PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

84
i PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN AGEN PENDERIVAT O-FTALALDEHID SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Anggun Aji Mukti NIM : 078114105 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011

Transcript of PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

Page 1: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

i

PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN TABLETDENGAN AGEN PENDERIVAT O-FTALALDEHID SECARA

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Anggun Aji Mukti

NIM : 078114105

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011

Page 2: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

ii

Page 3: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …
Page 4: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

iv

Jangan pernah ragu bahwa sekelompok kecil orang yang cerdas memiliki

komitmen bisa mengubah dunia, dan sebenarnya memang begitulah yang

terjadi.

Margaret Mead

Karya ini kupersembahkan kepada:

Papa,Mama dan Kakakku yang selalu menyayangiku dan memberiku semangat

Agus Fianto yang pernah menemaniku di saat duka dan bahagia selama 3,5 tahun

Sahabat-sahabatku yang selalu setia menemaniku saat duka maupun suka

Almamaterku yang kucintai

Page 5: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

v

Page 6: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

vi

Page 7: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa

atas segala limpahan berkat dan kasih-Nya sehingga penelitian dan penyusunan

skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Heptaminol HCl dalam Sediaan Tablet

dengan Agen Penderivat o-ftaladehid secara Spektrofotometri Ultraviolet” dapat

diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

Dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini,

penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen pembimbing yang

dengan sabar memberikan pengarahan, masukan, kritik dan saran baik selama

penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

3. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing akademik dan

dosen penguji atas bimbingan dan semangat yang telah diberikan selama ini.

4. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan

dan saran dalam penyusunan skripsi.

5. Semua dosen-dosen yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh

pendidikan di Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta.

Page 8: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

viii

6. Seluruh staf laboratorium Kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma: Pak Parlan dan Mas Bimo yang telah banyak membantu selama

penelitian di laboratorium.

7. Seluruh staf laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi Universitas

Gadjah Mada: Pak Bambang, Mas Deponk, Mas Antok dan Mas Foruq yang telah

banyak membantu selama penelitian di laboratorium.

8. Agnes Anania dan Fitriana Susanti, teman seperjuangan dan tempat berbagi

keluh kesah selama penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih partner.

9. Teman-teman kos “Zusi Arib”, Ina, Iles, Maya, Ira, Dela dan Lindra atas

kebersamaan selama ini.

10. Teman-teman kelas C 2007, khususnya Septi, Fetri, Riris, xiang2 dan Putri

atas persahabatan yang terjalin saat perkuliahan

11. Teman-teman kelas FST A, khususnya Ridho B, Yoga W, Ayu Asmoro dan

Wicak atas persahabatan yang terjalin saat perkuliahan.

12. Teman-teman kelompok praktikum, khususnya Andi Kurniawan, Tiwi, Ardi

dan Pace atas kekompakan dan kerja sama selama perkuliahan dan praktikum.

13. Teman-teman FST angkatan 2007, atas tawa, canda, kebersamaan dan

kekompakan yang begitu indah dan tak terlupakan.

14. Keluarga besar DPMF. Suatu kebanggaan bisa eksis bersama kalian.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

penulis dalam mewujudkan skripsi ini. Tidak tertulis di sini bukan berarti tidak

tertulis di hati.

Page 9: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

ix

Page 10: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.………..……………………......……….……….............

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.……..………………………..

HALAMAN PENGESAHAN.........……………………………………………

HALAMAN PERSEMBAHAN.........................................................................

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.............................................................

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI..........................................................

PRAKATA.......………………………………….......…………………………

DAFTAR ISI …………………………………………………………………..

DAFTAR TABEL ……………………….………………………………….....

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….........

DAFTAR LAMPIRAN……..………………………………………………….

INTISARI………………………………………………………………………

ABSTRACT …………………………………………………………………….

BAB I. PENGANTAR

A. Latar Belakang.……………………………………...……………..

B. Permasalahan…………….…….………………………………..….

C. Keaslian Penelitian.……………………...…………...……….……

D. Manfaat Penelitian..………………………………………………..

1. Manfaat Metodologis………….…………………………….…..

2. Manfaat Praktis………………………………………………….

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

x

xiv

xv

xvi

xvii

xviii

1

1

2

3

4

4

4

Page 11: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

xi

E. Tujuan Penelitian……………………………...………...…………

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

A. Heptaminol…………..……..………………………………....……

B. Tablet ………………..…………………….…...………………….

C. O-ftalaldehid………………………………....………........…….....

D. Derivatisasi………………………………………….………...……

E. Penelitian-Penelitian Terdahulu tentang Heptaminol………...……

F. Spektrofotometri Ultraviolet………………………...……...……...

G. Validasi metode………………………...…..……………………....

1. Selektivitas………......………………………………………...

2. Akurasi……………......………………………………………...

3. Presisi……………......………………………………………...

4. Linearitas…………...………………………………………....

5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi …………………………....

H. Landasan Teori……....……………………………………………..

I. Hipotesis …………………………………………………………...

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian ………..………………………………

B. Variabel Penelitian ………………………………...………………

C. Definisi Operasional …………………………………………….…

D. Bahan-bahan Penelitian…………………………………………....

E. Alat-alat Penelitian…...…………………………………………....

F. Tata Cara Penelitian ……………………………………………….

4

5

5

6

8

10

10

11

15

15

15

16

16

16

17

18

19

19

19

20

20

20

21

Page 12: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

xii

1. Pemilihan Sampel……………………………………………

2. Pembuatan Dapar Borat, Dapar KCl, Larutan OPA, dan

Larutan Stok Heptaminol HCl....................................................

3. Pembuatan Larutan Baku dan Kurva Baku Heptaminol HCl.....

a. Pembuatan Larutan Baku Heptaminol HCl.............................

b. Pembuatan Kurva Baku Heptaminol HCl...............................

4. Optimasi Preparasi Sampel........................................................

5. Pembuatan Larutan Sampel.........................................................

6. Penetapan Kadar Heptaminol HCl..............................................

G. Analisis Hasil ...................................................................................

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…..........................…………….……

A. Pembuatan Larutan...……………………..…………………...……

1. Larutan Heptaminol HCl................................................................

2. Larutan Dapar Borat pH 9..............................................................

3. larutan OPA....................................................................................

4. Larutan Baku Heptaminol HCl.......................................................

5. Larutan Dapar KCl pH 2................................................................

B. Pembuatan Kurva Baku Heptaminol HCl.…..……………...……

C. Pengambilan Sampel.…………………..…………………...……

D. Penyiapan Sampel....……………………..…………………...……

E. Penetapan Kadar Heptaminol HCl...………………......……...……

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

21

21

22

22

22

23

23

24

24

25

26

26

26

27

28

30

30

32

33

36

A. Kesimpulan...............………..……………………..….………....... 40

Page 13: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

xiii

B. Saran..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................……..………………………..

LAMPIRAN....................................……………………………………………

BIOGRAFI PENULIS........................................................................................

40

41

44

65

Page 14: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I.

Tabel II.

Tabel III.

Tabel IV.

Tabel V

Kriteria Penerimaan Akurasi pada Konsentrasi Analit yang

Berbeda………………………………………………....………

Kriteria Penerimaan Presisi pada Konsentrasi Analit yang

Berbeda........................................................................................

Data Hasil Pengukuran Kurva Baku Heptaminol HCl ..............

Data Optimasi Variasi Waktu Penyarian dengan Menggunakan

Ultrasonikator ……….................................................................

Data Hasil Penetapan Kadar Heptaminol HCl dalam Sampel....

15

16

31

34

37

Page 15: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Struktur Molekul Heptaminol HCl............................................

Struktur Molekul O-Ftalaldehid.................................................

Reaksi antara O-Ftalaldehid dengan Amina Primer…...............

Diagram Spektrofotometer Single Beam...................................

Reaksi Cannizzaro pada OPA....................................................

Reaksi Antara OPA dengan Heptaminol Bersama

Merkaptoetanol………………………………………………...

Gugus Kromofor dan Auksokrom Senyawa Hasil

Derivatisasi………………………………………………….....

Hubungan Kadar Heptaminol HCl dengan Absorbansi

Derivatnya……………………………………………………

Reaksi Pembentukan Heptaminol HCl Menjadi

Heptaminol.……………………………………………………

Hubungan panjang gelombang dengan absorbansi derivat

heptaminol HCl......……………………………………………

5

8

9

14

28

29

29

32

35

37

Page 16: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Lampiran 2.

Lampiran 3.

Lampiran 4.

Lampiran 5.

Lampiran 6.

Lampiran 7.

Lampiran 8.

Lampiran 9.

Lampiran 10.

Lampiran 11.

Sertifikat Analisis Heptaminol HCl dari PT. Corsa.....................

Contoh Perhitungan Kadar Larutan Baku Heptaminol HCl

dalam Sampel...............................................................................

Data Kurva Baku..........................................................................

Perhitungan Akurasi dan Presisi...................................................

Contoh Perhitungan Kadar Heptaminol HCl dalam Sampel........

Penimbangan Sampel untuk Penetapan Kadar.............................

Hasil Penetapan Kadar Heptaminol HCl dalam Sampel.............

Penimbangan Sampel untuk Optimasi Variasai Waktu

Penyarian dengan Menggunakan Ultrasonikator..........................

Data Optimasi Variasai Waktu Penyarian dengan

Menggunakan Ultrasonikator.......................................................

Spektra Hasil Scanning Larutan Sampel......................................

Data penimbangan 20 Tablet Heptaminol HCl............................

44

45

46

47

49

51

53

54

58

59

64

Page 17: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

xvii

INTISARI

Tablet heptaminol HCl merupakan salah satu dari beberapa jenis sediaanobat yang beredar di pasaran dalam mengatasi hipotensi ortostatik. Penetapankadar zat aktif menjadi suatu pertimbangan sehubungan dengan keamanan dankhasiatnya. Oleh sebab itu, diperlukan penetapan kadar heptaminol HCl dalamsediaan tablet menggunakan metode yang sesuai dengan standar analisis

Penelitian yang dilakukan bersifat non eksperimental deskriptif.Berdasarkan strukturnya heptaminol HCl tidak memiliki baik gugus auksokrommaupun kromofor sehingga tidak dapat ditetapkan secara langsung menggunakanspektrofotometer ultraviolet maupun visible. Karena itu, perlu dilakukanderivatisasi terlebih dahulu untuk menghasilkan senyawa turunan heptaminol HClyang memiliki gugus kromofor dan auksokrom.

