Post on 26-Feb-2018
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, LEVERAGE, DAN
UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK KONSERVATISME
AKUNTANSI
VIVI MARTHALIA SARI
NPM: 0741031096 Telp: 085279990076
Email: vhevieHS@yahoo.com Pembimbing 1: Hi. Harsono Edwin P., S.E., M.Si.
Pembimbing 2: Retno Yuni N. S, S.E., M.Sc., Akt
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
This study aimed to determine the effect of corporate governance, leverage and
firm size on accounting conservatism practices in manufacturing companies listed
on the Indonesia Stock Exchange during the period 2009-2011. The samples in
this study were obtained by using purposive sampling. Based on the criteria, it
acquired 31 companies were selected as sample. Then, hypothesis testing is done
using multiple linear regression analysis previously performed classical
assumption test first. The results showed that statistically independent
commissioner, istitutional ownership and leverage has no effect on the practice of
accounting consevatism. Meanwhile, the firm size variables affect the practice of
accounting conservatism.
Keywords: Accounting Conservatism, Independent Commissioner, Institutional
Ownership, Leverage and Company Size.
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja
manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaannya. Laporan keuangan
menjadi penting bagi penggunanya (pihak internal maupun eksternal) untuk
mengambil keputusan dalam membantu aktivitas ekonomi dari suatu perusahaan,
bilamana laporan tersebut dapat memberikan informasi yang akurat dan
berkualitas. Laporan keuangan tersebut harus memenuhi tujuan, aturan serta
prinsip – prinsip akuntansi yang sesuai dengan standar yang berlaku umum agar
dapat menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan dan
bermanfaat bagi setiap penggunanya dan informasi laba adalah fokus utama dalam
pelaporan keuangan yang menyediakan informasi mengenai kinerja keuangan
suatu perusahaan selama satu periode tertentu. Pengguna laporan keuangan,
terutama investor dan kreditor, dapat menggunakan informasi laba dan
komponennya untuk membantu mereka dalam: (1) mengevaluasi kinerja
perusahaan, (2) mengestimasi daya melaba dalam jangka panjang, (3)
memprediksi laba di masa yang akan datang, dan (4) menaksir risiko investasi
atau pinjaman kepada perusahaan. Untuk mewujudkan manfaat tersebut, maka
diperlukan prinsip-prinsip akuntansi yang akan menghasilkan angka-angka yang
relevan dan reliabel (Juanda, 2007).
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan kebebasan memilih metode
akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Kebebasan
dalam metode ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan laporan keuangan
yang berbeda-beda di setiap perusahaan. Karena aktivitas perusahaan yang
dilingkupi dengan ketidakpastian maka penerapan prinsip konservatisme
menjadi salah satu pertimbangan perusahaan dalam akuntansi dan laporan
keuangannya. Konsep ini mengakui biaya dan rugi lebih cepat, mengakui
pendapatan dan untung lebih lambat, menilai aktiva dengan nilai yang terendah,
dan kewajiban dengan nilai yang tertinggi (Sari dan Adhariani, 2009). Hadirnya
3
konsep konservatisme akuntansi memberikan alternatif yang dapat digunakan
oleh manajemen dalam menentukan metode maupun estimasi akuntansi.
Masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham muncul sebagai akibat
dari pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan. Ketika persentase
saham yang dimiliki oleh manajemen lebih rendah dari saham yang dimiliki oleh
pemegang saham, maka besar kemungkinan akan terjadi masalah keagenan.
Persentase kepemilikan saham yang lebih rendah yang dimiliki manajer dapat
mendorong manajer untuk melakukan tindakan oportunistik yang akan
menguntungkan dirinya sendiri. Hal tersebut membuat manajer mengabaikan
tugas utamanya, yaitu menciptakan nilai bagi pemegang saham. Oleh karena itu,
mekanisme corporate governance dapat menjembatani masalah keagenan yang
ada.
Corporate governance sebagai suatu bentuk tata kelola perusahaan dibutuhkan
untuk meyakinkan pemegang saham bahwa dana yang ditanamkan dalam
perusahaan akan dikelola dengan baik oleh manajemen. Tujuan dari corporate
governance diantaranya agar para pemegang saham dapat memperoleh haknya
untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya agar
perusahaan melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pengungkapan
(disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi
kinerja perusahaan serta kepemilikannya. Para kreditor sebagai pihak eksternal
mendesak agar laporan keuangan disusun dengan berpedoman pada konsep
konservatisme. Maksud utama mereka adalah untuk menetralisir optimisme para
usahawan yang terlalu berlebihan dalam melaporkan hasil usahanya. Oleh karena
itu, karakteristik dari manajemen puncak perusahaan akan mempengaruhi
tingkatan konservatisme yang akan digunakan perusahaannya dalam menyusun
laporan keuangannya (Wardhani, 2008). Pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ahmed dan Duellman (2007) menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara praktek akuntansi yang konservatis dengan dengan karakteristik
board of directors.
