Post on 21-Oct-2021
i
PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN TABLETDENGAN AGEN PENDERIVAT O-FTALALDEHID SECARA
SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Anggun Aji Mukti
NIM : 078114105
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
ii
iv
Jangan pernah ragu bahwa sekelompok kecil orang yang cerdas memiliki
komitmen bisa mengubah dunia, dan sebenarnya memang begitulah yang
terjadi.
Margaret Mead
Karya ini kupersembahkan kepada:
Papa,Mama dan Kakakku yang selalu menyayangiku dan memberiku semangat
Agus Fianto yang pernah menemaniku di saat duka dan bahagia selama 3,5 tahun
Sahabat-sahabatku yang selalu setia menemaniku saat duka maupun suka
Almamaterku yang kucintai
v
vi
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa
atas segala limpahan berkat dan kasih-Nya sehingga penelitian dan penyusunan
skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Heptaminol HCl dalam Sediaan Tablet
dengan Agen Penderivat o-ftaladehid secara Spektrofotometri Ultraviolet” dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini,
penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen pembimbing yang
dengan sabar memberikan pengarahan, masukan, kritik dan saran baik selama
penelitian maupun penyusunan skripsi ini.
3. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing akademik dan
dosen penguji atas bimbingan dan semangat yang telah diberikan selama ini.
4. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan
dan saran dalam penyusunan skripsi.
5. Semua dosen-dosen yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh
pendidikan di Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta.
viii
6. Seluruh staf laboratorium Kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma: Pak Parlan dan Mas Bimo yang telah banyak membantu selama
penelitian di laboratorium.
7. Seluruh staf laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada: Pak Bambang, Mas Deponk, Mas Antok dan Mas Foruq yang telah
banyak membantu selama penelitian di laboratorium.
8. Agnes Anania dan Fitriana Susanti, teman seperjuangan dan tempat berbagi
keluh kesah selama penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih partner.
9. Teman-teman kos “Zusi Arib”, Ina, Iles, Maya, Ira, Dela dan Lindra atas
kebersamaan selama ini.
10. Teman-teman kelas C 2007, khususnya Septi, Fetri, Riris, xiang2 dan Putri
atas persahabatan yang terjalin saat perkuliahan
11. Teman-teman kelas FST A, khususnya Ridho B, Yoga W, Ayu Asmoro dan
Wicak atas persahabatan yang terjalin saat perkuliahan.
12. Teman-teman kelompok praktikum, khususnya Andi Kurniawan, Tiwi, Ardi
dan Pace atas kekompakan dan kerja sama selama perkuliahan dan praktikum.
13. Teman-teman FST angkatan 2007, atas tawa, canda, kebersamaan dan
kekompakan yang begitu indah dan tak terlupakan.
14. Keluarga besar DPMF. Suatu kebanggaan bisa eksis bersama kalian.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
penulis dalam mewujudkan skripsi ini. Tidak tertulis di sini bukan berarti tidak
tertulis di hati.
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.………..……………………......……….……….............
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.……..………………………..
HALAMAN PENGESAHAN.........……………………………………………
HALAMAN PERSEMBAHAN.........................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.............................................................
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI..........................................................
PRAKATA.......………………………………….......…………………………
DAFTAR ISI …………………………………………………………………..
DAFTAR TABEL ……………………….………………………………….....
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….........
DAFTAR LAMPIRAN……..………………………………………………….
INTISARI………………………………………………………………………
ABSTRACT …………………………………………………………………….
BAB I. PENGANTAR
A. Latar Belakang.……………………………………...……………..
B. Permasalahan…………….…….………………………………..….
C. Keaslian Penelitian.……………………...…………...……….……
D. Manfaat Penelitian..………………………………………………..
1. Manfaat Metodologis………….…………………………….…..
2. Manfaat Praktis………………………………………………….
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
x
xiv
xv
xvi
xvii
xviii
1
1
2
3
4
4
4
xi
E. Tujuan Penelitian……………………………...………...…………
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
A. Heptaminol…………..……..………………………………....……
B. Tablet ………………..…………………….…...………………….
C. O-ftalaldehid………………………………....………........…….....
D. Derivatisasi………………………………………….………...……
E. Penelitian-Penelitian Terdahulu tentang Heptaminol………...……
F. Spektrofotometri Ultraviolet………………………...……...……...
G. Validasi metode………………………...…..……………………....
1. Selektivitas………......………………………………………...
2. Akurasi……………......………………………………………...
3. Presisi……………......………………………………………...
4. Linearitas…………...………………………………………....
5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi …………………………....
H. Landasan Teori……....……………………………………………..
I. Hipotesis …………………………………………………………...
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian ………..………………………………
B. Variabel Penelitian ………………………………...………………
C. Definisi Operasional …………………………………………….…
D. Bahan-bahan Penelitian…………………………………………....
E. Alat-alat Penelitian…...…………………………………………....
F. Tata Cara Penelitian ……………………………………………….
4
5
5
6
8
10
10
11
15
15
15
16
16
16
17
18
19
19
19
20
20
20
21
xii
1. Pemilihan Sampel……………………………………………
2. Pembuatan Dapar Borat, Dapar KCl, Larutan OPA, dan
Larutan Stok Heptaminol HCl....................................................
3. Pembuatan Larutan Baku dan Kurva Baku Heptaminol HCl.....
a. Pembuatan Larutan Baku Heptaminol HCl.............................
b. Pembuatan Kurva Baku Heptaminol HCl...............................
4. Optimasi Preparasi Sampel........................................................
5. Pembuatan Larutan Sampel.........................................................
6. Penetapan Kadar Heptaminol HCl..............................................
G. Analisis Hasil ...................................................................................
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…..........................…………….……
A. Pembuatan Larutan...……………………..…………………...……
1. Larutan Heptaminol HCl................................................................
2. Larutan Dapar Borat pH 9..............................................................
3. larutan OPA....................................................................................
4. Larutan Baku Heptaminol HCl.......................................................
5. Larutan Dapar KCl pH 2................................................................
B. Pembuatan Kurva Baku Heptaminol HCl.…..……………...……
C. Pengambilan Sampel.…………………..…………………...……
D. Penyiapan Sampel....……………………..…………………...……
E. Penetapan Kadar Heptaminol HCl...………………......……...……
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
21
21
22
22
22
23
23
24
24
25
26
26
26
27
28
30
30
32
33
36
A. Kesimpulan...............………..……………………..….………....... 40
xiii
B. Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................……..………………………..
LAMPIRAN....................................……………………………………………
BIOGRAFI PENULIS........................................................................................
40
41
44
65
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Tabel II.
Tabel III.
Tabel IV.
Tabel V
Kriteria Penerimaan Akurasi pada Konsentrasi Analit yang
Berbeda………………………………………………....………
Kriteria Penerimaan Presisi pada Konsentrasi Analit yang
Berbeda........................................................................................
Data Hasil Pengukuran Kurva Baku Heptaminol HCl ..............
Data Optimasi Variasi Waktu Penyarian dengan Menggunakan
Ultrasonikator ……….................................................................
Data Hasil Penetapan Kadar Heptaminol HCl dalam Sampel....
15
16
31
34
37
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Struktur Molekul Heptaminol HCl............................................
Struktur Molekul O-Ftalaldehid.................................................
Reaksi antara O-Ftalaldehid dengan Amina Primer…...............
Diagram Spektrofotometer Single Beam...................................
Reaksi Cannizzaro pada OPA....................................................
Reaksi Antara OPA dengan Heptaminol Bersama
Merkaptoetanol………………………………………………...
Gugus Kromofor dan Auksokrom Senyawa Hasil
Derivatisasi………………………………………………….....
Hubungan Kadar Heptaminol HCl dengan Absorbansi
Derivatnya……………………………………………………
Reaksi Pembentukan Heptaminol HCl Menjadi
Heptaminol.……………………………………………………
Hubungan panjang gelombang dengan absorbansi derivat
heptaminol HCl......……………………………………………
5
8
9
14
28
29
29
32
35
37
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Sertifikat Analisis Heptaminol HCl dari PT. Corsa.....................
Contoh Perhitungan Kadar Larutan Baku Heptaminol HCl
dalam Sampel...............................................................................
Data Kurva Baku..........................................................................
Perhitungan Akurasi dan Presisi...................................................
Contoh Perhitungan Kadar Heptaminol HCl dalam Sampel........
Penimbangan Sampel untuk Penetapan Kadar.............................
Hasil Penetapan Kadar Heptaminol HCl dalam Sampel.............
Penimbangan Sampel untuk Optimasi Variasai Waktu
Penyarian dengan Menggunakan Ultrasonikator..........................
Data Optimasi Variasai Waktu Penyarian dengan
Menggunakan Ultrasonikator.......................................................
Spektra Hasil Scanning Larutan Sampel......................................
Data penimbangan 20 Tablet Heptaminol HCl............................
44
45
46
47
49
51
53
54
58
59
64
xvii
INTISARI
Tablet heptaminol HCl merupakan salah satu dari beberapa jenis sediaanobat yang beredar di pasaran dalam mengatasi hipotensi ortostatik. Penetapankadar zat aktif menjadi suatu pertimbangan sehubungan dengan keamanan dankhasiatnya. Oleh sebab itu, diperlukan penetapan kadar heptaminol HCl dalamsediaan tablet menggunakan metode yang sesuai dengan standar analisis
Penelitian yang dilakukan bersifat non eksperimental deskriptif.Berdasarkan strukturnya heptaminol HCl tidak memiliki baik gugus auksokrommaupun kromofor sehingga tidak dapat ditetapkan secara langsung menggunakanspektrofotometer ultraviolet maupun visible. Karena itu, perlu dilakukanderivatisasi terlebih dahulu untuk menghasilkan senyawa turunan heptaminol HClyang memiliki gugus kromofor dan auksokrom.
Tahap pendahuluan dalam penelitian ini adalah melakukan derivatisasipada heptaminol HCl dengan agen penderivat o-ftalaldehid sehingga dapatditetapkan kadarnya. Optimasi metode ini dilakukan dengan panjang gelombangmaksium, dan pembuatan kurva baku. Selanjutnya, heptaminol yang telahdiderivatisasi dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan metodespektrofotomerti ultraviolet pada λ pengamatan hasil validasi metode. Dari hasilpenelitian nilai CV yang diperoleh adalah 1,49% dan kadar rata-rata heptaminolHCl dalam sediaan tablet merek “X” adalah 195,63 ± 2,93 (mg/tablet).
