Post on 24-Oct-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis kimia dan biokimia post-mortem dari vitreous humor secara luas
digunakan dalam patologi forensik yang modern dan toksikologi forensik karena
kemudahan pengumpulan sampel dan stabilitas setelah kematian (Coe, 1989).
Konsentrasi natrium, urea dan kreatinin dalam vitreous humor telah digunakan untuk
diagnosa post- mortem beberapa patologi (misalnya gagal ginjal, dehidrasi berat,
keracunan garam atau asupan air yang berlebihan) (Huser dan Smialek, 1986; Carlson et
al., 1978 ; Vieweg et al., 1985). Selain itu, penentuan etanol dan obat-obatan dalam
humor vitreous setelah kematian sangat penting untuk perkiraan konsentrasi obat yang
ada pada saat kematian dan untuk membuat kesimpulan tentang penyebab keracunan
akut. Persoalan krusial lainnya dalam ilmu forensik yang dihadapi dengan menggunakan
analisis ion vitreous humor adalah penentuan interval waktu postmortem. Baru-baru ini,
Tagliaro et al., mengembangkan metode untuk penentuan kalium pada vitreous humor
manusia pada zona elektroforesis kapiler menggunakan analisis LLS, dimana sudah
membuahkan hasil, meskipun belum baik, tapi dapat diterapkan pada penentuan interval
postmortem (Tagliaro et al., 1999).
Penentuan waktu kematian dengan menggunakan metode LLS masih memberikan
hasil yang kurang baik sehingga perlu dikembangkan metode baru yang memberikan
hasil yang baik. Penggunaan jaringan syaraf tiruan (ANN) untuk optimasi kapiler zona
elektroforesis kinerja tinggi (HPCE) telah banyak digunakan karena memiliki keunggulan
dalam hal pengurangan jumlah percobaan, waktu analisis yang dapat dikurangi dan
meningkatkan evaluasi statistik data. Meskipun, metode komputerisasi telah digunakan
dalam ilmu forensik dengan set data yang berbeda namun masih belum ada yang
menerapkan pada studi ion-ion dalam vitreous humor untuk menentukan waktu kematian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan korelasi statistik antara interval
postmortem dan ion konsentrasi dalam vitreous humor manusia dengan menerapkan
ANN yaitu metode analisis chemometrical komputerisasi.
1.2 Tujuan
Mengembangkan suatu metode yang dapat menentukan waktu kematian
berdasarkan ion elektrolit pada vitreous humor dengan menggunakan ANN.
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Bagaimana cara menentukan waktu kematian menggunakan ion-ion elektrolit?
1.3.2 Bagaimana hasil analisis statistik dengan ANN?
1.4 Manfaat
Dengan metode yang dikembangkan ini, diharapkan dapat mengurangi waktu
untuk analisis jumlah sampel yang banyak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vitreous Humor
Vitreous humour adalah suatau cairan kental yang mengandung air dan
mukopolisakarida. Cairan ini bekerja bersama-sama lensa mata untuk membiaskan
cahaya sehingga tepat jatuh pada fovea (bintik kuning) atau dekat fovea. Cairan vitreous
berada antara retina dan lensa. Zat ini adalah acellular, kental, tidak berwarna, biasanya
bening dan terdiri sebagian besar (99%) dari air dengan glukosa, asam hyaluronic, serat
kolagen (tipe II), garam-garam anorganik, dan asam askorbat (Stolyszewski et al., 2007).
Gambar 2.1 Bagian-bagian mata
Cairan vitreous sangat ideal untuk analisis kimia postmortem, seperti yang relatif
terisolasi dari darah dan cairan tubuh lainnya yang dipengaruhi oleh perubahan
postmortem seperti redistribusi dan hemokonsentrasi. Hal ini juga tahan pembusukan
lebih lama dari cairan tubuh lainnya, meskipun tidak sepenuhnya kebal terhadap itu (De
Martinis et al., 2006). Bahkan, cairan vitreous dapat dianalisis dari tubuh yang
sebelumnya telah dibalsem. Meskipun tidak umum, kelainan intrinsik atau penyakit mata
harus dipertimbangkan ketika menafsirkan hasil cairan vitreous (Parsons et al., 2003).
