental stress in families of children with disabilities: a literature review. Journal of Educational and Social Research,3 (7), 579-584.doi:10.5901.
Fick, M.N. & McMahon, C.A. (2009). Psychosocial Correlates of parenting stress in australian parents with a daughter from china. Australian Journal of Adoption, 1 (2).
Folkman, S., Lazarus, R.S., Gruen, R.J., & DeLongis, A. (1986). Appraisal, coping, health sttus and psychological symptomps. Journal of Personality and Social Psychology, 50 (3), 571-579.doi:0022-3514/86/800.75.
Guidubaldi, J. & Cleminshaw, H.K. (1985). The development of the Cleminshaw-Guidubaldi parent satisfaction scale. Journal of Clinical Child Psychology. retrieved from
Gupta, V.B., Mehrotra, P., Mehrotra, N. (2012). Parental stress in raising a child with disabilities in india, 23(2),41-52.doi:10.5463.
:http://pdfserve.informaworld.com/29213_740385036_783757539.pdf.
Hallahan, D.P. & Kauffman, J.M. (1944). Exceptional children: introduction to special education. Sixth edition. University of Virginia.
Hammer, T.J. & Turner, P.H. (1932). Parenting in contemporary society (second edition). New Jersey: Prentice Hall.
Haskett, M.E., Ahern, L.S., Ward, C.S., Allaire, J,C. (2006). Factor structure and validity the parenting stress index-short form. Journal of Clinical Child and Adolescent Psychology, 35(2), 302-312.
Indriyani, I. (2011). Pengaruh kepuasan pernikahan terhadap parenting stress: studi pada ibu dengan anak usia 2-5 tahun. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN.
Jeenabadi, H. (2013). The study and comparison of stress level and coping strategies in parents of exceptional (mentally retarded, blind and deaf) and normal children in Zahedan. Procedia; Social and Behavioral Sciences, 114, 197-202.
Jusmine, F. (2013). The relationship between parenting stress, child characteristics, parenting self-efficacy and social support in parents of children with autism in taiwan. Dissertation. Columbia university.
Johnson, C. & Mash, E.J. (1989). A measure of parenting satisfaction and efficacy. journal of Clinical Child Psychology, 18(2), 167-175. doi: 10.1207/ s15374424jccp1802.8.
Jones, T.L. & Prinz, R.J. (2005). Potential roles of parental self-efficacy in parent and child adjusment: A review. Clinical Psychology Review, 25, 341-363.
Krauss, M.W. (1993). Child-related and parenting stress: similarities and differences between mothers and fathers of children with disabilities. American Journal on Mental Retardation, 97 (4), 393-404.
Lauer, R.H. & Lauer, J.C. (2007). Marriage & family: the quest for intimacy (second edition). New York: McGraw Hill.
Lederberg, A.R., & Golbach, T. (2002). Parenting stress and social support in hearing mothers of deaf and hearing children: a longitudinal study. Journal of Deaf Studies and Deaf Education. George: State University.
Levendosky, A.A. & Bermann, S.A.G. (1998). The moderating effects of parenting stress on children’s adjusment in woman-abusing families. Journal of Interpersonal violence, 13 (3), 383-397. doi: 10.1177/088626098013003005.
Maclnnes, L.K. (2006). Parenting self-efficacy and stress in mothers and fathers of children with down syndrome. Thesis. Simon Fraser University.
Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus, jilid kesatu. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).
Patterson, J.M. & McCubbin, H.I. (1983). The impact of family life events and changes on the health of a chronically ill child. National Council on Family Relations, 32 (2), 255-264. retrieved from http://www.jstor.org/stable/584685
Peer, J.W., Hillman, S.B. (2012). The mediating impact of coping style on stress perception for parents of individuals with intelectual disabilities. Journal of Intelectual Disabilities, 16(1), 45-59.doi:10.177/1744629512440783.
Peraturan menteri negara pemberdayaan perempuan & perlindungan anak republik indonesia. Nomor 10 tahun 2011.
Prasa., B.M. (2013). Stres dan koping orangtua dengan anak retardasi mental. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
Raikes, H.A. & Thompson, R.A. (2005). Efficacy and social support as predictors of parenting stress among families in poverty. Infant Mental Health Journal, 26(3), 177-190.doi:10.1002/imhj.20044.
Small., R.P. (2010). A comparison of parental self-efficacy, parenting satisfaction, and other factors between single mother with and without children with developmental disabilities. Dissertation. Michigan: Wayne State University.
Sarafino, E.P. (1994). Health psychology: Biopsychosocial interaction (second edition). Trenton: State College.