Kata kunci : Heptaminol HCl, tablet, derivatisasi, o-ftalaldehid, spektrofotomertiultraviolet, penetapan kadar
xviii
ABSTRACT
One of drug preparations is in a tablet form. Heptaminol HCl tablets is used indealing with orthostatic hypotension. So that the determination of active subtancesshould be considerated in relation to the safety and efficacy. Therefore, itnecessary to determinate the heptaminol HCl in tablets using appropriate methodaccording the standars analysis.
Research conducted in non experimental descriptive. Based on itsstructure, heptaminol HCl does not have either group chromopore and auksokromso directly setting using spectrophotometer with ultraviolet detector (UV) andvisible (Vis) cannot be done. Initial derivatization is necessary done withderivating agent o-ftalaldehid to generate the derivative compounds of heptaminolHCl which have chromophore group and auksokrom.
Preliminary study is conduct to set the levels of derivatization onheptaminol HCl with o-ftalaldehid agents. Optimization method is performed witha maximum wavelength and standar curve. Furthermore as validation,heptaminol which has been derivatized will be analyzed in quantitative methodusing λ ultraviolet spectrophotometry as observation on method validation result. From research result obtained by the CV value was 1.49% and the averageconcentration of HCl in tablet dosage heptaminol brand "X" is 195.63 ± 2.93 (mg/ tablet).
Keywords: Heptaminol HCl, tablets, derivatization, o-ftalaldehid,spectrophotometry ultraviolet
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Heptaminol HCl adalah suatu turunan senyawa amina yang digunakan
untuk pengobatan dalam mengatasi salah satu kasus kelainan syaraf pusat yaitu
hipotensi ortostatik, dimana terjadi penurunan tekanan darah secara abnormal
yang ditandai dengan kepala pusing, sinkop, pandangan kabur yang terjadi waktu
berdiri atau atau bila berdiri tak bergerak dalam posisi tetap. Heptaminol HCl
bekerja pada sistem kardiosirkulasi dan sistem neuromuskuler.
Dewasa ini terdapat lebih dari satu macam bentuk sediaan heptaminol
HCl yang beredar di pasaran, salah satunya adalah sediaan tablet. Pada kemasan
sampel tertera bahwa kadar heptaminol HCl adalah 187,8 mg per tablet.
Sehubungan dengan keamanan dan khasiatnya dibutuhkan suatu metode yang
dapat digunakan untuk menetapkan kadar heptaminol HCl dengan cepat dan valid
sebagai upaya pengawasan kualitas dan mutu terhadap sediaan tablet yang diuji.
Heptaminol HCl merupakan senyawa amina primer alifatis yang tidak
memiliki baik gugus kromofor maupun auksokrom, sehingga tidak dapat
ditetapkan kadarnya baik secara langsung maupun menggunakan
spektrofotometer ultraviolet (UV) dan visible (vis) karena heptaminol hanya akan
terdeteksi pada daerah UV jauh (λ = 100–190 nm) sedangkan spektrofotometri
visible berada pada daerah visible (λ = 380–780 nm) dan spektrofotometri UV
berada pada daerah UV dekat (λ = 190-380 nm). Oleh karena itu, perlu dilakukan
2
derivatisasi dengan menggunakan agen penderivatisasi o-ftalaldehid (OPA) agar
dapat ditetapkan kadarnya. Reaksi antara heptaminol HCl dengan OPA
menghasilkan senyawa berkromofor dan berauksokrom yang dapat dianalisis
menggunakan spektrofotometer ultraviolet (UV).
Beberapa penetapan kadar heptaminol HCl yang telah dilakukan antara
lain menggunakan: Kromatografi Lapis Tipis dan in situ Fluorometri, dengan
derivatisasi menggunakan 4-chloro-7-nitrobenzo-2,1,3-oxadiazole (Morros,
Borja and Segura, 1985); spektrofotometri dan spektrofluorometri dengan
ditambahkannya reagen asetilaseton-formaldehida (Fattah, El-Yazbi, Belal, and
Abdel-Razak, 1997); KCKT fase terbalik dengan derivatisasi pra-kolom
menggunakan OPA dan detektor fluoresensi (Brodie, Chasseaud, Rooney,
Darragh, and Lambe, 1983).
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, penulis menyimpulkan bahwa selama
ini belum pernah ditemukan penetapan kadar heptaminol HCl menggunakan
metode spektrofotometri ultraviolet (UV), sehingga penulis akan melakukan
penelitian bersama dengan penelitian Susanti (2011) dan Anania (2011) mengenai
optimasi dan validasi metode penetapan kadar heptaminol dengan agen penderivat
OPA secara spektrofotometri ultraviolet (UV).
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat disusun permasalahan
sebagai berikut:
a. Apakah metode spektrofotometri ultraviolet (UV) yang telah tervalidasi dapat
diaplikasikan untuk penetapan kadar heptaminol HCl dalam tablet?
3
b. Apakah kadar heptaminol HCl dalam tablet merek “X” sesuai dengan kadar
yang tertera dalam kemasan?
2. Keaslian Penelitian
Penetapan kadar heptaminol HCl dalam plasma manusia dan urin
dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pernah dilakukan oleh
Brodie et al. (1983). Penetapan kadar heptaminol HCl dan mexiletin pada sediaan
dengan metode spektrofotometri dan spektrofluorometri pernah dilakukan oleh
Fattah et al. (1997). Penetapan kadar heptaminol HCl pada plasma dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis dan in situ Fluorometri juga pernah dilakukan
oleh Morros et al.(1985).
Berdasarkan penelusuran terhadap penelitian sebelumnya tentang
penetapan kadar heptaminol HCl yang diperoleh penulis, maka dapat dipastikan
penetapan kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet menggunakan agen
penderivat OPA dengan metode spektrofotometri ultraviolet (UV) belum pernah
dilakukan.
Penelitian ini merupakan upaya bersama dan berkesinambungan dari
penelitian Susanti (2011) mengenai optimasi metode penetapan kadar heptaminol
HCl menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet (UV) dan agen
penderivatisasi OPA serta penelitian Anania (2011) mengenai validasi metode
penetapan kadar heptaminol HCl menggunakan metode spektrofotometri
ultraviolet (UV) dan agen penderivatisasi OPA.
4
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
prosedur penggunaan metode spektrofotometri ultraviolet (UV) dalam penetapan
kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet.
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan metode
penetapan kadar heptaminol HCl yang sensitif dan selektif sehingga dapat
dimanfaatkan oleh pihak industri dalam quality assurance.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Menetapkan kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet merk “X”
menggunakan agen penderivat OPA dengan metode yang telah tervalidasi
secara spektrofotometri ultraviolet.
2. Mengetahui kesesuaian kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet merk “X”
dengan kadar yang tercantum pada kemasan.
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Heptaminol HCl
CH3
NH2HO
CH3H3CHCl.
Gambar 1. Struktur molekul heptaminol HCl
Heptaminol (6-amino-2-metil-2-heptanol) adalah turunan amina yang
digunakan sebagai kardiotonik dan vasodilator dalam kedokteran hewan.
Heptaminol digunakan sebagai korektor efek hipotensif dan neuroleptik. Rumus
molekul heptaminol HCl adalah C8H20ClNO dan memiliki rumus bangun pada
gambar 1, dengan bobot molekul 180,7 g/mol (Anonim, 2010a) dan titik lebur
antara 178-180° C. Heptaminol HCl sangat mudah larut dalam air, larut dalam
alkohol, dan praktis tidak larut dalam aseton, benzen, dan eter (Anonim, 1989).
Pada manusia, setelah asupan oral 2 x 150 mg dalam bentuk tablet,
heptaminol akan dengan cepat dan sepenuhnya diabsorbsi. Rata-rata puncak
konsentrasi plasma 1,6 mg/L dicapai setelah 1,8 jam. Waktu paruhnya kira-kira
2,5 jam. Heptaminol digunakan pada manusia untuk melawan hipotensi ortostatik.
Dosis yang biasanya digunakan adalah 1-3 mg/kg BB per hari. Tidak ada laporan
efek toksik atau efek merugikan heptaminol (Anonim, 2010b).
6
Heptaminol mempunyai 2 khasiat utama, yaitu:
1. Khasiat terhadap sistem kardiosirkulasi
Heptaminol mempunyai daya kardiotonik yang kuat dan kerja resusitasi
kardiosirkulasi yang kuat. Heptaminol akan meningkatkan kekuatan sistolik dan
kapasitas kerja jantung, output jantung dan aliran darah koroner
2. Khasiat terhadap sistem neuromuskuler
Heptaminol memperkuat dan menormalkan sistem neuromuskuler yang
mengalami kronaksi saraf yang menurun (melibatkan neuron-neuron formasio
retikularis dan hipotalamus) dan kronaksi otot yang menurun. Daya anti kelelahan
heptaminol secara preventif menunda terjadinya tanda-tanda kelelahan kronaksi
pada saraf dan otot. Selain kedua khasiat utama ini, heptaminol juga mempunyai
daya biogenik umum terhadap sel-sel saraf otak dan psikotonik, dan heptaminol
juga mempunyai daya detoksifikasi yang adekuat terhadap zat-zat kimiawi yang
tertimbun di dalam sel-sel, khususnya terhadap neuroleptik, barbiturat dan obat-
obat digitalis (Hardjasaputra, Budipranoto, Sembiring dan Kamil, 2002).
B. Tablet
Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Sebagian
besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang
paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan
tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat
7
dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain
cetakan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
Tablet umumnya dibuat dengan penambahan bahan tambahan, untuk
menghasilkan tablet dengan bentuk dan kualitas yang baik. Syarat bahan
tambahan (eksipien) yang digunakan sebagai bahan pembantu tablet adalah netral,
tidak berbau, tidak berasa, sedapat mungkin tidak berwarna (Voight, 1984).