Tahap pendahuluan dalam penelitian ini adalah melakukan derivatisasipada heptaminol HCl dengan agen penderivat o-ftalaldehid sehingga dapatditetapkan kadarnya. Optimasi metode ini dilakukan dengan panjang gelombangmaksium, dan pembuatan kurva baku. Selanjutnya, heptaminol yang telahdiderivatisasi dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan metodespektrofotomerti ultraviolet pada λ pengamatan hasil validasi metode. Dari hasilpenelitian nilai CV yang diperoleh adalah 1,49% dan kadar rata-rata heptaminolHCl dalam sediaan tablet merek “X” adalah 195,63 ± 2,93 (mg/tablet).

Kata kunci : Heptaminol HCl, tablet, derivatisasi, o-ftalaldehid, spektrofotomertiultraviolet, penetapan kadar

Page 18: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

xviii

ABSTRACT

One of drug preparations is in a tablet form. Heptaminol HCl tablets is used indealing with orthostatic hypotension. So that the determination of active subtancesshould be considerated in relation to the safety and efficacy. Therefore, itnecessary to determinate the heptaminol HCl in tablets using appropriate methodaccording the standars analysis.

Research conducted in non experimental descriptive. Based on itsstructure, heptaminol HCl does not have either group chromopore and auksokromso directly setting using spectrophotometer with ultraviolet detector (UV) andvisible (Vis) cannot be done. Initial derivatization is necessary done withderivating agent o-ftalaldehid to generate the derivative compounds of heptaminolHCl which have chromophore group and auksokrom.

Preliminary study is conduct to set the levels of derivatization onheptaminol HCl with o-ftalaldehid agents. Optimization method is performed witha maximum wavelength and standar curve. Furthermore as validation,heptaminol which has been derivatized will be analyzed in quantitative methodusing λ ultraviolet spectrophotometry as observation on method validation result. From research result obtained by the CV value was 1.49% and the averageconcentration of HCl in tablet dosage heptaminol brand "X" is 195.63 ± 2.93 (mg/ tablet).

Keywords: Heptaminol HCl, tablets, derivatization, o-ftalaldehid,spectrophotometry ultraviolet

Page 19: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Heptaminol HCl adalah suatu turunan senyawa amina yang digunakan

untuk pengobatan dalam mengatasi salah satu kasus kelainan syaraf pusat yaitu

hipotensi ortostatik, dimana terjadi penurunan tekanan darah secara abnormal

yang ditandai dengan kepala pusing, sinkop, pandangan kabur yang terjadi waktu

berdiri atau atau bila berdiri tak bergerak dalam posisi tetap. Heptaminol HCl

bekerja pada sistem kardiosirkulasi dan sistem neuromuskuler.

Dewasa ini terdapat lebih dari satu macam bentuk sediaan heptaminol

HCl yang beredar di pasaran, salah satunya adalah sediaan tablet. Pada kemasan

sampel tertera bahwa kadar heptaminol HCl adalah 187,8 mg per tablet.

Sehubungan dengan keamanan dan khasiatnya dibutuhkan suatu metode yang

dapat digunakan untuk menetapkan kadar heptaminol HCl dengan cepat dan valid

sebagai upaya pengawasan kualitas dan mutu terhadap sediaan tablet yang diuji.

Heptaminol HCl merupakan senyawa amina primer alifatis yang tidak

memiliki baik gugus kromofor maupun auksokrom, sehingga tidak dapat

ditetapkan kadarnya baik secara langsung maupun menggunakan

spektrofotometer ultraviolet (UV) dan visible (vis) karena heptaminol hanya akan

terdeteksi pada daerah UV jauh (λ = 100–190 nm) sedangkan spektrofotometri

visible berada pada daerah visible (λ = 380–780 nm) dan spektrofotometri UV

berada pada daerah UV dekat (λ = 190-380 nm). Oleh karena itu, perlu dilakukan

Page 20: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

2

derivatisasi dengan menggunakan agen penderivatisasi o-ftalaldehid (OPA) agar

dapat ditetapkan kadarnya. Reaksi antara heptaminol HCl dengan OPA

menghasilkan senyawa berkromofor dan berauksokrom yang dapat dianalisis

menggunakan spektrofotometer ultraviolet (UV).

Beberapa penetapan kadar heptaminol HCl yang telah dilakukan antara

lain menggunakan: Kromatografi Lapis Tipis dan in situ Fluorometri, dengan

derivatisasi menggunakan 4-chloro-7-nitrobenzo-2,1,3-oxadiazole (Morros,

Borja and Segura, 1985); spektrofotometri dan spektrofluorometri dengan

ditambahkannya reagen asetilaseton-formaldehida (Fattah, El-Yazbi, Belal, and

Abdel-Razak, 1997); KCKT fase terbalik dengan derivatisasi pra-kolom

menggunakan OPA dan detektor fluoresensi (Brodie, Chasseaud, Rooney,

Darragh, and Lambe, 1983).

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, penulis menyimpulkan bahwa selama

ini belum pernah ditemukan penetapan kadar heptaminol HCl menggunakan

metode spektrofotometri ultraviolet (UV), sehingga penulis akan melakukan

penelitian bersama dengan penelitian Susanti (2011) dan Anania (2011) mengenai

optimasi dan validasi metode penetapan kadar heptaminol dengan agen penderivat

OPA secara spektrofotometri ultraviolet (UV).

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat disusun permasalahan

sebagai berikut:

a. Apakah metode spektrofotometri ultraviolet (UV) yang telah tervalidasi dapat

diaplikasikan untuk penetapan kadar heptaminol HCl dalam tablet?

Page 21: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

3

b. Apakah kadar heptaminol HCl dalam tablet merek “X” sesuai dengan kadar

yang tertera dalam kemasan?

2. Keaslian Penelitian

Penetapan kadar heptaminol HCl dalam plasma manusia dan urin

dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pernah dilakukan oleh

Brodie et al. (1983). Penetapan kadar heptaminol HCl dan mexiletin pada sediaan

dengan metode spektrofotometri dan spektrofluorometri pernah dilakukan oleh

Fattah et al. (1997). Penetapan kadar heptaminol HCl pada plasma dengan

metode Kromatografi Lapis Tipis dan in situ Fluorometri juga pernah dilakukan

oleh Morros et al.(1985).

Berdasarkan penelusuran terhadap penelitian sebelumnya tentang

penetapan kadar heptaminol HCl yang diperoleh penulis, maka dapat dipastikan

penetapan kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet menggunakan agen

penderivat OPA dengan metode spektrofotometri ultraviolet (UV) belum pernah

dilakukan.

Penelitian ini merupakan upaya bersama dan berkesinambungan dari

penelitian Susanti (2011) mengenai optimasi metode penetapan kadar heptaminol

HCl menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet (UV) dan agen

penderivatisasi OPA serta penelitian Anania (2011) mengenai validasi metode

penetapan kadar heptaminol HCl menggunakan metode spektrofotometri

ultraviolet (UV) dan agen penderivatisasi OPA.

Page 22: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

4

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan

prosedur penggunaan metode spektrofotometri ultraviolet (UV) dalam penetapan

kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan metode

penetapan kadar heptaminol HCl yang sensitif dan selektif sehingga dapat

dimanfaatkan oleh pihak industri dalam quality assurance.

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian

ini bertujuan untuk:

1. Menetapkan kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet merk “X”

menggunakan agen penderivat OPA dengan metode yang telah tervalidasi

secara spektrofotometri ultraviolet.

2. Mengetahui kesesuaian kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet merk “X”

dengan kadar yang tercantum pada kemasan.

Page 23: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Heptaminol HCl

CH3

NH2HO

CH3H3CHCl.

Gambar 1. Struktur molekul heptaminol HCl

Heptaminol (6-amino-2-metil-2-heptanol) adalah turunan amina yang

digunakan sebagai kardiotonik dan vasodilator dalam kedokteran hewan.

Heptaminol digunakan sebagai korektor efek hipotensif dan neuroleptik. Rumus

molekul heptaminol HCl adalah C8H20ClNO dan memiliki rumus bangun pada

gambar 1, dengan bobot molekul 180,7 g/mol (Anonim, 2010a) dan titik lebur

antara 178-180° C. Heptaminol HCl sangat mudah larut dalam air, larut dalam

alkohol, dan praktis tidak larut dalam aseton, benzen, dan eter (Anonim, 1989).

Pada manusia, setelah asupan oral 2 x 150 mg dalam bentuk tablet,

heptaminol akan dengan cepat dan sepenuhnya diabsorbsi. Rata-rata puncak

konsentrasi plasma 1,6 mg/L dicapai setelah 1,8 jam. Waktu paruhnya kira-kira

2,5 jam. Heptaminol digunakan pada manusia untuk melawan hipotensi ortostatik.

Dosis yang biasanya digunakan adalah 1-3 mg/kg BB per hari. Tidak ada laporan

efek toksik atau efek merugikan heptaminol (Anonim, 2010b).

Page 24: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

6

Heptaminol mempunyai 2 khasiat utama, yaitu:

1. Khasiat terhadap sistem kardiosirkulasi

Heptaminol mempunyai daya kardiotonik yang kuat dan kerja resusitasi

kardiosirkulasi yang kuat. Heptaminol akan meningkatkan kekuatan sistolik dan

kapasitas kerja jantung, output jantung dan aliran darah koroner

2. Khasiat terhadap sistem neuromuskuler

Heptaminol memperkuat dan menormalkan sistem neuromuskuler yang

mengalami kronaksi saraf yang menurun (melibatkan neuron-neuron formasio

retikularis dan hipotalamus) dan kronaksi otot yang menurun. Daya anti kelelahan

heptaminol secara preventif menunda terjadinya tanda-tanda kelelahan kronaksi

pada saraf dan otot. Selain kedua khasiat utama ini, heptaminol juga mempunyai

daya biogenik umum terhadap sel-sel saraf otak dan psikotonik, dan heptaminol

juga mempunyai daya detoksifikasi yang adekuat terhadap zat-zat kimiawi yang

tertimbun di dalam sel-sel, khususnya terhadap neuroleptik, barbiturat dan obat-

obat digitalis (Hardjasaputra, Budipranoto, Sembiring dan Kamil, 2002).

B. Tablet

Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak dalam

bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung

mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Sebagian

besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang

paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan

tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat

Page 25: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

7

dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain

cetakan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

Tablet umumnya dibuat dengan penambahan bahan tambahan, untuk

menghasilkan tablet dengan bentuk dan kualitas yang baik. Syarat bahan

tambahan (eksipien) yang digunakan sebagai bahan pembantu tablet adalah netral,

tidak berbau, tidak berasa, sedapat mungkin tidak berwarna (Voight, 1984).

