Post on 22-Apr-2018
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 1
ISSN : 2302-3791
PENENTUAN TINGKAT PARTISIPASI PADA ASURANSI JIWA
ENDOWMEN UNIT LINK DENGAN METODE POINT TO POINT
Erna Hayati *)
*)
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan
ABSTRAKSI
Asuransi jiwa endowmen unit link merupakan asuransi yang menggabungkan asuransi jiwa
tradisional endowmen dengan unit link. Dalam asuransi jiwa endwomen unit link, selain
memberikan proteksi kepada tertanggung, di dalam asuransi ini juga terdapat unsur investasi.
Salah satu metode pengindeksan yang digunakan untuk menghitung premi asuransi unit link
adalah metode point to point. Dalam penentuan premi asuransi jiwa endowmen unit link,
sangat penting sekali dalam penentuan tingkat partisipasi karena tingkat partisipasi ini
menentukan besarnya pembagian keuntungan dari hasil investasi yang akan diberikan kepada
tertanggung. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat
partisipasi yang optimum dan melihat perubahan tingkat partisipasi ketika jangka waktu
kontrak asuransi, suku bunga, usia tertanggung dan volatilitas berubah. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data saham penutupan harian PT. Astra Internasional Tbk tahun
2014 dan data suku bunga BI bulan Desember tahun 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit linkdengan metode point to point
semakin meningkat ketika jangka waktu kontrak asuransi semakin lama dan suku bunga bebas
resiko semakin tinggi dan tingkat partisipasi semakin menurun ketika usia tertanggung
semakin tua dan volatilitas semakin besar.
Kata Kunci : Asuransi Jiwa Endowmen Unit Link, Point To Point, Tingkat Partisipasi
PENDAHULUAN
Dalam menjalani kehidupannya, manusia
tidak dapat dihindarkan dari berbagai macam
resiko yang mengancam jiwanya, diantaranya
adalah resiko yang disebabkan karena
kecelakaan, hari tua dan kematian. Akibat dari
resiko tersebut, seseorang dihadapkan pada
masalah kerugian finansial. Untuk menghadapi
kondisi seperti itu, maka dibutuhkan suatu
jaminan finansial. Salah satu lembaga yang bisa
diandalkan untuk meminimalkan resiko yang
disebabkan karena kecelakaan, hari tua dan
kematian adalah asuransi jiwa. Dengan asuransi
jiwa maka biaya hidup seorang tertanggung dapat
tetap ditopang dan memperoleh jaminan
keuangan.
Saat ini banyak sekali produk asuransi
jiwa yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi.
Produk asuransi jiwa yang paling diminati oleh
konsumen adalah asuransi jiwa endowmen unit
link. Asuransi jiwa endowmen unit link
merupakan produk asuransi yang
menggabungkan antara unsur proteksi dan
investasi. Premi yang dibayarkan konsumen pada
asuransi jiwa endowmen unit link sebagian
digunakan untuk asuransi jiwa dan sebagian lagi
untuk investasi diberbagai instrumen investasi
seperti deposito, saham, obligasi dan lain
sebagainya.
Terdapat tiga metode yang umum
digunakan dalam menghitung premi asuransi jiwa
unit link antara lain metode point to point ,
annual ratchet dan high water mark. Metode
point to point memiliki kelebihan dibandingkan
dengan dua metode yang lain, kelebihannya
adalah melindungi nasabah terhadap penurunan
harga saham di tengah jalan (Hardy, 2003).
Penentuan besarnya premi asuransi jiwa
endowmen unit link sangat dipengaruhi sekali
oleh besarnya tingkat partisipasi (Gaillardetz dan
Lakhmiri, 2011), karena tingkat partisipasi ini
menentukan besarnya pembagian keuntungan
dari investasi yang akan diterima oleh
tertanggung. Oleh sebab itu sangat penting sekali
bagi perusahaan asuransi yang menjual produk
unit link untuk menentukan tingkat partisipasi
yang optimum sehingga pihak tertanggung dan
perusahaan asuransi sama-sama memperoleh
keuntungan.
Menurut Perdana (2013), tingkat
partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link
dengan metode annual ratchet semakin
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 2
ISSN : 2302-3791
meningkat ketika jangka waktu kontrak asuransi
semakin lama dan suku bunga bebas resiko
semakin tinggi dan tingkat partisipasi semakin
menurun ketika usia tertanggung semakin tua dan
volatilitas semakin besar. Hayati (2014) dan
Kholijah (2014) dalam penelitiannya juga
menentukan tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link dengan menggunakan
metode masing-masing point to point dan high
water mark. Penelitian yang dilakukan oleh
Hayati (2014) dan Kholijah (2014) juga
memberikan kesimpulan yang sama dengan
Perdana (2013) tentang perubahan tingkat
partisipasi ketika jangka waktu kontrak asuransi,
suku bunga, usia tertanggung dan volatilitas
berubah. Dalam penelitian Perdana (2013),
Hayati (2014) dan Kholijah (2014) selain
menentukan tingkat partisipasi, ketiganya juga
melakukan penentuan premi asuransi jiwa
endowmen unit link.
Mengingat pentingnya menentukan
tingkat partisipasi pada asuransi jiwa endowmen
unit link, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
menentukan tingkat partisipasi yang optimum
menggunakan metode point to point dan melihat
perubahan tingkat partisipasi ketika jangka waktu
kontrak asuransi, suku bunga, usia tertanggung
dan volatilitas berubah.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Volatilitas Return Saham
Volatilitas return saham (σ) merupakan
standar deviasi dari log return saham pada
periode tahunan. Volatilitas return saham
digunakan untuk menunjukkan fluktuasi saham
dan mengetahui seberapa besar resiko dari
saham. Jika volatilitas besar maka harga saham
cenderung fluktuasinya tinggi dan resikonya juga
tinggi. Sedangkan jika volatilitasnya kecil, maka
fluktuasi harga saham cenderung konstan dan
kecil dan resikonya juga kecil. Rumus untuk
menghitung volatilitas return saham tahunan
adalah sebagai berikut (Hull, 2009):
1
)(1
2
n
uu
xk
n
i
i
(1)
Dimana u adalah log return saham, u adalah
rata-rata log return saham dan k adalah
banyaknya periode perdagangan dalam satu
tahun.
2. Asuransi Jiwa Endowmen
Asuransi jiwa endowmen atau yang disebut
juga asuransi jiwa dwi guna adalah asuransi jiwa
yang memberikan dua manfaat sekaligus yaitu
memberikan uang pertanggungan ketika
tertanggung meninggal dalam periode tertentu
dan memberikan uang pertanggungan jika
tertanggung masih hidup pada masa akhir
pertanggungan. Nilai actuarial present value dari
asuransi jiwa endowmen yaitu (Bowers, et al,
1997):
𝐴𝑥 :𝑛| = 𝐴𝑥 :𝑛| 1 + nEx (2)
𝐴𝑥 :𝑛| = 𝑣𝑘+1 𝑛−1𝑘=0 kpx qx+k + v
n npx
3. Asuransi JiwaUnit Link
Asuransi jiwa unit link merupakan produk
asuransi yang menggabungkan unsur proteksi dan
investasi dalam satu produk. Dengan
menggunakan asuransi jiwa unit link, nasabah
tidak perlu kesulitan lagi mendatangi dua tempat
yaitu perusahaan asuransi dan perusahaan
pengelola investasi. Pilihan instrumen
investasinya juga beragam, dari yang resiko
rendah sampai resiko tinggi, diantaranya adalah
deposito, obligasi, saham dan lain sebagainya.
4. Nilai Sekarang Aktuaria dan Tingkat
Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link dengan Metode Point to Point
Metode point-to-point adalah salah satu
metode pengindeksan yang membagi indeks pada
tanggal akhir kontrak dengan indeks pada awal
penerbitan kontrak asuransi dan dikurangi satu.
Secara matematis, metode point-to-point dapat
ditulis sebagai berikut (Hardy, 2003):
R(t) = 𝑆 𝑡
𝑆 0 – 1 (3)
Dimana S(t) adalah harga saham pada akhir
kontrak asuransi dan S(0) adalah harga saham
pada awal penerbitan kontrak asuransi.
Struktur manfaat dari suatu investasi pada
waktu t dengan point to point adalah sebagai
berikut (Gaillardetz dan Lakhmiri, 2011):
Dα(t) = max[min[1+ α R(t), (1 + ζ)t], β(1 + g)
t]
(4)
Keterangan :
Dα(t) = struktur manfaat dari suatu investasi
pada waktu t
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 3
ISSN : 2302-3791
R(t) = keuntungan yang diperoleh pada waktu
t, dimana R(t) dihitung dengan
menggunakan metode point to point.
α = tingkat partisipasi
ζ = tingkat suku bunga cap (batas atas)
β = besarnya persentase pengembalian
g = tingkat suku bunga jaminan
t = jangka waktu kontrak
Nilai kontrak dari struktur manfaat
menggunakan metode point to point pada waktu
t(0 ≤ t ≤ n) adalah sebagai berikut (Gaillardetz
dan Lakhmiri, 2011):
Π(t,n) = tnCtSCgCe ntnr )())1(()1[()(
dengan
C= tn
tS
gtnr
n
)
)(
)1()1(ln())(
2
1( 2
(5)
dan Ф adalah fungsi densitas dari distribusi
Normal Standart.
Sehingga diperoleh nilai sekarang
aktuaria asuransi jiwa endowmen unit link adalah
sebagai berikut:
𝐴𝑥 :𝑛| =
1
0
)1,0(n
k
k kpx qx+k + Π(0,n) npx
(6)
Menurut Gaillardetz dan Lakhmiri
(2011), besarnya tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ini:
1
0
)1,0(n
k
k kpx qx+k+Π(0,n) npx= 1 (7)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data
sekunder dan data simulasi. Data sekundernya
berupa data probabilitas hidup mengikuti tabel
mortalita Indonesia II tahun 1999, data harga
penutupan saham PT Astra Internasional Tbk
(ASII) selama tahun 2014 dan data suku bunga
BI. Penelitian ini dimulai dengan menentukan
tingkat partisipasi optimum pada data simulasi,
kemudian melihat perubahan tingkat partisipasi
ketika jangka waktu kontrak asuransi, suku
bunga, usia tertanggung dan volatilitas berubah.
Pengelolahan data pada penelitian ini
menggunakan Software R 2.14.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari data harga penutupan saham PT
Astra Internasional Tbk (ASII) selama tahun
2014 diperoleh rata-rata log return saham sebesar
0,000274 dan diperoleh nilai volatilitas return
saham sebesar 0,27189. Data suku bunga bebas
resiko yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada suku bunga Bank Indonesia yang
dikeluarkan pada tanggal 11 Desember 2014
yang besarnya 7,75%. Selanjutnya data-data
tersebut akan dikombinasikan dengan data hasil
simulasi untuk menentukan tingkat partisipasi
yang optimum pada asuransi jiwa endowmen unit
link. Adapun diskripsi data simulasinya adalah
seorang laki-laki sebagai tertanggung berusia 45
tahun akan membeli produk asuransi jiwa
endowmen unit link selama 5 tahun dengan jenis
investasi yang dipilih berupa saham PT. Astra
Internasional Tbk (ASII). Saham dibeli pada
tanggal 2 Januari 2015 dengan harga
Rp.74.250,00. Saham yang dibeli sebanyak 5 lot
saham (2500 lembar saham).
Tingkat Partisipasi Optimum Asuransi Jiwa
Endowmen Unit Link pada Investasi Saham
PT. Astra Internasional Tbk.
Berdasarkan data simulasi, diketahui
bahwa :
Usia (x) = 45 tahun
Harga saham awal(S(0)) = Rp. 74.250
Jangka waktu kontrak(n) = 5 tahun
Volatilitas(σ) = 0,27189
Suku bunga bebas resiko(r) = 0,0775
Jumlah saham(j) = 2500
Garansi(β) = 90%
Suku bunga garansi (g) = 5%
Setelah dilakukan perhitungan dengan
bantuan software R 2.14, diperoleh tingkat
partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link
pada investasi saham PT. Astra Internasional
Tbk yang optimum sebesar 69,58%.
Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link dengan Jangka Waktu Kontrak
Bervariasi
Usia(x) = 45 tahun
Harga saham awal(S(0)) = Rp.74.250
Jangka waktu kontrak(n) = 2-20 tahun
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 4
ISSN : 2302-3791
Volatilitas(σ) = 0,27189
Suku bunga bebas resiko(r) = 0,0775
Jumlah saham(j) = 2500
Garansi(β) = 90%
Suku bunga garansi (g) = 5%
Dari data simulasi tersebut diperoleh
tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen
unit link seperti yang tertera pada Tabel 1 dan
Gambar 1 berikut ini: Tabel 1. Tingkat Partisipasi dengan Jangka
Waktu Kontrak Bervariasi
Jangka Waktu
Kontrak (n)
Tingkat
Partisipasi
2 65,18
4 68,19
6 70,85
8 73,05
10 74,90
12 76,47
14 77,84
16 79,04
18 80,09
20 81,03
Gambar 1. Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Jangka Waktu Kontrak Bervariasi
Dari Tabel 1 dan Gambar 1, dapat kita
ketahui bahwa semakin lama jangka waktu
kontrak maka tingkat partisipasi juga semakin
meningkat. Seiring dengan semakin lamanya
jangka waktu kontrak asuransi, maka keuntungan
yang diperoleh dari hasil investasi juga semakin
besar. Sehingga proporsi keuntungan yang
diperoleh perusahaan asuransi dan tertanggung
juga semakin besar. Untuk jangka waktu kontrak
yang kurang dari 5 tahun, tingkat partisipasi
sudah mencapai angka lebih dari 65%.
Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link dengan Usia Tertanggung
Bervariasi
Usia (x) = 0 - 95 tahun
Harga saham awal(S(0)) = Rp. 74.250
Jangka waktu kontrak(n) = 5 tahun
Volatilitas (σ) = 0,27189
Suku bunga bebas resiko(r)= 0,0775
Jumlah saham(j) = 2500
Garansi(β) = 90%
Suku bunga garansi (g) = 5%
Dari data simulasi tersebut diperoleh
tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen
unit link seperti yang tertera pada Tabel 2
dan Gambar 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Tingkat Partisipasi dengan Usia
Tertanggung Bervariasi
Gambar 2. Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Usia Tertanggung Bervariasi
5 10 15 20
60
65
70
75
80
Jangka Waktu Kontrak
(tahun)
Tin
gka
t P
art
isip
asi (%
)
Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Jangka Waktu Kontrak Bervariasi
0 20 40 60 80
62
64
66
68
usia
(tahun)
Tin
gka
t P
art
isip
asi (%
)
Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Usia Tertanggung Bervariasi
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 5
ISSN : 2302-3791
Dari Tabel 2 dan Gambar 2 di atas, dapat
diketahui bahwa tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link dengan metode point to point
relative sama jika usia tertanggung dibawah 70
tahun. Namun ketika usia tertanggung lebih dari
70 tahun, besarnya tingkat partisipasi semakin
menurun.
Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link dengan Volatilitas Bervariasi
Usia (x) = 45 tahun
Harga saham awal (S(0)) = Rp. 74.250
Jangka waktu kontrak(n) = 5 tahun
Volatilitas(σ) = 0% - 100%
Suku bunga bebas resiko(r) = 0,0775
Jumlah saham(j) = 2500
Garansi(β) = 90%
Suku bunga garansi (g) = 5%
Dari data simulasi tersebut diperoleh
tingkat partisipasi asuransi jiwa endowmen unit
link seperti yang tertera pada Tabel 3 dan
Gambar 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Tingkat Partisipasi dengan Volatilitas
Bervariasi
Volatilitas
(σ)
Tingkat
Partisipasi
0 100
0,1 95,87
0,2 80,01
0,3 66,04
0,4 55,70
0,5 48,09
0,6 42,39
0,7 38,05
0,8 34,70
0,9 32,06
1 29,98
Gambar 3. Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Volatilitas Bervariasi
Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 3 di atas,
dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi asuransi
jiwa endowmen unit link semakin menurun
ketika volatilitas return saham semakin naik. Hal
ini dikarenakan semakin besar besar volatilitas
return saham, maka semakin besar keuntungan
yang diperoleh perusahaan asuransi dengan
resiko yang besar. Sebaliknya jika volatilitas
return saham semakin kecil, maka resiko saham
tersebut juga kecil, akibatnya keuntungan yang
diperoleh juga kecil. Jadi ketika saham beresiko
besar (volatilitas besar), maka tingkat kerugian
yang akan diderita perusahaan juga semakin
besar, sehingga tingkat partisipasi nilainya
semakin kecil.
Tingkat Partisipasi Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link dengan Suku Bunga Bebas Resiko
Bervariasi
Usia (x) = 45 tahun
Harga saham awal(S(0)) = Rp. 74.250
Jangka waktu kontrak(n) = 5 tahun
Volatilitas (σ) = 0,27189
Suku bunga bebas resiko(r) = 0% - 15%
Jumlah saham(j) = 2500
Garansi(β) = 90%
Suku bunga garansi (g) = 5%
Dari data simulasi tersebut diperoleh tingkat
partisipasi asuransi jiwa endowmen unit link
seperti yang tertera pada Tabel 4 dan Gambar 4
sebagai berikut:
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
40
60
80
10
0
Volatilitas
(tahun)
Tin
gka
t P
art
isip
asi (%
)
Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Volatilitas Bervariasi
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 6
ISSN : 2302-3791
Tabel 4. Tingkat Partisipasi dengan Suku Bunga
Bervariasi
Suku Bunga
(r)
Tingkat
Partisipasi
0,01 10,01
0,02 10,01
0,03 14,90
0,04 33,43
0,05 46,27
0,06 56,37
0,07 64,50
0,08 71,11
0,09 76,50
0,10 80,90
0,11 84,50
0,12 87,44
0,13 89,84
0,14 91,80
0,15 93,40
Gambar 4. Grafik Tingkat Partisipasi dengan Suku
Bunga Bervariasi
Terlihat pada Tabel 4 dan Gambar 4,
bahwa tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link semakin besar ketika tingkat
suku bunga bebas resiko semakin besar. Hal ini
dikarenakan suku bunga bebas resiko merupakan
variabel dari fungsi diskonto, sehingga ketika
suku bunga bebas resiko semakin besar, maka
semakin kecil nilai fungsi diskonto dan semakin
kecil pula keuntungan dari investasi tersebut.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil
berdasarkan analisis yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Besarnya tingkat partisipasi optimum untuk
asuransi jiwa endowmen unit link dengan
metode point to point yang diikuti oleh
seorang tertanggung berusia 45 tahun yang
membeli saham PT. Astra Internasional Tbk
sebanyak 5 lot dengan tingkat suku bunga BI
7,75%, garansi 90% , suku bunga garansi
5% dan jangka waktu kontrak 5 tahun adalah
sebesar 69,58%.
2. Perubahan besarnya tingkat partisipasi
asuransi jiwa endowmen unit link dengan
metode point to point jika jangka waktu
kontrak, usia tertanggung, volatilitas return
saham dan suku bunga bebas resiko
bervariasi adalah sebagai berikut:
a. Semakin lama jangka waktu kontrak
maka tingkat partisipasi juga semakin
meningkat.
b. Tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link dengan metode
point to point relative sama jika usia
tertanggung dibawah 70 tahun dan
ketika usia tertanggung lebih dari 70
tahun, besarnya tingkat partisipasi
semakin menurun.
c. Tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link semakin menurun
ketika volatilitas return saham semakin
naik.
d. Tingkat partisipasi asuransi jiwa
endowmen unit link semakin besar
ketika tingkat suku bunga bebas resiko
semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Bowers, N.L, Gerber, H.U, Hickman, J.C, Jones,
D.A dan Nesbitt, CJ , (1997), Actuarial
Mathematics, Illinois : The Sociaty
Actuaties, Schaumburg.
Gaillardetz, P dan Lakhmiri, J.Y. (2011), “ A
New Premium Principle For Equity-
Indexed Annuities”, The Journal of Risk
and Insurance, Vol.78, No.1, hal. 245-
265.
Hardy, M , (2003), Investment Guarantees :
Modelling and Risk Management for
Equity-Linked Life Insurance, John Wiley
& Sons, Inc, USA.
0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14
20
40
60
80
Suku Bunga
(tahun)
Tin
gka
t P
art
isip
asi (%
)
Grafik Tingkat Partisipasi dengan
Suku Bunga Bervariasi
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 7
ISSN : 2302-3791
Hayati, Erna. (2014). Penentuan Tingkat
Partisipasi dan Premi Bulanan Untuk
Kontrak Asuransi Jiwa Endowmen Unit
Link Dengan Menggunakan Metode Point
to Point, Tesis Master, Jurusan Statistika
FMIPA ITS, Tesis, Surabaya.
Hull, J.C,(2009), Options, Futures and Other
Derivatives, Pearson Prentice Hall, USA.
Kholijah, Gusmi. (2014). Penentuan Tingkat
Partisipasi dan Premi Tunggal Bersih
Pada Kontrak Asuransi Jiwa Endowmen
Unit Link Dengan Metode High Water
Mark, Tesis Master, Jurusan Statistika
FMIPA ITS, Tesis, Surabaya.
Perdana, H. (2013). Penentuan Premi dan
Tingkat Partisipasi untuk Kontrak
Asuransi Jiwa Dwiguna Unit Link Dengan
Menggunakan Metode Annual Ratchet,
Tesis Master, Jurusan Statistika FMIPA
UGM, Tesis, Yogyakarta.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 8
ISSN : 2302-3791
TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT
UNDANG – UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN
Dhevi Nayasari Sastradinata *)
*)
Dosen Fakultas Hukum Universita Islam Lamongan
ABSTRAK
Berlatar belakang Gejolak moneter yang mulai terjadi pada bulan Juli 1997 di Indonesia,
mengakibatkan lengsernya Presiden Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia pada
tanggal 21 Mei 1998. Kondisi ini telah menyebabkan utang-utang para pengusaha Indonesia
dalam valuta asing, terutama terhadap kreditor luar negeri menjadi membengkak luar biasa
sehingga mengakibatkan sebagian besar debitor tidak mampu membayar utang-utangnya
Kata Kunci : Tinjauan Yuridis, Perkara Kepailitan
PENDAHULUAN
Masalah utama dewasa ini, para hakim
dalam praktik menerapkan Undang-Undang
Kepailitan secara legistis, mendasarkan pada
“syarat-syarat pailit” sebagaimana termaktub
dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004. Sebagaimana juga Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1998 yang
digantikannya, sedangkan “syarat-syarat pailit”
tersebut tidak rasional, karena permohonan
kepailitan dapat diajukan dan putusan pailit
oleh Pengadilan Niaga dapat diajukan terhadap
debitor yang masih solven.1
Sebagaimana diketahui, sebelum gejolak
moneter tahun 1997, Indonesia telah memiliki
peraturan kepailitan, yaitu Faillissements-
verordening S.1905-217 jo S.1906 – 348.
Sekalipun sejak Indonesia merdeka pada
tanggal 17 Agustus 1945 sampai saat
Faillissements-verordening tersebut diubah dan
ditambah, syaratsyarat kepailitan sebagaimana
ditentukan di dalam Pasal 1 peraturan
kepailitan tersebut tidak pernah
dipermasalahkan oleh dunia usaha.
Menurut Pasal 1 Faillissements-
verordening tersebut, syarat untuk dapat
mengajukan permohonan pailit adalah :
“setiap debitor yang berada dalam
keadaan berhenti membayar kembali
utang tersebut, baik atas permintaannya
sendiri maupun atas permintaan seorang
kreditor atau beberapa orang kreditornya,
dapat diadakan putusan oleh hakim yang
1 Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan, penerbit :
Grafiti, Jakarta, 2002, hlm. 29
menyatakan bahwa debitor yang
bersangkutan dalam keadaan pailit”2.
Syarat-syarat pailit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 Faillissements-
verordening tersebut hanya memberikan
kemungkinan untuk mengajukan permohonan
pailit terhadap debitor yang telah berada dalam
keadaan berhenti membayar kembali utang-
utangnya. Artinya, debitor tersebut telah dalam
keadaan insolven.Ketentuan mengenai syarat
pailit sebagaimana dimaksud sebelum diatur
dalam Faillissements-verordening, diatur dalam
ketentuan perundang-undangan yang terpisah
bagi pedagang.
Bagi pedagang termuat dalam peraturan
tentang ketidak mampuan pedagang, yakni
dalam Wet Boek van Koophandel (WvK), buku
ketiga yang berjudul van de voorziening in
geval van onvermogen van kooplieden. Sedang
bagi orang-orang bukan pedagang, termuat
dalam peraturan tentang keadaan nyata-nyata
tidak mampu, yakni dalam Reglement op de
Rechtsvordering (Rv), staatblad tahun 1847
nomor 52 juncto staatblad tahun 1949 nomor
63, buku ketiga, bab ketujuh yang berjudul Den
staat van kennelijk onvermogen Pasal 899
sampai dengan 915.
Dari sejarah sebelum diaturnya syarat-
syarat pailit dalam Faillissements-verordening,
meskipun masih terpisah, namun telah
menyatakan bahwa syarat untuk dapat
dinyatakan pailit, baik bagi pedagang maupun
bagi bukan pedagang, sebagaimana dapat
2 Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit., hlm. 28.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 9
ISSN : 2302-3791
dilihat dari kedua judul ketentuan syarat-
sayarat pailit yakni
WvK dan Rv yang berlaku pada waktu
itu, adalah tidak mempunyai (onvermogen)
seseorang untuk membayar utangnya.Setelah
tidak dipisahkan lagi ketentuan tentang syarat-
syarat pailit bagi pedagang dan bukan
pedagang, maka yang dimaksud dalam
Faillissements-verordening (Fv) dengan setiap
debitor yang dalam keadaan berhenti
membayar kembali utang, sebagaimana
termaktub dalam Pasal 1 Faillissements-
verordening, adalah setiap debitor yang dalam
keadaan berhenti membayar kembali utangnya,
karena tidak mampu membayar utangnya, yang
terjadi karena keadaan finansialnya atau aset
yang tidak cukup.
Sejak diberlakukannya undang-undang
Nomor 4 Tahun 1998 yang kemudian diganti
dengan undang-undang Nomor 37 Tahun 2004,
maka debitor yang masih dalam keadaan
solven-pun juga dapat dimohonkan oleh
kreditor untuk dinyatakan pailit asal memenuhi
syarat yang ditentukan dalam Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004. Berdasarkan
pasal tersebut, seorang debitor dapat
dinyatakan pailit jika mempunyai dua atau
lebih kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih.
Permasalahan mengenai syarat-syarat
pailit baru muncul setelah dibentuknya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1998 sebagaimana
kemudian telah diterima dan disahkan oleh
DPR menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1998. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998
tersebut bukan sekedar menggantikan
Faillissements-verordening tetapi mengubah
dan menambah isinya.Termasuk yang diubah
dari Faillissements-verordening adalah syarat-
syarat kepailitan yang disebutkan dalam Pasal 1
Faillissements-verordening.
Bunyi syarat-syarat kepailitan diubah
menjadi berbunyi :
“debitor yang mempunyai dua atau lebih
kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2, baik atas
permohonannya sendiri, maupun atas
permintaan seorang atau lebih kreditornya”.
Dengan diubahnya syarat-syarat pailit
tersebut, maka bukan hanya debitor insolven
saja yang dapat diputuskan pailit oleh
Pengadilan Niaga tetapi juga debitor yang
masih solven.Perubahan syarat-syarat pailit
tersebut telah menjadi ancaman bagi
perkembangan dunia usaha, yang lebih lanjut
tidak mustahil dapat menimbulkan bencana
bagi perekonomian nasional.
Sangat disayangkan, ternyata Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang yang menggantikan undang-
undang Nomor 4 Tahun 1998 masih
mengadopsi syarat-syarat pailit yang tidak
berbeda dengan syarat-syarat pailit menurut
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998
tersebut. Syarat-syarat pailit sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah
:“Debitor yang mempunyai dua atau lebih
kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan yang berwenang, baik atas
permohonannya sendiri, maupun atas
permohonan seorang atau lebih kreditornya”.
UUK dan PKPU memberikan peluang
bagi debitor maupun kreditor untuk
mengajukan upaya perdamaian. Upaya
perdamaian (accord) dapat diajukan oleh salah
satu pihak guna mengakhiri suatu perkara yang
sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu
perkara. Perdamaian (accord) dalam kepailitan
diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian
antara debitor pailit dengan para kreditor .
Debitur pailit berhak untuk menawarkan
perdamaian kepada seluruh kreditor
berpiutangnya bersama-sama.
Beberapa ketentuan menyangkut rencana
perdamaian dalam UUK dan PKPU diuraikan
berikut ini. Ketentuan dalam Pasal 145 UUK
dan PKPU menentukan:
a. Apabila Debitor Pailit mengajukan
rencana perdamaian dan paling lambat
8 (delapan) hari sebelum rapat
pencocokan piutang menyediakannya
di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat
dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 10
ISSN : 2302-3791
orang yang berkepentingan, rencana
perdamaian tersebut wajib dibicarakan
dan diambil keputusan segera setelah
selesainya pencocokan piutang, kecuali
dalam hal yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
147.
b. Bersamaan dengan penyediaan rencana
perdamaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) di Kepaniteraan
Pengadilan maka salinannya wajib
dikirimkan kepada masing-masing
anggota panitia kreditor sementara.
Pasal 146 UUK dan PKPU menentukan
bagi kurator dan panitia kreditor sementara
masing-masing wajib memberikan pendapat
tertulis tentang rencana perdamaian dalam
rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
145 UUK dan PKPU. Pembicaraan dan
keputusan mengenai rencana perdamaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145
UUK dan PKPU, ditunda sampai rapat
berikut yang tanggalnya ditetapkan oleh
Hakim Pengawas paling lambat 21 (dua
puluh satu) hari.
Kemudian Pasal 147 UUK dan PKPU
ditunda dalam hal :
“Apabila dalam rapat diangkat panitia
kreditor tetap yang tidak terdiri atas orang-
orang yang sama seperti panitia kreditor
sementara, sedangkan jumlah terbanyak
Kreditor menghendaki dari panitia kreditor
tetap pendapat tertulis tentang perdamaian
yang diusulkan tersebut; atau rencana
perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan
Pengadilan dalam waktu yang ditentukan,
sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang
hadir menghendaki pengunduran rapat.”
Kemudian dalam Pasal 148 UUK dan
PKPU menentukan :
“Dalam hal pembicaraan dan pemungutan
suara mengenai rencana perdamaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147
ditunda sampai rapat berikutnya, Kurator
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal rapat terakhir harus memberitahukan
kepada Kreditor yang diakui atau Kreditor
yang untuk sementara diakui yang tidak
hadir pada rapat pencocokan piutang dengan
surat yang memuat secara ringkas isi rencana
perdamaian tersebut”.
Kemudian dalam Pasal 149 UUK dan
PKPU ayat 1 dan 2 ditentukan :
Ayat 1 : “Pemegang gadai, jaminan fidusia,
hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan
atas kebendaan lainnya dan Kreditor yang
diistimewakan, termasuk Kreditor yang
mempunyai hak didahulukan yang dibantah,
tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan
dengan rencana perdamaian, kecuali apabila
mereka telah melepaskan haknya untuk
didahulukan demi kepentingan harta pailit
sebelum diadakannya pemungutan suara
tentang rencana perdamaian tersebut”.