2.2 Elektroforesis kapiler
Elektroforesis kapiler adalah metode fisik analisis berdasarkan migrasi di dalam
kapiler, analit dilarutkan dalam larutan elektrolit, di bawah pengaruh medan listrik arus
searah. Kecepatan migrasi dari analit di bawah listrik bidang yang memiliki intensitas E,
ditentukan oleh elektroforesis mobilitas analit dan mobilitas elektro-osmotik buffer dalam
kapiler. Mobilitas elektroforesis dari zat terlarut (μep) tergantung pada karakteristik zat
terlarut (muatan listrik, ukuran molekul dan bentuk) dan dari penyangga di mana migrasi
berlangsung (jenis dan ion kekuatan elektrolit, pH, viskositas dan aditif). Kecepatan
elektroforesis (νep) dari zat terlarut, dengan asumsi bentuk bola, diberikan persamaan:
q = beban solut
η = viskositas larutan elektrolit
r = Stoke’s radius dari solut
V = voltase yang digunakan
L = panjang kapiler
Gambar 2.2 Elektroforesis kapiler
Di zona elektroforesis kapiler, dimensi kapiler (panjang dan diameter internal)
berkontribusi terhadap waktu analisis dan efisiensi pemisahan. Meningkatkan baik
panjang efektif dan panjang total dapat menurunkan medan listrik (bekerja pada tegangan
konstan), meningkatkan waktu migrasi dan meningkatkan efisiensi pemisahan. Diameter
mengontrol pembuangan panas (pada penyangga dan medan listrik) dan akibatnya band
sampel mengalami perluasan (EDQM, 2005).
Detektor merupakan hal penting dalam analisis menggunakan elektroforesis
kapiler. Semua solut baik yang bermuatan maupun netral bergerak ke satu arah yaitu ke
katoda maka hal ini mempermudah pendeteksian. Dengan demikian detektor dapat
diletakan di salah satu ujung pipa kapiler yaitu didekat katoda. Berbagai detektor telah
digunakan untuk mendeteksi komponen-komponen hasil pemisahan, antara lain
spektrometri (seperti UV dan Fluoresen) dan detektor elektrokimia (seperti
konduktometri dan amperometri). Keuntungan penggunaan pipa kapiler yang terbuat
dari gelas silika adalah transparan terhadap sinar UV. Hal ini memungkinkan
pendeteksian aliran komponen hasil pemisahan secara online, artinya tidak perlu
mengganggu aliran komponen hasil pemisahan. Detektor flurosen dapat digunakan dalam
elektroforesis kapiler dengan teknik penggunaan yang sama detektor UV.
Gambar 2.2.1 Detektor Fluoresen (Hendayana, 2006).
Gambar 2.2.2 Detektor UV (Hendayana, 2006).
Semua komponen campuran (solut) bergerak ke anoda dan ketika solut melawati
sinar UV maka sinar tersebut akan teradsorbsi yang selanjutnya intensitas cahaya yang
diserap oleh solut-solut dapat diukur sebagai besaran listik.
2.3 Analisis statistik postmortem
2.3.1 Linear Least Square (LLS)
Dalam statistik dan matematika, kuadrat terkecil linier adalah pendekatan tepat
model matematika atau statistik untuk data dalam kasus di mana nilai ideal yang
disediakan oleh model untuk setiap titik data yang dinyatakan linear dalam hal parameter
yang tidak diketahui dari model. Model yang dihasilkan dapat digunakan untuk
meringkas data, untuk memprediksi nilai-nilai teramati dari sistem yang sama dan untuk
memahami mekanisme yang mungkin mendasari sistem.