Sarason, I.G., Levine, H.M., Basham, R.B., Sarason, B.R. (1983). Assesing social support: the social support questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, 44 (1), 127-139.
Sharpley, C.F., Bitsika, V., & Efremidis, B. (1997). Influence of gender, parental health and perceived expertise of assistance upon stress, anxiety and depression among parent of children with autism. Journal of Intellectual and Developmental Disability, 22 (1), 19-28. doi: 10.180/13668259700033261.
Shyam, R., & Kavita. (2014). Stress and family burden in mothers of children with disabilities. International Journal of Interdisciplinary and Multidisciplinary Studies (IJIMS), 1 (4), 152-159.
Siegel, S.P., Sedey, A.L., Itano, C.Y. (2002). Predictors of parental stress in mother of young children. Journal of Deaf Studies and Deaf Education. Boulder: University of Colorado.
Sipal, R.F., & Sayin, U. (2013). Impact of perceived social support and depression on the parental attitudes of mother children who are deaf. Journal Child Family Study, 22, 1103-1111.doi:10.1007/s10826.012.9672.3.
Soemantri, S. (2005) Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Tavakol, K., Dehi, M., Naji, H., Nasiri, M. (2008). Parental Anxiety and Quality of Life in Children with Blindness in Ababasire institution: IJNMR, 13 (4), 141-144.
Teti, D.M., Connell, M.A., Reiner, C.A. (1996). Parenting sensitivity, parental depression and child health: the mediational role of parental self-efficacy. Early Development and Parenting, 5(4), 237-250.
Theule, J. (2010). Predicting parenting stress in families of children with ADHD (thesis). Ontario: University of Taronto.
Walker, A.P. (2000). Parenting stress : A Comparison Of Disable And Non Disabled Children. (Doctoral Disertation). Texax: University of North Texax.
Zimet, G.D., Dahlem, N.W., Zimet, S.G. & Farley, G.K. (1988). The multidimensional scale of perceived social support. Journal of Personality Assessment, 52, 30-41. doi:10.1207/s15327752jpa5201_2.
LAMPIRAN
Lembar Kesediaan
Assalamualai’kum Wr Wb
Kepada Para Orangtua Hebat...
Saya adalah mahasiswi psikologi UIN Jakarta, saat ini saya sedang melakukan
penelitian mengenai pengasuhan orangtua dengan anak berkebutuhan khusus.
Dalam penelitian ini, saya membutuhkan data mengenai aspek yang terkait dengan
pengalaman anda sebagai orangtua anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, saya sangat
mengaharapkan kesediaan anda untuk memberikan beberapa informasi dengan cara mengisi
kuesioner berikut. Dalam menjawab kuesioner, anda diminta untuk menjawab dengan kondisi
yang menggambarkan kondisi anda dan bukan situasi umum ataupun ideal. Tidak ada
jawaban salah dan benar dalam kuesioner ini, akan tetapi jawaban yang sesuai dengan kondisi
anda yang sebenarnya.
Data yang diberikan akan dijamin kerahasiaanya dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan anda bersedia membaca
petunjuk pengisian dan memeriksa kembali kelengkapan jawaban kuesioner ini sehingga
tidak ada yang terlewati.
Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terimakasih atas waktu dan informasi yang
anda sediakan untuk mengisi kuesioner ini.
Jakarta, 22 Desember 2014
Hormat Saya
Siti Fatimah
Nama / Inisial :
Biodata Responden
Jenis Kelamin :
*Pendidikan Terakhir : a. SD d. S1
b. SMP e. Lainnya____________
c. SMA
*Jenis Disabilitas Anak : a. Tunanetra
b. Tunarungu
c. Tunagrahita
Usia Anak :
(*) Lingkari yang Sesuai
Petunjuk Pengisian
Tandai jawaban yang paling menggambarkan perasaan Bapak/Ibu dari pernyataan
dibawah ini. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah benar asalkan sesuai
dengan diri Bapak/Ibu. Terdapat empat pilihan jawaban, yaitu:
Keterangan:
SS : SANGAT SETUJU TS : TIDAK SETUJU
S : SETUJU STS : SANGAT TIDAK SETUJU
Contoh
NO Pernyataan SS S TS STS Saya merasa terbebani oleh tanggung jawab saya
sebagai orangtua X
Skala 1
No Pernyataan SS S TS STS 1 Seringkali saya merasa tidak bisa menangani segala
permasalahan dengan baik.