Ayat 2 : “Dengan pelepasan hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mereka menjadi Kreditor konkuren, juga
dalam hal perdamaian tersebut tidak
diterima”.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan
tersebut di atas, diketahui bahwa upaya
perdamaian hanya berlaku terhadap kreditor
konkuren (bersaing). Menurut Sunarmi
hanya kreditor konkurenlah yang berhak
untuk mengeluarkan suara terhadap rencana
perdamaian yang ditawarkan oleh debitor
pailit. Kreditor separatis, kreditor preferen
dengan hak untuk didahulukan tidak berhak
memberikan suaranya dalam rapat tentang
rencana perdamaian tersebut.
Jika kreditor separatis dan kreditor
preferen memberikan suaranya dalam rapat
rencana perdamaian, maka berarti bahwa
kreditor tersebut telah melepaskan hak-hak
istimewanya sebagaimana dalam KUH
Perdata dan selanjutnya berubah menjadi
kreditor konkuren, meskipun jika pada
akhirnya rencana perdamaian tersebut tidak
diterima, kreditor ini tetap menjadi kreditor
konkuren.
sebagaimana telah disinggung
mengenai rencana perdamaian di atas, bahwa
yang menawarkan perdamaian dalam
kepailitan harus lah dari pihak si pailit
(debitor pailit). Diajukannya rencana
perdamaian ini oleh debitor pailit,
disebabkan oleh karena kemungkinan alasan-
alasan berikut ini :
a. Mungkin debitor pailit menawarkan
kepada kreditornya bahwa ia akan membayar
(sanggup membayar) dalam jumlah tertentu
dari utangnya (tidak dalam jumlah
keseluruhannya).
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 11
ISSN : 2302-3791
b. Mungkin debitor pailit akan
menawarkan akor likuidasi (liquidatie
accord) di mana debitor pailit menyediakan
hartanya bagi kepentingan para kreditornya
untuk dijual di bawah pengawasan seorang
pengawas (pemberes), dan hasil
penjualannya dibagi untuk para kreditor. Jika
hasil penjualan itu tidak mencukupi, maka
debitor pailit dibebaskan dari dalam hal
membayar sisa utang yang belum terbayar.
c. Mungkin debitor pailit menawarkan
untuk meminta penundaan pembayaran dan
diperbolehkan mengangsur utangnya untuk
beberapa waktu.
Sebagaimana telah disinggung di atas,
bahwa dalam pengajuan perdamaian pada
PKPU berbeda dengan pengajuan
perdamaian dalam kepailitan. Perbedaan
perdamaian antara perdamaian pada PKPU
dan perdamaian pada kepailitan dapat dilihat
dari segi waktu, penyelesaian, syarat
penerimaan, dan kekuatan mengikat. Dari
segi waktu, perdamaian pada PKPU diajukan
diajukan pada saat atau setelah permohonan
PKPU sedangkan perdamaian pada
kepailitan diajukan setelah adanya putusan
pailit dari majelis hakim pengadilan
niaga.Dari segi penyelesaian, pembicaraan
penyelesaian perdamaian dilakukan pada
sidang pengadilan yang memeriksa
permohonan PKPU sedangkan perdamaian
pada kepailitan dibicarakan pada saat
verifikasi (rapat pencocokan piutang) yaitu
setelah adanya putusan pailit.
Dari segi syarat penerimaan, syarat
penerimaan perdamaian pada PKPU harus
disetujui 2/3 jumlah kreditor yang diakui dan
mewakili 3/4 dari jumlah piutang.
Sedangkan perdamaian dalam kepailitan
harus disetujui oleh 1/2 kreditor konkuren
yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah seluruh piutang
konkuren yang diakui.Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 151 UUK dan PKPU yang
menentukan syarat berikut ini :
“Rencana perdamaian diterima apabila
disetujui dalam rapat Kreditor oleh lebih dari
1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren
yang hadir dalam rapat dan yang haknya
diakui atau yang untuk sementara diakui,
yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah seluruh piutang
konkuren yang diakui atau yang untuk
sementara diakui dari kreditor konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut”.
Selanjutnya dalam Pasal 152 UUK dan
PKPU ditentukan pula syarat-syarat dalam
hal :
“Apabila lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah
Kreditor yang hadir pada rapat Kreditor dan
mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua)
dari jumlah piutang Kreditor yang
mempunyai hak suara menyetujui untuk
menerima rencana perdamaian maka dalam
jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari
setelah pemungutan suara pertama diadakan,
diselenggarakan pemungutan suara kedua,
tanpa diperlukan pemanggilan.
“Pada pemungutan suara kedua,
Kreditor tidak terikat pada suara yang
dikeluarkan pada pemungutan suara
pertama”. Hasil dari rapat perundingan itu
kemudian dibuatkan berita acara yang
ditandatangani oleh hakim pengawas dan
penitera pengganti.
Dari segi kekuatan mengikat
perdamaian pada PKPU berlaku pada semua
kreditor sedangkan perdamaian pada
kepailitan hanya berlaku bagi kreditor
konkuren saja. Apakah perdamaian bisa
dilakukan setelah adanya putusan MA yang
menolak kasasi debitor pailit? Pada
prinsipnya UUK dan PKPU menjamin hak
debitor pailit untuk dapat menawarkan suatu
perdamaian kepada semua kreditor (Pasal
144 UUK dan PKPU) 3.
Akan tetapi, rencana perdamaian itu
harus diajukan oleh debitor pailit paling
lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat
pencocokan piutang dengan
menyediakannya di Kepaniteraan Pengadilan
Niaga. Rencana perdamaian tersebut wajib
dibicarakan dan diambil keputusan segera
setelah selesainya pencocokan piutang (Pasal
145 ayat 1 UUK dan PKPU). Dengan kata
lain, rencana perdamaian ini diajukan setelah
adanya putusan pailit terhadap debitor oleh
Pengadilan Niaga.
Memang debitor pailit diberikan hak
untuk melakukan upaya hukum yaitu kasasi
3 Rahayu Hartini, 2008. Hukum Kepailitan. Malang :
UMM Press : hal 175 )
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 12
ISSN : 2302-3791
ke MA (Pasal 11 ayat 1 UUK dan PKPU),
tetapi permohonan kasasi ini diajukan paling
lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal
putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan,
dengan mendaftarkan kepada Panitera
Pengadilan yang telah memutus permohonan
pernyataan pailit (Pasal 11 ayat 2 UUK dan
PKPU).Hal ini berarti rencana pengajuan
perdamaian tidak lagi dapat diajukan setelah
ada putusan dari MA yang menolak kasasi
yang diajukan oleh debitor pailit, karena
jangka waktu untuk pengajuan rencana
perdamaian telah lewat waktu. Rencana
pengajuan perdamaian dalam rangka
kepailitan hanya boleh dilakukan setelah
putusan pailit dijatuhkan Pengadilan Niaga
dan tidak boleh lewat dari 8 (delapan) hari
setelah jatuhnya putusan pailit.
Jadi, perdamaian tidak bisa dilakukan
setelah ada putusan MA yang menolak
kasasi debitor pailit. Kreditor yang telah
mengeluarkan suara menyetujui rencana
perdamaian atau Debitor Pailit, dapat
meminta kepada Pengadilan pembetulan
berita acara rapat dalam jangka waktu 8
(delapan) hari setelah tersedianya berita
acara rapat.
Selanjutnya menurut Pasal 156 UUK
“Dalam hal rencana perdamaian diterima
sebelum rapat ditutup, Hakim Pengawas
menetapkan hari sidang Pengadilan yang
akan memutuskan mengenai disahkan atau
tidaknya rencana perdamaian tersebut”.
Pengesahan oleh pengadilan seperti ini
disebut homologasi.
Sidang Pengadilan harus diadakan
paling singkat 8 (delapan) hari dan paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah
diterimanya rencana perdamaian dalam rapat
pemungutan suara atau setelah
dikeluarkannya penetapan Pengadilan dalam
hal terdapat kekeliruan.Selama sidang,
Kreditor dapat menyampaikan kepada
Hakim Pengawas alasan-alasan yang
menyebabkan mereka menghendaki
ditolaknya pengesahan rencana perdamaian.
Pada hari yang ditetapkan Hakim Pengawas
dalam sidang terbuka memberikan laporan
tertulis, sedangkan tiap-tiap Kreditor baik
sendiri maupun kuasanya, dapat menjelaskan
alasan-alasan yang menyebabkan ia
menghendaki pengesahan atau penolakan
perdamaian.
Dalam permohonan penetapan itu,
rencana perdamaian yang diajukan dapat
diterima atau bahkan ditolak oleh pengadilan
Alasan rencana perdamaian tersebut ditolak
antara lain (Pasal 159 ayat (2) UUK):
1. harta Debitor, termasuk benda untuk
mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu
benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang
disetujui dalam perdamaian;
2. pelaksanaan perdamaian tidak cukup
terjamin; dan/atau
3. perdamaian itu dicapai karena penipuan,
atau persekongkolan dengan satu atau lebih
Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain
yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan
apakah Debitor atau pihak lain bekerjasama
untuk mencapai hal ini.
Bila penolakan pengesahan perdamaian
itu terjadi, baik Kreditor yang menyetujui
rencana perdamaian maupun Debitor Pailit,
dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal
putusan Pengadilan diucapkan, dapat
mengajukan kasasi. Namun, bila yang terjadi
sebaliknya yang berarti rencana perdamaian
tersebut dikabulkan maka Kreditor yang
menolak perdamaian atau yang tidak hadir
pada saat diadakan pemungutan suara dan
Kreditor yang menyetujui perdamaian
setelah mengetahui bahwa perdamaian
tersebut dicapai dapat mengajukan kasasi
dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal
pengesahan tersebut diucapkan.
Perdamaian yang disahkan berlaku
bagi semua Kreditor yang tidak mempunyai
hak untuk didahulukan, dengan tidak ada
pengecualian, baik yang telah mengajukan
diri dalam kepailitan maupun tidak. Putusan
pengesahan perdamaian yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
merupakan atas hak yang dapat dijalankan
terhadap Debitor dan semua orang yang
menanggung pelaksanaan perdamaian
sehubungan dengan piutang yang telah
diakui, sejauh tidak dibantah oleh Debitor
Pailit. Dengan putusan perdamaian yang
telah berkekuatan hukum tetap itu pula,
maka kepailitan debitor dinyatakan berakhir.
Menurut Munir Fuady, ada 10 akibat
hukum yang terjadi dengan putusan
perdamaian itu, yaitu
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 13
ISSN : 2302-3791
1. Setelah perdamaian, kepailitan
berakhir.
2. Keputusan penerimaan perdamaian
mengikat seluruh kreditor konkuren
3. Perdamaian tidak berlaku bagi kreditor
separatis dan kreditor yang diistimewakan.
4. Perdamaian tidak boleh diajukan dua
kali.
5. Perdamaian merupakan alas hak bagi
debitor
6. Hak-hak kreditor tetap berlaku
terhadap guarantor dan rekan debitor
7. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap
benda-benda pihak ketiga.
Kewajiban debitor selanjutnya ialah
melaksanakan apa isi perdamaian dengan
baik, karena bila ia lalai melaksanakan isi
perdamaian maka kreditor bisa menuntut
pembatalan perdamaian yang bukan tidak
mungkin debitor kembali dalam keadaan
pailit. Dalam hal kepailitan dibuka kembali,
maka kali ini tidak dapat lagi ditawarkan
perdamaian. Kurator wajib seketika memulai
dengan pemberesan harta pailit.
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian hukum yang di lakukan
adalah penelitian Yuridis normatife (hukum
normatif) 4. Metode Penelitian Hukum
normatif adalah suatu prosedur penelitian
ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya. Oleh karena tipe penelitian
yang di gunakan adalah tipe penelitian
yuridis normatif, maka pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan perundang-
undangan 5 (statute approach) dan
Bahan hukum yang di pergunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bahan hukum primer yakni bahan hukum
terdiri dari perundang-undangan, catatan
resmi, atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan hakim.
Bahan sekunder adalah bahan hukum yang
diperoleh dari buku teks,jurnal-jurnal asing,
pendapat para sarjana dan kasus-kasus
hukum,serta symposium yang dilakukan para
4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,
Jakarta, UI Press, 1986, hlm.10 5 Peter Mahmud M., Penelitian Hukum, Kencana
Prenada Media Group: Jakarta, 2005, hal.96-97
pakar. Bahan Hukum tersier adalah bahan
hukum seperti kamus hukum, ensiklopedia
dan lain-lain.Maka dalam pengumpulan
bahan hukum penulis mengunakan studi
dokumen atau bahan pustaka dalam
penulisan skripsi ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemberlakuan. Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran
itang.Dengan diubahnya syarat-syarat pailit
tersebut, maka bukan hanya debitor insolven
saja yang dapat diputuskan pailit oleh
Pengadilan Niaga tetapi juga debitor yang
masih solven.Perubahan syarat-syarat pailit
tersebut telah menjadi ancaman bagi
perkembangan dunia usaha, yang lebih lanjut
tidak mustahil dapat menimbulkan bencana
bagi perekonomian nasional. Sangat
disayangkan, ternyata Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang yang
menggantikan undang-undang Nomor 4
Tahun 1998 masih mengadopsi syarat-syarat
pailit yang tidak berbeda dengan syarat-syarat
pailit menurut Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1998 tersebut.
Syarat-syarat pailit sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah :
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih
kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan yang berwenang, baik atas
permohonannya sendiri, maupun atas
permohonan seorang atau lebih kreditornya”.
UUK dan PKPU memberikan peluang
bagi debitor maupun kreditor untuk
mengajukan upaya perdamaian. Upaya
perdamaian (accord) dapat diajukan oleh
salah satu pihak guna mengakhiri suatu
perkara yang sedang berjalan atau mencegah
timbulnya suatu perkara. Perdamaian (accord)
dalam kepailitan diartikan sebagai suatu
perjanjian perdamaian antara debitor pailit
dengan para kreditor. Debitur pailit berhak
untuk menawarkan perdamaian kepada
seluruh kreditor berpiutangnya bersama-sama.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 14
ISSN : 2302-3791
Beberapa ketentuan menyangkut
rencana perdamaian dalam UUK dan PKPU
diuraikan berikut ini. Ketentuan dalam Pasal
145 UUK dan PKPU menentukan:
a. Apabila Debitor Pailit mengajukan
rencana perdamaian dan paling lambat 8
(delapan) hari sebelum rapat pencocokan
piutang menyediakannya di Kepaniteraan
Pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-
cuma oleh setiap orang yang berkepentingan,
rencana perdamaian tersebut wajib
dibicarakan dan diambil keputusan segera
setelah selesainya pencocokan piutang,
kecuali dalam hal yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147.
b. Bersamaan dengan penyediaan rencana
perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) di Kepaniteraan Pengadilan maka
salinannya wajib dikirimkan kepada masing-
masing anggota panitia kreditor sementara.
Pasal 146 UUK dan PKPU menentukan
bagi kurator dan panitia kreditor sementara
masing-masing wajib memberikan pendapat
tertulis tentang rencana perdamaian dalam
rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145
UUK dan PKPU. Pembicaraan dan keputusan
mengenai rencana perdamaian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 145 UUK dan PKPU,
ditunda sampai rapat berikut yang tanggalnya
ditetapkan oleh Hakim Pengawas paling
lambat 21 (dua puluh satu) hari.
Kemudian Pasal 147 UUK dan PKPU
ditunda dalam hal :
“Apabila dalam rapat diangkat panitia
kreditor tetap yang tidak terdiri atas orang-
orang yang sama seperti panitia kreditor
sementara, sedangkan jumlah terbanyak
Kreditor menghendaki dari panitia kreditor
tetap pendapat tertulis tentang perdamaian
yang diusulkan tersebut; atau rencana
perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan
Pengadilan dalam waktu yang ditentukan,
sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang
hadir menghendaki pengunduran rapat.”
Kemudian dalam Pasal 148 UUK dan
PKPU menentukan :
“Dalam hal pembicaraan dan pemungutan
suara mengenai rencana perdamaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147
ditunda sampai rapat berikutnya, Kurator
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal rapat terakhir harus memberitahukan
kepada Kreditor yang diakui atau Kreditor
yang untuk sementara diakui yang tidak hadir
pada rapat pencocokan piutang dengan surat
yang memuat secara ringkas isi rencana
perdamaian tersebut”.
Kemudian dalam Pasal 149 UUK dan
PKPU ayat 1 dan 2 ditentukan :
Ayat 1 : “Pemegang gadai, jaminan fidusia,
hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan
atas kebendaan lainnya dan Kreditor yang
diistimewakan, termasuk Kreditor yang
mempunyai hak didahulukan yang dibantah,
tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan
dengan rencana perdamaian, kecuali apabila
mereka telah melepaskan haknya untuk
didahulukan demi kepentingan harta pailit
sebelum diadakannya pemungutan suara
tentang rencana perdamaian tersebut”.
Ayat 2 : “Dengan pelepasan hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mereka
menjadi Kreditor konkuren, juga dalam hal
perdamaian tersebut tidak diterima”.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan
tersebut di atas, diketahui bahwa upaya
perdamaian hanya berlaku terhadap kreditor
konkuren (bersaing). Menurut Sunarmi hanya
kreditor konkurenlah yang berhak untuk
mengeluarkan suara terhadap rencana
perdamaian yang ditawarkan oleh debitor
pailit. Kreditor separatis, kreditor preferen
dengan hak untuk didahulukan tidak berhak
memberikan suaranya dalam rapat tentang
rencana perdamaian tersebut.
Jika kreditor separatis dan kreditor
preferen memberikan suaranya dalam rapat
rencana perdamaian, maka berarti bahwa
kreditor tersebut telah melepaskan hak-hak
istimewanya sebagaimana dalam KUH
Perdata dan selanjutnya berubah menjadi
kreditor konkuren, meskipun jika pada
akhirnya rencana perdamaian tersebut tidak
diterima, kreditor ini tetap menjadi kreditor
konkuren.
Sebagaimana telah disinggung
mengenai rencana perdamaian di atas, bahwa
yang menawarkan perdamaian dalam
kepailitan harus lah dari pihak si pailit
(debitor pailit). Diajukannya rencana
perdamaian ini oleh debitor pailit, disebabkan
oleh karena kemungkinan alasan-alasan
berikut ini :
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 15
ISSN : 2302-3791
a. Mungkin debitor pailit menawarkan
kepada kreditornya bahwa ia akan
membayar (sanggup membayar) dalam
jumlah tertentu dari utangnya (tidak dalam
jumlah keseluruhannya).
b. Mungkin debitor pailit akan menawarkan
akor likuidasi (liquidatie accord) di mana
debitor pailit menyediakan hartanya bagi
kepentingan para kreditornya untuk dijual
di bawah pengawasan seorang pengawas
(pemberes), dan hasil penjualannya dibagi
untuk para kreditor. Jika hasil penjualan
itu tidak mencukupi, maka debitor pailit
dibebaskan dari dalam hal membayar sisa
utang yang belum terbayar.
c. Mungkin debitor pailit menawarkan untuk
meminta penundaan pembayaran dan
diperbolehkan mengangsur utangnya
untuk beberapa waktu.
Sebagaimana telah disinggung di atas,
bahwa dalam pengajuan perdamaian pada
PKPU berbeda dengan pengajuan perdamaian
dalam kepailitan. Perbedaan perdamaian
antara perdamaian pada PKPU dan
perdamaian pada kepailitan dapat dilihat dari
segi waktu, penyelesaian, syarat penerimaan,
dan kekuatan mengikat. Dari segi waktu,
perdamaian pada PKPU diajukan diajukan
pada saat atau setelah permohonan PKPU
sedangkan perdamaian pada kepailitan
diajukan setelah adanya putusan pailit dari
majelis hakim pengadilan niaga.Dari segi
penyelesaian, pembicaraan penyelesaian
perdamaian dilakukan pada sidang pengadilan
yang memeriksa permohonan PKPU
sedangkan perdamaian pada kepailitan
dibicarakan pada saat verifikasi (rapat
pencocokan piutang) yaitu setelah adanya
putusan pailit.
Dari segi syarat penerimaan, syarat
penerimaan perdamaian pada PKPU harus
disetujui 2/3 jumlah kreditor yang diakui dan
mewakili 3/4 dari jumlah piutang. Sedangkan
perdamaian dalam kepailitan harus disetujui
oleh 1/2 kreditor konkuren yang mewakili
paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah
seluruh piutang konkuren yang diakui.Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 151 UUK dan PKPU
yang menentukan syarat berikut ini :
“Rencana perdamaian diterima apabila
disetujui dalam rapat Kreditor oleh lebih dari
1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren
yang hadir dalam rapat dan yang haknya
diakui atau yang untuk sementara diakui,
yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga)
dari jumlah seluruh piutang konkuren yang
diakui atau yang untuk sementara diakui dari
kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir
dalam rapat tersebut”.
Selanjutnya dalam Pasal 152 UUK dan
PKPU ditentukan pula syarat-syarat dalam
hal :
“Apabila lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah
Kreditor yang hadir pada rapat Kreditor dan
mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari
jumlah piutang Kreditor yang mempunyai hak
suara menyetujui untuk menerima rencana
perdamaian maka dalam jangka waktu paling
lambat 8 (delapan) hari setelah pemungutan
suara pertama diadakan, diselenggarakan
pemungutan suara kedua, tanpa diperlukan
pemanggilan.
“Pada pemungutan suara kedua, Kreditor
tidak terikat pada suara yang dikeluarkan
pada pemungutan suara pertama”. Hasil dari
rapat perundingan itu kemudian dibuatkan
berita acara yang ditandatangani oleh hakim
pengawas dan penitera pengganti.
Dari segi kekuatan mengikat
perdamaian pada PKPU berlaku pada semua
kreditor sedangkan perdamaian pada
kepailitan hanya berlaku bagi kreditor
konkuren saja. Apakah perdamaian bisa
dilakukan setelah adanya putusan MA yang
menolak kasasi debitor pailit? Pada
prinsipnya UUK dan PKPU menjamin hak
debitor pailit untuk dapat menawarkan suatu
perdamaian kepada semua kreditor (Pasal 144
UUK dan PKPU).
Akan tetapi, rencana perdamaian itu
harus diajukan oleh debitor pailit paling
lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat
pencocokan piutang dengan menyediakannya
di Kepaniteraan Pengadilan Niaga. Rencana
perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan
diambil keputusan segera setelah selesainya
pencocokan piutang (Pasal 145 ayat 1 UUK
dan PKPU). Dengan kata lain, rencana
perdamaian ini diajukan setelah adanya
putusan pailit terhadap debitor oleh
Pengadilan Niaga.
Memang debitor pailit diberikan hak
untuk melakukan upaya hukum yaitu kasasi
ke MA (Pasal 11 ayat 1 UUK dan PKPU),
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 16
ISSN : 2302-3791
tetapi permohonan kasasi ini diajukan paling
lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal
putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan,
dengan mendaftarkan kepada Panitera
Pengadilan yang telah memutus permohonan
pernyataan pailit (Pasal 11 ayat 2 UUK dan
PKPU).Hal ini berarti rencana pengajuan
perdamaian tidak lagi dapat diajukan setelah
ada putusan dari MA yang menolak kasasi
yang diajukan oleh debitor pailit, karena
jangka waktu untuk pengajuan rencana
perdamaian telah lewat waktu. Rencana
pengajuan perdamaian dalam rangka
kepailitan hanya boleh dilakukan setelah
putusan pailit dijatuhkan Pengadilan Niaga
dan tidak boleh lewat dari 8 (delapan) hari
setelah jatuhnya putusan pailit.
Jadi,perdamaian tidak bisa dilakukan
setelah ada putusan MA yang menolak kasasi
debitor pailit. Kreditor yang telah
mengeluarkan suara menyetujui rencana
perdamaian atau Debitor Pailit, dapat
meminta kepada Pengadilan pembetulan
berita acara rapat dalam jangka waktu 8
(delapan) hari setelah tersedianya berita acara
rapat.
Selanjutnya menurut Pasal 156 UUK
“Dalam hal rencana perdamaian diterima
sebelum rapat ditutup, Hakim Pengawas
menetapkan hari sidang Pengadilan yang akan
memutuskan mengenai disahkan atau
tidaknya rencana perdamaian tersebut”.
Pengesahan oleh pengadilan seperti ini
disebut homologasi.
Sidang Pengadilan harus diadakan
paling singkat 8 (delapan) hari dan paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah
diterimanya rencana perdamaian dalam rapat
pemungutan suara atau setelah
dikeluarkannya penetapan Pengadilan dalam
hal terdapat kekeliruan.Selama sidang,
Kreditor dapat menyampaikan kepada Hakim
Pengawas alasan-alasan yang menyebabkan
mereka menghendaki ditolaknya pengesahan
rencana perdamaian. Pada hari yang
ditetapkan Hakim Pengawas dalam sidang
terbuka memberikan laporan tertulis,
sedangkan tiap-tiap Kreditor baik sendiri
maupun kuasanya, dapat menjelaskan alasan-
alasan yang menyebabkan ia menghendaki
pengesahan atau penolakan perdamaian.
Dalam permohonan penetapan itu,
rencana perdamaian yang diajukan dapat
diterima atau bahkan ditolak oleh pengadilan
Alasan rencana perdamaian tersebut ditolak
antara lain (Pasal 159 ayat (2) UUK):
1. harta Debitor, termasuk benda untuk
mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu
benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang
disetujui dalam perdamaian;
2. pelaksanaan perdamaian tidak cukup
terjamin; dan/atau
3. perdamaian itu dicapai karena
penipuan, atau persekongkolan dengan satu
atau lebih Kreditor, atau karena pemakaian
upaya lain yang tidak jujur dan tanpa
menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain
bekerjasama untuk mencapai hal ini.
Bila penolakan pengesahan perdamaian
itu terjadi, baik Kreditor yang menyetujui
rencana perdamaian maupun Debitor Pailit,
dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal
putusan Pengadilan diucapkan, dapat
mengajukan kasasi. Namun, bila yang terjadi
sebaliknya yang berarti rencana perdamaian
tersebut dikabulkan maka Kreditor yang
menolak perdamaian atau yang tidak hadir
pada saat diadakan pemungutan suara dan
Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah
mengetahui bahwa perdamaian tersebut
dicapai dapat mengajukan kasasi dalam waktu
8 (delapan) hari setelah tanggal pengesahan
tersebut diucapkan.
Perdamaian yang disahkan berlaku
bagi semua Kreditor yang tidak mempunyai
hak untuk didahulukan, dengan tidak ada
pengecualian, baik yang telah mengajukan
diri dalam kepailitan maupun tidak. Putusan
pengesahan perdamaian yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
merupakan atas hak yang dapat dijalankan
terhadap Debitor dan semua orang yang
menanggung pelaksanaan perdamaian
sehubungan dengan piutang yang telah diakui,
sejauh tidak dibantah oleh Debitor Pailit.
Dengan putusan perdamaian yang telah
berkekuatan hukum tetap itu pula, maka
kepailitan debitor dinyatakan berakhir.
Menurut Munir Fuady, ada 10 akibat
hukum yang terjadi dengan putusan
perdamaian itu, yaitu
1. Setelah perdamaian, kepailitan berakhir.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 17
ISSN : 2302-3791
2. Keputusan penerimaan perdamaian
mengikat seluruh kreditor konkuren
3. Perdamaian tidak berlaku bagi kreditor
separatis dan kreditor yang diistimewakan.
4. Perdamaian tidak boleh diajukan dua kali.
5. Perdamaian merupakan alas hak bagi
debitor
6. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap
guarantor dan rekan debitor
7. Hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap
benda-benda pihak ketiga.
Kewajiban debitor selanjutnya ialah
melaksanakan apa isi perdamaian dengan baik,
karena bila ia lalai melaksanakan isi
perdamaian maka kreditor bisa menuntut
pembatalan perdamaian yang bukan tidak
mungkin debitor kembali dalam keadaan pailit.
Dalam hal kepailitan dibuka kembali, maka kali
ini tidak dapat lagi ditawarkan perdamaian.
Kurator wajib seketika memulai dengan
pemberesan harta pailit .
1. KESIMPULAN Secara singkat mengenai penjelasan
tentang PENGATURAN PERKARA
KEPAILITAN menurut Undang – undang
nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan.
Dalam penyelesaian perkara kepailitan
tentu diusahakan perdamaian sebagaimana
dalam Hukum Acara Perdata yang bersumber
dari HIR menyatakan bahwa dalam
menyelesaikan perkara hakim wajib
mengusahakan perdamaian terlebih dahulu.
dalam perkara kepailitan perdamaian tidak
diusahakan di awal, karena hakim hanya
diberi waktu 60 hari untuk mengeluarkan
putusan. dengan waktu yang sesingkat itu
tidaklah mungkin diusahakan perdamaian
terlebih dahulu.
Secara singkat Akibat Hukum Putusan
Kepailitan menurut Undang – undang nomor
37 tahun 2004 Tentang Kepailitan.
Sesuai Pasal 24 ayat 1, 2, 3 dan 4
Undang – Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran berbunyi sebagai
berikut :
Ayat 1 : Debitur demi hukum kehilangan
haknya untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya yang
termasuk dalam harta pailit, sejak
tanggal putusan pernyataan pailit
diucapkan.
Ayat 2 : tanggal putusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung
sejak pukul 00.00. waktu setempat.
Ayat 3 : dalam hal sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan telah
dilaksanakan transfer dan melalui
bank atau lembaga selain bank pada
tanggal putusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), transfer
tersebut wajib diteruskan.
Ayat 4 : dalam hal sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan telah
dilaksanakan transaksi efek di bursa
efek maka transaksi tersebut wajib
diselesaikan.
Pasal 31 ayat 1,2, dan 3 Undang – Undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran berbunyi sebagai berikut :
Ayat 1 : Putusan pernyataan pailit berakibat
bahwa segala penetapan pelaksanaan
pengadilan terhadap sebagian dari
kekayaan Debitur yang telah dimulai
sebelum kepailitan, harus dihentikan
seketika dan sejak itu tidak ada suatu
putusan yang dapat dilaksanakan
termasuk atau juga dengan
menyandera Debitur.
Ayat 2 : Semua penyitaan yang telah
dilakukann menjadi hapus dan jika
diperlukan hakim pengawas harus
memerintahkan pencoretannya.
Ayat 3 : Dengan tidak mengurangi berlakunya
ketentuan sebagaimanadimaksud
dalam pasal 93, Debitur yang sedang
dalam penahanan harus dilepaskan
seketika setelah Putusan Pernyataan
Pailit diucapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu Hartini, 2008. Hukum Kepailitan.
Malang : UMM Press : hal 175 )
Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan,
penerbit : Grafiti, Jakarta, 2002, hlm. 29
Munir Fuady.1999.Hukum Pailit dalam Teori
dan Praktek. Bandung : Citra Aditya
Bakti : Hal 118 – 119
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian
Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hlm.10
Peter Mahmud M., Penelitian Hukum, Kencana
Prenada Media Group: Jakarta, 2005,
hal.96-97
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 18
ISSN : 2302-3791
Peraturan Perundang-Undangan :
KUHP PERDATA BW.
KUHD.
UNDANG – UNDANG NO.37 TAHUN 2004
tentang KEPAILITAN &
PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG.
PP NO. 10 TAHUN 2005 tentang
PERHITUNGAN JUMLAH HAK
SUARA KREDITOR.