Secara matematis, kuadrat terkecil linier adalah masalah sekitar pemecahan sistem
overdetermined persamaan linear, di mana pendekatan terbaik didefinisikan sebagai
minimal jumlah kuadrat perbedaan antara nilai-nilai data dan nilai-nilai model yang
sesuai. Pendekatan ini disebut "linear" kuadrat terkecil, fungsi diasumsikan linear dalam
parameter yang akan diestimasi. Asalkan jumlah titik data yang digunakan untuk fitting
sama atau melebihi jumlah parameter yang tidak diketahui, kecuali dalam situasi khusus
maka masalah dapat diselesaikan (Bjorck, 1996).
2.3.2 Artificial Neural Network (ANN)
Dalam rangka untuk menerjemahkan bagaimana meniru jaringan saraf otak
manusia ke dalam pemahaman manusia, pengolahan informasi dibagi dalam tiga
tingkatan. Tingkat pertama adalah input layer yang menerima informasi tentang sistem;
Tingkat kedua merupakan satu atau lebih lapisan tersembunyi, yang memproses
informasi dimulai pada input. Node (neuron) adalah unit pengolahan dasar di ANN. Node
pada lapisan input distributif sederhana, yang tidak mengubah nilai masukan sama sekali.
Terakhir adalah lapisan keluaran yang merupakan respon diamati atau perilaku. Node
menyimpulkan produk dari setiap koneksi pembobotan (Wjk) dari node j ke node k dan
input (xj) dan bobot tambahan atau bias mendapatkan jumlah tersebut nilai node k,
Persamaan 1:
dimana γ adalah nilai bias. Sumk dari input tertimbang ditransformasikan dengan fungsi
transfer (kebanyakan fungsi sigmoid) dan fungsi ini digunakan untuk mendapatkan
tingkat output. Fungsi sigmoid f (x) = 1 / [1 / + exp (- x / θ)], di mana x adalah jumlah
tertimbang input dan θ adalah gain dan x sumk didefinisikan dalam Pers. 1. Back-
Propagasi Networks (BPNs) belajar dengan menyesuaikan bobot yang sesuai untuk
kesalahan. Tujuan dari metode pelatihan adalah untuk mengubah bobot antara lapisan
sehingga meminimalkan kesalahan (E). Kesalahan T dari jaringan, persamaan 2,
didefinisikan sebagai:
perbedaan kuadrat antara nilai target (output yang diinginkan) t dan output y dari neuron
keluaran dijumlahkan, pola p pelatihan dan j node output. Error E diminimalkan sesuai
dengan metode steepest descent. Persamaan 3 :
dimana η adalah konstanta positif dikenal sebagai tingkat belajar dan ΔW ij (n) perubahan
bobot saat berat Wij. Bobot dihitung dalam proses iterasi ke-n. Metode gradient descent
dapat ditingkatkan oleh momentum dari perubahan bobot sebelumnya seperti, persamaan
4:
dimana α (faktor momentum) konstan lain. Learning rate (L. rate) mengontrol tingkat
pembaruan sesuai dengan bobot baru perubahan dan momentum bertindak sebagai
stabilisator menyadari perubahan bobot sebelumnya. Selama proses pelatihan itu perlu
untuk mempelajari efek dari lrate dan momentum (α) untuk menghindari over fitting.
Proses belajar dihentikan ketika jaringan telah mencapai error minimum (Bocaz-
Beneventi et al., 2002).