Macam-macam bahan tambahan yang digunakan adalah:

1. Bahan pengisi

Bahan ini diperlukan jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit dikempa, jika

kandungan zat aktif kecil, sifat tablet keseluruhan ditentukan oleh bahan pengisi

yang besar jumlahnya (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI,

1995). Bahan pengisi harus memenuhi kriteria: non toksik, tersedia dalam jumlah

yang cukup di semua Negara tempat produk itu dibuat, harganya murah, tidak

boleh saling berkontraindikasi, netral secara fisiologi, stabil secara fisik dan

kimia, bebas dari segala mikroba, tidak boleh mengganggu warna dan tidak boleh

mengganggu bioavailabilitas obat (Lachman, Lieberman and Kanig, 1994).

2. Bahan pengikat

Bahan pengikat adalah bahan yang bersifat adhesive yang digunakan

untuk mengikat serbuk-serbuk menjadi granul dan jika granul itu dikempa akan

menjadi tablet. Bahan pengikat yang umum meliputi gom akasia, gelatin, sukrosa,

providon, metal selulosa, karboksimetil selulosa (Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan RI, 1995).

Page 26: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

8

3. Bahan penghancur

Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau

hancurnya tablet ketika kontak dengan saluran pencernaan. Bahan-bahan yang

mempengaruhi hancurnya tablet yakni: selulosa mikrokristal, natrium CMC,

natrium hidrogen karbonat, natrium laurel sulfat dan trietanolamin (Voigt, 1984).

4. Bahan pelicin

Bahan pelicin ini ditambahkan untuk memudahkan pengeluaran tablet

keluar ruang cetak melalui pengurangan gesekan antar dinding dalam lubang

ruang cetakan dengan permukaan sisi tablet, juga untuk mengurangi dan

mencegah gesekan stempel bawah pada lubang ruang cetak sehingga stempel

bawah tidak macet (Voigt, 1984). Bahan pelicin yang biasa digunakan adalah

adalah asam stearat, minyak nabati terhidrogenasi, talk, tepung jagung atau

aerosol (Lachman et al., 1994).

C. O-ftalaldehid (OPA)

O

O

H

H

Gambar 2. Struktur molekul o-ftalaldehid (OPA)

Rumus molekul C8H6O2 dan memiliki rumus bangun seperti pada gambar

2, berbentuk kristal atau serbuk berwarna kuning (Anonim, 2005). OPA larut

dalam metanol dan dietil eter (Anonim, 2010c).

Page 27: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

9

Penetapan kadar protein menggunakan OPA cepat dan sensitif (gambar

3). Reaksinya selesai dalam waktu kurang dari 1 menit. Dalam penetapan standar,

protein dapat dideteksi paling rendah pada kadar 10 µg/mL. Namun dalam

penetapan kadar mikro, batas deteksi terendahnya dapat mencapai 50 ng/mL.

OPA dapat bereaksi dengan amina primer dalam protein. Dengan kehadiran

merkaptoetanol, OPA dapat bereaksi dengan amina primer menghasilkan senyawa

berfluoresensi biru yang memiliki λ eksitasi maksimum pada 340 nm dan λ emisi

maksimum pada 455 nm seperti terlihat pada gambar 3. Metode ini sensitif (untuk

mendeteksi protein dalam jumlah nanogram). Reaksi ini berlangsung secara

spontan, sehingga reaksinya berlangsung dalam beberapa menit. Tidak seperti

fluorescamine, OPA lebih stabil (Ahmed, 2005).

C

C

O

O

H

H

+ H2N P

C

N

S

P

o-ftalaldehid protein merkaptoetanol

HS

OH

+

OH

hasil derivat

Gambar 3. Reaksi antara OPA dengan amina primer

OPA memberikan sensitivitas yang lebih besar dalam deteksinya. Hal ini

disebabkan karena dua kriteria penting. Pertama, OPA tidak berfluoresensi sendiri

Page 28: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

10

dan dengan demikian tidak akan mengganggu deteksinya. Kriteria yang kedua,

reaksinya terjadi dengan cepat pada suhu kamar, meminimalkan penggunaan

waktu yang lama (Blackburn, 1989).

D. Derivatisasi

Dalam suatu analisis, kemungkinan banyak terdapat zat-zat yang

memberikan absorbansi maksimal pada panjang gelombang 200-210 nm,

umumnya merupakan bahan-bahan yang digunakan sebagai pelarut, khususnya

yang mempunyai ikatan hidrogen. Proses derivatisasi dilakukan untuk mengatasi

keadaan tersebut dengan cara:

1. Mereaksikan zat yang dianalisis dengan zat tertentu sehingga terjadi

pergeseran panjang gelombang maksimal ke arah pergeseran merah

2. Mereaksikan zat yang dianalisis dengan zat tertentu sehingga menghasilkan

senyawa yang berfluoresensi.

Perlu diperhatikan bahwa zat penderivat harus memberikan reaksi yang cepat dan

stabil serta meningkatkan sensitivitas pengukuran (Mulja dan Suharman, 1995).

E. Penelitian-penelitian Terdahulu tentang Heptaminol

Penetapan kadar heptaminol HCl dalam plasma manusia dan urin dengan

metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pernah dilakukan oleh Brodie

et al. (1983). Kadar heptaminol HCl dalam plasma dan urin diukur menggunakan

metode KCKT fase terbalik dengan derivatisasi pra-kolom menggunakan OPA

dan detektor fluoresensi. Penetapan kadar heptaminol dan mexiletin pada sediaan

Page 29: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

11

dengan menggunakan metode spektrofotometri dan spektrofluorometri dengan

ditambahkannya reagen asetilaseton-formaldehida pernah dilakukan oleh Fattah et

al. (1997). Penetapan kadar heptaminol HCl pada plasma dengan menggunakan

metode Kromatografi Lapis Tipis dan in situ Fluorometri dengan derivatisasi

menggunakan 4-chloro-7-nitrobenzo-2,1,3-oxadiazole juga pernah dilakukan oleh

Morros et al.(1985).

Kelebihan analisis yang akan dilakukan adalah adanya perlakuan proses

derivatisasi pada heptaminol HCl untuk meningkatkan sensisivitas dalam

pengukuran. Dalam analisis digunakan detektor fluoresensi untuk mengukur hasil

derivat yang telah diperoleh, namun pada umumnya pengukuran kadar analit di

laboratorium-laboratorium penelitian di Indonesia menggunakan detektor UV/Vis.

Oleh sebab itu, metode dengan menggunakan detektor fluoresensi tersebut jarang

ditemukan di laboratorium-laboratorium penelitian di Indonesia.

F. Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri UV adalah salah satu teknik analisis spektroskopik

yang menggunakan radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan

memakai alat spektrofotometer. Pada analisis menggunakan spektrofotometri UV,

dilakukan pembacaan absorbansi (penyerapan) atau transmitansi (penerusan)

radiasi elektromagnetik oleh suatu molekul. Hasil pembacaan absorbansi disebut

sebagai absorban (A) dan tidak memiliki satuan, sedangkan hasil pembacaan

transmitansi disebut transmitan dan memiliki satuan %T (Mulja dan Suharman,

1995).

Page 30: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

12

Setiap molekul analit memiliki kemampuan untuk menyerap gelombang

tertentu dari radiasi elektromagnetik. Dalam proses ini, energi radiasi untuk

sementara dipindahkan ke molekul sehingga intensitas radiasi akan berkurang

(Skoog, Donald and Holler, 1994).

Panjang gelombang daerah ultraviolet dan tampak yang diserap oleh

molekul bergantung pada mudahnya promosi elektron. Senyawa yang menyerap

cahaya pada daerah tampak (yakni senyawa berwarna) memiliki elektron yang

lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang

gelombang ultraviolet yang lebih pendek (Fessenden dan Fessenden, 1994).

Suatu senyawa organik mampu menyerap radiasi elektromagnetik karena

senyawa tersebut memiliki elektron valensi yang dapat dieksitasikan ke tingkat

energi yang lebih tinggi. Absorpsi radiasi ultraviolet atau visibel oleh molekul

atau atom M dapat dijelaskan melalui dua tahap, yaitu eksitasi yang ditunjukkan

dengan persamaan berikut:

M + hvM* (1)

Produk reaksi antara M dan foton hv adalah partikel yang secara

elektronik tereksitasi dengan simbol M*. Waktu tinggal partikel yang tereksitasi

hanya sebentar (108-10-9 detik) kemudian diakhiri dengan proses relaksasi. Proses

ini melibatkan perubahan energi eksitasi menjadi panas, yaitu:

M*M + panas (Skoog, 1985) (2)

Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik

dengan panjang gelombang radiasi (Fessenden dan Fessenden, 1994) seperti pada

persamaan berikut:

Page 31: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

13

(3)

Keterangan: ΔE = energi yang diabsorpsi, dalam erg

h = tetapan Planck, 6,6 x 10-27 erg det

v = frekuensi, dalam Hz

c = kecepatan cahaya, 3 x 1010 cm/det

λ = panjang gelombang, dalam cm

Menurut hukum Beer’s, absorbansi mempunyai hubungan yang linier

dengan konsentrasi absorban (c) dan tebal kuvet (b) yang dirumuskan sebagai

berikut:

(4)

Keterangan: A = absorbansi;

P0 = kekuatan radiasi yang datang

P = kekuatan radiasi setelah melewati kuvet yang

mengandung analit

b = tebal larutan (cm)

c = konsentrasi (mol.Lt-1)

ε = absorptivitas molar (Lt.mol-1.cm-1)

(Skoog et al., 1994).

Untuk absorptivitas molar, hubungan ε dengan parameternya,

dirumuskan sebagai berikut:

(5)

ΔE = hv =

A = log (P0/P) = ε b c

ε = 8,7 x 1019 PA

Page 32: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

14

Keterangan: P = probabilitas transisi elektron

A = luas daerah molekul target (cm2)

ε = absorptivitas molar (Lt.mol-1.cm-1)

(Skoog, 1985).

Instrumen yang digunakan untuk mempelajari absorpsi atau emisi radiasi

elektromagnetik sebagai fungsi panjang gelombang disebut spektrometer atau

spektrofotometer. Komponen yang esensial dalam spektrofotometer (gambar 4)

yaitu: (1) sumber radiasi energi, (2) sistem lensa, cermin dan celah yang

memfokuskan sinar, (3) monokromator yang mengubah radiasi menjadi beberapa

panjang gelombang, (4) wadah transparan untuk menampung sampel, (5) detektor

radiasi yang dihubungkan dengan recorder (Pescok, Shields, Cairns and William,

1976).

