Post on 25-Oct-2021
44
Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten
Banyuwangi Berdasarkan Analisis Litologi dengan Menggunakan
Data Magnetik
Hanna Azizah Rakhman1)*, Adi Susilo2), Arief Rachmansyah 3)
1) Program Studi Magister Ilmu Fisika, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang
2) Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang 3) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang
Diterima 31 Januari 2015, direvisi 27 Maret 2015
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi
berdasarkan analisis litologi dengan menggunakan data magnetik untuk mengetahui letak zona yang
berpotensi mengalami rembesan. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis litologi dari data magnetik
(data primer) yang diperoleh di lapangan yang melingkupi daerah genangan Bendungan Bajulmati.
Penelitian dimulai dengan akuisisi data magnetik menggunakan PPM (Proton Procession Magnetometer),
dari data yang diperoleh kemudian dilakukan koreksi data yang meliputi koreksi diurnal dan koreksi
IGRF, Selanjutnya dilakukan reduksi ke bidang datar, kontinuasi ke atas dan reduksi ke kutub sehingga
diperoleh nilai anomali magnetik sisa yang berkisar antara -1000 nT sampai 700 nT pada loop 1 dan -2800
nT sampai 1600 nT pada loop 2. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
menggunakan metode magnetik didapatkan hasil litologi bawah permukaan dari Bendungan Bajulmati
terdiri dari lapisan lempung tufaan, batu pasir, kerikil dan lava vulkanik. Dengan menganalisa litologi
bawah permukaan tersebut, diperkirakan terdapat beberapa rekahan yaitu pada lintasan AA’ di titik
pengukuran 20 m dan 90 m, lintasan BB’ di titik pengukuran 120 m dan 160 m, dan lintasan CC’ di titik
pengukuran 80 m dan 100 m. Rekahan-rekahan tersebut diduga dapat menyebabkan rembesan pada
Bendungan Bajulmati.
Kata kunci : litologi, rembesan, rekahan, metode magnetik.
ABSTRACT
A research regarding seeping in Bajulmati Dam of Banyuwangi Regency based on lithology analysis
by geomagnetic data has been done to discover the location of zone with seeping potential. This research is
done by analyzing lithology from magnetic data (primary data) that was acquired from the field that covers
the area of Bajulmati Dam. The research began with the acquisition of magnetic data using PPM (proton
procession Magnetometer). Acquired data is then corrected by diurnal and IGRF correction, reduction in
to even surface, upward continuation as well as reduction to the pole. Local anomaly contour is acquired
with the value ranging from -1000 nT up to 700 nT at loop 1 and ranging from -2800 nT up to 1600 nT at
loop 2. Based on the result of data processing by magnetic method, the subsurface layers beneath the said
dam consist of the layer of clay (tuff), sandstone, gravel, and volcanic lava. By analyzing the mentioned
results, some cracks are located in AA’ line with the measurement point of 20 m and 90 m, and in the 120
m and 160 m, 80 m and 100 m measurement point of BB’, and CC’ line respectively. Those cracks can be
expected to cause seepage in Bajulmati Dam.
Keywords : Lithology, seepage, cracks, and magnetic method.
PENDAHULUAN
Bendungan Bajulmati terletak di dua
NATURAL B, Vol. 3, No. 1, April 2015
--------------------- *Corresponding author:
E-mail: azizah.hana@yahoo.com
45
Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis
Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik
kabupaten yaitu Banyuwangi dan Situbondo,
Jawa Timur dan dibangun pada lahan seluas
115,5 ha. Adanya pembangunan bendungan ini
diharapkan dapat mengairi lahan seluas 1800 ha
secara stabil selama setahun, dengan demikian
akan dapat meningkatkan hasil produksi
pertanian dan meningkatkan ekonomi di sektor
pertanian [1].
Bendungan Bajulmati (Gambar 1) dibangun
di atas batuan endapan piroklastik Gunungapi
Ijen Muda dan sedimentasi Gunungapi Baluran.
Pembangunannya yang dilakukan sejak 2006
mengalami permasalahan teknis yaitu kondisi
aktual geologi di area maindam dan cofferdam.