Internet :
http://bisdan-
sigalingging.blogspot.com/2014/10/upay
a-perdamaian-dalam-hukum-
kepailitan.html
http://click-
gtg.blogspot.com/2011/04/berakhirnya-
kepailitan.html
http://www.scribd.com/doc/90625583/
BERAKHIRNYA-KEPAILITAN#scri
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 19
ISSN : 2302-3791
PERSEPSI WARGA NAHDLATUL ULAMA (NU)
LAMONGAN TERHADAP POLITIK
(Study Kasus Di Desa Sarirejo Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan )
Moh. Sa’diyin *)
ABSTRAKSI
Nahdatul Ulama disingkat NU, yang merupakan suatu jam’iyah Diniyah
Islamiyah yang berarti Organisasi Keagamaan Islam. Didirikan di Surabaya pada tanggal 31
Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H. organisasi berkembang pesat yang beranggotakan kurang
Lebih 78 juta. Pasca Orde Baru, Organisasi ini membidani lahirnya Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB). Dengan alasan sebagai wadah politik bagi warga NU.
Setelah itu perjalanan NU dan PKB tampak kabur bahwa NU mulai memasuki
kembali political sphere, setelah berjalanya waktu, wilayah politik mulai menggeser peran
utama NU, apalagi ditunjukan dengan atraksi politisi NU yang meninggalkan jauh dari
karakteristik ajaran Ahlusunah Waljamaah yaitu menjaga, membentengi, mengembangkan dan
melestarikan ajaran Islam menurut pemahaman أهل الّسنّة والجماعة di muka bumi.
Banyak persoalan yang dihadapi oleh warga NU tidak diselesaikan, mereka hanya
mengajar kekuasaan dan materi semata. Kondisi seperti menjadikan para politisi NU yang
menang tapi yang dikalahkan adalah warga NU, punya politisi dari kalangan NU atau tidak
sama saja, justru Mereka merasa dibohongi hnya dijadikan amunisi untuk kemenangan
sajasetelah itu ditinggalkan.
Kondisi seperti inilah yang menyebabkan presepsi waga NU tentang politik adalah
suatu yang kotor, hina dan menjijikan, arga NU kalau mempunyai presepsi seperti ini tidaklah
salah karena mereka diberi ontoh tokoh-tokoh politiknya yang tidak baik.
Kata kunci : Persepsi warga NU, politik, Ahlussunnah waljama’ah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nahdatul Ulama disingkat NU, yang
merupakan suatu jam’iyah Diniyah Islamiyah yang
berarti Organisasi Keagamaan Islam. Didirikan di
Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M/16
Rajab 1344 H. Organisasi ini merupakan salah satu
organisasi terbesar di Indonesia. NU
mempersatukan solidaritas ulama tradisional dan
para pengikut mereka yang berfaham salah satu
dari empat mazhab Fikih Islam Sunni terutama
Mazhab Syafi’i. Basis sosial Nu dahulu dan kini
terutama masih berada di pesantren.
Kebangkitan sebagian pemuda Islam
Indonesia untuk membentuk organisasi pendidikan
dan dakwah, seperti Nahdatul
Wathan (Kebangkitan tanah air), dan Taswirul
Afkar (potret pemikiran). Kedua organisasi dirintis
bersama oleh Abdul Wahab Hasbullah dan Mas
Mansur organisasi inilah yang menjadi cikal bakal
lahirnya NU, tujuan dilahirkanya NU adalah;
meningkatkan hubungan antar ulama Sunni,
menyesuaikan kitab-kitab pesantren dengan ajaran
ahlusunnah wal-jama’ah, dakwah Islam ala
Aswaja, Mendirikan Madrasah, tempat ibadah, dan
pondok pesantren, mengurus yatim piatu dan fakir
miskin dan membentuk organisasi untuk
memajukan pertanian, perdagangan, dan industri
yang halal menurut hukum Islam. Anehnya pada
Pasca Orde Baru, Organisasi ini membidani
lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dengan alasan sebagai wadah politik bagi warga
NU,
Setelah itu perjalanan NU dan PKB tampak
kabur ketika dihadapkan pada realitas perpolitikan
yang ditunjukkan oleh organisasi NU dan waganya
secara umum sehingga menunjukan bahwa NU
mulai memasuki kembali political sphere.
Munculnya kecenderungan pergeseran
perilaku politik kultural ke arah politik praktis
diikuti dari pusat sampai ke bawah, termasuk di
Lamongan khususnya Desa Sarirejo kecamatan
sarirejo lebih banyak bergesekan dengan wilayah
politik praktis seperti kepentingan untuk
menguasai pos-pos kekuasaan strategis dalam
pemerintahan, Bahkan, di lingkungan NU
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 20
ISSN : 2302-3791
Lamongan khususnya kecamatan sarirejo tampak
adanya kevakuman aktivitas-aktivitas yang
bercorak sosial-keagaamaan, sehingga muncul
anggapan bahwa politik sebagai rana kehidupan
yang kotor, oleh sebab itu pemahaman politik yang
beretika harus segera disosialisasikan dan
ditekankan kepada warga NU di desa Sarirejo
kecamatan sarirejo agar kesalah pemahaman
tentang hakikat politik bisa segera diluruskan.
Tujuan Penelitian.
Tujuan daripada penelitian ini adalah untuk
mengetahui persepsi dan pemahaman warga NU di
Desa Sarirejo tentang Politik.
Manfaat Penelitian.
Dengan dilakukannya penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
berbagai fihak yang berkepentingan, antara lain :
Penulis sendiri, dengan melakukan penelitian ini
dapat menambah pengetahuan dan kepekaan
penulis terhadap permasalahan sekitar.
Pemerintah atau pihak-pihak terkait, agar bisa
memberikan gambaran dan informasi tentang
bagaimana persepsi warga (NU) Desa Sarirejo
sekarang terhadap politik, Pembaca diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai makna
politik yang sebenarnya.
TINJAUAN PUSTAKA\
Pengertian NU Nahdatul Ulama disingkat NU, yang berasal
dari kata bahasa arab ”Nahdlotul Ulama” yang
artinya Kebangkitan para Ulama. merupakan
suatu jam’iyah Diniyah Islamiyah yang berarti
Organisasi Keagamaan Islam. Didirikan di
Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M/16
Rajab 1344 H. Organisasi ini merupakan salah satu
organisasi terbesar di Indonesia dewasa ini. NU
mempersatukan solidaritas ulama tradisional dan
para pengikut mereka yang berfaham salah satu
dari empat mazhab Fikih Islam Sunni terutama
Mazhab Syafi’i. Basis sosial Nu dahulu dan kini
terutama masih berada di pesantren.
Politik Islam Ala Annahdliyah
NU merupakan جمعيّة دينيّة إجتماعيّة (organisasi
keagamaan yang bersifat sosial). Sebagai
organisasi keagamaan Islam, tugas utama NU
adalah menjaga, membentengi, mengembangkan
dan melestarikan ajaran Islam menurut
pemahaman أهل الّسنّة والجماعة di muka bumi.
Tantangan besar bagi NU, di era
keterbukaan yang memberi peluang masuknya
aliran-aliran dan kelompok-kelompok keagamaan
yang cenderung memanfaatkan kebebasan untuk
mencaci maki dan menyesat-nyesatkan (تضليل),
bahkan menkafir-kafirkan (تكفير) terhadap pihak
lain yang berbeda pemahaman keagamaan dengan
dirinya.
Padahal seharusnyalah era keterbukaan dan
kebebasan membuat setiap kelompok semakin
memantapkan sikap toleran (تسامح) dalam
menyikapi perbedaan.
Menghadapi kenyataan yang tidak
menggembirakan tersebut, menjadi tugas PBNU
untuk menggerakkan secara optimal perangkat
organisasi yang terkait dengan fungsi menjaga,
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam
ASWAJA, dengan mengoptimalkan peran dan
kinerja Lembaga Dakwah NU (LDNU), Lembaga
Takmir Masjid NU (LTMNU) dan Lajnatut-Ta’lif
wan-Nasyr NU (LTNNU). Dengan
pendekatanحكمة dan وعظة حسنة dapat dipelihara
kelangsungan ajaran ASWAJA, tanpa harus
terlibat dalam tindakan-tindakan anarkhis yang
sangat merugikan citra paham ASWAJA
Sebagai organisasi sosial, NU harus
mencurahkan perhatiannya secara serius pada
bidang sosial, seperti ekonomi, kesehatan,
pendidikan, pertanian dan lain-lain yang menjadi
problem kehidupan masyarakat. NU sebagai
lembaga, harus steril dari politik semacam itu.
Kepedulian NU terhadap politik diwujudkan dalam
peran politik Kebangsaan/ yakni ,( سياسة عالية سامية
politik kebangsaan, kerakyatan dan etika
berpolitik.
Politik kebangsaan berarti NU
harus إستقامة dan proaktif mempertahankan NKRI
sebagai wujud final negara Indonesia. Politik
kerakyatan antara lain bermakna NU harus aktif
memberikan penyadaran tentang hak-hak dan
kewajiban rakyat, melindungi dan membela
mereka dari perlakuan sewenang-wenang dari
pihak manapun.
Dengan menjaga NU untuk bergerak pada
tataran politik kebangsaan, jalinan persaudaraan di
lingkungan warga NU ( dapat (أخّىة نهضيّة
terpelihara. Sebaliknya,manakala NU secara
kelembagaan telah diseret ke pusaran politik
praktis, أخّىة نهضيّة akan tercabik-cabik,
karenanya نعىذ باهلل من ذلك! Oleh karena itu,
sinyalemen adanya Rais Syuriyah dan Ketua
Tanfidziyah di beberapa daerah yang dicalegkan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 21
ISSN : 2302-3791
dan lain sebagainya, wajib mendapatkan respons
yang sungguh-sungguh dari Rapat Pleno ini, sesuai
dengan ketentuan AD/ART tentang larangan
rangkap jabatan.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Metode penelitian ini adalah menggunakan
metode kualitatif dengan menggunakan jenis
penelitian deskriptif analitis yaitu menguraikan.
Adapun Langkah-langkah penelitiannya adalah
sebagai berikut : Pertama Menelaah keseluruhan
data yang ada.Kedua Seleksi data, yaitu
merangkum, menyusun dan memilih hal-hal
pokok. Ketiga menafsirkan data, dengan tujuan
memperoleh gambaran keseluruhan atau bagian-
bagain tertentu dari data, sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan.
Sumber Data
Data di dapatkan dari dua sumber yaitu data Primer
data yang diperoleh i secara langsung dari
sumbernya, sekunder data yang diperoleh secara
tidak langsung dari objek penelitian, meliputi
kajian pustaka / buku-buku, laporan-laporan-
literatur yang berkaitan dengan penelitian
Teknis Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :Observasi, yaitu
teknik pengumpulan data dengan melakukan
pencatatan dan pengamatan secara langsung
terhadap obyek penelitian. Wawancara, Peneliti
menanyakan kepada responden, kemudian hasilnya
dicatat sebagai informasi penting dalam penelitian,
tanya jawab dilakukan secara interaktif maupun
secara sepihak saja. Dokumentasi, merupakan
teknik pengumpulan data lewat dokumen-dokumen
yang relevan
HASIL PENELITIAN
Geografis Desa
Secara adminitrasi, Desa Sarirejo terletak di
wilayah Kecamatan Sarirejo Kabupaten
Lamongan.Topografi desa ini berada diketinggian
118 mm. dengan luas 343,1 Ha. Sebagian besar
daerah ini terdiridari wilayah persawahan
selebihnya untuk Ladang, perkiman, kantor dan
sekolahan. Penduduk dari desa sejumlah 2250
jiwa, mata pencaharian mereka sebagian besar di
wilayah pertanian sebanyak 1763 selebihnya
menjadi buruh, guru, guru, pedagang dan profesi
lainya.
Sarana sosial
Desa Sarirejo juga sudah terdapat berapa
sarana sosial seperti tempat ibadah, Masji ada 4
Buah, Musolla 22 buah. Lembaga Pendidikan
formal mulai TK PUD Samapai SD/MI 8 lembaga,
sedangkan untuk lembaga Non-formal ada 1
PonPest dan TPQ 4 Lembaga. Untuk bidang
kesehatan terdapat Poskesdes 1 buah, Posyandu 3
buah dan balai kesehatan 1 buah
Organisasi Pemerintahan Desa
Susunan pemerintahan desa peraturan desa
nomor 03 tahun 2008 tentang Susunan organisasi
dan tata kerja pemerintahan desa Sarirejo, terdiri
dari: kepala Desa dijabat oleh Sholeh harun, sekdes
oleh nur Syifa’, Kaur Umum oleh Hanim Mufatin,
Kaur pemerintahan Oleh abd. Rokhim, Kasi
Pemerintahan oleh Sulaiman, Kasi pembangunan
tasrib oleh , kasi kesejahteraan masyarakat oleh
munif, Kasi Trantib oleh Waji kasi pemb.
Perempuan oleh siti aisiyah SE. Begitu Pula
organisasi lembaga BPD terdiri dari, ketua, wakil
ketua sekretaris dan ketua bidang yang jumlah
seluruhnya sebanyak 9 anggota.
Kelembagaan Masyarakat Desa
Di desa Sarirejo ini terdapat beberapa
kelembagaan diantaranya adalah Lembaga
Pemberdayaan masyarakat atau LPM, dan
Pembinaan Kesejahtraan Keluarga atau PKK,
LPM mempunyai tugas untuk merencanakan
pembangunan yang didasarkan atas asas
musyawarah, mengerakkan dan meningkatkan
prakasa dan partisipasi masyarakat, baik yang
berasal dari kegiatan pemerintah maupun swadaya
gotong royong masyarakat. Susunan organisasi
antara lain ketua oleh Sukarso, wakil Ketua oleh
suhadak, sekretaris oleh M Hamami dan dibantu
oleh 6 anggota yaitu Abd. Rokim,H. Nasiran.H.
Muhammad dan timan, Ruslan dan Sulkhan.
Sedangkan untuk PKK tujuannya adalah
melakukan Pembinaan dan pembimbingan untuk
ibu-ibu atau calon ibu dalam meningkatkan
ketrampilan, susunan organisasi lembaga ini terdiri
dari ketua oleh hastuti, wakil ketua oleh Marfuah,
bendahara olehJuariyah dibantu oleh 4 Pokja yang
masing-masing Pokja mempunyai ketua, wakil
ketua dan dibantu oleh seksi bidang dan 1 anggota
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 22
ISSN : 2302-3791
HASIL PENELITIAN
Sejarah Berdirinya Jam’iyah NU Desa Sarirejo
Jauh sebelum organisasi (jamiyah) NU
didesa sarirejo berdiri, telah berkembang
komunitas (jama’ah) muslim yang mengikuti
paham keagamaan Ahlussunah Wal Jama’ah
(sunni) KH. Ach. Rois (Alm) disebut-sebut sebagai
sosok utama perintis dan pengembang islam sunni
pertama yang kelak menjadi embrio kelahiran NU
desa sarirejo
Sepeninggal KH. Ach. Rois pada tahun 1982
M. pengembangan NU desa sarirejo dipegang oleh
K. Abdurrahman Alm (dusun gendot desa sarirejo)
K. Ach Kholil Alm (dusun kradenan desa sarirejo)
KH. Ishaq Alm (dusun gendot desa sarirejo).
Praktis, pada masa ini sampai akhir tahun 1990 an
menjadi era perjuangannya para santri KH. Ach.
Rois dalam mengembangkan NU di desa sarirejo
sampai sekarang.
Struktur Jam’iyah NU Ranting Sarirejo
Struktur organiasasi NU Ranting Desa
Sarirejo sebagai berikut ; Rois’am Oleh Tkrib,
Ketua Tanfidziyah oleh M. Samsuri, SH dibantu
wakil ketua oleh: H. Suraji, S.Pd.I dan didampingi
oleh sekretaris Abd. Wahid, S.Pd.I dan Wakil
Sekretaris Syaichul Amin,S.Pd serta Bendahara
H. Nur Cholis, SH.
Selain itu terdapat bidang-bidang antara lain:
Organisasi dipegang oleh Fahrul Husaini, bidang
Pendidikan dan Kaderisasi oleh Asnan Spd, bidang
Sosial, Kependudukan dan Lingkungan Hidup oleh
Khoirul Huda, bidang kesehatan oleh Abd.
Ghozali, bidang dakwah oleh H. Sholik, bidang
Ekonomi, Koperasi dan Agrobisnis oleh Abd.
Rokim dan bidang Tenaga Kerja oleh Farid Hasim
Jenis Kegiatan Jam’iyyah NU Desa Sarirejo
Kegiatan NU Ranting Desa Sarirejo
diletakan dimasing-masing Dusun yang meliputi
dusun Gendot, Gedondong dan Kradenan, kegiatan
ini berupa jamaah tahlil istighosah, yasinan dan
pengajian-pengajian rutin yang diadakan pada hari-
hari tertentu, Kegiatan ini dilaksakan oleh semua
lapisan masyarakat dusun gendot (jama’ah laki-
laki) setiap hari kamis malam jum’at di masjid dan
tiap mushollah serta rumah warga apabila ada yang
meminta sedangkan untuk kegiatan yang dilakukan
oleh Muslimat dan fatayat setiap hari kamis malam
Jumat di tiap musholla, untuk Kegiatan Ishari
dilakukan oleh kaum laki-laki setiap hari sabtu
malam minggudi masjid
Persepsi Warga NU Desa Sarirejo terhadap
Politik Dalam jam’iyah NU ada dua kelompok yaitu
warga NU dan pengurus NU,warga NU adalah
anggota yang kegiatan keagamaannya di dasarkan
Islam ala ahlussunah wal jama’ah pedoman
dasarnya Alqu’an Hadits,Ijma’ dan Qiyas dan
bermadzhab empat,yaitu imam Syafi’I ,Imam
hambali,Ghozali dan Maliki. Sedangkan Struktural
adalah warga NU yang tergabung dalam organisasi
NU, Seperti yang di sampaikan Ibu Nur syafa’ah
beliau mengatakan
“Masyarakat desa sarirejo penduduknya
100% mengikuti faham ahlussunah wal
jama’ah madzhab assafi’iyah dengan
demikian saya pastikan ediologi saya NU, dan
kebetulan saya termasuk dalam jajaran
organisasi dikelembagaan NU atau Banom
NU yaitu di fatayat NU”,
Berdasarkan keterangan di atas warga NU di
Desa ini 100% mengikutu faham Ahlussunah
waljama’ah dan mereka juga aktif di structural
kepengurusan jam’iyah NU di Desa.
Dari paparan di atas menunjukkan
bahwasanya ajaran NU di yakini masyarakatnya
mampu menuntun menuju arah kehidupan yang
lebih bermoral dan berkebangsaan secara luas.
Akan tetapi pada bidang politik tidak bisa
disamakan, seperti yang dikemukakan Abd. Qodir
“sebenarnya semua AD- ART NU dan
kegiatannya sangat bagus untuk kontribusi
warganya juga bangsa ini, akan tetapi karena
organisasi NU yang seringkali menyalah
gunakan amanat organisasi sehingga banyak
juga warga NU yang tidak lagi eksis dan aktif
baik distruktural jamiyah maupun dalam
kegiatannya”
Semua masyarakat punya anggapan yang
sama tentang ajaran NU akan tetapi organisasi ini
sering di salah gunakan oleh beberapa oknum
yang tidak tidak amanah ,hal tersebut berpengaruh
pada momen-momen pemilu, Seperti yang
diungkapkan Wajib; “kalau kita amati akhir-akhir
ini politisi kita cenderung berpolitik kekuasaan
tanpa mengedepankan politik berkebangsaan,
sehingga indikasinya cuma kepentingan sesaat
demi sebuah tahta”.
Dari keterangan di atas menunjukan
rendahnya kemampuan dan SDM mereka justru
membawa keterpurukan jam’iyah ini, karena
mereka dalam berpolitik hanya mementingkan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 23
ISSN : 2302-3791
kekuasaan saja. Hal yang senada juga diungkapkan
H. Zaenal Abidin bahwa;
“sebenarnya seni politik amat diperlukan
dalam membawa aspirasi masyarakat NU,
akan tetapi kurangnya pemahaman dalam
kajian ilmu politik tersebut justru membawa
aroma politik menjadi berkesan tidak baik
dalam pandangan masyarakat luas khususnya
masyarakat desa sarirejo”
Tidak ketinggalan juga salah seorang
perwakilan jam’iyah fatayat NU Dusun kradenan
Ibu Rohani dia mengatakan :
“politik itu cuma permainan orang-orang
pejabat untuk mencari kedudukan di
pemerintah saja, kalau sudah jadi pejabat
pemerintah gak peduli haram atau halal yang
penting mereka keturutan keinginannya”
Dari pandangan masyarakat NU Desa Sarirejo
di era sekarang ini kepada politisi dituntut harus
mampu mengarahkan bangsa yang lebih baik,
karena masyarakat tetap membutuhkan mereka
baik, masyarakat tidak bisa di pisahkan dengan
politisi maka yang bisa diharapkan pada semua
wakil rakyat untuk bisa membawa aspirasinya lima
tahun kedepan agar supaya masyarakat NU
khususnya desa sarirejo merasakan sebuah
perubahan yang lebih baik. Seperti yang
ungkapkan oleh ibu Astutik lestri “walaupun
dalam setiap pemilu selalu terjadi politik uang tapi
saya sangat berharap besar pada dewan yang
sudah terpilih menjadi wakil rakyat betul-betul
amanah”
Harapan yang sama juga diungkapkan
Sholeh Harun
“saya sangat bertumpuh dengan anggota
DPRD yang baru saja dilantik kemarin dengan
optimis bisa memperjuangkan aspiransi
masyarakat, lebih-lebih diwilayah desa saya
ada anggota DPRD Bapak M. Samsuri, SH,
sehingga masyarakat desa sarirejo menjadi
lebih sejahtera”.
Tidak ketinggalan juga pendapat yang
disampaikan oleh salah satu tokoh pemuda desa
sarirejo saudara Syaikhul Amin, dengan tegas
menyampaikan
“saya berharap para anggota legeslatif setelah
terpilih sebagai wakil rakyat benar-benar
memperhatikan pemberdayaan pemuda untuk
mengembangkan kreatifitas potensi diri agar
supaya organisasi kepemudaan bisa pro-aktif
dan bekerjasama membantu progam-progam
yang ada dipemerintahan khususnya desa
sarirejo” ( 5 September 2014 )
Berdasarkan penuturan diatas ,mayoritas
warga NU Desa Sarirejo sangat menaruh harapan
besar kepada para legislator dan pejabat politik
lainya untuk benar-benar mampu mewujudkan
cita-cita masyarakat untuk hidup lebih sejahtera,
tanpa memandang dari unsur dan lembaga apa
mereka berasal.
Akan tetapi tidak bisa di pungkiri terdapat
juga sebagian warga NU di Desa Sarirejo yang
berfikir bahwasanya seorang legislator atau pejabat
politik yang berasal dari unsur NU mereka harus
lebih mengutamakan kepentingan politik di
daerahnya, ketimbang masyarakat yang lain atau
dari unsur lembaga yang lain. Seperti yang telah di
sampaikan oleh seorang kader parpol yang
sekaligus pentolan NU desa sarirejo yang enggan
disebutkan namanya,Dia mengatakan :
“masyarakat disini mayoritas NU ya mestinya
gudu orang-orang NU yang menjadi DPRD
agar bisa mendengarkan suara-suara orang
NU, walaupun NU sudah kembali pada
khittoh tapi realitasnya atribut dan ormas NU
lah yang terbukti mengusung mereka ke kursi
dewan, karna mereka ada ditengah-tenggah
warga NU maka sudah pastilah mereka
berkewajiban memperjuangkan nasib NU
dulu katimbang yang lain, jangan hanya
membawa nama lembaga bahkan agama di
jadikan alat politik saja tapi realitasnya tidak
memihak pada masyarakat NU apakah itu
tidak khiyanat?politik semacam itu bagi saya
haram mas hukumnya !”. (5 September 2014 )
Berdasarkan keterangan di atas memberikan
penjelasan apabila pejabat politik harus lebih
mengutamakan kepentingan masyarakat di
sekitarnya dahulu karena masyarakat setempatlah
yang berpartisipasi untuk membantu politisi
tersebut bisa menjadi pejabat.
Kita ini mulai belajar berdomokrasi, banyaknya
pelaksanaan pemilu sedikit banyak memberikan
pelajaran pada kita untuk berjiwa negarawan untuk
menerima hasil dari sebuah pemilu, walaupun
pilihan politik terkadang tidak sesuai dengan
keinginan kita, akan tetapi kalau kemenangan itu
didapat dengan cara-cara yang tidak terpuji hal
tersebut yang menyebabkan banyak warga NU
yang berfikir politik adalah kotor Seperti di
sampaikan Timan mengatakan; :
“pilihan politik menentukan pada keputusan
politik,memang terkadang tidak sesuai harapan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 24
ISSN : 2302-3791
bahkan terkadang sangat menyakitkan, jadi
apabila yang terpilih menjadi pejabat politik
atau pejabat public bukan dari unsur NU
sedangkan kita sejak kecil ditengah-tengah
masyarakat NU sunguh sangat menjadi
ganjalan di hati kita, apalagi banyaknya
pejabat politik hanya bertujuan cuma berpolitik
kekuasaan saja, ya kita harus bersikap kritis
biar tidak di bohongi terus “ ( 5 September
2014 )
Dari penjelasan di atas menerangkan
bahwa warga NU Desa Sarirejo mengharapkan
yang terpilih menjadi pejabat politik berasal dari
wilayahnya dan dari unsur
kelembagaannya.Ungkapan tegas dan lugas juga di
sampaikan oleh Suparti yang terkesan apatis dan
pesimis terhadap kegiatan politik sekarang ini Dia
mengatakan ;
“setiap kali ada pemilu saya selalu memilih
yang dari NU karena mayoritas masyarakat
lamongan warga NU jadi kalau yang menjadi
DPRD atau bupati tidak dari unsur NU hati
saya kut-kuten (jw. Marah besar) dan tidak bisa
menerima, karena saya dan ibu ibu muslimat
yang lain rata-rata wes gak percaya dengan
politik sekarang ini, semuanya Cuma
kebohongan saja mas, tidak perduli cara
apapun di tempuh, buktinya kalau sudah jadi
pejabat lupa kami semua mas, lupa janji-
janjinya” jujur mas iki suara hati ku. ( 5
September 2014 )
Dari gambaran ulasan diatas menjelaskan
bahwa masyarakat Desa Sarirejo benar-benar amat
tidak percaya dengan politisi sekarang ini,
Berbeda dengan yang di sampaikan oleh
anggota Banser Bashori, beliau mengatakan :
“NU kan sudah kembali ke khittoh 26 artine
sudah tidak terikat dengan salah satu parpol
jadi bebas dimana tempat kita memilih,
makanya kalau yang menjadi pemimpin atau
pemenang pemilu bukan dari unsur NU yoo
sportif wae dan saya dukung 100%”. ( 5
September 2014 )
Berdasarkan penjelasan diatas dapat di
simpulkan bahwasanya sikap netral setiap warga
NU dalam pemilu juga menjadi penunjang
kedewasaan dalam menerima hasil pemilu dan
sekaligus bentuk dukungan terhadap politisi
tersebut untuk menjalankan tugas-tugasnya demi
kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan
Dari penelitian yang di lakukan bahwa
sebagaian besar masyarakat Desa Sarirejo yang di
wawancarai mempunyai persepsi yang tidak baik
terhadap politik sekarang ini, karena para elit
politik sebagaian besar mengutamakan politik
kekuasaan saja. Dari hasil penelitian yang di
temukan bahwa sebagaian besar masyarakat atau
warga NU Desa Sarirejo mempresepsikan yang
tidak baik terhadap politik. hal tersebut disebabkan
karena berbagai factor, diantaranya :a.Hilangnya
kepercayaan warga NU terhadap pelaku politik
yang tidak konsisten, b. Tidak taat pada AD-ART
organisasi, c. Minimnya loyalitas dan solidaritas
pelaku politik terhadap kelembagaan dan warga
NU. Hal inilah yang menjadikan sebagaian besar
warga NU merasa di khiyanati dalam organisasi
dan janji-janjinya sewaktu masih berkampanye,
dengan begitu persepsi warga NU Desa Sarirejo
terhadap politik adalah tidak baik. Walapun
sebagian kecil masih ada yang berpresepsi baik itu
disebabkan karena masih ada hubungan keluarga
dengan politisi Dari penelitian yang sudah di
laksanakan menyatakan bahwa persepsi NU
kultural dan struktural di Desa Sarirejo adalah
sebagaian besar masyarakatnya berpersepsi tidak
baik terhadap politik
DAFTAR PUSTAKA
Alaena, Badrun, NU, Kritisisme dan Pergeseran
Makna Aswaja, Tiara Wacana, Yogyakarta,
2000..
Anam, Choirul, Pertumbuhan dan Perkembangan
NU, Bisma Satu, Surabaya, 1999..
DR. KH. MA. Sahal Mahfudh, Solusi Hukum
Islam. 2004
Imam Ghozali Said, Hasil Keputusan Muktamar,
Munas dan Kombes NU. (1926 – 2004)
KH. Hasim Muzadi, (ketua PBNU) Ahkamul
Fuqoha’. 2002
DR. H. Thohah Hamim, MA, Islam dan NU
dibawah tekanan problematika
Kontemporer.
Buku Profil Desa Sarirejo Kecamatan Sarirejo
Lamogan. 2014
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 25
ISSN : 2302-3791
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN
MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAMS GAMES
TOURNAMENT ( TGT) SISWA KELAS III SDN INDRO KEC. KEBOMAS
Hanik Kholifah *)
SDN Indro Kec.Kebomas Kab.Gresik
ABSTRAK Dalam pembelajaran strategi yang tepat sangat diperlukan dan merupakan rencana tindakan
( rangkaian kegiatan ) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya arah
dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan
langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya
diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Bila hal seperti di atas dilakukan oleh
semua guru maka sudah tentu hasil belajar akan dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, akan tetapi tidak semua guru dapat melaksanakan tugas dengan baik, hal ini karena
kemampuan guru dalam menggunakan strategi dan metode pembelajaran belum sesuai dengan
materi yang diajarkan
Tujuan dari penelitian tindakan kelas ( PTK ) ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
peningkatan hasil bnelajar matematika dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif
teams games tournament ( TGT) .
Dalam penelitian tindakan kelas ( PTK ) ini dilakukan dalam 3 siklus, dari hasil tindakan
yang dilakukan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas III dengan mencapai standar
ideal. Dari 57,94 % pada siklus I, dapat meningkat menjadi 67,94 % pada siklus II, dan siklus ke
III 79,41 %. Hasil penelitian tindakan ini menunjukkan metode pembelajaran kooperatif teams
games tournament ( TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas III dalam dengan
ketuntasan mencapai 100 %.
Kata kunci : hasil belajar, TGT, Matematika
Proses belajar pada hakekatnya
merupakan kegiatan mental yang tidak dapat
dilihat. Artinya proses perubahan yang terjadi
dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat
kita saksikan. Kita hanya mungkin dapat
menyaksikan dari adanya gejala-gejala
perubahan perilaku yang tampak. Misalnya,
ketika seorang guru menjelaskan suatu materi
pelajaran, walaupun seperti seorang siswa
memperhatikan dengan seksama sambil
mengangguk-anggukan kepala, maka belum
tentu yang bersangkutan belajar. Mungkin
mengangguk anggukan kepala itu bukan
karena ia memperhatikan materi pelajaran dan
paham apa yang dikatakan guru, akan tetapi
karena ia sangat mengagumi cara guru
berbicara,atau mengagumi penampilan guru,
sehingga ketika ia ditanya apa yang telah
disampaikan guru, ia tidak mengerti apa-apa
Dengan demikian penyusunan langkah-
langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai
fasilitas dan sumber belajar semuanya
diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan
pembelajaran.