2 Saya merasa menyerah untuk memenuhi kebutuhan anak saya yang tidak sesuai harapan.
3 Saya merasa terbebani oleh tanggung jawab saya sebagai orangtua
4 Sejak memiliki anak ini, saya sudah tidak dapat melakukan hal-hal yang baru dan berbeda.
5 Sejak memiliki anak, saya merasa tidak bisa melakukan hal-hal yang saya suka lakukan.
6 Saya tidak senang dengan pembelian pakaian terakhir untuk diri saya.
7 Ada beberapa hal yang menganggu kehidupan saya. 8 Kehadiran anak menyebabkan masalah yang lebih besar
antara saya dan pasangan saya.
9 Saya merasa sendiri tanpa teman 10 Ketika pergi ke suatu acara, biasanya saya tidak
menikmatinya.
11 Saya tidak tertarik dengan orang lain seperti dulu. 12 Saya tidak menikmati berbagai hal seperti yang dulu saya
lakukan
13 Anak saya jarang melakukan hal yang membuat saya merasa baik.
14 Kadang-kadang saya merasa anak saya tidak menyukai saya dan tidak ingin dekat dengan saya
15 Ketika saya berbuat sesuatu untuk anak saya, saya merasa bahwa usaha saya tidak dihargai.
16 Ketika bermain, anak saya jarang tertawa 17 Anak saya sepertinya belajar tidak secepat anak pada
umumnya.
18 Anak saya sepertinya tidak tersenyum sebanyak anak pada umumnya.
19 Anak saya tidak bisa melakukan banyak hal seperti yang saya harapkan.
20 Anak saya kesulitan dan membutuhkan waktu lama untuk terbiasa dengan hal baru
21 Saya berharap adanya perasaan dekat dan hangat dengan anak saya, tetapi saya kesulitan dan ini menganggu saya.
22 Terkadang anak saya melakukan hal yang mengganggu saya untuk mendapatkan perhatian
23 Anak saya tampaknya lebih sering menangis dan rewel daripada anak-anak pada umumnya.
24 Anak saya biasanya bangun dalam suasana hati yang buruk 25 Saya merasa anak saya mudah murung dan marah
No Pernyataan SS S TS STS 26 Anak saya melakukan beberapa hal yang menganggu saya. 27 Anak saya bersikap berlebihan ketika tidak menyukai
sesuatu.
27 Anak saya mudah marah terhadap hal sepele 29 Jadwal tidur dan makan anak saya sulit ditentukan dari yang
saya harapkan.
30 Anak saya menjadi masalah besar bagi saya, diluar harapan saya.
31 Anak saya menuntut saya lebih banyak daripada anak-anak pada umumnya.
Skala 2
No Pernyataan SS S TS STS 1 Masalah pengasuhan anak mudah diatasi, setelah saya
mengetahui bahwa apa yang saya lakukan mempengaruhi anak. Inilah pemahaman saya.
2 Saya akan menjadi teladan bagi anak saya untuk mempelajari bagaimana menjadi orangtua yang baik.
3 Menjadi orangtua adalah masalah pengelolaan, dan setiap masalah dapat diatasi dengan mudah.
4 Saya memenuhi harapan pribadi saya untuk memiliki keahlian dalam perawatan anak
5 Jika ada yang bisa menemukan jawaban atas apa yang mengganggu anak saya, maka sayalah orangnya
6 Mengingat berapa lama saya menjadi orangtua, saya merasa benar-benar akrab dengan peran sebagai orangtua.
7 Saya benar-benar percaya bahwa saya memiliki semua keterampilan yang diperlukan untuk menjadi orangtua yang baik bagi anak saya.
Skala 3
No Pernyataan SS S TS STS 1. Saya percaya bahwa saya dapat memenuhi kebutuhan
anak saya untuk merasakan aman dan diterima
2. Ketika anak saya membutuhkan saya, saya dengan mudah menyingkirkan semua hal yang sedang saya lakukan
3. Saya kesulitan untuk selalu memberikan anak saya kenyamanan yang dibutuhannya dalam menghadapi frustrasi dan kekhawatiran setiap harinya.