Lokasi main dam berada di atas endapan batuan
gunungapi kwarter (quartenary volcanic rock),
Gunungapi Ijen, Gunungapi Baluran, endapan
sungai lama, endapan terrace dan endapan saat
ini. Hal ini membuat para teknisi kesulitan
dalam menentukan metode perbaikan pondasi
bendungan dan proteksi terhadap kemungkinan
terjadinya kebocoran pada pondasi bendungan
utama [2].
Gambar 1. Lokasi Penelitian [7]
Suatu bendungan hampir tidak dapat
terhindar dari masalah kebocoran atau
rembesan akibat kondisi geologi batuan yang
menjadi dasar bendungan ataupun kondisi
konstruksi bendungan itu sendiri. Kondisi
geologi yang mempengaruhi terjadinya
rembesan atau kebocoran adalah struktur
geologi dan jenis batuan (litologi) pada dasar
bendungan. Kondisi struktur geologi yang dapat
menyebabkan terjadinya rembesan adalah
patahan (fault) dan rekahan (crack). Bila
dijumpai adanya patahan ataupun rekahan pada
suatu bendungan tentu perlu penanganan lebih
lanjut. Kondisi geologi lain yang dapat
menyebabkan rembesan atau kebocoran
bendungan adalah jenis batuan (litologi). Pada
dasar bendungan, jika jenis batuannya memiliki
permeabilitas yang tinggi atau mudah terkikis
oleh air, maka akan mempermudah terjadinya
kebocoran. Penelitian terhadap adanya
rembesan pada bendungan, merupakan langkah
awal dalam rangka menjaga kelestarian
bendungan itu sendiri. Setelah didapatkan
informasi tentang kepastian lokasi rembesan
maka pekerjaan teknis dapat mencapai hasil
yang maksimal [3].
Secara regional wilayah ini merupakan
zona sedimen lava vulkanik dengan sisipan
lempung pasiran, batu pasir, dan kerikil dengan
penyebaran yang cukup luas sehingga sangat
berpotensi untuk terjadi kebocoran pada
bendungan [4]. Sehingga untuk mengetahui
area yang berpotensi mengalami rembesan,
perlu diketahui struktur bawah permukaan dan
kondisi geologinya.
Oleh karena itu, maka perlu dilakukan
dengan pendekatan metode geofisika di lokasi
kedudukan calon bendungan yang akan
dibangun. Metode geofisika yang dilakukan
untuk mengetahui strukur bawah permukaan
Waduk Bajulmati adalah metode magnetik yang
dikorelasikan dengan informasi geologi
setempat. Metode magnetik sering digunakan
dalam eksplorasi pendahuluan minyak bumi,
panas bumi, dan batuan mineral serta serta bisa
diterapkan pada pencarian prospeksi benda-
benda arkeologi [5]
Metode magnetik dapat digunakan untuk
mengetahui kedalaman dan struktur bawah
permukaan, sehingga pengukuran dapat
diperoleh dengan mudah untuk studi lokal dan
regional [6]. Hasil tersebut diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai struktur
bawah permukaan dari Bendungan Bajulmati
yang berpotensi menimbulkan rembesan air di
Bendungan Bajulmati sehingga dapat dilakukan
tindakan pencegahan sebelum bendungan
tersebut selesai dibangun.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah
metode magnetik. Data magnetiknya
merupakan data primer hasil akuisisi. Akuisisi
data magnetik yang digunakan yaitu looping
tertutup dengan spasi antar titik-titik akuisisi 50
46
Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis
Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik
m. Titik akuisisi yang diperoleh sebanyak 65
titik yang terbagi dalam 2 loop. Parameter ukur
pada proses pengambilan data terdiri dari nilai
intensitas medan magnet, waktu, koordinat
posisi (latitude dan longitude) dan ketinggian.
Data akuisisi kemudian dikoreksi diurnal
untuk menghilangkan efek penyimpangan
intensitas medan magnet bumi yang disebabkan
oleh adanya perbedaan waktu pengukuran dan
efek sinar matahari dalam satu hari, dengan
persamaan di bawah ini [8]:
awak
awak
awnD HH
tt
ttH
(1)
Dimana tn adalah waktu pada titik n, taw waktu
awal, takh adalah waktu akhir, Hakh adalah nilai
medan magnet di titik akhir, dan Hawl adalah
nilai medan magnet di titik awal. Selanjutnya
data yang diperoleh dari koreksi diurnal dan
koreksi IGRF direduksi ke bidang datar.
kemudian dikontinuasi ke atas untuk
memisahkan anomali lokalnya dan dilakukan
reduksi ke kutub.