Kemp (dalam Wina,Sanjaya,2016;126 )
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Senada dengan pendapat di atas, Dick
and Carey ( dalam Wina,Sanjaya,2016;126 )
juga menyebutkan bahwa strategi
pembelajaran itu adalah suatu set materi dan
prosedur pembelajaran yang digunakan secara
bersama-sama untuk menimbulkan hasil
belajar pada siswa.
Kondisi ini juga dialami oleh siswa
Kelas III di SDN Indro Kec. Kebomas, hasil
belajar matematika masih belum mencapai
standar KKM yang telah ditetapkan. Kondisi
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 26
ISSN : 2302-3791
ini tentu perlu mendapat perhatian yang serius
bagi kita semua, karena pelajaran matematika
merupakan pelajaran dasar yang wajib
diberikan pada siswa Kelas III SD.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama yang diharapkan dari hasil
penelitian tindakan ini adalah untuk
mengetahui :
1. Peningkatan hasil belajar matematika
dengan menggunakan pembelajaran
kooperatif Teams Games Tournament
(TGT) siswa KELAS III SDN Indro Kec.
Kebomas tahun pelajaran 2015-2016.
2. Efektivitas pembelajaran kooperatif
Teams Games Tournament ( TGT) dalam
meningkatkan hasil belajar matematika VI
SDN Indro Kec. Kebomas tahun pelajaran
2015-2016.
KAJIAN PUSTAKA
Metode Teams Games Tournaments (TGT)
a.Pengertian Teams Games Tournaments (TGT)
Menurut Slavin (2008 : 13), Teams Games
Tournaments (TGT) merupakan metode
pembelajaran kooperatif pertama dari John
Hopkins. Siswa Kelas III memainkan game ini
dengan tiga orang pada “meja-turnamen”, dimana
ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini adalah
para siswa Kelas III yang memiliki rekor nilai
terakhir yang sama.
Dalam Teams Games Tournaments (TGT),
siswa Kelas III yang mempunyai kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, etnis, dan latar
belakang yang berbeda tergabung dalam sebuah
tim yang terdiri dari empat sampai enam siswa
Kelas III. Masing – masing anggota tim tersebut
akan dipertandingkan dengan anggota tim lainnya
yang berkemampuan homogen pada meja – meja
turnamen. Dengan demikian, memungkinkan siswa
Kelas III untuk belajar lebih semangat dan
menimbulkan tanggung jawab, kerjasama,
persaingan sehat, dan keterlibatan belajar.
b. Tahapan Pembelajaran dalam TGT
Menurut Slavin (2008 : 169), tahapan
pembelajaran kooperatif Teams Games
Tournaments (TGT) meliputi :
a) Tahap persiapan pembelajaran
Materi pembelajaran
Materi pembelajaran dirancang sedemikian
rupa untuk digunakan secara berkelompok.
Sebelum penyajian materi maka guru harus
mempersiapkan dahulu lembar soal turnamen
beserta lembar jawabannya
1) Menetapkan tim
Tim – tim dalam pembelajaran ini
beranggotakan empat sampai enam siswa
Kelas III yang terdiri dari siswa Kelas III
yang sedang, tinggi, dan rendah prestasi
belajarnya. Selain itu juga
mempertimbangkan kriteria heterogenitas
lainnya, seperti : jenis kelamin, latar
belakang sosial, suku, ras, dan sebagainya
b) Kegiatan pembelajaran
1) Pemberian materi
Guru memberikan gambaran awal
tentang materi yang akan dipelajari sebagai
langkah memotivasi siswa Kelas III saat
mengawali suatu proses belajar mengajar.
2) Belajar tim
Masing – masing tim diberi tugas
untuk mengerjakan lembar kegiatan yang
telah disediakan. Tujuan dari mengerjakan
lembar kegiatan untuk memastikan bahwa
semua anggota tim belajar, lebih khusus lagi
untuk menyiapkan anggotanya agar dapat
mengerjakan soal – soal latihan yang akan
dievaluasi melalui turnamen. Setelah guru
memberi materi, anggota tim bertemu untuk
mempelajari lembar kerja dari materi
lainnya. Dalam belajar kelompok, siswa
Kelas III diminta mendiskusikan masalah
bersama – sama, membandingkan jawaban
dan mengoreksi perbedaan pendapat jika
teman satu kelompoknya membuat satu
kesalahan.
3) Games tournament
Turnamen biasanya berlangsung pada
akhir minggu atau akhir pokok bahasan
setelah guru memberikan presentasi di kelas
dan tim telah melaksanakan kerja kelompok.
Turnamen ini berfungsi sebagai review
materi pelajaran. Langkah pertama
melakukan turnamen adalah membentuk
meja turnamen, caranya adalah masing-
masing kelompok diurutkan berdasarkan
tingkat kecerdasannya. Ranking siswa Kelas
III berurutan dari siswa Kelas III paling
pandai ke siswa Kelas IIIyg kurang pandai.
Penempatan siswa Kelas III pada meja
turnamen dapat dilihat pada gambar berikut :
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 27
ISSN : 2302-3791
Gambar 1 Penempatan Meja Turnamen
Sumber : Slavin (2008 : 168)
Untuk memulai permainan, para siswa
Kelas III menarik kartu untuk menentukan
pembaca pertama yaitu siswa Kelas III yang
menarik nomor tertinggi. Permainan berlangsung
sesuai waktu dan dimulai dari pembaca pertama.
Pembaca pertama mengocok kartu dan
mengambil kartu yang teratas. Dia lalu
membacakan soal yang berhubungan dengan
nomor yang ada pada kartu, termasuk pilihan
jawabannya jika soalnya adalah pilihan ganda.
Pembaca yang tidak yakin akan jawabannya
diperbolehkan menebak tanpa dikenakan sanksi.
Jika konten dari permainan tersebut melibatkan
permasalahan, semua siswa Kelas III (bukan
hanya si pembaca) harus mengerjakan
permasalahan tersebut supaya mereka siap untuk
ditantang.
Setelah pembaca memberikan jawaban,
siswa Kelas III yang ada di sebelah kiri atau
kanannya (penantang pertama) punya pilihan
untuk menantang dan memberikan jawaban yang
berbeda. Apabila dia ingin melewatinya, atau bila
penantang kedua punya jawaban yang berbeda
dengan dua peserta pertama maka penantang
kedua boleh menantang. Akan tetapi, penantang
harus berhati-hati karena mereka harus
mengembalikan kartu yang telah dimenangkan
sebelumnya ke dalam kotak (jika ada) apabila
jawaban yang mereka berikan salah. Apabila
semua peserta punya jawaban, ditantang atau
melewati pertanyaan, penantang kedua (peserta
yang ada di sebelah kanan pembaca) memeriksa
jawaban dengan membacakan jawaban yang
benar. Pemain yang memberikan jawaban benar
akan menyimpan kartunya.
Untuk putaran berikutnya, semuanya
bergerak satu posisi ke kiri, penantang pertama
menjadi pembaca, penantang kedua menjadi
penantang pertama dan pembaca menjadi
penantang kedua. Ketika permainan tersebut
selesai, para pemain mencatat banyak kartu yang
mereka menangkan pada lembar skor permainan.
Semua siswa Kelas III harus memainkan
permainan ini pada waktu yang sama. Sementara
mereka bermain, guru seharusnya berkeliling dari
satu kelompok ke kelompok lain untuk
memastikan bahwa setiap siswa Kelas III
memahami prosedur permainan tersebut. Pada
akhir turnamen, siswa Kelas III menghitung kartu
mereka. Kemudian mereka mengisi nama, tim
dan skor mereka pada lembar skor permainan.
4) Rekognisi (Penghargaan) Tim
Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen
anggota tim. Poin -poin turnamen tiap siswa
Kelas III dipindahkan ke lembar rangkuman tim
masing-masing, tambahkan seluruh skor anggota
tim, dan bagilah dengan jumlah angota tim yang
bersangkutan.
A-1 A-2 A-3 A-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
B-1 B-2 B-3 B-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
C-1 C-2 C-3 C-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
Mejaturna
men 1
1
Mejaturna
men 2
1
Mejaturna
men 3
1
Mejaturna
men 4
1
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 28
ISSN : 2302-3791
Tabel 1. Poin-Poin Turnamen Dengan Tiga Pemain
Pemain
Tidak
ada
yang seri
Seri
nilai
tertinggi
Seri
nilai
terendah
Seri nilai
3 macam
Peraih skor tertinggi 60 poin 50 poin 60 poin 60 poin
Peraih skor tengah 40 poin 50 poin 40 poin 40 poin
Peraih skor rendah 30 poin 30 poin 40 poin 30 poin
Sumber : Slavin (2008 : 175)
Tabel 2. Poin-Poin Turnamen Dengan Empat Pemain
Pemain Tidak ada yang seri
Seri nilai tertinggi
Seri nilai tengah
Seri nilai terendah
Seri nilai tertinggi
3 macam
Seri nilai terendah
3 macam
Seri nilai 4 macam
Seri nilai tertinggi
& terendah
Peraih skor
tertinggi
60 poin 50 poin 60 poin 60 poin 50 poin 60 poin 40 poin 50 poin
Peraih skor tengah atas
40 poin 50 poin 40 poin 40 poin 50 poin 30 poin 40 poin 50 poin
Peraih skor
tengah bawah
30 poin 30 poin 40 poin 30 poin 50 poin 30 poin 40 poin 30 poin
Peraih skor terendah
20 poin 20 poin 20 poin 30 poin 20 poin 30 poin 40poin 30 poin
Sumber : Slavin (2008 : 175)
METODOLOGI
Subyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas III SDN
Kebomas Kec. Kebomas Tahun Pelajaran 2015-
2016.
Setting Penelitian
PTK akan dilakukan pada SDN IndroKec.
Kebomas tahun Pelajaran 2015 - 2016. SDN Indro
Kec. Kebomas terdiri dari 8 kelas, dengan jumlah
siswa Kelas III yang sangat besar dibandingkan
dengan jumlah siswa Kelas III yang ada di wilayah
Kec. Kebomas Kab. Gresik. PTK dilakukan di
SDN IndroKec. Kebomas adalah siswa KELAS III
dengan jumlah siswa Kelas III pada saat penelitian
dilakukan terdiri dari 34 orang ( P = 13 orang ;
dan L = 21 orang ).
Rancangan Penelitian
Tindakan dilaksanakan dalam 3 siklus. Kegiatan
dilaksanakan dalam semester Ganjil tahun
pelajaran 2015-2016. Lama penelitian 6 pekan
efektif dilaksanakan mulai tanggal 21Juli sampai
dengan 28Agustus 2015.
Variabel Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ini
variabel yang akan diteliti adalah peningkatan
hasil belajar siswa Kelas III dalam dalam
pembelajaran matematika melalui metode
Teams Games Tournament ( TGT) Siswa
Kelas III diSDN IndroKec.
KebomasKabupaten Gresik.
Variabel tersebut dapat dituliskan kembali
sebagai berikut :
Variabel
Harapan
Variabel
Tindakan
Peningkatan kemampuansiswa
Kelas III pelajaran
MatematikaSDN IndroKec.
Kebomas.
Penerapan pembelajaran melalui
metode Teams Games Tournament
(TGT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Siklus I
Hasil siklus I menjelaskan bahwa dengan
menerapkan pembelajaran dengan metode Teams
Games Tournament ( TGT) diperoleh nilai rata-
rata prestasi belajar siswa Kelas III adalah 57,94
% atau ada 11siswa Kelas III dari 34siswa Kelas
III sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 29
ISSN : 2302-3791
klasikal siswa Kelas III belum tuntas belajar,
karena siswa Kelas III yang memperoleh nilai ≥ 65
hanya sebesar 67,65%, lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85 %.
Hal ini disebabkan karena siswa Kelas III masih
merasa baru dan belum mengerti apa yang
dimaksudkan dan digunakan guru dengan
menggunakan metode Teams Games Tournament (
TGT).
Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar diperoleh informasi dari hasil
pengamatan sebagai berikut:
(1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa
Kelas III dan dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran
(2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu
(3) Siswa Kelas III kurang begitu antusias selama
pembelajaran berlangsung.
Siklus II
Dari pelaksanaan siklus II diperoleh nilai rata-
rata prestasi belajar siswa Kelas III adalah 67,94%
dan ketuntasan belajar mencapai 70,59 % atau ada
24siswa Kelas III dari 34siswa Kelas III sudah
tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah
mengalami peningkatan cukup lebih baik dari
siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa
Kelas III ini karena setelah guru menginformasikan
bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan
tes sehningga pada pertemuan berikutnya siswa
Kelas III lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu
siswa Kelas III juga sudah mulai mengerti apa
yang dimaksudkan dan dinginkan guru dalam
menerapkan pembelajaran dengan menggunakan
Metode Teams Games Tournament ( TGT).
Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh
informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut :
1) Memotivasi siswa Kelas III
2) Membimbing siswa Kelas III merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3) Pengelolaan waktu
Siklus III
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai
rata-rata tes formatif sebesar 79,41% dari 34siswa
Kelas III telah tuntas secara keseluruhan. Maka
secara klasikal ketuntasan belajar yang telah
tercapai sebesar 100 % ( termasuk kategori tuntas
). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan
lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil
belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya
peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan
pembelajaran dengan menggunakan metode Teams
Games Tournament ( TGT), sehingga siswa Kelas
III menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran
seperti ini sehingga siswa Kelas III lebih mudah
dalam memahami materi yang telah diberikan. Di
samping itu ketuntasan ini juga dipengaruhi oleh
kerja sama dari siswa Kelas III yang telah
menguasai materi pelajaran untuk mengajari
temannya yang belum menguasai.
Pembahasan Hasil Penelitian
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Kelas III
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penerapan pembelajaran dengan metode
Teams Games Tournament ( TGT)memiliki
dampak positif dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa Kelas III.hal ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya pemahaman siswa Kelas
III terhadap materi yang disampaikan guru (
ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II,
dan III ) yaitu; 57,94% ; 67,94 % ; 79,41%.
Pada siklus III ketuntasan belajar siswa Kelas
III secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas
siswa Kelas III dalam proses pembelajaran
melalui metode Teams Games Tournament (
TGT)dalam setiap siklus mengalami
peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap
prestasi belajar siswa Kelas III yaitu dapat
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-
rata siswa Kelas III pada setiap siklus yang
terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Kelas III Dalam
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh
aktivitas siswa Kelas III dalam proses
pembelajaran dengan menerapkan metode
Teams Games Tournament ( TGT) yang paling
dominan adalah bekerja dengan menggunakan
alat/media, mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru, dan diskusi antar siswa Kelas
III/antara siswa Kelas III dengan guru. Jadi
dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa Kelas III
dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama
pembelajaran telah melaksanakan langkah-
langkah pembelajaran metode Teams Games
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 30
ISSN : 2302-3791
Tournament ( TGT)dengan baik. Hal ini terlihat
dari aktivitas guru yang muncul di antaranya
aktivitas membimbing dan mengamati siswa
Kelas III dalam mengerjakan kegiatan
pembelajaran, menjelaskan, memberi umpan
balik/evaluasi/tanya jawab di mana prosentase
untuk aktivitas di atas cukup besar.
Berdasarkan hasil penelitian di atas,
maka hasil belajar siswa Kelas III untuk
pelajaran matematika menerapkan
pembelajaran dengan metode Teams Games
Tournament ( TGT)hasilnya sangat baik. Hal
itu tampak pada pertemuan pertama dari 34
orang siswa Kelas III yang hadir pada saat
penelitian ini dilakukan nilai rata rata mencapai
; 57,94% ; 67,94 % ; 79,41%.
PENUTUP
Simpulan
1. Pembelajaran dengan menggunakan metode
Teams Games Tournament ( TGT) memiliki
dampak positif dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa Kelas III di SDN IndroKec.
Kebomas yang ditandai dengan peningkatan
ketuntasan belajar siswa Kelas III dalam setiap
siklus, yaitu ; 57,94% ( siklus I ) ; 67,94 % (
siklus II ) ; 79,41 % ( siklus III ).
2. Penerapan pembelajaran dengan metode Teams
Games Tournament (TGT) pada pelajaran
matematika mempunyai pengaruh positif, yaitu
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
Kelas III.
3. Penerapan pembelajaran melalui metode Teams
Games Tournament ( TGT) efektif untuk
meningkatkan kembali materi ajar yang telah
diterima siswa Kelas III selama ini, sehingga
mereka merasa siap untuk menghadapi
pelajaran berikutnya.
PUSTAKA
Anggraeni, Dian. 2008. Komparasi Hasil Belajar
Antara Metode Pembelajaran Teams Games
Tournament (TGT) dan Pemberian Tugas
Terstruktur dengan Metode Konvensional
Pokok Bahasan Jurnal Penyesuaian pada
Siswa Kelas III Kelas XI IPS SMA 12
Semarang Tahun Ajaran 2007 / 2008.
(http//www.unnes.ac.id, diakses tanggal 28
November 2009)
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar – dasar
Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta :
Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2002.
Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Ibrahim, dkk, 2005. Pembelajaran Kooperatif.
Surabaya : Unipress.
Isjoni. 2007. Cooperative Learning. Bandung :
Alfabeta
Nur, Mohammad, dkk. 2005. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya: UNESA Univercity.
Nur, Mohammad. 2008. Pembelajaran Kooperatif.
Surabaya: PSMS Unesa
Peraturan Pemerintah RI. 2006. Undang-Undang
SISDIKNAS 2003. Jakarta : Sinar Grafika
Prihmono, Ely. Peningkatan Kemampuan Menulis
Surat Lamaran Pekerjaan Melalui Metode
Team Game Tournament (TGT) Pada Siswa
Kelas III Kelas XII IS 3 Sma Kristen 1
Surakarta. Jurnal Kajian Linguistik dan
Sastra, Vol. 19, No. 2, Desember 2007.
(email: elysp@gmail.com, diakses 24
November 2009)
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 31
ISSN : 2302-3791
PENYELENGGARAAN SCHOOL BASED INSET SEBAGAI UPAYA
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR
MENGAJAR DI TK DHARMA WANITA PERSATUAN
KEC. GRESIK KAB. GRESIK
Titik Hidayati *)
*)
TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab.Gresik
ABSTRAK
Erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah
seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik.
Dengan demikan sangat jelas apabila ingin meningkatkan kualitas peserta didik semenjak dini maka
salah satunya ditentukan oleh kinerja menejerial administrasi sekolah kepala sekolah. Mutu
pembelajaran di kelas salah satunya ditentukan juga oleh mutu kepala sekolah. Walaupun yang
berhubungan langsung dengan siswa di kelas adalah guru, tetapi guru tersebut berhubungan
langsung dengan kepala sekolah dan di bawah manajemen sekolah.
Dengan menggunakan model penelitian tindakan didapatkan kesimpulan bahwa (1) School
Based Inset TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun Pelajaran 2014 - 2015
menjadi instrumen yang sangat penting guna memajukan sistem pengajaran di kelas. (2) School
Based Inset mempunyai peranan penting bagi upaya peningkatan profesional guru dalam kegiatan
belajar mengajar , sebab menjadikan guru lebih maju, berwawasan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang lebih modern.
Kata Kunci : School Based Inset,o profesionalisme guru, belajar mengajar
Pendidikan sekolah dasar merupakan
salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke
arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan
(daya fikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan
perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
(Depdiknas, 2004).
Sekolah memiliki tugas dan tanggung
jawab yang cukup besar dalam mempersiapkan
peserta didik yang berkualitas. Sehubungan
dengan hal tersebut kepala sekolah memiliki
volume kerja yang sangat besar hal ini sesuai
dengan pernyataan Supriadi (Mulyasa, 2003:24)
menyatakan bahwa:
Erat hubungannya antara mutu kepala
sekolah dengan berbagai aspek kehidupan
sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya
sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta
didik. Dengan demikan sangat jelas apabila ingin
meningkatkan kualitas peserta didik semenjak
dini maka salah satunya ditentukan oleh kinerja
menejerial administrasi sekolah kepala sekolah.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
dijelaskan kembali bahwa mutu pembelajaran di
kelas salah satunya ditentukan juga oleh mutu
kepala sekolah. Walaupun yang berhubungan
langsung dengan siswa di kelas adalah guru,
tetapi guru tersebut berhubungan langsung
dengan kepala sekolah dan di bawah manajemen
sekolah.
Tujuan Penelitian Tindakan Sekolah Dengan memperhatikan rumusan masalah
tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
:
a. Untuk mengetahui tentang penyelenggaraan
School Based Inset sebagai upaya peningkatan
profesionalme guru dalam kegiatan belajar
mengajar di TK Dharma Wanita Persatuan
Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun Pelajaran
2014 – 2015
b. Untuk mengetahui peranan School Based
Inset sebagai upaya peningkatan
prfesionalisme guru dalam kegiatan belajar
mengajar di TK Dharma Wanita Persatuan
Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun Pelajaran
2014 – 2015
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 32
ISSN : 2302-3791
c. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan
yang signifikan tentang profesionalisme guru
kegiatan belajar mengajar terkait dengan
penyelenggaraan School Based Inset di TK
Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab.
Gresik Tahun Pelajaran 2014 – 2015
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Kinerja Guru di TK
Pengertian Kinerja
Prawirosentono (1992: 2) menjelaskan pengertian
tentang kinerja yaitu: “hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum, sesuai dengan moral ataupun etika.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
"Kinerja” berarti sesuatu yang dicapai, prestasi
yang diperlihatkan atau kemampuan kerja (Balai
Pustaka, 1985: 503), sedangkan Hadari Nawawi
(1998: 234), menggunakan istilah "karya", yaitu
hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang
bersifat fisik/ material maupun nonfisik/ material.
Penilaian karya atau kinerja setiap pekerjaan
menyangkut kemampuan pekerjaan yang
bersangkutan dalam melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya.
Kinerja merupakan kegiatan dalam
melakukan sesuatu dan orang yang kerja ada
kaitannya dengan mencari nafkah atau bertujuan
untuk mendapatkan imbalan atas prestasi yang
telah diberikan atas kepentingan organisasi. Pada
hakikatnya orang bekerja untuk memenuhi
kebutuhan atas dorongan atau motivasi tertentu.
Kebutuhan dipandang sebagai penggerak atau
pembangkit perilaku, sedangkan tujuan berfungsi
mengarahkan perilaku.
Kinerja Guru
Guru merupakan tokoh yang paling penting
dalam pendidikan, hal ini dikarenakan guru
berhubungan langsung dengan konsumen utama
pendidikan yaitu peserta didik. Guru yang baik
akan menjalankana kinerjanya secara profesional
walaupun benar dan resikonya cukup berat,
termasuk Guru. " Kinerja guru" adalah
seperangkat perilaku nyata yang ditunjukkan
guru pada waktu dia memberikan pelajaran
kepada siswanya. Kinerja guru dapat dilihat saat
melaksanakan interaksi belajar mengajar di kelas
termasuk bagaimana dia mempersiapkannya
(Rochman Natawijaya, 1999: 22).
Kompetensi guru Dalam Profesionalisme
Kompetensi tersebut akan diwujudkan
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari
perbuatan secara profesional dalam menjalankan
fungsi sebagai guru.
a. Indikator kemampuan guru
Untuk memperoleh gambaran yang terukur
pada pemberian nilai untuk setiap kemampuan ,
maka perlu ditetapkan kinerja setiap kemampuan.
Kinerja kemampuan / kompetensi terlihat dalam
bentuk indikator (Anonim ,2003:12).
b. Profesionalisme guru dan komitmen guru
Profesionalisme guru
Guru adalah tenaga fungsional yang
bertugas khusus untuk mengajar, mendidik,
melatih , dan menilai hasil pembelajaran peserta
didik serta efektifitas mengajar guru. Tugas guru
adalah profesi maka dari itu diharapkan dapat
melaksanakan tugas dengan baik. Karena profesi
menurut Sikun Pribadi dalam bukunya Etty
menyatakan bahwa: “ Profesi itu pada
hakekatnya suatu pernyataan atau janji terbuka ,
bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya pada
suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa “
(Etty, 2003:2). Profesi merupakan pernyataan
atau janji terbuka oleh seorang profesional.
Dengan demikian pernyataan profesional
mengandung makna yang terbuka , sungguh–
sungguh yang ke luar dari lubuk hatinya dan
mengandung norma atau nilai nilai yang etis,
sehingga pernyataan yang dibuatnya baik bagi
orang lain juga baik bagi dirinya.
Konsep Dasar School Based Inset
Pengertian School Based Inset ( Penataran di
Sekolah )
Penataran di sekolah sebagai terjemahan
dari bahasa Inggris School Based Inservice
Educational Training. Inservice berasal dari kata
serve. Serve adalah kata keja yang artinya
melayani, serve menjadi inservice yang artinya
peningkatan. Sedangkan penataran berasal dari
kata “tatar”. Kata tatar berasal dari bahasa Jawa
yang artinya “tingkat”. Kata ini sudah lazim
dipergunakan dalam bahasa Indonesia tanpa
mengalami perubahan arti. Jadi secara harfiah
“penataran“ dapat diartikan “peningkatan”.
Pendapat umum menyatakan bahwa penataran
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 33
ISSN : 2302-3791
adalah suatu kegiatan dalam ussaha untuk
mengadakan peningkatan.
Dalam usaha meningkatkan pengelolaan
sekolah kata “penataran” selalu dikaitkan dengan
personel sekolah terutama guru, setelah
mengikuti suatu penataran diharapkan agar ada
peningkatan terutama guru itu sendiri.
Peningkatan ini kiranya akan tercermin dengan
adanya perubahan yang terjadi pada guru
tersebut.
Aplikasi perubahan tersebut terlihat ketika
guru dalam melaksakan tugasnya. Perubahan itu
sendiri mencakup sikap, keterampilan dan
pengetahuan. Dengan adanya kegiatan ini
diharapkan guru dapat bekerja secara profesional
dan pelaksanaannya diusahakan tidak
mengganggu kegiatan belajar mengajar (kegiatan
belajar mengajar). Dari uraian tersebut di atas
dapat diambil suatu pengertian bahwa penataran
di sekolah suatu bentuk kegiatan yang merupakan
bagian pengembangan staf dalam usaha
meningkatkan kemampuan profesional personel
sekolah terutama guru dengan cara mengubah
sikap, meningkatkan ketrampilan dan
pengetahuan.
Konsep Dasar tentang Proses Belajar
Mengajar (PBM)
Belajar mengajar adalah interaksi atau
hubungan timbal balik antara siswa dengan guru
dan sesama siswa dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran tidak akan pernah terjadi
jika tidak ada interaksi anatra guru dengan siswa
atau sebaliknya. Pembelajaran interaksi
mengandung unsur saling memberi dan
menerima. Dalam setiap interaksi belajar
mengajar ditandai sejumlah unsur yaitu:
Tujuan yang hendak dicapai, siswa dan guru,
bahan pelajaran, metode yang digunaka untuk
menciptakan situasi belajar mengajar , penilaian
dan fungsinya untuk menetapkan seberapa jauh
ketercapaian tujuan.
Istilah dari belajar itu sendiri mengandung
arti suatu proses perubahan sikap dan tingkah
laku setelah terjadinya interaksi dengan sumber
belajar. Sumber belajar ini bisa kita peroleh dari
buku, guru, lingkungan dan alam.
METODOLOGI
Persiapan Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan di
TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab.
Gresik Tahun Pelajaran 2014 - 2015. Dari hasil
pengamatan langsung dan informasi yang di
terima oleh peneliti selaku Kepala TK/TK di
Kecamatan Gresik, bahwa sebagian guru di TK
Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab.
Gresik Tahun Pelajaran 2014 - 2015 belum
memiliki kemampuan profesional dalam
melaksanaan kegiatan belajar mengajar karena
guru belum mampu menyusun agenda PBM
yang baik yang sesuai dengan keadaan dan
kondisi sekolah masing-masing.
Planing Tindakan
Jenis Tindakan nyatanya adalah melatih dan
membimbing guru-guru dengan timnya dalam
mengajar yang sesuai dengan kondisi dan situasi
di kelas. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Mendiskusikan masalah atau hambatan dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar
yang baik
b. Penyampaian informasi dari peneliti tentang
cara mengajar yang baik dan
mengembangkan diri secara profesional
sebagai guru
Pelaksanaan penelitian menetapkan setting dua
putaran , pada masing-masing putaran
dilaksanakan melalui empat tahapan yaitu: (1)
perencanaan penelitian, (2) pelaksanaan
penelitian, (3) observasi/ evaluasi, dan (4)
refleksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Pada siklus I ini hasil penelitian pada
aspek pengajaran kurang baik, diperoleh dari
hasil observasi dari putaran I ini, sikap guru
dalam menyusun program pengajaran kurang
menguasai materi yang akan diajarkan dengan
rata-rata nilai 5,6. Sementara itu di sisi lain,
Kepala sekolah sangat antusias memberikan
semangat kepada guru-guru untuk menyusun
program pengajaran serta konsepsi mengajar
yang mengandalkan potesi diri sebagai guru
secara profesional terutama dengan mengkaitkan
perkembangan wawasan intelektual akademis
serta mengikuti perkembangan ilmu dan
teknologi pengajaran di kelas.
Memperhatikan hasil pada putaran I
peneliti melakukan refleksi terhadap hasil yang
diperoleh. Hambatan-hambatan yang ditemukan
pada sikus I seperti efektivitas penyampaian
informasi-informasi tentang konsepsi School
Based Inset bersifat umum belum mencapai
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 34
ISSN : 2302-3791
nilai maksimal dan hambatan tersebut
disempurnakan dalam putaran II.
Siklus II
Pada putaran II kegiatan yang dilakukan
adalah mendiskusikan hambatan-hambatan yang
dihadapi dalam penyusunan agenda pengajaran
yang baik di putaran pertama. Peneliti
menjelaskan lebih rinci tentang cara mengajar
yang inovatif utamanya pada aspek 1 yaitu
bagaimana cara merumuskan visi dan tujuan
pengajaran tiap-tiap bidang studi (kelengkapan
elemen serta satuan pengajaran yang lebih
inovatif). Aspek 2 yaitu bagaimana memasukkan
konsepsi School Based Inset dalam pengajaran
sehingga terdapat konsepsi pembelajaran yang
lebih edukatif dan mengkaitkan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi secara baik
melalaui konsepsi School Based Inset agar
menjadi jelas dalam memberikan materi pelajaran
di depan kelas..
PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari hasil observasi
pada putaran I dan putaran II sikap guru dalam
menerima konsepsi School Based Inset dan
mempraktekkan di kelas cukup baik, dengan
rata-rata nilai 80, guru-guru di TK Dharma
Wanita Persatuan Kec. Gresik Kab. Gresik
Tahun Pelajaran 2014 - 2015 sangat antusia
menerima konsepsi School Based Inset dan
mempraktekkannya dengan baik . Sedangkan dari
hasil penilaian terhadap penilaian dalam
implementatif di kelas cukup baik .
Memperhatikan hasil pada putaran II
melakukan refleksi terhadap hasil yang diperoleh
peneliti pada putaran II ini sudah ada
peningkatan kemampuan dan potensi guru-guru
di TK Dharma Wanita Persatuan Kec. Gresik
Kab. Gresik Tahun Pelajaran 2014 - 2015 dalam
mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang baik yaitu 8,00.