4
Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) melengkapi bukti empiris tentang pengaruh
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, rasio leverage dan ukuran
perusahaan (size) terhadap konservatisme akuntansi; (2) Mengkaji ulang
penelitian terdahulu untuk mengetahui apakah hasil penelitian tersebut masih
konsisten; (3) Menambah wawasan penulis mengenai hal-hal apa saja yang dapat
berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.
II. LANDASAN TEORI
2.1. Konsep Konservatisme Akuntansi
Konservatisme sebagai reaksi kehati-hatian dalam menghadapi ketidakpastian
yang melekat dalam perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa
ketidakpastian dan risiko inheren dalam lingkungan bisnis sudah cukup
dipertimbangkan. Selain merupakan konvensi penting dalam laporan keuangan,
konservatisme mengimplikasikan kehati-hatian dalam mengakui dan mengukur
pendapatan dan aset. Konsep konservatisme menyatakan bahwa dalam keadaan
yang tidak pasti, manajer perusahaan akan menentukan pilihan perlakuan atau
tindakan akuntansi yang didasarkan pada keadaan, harapan, kejadian, atau hasil
yang dianggap kurang menguntungkan (Dewi, 2004). Konservatisme merupakan
antisipasi terhadap kerugian daripada laba. Menurut Watts (2003) dalam Kiryanto
dan Supriyanto (2006), mengantisipasi laba berarti mencatat laba sebelum ada
klaim secara hukum dihubungkan dengan aliran kas dimasa yang akan datang dan
sebaliknya tidak mengantisipasi laba berarti belum mencatat laba sebelum ada
klaim secara hukum dihubungkan dengan aliran kas dimasa yang akan datang.
2.2. Pengukuran Konservatisme Akuntansi
Para peneliti biasanya menggunakan tiga bentuk pengukuran untuk menyatakan
konservatisme, yaitu (Watts, 2003b):
a. Net asset measures
5
Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui konservatisme
laporan keuangan seperti yang digunakan oleh Beaver dan Ryan (2000) adalah
nilai aset yang understatement dan kewajiban yang overstatement. Proksi
pengukuran ini menggunakan rasio market to book value of equity yang
mencerminkan nilai pasar ekuitas relatif terhadap nilai buku ekuitas
perusahaan. Book value dihitung menggunakan nilai ekuitas pada tanggal
neraca yaitu tanggal 31 Desember dan Market value diukur menggunakan
harga penutupan saham pada tanggal pengumuman agar dapat merefleksi
respon pasar atas laporan keuangan (Fala, 2007). Rasio yang bernilai > 1,
mengindikasi penerapan akuntansi yang konsevatif karena perusahaan
mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya (Dewi, 2004).
b. Earnings/accrual measure
Pada tipe ini, konservatisme diukur dengan menggunakan akrual, yaitu selisih
antara laba bersih dengan arus kas. Pengukuran konservatisme ini dilakukan
oleh Dewi (2004) dan Sari (2004), yaitu:
Cit = NIit – CFit
Cit : tingkat konservatisme perusahaan i pada waktu t
NIit : laba bersih sebelum extraordinary item ditambah depresiasi dan
amortisasi
CFit : arus kas dari kegiatan operasi
Semakin kecil ukuran akrual suatu perusahaan, menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut semakin menerapkan prinsip akuntansi yang konservatis.
