Post on 22-Mar-2019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
MENGGUNAKAN LABORATORIUM REAL DAN VIRTUAL
DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIK DAN
KEMAMPUAN BERPIKIR ABSTRAK SISWA
(Studi pada Pembelajaran Kimia Materi Pokok Laju Reaksi Kelas XI
Semester 1 SMA N 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sains
Oleh
Oleh:
KUSNADI
NIM S 831102029
P R O G R A M P A S C A S A R J A N A
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN ORISIONALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul “Pembelajaran Kimia dengan Problem-Based Learning (PBL)
Menggunakan Laboratorium Real dan Virtual Ditinjau dari Kemampuan
Matematik dan Kemampuan Berpikir Abstrak Siswa” (Studi pada Pembelajaran
Kimia Materi Pokok Laju Reaksi Kelas XI Semester 1 SMA N 1 Karanganyar Tahun
Pelajaran 2011/2012) ini adalah karya penelitian saya sendiri bebas plagiat, serta tidak
pernah terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh
gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah
ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari
terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sangsi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No 17, Tahun 2010)
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus
seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai
institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya enam bulan sejak pengesahan
Tesis, saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan tesis ini, maka
prodi Pendidikan Sains PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang
diterbitkan oleh prodi Pendidikan Sains UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran
publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 3 Oktober 2012
Mahasiswa,
KUSNADI
S831102029
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
1. “Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?”Jadilah hamba yang
selalu bersyukur dan berserah diri pada-Nya (QS. Ar-Rahman : 13)
2. “Tabahlah! Atas pedihnya kekerasan pengajar, karena ketetapan ilmu berada
dalam kesulitan. Barang siapa tidak mencicipi pahitnya belajar, dia akan
menelan kehinaan bodoh selama hidup. Barang siapa waktu muda tidak
sempat belajar, maka bacakan takbir empat kali karena kematiannya. Demi
Allah ! hidup seorang pemuda itu tergantung ilmu dan taqwa. Bila keduanya
tidak ada, keberadaannya tidak akan dianggap ” (Syi ir-Syi’ir Imam
Asyafi’i)
3. “Jadikan pelangi kehidupan lebih indah, dengan menyempurnakan ikhtiar dan
memanjangkan doa, menatap masa depan dengan langkah sempurna,
memandang masalah dengan ketegaran, dan memetik kesempatan dengan
kesungguhan. Selalu awali aktivitas dengan doa, semangat, dan
senyum”(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan limpahan
rahmat dan karunia-Nya. Dengan kerendahan hati kupersembahkan lembaran-
lembaran sederhana ini kepada:
1. Teristimewa untuk Ibu dan Bapak tercinta, terimakasih yang telah
membesarkanku, mendidikku, mendoakanku, memberiku semangat, cinta dan
kasih sayang, serta mengajariku arti hidup. Segala perjuangan dan
pengorbanan yang telah kalian lakukan tak akan terlupakan dan semoga Allah
SWT membalas semua jasamu.
2. Untuk kakak-kakakku yang senantiasa memahami dan memberi semangat.
3. Guru-guruku yang telah membimbingku, mengajariku dan memberikanku
ilmu yang insya Allah sangat bermanfaat.
4. Seluruh keluarga besar yang turut membantu keberhasilanku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul : Pembelajaran Kimia dengan Problem-Based Learning
Menggunakan Laboratorium Real dan Virtual Ditinjau dari Kemampuan
Matematik dan Kemampuan Berpikir Abstrak siswa (Pembelajaran Kimia
Materi Pokok Laju Reaksi Kelas XI Semester I SMA N 1 Karanganyar Tahun
Ajaran 2011/2012) dengan baik.
Dalam penyusunan tesis ini penulis menyadari tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak yang terkait, maka tidaklah mungkin laporan tesis ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. M. Masykuri, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains,
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan
perhatian yang luar biasa sehingga memperlancar laporan tesis ini.
3. Dr. Sarwanto, M.Si. selaku sekretaris Program Studi Pendidikan Sains,
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Dr. rer. nat. Sri Mulyani, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan perhatian yang luar biasa
sehingga laporan tesis ini dapat terselesaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Bapak dan Ibu Dosen Khususnya Program Studi Pendidikan Sains, Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
bekal pengetahuan kepada penulis.
6. Staf karyawan program studi pendidikan Sains yang telah banyak membantu
dalam urusan administrasi.
7. Drs. H. Sobirin, M. M.Pd. selaku Kepala SMA N 1 Karanganyar yang telah
memberikan ijin penelitian.
8. Dra. Sri Widayati, M.M. selaku guru Kimia Kelas XI SMA N 1 Karanganyar yang
telah memberikan inspirasi, semangat, pengarahan dan bimbingan yang luar biasa.
9. Siswa-siswi Kelas XI SMA N 1 Karanganyar khususnya XI A 2 dan XI A 3
terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
10. Teman seperjuangan di Pendidikan Sains Minat Utama Kimia UNS.
Penulis menyadari sepenuhnya laporan tesis yang telah dikerjakan ini
masih jauh dari kesempurnaan maka penulis menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Surakarta, 3 Oktober 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
PERNYATAAN…………………………... …………………………………….. iv
MOTTO .................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xix
ABSTRAK .......................................................................................................... xxii
ABSTRACT ......................................................................................................... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 11
C. Pembatasan Masalah ................................................................................ 12
D. Perumusan Masalah ................................................................................. 13
E. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 14
F. Manfaat Penelitian ................................................................................... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
A. Kajian Teori .............................................................................................. 16
1. Belajar dan Teori Belajar .................................................................... 16
2. Pembelajaran Kimia ............................................................................ 31
3. Problem-Based Learning (PBL) ......................................................... 33
4. Media Pembelajaran ............................................................................ 40
5. Laboratorium Real .............................................................................. 45
6. Laboratorium Virtual .......................................................................... 47
7. Kemampuan Matematik ...................................................................... 49
8. Kemampuan Berpikir Abstrak ............................................................ 51
9. Prestasi Belajar Kimia ......................................................................... 54
10. Materi Laju Reaksi .............................................................................. 60
B. Penelitian yang Relevan ............................................................................ 74
C. Kerangka Berpikir .................................................................................... 79
D. Hipotesis ................................................................................................... 88
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 90
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 90
B. Jenis Penelitian .......................................................................................... 91
C. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ................................................. 94
D. Variabel Penelitian ................................................................................... 96
1. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................ 96
a. Variabel Bebas ................................................................................... 96
b. Variabel Mederator ............................................................................ 96
c. Variabel erikat……………………………………………………....97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2. Skala Pengukuran Dari Variabel Penelitian………………………….97
E. Instrumen Penelitian.................................................................................. 98
F. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 99
G. Uji Coba Instrumen Penelitian ................................................................ 100
1. Instrumen Penilaian Prestasi Kognitif ............................................... 101
2. Instrumen Penilaian Prestasi Afektif ................................................. 106
3. Hasil Uji Coba Instrumen………………………………………….. 109
H. Teknik Analisis Data ............................................................................... 115
1. Uji Prasyarat Analisis ........................................................................ 115
2. Uji Hipotesis ..................................................................................... 116
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 120
A. Deskripsi Data ........................................................................................ 120
1. Data Kemampuan Matematik ........................................................... 120
2. Data Kemampuan Berpikir Abstrak .................................................. 123
3. Data Prestasi ...................................................................................... 126
B. Pengujian Persyaratan Analisis .............................................................. 154
1. Uji Normalitas ................................................................................... 154
2. Uji Homogenitas ............................................................................... 155
C. Pengujian Hipotesis ................................................................................ 157
D. Pembahasan ............................................................................................ 159
E. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 177
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ...................................... 179
A. Kesimpulan ............................................................................................ 179
B. Implikasi Hasil Penelitian ....................................................................... 180
1. Implikasi Teoritik .............................................................................. 180
2. Impliksi Praktis ................................................................................. 181
C. Saran ....................................................................................................... 182
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 184
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 188
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Nilai Rata-Rata Ulangan Harian Materi Laju Reaksi Siswa Kelas XI
IPA Semester II SMA N I Karanganyar Tahun Pelajaran 2010-2011 ... 3
Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)………………...36
Tabel 2.2 Tahapan Problem-based Learning (PBL) ............................................. 37
Tabel 3.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 90
Tabel 3.2. Rancangan Analisis Penelitian ............................................................. 92
Tabel 3.3. Hasil Uji T (equal Variances Assumed)…………………………………95
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Instrumen ............................................................ 109
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ......................................................... 111
Tabel 3.6 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen ............................................... 112
Tabel 3.7 Hasil Uji Indeks Daya Pembeda Instrumen .................................... 113
Tabel 4.1 Deskripsi Data Kemampuan Matematik Tinggi dan Rendah ............. 121
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Matematik Tinggi ................ 121
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Matematik Rendah............... 122
Tabel 4.4 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Abstrak Tinggi dan Rendah .... 124
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir Abstrak
Tinggi……124
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir Abstrak Rendah ..... 125
Tabel 4.7 Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau dari Media ........................ 127
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif pada Kelas Laboratorium
Real .................................................................................................... .128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Tabel 4.9 Deskripsi Data Prestasi Kognitif pada Kelas Laboratorium Virtual ... 129
Tabel 4.10 Distribusi Data Prestasi Kognitif ditinjau dar Kemampuan
Matematik…………………………………………………………..130
Tabel 4.11 Deskripsi Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Tinggi .......................................................... 131
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Rendah ........................................................ 132
Tabel 4.13 Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau Kemampuan Berpikir
Abstrak ............................................................................................... 133
Tabel 4.14 Deskripsi Data Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki Kemampuan
Berpikir Abstrak Tinggi ................................................................... 134
Tabel 4.15 Deskripsi Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berpikir Abstrak Rendah............................................... 135
Tabel 4.16 Deskripsi Frekuensi Prestasi Kognitif ditinjau dari Media dan
Kemampuan Matematik .................................................................. 136
Tabel 4.17 Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau dari Media dan
Kemampuan Berpikir Abstrak ............................................................ 137
Tabel 4.18 Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau dan Kemampuan
Matematik dan Kemampuan Berpikir Abstrak .................................. 138
Tabel 4.19 Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau dari Media, Kemampuan
Matematik dan Kemampuan Berpikir Abstrak ................................... 139
Tabel 4.20 Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau Media Belajar ............................ 141
Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Prestasi afektif pada Kelas Laboratorium
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Real ......................................................................................... ………142
Tabel 4.22 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Afektif pada Kelas Laboratorium
Virtual ................................................................................ ………143
Tabel 4.23 Deskripsi Data Prestasi Belajar afektif ditinjau Kemampuan
Matematik…………………………………………………………..144
Tabel 4.24 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Tinggi .......................................................... 145
Tabel 4.25 Distribusi Frekuensi Prestasi afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Rendah ............................................ ……...146
Tabel 4.26 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif ditinjau Kemampuan
Kemampuan Berpikir Abstrak…………………………………….147
Tabel 4.27 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berpikir Abstrak Tinggi………………………………147
Tabel 4.28 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berpikir Abstrak Rendah................................... ……...148
Tabel 4.29 Deskripsi Data Prestasi Afektif ditinjau dari Media Belajar dan
Kemampuan Matematik …………………………………………...149
Tabel 4.30 Distribusi Data Prestasi Afektif ditinjau dari Media Belajar dan
Kemampuan Berpikir Abstrak……………………………………..151
Tabel 4.31 Distribusi Frekuensi prestasi Afektif ditinjau dari Kemampuan
Matematik dan Kemampuan Berpikir Abstrak…………………….152
Tabel 4.32 Deskripsi Data Prestasi Afektif ditinjau ditinjau dari Media,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Kemampuan Matematik dan Kemampuan Berpikir Abstrak……….153
Tabel 4.33 Ringkasan Data Hasil Uji Normalitas Prestasi Kognitif……..........155
Tabel 4.34 Ringkasan Data Hasil Uji Normalitas Prestasi afektif…………….155
Tabel 4.35 Ringkasan Data Hasil Uji Homogenitas Prestasi Kognitif ……….156
Tabel 4.36 Ringkasan Data Hasil Uji Homogenitas Prestasi Afektif ………...156
Tabel 4.37 Ringkasan Data Hasil uji Hipotesis Prestasi Kognitif ……............157
Tabel 4.38 Ringkasan Data Hasil uji Hipotesis Prestasi Afektif ……………..157
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Kerucut Pengalaman Edgarae Dale .................................................. 42
Gambar 2.2. Hubungan laju reaksi dengan konsentrasi pada orde 1 .................... 66
Gambar 2.3. Hubungan laju reaksi dengan konsentrasi pada orde 2 .................... 67
Gambar 2.4. Tumbukan antara partikel pada reaksi kimia ................................... 68
Gambar 2.5. Bola yang menggelinding................................................................. 69
Gambar 2.6. Diagram energy pada reaksi eksoterm dan endoterm ...................... 69
Gambar 2.7. Larutan HCl dengan konsentrasi 2 M dan 4 M ................................ 70
Gambar 2.8. Luas permukaan bidang sentuh ........................................................ 71
Gambar 2.9. Grafik tingkat energi reaksi dengan katalis ...................................... 73
Gambar 4.1 Histogram Kemampuan Matematik tinggi ...................................... 122
Gambar 4.2 Histogram Kemampuan Matematik Rendah ................................... 123
Gambar 4.3 Histogram Kemampuan Berfikir Abstrak Tinggi............................ 125
Gambar 4.4 Histogram Kemampuan Berfikir Abstrak Rendah .......................... 126
Gambar 4.5 Histogram Prestasi Kognitif pada Laboratorium Real .................... 128
Gambar 4.6 Histogram Prestasi Kognitif pada LaboratoriumVirtual ................. 129
Gambar 4.7 Histogram Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Tinggi ....................................................... 131
Gambar 4.8 Histogram Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Rendah ..................................................... 132
Gambar 4.9 Histogram Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berfikir Abstrak Tinggi .............................................. 134
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Gambar 4.10 Histogram Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berfikir Abstrak Rendah ............................................ 135
Gambar 4.11 Histogram Prestasi Afektif pada Laboratorium Real .................... 142
Gambar 4.12 Histogram Prestasi Afektif pada LaboratoriumVirtual ................. 143
Gambar 4.13 Histogram Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Tinggi ....................................................... 145
Gambar 4.14 Histogram Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Rendah ..................................................... 146
Gambar 4.15 Histogram Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berfikir Abstrak Tinggi .............................................. 148
Gambar 4.16 Histogram Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berfikir Abstrak Rendah ............................................ 149
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Silabus ............................................................................... 188
Lampiran 2.1 RPP Laboratorium Real ................................................... 190
Lampiran 2.2 LKS Laboratorium Real .................................................. 212
Lampiran 3.1 RPP Laboratorium Virtual ............................................... 228
Lampiran 3.2 LKS Laboratorium Virtual .............................................. 250
Lampiran 4 Kisi-Kisi Uji Coba Tes Kemampuan Matematik .............. 266
Lampiran 5 Lembar Uji Coba Tes Kemampuan Matematik .................. 268
Lampiran 6 Kunci Jawaban Uji coba Tes Kemampuan Matematik ...... 273
Lampiran 7 Kisi-Kisi Kemampuan Matematik ...................................... 274
Lampiran 8 Lembar Tes Kemampuan Matematik ................................. 276
Lampiran 9 Kunci Jawaban Kemampuan Matematik ............................ 280
Lampiran 10 Kisi-Kisi Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Abstrak ..... 281
Lampiran 11 Lembar Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Abstrak ....... 283
Lampiran 12 Kunci Jawaban Uji Coba Kemampuan Berpikir Abstrak .. 289
Lampiran 13 Kisi-Kisi Kemampuan Berpikir Abstrak .......................... 290
Lampiran 14 Lembar Tes Kemampuan Berpikir Abstrak ....................... 292
Lampiran 15 Kunci Jawaban Kemampuan Berpikir Abstrak ................. 297
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
Lampiran 16 Kisi-Kisi Uji Coba Tes Prestasi Kognitif ......................... 298
Lampiran 17 Lambar Uji Coba Tes Prestasi Kognitif ........................... 300
Lampiran 18 Kunci Jawaban Uji Coba Tes Kognitif ............................. 310
Lampiran 19 Kisi-Kisi Tes Prestasi Kognitif ......................................... 311
Lampiran 20 Lambar Tes Prestasi Kognitif ........................................... 313
Lampiran 21 Kunci Jawaban Tes Kognitif ............................................ 323
Lampiran 22 Kisi-Kisi Penyusunan Angket Afektif .............................. 324
Lampiran 23 Pedoman Penskoran Penilaian Afektif ............................. 326
Lampiran 24 Angket Penilaian Aspek Afektif ....................................... 327
Lampiran 25 Uji T (Kesamaan Rerata) ................................................... 334
Lampiran 26 Data Induk Penelitian ........................................................ 337
Lampiran 27 Analisis Hasil Uji Coba Tes Kognitif ................................ 341
Lampiran 28 Analisis Hasil Uji Coba Angket Afektif ............................ 342
Lampiran 29 Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Matematika ..... 344
Lampiran 30 Analisis Hasil Uji Coba Kemampuan Berpikir Abstrak .... 345
Lampiran 31 Analisis Hasil Penelitian Angket Afektif .......................... 346
Lampiran 32 Uji Normalitas Prestasi Kognitif ....................................... 350
Lampiran 33 Uji Homogenitas Prestasi Kognitif .................................... 351
Lampiran 34 Hasil Pengujian Hipotesis Kognitif ................................... 352
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
Lampiran 35 Uji Normalitas Prestasi Afektif ......................................... 354
Lampiran 36 Uji Homogenitas Prestasi afektif ....................................... 355
Lampiran 37 Hasil Pengujian Hipotesis afektif ...................................... 356
Lampiran 38 Deskripsi Laboratorium Real dan Virtual ......................... 358
Lampiran 39 Foto Penelitian ................................................................... 360
Lampiran 40 Surat Ijin Penelitian ........................................................... 367
Lampiran 41 Surat Keterangan Penelitian .............................................. 368
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
Kusnadi, S831102029, 2012, Pembelajaran Kimia dengan Problem-Based
Learning Menggunakan Laboratorium Real dan Virtual Ditinjau dari
Kemampuan Matematik dan Kemampuan Berpikir Abstrak Siswa (Materi
Pokok Laju Reaksi Kelas XI IPA Semester I SMA N 1 Karanganyar Tahun
Pelajaran 2011/2012). Pembimbing I: Dr. M. Masykuri, M.Si, Pembimbing II: Dr.
rer. nat. Sri Mulyani, M.Si. Program Studi Pendidikan Sains, Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar
siswa melalui pembelajaran kimia menggunakan metode Problem-Based Learning
dengan media laboratorium real dan virtual, antara siswa yang memiliki
kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak tinggi dan rendah serta
interaksinya.
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Populasi
penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMAN 1 Karanganyar Tahun
Pelajaran 2011/2012. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling
sejumlah 2 kelas, kelas XI IPA 2 dan kelas XI IPA 3 yang diberi pembelajaran
dengan media laboratorium virtual dan real. Data dikumpulkan dengan metode
tes untuk prestasi belajar kognitif, kemampuan matematik dan kemampuan
berpikir abstrak, sedangkan angket untuk prestasi belajar afektif siswa. Teknik
analisis data menggunakan analisis non parametrik Kruskal Wallis.
Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan: 1) ada perbedaan prestasi
belajar kognitif siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode yang
menggunakan media laboratorium real dan virtual, namun tidak ada perbedaan
pada prestasi afektif; 2) kemampuan matematik memberikan perbedaan prestasi
belajar kognitif siswa namun tidak ada perbedaan pada prestasi afektif; 3)
kemampuan berpikir abstrak tidak ada perbedaan prestasi belajar kognitif dan
afektif siswa, 4) ada interaksi antara pembelajaran dengan metode PBL yang
menggunakan media laboratorium real dan virtual dengan kemampuan matematik
terhadap prestasi belajar kognitif namun tidak ada perbedaan pada prestasi afektif;
5) ada interaksi antara pembelajaran dengan metode PBL yang menggunakan
media laboratorium real dan virtual dengan kemampuan berpikir abstrak terhadap
prestasi belajar, namun tidak ada interaksi pada prestasi afektif; 6) tidak ada
interaksi antara kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak terhadap
prestasi belajar kognitif dan afektif siswa, 7) ada interaksi antara media,
kemampuan matematik, dan kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar
kognitif siswa namun tidak ada interaksi pada prestasi afektif.
Kata Kunci: Problem-Based Learning (PBL), Laboratorium real, Laboratorium
Virtual, Laju Reaksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxiii
Kusnadi, S831102029, 2012, Chemistry Learning through Problem-Based
Learning using Real and Virtual Laboratory Overviewed from Mathematic
Ability and abstract thinking Ability Students (The Subject Matter of Reaction
rates XI IPA class, Semester I SMA N 1 Karanganyar, Academic year
2011/2012). Advisor I: Dr. M. Masykuri, M.Si, Advisor II: Dr. rer. nat. Sri
Mulyani, M.Si. A Program Study of Science Education. Postgraduate Program of
Sebelas Maret University Surakarta.
ABSTRACT
The purposes of the research was to know the difference between student
cognitive achievement who learn chemistry learning achievement using Problem
Based Learning method with real and virtual laboratory, between student who had
high and low mathematic ability, between student who had high and low abstract
thinking and their interaction.
The research used quasi experimental method. The population is all
students of XI IPA class of SMA N 1 Karanganyar, Academic year 2011/2012.
The samples are two classes of IPA 2 and IPA 3 given a treatment through virtual
and real laboratory. The Samples were taken by using cluster random sampling
technique. The data were collected by using test for students’ cognitive
achievement, mathematic ability and students’ abstract thinking ability.
Questionnaire was used to measure students’ effective achievement. The data was
analyzed using non-parametric Kruskal Wallis.
Based on the results of data analysis it could be concluded that: 1) there
were difference of student’s cognitive achievement between by using Problem-
Based Learning through real and virtual laboratory but no differences of
student’s affective, 2) There were differences of student’s cognitive achievement
between the student’s who had a high mathematic ability and low mathematic
ability but no differences of student’s affective, 3) there were no difference of
student’s cognitive achievement between the student’s who had a high abstrac
thinking ability and low abstrac thinking ability but no differences of student’s
affective, 4) there were interaction between problem based learning using real and
virtual laboratory and students’ mathematic ability toward students’ cognitive
achievement but no interaction of student’s affective, (5) there were interaction
between problem based learning using real and virtual laboratory and students’
abstrac thinking ability toward students’ cognitive achievement but no interaction
of student’s affective 6) there were no interaction between students’ mathemtic
ability and students abstrac thinking toward students’ cognitive and affective
achievement, 7) there were interaction between media, students’ matemathic and
abstrac thinking ability toward students’ achievement but no interaction of
student’s affective.
Keywords: Problem-Based Learning (PBL), Real Laboratory, Virtual
Laboratory, Reaction Rates.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia khususnya
dunia pendidikan. Dunia pendidikan dituntut mempersiapkan sumber daya
manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Persoalan
pendidikan selalu saja sangat menarik untuk dikembangkan dan dibahas di setiap
zaman. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual,
kecerdasan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 tahun 2003). Usaha sadar
tersebut dilakukan dalam bentuk pembelajaran yaitu adanya pendidik yang
memfasilitasi para siswanya melakukan kegiatan belajar.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang
standar proses pendidikan menjelaskan bahwa guru hendaknya memberi
kesempatan berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa
rasa takut sehingga proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien. Standar
proses pendidikan juga menjelaskan bahwa dalam kegiatan pembelajaran harus
dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Standar proses pendidikan mengenai kegiatan pembelajaran dapat
dikembangkan melalui pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Dalam KTSP, pembelajaran pada kelompok materi pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi bertujuan untuk mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan
analisis siswa (Mulyasa, 2007: 98). Salah satu prinsip pelaksanaan KTSP adalah
kurikulum pembelajaran dilaksanakan berdasarkan potensi, perkembangan, dan
kondisi siswa untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal
ini siswa harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta
memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis,
dan menyenangkan. Namun, kenyataannya masih banyak sekolah yang belum
memahami sepenuhnya tentang proses pembelajaran yang mengacu pada KTSP.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah masih banyak menerapkan proses
pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher Centered Learning). Sri Rahayu
(2011: 1) “di level persekolahan misalnya, kimia masih diajarkan dengan cara
tradisional dicirikan dengan adanya dominasi ceramah serta proses
pembelajarannya kurang melibatkan siswa secara aktif”. Pembelajaran berpusat
pada guru (teacher centered learning) masih menjadi ciri utama pembelajaran di
sekolah dan jarang sekali mengembangkan keterampilan proses dalam
pembentukan konsep. Akibat dari kebiasaan tersebut siswa menjadi kurang kreatif
dalam memecahkan masalah, partisipasi rendah, kerja sama dalam kelompok tidak
optimal, kegiatan belajar mengajar tidak efisien dan pada akhirnya hasil belajar
menjadi rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Masih rendahnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran berdampak
pada rendahnya hasil belajar siswa khususnya mata pelajaran kimia. Materi kimia
merupakan materi yang dianggap sulit bagi siswa, terutama materi laju reaksi. Hal
tersebut terbukti dari prestasi belajar siswa yang masih rendah, salah satunya
terjadi di SMA N 1 Karanganyar. Berdasarkan data nilai ulangan harian kimia di
kelas XI SMA N 1 Karanganyar tahun ajaran 2010/2011, rata-rata nilai ulangan
harian materi laju reaksi belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
SMA N 1 Karanganyar merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri
terbaik di kota Karanganyar yang terakreditasi A. Dari data nilai rata-rata ulangan
harian kimia siswa kelas XI SMA N 1 Karanganyar tahun ajaran 2010/2011,
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 1.
Tabel 1.1. Nilai Rata-Rata Ulangan Harian Materi Laju Reaksi Siswa Kelas XI
IPA Semester II SMA N 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011
Kelas Semester Rata-rata nilai Kimia KKM
XI IPA 1
XI IPA 2
XI IPA 3
XI IPA 4
XI IPA 5
II
II
II
II
II
68,36
69,56
69,78
70,06
71,79
75
75
75
75
75
SMA N 1 Karanganyar merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas
Negeri terbaik di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan hasil analisis wawancara
dengan guru kimia dan siswa, belum tercapainya hasil belajar kimia siswa yang
memuaskan di SMA N 1 Karanganyar kemungkinan disebabkan karena hal-hal
berikut: 1) metode diskusi informasi masih dominan dalam kegiatan belajar-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
mengajar sehingga menimbulkan kejenuhan pada siswa, 2) siswa merasa kurang
diikutsertakan dalam partisipasi proses belajar mengajar. 3) kurang
dioptimalkannya penggunaan media pembelajaran sehingga karakteristik materi
kimia yang abstrak tidak dapat dipahami siswa dengan baik, 4) dominasi guru
lebih besar dibandingkan keaktifan siswa dalam pembelajaran, walaupun materi
yang disampaikan sudah melalui diskusi informasi, 5) kegiatan pembelajaran yang
selama ini dirancang guru belum mendorong siswa untuk memiliki
tanggungjawab terhadap hasil belajarnya, 6) guru belum sepenuhnya
memperhatikan karakterisktik siswa (faktor internal) sebagai salah satu penentu
keberhasilan siswa. 7) Siswa menganggap kimia kurang menarik dan sulit
dipelajari.
Ketidakberhasilan siswa dalam menguasai ilmu kimia khususnya materi
laju reaksi kemungkinan disebabkan karena metode pembelajaran yang diterapkan
tidak disesuaikan dengan karakteristik siswa dan karakteristik materi laju reaksi.
Siswa cenderung hanya menerima informasi dari guru tanpa melibatkan siswa
untuk memecahkan masalah. Pemilihan metode pembelajaran yang tidak tepat
akan mengakibatkan tidak maksimalnya interaksi siswa dengan siswa, siswa
dengan guru dan siswa dengan lingkungannya sehingga pada akhirnya siswa tidak
bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan
itu akan digunakan. Sehingga diperlukan metode pembelajaran yang tepat, guru
harus memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, dan fasilitas media
yang tersedia, karena memang dalam membelajarkan konsep kimia yang
kompleks, sangat penting bagi guru untuk memperhatikan sifat dan karakteristik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
materi bahan ajar yang akan disampaikan kepada siswa, apakah materi bahan ajar
tersebut bersifat konkret atau abstrak. Untuk menyampaikan materi bahan ajar
kimia yang bersifat konkret, tentu saja diperlukan pemberian metode
pembelajaran yang berbeda.
Dalam pembelajaran, ada berbagai macam metode pembelajaran kimia
inovatif yang dapat digunakan oleh para guru di kelas, antara lain: metode
eksperimen, demonstrasi, pendekatan pembelajaran berbasis masalah atau
Problem Based Learning (PBL), Inkuiri, pendekatan kontekstual atau Contextual
Teaching and Learning (CTL), jigsaw, Student Teams Achievement Division
(STAD), dan sebagainya (Trianto, 2010: 21). Adapun metode pembelajaran yang
dipilih dalam penelitian ini adalah metode Problem-based Learning (PBL) yang
berbasis pada pemecahan masalah. PBL merupakan salah satu metode
pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.
Pembelajaran menggunakan metode PBL diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap prestasi belajar kimia siswa. Hal tersebut
mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh David H. Jonassen (2010)
yang menunjukan bahwa pembelajaran Problem-based Learning merupakan
teknik efektif untuk memperbaiki prestasi belajar siswa dan tingkat kesukaran
masalah memegang peran penting untuk diterapkan pada semua jenis metode
pembelajaran yang menggunakan masalah.
Metode pembelajaran Problem-based Learning (PBL) adalah salah satu
alternatif dari sekian banyak metode inovatif yang diterapkan dalam proses
kegiatan belajar mengajar. “Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
merupakan metode pembelajaran yang efektif untuk membantu siswa dalam
memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya” (Ratumanan
dalam Trianto, 2007: 123). Kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan
pendekatan Problem-based Learning (PBL) akan berjalan lebih efektif dan
efesien, apabila pelaksanaannya disesuaikan dengan karakteristik materi yang
diajarkan dan didukung dengan fasilitas-fasilitas pembelajaran yang memadai.