Interpretasi data anomali magnetik
dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Secara kuantitatif yaitu dengan memodelkan
struktur bawah permukaan hasil line section
menggunakan metode Talwani 2,5 dimensi.
Sedangkan interpretasi secara kualitatif yaitu
dengan menganalisa kondisi geologi dengan
peta kontur anomali medan magnetik total
dengan setelah di reduksi ke kutub.
Gambar 2. Intensitas Magnetik Total (a) loop 1 dan (b) loop 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari perhitungan koreksi diurnal dan
IGRF berupa kontur intensitas magnetik total
(TMI). Gambar 2a merupakan intensitas
magnetik total untuk loop 1 yang berkisar antara
0 nT hingga 600 nT. Sedangkan loop 2 (Gambar
2b) memiliki nilai -2600 sampai 1000 nT.
Anomali magnetik total pada Gambar 2
merupakan intensitas magnetik total pada
ketinggian pengukuran yang tidak rata (uneven
surface). Agar diperoleh hasil yang lebih baik,
anomali tersebut diproyeksikan ke bidang datar
dengan menggunakan metode sumber ekivalen
(Gambar 3).
Metode sumber ekivalen merupakan
metode yang dipergunakan untuk membawa
data medan potensial hasil observasi yang
terdistribusi di bidang tidak horisontal (misal:
bidang topografi) ke bidang horisontal. Sumber
dihitung, dimana kemungkinan tidak akan
a
b
47
Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis
Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik
menyerupai distribusi sumber anomali, tetapi
identitas ketiga Green meyakinkan bahwa
sumber alternatif dapat menyebabkan medan
potensial yang sama di daerah terbatas.
Gambar 3. Intensitas magnetik total setelah di reduksi bidang datar (a) loop 1 dan (b) loop 2
Gambar 4. Kontur anomali magnetik lokal (a) loop 1 dan (b) loop 2
a
b
a
b
48
Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis
Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik
Gambar 5. Kontur anomali magnetik total setelah direduksi ke kutub (a) loop 1 dan (b) loop 2
Distribusi sumber harus menghasilkan
medan potensial yang harmonis di area yang
“menarik” dan hilang di ketinggian tak
terhingga serta menghasilkan bidang yang
diamati [9]. Bila dilihat pada kontur reduksi
bidang datar dengan kontur TMI menampakkan
kontur anomali yang hampir sama atau
perbedaannya tidak terlalu signifikan. Hal ini
dikarenakan ketinggian di daerah penelitian
cenderung seragam.
Intensitas magnetik total yang diperoleh
merupakan superposisi dari 2 komponen
anomali, yaitu komponen anomali regional dan
komponen anomali lokal (residual). Anomali
magnetik yang digunakan untuk interpretasi
yaitu anomali magnetik lokal. Sehingga
diperlukan pemisahan antara peta regional
dengan peta lokal karena pengaruh kemagnetan
regional yang dapat menganggu kenampakan
pola anomali lokal. Pemisahan ini dilakukan
dengan mengurangkan kontur intensitas medan
magnetik total dengan kontur kemagnetan
regional menggunakan kontinuasi ke atas atau
upward continuation. Proses ini merupakan
transformasi data medan potensial dari suatu
bidang datar ke bidang datar lainnya yang lebih
tinggi [10].
Anomali regional berasosiasi dengan
kondisi geologi umum yang dominan di daerah
pengukuran biasanya dicirikan dengan anomali
frekuensi rendah. Sedangkan anomali lokal atau
sering juga disebut sebagai anomali sisa
mengandung kondisi geologi setempat yang
telah terdeviasi dari kondisi regionalnya yang
biasanya terdapat pada kedalaman yang dangkal
[11]. Pemisahan antara peta anomali regional
dengan anomali lokal digunakan kontinuasi ke
atas setinggi 1000 m. Sedangkan peta anomali
lokal diperoleh dari pengurangan antara peta
TMI dengan peta anomali regional. Gambar 4a
adalah anomali lokal untuk loop 1 yang
memiliki rentang nilai -450 nT sampai 250 nT
dan Gambar 4b merupakan anomali lokal untuk
loop 2 dengan nilai berkisar antara -2600 nT
sampai 1000 nT.