c. Earnings/stock relation measure
Stock market price berusaha untuk merefleksi perubahan nilai asset pada saat
terjadinya perubahan baik perubahan atas rugi ataupun laba dalam nilai
asset- stock return tetap berusaha untuk melaporkannya sesuai dengan
waktunya. Untuk menyediakan estimasi dari konservatisme, Basu (1997)
dalam Sari dan Adhariani (2008) menyatakan bahwa konservatisme
6
menyebabkan kejadian-kejadian yang merupakan kabar buruk atau kabar baik
terefleksi dalam laba yang tidak sama (asimetri waktu pengakuan). Hal ini
disebabkan karena salah satu definisi konservatisme menyebutkan bahwa
kejadian yang diperkirakan akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dan
harus segera diakui sehingga mengakibatkan kabar buruk lebih cepat
terefleksi dalam laba dibandingkan kabar baik. Ia memprediksi bahwa
pengembalian saham dan earnings cenderung merefleksikan kerugian dalam
periode yang sama, tetapi pengembalian saham merefleksi keuntungan lebih
cepat daripada earnings. Basu (1997) meregres laba tahunan pada return
saham tahunan yang sama:
NI = ßо+ß1NEG+ß2RET+ß3RET*NEG+ε
NI : laba bersih sebelum extraordinary item dibagi dengan nilai pasar
ekuitas pada awal tahun
RET : return saham
NEG : variable indikator, bernilai satu jika RET negatif dan bernilai nol jika
RET positif
ß2 : mengukur ketepatan waktu dari laba dengan respon terhadap return
positif (goodnews)
ß3 : mengukur ketepatan waktu dari laba incremental dengan respon
terhadap return negatif (badnews)
2.3. Pengembangan Hipotesis
Komisaris independen merupakan bagian dewan komisaris yang tidak berasal dari
pihak terafiliasi, yaitu pihak yang tidak mempunyai hubungan bisnis dan
kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan
komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Salah satu fungsi utama
komisaris independen adalah untuk menjalankan fungsi monitoring yang bersifat
independen terhadap kinerja manajemen perusahaan. Komisaris independen dapat
7
menyeimbangkan kekuatan pihak manajemen dalam pengelolaan perusahaan
melalui fungsi monitoringnya.
Penelitian Lara, Osma, Penalva (2005) pada listed firms di Spanyol menunjukkan
bahwa komisaris independen melakukan sistem pemonitoran yang intensif dan
menuntut laporan keuangan yang lebih berkualitas. Dalam menjalankan fungsinya
sebagai pengambil keputusan dan pihak yang memonitor manajemen, komisaris
independen akan sangat membutuhkan informasi yang akurat dan berkualitas
sehingga mereka akan mensyaratkan tingkat konservatisme yang tinggi. Dengan
demikian konservatisme merupakan alat yang sangat berguna bagi komisaris
independen dalam menjalankan fungsinya tersebut.
Ha1 : Komisaris independen berpengaruh positif terhadap praktik
konservatisme akuntansi.
Kepemilikan institusional bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan.
Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan
aktiva perusahaan. Dengan demikian proporsi kepemilikan institusional
bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen
(Faizal, 2004). Dengan adanya kepemilikan institusional yang tinggi maka
pemegang saham institusional ini dapat menggantikan atau memperkuat fungsi
pemonitoran dari dewan dalam perusahaan (Ahmed dan Duellman, 2007)
sehingga kepentingan para pemegang saham dapat terlindungi dan secara tidak
langsung dapat menuntut adanya informasi yang transparan dari pihak
manajemn perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional ini maka
semakin besar pula pemonitoran yang dilakukan terhadap pihak manajemen
perusahaan dan semakin besar pula tuntutan akan adanya informasi yang
transparan. Oleh karena itu, dengan adanya investor institusional ini, maka dapat
mendorong pihak manajemen perusahaan menerapkan prinsip akuntansi yang
konservatif. Dalam penelitian yang dilakukan Ahmed dan Duellman (2007)
menyimpulkan adanya hubungan yang negatif antara persentase inside directors
8
dalam dewan dengan konservatisme dan hubungan positif antara persentase
kepemilikan oleh outside directors dan konseravtisme. Sedangkan penelitian
Faizal (2004) menjelaskan kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat konservatisme akuntansi.
Ha2 : Kepemilikan institusional berpengaruh postif terhadap praktik
konservatisme akuntansi.
Rasio leverage menggambarkan struktur modal perusahaan. Dimana struktur
modal adalah perimbangan jumlah utang jangka pendek yang bersifat permanen,
utang jangka panjang, saham preferen dan daham biasa (Sartono, 2001 dalam
Dewi, 2004). Semakin tinggi tingkat leverage, semakin besar kemungkinan
perusahaan akan melanggar perjanjian kredit, sehingga perusahaan akan
berusaha melaporkan laba sekarang lebih tinggi yang dapat dilakukan dengan
cara mengurangi biaya-biaya yang ada. Perusahaan dengan tingkat leverage yang
tinggi cenderung menggunakan akuntansi yang konservatif. Hal ini karena
semakin tinggi tingkat leverage, maka semakin besar kemungkinan konflik yang
akan muncul antara pemegang saham dan pemegang obligasi yang pada
akhirnya akan mempengaruhi permintaan kontraktual terhadap akuntansi yang
konservatif (Ahmed dan Duelman, 2007). Widyaningrum (2008) menyatakan
bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap konservatisme akuntansi.