4. Saya akan selalu menghentikan apa yang saya lakukan dan memeluk anak saya ketika ia membutuhkan kasih sayang
5. Saya sering sibuk dengan masalah saya sendiri untuk menjaga emosi anak saya yang berubah.
6. Saya bisa merasakan ketika anak saya mulai tertekan
No Pernyataan SS S TS STS 7. Anak saya merasa sangat dicintai oleh saya 8. Saya pikir saya toleran dan memahami Ketika anak saya
menunjukkan emosi negatif
9. Saya merasa sangat tertekan ketika suasana hati anak saya tidak baik
10. Saya pasti memenuhi tugas saya sebagai orangtua untuk memberikan dukungan emosional bagi anak saya
11. Ketika anak saya memiliki masalah, ia tahu saya akan membantunya
12. Menyediakan keamanan dari bahaya lingkungan bebas untuk anak saya adalah hal sangat sulit bagi saya
13. Ketika saya menitipkan anak saya dengan orang lain, saya memastikan bahwa orang tersebut dapat melindungi anak saya dari bahaya
14. Saya tidak pernah meninggalkan anak saya tanpa pengawasan
15. Saya selalu memastikan keadaan anak saya dengan melihat keaadaan anak saya bahwa ia tidak terluka
16. Saya mengalami kesulitan untuk menentukan hal aman dan tidak aman yang anak saya lakukan
17. Saya mengalami kesulitan untuk membuat anak saya mendengarkan saya
18. Orangtua lain lebih sukses untuk menetapkan aturan bagi anak-anak mereka daripada yang saya lakukan kepada anak saya
19. Menetapkan aturan terhadap anak saya adalah hal relatif mudah bagi saya.
20. Ketika anak saya melewati aturan yang saya tentukan, saya merasa sangat putus asa.
21. Mengatakan"TIDAK" untuk keselamatan anak saya adalah hal yang mudah bagi saya
22. Saya adalah teman bermain yang menyenangkan bagi anak saya
23. Saya kesulitan untuk meluangkan waktu dan hanya bermain dengan anak saya
24. Saya terlibat secara aktif bermain dengan anak saya 25. Bermain merupakan bagian dari hubungan saya dengan
anak saya dan saya memiliki sedikit kesulitan
26. Saya harus belajar bagaimana untuk bersenang-senang dengan anak saya
27. Saya percaya bahwa anak saya banyak belajar dari usaha saya untuk menunjukkan hal-hal kepadanya
28. Membantu anak saya belajar berbicara dan memahami kata-kata merupakan bagian dari pengasuhan yang saya serahkan kepada orang lain
29. Duduk secara rutin dengan anak saya untuk membaca atau melakukan satu kegiatan adalah hal mudah bagi saya
No Pernyataan SS S TS STS 30. Saya memiliki kesulitan untuk menggunakan instruksi
yang tepat ketika saya mencoba untuk menjelaskan sesuatu kepada anak saya
31. Membantu anak saya belajar warna, nama benda dan sejenisnya,bukanlah salah satu kelebihan saya
32. Anak saya lebih banyak belajar dari saya daripada orang lain dalam hidupnya
33. Saya dengan mudah menemukan kesempatan untuk menunjukkan hal-hal tentang dunia selama saya berinteraksi dengan anak saya