BAB III
METODE
3.1 Rancangan Metode
Penentuan waktu kematian dengan cairan elektrolit (terutama kalium) dalam
vitreous humor menggunakan kapiler zona elektroforesis (CZE). Untuk mencapai
penentuan cepat dan simultan anorganik ion dalam cairan ekstraselular ini, pada
penelitian ini digunakan jaringan saraf tiruan (ANN) yang diterapkan untuk pemodelan
hubungan analisis CZE multikomponen dari K+, NH4+ , Na+ dan Ba2+. Analisis statistik
korelasi linear ANN dibandingkan dengan metode linear kuadrat terkecil tradisional
(LLS)
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat gelas, pH meter dan filter. Sebuah kapiler electropherograph P / ACE
5500 (Beckman Coulter, Fullerton, California) dengan filter UV detektor absorbansi,
dilengkapi dengan P / ACE Station (Versi 1.0) software dipekerjakan untuk semua
percobaan. Sebuah kapiler silika tanpa pelapis, 75 pM i. d., 47 cm panjang total dan
panjang 40 cm ke detektor. Imidazol (kemurnian 99%), 18-crown-6-ether (kemurnian
99%) dan d,l-alpha-hydroxybutyric acid sodium salt (HIBA) (kemurnian 99%). Larutan
standar of potassium, ammonium, sodium and barium. Air HPLC grade. Natrium
hidroksida. Sampel vitreous humor.
3.3 Pelaksanaan Metode
3.3.1 Pengkondisian kapiler
Kolom kapiler dikondisikan dengan cara dibilas NaOH 1 M selama 10
menit, 0,1 M NaOH selama 10 menit, air selama 10 menit dan dialiri buffer
selama 20 menit (buffer mengandung imidazol 5 mM, 5 mM 18-mahkota-6-eter
dan 6 mM d, l-alpha-hidroksibutirat acid (HIBA) pada pH 4,5). Kapiler dicuci
setiap hari selama 5 menit dengan 0,1 M NaOH, air selama 5 menit dan dengan
buffer selama 10 menit. Setiap kali runing sampel, kapiler dialiri dengan 0,1 M
NaOH selama 2 menit, air selama 2 menit, diikuti dengan pelarut dari larutan
elektrolit selama 6 menit. Inlet kapiler dan stopkontak botol diisi ulang setelah
setiap 10 suntikan. Pada akhir penggunaan, kapiler dialiri dengan 0,1 M NaOH
selama 1 menit dan air selama 5 menit.
3.3.2 Pengumpulan sampel dan preparasi sampel
Sampel vitreous humor manusia diperoleh dari kedua bola mata 61 kasus
otopsi resmi yang dilakukan di Unit Kedokteran Forensik, Departemen
Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, University of Verona, Verona, Italia.
Sampel dikumpulkan dengan tusukan jarum dari ruang posterior mata dengan
lembut mengisap sekitar 50 µl humor vitreous dengan 1 ml jarum suntik plastik.
Semua spesimen disimpan beku sampai analisis. Sebelum injeksi, sampel humor
vitreous diencerkan 1:20 dengan larutan 40 ug/ml barium sebagai standar internal.
3.3.3 Analisis dengan elektroforesis kapiler
Pemisahan elektroforesis dilakukan dalam buffer mengandung imidazol 5
mM, 5 mM 18-mahkota-6-eter dan 6 mM d, l-alpha-hidroksibutirat acid (HIBA)
pada pH 4,5, tegangan yang diberikan adalah 500 V / cm dan suhu diatur pada
25°C. Deteksi UV ditetapkan pada 214 nm. Larutan sampel disuntikkan
hidrodinamis di ujung anoda dari kapiler (0,5 psi selama 10 detik).
3.3.4 Analisis statistik data
61 data set asli yang sesuai dengan respon terhadap detektor untuk daerah
puncak dan ketinggian puncak K+, NH4+, Na+, dan Ba2+ dalam vitreous humor
digunakan sebagai data input dalam lapisan input dan interval postmortem sebagai
lapisan output digunakan untuk analisis kemometrik. Perangkat lunak untuk
metode ANN adalah dari program Trajan (Neural Network Simulator, rilis 3.0 D,
software Trajan, 1998), yang dibeli dari Trajan Software Ltd (Trajan House, Co
Durham, UK).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketika orang meninggal, terjadi kenaikan konsentrasi kalium dalam vitreous humor. Hal
ini terjadi karena sel memiliki kadar kalium yang lebih tinggi dibandingkan cairan ekstraseluler
ketika sel masih hidup. Hal ini dipertahankan oleh membran permeabilitas dan pompa ion.