Sedangkan, dalam penelitian Rahmawati (2010) menjelaskan leverage
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konservatisme akuntansi. Hasil
penelitian Almilia (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio hutang maka
semakin besar probabilitas perusahaan akan menyajikan laporan keuangan yang
cenderung tidak konservatif atau optimis.
Ha3 : Tingkat leverage berpengaruh negatif terhadap praktik konservatisme
akuntansi.
9
Pada umumnya manajer melakukan penurunan laba dikarenakan untuk
meminimalkan risiko politik berupa biaya-biaya politik. Ukuran perusahaan akan
mempengaruhi tingkat biaya politis yang dihadapi perusahaan sehingga akan
mempengaruhi penggunaan prinsip akuntansi yang konservatif (Wardhani,
2008). Yang dimaksud biaya politis disini yaitu pajak yang dikenakan perusahaan
oleh pemerintah, karena semakin besar ukuran perusahaan, maka pajak yang
ditanggung semakin besar pula sehingga hal ini akan mempengaruhi penggunaan
prinsip akuntansi yang konservatif pula.
Perusahaan berukuran besar mempunyai laba tinggi secara relatif permanen,
maka pemerintah akan terdorong untuk menaikkan pajak dan meminta layanan
publik yang lebih tinggi kepada pemerintah. Oleh karena itu, perusahaan
berukuran besar akan cenderung melaporkan laba rendah secara relatif
permanen dengan menyelenggarakan akuntansi konservatif. Dengan demikian
maka laba yang dilaporkan akan menjadi lebih kecil sehingga pajak yang harus
dibayar semakin kecil pula. Hasil penelitian Almilia (2004) menunjukkan bahwa
semakin kecil ukuran perusahaan maka semakin besar probabilitas perusahaan
akan menyajikan laporan keuangan yang cenderung konservatif. Sedangkan,
dalam penelitian Fitri Rahmawati (2010) menjelaskan ukuran perusahaan
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konservatisme akuntansi.
Ha4 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap praktik konservatisme
akuntansi.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Sumber data yang digunakan adalah data laporan keuangan perusahaan yang
terdaftar di BEI pada tahun 2009 sampai 2011.
3.1. Model Analisis Data
10
Pengujian dalam penelitian ini menggunakan regresi linear berganda dengan
persamaan sebagai berikut:
CNSRVTSM = α + b1 KOM_IDP + b 2 INST_OWN + b3 LEV + b4 SIZE + €it
Keterangan :
CNSRVTSM : Tingkat konservatisme dengan ukuran akrual
α : Konstanta
b1 – b2 : Koefisien regresi
KOM_INDP : Proporsi komisaris independen
INST_OWN : Persentase kepemilikan saham oleh institusional
LEV : Leverage (tingkat hutang) perusahaan
SIZE : Ukuran perusahaan
€ : Error
3.2. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya
Variabel Dependen
Konservatisme Akuntansi (CNSRVTSM)
Pengukuran konservatisme dalam pengujian ini dilakukan dengan metode
perhitungan accruals.
Variabel Independen
(1) Komisaris Independen (KOMINDP)
Dalam Rahmawati (2010) komisaris independen dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Jumlah komisaris independen
KOM_INDP =
Total dewan komisaris
11
(2) Kepemilikan Institusional (INST_OWN)
Menurut Faizal (2004) kepemilikan institusional dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
∑ lembar saham investor institusional
INST_OWN =
∑ saham yang beredar
(3) Rasio Leverage (LEV)
Menurut Widyaningrum (2008) rasio leverage dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
∑ Total Hutang
LEV =
∑ Total Aset
(4) Ukuran perusahaan (SIZE)
Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
Natural Logaritma (Ln) nilai total aset perusahaan
4. ANALISIS HASIL PENELITIAN
4.1. Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
dengan laporan keuangan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Total
sampel yang digunakan 31 perusahaan. Proporsi komisaris independen rata-rata
sebesar 0.336. hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sudah mulai menaati aturan
yang disyaratkan oleh Bapepem yaitu 33% yang dikeluarkan sejak tahun 2002.
Variabel kepemilikan institusional rata-rata sebesar 0.228, semakin besar nilai
INSTOWN maka semakin efisien pemanfaatan aset perusahaan oleh manajemen.