34. Saya mampu membangun rutinitas sehari-hari dengan anak saya dan kenyamanan telah kami rasakan
35. Saya memberikan kenyamanan kepada anak saya setiap harinya.
36. Saya tidak bisa membuat anak saya untuk bertahan dengan jadwal kegiatan yang teratur
37. Meskipun saya mencoba untuk melatih anak saya untuk makan dengan baik, tetapi usaha saya kurang berhasil
38. Sepertinya saya tidak dapat menetapkan waktu tidur yang teratur pada anak saya
39. Saya telah menyusun rutinitas pagi yang cukup teratur dengan anak saya
Skala 4
No Pernyataan SS S TS STS
1 Ada orang yang dapat saya andalkan ketika saya sangat membutuhkan bantuan.
2 Saya merasa saya tidak memiliki hubungan yang dekat dengan orang lain.
3 Tidak ada satu orangpun yang bisa saya minta nasihat ketika saya mengalami tekanan.
4 Ada beberapa orang yang mengandalkan saya.
5 Ada beberapa orang yang menikmati kegiatan sosial bersama saya.
6 Orang lain melihat saya sebagai orang yang tidak kompeten
7 Saya merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan orang lain.
8 Saya merasa menjadi bagian dari sekelompok orang yang berbagi keyakinan dengan saya
9 Saya tidak berfikir orang lain menghargai keahlian dan kemampuan saya.
10 Jika ada sesuatu yang tidak sesuai, tidak ada seorangpun yang datang membantu saya.
11 Saya memiliki hubungan dekat yang memberikan saya rasa senang dan aman secara emosional.
No Pernyataan SS S TS STS
12 Ada seseorang yang dapat saya ajak bicara tentang keputusan penting dalam kehidupan saya.
13 Saya mempunyai hubungan yang mana kemampuan dan ketrampilan saya diakui.
14 Tidak ada tempat bagi saya untuk berbagi kesenangan dan kekhawatiran
15 Tidak seorangpun yang mempercayai saya untuk kebahagian mereka
16 Ada orang yang dapat saya percayai untuk dimintai nasihat jika saya memiliki masalah
17 Saya merasakan ikatan emosional yang kuat meskipun hanya dengan satu orang.
18 Tidak seorangpun yang dapat saya andalkan ketika saya sangat membutuhkan bantuan
19 Tidak seorangpun yang membuat saya nyaman untuk membicarakan masalah saya.
20 Ada beberapa orang yang mengagumi bakat dan kemampuan saya.
21 Saya merasa tidak dekat dengan orang lain 22 Tidak seorangpun yang menyukai hal-hal yang saya
lakukan
23 Ada orang yang dapat saya andalkan dalam keadaan darurat
24 Tidak seorangpun yang membutuhkan perhatian saya
Terima Kasih
Mohon Periksa Kembali Agar Tidak Ada Pernyataan Yang Terlewat
1.1. Diagram Path Parenting Stress (Aspek Parent Distress)
1.2. Diagram Path Parenting Stress (Aspek Parent-Child Dysfunctional Interaction)
IT18.43
IT28.36
IT38.06
IT48.48
IT57.31
IT68.11
IT77.94
IT88.29
IT98.14
IT107.20
IT117.98
IT127.28
parent 0.00
Chi-Square=47.14, df=34, P-value=0.06640, RMSEA=0.051
6.15
7.43
8.15
10.63
11.28
6.12
9.29
9.19
9.20
11.63
7.40
9.63
IT138.29
IT147.40
IT155.97
IT167.12
IT178.92
IT188.51
IT198.21
IT208.86
IT217.33
IT227.07
pc 0.00
Chi-Square=31.38, df=21, P-value=0.06763, RMSEA=0.058
6.82
10.74
12.03
10.49
4.64
9.16
7.39
4.42
10.33
7.78
1.3.Diagram Path Parenting Stress (Aspek Difficult Child)
2.1. Diagram Path Parenting Self-Efficacy (Domain General)
IT238.05
IT246.47
IT256.65
IT268.41
IT277.68
IT286.41
IT298.33
IT308.40
IT318.13
child 0.00
Chi-Square=30.10, df=19, P-value=0.05052, RMSEA=0.063
8.76
11.49
12.67
5.03
8.68
10.32
8.93
7.67
8.33
IT17.35
IT27.93
IT35.16
IT47.57
IT56.99
IT68.24