SMAN 1 Karanganyar sudah memiliki fasilitas laboratorium yang lengkap
untuk digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain: laboratorium kimia,
fisika, biologi, bahasa, dan lain-lain. Namun, laboratorium tersebut belum
dimaksimalkan kebergunaannya dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, belum optimalnya penggunaan
fasilitas laboratorium sekolah disebabkan karena keterbatasan waktu yang
diberikan oleh guru untuk melakukan kegiatan praktikum di laboratorium. Oleh
karena itu, perlu upaya pemanfaatan alat dan bahan praktikum dalam laboratorium
untuk memudahkan siswa dalam memahami konsep materi laju reaksi. Materi laju
reaksi ini sangat bermanfaat untuk dipelajari karena erat hubungannya dengan
persoalan sehari-hari, seperti penggunaan katalis dalam industri kimia. Materi laju
reaksi merupakan salah satu materi kimia yang sangat penting untuk dilakukan
percobaan praktikum di laboratorium kimia. Dengan proses belajar yang
dilakukan di laboratorium, siswa dapat melakukan dan mengamati percobaan
secara langsung sehingga diharapkan siswa akan aktif dalam proses pembelajaran
dan dapat menemukan sendiri konsep-konsep materi yang sedang mereka pelajari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Selain itu, fasilitas pembelajaran di SMAN 1 Karanganyar yang sudah
dimaksimalkan penggunaannya dalam proses pembelajaran adalah laboratorium
komputer. Fasilitas elektronik yang canggih ini digunakan di sekolah sebagai
media pembelajaran salah satu mata pelajaran tertentu seperti Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK). Fasilitas laboratorium komputer yang sudah maksimal
penggunaannya disebabkan karena ketersedian laboratorium komputer yang
kurang memadai dibandingkan dengan jumlah siswa dan jadual yang padat untuk
dipakai dalam pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Sehingga guru tidak bisa menggunakan laboratorium komputer secara leluasa
dalam pembelajaran yang menampilkan simulasi dan animasi dengan gerakan dan
gambar yang bersifat abstrak. Oleh karena itu, guru dapat menggunakan fasilitas
pembelajaran yang ada di sekolah seperti laptop, komputer kelas, proyektor dan
media pembelajaran lainnya untuk kegiatan belajar mengajar sebagai alternatif
untuk menggantikan penggunaan laboratorium komputer.
Azhar Arsyad (2007: 15) menyatakan bahwa pemanfaatan media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Media komputer akan
lebih memotivasi siswa dalam proses pembelajaran karena penggunaan komputer
mempunyai tampilan yang menarik seperti gambar, warna, dan musik.
Penggunaan media komputer dalam proses pembelajaran dapat digunakan untuk
mengajarkan konsep-konsep yang bersifat abstrak yang kemudian dikonkretkan
dalam bentuk audio dan visual, dan pada akhirnya penggunaan komputer dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
menjadi pilihan yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang efektif
dikelas untuk menunjang keberhasilan dalam pembelajaran kimia.
Dalam pembelajaran, ada berbagai macam media pembelajaran inovatif
yang dapat digunakan oleh para guru untuk menarik perhatian siswa di kelas,
antara lain: animasi, modul, peta konsep, komik, laboratorium real, laboratorium
virtual dan lain-lain. Media pembelajaran yang digunakan tentu saja harus
memperhatikan kondisi siswa dan kondisi sekolah. Media pembelajaran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah media laboratorium real dan laboratorium
virtual. Dengan menggunakan kedua media ini maka fasilitas laboratorium seperti
laboratorium IPA dan laboratorium komputer dapat dimanfaatkan dengan baik
dan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar siswa lebih
baik dibandingkan dengan prestasi belajar siswa yang pembelajarannya
menggunakan metode ceramah. Penggunaan media laboratorium virtual
digunakan dalam proses pembelajaran kimia, khususnya pada materi laju reaksi
yang mengajarkan tentang konsep-konsep yang abstrak yang kemudian
dikonkretkan dalam bentuk audio dan visual.
Materi laju reaksi mencakup persamaan laju reaksi, mencari orde reaksi,
teori tumbukan, faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaski dan aplikasi laju
reaksi dalam kehidupan sehari-hari dan industri. Dalam materi laju reaksi terdapat
sub pokok materi tentang teori tumbukan yang bersifat abstrak untuk dipelajari,
sehingga diperlukan media laboratorium virtual. Oleh karena itu, dengan
penggunaan media laboratorium virtual diharapkan dapat memberikan kontribusi
yang positif terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
dari Cengiz Tuysuz (2010) yang menyatakan bahwa pelaksanaan praktikum
dengan menggunakan media laboratorium lebih efektif dan memberikan dampak
positif terhadap prestasi belajar, sikap dan nilai siswa.
Laboratorium real dan virtual merupakan media pembelajaran yang sesuai
diterapkan pada mata pelajaran kimia. Pembelajaran yang diterapkan pada
laboratorium real merupakan pembelajaran melalui pengamatan langsung.
Pembelajaran laboratorium real dilengkapi dengan alat-alat dan bahan-bahan yang
nyata untuk melakukan percobaan, dalam laboratorium real ini siswa benar-benar
dihadapkan dengan benda-benda yang nyata. Sedangkan pembelajaran pada
laboratorium virtual merupakan pembelajaran melalui pengamatan tidak
langsung. Kemudian pada laboratorium virtual alat dan bahan yang digunakan
untuk melakukan kegiatan praktikum adalah seperangkat komputer lengkap
dengan software yang dirancang khusus untuk kegiatan eksperimen.
Keberhasilan dalam pembelajaran kimia, selain dipengaruhi metode dan
media pembelajaran, juga dapat dipengaruhi oleh faktor internal yang mempunyai
pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Faktor internal siswa antara lain
adalah kreativitas, kemampuan matematik, sikap ilmiah, kemampuan berfikir
abstrak, motivasi belajar, dan lain-lain. Dalam hal ini, peneliti mencoba untuk
melihat dari kemampuan matematika siswa, karena kemampuan matematika
sangat diperlukan dalam mempelajari kimia terutama pada materi laju reaksi yang
kebanyakan bersifat hitungan. Siswa agar mampu menyelesaikan soal laju reaksi
tidak hanya dituntut paham konsep, namun juga memiliki kemampuan berhitung
yang baik. John W Adam (2007: 97) menyatakan bahwa kemampuan matematik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
merupakan salah satu faktor internal yang mendukung keberhasilan kognitif siswa
dalam malakukan ketepatan penghitungan matematika. Kemampuan matematik
cenderung bersifat individual, artinya tiap individu memiliki kemampuan
matematik yang berbeda-beda.
Selain kemampuan matematika, faktor internal siswa lainnya yang perlu
diperhatikan dalam pembelajaran materi laju reaksi ini yaitu kemampuan berpikir
abstrak. Dalam materi laju reaksi terdapat konsep-konsep yang bersifat abstrak
yang kemudian dikonkretkan dalam bentuk audio dan visual melalui pembelajaran
laboratorium virtual. Piaget cit. Ratna Wilis (1989: 153) menyatakan bahwa
kemampuan berpikir abstrak merupakan suatu tipe kecerdasan yang menekankan
pada kemampuan pemakaian konsep-konsep dan simbol-simbol secara efektif
dalam menghadapi situasi-situasi tertentu, terutama dalam memecahkan masalah
dengan menggunakan fasilitas verbal, dan lambang-lambang bilangan yang
dimiliki. Dalam pembelajaran materi laju reaksi, kemampuan abstrak sangat
diperlukan siswa agar dapat memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak.
Namun, sejauh ini guru sangat jarang memperhatikan aspek kemampuan berpikir
abstrak dalam proses pembelajaran. Guru hanya fokus pada penyampaian materi
tanpa memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam
menguasai materi kimia.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perlu adanya penelitian untuk
mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa menggunakan metode pembelajaran
Problem-based Learning (PBL) dengan menggunakan laboratorium real dan
virtual pada materi laju reaksi dengan memperhatikan kemampuan matematik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
kemampuan berpikir abstrak siswa. Harapannya dengan menerapkan metode dan
media ini akan dapat memberikan kontribusi secara positif terhadap optimalnya
pencapaian prestasi belajar siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, maka dapat
diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Metode diskusi informasi masih dominan dalam kegiatan belajar-mengajar
sehingga menimbulkan kejenuhan pada siswa. Siswa merasa kurang
diikutsertakan aktif dalam partisipasi proses belajar mengajar.
2. Guru hanya fokus pada penyampaian materi tanpa memperhatikan faktor-
faktor internal seperti motivasi, sikap ilmiah, kreativitas, kemampuan
matematik, kemampuan berfikir abstrak, motivasi belajar, yang
mempengaruhi kemampuan siswa dalam menguasai materi kimia.
3. Guru kurang mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran dalam proses
pembelajaran sehingga karakteristik materi kimia yang abstrak tidak dapat
dipahami siswa secara baik.
4. Pada faktanya banyak sekolah yang mempunyai fasilitas laboratorium
lengkap terutama laboratorium IPA, namun laboratorium tersebut masih
belum dimaksimalkan kebergunaannya dalam proses kegiatan belajar
mengajar.
5. Metode pembelajaran yang diterapkan adalah metode Problem-based
Learning (PBL) dengan menggunakan lab real dan lab virtual, tetapi guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kurang memperhatikan pemilihan metode yang tepat dalam proses
pembelajaran.
6. Keberhasilan dalam pembelajaran kimia, selain ditentukan oleh metode dan
media pembelajaran juga ditentukan oleh kemampuan matematik yang
dimiliki siswa, namun guru kurang dalam mengembangkan kemampuan
tersebut.
7. Selain kemampuan matematik, Guru juga belum memperhatikan kemampuan
berpikir abstrak yang berbeda-beda pada siswanya.
8. Siswa menganggap kimia kurang menarik dan sulit dipelajari.
9. Materi laju reaksi sering dianggap sulit oleh siswa.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka
penelitian ini dibatasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Penggunaan metode pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini adalah
metode Problem-based Learning (PBL).
2. Media pembelajaran dibatasi pada pengamatan langsung (laboratorium real)
dan pengamatan melalui komputer (laboratorium virtual) yang sudah
dipersiapkan oleh guru disertai lembar kerja siswa.
3. Kemampuan matematik siswa dibatasi pada kemampuan matematik tinggi,
dan rendah yang diperoleh dengan pemberian tes sebelum proses belajar
mengajar berlangsung.
4. Kemampuan berpikir abstrak siswa dibatasi pada kemampuan berpikir abstrak
tinggi, dan rendah yang diperoleh dengan pemberian tes sebelum proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
belajar mengajar berlangsung.
5. Prestasi belajar berupa tes hasil belajar kimia pada materi laju reaksi, prestasi
belajar yang diukur adalah aspek kognitif dan aspek afektif.
6. Pembelajaran kimia dibatasi pada materi laju reaksi.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan prestasi belajar siswa yang menggunakan metode
Problem-based Learning (PBL) dengan laboratorium real dan virtual pada
materi laju reaksi?
2. Adakah perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai kemampuan
matematik tinggi dan rendah pada materi laju reaksi?
3. Adakah perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai kemampuan
berfikir abstrak tinggi dan rendah pada materi laju reaksi?
4. Adakah interaksi pembelajaran menggunakan metode Problem-based
Learning (PBL) dengan laboratorium real dan virtual dengan kemampuan
matematik siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi laju reaksi?
5. Adakah interaksi pembelajaran menggunakan metode Problem-based
Learning (PBL) menggunakan laboratorium real dan virtual dengan
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar kimia pada materi laju
reaksi?
6. Adakah interaksi antara kemampuan matematik dan kemampuan berpikir
abstrak siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi laju reaksi?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
7. Adakah interaksi pembelajaran menggunakan metode Problem-based
Learning (PBL) dengan laboratorium real dan virtual dengan kemampuan
matematik dan kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar kimia
pada materi laju reaksi?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan bertujuan untuk mengetahui:
1. Perbedaan prestasi belajar siswa yang menggunkan metode Problem-based
Learning (PBL) dengan laboratorium real maupun virtual pada materi laju
reaksi.
2. Perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai kemampuan matematik
tinggi dan rendah pada materi laju reaksi.
3. Perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai kemampuan berfikir
abstrak tinggi dan rendah pada materi laju reaksi.
4. Interaksi pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL) dengan
menggunakan laboratorium real dan virtual dengan kemampuan matematik
siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi laju reaksi.
5. Interaksi pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL) dengan
menggunakan laboratorium real dan virtual dengan kemampuan berpikir
abstrak siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi laju reaksi.
6. Interaksi antara kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak
siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi laju reaksi..
7. Interaksi pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL) dengan
menggunakan laboratorium real dan virtual dengan kemampuan matematik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dan kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar kimia pada terhadap
prestasi belajar kimia pada materi laju reaksi.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah untuk memberikan :
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini diantarannya adalah:
a. Menambah penelitian mengenai penerapan pembelajaran metode Problem-
based Learning (PBL) dengan menggunakan laboratorium real dan virtual.
b. Menambah penelitian mengenai kemampuan matematik dan kemampuan
berpikir abstrak siswa sebagai faktor pendukung pencapaian hasil belajar
kimia.
c. Masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini diantarannya adalah:
a. Memberikan masukan bagi guru untuk menerapkan pembelajaran metode
Problem-based Learning (PBL) menggunakan laboratorim real dan virtual.
b. Memberikan masukan bagi guru dalam mendesain model pembelajaran yang
berorentasi pada guru sebagai fasilitator.
c. Memberikan masukan guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar
dengan menggunakan media komputer.
d. Memberikan masukan bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar agar
memperhatikan kemampun matematik dan berpikir abstrak yang berbeda pada
siswanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI
1. Belajar dan Teori-Teori Belajar
Belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata dasar
ajar yang artinya petunjuk yang diberikan kepada seseorang supaya diketahui
(diturut). Beberapa ahli telah menyusun definisi belajar, yang perumusannya
berbeda-beda antara lain: (1) Slameto (2003:2) mendefinisikan belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. (2) Gagne cit. Ratna Wilis Dahar
(1989:11) mendefinisikan belajar sebagai kegiatan yang menyebabkan perubahan
perilaku pada individu sebagai akibat pengalaman. Perilaku sebagai hasil belajar
mengandung pengertian yang luas. (3) Anita Lie (2008: 5) mengemukakan bahwa
belajar adalah interaksi pribadi diantara para siswa dan interaksi antara guru dan
siswa. Kegiatan belajar adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa
interaksi antarpribadi. (4) Johnson, Johnson dan Smith (1991) cit. Anita Lie
(2008: 5) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga
proses sosial (bercakap-cakap, berbicara, berdiskusi dan bekerjasama) yang terjadi
ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun
pengertian dan pengetahuan bersama. (5) Yusufhadi Miarso (1986: 4)
mengungkapkan bahwa belajar merupakan proses interaksi antara anak didik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
dengan sumber-sumber belajar. Sehingga kegiatan belajar dapat efektif bila
komunikasi itu terjadi secara harmonis.
Berdasarkan definisi-definisi belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses terjadinya interaksi antara siswa dengan guru; siswa dengan
siswa dalam kelompoknya yang membangun pengetahuan dan siswa dengan
media pembelajaran, sehingga terbentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang diperoleh secara bersama sebagai hasil asimilasi pengetahuan barunya
kedalam pengetahuan awalnya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman.
Beberapa teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini antara lain:
a. Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah suatu pandangan yang didasarkan pada pemikiran
bahwa semua orang mengkonstruksi perspektifnya sendiri tentang dunia lewat
pengalaman. Inti dari konstruktivisme adalah pengetahuan dikonstruksi dari
pengalaman. Paul Suparno (1997: 28) menyatakan bahwa ”belajar merupakan
proses mengkonstruksi (membangun) pengetahuan melalui interaksi dengan
objek, fenomena, pengetahuan, dan lingkungan”. Sehingga diperlukan keaktifan
dari masing-masing siswa. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja, tetapi
harus dibentuk dan dibangun sendiri oleh setiap individu. Pengetahuan bukan
merupakan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang
terus-menerus. Keaktifan seseorang amat berperan dalam perkembangan
pengetahuan tersebut.
Menurut teori kontruktivis untuk membangun suatu pengetahuan baru,
peserta didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dimilikinya melalui interaksi dengan peserta didik lain atau dengan gurunya.
Melalui metode eksperimen siswa bias dibagi menjadi kelompok kecil, sehingga
siswa dapat berdiskusi dan menyampaikan pendapatnya dalam proses penemuan
konsep.
Belajar menurut konstruktivisme mempunyai ciri-ciri : 1) belajar berarti
membentuk makna, makna diciptakan oleh pebelajar dari apa yang mereka lihat,
dengar, rasa, dan alami; 2) dalam belajar, proses konstruksi arti berlangsung terus-
menerus terlebih saat berhadapan dengan persoalan baru, diadakan rekonstruksi
baik secara kuat maupun lemah; 3) belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan
fakta, melainkan lebih dari suatu pengembangan pemikiran; 4) proses belajar yang
sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang
pemikiran lebih lanjut; dan 5) hasil belajar dipengaruhi pengalaman dengan dunia
fisik dan lingkungannya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan
dengan pembelajaran yaitu: 1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata
dalam konteks yang relevan, 2) mengutamakan proses, 3) menanamkan
pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, 4) pembelajaran dilakukan dalam
upaya mengkonstruksi pengalaman.
Teori konstruktivis dibedakan menjadi dua yaitu cognitive constructivism
dan social constructivism. Vygotsky cit. Trianto (2007: 27) menyatakan bahwa
social constructivism menekankan pada pentingnya hubungan siswa dengan guru
dan siswa dengan siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu catatan Vygotsky
bahwa penerapan pembelajaran yang sesuai dengan social constructivism theory
adalah peer collaboration. Siswa diharapkan berkolaborasi dan berdiskusi untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
menyelesaikan tugas secara bersama. Teori Vygotsky menekankan bahwa siswa
perlu belajar dan bekerja secara kelompok sehingga siswa dapat saling
berinteraksi sosial dan perlu bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan
pembelajaran pada perkembangan sains dan pengetahuan lain. Kerja kelompok
dan interaksi sosial ini yang dapat menjadi dasar bahwa siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuannya diperlukan bantuan pihak luar untuk
memfasilitasi dan mengarahkan agar proses kontruksi terarah. Teori Vygotsky
inilah yang menjadi landasan dalam penerapan model pembelajaran dengan
pendekatan kontruksivisme ataupun Cooperatif Learning dengan daya dukung
lingkungan belajar. Dalam hal ini, sebagai pijakan dalam pengembangan
pendekatan Cooperatif Learning. Metode pembelajaran ini menghendaki siswa
ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran, berinteraksi dan bekerjasama
dengan teman dalam kelompoknya untuk mencapai kesuksesan kelompok.
Pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL) menggunakan
laboratorium real dan virtual siswa dikelompokkan dalam 4-5 orang. Dalam
pembelajaran, siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui pemecahan
masalah dan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan
keterampilan berpikirnya dengan mendayagunakan segala media, alat dan bahan
pembelajaran yang mendukung proses kegiatan belajar siswa. Siswa
mengasimilasikan pengetahuan barunya kedalam pengetahuan awalnya
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya selama proses
pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
b. Teori Belajar Perkembangan Kognitif
Belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh atau mengubah
pemahaman dan struktur kognitif. Struktur kognitif merupakan persepsi tentang
lingkungan yang mempengaruhi perilaku. Kognitivisme memandang bahwa
aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal yaitu pengolahan
informasi dari lingkungan.
Berikut beberapa teori belajar aliran kognitivisme:
1) Teori Piaget
Piaget adalah seorang psikolog pertama yang menggunakan filsafat
konstruktivisme dalam proses belajar. Teori belajar yang dikemukakan Piaget
adalah teori belajar kognitif atau intelektual. Piaget menekankan aktivitas
individual dalam pembentukan pengetahuan. Piaget cit. Ratna Wilis Dahar
(1989:159) pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa melalui proses asimilasi,
akomodasi dan ekuilibrasi. Proses asimilasi adalah proses penyatuan atau
pengintegrasian informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki.
Proses akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
yang baru. Proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara
asmilasi dan akomodasi. Piaget membagi proses perkembangan kognitif menjadi
beberapa tahapan dimana setiap tahapan mempunyai ciri dan disesuaikan dengan
umurnya dan pada setiap proses perkembangan ini selalu terjadi proses asmilasi,
akomodasi dan ekuilibrasi (kesetimbangan).
Teori Piaget cit. Ratna Wilis (1989:152) menemukakan bahwa
perkembangan individu meliputi empat tahap, yaitu (1) sensory motor (0-2 tahun)
yaitu anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan; (2) pre operational (2-7 tahun),
pada tahap ini anak belum mampu melakukan operasi matematika seperti
menambah mengurangi dan lain sebagainya. (3) concrete operational (7-11
tahun) tahap ini merupakan permulaan anak mulai berfikir secara rasional, akan
tetapi belum dapat berurusan dengan materi-materi abstrak seperti hipotesis.
Pada periode ini sifat egosentris berubah menjadi sensioenris; dan (4)
formal operational (11 tahun keatas) anak pada periode ini dapat
menggunakan operasi-operasi konkretnya, untuk membentuk operasi-operasi yang
lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak selama periode ini ialah ia tidak
perlu berfikir dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang
konkret, ia mempunyai kemampuan untuk berfikir abstrak.
Dengan demikian belajar harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
dan pertumbuhan kognitif siswa. Siswa Sekolah Menengah Atas, berada pada
tahap perkembangan operasional formal. Pada tahap ini anak dapat : (1) membuat
hipotesis, penelitian terkontrol, dapat menghubungkan bukti dan teori, (2)
membangun dan memahami penjelasan yang rumit mencakup rangkaian deduktif
dan logika.
Berkaitan dengan perkembangan intelektual Piaget, siswa SMA N 1
Karanganyar berada pada perkembangan kognitif formal. Siswa belajar laju reaksi
dengan metode Problem-based Learning (PBL) melalui laboratorium real dan
virtual yang mengharuskan siswa membangun pengetahuannya sendiri dengan
membuktikan teori melalui eksperimen dan menyimpulkan fakta-fakta dari
eksperimen. Siswa memperoleh pengetahuan baru laju reaksi melalui pengalaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
belajarnya yaitu berdiskusi, bekerjasama secara efektif dalam bereksperimen,
serta menganalisis dan membuat kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan
secara berkelompok. Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman belajar
diasimilasikan kedalam pengetahuan yang sudah ada sebelumnya menjadi
pengetahuan yang baru.
Teori Piaget cit. Ratna Wilis Dahar (1989: 155) menyatakan bahwa ada
tiga bentuk pengetahuan yaitu pengetahuan fisik (physic knowledge), pengetahuan
logiko-matematik (logico-mathematical knowledge) dan pengetahuan sosial
(social knowledge) yang dapat dibedakan menurut sumber-sumber utamanya,
serta cara penstrukturannya. Pengetahuan fisik dan logiko-matematik merupakan
pengetahuan tentang benda-benda yang ada di luar dan dapat diamati dalam
kenyataan eksternal. Berat dan warna benda merupakan contoh-contoh dari
pengetahuan fisik. Sumber pengetahuan fisik terutama terdapat dalam benda itu
sendiri, yaitu dalam cara benda itu memberikan pada subjek kesempatan-
kesempatan untuk pengamatan. Pengetahuan logiko-matematik terdiri atas
hubungan-hubungan yang diciptakan subjek dan diintrodusikan pada objek-objek.
Pengetahuan fisik didasarkan pada materi laju reaksi yang bersifat
observable (dapat diamati), melalui eksperimen siswa dapat melihat reaksi kimia
yang terjadi pada percobaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi,
seperti konsentrasi, luas permukaan, suhu dan katalis. Kemudian siswa dapat
menyimpulkan dan mengidentifikasikan reaksi-reaksi yang terjadi pada berbagai
percobaan yang berbeda. Pada percobaan pengaruh konsentrasi terhadap laju
reaksi dapat dilihat dari reaksi larutan HCl 1 M dan HCl 0,5 M yang terdapat pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2 gelas beker yang berbeda kemudian ditambahkan dengan logam Mg yang
ukuran dan beratnya sama secara bersamaan. Dari reaksi kedua larutan ini, bisa
dilihat proses reaksi kimia yang menghasilkan gelembung gas yang lebih banyak,
apakah larutan HCl 1 M atau HCl 0,5 M. Demikian juga percobaan pengaruh luas
permukaan terhadap laju reaksi yang mengunakan masing-masing larutan HCl 1
M, kemudian ditambahkan batu pualam yang berbentuk bongkahan, dan yang
satunya berbentuk serbuk. Dari reaksi larutan HCl 1 M yang ditambahkan dengan
batu pualam bongkahan dan serbuk, maka bisa diketahui reaksi kimia mana yang
menghasilkan gelembung gas yang lebih banyak. Sedangkan pengetahuan logiko-
matematik dapat diperoleh dari hubungan kuantitatif antara jumlah konsentrasi
yang diketahui pada eksperimen dengan orde reaksi yang diperoleh untuk
mengetahui persamaan laju reaksi. Hubungan kuantitatif tersebut dapat dipelajari
melalui perhitungan laju reaksi.
2) Teori Belajar Bermakna David Ausubel
Ratna Wilis Dahar (1989: 112) menyatakan bahwa “Inti dari teori Ausubel
tentang belajar ialah belajar bermakna (Ausubel, 1968)”. Bagi Ausubel, belajar
bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-
konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Menurut Ausubel
dan juga Novak (1977) cit. Ratna Wilis Dahar (1989: 115), ada tiga kebaikan dari
belajar bermakna, antara lain: a) informasi yang dipelajari secara bermakna lebih
lama dapat diingat; b) informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan
diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya
untuk materi pelajaran yang mirip; c) informasi yang dilupakan sesudah subsumsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
obliteratif, meninggalkan efek residual pada subsumer, sehingga mempermudah
belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.
Ratna Wilis Dahar (1989: 116) mengemukakan bahwa “Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel (1963), ialah
struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu
bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu”. Prasyarat-prasyarat dari belajar
bermakna adalah materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial dan
anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar
bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna (meaningful
learning set). Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada
dua faktor, yaitu materi itu harus memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-
gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Materi yang
memiliki kebermaknaan logis merupakan materi yang nonarbitrer dan substantif.
Materi yang nonarbitrer ialah materi yang ajek (konsisten) dengan apa yang telah
diketahui. Sedangkan yang dimaksud dengan materi tersebut harus substantif
berarti materi itu dapat dinyatakan dalam berbagai cara, tanpa mengubah arti.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa inti dari teori belajar
bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna
jika guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya
dengan konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa. Siswa
belajar laju reaksi dengan metode Problem-based Learning (PBL) melalui
laboratorium real dan virtual yang mengharuskan siswa dapat membangun
pengetahuannya sendiri dengan membuktikan teori melalui eksperimen yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
diamati secara langsung dan tidak langsung untuk mendapatkan konsep yang
bermakna. Jika dilihat dari karateristiknya, materi laju reaksi merupakan materi
yang bersifat hitungan, sehingga guru dalam menyajikan materi pelajaran tentang
laju reaksi dapat menghubungkannya dengan konsep kemampuan matematik yang
relevan dalam struktur kognitif siswa.
3) Teori Pemrosesan Informasi Gagne
Menurut Gagne dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi,
untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil
belajar. Dalam pemprosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-
kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu
keadaaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan
proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran seperti metode belajar. Prestasi belajar siswa ditentukan dari
interaksi kondisi internal berupa kemampuan matematik dan kemampuan berfikir
abstrak dengan kondisi eksternal siswa yaitu stimulus dari lingkungan sehingga
diperoleh informasi verbal, keterampilan intelektual, motorik, dan sikap.
Tahapan proses pembelajaran menurut Gagne meliputi fase motivasi,
pengenalan, perolehan, retensi, pemanggilan, generalisasi, penampilan, dan
umpan balik (Ratna Wilis, 1989:33-50). Dalam pembelajaran laju reaksi,
memotivasi para siswa untuk belajar dapat dilakukan dengan membangkitkan
perhatian mereka dalam pelajaran misalnya dengan memberikan gambaran berupa
video manfaat katalis dalam industri kimia terhadap laju reaksi yang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
disajikan melalui proyektor. Motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar. Fase pengenalan siswa
harus memperhatikan bagian-bagian yang relevan yaitu aspek-aspek yang
berhubungan dengan materi laju reaksi. Aspek yang berhubungan erat dengan
materi laju reaksi adalah kemampuan matematik siswa. Siswa yang memiliki
kemampuan matematik tinggi akan lebih mudah memahami materi laju reaksi.
Siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah dapat menjadi lebih baik
setelah belajar laju reaksi. Fase perolehan yang dimaksud adalah bila siswa
memperhatikan informasi yang relevan, maka siswa telah siap untuk menerima
pelajaran. Informasi mengenai laju reaksi yang didapat siswa tidak langsung
disimpan dalam memori. Siswa dapat membentuk asosiasi-asosiasi antara
informasi baru dengan informasi lama. Setelah siswa memperoleh dan menguasai
konsep laju reaksi maka siswa dapat menerapkan konsep tersebut dalam
memecahkan soal-soal laju reaksi.
Selanjutnya pada fase retensi terjadi proses pemindahan informasi dari
memori jangka pendek ke memori jangka panjang agar informasi yang sudah
diperoleh tidak hilang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal),
praktik dan elaborasi. Informasi materi laju reaksi yang sudah diperoleh siswa
dimasukan kedalam memori jangka pendek kemudian setelah siswa mengalami
proses aktivasi kognisi secara berulang-ulang melalui eksperimen, latihan soal,
dan diskusi untuk memecahkan masalah maka materi laju reaksi tidak lagi ada
pada memori jangka pendek tetapi telah dipindahkan ke dalam memori jangka
panjang berupa konsep-konsep yang teratur dengan baik. Konsep-konsep yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
telah melekat pada memori jangka panjang siap dipanggil (recall). Fase
generalisasi yang dimaksud adalah setelah siswa belajar laju reaksi, siswa dapat
memecahkan masalah nyata, siswa dapat menjelaskan mengapa proses
pembentukan gelombang gas dapat terjadi pada percobaan pengaruh konsentrasi
terhadap laju reaksi. Fase penampilan dalam proses pembelajaran laju reaksi dapat
ditunjukkan setelah siswa belajar laju reaksi misalnya siswa menentukan
mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap cepat dan lambatnnya laju reaksi.
Siswa mampu menampilkan kembali konsep laju reaksi yang dibuktikan melalui
penerapan dalam bentu soal-soal laju reaksi. Setelah siswa belajar laju reaksi
siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka, yang
menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang
dipelajari. Fase umpan balik memberikan reinforcement (penguatan) pada siswa
agar siswa bekerja lebih baik lagi.