Gambar 4. Diagram Spektrofotometer single beam

Page 33: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

15

G. Validasi Metode

Parameter-parameter yang digunakan sebagai pedoman kesahihan

metode analisis yang divalidasi meliputi selektivitas, akurasi, presisi, linearitas,

batas deteksi dan batas kuantitasi.

1. Selektivitas

Selektivitas suatu metode adalah kemampuan metode tersebut untuk

mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain

dalam matriks sampel (Anonim, 2006).

2. Akurasi

Ketepatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Ketepatan dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Kriteria

penerimaan akurasi ditentukan berdasarkan kadar analit yang dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali, seperti yang tertera pada tabel I :

Tabel I. Kriteria penerimaan akurasi pada konsentrasi analit yang berbeda (Huber, 2003)

Kadar analit (%) Perolehan kembali (%)

100 98-102

10 98-102

1 97-103

0,1 95-105

0,01 90-107

0,001 80-110

0,0001 80-110

0,00001 80-110

0,000001 60-115

0,0000001 40-120

Page 34: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

16

3. Presisi

Ketelitian adalah derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang

diperoleh dari pengambilan sampel yang berulang suatu sampel yang homogen

dengan menggunakan suatu metode analisis. Presisi umumnya dinyatakan dengan

koefisien variasi (CV) atau standar deviasi relatif (RSD), seperti yang tertera pada

tabel II (United States Pharmacopeial Convention, 2005).

Tabel II. Kriteria penerimaan presisi pada konsentrasi analit yang berbeda (Huber, 2003)

Kadar analit (%) CV (%)

100 1,3

10 2,7

1 2,8

0,1 3,7

0,01 5,3

0,001 7,3

0,0001 11

0,00001 15

0,000001 21

0,0000001 30

4. Linearitas

Linearitas suatu metode analitik adalah kemampuannya untuk

memperoleh hasil uji yang proporsional dengan konsentrasi analit pada sampel

yang dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Linearitas yang baik ialah nilai r

yang lebih besar dari 0,999 (Snyder, Kirkland, and Glajch, 1997).

5. Batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi adalah konsentrasi terkecil suatu analit dalam sampel yang

dapat terdeteksi. Batas deteksi digambarkan sebagai perbandingan signal-to-noise

(S/N) antara hasil uji sampel dengan analit yang diketahui konsentrasinya dan

blangko. Rasio signal-to-noise untuk batas deteksi adalah sekurangnya 3:1

(Snyder et al., 1997). Penentuan batas deteksi juga dapat didasarkan pada

Page 35: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

17

perhitungan tiga kali nilai standar deviasi blangko dibagi dengan nilai slope kurva

baku (Anonim, 2005b).

Batas kuantitasi adalah konsentrasi terkecil analit dalam sampel yang

masih dapat menunjukkan pengukuran secara teliti dan tepat. Penentuan batas

kuantitasi didasarkan pada perhitungan sepuluh kali nilai standar deviasi blangko

dibagi dengan nilai slope kurva baku (Anonim, 2005b).

H. Landasan Teori

Heptaminol HCl merupakan obat turunan amina yang digunakan dalam

mengatasi hipotensi ortostatik. Berdasarkan strukturnya, heptaminol HCl adalah

senyawa amina primer alifatis yang tidak memiliki baik gugus kromofor maupun

auksokrom. Karena itu, perlu dilakukan derivatisasi terlebih dahulu menghasilkan

senyawa turunan heptaminol HCl yang memiliki gugus kromofor dan auksokrom,

sehingga dapat ditetapkan kadarnya dengan lebih selektif dan sensitif

menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet. Metode spektrofotometri

ultraviolet merupakan metode yang cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, serta

memiliki sensitivitas dan selektivitas yang cukup baik sehingga dipilih sebagai

metode dalam menetapkan kadar.

Reagen penderivat OPA memiliki gugus aldehid yang dapat bereaksi

dengan gugus amina primer pada heptaminol HCl. Reaksi ini akan menghasilkan

senyawa turunan heptaminol yang memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang

cukup panjang sehingga dapat ditetapkan kadarnya menggunakan

spektrofotometri ultraviolet, yang akan semakin meningkatkan sensitivitas

pengukurannya. Peningkatan sensitivitas terjadi karena makin banyak ikatan

Page 36: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

18

rangkap terkonjugasi akan terjadi terjadi peningkatan nilai ε (absorptivitas molar)

dimana nilai ε berbanding lurus dengan luas area kromofor.

Penetapan kadar heptaminol HCl yang pernah dilakukan adalah dengan

menggunakan metode KLT-fotodensitometri, dengan derivatisasi menggunakan

4-chloro-7-nitrobenzo-2,1,3-oxadiazole (Morros et al., 1985); spektrofotometri

dan spektrofluorometri dengan ditambahkannya reagen asetilaseton-formaldehida

(Fattah et al., 1997); KCKT fase terbalik dengan derivatisasi pra-kolom

menggunakan OPA dan detektor fluoresensi (Brodie et al., 1983).

Melalui penelitian ini, diharapkan metode spektrofotometri ultraviolet

penetapan kadar heptaminol HCl menggunakan agen penderivatisasi OPA yang

sudah dioptimasi dan divalidasi dapat diaplikasikan untuk penetapan kadar

heptaminol HCl dalam sediaan tablet.

I. Hipotesis

Kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet dapat ditetapkan

menggunakan metode penetapan kadar heptaminol HCl dengan agen

penderivatisasi OPA secara metode spektrofotometri ultraviolet (UV) yang telah

dioptimasi oleh Susanti (2011) dan divalidasi oleh Anania (2011).

Page 37: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan

rancangan penelitian deskriptif, sebab pada penelitian ini tidak dilakukan

manipulasi terhadap subjek uji dan hanya mendeskripsikan keadaan yang ada.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sediaan tablet heptaminol HCl

merk “X”.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar heptaminol HCl

dalam sediaan tablet.

3. Variabel pengacau terkendali

a. Cahaya. Untuk mengatasinya, pengerjaan dilakukan diruangan dengan

intensitas cahaya yang terbatas serta dengan penggunaan alumunium foil.

b. Pelarut. Untuk mengatasinya, digunakan pelarut pro analisis yang

memiliki kemurnian tinggi.

c. Suhu reaksi. Untuk mengatasinya digunakan suhu kamar sebagai suhu

reaksi.

Page 38: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

20

C. Definisi Operasional

1. Heptaminol HCl yang ditetapkan kadarnya adalah tablet heptaminol HCl

merek “X” dengan kadar yang tercantum pada kemasan sebesar 187,8 mg/

tablet.

2. Sistem spektrofotometri yang digunakan adalah seperangkat alat

spektrofotometer UV-Vis merk Genesys 10.

3. Derivat yang dianalisis adalah derivat yang terbentuk dari hasil reaksi

heptaminol dan agen penderivat OPA.

4. Kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet ditetapkan dengan satuan

mg/tablet.

D. Bahan-bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi heptaminol

HCl baku pembanding (PT. Corsa), tablet heptaminol HCl merek “X”, o-

ftalaldehid (p.a., Nacalai), merkaptoetanol, metanol, asam borat, NaOH, KCl

(p.a., E. Merck) dan aquabidestilata (LPPT UGM).

E. Alat-alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Spektrofotometer

UV-Vis merk Genesys 10, kuvet UV, vortex merk Thermolyne, pH meter merk

pHep family, neraca merk PJ Precisa Junior, neraca analitik merk Precisa 125 A

SCS, mikropipet 100-1000 µL, centrifuge merk Digisystem Laboratory

Page 39: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

21

Instruments, inc, ultrasonic merk J.P Selecta dan seperangkat alat gelas yang

lazim digunakan di laboratorium analisis.

F. Tata Cara Penelitian

1. Pemilihan sampel

Sampel yang dipilih adalah heptaminol HCl dalam bentuk sediaan

tablet. Sampel yang digunakan sebanyak 20 tablet dengan nomor kode produksi

yang sama dilakukan 5 kali replikasi dan dibuat duplo di setiap replikasi.

2. Pembuatan dapar borat, dapar KCl, larutan OPA dan larutan stok heptaminol

a. Pembuatan dapar borat pH 9. Dilarutkan 0,75 g H3BO3 dan 0,95 g

KCl dalam aquabidestilata sampai 125 mL, kemudian ditambahkan dengan

larutan NaOH 0,1 M sebanyak 52 mL dan diencerkan dengan aquabidestilata

sampai volume 250 mL. Ukur pH larutan, kemudian ditepatkan pH-nya menjadi 9

dengan menambahkan larutan H3BO3 atau larutan NaOH (Perrin and Dempsey,

1974).

b. Pembuatan dapar KCl pH 2. Dimasukkan 25 mL KCl 0,2 M ke dalam

labu takar 100 mL lalu ditambahkan 6,5 mL HCl 0,2 M dan diencerkan dengan

aquabidesilata sampai tanda.

c. Pembuatan larutan OPA. Dimasukkan 100 mg OPA dalam 2 mL

metanol, kemudian ditambahkan 100 µL merkaptoetanol dan 200 mL bufer borat

pH 9. Dicampur sampai homogen, disimpan dalam lemari es dan ditempat gelap.

Larutan OPA inilah yang kemudian ditambahkan pada larutan baku heptaminol

HCl.

Page 40: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

22

d. Pembuatan larutan stok heptaminol HCl (4 mg/mL). Ditimbang lebih

kurang seksama 100,0 mg baku heptaminol HCl, dimasukkan ke dalam labu takar

25,0 mL dan dilarutkan dengan aquabidestilata hingga tanda.

3. Pembuatan larutan baku dan kurva baku heptaminol HCl

a. Pembuatan larutan baku heptaminol HCl. Dipipet 375; 500; 625; 750;

dan 875 µL dari larutan stok heptaminol HCl, dimasukkan ke dalam labu takar 10

mL dan kemudian diencerkan dengan aquabidestilata hingga volume 10,0 mL

sehingga diperoleh kadar kurva baku sebesar 0,15; 0,2; 0,25; 0,3; dan 0,35

mg/mL.

b. Pembuatan kurva baku heptaminol HCl. Dimasukkan masing-masing

3 mL larutan OPA ke dalam 5 vial yang dibungkus dengan aluminium foil,

kemudian ditambahkan masing-masing seri larutan baku 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; dan

0,3 mg/mL sebanyak 300 µL. Campuran tersebut divortex selama 10 detik dan

diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang

gelombang maksimal setelah didiamkan ditempat gelap selama 15 menit.