Pada variabel leverage rata-rata sebesar 0.575 .Nilai dari LEV menunjukan tingkat
12
sejauh mana aset perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang. Perusahaan
dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung menggunakan akuntansi yang
konservatif. Sedangkan variabel ukuran perusahaan ditunjukkan dengan nilai rata-
rata sebesar 25.803. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar SIZE, maka pajak
yang ditanggung perusahaan semakin besar pula maka akan mempengaruhi
penggunaan prinsip akuntansi yang konservatif.
4.2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian atas asumsi klasik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
variabel dependen, variabel independen, atau keduanya mempunyai distribusi
normal atau tidak normal. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal
atau mendekati normal. Untuk menguji normalitas data, pada penelitian ini
menggunakan metode analisis grafik dan melihat normal probability plot.
Dengan melihat tampilan grafik histogram maupun grafik normal probability plot
di atas dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi
normal yang mendekati normal. Dari gambar di atas terlihat titik-titik menyebar
mendekati garis diagonal serta penyebarannya di sekitar garis diagonal. Sehingga
13
dapat dikatakan berdistribusi normal dan model regresi layak untuk dipakai dalam
penelitian ini.
Hal ini diperkuat dengan menggunakan uji statistik nonparametrik Kolmogorov-
Smirnov, uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis:
H0 : Data residual berdistribusi normal
HA : data residual tidak berdistribusi normal
Tabel 1. Hasil Uji Statistik nonparametrik Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N Normal Parametersa,,b Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
93 24.86823 2.381714 .155 .088 -.155 1.499 .022
Hasil pengujian normalitas dengan uji statistik nonparametrik Kolmogorov-
Smirnov menunjukkan bahwaa besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 1.499.
Dengan hasil signifikan atau kurang dari 0.05 yaitu sebesar 0.022. Hal ini berarti
H0 tidak dapat ditolak yang berarti data residual terdistribusi normal. Hasil ini
konsisten dengan uji normalitas dengan histogram dan normal probability plot.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independent variabel). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi
apakah terjadi problem multikol dapat melihat nilai tolerance dan lawannya
14
variance inflation factor (VIF). Nilai VIF yang diperkenankan adalah 10, jika
nilai VIF lebih dari 10 maka dapat dikatakan terjadi multikolinearitas, yaitu terjadi
hubungan yang cukup besar antara variabel-variabel bebas, dan angka tolerance
mempunyai angka > 0,10, maka variabel tersebut tidak mempunyai masalah
multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya.
Tabel 2. Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Independen Tolerance VIF Kesimpulan
KOMINDP 0.966 1.035 Tidak ada multikolinearitas
INSTOWN 0.987 1.013 Tidak ada multikolinearitas
LEV 0.995 1.005 Tidak ada multikolinearitas
SIZE 0.970 1.031 Tidak ada multikolinearitas
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen tidak
mempunyai masalah multikolinearitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode sebelumnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi. Untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi dalam suatu model
regresi, dapat digunakan uji Durbin watson (Uji DW).
Tabel 3. Hasil Uji Autokorelasi
15
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 .565a .318 .288 2.009802 1.940
Dari tabel di atas dapat diketahui DW sebesar 1.940 dari jumlah sampel 93
dengan variabel berjumlah 4 ( n = 93, k = 4 ) dan tingkat signifikansi 0,005.
Dengan data tersebut maka batas dL = 1.579 dan dU = 2.421.
Tabel 4. Interpretasi Hasil Autokorelasi Durbin Watson
Nilai d Hipotesis Nol Keputusan
0 < d < 1.579 Tidak ada autokorelasi positif Tolak
1.579 < d < 1.755 Tidak ada autokorelasi positif No decision
2.421 < d < 4 Tidak ada autokorelasi negatif Tolak
2.245 < d < 2.421 Tidak ada autokorelasi negatif No decision
1.579 < d < 2.421 Tidak ada autokorelasi, positif
atau negatif
Tidak ditolak
Dari tabel di atas, maka dapat dilihat hasil uji autokorelasi dengan nilai Durbin-
Watson sebesar 1.940 dimana nilai d lebih dari 1.579 dan kurang dari 2.421,
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ditolak H0 yang menyatakan bahwa
tidak ada autokorelasi positif atau negatif (Ghozali, 2009).