Anomali magnetik lokal direduksi ke kutub
untuk menyederhanakan interpretasi data
medan magnetik pada daerah berlintang rendah
dan menengah. Gambar 5a merupakan hasil
reduksi ke kutub untuk loop 1 dengan rentang
nilai -1000 nT hingga 700 nT. Gambar 5b
merupakan hasil reduksi ke kutub untuk loop 2
dengan nilai berkisar antara -2800 nT sampai
1600 nT. Berdasarkan hasil ini belum diketahui
gambaran bawah permukaan secara jelas, hanya
nilai intensitas magnetiknya yang bervariasi
a
b
49
Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis
Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik
(positif dan negatif). Bervariasinya nilai
anomali magnetik residual tersebut disebabkan
karena adanya ketidakseragaman material
bawah permukaan pada daerah penelitian.
Variasi nilai medan residual ini dibagi ke dalam
anomali magnetik rendah atau negatif (≤ 0 nT)
dan anomali tinggi atau positif (> 0 nT). Nilai
anomali magnetik positif pada daerah
penyelidikan ditafsirkan sebagai batuan yang
bersifat magnetik dan nilai anomali magnetik
negatif ditafsirkan sebagai batuan yang bersifat
non magnetik atau demagnetisasi.
Gambar 6. Posisi sayatan pada kontur anomali
Gambar 7. Model penampang bawah permukaan
lintasan AA’
Interpretasi secara kuantitatif dilakukan
dengan membuat model hasil line section
(sayatan) pada kontur anomali magnetik yang
ditunjukkan pada Gambar 6. Lokasi sayatan
diambil dengan mempertimbangkan adanya
anomali posiif dan negatif pada lokasi tersebut
dengan melihat hasil reduksi ke kutub di atas.
Sayatan dilakukan pada empat (4) lokasi yaitu
pada AA’ dan BB’ di loop 1 dan pada CC’ dan
DD’ di loop 2, dimana pada loop 2 posisi
sayatan CC’ dan DD’ saling berpotongan.
Lintasan AA’ (Gambar 7) melintang mulai
dari Barat ke Timur dengan panjang lintasan
mencapai 100 m. Model penampang melintang
anomali lokal lintasan AA’ pada kurva atas
memperlihatkan bentuk kurva berupa pola
negatif dan positif (dipole) yang
merepresentasikan bentuk model bawah
permukaan lintasan AA’. Berdasarkan model
tersebut dapat dilihat bahwa terdapat
ketidakseragaman batuan bawah permukaan,
lapisan teratas diperkirakan terdapat batu kerikil
dengan nilai suseptibilitas 0,0222-0,0243
(dalam SI), lempung tufaan dengan nilai
suseptibilitas 0,0005 (dalam SI) dan batu pasir
dengan nilai suseptibilitas 0.0015 (dalam SI).
Pada lapisan kedua terdapat lava vulkanik
dengan suseptibilitas 0,1325 (dalam SI) yang
ditandai dengan warna merah. Lapisan ketiga
terdapat batu pasir yang ditandai dengan warna
hijau dengan nilai suseptibilitas 0,0035 (dalam
SI).
Pada lintasan AA’ ini diduga terdapat
rekahan ditunjukkan oleh garis putus-putus
hitam. Rekahan pertama yaitu pada titik
pengukuran 20 m yang merupakan pertemuan
antara lava vulkanik dan batu kerikil dengan
kedalaman mencapai 12 m. Sedangkan rekahan
yang kedua berada pada titik pengukuran 90 m
yaitu pada pertemuan batu kerikil dan batu pasir
50
Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis
Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik
dengan kedalaman mencapai 24 m. Batuan lava
pada lintasan ini, merupakan hasil dari kegiatan
gunungapi ijen muda yang kemudian tertutupi
oleh sedimen pasir dan kerikil dari Sungai
Bajulmati. Rekahan tersebut diperkirakan
merupakan daerah rembesan yang menjadi
target dalam penelitian ini.