IT77.71
pse 0.00
Chi-Square=6.88, df=8, P-value=0.54944, RMSEA=0.000
10.01
10.65
12.43
9.99
10.41
9.56
6.77
2.2. Diagram Path Parenting Self-Efficacy (Domain Spesific)
I T 19 . 2 4
I T 28 . 7 8
I T 39 . 8 2
I T 48 . 9 0
I T 59 . 1 4
I T 61 0 . 2 0
I T 71 0 . 4 3
I T 89 . 9 3
I T 91 0 . 0 3
I T 1 09 . 9 5
I T 1 19 . 2 4
I T 1 29 . 5 5
I T 1 31 0 . 4 0
I T 1 49 . 8 7
I T 1 59 . 3 0
I T 1 69 . 3 2
I T 1 71 1 . 2 7
I T 1 81 0 . 1 4
I T 1 99 . 0 4
I T 2 09 . 5 5
I T 2 19 . 1 9
I T 2 29 . 3 2
I T 2 39 . 4 1
I T 2 48 . 8 7
I T 2 59 . 9 0
I T 2 68 . 9 7
I T 2 79 . 2 6
I T 2 89 . 7 7
I T 2 99 . 2 7
I T 3 09 . 3 2
I T 3 19 . 8 6
I T 3 29 . 5 4
I T 3 39 . 3 5
I T 3 48 . 8 6
I T 3 58 . 1 0
I T 3 69 . 6 6
I T 3 79 . 7 6
I T 3 89 . 0 9
I T 3 99 . 9 0
s e p t i 0 . 0 0
C h i - S q u a r e = 5 1 1 . 4 2 , d f = 4 6 3 , P - v a l u e = 0 . 0 5 9 3 2 , R M S E A = 0 . 0 2 6
9 . 1 28 . 6 52 . 5 08 . 1 64 . 1 43 . 0 17 . 7 75 . 6 41 . 8 43 . 6 07 . 6 43 . 7 96 . 4 65 . 9 16 . 6 42 . 5 75 . 2 64 . 9 25 . 5 70 . 7 6- 3 . 1 09 . 1 03 . 0 93 . 8 7- 1 . 9 5- 0 . 1 46 . 9 12 . 6 88 . 4 32 . 6 30 . 9 35 . 4 81 0 . 3 31 1 . 8 91 2 . 0 11 . 9 95 . 5 96 . 2 26 . 5 7
3.1. Diagram Path Dukungan Sosial (Aspek Attachment)
3.2. Diagram Path Dukungan Sosial (Aspek Social Integration)
IT110.12
IT172.91
IT28.49
IT21-0.70
attachme 0.00
Chi-Square=0.00, df=0, P-value=1.00000, RMSEA=0.000
3.35
3.15
1.93
1.84
IT5-0.31
IT84.94
IT148.63
IT228.27
integrat 0.00
Chi-Square=0.48, df=1, P-value=0.48676, RMSEA=0.000
3.48
3.06
0.62
2.29
3.3. Diagram Path Dukungan Sosial (Aspek Reassurance Of Worth)
3.4. Diagram Path Dukungan Sosial (Aspek Reliable Alliance)
IT120.70
IT203.18
IT65.13
IT97.19
worth 0.00
Chi-Square=14.34, df=0, P-value=1.00000, RMSEA=0.000
2.30
2.49
2.38
2.19
IT18.24
IT238.63
IT100.88
IT184.27
reliable 0.00
Chi-Square=0.00, df=1, P-value=1.00000, RMSEA=0.000
3.39
-0.08
5.91
5.20
3.5. Diagram Path Dukungan Sosial (Aspek Guidance)
3.6. Diagram Path Dukungan Sosial (Aspek Opportunity For Nurturance)
IT127.84
IT168.07
IT34.51
IT192.02
guidance 0.00
Chi-Square=0.00, df=0, P-value=1.00000, RMSEA=0.000
4.14
2.52
5.50
6.09
IT4-0.12
IT77.97
IT153.37
IT245.94
nurtur 0.00
Chi-Square=2.10, df=1, P-value=0.14769, RMSEA=0.086
5.16
3.44
3.64
4.29
1. PARENTING STRESS
A.
Parent Distress
UJI VALIDITAS PARENT DA NI=12 NO=150 MA=KM LA IT1 IT2 IT3 IT4 IT5 IT6 IT7 IT8 IT9 IT10 IT11 IT12 PM SY FI=parent.cor SE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12/ MO NX=12 NK=1 TD=SY , FI LK parent FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 11 11 TD 12 12 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 LX 11 1 LX 12 1 FR TD 5 4 FR TD 12 11 FR TD 4 3 FR TD 2 1 FR TD 12 5 FR TD 10 6 FR TD 12 6 FR TD 9 8 FR TD 10 3 FR TD 8 2 FR TD 8 3 FR TD 8 4 FR TD 7 1 FR TD 12 2 FR TD 12 1 FR TD 11 2 FR TD 11 1 FR TD 10 7 FR TD 11 6 FR TD 3 2 PD OU AD=OFF IT=500 FS TV MI SS
B.
Parent Child Interaction
UJI VALIDITAS PC DA NI=10 NO=150 MA=KM LA IT13 IT14 IT15 IT16 IT17 IT18 IT19 IT20 IT21 IT22 PM SY FI=pc.cor SE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10/ MO NX=10 NK=1 TD=SY , FI LK pc FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 FR TD 6 4 FR TD 7 5 FR TD 10 4 FR TD 5 1 FR TD 8 5 FR TD 8 7
FR TD 9 8 FR TD 9 6 FR TD 10 9 FR TD 6 1 FR TD 10 3 FR TD 5 3 FR TD 10 5 FR TD 10 8 PD OU AD=OFF IT=500 FS TV MI SS C.