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah faktor pengganggu mempunyai variasi
sama atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak
16
terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi gejala heteroskedastisitas dalam
persamaan regresi digunakan metode dengan menggunakan plot pada regresi. Jika
pada grafik scatterplot ada pola tertentu seperti titik-titik (point-point) yang ada
membentuk suatu pola tertentu yang teratur, bergelombang, melebar, kemudian
menyempit) maka telah terjadi heteroskedasitas, jika tidak ada pola yang jelas
serta titik-titik menyebar diatas dan di bawah angka nol pada sumbu Y maka tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Berdasarkan grafik scatter plot di atas, dapat dilihat bahwa titik-titik berpencar,
titik tidak membentuk pola tertentu, serta tersebar baik di bawah angka 0 pada
sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan regresi dalam penelitian ini tidak terjadi
heteroskedastisitas.
4.3. Koefisien Determinasi (Goodness of Fit Test)
Goodness of Fit Test berguna untuk mengukur ketepatan fungsi regresi sampel
yang dinyatakan dalam koefisien determinasi majemuk (R2), dimana koefisien
determinasi ini berguna untuk mengukur kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Jika nilai R2 kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel independen amat terbatas.
Sedangkan nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel independen. Namun karena penggunaan koefisien determinasi memiliki
kelemahan mendasar yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang
dimasukkan ke dalam model, maka banyak peneliti yang menganjurkan untuk
menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi.
17
Tabel 5. Hasil Uji Goodness Of Fit
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .565a .319 .288 2.009802 1.940
Nilai adjusted R2 yang diperoleh dari pengujian regresi yang telah dilakukan
sebesar 0.288 yang menunjukkan bahwa variabel independen (komisaris
independen, kepemilikan institusional, leverage, dan size) mampu menjelaskan
variabel dependen (praktik konservatisme akuntansi) sebesar 28.8% sedangkan
sisanya 71.2% dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk
dalam model regresi ini. Standar Error of Estimates (SEE) sebesar 2.009802.
Makin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam
memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2009).
4.4. Signifikansi Model Regresi
Signifikansi model regresi ini diuji dengan melihat antara F-tabel dan F-hitung
sedangkan signifikansi koefisien variabel independen secara individual dihitung
dengan melihat perbandingan t-tabel dan t-hitung untuk tiap koefisien variabel.
Hasil analisis regresi disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 6. Signifikansi Model Regresi
ANOVA b
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression
Residual
Total
166.417
355.459
521.876
4
88
92
41.604
4.039
10.300
.000a
Dari hasil analisis regresi ini, didapat F-hitung sebesar 10.300 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0.000. Karena probabilitas 0.000 yang artinya lebih kecil
18
daripada 0.5, maka model regresi ini (CNSRVTSM = α + b1 KOMINDP + b2
INSTOWN + b3 LEV + b4 SIZE + €) dapat digunakan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa secar bersama-sama variabel proporsi komisaris independen,
persentase kepemilikan institusional, leverage dan size mempengaruhi praktik
konservatisme akuntansi. Atau dengan kata lain, model regresi penelitian ini
adalah signifikan.
4.5. Pengujian Hipotesis
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan besarnya nilai probabilitas (p-
value) masing-masing koefisien regresi variabel independen dibandingkan dengan
tingkat signifikansi (α).
Tabel 7. Hasil Pengujian Hipotesis
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Model
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant)
KOMINDP
INSTOWN
LEV
SIZE
12.537
1.453
.512
-.792
.472
2.123
1.226
1.098
.427
.076
.106
-.041
-.163
.554
5.906
1.185
.467
-1.854
6.205
.000
.239
.642
.067
.000
Tabel 8. Simpulan Pengujian Hipotesis
Hipotesis Uraian Nilai
Signifikansi
Kesimpulan
Ha1 Proporsi komisaris independen tidak
berpengaruh secara signifikan
terhadap praktik konservatisme
akuntansi
0.239 Ha1 tidak
terdukung
Ha2 Persentase kepemilikan institusional 0.642 Ha2 tidak
19
tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap praktik konservatisme
akuntansi
terdukung
Ha3 Rasio leverage tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap praktik
konservatisme akuntansi
0.067 Ha3 tidak
terdukung
Ha4 Ukuran perusahaan berpengaruh
secara signifikan terhadap praktik
konservatisme akuntansi
0.000 Ha4
terdukung
4.5.1. Pengaruh proporsi komisaris independen terhadap praktik
konservatisme akuntansi
Berdasarkan hasil pengujian variabel indepedensi dewan komisaris terhadap
praktik konservatisme akuntansi dengan ukuran akrual, menunjukkan nilai
variabel komisaris independen sebesar 0.239 dengan signifikansi sebesar 0.000
dan > 0.05 yang berarti bahwa model regresi tersebut tidak signifikan. Dengan
demikian komisaris independen tidak berpengaruh terhadap konsrvatisme
akuntansi atau dengan kata lain secara statistik Ho tidak dapat ditolak yang artinya
secara statistik H1 yang menyatakan tidak terdapat pengaruh antara indepedensi
dewan komisaris terhadap praktik konservatisme akuntansi tidak terdukung .