Macam-macam bahan tambahan yang digunakan adalah:
1. Bahan pengisi
Bahan ini diperlukan jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit dikempa, jika
kandungan zat aktif kecil, sifat tablet keseluruhan ditentukan oleh bahan pengisi
yang besar jumlahnya (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI,
1995). Bahan pengisi harus memenuhi kriteria: non toksik, tersedia dalam jumlah
yang cukup di semua Negara tempat produk itu dibuat, harganya murah, tidak
boleh saling berkontraindikasi, netral secara fisiologi, stabil secara fisik dan
kimia, bebas dari segala mikroba, tidak boleh mengganggu warna dan tidak boleh
mengganggu bioavailabilitas obat (Lachman, Lieberman and Kanig, 1994).
2. Bahan pengikat
Bahan pengikat adalah bahan yang bersifat adhesive yang digunakan
untuk mengikat serbuk-serbuk menjadi granul dan jika granul itu dikempa akan
menjadi tablet. Bahan pengikat yang umum meliputi gom akasia, gelatin, sukrosa,
providon, metal selulosa, karboksimetil selulosa (Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan RI, 1995).
8
3. Bahan penghancur
Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau
hancurnya tablet ketika kontak dengan saluran pencernaan. Bahan-bahan yang
mempengaruhi hancurnya tablet yakni: selulosa mikrokristal, natrium CMC,
natrium hidrogen karbonat, natrium laurel sulfat dan trietanolamin (Voigt, 1984).
4. Bahan pelicin
Bahan pelicin ini ditambahkan untuk memudahkan pengeluaran tablet
keluar ruang cetak melalui pengurangan gesekan antar dinding dalam lubang
ruang cetakan dengan permukaan sisi tablet, juga untuk mengurangi dan
mencegah gesekan stempel bawah pada lubang ruang cetak sehingga stempel
bawah tidak macet (Voigt, 1984). Bahan pelicin yang biasa digunakan adalah
adalah asam stearat, minyak nabati terhidrogenasi, talk, tepung jagung atau
aerosol (Lachman et al., 1994).
C. O-ftalaldehid (OPA)
O
O
H
H
Gambar 2. Struktur molekul o-ftalaldehid (OPA)
Rumus molekul C8H6O2 dan memiliki rumus bangun seperti pada gambar
2, berbentuk kristal atau serbuk berwarna kuning (Anonim, 2005). OPA larut
dalam metanol dan dietil eter (Anonim, 2010c).
9
Penetapan kadar protein menggunakan OPA cepat dan sensitif (gambar
3). Reaksinya selesai dalam waktu kurang dari 1 menit. Dalam penetapan standar,
protein dapat dideteksi paling rendah pada kadar 10 µg/mL. Namun dalam
penetapan kadar mikro, batas deteksi terendahnya dapat mencapai 50 ng/mL.
OPA dapat bereaksi dengan amina primer dalam protein. Dengan kehadiran
merkaptoetanol, OPA dapat bereaksi dengan amina primer menghasilkan senyawa
berfluoresensi biru yang memiliki λ eksitasi maksimum pada 340 nm dan λ emisi
maksimum pada 455 nm seperti terlihat pada gambar 3. Metode ini sensitif (untuk
mendeteksi protein dalam jumlah nanogram). Reaksi ini berlangsung secara
spontan, sehingga reaksinya berlangsung dalam beberapa menit. Tidak seperti
fluorescamine, OPA lebih stabil (Ahmed, 2005).
C
C
O
O
H
H
+ H2N P
C
N
S
P
o-ftalaldehid protein merkaptoetanol
HS
OH
+
OH
hasil derivat
Gambar 3. Reaksi antara OPA dengan amina primer
OPA memberikan sensitivitas yang lebih besar dalam deteksinya. Hal ini
disebabkan karena dua kriteria penting. Pertama, OPA tidak berfluoresensi sendiri
10
dan dengan demikian tidak akan mengganggu deteksinya. Kriteria yang kedua,
reaksinya terjadi dengan cepat pada suhu kamar, meminimalkan penggunaan
waktu yang lama (Blackburn, 1989).
D. Derivatisasi
Dalam suatu analisis, kemungkinan banyak terdapat zat-zat yang
memberikan absorbansi maksimal pada panjang gelombang 200-210 nm,
umumnya merupakan bahan-bahan yang digunakan sebagai pelarut, khususnya
yang mempunyai ikatan hidrogen. Proses derivatisasi dilakukan untuk mengatasi
keadaan tersebut dengan cara:
1. Mereaksikan zat yang dianalisis dengan zat tertentu sehingga terjadi
pergeseran panjang gelombang maksimal ke arah pergeseran merah
2. Mereaksikan zat yang dianalisis dengan zat tertentu sehingga menghasilkan
senyawa yang berfluoresensi.
Perlu diperhatikan bahwa zat penderivat harus memberikan reaksi yang cepat dan
stabil serta meningkatkan sensitivitas pengukuran (Mulja dan Suharman, 1995).
E. Penelitian-penelitian Terdahulu tentang Heptaminol
Penetapan kadar heptaminol HCl dalam plasma manusia dan urin dengan
metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pernah dilakukan oleh Brodie
et al. (1983). Kadar heptaminol HCl dalam plasma dan urin diukur menggunakan
metode KCKT fase terbalik dengan derivatisasi pra-kolom menggunakan OPA
dan detektor fluoresensi. Penetapan kadar heptaminol dan mexiletin pada sediaan
11
dengan menggunakan metode spektrofotometri dan spektrofluorometri dengan
ditambahkannya reagen asetilaseton-formaldehida pernah dilakukan oleh Fattah et
al. (1997). Penetapan kadar heptaminol HCl pada plasma dengan menggunakan
metode Kromatografi Lapis Tipis dan in situ Fluorometri dengan derivatisasi
menggunakan 4-chloro-7-nitrobenzo-2,1,3-oxadiazole juga pernah dilakukan oleh
Morros et al.(1985).
Kelebihan analisis yang akan dilakukan adalah adanya perlakuan proses
derivatisasi pada heptaminol HCl untuk meningkatkan sensisivitas dalam
pengukuran. Dalam analisis digunakan detektor fluoresensi untuk mengukur hasil
derivat yang telah diperoleh, namun pada umumnya pengukuran kadar analit di
laboratorium-laboratorium penelitian di Indonesia menggunakan detektor UV/Vis.
Oleh sebab itu, metode dengan menggunakan detektor fluoresensi tersebut jarang
ditemukan di laboratorium-laboratorium penelitian di Indonesia.
F. Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri UV adalah salah satu teknik analisis spektroskopik
yang menggunakan radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan
memakai alat spektrofotometer. Pada analisis menggunakan spektrofotometri UV,
dilakukan pembacaan absorbansi (penyerapan) atau transmitansi (penerusan)
radiasi elektromagnetik oleh suatu molekul. Hasil pembacaan absorbansi disebut
sebagai absorban (A) dan tidak memiliki satuan, sedangkan hasil pembacaan
transmitansi disebut transmitan dan memiliki satuan %T (Mulja dan Suharman,
1995).
12
Setiap molekul analit memiliki kemampuan untuk menyerap gelombang
tertentu dari radiasi elektromagnetik. Dalam proses ini, energi radiasi untuk
sementara dipindahkan ke molekul sehingga intensitas radiasi akan berkurang
(Skoog, Donald and Holler, 1994).
Panjang gelombang daerah ultraviolet dan tampak yang diserap oleh
molekul bergantung pada mudahnya promosi elektron. Senyawa yang menyerap
cahaya pada daerah tampak (yakni senyawa berwarna) memiliki elektron yang
lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang
gelombang ultraviolet yang lebih pendek (Fessenden dan Fessenden, 1994).
Suatu senyawa organik mampu menyerap radiasi elektromagnetik karena
senyawa tersebut memiliki elektron valensi yang dapat dieksitasikan ke tingkat
energi yang lebih tinggi. Absorpsi radiasi ultraviolet atau visibel oleh molekul
atau atom M dapat dijelaskan melalui dua tahap, yaitu eksitasi yang ditunjukkan
dengan persamaan berikut:
M + hvM* (1)
Produk reaksi antara M dan foton hv adalah partikel yang secara
elektronik tereksitasi dengan simbol M*. Waktu tinggal partikel yang tereksitasi
hanya sebentar (108-10-9 detik) kemudian diakhiri dengan proses relaksasi. Proses
ini melibatkan perubahan energi eksitasi menjadi panas, yaitu:
M*M + panas (Skoog, 1985) (2)
Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik
dengan panjang gelombang radiasi (Fessenden dan Fessenden, 1994) seperti pada
persamaan berikut:
13
(3)
Keterangan: ΔE = energi yang diabsorpsi, dalam erg
h = tetapan Planck, 6,6 x 10-27 erg det
v = frekuensi, dalam Hz
c = kecepatan cahaya, 3 x 1010 cm/det
λ = panjang gelombang, dalam cm
Menurut hukum Beer’s, absorbansi mempunyai hubungan yang linier
dengan konsentrasi absorban (c) dan tebal kuvet (b) yang dirumuskan sebagai
berikut:
(4)
Keterangan: A = absorbansi;
P0 = kekuatan radiasi yang datang
P = kekuatan radiasi setelah melewati kuvet yang
mengandung analit
b = tebal larutan (cm)
c = konsentrasi (mol.Lt-1)
ε = absorptivitas molar (Lt.mol-1.cm-1)
(Skoog et al., 1994).
Untuk absorptivitas molar, hubungan ε dengan parameternya,
dirumuskan sebagai berikut:
(5)
ΔE = hv =
A = log (P0/P) = ε b c
ε = 8,7 x 1019 PA
14
Keterangan: P = probabilitas transisi elektron
A = luas daerah molekul target (cm2)
ε = absorptivitas molar (Lt.mol-1.cm-1)
(Skoog, 1985).
Instrumen yang digunakan untuk mempelajari absorpsi atau emisi radiasi
elektromagnetik sebagai fungsi panjang gelombang disebut spektrometer atau
spektrofotometer. Komponen yang esensial dalam spektrofotometer (gambar 4)
yaitu: (1) sumber radiasi energi, (2) sistem lensa, cermin dan celah yang
memfokuskan sinar, (3) monokromator yang mengubah radiasi menjadi beberapa
panjang gelombang, (4) wadah transparan untuk menampung sampel, (5) detektor
radiasi yang dihubungkan dengan recorder (Pescok, Shields, Cairns and William,
1976).