4) Teori Belajar Penemuan Bruner
Bruner (1973) cit. Ratna Wilis (2011: 77) mengemukakan bahwa belajar
melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu
ialah: 1) memperoleh informasi baru; 2) transformasi pengetahuan; 3) menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pada proses belajar, siswa berusaha sendiri
untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, bila
masalah itu telah terpecahkan dengan baik maka akan menghasilkan pengetahuan
yang bermakna. Pada pembelajaran Problem-based Learning (PBL) melalui
laboratorium real dan virtual sebagai media untuk memudahkan siswa
memecahkan masalah. Sesuai dengan teori Bruner, bahwa belajar merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru
diluar informasi yang diberikan kepada siswa. Maka dalam penelitian ini, siswa
SMA akan memecahkan masalah melalui penyelidikan dan penemuan, artinya
pengetahuan akan bermakna jika siswa dapat menemukan pengetahuannya sendiri
atau kesimpulan tertentu berdasarkan hasil penemuannya.
Pembelajaran Problem-based Learning (PBL) diharapkan dapat
menghasilkan pengetahuan lebih bermakna, bertahan lama dan mempunyai efek
transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan
kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif
untuk menemukan dan memecahkan masalah. Penerapan pembelajaran Problem-
Based Learning (PBL) diharapkan dapat menghasilkan prestasi belajar siswa lebih
baik. Keterkaitan teori belajar Bruner dengan penelitian ini adalah siswa mencari
sendiri pemecahan masalah pada materi laju reaksi sehingga akan menghasilkan
pengetahuan yang lebih bermakna bahkan dapat digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah yang sering dialami di kehidupan sehari-hari.
2. Pembelajaran Kimia
a. Pengertian Pembelajaran
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 tentang sistem
pendidikan Nasional mendefinisikan “pembelajaran adalah suatu proses interaksi
antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar”. Dalam konsep tersebut terkandung 5 konsep yakni interaksi, peserta
didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar. Peserta didik menurut
pasal 1 butir 4 UU nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, adalah anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Sementara itu dalam pasal 1 butir 6 UU Nomor 20 tahun 2003 , pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, instruktur dan sebutan lain sesuai kekhususan, setrta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Sumber belajar secara umum diartikan sebagai
segala sesuatu yang dapat digunakan oleh peserta didik dan pendidik dalam proses
belajar dan pembelajaran. Lingkungan belajar adalah lingkungan yang menjadi
latar terjadinya proses belajar seperti kelas, perpustakaan, sekolah, tempat kursus,
keluarga, masyarakat, dan alam semesta. Definisi lain dari Alvin W. Howard cit.
Slameto (2010: 32) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas untuk
mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau
mengembangkan keterampilan, sikap, cita-cita, penghargaan dan pengetahuan
yang direncanakan oleh guru untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Murshell
cit. Slameto (2010: 33) mengemukakan bahwa pembelajaran digambarkan sebagai
“mengorganisasikan belajar”, sehingga dengan mengorganisasikan itu, belajar
menjadi berarti atau bermakna bagi siswa.
Pengertian diatas bisa diketahui bahwa ciri utama pembelajaran adalah
inisiasi, fasiliasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Pembelajaran sebagai
proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir
yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan
kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Dalam pembelajaran guru harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran
yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami berbagai
model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar
dengan perencanaan pengajaran yang baik oleh guru.
Pendapat ini sejalan dengan Jerome Bruner cit. Syaeful Sagala (2010:63)
yang mengatakan “bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan
asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas”, pendapat ini
menjelaskan bahwasanya untuk merancang pembelajaran yang efektif dikelas,
seorang guru perlu memahami akan teori pembelajaran supaya guru paham
hakekat dari pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran mempunyai dua
karakteristik, yaitu Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental
siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar,
mencatat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir. Kedua, dalam
pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses Tanya jawab terus menerus
yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa,
yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk
memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Ciri lain dari pembelajaran adalah adanya komponen-komponen yang saling
berkaitan satu sama lain. Komponen tersebut adalah tujuan, materi, kegiatan, dan
evaluasi pembelajaran. Tujuan pembelajaran mengacu pada kemampuan atau
kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti suatu pembelajaran
tertentu. Materi pembelajaran adalah segala sesuatu yang dibahas dalam
pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
pembelajaran mengacu pada pendekatan, strategi, metode, dan teknik serta media
dalam rangka membangun proses belajar, antara lain membahas materi dan
melakukan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
optimal. Proses pembelajaran dalam arti luas merupakan jantungnya dari
pendidikan untuk mengembangkan kemampuan, membangun watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa.
b. Pembelajaran kimia
Kimia merupakan salah satu pokok pelajaran dalam sains. Metode dan alat
kimia banyak digunakan dalam biologi, kedokteran, farmasi, industri baik
makanan maupun lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa mempelajari kimia
diperlukan dalam berbagai disiplin ilmu yang lainnya. Beberapa alasan yang dapat
dijelaskan mengapa kimia penting dan perlu untuk dipelajari, antara lain: dengan
belajar kimia seseorang akan menyadari keteraturan dan keindahan alam untuk
mengagungkan kebesaran Tuhan sebagai pencipta alam, mampu memupuk sikap
ilmiah seperti sifat jujur, obyektif, terbuka, ulet dan pantang menyerah,
meningkatkan kesadaran tentang aplikasi sains yang dapat bermanfaat bagi
masyarakat dan lingkungan, dan memahami konsep- konsep kimia, keterkaitannya
dan penerapan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
lingkungan.
Dalam pembelajaran, hakikat sains termasuk kimia mempunyai segi
proses, metode dan produk yang saling berkesinambungan. Untuk itu, kegiatan
pembelajaran perlu dikembangkan berdasarkan pada hakikat kimia. Kimia sebagai
proses, artinya kimia merupakan aktivitas ilmiah, sehingga manusia dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
menggunakan cara atau langkah-langkah yang sistematis untuk mencapai
tujuannya. Kimia sebagai metode, adalah dalam proses memahami konsep-konsep
kimia dilakukan melalui metode ilmiah. Pada akhirnya, kimia adalah sebuah
produk yang merupakan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan aktivitas ilmiah.
Depdiknas (2003: 2) menyebutkan bahwa sains (termasuk kimia) berkaitan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga sains bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pembelajaran sains diharapkan menjadi wahana bagi para peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut
dalam penerapannnya di kehidupan sehari-hari. Pembelajaran sains pada
hakikatnya menekankan pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar para peserta didik mampu menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah. Pembelajaran sains diarahkan untuk ”mencari tahu” dan
”berbuat” sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Penerapan metode Problem-Based Learning (PBL) melalui laboratorium
real dan virtual merupakan metode pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan
dalam pembelajaran kimia, karena sesuai dengan hakikat pembelajaran kimia
yang mengembangkan keterampilan berpikir dan proses sains. Penerapan metode
ini memberikan kesempatan siswa untuk mengalami proses pemecahkan masalah
secara aktif melalui tahap-tahap terstruktur dan pada akhir pelajaran siswa
diharapkan menghasilkan pengetahuan, setiap siswa melakukan pemeriksaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
secara autentik untuk mencari pemecahan masalah yang nyata. Setiap siswa
harus dapat menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis
dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan
percobaan dan menarik kesimpulan. Sehingga dapat disimpulkan bahawa kegiatan
belajar tidak dapat dilepaskan dengan pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran
akan mempengaruhi hasil belajar. Pembelajaran kimia merupakan usaha sadar
guru untuk mengemas metode dan media yang disesuaikan dengan karakteristik
siswa dan materi yang akan disampaikan dengan tujuan mempermudah siswa
menyerap pelajaran kimia serta mengembangkan keterampilan berpikir.
3. Pengajaran Problem-based Learning (PBL)
Pembelajaran Problem-based Learning (PBL) merupakan salah satu
metode untuk menampilkan situasi dunia nyata yang signifikan, terkontekstual,
dan memberikan sumber, bimbingan, dan petunjuk saat siswa mengembangkan isi
pengetahuan dan keterampilan memecahkan masalah. Siswa bekerja sama untuk
mempelajari isu suatu masalah dengan merancang suatu pemecahan masalah yang
dapat dilakukan. Pembelajaran ini biasanya terjadi dalam kelompok diskusi kecil
yang difasilitasi oleh guru. Pendekatan pembelajaran Problem-based Learning
(PBL) merupakan salah satu pendekatan yang inovatif yang diterapkan dalam
pembelajaran pengetahuan alam (IPA). “Pembelajaran Problem-Based Learning
(PBL) merupakan pendekatan pembelajaran yang efektif untuk membantu siswa
dalam memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya” (Ratumanan cit.
Trianto, 2007: 123).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Pilar Celik (2011: 656) menyatakan bahwa pembelajaran Problem-Based
Learning (PBL) merupakan metode yang sesuai berdasarkan pada teori
konstruktivistik yang cukup efektif membantu siswa dalam memperoleh semua
keterampilan. Berdasarkan teori konstruktivistik, pembelajaran terjadi dengan
mengkonstruksi pengetahuan dalam pikiran siswa. Hal terpenting dalam proses ini
yaitu pengetahuan sebelumnya dan pengalaman setiap individu. Jika pengetahuan
baru konsisten dengan pengetahuan awal siswa, pengetahuan dapat diasimilasi
dengan mudah namun bila tidak konsisten maka dapat mempengaruhi belajar
selanjutnya. Hal ini berpengaruh positif terhadap proses konstruksi pengetahuan
siswa. Pada pembelajaran ini, masalah diberikan kepada siswa melalui
perencanaan yang disusun secara realistis yang berisi petunjuk untuk membantu
siswa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
a. Ciri-ciri Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)
Arends cit. Trianto (2007: 68) ciri-ciri pembelajaran Problem-Based
memiliki lima ciri sebagai berikut: (1) pembelajaran berdasarkan pertanyaan atau
masalah yaitu pembelajaran yang bukan hanya mengorganisasi prinsip-prinsip
atau keterampilan akademik tertentu tetapi mengorganisasi pelajaran di sekitar
pertanyaan atau masalah kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi
bermakna bagi siswa. Mereka memberikan situasi kehidupan yang asli (autentik),
menghindari jawaban yang sederhana dan memungkinkan berbagai solusi
pemecahan masalah. (2) fokus interdisiplin ilmu (berfokus kepada interdisiplin
ilmu yang berkaitan) yaitu pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata
pelajaran tertentu tetapi pemecahan masalah dapat ditinjau dari berbagai ilmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
pengetahuan, sebagai contoh masalah polusi di suatu daerah dapat dicari solusi
dari mata pelajaran lain seperti biologi, ekonomi, dan sosiologi. (3) penyelidikan
autentik yaitu pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan
pemeriksaan autentik yang mencari pemecahan masalah nyata terhadap masalah.
Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan
hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisa informasi,
melakukan percobaan dan menarik kesimpulan. Investigasi memakai metode
tergantung pada masalah sedang dipelajari. (4) produk / artefak dan pameran yaitu
pembelajaran berbasis masalah mengha- ruskan siswa membangun produk dalam
karya nyata misalnya berwujud karya seni hal itu menggambarkan/menjelaskan
atau mempresentasikan pemecahan masalah mereka. Produk dapat tiruan bisa
jadi laporan, contoh fisik misalnya video, atau program komputer. (5) kerja sama
(kolaborasi) yaitu Pembelajaran berbasis masalah ditandai adanya kerjasama
siswa satu sama lain biasanya berdua-dua atau kelompok kecil bekerja bersama
saling memberi motivasi untuk melakukan tugas gabungan dan memperbesar
kesempatan untuk berbagi keterangan, pengembangan berpikir dan keahlian
sosial.
b. Sintaks Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)
Dalam pembelajaran Problem-based Learning siswa mengalami suatu
proses belajar dengan memecahkan masalah secara aktif melalui tahap-tahap yang
tersruktur. Hal ini dinyatakan oleh Arends cit. Trianto (2007: 71) dalam bentuk
sintaks pembelajaran Problem-based Learning (PBL) pada Tabel 2.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Tabel 2.1. Sintaksis Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)
Fase Tahap-tahap Kegiatan Guru
Fase 1
Penyajian masalah Siswa mendapatkan penyajian masalah dalam
bentuk pertanyaan yang diberikan guru.
Fase 2 Pengorganisasian siswa Siswa secara aktif melakukan perencanaan
penyelidikan bersama kelompok dengan
bimbingan guru.
Fase 3 Penyelidikan kelompok Siswa melakukan kegiatan penyelidikan untuk
mengumpulkan data – data yang dibutuhkan
dalam menyelesaikan masalah.
Fase 4 Pengembangan dan
Penyajian hasil karya
Setiap perwakilan kelompok menyampaikan
hasil penyelidikan berdasarkan hasil analisis
kelompok.
Fase 5 Pengevaluasian hasil
penyelidikan
Siswa membuat kesimpulan dan rangkuman
dari hasil penyelidikan yang telah mereka
lakukan dengan bimbingan guru.
Pendapat lain dari John Dewey cit. Wina Sanjaya (2007: 217) juga
menjelaskan tahapan pembelajaran Problem-based Learning (PBL) yang dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Problem-based Learning (PBL)
Tahap-tahap Rincian Kegiatan
1. Perumusan masalah siswa menentukan masalah yang akan
dipecahkan.
2. Penganalisasian masalah siswa meninjau masalah secara kritis dari
berbagai sudut pandang.
3. Perumusan hipotesis siswa merumuskan berbagai kemungkinan
pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya.
4. Pengumpulan data siswa mencari dan menggambarkan informasi
yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5. Pengujian hipotesis siswa mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan
penolakan hipotesis yang diajukan.
6. Perumusan kesimpulan siswa menggambarkan rekomendasi yang
dapat dilakukan sesuai rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Secara umum, dari kedua pendapat tersebut tidak jauh berbeda atau hampir
sama dalam merumuskan sintaks pembelajaran Problem-based Learning (PBL).
Pada penelitian ini, tahapan PBL yang digunakan dirumuskan dengan
menggabungkan kedua pendapat yang ada. Dari kedua pendapat ahli mengenai
langkah-langkah PBL tersebut maka secara umum PBL dapat dilakukan dengan
langkah-langkah berikut: (1) memberikan orientasi tentang permasalahan kepada
siswa, guru menyajikan tujuan pembelajaran dalam bentuk masalah atau
pertanyaan, siswa mengemukakan pendapat atau opini dari masalah itu; (2)
mengorganisasikan siwa untuk meneliti permasalahan, Guru membantu siswa
untuk mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
permasalahannya; (3) mengumpulkan data dan menganalisisnya, Guru
mengarahkan siswa untuk melakukan pengumpulan data dari eksperimen/
pekerjaan siswa untuk mencari penjelasan dan solusi dari permasalahan,
kemudian data yang didapatkan tersebut di tabelkan; (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil penyelesaian masalah, data yang didapatkan tersebut dianalisis
dengan mengacu pada tujuan penyelesaian masalah, lalu mengambil kesimpulan
dan melakukan presentasi dari hasil penyelesaian masalah; (5) melakukan evaluasi
dan menarik kesimpulan, guru melakukan evaluasi hasil dari suatu proses
penyelesaian masalah yang telah dilakukan oleh siswa.
c. Keunggulan dan kelemahan PBL
Pembelajaran berbasis masalah memiliki kelebihan yaitu: (1) pemecahan
masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran;
(2) pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan
kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa; (3) pemecahan
masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa; (4) pemecahan
masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata; (5) pemecahan masalah dapat
membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung
jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, pemecahan
masalah tersebut juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik
terhadap hasil maupun proses belajarnya; (6) melalui pemecahan masalah dapat
memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA,
sejarah, dan sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekadar belajar dari guru atau dari
buku-buku saja; (7) pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan
disukai siswa; (8) pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa
untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru; (9) pemecahan masalah dapat
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
mereka miliki dalam dunia nyata; 10) pemecahan masalah dapat mengembangkan
minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan
formal telah berakhir.
Disamping keunggulan, PBL juga memiliki kelemahan, yaitu:
(1) manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa
enggan untuk mencoba; (2) keberhasilan strategi pembelajaran melalui
pemecahan masalah membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; (3) tanpa
pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang
dipelajari maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Kelemahan pembelajaran berbasis masalah tersebut dapat diatasi dengan cara
selalu membangkitkan semangat, minat, dan motivasi siswa pada awal
pembelajaran. Guru perlu menekankan kepada siswa bahwa setiap masalah yang
ada, pasti ada jalan keluarnya dan dapat dipecahkan bersama-sama dengan
kelompoknya. Untuk itu, perlu adanya variasi kegiatan awal pembelajaran yang
menarik bagi siswa. Disamping itu, agar PBL dapat berjalan dengan baik maka
perlu persiapan yang cukup oleh guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
4. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah
metode dan media pembelajaran, kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan
salah satu metode pembelajaran tertentu akan mempengaruhi jenis media
pembelajaran yang sesuai. Gerlach dan Ely cit. Azhar Arsyad (2007: 13), secara
umum mengungkapkan bahwa media dapat dipahami sebagai manusia, materi,
atau kejadian yang membangun kondisi yang menyebabkan siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Berdasarkan pengertian ini
maka guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi
seorang siswa merupakan media. Yusufhadi Miarso (1986: 48) menyatakan
bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan
dalam merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga
dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Pengertian lain diungkapkan oleh AECT (Association of Education and
Communication Technology) yang mengatakan bahwa media sebagai segala
bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi.
Media dapat diartikan sebagai medium atau mediator yang mengatur hubungan
antara siswa dan materi pelajaran. Mediator dapat pula mencerminkan suatu
pengertian bahwa dalam setiap sistem pembelajaran mulai dari guru hingga
peralatan yang paling canggih dapat disebut sebagai media. Jadi media dalam
pengertian mediator berperan sebagai alat yang menyampaikan pesan-pesan
pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan,
minat dan perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi edukasi antara
guru (atau pembuat media) dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan
berdayaguna. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai
pesan atau media. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi pembelajaran yang
ada dalam kurikulum yang dituangkan oleh pengajar atau sumber lain ke dalam
simbol-simbol komunikasi, baik simbol verbal maupun simbol non verbal atau
visual. Untuk menyampaikan pesan pembelajaran dari guru kepada siswa,
biasanya guru menggunakan alat bantu mengajar berupa gambar, model, atau alat-
alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motivasi belajar, serta
mempertinggi daya serap atau yang lebih dikenal sebagai alat bantu visual.
b. Fungsi Media Pembelajaran
Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu siswa dalam
memberikan pengalaman yang bermakna. Penggunaan media dalam pembelajaran
dapat mempermudah siswa dalam memahami sesuatu yang abstrak menjadi lebih
konkrit. Kerucut pengalaman Dale merupakan salah satu gambaran yang paling
banyak dijadikan acuan sebagai landasan teoritis pemanfaatan media dalam
pembelajaran. Dale membuat klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari tingkat
yang paling konkret ke yang paling abstrak sesuai Gambar 2.1. Tingkat
pengalaman dalam kerucut tersebut berdasarkan seberapa banyak indera yang
terlibat didalamnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Gambar 2.1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Edgar Dale dalam Kerucut Pengalaman Dale mengemukakan bahwa hasil
belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman konkret hingga abstrak. Proses
belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi
dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan kelompok siswa yang dihadapkan dengan mempertimbangkan situasi
belajar. Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang
terkandung dalam pengalaman tersebut karena melibatkan indera penglihatan,
pendengaran, perasam penciuman dan peraba. Berdasarkan perolehan
pengetahuan siswa seperti yang digambarkan oleh Kerucut Pengalama Dale
dikatahui bahwa pengetahuan akan semakin abstrak apabila pesan hanya
Pengalaman langsung
Pengalaman Buatan
Pameran, Karyawisata
Radio, Rekaman,
Gambar diam
Lambang Visual
Lambang
verbal
Film
Demonstrasi Sajian untuk siswa yang
bentuknya gerak, pada tahap
ini siswa dalam belajarnya,
memanipulasi materi secara
langsung
Sajian untuk siswa yang bentuknya
persepsi statik. Tahap ini siswa sudah
melibatkan mental yang merupakan
gambaran dari objek-objek,
Sajian untuk siswa yang bentuknya bahasa
dan simbol. Tahap ini siswa sudah mampu
memanipulasi simbol-simbol dan hanya
sedikit sekali mengandalkan gambaran
objek-objek konkret
Pengalaman piktorial (Ikonik):
Pengalaman Konkret
(Enaktif):
Pengalaman abstrak (simbolik):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
disampaikan melalui kata verbal. Hal semacam ini akan menimbulkan kesalahan
persepsi pada siswa, oleh sebab itu sebaiknya siswa diberikan pengalaman yang
lebih konkret salah satunya dengan mengalaminya secara langsung agar pesan
yang akan disampaikan benar-benar mencapai tujuan dan sasaran yang hendak
dicapai.
Penggunaan media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru,
meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar bahkan akan sangat
membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi saat
pembelajaran. Kehadiran media dalam pembelajaran juga dikatakan dapat
membantu peningkatan pemahaman siswa, penyajian data atau informasi lebih
menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan
informasi. Jadi dalam hal ini dikatakan bahwa fungsi media adalah sebagai alat
bantu dalam kegiatan belajar mengajar. Media pembelajaran yang digunakan
dalam penelitian ini adalah media laboratorium real dan virtual.
Ahmad Rohandi (1997: 9) menyatakan terdapat beberapa pendapat tentang
fungsi media yaitu: 1) menyampaikan informasi dalam proses pembelajaran, 2)
memperjelas informasi pada waktu tatap muka dalam pembelajaran, 3)
mendorong motivasi, 4) meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam
menyampaikannya, 5) mendorong terjadinya interaksi langsung antara siswa
dengan guru, siswa dengan siswa serta siswa dengan lingkungannya.
c. Ciri-ciri Umum Media Pembelajaran
Adapun ciri-ciri umum media pembelajaran adalah (1) media pembelajaran
memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
keras), yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan panca
indera; (2) media pembelajaran memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai
software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam
perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa; (3)
penekanan media pembelajaran terdapat pada visual dan audio;
(4) media pembelajaran memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik
di dalam maupun di luar kelas; (5) media pembelajaran digunakan dalam rangka
komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran; (6) media
pembelajaran dapat digunakan secara massal (misalnya: radio, televisi), kelompok
besar dan kelompok kecil (misalnya film, slide, video, OHP) atau perongan
(misalnya: modul, komputer, radio tape/kaset, video, recorder); (7) sikap,
perbuatan, organisasi, strategi, dan manjemen yang berhubungan dengan
penerapan suatu ilmu.
d. Manfaat Media Pembelajaran
Manfaat positif dari penggunaan media sebagai bagian integral pengajaran
di kelas adalah sebagai berikut: (1) penyampaian pelajaran menjadi lebih baku.
Setiap pelajar yang melihat atau mendengar penyajian melalui media menerima
pesan yang sama; (2) proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Media dapat
diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan
memperhatikan; (3) pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya
teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi
siswa, umpan balik, dan penguatan; (4) lama waktu pengajaran yang diperlukan
dapat dipersingkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa;
(5) kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan; (6) pengajaran dapat diberikan
kapanpun dan dimanapun; (7) sikap positif siswa terhadap apa yang mereka
pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan; (8) peran guru dapat
berubah kearah yang lebih positif dalam proses belajar mengajar. Dalam proses
pembelajaran pada penelitian ini menggunakan media pembelajaran dengan
laboratorium real dan virtual.
5. Media Laboratorium Real
Laboratorium merupakan suatu tempat untuk melakukan percobaan untuk
melakukan pengamatan secara langsung. Laboratorium adalah suatu tempat
dimana para pelajar melakukan sains dan juga merupakan tempat dimana ilmu
pengetahuan dapat digunakan. Istilah laboratorium real digunakan untuk
laboratorium yang sebenarnya atau nyata, yaitu suatu laboratorium yang mana
semua alat bahan yang digunakan untuk keperluan kegiatan praktikum adalah
benar-benar nyata. Jadi, dalam pengertian yang khusus laboratorium adalah suatu
ruangan tertutup dimana percobaan dan penelitian dilakukan agar siswa dapat
mendapatkan konsep berdasarkan pengalaman siswa selama proses pembelajaran
berlangsung sehingga laboratorium mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kegiatan belajar mengajar disekolah. Sehingga dengan demikian,
laboratorium real adalah laboratorium khusus atau ruangan khusus yang
dilengkapi dengan alat-alat dan bahan-bahan nyata untuk melakukan percobaan,
dalam laboratorium real ini siswa benar-benar dihadapkan dengan benda-benda
yang nyata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Pembelajaran pelatihan laboratorium memiliki dua prinsip utama yaitu: (a)
kerja kelompok, kegiatan ekperimen laboratorium harus dilakukan dalam bentuk
kelompok-kelompok; (b) menekankan pengembangan empat area kepribadian,
yaitu: intra personal, interpersonal, dinamisasi kelompok, dan pengarahan diri
(self direction). Joice dan Weil cit. Made Wena (2009: 132) “pembelajaran latihan
laboratorium memiliki empat prosedur yaitu: pengelompokan, penyajian teori,
latihan, dan latihan pada masalah nyata”. Siswa berkelompok kemudian menggali
informasi untuk merumuskan hipotesis yang akan dibuktikan dengan eksperimen.
Laboratorium adalah media yang penting dalam pembelajaran menurut
Tuysuz (2010: 38):
Laboratories are important components of education to make students to
gain experience. Especially when thinking that chemistry is totally an
applied branch of science, the importance of laboratory applications in
instruction is clearly understood. In the chemistry laboratory students
become active in their learning by seeing, observing, and doing.
Laboratorium merupakan komponen yang penting dalam pendidikan untuk
membuat siswa memperoleh pengetahuan. Terutama ketika berpikir bahwa kimia
merupakan sebuah cabang terapan dari ilmu pengetahuan, jelas dipahami bahwa
penerapan laboratorium dalam pembelajaran adalah penting. Dalam laboratorium
kimia siswa menjadi aktif dalam belajarnya dengan melihat, mengamati, dan
melakukan. Pembelajaran kimia akan lebih baik dilakukan dengan eksperimen
laboratorium sehingga pengetahuan diperoleh dapat diingat dalam memori jangka
panjang.
Peranan laboratorium sudah lama dikembangkan dan dipergunakan dalam
pembelajaran IPA untuk mendukung proses pembelajaran, karena dengan
melakukan percobaan dilaboratorium dapat melibatkan siswa dalam pengalaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
yang konkret. Kelebihan dari laboratorium nyata antara lain : (1) membuat siswa
lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya; (2)
dalam membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan
penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia; (3)
hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat
manusia. (4) mereka lebih aktif berpikir dan berbuat yang sangat dikehendaki oleh
kegiatan mengajar belajar yang modern, dimana siswa lebih aktif belajar sendiri
dengan bimbingan guru. Sedangkan kekurangannya : (1) metode ini lebih sesuai
untuk bidang-bidang sains dan teknologi; (2) metode ini memerlukan berbagai
fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan kadangkala
mahal; (3) metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan; (4) setiap
percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada
faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau
pengendalian. (5) Dapat menghambat laju pembelajaran dalam penelitian yang
memerlukan waktu yang lama. (6) Kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen
akan berakibat pada kesalahan dalam menyimpulkan.
6. Media Laboratorium Virtual
Pembelajaran dengan menggunakan media laboratorium virtual berbeda
dengan laboratorium real. Pada media laboratorium virtual penyedian alat dan
bahan yang digunakan untuk melakukan kegiatan praktikum adalah dengan
menggunakan seperangkat komputer lengkap dengan software yang dirancang
khusus untuk kegiatan eksperimen. Azhar Arysad (2007: 3) menyatakan bahwa
media laboratorium virtual merupan media visual situasi praktis yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
disimulasikan bersumber dari varitas mata pelajaran dan dikembangkan dalam
simulasi komputer. Software pada laboratorium virtual berisi animasi- animasi
alat bahan dan desain untuk kegiatan eksperimen, dengan menggunakan media
komputer sebagai media pembelajaran, harus direncanakan secara sistematik agar
pembelajaran dan penggunaan komputer dapat berjalan dengan efektif. Proses
pembelajaran dengan menggunakan media komputer perlu direncanakan dengan
baik agar: (1) menumbuhkan minat peserta didik; (2) menyampaikan materi baru;
(3) melibatkan peserta didik secara aktif; (4) mengevaluasi tingkat pemahaman
siswa; (5) menetapkan tindak lanjut. (6) memberikan suasana yang menarik.
Kelebihan dari laboratorium virtual, antara lain: (1) lebih efisien dan
efektif tidak menggunakan gedung dan alat-alat laboratorium yang rumit;
(2) siswa dapat mengulangi lagi kembali praktikum di rumah masing-masing
apabila belum mengerti; (3) pengadaan laboratorium maya lebih murah dari pada
sebuah laboratorium nyata. (4) dalam proses pembelajaran dapat digunakan untuk
mengajarkan konsep-konsep yang bersifat abstrak yang kemudian dikonkretkan
dalam bentuk audio dan visual. (5) lebih memotivasi siswa dalam proses
pembelajaran karena penggunaan komputer mempunyai tampilan yang menarik
seperti gambar, warna,dan musik. (6) menumbuhkan minat peserta didik dengan
menampilkan pembelajaran yang inovasi dan kreatif. Sedangkan kekurangan
laboraorium virtual : (1) siswa tidak dapat dapat meraba alat-alatnya secara nyata,
sehingga psikomotor siswa kurang terlatih dalam merangkai alat-alat praktikum;
(2) keterampilan guru saat ini dalam menggunakan IT masih kurang; (3)
ketersediaan alat-alat IT di sekolah masih kurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Berkenaan dengan masalah biaya, bagi sekolah penggunaan laboratorium
virtual tidaklah mahal, hal itu akan sangat terasa apabila alat dan bahan yang
dipergunakan untuk melakukan eksperimen di laboratorium real mahal (tidak
terjangkau). Untuk dapat mengaplikasikanya hanya dibutuhkan seperangkat
komputer dan softwarenya. Azhar Arsyad (2007: 5) mengatakan bahwa “tidak
ada perbedaan hasil belajar yang nyata antara arahan laboratorium dengan arahan
komputer”, artinya belajar dengan menggunakan komputer pada laboratorium
virtual sama efektifnya dengan belajar menggunakan laboratorium real.