Absorbansi yang diperoleh dicatat dan dibuat kurva regresi linear yang

menyatakan hubungan antara kadar analit dengan absorbansinya yang diperoleh,

kemudian ditentukan persamaan garis regresi linear serta nilai koefisien

korelasinya.

Page 41: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

23

4. Optimasi preparasi sampel

Dua puluh tablet heptaminol HCl yang telah ditimbang seksama satu

persatu diserbukkan hingga halus. Ditimbang 100 mg serbuk tablet yang setara

dengan 62,48 mg heptaminol HCl, ditambahkan 15 ml dapar KCl pH 2 dan

ditambahkan aquabidestilata hingga 25 ml, kemudian larutan sampel disari

menggunakan ultrasonikator selama 5, 10, 15 dan 20 menit lalu dilanjutkan

dengan sentrifugasi selama 10 menit. Setelah itu dilakukan penyaringan

menggunakan kertas saring. Filtrat dipipet 700 µL dan dimasukkan ke dalam labu

takar 10 mL dan di tambahkan aquabidestilata hingga tanda, kemudian diambil

300 µL dan dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan 3 mL larutan OPA.

Biarkan selama waktu reaksi optimum. Dilakukan 3 replikasi.

5. Pembuatan larutan sampel

Dua puluh tablet heptaminol HCl yang telah ditimbang seksama satu

persatu diserbukkan hingga halus. Ditimbang 100 mg serbuk tablet yang setara

dengan 62,48 mg heptaminol HCl, ditambahkan 15 ml dapar KCl pH 2 dan

ditambahkan aquabidestilata hingga 25 ml. Setelah itu larutan sampel disari

menggunakan ultrasonikator selama 15 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi

selama 10 menit. Setelah itu dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring.

Filtrat dipipet 700 µL dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL dan di

tambahkan aquabidestilata hingga tanda. Kemudian diambil 300 µL dan

dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan 3 mL larutan OPA. Biarkan selama

waktu reaksi optimum. Dilakukan 5 replikasi.

Page 42: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

24

6. Penetapan kadar heptaminol HCl

Larutan sampel diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer

ultraviolet. Amati absorbansi yang dihasilkan dan memasukkan nilai absorbansi

sampel ke persamaan kurva baku heptaminol HCl, sehingga didapatkan kadar

heptaminol HCl hasil derivatisasi dalam sampel. Data disajikan dengan satuan

mg/tablet.

G. Analisis Hasil

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan analisis

kuantitatif. Pada penetapan kadar dari heptaminol HCl hasil derivatisasi analisis

kuantitatif yang dilakukan adalah berdasarkan analisis data absorbansi sampel dan

kurva baku dari masing-masing senyawa. Data kadar disajikan dengan satuan

mg/tablet.

Page 43: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

25

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Metode penetapan kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet merek “X”

dengan agen penderivat OPA secara spektrofotometri UV dapat diaplikasikan

pada analisis kadar heptaminol HCl dalam sampel dengan baik karena telah

dilakukan optimasi dan validasi metode pada awal penelitian. Pada optimasi

metode analisis penetapan kadar heptaminol HCl dengan agen penderivat OPA

secara spektrofotometri UV yang dilakukan oleh Susanti (2011) diperoleh hasil

bahwa panjang gelombang maksimum pengukuran untuk penetapan kadar hasil

derivatisasi heptaminol HCl dengan agen penderivat OPA menggunakan metode

spektrofotometri UV adalah pada 332 nm, pH dapar optimum untuk melakukan

derivatisasi heptaminol HCl dengan agen penderivat OPA adalah dapar borat pH

9 dan waktu reaksi optimum untuk reaksi derivatisasi heptaminol HCl dengan

agen penderivat OPA adalah pada menit ke-15.

Setelah optimasi metode analisis dilakukan validasi metode analisis

penetapan kadar heptaminol HCl dengan agen penderivat OPA secara

spektrofotometri UV oleh Anania (2011). Validasi metode analisis merupakan

suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan

laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi

persyaratan untuk penggunaannya. Parameter analisis yang harus

dipertimbangkan dalam validasi metode analisis meliputi selektivitas, linearitas,

akurasi dan presisi. Berdasarkan tahap validasi yang telah dilakukan pada awal

Page 44: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

26

penelitan disimpulkan bahwa metode penetapan kadar heptaminol HCl dengan

agen penderivat OPA secara spektrofotometri UV memiliki akurasi dan yang

bagus, baik pada konsentrasi rendah (0,1446 mg/mL), tengah (0,241 mg/mL) dan

tinggi (0,3374 mg/m) serta memiliki linearitas dan spesifisitas yang baik.

A. Pembuatan Larutan

1. Larutan heptaminol HCl

Pada pembuatan larutan heptaminol HCl digunakan aquabidestilata

sebagai pelarut. Heptaminol yang digunakan sebagai baku merupakan heptaminol

HCl yang berbentuk garam sehingga larut di dalam air. Aquabidestilata dipilih

sebagai pelarut karena memenuhi kriteria pelarut yang baik untuk analisis secara

spektrofotometri karena sifatnya yang tidak mengabsorbsi radiasi UV pada daerah

yang sama dengan analitnya, tidak berwarna, tidak memiliki sistem rangkap

terkonjugasi, tidak berinteraksi dengan analit serta memiliki kemurnian yang

tinggi sehingga dapat digunakan untuk analisis.

2. Larutan dapar borat pH 9

Larutan dapar borat terdiri dari campuran asam borat (H3BO3) dan

kalium klorida (KCl), serta dengan adanya penambahan larutan natrium

hidroksida (NaOH). Larutan ini berfungsi untuk memberikan suasana basa pada

saat reaksi derivatisasi berlangsung. pH 9 yang digunakan dipilih berdasarkan

hasil optimasi dari penelitian Susanti (2011), yaitu mengenai optimasi metode

penetapan kadar heptaminol dengan agen penderivat OPA secara spektrofotometri

UV.

Page 45: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

27

3. Larutan OPA

Pembuatan larutan OPA mengikuti cara pembuatan reagen yang

tercantum pada deskripsi produk untuk “OPA, Amine Detection Reagent” dari

Uptima. OPA dilarutkan dalam metanol, karena OPA dapat larut dalam metanol

(Anonim, 2010c). Metanol tidak akan mengganggu pengukuran absorbansi analit

karena memiliki UV-cut off pada panjang gelombang 205 nm (Pavia, Lampman

and Kriz, 2001). Setelah dilarutkan dalam metanol, kemudian ditambahkan

merkaptoetanol yang merupakan senyawa pengkopling sehingga akan menambah

gugus auksokrom dari derivat yang terbentuk antara heptaminol dengan OPA.

Larutan OPA ini kemudian ditambahkan bufer borat pH 9. Larutan OPA dibuat

bersifat basa karena pada suasana basa, amina primer akan terdapat dalam bentuk

molekul seluruhnya, sehingga akan terbentuk reaksi antara OPA dengan amina

primer yang optimal. Reaksi antara OPA dengan amina primer tidak terjadi pada

pH di bawah 6 (Blackburn, 1989). Pada suasana basa dengan pH > 10, gugus

aldehid dari OPA akan mengalami reaksi Cannizzaro (self reaction) menghasilkan

ion o-hidroksimetil benzoat (gambar 5). Senyawa hasil reaksinya ini sukar

bereaksi dengan heptaminol, karena gugus C karbonilnya akan menjadi kurang

elektrofil dibandingkan dengan C karbonil dari OPA.

Page 46: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

28

O

O

H2O

OH

OH

O

O

OH

O

-OH

O

O

OH

-OH

O

O

O

O

O

O

-OH -OH

Gambar 5. Reaksi Cannizzaro pada OPA (McDonald and Sibley, 1981)

Larutan OPA harus disimpan dalam tempat yang gelap karena mudah

rusak oleh cahaya (fotodegradatif) sehingga dapat mengalami oksidasi oleh udara

dan menghasilkan bentuk karboksilatnya. Bila reagen OPA terdegradasi oleh

cahaya, maka tidak akan terjadi reaksi derivatisasi antara heptaminol dan OPA,

sehingga tidak akan terbentuk derivat.

4. Larutan baku heptaminol HCl

Larutan baku heptaminol HCl terdiri dari campuran larutan heptaminol

HCl dan larutan OPA dengan perbandingan 1:40. Perbandingan 1:40 ini

mengikuti prosedur preparasi sampel yang terdapat dalam deskripsi produk OPA

dari Uptima. Secara teoritis, reaksi antara heptaminol dengan OPA membutuhkan

heptaminol dan OPA dengan perbandingan molekul yang sama (1:1). Pada

Page 47: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

29

penelitian penambahan OPA dibuat berlebih untuk menjamin bahwa semua

heptaminol telah terderivatisasi. Penambahan OPA yang berlebih ini tidak akan

mengganggu perhitungan absorbansi dari hasil derivat yang terbentuk karena

Reagen OPA memiliki absorban maksimal pada panjang gelombang 206 nm.

OPA akan bereaksi dengan heptaminol menghasilkan senyawa yang

memiliki kromofor dan auksokrom. Senyawa hasil derivatisasi inilah yang

kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV. Reaksi yang

terbentuk antara heptaminol dengan OPA ditunjukkan dalam gambar 6, sedangkan

gugus kromofor dan auksokrom dari senyawa hasil derivatisasi ditunjukkan dalam

gambar 7.

O

O

H

HNH2

CH3

OH

CH3HS

OH

S

OH

N

CH3 CH3

OH

Gambar 6. Reaksi antara OPA dengan heptaminol bersama merkaptoetanol akan menghasilkansenyawa hasil derivatisasi yang memiliki gugus kromofor dan auksokrom.

Gambar 7. Gugus kromofor dan auksokrom dari senyawa hasil derivatisasi

Reaksi derivatisasi dilakukan pada suhu kamar, karena menurut

Braithwaite dan Smith (1999) serta Blackburn (1989), reaksi antara amina primer

dengan OPA berlangsung cepat pada suhu kamar. Reaksi tidak dilakukan pada

Page 48: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

30

suhu yang lebih tinggi, karena pada suhu yang terlalu tinggi dapat terjadi reaksi

cannizzaro pada OPA. Jika reaksi cannizzaro terjadi reaksi derivatisasi tidak akan

terjadi dan tidak akan terbentuk derivat.

5. Pembuatan dapar KCl pH 2

Larutan Dapar KCl pH 2 terdiri dari campuran kalium klorida (KCl) dan

asam klorida (HCl). Fungsi dari larutan ini adalah untuk memaksimalkan proses

ekstraksi heptaminol HCl dari sampel.