Gambar 4. Diagram Spektrofotometer single beam
15
G. Validasi Metode
Parameter-parameter yang digunakan sebagai pedoman kesahihan
metode analisis yang divalidasi meliputi selektivitas, akurasi, presisi, linearitas,
batas deteksi dan batas kuantitasi.
1. Selektivitas
Selektivitas suatu metode adalah kemampuan metode tersebut untuk
mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
dalam matriks sampel (Anonim, 2006).
2. Akurasi
Ketepatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Ketepatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Kriteria
penerimaan akurasi ditentukan berdasarkan kadar analit yang dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali, seperti yang tertera pada tabel I :
Tabel I. Kriteria penerimaan akurasi pada konsentrasi analit yang berbeda (Huber, 2003)
Kadar analit (%) Perolehan kembali (%)
100 98-102
10 98-102
1 97-103
0,1 95-105
0,01 90-107
0,001 80-110
0,0001 80-110
0,00001 80-110
0,000001 60-115
0,0000001 40-120
16
3. Presisi
Ketelitian adalah derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang
diperoleh dari pengambilan sampel yang berulang suatu sampel yang homogen
dengan menggunakan suatu metode analisis. Presisi umumnya dinyatakan dengan
koefisien variasi (CV) atau standar deviasi relatif (RSD), seperti yang tertera pada
tabel II (United States Pharmacopeial Convention, 2005).
Tabel II. Kriteria penerimaan presisi pada konsentrasi analit yang berbeda (Huber, 2003)
Kadar analit (%) CV (%)
100 1,3
10 2,7
1 2,8
0,1 3,7
0,01 5,3
0,001 7,3
0,0001 11
0,00001 15
0,000001 21
0,0000001 30
4. Linearitas
Linearitas suatu metode analitik adalah kemampuannya untuk
memperoleh hasil uji yang proporsional dengan konsentrasi analit pada sampel
yang dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Linearitas yang baik ialah nilai r
yang lebih besar dari 0,999 (Snyder, Kirkland, and Glajch, 1997).
5. Batas deteksi dan batas kuantitasi
Batas deteksi adalah konsentrasi terkecil suatu analit dalam sampel yang
dapat terdeteksi. Batas deteksi digambarkan sebagai perbandingan signal-to-noise
(S/N) antara hasil uji sampel dengan analit yang diketahui konsentrasinya dan
blangko. Rasio signal-to-noise untuk batas deteksi adalah sekurangnya 3:1
(Snyder et al., 1997). Penentuan batas deteksi juga dapat didasarkan pada
17
perhitungan tiga kali nilai standar deviasi blangko dibagi dengan nilai slope kurva
baku (Anonim, 2005b).
Batas kuantitasi adalah konsentrasi terkecil analit dalam sampel yang
masih dapat menunjukkan pengukuran secara teliti dan tepat. Penentuan batas
kuantitasi didasarkan pada perhitungan sepuluh kali nilai standar deviasi blangko
dibagi dengan nilai slope kurva baku (Anonim, 2005b).
H. Landasan Teori
Heptaminol HCl merupakan obat turunan amina yang digunakan dalam
mengatasi hipotensi ortostatik. Berdasarkan strukturnya, heptaminol HCl adalah
senyawa amina primer alifatis yang tidak memiliki baik gugus kromofor maupun
auksokrom. Karena itu, perlu dilakukan derivatisasi terlebih dahulu menghasilkan
senyawa turunan heptaminol HCl yang memiliki gugus kromofor dan auksokrom,
sehingga dapat ditetapkan kadarnya dengan lebih selektif dan sensitif
menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet. Metode spektrofotometri
ultraviolet merupakan metode yang cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, serta
memiliki sensitivitas dan selektivitas yang cukup baik sehingga dipilih sebagai
metode dalam menetapkan kadar.
Reagen penderivat OPA memiliki gugus aldehid yang dapat bereaksi
dengan gugus amina primer pada heptaminol HCl. Reaksi ini akan menghasilkan
senyawa turunan heptaminol yang memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang
cukup panjang sehingga dapat ditetapkan kadarnya menggunakan
spektrofotometri ultraviolet, yang akan semakin meningkatkan sensitivitas
pengukurannya. Peningkatan sensitivitas terjadi karena makin banyak ikatan
18
rangkap terkonjugasi akan terjadi terjadi peningkatan nilai ε (absorptivitas molar)
dimana nilai ε berbanding lurus dengan luas area kromofor.
Penetapan kadar heptaminol HCl yang pernah dilakukan adalah dengan
menggunakan metode KLT-fotodensitometri, dengan derivatisasi menggunakan
4-chloro-7-nitrobenzo-2,1,3-oxadiazole (Morros et al., 1985); spektrofotometri
dan spektrofluorometri dengan ditambahkannya reagen asetilaseton-formaldehida
(Fattah et al., 1997); KCKT fase terbalik dengan derivatisasi pra-kolom
menggunakan OPA dan detektor fluoresensi (Brodie et al., 1983).
Melalui penelitian ini, diharapkan metode spektrofotometri ultraviolet
penetapan kadar heptaminol HCl menggunakan agen penderivatisasi OPA yang
sudah dioptimasi dan divalidasi dapat diaplikasikan untuk penetapan kadar
heptaminol HCl dalam sediaan tablet.
I. Hipotesis
Kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet dapat ditetapkan
menggunakan metode penetapan kadar heptaminol HCl dengan agen
penderivatisasi OPA secara metode spektrofotometri ultraviolet (UV) yang telah
dioptimasi oleh Susanti (2011) dan divalidasi oleh Anania (2011).
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif, sebab pada penelitian ini tidak dilakukan
manipulasi terhadap subjek uji dan hanya mendeskripsikan keadaan yang ada.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sediaan tablet heptaminol HCl
merk “X”.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar heptaminol HCl
dalam sediaan tablet.
3. Variabel pengacau terkendali
a. Cahaya. Untuk mengatasinya, pengerjaan dilakukan diruangan dengan
intensitas cahaya yang terbatas serta dengan penggunaan alumunium foil.
b. Pelarut. Untuk mengatasinya, digunakan pelarut pro analisis yang
memiliki kemurnian tinggi.
c. Suhu reaksi. Untuk mengatasinya digunakan suhu kamar sebagai suhu
reaksi.
20
C. Definisi Operasional
1. Heptaminol HCl yang ditetapkan kadarnya adalah tablet heptaminol HCl
merek “X” dengan kadar yang tercantum pada kemasan sebesar 187,8 mg/
tablet.
2. Sistem spektrofotometri yang digunakan adalah seperangkat alat
spektrofotometer UV-Vis merk Genesys 10.
3. Derivat yang dianalisis adalah derivat yang terbentuk dari hasil reaksi
heptaminol dan agen penderivat OPA.
4. Kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet ditetapkan dengan satuan
mg/tablet.
D. Bahan-bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi heptaminol
HCl baku pembanding (PT. Corsa), tablet heptaminol HCl merek “X”, o-
ftalaldehid (p.a., Nacalai), merkaptoetanol, metanol, asam borat, NaOH, KCl
(p.a., E. Merck) dan aquabidestilata (LPPT UGM).
E. Alat-alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Spektrofotometer
UV-Vis merk Genesys 10, kuvet UV, vortex merk Thermolyne, pH meter merk
pHep family, neraca merk PJ Precisa Junior, neraca analitik merk Precisa 125 A
SCS, mikropipet 100-1000 µL, centrifuge merk Digisystem Laboratory
21
Instruments, inc, ultrasonic merk J.P Selecta dan seperangkat alat gelas yang
lazim digunakan di laboratorium analisis.
F. Tata Cara Penelitian
1. Pemilihan sampel
Sampel yang dipilih adalah heptaminol HCl dalam bentuk sediaan
tablet. Sampel yang digunakan sebanyak 20 tablet dengan nomor kode produksi
yang sama dilakukan 5 kali replikasi dan dibuat duplo di setiap replikasi.
2. Pembuatan dapar borat, dapar KCl, larutan OPA dan larutan stok heptaminol
a. Pembuatan dapar borat pH 9. Dilarutkan 0,75 g H3BO3 dan 0,95 g
KCl dalam aquabidestilata sampai 125 mL, kemudian ditambahkan dengan
larutan NaOH 0,1 M sebanyak 52 mL dan diencerkan dengan aquabidestilata
sampai volume 250 mL. Ukur pH larutan, kemudian ditepatkan pH-nya menjadi 9
dengan menambahkan larutan H3BO3 atau larutan NaOH (Perrin and Dempsey,
1974).
b. Pembuatan dapar KCl pH 2. Dimasukkan 25 mL KCl 0,2 M ke dalam
labu takar 100 mL lalu ditambahkan 6,5 mL HCl 0,2 M dan diencerkan dengan
aquabidesilata sampai tanda.
c. Pembuatan larutan OPA. Dimasukkan 100 mg OPA dalam 2 mL
metanol, kemudian ditambahkan 100 µL merkaptoetanol dan 200 mL bufer borat
pH 9. Dicampur sampai homogen, disimpan dalam lemari es dan ditempat gelap.
Larutan OPA inilah yang kemudian ditambahkan pada larutan baku heptaminol
HCl.
22
d. Pembuatan larutan stok heptaminol HCl (4 mg/mL). Ditimbang lebih
kurang seksama 100,0 mg baku heptaminol HCl, dimasukkan ke dalam labu takar
25,0 mL dan dilarutkan dengan aquabidestilata hingga tanda.
3. Pembuatan larutan baku dan kurva baku heptaminol HCl
a. Pembuatan larutan baku heptaminol HCl. Dipipet 375; 500; 625; 750;
dan 875 µL dari larutan stok heptaminol HCl, dimasukkan ke dalam labu takar 10
mL dan kemudian diencerkan dengan aquabidestilata hingga volume 10,0 mL
sehingga diperoleh kadar kurva baku sebesar 0,15; 0,2; 0,25; 0,3; dan 0,35
mg/mL.
b. Pembuatan kurva baku heptaminol HCl. Dimasukkan masing-masing
3 mL larutan OPA ke dalam 5 vial yang dibungkus dengan aluminium foil,
kemudian ditambahkan masing-masing seri larutan baku 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; dan
0,3 mg/mL sebanyak 300 µL. Campuran tersebut divortex selama 10 detik dan
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang maksimal setelah didiamkan ditempat gelap selama 15 menit.