7. Kemampuan Matematik
Kemampuan matematik merupakan salah satu faktor internal yang
mendukung keberhasilan kognitif siswa dalam malakukan ketepatan penghitungan
matematika. John W Adam (2007: 97) dalam jurnalnya “Individual differences in
mathematical ability, genetic, cognitive and behavioural factors”, menyatakan
bahwa kemampuan matematik merupakan salah satu faktor internal yang
mendukung keberhasilan kognitif siswa dalam malakukan ketepatan penghitungan
matematika. Kemampuan matematik cenderung bersifat individual, artinya tiap
individu memiliki kemampuan matematik yang berbeda-beda.
Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976: 215)
menyatakan bahwa kemampuan adalah "kecakapan, kesanggupan atau kekuatan”.
Menurut Sumenda (2010: 24), “matematika secara umum didefinisikan sebagai
bidang ilmu yang mempelajari pola dari struktur, perubahan, dan ruang secara
informal dan dapat pula disebut sebagai ilmu tentang bilangan dan angka. Dalam
pandangan formalis, matematika adalah penelaahan struktur abstrak yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
didefinisikan secara aksioma dengan menggunakan logika simbolik dan notasi
matematik. Johnson cit. Sumenda (2010: 24) menyatakan bahwa matematika
adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian logis, matematika itu
adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas,
dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa simbol
mengenai ide daripada mengenai bunyi. Definisi lain dari James cit. Sumenda
(2010: 24) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai
bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan lainnya dengan
jumlah yang banyak, yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu; aljabar, analisis, dan
geometri.
Dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika
adalah kemampuan untuk memahami dan menelaah struktur abstrak, perubahan,
dan ruang yang menggunakan logika simbolik dan notasi matematik mengenai
bilangan dan angka yang dapat didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat.
Yulia Kovas (2007: 3) menyatakan bahwa kemampuan matematik
(mathematical ability) mempunyai tiga kategori yaitu: (1) understanding number
adalah kemampuan matematik mengenai pengoperasian angka (operasi
penjumlahan dan pengurangan, operasi perkalian, pembagian dan perbandingan)
dan juga proses aljabar yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan
hitungan; (2) non-numerical processes adalah kemampuan metematik dalam
memahami proses matematika yang bukan angka dan memahami konsep-konsep
seperti perputaran, pencerminan simetris, interprestasi grafik dan operasi spasial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
lainnya; (3) computation and knowledge adalah kemampuan metematik untuk
melakukan perhitungan sederhana menggunakan metode kertas-pensil dan
mengingat kembali fakta matematika dan istilah-istilahnya. Yulia Kovas juga
menjelaskan bahwa tes kemampuan matematika dapat dilakukan dengan tes
pengoperasiaan notasi-notasi matematik dari ketiga kategori kemampuan
matematik.
Berdasarkan analisis karakteristik materi laju reaksi yang bersifat hitungan
dengan memperhatikan ketiga kategori kemampuan matematik di atas, maka
semua kategori tersebut akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun komponen
yang digunakan untuk menyusun tes kemampuan matematik pada penelitian ini
diantaranya adalah operasi penjumlahan dan pengurangan, operasi perkalian dan
pembagian, operasi hitung aljabar, dan penyelesaian persamaan matematik dan
perbandingan serta dapat menginterprestasikan tabel dan grafik.
8. Kemampuan Berpikir Abstrak
Berpikir adalah salah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan
penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Berpikir merupakan daya yang
paling utama dan salah satu ciri khas yang membedakan manusia dengan hewan
(M. Ngalim Purwanto, 1985). Berpikir menurut Suryabrata merupakan proses
aktif dinamis yang bersifat ideasional dalam rangka pembentukan pengertian,
pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan. Ciri- ciri yang utama dari
berfikir adalah adanya abstraksi. Abstraksi dalam hal ini adalah suatu anggapan
lepasnya kualitas atau relasi dari benda-benda, kejadian-kejadian dan situasi-
situasi yang mula-mula dihadapi sebagai kenyataan (M. Ngalim Purwanto, 1985).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Berpikir abstrak merupakan salah satu jenis kemampuan yang merupakan atribut
inteligensi.
Piaget cit. Ratna Wilis (1989: 153) menyatakan bahwa berpikir abstrak
merupakan suatu tipe kecerdasan intelektual yang menekankan pada kemampuan
pemakaian konsep-konsep dan simbol-simbol secara efektif dalam menghadapi
situasi-situasi tertentu, terutama dalam memecahkan masalah dengan
menggunakan fasilitas verbal, dan lambang-lambang bilangan yang dimiliki.
Berdasarkan tingkat perkembangan intelektual individu anak, kemampuan
berpikir abstrak berada pada tahap formal operational (11 tahun keatas). Pada
tahap ini, seorang anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya, untuk
membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks, sehingga mempunyai
kemampuan untuk berpikir abstrak. Boby de Poter dan Mike Hernacki (2008:
134) mengemukakan bahwa “pemikir abstrak adalah mereka yang suka berpikir
dalam konsep dan menganalisa informasi dengan proses logis, rasional dan
intelektual”. Pemikir abstrak berarti memiliki sifat mampu mengoperasikan
simbol-simbol, lambang-lambang dan rumus-rumus, terutama dalam tingkatan
analisis dan interpretasi. Piaget cit. Paul Suparno (2007: 37) mengemukakan
bahwa seorang yang berpikir abstrak mampu menggunakan penalarannya secara
logis untuk memecahkan berbagai macam persoalan dan memiliki pengetahuan
matematis-logis. Pengetahuan matematis-logis merupakan pengetahuan yang
dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman dengan suatu objek atau kejadian
tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan abstrak
adalah kemampuan untuk bisa menganalisa informasi dengan proses logis,
rasional dan intelektual yang mampu menggunakan konsep-konsep dan simbol-
simbol secara efektif dalam menghadapi situasi-situasi tertentu, terutama dalam
memecahkan masalah dengan menggunakan fasilitas verbal, dan lambang-
lambang bilangan yang dimiliki.
Piaget cit. Ratna Wilis (1989: 155) mengemukakan beberapa karakteristik
dari berpikir operasional formal meliputi empat karakteristik, yaitu (1) berpikir
hipotesis deduktif yaitu cara berpikir yang dapat menarik kesimpulan dari suatu
proporsi yang diasumsikan, tidak perlu berdasarkan kenyataan yang riil. (2)
berpikir proporsi (analogi) yaitu cara berpikir yang mampu membandingkan
ataupun membagikan antara dua hal. (3) berpikir kombinatorial yaitu cara berpikir
yang dapat mengkombinasikan kejadian tanpa melihat konkritnya (kombinasi dan
permutasi). (4) berpikir abstraksi reflektif yaitu cara berpikir yang mampu
memperoleh pengetahuan matematis logis, yaitu suatu abstraksi tidak langsung
terhadap objek itu sendiri. Paul Suparno (2007: 38) menyatakan bahwa ada tiga
sifat pokok dalam tahap operasi formal (berpikir abstrak) adalah sebagai berikut:
(1) berfikir deduktif hipotesis, yaitu pemikiran yang menarik kesimpulan yang
spesifik dari sesuatu yang umum, (2) berpikir induktif saintifik, yaitu pengambilan
kesimulan yang lebih umum dari kejadian-kejadian yang khusus atau berkebalikan
dengan berpikir deduktif hipotesis, (3) berpikir abstraksi untuk memperoleh
pengetahuan metamatis logis, yaitu suatu abstraksi tidak langsung terhadap objek
itu sendiri. Berkaitan dengan sifat pokok berpikir abstrak, siswa pada tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
SMA dikatakan sudah berpikir secara abstrak karena sudah dapat berpikir
deduktif hipotesis, dan berpikir induktif sintifik.
Untuk mengetahui kemampuan berpikir abstrak dapat dilakukan dengan
tes analogis. Paul Suparno (2007: 37) menyatakan bahwa tes penalaran abstrak
dalam hal tes analogis simbol-simbol dimaksudkan sebagai suatu instrumen non
verbal yang mengungkapkan kemampuan penalaran. Tes Kemampuan berfikir
abstrak menggunakan diagram, simbol atau bentuk yang terdiri dari kata-kata dan
angka. Mereka menghubungkan identifikasi bentuk dasar logika dan kemudian
menentukan solusi. Karena hal tes-tes tersebut adalah pertanyaan visual, bahasa,
kemampuan matematika, Tes tersebut juga dipertimbangkan untuk menjadi
indikator yang akurat pada kemampuan intelektual secara umum. Berdasarkan
analisis karakteristik materi laju reaksi dan metode pembelajaran yang digunakan
dalam penelitian ini, maka komponen-komponen kemampuan berpikir abstrak
dalam penelitian ini adalah berpikir hipotesis deduktif, berpikir hipotesis induktif,
kombinatorial, abstraksi reflektif dan proporsi (analogi).
9. Prestasi Belajar Kimia
Kegiatan yang paling penting dalam dunia pendidikan adalah proses
kegiatan belajar-mengajar. Dapat dikatakan bahwa berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan banyak bergantung pada proses kegiatan belajar-mengajar yang
dilakukan sekolah. Beberapa ahli telah menyusun definisi belajar, yang
perumusannya berbeda-beda antara lain: (1) Winkel (2007:162) mengatakan
bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan
seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
dicapainya. (2) Nana Sudjana (2009: 22) mengemukakan bahwa prestasi belajar
adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengamalan
belajarnya. (3) Alvin W. Howard dalam Slameto (2010: 32) menyatakan bahwa
prestasi belajar adalah keterampilan dan kebiasaan; pengetahuan dan pengertian;
sikap dan cita-cita. Prestasi belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan
dalam kurikulum. Prestasi merupakan penguasaan pengetahuan, ketrampilan
terhadap mata pelajaran sebagai hasil usaha yang telah dilaksanakan menurut
batas kemampuan dari pelaksana usaha tersebut. (4) Depdiknas (2003: 2)
menyebutkan bahwa prestasi belajar adalah peguasaan pengetahuan atau
ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka yang dberikan oleh guru.
Dari beberapa pendapat ahli diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah melakukan usaha
untuk mendapat ilmu pengetahuan yaitu berupa penguasaan pengetahuan, sikap,
keterampilan terhadap mata pelajaran yang dibuktikan melalui hasil tes.
Menurut Gagne, menyebutkan bahwa ada lima kategori hasil belajar yaitu
informasi verbal, ketrampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan
motoris. Pada pendidikan nasional menggunakan klasifikasi prestasi belajar
menurut Bloom yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik dalam
kurikulum 2004, prestasi belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa yang berbentuk kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari ketiga
bantuk ini, bentuk kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi
bahan pelajaran.
Menurut Nana Sudjana (2009: 3-4) ada beberapa fungsi penilaian prestasi
belajar diantaranya sebagai berikut: 1) Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya
tujuan pembelajaran; 2) Umpan balik bagi perbaikan proses belajar-mengajar; dan
3) Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada orang tuanya.
Prestasi belajar siswa dapat digunakan untuk memotivasi siswa dan untuk
memperbaiki serta peningkatan kualitas pembelajaran oleh guru. Selain itu
pemanfaatan prestasi belajar untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran harus didukung oleh siswa, guru, kepala sekolah, serta orang tua
siswa. Dukungan akan dapat diperoleh apabila mereka memperoleh informasi
prestasi belajar yang lengkap dan akurat (Depdiknas, 2003: 21).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah
kemampuan atau keterampilan intelektual, sikap dan motoris yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya. KTSP menjelaskan bahwa sistem
penilaian yang berlaku dalam pembelajaran tidak hanya dilakukan pada akhir
periode tetapi dilakukan secara integrasi dengan kegiatan pembelajaran dalam arti
kemajuan belajar dinilai dari proses bukan semata-mata hasil. Penilaian dilakukan
secara menyeluruh yaitu mencakup semua aspek kompetensi yang meliputi aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini yang dimaksud prestasi
belajar dibatasi pada ranah kognitif dan afektif.
Ranah kognitif merupakan ranah yang berkaitan dengan kompetensi
berpikir, memperoleh pengetahuan, pemerolehan pengetahuan, pengenalan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. Menurut Bloom untuk
mendapatkan prestasi belajar kognitif, seseorang memiliki 6 (enam) tingkatan
kognitif, yaitu: (1) pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat materi
pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya; (2) pemahaman (comprehention,
understanding), seperti menafsirkan, menjelaskan, atau meringkas; (3) penerapan
(application), yaitu kemampuan menafsirkan atau menggunakan materi pelajaran
yang telah dipelajari ke dalam situasi baru atau konkret; (4) analisis (analysis),
yaitu kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponen-
komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti; (5) sintesis
(synthesis), yaitu kemampuan menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu
keseluruhan; (6) evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan menggunakan
pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria
tertentu.
Penilaian ranah kognitif diberikan dalam bentuk instrumen tes. Bentuk
instrumen tes dapat berupa pertanyaan lisan, pilhan ganda, uraian objektif, uraian
bebas, jawaban singkat, menjodohkan, maupun portofolio. Banyaknya soal
disesuaikan dengan jumlah kompetensi dasar, indikator kompetensi yang akan
dicapai dan alokasi waktu tes. Dalam penelitian ini bentuk instrumen tes ranah
kognitif berupa pilihan ganda.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap,
derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. Domain ini mempunyai
lima tingkatan dari yang sederhana sampai kepada yang lebih kompleks, yaitu: (1)
penerimaan (receiving), merupakan kepekaan menerima rangsangan (stimulus)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
baik berupa situasi maupun gejala; (2) penanggapan (responding), berkaitan
dengan reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang datang; (3)
penilaian (valuing), berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau
stimulus yang datang; (4) organisasi (organization), yaitu penerimaan terhadap
berbagai nilai yang berbeda berdasarkan suatu sistem nilai tertentu yang lebih
tinggi; (5) karakteristik nilai (characterization by a value complex), merupakan
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Sedangkan menurut Depdiknas (2008) ada lima karakteristik afektif yang
penting yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. Sikap merupakan
Kecenderungan merespons secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai
suatu obyek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu
yang positif kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Minat
adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong
seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan
keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Menurut Smith dalam
Depdiknas (2008: 5) konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah dan intensitas konsep diri
pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Kelima karakteristik afektif tersebut
akan digunakan dalam penelitian ini.
Proses pembelajaran dikatakan berhasil baik apabila dapat menghasilkan
prestasi belajar yang baik pula. Prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi
utama, antara lain: (1) prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
pengetahuan yang telah dikuasai siswa; (2) prestasi belajar sebagai lambang
pemuasan hasrat ingin tahu siswa; (3) prestasi belajar sebagai bahan informasi
dalam inovasi pendidikan; (4) prestasi belajar sebagai indikator produktivitas
suatu institusi pendidikan; (5) prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap
atau kecerdasan siswa.
Jadi, prestasi belajar tidak hanya berfungsi sebagai indikator keberhasilan
dalam belajar bidang tertentu saja tetapi juga berfungsi sebagai indikator kualitas
institusi pendidikan. Dalam penelitian ini, prestasi belajar kimia ditunjukkan
dengan penilaian formatif, yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran pada
pokok bahasan laju reaksi. Alat penilaian yang dalam bentuk tes maupun non-tes.
Penilaian non-tes digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam aspek
afektif, sedangkan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam aspek
kognitif umumnya dilakukan dengan tes. Alat penilaian dikatakan mempunyai
kualitas yang baik apabila alat tersebut memenuhi dua hal, yakni ketepatannya
atau validitasnya dan keajegannya atau reliabilitasnya (Nana Sudjana, 1996: 12).
Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
yaitu faktor internal (dari diri siswa) dan faktor eksternal (dari luar siswa). Faktor
internal meliputi aspek fisiologis dan psikologis. Aspek fisiologis antara lain
kesehatan, kondisi fisik, adanya cacat tubuh. Aspek psikologis antara lain minat,
bakat, motivasi, kecerdasan. Kemampuan matematik dan kemampuan berpikir
abstrak juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prestasi dari dalam diri
siswa. Faktor eksternal meliputi: 1) faktor keluarga, antara lain keadaaan
ekonomi, cara mendidik orangtua, suasana rumah, relasi antar anggota keluarga,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
latar belakang budaya, 2) faktor sekolah, antara lain kurikulum, media belajar,
metode pembelajaran, relasi guru dengan siswa, 3) faktor masyarakat, antara lain
budaya dalam masyarakat, teman bergaul.
Prestasi yang dicapai siswa merupakan hasil interaksi antara faktor internal
dan eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar. Dalam penelitian ini faktor
internal yang dibahas adalah kemampuan matematik dan kemampuan berfikir
abstrak, sedangkan faktor eksternal adalah metode pembelajaran Problem- Based
Learning (PBL) melalui media laboratorium real dan virtual yang diterapkan.
Prestasi belajar laju reaksi siswa yang diukur dalam penelitian ini adalah aspek
kognitif, dan aspek afektif siswa.
10. Materi Laju Reaksi
Laju reaksi adalah salah satu materi pokok bidang studi kimia, dimana
berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diberikan pada siswa
SMA kelas XI semester ganjil.
Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dari materi pokok
Laju reaksi sebagai berikut:
a. Standar Kompetensi:
Memahami kinetika dan kesetimbangan reaksi kimia serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
b. Kompetensi Dasar
1) Mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan percobaan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
2) Memahami teori tumbukan (tabrakan) untuk menjelaskan faktor-faktor
penentu laju dan orde reaksi serta terapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Materi pokok Laju reaksi terbagi dalam beberapa sub materi pokok, yaitu:
1) definisi konsep laju reaksi sebagai perubahan konsentrasi terhadap waktu 2)
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yang juga bersifat empiris,
sebaiknya digunakan metode eksperimen agar mudah dipahami siswa; 3)
penentuan orde reaksi dan hukum laju reaksi, bersifat matematis, dan logis; (4)
teori tumbukan yang digunakan untuk menjelaskan laju reaksi dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya, materi ini bersifat abstrak, lebih tepat jika dalam
penyampaiannya menggunakan animasi; 5) penerapan katalis dalam kehidupan
sehari-hari ataupun industri. Agar tujuan pembelajaran tercapai diperlukan
penerapan metode dan penggunaan media yang tepat, seperti halnya penerapan
metode Problem- based Learning (PBL) dengan menggunakan media lab real dan
lab virtual.
a. Materi Laju reaksi
Reaksi kimia ada yang berlangsung cepat dan ada yang berlangsung lambat.
Ledakan bom dan pembakaran bensin tergolong reaksi yang berlangsung cepat,
sedangkan proses pengaratan besi merupakan reaksi yang berlangsung lambat.
Suatu proses cepat dan lambatnya suatu reaksi kimia dapat dinyatakan sebagai
laju reaksi.
Untuk menyatakan cepat lambatnya suatu reaksi digunakan istilah laju
reaksi, sedangkan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang laju reaksi disebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
kinetika kimia. Hubungan kuantitatif antara konsentrasi pereaksi dan laju reaksi
dinyatakan dengan persamaan laju reaksi.
1) Molaritas
Kadar zat terlarut dalam larutan dinyatakan dengan konsentrasi,
konsentrasi memiliki berbagai satuan diantaranya: persen masa, persen volume,
bagian perjuta (bpj), molaritas (M), molalitas (m), fraksi mol (x). Dalam hal ini
yang dipelajari adalah konsentrasi dalam molaritas (M). Larutan yang mempunyai
konsentrasi besar disebut larutan pekat sedangkan larutan yang mempunyai
konsentrasi kecil disebut larutan encer (Sunardi, 2008: 153).
a) Pengertian Molaritas
Molaritas adalah satuan konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah mol
zat terlarut dalam 1 liter larutan. Molaritas sama dengan jumlah mol (n) zat
terlarut dibagi dengan volume (V) larutan.
M = V
n atau M =
V'
1000x
Mr
gr
Dari persaamaan 2.1 dapat dijelaskan bahwa M = molaritas; n = mol zat
terlarut (mol atau mmol); V = volume larutan (L); g = massa zat terlarut (gram);
V’= volume larutan (mL); satuan molaritas adalah mL
mmolatau
liter
mol .
b) Pengenceran
Pengenceran adalah menurunkan atau memperkecil konsentrasi larutan
dengan menambahkan pelarut. Dalam hal ini, konsentrasi yang digunakan adalah
molaritas (M). Pada proses pengenceran, volume dan molaritas berubah,
sedangkan jumlah molnya tetap. Oleh karena itu berlaku persamaan:
persamaan (2.1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
V1 M1 = V2 M2
Dari persaamaan 2.2 dapat dijelaskan bahwa V1 = volume larutan sebelum
diencerkan; M1 = molaritas larutan sebelum diencerkan; V2 = volume larutan
setelah diencerkan; M2 = molaritas larutan setelah diencerkan.
c) Pencampuran
Pencampuran melibatkan dua atau lebih zat yang jenisnya sama, tetapi
konsentrasinya berbeda. Dalam hal ini, konsentrasi yang digunakan adalah
molaritas (M). Pada proses pencampuran beberapa zat yang sejenis berlaku
persamaan:
Mc = 321
332211
VVV
...MVMVMV
Untuk pencampuran 2 jenis zat yang sejenis berlaku persamaan:
Mc =21
2211
VV
MVMV
Dari persaamaan 2.4 dapat dijelaskan bahwa Mc = molaritas larutan setelah
dicampurkan; V1 = volume larutan pertama yang dicampurkan; M1 = molaritas
larutan pertama; V2 = volume larutan kedua yang dicampurkan; M2= molaritas
larutan kedua.
2) Pengertian laju reaksi
Laju reaksi adalah laju berkurangnya konsentrasi reaktan atau
bertambahnya konsentrasi hasil reaksi (produk) dalam satu satuan waktu (Sunardi,
2008: 154). Maka laju reaksi tersebut dapat ditulis secara persamaan matematis
yaitu:
persamaan (2.2)
persamaan (2.3)
persamaan (2.4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Δt
ΔCv
Dari
Dari persaamaan 2.5 dapat dijelaskan bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh
besarnya perubahan konsentrasi pereaksi yang nilainya sebanding, sedangkan laju
reaksi dengan perubahan waktu perubungan berbanding terbalik. Sehinggga
apabila semakin besar perubahan konsentrasi akan berakibat semakin besar pula
laju reaksinya, dengan syarat perubahan waktunya dalam kondisi konstan.
Untuk mengetahui lebih lanjut laju berkurangnya konsentrasi reaktan atau
bertambahnya konsentrasi hasil reaksi (produk) dalam satu satuan waktu, maka
perhatikan reaksi berikut:
A + B C persamaan (2.6)
Reaktan Produk
Dari reaksi persamaan 2.6 maka laju reaksinya dapat dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut:
a) Laju pengurangan konsentrasi zat A tiap satuan waktu
vA = Δt
AΔ-
Dari persamaan 2.7 menyatakan bahwa laju pengurangan konsentrasi
reaktan A dalam satu satuan waktu. Tanda (-) menunjukan berkurangnya
konsentrasi zat A. Laju reaksi disimbolkan dengan v (reaction rate)
b) Laju pengurangan konsentrasi zat B tiap satuan waktu
vB = Δt
BΔ-
Dari persamaan 2.8 menyatakan bahwa laju pengurangan konsentrasi
reaktan B dalam satu satuan waktu. Tanda (-) menunjukan berkurangnya
konsentrasi zat B
persamaan (2.5)
persamaan (2.7)
persamaan (2.8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
c) Laju penambahan konsentrasi zat C tiap satuan waktu
vC = Δt
CΔ
Dari persamaan 2.9 menyatakan bahwa laju pennambahan konsentrasi
reaktan B dalam satu satuan waktu. Tanda (+) menunjukan bertambahnya
konsentrasi zat B
Reaksi kimia adalah perubahan suatu zat menjadi zat lain atau perubahan
zat pereaksi menjadi zat hasil reaksi. Perubahan tersebut dinyatakan dengan
persamaan reaksi. Dalam persamaan reaksi, jumlah zat pereaksi dan jumlah hasil
reaksi dapat dilihat dari koefisien reaksinya.
Untuk menentukan laju reaksi dapat dilakukan dengan menggunakan
percobaan. Laju reaksi ditentukan berdasarkan perubahan konsentrasi zat reaktan
atau produk selama waktu tertentu sehingga laju reaksi yang ditentukan
merupakan laju reaksi rata-rata bukan laju reaksi sesaat (Sunardi, 2008: 160).
3) Persamaan laju reaksi dan orde (tingkat) reaksi
Persamaan laju reaksi menggambarkan hubungan kuantitatif antara laju
reaksi dengan konsentrasi reaktan. Misalnya untuk reaksi:
mA + n B →pC + qD
Laju reaksinya dapat dirumuskan sebagai:
v = k [A]x[B]
y
Keterangan: k = tetapan laju reaksi, tergantung pada jenis reaktan dan suhu. Setiap
reaksi memiliki harga k tertentu; x = orde reaksi terhadap zat A; y = orde reaksi
terhadap zat B; x+ y = orde reaksi total
Persamaan laju reaksi hanya dapat ditentukan melalui hasil percobaan,
bukan dari persamaan reaksinya.
persamaan (2.9)
persamaan (2.11)
persamaan (2.10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Berdasarkan persaamaan 2.11 dari persamaan laju reaksi, dapat diketahui
bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi dan waktu. Setiap laju
reaksi memiliki nilai k tertentu yang bergantung pada sifat pereaksi. Semakin
besar nilai k, semakin cepat reaksi berlangsung. Sebaliknya, reaksi berlangsung
lambat jika nilai k kecil. Nilai k dipengaruhi oleh temperatur dan tidak akan
berubah jika temperatur tidak berubah. Harga tetapan laju reaksi ini selalu
merupakan bilangan positif.
1) Orde Reaksi
Dalam persamaan laju reaksi terdapat variabel orde reaksi. Orde reaksi
merupakan bilangan pangkat dari konsentrasi zat pereaksi pada persamaan laju
reaksi. Orde reaksi dapat berupa bilangan bulat positif, nol, atau pecahan. Pada
umumnya orde reaksi merupakan bilangan bulat positif. Nilai orde reaksi tidak
selalu sama dengan koefisien reaksi zat yang bereaksi. Jenis-jenis orde reaksi,
persamaan laju reaksi, dan grafik orde reaksi dari suatu persamaan reaksi
diperlihatkan sebagai berikut.
a) Reaksi Orde Pertama
Reaksi orde pertama (first order reaction) ialah reaksi yang lajunya
bergantung pada konsentrasi dipangkatkan dengan satu.
Grafik 2.2. Hubungan laju reaksi dengan konsentrasi untuk reaksi orde 1
[Q]
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
b) Reaksi Orde Kedua
Reaksi orde kedua (second order reaction) ialah reaksi yang lajunya
bergantung pada konsentrasi salah satu reaktan dipangkatkan dua atau pada
konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masing dipangkatkan satu.
Gambar 2.3. Hubungan laju dengan konsentrasi untuk reaksi orde 2
4) Penentuan hukum laju secara percobaan.
Jika suatu reaksi hanya melibatkan satu reaktan, hukum laju dapat dengan
mudah ditentukan dengan mengukur laju awal reaksi sebagai fungsi konsentrasi
reaktan. Contohnya, laju menjadi dua kali lipat bila konsentrasi reaktan
dilipatduakan, maka reaksinya adalah orde pertama dalam reaktan tersebut. Laju
menjadi empat kali bila konsentrasinya dilipatduakan, maka reaksinya adalah orde
ke dua dalam reaktan. Untuk reaksi yang melibatkan lebih dari satu reaktan, kita
dapat menentukan hukum laju dengan mengukur ketergantungan laju reaksi
terhadap konsentrasi masing-masing reaktan, satu per satu.
5) Teori Tumbukan
Secara teoritis, partikel-partikel (atom, molekul, atau ion) suatu zat selalu
bergerak secara acak atau tidak teratur. Selain itu, bahwa suatu zat dapat bereaksi
dengan zat lain yang membentuk zat baru. Suatu zat dapat bereaksi dengan zat
lain apabila partikel-partikelnya saling bertumbukan. Tumbukan antarapartikel
v
[Q]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
tidak selalu menimbulkan reaksi, hanya tumbukan yang menghasilkan energi yang
cukup yang dapat menghasilkan reaksi. Tumbukan antara partikel yang
menghasilkan reaksi dapat dilihat pada gambar 2.4.
Sebelum tumbukan terjadi tumbukan setelah tumbukan
(a)
Sebelum tumbukan terjadi tumbukan setelah tumbukan
(b)
Gambar 2.4. (a) Tumbukan yang tidak menghasilkan reaksi. (b) Tumbukan
untuk menghasilkan reaksi.
Berdasarkan Gambar 2.4 memperlihatkan bahwa terjadinya tumbukan
antara partikel disebabkan partikel-partikel (molekul-molekul) zat selalu bergerak
dengan arah yang tidak teratur. Suatu reaksi kimia dapat berlangsung, maka harus
terjadi tumbukan yang efektif antara partikel-partikel zat-zat bereaksi.
Untuk mengetahui model tumbukan antara partikel dapat digambarkan
sebagai bola yang akan menggelinding mencapai puncak lekukan suatu bukit ke
lereng bukit. Setelah mencapai keadaan transisi pun masih diperlukan energi agar
bisa terlepas dari puncak lekukan tersebut agar dapat menggelinding ke lereng
gunung. Model tumbukan antara partikel dapat dilihat pada Gambar 2.5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Gambar 2.5. Bola akan menggelinding kembali ke lembah bila tidak cukup
energi untuk mendorong sampai di puncak
Berdasarkan Gambar 2.5 memperlihatkan bahwa energi yang diperlukan
supaya bola menggelinding mencapai puncak lekukan (keadaan transisi). Jika
energi tidak cukup maka bola tersebut akan menggelinding ke\mbali ke lekukan
itu.. Diagram energi dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Energi Aktivasi pada reaksi eksoterm dan endoterm
Berdasarkan Gambar 2.6 memperlihatkan bahwa Jika hasil reaksi lebih
stabil dibandingkan pereaksi, maka reaksi diikuti dengan pelepasan kalor atau
reaksi eksoterm. Namun jika hasil reaksi kurang stabil dibandingkan pereaksi,
maka kalor lingkungan diserap sistem yang bereaksi sehingga reaksinya
endoterm. Dalam reaksi kimia terdapat energi pengaktifan (energi aktivasi) yang
merupakan energi minimum agar suatu reaksi dapat berlangsung. Tumbukan yang
menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif.
6) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Puncak
Lembah
E
a. Reaksi Eksoterm
Hasil reaksi
Pereaksi
H
Ea
En
erg
i P
ote
nsi
al
Tahapan Reaksi
E
Hasil reaksi
Pereaksi
H
b. Reaksi Endoterm
Ea
En
erg
i P
ote
nsi
al
Tahapan Reaksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Ion Cl-
(aq) Ion H+
Tjd reaksi
Ion H+
Tjd reaksi
a) Konsentrasi
Secara umum konsentrasi pereaksi akan mempengaruhi laju reaksi.
Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi adalah khas untuk setiap reaksi. Pada
reaksi orde 0 (nol) perubahan konsentrasi pereaksi tidak berpengaruh terhadap
laju reaksi. Reaksi orde 1 (satu) setiap kenaikan konsentrasi dua kali akan
mempercepat laju reaksi menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk reaksi
orde 2 bila konsentrasi dinaikkan menjadi dua kali laju reaksi menjadi empat kali
lebih cepat. Pada umumnya reaksi berlangsung lebih cepat jika konsentrasi
pereaksi diperbesar. Misalnya, reaksi keping pualam dengan larutan HCl 4 M
berlangsung lebih cepat dari pada larutan HCl 2 M yang ditunjukan pada Gambar
2.7.
Larutan HCl 4 M cepat Larutan HCl 2 M lambat
Gambar 2.7. Larutan HCl dengan konsentrasi 2 M dan 4 M
Berdasarkan Gambar 2.7 menunjukan bahwa pengaruh konsentrasi
terhadap laju reaksi ini dapat dijelaskan dengan model teori tumbukan. Semakin
tinggi konsentrasi berarti semakin banyak molekul-molekul dalam setiap satuan
luas ruangan, dengan demikian tumbukan antara partikel semakin sering terjadi.
b) Luas Permukaan Sentuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Untuk reaksi heterogen (wujud tidak sama), misalnya logam zink dengan
larutan asam klorida, laju reaksi selain dipengaruhi oleh konsentrasi asam klorida
juga dipengaruhi oleh kondisi logam zink. Reaksi kimia yang terjadi dapat dilihat
pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Luas permukaan bidang sentuh zat padat dapat diperbesar
dengan memperkecil ukuran partikelnya.
Berdasarkan Gambar 2.8 menunjukan bahwa reaksi yang terjadi antara
molekul-molekul asam klorida dalam larutan dengan atom-atom zink yang
bersentuhan langsung dengan asam klorida. Pada butiran zink, atom-atom zink
yang bersentuhan langsung dengan asam klorida lebih sedikit daripada serbuk
zink, sebab atom-atom zink yang bersentuhan hanya atom zink yang ada di
permukaan butiran.
c) Suhu
Harga tetapan laju reaksi (k) akan berubah. Bagi kebanyakan reaksi kimia,
kenaikan sekitar 100 C akan menyebabkan harga tetapan laju reaksi menjadi dua
kali semula. Dengan naiknya harga tetapan laju reaksi (k), maka reaksi akan
menjadi lebih cepat. Jadi, kenaikan suhu akan mengakibatkan reaksi berlangsung
semakin cepat. Secara umum dapat ditulis secara persamaan matematis yaitu
2v =
T
TT
1
12
nv
Ion H+ Ion Cl-
Tjd Reaksi
Logam zink
persamaan (2.12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Berdasarkan persamaan 2.12 menjelaskan apabila pada setiap kenaikan
CT0 suatu reaksi berlangsung n kali lebih cepat, maka laju reaksi pada T2 (v2)
akan lebih besar sebesar n kali dibandingkan laju reaksi pada T1(v1).
Hal tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan teori tumbukan, yaitu
bila terjadi kenaikan suhu maka molekul-molekul yang bereaksi akan bergerak
lebih cepat, sehingga energi kinetiknya tinggi. Oleh karena energi kinetiknya
tinggi, maka energi yang dihasilkan pada tumbukan antarmolekul akan
menghasilkan energi yang besar dan cukup untuk melangsungkan reaksi.
d) Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tanpa dirinya
mengalami perubahan yang kekal. Suatu katalis dapat terlibat dalam proses reaksi
atau mengalami perubahan selama reaksi berlangsung, tetapi setelah reaksi itu
selesai maka katalis akan diperoleh kembali dalam jumlah sama. Katalisator dapat
mempercepat laju reaksi karena dapat menurunkan energi pengaktifan.
Katalisator berperan dalam mempengaruhi laju reaksi melalui dua cara,
yaitu dengan pembentukan senyawa antara (katalis homogen) dan dengan adsorpsi
(katalis heterogen). Dalam katalisis homogen, reaktan dan katalis terdispersi
dalam satu fasa, biasanya fasa cair. Contohnya reaksi etil asetat dengan air yang
menghasilkan asam asetat dan etanol biasanya berlangsung sangat lambat
sehingga sukar diukur. Reaksi ini dapat dipercepat dengan katalis asam yaitu
asam klorida. Dalam katalisis heterogen reaktan dan katalis berbeda fase.
Biasanya katalis berupa padatan dan reaktan berwujud gas atau cairan. Contohnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
pada pembuatan asam nitrat yaitu amonia dan oksigen dengan katalis platina-
rhodium.
Tanpa katalis:
A + B AB*
Ea1
AB*
C + D
Dengan katalis
A + B X Ea2
X Y Ea3
Y C + D
Gambar 2.9. Grafik Tingkat energi reaksi dengan katalis
Berdasarkan Gambar 2.9. menunjukan bahwa katalis mempercepat reaksi
dengan cara mengubah jalannya reaksi. Jalur reaksi yang ditempuh tersebut
mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah daripada jalur reaksi yang ditempuh
tanpa katalis. Jadi, dapat dikatakan bahwa katalis berperan menurunkan energi
aktivasi.
7) Penerapan Konsep Laju Reaksi
Konsep laju reaksi dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
industri. Contoh penerapan konsep laju reaksi pada kehidupan sehari-hari adalah
pengaruh luas permukaan bidang sentuh terhadap laju reaksi, sedangkan konsep
laju reaksi yang dapat diterapkan dalam industri adalah pengaruh katalis terhadap
laju reaksi. Penerapan pengaruh luas permukaan bidang sentuh terhadap laju
reaksi dapat ditemukan pada industri makanan dan kehidupan sehari-hari serta
penggunaan katalis dalam industri kimia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
B. Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan perbandingan, perlu dikemukakan penelitian-penelitian
terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan, di
antaranya adalah :
1. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan penggunakan metode berbasis
masalah pernah dilakukan oleh Septa Krisdiyanto (2010). Dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa: (1) terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah
dengan menggunakan metode proyek dan inkuiri terhadap prestasi belajar siswa;
(2) terdapat pengaruh kreativitas tinggi dan kreativitas rendah terhadap prestasi
belajar siswa; (3) terdapat pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar. Kesamaan antara penelitian yang akan dilakukan penulis dengan
penelitian ini adalah sama-sama menggunakan penerapan pembelajaran berbasis
masalah.
2. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan laboratorium real dan
eksperimen virtual pernah dilakukan oleh Titin Catur Winarti (2009)
menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dengan menggunakan eksperimen
virtual lebih baik jika dibandingkan prestasi belajar siswa dengan laboratorium
real. Kesamaan antara yang dilakukan penulis dengan penelitian di atas adalah
penulis juga menerapkan pembelajaran dengan laboratorium real dan virtual
dalam pengajaran kimia. Perbedaannya terletak pada pendekatan pembelajaran
dan materi pelajaran yang diajarkan yaitu asam basa dan garam.
3. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kemampuan matematik siswa
pernah dilakukan oleh Mawan Akhir Riwanto (2010) menyimpulkan bahwa: (1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
terdapat pengaruh penggunaan metode pembelajaran TAI dan GI terhadap prestasi
belajar kimia; (2) Terdapat pengaruh kemampuan awal tinggi dan kemampuan
awal rendah terhadap prestasi kognitif siswa; (3) Terdapat pengaruh kemampuan
matematik tinggi dan kemampuan matematik rendah terhadap prestasi belajar
siswa, berarti dari analisa data dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa
pengaruh pembelajaran dengan metode TAI dan GI yang disertai kemampuan
awal dan kemampuan matematik siswa tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih
baik daripada siswa yang memiliki kemampuan awal dan kemampuan matematik
yang rendah. Kesamaan antara penelitian yang akan dilakukan penulis dengan
penelitian ini adalah sama-sama mengukur kemampuan matematik siswa.
4. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kemampuan berpikir abstark
siswa pernah dilakukan oleh Endang Sri Sudarwati (2010) menyimpulkan bahwa:
(1) tidak terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri menggunakan KIT
mekanika dilengkapi LKS dan animasi terhadap prestasi belajar kognitif siswa;
(2) tidak terdapat pengaruh penalaran abstrak tinggi rendah terhadap prestasi
belajar kognitif siswa; (3) tidak terdapat pengaruh sikap ilmiah tinggi rendah
terhadap prestasi belajar kognitif siswa, berarti dari analisis data dalam penelitian
tersebut diperoleh hasil bahwa tidak ada pengaruh model pembelajaran inkuiri
menggunakan KIT mekanika dilengkapi LKS dan animasi yang ditinjau dari
penalaran abstrak dan sikap ilmiah siswa. Siswa yang memiliki penalaran abstrak
tinggi mendapatkan prestasi belajar yang relatif sama dengan siswa yang memiliki
penalaran abstrak rendah. Siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi mendapatkan
prestasi belajar yang relatif sama dengan siswa yang memiliki sikap ilmiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
5. Penelitian yang terkait metode Problem-Based Learning (PBL) pernah
dilakukan oleh David H. Jonassen (2010) dari University of Missouri yang
berjudul “All Problems are not Equal: Implications for Problem-Based Learning,
The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pembelajaran Problem-based Learning merupakan teknik
efektif untuk memperbaiki prestasi belajar siswa dan tingkat kesukaran masalah
memegang peran penting untuk diterapkan pada semua jenis metode pembelajaran
yang menggunakan masalah. Masalah dengan tingkat kesulitan yang tepat pada
peserta didik akan sesuai dengan kesiapan kognitifnya, sementara tingkat
kesukaran masalah yang tidak tepat dapat melebihi kesiapan pembelajar dan
menyebabkan kegagalan. Didasari dari penelitian ini maka dikembangkan
pembelajaran Problem-based Learning dengan mengelompokkan siswa yang
beranggota 4-5 siswa.
6. Penelitian yang terkait laboratorium virtual pernah dilakukan oleh Cengiz
Tuyuz (2010: 37-53) dalam Journal The Effect of the Virtual Laboratory on
Students’ Achievement and Attitude in Chemistry”. Simulasi disiapkan dan
digunakan selama penelitian memiliki karakteristik instruksional dengan
kontribusi positif terhadap pendidikan dan meningkatkan motivasi siswa dalam
pembelajaran. Ini dialami selama periode penelitian bahwa bahan dikembangkan
menjadi menyenangkan, menghibur, membuat topik dimengerti bagi siswa, dan
diramalkan bahwa metode ini akan efektif bila digunakan dalam topik lain yang
cocok. Keuntungan lain menggunakan laboratorium virtual adalah bahwa biaya
untuk mempersiapkan laboratorium IPA yang hanya digunakan untuk pelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
sains adalah lebih tinggi dibandingkan dibutuhkan untuk menyiapkan sebuah
laboratorium komputer yang dapat digunakan untuk pelajaran yang berbeda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan mengembangkan ekstensi kolaboratif
untuk laboratorium virtual yang berbasis laboratorium eksperimen dapat
mendukung siswa dalam melakukan eksperimen dengan mendapatkan hasil
prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan metode pengajaran
tradisional atau memberikan efek yang positif terhadap prestasi belajar serta
secara efektif digunakan untuk mendukung proses pembelajaran.
7. Penelitian yang terkait laboratorium virtual pernah dilakukan oleh Lucilia
Domingues (2010) of Universitesi Kocaeli dalam Journal Virtual Laboratories in
(bio) Chemical Engineering Education”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Informasi dan Komunikasi (ICT) telah mendorong terciptanya kemampuan
berfikir secara abstrak dengan menggunakan laboratorium virtual sebagai
pelengkap atau pengganti sesi laboratorium, dengan laboratorium virtual dapat
mengatasi beberapa keterbatasan dari percobaan yang konvensional serta
memberikan efek yang positif terhadap prestasi belajar serta secara efektif
digunakan untuk mendukung proses pembelajaran.
8. Penelitian yang terkait kemampuan matematik pernah dilakukan oleh John W
Adam (2007) dalam Journal of Individual Differences in Mathematical Ability,
Genetic, Cognitive and Behavioural Factors, all of which appear to offer insights
into Potential Influences on Mathematical Ability. Hasil penelitian ini menyatakan
bahwa kemampuan matematik merupakan salah satu faktor internal yang
mendukung keberhasilan kognitif siswa dalam malakukan ketepatan penghitungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
matematika dan salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan belajar siswa.
Kemampuan matematik cenderung bersifat individual, artinya tiap individu
memiliki kemampuan matematik yang berbeda-beda.
9. Penelitian yang terkait kemampuan matematik pernah dilakukan Yulia Kovas
(2007: 3) dalam Journal The Mathematical Ability of 10-Year-Old Boys and Girls.
Dalam penelitian ini menyatakan bahwa kemampuan matematik (mathematical
ability) dibagai menjadi tiga kategori yaitu: (1) understanding number adalah
kemampuan matematik mengenai pengoperasian angka dan juga proses aljabar
yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan hitungan; (2) non-numerical
processes adalah kemampuan metematik dalam memahami proses matematika
yang bukan angka dan memahami konsep-konsep seperti interprestasi grafik; (3)
computation and knowledge adalah kemampuan metematik untuk melakukan
perhitungan sederhana menggunakan metode kertas-pensil.
10. Penelitian yang terkait kemampuan berpikir abstrak Nicolaos Valanides.
(1997) dalam Journal of Formal Reasoning Abilities and School Achievement.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan instrumen pengukuran
kemampuan berpikir abstrak dalam meningkatkan kemampuan penalaran siswa di
sekolah. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara kemampuan berpikir abstrak tinggi dan rendah dalam
dalam meningkatkan kemampuan penalaran siswa di sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan teori yang telah diuraikan, dapatlah disusun suatu kerangka
pemikiran guna memperoleh jawaban sementara atas permasalahan yang
dikemukakan, adapun kerangka berfikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan prestasi belajar siswa yang menggunkan metode Problem-
Based Learning (PBL) dengan laboratorium real maupun virtual pada
materi laju reaksi.
Teori pemrosesan informasi dari Robert Gagne menyebutkan bahwa prestasi
yang dicapai seseorang individu merupakan hasil interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dari dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar sedangkan
kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu
dalam proses pembelajaran. Salah satu faktor eksternal yang diperhatikan dalam
penelitian ini adalah metode pembelajaran yang diterapkan. Metode pembelajaran
yang baik adalah metode yang disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan,
kondisi siswa, sarana yang tersedia serta tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Problem-based Learning (PBL) yang dilengkapi dengan media laboratorium real
dan virtual merupakan metode pembelajaran yang sesuai diterapkan pada materi
laju reaksi karena metode ini melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan
masalah (active problem solver). Metode ini menuntut siswa membangun konsep
melalui pemecahan masalah.
Kegiatan pembelajaran yang menggunakan laboratorium berarti memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk melakukan percobaan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
meningkatkan kemampuannya sehingga dapat meningkatkan prestasinya. Teori
belajar sosiokonstruktivis dari Vygotsky menekankan bahwa siswa perlu belajar
dan bekerja secara kelompok, sehingga siswa dapat saling berinteraksi sosial
dalam kegiatan pembelajarannya. Hal ini sesuai dengan pembelajaran materi laju
reaksi yang dilakukan praktikum secara kelompok dan diskusi dengan
penggunaan media laboratorium real dan virtual sehingga siswa aktif dalam
menyelesaikan permasalahan pada materi laju reaksi.
Materi laju reaksi merupakan suatu materi yang merupakan materi yang
bersifat abstrak, kontekstual atau aplikatif. Teori belajar Ausebel mengatakan
bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses
belajar yang bermakna. Hal ini sesuai dengan pembelajaran materi laju reaksi
yang mengkaitkan konsep materi sebelumnya dengan konsep-konsep yang baru
saling berhubungan dan relevan. Pembelajaran dengan menggunaan media
laboratorium real dan virtual dapat memberikan suasana proses belajar mengajar
yang bermakna. Kedua media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
proses penerapannya. Keunggulan penggunaan media laboratorium real dalam
pembelajaran kimia adalah siswa dapat mengamati secara langsung terhadap
obyek-obyek yang nyata yang berada dalam lingkungan sehari-hari, dengan
demikian siswa dapat lebih mengenal obyek dan mendapatkan konsep yang
bermakna. Sedangkan kelemahan penggunaan laboratorium real adalah
ketersediaan peralatan laboratorium yang terbatas jumlahnya dan perlu persiapan
yang lama untuk melakukan pengamatan baik persiapan alat dan bahan, selain itu
siswa masih banyak mengalami kesulitan dalam menggunakan alat dan bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
percobaan. Keunggulan dari penggunaan media laboratorium virtual adalah siswa
lebih dapat menekuni materi yang disajikan, karena siswa dapat dengan cepat
mendapatkan materi yang diinginkan. Pembelajaran dengan media laboratorium
virtual dapat dilakukan secara berulang-ulang tanpa menghabiskan waktu untuk
mempersiapkan pengulangan sehingga siswa dapat mengulang praktikum hingga
mereka merasa paham. Akan tetapi kelemahan penggunaan laboratorium virtual
adalah tidak semua siswa dapat mengoperasikan komputer dengan baik, sehingga
siswa tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
Dari pemikiran di atas diduga bahwa siswa yang pembelajarannya melalui
Problem-based Learning (PBL) menggunakan laboratorium virtual memperoleh
prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan laboratorium
real.
2. Perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai kemampuan
matematik tinggi dan rendah pada materi laju reaksi.
Kemampuan matematik penelaahan struktur abstrak yang didefinisikan
secara aksioma dengan menggunakan logika simbolik dan notasi matematik.
Proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna bila guru dalam
menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkan dengan konsep
yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Materi laju reaksi
merupakan materi yang bersifat hitungan. Siswa dengan struktur kognitif
perhitungan yang baik, dapat menghubungkan persoalan hitungan dengan konsep
perhitungan laju reaksi yang telah ada pada struktur kognitifnya. Siswa dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
kemampuan matematik tinggi akan dapat melakukan perhitungan matematik
dengan cepat dan tepat.
Siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi dimungkinkan akan
lebih mudah dan cepat dalam menyelesaikan soal hitungan yang ada dalam materi
laju reaksi, sehingga diharapkan prestasi kognitifnya semakin baik. Sebaliknya
siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah dimungkinkan akan
merasa terbebani dengan persoalan perhitungan konsep-konsep materi laju reaksi
yang bersifat hitungan yang diterima saat pembelajaran dengan menggunakan
laboratorium real dan virtual, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam
mengoperasikan soal-soal hitungan matematik dengan cepat dan benar. Diduga
ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai kemampuan
matematik tinggi dan rendah, siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi
akan memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan
kemampuan matematik rendah.
3. Perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
abstrak tinggi dan rendah pada materi laju reaksi.
Kemampuan berpikir abstrak tidak terlepas dari pengetahuan tentang
konsep, karena berpikir memerlukan kemampuan untuk membayangkan atau
menggambarkan benda dan peristiwa yang secara fisik tidak selalu ada.
Kemampuan berpikir abstrak merupakan salah satu faktor yang mendukung untuk
mengembangkan keterampilan komponen penalaran ilmiah dan merupakan faktor
yang dapat meningkatkan prestasi kognitif anak. Seseorang yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
kemampuan berpikir abstrak baik akan dapat mudah memahami konsep-konsep
abstrak dengan baik.
Siswa yang mempunyai kemampuan berpikir abstrak tinggi lebih mudah
memahami konsep-konsep materi laju reaksi yang bersifat abstrak yang diterima
saat pembelajaran dengan menggunakan laboratorium real dan virtual, karena
siswa akan lebih mudah menganalisis, menumukan dan menghubungkan antar
konsep yang lebih baik. Sebaliknya siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
abstrak rendah dimungkinkan kurang memahami konsep-konsep materi laju reaksi
yang bersifat abstrak yang diterima saat pembelajaran dengan menggunakan
laboratorium real dan virtual, sehingga siswa mengalami kesulitan saat
menganalisis, menumukan dan menghubungkan antar konsep. Diduga ada
perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
abstrak tinggi dan rendah.
4. Interaksi antara pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL)
menggunakan dengan laboratorium real dan virtual dengan kemampuan
matematik terhadap prestasi belajar siswa pada materi laju reaksi.
Siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi lebih membutuhkan
suatu media permbelajaran yang sesuai untuk lebih mengasah kemampuannya
tersebut. Pembelajaran dengan media laboratorium real dan virtual merupakan
salah satu media yang tepat untuk memfasilitasi siswa dengan karakteristik
tersebut di atas. Hal ini disebabkan prinsip dasar dari media pembelajaran dengan
menggunakan laboratorium real dan virtual menekankan pada pengalaman-
pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk dapat menemukan konsep-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
konsep ataupun membuktikan konsep-konsep dan prinsip melalui proses
praktikum sehingga dapat menghubungkan pengetahuan yang diterima dengan
pengetahuan awal yang dimiliki, sementara itu karateristik materi laju reaksi
merupakan materi yang bersifat hitungan.
Siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi lebih cocok
menggunakan media laboratorium virtual daripada menggunakan media
laboratorium real karena mereka ingin memperoleh pengetahuannya dengan
menemukan konsep-konsep dan membuktikan konsep-konsep materi laju reaksi.
Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah membutuhkan
media atau cara untuk mengikat pengetahuannya dalam menemukan konsep-
konsep materi laju reaksi yang bersifat hitungan melalui pengamatan secara
langsung terhadap benda-benda yang nyata. Sehingga siswa yang memiliki
kemampuan matematik kemungkinan hasil belajarnya lebih baik daripada siswa
yang memiliki kemampuan matematik tinggi ketika menggunakan media
laboratorium real.
Berdasarkan uraian diatas diduga bahwa terdapat interaksi antara metode
Problem-based Learning (PBL) dengan menggunakan media laboratorium real
dan virtual dengan kemampuan matematik terhadap prestasi belajar kognitif
siswa. Siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi dengan media
laboratorium virtual mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi daripada siswa
yang mempunyai kemampuan matematik tinggi dengan media laboratorium real,
sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah dengan media
laboratorium real mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi daripada siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
yang mempunyai kemampuan matematik rendah dengan media laboratorium
virtual.
5. Interaksi antara pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL)
menggunakan dengan laboratorium real dan virtual dengan kemampuan
berpikir abstrak terhadap prestasi belajar siswa pada materi laju reaksi.
Kemampuan bersifat abstrak memiliki peran penting dalam proses
pembelajaran. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak tinggi lebih
cocok menggunakan media laboratorium virtual daripada menggunakan media
laboratorium real, karena mereka ingin memperoleh pengetahuannya dengan
menemukan konsep-konsep dan membuktikan konsep-konsep materi laju reaksi
yang bersifat abstrak yang kemudian dikonkretkan dalam bentuk audio dan visual
melalui pengamatan secara tidak langsung. Sedangkan siswa yang memiliki
kemampuan berpikir abstrak rendah membutuhkan media atau cara untuk
mengikat pengetahuannya dalam menemukan konsep-konsep materi laju reaksi
yang bersifat abstrak melalui pengamatan secara langsung terhadap benda-benda
yang nyata. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah
kemungkinan hasil belajarnya lebih baik daripada siswa yang memiliki
kemampuan berpikir abstrak tinggi ketika menggunakan media laboratorium real.
Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah
membutuhkan media atau cara untuk mengikat pengetahuannya dalam
menemukan konsep-konsep materi laju reaksi yang bersifat hitungan melalui
pengamatan secara langsung terhadap benda-benda yang nyata. Sehingga siswa
yang memiliki kemampuan berpikir abstrak kemungkinan hasil belajarnya lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
baik daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak tinggi ketika
menggunakan media laboratorium real.
Dengan demikian, diduga terdapat interaksi antara metode Problem-based
Learning (PBL) dengan menggunakan media laboratorium real dan virtual
dengan kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar kognitif siswa.
Siswa yang mempunyai kemampuan berpikir abstrak tinggi dengan media
laboratorium virtual mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi daripada
dengan media laboratorium real, sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan
berpikir abstrak rendah dengan media laboratorium real mempunyai prestasi
belajar yang lebih tinggi daripada dengan media laboratorium virtual.
6. Interaksi kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak
siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi laju reaksi.
Guru perlu memperhatikan kemampuan matematik dan kemampuan
berpikir yang merupakan faktor internal yang berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa. Kemampuan matematik dan berpikir abstrak mempunyai kontribusi
yang cukup besar terhadap prestasi belajar siswa, karena siswa yang mempunyai
kemampuan matematik dengan berpikir abstrak tinggi akan lebih mudah
memahami dan menganalisis konsep daripada siswa yang mempunyai
kemampuan matematik dengan berpikir abstrak rendah.
Siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi tentu saja tidak
terlepas dari kemampuannya mengabstraksikan sesuatu, demikian juga tingkat
abstrak yang tinggi tanpa didukung oleh kemampuan matematik atau tidak
memiliki kemampuan matematik yang tinggi, maka prestasi belajarnya belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
tentu akan maksimal begitu juga siswa yang kemampuan berpikir abstraknya
rendah namun memiliki kemampuan matematik yang tinggi akan menunjukan
bahwa siswa tersebut belum tentu memiliki prestasi belajar yang tinggi. Oleh
karena itu, kemampuan berpikir abstrak dan kemampuan matematik yang dimiliki
siswa dapat saling mendukung dalam memberikan kontribusi yang positif
terhadap prestasi belajar siswa, dengan demikian diduga bahwa ada interaksi
antara kemampuan matematik dengan kemampuan berpikir abstrak siswa terhadap
prestasi kognitif siswa pada materi laju reaksi.
7. Interaksi Interaksi antara pembelajaran metode Problem-based Learning
(PBL) menggunakan dengan laboratorium real dan virtual dengan
kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi
belajar siswa.
Materi laju reaksi merupakan materi yang membutuhkan penguasaan
konsep, menerapkan konsep, mengklasifikasi, analisis dan mensintesiskan
informasi dalam upaya menyelesaikan masalah sehari-hari yang bersifat multi
aspek. Mempelajari materi laju reaksi ini diperlukan metode pembelajaran yang
mampu membangun pengetahuan diantaranya metode PBL menggunakan dengan
laboratorium real dan virtual dengan memperhatikan kemampuan matematik dan
kemampuan berpikir abstrak.
Siswa yang memiliki kemampuan matematik dan berpikir abstrak tinggi
pada saat pembelajaran dengan laboratorium virtual diduga hasil belajarnya lebih
baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan matematik dan
berpikir abstrak rendah. Hal ini dikarenakan pembelajaran dengan laboratorium
virtual membutuhkan kemampuan untuk menemukan konsep-konsep dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
membuktikan konsep-konsep materi laju reaksi yang bersifat hitungan melalui
pengamatan secara tidak langsung. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan
matematik dan berpikir abstrak rendah lebih baik menggunakan media
laboratorium real dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang memiliki kemampuan
matematik dan berpikir abstrak rendah kemungkinan hasil belajarnya lebih baik
daripada siswa yang memiliki kemampuan matematik dan berpikir abstrak tinggi
ketika menggunakan media laboratorium real. Dari pemikiran tersebut diduga
terdapat interaksi antara pembelajaran metode PBL menggunakan dengan
laboratorium real dan virtual dengan kemampuan matematik dan kemampuan
berpikir abstrak terhadap prestasi belajar.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan dalam
penelitian ini, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan prestasi belajar siswa yang menggunkan metode Problem-
based Learning (PBL) dengan laboratorium real maupun virtual.
2. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai kemampuan
matematik tinggi dan rendah.
3. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai kemampuan
berpikir abstrak tinggi dan rendah.
4. Ada interaksi antara pembelajaran yang menggunakan metode Problem-based
Learning (PBL) dengan laboratorium real dan virtual dengan kemampuan
matematik terhadap prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
5. Ada interaksi antara pembelajaran dengan menggunakan metode Problem-
based Learning (PBL) dengan laboratorium real dan virtual dengan
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar siswa.
6. Ada interaksi kemampuan matematik tinggi dan rendah dan kemampuan
berpikir abstrak tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
7. Ada interaksi Interaksi antara pembelajaran dengan menggunakan metode
Problem-based Learning (PBL) dengan laboratorium real dan virtual dengan
kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi
belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tahapan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai dengan
bulan Juli 2012 semester satu (ganjil) Tahun pelajaran 2011/2012 di kelas XI IPA
SMA N 1 Karanganyar dengan waktu tahapan penelitian ditunjukan Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan B u l a n
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
Proposal penelitian
Permohonan ijin
Pembuatan dan uji instrumen
Pengambilan data penelitian
Analisis Data Penelitian
Penyusunan laporan &
konsultasi
Ujian
Berdasarkan Tabel 3.1. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara bertahap.
Adapun tahap-tahap pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Tahap persiapan, meliputi pengajuan judul tesis, permohonan pembimbing,
pembuatan proposal, perizinan penelitian, dan konsultasi instrumen penelitian.
b. Tahap penelitian, yaitu semua kegiatan yang dilaksanakan di tempat
penelitian, meliputi uji instrumen penelitian dan pengambilan data yang
disesuaikan dengan alokasi waktu penyampaian materi laju reaksi.
c. Tahap penyelesaian, yaitu meliputi pengolahan data dan penyusunan tesis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen (experimental research). Dalam penelitian ini ada dua kelompok,
kelompok pertama diberi perlakuan dengan metode Problem-based Learning
(PBL) dengan menggunakan laboratorium real dan kelompok kedua diberi
perlakuan dengan metode Problem-Based Learning (PBL) dengan menggunakan
laboratorium virtual. Untuk kelompok pertama dan kelompok kedua diasumsikan
sama dalam semua segi yang relevan dan hanya berbeda dalam penggunaan media
pembelajaran, kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak.