Namun ketika sel mati, membran menjadi tidak berfungsi dan pompa berhenti bekerja. Hal ini
menyebabkan terjadinya difusi pasif ion kalium dari cairan ekstraseluler ke vitreous humor
sehingga menyebabkan kadar kalium dalam vitreous humor meningkat (Gunn, 2009). Oleh sebab
itu, korelasi konsentrasi ion PMI (postmortem interval) dan vitreous pertama kali dipelajari
menggunakan data ion tunggal yaitu ion kalium dengan metode analisis statistik regresi linier
persegi (LLS).
Gambar 4.1 CZE electropherogram kation dalam vitreous humour manusia
Gambar 4.2 Korelasi LLS dari luas puncak kalium dengan PMI
Gambar 4.3 Korelasi LLS ketinggian puncak kalium dengan PMI
Gambar 4.2 menunjukkan korelasi antara PMI dan luas puncak K+, seperti yang dijelaskan oleh
persamaan y = 101,1x - 1.155,1 (R2 = 0,8264) (y = daerah puncak, x = PMI) dan gambar 4.3
yaitu korelasi PMI dengan ketinggian puncak K+, menurut persamaan y = 53,1x – 1.231,2 (R2 =
0,8920) (y = puncak tinggi; x = PMI). Dalam kasus ion amonium, koefisien korelasi lebih buruk
daripada kalium (R2 = 0,6625) dan ion Na+ tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan
PMI (R2 = 0,0407).
Berdasarkan data tersebut, ion kalium memiliki korelasi dengan interval waktu kematian
sehingga dalam analisis LLS digunakan ion kalium.
Pada tahap pertama evaluasi potensi ANN, metode ini diterapkan untuk menyelidiki
kemampuan modeling antara PMI dan data yang tersedia. Perbandingan dengan nilai yang
diperoleh oleh pendekatan LLS konvensional dilakukan dengan menggunakan satu set data yang
berisi 61 poin eksperimental PMI vs K+ , Na+ , NH4+, Dan Ba2+ (tinggi puncak dan area). Seluruh
pola (61×9) diproses sebagai pelatihan ditetapkan pada komputer pribadi Pentium menggunakan
back- propagasi jaringan saraf ( BPNNs ). Sebelum perhitungan dibuat, data dinormalisasi
dengan program (kisaran 0,1 - 0,9). Pertama, struktur yang optimal dari JST digeledah untuk
menentukan jumlah optimal dari node dalam yang tersembunyi dalam lapisan, lalu error RMS
sebagai fungsi dari jumlah neuron pada lapisan tersembunyi. Hal ini terbukti dari gambar
berikut:
Gambar 4.6 node
dari gambar tersebut 4 atau 5 node sudah cukup untuk mendapatkan nilai-nilai RMS rendah dan
peningkatan lebih lanjut dalam jumlah node tidak membawa perbaikan apapun. Arsitektur ANN
optimal ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 4.7 Fungsi PMI oleh ANN (8:4:1)
Selama penerapan BPNN , tujuan pelatihan bersih adalah untuk meminimalkan root
mean square error (RMS), persamaan 5 :
dimana Yij adalah elemen dari matriks (N × M) untuk pelatihan atau tes set, dan out ij adalah
elemen dari matriks keluaran (N × M) dari jaringan saraf, N adalah jumlah variabel dalam pola
dan M adalah jumlah sampel.