Lintasan BB’ melintang mulai dari arah
timur menuju arah barat dengan panjang
lintasan 200 m. Berdasarkan Gambar 8 terihat
bahwa lapisan teratas diduga merupakan
lempung tufaan dengan nilai suseptibilitas
0,0008 (dalam SI) pada kedalaman 0 sampai 5
m. Kemudian pada lapisan kedua terdapat
kerikil dengan nilai suseptibilitas 0,0247 (dalam
SI), lava vulkanik dengan nilai suseptibilitas
0,1130 (dalam SI) dan batu pasir dengan nilai
suseptibilitas 0,0043 (dalam SI).
Pada kedalaman 24 – 40 m terdapat lava
vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,0247
(dalam SI). Dan lapisan terakhir terdapat batu
pasir dengan nilai suseptibilitas 0,040 (dalam
SI). Pada lintasan ini diduga terdapat rekahan
pada titik 120 m dan 160 m. Lokasi rekahan
ditunjukkan oleh garis putus-putus. Pada titik
120 m terdapat rekahan yang diduga terjadi
akibat pertemuan batu kerikil dan lava vulkanik,
sedangkan pada titik 160 m rekahan ini muncul
diduga akibat lava yang mengalami penurunan
mulai titik 160 m. Selanjutnya daerah yang
kosong tersebut terisi oleh sedimen pasir dan
menjadi batu pasir. Kemudian tertutupi oleh
lempung tufaan. Di titik 160 m ini merupakan
batas antara sungai dan darat. Rekahan tersebut
diduga dapat menyebabkan rembesan pada
Bendungan Bajulmati.
Lintasan CC’ terletak di sebelah selatan dari
dam Bajulmati, membentang dari arah barat ke
arah timur dengan panjang lintasan 160 m.
Gambar 9 memperlihatkan bahwa pada lapisan
pertama dari model lintasan ini diduga
merupakan batu pasir dengan nilai suseptibilitas
0,0035 (dalam SI) dengan ketebalan 3 - 10 m
yang ditunjukkan oleh warna hijau.
Lapisan kedua diperkirakan terdapat lava
vulkanik yang terpisahkan oleh batu kerikil,
disebelah barat lava vulkanik memiliki nilai
suseptibilitas 0,1134 (dalam SI), sedangkan
disebelah timur lava vulkanik dengan nilai
suseptibilitas 0,1098 (dalam SI). Batu kerikil
dengan nilai suseptibilitas 0,0153 (dalam SI).
Lapisan ketiga merupakan lava vulkanik
dengan suseptibilitas 0,0673 (dalam SI). Pada
lintasan ini diduga terdapat rekahan yaitu pada
titik 80 m dan 100 m. Rekahan tersebut
merupakan pertemuaan antara batu kerikil dan
lava vulkanik, dimana batu kerikil tersebut
merupakan basement dari sungai. Sehingga
lokasi rekahan tersebut terletak pada tepi-tepi
dari sungai.
Gambar 8. Model penampang bawah permukaan
lintasan BB’
Gambar 9. Model penampang bawah permukaan
lintasan CC’
Gambar 10. Model penampang bawah permukaan
lintasan DD’
Lintasan DD’ ini melintang mulai dari arah
utara menuju arah selatan dengan panjang
lintasan 200 m. Berdasarkan pola yang
51
Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis
Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik
tergambar pada Gambar 10 terihat bahwa pada
lintasan ini diperkirakan terdapat batu pasir
dengan nilai suseptibilitas 0,0043 (dalam SI)
pada kedalaman 0 sampai 12 m. Kemudian pada
lapisan kedua terdapat lava dengan nilai
suseptibilitas 0,1059 (dalam SI) dan batu kerikil
dengan nilai suseptibilitas 0,0163 (dalam SI).
Pada lapisan terakhir terdapat lava vulkanik
dengan nilai suseptibilitas 0,0690 (dalam SI).
Pada lintasan DD’ ini diperkirakan terdapat
rekahan yang berada pada titik pengukuran 80
m. Rekahan tersebut diduga merupakan
pertemuan antara lava vulkanik dan batu kerikil
yang merupakan dasar sungai. Rekahan tersebut
terletak pada posisi yang sama dengan rekahan
pada lintasan CC’, sehingga memperkuat
dugaan adanya rekahan pada titik tersebut.