Suatu penelitian yang baik diperlukan rancangan yang baik dan tepat, baik
sasaran penelitian, instrumen penelitian, serta faktor-faktor yang mungkin akan
mempengaruhi hasil penelitian yang dilakukan, artinya penelitian ini diharapkan
tidak menimbulkan kerancuan dan masalah dalam penetapan kesimpulan yang
diperoleh dari hasil penelitian benar-benar menggambarkan apa adanya tidak
dibuat-buat atau dimanipulasi. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian eksperimen kuasi (quasi experimental research). Dalam
penelitian ini ada dua kelompok, kelompok pertama diberi perlakuan dengan
metode Problem-based Learning (PBL) dengan menggunakan laboratorium real
dan kelompok kedua diberi perlakuan dengan metode Problem-based Learning
(PBL) dengan menggunakan laboratorium virtual. Berkaitan dengan hal tersebut
maka rancangan data penelitian ini dapat disajikan dalam desain faktorial 2x2x2
seperti tabel 3.2. sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Tabel. 3.2. Rancangan Analisis Penelitian
Metode PBL (A)
Lab Real (A1) Lab Virtual (A2)
KM.
Matematik
Tinggi
(B1)
KM.
Matematik
Rendah
(B2)
KM.
Matematik
Tinggi
(B1)
KM.
Matematik
Rendah
(B2)
Kemampuan
Berpikir
Abstrak (C)
Tinggi
(C1) A1B1C1 A1B2C1 A2B1C1 A2B2C1
Rendah
(C2) A1B1C2 A1B2C2 A2B1C2 A2B2C2
Keterangan:
A = Metode pembelajaran
B = Kemampuan matematik
C = Kemampuan berpikir abstrak
A1B1C1 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi dan
kemampuan berpikir abstrak tinggi yang diperlakukan dengan
metode Problem-based Learning (PBL) menggunakan laboratorium
real.
A1B1C2 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi dan
kemampuan berpikir abstrak rendah yang diperlakukan dengan
metode Problem-based Learning (PBL) menggunakan laboratorium
real.
A1B2C1 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah dan
kemampuan berpikir abstrak tinggi yang diperlakukan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
metode Problem-based Learning (PBL) menggunakan laboratorium
real.
A1B2C2 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah dan
kemampuan berpikir abstrak rendah yang diperlakukan dengan
metode Problem-based Learning (PBL) menggunakan laboratorium
real.
A2B1C1 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi dan
kemampuan berpikir abstrak tinggi yang diperlakukan dengan
metode Problem-based Learning (PBL) menggunakan laboratorium
virtual.
A2B1C2 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi dan
kemampuan berpikir abstrak rendah yang diperlakukan dengan
metode Problem-based Learning (PBL) menggunakan laboratorium
virtual.
A2B2C1 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah dan
kemampuan berpikir abstrak tinggi yang diperlakukan dengan
metode Problem-based Learning (PBL) menggunakan laboratorium
virtual.
A2B2C2 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah dan
kemampuan berpikir abstrak rendah yang diperlakukan dengan
metode Problem-based Learning (PBL) menggunakan laboratorium
virtual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMAN 1
Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik Cluster Random Sampling. Teknik ini
menghendaki adanya kelompok-kelompok dalam pengambilan sampel
berdasarkan atas kelompok-kelompok yang ada dalam populasi. Masing-masing
kelas dari keseluruhan kelas XI IPA dipandang sebagai kelompok-kelompok yang
akan dipilih dua kelas secara random (acak) untuk dijadikan sebagai kelompok
sampel. Setelah diundi secara acak, terpilihlah kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3
sebagai kelompok sampel dalam penelitian ini. Kelas XI IPA 2 diberikan
perlakuan menggunakan media laboratorium virtual dan pada siswa kelas XI IPA
3 diberikan perlakuan menggunakan media laboratorium real.
Pengambilan data hasil prestasi MID semester sebelumnya pada kedua
kelas diperlukan untuk menguji kesamaan rerata, agar hasil eksperimen benar-
benar akibat dari perlakuan yang dibuat, bukan karena pengaruh yang lain. Untuk
menguji kesamaan rerata kedua kelompok sampel digunakan uji t (t-test) dua
pihak. Adapun langkah-langkah uji t dua pihak adalah sebagai berikut:
1. Penentukan Hipotesis
Adapun hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = Tidak ada perbedaan kemampuan awal yang signifikan antara siswa
kelompok eksperimen satu dengan kemampuan awal siswa kelompok
eksperimen dua sebelum diberikan perlakuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
H1 = Ada perbedaan kemampuan awal yang signifikan antara siswa
kelompok eksperimen satu dengan kemampuan awal siswa kelompok
eksperimen dua sebelum diberikan perlakuan.
2. Uji Statistik
Statistik uji t untuk mengetahui kesamaan rata-rata nilai kelas XI IPA 2
dan XI IPA 3 terlebih dahulu keputusannya didasarkan pada uji normalitas dan
homogenitas pada kedua sampel. Uji statistic yang digunakan adalah uji t-
matching, Uji normalitas dan homogenitas menggunakan SPSS 18 menunjukan
kedua sampel tidak normal dan homogen. Sehingga dilakukan perhitungan Uji t
independent samples test (equal variances assumed) didapatkan t hitung < t tabel
(0,89 < 1,99). Hal ini dapat diartikan bahwa Ho diterima atau Ha ditolak (tidak
terdapat perbedaan prestasi belajar antara kedua sampel yang akan digunakan
sebagai kelas eksperimen.
Tabel 3.3. Data uji T (equal Variances Assumed)
T tabel > T hitung Keputusan Ho Kesimpulan
1,99 > 0,89 diterima
Tidak ada perbedaan
Berdasarkan data di atas, dapat dinyatakan bahwa pada kelas XI IPA 2 dan
XI IPA 3 mempunyai keadaan awal yang sama. Sehingga dapat digunakan
sebagai kelas sampel dalam penelitian untuk mengetahui apakah penggunaan
metode yang berbeda dapat memberikan pengaruh pada pencapaian hasil belajar
siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini sebagai variabel bebas yaitu metode
pembelajaran, kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak. Variabel
terikat terdiri dari prestasi belajar ranah kognitif dengan aspek afektif.
1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas adalah objek pengamatan pada penelitian yang sengaja
direncanakan pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Variabel bebas pada
penelitian ini adalah pembelajaran kimia dengan metode Problem-based Learning
(PBL) menggunakan laboratorium real dan virtual. Pembelajaran kimia dengan
metode Problem-based Learning (PBL) adalah merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang
dihadapi secara ilmiah. Media pembelajaran adalah suatu alat perantara yang
digunakan dalam menyampaikan pesan, informasi atau materi dari sumber kepada
siswa dalam suatu proses pembelajaran. Media yang digunakan dalam
pembelajaran adalah media laboratorium real dan virtual.
b. Variabel Moderator
Variabel Moderator pada penelitian ini adalah kemampuan matematik dan
kemampuan berpikir abstrak siswa, yang dibatasi pada kemampuan matematik
tinggi dan kemampuan matematik rendah dan kemampuan berpikir abstrak siswa
tinggi dan rendah. Kemampuan matematik adalah adalah kemampuan untuk
memahami dan menelaah struktur abstrak, perubahan, dan ruang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
menggunakan logika simbolik dan notasi matematik mengenai bilangan dan angka
yang dapat didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan
simbol dan padat. Sedangkan Kemampuan berpikir abstrak adalah kemampuan
seorang untuk berpikir logis menggunakan simbol-simbol tertentu, terutama
dalam memecahkan masalah dengan fasilitas verbal, dan lambang-lambang
bilangan yang dimiliki.
c. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi (hasil) belajar kimia
untuk materi laju reaksi. Prestasi belajar yang dimaksud disini adalah hasil yang
diperoleh sebagai akibat dari proses pembelajaran dikelas pada materi laju reaksi,
yang mengakibatkan perubahan diri siswa yang disimbolkan dalam bentuk nilai.
Prestasi belajar dalam penelitian ini adalah aspek kognitif aspek afektif. Aspek
kognitif adalah domain belajar yang dapat dilihat melalui kemampuan berpikir,
termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, dan mengaplikasi.
Sementara, aspek afektif adalah perilaku yang tercermin dalam bentuk bahasa
tubuh yang merupakan aktualisasi pengalaman, minat, sikap, nilai, konsep diri,
dan moral seseorang yang muncul saat terjadi proses interaksi.
2. Skala Pengukuran dari Variabel Penelitian
Variabel metode pembelajaran berupa metode Problem-based Learning
(PBL) menggunakan laboratorium real dan laboratorium virtual berskala nominal.
Variabel kemampuan matematik dan kemampuan berfikir abstrak berskala
pengukuran ordinal, yang dibedakan menjadi kategori tinggi dan rendah untuk
kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak. Perbedaan kategori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
untuk kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak siswa ini
berdasarkan skor rata-rata kedua kelas. Siswa dengan perolehan skor sama dan di
atas rata-rata dimasukkan dalam kategori tinggi, sedangkan siswa dengan
perolehan skor di bawah rata-rata dimasukkan dalam kategori rendah.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Instrumen pelaksanaan pembelajaran
Pada penelitian ini penulis menggunakan Silabus yang dapat dilihat pada
Lampiran 1, Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP) pada Lampiran 2, dan
Lembar Kerja Siswa. Instrumen ini digunakan ketika penelitian dilaksanakan.
Untuk menjamin validitas isi instrumen pelaksanaan penelitian ini, dapat
dilakukan dengan menyusun kisi-kisi dan mendiskusikannya dengan ahli.
2. Instrumen Pengambilan Data
Dalam pengambilan data instrumen yang digunakan adalah tes prestasi
belajar ranah kognitif yang dapat dilihat pada Lampiran 19 dan angket prestasi
belajar ranah afektif pada Lampiran 24, tes kemampuan matematik siswa pada
Lampiran 8, dan tes kemampuan berpikir abstrak siswa pada Lampiran 14.
Instrumen pada variabel terikat yang akan digunakan untuk mengambil data
penelitian harus diujicoba terlebih dahulu dengan uji validitas dan reliabilitas
untuk mengetahui kualitas item soal tes maupun angket. Sedangkan instrumen
pada variabel moderator, untuk menjamin validitas isi instrumen dilakukan
dengan menyusun kisi-kisi dan mendiskusikannya dengan ahli terkait kesesuaian
teori yang dijadikan sebagai acuan dengan komponen dan indikator item yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
akan diujikan. Instrumen diujikan langsung pada sampel untuk mengetahui
apakah instrumen yang disusun sudah bisa mengkategorikan sampel (tinggi-
rendah).
F. Teknik Pengumpulan Data
Adapun sumber data penelitian ini disusun relevan dengan variabel
penelitian dan metode pengumpulan data. Instrumen yang digunakan untuk
pengambilan data prestasi belajar ranah kognitif, kemampuan matematik,
kemampuan berpikir abstrak berupa tes. Sedangkan untuk mengukur prestasi
ranah afektif siswa menggunakan angket yang dilengkapi rubrik penilaian.
1. Metode Tes
Metode tes digunakan untuk mendapatkan data nilai prestasi belajar
kognitif, data kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak siswa. Tes
yang digunakan dalam pengukuran kemampuan matematik siswa, tes kemampuan
berfikir abstrak dan prestasi belajar adalah tes objektif berbentuk pilihan dengan
menyilang ( X ) pengkodean jawaban yang benar (satu jawaban benar).
2. Metode Angket
Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui berbagai hal yang
berkaitan dengan proses belajar mengajar pada materi pokok laju reaksi. Angket
diberikan pada akhir penelitian. Jenis angket yang digunakan adalah angket
tertutup. Responden atau siswa memberikan jawabannya dengan memilih salah
satu jawaban yang telah tersedia di dalam angket. Penyusunan angket diawali
dengan pembuatan kisi-kisi angket. Konsep alat ukur tersebut berisi variabel dan
indikator yang disusun sesuai dengan tujuan penilaian angket. Indikator yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
disusun kemudian dijadikan sebagai acuan untuk membuat item-item yang tertulis
di dalam angket.
Penyusunan angket menggunakan skala Likert yaitu dengan
menggunakan rentang mulai dari pernyataan sangat positif sampai pernyataan
sangat negatif. Pemberian skor untuk angket keterampilan metakognitif digunakan
skala 1 sampai 4, untuk item yang mengarah jawaban positif, pemberian skornya
sebagai berikut: skor 4 untuk jawaban sangat setuju (SS), skor 3 untuk jawaban
setuju (S), skor 2 untuk jawaban tidak setuju (TS), dan skor 1 untuk jawaban
sangat tidak setuju (STS). Sementara untuk item yang mengarah jawaban negatif,
pemberian skornya sebagai berikut: skor 4 untuk jawaban sangat tidak setuju
(STS), skor 3 untuk jawaban tidak setuju (TS), skor 2 untuk jawaban setuju (S),
dan skor 1 untuk jawaban sangat setuju (SS) (Depdiknas, 2003: 20).
G. Uji Coba Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian perlu diuji coba terlebih
dahulu pada kelas yang tidak digunakan untuk penelitian. Uji coba ini dilakukan
untuk mengetahui apakah instrumen tersebut telah memenuhi persyaratan
instrumen yang baik, diantaranya instrumen yang baik dan reliabel, serta untuk
mengetahui kualitas instrumen tes dilakukan pula analisis soal yang meliputi
tingkat kesukaran dan daya pembeda. Pada penilaian kognitif menggunakan tes
obyektif, soal pilihan ganda dengan lima pilihan. Skala penilaian menggunakan
skala 100, dengan penilaian jawaban benar dibagi jumlah soal kemudian dikalikan
dengan 100. Sebelum diigunkan dalam penelitian, instrumen penilaian kognitif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
diuji cobakan terlebih dahulu untuk menguji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran
dan daya pembeda soal.
1. Instrumen Penilaian Prestasi Kognitif
Instrumen yang akan digunakan dalam penilaian kognitif menggunakan tes
obyektif, soal pilihan ganda dengan lima pilihan. Skala penilaian menggunakan
skala 100, dengan penilaian jawaban benar dibagi jumlah soal kemudian dikalikan
dengan 100. Sebelum diigunkan dalam penelitian, instrumen penilaian kognitif
diuji cobakan terlebih dahulu untuk menguji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran
dan daya pembeda soal.
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen akan dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen tes dikatakan valid
apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Validitas yang diuji dalam
penelitian ini adalah validitas item atau validitas butir. Validitas item adalah
ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebuah butir item. Pada validitas item
sebuah item dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor
total. Dalam penelitian ini salah satu bentuk soal yang digunakan adalah bentuk
soal pilihan ganda. Pada bentuk soal pilihan ganda skor terhadap jawaban setiap
soal atau item hanya terdiri atas angka 1 jika siswa menjawab benar dan angka 0
jika siswa menjawab salah.
Menurut Suharsimi (2006: 283) menyebutkan bahwa point biserial
corellation atau korelasi point biserial digunakan apabila untuk mengetahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
korelasi antara dua variabel yaitu variabel kontinu sedangkan yang lain variabel
diskrit murni. Rumus perhitungan koefisien korelasi point biserial yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut :
rpbis =
√
Keterangan :
rpbis : koefisien korelasi point biserial
Mp : rerata skor dari subyek yang menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya
Mt : rerata skor total
St : standar deviasi dari skor total
p : proporsi siswa yang menjawab benar
q : proporsi siswa yang menjawab salah
Kriteria pengujian
Kriteria item dinyatakan valid jika rxy > rtabel
Kriteria item dinyatakan tidak valid jika rxy ≤ rtabel
Kriteria validitas suatu tes (rxy) adalah sebagai berikut :
0,81 ─ 1,00 : Sangat Tinggi (ST)
0,60 ─ 0,80 : Tinggi (T)
0,41 ─ 0,60 : Cukup (C)
0,21 ─ 0,40 : Rendah (R)
0,00 ─ 0,20 : Sangat Rendah (SR)
(Sumber: Suharsimi Arikunto, 2008: 75 )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas instrumen menggambarkan pada kemantapan dan keajegan
alat ukur yang digunakan. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas atau
keajegan yang tinggi jika dapat diandalkan (dependability) dan dapat digunakan
untuk meramalkan (predictability). Dengan demikian, Suatu instrumen dikatakan
mempunyai taraf reliabilitas yang tinggi jika memberikan hasil yang sama saat
dilakukan pengukuran kembali pada subyek yang berlainan dan waktu yang
berbeda. Oleh karena itu, pengujian reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana konsistensi atau keajegan hasil pengukuran yang
digunakan. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
yang tidak bersifat tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih
jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang
sesuai dengan kondisi sesungguhnya.
Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes dan angket.
Rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen yang berbentuk tes
berbeda dengan instrumen bentuk angket. Uji coba instrumen dalam penelitian ini
menggunakan reliabilitas internal, yaitu dengan cara menganalisis data dari satu
kali pengetesan. Rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas intrumen tes
prestasi kogntif adalah KR-20, yaitu:
rtt = (
)
]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Keterangan :
: koefisien realibilitas
n : jumlah item
S : deviasi standar
p : indeks kesukaran
q : 1-p
Kriteria reliabilitas adalah sebagai berikut :
0,91 ─ 1,00 : Sangat Tinggi (ST)
0,71 ─ 0,90 : Tinggi (T)
0,41 ─ 0,70 : Cukup (C)
0,21 ─ 0,40 : Rendah (R)
Negatif ─ 0,20 : Sangat Rendah (SR)
( Sumber: Masidjo, 2007: 233)
c. Uji Taraf Kesukaran Butir Soal
Soal yang baik untuk digunakan sebagai alat ukur adalah soal yang
mempunyai derajat kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sulit
dan tidak terlalu mudah. Derajat kesukaran soal dapat ditunjukkan dengan indeks
kesukaran, yaitu bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal.
Indeks kesukaran soal dihitung dengan menggunakan persamaan:
IK =
Keterangan :
IK : indeks kesukaran
B : jumlah jawaban yang benar yang diperoleh siswa dari suatu
item
N : kelompok siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
skor maksimal : besarnya skor yang dituntut oleh suatu jawabab benar dari
suatu item
N x skor maksimal : jumlah jawaban yang benar yang harus diperoleh dari suatu
item
Klasifikasi indeks kesukaran adalah sebagai berikut:
0,71 ─ 1,00 : Mudah (M)
0,31 ─ 0,70 : Sedang (Sd)
0,00 ─ 0,30 : Sukar (Sk)
(Sumber: Suharsimi Arikunto, 2008: 210)
Uji taraf kesukaran hanya diujikan pada instrumen yang berbentuk tes
karena instrumen tes ini akan digunakan untuk mengukur kemampuan siswa.
Dengan demikian, perlu adanya gambaran dari hasil uji taraf kesukaran ini untuk
mengetahui distribusi tingkat kesukaran soal. Suatu instrumen tes dikatakan
memiliki distribusi tingkat kesukaran soal yang baik jika soal dengan kategori
sedang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan soal kategori sulit dan
mudah.
d. Uji Daya Pembeda Butir Soal
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai
(berkemampuan rendah). Dalam hal ini siswa yang pandai memperoleh skor yang
lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang kurang pandai. Para pengikut
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas berkemampuan tinggi dan
kelompok bawah berkemampuan rendah. Masing-masing kelompok diambil 27%
dari pengikut secara keseluruhan. Daya pembeda dihitung dengan persamaan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Persamaan diatas merupakan persamaan untuk menentukan daya pembeda
atau indeks diskriminasi soal yang dinyatakan dengan DP. DP atau daya pembeda
merupakan perbandingan antara jumlah jawaban benar pada kelompok atas (BA)
dengan jumlah pengikut pada kelompok atas (NA), dikurangi dengan
perbandingan antara jumlah jawaban benar pada kelompok bawah (BB) dengan
jumlah pengikut pada kelompok bawah (NB).
Daya pembeda soal dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
0,71 – 1,00 = baik sekali (exellent);
0,41 – 0,70 = baik (good);
0,21 – 0,40 = cukup (satisfactory);
0,00 – 0,20 = jelek (poor);
Negatif = tidak baik (butir soal dibuang)
(Sumber: Suharsimi Arikunto, 2008: 218)
2. Instrumen Penilaian Prestasi Afektif
Instrumen penilaian sikap yang akan digunakan dalam penelitian ini
berupa angket. Jenis angket yang digunakan adalah angket langsung dan sekaligus
menyediakan alternatif jawaban. Siswa memberikan jawaban yang dengan
memilih salah satu jawaban yang telah disediakan. Penyusunan item-item angket
berdasarkan indikator yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemberian skor
menggunakan skala 1 sampai 4. Sebelum digunakan untuk mengambil data
penelitian, instrumen tersebut diuji terlebih dahulu dengan uji validitas dan
realibilitas untuk mengetahui kualitas angket.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Instrumen penilaian sikap yang akan digunakan dalam penelitian ini
berupa angket. Jenis angket yang digunakan adalah angket langsung dan sekaligus
menyediakan alternatif jawaban. Siswa memberikan jawaban yang dengan
memilih salah satu jawaban yang telah disediakan. Penyusunan item-item angket
berdasarkan indikator yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemberian skor
menggunakan skala 1 sampai 4. Sebelum digunakan untuk mengambil data
penelitian, instrumen tersebut diuji terlebih dahulu dengan uji validitas dan
realibilitas untuk mengetahui kualitas angket.
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen akan dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang diinginkan. Teknik yang digunakan untuk
menentukan validitas butir angketnya adalah menggunakan teknik korelasi rumus
Product-Moment dari Pearson dengan rumus sebagai berikut:
Untuk menghitung validitas butir soal angket digunakan rumus product
moment sebagai berikut:
rxy =
√
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi suatu butir soal (koefisien validitas)
X : hasil pengukuran suatu tes yang ditentukan validitasnya
Y : kriteria yang dipakai
N : jumlah subyek
Kriteria item dinyatakan valid jika rxy > rtabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Kriteria item dinyatakan tidak valid jika rxy ≤ rtabel
Kriteria validitas suatu tes (rxy ) adalah sebagai berikut:
0,81 ─ 1,00 : Sangat Tinggi (ST)
0,60 ─ 0,80 : Tinggi (T)
0,41 ─ 0,60 : Cukup (C)
0,21 ─ 0,40 : Rendah (R)
0,00 ─ 0,20 : Sangat Rendah (SR)
(Sumber: Suharsimi Arikunto, 2008: 75 )
b. Uji Reliabilitas
Digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran dapat memberikan
hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali kepada subyek
yang sama. Untuk mengetahui tingkat realibilitas suatu butir soal yang
menghendaki gradualisasi penilaian digunakan penilaian rumus alpha (digunakan
untuk mencari realibilitas yang skornya bukan 1 atau 0) yaitu sebagai berikut:
rtt = α =
2
2
11
t
i
S
S
N
N
Keterangan:
rtt : koefisien realibilitas instrumen
N : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
ΣSi2 : jumlah kuadrat S tiap-tiap item
St2
: kuadrat dari S total keseluruhan item dimana St = 221 XXN
N
Kriteria reliabilitas adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
0,91 ─ 1,00 : Sangat Tinggi (ST)
0,71 ─ 0,90 : Tinggi (T)
0,41 ─ 0,70 : Cukup (C)
0,21 ─ 0,40 : Rendah (R)
Negatif ─ 0,20 : Sangat Rendah (SR)
(Sumber: Masidjo, 2007: 209-239)
3. Hasil Uji Coba Instrumen
Berdasarkan hasil uji coba instrumen yang dilaksanakan, maka dapat
diperoleh hasil validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda untuk
instrumen dalam bentuk tes untuk prestasi kognitif, kemampuan matematika,
kemampuan berpikir abstrak dan angket untuk prestasi belajar afektif.
a. Hasil Uji Validitas Instrumen
Hasil analisis uji validitas instrumen untuk prestasi kognitif, kemampuan
matematika, kemampuan berpikir abstrak dan angket untuk prestasi belajar afektif
dapat dilihat pada Tabel 3.4. Hasil analisis dengan software Ms. Excel 2007 dapat
dilihat di Lampiran 27-30.
Tabel 3.4. Hasil Validitas Instrumen
Instrumen Jumlah
Soal Valid Invalid No item Invalid
Prestasi Kognitif 30 23 7 4, 13, 17, 21, 23, 28, 30
Kemampuan Matematika 25 19 6 3, 6, 13, 15, 18, 23
Kemampuan Berpikir Abstrak 25 19 6 2, 8, 9, 13, 17, 23
Angket Afektif 50 37 13
5, 8, 9, 21, 24, 26, 30, 36,
37, 39, 45, 46, 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Dari hasil analisis uji validitas diatas menunjukan bahwa untuk instrumen
tes prestasi belajar kognitif dengan jumlah soal 30 terdapat 23 soal valid dan 7
soal yang tidak valid. Semua soal yang valid pada instrumen tes prestasi belajar
kognitif akan dipakai untuk penelitian. Sebanyak 5 soal yang tidak valid yaitu
nomor 4, 17, 21, 28, dan 30 tidak dipakai untuk penelitian. Kemudian 2 soal yang
tidak valid lainnya yaitu nomor 13 dan 23 direvisi dan dipakai untuk penelitian
dengan memperbaiki format kebahasaan dan memperhatikan kompleksitas soal,
sehingga jumlah soal yang dipakai untuk pengambilan data penelitian sebanyak
25 soal tes prestasi kognitif.
Pada tes kemampuan matematik dengan jumlah soal 25 terdapat 19 soal
valid dan 6 soal yang tidak valid. Semua soal yang valid pada instrumen tes
kemampuan matematik akan dipakai untuk penelitian. Sebanyak 5 item soal yang
tidak valid yaitu nomor 2, 5, 13, 18, dan 23 tidak dipakai untuk penelitian.
Sedangkan 1 soal yang valid lainnya yaitu nomor 15 direvisi dan dipakai untuk
penelitian dengan memperbaiki format kebahasaan dan memperhatikan
kompleksitas soal, sehingga jumlah soal yang dipakai untuk pengambilan data
penelitian sebanyak 20 soal tes kemampuan matematik.
Pada tes kemampuan berpikir abstrak dengan jumlah soal 25 terdapat 19 soal
valid dan 6 soal yang tidak valid. Semua soal yang valid pada instrumen tes
kemampuan matematik akan dipakai untuk penelitian. 5 item soal yang tidak valid
yaitu nomor 2, 6, 9, 13, dan 23 tidak dipakai untuk penelitian, sedangakan 1 item
soal direvisi yaitu nomor 17 direvisi dan dipakai untuk penelitian dengan
memperbaiki format kebahasaan dan memperhatikan kompleksitas soal, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
jumlah soal yang dipakai untuk pengambilan data penelitian sebanyak 20 soal tes
kemampuan berfikir abstrak. Sedangkan untuk angket penilaian afektif, soal yang
invalid direvisi semua karena mewakili indikator penilaian.
b. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Hasil analisis uji reliabilitas instrumen untuk prestasi kognitif, kemampuan
matematika, kemampuan berpikir abstrak dan angket untuk prestasi belajar afektif
dapat dilihat pada Tabel 3.5. Hasil analisis dapat dilihat di Lampiran 27-30.
Tabel 3.5. Hasil Reliabilitas Instrumen
Instrumen Reliabilitas Kriteria
Prestasi Kognitif
Kemampuan Matematika
Kemampuan Berpikir Abstrak
Angket Afektif
0,807
0,736
0,766
0,798
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Dari hasil analisis tersebut untuk instrumen prestasi belajar kognitif
dengan nilai reliabilitas 0,807 kriteria tinggi dan untuk prestasi belajar afektif
memiliki reliabilitas 0,798. Untuk instrumen kemampuan matematika dengan nilai
reliabilitas 0,736 kriteria tinggi dan kemampuan berpikir abstrak dengan nilai
reliabilitas 0,766 juga berkriteria tinggi. Dapat disimpulkan bahwa soal-soal
tersebut akan memberikan hasil yang relatif sama jika dilakukan pengukuran
kembali pada subyek yang berbeda pada waktu yang berlainan.
c. Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen
Hasil analisis uji taraf kesukaran instrumen untuk prestasi kognitif,
kemampuan matematika, kemampuan berpikir abstrak dapat dilihat pada Tabel
3.6. Hasil analisis dapat dilihat di Lampiran 27-30.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Tabel 3.6. Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen
Instrumen
Tes
Tingkat
Kesukaran Nomor Soal Jumlah
Prestasi
Kognitif
Sukar 7, 9, 25 3
Sedang 3, 5, 6, 8, 10, 12, 15, 17, 18, 19,
20, 21, 24, 26, 27, 29
16
Mudah 1, 4, 11, 13, 14, 16, 21, 22, 28, 30 11
Kemampuan
Matematik
Sukar 7, 25 2
Sedang 4, 8, 9, 11, 12, 16, 17, 19, 20, 24 10
Mudah 1, 2, 3, 5, 6, 10, 13, 14, 15, 18, 21,
22, 23
13
Kemampuan
Berfikir
Abstrak
Sukar 10, 20, 25 3
Sedang 4, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 14, 18, 19, 22, 24 13
Mudah 1, 2, 3, 7, 11, 13, 15, 16, 17, 21, 23 10
Tabel 3.6 menyatakan hasil uji taraf kesukaran pada instrumen tes prestasi
kognitif memiliki kriteria mudah, sedang, dan sukar. Soal yang memiliki kriteria
tingkat kesukaran sukar terdapat 3 soal yaitu soal nomor 7, 9 dan 25. Ketiga soal
tersebut dipakai untuk penelitian karena semuanya valid. Sedangkan soal dengan
kategori soal sedang yang tidak valid yaitu soal nomor 17 tidak dipakai untuk
penelitian. Kemudian soal dengan kategori mudah yang tidak valid terdapat 5 soal
yaitu soal nomor 4, 13, 23, 28, dan 30 tidak dipakai untuk penelitian, akan tetapi
untuk soal nomor 13 dan 23 direvisi dan dipakai untuk penelitian dengan
memperbaiki format kebahasaan dan memperhatikan kompleksitas soal.
Pada instrumen tes kemampuan matematik pada Tabel 3.6 yang mempunyai
tingkat kesukaran sukar terdapat 2 soal yaitu soal nomor 7 dan 25. Kedua soal
tersebut semua valid sehingga digunakan untuk penelitian. Sedangkan soal dengan
kategori sedang semuanya valid sehingga digunakan untuk penelitian. Kemudian
soal dengan kategori mudah yang tidak valid terdapat 2 soal yaitu nomor
3,6,13,15,18, dan 23, tetapi untuk soal nomor 15 direvisi dan dipakai untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
penelitian karena mewakili indikator penilaian dengan memperbaiki format
kebahasaan dan memperhatikan kompleksitas soal.