PENUTUP
Simpulan
1. School Based Inset TK Dharma Wanita
Persatuan Kec. Gresik Kab. Gresik Tahun
Pelajaran 2014 - 2015 menjadi instrumen
yang sangat penting guna memajukan
sistem pengajaran di kelas.
2. School Based Inset mempunyai peranan
penting bagi upaya peningkatan profesional
guru dalam kegiatan belajar mengajar ,
sebab menjadikan guru lebih maju,
berwawasan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang lebih modern.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud, 2009 , Penataan di Sekolah,
Surabaya, Depdikbud.
Depdikbud, 2010 Petunjuk Pelaksanaan Proses
Belajar Mengajar, Jakarta, Depdikbud.
Fred N. Kerlinger, 2008 , Behavior LL
Resourdes.
Mujiran, Drs, 2007 , Permohonan Profesional
Guru, Kepala Dikmenum.
Soeharto, Drs, 2007 , Musyawarah Guru Mata
Pelajaran, disajikan dalam Raker Ka. TK
Singarimbun, dkk, 2008 , Metode Penelitian
Survai, Jakarta, LP3ES.
Suharsini Arikunto, Prof, Dr, 2009 , Prosedur
Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta.
S. nasution, Prof, Dr, 2008 , Dikdaktik Azas-
Azas Mengajar, ______, Jemman
.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 35
ISSN : 2302-3791
KUALITAS PENDIDIKAN SEBAGAI MOTOR PENGERAK
PEREKONOMIAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TIMUR
Abid Muhtarom *)
*)
Dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Dalam studi makroekonomi, kenaikan output dapat dianalisis menjadi dua bagian, yaitu
studi dalam jangka panjang dan studi dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang kenaikan
output dapat dipengaruhi oleh tekhnologi dan input faktor produksi. Seperti kapital dan tenaga
kerja. Investasi akan meningkatkan jumlah kapital, Sehingga adanya tambahan kapital tentu
saja akan meningkatkan ketersediaan lapangan kerja yang kemudian dapat memicu
peningkatan output nasional (Mubyarto,2003). Namun, faktor kunci yang paling berpengaruh
terhadap kenaikan output nasional adalah kemajuan tekhnologi. Hal ini karena kemajuan
tekhnologidapat menigkatkan output pada tingkat kapital dan tenaga kerja yang tetap.
Permasalahan-permasalahan seperti tersebut di atas dikarenakan banyaknya tenaga kerja
yang ada di Provinsi Jawa Timur sebagian besar tergolong sebagai unskilled labor atau tenaga
kerja tidak terdidik. Tenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar yang hanya
mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan
sebagainya. Tingginya angka unskilled labor menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja di
Jawa Timur masih rendah.
Kualitas tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya, ketika
kualitas tenaga kerja semakin meningkat, maka akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di
Jawa Timur. Jawa Timur memiliki angkatan kerja tingkat provinsi yang paling besar di
Indonesia, dan dapat dianggap sebagai provinsi dengan “surplus tenaga kerja”, terutama bagi
industri-industri padat karya yang membutuhkan keterampilan yang rendah.
Hambatan utama untuk memiliki lebih banyak angkatan kerja yang lebih terampil adalah
rendahnya akses terhadap pendidikan menengah, yang menyebabkan rendahnya capaian
pendidikan di provinsi tersebut. Terdapat jurang yang lebar antara kaum berada dan kaum
miskin, dan juga antara penduduk pedesaan dan perkotaan dalam hal akses terhadap
pendidikan menengah.
Kata kunci : kualitas pendidikan, motor penggerak, pertumbuhan ekonomi
Dalam studi makroekonomi, kenaikan
output dapat dianalisis menjadi dua bagian, yaitu
studi dalam jangka panjang dan studi dalam
jangka pendek. Dalam jangka panjang kenaikan
output dapat dipengaruhi oleh tekhnologi dan
input faktor produksi. Seperti kapital dan tenaga
kerja. Investasi akan meningkatkan jumlah
kapital, Sehingga adanya tambahan kapital tentu
saja akan meningkatkan ketersediaan lapangan
kerja yang kemudian dapat memicu peningkatan
output nasional (Mubyarto,2003). Namun, faktor
kunci yang paling berpengaruh terhadap kenaikan
output nasional adalah kemajuan tekhnologi. Hal
ini karena kemajuan tekhnologi dapat
menigkatkan output pada tingkat kapital dan
tenaga kerja yang tetap.
Berdasarkan kontradiksi
pendapatpertumbuhan ekonomi yang berada di
atas pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun
2009 pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur
sebesar 5,01% sedangkan pertumbuhan ekonomi
nasional sebesar 4,55%, dan pada tahun 2010
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur sebesar
6,68% dan nasional sebesar 6,10%.Kualitas dan
kuantitas tenaga kerja merupakan suatu faktor
yang mempengaruhi output suatu daerah. Jumlah
penduduk yang besar, khususnya penduduk
dengan usia produktif, akan meningkatkan
jumlah angkatan kerja yang tersedia. Jumlah
tenaga kerja yang besar disertai dengan kualitas
pendidikan yang
Tantangan utama pendidikan di Jawa
Timur adalah bagaimana meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Peningkatan kualitas
sumber daya manusia adalah salah satu cara
untuk meningkatkan produktivitas. Sekitar 55
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 36
ISSN : 2302-3791
persen dari tenaga kerja di Jawa Timur hanya
mengecap pendidikan Sekolah Dasar. Hal ini
juga ditunjukkan oleh angka partisipasi murni
(APM) sekolah yang semakin menurun pada
tingkat SMP dan SMA.
Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional
yang dilaksanakan pada Agustus 2009 diketahui
bahwa pekerja di Jawa Timur mengalami
peningkatan sebesar 442,8 ribu orang
dibandingkan Agustus 2008. Sejalan dengan
peningkatan jumlah pekerja tersebut, maka
jumlah pengangguran mengalami penurunan
sebesar 262,8 ribu orang (25,43
persen).Penyerapan tenaga kerja perempuan
selama Agustus 2008 – Agustus 2009, lebih besar
dibandingkan dengan laki-laki, yaitu masing-
masing jumlah pekerja perempuan meningkat
228,6 ribu orang dan pekerja laki-laki meningkat
sebesar 194,2 ribu orang. Namun demikian,
dominasi peningkatan penduduk perempuan yang
bekerja umumnya hanya sebagai pekerja
keluarga., sehingga peningkatan jumlah tenaga
kerja tidak selalu memberikan implikasi yang
positif terhadap peningkatan pendapatan pekerja,
karena penambahan jumlah tenaga kerja hanya
terserap sebagai pekerja keluarga atau membantu
rumahtangga/suami dalam melakukan kegiatan
ekonomi yang sifatnya informal. Lebih lanjut,
jika melihat status pekerjaan berdasarkan
klasifikasi formal dan informal, maka pada
Agustus 2009 sekitar 73,12 persen tenaga kerja
bekerja pada kegiatan informal (Pemprov jatim,
2010).
Permasalahan-permasalahan seperti
tersebut di atas dikarenakan banyaknya tenaga
kerja yang ada di Provinsi Jawa Timur sebagian
besar tergolong sebagai unskilled labor atau
tenaga kerja tidak terdidik. Tenaga kerja tidak
terdidik adalah tenaga kerja kasar yang hanya
mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh
angkut, pembantu rumah tangga, dan sebagainya.
Tingginya angka unskilled labor menunjukkan
bahwa kualitas tenaga kerja di Jawa Timur masih
rendah.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk bisa meningkatkan kualitas
tenaga kerja di Jawa Timur. Mengingat tingginya
jumlah tenaga kerja yang terserap lebih banyak
pada sektor informal. Sektor informal memang
menawarkan peluang kerja yang lebih fleksibel
dalam hal persyaratan namun lemah dalam hal
jaminan keberlangsungan pekerjaan tersebut (job
security). Pekerja sektor informal rentan terhadap
gejolak ekonomi dan cenderung tidak menentu
penghasilannya khususnya para pekerja bebas
(pekerja tidak tetap) yang hanya bekerja sesekali
saja dan berpindah-pindah majikan maupun jenis
pekerjaannya. Pekerja sektor informal juga
umumnya tidak dilindungi oleh fasilitas
kesehatan, perlindungan kecelakaan, maupun
jaminan pensiun.
Banyaknya tenaga kerja dengan jenjang
pendidikan SD jumlahnya lebih besar
dibandingkan dengan jenjang pendidikan yang
lain. Tahun 1994 banyaknya tenaga kerja
berpendidikan SD sebesar 10.639.450 orang,
berpendidikan SMP sebanyak 3.184.050 orang,
dan yang mempunyai pendidikan
SMA/MA/SMK sebanyak 2.863.691 orang.
Banyaknya tenaga kerja yang mempunyai
pendidikan diploma, sarjana (S-1), pasca sarjana
(S-2) dan doktor (S-3) jauh lebih sedikit lagi
yaitu hanya sebesar 256.535orang. Dengan
demikian secara umum rata-rata tenaga kerja
tahun 1994 mempunyai rata-rata lama pendidikan
sebesar 7,73 tahun.
Seiring berjalannya waktu pemerintah
mulai menggalakkan berbagai macam program
pendidikan untuk meningkatkan kualitas tenaga
kerja. Program-program tersebut berimbas pada
kenaikan jumlah tenaga kerja yang mempunyai
jenjang pendidikan menengah, diploma dan
sarjana yang hal tersebut berarti penurunan
banyaknya tenaga kerja yang mempunyai
pendidikan SD dan SMP. Pada tahun 2009,
banyaknya tenaga kerja berpendidikan SD
sebesar 11.155.876 orang, berpendidikan SMP
sebanyak 3.373.215 orang, dan yang mempunyai
pendidikan SMA/MA/SMK sebanyak 3.652.437
orang. Banyaknya tenaga kerja yang mempunyai
pendidikan diploma, sarjana (S-1), pasca sarjana
(S-2) dan doktor (S-3) jauh lebih sedikit lagi
yaitu hanya sebesar 323.774 orang. Dengan
demikian secara umum rata-rata tenaga kerja
tahun 2009 mempunyai rata-rata lama pendidikan
sebesar 7,95 tahun.
Kompleksitas permasalahan
ketenagakerjaan secara umum masih ditandai
relatif rendahnya kualitas tenaga kerja, baik dari
segi pendidikan formal maupun keterampilannya.
Akibatnya, tingkat produktivitas tenaga kerja
menjadi rendah, sehingga posisi tawar
(bargaining position) menjadi rendah; tingkat
upah yang rendah; sering terjadinya perselisihan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 37
ISSN : 2302-3791
hubungan industrial, dan pemutusan hubungan
kerja (PHK), serta rendahnya jaminan
kesejahteraan purna-kerja.
Pada sisi lain, perkembangan tuntutan
pasar kerja dan persaingan industri di pasar
global, di mana penggunaan teknologi dan
informasi sebagai unggulan di samping faktor
ekonomis, menuntut kebutuhan tenaga kerja
profesional yang memenuhi standar kualifikasi
tenaga kerja berbasis knowledge, skill dan
attitude (KSA), serta keterampilan sosial (social
skill). Pasar kerja di masa datang juga menuntut
adanya jaminan kondisi iklim ketenagakerjaan
yang kondusif, harmonis dan dialogis, yang
melahirkan suasana hubungan industrial yang
ramah, dan adanya kepastian hukum dalam usaha
dan investasi.
Kualitas tenaga kerja berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya, ketika
kualitas tenaga kerja semakin meningkat, maka
akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di
Jawa Timur. Jawa Timur memiliki angkatan
kerja tingkat provinsi yang paling besar di
Indonesia, dan dapat dianggap sebagai provinsi
dengan “surplus tenaga kerja”, terutama bagi
industri-industri padat karya yang membutuhkan
keterampilan yang rendah. Investasi padat karya
dapat memanfaatkan kelompok pekerja dalam
jumlah yang besar dengan tingkat keterampilan
menengah, yaitu mereka yang setidaknya
memiliki pendidikan sekolah menengah. Tingkat
pengangguran bagi angkatan kerja dengan
pendidikan sekolah menengah ke atas kini berada
pada 11.3 persen, yang menunjukkan bahwa
pasar tenaga kerja masih jauh dari jenuh. Jawa
Timur juga memiliki salah satu tingkat upah
minimum dan rata-rata upah bulanan yang paling
rendah dibanding seluruh provinsi-provinsi lain
di Indonesia. Nilai upah premium untuk
mempekerjakan seorang pekerja terampil juga
lebih rendah dibanding sebagian besar daerah.
Demikian kenaikan kualitas tenaga kerja di Jawa
Timur akan dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi.
Selain tenaga kerja, faktor kualitas tenaga
kerja yang bagus juga mempunyai peran penting
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa
Timur. Hal ini karena sumber daya manusia yang
produktif merupakan penggerak pertumbuhan
ekonomi. Untuk menghasilkan tenaga kerja yang
produktif, maka diperlukan pendidikan yang
bermutu dan relevan dengan kebutuhan
pembangunan. Dalam ekonomi yang semakin
bergeser ke arah ekonomi berbasis pengetahuan,
peran pendidikan tinggi sangat penting, antara
lain untuk menghasilkan tenaga kerja yang
unggul dan produktif, yang semakin mampu
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dibutuhkan, untuk meningkatkan nilai
tambah kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.
Pendidikan tinggi di sini terdiri dari program
pendidikan akademik, program pendidikan
vokasi, serta program pendidikan profesi.
Di Jawa Timur perkembangan kualitas
tenaga kerja menunjukkan trend yang terus
meningkat terutama pada tahun 2010. Hal ini
tidak terlepas dari sistem pendidikan di Jawa
Timur yang mulai menuju penyelarasan bidang
dan program studi dengan potensi pengembangan
ekonomi di setiap koridor ekonomi. Meskipun
belum maksimal, akan tetapi mulai menunjukkan
hasil yang positif. Kegiatan pokok yang telah
dilaksanakan oleh Pemrintah Provinsi dan Daerah
di Jawa Timur dalam hal peningkatan kualitas
tenaga kerja antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan standar kompetensi kerja
dan sistem sertifikasi kompetensi tenaga
kerja.
2. Penyelenggaraan program-program
pelatihan kerja berbasis kompetensi.
3. Peningkatan dan fasilitasi pelaksanaan uji
kompetensi yang terbuka bagi semua tenaga
kerja.
4. Peningkatan relevansi dan kualitas lembaga
pelatihan kerja, serta peningkatan
profesionalisme tenaga kepelatihan dan
instruktur pelatihan kerja.
5. Fasilitasi peningkatan sarana dan prasarana
lembaga latihan kerja.
6. Meningkatkan pendidikan dan latihan bagi
calon tenaga kerja migran (TKI/TKW).
Selain itu, sistem pendidikan di Jawa Timur
juga mengakomodasi program pendidikan vokasi
untuk menghasilkan lulusan yang terampil.
Pengembangan program pendidikan vokasi
disesuaikan dengan potensi di masing- masing
koridor ekonomi. Di setiap kabupaten/ kota,
dikembangkan pendidikan tinggi setingkat
akademi (community college) atau politeknik
dengan bidang-bidang yang sesuai dengan
potensi di kabupaten tersebut. Pengembangan
community college, yang menyelenggarakan
program diploma 1, diploma 2 dan diploma 3,
diharapkan akan menghasilkan lulusan yang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 38
ISSN : 2302-3791
langsung dapat diserap oleh kegiatan ekonomi di
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di setiap
koridor ekonomi. Karena itu, pengembangan
community college dilakukan dengan secara
bersama-sama antara pemerintah, dunia usaha,
dan universitas sebagai pengelola community
college. Mutu community college dibina oleh
politeknik yang dikembangkan di ibukota
provinsi. Politeknik tersebut dikembangkan
sesuai dengan potensi dan keunggulan setiap
koridor ekonomi.
Selain pengembangan pendidikan tinggi,
pengembangan sumber daya manusia juga
dilakukan dengan pengembangan pendidikan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
pengembangan pelatihan kerja, dan
pengembangan lembaga sertifikasi. Berikut
adalah model berbagai dan terintegrasi
pendidikan tinggi dan menengah di Jawa Timur.
Model Berbagai Dan Terintegrasi Pendidikan Tinggi Dan Menengah Di Jawa Timur.
Sumber: Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025
Namun demikian, fakta juga menunjukkan
bahwa secara kuantitas banyaknya unskilled
labor masih lebih besar dibanding dengan skilled
labor. Besarnya unskilled labor di Jawa Timur
bisa menjadi penghambat bagi daearah ini untuk
mempunyai pertumbuhan ekonomi yang
memuaskan di masa-masa mendatang. Di tahun
2009, lebih dari setengah (55 persen) dari
angkatan kerja di Jawa Timur hanya memiliki
pendidikan sekolah dasar atau lebih rendah,
termasuk 21 persen dari seluruh angkatan kerja
yang tidak pernah mengenyam pendidikan di
sekolah atau tidak menyelesaikan sekolah dasar.
Hanya sekitar 6 persen dari angkatan kerja
pernah mengenyam pendidikan lanjutan setelah
sekolah menengah. Mayoritas kualitas tenaga
kerja tidak terampil dipekerjakan pada sektor
pertanian yang memiliki tingkat produktivitas
yang rendah. Para pekerja di sektor ini mendapat
upah yang paling rendah. Sekitar 52 persen dari
pekerja pertanian berada pada kelompok umur
yang lebih tinggi (di atas 40 tahun) dengan
sekolah dasar sebagai tingkat pendidikan
tertinggi yang pernah dikecap.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 39
ISSN : 2302-3791
Jumlah dan Persentase Penduduk Yang Bekerja di Jawa Timur Menurut Pendidikan dan
Lapangan Usaha Tahun 2010
Sumber: BPS. Survey Angkatan Kerja Nasional. Agustus 2010, diolah Pusdatinaker
Keterangan:
1: Pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan, 2:Pertambangan dan pengolahan, 3: Industri
Pengolahan, 4: Listrik, Gas dan air, 5: bangunan, 6: Perdagangan besar,eceran, rumah makan dan hotel, 7:
Angkutan, pergudangan dan komunikasi, 8: Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan
jasa perusahaan, 9: Jasa kemasyarakatan.
Hal tersebut seperti ditunjukkan oleh data
yang dirilis oleh BPS dalam Survey Angkatan
Kerja Nasional berikut. Banyaknya tenaga kerja
yang terserap dalam sektor pertanian pada tahun
2010 sangat mendominasi, yaitu sebesar
7.939.480 orang atau sebesar 42,46%. Jika dilihat
berdasarkan jenjang pendidikan, banyaknya
kualitas tenaga kerja dengan pendidikan SD yang
terserap di sektor pertanian adalah sebesar
6.302.681 orang atau sebesar 33,71%, jenjang
SMP sebesar 1.117.227 orang (5,98%), SMA
umum sebesar 328.494 orang (1,76%), SMA
Kejuruan sebesar 156.373 orang (0,84%),
Diploma I/II/III/ Akademi 10.191 orang (0,05%)
dan Universitas sebesar 24.514 orang (0,13%).
Sehingga kualitas tenaga kerja tersebut di sektor
pertanian tidak membutuhkan ketarampilan / skill
yang tinggi dalam pendidikan formal.
Hambatan utama untuk memiliki lebih
banyak angkatan kerja yang lebih terampil adalah
rendahnya akses terhadap pendidikan menengah,
yang menyebabkan rendahnya capaian
pendidikan di provinsi tersebut. Terdapat jurang
yang lebar antara kaum berada dan kaum miskin,
dan juga antara penduduk pedesaan dan
perkotaan dalam hal akses terhadap pendidikan
menengah. Akses yang timpang ini dapat
disebabkan oleh terbatasnya jumlah sekolah
menengah, distribusi sekolah yang tidak merata
dan relatif tingginya biaya pendidikan menengah.
Di tahun 2005/2006, angka partisipasi murni di
Jawa Timur berada pada 97,24 persen untuk
tingkat dasar, 71,22 persen untuk menengah
pertama dan 42,56 persen bagi tingkat
menengah atas.
Tren ini serupa dengan angka partisipasi
murni di Indonesia, dimana angka partisipasi bagi
tingkat menengah pertama dan menengah atas
masih jauh dari tingkat universal. Di tingkat
kabupaten/kota, banyak kabupaten/kota mencatat
angka partisipasi murni sekolah dasar di atas 90
persen. Akan tetapi variasi angka partisipasi yang
lebih besar dapat dijumpai pada tingkat
menengah pertama dan menengah atas. Sebagai
contoh, tingkat angka partisipasi murni di Kota
Kediri adalah 112,75 persen (APM Tahun
2005/2006), sementara Kabupaten Sampang
hanya mencatat 45,63 persen.
Dalam rangka untuk mengatasi masalah
kualitas tenaga kerja seperti tersebut di atas,
maka pemberian akses yang lebih besar bagi
pendidikan menengah dapat meningkatkan
jumlah pekerja terampil di provinsi Jatim. Hal ini
dapat dicapai dengan meningkatkan alokasi dana
bagi pendidikan menengah dan juga memperluas
dan mengoptimalkan sekolah-sekolah kejuruan
dan lembaga pendidikan non formal.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
<SD 6.302.681 96.782 1.027.451 2.129 466.423 1.670.597 345.014 16.892 597.032 10.525.001
SMP 1.117.227 18.885 594.605 4.387 241.386 849.651 166.106 47.947 385.762 3.425.956
SMA Umum 328.494 9.525 417.869 10.137 84.048 713.649 130.793 66.645 459.292 2.220.452
SMA Kejuruan 156.373 6.840 348.476 6.577 77.696 403.541 86.444 35.277 289.922 1.411.146
Diploma I/II/III/
Akademi 10.191 284 28.837 526 4.257 56.640 6.961 17.537 154.242 279.475
Universitas 24.514 1.576 65.325 1.909 20.838 93.702 20.265 47.702 559.247 835.078
Jumlah 7.939.480 133.892 2.482.563 25.665 894.648 3.787.780 755.583 232.000 2.445.497 18.697.108
1 2 3 4 5 6 7 8 9
<SD 33,71% 0,52% 5,50% 0,01% 2,49% 8,94% 1,85% 0,09% 3,19% 56,29%
SMP 5,98% 0,10% 3,18% 0,02% 1,29% 4,54% 0,89% 0,26% 2,06% 18,32%
SMA Umum 1,76% 0,05% 2,23% 0,05% 0,45% 3,82% 0,70% 0,36% 2,46% 11,88%
SMA Kejuruan 0,84% 0,04% 1,86% 0,04% 0,42% 2,16% 0,46% 0,19% 1,55% 7,55%
Diploma I/II/III/
Akademi 0,05% 0,00% 0,15% 0,00% 0,02% 0,30% 0,04% 0,09% 0,82% 1,49%
Universitas 0,13% 0,01% 0,35% 0,01% 0,11% 0,50% 0,11% 0,26% 2,99% 4,47%
Jumlah 42,46% 0,72% 13,28% 0,14% 4,78% 20,26% 4,04% 1,24% 13,08% 100,00%
LAPANGAN USAHAPENDIDIKAN JUMLAH
PENDIDIKANLAPANGAN USAHA
JUMLAH
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 40
ISSN : 2302-3791
Berikut adalah model peningkatan
produktivitas menuju keunggulan kompetitif
yang bisa di jadikan acuan oleh pemerintah
Provinsi Jawa Timur. Model ini diambil
berdasarkan Masterplan Percepatan Dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
2011 s.d 2025.
Model Peningkatan Produktivitas Menuju Keunggulan Kompetitif
Sumber: Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 s.d 2025
Inisiatif Inovasi : 1 -747 MP3EI
Sumber: Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 s.d 2025
Untuk mewujudkan peningkatan
produktivitas, maka direkomendasikan usulan
Inisiatif Inovasi 1-747 MP3EI sebagai pendorong
utama terjadinya proses transformasi sistem
ekonomi berbasis inovasi melalui penguatan
sistem pendidikan (human capital) dan kesiapan
teknologi (technological readiness). Proses
transformasi tersebut memerlukan input
pendanaan Penelitian dan Pengembangan (R &
D) sebesar 1 persen dari GDP yang perlu terus
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 41
ISSN : 2302-3791
ditingkatkan secara bertahap sampai dengan 3
persen GDP menuju 2025. Porsi pendanaan
penelitian dan pengembangan tersebut diatas,
berasal dari Pemerintah maupun dunia usaha.
Pelaksanaannya dilakukan melalui 7 langkah
perbaikan ekosistem inovasi, sedangkan
prosesnya dilakukan dengan menggunakan 4
wahana percepatan pertumbuhan ekonomi
sebagai model penguatan aktor-aktor inovasi
yang dikawal dengan ketat. Dengan demikian
diharapkan 7 sasaran visi inovasi 2025 di bidang
SDM dan IPTEK akan dapat tercapai sehingga
menjamin percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Seiring dengan kemajuan ekonomi dari faktor
driven economy menuju ke innovation driven
economy, diharapkan peran pemerintah di dalam
pendanaan R & D akan semakin berkurang dan
sebaliknya peran swasta semakin meningkat.
Berikut ini adalah beberapa inisiatif
pelaksanaan inovasi yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi seperti tersebut di
atas:
1. PengembanganKlasterInovasiuntukmenduku
ngkoridorekonomi di JawaTimur.
Pengembangan koridor ekonomi harus
diiringi dengan penguatan klaster inovasi
sebagai centre of excellence dalam rangka
mendukung peningkatan kemampuan
berinovasi untuk meningkatkan daya saing.
Pengembangan centre of excellence tersebut
diharapkan terintegrasi dengan klaster-
klaster industri.
2. Revitalisasi PUSPIPTEK sebagaiScience &
Technology (S&T) Park
Merevitalisasi PUSPIPTEK sebagai S & T
Park bertujuan untuk melahirkan IKM/UKM
berbasis inovasi dalam berbagai bidang
strategis yang mampu mengoptimalkan
interaksi dan pemanfaatan sumber daya
universitas, lembaga litbang, dan dunia
usaha sehingga dapat menghasilkan produk
inovatif. Untuk menjaga keberlanjutan
pengelolaan S & T Park tersebut perlu
dilakukan:
a. Menjadikan PUSPIPTEK sebagai
Badan Layanan Umum (BLU) dengan
manajemen profesional sehingga
tercipta link antara bisnis dan riset;
b. Menjadikan PUSPIPTEK sebagai pusat
unggulan riset berteknologi tinggi.
3. Pembentukan Klaster Inovasi Daerah untuk
Pemerataan Pertumbuhan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat
mendorong dan memberdayakan upaya
masyarakat, pelaku usaha, pemerintah daerah
yang sudah memiliki inisiatif untuk
menumbuh-kembangkan potensi inovasi pada
beberapa produk dan program unggulan
wilayah, antara lain:
a. Model Pengembangan Kawasan Inovasi
Agroindustri, di Gresik Utara
ProvinsiJawaTimur;
b. Model pengembangan kawasan industri
inovasi produk-produk hilir yang
terintegrasi, untuk pengembangan kelapa
sawit, kakao, dan perikanan;
c. Model Pengembangan Kawasan Inovasi
Energi yang berbasisnon-renewable dan
renewable energy di Provinsi Kalimantan
Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin,1998.Ekonomi Pembangunan.
Edisi kedua, Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta
Baltagi, Budi H 2005. Econometric Analysis of
Panel Data. Third Edition. Chichester:
Jhon Wiley and sons.
Bank Dunia Dan International Finance
Corporation. 2010.Doing Bussiness di
Indonesia 2010:Memperbandingkan
Kebijakan Usaha di 14 kota dan 183
Perekonomian. Washington, DC :
Publikasi Bank Dunia dan International
Finance Corporation.
-----------,2000. Ekonomi Makro. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
Boediono,1999. Ekonomi Makro. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
Borensztein, E. & De Gregorio, J. & Lee, J-W.,
1998. "How does foreign direct investment
affect economic growth?," Journal of
International Economics, Elsevier , vol.
45(1), pages 115-135, June.
Brian J. Aitken & Ann E. Harrison, 1999. "Do
Domestic Firms Benefit from Direct
Foreign Investment? Evidence from
Venezuela," American Economic Review,
American Economic Association, vol.
89(3), pages 605-618, June.
Carcovic, Mario and Levine, Ross. 2004. Does
Foreign Direct Investment accelerate
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 42
ISSN : 2302-3791
Economic Growth?. Published on The
Institute of International Economics
Confereences. Washington.
Chenery, Hollis B. And Carter, Nicholas G.
1973. Foreign Assistance and
Development Performance, 1960-1970.
The American Economic Review (AER),
63(2), 459 - 68.
Dajan, Anto. 1984. Pengantar Metode Statistik.
Jilid 2. Jakarta: LP3ES.
Gujarati,Domodar N.2003. Basic Econometrics.
Fourth Edition. New York: The McGraw-
Hill Companies.
----------. 1995. Ekonometrika Dasar. Jakarta:
Erlangga.
Haddad, M. and A. Harrison, 1993, "Are there
Positive Spillovers from Direct Foreign
Investment?", Journal of Development
Economics, Vol. 42, pp. 51-74.
Irwan dan Suparmoko,1992. Ekonomika
Pembangunan. Edisi lima, Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
Ismet, Johar. 1996. “Analisis Pertumbuhan
Ekonomi Dan Distribusi Pendapatan
Masyarakat Kota Batam Dengan
Pendekatan Model System Neraca Sosial
Ekonomi (SNSE)”online),(diakses tanggal
30Maret 2010)
Kelley, C. Allen dan Robert M.
Schmidt.1995.”Aggregate Population and
Economic Growth Corelation: The role of
the components of demographic changes”
(online),(diakses tanggal 21 Maret 2010)
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
2011. Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia. Jakarta:Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi
Bidang Infrastruktur dan Pengembangan
Wilayah Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian
Kobrin, S.J. 1977.“Foreign Direct Investments,
Industrialization, and Social Change”, Jai
Press, Connecticut.
Kuncoro, Mudrajat. 2000. “Ekonomi
Pembangunan: Teori, Masalah dan
Kebijakan”, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta.
Kuntjoro Jakti, Dorojatun,2003. Mau kemana
Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta:
Prenada Media.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat
(LPEM). 2007. Construction of Regional
Index of Cost of Doing Business in
Indonesia
Lipsey, Richard G dkk, 1991. Pengatar Makro
Ekonomi. Edisi kedelapan, Jakarta:
Erlangga.
Magnus Blomstrom & Robert E. Lipsey & Mario
Zejan, 1994. "What Explains Developing
Country Growth?," NBER Working Papers
4132, National Bureau of Economic
Research, Inc.
Mishkin, Frederich.1996. “The Channels of
Monetary Transmission : Lesson for
Monetary Policy” .National Bureau of
Economic Research Working Paper vol
5464: 2
Mubyarto. 2003. ” Teori Investasi dan
Pertumbuhan Ekonomi Dalam Ekonomi
Pancasila ”. Jurnal Ekonomi Rakyat. Edisi
16: 4
Noerdhaus dan samuelson, 2000. Ilmu Makro
Ekonomi. Jakarta: Media Global Edukasi.
Pujiati, Amin.2007. “Analisis Pertumbuhan
Ekonomi Di Karesidenan Semarang Era
Desentralisasi Fiskal " Jurnal
Pembangunan. (Online),hal: 61-
70,(http://uns.ac.id/ejournal/index.php/aku/
article/viewPDFInterstitial/15656/15648/,
diakses 20 Januari 2010)
Rosyidi, Suherman.2000. Pengantar Ilmu
Ekonomi. Jakarta:Erlangga.