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Wardhani (2008) yang mana tidak
dapat membuktikan pengaruh dari indepedensi dewan komisaris terhadap praktik
konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran akrual. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama (H1) tidak berhasil didukung dalam
penelitian ini.
Hasil penelitian yang tidak signifikan menandakan bahwa pemonitoran yang
dijalankan dewan komisaris independen kurang optimal atau belum efektif
sebagai alat untuk memonitoring manajemen. Hal ini disebabkan masih ada
perusahaan yang belum mematuhi peraturan dari BAPEPAM yang mensyaratkan
20
adanya komisaris independen dalam perusahaan sekurang-kurangnya 30% dari
jumlah keseluruhan dewan komisaris yang ada (Wardhani, 2008). Hal ini dapat
dilihat dalam statistik deskriptif yaitu dengan adanya perusahaan yang masih
mempunyai komposisi komisaris independen hanya sebesar 2% dari jumlah total
komisaris yang ada. Selain itu, pemonitoran yang kurang efektif ini diakibatkan
karena tingkat leverage perusahaan yang tinggi dan ukuran perusahaan yang besar
sehingga permintaan akan diterapkannya akuntansi yang konservatif menjadi
meningkat, serta diperlukan lebih banyak lagi jumlah komisaris independen untuk
pemonitoran manajemen perusahaan. Tetapi fungsi monitoring yang kurang
efektif ini telah digantikan oleh fungsi monitoring dari kepemilikan institusional
yang mana kepemilikan institusional ini berpengaruh secara signifikan terhadap
praktik konservatisme akuntansi karena disini fungsi dari kepemilikan
institusional ini dapat menggantikan atau memperkuat fungsi pemonitoran dari
dewan perusahaan.
4.5.2. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap praktk konservatisme
akuntansi
Berdasarkan hasil pengujian variabel kepemilikan institusional terhadap praktik
konservatisme akuntansi, menunjukkan nilai variabel kepemilikan institusional
sebesar 0.642 dengan signifikansi sebesar 0.000 dan > 0.05 yang berarti bahwa
model regresi tersebut tidak signifikan. Dengan demikian kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap konsrvatisme akuntansi atau dengan kata
lain secara statistik Ho tertolak yang artinya scara statistik H2 yang menyatakan
tidak terdapat pengaruh antara kepemilikan institusional terhadap praktik
konservatisme akuntansi tidak terdukung .
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Ahmed dan Duellman
(2007) dan Wardhani (2008), yang dalam hal ini hasil penelitiannya tidak dapat
membuktikan pengaruh kepemilikan institusional sebagai alternatif dari
mekanisme corporate governance terhadap praktik konservatisme akuntansi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional sebagai
alternative dari mekanisme corporate governance dapat menjadi salah satu alat
21
monitoring yang efektif untuk menggantikan atau memperkuat fungsi monitoring
dewan dalam mengurangi permasalahan agensi antara pemegang saham dengan
pihak manajer perusahaan.
4.5.3. Pengaruh Leverage terhadap praktik konservatisme akuntansi
Berdasarkan hasil pengujian variabel leverage terhadap praktik konservatisme
akuntansi dengan ukuran akrual, menunjukkan nilai variabel leverage sebesar
0.067 dengan signifikansi sebesar 0.000 dan > 0.05 yang berarti bahwa model
regresi tersebut tidak signifikan. Dengan demikian leverage tidak berpengaruh
terhadap konservatisme akuntansi atau dengan kata lain secara statistik Ho tidak
dapat ditolak yang artinya secara statistik H3 yang menyatakan tidak terdapat
pengaruh antara leverage terhadap praktik konservatisme akuntansi tidak
terdukung.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wardhani (2008) yang membuktikan adanya pengaruh leverage terhadap praktik
konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran akrual dan LaFond(2007).