Absorbansi yang diperoleh dicatat dan dibuat kurva regresi linear yang
menyatakan hubungan antara kadar analit dengan absorbansinya yang diperoleh,
kemudian ditentukan persamaan garis regresi linear serta nilai koefisien
korelasinya.
23
4. Optimasi preparasi sampel
Dua puluh tablet heptaminol HCl yang telah ditimbang seksama satu
persatu diserbukkan hingga halus. Ditimbang 100 mg serbuk tablet yang setara
dengan 62,48 mg heptaminol HCl, ditambahkan 15 ml dapar KCl pH 2 dan
ditambahkan aquabidestilata hingga 25 ml, kemudian larutan sampel disari
menggunakan ultrasonikator selama 5, 10, 15 dan 20 menit lalu dilanjutkan
dengan sentrifugasi selama 10 menit. Setelah itu dilakukan penyaringan
menggunakan kertas saring. Filtrat dipipet 700 µL dan dimasukkan ke dalam labu
takar 10 mL dan di tambahkan aquabidestilata hingga tanda, kemudian diambil
300 µL dan dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan 3 mL larutan OPA.
Biarkan selama waktu reaksi optimum. Dilakukan 3 replikasi.
5. Pembuatan larutan sampel
Dua puluh tablet heptaminol HCl yang telah ditimbang seksama satu
persatu diserbukkan hingga halus. Ditimbang 100 mg serbuk tablet yang setara
dengan 62,48 mg heptaminol HCl, ditambahkan 15 ml dapar KCl pH 2 dan
ditambahkan aquabidestilata hingga 25 ml. Setelah itu larutan sampel disari
menggunakan ultrasonikator selama 15 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi
selama 10 menit. Setelah itu dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring.
Filtrat dipipet 700 µL dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL dan di
tambahkan aquabidestilata hingga tanda. Kemudian diambil 300 µL dan
dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan 3 mL larutan OPA. Biarkan selama
waktu reaksi optimum. Dilakukan 5 replikasi.
24
6. Penetapan kadar heptaminol HCl
Larutan sampel diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer
ultraviolet. Amati absorbansi yang dihasilkan dan memasukkan nilai absorbansi
sampel ke persamaan kurva baku heptaminol HCl, sehingga didapatkan kadar
heptaminol HCl hasil derivatisasi dalam sampel. Data disajikan dengan satuan
mg/tablet.
G. Analisis Hasil
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan analisis
kuantitatif. Pada penetapan kadar dari heptaminol HCl hasil derivatisasi analisis
kuantitatif yang dilakukan adalah berdasarkan analisis data absorbansi sampel dan
kurva baku dari masing-masing senyawa. Data kadar disajikan dengan satuan
mg/tablet.
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Metode penetapan kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet merek “X”
dengan agen penderivat OPA secara spektrofotometri UV dapat diaplikasikan
pada analisis kadar heptaminol HCl dalam sampel dengan baik karena telah
dilakukan optimasi dan validasi metode pada awal penelitian. Pada optimasi
metode analisis penetapan kadar heptaminol HCl dengan agen penderivat OPA
secara spektrofotometri UV yang dilakukan oleh Susanti (2011) diperoleh hasil
bahwa panjang gelombang maksimum pengukuran untuk penetapan kadar hasil
derivatisasi heptaminol HCl dengan agen penderivat OPA menggunakan metode
spektrofotometri UV adalah pada 332 nm, pH dapar optimum untuk melakukan
derivatisasi heptaminol HCl dengan agen penderivat OPA adalah dapar borat pH
9 dan waktu reaksi optimum untuk reaksi derivatisasi heptaminol HCl dengan
agen penderivat OPA adalah pada menit ke-15.
Setelah optimasi metode analisis dilakukan validasi metode analisis
penetapan kadar heptaminol HCl dengan agen penderivat OPA secara
spektrofotometri UV oleh Anania (2011). Validasi metode analisis merupakan
suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan
laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya. Parameter analisis yang harus
dipertimbangkan dalam validasi metode analisis meliputi selektivitas, linearitas,
akurasi dan presisi. Berdasarkan tahap validasi yang telah dilakukan pada awal
26
penelitan disimpulkan bahwa metode penetapan kadar heptaminol HCl dengan
agen penderivat OPA secara spektrofotometri UV memiliki akurasi dan yang
bagus, baik pada konsentrasi rendah (0,1446 mg/mL), tengah (0,241 mg/mL) dan
tinggi (0,3374 mg/m) serta memiliki linearitas dan spesifisitas yang baik.
A. Pembuatan Larutan
1. Larutan heptaminol HCl
Pada pembuatan larutan heptaminol HCl digunakan aquabidestilata
sebagai pelarut. Heptaminol yang digunakan sebagai baku merupakan heptaminol
HCl yang berbentuk garam sehingga larut di dalam air. Aquabidestilata dipilih
sebagai pelarut karena memenuhi kriteria pelarut yang baik untuk analisis secara
spektrofotometri karena sifatnya yang tidak mengabsorbsi radiasi UV pada daerah
yang sama dengan analitnya, tidak berwarna, tidak memiliki sistem rangkap
terkonjugasi, tidak berinteraksi dengan analit serta memiliki kemurnian yang
tinggi sehingga dapat digunakan untuk analisis.
2. Larutan dapar borat pH 9
Larutan dapar borat terdiri dari campuran asam borat (H3BO3) dan
kalium klorida (KCl), serta dengan adanya penambahan larutan natrium
hidroksida (NaOH). Larutan ini berfungsi untuk memberikan suasana basa pada
saat reaksi derivatisasi berlangsung. pH 9 yang digunakan dipilih berdasarkan
hasil optimasi dari penelitian Susanti (2011), yaitu mengenai optimasi metode
penetapan kadar heptaminol dengan agen penderivat OPA secara spektrofotometri
UV.
27
3. Larutan OPA
Pembuatan larutan OPA mengikuti cara pembuatan reagen yang
tercantum pada deskripsi produk untuk “OPA, Amine Detection Reagent” dari
Uptima. OPA dilarutkan dalam metanol, karena OPA dapat larut dalam metanol
(Anonim, 2010c). Metanol tidak akan mengganggu pengukuran absorbansi analit
karena memiliki UV-cut off pada panjang gelombang 205 nm (Pavia, Lampman
and Kriz, 2001). Setelah dilarutkan dalam metanol, kemudian ditambahkan
merkaptoetanol yang merupakan senyawa pengkopling sehingga akan menambah
gugus auksokrom dari derivat yang terbentuk antara heptaminol dengan OPA.
Larutan OPA ini kemudian ditambahkan bufer borat pH 9. Larutan OPA dibuat
bersifat basa karena pada suasana basa, amina primer akan terdapat dalam bentuk
molekul seluruhnya, sehingga akan terbentuk reaksi antara OPA dengan amina
primer yang optimal. Reaksi antara OPA dengan amina primer tidak terjadi pada
pH di bawah 6 (Blackburn, 1989). Pada suasana basa dengan pH > 10, gugus
aldehid dari OPA akan mengalami reaksi Cannizzaro (self reaction) menghasilkan
ion o-hidroksimetil benzoat (gambar 5). Senyawa hasil reaksinya ini sukar
bereaksi dengan heptaminol, karena gugus C karbonilnya akan menjadi kurang
elektrofil dibandingkan dengan C karbonil dari OPA.
28
O
O
H2O
OH
OH
O
O
OH
O
-OH
O
O
OH
-OH
O
O
O
O
O
O
-OH -OH
Gambar 5. Reaksi Cannizzaro pada OPA (McDonald and Sibley, 1981)
Larutan OPA harus disimpan dalam tempat yang gelap karena mudah
rusak oleh cahaya (fotodegradatif) sehingga dapat mengalami oksidasi oleh udara
dan menghasilkan bentuk karboksilatnya. Bila reagen OPA terdegradasi oleh
cahaya, maka tidak akan terjadi reaksi derivatisasi antara heptaminol dan OPA,
sehingga tidak akan terbentuk derivat.
4. Larutan baku heptaminol HCl
Larutan baku heptaminol HCl terdiri dari campuran larutan heptaminol
HCl dan larutan OPA dengan perbandingan 1:40. Perbandingan 1:40 ini
mengikuti prosedur preparasi sampel yang terdapat dalam deskripsi produk OPA
dari Uptima. Secara teoritis, reaksi antara heptaminol dengan OPA membutuhkan
heptaminol dan OPA dengan perbandingan molekul yang sama (1:1). Pada
29
penelitian penambahan OPA dibuat berlebih untuk menjamin bahwa semua
heptaminol telah terderivatisasi. Penambahan OPA yang berlebih ini tidak akan
mengganggu perhitungan absorbansi dari hasil derivat yang terbentuk karena
Reagen OPA memiliki absorban maksimal pada panjang gelombang 206 nm.
OPA akan bereaksi dengan heptaminol menghasilkan senyawa yang
memiliki kromofor dan auksokrom. Senyawa hasil derivatisasi inilah yang
kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV. Reaksi yang
terbentuk antara heptaminol dengan OPA ditunjukkan dalam gambar 6, sedangkan
gugus kromofor dan auksokrom dari senyawa hasil derivatisasi ditunjukkan dalam
gambar 7.
O
O
H
HNH2
CH3
OH
CH3HS
OH
S
OH
N
CH3 CH3
OH
Gambar 6. Reaksi antara OPA dengan heptaminol bersama merkaptoetanol akan menghasilkansenyawa hasil derivatisasi yang memiliki gugus kromofor dan auksokrom.
Gambar 7. Gugus kromofor dan auksokrom dari senyawa hasil derivatisasi
Reaksi derivatisasi dilakukan pada suhu kamar, karena menurut
Braithwaite dan Smith (1999) serta Blackburn (1989), reaksi antara amina primer
dengan OPA berlangsung cepat pada suhu kamar. Reaksi tidak dilakukan pada
30
suhu yang lebih tinggi, karena pada suhu yang terlalu tinggi dapat terjadi reaksi
cannizzaro pada OPA. Jika reaksi cannizzaro terjadi reaksi derivatisasi tidak akan
terjadi dan tidak akan terbentuk derivat.