Untuk menghindari over-training, kinerja jaringan saraf diuji setiap 100 atau 1.000
zaman selama pelatihan dan bobot untuk RMS minimal (akar kuadrat persamaan 5) untuk belajar
dan uji set dicatat . Kondisi pelatihan yaitu momentum 0,3; tingkat belajar 0,6, seperti yang
direkomendasikan dalam program Trajan. Jumlah siklus belajar tetap 40.000. Pelatihan
diberhentikan setelah mencapai nilai epoch karena tidak ada perubahan yang signifikan untuk
nilai yang lebih tinggi. Nilai rata-rata kesalahan, dihitung dengan persamaan 5, untuk pelatihan
lengkap set adalah 5,8 %. yang sangat cocok, jauh lebih baik perolehan dari satu ion yang hanya
menggunakan luas puncak K+. Hasil pemodelan diterapkan pada 61 kasus forensik nyata .
Korelasi yang sangat baik antara eksperimental Interval post-mortem dan nilai-nilai PMI
diprediksi oleh JST diperoleh dengan koefisien korelasi dari 0,9810. Tabel 1 merangkum nilai-
nilai estimasi PMI menggunakan LLS dan model ANN.
perbaikan penting dalam estimasi waktu setelah kematian, hasil yang baik diperoleh ketika
menggunakan data yang tersedia lengkap, seperti yang ditunjukkan oleh penurunan kesalahan
prediksi 15,28 menjadi 4,69 jam (>3 kali lipat lebih baik). Hasil yang sama diperoleh ketika
digunakan hanya daerah puncak atau ketinggian puncak. Jumlah node di Lapisan hidden empat
dalam kedua kasus. Korelasi antara eksperimental Interval post-mortem dan nilai-nilai PMI
diprediksi oleh JST menggunakan daerah puncak, juga memuaskan dengan nilai R2 dari 0,9834.
Dengan menggunakan hanya ketinggian puncak error rata-rata perkiraan PMI adalah sedikit
lebih tinggi (4,95 jam).
Perubahan ketinggian puncak Ba2+ sebagai internal standar karena perbedaan dalam
jumlah dimuat dalam kapiler dan variasi viskositas vitreous humor sampel. Kehadiran Ba2 +
puncaknya pada input data bertindak sebagai faktor normalisasi dalam perhitungan jaringan
saraf. Tanpa informasi ini residual rata-rata pemodelan dan prediksi lebih besar daripada yang
saat data yang lengkap yang digunakan. Sedangkan residu rata-rata untuk pemodelan dan
prediksi data lengkap adalah 4,69 dan 2.83, tanpa Ba2+ nilai yang diperoleh adalah 4,80 dan 4,05.
Selain itu, prosedur normalisasi semua data (area dan ketinggian) menggunakan ketinggian
puncak untuk barium telah dibuat tetapi estimasi PMI menggunakan pendekatan ini tidak
meningkatkan ketepatan pemodelan dan prediksi.
Kumpulan data dibagi menjadi set pembelajaran (51 pola) set dan test set (pola 10).
Kesepakatan yang baik antara PMIexp dan PMIpred dengan metode ANN untuk lengkap
training set diamati ketika digunakan baik semua data tersedia, area puncak atau ketinggian.
Kemudian, untuk memeriksa metode, set data yang diusulkan sesuai, dipilih 10 kasus forensik,
tidak termasuk dalam training set yang diuji. Perbandingan dari kedua metodelogi prediksi
dilakukan. Tabel 2 menunjukkan hasil prediksi diperoleh LLS (untuk K+ saja) dan dengan
metode ANN menggunakan semua data yang tersedia, daerah puncak dan tinggi puncak masing-
masing.
Nilai PMI diprediksi oleh ANN berada di semua kasus yang jauh lebih baik (lebih baik 3 kali)
dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dengan metode LLS klasik. Menggunakan hanya
daerah puncak atau ketinggian puncak perbedaan dalam sisa rata-rata tidak signifikan. Namun,
prediksi terbaik dari PMI (5,2 kali) dicapai dengan menggunakan semua data yang tersedia.