Sadli, M, (2002), “Beberapa Masalah Dalam
Ekonomi Makro”, Modul Pelatihan
Training Manajer BRI, Jakarta.
Samuelson, Paul A dan William
D.Nordhaus.2001.”Ilmu
Makroekonom”.Edisi Tujuh
Belas.Terjemahan .Jakarta:PT Media
Global Edukasi.
Sarwoko, 2005. Dasar-Dasar ekonometrika.
Yogyakarta: Andi.
Sitompul,novita linda.2007. analisis pengaruh
investasi dan tenaga kerja terhadap PDRB
Sumatra Utara.Tesis tidak
diterbitkan.Medan: pasca Sarjana
Universitas sumatra utara.
Sodik, Jamzani,dkk. 2005. “Investasi, Pendidikan
Tenaga Kerja Dan Pertumbuhan Ekonomi
Regional (Studi Kasus Pada 26 Propinsi
Di Indonesia, Pra Dan Pasca
Otonomi)“Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 43
ISSN : 2302-3791
(Online),vol.10,No.2(http://upn.ac.id/ejour
nal/ article / view PDF Interstitial/, diakses
20 Januari 2010)
Sukirno, Sadono.1981. Pengantar Teori
Makroekonomi. Jakarta: Bima Grafika
----------.1981. Pengantar Teori Makroeskonomi.
Jakarta: Bima Grafika
----------.1985. Ekonomi Pembangunan Proses,
Masalah dan Dasar Kebijaksanaan.
Jakarta: Fakultas Ekonomi UI dengan
Bima Grafika.
---------.2004. Makroekonomi Teori Pengantar.
Jakarta: Bima Grafika.
Suparmoko.1996. Pengantar Ekonometrika
Makro. Edisi ketiga, Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta
Syamsiyah, Siti. 2007. “Analisis Kualitas Tenaga
Kerja Dan Investasi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten
Karanganyar”.skripsi yang diterbitkan
(http://ums.com/skrispsi/article/viewPDFIn
terstitial/,diakses 19 Januari 2010)
Tarmidi,T Lepi.1992. Ekonomi Pembangunan.
Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.
Verbeek, Marno.2000. A Guide to Modern
econometrics. Chicherster:Jhon Wiley and
sons.
Widarjono, Agus.2005. Ekonometrika Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia Fakultas
ekonomi UII
Winoto, Joyo,2000,ekonomi pembangunan.
Bahan bacaan tambahan mata kuliah
perencanaan ekonomi wilayah dan
pedesaan. Program studi ilmu prencanaan
pembangunan wilayah dan pedesaan
program pascasarjana IPB.
Worldbank. 2011. Perkembangan Triwulanan
Perekonomian Indonesia: Tantangan saat
ini, peluang masa depan. Jakarta: Juni
2011
Worldbank. 2011. Perkembangan Triwulanan
Perekonomian Indonesia: Masa
Bergejolak. Jakarta: Oktober 2011
www.BPS.go.id
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 44
ISSN : 2302-3791
PENERAPAN PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN AIR PADA
MATERI SIFAT-SIFAT BANGUN DAN HUBUNGAN
ANTAR BANGUN DI KELAS V SD
Nur Qomariyah Nawafilah *)
*)
Dosen Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK Siswa sering menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit. Oleh karena
itu guru harus menggunakan cara yang tepat dalam mengajarkannya. Salah satu solusi
dari permasalahan itu adalah pendekatan AIR (Auditory, Intellectualy, Repeatition).
Peneliti mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengelolaan
pembelajaran oleh guru, aktivitas dan kinerja siswa, hasil belajar serta respon siswa
terhadap pendekatan AIR. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
rancangan one shot-case study dan dilaksanakan di MI Miftahul Ulum Simbatan
Lamongan. Penelitian ini berlangsung selama 3 kali pertemuan yang pelaksanaannya
sesuai dengan RPP yang telah dibuat oleh peneliti. Data yang diperoleh dari penelitian
yaitu data pengelolaan pembelajaran dan data aktivitas siswa yang diperoleh melalui
lembar pengamatan, data kinerja siswa yang diperoleh melalui kartu penilaian unjuk
kerja, data hasil belajar siswa yang diperoleh melalui soal tes hasil belajar, serta data
respon siswa yang diperoleh melalui lembar angket respon siswa. Berdasarkan hasil
analisis data, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran baik dengan rata-rata 2,78. Aktivitas siswa yang paling menonjol adalah
memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. Kinerja siswa baik dengan rata-rata
keseluruhan 17 untuk LKS 1 dan17,2 untuk LKS 2. Hasil belajar siswa mencapai 40%.
Respon siswa adalah sangat positif sebesar 92,43%.
Kata kunci: Pendekatan AIR, bangun dan hubungan antar bangun
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu upaya
untuk memberikan pengetahuan dan keahlian
tertentu kepada manusia untuk mengembangkan
potensi diri agar mampu menghadapi setiap
perubahan yang terjadi. Sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 3)
pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar agar peserta didik secara aktif dapat
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pemerintah melakukan berbagai upaya
untuk meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia yang kualitasnya masih rendah. Salah
satu upayanya yaitu dengan senantiasa
menyempurnakan kurikulum. Kurikulum yang
berlaku saat ini adalah Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan
kurikulum operasional yang dikembangkan oleh
setiap satuan pendidikan serta merupakan acuan
dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk
mengembangkan berbagai ranah pendidikan
(pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dalam
seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya
pada jalur pendidikan sekolah (Mulyasa, 2006:
44).
Matematika merupakan salah satu bidang
studi yang mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Matematika
menduduki peranan penting dalam bidang
pendidikan karena selain sebagai fondasi bagi
ilmu pengetahuan, matematika juga sebagai
pembantu bagi ilmu pengetahuan yang lain.
Namun matematika sering digambarkan
sebagai pelajaran yang sulit, membosankan,
bahkan menakutkan. Karena anggapan tersebut
maka siswa semakin tidak menyukai pelajaran
matematika. Matematika mata pelajaran yang
sulit dipahami karena keabstrakan konsepnya
(Ruseffendi, 1988: 69). Kebanyakan konsep yang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 45
ISSN : 2302-3791
diajarkan guru hanya sekedar dihafalkan
sehingga kurang bermakna bagi siswa.
TIMSS (Trends in International
Mathematics and Science) dan PISA
(Programme for International Student
Assesment) menyebutkan bahwa untuk
matematika Indonesia berada di peringkat 36 dari
48 negara (Satria, 2009 dalam http://www.mail-
archive.com/forum-
pembacakompas%40yahoogroups.com). Fakta
ini mengisyaratkan bahwa penguasaan siswa
terhadap konsep materi yang diajarkan dalam
pelajaran matematika masih rendah. Banyak
faktor yang melatarbelakangi terjadinya hal itu,
salah satunya yaitu karena cara penyajian materi
pelajaran atau pembelajaran yang dilaksanakan.
Kebanyakan guru masih menggunakan metode
ceramah tanpa memperhatikan keterlibatan siswa
dalam pembelajaran.
Usaha yang dapat dilakukan guru
sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar
adalah membuat rencana pembelajaran sematang
mungkin agar proses belajar mengajar dapat
terlaksana dengan baik. Menurut Suyatno (2009:
9) pembelajaran hendaknya dimulai dari
masalah-masalah aktual, autentik, relevan, dan
bermakna bagi siswa sehingga siswa dapat
menerapkan konsep yang dipelajarinya di dalam
kehidupan sehari-hari.
Untuk meningkatkan keterlibatan siswa,
guru juga harus pandai memilih model, metode,
strategi maupun pendekatan yang sesuai dengan
materi yang disampaikan. Salah satu pendekatan
yang mendorong siswa untuk belajar lebih aktif
yaitu pendekatan AIR. Unsur-unsur dalam
pendekatan AIR yaitu (1) Auditory; (2)
Intellectually; (3) Repeatition. Auditory yang
bermakna bahwa belajar haruslah dengan melalui
mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi,
mengemukakan pendapat, dan menanggapi.
Intellectually yang bermakna bahwa belajar
haruslah menggunakan kemampuan berpikir
(minds-on), belajar haruslah dengan konsentrasi
pikiran dan berlatih menggunakannya melalui
bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi,
menemukan, mencipta, mengkonstruksi,
memecahkan masalah, dan menerapkan.
Repeatition merupakan pengulangan yang
bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan
dengan cara siswa dilatih melalui pemberian
tugas atau kuis (Suyatno, 2009: 65 ).
Pelaksanaan pendekatan AIR nantinya
akan dikombinasikan dengan model
pembelajaran kooperatif yang mana model ini
dapat menuntun siswa untuk dapat bekerja sama
dan saling bertukar pendapat serta berdiskusi
dalam menyelesaikan permasalahan yang
diberikan guru. Model ini sangat sesuai jika
dipadukan dengan pendekatan AIR yang memang
dalam setiap unsurnya menekankan
pembelajaran berpusat pada siswa.
Materi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sifat-sifat bangun dan hubungan antar
bangun. Hal ini disebabkan materi ini cocok jika
diajarkan dengan pendekatan AIR yang menuntut
keaktifan siswa dalam membentuk konsep materi
yang diajarkan. Alasan lain adalah banyak
aplikasi materi ini dalam kehidupan sehari-sehari
siswa.
Dari uraian di atas, maka peneliti akan
melakukan penelitian yang berjudul Penerapan
Pembelajaran dengan Pendekatan AIR pada
Materi Sifat-Sifat Bangun dan Hubungan Antar
Bangun di Kelas V MI.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif. Pengamatan dilakukan pada
pengelolaan pembelajaran oleh guru, aktivitas
siswa selama proses pembelajaran, kinerja siswa
selama mengerjakan LKS, hasil belajar siswa
setelah diterapkan pembelajaran dengan
pendekatan AIR, serta respon siswa setelah
mengikuti pembelajaran dengan pendekatan AIR
.
Penelitian dilaksanakan di MI Miftahul
Ulum Simbatan Sarirejo Lamongan. Subyek
dalam penelitian ini adalah siswa kelas V MI
Miftahul Ulum Simbatan yang terdiri atas 15
orang siswa tahun pelajaran 2011-2012.
Rancangan penelitian yang digunakan
pada penelitian ini adalah One Shot Case Study,
karena hanya satu kelas saja yang dikenakan
perlakuan tertentu tanpa adanya kelas kontrol
dan tanpa tes awal. Dalam penelitian ini yang
dimaksud perlakuan tertentu yaitu penerapan
pendekatan AIR kepada subyek. Setelah
diterapkan perlakuan tersebut dilakukan analisis
terhadap pengelolaan pembelajaran oleh guru,
aktivitas siswa selama pembelajaran, kinerja
siswa dari proses pengerjaan LKS, dan hasil
belajar siswa dalam mengerjakan soal serta
respon siswa. Rancangan penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
X O ( arikunto, 2002 : 77)
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 46
ISSN : 2302-3791
Keterangan:
X : Perlakuan, yaitu penerapan pendekatan AIR
dalam proses belajar mengajar.
O : Hasil penelitian selama dan setelah
perlakuan, yaitu pengelolaan pembelajaran
selama kegiatan pembelajaran berlangsung
dengan penerapan pendekatan AIR, aktivitas
siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung dengan penerapan pendekatan
AIR, kinerja siswa dalam mengerjakan LKS,
hasil belajar siswa setelah pembelajaran
dengan penerapan pendekatan AIR, respon
siswa setelah penerapan pendekatan AIR.
Prosedur pelaksanaan penelitian ini
dibagi atas empat tahap (Moleong, 2001), yaitu:
1. Tahap Persiapan
Sebelum melakukan penelitian,
kegiatan-kegiatan yang dipersiapkan peneliti
antara lain adalah: (a) menentukan tempat dan
subyek penelitian, (b) mengunjungi sekolah
yang akan digunakan untuk penelitian dan
meminta izin persetujuan untuk melakukan
penelitian, (c) membuat perangkat
pembelajaran dan instrumen penelitian yang
terdiri atas RPP, LKS, lembar kuis, lembar
pengamatan pengelolaan pembelajaran dan
aktivitas siswa, kartu penilaian unjuk kerja
siswa, lembar soal tes, dan lembar angket
respon siswa terhadap pembelajaran yang
menerapkan pendekatan AIR.
2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, aktivitas yang
dilakukan antara lain adalah: (a) persiapan
siswa, (b) pemilihan dan pembentukan
kelompok heterogen, (c) pelaksanaan
pembelajaran dengan pendekatan AIR, (d)
pelaksanakan pengamatan terhadap
pengelolaan pembelajaran oleh guru, aktivitas
siswa selama penerapan pembelajaran dengan
pendekatan AIR, dan pengamatan terhadap
kinerja siswa dalam mengerjakan LKS, (e)
melakukan tes hasil belajar yang dilaksanakan
pada akhir pembelajaran, (f) menyebarkan
angket respon siswa setelah penerapan
pembelajaran dengan pendekatan AIR.
3. Analisis Data
Kegiatan analisis data dilakukan setelah
pengumpulan data. Data-data yang dianalisis
adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan Pembelajaran
Untuk mengolah hasil observasi dari
pengelolaan pembelajaran oleh guru
selama penerapan pendekatan AIR
dilakukan dengan cara menghitung nilai
rata-rata setiap kategori.
Kriteria hasil penelitian sebagai
berikut:
Nilai < 0,50 : Sangat kurang
0, 50 ≤ nilai ≤ 1, 50 : Kurang
1, 50 ≤ nilai ≤ 2, 50 : Cukup
2, 50 ≤ nilai ≤ 3, 50 : Baik
Nilai ≥ 3,5 : Sangat baik
Adapun kategorinya adalah sebagai
berikut:
1 : Sangat baik
2 : Baik
3 : Kurang baik
4 : Tidak baik
b. Aktivitas siswa
Lembar pengamatan aktivitas siswa
menunjukkan keaktifan siswa dalam
model pembelajaran yang dianalisis
sebaga berikut:
Persentase = 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑛𝑐𝑢𝑙 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑎𝑛
(Azizah, 1998)
c. Kinerja siswa
Untuk menganalisis data digunakan
kartu penilaian sebagai pedoman penilaian
dengan skala sebagai berikut:
1 : Tidak benar
2 : Kurang benar
3 : Benar tetapi kurang sempurna
4 : Sempurna (Rahaju, 2008)
Skor yang akan diperoleh siswa
pada rentang 6 skor 24.
Pengkategorian siswa dibagi menjadi 4
kategori berdasarkan skor yang diperoleh
setiap siswa adalah sebagai berikut:
6 – 10 : Gagal
11 – 15 : Kurang berhasil
16 – 20 : Berhasil
21 – 24 : Sangat berhasil
Lembar Unjuk Kerja Siswa sebagai
perangkat penilaian otentik dapat
dikatakan efektif jika hasil unjuk kerja
kelompok siswa memenuhi kriteria
berhasil atau sangat berhasil.
d. Tes Hasil Belajar
Untuk mengetahui ketuntasan siswa,
ditentukan oleh persentase ketuntasan
yang dihitung dengan cara:
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 47
ISSN : 2302-3791
% 𝐾𝑒𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 =𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙× 100%
Sedangkan perhitungan untuk menyatakan
persentase banyaknya siswa yang tuntas
dihitung dengan cara:
% 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 =𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑛𝑦𝑎× 100%
Berdasarkan ketentuan dari sekolah
tempat penelitian, satu kelas dikatakan
tuntas belajar jika minimal 85% siswa
tuntas.
e. Angket Respon
Data angket respon siswa dihitung
dengan cara menentukan persentase dari
setiap pertanyaan . Respon siswa
dikatakan positif jika persentase sikap
positif lebih dari atau sama dengan 75%.
Data tersebut dianalisis dengan
menggunakan statistik deskriptif, dengan
persentase sebagai berikut:
Rs = 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒−𝑖
𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛
Rs=Persentase respon siswa
Tabel kategori respon siswa
No. Persentase Respon Siswa (%) Kategori
1.
2.
3.
4.
Rs ≥ 85
70 ≤ Rs < 85
50 ≤ Rs < 70
Rs < 50
Sangat positif
Positif
Kurang positif
Tidak positif
(Khabibah, 2006: 97) 4. Penulisan Laporan Penelitian
Penulisan laporan penelitian yang
menjelaskan kegiatan penelitian dari
persiapan penelitian sampai dengan penarikan
kesimpulan dari data-data yang telah
dianalisis untuk menjawab pertanyaan
penelitian yang meliputi pengelolaan
pembelajaran, aktivitas siswa, data kinerja
siswa, data tes hasil belajar, dan data angket
respon siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengelolaan Pembelajaran
Berdasarkan hasil pengamatan
pengelolaan pembelajaran, meskipun ada
beberapa kegiatan yang kurang terlaksana
dengan baik, namun secara keseluruhan
kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran dengan pendekatan AIR
memperoleh rata-rata 2,78 dengan kriteria
baik.
2. Hasil Aktivitas Siswa Pengamatan aktivitas siswa
dilaksanakan selama pembelajaran sifat-sifat
bangun dan hubungan antar bangun
berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan
diperoleh bahwa aktivitas siswa dalam
memperhatikan/ mendengarkan penjelasan
guru atau siswa lain (Auditory) sebesar
26,38%, membaca/ memahami LKS
(Auditory) sebesar 7,83%, berdiskusi/
bertanya antar siswa dengan siswa dan siswa
dengan guru (Auditory) sebesar 11,12%,
mengerjakan LKS secara berkelompok
(Auditory dan Intellectually) sebesar 13,24%,
presentasi (Auditory) sebesar 6,45%,
mengajukan pertanyaan (Auditory) sebesar
1,89%, menanggapi pertanyaan (Auditory)
sebesar 2,08%, mencatat/ merangkum
(Intellectually) sebesar 12,01%, mengerjakan
kuis (Repetition) sebesar 14,9%, melakukan
perilaku yang tidak relevan sebesar 7,32%.
Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa aktivitas yang paling dominan adalah
memperhatikan/ mendengarkan penjelasan
guru atau siswa lain (Auditory) sebesar
26,38%. Hal ini dikarenakan memang siswa
sudah terbiasa dengan pembelajaran dengan
metode ceramah yang memang siswa bersifat
pasif (hanya mendengarkan penjelasan guru).
Imbasnya dapat dilihat pada aktivitas
mengajukan dan menjawab pertanyaan yang
merupakan aktivitas dengan presentase paling
kecil diantara aktivitas-aktivitas yang lain.
3. Hasil Kinerja Siswa
Dalam penelitian ini, analisis data
secara keseluruhan mengenai kinerja siswa
pada LKS 1 dan LKS 2 dengan menerapkan
pendekatan AIR disajikan dalam tabel
berikut :
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 48
ISSN : 2302-3791
Tabel Rata-rata Kategori LKS 1
Kelompok Jumlah Nilai Kategori
1 14 Kurang berhasil
2 19 Berhasil
3 17 Berhasil
4 18 Berhasil
5 17 Berhasil
Rata-rata keseluruhan 17 Berhasil
Dari tabel di atas dapat dinyatakan
bahwa kinerja siswa baik dengan rata-rata
keseluruhan 17. Dengan demikian dapat
disimpulkan kinerja siswa untuk LKS 1
selama penerapan pendekatan AIR pada
pembelajaran materi sifat-sifat bangun dan
hubungan antar bangun baik.
Tabel Rata-rata Kategori LKS 2
Kelompok Jumlah Nilai Kategori
1 16 Berhasil
2 18 Berhasil
3 18 Berhasil
4 19 Berhasil
5 15 Kurang berhasil
Rata-rata keseluruhan 17,2 Berhasil
Dari tabel di atas dapat dinyatakan
bahwa kinerja siswa baik dengan rata-rata
keseluruhan 17,2. Dengan demikian dapat
disimpulkan kinerja siswa untuk LKS 2
selama penerapan pendekatan AIR pada
pembelajaran materi sifat-sifat bangun dan
hubungan antar bangun baik.
4. Hasil Belajar Siswa
Tes hasil belajar siswa dilaksanakan
setelah penerapan pembelajaran dengan
pendekatak AIR pada materi sifat-sifat bangun
dan hubungan antar bangun selesai. Tes hasil
belajar ini terdiri atas 5 soal cerita. Tes
diberikan untuk mengetahui ketuntasan
belajar siswa setelah diterapkannya
pembelajaran dengan pendekatan AIR.
Berdasarkan nilai tes hasil belajar siswa,
diperoleh bahwa dari 15 siswa yang
mengikuti tes, terdapat 6 siswa yang tuntas
dan 9 orang tidak tuntas.
Sehubungan dengan KKM yang
ditetapkan sekolah yaitu siswa dikatakan
tuntas untuk pelajaran matematika jika
nilainya ≥ 65 dan siswa dikatakan tuntas
secara klasikal jika 85% siswa mendapat nilai
≥ 65. Karena jumlah siswa yang tuntas
sebanyak 6 siswa, maka diperoleh presentase
ketuntasan belajar secara klasikal sebesar
40% saja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
setelah penerapan pembelajaran dengan
pendekatan AIR ketuntasan belajar siswa
secara klasikal tidak tercapai.
5. Hasil Respon Siswa
Angket respon siswa terhadap
pendekatan AIR diberikan setelah penerapan
pembelajaran dengan pendekatan AIR dan
setelah siswa mengerjakan tes. Data respon
siswa berfungsi untuk mengetahui pendapat
siswa tentang pembelajaran dengan
pendekatan AIR sesuai dengan indikator yang
ada pada lembar angket respon siswa.
Berdasarkan hasil angket, diperoleh
bahwa 93,34% siswa memberikan respon
positif (menjawab “ya”) selama mengikuti
pembelajaran dengan pendekatan AIR.
Terdapat 86,67% siswa menjawab bahwa
dengan pembelajaran ini mereka lebih berani
bertanya. Sebanyak 80% siswa mengatakan
bahwa dengan pembelajaran ini membuat
mereka lebih berani mengungkapkan
pendapat dan 86,67% juga menjawab bahwa
dengan pembelajaran ini membuat siswa lebih
memahami materi pelajaran. Masih banyak
lagi respon-respon positif yang diberikan
siswa mengenai penerapan pembelajaran AIR.
Secara keseluruhan, sebanyak 92,43% siswa
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 49
ISSN : 2302-3791
merespon positif terhadap pembelajaran
dengan pendekatan AIR. Karena persentase
siswa ≥85, maka respon siswa dikategorikan
sangat positif terhadap pembelajaran dengan
pendekatan AIR.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran matematika pada materi
sifat-sifat bangun dan hubungan antar
bangun dengan menggunakan
pendekatan AIR di kelas V MI Miftahul
Ulum Simbatan adalah baik dengan rata-
rata keseluruhan 2,78.
b. Aktivitas siswa yang paling dominan
selama mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan AIR di kelas V
MI Miftahul Ulum Simbatan adalah
memperhatikan atau mendengarkan
penjelasan guru atau siswa lain.
c. Kinerja siswa dalam mengerjakan LKS
adalah berhasil dengan rata-rata
keseluruhan untuk LKS 1 sebesar 17 dan
LKS 2 sebesar 17,2.
d. Hasil belajar siswa setelah penerapan
pendekatan AIR pada pembelajaran
materi sifat-sifat bangun dan hubungan
antar bangun di kelas V MI Miftahul
Ulum Simbatan belum tuntas dengan
ketuntasan belajar sebesar 40%, sehingga
ketuntasan belajar klasikal tidak tercapai.
e. Respon siswa setelah mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan AIR adalah sangat positif
dengan persentase 92,43%.
2. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh,
maka peneliti memberikan saran sebagai
berikut:
a. Hendaknya guru matematika mencoba
menerapkan pendekatan AIR untuk
meningkatkan peran siswa dalam
pembelajaran dengan berusaha
memperbaiki dari segi pelaksanaan
pembelajaran dan soal berupa LKS yang
akan dikerjakan siswa secara
berkelompok.
b. Untuk meningkatkan keaktifan siswa
sebaiknya guru melatih siswa sejak dini
mengungkapkan ide atau pendapat
mereka dengan banyak memberikan
pertanyaan yang memancing.
c. Penelitian hendaknya dilakukan pada
sekolah yang sudah pernah menerapkan
model pembelajaran kooperatif dengan
pendekatan AIR sehingga siswa tidak
bingung selama pembelajaran
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Azizah, Umi. 1998. Pengembangan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia
di SMU. Tesis yang tidak dipublikasikan.
Surabaya: Unesa.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Khabibah, Siti. 2006. Pengembangan Model
Pembelajaran Matematika Dengan Soal
Terbuka Untuk Meningkatkan Kreativitas
Siswa Sekolah Dasar. Disertasi tidak
dipublikasikan. Surabaya: Unesa.
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitia
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosadakarya.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Surabaya: Unpress Unesa.
Rahaju, Endah Budi. 2008. Suplemen Asesmen
Jurusan Matematika. Surabaya: Unpress
Unesa.
Russefendi. 1988. Pengantar Kepada Membantu
Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam
Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan
CBSA. Bandung: Tarsito.
Satria. 2009. Kualitas pendidikan Matematika di
Indonesia
(http://www.mailarchive.com/forumpembaca
kompas%40yahoogroups.com, diakses
tanggal 12 februari 2011).
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran
Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 50
ISSN : 2302-3791
TAUHID DAN FIKIH DALAM NASKAH KITAB KEMATIAN
Rosinta Anjar Prima Pangastuti *)
*)
Dosen Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Naskah Kitab Kematian mengandung ajaran-ajaran yang dapat diambil manfaatnya oleh
pembaca, oleh karena itu naskah tersebut harus diungkapkan isinya. Selain bermanfaat dalam
kehidupan, pengungkapan ajaran tauhid dan fikih dalam naskah tersebut adalah sebagai wujud
pelestarian budaya Indonesia. Fokus penelitian ini yaitu ajaran tauhid dalam naskah Kitab Kematian
dan fikih dalam naskah Kitab Kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ajaran tauhid
dan fikih dalam naskah Kitab Kematian. Tauhid artinya menjadikan sesuatu menjadi satu atau
keyakinan tentang satu atau Esanya Tuhan. Fikih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara
yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshili (terinci) yakni dalil-dalil atau hukum-hukum khusus yang
diambil dari dasar-dasar Alquran dan Sunnah (hadis). Rancangan penelitian yang digunakan dalam
naskah Kitab Kematian ini adalah penelitian filologi dengan edisi naskah tunggal. Untuk
mengumpulkan data digunakan teknik baca catat. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ajaran tauhid dalam Kitab Kematian terdiri atas (1) Ilah
yang terbagi menjadi Ilah uluhiyah, Ilah rububiyah, dan asma’ wa sifat: Maha Pengasih (Ar-Rahman),
Maha Penyayang (Ar-Rahim), Maha Pemurah (Al-Karim), Maha Pemaaf (Al-Afuww), Maha Esa (Al-
Wahid), Maha Besar (Al-Kabir), Maha Kuasa (Al-Qudrah), Maha Berkehendak (Al-Iradah) (2)
Nubuwwah, dan (3) Samiyyat (membahas tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di padang
mahsyar, surga dan neraka, arsy, dan kiamat). Ajaran fikih dalam Kitab Kematian ini membahas
tentang puasa, zakat, membaca Alquran, berbakti kepada orang tua, kewajiban terhadap jenazah, zina,
dan sholat.
Kata-kata Kunci: naskah, tauhid, fikih, filologi
Peninggalan kebudayaan bangsa Indonesia
sebagian besar berbentuk tulisan. Dari tulisan
tersebut, diperoleh gambaran lebih jelas
mengenai alam pikiran, adat-istiadat, dan sitem
nilai masyarakat pada zaman lampau, suatu
pengertian yang tidak mungkin tercapai jika
bahan-bahan keterangan ini hanya terdiri dari
peninggalan material, karena dalam hal itu
banyak kesimpulan pakar berdasarkan dugaan
belaka. Dalam penelitian peninggalan tulisan
dan kebendaan merupakan dua unsur yang
saling melengkapi (Ikram, 1997:24). Oleh
karena itu, penelitian terhadap naskah penting
untuk dilakukan mengingat naskah memuat
berbagai ilmu pengetahuan dan berbagai
kebudayaan masa lampau.
Semua naskah lama merupakan rekaman
kebudayaan Indonesia dari kurun zaman yang
lama, yang mengandung berbagai ragam
lukisan kebudayaan, buah pikiran, ajaran budi
pekerti, nasihat, hiburan, pantangan, dan lain
sebagainya, termasuk kehidupan keagamaan
mereka di waktu itu (Baried, 1994:vii).
Ditambahkan pula oleh Purnomo (2007:6)
bahwa isi dari naskah atau dokumen tertentu
tersebut adalah seluruh aspek kehidupan
budaya masyarakat atau bangsa yang
bersangkutan, seperti: kehidupan religi, sistem
filsafat, kepercayaan, atau hal-hal teknis
keseharian seperti: pengobatan, arsitektur, mata
pencaharian, pengajaran berbagai keahlian dan
keterampilan, serta seluruh aspek kehidupan
pada umumnya.
Naskah lama Indonesia terdapat di banyak
daerah, seperti Jawa, Melayu, Sunda, Madura,
Bali, Aceh, Makasar, dan Bugis (Robson,
1994:1). Jawa merupakan satu di antara daerah-
daerah yang menyimpan banyak naskah lama.
Naskah-naskah tersebut tersimpan rapi di
museum-museum. Misalnya saja Museum Mpu
Tantular Sidoarjo, Museum Sunan Giri Gresik,
Museum Trowulan Mojokerto, dan masih
banyak lainnya. Selain itu, naskah-naskah lama
ada yang merupakan milik pribadi dari
perorangan, namun keberadaannya sulit
diketahui.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 51
ISSN : 2302-3791
Museum Mpu Tantular merupakan
museum milik pemerintah yang didirikan di
Jalan Raya Buduran, Jembatan Layang
Sidoarjo. Museum tersebut memiliki banyak
koleksi benda-benda kuno. Salah satu di antara
benda-benda kuno tersebut adalah naskah lama.
Naskah lama yang terdapat di Museum Mpu
Tantular ada yang ditulis pada kulit binatang,
kertas, kulit kayu, maupun lontar. Naskah-
naskah tersebut disimpan dan dirawat dengan
baik agar terjaga kelestariannya. Namun, jika
hanya dijaga kelestarian bendanya tanpa
diketahui isinya maka naskah-naskah tersebut
tidak berguna untuk kehidupan manusia.
Naskah-naskah yang tersimpan di Museum
Mpu Tantular tersebut seperti naskah Bustam
Salatin, naskah Serat Yusuf, naskah Serat
Menak, naskah Kitab Kematian dan
sebagainya. Naskah Kitab Kematian
merupakan naskah yang belum pernah diteliti.
Oleh karena itu, naskah Kitab Kematian
tersebut akan menjadi menarik jika digali isinya
lebih dalam lagi.
Naskah Kitab Kematian menggambarkan
salah satu aspek kehidupan manusia yaitu
tentang kematian dan kehidupan setelah
kematian. Setiap makhluk hidup yang
diciptakan Allah SWT di dunia tidak luput dari
dua hal yaitu hidup dan mati. Hidup adalah
suatu pertalian antara ruh dan jasad. Keduanya
tidak bisa dipisahkan, bila terpisahkan maka
seseorang tidak bisa hidup. Dengan hidup
manusia bisa merasakan berbagai macam
kenikmatan. Tapi ingat, bahwa kehidupan
manusia di dunia ini hanya bersifat sementara.