Child Difficult
UJI VALIDITAS CHILD DA NI=9 NO=150 MA=KM LA IT23 IT24 IT25 IT26 IT27 IT28 IT29 IT30 IT31 PM SY FI=child.cor SE 1 2 3 4 5 6 7 8 9/ MO NX=9 NK=1 TD=SY , FI LK child FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 FR TD 5 4 FR TD 5 2 FR TD 6 2 FR TD 9 6 FR TD 6 1 FR TD 6 4 FR TD 6 5 FR TD 8 3 PD OU AD=OFF IT=500 FS TV MI SS
2. PARENTING SELF EFFICACY UJI VALIDITAS PSE DA NI=7 NO=150 MA=KM LA IT1 IT2 IT3 IT4 IT5 IT6 IT7 PM SY FI=pse.cor SE 1 2 3 4 5 6 7/ MO NX=7 NK=1 TD=SY , FI LK pse FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 FR TD 7 6 FR TD 6 2 FR TD 4 1 FR TD 5 3 FR TD 7 1 FR TD 7 3 PD OU AD=OFF IT=500 FS TV MI SS
UJI VALIDITAS SEPTI DA NI=39 NO=150 MA=KM LA IT1 IT2 IT3 IT4 IT5 IT6 IT7 IT8 IT9 IT10 IT11 IT12 IT13 IT14 IT15 IT16 IT17 IT18 IT19 IT20 IT21 IT22 IT23 IT24 IT25 IT26 IT27 IT28 IT29 IT30 IT31 IT32 IT33 IT34 IT35 IT36 IT37 IT38 IT39 PM SY FI=septi.cor SE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39/ MO NX=39 NK=1 TD=SY , FI LK septi FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 11 11 TD 12 12 TD 13 13 TD 14 14 TD 15 15 TD 16 16 TD 17 17 TD 18 18 TD 19 19 TD 20 20 TD 21 21 TD 22 22 TD 23 23 TD 24 24 TD 25 25 TD 26 26 TD 27 27 TD 28 28 TD 29 29 TD 30 30 TD 31 31 TD 32 32 TD 33 33 TD 34 34 TD 35 35 TD 36 36 TD 37 37 TD 38 38 TD 39 39 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 LX 11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1 LX 19 1 LX 20 1 LX 21 1 LX 22 1 LX 23 1 LX 24 1 LX 25 1 LX 26 1 LX 27 1 LX 28 1 LX 29 1 LX 30 1 LX 31 1 LX 32 1 LX 33 1 LX 34 1 LX 35 1 LX 36 1 LX 37 1 LX 38 1 LX 39 1 FR TD 15 6 FR TD 38 37 FR TD 25 12 FR TD 11 10 FR TD 23 17 FR TD 30 16 FR TD 17 7 FR TD 33 23 FR TD 38 28 FR TD 37 17 FR TD 27 1 FR TD 27 26 FR TD 22 7 FR TD 13 10 FR TD 20 18 FR TD 22 3 FR TD 18 10 FR TD 32 19 FR TD 39 32 FR TD 12 9 FR TD 36 9 FR TD 27 9 FR TD 12 11 FR TD 16 12 FR TD 28 10 FR TD 36 6 FR TD 9 8 FR TD 13 9 FR TD 8 6 FR TD 34 33 FR TD 19 8 FR TD 35 19 FR TD 3 1 FR TD 31 21 FR TD 39 18 FR TD 29 15 FR TD 37 14 FR TD 38 14
FR TD 28 13 FR TD 33 4 FR TD 30 18 FR TD 39 1 FR TD 8 1 FR TD 36 25 FR TD 13 2 FR TD 24 6 FR TD 31 3 FR TD 34 14 FR TD 18 14 FR TD 39 37 FR TD 29 18 FR TD 39 15 FR TD 39 5 FR TD 35 7 FR TD 23 9 FR TD 13 7 FR TD 38 11 FR TD 23 3 FR TD 17 3 FR TD 25 24 FR TD 35 12 FR TD 19 9 FR TD 32 13 FR TD 20 12 FR TD 16 6 FR TD 16 15 FR TD 31 7 FR TD 18 7 FR TD 19 7 FR TD 31 14 FR TD 14 13 FR TD 30 4 FR TD 30 25 FR TD 30 12 FR TD 17 16 FR TD 37 16 FR TD 39 8 FR TD 33 9 FR TD 9 7 FR TD 26 5 FR TD 25 6 FR TD 13 6 FR TD 26 13 FR TD 10 9 FR TD 20 2 FR TD 20 8 FR TD 18 15 FR TD 26 20 FR TD 20 5 FR TD 14 6 FR TD 14 4 FR TD 33 27 FR TD 21 20 FR TD 39 33 FR TD 29 25 FR TD 28 17 FR TD 33 1 FR TD 13 3 FR TD 24 13