Pada instrumen tes kemampuan berpikir abstrak di atas yang mempunyai
tingkat kesukaran sukar terdapat 3 soal yaitu nomor 10, 20, 25. Ketiga soal
tersebut semuanya valid sehingga digunakan untuk penelitian. Sedangkan soal
dengan kategori sedang yang tidak valid yaitu nomor 9 sehingga soal tersebut
tidak dipakai untuk penelitian. Kemudian soal dengan kategori soal mudah yang
tidak valid adalah soal nomor 2, 7, 13, 17, 23, tetapi untuk soal nomor 17 dipakai
untuk penelitian dengan merevisinya.
d. Hasil Uji Daya Beda Instrumen
Hasil analisis uji daya beda instrumen untuk prestasi kognitif, kemampuan
matematika, kemampuan berpikir abstrak dapat dilihat pada Tabel 3.7. Hasil
analisis dapat dilihat di Lampiran 27-30.
Tabel 3.7. Hasil Uji Daya Beda Instrumen
Instrumen
Tes
Kualifikasi
Daya Beda Nomor Soal Jumlah
Prestasi
Kognitif
Jelek 17, 28, 30 3
Cukup 1, 4, 6, 10, 13, 21, 22, 23 8
Baik 2, 3, ,7, 8, 9, 11, 12, 14, 15, 16,
18, 19, 20, 24, 25, 26, 27, 29
19
Kemampuan
Matematik
Jelek 3, 13, 23 3
Cukup 1, 2, 4, 5, 6, 10, 15, 18 8
Baik 7, 8, 9, 11, 12, 14, 16, 17, 19,
20, 21, 22, 24, 25
14
Kemampuan
Berpikir
Abstrak
Jelek 7, 13 2
Cukup 1, 2, 3, 9, 15, 16, 17, 23 8
Baik 4, 5, 6, 8, 10, 11, 12, 14, 18, 19,
20, 21, 22, 24, 25
15
Tabel 3.7 menunjukkan bahwa instrumen tes prestasi kognitif dengan
kualifikasi daya beda jelek terdapat 3 soal yaitu nomor 17, 28, dan 30 dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
keseluruhan soal tes prestasi kognitif. Soal pada instrumen tes kemampuan
matematik dengan kualifikasi daya beda jelek hanya terdapat 3 soal yaitu nomor
3, 13, dan 23. Kemudian pada instrumen tes kemampuan berpikir abstrak dengan
kualifikasi daya beda jelek terdapat 2 soal yaitu nomor 7 dan 13 dari keseluruhan
soal kemampuan berpikir abstrak. Keseluruhan soal instrumen tes prestasi
kognitif, kemampuan matematik dan berpikir abstrak yang memiliki kualifikasi
daya beda jelek dan tidak valid tidak digunakan dalam penelitian.
Instrumen tes prestasi kognitif yang mempunyai daya beda cukup dan
tidak valid terdapat 4 soal yaitu nomor 4, 13, 21, dan 23. Akan tetapi, soal nomor
13 dan 23 direvisi dan dipakai untuk penelitian dengan memperbaiki format
kebahasaan dan memperhatikan kompleksitas soal. Soal pada instrumen tes
kemampuan matematik yang mempunyai daya beda cukup dan tidak valid
terdapat 3 soal yaitu nomor 6, 15, 18. Tetapi soal nomor 15 direvisi dan dipakai
untuk penelitian dengan memperbaiki format kebahasaan dan memperhatikan
kompleksitas soal. Soal pada instrumen tes kemampuan berpikir abstrak yang
mempunyai daya beda cukup dan tidak valid terdapat 3 soal yaitu nomor 2, 9, dan
17. Tetapi soal nomor 17 direvisi dan dipakai untuk penelitian dengan
memperbaiki format kebahasaan dan memperhatikan kompleksitas soal.
Sedangkan soal instrumen tes prestasi kognitif, kemampuan matematik dan
berpikir abstrak dengan kualifikasi daya beda baik semuanya dipakai untuk
penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat ini terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini digunakan untuk menyelidiki apakah data dalam
penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian yang akan dilakukan
untuk uji normalitasnya akan digunakan program PASW 18 dengan prosedur
sebagai berikut:
1) Penentuan hipotesis
Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal, dan hipotesis alternatif (H1) adalah sampel berasal dari populasi yang
tidak berdistribusi normal.
2) Penetapan uji statistik
Uji normalitas terhadap prestasi belajar aspek kognitif dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan program SPSS 18.
3) Penentuan taraf signifikansi α
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar
peluang terjadinya kesalahan analisis. Taraf signifikansi (α) yang akan digunakan
adalah 0,05 atau 5%.
4) Penetapan keputusan uji
Keputusan uji normalitas ditentukan dengan kriteria uji: H0 ditolak jika
signifikansi < 0,05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
b. Uji Homogenitas
Untuk mengetahui apakah variansi-variansi dari sejumlah populasi sama
atau tidak digunakan uji homogenitas. Pengujian yang dilakukan antara lain: uji
homogenitas kemampuan matematik, uji homogenitas kemampuan berfikir
abstrak, dan uji homogenitas media laboratorium real dan virtual terhadap prestasi
belajar yang dihitung dengan menggunakan software SPSS 18. Prosedur
pengujian adalah sebagai berikut:
1) Penentuan hipotesis
Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi yang homogen, dan
hipotesis alternatif (H1) adalah sampel berasal dari populasi yang tidak homogen.
2) Penentuan keputusan uji
Keputusan uji homogenitas ditentukan dengan kriteria uji H0 ditolak jika
nilai jika signifikansi < 0,05 dengan Taraf signifikansi (α) yang akan digunakan
adalah 0,05.
2. Uji Hipotesis
Hipotesis penelitian ini diuji dengan menggunakan uji non parametrik,
dengan tahap-tahap sebagai berikut:
a. Prosedur
Menentukan hipotesis dari analisis data penelitian, maka dapat ditentukan
H0 sebagai berikut:
1) H0A : Tidak ada perbedaan prestasi belajar siswa yang menggunakan
metode Problem-based Learning (PBL) dengan laboratorium real dan
virtual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
H1A : Ada perbedaan prestasi belajar siswa yang menggunakan metode
Problem-based Learning (PBL) dengan laboratorium real dan virtual.
2) H0B : Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai
kemampuan matematik yang tinggi dan rendah.
H1B : Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai
kemampuan matematik yang tinggi dan rendah.
3) H0C : Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai
kemampuan berpikir abstrak yang tinggi dan rendah.
H1C : Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai
kemampuan berpikir abstrak yang tinggi dan rendah.
4) H0AB : Tidak ada interaksi pembelajaran menggunakan metode Problem-
based Learning (PBL) dengan laboratorium real dan virtual dengan
kemampuan matematik terhadap prestasi belajar siswa.
H1AB : Ada interaksi pembelajaran menggunakan metode Problem-based
Learning (PBL) dengan laboratorium real dan virtual dengan kemampuan
matematik terhadap prestasi belajar siswa.
5) H0AC : Tidak ada interaksi antara pembelajaran menggunakan metode
Problem-based Learning (PBL) menggunakan laboratorium real dan virtual
dengan kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar siswa.
H1AC : Ada interaksi antara pembelajaran menggunakan metode Problem-
based Learning (PBL) menggunakan laboratorium real dan virtual dengan
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
6) H0BC : Tidak ada interaksi antara kemampuan matematik dengan
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar siswa.
H1BC : Ada interaksi antara kemampuan matematik dengan kemampuan
berfikir abstrak terhadap prestasi belajar siswa.
7) H0ABC : Tidak ada interaksi antara pembelajaran menggunakan metode
Problem-based Learning (PBL) dengan laboratorium real dan virtual
dengan kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak terhadap
prestasi belajar siswa.
H1ABC : Ada interaksi antara antara Pembelajaran menggunakan metode
Problem-based Learning (PBL) dengan laboratorium real dan virtual
dengan kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak siswa
terhadap prestasi belajar siswa.
b. Komputasi
∑ (∑
) ̅
∑ (∑
)
H =
H =
Kemudian nilai untuk 4 df dan α = 0,05 dibandingkan dengan nilai H.
Apabila H< dan (jika menurut SPSS nilai Asymp. Signifikansi > 0,05) maka Ho
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
diterima atau Ha ditolak. Apabila H> dan (jika menurut SPSS nilai Asymp.
Signifikans < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima.
R : Total nilai/total ranking/jumlah peringkat
n : Total sel/ besar sampel
N : Jumlah cacah pengamatan semua sel
N : N1 + N2 +…….+Nk
H : Statistik Kruskal-Wallis
X2 : Asimp. Sig
df : Derajad Kebebasan
Komputasi ini dilakukan untuk masing-masing hipotesis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data-data yang terkumpul pada penelitian ini meliputi: data kemampuan
matematik, data kemampuan berpikir abstrak dan data prestasi siswa. Data
tersebut diperoleh dari hasil siswa kelas XI IPA 3 dengan jumlah 37 siswa sebagai
kelas eksperimen yang diberikan perlakuan metode Problem-based Learning
(PBL) dengan media laboratorium real dan siswa kelas XI IPA 2 dengan jumlah
37 siswa sebagai kelas eksperimen yang diberikan perlakuan metode Problem-
based Learning (PBL) dengan media laboratorium virtual di SMA Negeri 1
Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012.
1. Data Kemampuan Matematik
Data ini diperoleh melalui tes kemampuan matematik siswa sebanyak 20
butir soal. Data kemampuan matematik dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu
kemampuan matematik tinggi bagi siswa yang mempunyai nilai kemampuan
matematik ≥ rata-rata nilai kemampuan matematik seluruh kelas dan kategori
kemampuan matematik rendah bagi siswa yang mempunyi nilai kemampuan
matematik ≤ rata-rata nilai kemampuan matematik seluruh kelas. Untuk
mengetahui distribusi frekuensi dan presentase siswa yang memiliki kemampuan
matematik tinggi dan rendah pada kelas yang menggunakan media laboratorium
real dan virtual, maka diperlihatkan dalam Tabel 4.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Tabel 4.1. Distribusi Data Kemampuan Matematik Tinggi dan Rendah
Kemampuan
Matematik Jumlah
Kelas Laboratorium
Real
Kelas Laboratorium
Virtual
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 34 11 30 23 62
Rendah 40 26 70 14 38
Jumlah 74 37 100 37 100
Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa terdapat 34 siswa yang memiliki
kemampuan matematik tinggi yaitu: 11 siswa kelas media laboratorium real dan
23 siswa kelas laboratorium virtual. Untuk kemampuan matematik rendah
terdapat 40 siswa, yaitu 26 siswa kelas media laboratorium real dan 14 siswa
kelas laboratorium virtual. Dari keseluruhan sampel menunjukkan bahwa
frekuensi kemampuan matematik rendah lebih dominan dibandingkan dengan
kemampuan matematik tinggi. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kemampuan
matematik tinggi diperlihatkan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.1.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Matematik Tinggi
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek Relatif
75-78 12 12 35.29%
79-83 7 19 20.59%
84-87 7 26 20.59%
88-91 3 29 8.82%
92-95 4 33 11.76%
96-100 1 34 2.94%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Gambar 4.1. Histogram Kemampuan Matematik Tinggi
Pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.1 tampak bahwa data kemampuan
matematik tinggi frekuensi terbanyak dengan jumlah 12 pada interval 75-78. Ini
berarti bahwa siswa mendapatkan skor lebih banyak pada interval 75-78.
Selanjutnya untuk mengetahui distribusi frekuensi kemampuan
matematik rendah diperlihatkan pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Matematik Rendah
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
45-48 2 2 5.26%
49-52 6 8 15.79%
53-56 8 16 21.05%
57-60 10 26 26.32%
61-64 0 26 0.00%
65-68 12 38 31.58%
0
2
4
6
8
10
12
14
75-78 79-83 84-87 88-91 92-95 96-100
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Gambar 4.2. Histogram Kemampuan Matematik Rendah
Pada Tabel 4.3. dan Gambar 4.2. tampak bahwa data kemampuan
matematik rendah frekuensi terbanyak dengan jumlah 12 pada interval 65-68. Ini
berarti bahwa siswa mendapatkan skor lebih banyak pada interval 65 sampai
dengan 68.
2. Kemampuan Berpikir Abstrak
Data ini diperoleh melalui tes kemampuan berpikir abstrak siswa
sebanyak 20 butir soal. Data kemampuan berpikir abstrak dikelompokkan dalam 2
kategori yaitu kemampuan berpikir abstrak tinggi bagi siswa yang mempunyai
nilai kemampuan berpikir abstrak ≥ rata-rata nilai kemampuan berpikir abstrak
seluruh kelas dan kategori kemampuan berpikir abstrak rendah bagi siswa yang
mempunyi nilai kemampuan berpikir abstrak ≤ rata-rata nilai kemampuan berpikir
abstrak seluruh kelas. Untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase siswa
yang memiliki kemampuan berpikir abstrak tinggi dan rendah pada kelas yang
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
45-48 49-52 53-56 57-60 61-64 65-68
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
menggunakan media laboratorium real dan virtual, maka diperlihatkan dalam
Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Distribusi Data Kemampuan Berpikir Abstrak Tinggi dan Rendah
Kemampuan
Berpikir
Abstrak
Jumlah
Kelas Laboratorium
Real
Kelas Laboratorium
Virtual
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 35 13 35 22 59
Rendah 39 24 65 15 41
Jumlah 74 37 100 37 100
Berdasarkan Tabel 4.4 diperlihatkan bahwa terdapat 35 siswa yang
dikategorikan mempunyai kemampuan berpikir abstrak tinggi dan 39 siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir abstrak rendah. Hal ini berarti bahwa dari semua
sampel yang diuji menunjukan bahwa frekuensi kemampuan berpikir abstrak
rendah lebih dominan dibandingkan dengan kemampuan berpikir abstrak tinggi.
Distribusi frekuensi siswa berdasarkan kemampuan berpikir abstrak tinggi
diperlihatkan pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.3.
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir Abstrak Tinggi
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
70-72 11 11 31.43%
73-75 12 23 34.29%
76-78 0 23 0.00%
79-82 8 31 22.86%
82-84 0 31 0.00%
85-88 4 35 11.43%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Gambar 4.3. Histogram Kemampuan Berpikir Abstrak Tinggi
Berdasarkan Tabel 4.5 dan Gambar 4.3 di atas tampak bahwa data
kemampuan berpikir abstrak tinggi frekuensi terbanyak dengan jumlah 12 pada
interval 73-75.. Berdasarkan Tabel 4.4 pada kelas yang menggunakan media
laboratorium real terdapat 24 siswa yang mempunyai kemampuan berpikir abstrak
rendah dan pada kelas yang menggunakan media laboratorium virtual terdapat 15
siswa. Distribusi frekuensi kemampuan berpikir abstrak rendah diperlihatkan pada
Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir Abstrak Rendah
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
45-48 2 2 5.71%
49-52 1 3 2.86%
53-56 9 12 25.71%
57-60 16 28 45.71%
61-64 0 28 0.00%
65-68 11 39 31.43%
Data kemampuan berpikir abstrak rendah agar lebih jelas, maka disajikan
histogram pada Gambar 4.4.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
70-72 73-75 76-78 79-82 82-84 85-88
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Gambar 4.4. Histogram Kemampuan Berpikir Abstrak Rendah
Pada Tabel 4.6. dan Gambar 4.4 tampak bahwa data kemampuan berpikir
abstrak rendah frekuensi terbanyak dengan jumlah 16 pada interval 57-60. Ini
berarti bahwa siswa mendapatkan skor lebih banyak pada interval 57 sampai
dengan 60.
3. Data Prestasi
a. Prestasi Belajar Kognitif
Data prestasi belajar kognitif ini diperoleh dari hasil tes prestasi siswa
pada materi laju reaksi dengan jumlah 25 soal. Sistem penilainnya adalah jumlah
soal benar dibagi jumlah keseluruhan soal yang diujikan. Pada penelitian ini peran
prestasi belajar kognitif adalah sebagai variabel terikat, sebagaimana telah
dijelaskan pada bab III. Pada bahasan berikut ini disajikan prestasi belajar
kognitif siswa akan dapat diketahui jika ditinjau dari metode PBL
menggunakan media laboratorium real dan virtual; kemampuan matematik;
kemampuan berpikir abstrak siswa; media dan kemampuan matematik; media dan
0
5
10
15
20
25
30
45-48 49-52 53-56 57-60 61-64 65-68
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
kemampuan berpikir abstrak; kemampuan matematik dan kemampuan berpikir
abstrak; dan media, kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak.
1) Data prestasi kognitif ditinjau dari media laboratorium real dan virtual
Adapun deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari metode belajar
disajikan dalam Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Media
Kelompok Jumlah
data
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
Rata-
rata
Standar
Deviasi
Media Laboratorium Real 37 84 52 70,8 7,2
Media Laboratorium Virtual 37 84 40 73,9 8,8
Berdasarkan Tabel 4.7 diatas bahwa nilai rata-rata prestasi kognitif siswa
dengan menggunakan media laboratorium real adalah 70,8 dan standar deviasinya
adalah 7,2 dengan nilai tertinggi adalah 84 dan nilai terendah adalah 52.
Sedangkan nilai rata-rata prestasi kognitif siswa yang menggunakan media
laboratorium virtual adalah 73,9 dan standar deviasinya adalah 8,8 dengan nilai
tertinggi adalah 84 dan nilai terendah adalah 40. Dari rata-rata kedua media diatas
dapat disimpulkan bahwa siswa menggunakan media laboratorium virtual lebih
baik memiliki prestasi kognitif yang lebih baik dibandingkan dengan siswa
menggunakan media laboratorium real. Distribusi frekuensi prestasi kognitif
siswa pada kelas yang menggunakan media laboratorium real dapat dilihat pada
Tabel 4.8 dan Gambar 4.5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif pada Kelas Laboratorium Real
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
52-57 2 2 5.41%
58-63 3 5 8.11%
64-69 9 14 24.32%
70-75 12 26 32.43%
76-81 10 36 27.03%
81-86 1 37 2.70%
Gambar 4.5. Histogram Prestasi Kognitif pada Kelas Laboratorium Real
Berdasarkan Tabel 4.8 dan Gambar 4.5 di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar kognitif pada media laboratorium real yaitu
dengan nilai frekuensi 12 dengan interval 70-75. Hal ini berarti bahwa frekuensi
tertinggi memiliki interval nilai 70 sampai 75.
Untuk mengetahui distribusi frekuensi prestasi kognitif kelas pada
laboratorium virtual disajikan pada tebel 4.9 dan Gambar 4.6.
0
2
4
6
8
10
12
14
52-57 58-63 64-69 70-75 76-81 81-86
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif pada Kelas Laboratorium
Virtual
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
40-47 1 1 2.70%
48-55 0 1 0.00%
56-63 2 3 5.41%
64-71 4 7 10.81%
72-79 21 28 56.76%
80-87 9 37 24.32%
Gambar 4.6. Histogram Prestasi Kognitif pada Kelas Laboratorium Virtual
Berdasarkan Tabel 4.9 dan Gambar 4.6 di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar kognitif pada laboratorium virtual yaitu dengan
nilai frekuensi 21 dengan interval 72-79. Hal ini berarti bahwa frekuensi tertinggi
memiliki interval nilai 72 sampai 79.
2) Data prestasi belajar kognitif ditinjau dari kemampuan matematik
Deskripsi data prestasi kognitif yang ditinjau dari kemampuan matematik
disajikan oleh Tabel 4.10.
0
5
10
15
20
25
40-47 48-55 56-63 64-71 72-79 80-87
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
Tabel 4.10. Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau dari Kemampuan
Matematik.
Kelompok Jumlah
data
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
Rata-
rata
Standar
Deviasi
Kemampuam Matematika
Tinggi 34 84 40 73,7 9,2
Kemampuam Matematika
Rendah 40 84 52 71,2 7,0
Berdasarkan Tabel 4.10 diatas bahwa nilai rata-rata prestasi kognitif siswa
yang mempunyai kemampuan matematik tinggi adalah 73,7 dan standar
deviasinya adalah 9,6 dengan nilai tertinggi adalah 84 dan nilai terendah adalah
40. Sedangkan nilai rata-rata prestasi kognitif siswa yang mempunyai kemampuan
matematik rendah adalah 71,2 dan standar deviasinya adalah 7,0 dengan nilai
tertinggi adalah 84 dan nilai terendah adalah 52. Berdasarkan data nilai rata-rata
tersebut berarti siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi lebih baik
prestasi kognitifnya dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan
matematik rendah. Distribusi frekuensi prestasi kognitif siswa yang memiliki
kemampuan matematik tinggi secara rinci diperlihatkan oleh Tabel 4.11 dan
Gambar 4.7.
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Tinggi
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
40-47 1 1 2.94%
48-55 0 1 0.00%
56-63 3 4 8.82%
64-71 2 6 5.88%
72-79 18 24 52.94%
80-87 10 34 29.41%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
Gambar 4.7. Histogram Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Tinggi
Berdasarkan tabel 4.11 dan Gambar 4.7 di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan
matematik yaitu dengan nilai frekuensi 18 dengan interval 72-79. Data ini
menunjukan bahwa nilai frekuensi tertinggi terletak antara 72 sampai 79.
Sedangkan distribusi frekuensi prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki
kemampuan matematik rendah disajikan pada Tabel 4.12 dan Gambar 4.8.
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Rendah
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
52-57 3 3 7.50%
58-63 1 4 2.50%
64-69 11 15 27.50%
70-75 10 25 25.00%
76-81 14 39 35.00%
81-86 1 40 2.50%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
40-47 48-55 56-63 64-71 72-79 80-87
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
Gambar 4.8. Histogram Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Rendah
Berdasarkan Tabel 4.12. dan Gambar 4.8. di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan
matematik rendah yaitu dengan nilai frekuensi 14 dengan interval 76-81. Data ini
menunjukan bahwa nilai frekuensi tertinggi terletak antara 76 sampai 81.
3) Data prestasi belajar kognitif ditinjau dari kemampuan berpikir abstrak
Deskripsi data prestasi kognitif yang ditinjau dari kemampuan berpikir
abstrak disajikan pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau dari Kemampuan Berpikir
Abstrak
Kelompok Jumlah
data
Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
Rata-
rata
Standar
Deviasi
Kemampuan Berpikir
Abstrak Tinggi 35 84 40 72,3 9,6
Kemampuan Berpikir
Abstrak Rendah 39 84 56 72,4 6,7
Berdasarkan Tabel 4.13 diatas bahwa nilai rata-rata prestasi kognitif siswa
yang mempunyai kemampuan berpikir abstrak tinggi adalah 72,3 dan standar
0
2
4
6
8
10
12
14
16
52-57 58-63 64-69 70-75 76-81 81-86
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
deviasi 9,6 dengan nilai tertinggi adalah 84 dan nilai terendah adalah 40,
sedangkan nilai rata-rata prestasi kognitif siswa yang mempunyai kemampuan
berfikir abstrak rendah adalah 72,4 dan standar deviasi 6,7. Dari data nilai rata-
rata tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa yang mempunyai kemampuan
berpikir abstrak tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan berpikir
abstrak rendah memiliki prestasi kognitif yang relatif sama. Distribusi frekuensi
data prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi dapat
dilihat pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.9.
Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berpikir Abstrak Tinggi
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
40-47 1 1 2.86%
48-55 1 2 2.86%
55-62 3 5 8.57%
63-70 6 11 17.14%
71-78 17 28 48.57%
79-86 7 35 20.00%
Gambar 4.9. Histogram Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki Kemampuan
Berpikir Abstrak Tinggi
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
40-47 48-55 55-62 63-70 71-78 79-86
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Berdasarkan tabel 4.14 dan Gambar 4.9 di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan
berpikir abstrak tinggi yaitu dengan nilai frekuensi 17 dengan interval 71-78.
Data ini menunjukan bahwa nilai frekuensi tertinggi terletak antara 71 sampai 78.
Sedangkan distribusi frekuensi prestasi belajar kognitif siswa yang
memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah disajikan pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berpikir Abstrak Rendah
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
56-60 3 3 8.57%
61-65 4 7 11.43%
66-70 3 10 8.57%
71-75 13 23 37.14%
76-80 15 38 42.86%
81-85 1 39 2.86%
Hasil prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan berpikir
abstrak rendah agar lebih jelas disajikan dalam bentuk histogram Gambar 4.10.
Gambar 4.10. Histogram Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki Kemampuan
Berpikir Abstrak Rendah
0
2
4
6
8
10
12
14
16
56-60 61-65 66-70 71-75 76-80 81-85
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Berdasarkan tabel 4.15 dan Gambar 4.10 di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan
berpikir abstrak rendah yaitu dengan nilai frekuensi 15 dengan interval 76-80.
Data ini menunjukan bahwa nilai frekuensi tertinggi terletak antara 76 sampai 80.
4) Data prestasi belajar kognitif ditinjau dari media dan kemampuan matematik
Deskripsi data prestasi kognitif ditinjau dari media dan kemampuan
matematik yang disajikan pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16. Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau dari Media dan Kemampuan
Matematik
Variabel N Rata-
rata
SD
Media Laboratorium
Real
Kemampuan Matematik
Tinggi 11 69,8 8,5
Kemampuan Matematik
Rendah 26 71,2 6,8
Media Laboratorium
Virtual
Kemampuan Matematik
Tinggi 23 75,6 9,2
Kemampuan Matematik
Rendah 14 71,1 7,7
Berdasarkan Tabel 4.16 diatas bahwa prestasi kognitif siswa yang
mempunyai kemampuan matematik tinggi dengan menggunakan media
laboratorium real mempunyai rata-rata 69,8. Sedangkan siswa dengan
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai rata-rata 75,6. Siswa yang
mempunyai kemampuan matematik rendah dengan menggunakan media
laboratorium real mempunyai rata-rata 71,2. Sedangkan siswa dengan
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai rata-rata 71,1. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi kognitif siswa yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
kemampuan matematik rendah lebih cocok menggunakan media laboratorium
real. Sedangkan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan matematik
tinggi lebih cocok menggunakan media laboratorium virtual.
5) Data prestasi belajar kognitif ditinjau dari media dan kemampuan berpikir
abstrak
Deskripsi data prestasi kognitif ditinjau dari media dan kemampuan
berpikir abstrak yang disajikan pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17. Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau dari Media dan Kemampuan
Berpikir Abstrak
Variabel N Rata-
rata
SD
Media Laboratorium
Real
Kemampuan Berpikir
Abstrak Tinggi 13 68,3 7,5
Kemampuan Berpikir
Abstrak Rendah 24 72,1 6,9
Media Laboratorium
Virtual
Kemampuan Berpikir
Abstrak Tinggi 22 74,7 10,1
Kemampuan Berpikir
Abstrak Rendah 15 71,8 6,6
Berdasarkan Tabel 4.17 diatas bahwa prestasi kognitif siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir abstrak tinggi dengan menggunakan media
laboratorium real mempunyai rata-rata 68,3. Sedangkan siswa dengan
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai rata-rata 74,7. Siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir abstrak rendah dengan menggunakan media
laboratorium real mempunyai rata-rata 72,1. Sedangkan siswa dengan
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai rata-rata 71,8. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi kognitif siswa yang memiliki
kemampuan berpikir abstrak rendah lebih cocok menggunakan media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
laboratorium real. Sedangkan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan
berpikir abstrak tinggi lebih cocok menggunakan media laboratorium virtual.
6) Data prestasi belajar kognitif ditinjau dari kemampuan matematik dan
kemampuan berpikir abstrak
Deskripsi data prestasi kognitif ditinjau dari kemampuan matematik dan
berpikir abstrak iswa dapat dilihat pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18. Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau dari Kemampuan Matematik
dan Berpikir Abstrak Siswa
Variabel N Rata-
rata
SD
Kemampuan
Matematik Tinggi
Kemampuan Berpikir
Abstrak Tinggi 20 74,2 10,8
Kemampuan Berpikir
Abstrak Rendah 14 73,1 6,5
Kemampuan
Matematik Rendah
Kemampuan Berpikir
Abstrak Tinggi 15 69,8 7,4
Kemampuan Berpikir
Abstrak Rendah 25 72,0 6,9
Dari Tabel 4.18 menunjukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan
matematik tinggi dengan kemampuan berpikir abstrak tinggi mempunyai nilai rata
rata 74,2. Sedangkan dengan kemampuan kemampuan berpikir abstrak rendah
mempunyai nilai rata-rata 73,1. Siswa yang memiliki kemampuan matematik
rendah dengan kemampuan berpikir abstrak tinggi mendapat nilai rata rata 69,8.
Sedangkan dengan kemampuan kemampuan berpikir abstrak rendah mempunyai
nilai rata-rata 72,0. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa
yang memiliki berpikir abstrak tinggi mempunyai nilai rata-rata prestasi yang
relatif sama dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
pada siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi. Demikian juga pada
siswa yang memiliki berpikir abstrak rendah mempunyai nilai rata-rata prestasi
yang relatif sama dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak
rendah pada siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah.
7) Data prestasi kognitif ditinjau dari media, kemampuan matematik dan dan
berpikir abstrak
Deskripsi data prestasi kognitif ditinjau dari media, kemampuan
matematik dan dan berpikir abstrak siswa dapat dilihat pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19. Deskripsi Data Prestasi Kognitif ditinjau dari Media, Kemampuan
Matematik dan Berpikir Abstrak Siswa
Variabel Sebaran
Data
Media pembelajaran
Laboratorium
Real
Laboratorium
Virtual
Kemampuan
Matematik
Tinggi
Berpikir Abstrak
Tinggi
Rata-rata 69 75,5
SD 10,5 10,9
N 4 16
Berpikir Abstrak
Rendah
Rata-rata 70,3 76
SD 7,9 3,2
N 7 7
Kemampuan
Matematik
Rendah
Berpikir Abstrak
Tinggi
Rata-rata 68 72,6
SD 6,6 8,1
N 9 6
Berpikir Abstrak
Rendah
Rata-rata 72,9 70
SD 6,6 7,7
N 17 8
Dari tabel 4.19 menunjukan bahwa siswa yang menggunakan media
laboratorium real yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan kemampuan
berpikir abstrak tinggi mempunyai nilai rata-rata 69, sedangkan siswa yang
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai nilai rata-rata 75,5. Siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan kemampuan berpikir abstrak
rendah dengan media laboratorium real mempunyai nilai rata-rata 70,3,
sedangkan siswa yang menggunakan media laboratorium virtual mempunyai nilai
rata-rata 76. Siswa yang menggunakan media laboratorium real yang memiliki
kemampuan matematik rendah dan kemampuan berpikir abstrak tinggi
mempunyai nilai rata-rata 68, sedangkan siswa yang menggunakan media
laboratorium virtual mempunyai nilai rata-rata 72,6. Siswa yang menggunakan
media laboratorium real yang kemampuan matematik rendah dan kemampuan
berpikir abstrak rendah mempunyai nilai rata-rata 72,6, sedangkan siswa yang
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai nilai rata-rata 70. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa yang mendapat perlakuan dengan
media laboratorium virtual yang memiliki kemampuan matematik dan
kemampuan berpikir abstrak dengan kategori tinggi maupun rendah memiliki
prestasi memiliki rerata yang dengan lebih baik daripada prestasi siswa yang
mendapatkan perlakuan dengan media laboratorium real yang memiliki
kemampuan matematik dan berpikir abstrak dengan kategori tinggi maupun
rendah.
b. Prestasi Afektif
Data prestasi belajar afektif diperoleh dari hasil pengamatan langsung oleh
guru dan beberapa penilaian penugasan. Pada penelitian ini peran prestasi belajar
afektif adalah sebagai variabel terikat, sebagaimana telah dijelaskan pada bab III.