4.5.4. Pengaruh size terhadap praktik konservatisme akuntansi
Berdasarkan hasil pengujian variabel ukuran perusahaan terhadap praktik
konservatisme akuntansi menunjukkan nilai variabel ukuran perusahaan sebesar
0.000 dengan signifikansi sebesar 0.000 dan < 0.05 yang berarti bahwa model
regresi tersebut signifikan. Dengan demikian ukuran perusahaan berpengaruh
terhadap praktik konservatisme akuntansi atau dengan kata lain secara statistik Ho
tertolak yang artinya secara statistik H4 yang menyatakan terdapat pengaruh
antara ukuran perusahaan terhadap praktik konservatisme akuntansi terdukung.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardhani
(2008) yang dalam hal ini tidak dapat membuktikan pengaruh dari ukuran
perusahaan terhadap praktik konservatisme akuntansi. Penelitian ini konsisten
dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyaningrum (2008) yang dapat
membuktikan pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik konservatisme
22
akuntansi. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa ukuran perusahaan yang
digunakan dalam sampel cukup besar, rata-rata 25.803 dalam hitungan logaritma
natural. Dalam hal ini, untuk mengelola aset perusahaan yang cukup besar
tersebut diperlukan tersebut agar manajer perusahaan tidak dapat memanipulasi
laporan keuangan yang ada.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini mengindikasi
bahwa perusahaan-perusaaan besar cenderung menggunakan prinsip konservatif
dalam laporan keuangannya. Hal ini terkait dengan biaya politis yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana S., 2004. Pengujian size hypothesis dan debt/equity Hypothesis
yang mempengaruhi tingkat Konservatisma laporan keuangan perusahaan
Dengan tehnik analisis multinomial logit. http://www.google.com.
Ahmed, AS., Duellman, S., 2007. Accounting Conservatism and Board of Director
Characteristics: An Empirical Analysis. http://www.ssrn.com.
Anggraini, Fivi, 2008. Pengaruh Earnings Management Terhadap Konservatisme
Akuntansi. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 10 No. 1, April: 23-36.
Dewi, A. A. A. Ratna, 2004. Pengaruh Konservatisme Laporan Keuangan Terhadap
Earnings Response Coefficient. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7 No. 2,
Mei: 207-223.
23
Faizal, 2004. Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan Dan Mekanisme
Corporate Governance. Makalah SNA VII, Denpasar.
Fala, Dwiyana A.S., 2007. Pengaruh Konservatisma Akuntansi Terhadap Penilaian
Ekuitas Perusahaan Dimoderasi Oleh Good Corporate Governance. Makalah
SNA X, Makasar
Fitdini, Junda Eka, 2009. Hubungan Struktur Kepemilikan, Ukuran Dewan, Dewan
Komisaris Independen, Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Likuiditas dengan
Kondisi Financial Distress. Skripsi, Undip.
Ghozali, Imam, 2009. Ekonometri Teori, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS 17,
Semarang: Badan Penerbit, Undip.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan: Per 1 Juli 2009,
Salemba Empat, Jakarta.
Juanda, Ahmad, 2007. Pengaruh Risiko Litigasi Dan Tipe Strategi Terhadap
Hubungan Antara Konflik Kepentingan Dan Konservatisma Akuntansi.
Makalah SNA X, Makasar.
LaFond, Ryan., and Sugata Roychowdhury., 2007. Managerian Ownership and
Accounting Conservatism. http://www.ssrn.com.
Lara, Juan M. G, et al., 2005. Board of directors‟ characteristics and conditional
accounting conservatism: Spanish evidence. http://www.ssrn.com.
24
Mayangsari, Sekar dan Wilopo, 2002. Konservatisme Akuntansi, Value Relevance
dan Discretionary Accruals: Implikasi Empiris Model Feltham-Ohlson (1996).
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol 5 No. 3 September: 291-310
Rahmawati, Fitri, 2010. Pengaruh Karakteristik Dewan Sebagai Salah Satu
Mekanisme Corporate Governance Terhadap Konservatisme Akuntansi Di
Indonesia. Skripsi Universitas Diponegoro, Semarang.
Sari, Dahlia, 2005. Hubungan Antara Konservatisme Akuntansi Dengan Konflik
Bondholders-Shareholders Seputar Kebijakan Dividen Dan Peringkat Obligasi
Perusahaan. Makalah SNA VIII
Sari, Cynthia., Adhariani, Desi, 2008. Konservatisme Perusahaan di Indonesia dan
Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Makalah SNA XII
Surat Keputusan Menteri BUMN No Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002
tentang penerapan praktik GCG pada BUMN
Universitas Lampung, 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas
Lampung. Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Wardani, Ratna, 2006. Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaan
Yang Mengalami Permasalahan Keuangan (Financially Distressed Firm).
Makalah SNA IX, Padang.
Widya, 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Perusahaan
Terhadap Akuntansi Konservatif. Makalah SNA VIII
Widya, 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Perusahaan
Terhadap Akuntansi Konservatif. Makalah SNA VIII.