FR TD 31 19 FR TD 22 17 FR TD 10 5 FR TD 25 4 FR TD 32 15 FR TD 38 2 FR TD 25 8 FR TD 6 1 FR TD 35 34 FR TD 29 11 FR TD 36 32 FR TD 32 5 FR TD 38 3 FR TD 28 23 FR TD 22 5 FR TD 32 21 FR TD 32 31 FR TD 35 32 FR TD 32 6 FR TD 16 3 FR TD 27 4 FR TD 28 6 FR TD 30 28 FR TD 25 13 FR TD 25 5 FR TD 27 21 FR TD 11 6 FR TD 36 11 FR TD 28 26 FR TD 35 27 FR TD 10 7 FR TD 21 1 FR TD 26 21 FR TD 39 31 FR TD 11 7 FR TD 29 24 FR TD 31 8 FR TD 31 9 FR TD 31 30 FR TD 31 18 FR TD 12 7 FR TD 29 8 FR TD 29 9 FR TD 24 22 FR TD 18 6 FR TD 11 5 FR TD 11 2 FR TD 23 22 FR TD 19 5 FR TD 35 31 FR TD 29 26 FR TD 32 25 FR TD 35 25 FR TD 32 23 FR TD 38 35 FR TD 37 35 FR TD 34 17 FR TD 34 29 FR TD 34 10 FR TD 34 22 FR TD 30 14
FR TD 15 13 FR TD 20 9 FR TD 39 20 FR TD 24 20 FR TD 2 1 FR TD 36 17 FR TD 17 4 FR TD 30 17 FR TD 33 17 FR TD 32 7 FR TD 18 12 FR TD 21 10 FR TD 21 11 FR TD 38 1 FR TD 34 19 FR TD 34 7 FR TD 5 1 FR TD 34 20 FR TD 24 1 FR TD 16 9 FR TD 38 8 FR TD 35 21 FR TD 38 27 FR TD 19 16 FR TD 21 27 FR TD 21 7 FR TD 21 4 FR TD 7 5 FR TD 28 3 FR TD 30 23 FR TD 36 22 FR TD 22 9 FR TD 26 11 FR TD 31 12 FR TD 13 12 FR TD 23 12 FR TD 12 3 FR TD 9 3 FR TD 36 3 FR TD 36 31 FR TD 36 10 FR TD 10 6 FR TD 31 11 FR TD 11 3 FR TD 33 16 FR TD 27 25 FR TD 26 25 FR TD 27 13 FR TD 31 16 FR TD 18 16 FR TD 31 28 FR TD 28 21 FR TD 39 28 FR TD 36 16 FR TD 36 15 FR TD 39 19 FR TD 18 3 FR TD 30 3 FR TD 30 19 FR TD 23 11 FR TD 11 9
FR TD 38 30 FR TD 38 15 FR TD 15 12 FR TD 20 15 FR TD 30 20 FR TD 37 8 FR TD 39 35 FR TD 37 25 FR TD 37 12 FR TD 36 12 FR TD 39 7 FR TD 24 3 FR TD 6 3 FR TD 13 11 FR TD 37 9 FR TD 10 8 FR TD 28 24 FR TD 28 25 FR TD 11 8 PD OU AD=OFF IT=500 FS TV MI SS
3. DUKUNGAN SOSIAL UJI VALIDITAS ATTACHMENT DA NI=4 NO=150 MA=KM LA IT11 IT7 IT2 IT21 PM SY FI=attachment.cor SE 1 2 3 4/ MO NX=4 NK=1 TD=SY , FI LK attachment FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 FR TD 4 1 FR TD 4 2 PD OU AD=OFF IT=500 FS TV MI SS
UJI VALIDITAS INTEGRATION DA NI=4 NO=150 MA=KM LA IT5 IT8 IT14 IT22 PM SY FI=integration.cor SE 1 2 3 4/ MO NX=4 NK=1 TD=SY , FI LK integration FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 FR TD 4 3 PD OU AD=OFF IT=500 FS TV MI SS
UJI VALIDITAS WORTH DA NI=4 NO=150 MA=KM LA IT12 IT20 IT6 IT9 PM SY FI=worth1.cor SE 1 2 3 4/ MO NX=4 NK=1 TD=SY , FI LK worth FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 FR TD 2 1 TD 3 1 PD OU AD=OFF IT=OFF FS TV MI SS
UJI VALIDITAS RELIABLE DA NI=4 NO=150 MA=KM LA IT1 IT23 IT10 IT18 PM SY FI=reliable.cor SE 1 2 3 4/ MO NX=4 NK=1 TD=SY , FI LK reliable FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 FR TD 2 1 PD OU AD=OFF IT=500 FS TV MI SS
UJI VALIDITAS GUIDANCE DA NI=4 NO=150 MA=KM LA IT12 IT16 IT3 IT19 PM SY FI=guidance.cor SE 1 2 3 4/ MO NX=4 NK=1 TD=SY , FI LK guidance FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 FR TD 2 1 FR TD 4 2 PD OU AD=OFF IT=500 FS TV MI SS
UJI VALIDITAS NURTUR DA NI=4 NO=150 MA=KM LA IT4 IT7 IT15 IT24 PM SY FI=nurtur1.cor SE 1 2 3 4/ MO NX=4 NK=1 TD=SY , FI LK nurtur FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 FR TD 3 1 PD OU AD=OFF IT=OFF FS TV MI SS