Dari hasil interpretasi kuantitatif diatas,
maka dapat dikatakan bahwa struktur bawah
permukaan dari model penampang melintang
dari setiap lintasan tersusun atas beberapa
batuan yang sama. Penetuan batuan tersebut
mengacu pada kisaran nilai suseptibilitas batuan
berdasarkan literatur yang ada.
Berdasarkan hasil pengolahan data
magnetik dapat diketahui bahwa di lokasi
pembangunan Bendungan Bajulmati terdapat
beberapa area yang merupakan zona rawan
rembesan akibat adanya rekahan (Gambar 11).
Rekahan tersebut diperkirakan terdapat pada
beberapa lintasan, yaitu pada lintasan AA’ di
titik pengukuran 20 m dan 90 m, lintasan BB’
di titik pengukuran 120 m dan 160 m, lintasan
CC’ di titik pengukuran 80 m dan 100 m, dan
lintasan DD’ di titik 100 m yang mana lokasinya
sama dengan titik 80 m dari lintasan CC’.
Gambar 11. Lokasi rekahan pada daerah penelitian
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan struktur bawah
permukaan lokasi pembangunan Bendungan
Bajulmati didominasi oleh lempung tufaan,
batu pasir, kerikil dan lava vulkanik. Dari
struktur litologi yang didapatkan, maka dapat
diperkirakan bahwa struktur geologi penyebab
rembesan pada Bendungan Bajulmati adalah
rekahan yang terdapat pada beberapa lintasan,
yaitu pada lintasan AA‘, lintasan BB‘ dan
lintasan CC’. Lokasi yang diperkirakan
merupakan zona rembesan adalah pada
lintasan-lintasan yang terdapat rekahan yaitu,
52
Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis
Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik
pada lintasan AA’ di titik pengukuran 20 m dan
90 m, lintasan BB’ di titik pengukuran 120 m
dan 160 m, dan lintasan CC’ di titik pengukuran
80 m dan 100 m.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Giyanto (2008). Optimasi Pola Tanam
Daerah Irigasi Waduk Bajulmati Dengan
Menggunakan Program Linear. Skripsi.
Teknik Sipil. Institut Teknologi Surabaya.
[2] Deny, S., (2013). Waduk Bajulmati Siap
Alirkan Air Mulai 2014.
www.liputan6.com 19 Juli 2013 Diakses
tanggal 2 Agustus 2014
[3] Wibagiyo, A. Indroyono, P. Bungkus, dan
Haryono (1998), Penentuan Lokasi
Rembesan pada Dasar Bendungan dengan
Teknik Radioisotopdi Bendungan
Ngancar, Wonogiri. Penelitian dan
Pengembangan Aplikasi Isotop dan
Radiasi. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi,
BATAN.
[4] Susilo, A., A. Rachmansyah, Irwan, F.
Rakhmanto dan Y. Sulistyono (2013),
Detection of seepage patterns direction in
the Bajulmati Dam, Banyuwangi,
Indonesia using geoelectrical method,
Schlumberger and dipole dipole
configuration. Proceeding 3rd Annual
Basic Science International Conference
(BaSIC) 2013. Fakultas MIPA.
Universitas Brawijaya Malang.
[5] Burger, Henry Robert (1992), Exploration
of the Shallow Subsurface. Prentice Hall,
New Jersey.
[6] Telford, W. M, Geldart L. P., dan Sheriff
R. E. (1990), Applied Geophysics.
Cambridge University Press. New York
[7] Waduk Bajulmati Situbondo Banyuwangi
Jawa Timur. http://loketpeta.pu.go.id.
Diakses tanggal 17 Desember, 2013.
[8] Palgunadi, Salman dan Y. Hidayat (2000),
Laporan Penyelidikan Magnet G. Inelika,
Gou Flores. Direktorat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi. Bandung.
[9] Blakely, R.J. (1995), Potential Theory in
Gravity and Magnetic Applications.
Cambridge University Press. New York.
[10] Oasis Montaj (2007), Oasis Montaj
Version 6.4.2 (HJ). Geosoft, Inc.
[11] Musyafak, Z. Dan Bagus, J. S. (2007),
Interpretasi Metode Magnetik untuk
Penentuan Struktur Bawah Permukaan Di
Sekitar Gunung Kelud Kabupaten Kediri.
Pascasarjana Fisika-FMIPA. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.