B. Pembuatan Kurva Baku Heptaminol HCl

Kurva baku dibuat untuk menghitung kadar heptaminol HCl dalam

sampel. Kurva ini merupakan hubungan antara kadar dan absorbansi, sehingga

jika absorbansi dari heptaminol HCl dalam sampel diketahui maka dapat dihitung

berapa kadar heptaminol HCl tersebut dengan memasukkan absorbansi sampel ke

dalam persamaan kurva baku yang diperoleh. Linearitas suatu kurva baku

menunjukkan bahwa kenaikan respon yang terjadi dikarenakan deteksi instrumen

sebanding dengan kenaikan konsentrasi baku yang digunakan. Parameter

linearitas suatu kurva ditentukan dengan nilai koefisien korelasi (r) lebih besar

dari 0,999 (Snyder et al., 1997).

Kurva baku heptaminol HCl dibuat dari lima seri kadar heptaminol HCl,

yaitu 0,15; 0,2; 0,25; 0,3; dan 0,35 mg/mL. Pemilihan seri kadar ini dilakukan

berdasarkan kadar yang memberikan absorbansi sekitar 0,2-0,8. Menurut Mulja

dan Suharman (1995), pembacaan absorbansi pada rentang 0,2 sampai 0,8 akan

memberikan linearitas, ketelitian dan kecermatan yang baik karena pada

Page 49: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

31

pembacaan absorbansi 0,2-0,8 tersebut akan memberikan persentase kesalahan

yang dapat diterima, yaitu 0,5-1,0%. Pengukuran absorbansi dilakukan pada

panjang gelombang maksimum dari derivat yang terbentuk, yaitu pada panjang

gelombang 332 nm dan pada waktu reaksi telah optimal yaitu 15 menit

berdasarkan hasil optimasi dari Susanti (2011).

Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi seri kadar heptaminol HCl,

diperoleh data seperti yang tertera dalam tabel III.

Tabel III. Data kurva baku heptaminol HCl

Konsentrasi heptaminol HCl (mg/ml) Absorbansi *

0,1430 0,281

0,1906 0,391

0,2383 0,493

0,2859 0,617

0,3336 0,717

Persamaan kurva baku y = 2,3043 x – 0,0492

Koefisien korelasi (r) 0,9995

* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA

Dari data tabel III diketahui bahwa parameter linearitas sudah memenuhi

persyaratan nilai koefisien korelasi (r) lebih besar dari 0,999. Dengan semakin

meningkatnya kadar heptaminol HCl dalam larutan, maka absorbansinya juga

akan meningkat secara proporsional sebab korelasi yang terjadi adalah linear.

Kurva korelasi antara kadar heptaminol HCl dan absorbansi yang diperoleh dapat

dilihat pada gambar 8 berikut:

Page 50: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

32

*= absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPAGambar 8. Hubungan antara kadar heptaminol HCl dengan absorbansi derivatnya

C. Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang dilakukan

merupakan probability sampling secara simple random sampling, dimana

pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

di dalam populasi karena anggota populasi telah dianggap homogen (Sugiyono,

2010).

Penelitian ini bersifat deskriptif sehingga untuk populasi besar diambil

sampel sebanyak 10% dan untuk populasi kecil 20% (Sevilla, Ochave, Punsalon,

Regala and Uriarte, 1993). Berdasarkan hasil pendataan menunjukkan bahwa

jumlah sediaan tablet heptaminol HCl yang beredar di Yogyakarta sebanyak satu

merek. Jumlah ini termasuk dalam populasi kecil. Maka untuk penelitian ini

diambil satu merek sediaan tablet heptaminol HCl.

Berdasarkan hasil tersebut, maka pengambilan sampel untuk penelitian

ini diwakili oleh 20 tablet heptaminol HCl dengan kode nomor produksi yang

sama. Pemilihan kode nomor produksi yang sama bertujuan untuk mendapatkan

Page 51: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

33

kriteria homogenitas karena diasumsikan bahwa sampel dengan kode nomor

produksi sama bersifat homogen.

Kriteria lainnya yang harus dipenuhi pada pemilihan sampel adalah

representatif, yaitu sampel yang dianalisis benar-benar mencerminkan populasi

yang diwakilinya dan 20 tablet diharapkan telah memenuhi persyaratan tersebut.

Replikasi dilakukan 5 kali dan dilakukan duplo pada setiap replikasi, yakni

pemipetan 2 kali untuk setiap replikasi yang ditujukan untuk mengetahui

reprodusibilitasnya.

D. Penyiapan Sampel

Sebelum penyiapan sampel, masing-masing sampel dalam tiap kemasan

dihomogenkan terlebih dahulu dengan cara mencampurkan semua sampel menjadi

satu ke dalam suatu wadah tertentu lalu digerus. Pada preparasi sampel

ditambahkan dapar KCl pH 2 untuk memaksimalkan proses ekstraksi heptaminol

HCl dari sampel serta dilakukan penyarian dengan menggunakan ultrasonikator

dengan tujuan untuk menarik heptaminol HCl dalam sampel yang dapat larut

dalam aquabidestilata sehingga terpisah dari senyawa lain seperti bahan pengisi,

bahan pengikat, bahan penghancur dan bahan pelicin yang digunakan sebagai

bahan tambahan dalam pembuatan tablet agar menghasilkan tablet dengan bentuk

dan kualitas yang baik.

Proses penyarian dengan menggunakan ultrasonikator dilakukan selama

15 menit karena berdasarkan data hasil optimasi waktu penyarian pada tabel IV

yang dilakukan, nilai CV yang didapatkan pada replikasi sampel heptaminol HCl

Page 52: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

34

dengan waktu penyarian selama 15 menit sebesar 0,03%. Nilai CV tersebut masih

berada dalam batasan CV yang memenuhi syarat untuk kadar analit 70% yaitu

CV < 1,7 % (Huber, 2003) sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu penyarian

selama 15 menit dapat digunakan dalam tahap penetapan kadar selanjutnya karena

memiliki keterulangan yang baik.

Tabel IV. Data optimasi variasai waktu penyarian dengan menggunakan ultrasonikator

Waktupenyarian

Replikasi ke- Absorbansi * Kadar heptaminolHCl dalan sampel

(mg/tablet)

5 menit 1 0,386 196,85 x rata-rata = 97,72SD = 3,42CV =2,9%

2 0,382 195,42

3 0,377 200,90

10 menit 1 0,376 191,22 x rata-rata = 195,19SD = 3,55CV = 1,8%

2 0,349 196,32

3 0,361 198,04

15 menit 1 0,381 197,08 x rata-rata = 197SD = 0,06

CV =0,03%2 0,385 196,98

3 0,382 196,96

20 menit 1 0,387 190,64 x rata-rata = 193,84SD = 6,52CV = 3,4%

2 0,378 189,55

3 0,351 201,35

*= absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA

Pelarut yang digunakan adalah aquabidestilata karena aquabidestilata

memenuhi kriteria sebagai pelarut yang baik untuk analisis menggunakan

spektrofotometri. Setelah itu, dilakukan proses sentrifugasi untuk memisahkan

antara senyawa heptaminol HCl yang larut dalam aquabidestilata dengan senyawa

kimia lain yang tidak dapat larut dalam aquabidestilata (bahan tambahan dalam

sediaan tablet heptaminol HCl merek “X”) sehingga pada saat larutan sampel

disentrifugasi, heptaminol HCl akan masuk ke bagian supernatan sedangkan

Page 53: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

35

senyawa kimia lainnya akan mengendap. Setelah itu dilanjutkan dengan proses

penyaringan menggunakan kertas saring untuk memisahkan adanya senyawa

kimia lain yang tidak terlarut dalam aquabidestilata yang masih terdapat dalam

supernatan.

Setelah proses penyaringan dilakukan penambahan larutan OPA pada

larutan sampel. Heptaminol HCl merupakan bentuk garam. Sebelum direaksikan

dengan OPA, heptaminol HCl diubah terlebih dahulu menjadi bentuk heptaminol

melalui reaksi dengan dapar borat. Dapar borat berisi H3BO3, KCl, dan NaOH.

Heptaminol HCl akan bereaksi dengan NaOH dari dapar borat untuk membentuk

heptaminol melalui reaksi yang ditunjukkan pada gambar 9. Reaksi ini terjadi

pada suasana basa karena pada suasana basa, amina primer akan terdapat dalam

bentuk molekul seluruhnya, sehingga akan terbentuk reaksi antara OPA dengan

amina primer yang optimal.

CH3

NH2HO

CH3H3C HCl. + NaOH

CH3

NH2HO

CH3H3C+ NaCl + H2O

Heptaminol HCl Heptaminol

Gambar 9. Reaksi pembentukan heptaminol HCl menjadi heptaminol

Setelah terbentuk heptaminol, maka dapat terjadi reaksi derivatisasi

antara heptaminol dengan agen penderivat OPA bersama dengan adanya

merkaptoetanol membentuk senyawa derivat yang memiliki kromofor dan

auksokrom. Senyawa hasil derivatisasi inilah yang kemudian diukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV.

Page 54: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

36

E. Penetapan Kadar Heptaminol HCl

Penetapan kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet yang dilakukan

menggunakan 20 tablet dengan merek “X”. Penetapan kadar dengan 5 kali

replikasi dan dilakukan duplo pada setiap replikasi. Kondisi yang digunakan

untuk menetapkan kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet adalah kondisi

yang didapat dari hasil optimasi metode penetapan kadar heptaminol HCl dengan

agen penderivat OPA secara spektrofotometri ultraviolet yang dilakukan oleh

Susanti (2011) dan validasi metode penetapan kadar heptaminol HCl dengan agen

penderivat OPA secara spektrofotometri ultraviolet yang dilakukan oleh Anania

(2011).

Pada sediaan tablet heptaminol HCl terdapat pula senyawa kimia lain sebagai

bahan tambahan yang mungkin dapat memberikan absorbansi sehingga dilakukan

scanning sampel sebanyak 3 kali untuk memastikan bahwa pada λ pengukuran

(332 nm) tidak terdapat adanya serapan lain yang dikhawatirkan dapat

mengganggu absorbansi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat

dinyatakan bahwa tidak terdapat adanya serapan lain pada λ pengukuran (332 nm)

sehingga absorbansi yang terukur adalah benar-benar absorbansi dari derivat

heptaminol HCl (gambar 10). Hasil penetapan kadar heptaminol HCl dalam

sediaan tablet merek “X” terlihat pada tabel V.