Untuk itu pada saat hidup kita harus berusaha
untuk mengerjakan amal kebaikan sebagai
bekal menuju kehidupan yang abadi, karena
kebahagiaan serta kesengsaraan yang dirasakan
kelak bergantung amalan kita saat hidup di
dunia. Di samping itu kita juga harus memohon
kepada dari Allah SWT agar selalu
dilimpahkan rahmat baik di dunia maupun
akhirat.
Akhirat dipakai untuk mengistilahkan
kehidupan alam baka (kekal) setelah kematian/
sesudah dunia berakhir. Pernyataan peristiwa
alam akhirat sering kali diucapkan secara
berulang-ulang pada beberapa ayat di dalam
Alquran, yang mengisahkan tentang kiamat dan
akhirat. Akhirat dianggap sebagai salah satu
dari rukun iman yaitu: percaya kepada Allah,
percaya adanya malaikat, percaya akan kitab-
kitab suci, percaya adanya nabi dan rasul, dan
percaya takdir dan ketetapan Allah. Menurut
kepercayaan Islam, Allah akan memainkan
peranan, beratnya perbuatan masing-masing
individu. Allah akan memutuskan apakah orang
tersebut di akhirat akan diletakkan di neraka
atau di surga.
Akhirat adalah dimensi fisik dan hukum-
hukum dunia nyata yang terjadi setelah dunia
fana berakhir. Bagi mereka yang beragama
samawi meyakini bahwa kehidupan akhirat
sebagai tempat di mana segala perbuatan
seseorang di dalam kehidupan dunia ini akan
dibalas. Namun tidak sedikit juga orang yang
meragukan akan adanya kehidupan akhirat
(kehidupan setelah kematian). Mereka-mereka
yang meyakini adanya kehidupan akhirat ada
yang menyatakan: 'Mudahnya meyakini adanya
kehidupan setelah kematian sama mudahnya
dengan meyakini adanya hari esok setelah hari
ini, adanya nanti setelah sekarang, adanya
memetik setelah menanam'. Dengan meyakini
adanya kehidupan akhirat setelah kehidupan di
dunia ini akan menjaga seseorang dari
bertindak sesuka hatinya, karena ia yakin
segala hal yang ia perbuat dalam kehidupannya
sekarang akan dituainya kemudian di alam
setelah kematian.
Azab akhirat, alam kubur, dan
sebagainya adalah pengetahuan yang selama ini
dapat kita dengar dan baca melalui Alquran
maupun Hadis. Pengetahuan yang seperti itu
disebut ilmu tauhid. Selain unsur tauhid, dalam
naskah Kitab Kematian mengandung unsur
fikih. Tauhid artinya menjadikan sesuatu
menjadi satu. Tauhid menurut Adlan (1995:33)
adalah mengesakan Allah tanpa keraguan
sedikitpun. Menurut istilah agama Islam, tauhid
adalah keyakinan tentang satu atau Esanya
Tuhan. Segala pikiran dan teori berikut dalil-
dalilnya yang menjurus pada kesimpulan
bahwa Tuhan itu satu disebut ilmu tauhid. Fikih
adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum
syara yang diperoleh dari dalil-dalil yang
tafshili (terinci) yakni dalil-dalil atau hukum-
hukum khusus yang diambil dari dasar-dasar
Alquran dan Sunnah (hadis). Kitab Kematian
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 52
ISSN : 2302-3791
mengandung ajaran tauhid yang terbagi
menjadi ilah, nubuwwah, dan samiyyat (tentang
alam kubur, azab kubur, bangkit di padang
mahsyar, alam akhirat, arsy, kiamat).
Sedangkan ajaran fikih dalam Kitab Kematian
yaitu tentang kewajiban terhadap jenazah,
puasa, zakat, sholat, membaca Alquran,
berbakti kepada orang tua, dan zina.
Naskah Kitab Kematian mengandung
ajaran-ajaran yang dapat diambil manfaatnya
oleh pembaca, oleh karena itu naskah tersebut
harus diungkapkan isinya. Selain bermanfaat
dalam kehidupan, pengungkapan ajaran tauhid
dan fikih dalam naskah tersebut adalah sebagai
wujud pelestarian budaya Indonesia.
Pengungkapan unsur tersebut akan diungkap
dalam penelitian ini dengan judul “Kitab
Kematian: Ajaran Tauhid dan Fikih (Kajian
Filologi)”.
1.1 Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu
mendeskripsikan ajaran tauhid dan fikih dalam
naskah Kitab Kematian. Manfaat dalam
penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan
manfaat praktis. Bagi peneliti secara teoritis
hasil penelitian ini dapat menambah wawasan
tentang isi karya sastra Jawa dan merupakan
salah satu usaha untuk pengembangan ilmu,
utamanya ilmu sastra, serta berbagai disiplin
ilmu lainnya. Penelitian ini diharapkan dapat
dipakai sebagai bahan tambahan pengajaran
sastra Jawa di Jurusan Pendidikan Bahasa
Daerah FBS Unesa, bagi perguruan tinggi
lainnya bisa menambah materi kuliah yang
berkaitan dengan bidang studi, terutama
filologi, serta mata kuliah lainnya yang relevan,
ajaran tauhid dan fikih yang terdapat dalam
naskah dapat dijadikan sebagai suri tauladan
melalui pembelajaran di sekolah.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan
dalam naskah Kitab Kematian ini adalah
penelitian filologi dengan edisi naskah tunggal.
Penelitian filologi adalah penelitian yang
berorientasi pada naskah-naskah klasik sebagai
objek utama penelitian. Dalam penelitian ini
digunakan edisi naskah tunggal karena hanya
ada satu naskah yang diteliti, yaitu naskah
Kitab Kematian.
Langkah-langkah yang digunakan
dalam penelitian ini disesuaikan dengan
penelitian filologi. Langkah-langkah tersebut
dibagi menjadi empat tahap, yaitu: deskripsi
naskah dan teks, transliterasi dan suntingan
teks, terjemahan teks, dan pengungkapan tauhid
dan fikih yang terkandung dalam teks.
Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah naskah
Kitab Kematian. Naskah ini mempunyai nomor
inventarisasi 07.290 M yang merupakan koleksi
Museum Mpu Tantular di Jalan Raya Buduran,
Jembatan Layang Sidoarjo. Naskah ini masuk
ke Museum Mpu Tantular pada tanggal 27
April 2002 yang berasal dari Surabaya. Naskah
ini ditulis dalam bentuk tulisan tangan dengan
menggunakan aksara Arab Pegon dan
berbahasa Jawa dengan kondisi yang relatif
masih lengkap namun terdapat sebagian
halaman telah aus atau rusak. Naskah ini belum
pernah diteliti sebelumnya.
Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah yang
berhubungan dengan tauhid dan fikih dalam
naskah Kitab Kematian. Ajaran tauhid dalam
naskah tersebut adalah tentang ilah
(ketuhanan), nubuwwah (kenabian), dan
samiyyat, sedangkan ajaran fikih dalam naskah
tersebut adalah tentang kewajiban terhadap
jenazah, puasa, zakat, membaca Alquran,
berbakti kepada orang tua, zina, dan sholat.
Teknik Pengumpulan Data
Inventarisasi naskah merupakan
pengumpulan dan pencatatan data yang
hasilnya berupa daftar naskah. Pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan metode
studi pustaka dan studi lapangan. Metode studi
pustaka adalah sumber data penelitian berupa
katalogus naskah yang terdapat di berbagai
perpustakaan, museum, dan universitas.
Sedangkan metode studi lapangan adalah
mengadakan pelacakan naskah untuk melihat
dan memastikan keberadaan naskah yang sudah
diinformasikan dalam katalogus (Subandiyah,
2007:83-84).
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 53
ISSN : 2302-3791
Untuk mengumpulkan data digunakan
teknik baca catat. Teknik baca catat dilakukan
dengan cara membaca teks Kitab Kematian
sambil melakukan transliterasi serta
penyuntingan, kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia. Setelah itu, membaca
teks yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dan mencatat data yang berupa kata
atau kalimat yang mengandung ajaran tauhid
dan fikih yang selanjutnya diklasifikasi dan
dianalisis.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif.
Teknik deskriptif merupakan teknik yang
hakikatnya berdasarkan fakta-fakta yang ada
atau fenomena-fenomena yang memang secara
empiris ada dalam naskah. Teknik ini
digunakan untuk menghasilkan deskripsi ajaran
tauhid dan fikih dalam naskah Kitab Kematian.
Adapun langkah-langkah yang
ditempuh dalam analisis yang disesuaikan
dengan kajian filologi. Sebelum dianalisis,
naskah diinventarisasi dan dideskripsikan
bentuk fisiknya meliputi judul, keadaan,
bentuk, bahasa, dan isi singkatnya; kemudian
ditransliterasi dan diterjemahkan. Transliterasi
yang dilakukan adalah pengalihtulisan dari
huruf Arab Pegon ke huruf Latin dengan
penyesuaian ejaan yang berlaku. Setelah
ditransliterasi dan diterjemahkan, naskah Kitab
Kematian siap dianalisis sesuai dengan fokus
yang dikemukakan dalam penelitian, yaitu
ajaran tauhid dan fikih.
Prosedur Analisis Data
Prosedur analisis data penelitian ini
antara lain deskripsi naskah dan teks,
transliterasi dan suntingan teks, terjemahan
teks, identifikasi teks, klasifikasi teks, analisis
data, dan penyimpulan.
Deskripsi Naskah dan Teks
Deskripsi naskah ialah uraian naskah
secara terperinci dan teratur. Informasi dari
deskripsi naskah sangat diperlukan dan dapat
membantu menentukan naskah mana yang akan
dipilih untuk dasar edisi (Lubis, 2007:80).
Hal-hal yang dicantumkan dalam deskripsi
naskah menurut Subandiyah (2007:85) antara
lain: judul naskah, nomor naskah, ukuran
naskah/ teks, jumlah baris per halaman, bahan
naskah, aksara naskah, bahasa naskah, kolofon,
genre (bentuk teks), dan garis besar isi cerita.
Semua itu dilakukan untuk mempermudah
tahap penelitian selanjutnya.
Pada tahap ini peneliti mendeskripsikan
naskah dan teks dari segi fisik dan isi.
Deskripsi fisik naskah dan teks meliputi: judul
naskah, nomor naskah, ukuran naskah, jumlah
halaman, jumlah baris per halaman, bahan
naskah, aksara naskah, bahasa naskah, dan
kolofon. Deskripsi isi meliputi: genre (bentuk
teks), garis besar isi teks, dan hal-hal lain yang
diperoleh dari teks tersebut. Tujuan
mendeskripsikan naskah dan teks adalah untuk
menghasilkan deskripsi naskah dan teks Kitab
Kematian secara fisik maupun isi.
Transliterasi Teks
Transliterasi artinya penggantian jenis
tulisan, huruf demi huruf dari aksara naskah
kuna ke aksara yang berlaku saat ini. Istilah ini
dipakai bersama-sama dengan istilah transkripsi
dengan pengertian yang sama pada penggantian
jenis tulisan naskah (Baried, 1994:63). Menurut
Djamaris (2006:19) naskah merupakan salah
satu langkah dalam penyuntingan teks yang
ditulis dengan huruf dan bahasa daerah.
Naskah yang ditulis dalam kurun waktu
lampau menggunakan aksara dan bahasa masa
lampau juga. Robson (1994:2) menyatakan
bahwa sumber naskah kesusastraan Indonesia
ditulis dalam berbagai bahasa, bergantung pada
daerah asalnya. Dengan kata lain, berbagai
daerah di Indonesia memiliki kesusastraan
tertulis, yang direkam dan ditulis dalam tulisan
asli (non-Latin). Dari pandangan yang
demikian transliterasi naskah sangat penting
dalam menunjang pengkajian teks-teks klasik
tersebut.
Transliterasi naskah perlu dilakukan
sebab aksara dan bahasa masa lampau semakin
tidak dikenal dalam masyarakat masa kini.
Keadaan tersebut terjadi baik karena aksara
yang lama sudah tidak digunakan lagi maupun
aksara dan bahasa yang digunakan tidak
dikenal sama sekali. Transliterasi hendaknya
dilakukan tanpa mengubah isi dan ciri bahasa
naskah asli. Isi naskah akan tetap terjaga
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 54
ISSN : 2302-3791
walaupun telah diubah ke dalam aksara dan
ejaan masa kini. Menurut Subandiyah
(2007:67) transliterasi harus mempertahankan
ciri-ciri teks asli sepanjang hal itu dapat
dilaksanakan, karena penafsiran teks yang
bertanggung jawab sangat membantu pembaca
dalam memahami teks.
Bahasa dan ejaan dalam naskah kuno di
mata masyarakat sekarang mungkin terasa
asing, karena mereka tidak mengenal bahasa
dalam naskah tersebut. Kebanyakan bahasa
naskah menggunakan bahasa daerah, tentunya
tidak semua orang mengenal bahasa daerah
tersebut. Oleh karena itu, salah satu langkah
filologi yaitu mengganti huruf demi huruf dari
abjad satu ke abjad yang mutakhir untuk
mempermudah pembaca memahami isi naskah.
Berkaitan dengan penelitian ini, naskah
Kitab Kematian menggunakan aksara Arab
Pegon akan diubah ke dalam aksara Latin.
Aksara Arab Pegon merupakan huruf Arab
yang dimodifikasi untuk dapat menuliskan
bahasa Jawa. Penggantian aksara disesuaikan
dengan pedoman transliterasi Arab-Latin
Keputusan bersama Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor:
158 tahun 1987 Nomor: 0543/u/1987.
Dalam tahap ini peneliti mengganti aksara
teks Kitab Kematian yang menggunakan aksara
Arab Pegon menjadi aksara Latin. Penggantian
aksara disesuaikan dengan pedoman
transliterasi Arab-Latin Keputusan bersama
Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor: 158 tahun 1987 Nomor:
0543/u/1987.
Translitersi terhadap naskah Kitab
Kematian penting dilakukan mengingat naskah
ini ditulis dalam aksara pegon serta
menggunakan bahasa Jawa. Pengalihan aksara
pegon ke dalam aksara Latin ini dilakukan
sebagai awal untuk pengkajian isi kandungan
naskah tersebut. Aksara yang digunakan dalam
naskah Kitab Kematian hanya dapat dipahami
oleh orang tertentu. Dengan melakukan
transliterasi diharapkan dapat dipahami
masyarakat masa kini.
Terjemahan Teks
Menurut Subandiyah (2007:100)
menerjemahkan teks berarti memindahkan teks
yang tertulis dalam satu bahasa ke bahasa lain.
Terjemahan yang baik, menurut Lubis
(2007:88), ialah terjemahan yang mampu
melukiskan apa yang ingin dikatakan oleh teks
yang diterjemahkan ke dalam kalimat yang
indah dan mampu mengekspresikan substansi
teks sebagaimana bahasa asli.
Dalam proses penerjemahan teks ada tiga
hal yang harus dipahami oleh penerjemah,
yakni pemahaman amanat yang disampaikan,
pemahaman bahasa sumber, dan pemahaman
bahasa sasaran (Sudardi, 2003:67). Pemahaman
amanat harus diperhatikan, supaya amanat yang
disampaikan dalam teks tidak menyimpang dari
amanat sebenarnya. Pemahaman bahasa teks
maupun pemahaman bahasa sasaran penting
dilakukan dalam proses penerjemahan, oleh
karena itu peneliti dan pembaca dituntut
memahami kaidah-kaidah bahasa tersebut
minimal mengenal atau akrab dengan bahasa
teks dan bahasa sasaran.
Menurut Subandiyah (2007:101) terdapat
beberapa metode penerjemahan teks, yaitu
terjemahan harfiah, terjemahan agak bebas, dan
terjemahan yang sangat bebas. Terjemahan
harfiah adalah menerjemahkan dengan cara
sedapat mungkin menuruti teks kata demi kata.
Walaupun terjemahan ini berusaha untuk
membuat penyampaian teks secara tepat dan
jujur. Namun terjemahan ini tidak jarang
menemui kesulitan dalam menerjemahkan kata-
kata tertentu dalam bahasa lain.
Terjemahan agak bebas, yakni apabila
seorang penerjemah diberi kebebasan dalam
proses penerjemahannya, tetapi kebebasan itu
masih dalam batas kewajaran. Kebebasan di
sini tidak terikat kata demi kata. Namun
penerjemah harus dapat menguasai kedua
bahasa baik bahasa asli maupun bahasa tujuan
terjemahan. Dengan menguasainya penerjemah
akan dapat mengungkap apa yang ingin
disampaikan teks. Terjemahan yang dihasilkan
akan tidak mengubah isi dan kandungan teks
asli.
Terjemahan yang sangat bebas, yakni
penerjemahan bebas melakukan perubahan,
menghilangkan bagian, atau mengurangi atau
menambah, bahkan meringkas teks. Cara ini
tidak dapat digunakan dalam menangani teks
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 55
ISSN : 2302-3791
klasik yang memerlukan tingkat kejujuran
tinggi.
Dalam penelitian naskah Kitab Kematian
digunakan terjemahan agak bebas. Terjemahan
tersebut dipilih untuk menghasilkan terjemahan
yang relevan dengan maksud yang disampaikan
dalam naskah Kitab Kematian tersebut. Ini
mengingat bahasa Jawa yang digunakan dalam
naskah Kitab Kematian mempunyai struktur
yang sedikit berbeda dengan bahasa Indonesia
yang menjadi tujuan penerjemahan naskah
tersebut. Dan terjemahan agak bebas ini
nantinya tidak menimbulkan kerancuan dalam
memahami naskah Kitab Kematian.
Identifikasi Data
Pada identifikasi data, teks yang sudah
diterjemahkan selanjutnya akan dibaca serta
diidentifikasi unsur-unsur yang mengandung
ajaran tauhid dan fikih.
Klasifikasi Data
Pada klasifikasi data, peneliti memilih,
memilah, dan mengelompokkan teks yang
sudah diidentifikasi sesuai dengan ajaran tauhid
yang meliputi tauhid ketuhanan, kenabian, dan
samiyyat juga ajaran fikih yang meliputi
kewajiban terhadap jenazah, puasa, zakat, haji,
membaca Alquran, berbakti kepada orang tua,
zina, dan sebagainya.
Analisis Data
Pada analisis data, teks yang sudah
diklasifikasikan dianalisis sesuai dengan teknik
analisis data.
Penyimpulan
Pada penyimpulan, teks yang sudah
dianalisis akan disimpulkan dengan tetap
mengacu pada fokus penelitian.
Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian ini
dilakukan untuk menguji keakuratan data yang
akan dianalisis. Uji keabsahan data dalam
penelitian ini adalah dengan cara
mendiskusikan proses transliterasi dan
terjemahan dengan pakar filologi yaitu Dr.
Kamidjan, M.Hum dan Suwarni M.Pd. Uji
keabsahan data tersebut dilakukan dengan
transliterasi dan terjemahan oleh peneliti
terlebih dahulu kemudian dilakukan
pengecekan oleh kedua ahli tersebut sehingga
data penelitian akan lebih akurat.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Ajaran tauhid dalam naskah Kitab Kematian
Ajaran tauhid dalam Kitab Kematian
terdiri atas ilah, nubuwwah, dan samiyyat. Ilah
terbagi menjadi ilah uluhiyah, ilah rububiyah,
dan asma’ wa sifat. Tauhid ilah uluhiyah dalam
Kitab Kematian membahas bahwa kita
diperintakan untuk berbakti kepada Allah dan
siapa yang tidak berbakti kepada Allah
diperintahkan untuk keluar dari bumi ciptaan
Allah. Sebagai makhluk Allah yang beriman
maka secara otomatis kita akan berbakti hanya
kepada Allah. Meyakini bahwa hanya Allah
sajalah yang patut disembah bukan yang lain.
Tauhid ilah rububiyah dalam Kitab Kematian
membahas bahwa Allah lah yang memberi
belas kasih dan memberi maaf atas segala dosa.
Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang
beriman hanya kepada Allah kita wajib
memohon pertolongan atas kesulitan dan
ampunan atas segala dosa yang telah kita
perbuat. Selain itu, dijelaskan juga bahwa Allah
mempunyai kekuasaan terhadap semua yang
ada di dunia ini sehingga tidak ada satu pun di
dunia ini yang menyamaiNya. Tauhid asma’
wa sifat dalam Kitab Kematian yaitu seperti
rahmanirrahim (Yang Maha Pengasih Maha
Penyayang) kang murah (Yang Maha Pemurah)
angapuraningkang dusa (memaafkan yang
berdosa). Hal tersebut menunjukkan bahwa
Allah mempunyai sifat Maha Pengasih (Ar-
Rahman), Maha Penyayang (Ar-Rahim), Maha
Pemurah (Al-Karim), Maha Pemaaf (Al-
Afuww), Maha Esa (Al-Wahid), Maha Besar
(Al-Kabir), Maha Kuasa (Al-Qudrah), Maha
Berkehendak (Al-Iradah). Nubuwwah dalam
Kitab Kematian membahas bahwa adanya
pemberitaan yang datang dari Allah kepada
salah seorang hambanya yang dipilih dan
dikehendakinya. Seorang hamba yang dipilih
dan dikehendakinya yang dimaksud adalah
Nabi Muhammad SAW. Samiyyat membahas
tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di
padang mahsyar, surga dan neraka, arsy, dan
kiamat.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 56
ISSN : 2302-3791
Ajaran fikih dalam naskah Kitab Kematian
Ajaran fikih dalam Kitab Kematian ini
membahas tentang puasa, zakat, membaca
Alquran, berbakti kepada orang tua, kewajiban
terhadap jenazah, zina, dan sholat. Puasa dalam
Kitab Kematian membahas bahwa ketika roh
melewati langit kedua, ditanya oleh malaikat
penjaga pintu langit kedua jika ia berpuasa
maka ia akan lolos melewati langit kedua dan
akan dinaikkan ke langit berikutnya. Oleh
karena itu, agar kita dapat lolos melewati langit
kedua maka hendaknya kita selalu menjalankan
ibadah puasa. Zakat dalam Kitab Kematian
membahas bahwa ketika roh melewati langit
kedua, ditanya oleh malaikat penjaga pintu
langit kedua jika ia berzakat maka ia akan lolos
melewati langit kedua dan akan dinaikkan ke
langit berikutnya. Oleh karena itu, agar kita
dapat lolos melewati langit kedua maka
hendaknya kita selalu membayar zakat. Orang
yang bahagia adalah orang yang memahami
kehidupan ini dan memahami hakikatnya,lalu
mengisinya dengan perbuatan dan kerja keras
serta menjalaninya dengan penuh kesungguhan
dan ketekunan,dia banyak memberi kepada
yang orang lain, karena jika tidak, maka ia akan
mengalami banyak gangguan dan kesulitan. Hal
itu dilakukan sesuai dengan apa yang
diperintahkan Alloh dan berupaya menjauhkan
diri dari hal-hal yang tidak diridhai Alloh, dan
hal ini hanya bisa dilakukan dengan cara
bersiap-siap untuk menghadapi kematian.
Membaca Alquran dalam Kitab Kematian
membahas bahwa ketika hari kebangkitan tiba
manusia yang tentram adalah manusia yang
membaca Alquran dari kecil hingga dewasa.
Membaca Alquran hendaknya kita tanamkan
sejak dini agar kita maupun anak-anak kita
dapat mengenal isi dan kandungan Alquran
untuk menjalani kehidupan ini lebih baik lagi.
Berbakti kepada orang tua dalam Kitab
Kematian membahas bahwa perintah berbakti
kepada orang tua setelah perintah untuk
beribadah kepada Allah tanpa
mempersekutukannya. Hal ini menggambarkan
pentingnya berbakti kepada orang tua. Dalam
ayat lain Allah SWT menjelaskan bahwa
bersyukur kepada orang tua (dengan berbakti
kepada keduanya) merupakan kesyukuran
kepada Allah SWT, karena Allah menciptakan
semua manusia dari rahim orang tua.
Kewajiban terhadap jenazah dalam Kitab
Kematian membahas bahwa melayat,
memandikan, mengantarkan ke kubur,
memasukkan dalam kubur, dan terakhir
menguburkan orang meninggal. Zina dalam
Kitab Kematian membahas bahwa orang yang
pekerjaannya suka berzina, di hari kebangkitan
kelak perutnya berlubang/ bolong dan baunya
bacin/ tidak enak. Hal tersebut menandakan
bahwa perbuatan yang telah dilakukannya akan
dicerminkan melalui wujud yang akan
diberikan oleh Allah pada hari kebangkitan
nanti. Sholat dalam Kitab Kematian membahas
bahwa manusia yang mengerjakan sholat
berjamaah dan sholat lima waktu akan dapat
menghancurkan iblis/ setan yang terkutuk. jika
seorang umat melaksanakan sholat berjamaah
akan membuat mata iblis menjadi buta. Jika
seorang umat melaksanakan sholat ashar maka
telinga iblis akan berserakan. Jika seorang umat
melaksanakan sholat subuh maka gigi iblis
akan mati rasa dan kakinya pincang. Jika
seorang umat melaksanakan sholat dhuhur
maka giginya akan rontok. Jika seorang umat
melaksanakan sholat lima waktu maka semua
tubuh iblis akan rusak atau hancur.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan naskah Kitab
Kematian tentang ajaran tauhid dan fikih maka
dapat disimpulkan bahwa ajaran tauhid dalam
Kitab Kematian terdiri atas (1) Ilah yang
terbagi menjadi Ilah uluhiyah, Ilah rububiyah,
dan asma’ wa sifat: Maha Pengasih (Ar-
Rahman), Maha Penyayang (Ar-Rahim), Maha
Pemurah (Al-Karim), Maha Pemaaf (Al-
Afuww), Maha Esa (Al-Wahid), Maha Besar
(Al-Kabir), Maha Kuasa (Al-Qudrah), Maha
Berkehendak (Al-Iradah) (2) Nubuwwah, dan
(3) Samiyyat (membahas tentang alam kubur,
azab kubur, bangkit di padang mahsyar, surga
dan neraka, arsy, dan kiamat).
Ajaran fikih dalam Kitab Kematian ini
membahas tentang puasa, zakat, membaca
Alquran, berbakti kepada orang tua, kewajiban
terhadap jenazah, zina, dan sholat.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 57
ISSN : 2302-3791
Saran
Penelitian terhadap naskah Kitab
Kematian ini hanya meneliti ajaran tauhid dan
fikih secara garis besar saja, sedangkan bahasan
kedua unsur tersebut sangatlah banyak dan
luas. Hal tersebut dikarenakan isi Kitab
Kematian yang terbatas dan hanya memiliki
beberapa unsur saja. Selain itu, sulitnya
transliterasi dan terjemahan juga menjadi
penyebab kurang terperincinya kedua unsur
tersebut. Apabila bahasan tentang ajaran tauhid
dan fikih dibahas lebih lengkap dan terperinci,
maka penelitian akan lebih baik lagi. Oleh
karena itu, disarankan agar peneliti naskah
kuno yang akan membahas ajaran tauhid dan
fikih agar memilih naskah yang isinya mudah
dipahami dan lengkap unsur-unsurnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adlan, Abd Jabar. 1995. Pengantar Ilmu
Tauhid dan Pemikiran Islam. Surabaya:
Anika Bahagia.
Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan. 2013. Kitab
Tauhid. Jakarta: Ummul Qura.
Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar
Teori Filologi. Yogyakarta: Badan
Penelitian dan Publikasi Fakultas (BPPF)
Seksi Filologi, Fakultas Sastra Universitas
Negeri Gadjah Mada.
Djaelani, Abdul Qodir. 1996. Asas dan Tujuan
Hidup Manusia. Surabaya: Bina Ilmu.
Djamaris, Edwar. 2006. Metode Penelitian
Filologi. Jakarta: Manasco.
Ghazali, Imam. 2007. Ringkasan Ihya’
Ulumuddin: Upaya Menghidupkan Ilmu
Agama. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.
Ikram, Achadiati, (Ed.). 1988. Bunga Rampai
Bahasa Sastra dan Budaya. Jakarta:
Intermasa.
Lubis, Nabila. 2007. Naskah Teks dan Metode
Penelitian Filologi. Jakarta: Departemen
Agama RI.
Nasution, Lahmuddin. 1987. Fiqh I. Surabaya:
Logos.
Purnomo, Bambang. 2007. Filologi dan Studi
Sastra Lama. Surabaya: Bintang.
Purnomo, Bambang. 2011. Kesastraan Jawa
Pesisiran. Surabaya: Bintang.
Rasjid, Sulaiman. 2013. Fiqh Islam. Bandung:
Sinar Baru.
Robson. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi
Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa dan Sastra
Universitas Leiden.
Shiddeiqy, T.M. Hasbi. 1978. Pengantar Ilmu
Fikih. Jakarta: Bulan Bintang.
Subandiyah, Heny. 2007. Filologi dan Metode
Penelitiannya. Surabaya: Unesa University
Press.
Sudardi, Bani. 2003. Penggarapan Naskah.
Surakarta: Badan Penerbit Sastra
Indonesia.
Syafei, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah.
Bandung: Pustaka Setia.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 58
ISSN : 2302-3791
KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (KAJIAN TERHADAP UU NO 32
TAHUN 2004 DAN UU NO 32 TAHUN 2009)
Joejoen Tjahjani *)
*)Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Kewenangan pemerintah Daerah menurut UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan kinerja dan penerapan kebijakan dalam bidang
lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan. Mengenai kewenangan pemerintah dalam perlindungan dan
pengelolaan LH juga diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 (UUPPLH) Penelitian hukum ini
menggunakan tipe penelitian hukum normatif.. yaitu dengan meneliti bahan pustaka sebagai data
sekunder.
Jika dilihat Kewenangan Pemerintah Pusat juga besar dalam hal ini sehingga perlu
diberdayakan peran pemerintah dalam pengelolaan lingkungan dan juga fungsi dari pemerintah
sebagai suatu instansi pengawas jika terjadi pengelolaan lingkungan yang tidak baik pada pemerintah
daerah.Dalam hal ini perlu dikaji kembali berbagai kebijakan yang ada pada pemerintah daerah
sehingga tidak ada kebijakan-kebijakan yang berupa peraturan daerah yang merugikan lingkungan
dan tidak memperhatikan keadaan masyarakat.
Pemerintah Pusat dalam melakukan kewenangannya di bidang pengelolaan lingkungan hidup
harus mengikuti kebijakan yang telah diterapkan oleh Menko Wasbangpan dan Menteri Negara
Lingkungan Hidup. Jangan sampai pengurangan kewenangan pemerintah Pusat di bidang lingkungan
hidup tidak bisa mencegah kesalahan pengelolaan lingkungan hidup demi mengejar Pemasukan
APBD khususnya dalam pos Pendapatan Asli Daerah.
Kesesuaian kewenangan pemerintah di bidang LH tidak hanya antara pusat dan daerah saja,
tetapi juga antara UU pemerintah daerah dengan UU perlindungan dan pengelolaan LH.
Kata Kunci : Kewenangan Pemerintah, Lingkungan Hidup.
1.PENDAHULUAN Hakikat pembangunan nasional
sesungguhnya tertuju pada manusia, yaitu
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang
bercirikan keselarasan hubungan manusia dengan
Tuhan, keselarasan hubungan individu dengan
masyarakat dan keselarasan hubungan manusia
dengan lingkungan alam. Bertolak dari
pemikiran tersebut di atas, maka pembangunan
yang dilaksanakan di Indonesia tidak
memisahkan antara pembangunan material
dengan pengembangan lingkungan hidup.