5. Pembuatan dapar KCl pH 2
Larutan Dapar KCl pH 2 terdiri dari campuran kalium klorida (KCl) dan
asam klorida (HCl). Fungsi dari larutan ini adalah untuk memaksimalkan proses
ekstraksi heptaminol HCl dari sampel.
B. Pembuatan Kurva Baku Heptaminol HCl
Kurva baku dibuat untuk menghitung kadar heptaminol HCl dalam
sampel. Kurva ini merupakan hubungan antara kadar dan absorbansi, sehingga
jika absorbansi dari heptaminol HCl dalam sampel diketahui maka dapat dihitung
berapa kadar heptaminol HCl tersebut dengan memasukkan absorbansi sampel ke
dalam persamaan kurva baku yang diperoleh. Linearitas suatu kurva baku
menunjukkan bahwa kenaikan respon yang terjadi dikarenakan deteksi instrumen
sebanding dengan kenaikan konsentrasi baku yang digunakan. Parameter
linearitas suatu kurva ditentukan dengan nilai koefisien korelasi (r) lebih besar
dari 0,999 (Snyder et al., 1997).
Kurva baku heptaminol HCl dibuat dari lima seri kadar heptaminol HCl,
yaitu 0,15; 0,2; 0,25; 0,3; dan 0,35 mg/mL. Pemilihan seri kadar ini dilakukan
berdasarkan kadar yang memberikan absorbansi sekitar 0,2-0,8. Menurut Mulja
dan Suharman (1995), pembacaan absorbansi pada rentang 0,2 sampai 0,8 akan
memberikan linearitas, ketelitian dan kecermatan yang baik karena pada
31
pembacaan absorbansi 0,2-0,8 tersebut akan memberikan persentase kesalahan
yang dapat diterima, yaitu 0,5-1,0%. Pengukuran absorbansi dilakukan pada
panjang gelombang maksimum dari derivat yang terbentuk, yaitu pada panjang
gelombang 332 nm dan pada waktu reaksi telah optimal yaitu 15 menit
berdasarkan hasil optimasi dari Susanti (2011).
Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi seri kadar heptaminol HCl,
diperoleh data seperti yang tertera dalam tabel III.
Tabel III. Data kurva baku heptaminol HCl
Konsentrasi heptaminol HCl (mg/ml) Absorbansi *
0,1430 0,281
0,1906 0,391
0,2383 0,493
0,2859 0,617
0,3336 0,717
Persamaan kurva baku y = 2,3043 x – 0,0492
Koefisien korelasi (r) 0,9995
* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA
Dari data tabel III diketahui bahwa parameter linearitas sudah memenuhi
persyaratan nilai koefisien korelasi (r) lebih besar dari 0,999. Dengan semakin
meningkatnya kadar heptaminol HCl dalam larutan, maka absorbansinya juga
akan meningkat secara proporsional sebab korelasi yang terjadi adalah linear.
Kurva korelasi antara kadar heptaminol HCl dan absorbansi yang diperoleh dapat
dilihat pada gambar 8 berikut:
32
*= absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPAGambar 8. Hubungan antara kadar heptaminol HCl dengan absorbansi derivatnya
C. Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang dilakukan
merupakan probability sampling secara simple random sampling, dimana
pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
di dalam populasi karena anggota populasi telah dianggap homogen (Sugiyono,
2010).
Penelitian ini bersifat deskriptif sehingga untuk populasi besar diambil
sampel sebanyak 10% dan untuk populasi kecil 20% (Sevilla, Ochave, Punsalon,
Regala and Uriarte, 1993). Berdasarkan hasil pendataan menunjukkan bahwa
jumlah sediaan tablet heptaminol HCl yang beredar di Yogyakarta sebanyak satu
merek. Jumlah ini termasuk dalam populasi kecil. Maka untuk penelitian ini
diambil satu merek sediaan tablet heptaminol HCl.
Berdasarkan hasil tersebut, maka pengambilan sampel untuk penelitian
ini diwakili oleh 20 tablet heptaminol HCl dengan kode nomor produksi yang
sama. Pemilihan kode nomor produksi yang sama bertujuan untuk mendapatkan
33
kriteria homogenitas karena diasumsikan bahwa sampel dengan kode nomor
produksi sama bersifat homogen.
Kriteria lainnya yang harus dipenuhi pada pemilihan sampel adalah
representatif, yaitu sampel yang dianalisis benar-benar mencerminkan populasi
yang diwakilinya dan 20 tablet diharapkan telah memenuhi persyaratan tersebut.
Replikasi dilakukan 5 kali dan dilakukan duplo pada setiap replikasi, yakni
pemipetan 2 kali untuk setiap replikasi yang ditujukan untuk mengetahui
reprodusibilitasnya.
D. Penyiapan Sampel
Sebelum penyiapan sampel, masing-masing sampel dalam tiap kemasan
dihomogenkan terlebih dahulu dengan cara mencampurkan semua sampel menjadi
satu ke dalam suatu wadah tertentu lalu digerus. Pada preparasi sampel
ditambahkan dapar KCl pH 2 untuk memaksimalkan proses ekstraksi heptaminol
HCl dari sampel serta dilakukan penyarian dengan menggunakan ultrasonikator
dengan tujuan untuk menarik heptaminol HCl dalam sampel yang dapat larut
dalam aquabidestilata sehingga terpisah dari senyawa lain seperti bahan pengisi,
bahan pengikat, bahan penghancur dan bahan pelicin yang digunakan sebagai
bahan tambahan dalam pembuatan tablet agar menghasilkan tablet dengan bentuk
dan kualitas yang baik.
Proses penyarian dengan menggunakan ultrasonikator dilakukan selama
15 menit karena berdasarkan data hasil optimasi waktu penyarian pada tabel IV
yang dilakukan, nilai CV yang didapatkan pada replikasi sampel heptaminol HCl
34
dengan waktu penyarian selama 15 menit sebesar 0,03%. Nilai CV tersebut masih
berada dalam batasan CV yang memenuhi syarat untuk kadar analit 70% yaitu
CV < 1,7 % (Huber, 2003) sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu penyarian
selama 15 menit dapat digunakan dalam tahap penetapan kadar selanjutnya karena
memiliki keterulangan yang baik.
Tabel IV. Data optimasi variasai waktu penyarian dengan menggunakan ultrasonikator
Waktupenyarian
Replikasi ke- Absorbansi * Kadar heptaminolHCl dalan sampel
(mg/tablet)
5 menit 1 0,386 196,85 x rata-rata = 97,72SD = 3,42CV =2,9%
2 0,382 195,42
3 0,377 200,90
10 menit 1 0,376 191,22 x rata-rata = 195,19SD = 3,55CV = 1,8%
2 0,349 196,32
3 0,361 198,04
15 menit 1 0,381 197,08 x rata-rata = 197SD = 0,06
CV =0,03%2 0,385 196,98
3 0,382 196,96
20 menit 1 0,387 190,64 x rata-rata = 193,84SD = 6,52CV = 3,4%
2 0,378 189,55
3 0,351 201,35
*= absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA
Pelarut yang digunakan adalah aquabidestilata karena aquabidestilata
memenuhi kriteria sebagai pelarut yang baik untuk analisis menggunakan
spektrofotometri. Setelah itu, dilakukan proses sentrifugasi untuk memisahkan
antara senyawa heptaminol HCl yang larut dalam aquabidestilata dengan senyawa
kimia lain yang tidak dapat larut dalam aquabidestilata (bahan tambahan dalam
sediaan tablet heptaminol HCl merek “X”) sehingga pada saat larutan sampel
disentrifugasi, heptaminol HCl akan masuk ke bagian supernatan sedangkan
35
senyawa kimia lainnya akan mengendap. Setelah itu dilanjutkan dengan proses
penyaringan menggunakan kertas saring untuk memisahkan adanya senyawa
kimia lain yang tidak terlarut dalam aquabidestilata yang masih terdapat dalam
supernatan.
Setelah proses penyaringan dilakukan penambahan larutan OPA pada
larutan sampel. Heptaminol HCl merupakan bentuk garam. Sebelum direaksikan
dengan OPA, heptaminol HCl diubah terlebih dahulu menjadi bentuk heptaminol
melalui reaksi dengan dapar borat. Dapar borat berisi H3BO3, KCl, dan NaOH.
Heptaminol HCl akan bereaksi dengan NaOH dari dapar borat untuk membentuk
heptaminol melalui reaksi yang ditunjukkan pada gambar 9. Reaksi ini terjadi
pada suasana basa karena pada suasana basa, amina primer akan terdapat dalam
bentuk molekul seluruhnya, sehingga akan terbentuk reaksi antara OPA dengan
amina primer yang optimal.
CH3
NH2HO
CH3H3C HCl. + NaOH
CH3
NH2HO
CH3H3C+ NaCl + H2O
Heptaminol HCl Heptaminol
Gambar 9. Reaksi pembentukan heptaminol HCl menjadi heptaminol
Setelah terbentuk heptaminol, maka dapat terjadi reaksi derivatisasi
antara heptaminol dengan agen penderivat OPA bersama dengan adanya
merkaptoetanol membentuk senyawa derivat yang memiliki kromofor dan
auksokrom. Senyawa hasil derivatisasi inilah yang kemudian diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV.
36
E. Penetapan Kadar Heptaminol HCl
Penetapan kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet yang dilakukan
menggunakan 20 tablet dengan merek “X”. Penetapan kadar dengan 5 kali
replikasi dan dilakukan duplo pada setiap replikasi. Kondisi yang digunakan
untuk menetapkan kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet adalah kondisi
yang didapat dari hasil optimasi metode penetapan kadar heptaminol HCl dengan
agen penderivat OPA secara spektrofotometri ultraviolet yang dilakukan oleh
Susanti (2011) dan validasi metode penetapan kadar heptaminol HCl dengan agen
penderivat OPA secara spektrofotometri ultraviolet yang dilakukan oleh Anania
(2011).
Pada sediaan tablet heptaminol HCl terdapat pula senyawa kimia lain sebagai
bahan tambahan yang mungkin dapat memberikan absorbansi sehingga dilakukan
scanning sampel sebanyak 3 kali untuk memastikan bahwa pada λ pengukuran
(332 nm) tidak terdapat adanya serapan lain yang dikhawatirkan dapat
mengganggu absorbansi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat
dinyatakan bahwa tidak terdapat adanya serapan lain pada λ pengukuran (332 nm)
sehingga absorbansi yang terukur adalah benar-benar absorbansi dari derivat
heptaminol HCl (gambar 10). Hasil penetapan kadar heptaminol HCl dalam
sediaan tablet merek “X” terlihat pada tabel V.