Page 55: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

37

*= absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPAGambar 10. Hubungan panjang gelombang dengan absorbansi derivat heptaminol HCl

Tabel V. Hasil penetapan kadar Heptaminol HCl dalam sampel

ReplikasiSampel 1

Absorbansi * Kadar heptaminol HCldalam sampel (mg/tablet)

Kadar rata-rataheptaminol HCl dalam

sampel (mg/tablet)

12

0,381 197,07 197,31

0,382 197,54

ReplikasiSampel II

12

0,385 196,97 198,11

0,390 199,24

ReplikasiSampel III

1 0,372 197,02 196,79

2 0,371 196,56

ReplikasiSampel IV

1 0,377 190,75 190,75

2 0,377 190,75

ReplikasiSampel V

1 0,376 195,63 195,17

2 0,375 194,71

SD 2,93

CV 1,49 %

Kadar rata-rata 195,63±2,93(mg/tablet)

* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA

Page 56: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

38

Precision yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah repeatability,

yaitu suatu ukuran kedekatan nilai data yang satu dengan yang lain dalam satu

pengukuran pada kondisi analisis yang sama. Precision dinyatakan dengan

Coefficient of Variation (CV). Tabel V dari penelitian ini menunjukkan bahwa

nilai CV yang diperoleh pada penetapan kadar heptaminol HCl dalam sediaan

tablet merek “X” adalah 1,49%. Nilai CV tersebut masih berada dalam batasan

CV yang memenuhi syarat untuk kadar analit 70% yaitu CV < 1,7 % (Huber,

2003), sehingga dapat dinyatakan bahwa metode spektrofotometri ultraviolet

memiliki presisi yang baik dan dapat diaplikasikan pada penetapan kadar

heptaminol HCl dalam sediaan tablet merek “X”

Tabel V dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa kadar rata-rata

heptaminol HCl dalam sediaan tablet merek “X” pada 5 replikasi yaitu 195,63 ±

2,93 (mg/tablet). Pada Farmakope Indonesia dan USP tidak disebutkan rentang

kadar heptaminol HCl yang diperbolehkan dalam suatu tablet, namun jika dilihat

dari indeks terapinya heptaminol HCl mempunyai nilai indeks terapi yang lebar (

mempunyai margin of safety yang luas, dimana dosis toksiknya sama dengan

1000 kali dosis terapetik) (Hardjasaputra et al., 2002). Apabila mempunyai indeks

terapi yang lebar maka dapat digunakan persyaratan umum untuk kandungan

suatu senyawa dalam tablet yaitu 90-110%. Penggunaan rentang 90-110% juga

dikarenakan pada proses produksi tidak dimungkinkan untuk mendapakan

kandungan senyawa yang sama persis pada tiap tablet sehingga dapat dipakai

untuk mentoleransi adanya kesalahan kandungan senyawa dalam tablet

heptaminol HCl. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dari rentang 90-100%

Page 57: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

39

didapatkan rentang kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet adalah 162,02-

206,58 (mg/tablet) sehingga dapat dikatakan bahwa kadar heptaminol HCl dalam

sediaan tablet yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 195,63 ± 2,93 (mg/tablet)

masih memenuhi rentang persyaratan kadar kandungan suatu senyawa dalam

tablet.

Page 58: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Metode spektrofotometri ultraviolet yang memiliki validitas baik dapat

diaplikasikan dalam penetapan kadar heptaminol HCl dengan menggunakan

agen penderivat OPA dalam sediaan tablet merek “X”.

2. Kadar heptaminol HCl dalam sediaan tablet merek “X hasil penelitian adalah

195,63 ± 2,93 (mg/tablet), sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar

heptaminol HCl dalam sediaan tablet merek “X” tidak sesuai dengan kadar

Heptaminol HCl yang tertera pada kemasan sediaan tablet merek “X”.

B. Saran

Perlu dilakukan penetapan kadar Heptaminol HCl dalam bentuk sediaan

lain.

Page 59: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

41

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, H., 2005, Principles and Reactions of Protein Extraction, Purification,and Characterization, CRC Press, USA, pp. 64-66.

Anonim, 1989, The Merck Index, An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, andBiological, Eleventh Edition, Merck & Co., Inc., USA, pp. 4576.

Anonim, 2005a, Safety Data for O-Phtalaldehyde,http://msds.chem.ox.ac.uk/PH/o-phthalaldehyde.html, diakses 28 Mei2010.

Anonim, 2005b, Validation Of Analytical Procedures: Text And MethodologyQ2(R1), International Conference On Harmonization Of TechnicalRequirements For Registration Of Pharmaceuticals For Human Use, 7,11-12.

Anonim, 2010a, Committee For Veterinary Medicinal Products, Heptaminol;Summary Report, EMEA, 043, 95.

Anonim, 2010b, VentiCardyl®, http://www.agrovetmarket.com/Files/046885c0-6ae7-4346-8371-6022b05e69cc.pdf, diakses tanggal 28 Mei 2010.

Anonim, 2010c, Material Safety Data Sheet o-Pthalaldehyde MSDS,http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9926544, diakses 28 Mei2010.

Blackburn, S., 1989, Handbook of Chromatography, CRC Press, USA, pp. 268.

Brodie, R.R., Chasseaud, L.F., Rooney, L., Darragh, A., and Lambe, R.F., 1983,Determination of Heptaminol In Human Plasma and Urine By High-Performance Liquid Chromatography, J. Chromatogr. B Biomed. Sci.Appl., 274, 179-186.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, FarmakopeIndonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,pp.4-6, 1016.

Fattah, A., El-Yazbi, F.A., Belal, S.F., and Abdel-Razak, O., 1997,Spectrophotometric and Spectrofluorometric Determination of Heptaminoland Mexiletine in Their Dosage Forms, Anal. Lett., 30, 2029-2043.

Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S., 1994, Kimia Organik Jilid II, diterjemahkanoleh Pudjaatmaka, A.H., Edisi ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta, pp.436-444.

Page 60: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

42

Hardjasaputra, P., Budipranoto, G., Sembiring, S.U., dan Kamil, I., 2002, DOI :Data Obat di Indonesia, edisi 10, Grafidian Medipress, Jakarta, pp.837-838.

Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya,Majalah Ilmu Kefarmasian, 1(3), Departemen Farmasi FMIPA,Universitas Indonesia, Jakarta, pp.117-134.

Huber, L., 2003, Validation of Analytical Methods and Processes, in Nash, R.A.,and Wachter, A.H., Pharmaceutical Process Validation, an InternationalThird Edition, Revised and Expanded, Marcell Dekker, Inc., USA, pp.51, 8-50.

Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L., 1994, The Theory and Practice ofIndustrial Pharmacy, Lea & Febinger, Philadelphia, pp.321-358,

McDonald, R. S., and Sibley, C. E., 1981, The Intramolecular CannizzaroReaction of Phthalaldehyde, Can J. Chem., 59, 1061-1067.

Morros, A., Borja, L., and Segura, J., 1985, Determination of Heptaminol InPlasma By Thin-Layer Chromatography and In Situ Fluorimetry, J. Pharm.Biomed. Anal., 3, 149-156.

Mulja, M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Universitas Airlangga,Surabaya, pp.6-11, 26-34, 267.

Pavia, D.L., Lampman, G.M., and Kriz, G.S., 2001, Introduction to Spectroscopy,3th ed, Thomson Learnin, Inc., USA, pp.187, 358-359.

Perrin, D.D. and Dempsey, B., 1974, Buffers for pH and Metal Ion Control,Chapman and Hall, London, pp. 147.

Pescok, R. L.,Shields, L. D., Cairns, T., and Mc William, I. G., 1976, ModernMethods of Chemical Analysis, John Wiley & Sons, Inc., Canada, pp. 147.

Sevilla, L.G., Ochave, J.A., Punsalon, T.G., Regala, B.P., and Uriarte, G.G, 1993,Pengantar Metode Penelitian, diterjemahkan oleh Tuwu, A., Edisi I, UIPress, Jakarta, pp.163.

Skoog, D. A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, Third Edition, SaundersCollege Publishing, Japan, pp. 182-183.

Skoog, D. A., Donald, M. W., and F. J. Holler., 1994, Analytical Chemistry: AnIntroduction, Sixth Edition, Sounder College Publishing, USA, pp. 416.

Page 61: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

43

Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC MethodDevelopment, 2nd Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York, pp. 687-691, 736.

Sugiyono, H., 2010, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung,pp.85.

United States Pharmacopeia Convention,2005, The United States Pharmacopeia,28 th edition, United States Pharmacopeia Convention Inc., Rockville, pp.2748-2751.

Voigt, R., 1984, Lehrbuch Der Pharmazeutischen Technologie, 5th Ed,diterjemahkan oleh Sundari Noerono, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, pp.201-208.

Page 62: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

44

LAMPIRAN

Page 63: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

44

Lampiran 1. Sertifikat analisis heptaminol HCl dari PT. Corsa

Page 64: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

45

Lampiran 2. Contoh perhitungan kadar larutan baku heptaminol HCl

a. Skema pembuatan

Kurang lebih 100 mg serbuk heptaminol HCl ditimbang seksama

Dilarutkan dalam 25 mL aquabidestilata

Dipipet 375; 500; 625; 750; dan 875 µL

Diencerkan masing-masing dengan aquabidestilata sampai volumenya tepat 10

mL.

b. Perhitungan seri kadar heptaminol HCl

Bobot heptaminol HCl hasil penimbangan = 95,3 mg

Kadar heptaminol HCl dalam 25 mL aquabidestilata = 95,3 mg/25 mL

= 3,812 mg/mL

Seri kadar Perhitungan kadar heptaminol HCl

1 x 3,812 mg/mL = 0,1430 mg/mL

2 x 3,812 mg/mL = 0,1906 mg/mL

3 x 3,812 mg/mL = 0,2383 mg/mL

4 x 3,812 mg/mL = 0,2859 mg/mL

5 x 3,812 mg/mL = 0,3336 mg/mL

Page 65: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

46

Lampiran 3. Data Kurva Baku

Konsentrasi heptaminol HCl(mg/ml)

Absorbansi *

0,1430 0,281

0,1906 0,391

0,2383 0,493

0,2859 0,617

0,3336 0,717

Persamaan kurva baku y = 2,3043 x – 0,0492

Koefisien korelasi (r) 0,9995

* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.

*= absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA

Hubungan antara kadar heptaminol HCl dengan absorbansi derivatnya

Page 66: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

47

Lampiran 4. Perhitungan Akurasi dan Presisi

a. Data hasil pengukuran larutan baku heptaminol HCl 0,1446 mg/mL

Absorbansi * Kadar terukur (mg/mL) % recovery (%)

0,287 0,1459 100,890,286 0,1455 100,620,286 0,1455 100,620,284 0,1445 99,930,286 0,1455 100,62

0,2858

SD 0,00109CV 0,38%

* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.

b. Perhitungan kadar heptaminol HCL ,1446 mg/mL terukur

Persamaan kurva baku heptaminol HCl adalah y = 2,3043 x – 0,0492

x = kadar terukur

y = absorbansi

y = 2,3043 x – 0,0492

0,287 = 2,3043 x – 0,0492

x = 0,1459 mg/mL

n.b : Perhitungan kadar terukur selanjutnya dilakukan melalui cara yang sama

dengan cara di atas.

c. Contoh perhitungan % recovery larutan heptaminol HCl ,1446 mg/mL

% recovery = x 100 %

% recovery = x 100 % = 100,89%

Page 67: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

48

n.b : Perhitungan recovery selanjutnya dilakukan melalui cara yang sama

dengan cara di atas.

d. Data hasil pengukuran larutan baku heptaminol HCl 0,241 mg/mL

Absorbansi * Kadar terukur (mg/mL) % recovery (%)

0,506 0,2409 99,960,516 0,2453 101,780,516 0,2453 101,780,506 0,2409 99,960,512 0,2435 101,04

0,5112

SD 0,00501CV 0,98%

* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.

e. Data hasil pengukuran larutan baku heptaminol HCl 0,3374 mg/mL

Absorbansi * Kadar terukur (mg/mL) % recovery (%)

0,723 0,3251 99,320,732 0,3390 100,470,738 0,3416 101,240,724 0,3355 99,440,727 0,3368 99,82

0,7288

SD 0,00622CV 0,85%

* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.

Page 68: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

49

Lampiran 5. Contoh perhitungan kadar heptaminol HCl dalam sampel

a. Perhitungan kadar heptaminol HCl

Ditimbang 100 mg sampel, ditambahkan dapar KCl pH 2 sebanyak 15 ml

Ditambahkan aquabidestilata hingga 25 ml

Dilakukan penyarian dengan menggunakan sonikator selama 15 menit,

sentrifugasi selama 10 menit dan disaring

Dipipet 700 µL dan ditambahkan aquabidestilata hingga 10 mL

Dipipet 300 µL dan ditambahkan 3 mL larutan OPA, divortex selama 10 detik

Dikur absorbansinya dengan spektrofotometer → dicatat absorbansinya

b. Contoh perhitungan kadar heptaminol HCl dalam sampel

Heptaminol HCl

y = 2,3043x – 0,0492

Sampel 1, Replikasi 1

y = 2,3043x – 0,0492

0,381 = 2,3043x – 0,0492

x = 0,1867 mg/mL

Page 69: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

50

= 0,1867 mg/mL x

= 66,67 mg

Kadar heptaminol HCl dalam sampel ( mg/tablet)

=

= 197,07 mg/tablet

n.b: Perhitungan kadar sampel dengan replikasi selanjutnya dan sampel lain

dilakukan melalui cara yang sama dengan cara di atas dengan menyesuaikan

absorbansi yang diperoleh dan berat sampel.

Page 70: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

51

Lampiran 6. Penimbangan sampel ( sediaan tablet heptaminol HCl) untuk

penetapan kadar

Sampel 1

Kertas : 0,3313 g

Kertas + zat : 0,4347 g

Kertas + sisa : 0,3330 g

Zat : 0,1017 g

Sampel 2

Kertas : 0,3701 g

Kertas + zat : 0,4757 g

Kertas + sisa : 0,3730 g

Zat : 0,1027 g

Sampel 3

Kertas : 0,3211 g

Kertas + zat : 0,4236 g

Kertas + sisa : 0,3240 g

Zat : 0,996 g

Page 71: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

52

Sampel 4

Kertas : 0,3302 g

Kertas + zat : 0,4401 g

Kertas + sisa : 0,3360 g

Zat : 0,1041 g

Sampel 5

Kertas : 0,3165 g

Kertas + zat : 0,4266 g

Kertas + sisa : 0,3241 g

Zat : 0,1015 g

Page 72: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

53

Lampiran 7. Hasil penetapan kadar heptaminol HCl dalam sampel

* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.

ReplikasiSampel 1

Absorbansi * Kadar heptaminol HCl dalam sampel

(mg/tablet) Rata-rata % Rata-rata12

0,381 197,07 197,31 105,06 105,12

0,382 197,54 105,19ReplikasiSampel II

12

0,385 196,97 198,11 104,88 105,49

0,390 199,24 106,09Replikasi

Sampel III

12

0,372 197,02 196,79 104,91 104,79

0,371 196,56 104,66Replikasi

Sampel IV

12

0,377 190,75 190,75 101,57 101,57

0,377 190,75 101,57ReplikasiSampel V

12

0,376 195,63 195,17 104,16 103,92

0,375 194,71 103,68SD 2,93 SD 1,56

CV 1,49 % CV 1,49 %

Kadar rata-rata 195,63±2,93(mg/tablet)

Kadar rata-rata

104,18±1,56(%)

Page 73: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

54

Lampiran 8. Penimbangan sampel ( sediaan tablet heptaminol HCl) untuk

optimasi variasai waktu wenyarian dengan menggunakan ultrasonikator

Sampel 1 (untuk degassing selama 5 menit)

Replikasi 1

Kertas : 0,2743 g

Kertas + zat : 0,3807 g

Kertas + sisa : 0,2768 g

Zat : 0,103 g

Replikasi 2

Kertas : 0,3232 g

Kertas + zat : 0,4321 g

Kertas + sisa : 0,3293 g

zat : 0,1028 g

Replikasi 3

Kertas : 0,3230 g

Kertas + zat : 0,4221 g

Kertas + sisa : 0,3233 g

zat : 0,0988 g

Page 74: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

55

Sampel 2 ( untuk degassing selama 10 menit)

Replikasi 1

Kertas : 0,2903 g

Kertas + zat : 0,3942 g

Kertas + sisa : 0,2906 g

Zat : 0,1036 g

Replikasi 2

Kertas : 0,3224 g

Kertas + zat : 0,4220 g

Kertas + sisa : 0,3275 g

Zat : 0,0945 g

Replikasi 3

Kertas : 0,3220 g

Kertas + zat : 0,4210 g

Kertas + sisa : 0,3245 g

Zat : 0,0965 g

Page 75: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

56

Sampel 3 (untuk degassing selama 15 menit)

Replikasi 1

Kertas : 0,3350 g

Kertas + zat : 0,4447 g

Kertas + sisa : 0,3400 g

Zat : 0,1017 g

Replikasi 2

Kertas : 0,3001 g

Kertas + zat : 0,4757 g

Kertas + sisa : 0,3730 g

Zat : 0,1027 g

Replikasi 3

Kertas : 0,3601 g

Kertas + zat : 0,4657 g

Kertas + sisa : 0,3637 g

Zat : 0,1010 g

Page 76: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

57

Sampel 4 (untuk degassing selama 20 menit)

Replikasi 1

Kertas : 0,3210 g

Kertas + zat : 0,4167 g

Kertas + sisa : 0,3101 g

Zat : 0,1066 g

Replikasi 2

Kertas : 0,3224 g

Kertas + zat : 0,4287 g

Kertas + sisa : 0,3237 g

Zat : 0,105 g

Replikasi 3

Kertas : 0,3225 g

Kertas + zat : 0,4156 g

Kertas + sisa : 0,3230 g

Zat : 0,0926 g

Page 77: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

58

Lampiran 9. Data Optimasi variasai waktu penyarian dengan menggunakan

ultrasonikator

Waktupenyarian

Replikasike-

Absorbansi * Kadar heptaminolHCl dalan sampel

(mg/tablet)

5 menit 1 0,386 196,85 x rata-rata = 97,72SD = 3,42CV =2,9%

2 0,382 195,423 0,377 200,90

10 menit 1 0,376 191,22 x rata-rata = 195,19SD = 3,55CV = 1,8%

2 0,349 196,323 0,361 198,04

15 menit 1 0,381 197,08 x rata-rata = 197SD = 0,06CV =0,03%

2 0,385 196,983 0,382 196,96

20 menit 1 0,387 190,64 x rata-rata = 193,84SD = 6,52CV = 3,4%

2 0,378 189,553 0,351 201,35

* = absorbansi hasil derivatisasi antara heptaminol HCl dengan OPA.

Page 78: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

59

Lampiran 10. Spektra Hasil Scanning Larutan Sampel

Page 79: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

60

Page 80: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

6161

Page 81: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

6262

Page 82: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

63

63

Page 83: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

64

Lampiran 11. Hasil penimbangan 20 tablet heptaminol HCl

No. Bobot tablet (mg)

1 300,1

2 305,3

3 275,4

4 304,1

5 310,7

6 294,4

7 301,1

8 310,8

9 321,0

10 294,1

11 285,4

12 320,8

13 294,0

14 287,8

15 296,5

16 280,5

17 305,0

18 314,8

19 306,1

20 304,1

300,6

Page 84: PENETAPAN KADAR HEPTAMINOL HCl DALAM SEDIAAN …

65

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi yang berjudul “Penetapan KadarHeptaminol HCl dalam Sediaan Tablet dengan AgenPenderivat o-ftalaldehid secara SpektrofotometriUltraviolet” memiliki nama lengkap Anggun Aji Mukti.Penulis lahir di Blora, Jawa Tengah pada tanggal 5Februari 1990 dari pasangan Bapak Djarot Moertadi danIbu Mien Nio. Pendidikan formal yang ditempuh olehpenulis meliputi: SD Katolik Krida Dharma pada tahun1995-2001, SLTP Negri 1 Blora pada tahun 2001-2004,SMA Negri 1 Blora pada tahun 2004-2007 danmelanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas SanataDharma Yogyakarta pada tahun 2007 hingga tahun 2011.

Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai macam kegiatan, antara lain UKMTari Rakyat Genta (2007-2008), UKM Karawitan (2007-2008), Anggota JaringanMahasiswa Kesehatan Indonesia (2008-2009), Anggota Dewan PerwakilanMahasiswa Farmasi (2010-2011). Penulis juga pernah menjadi asisten dosen matakuliah praktikum Botani Dasar (2008), Spektroskopi (2009), Farmakologi Dasar(2010), Toksikologi Dasar (2010), dan Analisis Makanan (2010).