Lingkungan hidup sebagai karunia dan rahmat
Tuhan Yang Maha Kuasa kepada rakyat dan
bangsa Indonesia merupakan ruang bagi
kehidupan dalam segala aspek dan matranya
sesuai dengan wawasan nusantara.
Dalam rangka mendayagunakan sumber
daya alam untuk memajukan kesejahteraan
umum seperti diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup
berdasarkan Pancasila, maka perlu dilaksanakan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup, berdasarkan kebijaksanaan
nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini
dan generasi masa mendatang. Untuk itu
dipandang perlu melaksanakan pengelolaan
lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan
seimbang guna menunjang terlaksananya
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup. Dalam penyelenggaraan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup, harus didasarkan pada norma
hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran
masyarakat dan perkembangan lingkungan
global serta perangkat hukum internasional yang
berkaitan dengan lingkungan hidup. Kesadaran
dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya
dengan pengelolaan lingkungan hidup telah
berkembang sedemikian rupa sehingga perlu
disempurnakan untuk mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 59
ISSN : 2302-3791
Beberapa dekade terakhir ini, masalah
lingkungan hidup semakin marak menjadi isu
sosial ekonomi dan bahkan juga politik. Masalah
lingkungan hidup apabila dikaitkan dengan
masalah hak-hak asasi manusia tidak saja
merupakan persoalan negara per negara tetapi
juga menjadi persoalan dunia internasional. Hal
tersebut tidaklah berlebihan, sebab hak untuk
memperoleh lingkungan hidup yang sehat
merupakan salah satu hal asasi yang diatur di
dalam Universal Declaration of Human Right
1948.
Atas dasar hal tersebut di atas, Pemerintah
Indonesia memandang perlu untuk menerbitkan
peraturan perundang-undangan yang khusus
mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup.
Pada tahun 1982 Pemerintah Indonesia telah
menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) yang
berlaku kurang lebih selama 15 tahun, kemudian
disempurnakan melalui penerbitan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH).
Selanjutnya pada 3 Oktober 2009 UUPLH telah
dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).
UUPPLH tersebut berlaku sebagai paying atau
umbrella act atau umbrella provision atau dalam
ilmu hukum disebut kaderwet atau raamwet,
sebab hanya diatur ketentuan pokoknya
saja.Lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Sesuai dengan hakikat Negara Republik
Indonesia sebagai negara hukum, maka
pengembangan sistem pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia haruslah diberi dasar hukum
yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin
kepastian hukum bagi usaha pengelolaan
tersebut. Dasar hukum tersebut dilandasi oleh
prinsip hukum lingkungan dan pentaatan setiap
orang akan prinsip tersebut yang keseluruhannya
berlandaskan wawasan nusantara.
Dengan demikian, dalam rangka
pelestarian lingkungan hidup, pemerintah
menyediakan sarana-sarana hukum yang
bertujuan untuk mengatur damengelola
lingkungan hidup tersebut yang selanjutnya
disebut hukum lingkungan. Hukum lingkungan
perlu ditegakkan terhadap perbuatan-perbuatan
yang melanggarnya. Penegakan hukum
lingkungan dapat dilaksanakan dengan 3 (tiga)
cara, yaitu melalui hukum administrasi, hukum
perdata dan hukum pidana dimana masing-
masing dengan sanksi berupa sanksi adminitratif,
sanksi perdata dan sanksi pidana. Dalam hal
penegakan hukum lingkungan dengan sarana
hukum pidana atau pertanggungjawaban hukum
pidana, patut kiranya dikemukakan bahwa
penggunaan sanksi hukum pidana sebagai sarana
penanggulangan delik-delik lingkungan lebih
bersifat subsidiar, bukan sebagai sarana yang
primair.
Dengan perkataan lain, sebagai penunjang
hukum administrasi, berlakunya ketentuan
pidana tetap memperhatikan asas subsidiaritas,
bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan
apabila sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi
administrasi dan sanksi perdata dan alternatif
penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak
efektif, atau tingkat kesalahan pelaku relatif
berat, atau perbuatannya menimbulkan keresahan
masyarakat. Keberadaan asas subsidiaritas
pidana dalam penegakan tindak pidana
lingkungan sejak awal telah mengandung
kelemahan dalam penerapannya. Sistem
perumusan pada penjelasan tidak jelas sehingga
menyulitkan dalam praktik. Untuk
memperbaikinya maka berdasarkan UUPPLH
asas subsidiaritas diubah menjadi asas ultimum
remedium. Berdasarkan hal tersebut, penulis
berkeinginan untuk melakukan pengkajian secara
mendalam baik mengenai asas subsidiaritas
maupun asas ultimum remedium dan
pengaruhnya terhadap penegakan hukum pidana
lingkungan.
2. LANDASAN TEORI
A.Asas-asas hukum Lingkungan Dalam hukum lingkungan dikenal
beberapa asas yaitu asas subsidiaritas, asas
ultimum remedium, asas precautionary, asas
subsosialitas dan asas in dubio pro reo.
Asas Subsidiaritas
Kata subsidiaritas dalam kamus Inggris
Indonesia Jhohn Echols dan Hassan Shadily
ditemukan kata “subsidiary” yang mengandung
makna cabang, tambahan. Demikian pula dalam
kamus hukum di dapatkan kata subsidair yang
bermakna sebagai pengganti, tambahan, jika hal
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 60
ISSN : 2302-3791
pokok tidak terjadi atau dapat dilakukan, maka
sebagai penggantinya. Dalam kamus umum
Belanda Indonesia ditemukan kata subsidiair
mengandung arti sebagai ganti, atau. Sedangkan
pada Black’s Law Dictionary subsidiary berarti
subordínate, under another’s control.
Asas subsidiaritas tercantum dalam
penjelasan umum pada angka 7 dari Undang-
undang Nomor 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup :
“bahwa sebagai penunjang hukum administrasi,
maka berlakunya ketentuan hukum pidana tetap
memperhatikan asas subsidiaritas, yaitu bahwa
hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila
sanksi hukum lain, seperti sanksi administrasi
dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian
sengketa lingkungan hidup sudah dinyatakan
tidak efektif, dan/atau tingkat kesalahan pelaku
relatif berat, dan/atau perbuatannya relatif besar
dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan
masyarakat”.
Penegakan hukum pidana bersifat
subsidiaritas berarti penegakan hukum pidana
semata-mata guna menunjang penegakan hukum
administrasi dan/atau penegakan hukum perdata
baik yang diselesaikan di Pengadilan maupun
melalui mediasi atau konsiliasi. Manakala
penegakan hukum administrasi maupun hukum
perdata tadi sudah tidak efektif pelaksanaannya
barulah dioperasionalkan penegakan hukum
pidana.
Inilah yang dimaksudkan dengan
penerapan hukum pidana tetap memperhatikan
asas subsidiaritas karena dalam hal-hal yang
telah disebutkan di atas, fungsi hukum pidana
hanya sebagai penunjang hukum administrasi,
hukum perdata di Pengadilan dan di luar
Pengadilan melalui Mekanisme Alternatif
Penyelesaian Sengketa (MAPS). Dengan asas
subsidiaritas pendayagunaan instrumen pidana
adalah sebagai cabang (bukan pokok) atau
berupa tambahan atau pengganti apabila
pendayagunaan instrumen hukum administrasi
dan hukum perdata serta penyelesaian sengketa
tidak efektif.
Asas Precautionary (Precautionary Principle)
Dari asas subsidiaritas ini dalam
penerapannya terkandung asas precautionary
(Precautionary Principle). Precautionary dalam
kamus Inggris Indonesia tersebut bermakna,
yang berhubungan dengan pencegahan atau
tindakan pencegahan. Dengan demikian
pencegahan lebih didahulukan dan diutamakan
dari penindakan. Sedangkan apabila akan
dilakukan penindakan harus dilakukan secara
bertahap dari tindakan yang teringan, tindakan
sedang dan terakhir dengan tindakan berat.
Prinsip precautionary ini dapat kita jumpai
pada prinsip nomor 15 deklarasi rio (Rio
Declaration on Environment and Development,
1992), yang memuat 21 prinsip untuk
membangun kerjasama global yang baru dan
seimbang melalui kerjasama antar negara.
Deklarasi rio ini telah mengadopsi beberapa
prinsip yang sebelumnya terdapat dalam
deklarasi Stockholm 1972 (Stockholm
Declaration on The Human Environment) yang
mengamanatkan pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development) sebagai
basis aksi global, regional dan lokal.
Asas atau prinsip ini mengandung
pengertian bahwa tindakan pencegahan atau
perlindungan lebih baik daripada tindakan
pemulihan, serta kekurangan ilmu pengetahuan
bukanlah suatu alasan untuk melakukan
pencegahan terhadap perbuatan-perbuatan yang
potensial merugikan lingkungan. Prinsip ini
mendorong untuk bertindak cepat dan tepat
(tidak menunda) sebagai upaya pencegahan
walaupun terdapat kelangkaan dan kurangnya
pembuktian atau ketersediaan data ilmiah yang
memadai. Asas atau prinsip 15 dari Deklarasi
Rio ini lebih tepat digunakan dalam hukum
perdata, karena pertanggung jawaban tanpa
pembuktian adanya unsur kesalahan.
Sedangkan untuk hukum pidana maka asas
precautionary ini mengandung makna bahwa
pencegahan lebih didahulukan dan diutamakan
dari penindakan. Kalau penindakan yang
dilakukan, maka penerapannya dilakukan secara
bertahap, tidak langsung dikenakan penindakan
yang terberat, yaitu dilakukan secara bertahap
dan berjenjang, dari penindakan yang teringan,
dan bila pelanggaran tetap dilakukan maka akan
dikenakan sanksi yang lebih berat, demikian
selanjutnya. Prinsip precautionary menghendaki
tindakan pencegahan atau pengawasan dari
instansi terkait harus lebih dikedepankan (hukum
administrasi) dibandingkan dengan penindakan
hukum pidana. Akan tetapi menurut Daud
Silalahi prinsip ini tidak jelas posisinya dalam
Undang-undang No 23 tahun 1997.
Asas Ultimum Remedium
Kesulitan atau hambatan asas subsidiaritas
pada praktik penegakan hukum pada UUPLH
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 61
ISSN : 2302-3791
telah diperbaiki pada UUPPLH dengan
mengubah asas subsidiaritas menjadi asas
ultimum remedium yang dinyatakan pada
penjelasan umum UUPPLH angka 6 sebagai
berikut : “Penegakan hukum pidana lingkungan
tetap memperhatikan asas ultimum remedium
yang mewajibkan penerapan penegakan hukum
pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan
penegakan hukum administrasi dianggap tidak
berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini
hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu,
yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku
mutu air limbah, emisi dan gangguan”.
Ultimum mengandung makna paling akhir
atau terakhir, sedangkan kata remedium
ditemukan berasal dari kata remedy yang
mengandung makna obat atau memperbaiki.
Apabila ultimum remedium dikaitkan dengan
penegakan hukum pidana lingkungan, maka
harus dimaknai bahwa hukum administrasi
dinyatakan tidak berhasil barulah hukum pidana
didayagunakan sebagai upaya terakhir dalam
memperbaiki lingkungan. Dengan demikian
dalam kerangka operasionalisasi hukum pidana
dikaitkan dengan asas ultimum remedium jauh
lebih tegas dibandingkan operasionalisasi asas
subsidiaritas pada UUPLH. Hanya saja UUPPLH
sangat membatasi dengan delik formil (yang
berkaitan dengan hukum administrasi) tertentu
saja, padahal masih banyak delik formil yang
lain namun justru hukum pidana didayagunakan
secara primum remedium.
Asas Subsosialitas
Makna asas subsosialitas (subsocialiteit)
adalah hakim dapat tidak menjatuhkan pidana
walaupun terdakwa telah terbukti dan dinyatakan
bersalah, jika delik itu terlalu ringan atau melihat
keadaan pada waktu perbuatan dilakukan atau
sesudah perbuatan dilakukan. Asas subsosialitas
ini berkaitan langsung dengan asas ultimum
remedium.
Menurut Syahrul Machmud dalam hukum
pidana modern, terhadap terdakwa tidak selalu
dijatuhi pidana penjara, karena banyak hukuman
alternatif lain yang dapat diterapkan pada
terdakwa, hal ini telah tercantum dalam RUU-
KUHP. Meski demikian di Indonesi belum
diterapka hukum pidana modern, terbukti dari
UUPPLH yang baru, selalu menerapka pidana
penjara pada terdakwa, bahkan kepada pejabat
yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik
dapat dipidana penjara pula. Sehingga akibatnya
seluruh lembaga pemasyarakatan kelebihan
penghuni (over capacity). Keadaan semacam ini
sesungguhnya kurang menguntungkan bagi
perkembangan hukum pidana itu sendiri.
Asas In Dubio Pro Reo
Sejak UUPPLH diundangkan pada 3
oktober 2009, maka telah terjadi perubahan
undang-undang pada hukum lingkungan. Apakah
penggantian asas subsidiaritas oleh asas ultimum
remedium dapat mempengaruhi penerapan delik
formal pada penegakan hukum pidana
lingkungan. Bagaimana perlakuan hukum pidana
terhadap perubahan undang-undang tersebut.
Sanksi pidana pada UUPPLH lebih berat
bila dibandingkan dengan UUPLH, karena pada
UUPPLH dikenal sanksi minimal dan denda
minimal serta sanksi pidana yang jauh lebih
berat bila dibandingkan dengan UUPLH.
Demikian pula perlakuan terhadap delik formal
kecuali pada pelanggaran baku mutu air limbah,
baku mutu emisi, dan baku mutu gangguan,
semuanya diterapkan langsung hukum pidana
atau hukum pidana difungsikan primum
remedium. Sedangkan pada UUPLH pada delik
formal hukum pidana difungsikan secara
ultimum remedium.
Dengan demikian bila pelanggaran hukum
lingkungan dilakukan sebelum UUPPLH
diundangkan, maka pelanggarnya tetap
dikenakan UUPLH karena lebih ringan, hal ini
dikenal dengan asas in dubio pro reo atau
dikenakan hal yang menguntungkan /
meringankan terdakwa.
Penegakan Hukum Pidana Lingkungan
(environmental enforcement)
Makna penegakan hukum atau law
enforcement atau rechthandhaving khususnya
terhadap penegakan hukum pidana sebagaimana
yang dirumuskan dalam Seminar Hukum
Nasional 1980 dinyatakan : “Penegakan hukum
pidana diarahkan kepada perlindungan
masyarakat dari kejahatan serta keseimbangan
dan keselarasan hidup dalam masyarakat dengan
memperhatikan kepentingan-kepentingan
masyarakat/ negara, korban dan pelaku”.
Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa
hakekat dari penegakan hukum adalah suatu
proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan
atau ide-ide hukum menjadi kenyataan.
Keinginan-keinginan hukum adalah pikiran-
pikiran badan pembentuk UU yang berupa ide
atau konsep-konsep tentang keadilan, kepastian
hukum dan kemanfaatan sosial yang dirumuskan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 62
ISSN : 2302-3791
dalam peraturan hukum itu. Dengan kata lain
penegakan hukum adalah suatu proses untuk
mewujudkan keinginan hukum menjadi
kenyataan.
Pengertian penegakan hukum lingkungan
menurut Tim Penyusun Kebijaksanaan Strategi
dan Rencana Aksi Pengelolaan Lingkungan
Hidup Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup, bahwa penegakan hukum lingkungan
hidup adalah tindakan untuk menerapkan
perangkat hukum melalui upaya pemaksaan
sanksi hukum guna menjamin ditaatinya
ketentuan-ketentuan yang termuat dalam
peraturan perundang-undangan lingkungan
hidup.
Menurut Soerjono Soekanto agar upaya
penegakan hukum berjalan dengan baik dan
sempurna, maka paling sedikit harus ada empat
faktor yang harus dipenuhi :
1. Kaedah hukum atau peraturan itu sendiri.
2. Petugas yang menerapkan atau menegakkan.
3. Fasilitas yang diharapkan akan dapat
mendukung pelaksanaan kaedah hukum.
4. Warga masyarakat yang terkena ruang
lingkup peraturan tersebut.
Agar penegakan hukum dapat berjalan
sesuai dengan yang diinginkan, maka keempat
elemen tersebut harus berjalan seiring dan serasi.
Karena masing-masing elemen saling menunjang
dan melengkapi, sehingga bila salah satu elemen
kurang serasi maka akan sangat mempengaruhi
elemen lainnya, dan terjadilah ketimpangan
dalam upaya penegakan hukum tersebut.
Terhadap elemen ketiga tentang fasilitas
yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan
kaedah hukum, ternyata pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah belum
mengganggarkan dana khusus untuk melakukan
uji klinis atas limbah yang dibuang oleh pihak
industri secara teratur. Karena penanggulangan
masalah lingkungan memerlukan dana yang
cukup besar, selain penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi lingkungan serta
managemen lingkungan, dan oleh karenanya
diperlukan sarana dan prasarana yang cukup
memadai. Perlu disadari bahwa penegakan
hukum lingkungan lebih spesifik dan rumit,
maka agar penegakan hukum lingkungan ini
dapat berdaya guna dan berhasil guna perlu
didukung oleh laboratorium yang memadai
dengan tenaga yang profesional, serta dukungan
dana yang tidak kecil. Dengan demikian aparat
penegak hukum administrasi dapat melakukan
tugas dan fungsinya secara teratur sehingga dapat
dicegah kerusakan lingkungan sebelum semakin
menjadi rusak/parah. Kenyataan yang terjadi
selama ini adalah, manakala masyarakat telah
resah akibat alam tercemar, barulah aparat
pemerintah tururn tangan.
Kelemahan dari keempat faktor tersebut
terhadap masalah lingkungan jelas sangat besar
pengaruhnya, kelemahan tersebut menjadikan
penegakan hukum lingkungan kita semakin tidak
berdaya.
Sedangkan Satjipto Rahardjo menyatakan,
bahwa penegakan hukum mengandung pilihan
dan kemungkinan, oleh karenanya dihadapkan
pada masalah yang kompleks, baik pada tahap
aplikasinya maupun pada tahap formulasi.
Karena kondisinya tidak steril maka dalam
proses penegakannya juga dapat dihinggapi
berbagai permasalahan baik yang positif maupun
negatif, dipengaruhi oleh berbagai kepentingan
baik kepentingan pembuat Undang-undang,
kepentingan pelaksana Undang-undang, dan
kepentingan dari unsur-unsur yang terdapat di
dalam proses penegakan hukum tampaknya
memegang peran dominan.
Istilah pidana dalam tulisan ini terfokus
pada penegakan hukum pidana berkaitan dengan
asas susidiaritas atau asas ultimum remedium
yang berkaitan dengan asas precautionary yang
memiliki sifat khas, berbeda dengan penerapan
hukum pidana biasa.
Penegakan hukum pidana lingkungan
merupakan serangkaian kegiatan dalam upaya
tetap mempertahankan lingkungan hidup dalam
keadaan lestari yang memberi manfaat bagi
generasi masa kini dan juga generasi masa
depan. Upaya tersebut sangat komplek dan
banyak sekali kendala dalam tataran aplikatif.
Penerapan hukum pidana dikaitkan
dengan asas subsidiaritas yang diganti asas
ultimum remedium dengan delik formil, maka
hukum administrasi harus didayagunakan
terlebih dahulu. Apabila penegakan hukum
administrasi tidak efektif barulah penegakan
hukum pidana didayagunakan.
Khusus untuk UUPPLH pengaturan
tentang penyidik lingkungan diatur dalam pasal
94 dan pasal 95.
Pasal 94 UUPPLH menyebutkan :
Ayat (1) :Selain Penyidik Pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia, juga
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
dilingkungan instansi pemerintah yang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 63
ISSN : 2302-3791
lingkup tugas dan tanggung jawabnya
dibidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup diberi wewenang
sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyelidikan tindak
pidana lingkungan hidup.
Ayat (4) : Dalam hal penyidik pejabat pegawai
negeri sipil melakukan yaitu bahwa
hukum pidana hendaknya
didayagunakan apabila sanksi hukum
lain, seperti sanksi administrasi dan
sanksi perdata, dan alternatif
penyelesaian sengketa lingkungan
hidup sudah dinyatakan tidak efektif,
dan/atau tingkat kesalahan pelaku
relatif berat, dan/atau perbuatannya
relatif besar dan/atau perbuatannya
menimbulkan keresahan masyarakat”.
penyidikan, penyidik pejabat pegawai
negeri sipil memberitahukan kepada
penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia dan penyidik
pejabat polisi Negara Republik
Indonesia memberikan bantuan guna
kelancaran penyidikan.
Ayat (5) : Penyidik pejabat pegawai negeri sipil
meberitahukan dimulainya penyidikan
kepada penuntut umum dengan
tembusan kepada penyidik pejabat
polisi Negara Republik Indonesia
Ayat (6) : Hasil penyidikan yang telah dilakukan
oleh penyidik pegawai negeri sipil
disampaikan kepada penuntut umum.
Pasal 95 UUPPLH menyebutkan :
Ayat (1) : Dalam rangka penegakan hukum
terhadap pelaku tindak pidana
lingkungan hidup, dapat dilakukan
penegakan hukum terpadu antara
penyidik pegawai negeri sipil,
kepolisian, dan kejaksaan di bawah
koordinasi Menteri.
Oleh karena itu penegakan hukum pidana
lingkungan pada dasarnya dapat dibagi menjadi
beberapa tahapan yaitu tahapan pre-emtive,
tahapan preventif dan tahapan represif. Tahapan
pre-emtive adalah suatu proses antisipatif di
mana upaya deteksi lebih awal berbagai faktor
pencetus pencemarandan/atau perusak
lingkungan. Tahapan preventif adalah
serangkaian tindakan nyata dengan tujuan
pencegahan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan. Tahapan represif adalah penindakan
dari aparat penegak hukum pidana terhadap
pelaku atas pelanggaran hukum berupa
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
.
METODOLOGI
Penelitian hukum ini menggunakan
tipe penelitian hukum normatif. "Menurut
Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif
merupakan penelitian hukum kepustakaan, yaitu
dengan meneliti bahan pustaka sebagai data
sekunder. Tipe penelitian hukum normatif
didasari oleh kerangka konsepsional dan
kerangka teoritis, juga terdiri dari penelitian
terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum dan
taraf sinkronisasi vertikal maupun horisontal."
PEMBAHASAN
Asas subsidiaritas dalam UU No. 23
Tahun 1997 yang lalu telah dihapus pada UU No.
32 Tahun 2009, diganti dengan asas ultimum
remedium.
Asas subsidiaritas yaitu bahwa hukum
pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi
hukum lain, seperti sanksi administrasi dan
sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian
sengketa lingkungan hidup sudah dinyatakan
tidak efektif, dan/atau tingkat kesalahan pelaku
relatif berat, dan/atau perbuatannya relatif besar
dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan
masyarakat”.
Dalam pasal 30 UU No 23 Tahun 1997 di
sebutkan bahwa :
1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup
dapat ditempuh melalui pengadilan atau di
luar pengadilan berdasarkan pilihan secara
sukarela para pihak yang bersengketa.
2. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku terhadap tindak pidana lingkungan
hidup sebagaimana diatur dalam
Undangundang ini.
3. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak
yang bersengketa.
Sedangkan dalam pasal 84 UU No. 32
Tahun 2009 dinyatakan bahwa :
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup
dapat ditempuh melalui pengadilan atau di
luar pengadilan.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 64
ISSN : 2302-3791
(2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan
hidup dilakukan secara suka rela oleh para
pihak yang bersengketa.
(3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dipilih
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa.
Asas ultimum remedium mewajibkan
penerapan penegakan hukum pidana sebagai
upaya terakhir setelah penerapan penegakan
hukum administrasi dianggap tidak berhasil.
Penerapan asas ultimum remedium ini hanya
berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu
pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air
limbah, emisi dan gangguan”.
Asas ini lebih dipertegas pemaknaannya
dalam pasal 100 ayat (2) UUPPLH yaitu, setiap
orang yang melanggar baku mutu air limbah,
baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan baru
dapat dipidana, jika sanksi administrasi yang
telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran
dilakukan lebih dari satu kali mengapa tidak
dilakukan tindakan penegakan hukum
administrasi sebagai upaya preventif, tetapi
langsung diterapkan hukum pidana. Kelemahan
mendasar ini dapat dipastikan pada penegakan
hukum pidana pada UUPPLH akan mengalami
hambatan seperti pada UUPLH yang lalu.
Namun bila dicermati penjelasan umum
UUPPLH pada angka 6 tentang asas ultimum
remedium tetap mengandung kelemahan
mendasar. Karena penjelasan umum dalam
UUPPLH sangat tidak memadai untuk dijadikan
pedoman dalam tataran aplikatif. Karena dalam
tataran aplikatif sangat diperlukan aturan
pelaksana
yang sangat jelas dan detail dan harus
dihindarkan multi tafsir atau debattable dalam
memaknai suatu ketentuan. Kelemahan dalam
tataran formulatif tersebut jelas akan
menimbulkan banyak masalah pada tataran
aplikatif, seperti tidak adanya kepastian hukum
dan akan banyak menimbulkan masalah pada
bidang koordinasi antar institusi terkait dalam
penanganan masalah pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan.
UUPPLH mewajibkan penerapan
penegakan hukum pidana terhadap delik formil
tertentu sebagai upaya terakhir, setelah hukum
administrasi dianggap gagal atau pelanggaran
telah dilakukan lebih dari satu kali. Konsekuensi
yuridis dari kata wajib ini adalah batal demi
hukum bila tidak ditaati. Konkritisasi dari hukum
administrasi dianggap gagal tersebut, tidak ada
penjelasan lebih lanjut.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup
dapat ditempuh melalui pengadilan atau di
luar pengadilan. Di pengadilan melalui
hukum administrasi, hukum perdata dan
hukum pidana. Di luar pengadilan melalui
mediasi, litigasi dan arbitrasi.
2. Asas subsidiaritas yang diatur dalam UU no
23 Tahun1997 (UUPLH) telah diubah
menjadi asas ultimum remedium seperti yang
ditegaskan dalam UU No 32 Tahun 2009.
Pada dasarnya kedua asas tersebut sama yaitu
tidak langsung menerapkan sanksi pidana
dalam penegakan hukum lingkungan.
Perbedaannya asas subsidiaritas merupakan
preventif dalam penegakan hukum pidana
lingkungan, tetapi asas ultimum remedium
dapat langsung diterapkan apabila
pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali
terhadap baku mutu air limbah, baku mutu
emisi, atau baku mutu gangguan.
3. Asas ultimum remedium mempunyai
kelemahan yaitu dalam penafsiran penegakan
hukum administrasi dianggap tidak berhasil
karena sanksi administrasi terdiri dari teguran
tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin
lingkungan, atau pencabutan izin lingkungan.
Saran
1. Penegakan hukum lingkungan hendaknya
dilakukan secara optimal baik melalui
pengadilan maupun di luar
pengadilan,sehingga kasus penecenaran dan
atau perusakan lingkungan dapat ditekan.
2. Asas subsidiaritas dan asas ultimum
remedium masih perlu disosialisasikan agar
lebih dapat di pahami penerapannya
3. Harus ada kejelasan asas ultimum remedium
dalam penegakan hukum administrasi
sehingga ada kepastian berapa kali dan berapa
lama tindakan administrasi baru dapat
dikatakan tidak berhasil. Apakah setelah
mendapat teguran tertulis sebagai sanksi
administrasi yang paling rendah dan tidak
dipatuhi sudah dinyatakan dianggap tidak
berhasil ? Bagaimana pula makna
pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali,
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 65
ISSN : 2302-3791
apakah cukup dua kali saja ataukah tiga kali
atau lebih.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2005
Barda Nawawi, Kebijakan Hukum Pidana,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2008
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa
Di Luar Pengadilan, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2001
Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana
Prenada Media Grup, 2005
Philipus M. Hadjon, (Koordinator Tim),
Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
2005
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum,
Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru,
Bandung.
Syahrul Machmud, Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2012.
B. PERATURAN DAN PERUNDANG-
UNDANGAN.
Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 35
ISSN : 2302-3791
Petunjuk bagi (Calon) Penulis Jurnal Ilmu Sosial dan
Humaniora
1. Artikel yang ditulis untuk Jurnal Ilmu Sosial &
Humaniora meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian atau kajianpustaka yang mempunyai kontribusi baru di bidang Teknik. Naskah diketik degan huruf TimesNew Roman, ukuran 11 pts, dengan spasi ganda, dicetak pada kertas HVS kuarto sepanjang maksimum15 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta disketnya. Berkas(file) dibuat dengan Microsoft word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attacment e-mail kealamat: lppmunisla@gmail.com
2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan dibawah judul artikel. Jikapenulis terdiri 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama;nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam halnaskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yangnamanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untukmemudahkan komunikasi.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masingmasingbagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikeldicetak dengan huruf besar ditengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atautebal dan miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)
4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atauruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup ataukesimpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).
5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata) yang berisi tujuan, metode dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpajudul) yang berisi latar belakang, sedikit kajian pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil dan pembahasan;
kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk)
6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yangdiutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi)atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.
7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurang (nama, tahun). Pencantuman sumberpada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan.Contoh: (Davis, 2003: 47).
8. Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dankronologis. Buku:
Anderson, D, W., Vault, V. D. & Dickson, C. E.
1999. Problem and Prospects for the Decades Ahead:
Competency Based Teacher Education. Berkeley:
McCutchan Publising Co.
Buku kumpulan artikel:
Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis
Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke-
1). Malang: UM Press.
Artikel dalam buku kumpulan artikel:
Russel, T. 1998. An Alternative Conception:
Representing Represensation. Dalam P.J. Black &
A.
Lucas (Eds), Children’s Informal Ideas in Science
(hlm. 62-84). London: Routledge.
Artikel dalam jurnal atau majalah:
Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan
Pendidikan Program Profesional dalam
Memenuhi
kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61.
Artikel dalam koran:
Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan
ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos,
hlm. 4 & 11.
Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama
pengarang):
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 September 2015 | 36
ISSN : 2302-3791
Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih
Mandiri, hlm. 3.
Dokumen resmi:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta:
Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
1990. Jakarta: PT. Armas Duta Jaya.
Buku terjemahan:
Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976.
Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh
Arief
Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:
Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum
Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan
Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu
Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia
Usaha Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan.
Malang: PPS IKIP MALANG.
Makalah seminar, lokakarya, penataran:
Waseso, M.G 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah.
Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya
Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah,
Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin,
9-11 Agustus.
Internet (karya individual)
Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of
STM Online Journals, 1990-1995 : The Calm
before the Storm, (Online),
(http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.ht
ml, diakses 12 Juni
1996)
Internet (artikel dalam jurnal online):
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar
dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan.
(Online), jilid 5,No. 4,(http://www.malang.ac.id,
diakses 20 Januari 2000).
Internet (bahan diskusi):
Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing
Internet sites. NETTRAIN Discussion List,
(Online), (NETTRAIN@ubvm.cc.buffalo.edu,
diakses 22 November 1995).
Internet (e-mail pribadi):
Naga, D.S (ikip-jkt@indo.net.id). 1 Oktober 1997.
Artikel Untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah
(jippsi@mlg.ywcn.or.id).
9. Tata cara penyajian kutipan, table, dan gambar mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan BahasaIndonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel bahasa Inggris menggunakan ragam baku.
10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari reviewers yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting, kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis.
11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah. Segala sesuatu yang menyangkut perjanjian pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.