Hasil menunjukkan untuk pertama kalinya kegunaan analisis ion data multivariat dalam humor
vitreous oleh CZE-ANN untuk menyimpulkan pada waktu sejak kematian. Secara khusus,
pemodelan ANN dan prediksi untuk memperkirakan postmortem yang Interval terbukti jauh
lebih akurat daripada metode LLS konvensional. Kesimpulannya, dalam penelitian ini, JST dapat
digunakan untuk model hubungan antara vitreous humor analisis kation dan PMI, untuk ini CZE
bertujuan untuk memprediksi secara akurat dan simultan penentuan kalium, amonium, natrium,
barium dalam vitreous humor. Dibandingkan dengan pendekatan tradisional yang didasarkan
pada korelasi linear antara konsentrasi kalium dan waktu postmortem, model yang diusulkan
sangat meningkatkan prediksi interval postmortem. Pertimbangan ini sangat relevan jika asumsi
bahwa analisis ion humor vitreous dalam praktek satu-satunya alat obyektif untuk menyimpulkan
pada saat kematian di tangan patolog forensik di jendela waktu 1-5 hari setelah kematian (bila
suhu tubuh mencapai suhu lingkungan). Atas dasar pertimbangan multivariat analisis parameter
yang berbeda yang dapat dengan mudah menjadi dilakukan oleh ANN tampaknya menjadi
strategi terbaik untuk menyimpulkan pada saat kematian, juga dalam hal aturan umum
diterimanya di pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Bjorck, Ake. 1996. Numerical methods for least squares problems. Philadelphia: SIAM.
Bocaz-Beneventi, G., F. Tagliaro, F. Bortolotti, G. Manetto, J. Havel. 2002. Capillary zone electrophoresis and artificial neural networks for estimation of the post-mortem interval (PMI) using electrolytes measurements in human vitreous humour. Int J Legal Med 116 :5–11.
Carlson, JA, Middleton PJ, Szmanski MT, Huber J, Petric M. 1978. Fatal rotavirus gastroenteritis: an analysis of 21 cases. Am J Dis Child 132:477–479.
Coe, JI. 1989. Vitreous potassium as a measure of the postmortem interval: an historical review and critical evaluation. Forensic Sci Int. Vol 42:201–213
De Martinis, BS, de Paula CM, Braga A, Moreira HT, Martin CC. 2006. Alcohol distribution in different postmortem body fluids. Hum Exp Toxicol. Vol. 25(2):93-7.
European Directorate for the Quality of Medicines. 2005. European Pharmacopoeia Fifth Edition. France: Council of Europe.
Hendayana, Sumar. 2006. Kimia Pemisahan Metode kromatografi dan Elektroforesis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Gunn, Alan. 2009. Essential Forensic Biology. UK: John Wiley and Sons Ltd.
Huser, CJ dan Smialek JE. 1986. Diagnosis of sudden death in infants due to acute dehydration. Am J Forensic Med Pathol. Vol 7: 278–282
Parsons, MA, Start RD, Forrest AR. 2003. Concurrent vitreous disease may produce abnormal vitreous humour biochemistry and toxicology. J Clin Pathol. Vol. 56(9):720.
Stolyszewski, Niemcunowicz-Janica A, Pepinski W, Spólnicka M, Zbiec R, Janica J. 2007. Vitreous humour as a potential DNA source for postmortem human identification. Folia Histochem Cytobiol. vol 45(2):135-6.
Tagliaro F, Manetto G, Cittadini F, Marchetti D, Bortolotti F, Marigo M. 1999. Capillary zone electrophoresis of potassium in human vitreous humour: validation of a new method. J Chromatography Biomed Sci Appl. 733:273–279
Vieweg, WV, David JJ, Rowe WT, Wampler GJ, Burns WJ, Spradlin WW. 1985. Death from self-induced water intoxication among patients with schizophrenic disorders. J Nerv Ment Dis. Vol. 173:161–165