37
*= absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPAGambar 10. Hubungan panjang gelombang dengan absorbansi derivat heptaminol HCl
Tabel V. Hasil penetapan kadar Heptaminol HCl dalam sampel
ReplikasiSampel 1
Absorbansi * Kadar heptaminol HCldalam sampel (mg/tablet)
Kadar rata-rataheptaminol HCl dalam
sampel (mg/tablet)
12
0,381 197,07 197,31
0,382 197,54
ReplikasiSampel II
12
0,385 196,97 198,11
0,390 199,24
ReplikasiSampel III
1 0,372 197,02 196,79
2 0,371 196,56
ReplikasiSampel IV
1 0,377 190,75 190,75
2 0,377 190,75
ReplikasiSampel V
1 0,376 195,63 195,17
2 0,375 194,71
SD 2,93
CV 1,49 %
Kadar rata-rata 195,63±2,93(mg/tablet)
* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA
38
Precision yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah repeatability,
yaitu suatu ukuran kedekatan nilai data yang satu dengan yang lain dalam satu
pengukuran pada kondisi analisis yang sama. Precision dinyatakan dengan
Coefficient of Variation (CV). Tabel V dari penelitian ini menunjukkan bahwa
nilai CV yang diperoleh pada penetapan kadar heptaminol HCl dalam sediaan
tablet merek “X” adalah 1,49%. Nilai CV tersebut masih berada dalam batasan
CV yang memenuhi syarat untuk kadar analit 70% yaitu CV < 1,7 % (Huber,
2003), sehingga dapat dinyatakan bahwa metode spektrofotometri ultraviolet
memiliki presisi yang baik dan dapat diaplikasikan pada penetapan kadar
heptaminol HCl dalam sediaan tablet merek “X”
Tabel V dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa kadar rata-rata
heptaminol HCl dalam sediaan tablet merek “X” pada 5 replikasi yaitu 195,63 ±
2,93 (mg/tablet). Pada Farmakope Indonesia dan USP tidak disebutkan rentang
kadar heptaminol HCl yang diperbolehkan dalam suatu tablet, namun jika dilihat
dari indeks terapinya heptaminol HCl mempunyai nilai indeks terapi yang lebar (
mempunyai margin of safety yang luas, dimana dosis toksiknya sama dengan
1000 kali dosis terapetik) (Hardjasaputra et al., 2002). Apabila mempunyai indeks
terapi yang lebar maka dapat digunakan persyaratan umum untuk kandungan
suatu senyawa dalam tablet yaitu 90-110%. Penggunaan rentang 90-110% juga
dikarenakan pada proses produksi tidak dimungkinkan untuk mendapakan
kandungan senyawa yang sama persis pada tiap tablet sehingga dapat dipakai
untuk mentoleransi adanya kesalahan kandungan senyawa dalam tablet
heptaminol HCl. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dari rentang 90-100%
39
didapatkan rentang kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet adalah 162,02-
206,58 (mg/tablet) sehingga dapat dikatakan bahwa kadar heptaminol HCl dalam
sediaan tablet yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 195,63 ± 2,93 (mg/tablet)
masih memenuhi rentang persyaratan kadar kandungan suatu senyawa dalam
tablet.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Metode spektrofotometri ultraviolet yang memiliki validitas baik dapat
diaplikasikan dalam penetapan kadar heptaminol HCl dengan menggunakan
agen penderivat OPA dalam sediaan tablet merek “X”.
2. Kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet merek “X hasil penelitian adalah
195,63 ± 2,93 (mg/tablet), sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar
heptaminol HCl dalam sediaan tablet merek “X” tidak sesuai dengan kadar
Heptaminol HCl yang tertera pada kemasan sediaan tablet merek “X”.
B. Saran
Perlu dilakukan penetapan kadar Heptaminol HCl dalam bentuk sediaan
lain.
41
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, H., 2005, Principles and Reactions of Protein Extraction, Purification,and Characterization, CRC Press, USA, pp. 64-66.
Anonim, 1989, The Merck Index, An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, andBiological, Eleventh Edition, Merck & Co., Inc., USA, pp. 4576.
Anonim, 2005a, Safety Data for O-Phtalaldehyde,http://msds.chem.ox.ac.uk/PH/o-phthalaldehyde.html, diakses 28 Mei2010.
Anonim, 2005b, Validation Of Analytical Procedures: Text And MethodologyQ2(R1), International Conference On Harmonization Of TechnicalRequirements For Registration Of Pharmaceuticals For Human Use, 7,11-12.
Anonim, 2010a, Committee For Veterinary Medicinal Products, Heptaminol;Summary Report, EMEA, 043, 95.
Anonim, 2010b, VentiCardyl®, http://www.agrovetmarket.com/Files/046885c0-6ae7-4346-8371-6022b05e69cc.pdf, diakses tanggal 28 Mei 2010.
Anonim, 2010c, Material Safety Data Sheet o-Pthalaldehyde MSDS,http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9926544, diakses 28 Mei2010.
Blackburn, S., 1989, Handbook of Chromatography, CRC Press, USA, pp. 268.
Brodie, R.R., Chasseaud, L.F., Rooney, L., Darragh, A., and Lambe, R.F., 1983,Determination of Heptaminol In Human Plasma and Urine By High-Performance Liquid Chromatography, J. Chromatogr. B Biomed. Sci.Appl., 274, 179-186.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, FarmakopeIndonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,pp.4-6, 1016.
Fattah, A., El-Yazbi, F.A., Belal, S.F., and Abdel-Razak, O., 1997,Spectrophotometric and Spectrofluorometric Determination of Heptaminoland Mexiletine in Their Dosage Forms, Anal. Lett., 30, 2029-2043.
Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S., 1994, Kimia Organik Jilid II, diterjemahkanoleh Pudjaatmaka, A.H., Edisi ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta, pp.436-444.
42
Hardjasaputra, P., Budipranoto, G., Sembiring, S.U., dan Kamil, I., 2002, DOI :Data Obat di Indonesia, edisi 10, Grafidian Medipress, Jakarta, pp.837-838.
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya,Majalah Ilmu Kefarmasian, 1(3), Departemen Farmasi FMIPA,Universitas Indonesia, Jakarta, pp.117-134.
Huber, L., 2003, Validation of Analytical Methods and Processes, in Nash, R.A.,and Wachter, A.H., Pharmaceutical Process Validation, an InternationalThird Edition, Revised and Expanded, Marcell Dekker, Inc., USA, pp.51, 8-50.
Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L., 1994, The Theory and Practice ofIndustrial Pharmacy, Lea & Febinger, Philadelphia, pp.321-358,
McDonald, R. S., and Sibley, C. E., 1981, The Intramolecular CannizzaroReaction of Phthalaldehyde, Can J. Chem., 59, 1061-1067.
Morros, A., Borja, L., and Segura, J., 1985, Determination of Heptaminol InPlasma By Thin-Layer Chromatography and In Situ Fluorimetry, J. Pharm.Biomed. Anal., 3, 149-156.
Mulja, M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Universitas Airlangga,Surabaya, pp.6-11, 26-34, 267.
Pavia, D.L., Lampman, G.M., and Kriz, G.S., 2001, Introduction to Spectroscopy,3th ed, Thomson Learnin, Inc., USA, pp.187, 358-359.
Perrin, D.D. and Dempsey, B., 1974, Buffers for pH and Metal Ion Control,Chapman and Hall, London, pp. 147.
Pescok, R. L.,Shields, L. D., Cairns, T., and Mc William, I. G., 1976, ModernMethods of Chemical Analysis, John Wiley & Sons, Inc., Canada, pp. 147.
Sevilla, L.G., Ochave, J.A., Punsalon, T.G., Regala, B.P., and Uriarte, G.G, 1993,Pengantar Metode Penelitian, diterjemahkan oleh Tuwu, A., Edisi I, UIPress, Jakarta, pp.163.
Skoog, D. A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, Third Edition, SaundersCollege Publishing, Japan, pp. 182-183.
Skoog, D. A., Donald, M. W., and F. J. Holler., 1994, Analytical Chemistry: AnIntroduction, Sixth Edition, Sounder College Publishing, USA, pp. 416.
43
Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC MethodDevelopment, 2nd Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York, pp. 687-691, 736.
Sugiyono, H., 2010, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung,pp.85.
United States Pharmacopeia Convention,2005, The United States Pharmacopeia,28 th edition, United States Pharmacopeia Convention Inc., Rockville, pp.2748-2751.
Voigt, R., 1984, Lehrbuch Der Pharmazeutischen Technologie, 5th Ed,diterjemahkan oleh Sundari Noerono, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, pp.201-208.
44
LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Sertifikat analisis heptaminol HCl dari PT. Corsa
45
Lampiran 2. Contoh perhitungan kadar larutan baku heptaminol HCl
a. Skema pembuatan
Kurang lebih 100 mg serbuk heptaminol HCl ditimbang seksama
Dilarutkan dalam 25 mL aquabidestilata
Dipipet 375; 500; 625; 750; dan 875 µL
Diencerkan masing-masing dengan aquabidestilata sampai volumenya tepat 10
mL.
b. Perhitungan seri kadar heptaminol HCl
Bobot heptaminol HCl hasil penimbangan = 95,3 mg
Kadar heptaminol HCl dalam 25 mL aquabidestilata = 95,3 mg/25 mL
= 3,812 mg/mL
Seri kadar Perhitungan kadar heptaminol HCl
1 x 3,812 mg/mL = 0,1430 mg/mL
2 x 3,812 mg/mL = 0,1906 mg/mL
3 x 3,812 mg/mL = 0,2383 mg/mL
4 x 3,812 mg/mL = 0,2859 mg/mL
5 x 3,812 mg/mL = 0,3336 mg/mL
46
Lampiran 3. Data Kurva Baku
Konsentrasi heptaminol HCl(mg/ml)
Absorbansi *
0,1430 0,281
0,1906 0,391
0,2383 0,493
0,2859 0,617
0,3336 0,717
Persamaan kurva baku y = 2,3043 x – 0,0492
Koefisien korelasi (r) 0,9995
* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.
*= absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA
Hubungan antara kadar heptaminol HCl dengan absorbansi derivatnya
47
Lampiran 4. Perhitungan Akurasi dan Presisi
a. Data hasil pengukuran larutan baku heptaminol HCl 0,1446 mg/mL
Absorbansi * Kadar terukur (mg/mL) % recovery (%)
0,287 0,1459 100,890,286 0,1455 100,620,286 0,1455 100,620,284 0,1445 99,930,286 0,1455 100,62
0,2858
SD 0,00109CV 0,38%
* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.
b. Perhitungan kadar heptaminol HCL ,1446 mg/mL terukur
Persamaan kurva baku heptaminol HCl adalah y = 2,3043 x – 0,0492
x = kadar terukur
y = absorbansi
y = 2,3043 x – 0,0492
0,287 = 2,3043 x – 0,0492
x = 0,1459 mg/mL
n.b : Perhitungan kadar terukur selanjutnya dilakukan melalui cara yang sama
dengan cara di atas.
c. Contoh perhitungan % recovery larutan heptaminol HCl ,1446 mg/mL
% recovery = x 100 %
% recovery = x 100 % = 100,89%
48
n.b : Perhitungan recovery selanjutnya dilakukan melalui cara yang sama
dengan cara di atas.
d. Data hasil pengukuran larutan baku heptaminol HCl 0,241 mg/mL
Absorbansi * Kadar terukur (mg/mL) % recovery (%)
0,506 0,2409 99,960,516 0,2453 101,780,516 0,2453 101,780,506 0,2409 99,960,512 0,2435 101,04
0,5112
SD 0,00501CV 0,98%
* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.
e. Data hasil pengukuran larutan baku heptaminol HCl 0,3374 mg/mL
Absorbansi * Kadar terukur (mg/mL) % recovery (%)
0,723 0,3251 99,320,732 0,3390 100,470,738 0,3416 101,240,724 0,3355 99,440,727 0,3368 99,82
0,7288
SD 0,00622CV 0,85%
* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.
49
Lampiran 5. Contoh perhitungan kadar heptaminol HCl dalam sampel
a. Perhitungan kadar heptaminol HCl
Ditimbang 100 mg sampel, ditambahkan dapar KCl pH 2 sebanyak 15 ml
↓
Ditambahkan aquabidestilata hingga 25 ml
↓
Dilakukan penyarian dengan menggunakan sonikator selama 15 menit,
sentrifugasi selama 10 menit dan disaring
↓
Dipipet 700 µL dan ditambahkan aquabidestilata hingga 10 mL
↓
Dipipet 300 µL dan ditambahkan 3 mL larutan OPA, divortex selama 10 detik
↓
Dikur absorbansinya dengan spektrofotometer → dicatat absorbansinya
b. Contoh perhitungan kadar heptaminol HCl dalam sampel
Heptaminol HCl
y = 2,3043x – 0,0492
Sampel 1, Replikasi 1
y = 2,3043x – 0,0492
0,381 = 2,3043x – 0,0492
x = 0,1867 mg/mL
50
= 0,1867 mg/mL x
= 66,67 mg
Kadar heptaminol HCl dalam sampel ( mg/tablet)
=
= 197,07 mg/tablet
n.b: Perhitungan kadar sampel dengan replikasi selanjutnya dan sampel lain
dilakukan melalui cara yang sama dengan cara di atas dengan menyesuaikan
absorbansi yang diperoleh dan berat sampel.
51
Lampiran 6. Penimbangan sampel ( sediaan tablet heptaminol HCl) untuk
penetapan kadar
Sampel 1
Kertas : 0,3313 g
Kertas + zat : 0,4347 g
Kertas + sisa : 0,3330 g
Zat : 0,1017 g
Sampel 2
Kertas : 0,3701 g
Kertas + zat : 0,4757 g
Kertas + sisa : 0,3730 g
Zat : 0,1027 g
Sampel 3
Kertas : 0,3211 g
Kertas + zat : 0,4236 g
Kertas + sisa : 0,3240 g
Zat : 0,996 g
52
Sampel 4
Kertas : 0,3302 g
Kertas + zat : 0,4401 g
Kertas + sisa : 0,3360 g
Zat : 0,1041 g
Sampel 5
Kertas : 0,3165 g
Kertas + zat : 0,4266 g
Kertas + sisa : 0,3241 g
Zat : 0,1015 g
53
Lampiran 7. Hasil penetapan kadar heptaminol HCl dalam sampel
* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.
ReplikasiSampel 1
Absorbansi * Kadar heptaminol HCl dalam sampel
(mg/tablet) Rata-rata % Rata-rata12
0,381 197,07 197,31 105,06 105,12
0,382 197,54 105,19ReplikasiSampel II
12
0,385 196,97 198,11 104,88 105,49
0,390 199,24 106,09Replikasi
Sampel III
12
0,372 197,02 196,79 104,91 104,79
0,371 196,56 104,66Replikasi
Sampel IV
12
0,377 190,75 190,75 101,57 101,57
0,377 190,75 101,57ReplikasiSampel V
12
0,376 195,63 195,17 104,16 103,92
0,375 194,71 103,68SD 2,93 SD 1,56
CV 1,49 % CV 1,49 %
Kadar rata-rata 195,63±2,93(mg/tablet)
Kadar rata-rata
104,18±1,56(%)
54
Lampiran 8. Penimbangan sampel ( sediaan tablet heptaminol HCl) untuk
optimasi variasai waktu wenyarian dengan menggunakan ultrasonikator
Sampel 1 (untuk degassing selama 5 menit)
Replikasi 1
Kertas : 0,2743 g
Kertas + zat : 0,3807 g
Kertas + sisa : 0,2768 g
Zat : 0,103 g
Replikasi 2
Kertas : 0,3232 g
Kertas + zat : 0,4321 g
Kertas + sisa : 0,3293 g
zat : 0,1028 g
Replikasi 3
Kertas : 0,3230 g
Kertas + zat : 0,4221 g
Kertas + sisa : 0,3233 g
zat : 0,0988 g
55
Sampel 2 ( untuk degassing selama 10 menit)
Replikasi 1
Kertas : 0,2903 g
Kertas + zat : 0,3942 g
Kertas + sisa : 0,2906 g
Zat : 0,1036 g
Replikasi 2
Kertas : 0,3224 g
Kertas + zat : 0,4220 g
Kertas + sisa : 0,3275 g
Zat : 0,0945 g
Replikasi 3
Kertas : 0,3220 g
Kertas + zat : 0,4210 g
Kertas + sisa : 0,3245 g
Zat : 0,0965 g
56
Sampel 3 (untuk degassing selama 15 menit)
Replikasi 1
Kertas : 0,3350 g
Kertas + zat : 0,4447 g
Kertas + sisa : 0,3400 g
Zat : 0,1017 g
Replikasi 2
Kertas : 0,3001 g
Kertas + zat : 0,4757 g
Kertas + sisa : 0,3730 g
Zat : 0,1027 g
Replikasi 3
Kertas : 0,3601 g
Kertas + zat : 0,4657 g
Kertas + sisa : 0,3637 g
Zat : 0,1010 g
57
Sampel 4 (untuk degassing selama 20 menit)
Replikasi 1
Kertas : 0,3210 g
Kertas + zat : 0,4167 g
Kertas + sisa : 0,3101 g
Zat : 0,1066 g
Replikasi 2
Kertas : 0,3224 g
Kertas + zat : 0,4287 g
Kertas + sisa : 0,3237 g
Zat : 0,105 g
Replikasi 3
Kertas : 0,3225 g
Kertas + zat : 0,4156 g
Kertas + sisa : 0,3230 g
Zat : 0,0926 g
58
Lampiran 9. Data Optimasi variasai waktu penyarian dengan menggunakan
ultrasonikator
Waktupenyarian
Replikasike-
Absorbansi * Kadar heptaminolHCl dalan sampel
(mg/tablet)
5 menit 1 0,386 196,85 x rata-rata = 97,72SD = 3,42CV =2,9%
2 0,382 195,423 0,377 200,90
10 menit 1 0,376 191,22 x rata-rata = 195,19SD = 3,55CV = 1,8%
2 0,349 196,323 0,361 198,04
15 menit 1 0,381 197,08 x rata-rata = 197SD = 0,06CV =0,03%
2 0,385 196,983 0,382 196,96
20 menit 1 0,387 190,64 x rata-rata = 193,84SD = 6,52CV = 3,4%
2 0,378 189,553 0,351 201,35
* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.
59
Lampiran 10. Spektra Hasil Scanning Larutan Sampel
60
6161
6262
63
63
64
Lampiran 11. Hasil penimbangan 20 tablet heptaminol HCl
No. Bobot tablet (mg)
1 300,1
2 305,3
3 275,4
4 304,1
5 310,7
6 294,4
7 301,1
8 310,8
9 321,0
10 294,1
11 285,4
12 320,8
13 294,0
14 287,8
15 296,5
16 280,5
17 305,0
18 314,8
19 306,1
20 304,1
300,6
65
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi yang berjudul “Penetapan KadarHeptaminol HCl dalam Sediaan Tablet dengan AgenPenderivat o-ftalaldehid secara SpektrofotometriUltraviolet” memiliki nama lengkap Anggun Aji Mukti.Penulis lahir di Blora, Jawa Tengah pada tanggal 5Februari 1990 dari pasangan Bapak Djarot Moertadi danIbu Mien Nio. Pendidikan formal yang ditempuh olehpenulis meliputi: SD Katolik Krida Dharma pada tahun1995-2001, SLTP Negri 1 Blora pada tahun 2001-2004,SMA Negri 1 Blora pada tahun 2004-2007 danmelanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas SanataDharma Yogyakarta pada tahun 2007 hingga tahun 2011.
Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai macam kegiatan, antara lain UKMTari Rakyat Genta (2007-2008), UKM Karawitan (2007-2008), Anggota JaringanMahasiswa Kesehatan Indonesia (2008-2009), Anggota Dewan PerwakilanMahasiswa Farmasi (2010-2011). Penulis juga pernah menjadi asisten dosen matakuliah praktikum Botani Dasar (2008), Spektroskopi (2009), Farmakologi Dasar(2010), Toksikologi Dasar (2010), dan Analisis Makanan (2010).