Sehingga prestasi belajar afektif siswa akan dapat diketahui jika ditinjau dari
metode PBL menggunakan media laboratorium real dan virtual; kemampuan
matematik; kemampuan berpikir abstrak siswa; media dan kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
matematik; media dan kemampuan berpikir abstrak; kemampuan matematik dan
kemampuan berpikir abstrak; dan media, kemampuan matematik dan kemampuan
berpikir abstrak.
1) Data prestasi belajar afektif ditinjau dari media laboratorium real dan virtual
Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari metode belajar disajikan
dalam Tabel 4.20.
Tabel 4.20. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media Belajar
Kelompok N(Jumlah) Max Min Rata-rata SD
Laboratorium Real 37 88 59 72 7,7
Laboratorium Virtual 37 88 62 75 45,2
Pada Tabel 4.20. diperlihatkan nilai prestasi belajar afektif kelas pada
media laboratorium real dan laboratorium virtual. Pada kelas dengan media
laboratorium riil nilai tertinggi untuk prestasi afektif adalah 88, nilai terendah
adalah 59, nilai rata-ratanya adalah 72, dan standar deviasinya adalah 7,7.
Sedangkan pada kelas dengan laboratorium virtual nilai tertinggi untuk prestasi
belajar afektif adalah 88, nilai terendah adalah 62, nilai rata-ratanya adalah 75,
dan standar deviasinya adalah 45,2. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata
afektif kelas laboratorium virtual lebih baik dibandingkan kelas laboratorium rea.
Distribusi frekuensi prestasi afektif kelas pada media laboratorium real
diperlihatkan oleh Tabel 4.21.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Kelas pada Media
Laboratorium Real.
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
59-63 7 7 18.92%
64-68 4 11 10.81%
69-73 9 20 24.32%
74-78 9 29 24.32%
79-83 4 33 10.81%
84-88 4 37 10.81%
Hasil data kelas yang menggunakan media laboratorium real prestasi
belajar afektif agar lebih jelas disajikan dalam bentuk histogram pada Gambar
4.11.
Gambar 4.11. Histogram Prestasi Belajar Afektif pada Media Laboratorium
Real
Berdasarkan Tabel 4.21 dan Gambar 4.11 di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar afektif pada media laboratorium real yaitu
dengan nilai frekuensi 9 dengan interval 69-73 dan 74-78. Hal ini berarti bahwa
frekuensi tertinggi memiliki interval nilai 69-73 dan 74-78.
Sedangkan distribusi frekuensi prestasi belajar afektif pada kelas yang
menggunakan laboratorium virtual berdasarkan disajikan ke dalam Tabel 4.22
dan Gambar 4.12.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
59-63 64-68 69-73 74-78 79-83 84-88
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
Tabel 4.22. Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Kelas pada Media
Laboratorium Virtual
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
62-65 1 1 2.70%
66-68 6 7 16.22%
69-72 4 11 10.81%
73-76 11 22 29.73%
77-80 10 32 27.03%
81-84 4 36 10.81%
Hasil data kelas yang menggunakan laboratorium virtual prestasi belajar
afektif agar lebih jelas disajikan dalam bentuk histogram pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12. Histogram Prestasi Belajar Afektif pada Media Laboratorium
Virtual.
Berdasarkan Tabel 4.22 dan Gambar 4.12 di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar afektif pada media laboratorium virtual yaitu
dengan nilai frekuensi 10 dengan interval 77-80. Hal ini berarti bahwa frekuensi
tertinggi memiliki interval nilai 77 sampai 80.
2) Data Prestasi Belajar Afektif ditinjau dari Kemampuan Matematik
Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari kemampuan matematik
disajikan dalam Tabel 4.23.
0
5
10
15
20
25
30
62-65 66-68 69-72 73-76 77-80 81-84 85-88
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
Tabel 4.23. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Kemampuan
Matematik
Kelompok N(Jumlah) Max Min Rata-rata SD
Matematik Tinggi 34 86 60 74 6,4
Matematik Rendah 40 86 59 73 7,0
Pada Tabel 4.23 diperlihatkan nilai rata-rata prestasi belajar afektif yang
kemampuan matematik tinggi dan rendah. Pada siswa yang memiliki kemampuan
matematik tinggi, nilai tertingginya untuk prestasi belajar afektif adalah 88, nilai
terendah adalah 60 nilai rata-ratanya adalah 74 dan standar deviasinya adalah 6,4.
Sedangkan pada siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah nilai
tertinggi untuk prestasi belajar afektif adalah 85, nilai terendah adalah 59, nilai
rata-ratanya adalah 734, dan standar deviasinya adalah 7,0. Hal ini menunjukan
bahwa rata-rata nilai kemampuan matematik tinggi dan matematik rendah
sebanding. Distribusi frekuensi prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan
matematik tinggi secara rinci diperlihatkan oleh Tabel 4.24.
Tabel 4.24. Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Tinggi
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
60-64 2 2 5.00%
65-69 7 9 17.50%
70-74 5 14 12.50%
75-79 13 27 32.50%
80-84 4 31 10.00%
85-89 3 34 7.50%
Untuk lebih jelas hasil prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki
kemampuan matematik tinggi disajikan histogram pada Gambar 4.13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
Gambar 4.13. Histogram Prestasi Belajar afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Tinggi
Berdasarkan Tabel 4.24 dan Gambar 4.13 di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan
matematik tinggi yaitu dengan nilai frekuensi 13 dengan interval 75-79. Hal ini
menunjukan bahwa nilai tertinggi pada kemampuan matematik tinggi terletak
pada interval 75 sampai 79. Sedangkan distribusi frekuensi prestasi belajar
afektif siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah disajikan ke
dalam Tabel 4.25 dan Gambar 4.14.
Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Rendah
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
59-63 6 6 15.00%
64-68 4 10 10.00%
69-73 9 19 22.50%
74-78 10 29 25.00%
79-83 9 38 22.50%
84-88 2 40 5.00%
0
2
4
6
8
10
12
14
60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85-89
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
Gambar 4.14. Histogram Prestasi Belajar Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Matematik Rendah
Berdasarkan Tabel 4.25 dan Gambar 4.14 di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan
matematik tinggi yaitu dengan nilai frekuensi 10 dengan interval 74-78. Hal ini
menunjukan bahwa nilai tertinggi pada kemampuan matematik tinggi terletak
pada interval 74 sampai 78.
3) Data Prestasi Belajar Afektif ditinjau dari Kemampuan Berpikir Abstrak
Tabel 4.26. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Kemampuan
Berpikir Abstrak
Kelompok N(Jumlah) Max Min Rata-rata SD
Abstrak Tinggi 35 86 60 74 6,3
Abstrak Rendah 39 86 59 72 7,0
Pada Tabel 4.26 diperlihatkan nilai rata-rata prestasi belajar afektif yang
kemampuan berpikir abstrak tinggi dan rendah. Pada siswa yang memiliki
kemampuan berpikir abstrak tinggi, nilai tertingginya untuk prestasi belajar
afektif adalah 88, nilai terendah adalah 60 nilai rata-ratanya adalah 74 dan standar
deviasinya adalah 6,3. Sedangkan pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir
abstrak rendah nilai tertinggi untuk prestasi belajar afektif adalah 86, nilai
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
59-63 64-68 69-73 74-78 79-83 84-88
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
terendah adalah 59, nilai rata-ratanya adalah 72, dan standar deviasinya adalah
7,0. Hal ini menunjukan bahwa rata-rata nilai kemampuan berpikir abstrak tinggi
relatif sama kemampuan berpikir abstrak rendah.
Distribusi frekuensi prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan
berpikir abstrak tinggi secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.27 dan Gambar 4.15.
Tabel 4.27. Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berpikir Abstrak Tinggi
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
60-64 3 3 8.57%
65-69 6 9 17.14%
70-74 3 12 8.57%
75-79 15 27 42.86%
80-84 6 33 17.14%
85-89 2 35 5.71%
Gambar 4.15. Histogram Prestasi Belajar afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berpikir Abstrak Tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.27 dan Gambar 4.15 di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan
berpikir abstrak tinggi yaitu dengan nilai frekuensi 15 dengan interval 75-79. Hal
ini menunjukan bahwa nilai tertinggi pada kemampuan berpikir abstrak tinggi
terletak pada interval 75 sampai 79. Sedangkan distribusi frekuensi prestasi afektif
0
5
10
15
20
25
30
60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85-89
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah secara rinci
diperlihatkan pada Tabel 4.28 dan Gambar 4.16.
Tabel 4.28. Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berpikir Abstrak Tinggi.
Nilai Interval Frekuensi Frek. Kum Frek. Relatif
59-63 6 6 17.14%
64-68 3 9 8.57%
69-73 13 22 37.14%
74-78 9 31 25.71%
79-83 5 36 14.29%
84-88 3 39 8.57%
Gambar 4.16. Histogram Prestasi Belajar afektif Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berpikir Abstrak Rendah.
Berdasarkan Tabel 4.28 dan gambar 4.16 di atas terlihat bahwa frekuensi
terbanyak untuk prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan
berpikir abstrak rendah yaitu dengan nilai frekuensi 13 dengan interval 69-73.
Data ini menunjukan bahwa nilai frekuensi tertinggi terletak antara 69 sampai 73.
4) Data Prestasi Belajar afektif ditinjau dari Media dan Kemampuan Matematik.
Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari media dan kemampuan
matematik diperlihatkan dalam Tabel 4.29 sebagai berikut:
0
5
10
15
20
25
30
59-63 64-68 69-73 74-78 79-83 84-88
FR
EK
UE
NS
I
INTERVAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
Tabel 4.29. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau Dari Media dan
Kemampuan Matematik.
Variabel N Rata-
rata
SD
Media Laboratorium
Real
Kemampuan Matematik
Tinggi 11 72,1 8,5
Kemampuan Matematik
Rendah 26 71,8 7,6
Media Laboratorium
Virtual
Kemampuan Matematik
Tinggi 23 74,8 5,2
Kemampuan Matematik
Rendah 14 74,2 5,4
Berdasarkan Tabel 4.29 diatas bahwa prestasi kognitif siswa yang
mempunyai kemampuan matematik tinggi dengan menggunakan media
laboratorium real mempunyai rata-rata 72,1. Sedangkan siswa dengan
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai rata-rata 74,8. Siswa yang
mempunyai kemampuan matematik rendah dengan menggunakan media
laboratorium real mempunyai rata-rata 71,8. Sedangkan siswa dengan
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai rata-rata 74,2. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi afektif siswa yang memiliki
kemampuan matematik tinggi memiliki rata-rata yang relatif sama dengan prestasi
siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah yang diperlakukan dengan
menggunakan media laboratorium virtual. Prestasi afektif siswa yang memiliki
kemampuan matematik tinggi memiliki rata-rata yang relatif sama dengan prestasi
siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah yang diperlakukan dengan
menggunakan media laboratorium real. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi
afektif siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi tidak berbeda jauh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
dengan prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah baik
diberi perlakuan dengan media laboratorium real maupun virtual.
5) Data prestasi belajar afektif ditinjau dari media dan kemampuan berpikir
abstrak
Deskripsi data prestasi afektif ditinjau dari media dan kemampuan berpikir
abstrak yang disajikan pada Tabel 4.30.
Tabel 4.30. Deskripsi Data Prestasi Afektif ditinjau dari Media dan Kemampuan
Berpikir Abstrak
Variabel N Rata-
rata
SD
Media Laboratorium
Real
Kemampuan Berpikir
Abstrak Tinggi 13 74,4 8,1
Kemampuan Berpikir
Abstrak Rendah 24 70,5 7,4
Media Laboratorium
Virtual
Kemampuan Berpikir
Abstrak Tinggi 22 74,4 5,1
Kemampuan Berpikir
Abstrak Rendah 15 74,8 5,5
Berdasarkan Tabel 4.17 diatas bahwa prestasi kognitif siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir abstrak tinggi dengan menggunakan media
laboratorium real mempunyai rata-rata 74,4. Sedangkan siswa dengan
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai rata-rata 70,5. Siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir abstrak rendah dengan menggunakan media
laboratorium real mempunyai rata-rata 74,4. Sedangkan siswa dengan
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai rata-rata 74,8. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa yang memiliki kemampuan
abstrak tinggi memiliki rata-rata yang relatif sama dengan prestasi siswa yang
memiliki kemampuan abstrak rendah yang diperlakukan dengan menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
media laboratorium real. Prestasi siswa yang memiliki kemampuan abstrak tinggi
memiliki rata-rata yang relatif sama dengan prestasi siswa yang memiliki
kemampuan abstrak rendah yang diperlakukan dengan menggunakan media
laboratorium virtual.
6) Data prestasi belajar afektif ditinjau dari kemampuan matematik dan
kemampuan berpikir abstrak.
Deskripsi data prestasi afektif ditinjau dari kemampuan matematik dan
berpikir abstrak iswa dapat dilihat pada Tabel 4.31.
Tabel 4.31. Deskripsi Data Prestasi Afektif ditinjau dari Kemampuan Matematik
dan Berpikir Abstrak Siswa
Variabel N Rata-
rata
SD
Kemampuan
Matematik Tinggi
Kemampuan Berpikir
Abstrak Tinggi 20 74,4 5,9
Kemampuan Berpikir
Abstrak Rendah 14 73,2 7,3
Kemampuan
Matematik Rendah
Kemampuan Berpikir
Abstrak Tinggi 15 74,4 6,9
Kemampuan Berpikir
Abstrak Rendah 25 71,6 6,9
Dari Tabel 4.31 menunjukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan
matematik tinggi dengan kemampuan berpikir abstrak tinggi mempunyai nilai rata
rata 74,4. Sedangkan dengan kemampuan kemampuan berpikir abstrak rendah
mempunyai nilai rata-rata 73,2 Siswa yang memiliki kemampuan matematik
rendah dengan kemampuan berpikir abstrak tinggi mendapat nilai rata rata 74,4.
Sedangkan dengan kemampuan kemampuan berpikir abstrak rendah mempunyai
nilai rata-rata 71,6. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
yang memiliki kemampuan abstrak tinggi memiliki rata-rata yang relatif sama
dengan prestasi siswa yang memiliki kemampuan abstrak rendah pada siswa
memiliki kemampuan matematik tinggi maupun rendah.
7) Data prestasi afektif ditinjau dari media, kemampuan matematik dan dan
berpikir abstrak
Deskripsi data prestasi afektif ditinjau dari media, kemampuan matematik
dan dan berpikir abstrak siswa dapat dilihat pada Tabel 4.32.
Tabel 4.32. Deskripsi Data Prestasi Afektif ditinjau dari Media, Kemampuan
Matematik dan Berpikir Abstrak Siswa
Variabel Sebaran
Data
Media pembelajaran
Laboratorium
Real
Laboratorium
Virtual
Kemampuan
Matematik
Tinggi
Berpikir Abstrak
Tinggi
Rata-rata 74,7 74,4
SD 9,9 5,0
N 4 16
Berpikir Abstrak
Rendah
Rata-rata 70,6 75,9
SD 7,9 5,9
N 7 7
Kemampuan
Matematik
Rendah
Berpikir Abstrak
Tinggi
Rata-rata 74,3 74,5
SD 7,9 6,0
N 9 6
Berpikir Abstrak
Rendah
Rata-rata 70,5 73,9
SD 6,6 5,3
N 17 8
Dari tabel 4.32 menunjukan bahwa siswa yang menggunakan media
laboratorium real yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan kemampuan
berpikir abstrak tinggi mempunyai nilai rata-rata 74,7, sedangkan siswa yang
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai nilai rata-rata 74,4. Siswa
yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan kemampuan berpikir abstrak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
rendah dengan media laboratorium real mempunyai nilai rata-rata 70,6 sedangkan
siswa yang menggunakan media laboratorium virtual mempunyai nilai rata-rata
75,9. Siswa yang menggunakan media laboratorium real yang memiliki
kemampuan matematik rendah dan kemampuan berpikir abstrak tinggi
mempunyai nilai rata-rata 74,3, sedangkan siswa yang menggunakan media
laboratorium virtual mempunyai nilai rata-rata 74,5. Siswa yang menggunakan
media laboratorium real yang kemampuan matematik rendah dan kemampuan
berpikir abstrak rendah mempunyai nilai rata-rata 70,5, sedangkan siswa yang
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai nilai rata-rata 73,9. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa yang mendapat perlakuan
dengan media laboratorium virtual yang memiliki kemampuan matematik dan
kemampuan berpikir abstrak dengan kategori tinggi maupun rendah memiliki
prestasi memiliki rerata yang relatif sama dengan prestasi siswa yang
mendapatkan perlakuan dengan media laboratorium real yang memiliki
kemampuan matematik dan berpikir abstrak dengan kategori tinggi maupun
rendah.
B. Pengujian Persyaratan Analisis
Untuk pengujian prasyarat dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas.
Berikut dijelaskan pengujian prasyarat tersebut :
1. Uji Normalitas
Tujuan dari uji normalitas adalah untuk mengetahui sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Jika didapatkan nilai Signifikansi <
0,05, maka H0 (data berdistribusi normal) ditolak. Nilai signifikansi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
digunakan mengacu pada rumus Kolmogorov-Smirnova. Berikut adalah
rangkuman hasil uji normalitas yang ditunjukkan oleh Tabel 4.33.
Tabel 4.33. Hasil Pengujian Normalitas Data Nilai-Nilai Prestasi Kognitif
No Uji
Normalitas Signifikansi terhadap
Prestasi Kognitif
Keputusan
Ho
Kesimpulan
terhadap data
1 A 0,002 < 0,05 Ho ditolak Tidak Normal
2 B 0,000 < 0,05 Ho ditolak Tidak Normal
3 C 0,000 < 0,05 Ho ditolak Tidak Normal
4 D 0,005 < 0,05 Ho ditolak Tidak Normal
5 E 0,000 < 0,05 Ho ditolak Tidak Normal
6 F 0,000 < 0,05 Ho ditolak Tidak Normal
Hasil uji normalitas tiap kelompok untuk prestasi belajar ranah afektif
dengan uji Komolgorov-Smirnov disajikan pada Tabel 4.34.
Tabel 4.34. Hasil Pengujian Normalitas Data Nilai-Nilai Prestasi Afektif
No Uji
Normalitas Signifikansi terhadap
Prestasi Afektif
Keputusan
Ho
Kesimpulan
terhadap data
1 A 0,200 > 0,05 Ho diterima Normal
2 B 0,002 < 0,05 Ho ditolak Tidak Normal
3 C 0,046 < 0,05 Ho ditolak Tidak Normal
4 D 0,075 > 0,05 Ho diterima Normal
5 E 0,002 < 0,05 Ho ditolak Tidak Normal
6 F 0,200 > 0,05 Ho diterima Normal
Keterangan:
A. : Siswa yang diberi media laboratorium real
B. : Siswa yang diberi media laboratorium virtual
C. : Siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi
D. : Siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah
E. : Siswa yan g memiliki kemampuan berpikir abstrak tinggi
F. : Sisa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah
Berdasarkan hasil uji normalitas untuk prestasi belajar ranah kognitif dan
afektif menunjukan tidak semua data berdistribusi normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui variansi-variansi dari
sejumlah populasi sama atau tidak. Jika diperoleh nilai signifikansi < 0,05, maka
H0 (sampel dari populasi yang homogen) ditolak. Hasil analisis dapat dilihat pada
tabel 4.35.
Tabel 4.35. Hasil Uji Homogenitas Prestasi Kognitif
No Variabel Terikat
Signifikansi
terhadap
Prestasi Kognitif
Keputusan
Ho Kesimpulan
1 Media 0,063 > 0,05 Ho diterima Homogen 2 Kemampuan Matematik 0,625 > 0,05 Ho diterima Homogen
3 Kemampuan Berpikir
Abstrak 0,098 > 0,05 Ho diterima Homogen
Hasil uji homogenitas tiap kelompok untuk prestasi belajar ranah afektif
dengan uji Komolgorov-Smirnov disajikan pada Tabel 4.36.
Tabel 4.36. Hasil Uji Homogenitas Prestasi Afektif
No Variabel Terikat
Signifikansi
terhadap
Prestasi Kognitif
Keputusan
Ho Kesimpulan
1 Media 0,111 > 0,05 Ho diterima Homogen 2 Kemampuan Matematik 0,621 > 0,05 Ho diterima Homogen
3 Kemampuan Berpikir
Abstrak 0,537 > 0,05 Ho diterima Homogen
Dari Tabel 4.36 terlihat bahwa hasil uji homogenitas ditinjau dari media
dan kemampuan berpikir kritis menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi
yang memiliki variansi yang tidak homogen. Walaupun semua data diatas
homogen, tetapi berdasarkan uji normalitas menunjukan tidak semua data
berdistribusi normal, sehingga pengujian hipotesis menggunakan statistik non
parametrik K- independent samples type Kruskall Wallis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
C. Pengujian Hipotesis
Dari uji prasyarat normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa
sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal walaupun memiliki
variansi yang relatif homogen sehingga pada penelitian ini uji statistik yang
digunakan adalah satistik uji non parametrik Kruskal Wallis. Hasil uji non
parametrik Kruskal Wallis untuk prestasi belajar kognitif dan afektif disajikan
dalam Tabel 4.37 dan Tabel 4.38.
Tabel 4.37. Rangkuman Hasil Uji Non Parametrik Prestasi Belajar Siswa Ranah
Kognitif
Hipotesis Signifikansi Taraf
Signifikansi Keputusan Uji
1 0,014 0,05 H0 ditolak
2 0,032 0,05 H0 ditolak
3 0,566 0,05 H0 diterima
4 0,017 0,05 H0 ditolak
5 0,02 0,05 H0 ditolak
6 0,104 0,05 H0 diterima
7 0,048 0,05 H0 ditolak
Tabel 4.38. Ringkasan Hasil Uji Non Parametrik Prestasi Belajar Siswa Ranah
Afektif
Hipotesis Signifikansi Taraf
Signifikansi Keputusan Uji
1 0,123 0,05 H0 diterima
2 0,576 0,05 H0 diterima
3 0,151 0,05 H0 diterima
4 0,494 0,05 H0 diterima
5 0,137 0,05 H0 diterima
6 0,493 0,05 H0 diterima
7 0,559 0,05 H0 diterima
Dari hasi analisis Uji Kruskall Wallis diatas jika signifikansi > Alpha =
0,05 maka Ho : diterima (tidak ada ada perbedaan), jika signifikansi < Alpha =
0,05 Ho ditolak (ada perbedaan), dan jika signifikansi > Alpha = 0,05 maka Ho :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
diterima (tidak ada interaksi), jika signifikansi < Alpha = 0,05 Ho : ditolak (ada
interaksi).
Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penolakan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Hasil nilai signifikansi media = 0,014 < 0,05 terhadap nilai prestasi kognitif
dan nilai signifikansi media = 0,123 > 0,05 terhadap nilai prestasi afektif. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar kognitif siswa terhadap
pembelajaran kimia metode PBL dengan menggunakan media laboratorium real
dan virtual namun tidak terhadap prestasi afektif.
2. Hasil nilai signifikansi kemampuan matematik = 0,032 < 0,05 terhadap nilai
prestasi kognitif dan nilai signifikansi kemampuan matematik = 0,576 > 0,05
terhadap nilai prestasi afektif. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
prestasi belajar kognitif terhadap siswa yang memiliki kemampuan matematik
tinggi dan rendah namun tidak terhadap prestasi afektif.
3. Hasil nilai signifikansi kemampuan berpikir abstrak = 0,566 < 0,05 terhadap
nilai prestasi kognitif dan nilai signifikansi kemampuan berpikir abstrak = 0,151 >
0,05 terhadap nilai prestasi afektif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar kognitif maupun afektif terhadap siswa yang memiliki
kemampuan berpikir abstrak tinggi dan berpikir abstrak rendah.
4. Hasil nilai signifikansi media laboratorium real dan virtual – kemampuan
matematik = 0,017 < 0,05 terhadap nilai prestasi kognitif dan nilai signifikansi
media laboratorium real dan virtual – kemampuan matematik = 0,494 > 0,05
terhadap nilai prestasi afektif. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
antara media laboratorium real dan virtual dengan kemampuan matematik
terhadap prestasi belajar kognitif namun tidak terhadap prestasi afektif siswa.
5. Hasil nilai signifikansi media laboratorium real dan virtual – kemampuan
berpikir abstrak = 0,02 < 0,05 terhadap nilai prestasi kognitif dan nilai signifikansi
media laboratorium real dan virtual – kemampuan berpikir abstrak = 0,137 > 0,05
terhadap nilai prestasi afektif. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi
antara media laboratorium real dan virtual dengan kemampuan berpikir abstrak
terhadap prestasi belajar kognitif namun tidak terhadap prestasi afektif siswa.
6. Hasil nilai signifikansi kemampuan matematik – berpikir abstrak = 0,104 >
0,05 terhadap nilai prestasi kognitif dan nilai signifikansi kemampuan matematik
– berpikir abstrak = 0,493 > 0,05 terhadap nilai prestasi afektif. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara kemampuan matematik dan
berpikir abstrak terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif siswa.
7. Hasil nilai signifikansi media – kemampuan matematik – berpikir abstrak =
0,048 > 0,05 terhadap nilai prestasi kognitif dan nilai signifikansi media –
kemampuan matematik – berpikir abstrak = 0,559 > 0,05 terhadap nilai prestasi
afektif. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara media, kemampuan
memori dan analisis terhadap prestasi belajar kognitif namun tidak terhadap
prestasi afektif siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
D. Pembahasan
Berikut ini merupakan pembahasan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan di lapangan dan uji statistik data dengan SPSS 18. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pembelajaran
menggunakan metode PBL dengan media laboratorium real dan virtual terhadap
prestasi belajar, ada atau tidaknya perbedaan siswa yang memiliki kemampuan
matematik tinggi dan rendah dan kemampuan berpikir abstrak tinggi dan rendah
sebagai faktor internal siswa terhadap prestasi serta ada tidaknya interaksi diantara
ketiga variabel tersebut terhadap prestasi belajar siswa. Pembahasan hasil
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama mengenai perbedaaan prestasi belajar kognitif dan
afektif terhadap pembelajaran Problem-based Learning yang menggunakan
laboratorium real dan laboratorium virtual. Hasil uji statistik menunjukkan
signifikansi bernilai 0,014 untuk prestasi kognitif dan prestasi belajar afektif
menunjukkan signifikansi bernilai 0,123. Berdasarkan hasil keputusan uji maka
Ho ditolak pada prestasi kognitif Ho diterima pada prestasi afektif. Hal ini berarti
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaaan prestasi belajar kognitif terhadap
penggunaan laboratorium real dan laboratorium virtual namun untuk prestasi
belajar afektif tidak memberikan perbedaaan.
Berdasarkan rata-rata prestasi kognitif siswa pada kelas yang
menggunakan media laboratorium real adalah 70,8 dan kelas yang menggunakan
laboratorium virtual adalah 73,9. Hal ini berarti bahwa rata-rata kelas dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
menggunakan media laboratorium virtual lebih baik dibandingkan rata-rata kelas
yang menggunakan laboratorium real terhadap prestasi belajar kognitif. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Cengiz Tuysuz (2010) yang menyatakan
bahwa pada saat pelaksanaan praktikum dengan menggunakan laboratorium
virtual yang berbasis laboratorium eksperimen dapat mendukung siswa dalam
melakukan eksperimen dengan mendapatkan hasil prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan dengan metode pengajaran tradisional atau memberikan efek yang
positif terhadap prestasi belajar serta secara efektif digunakan untuk mendukung
proses pembelajaran.
Terdapatnya perbedaan yang signifikan hasil prestasi kognitif dari uji
statistik hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
penelitian. Pembelajaran dengan menggunakan laboratorium virtual menggunakan
media berbentuk simulasi praktikum dan animasi yang dijalankan sendiri oleh
siswa sehingga siswa lebih aktif dan kreatif dalam memecahkan masalah yang
dihadapi. Selain itu dengan media laboratorium virtual dapat dilakukan secara
berulang-ulang tanpa menghabiskan waktu untuk mempersiapkan pengulangan
sehingga siswa dapat mengulang praktikum hingga mereka merasa paham. Media
yang efektif adalah media yang dapat mengakomodasi siswa mencapai tujuan
pembelajaran, sesuai dengan materi, dan disukai oleh siswa. Pada saat proses
pembelajaran siswa yang menggunakan media laboratorium virtual lebih antusias
dan bersemangat dibandingkan siswa yang menggunakan laboratorium real, hal
ini ditandai dengan lebih banyak pertanyaan yang muncul ketika diskusi setelah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
melakukan praktikum di laboratorium yang menandakan bahwa siswa berada
dalam proses memahami materi yang disampaikan.
Media laboratorium virtual yang digunakan merupakan bentuk simulasi
dari laboratorium real yang dapat menampilkan konsep secara visual dengan
gerakan dan gambar, dan dapat menampilakan proses secara nyata sehingga siswa
merasa melakukan praktikum yang sebenarnya. Media laboratorium virtual dapat
menyesuaikan tingkat kecepatan belajar siswa sehingga dapat mengakomodasi
siswa yang lamban belajar. Dengan laboratorium virtual dapat menghindarkan
dari kegagalan percobaan dan kesalahan konsep.
Berbeda dengan siswa yang melakukan pembelajaran dengan
menggunakan media laboratorium real rata-rata nilai prestasinya lebih rendah
dibanding kelas dengan siswa yang menggunakan media laboratorium virtual
dikarenakan siswa dalam melakukan praktikum masih banyak bermain-main
sehingga ada bagian tahapan tetentu yang terlewatkan dan mereka tidak
memahami materi pelajaran yang sedang dipelajari, dan pada saat pelaksanaan
praktikum di laboratorium tidak semua siswa dapat berpartisipasi aktif untuk
proses eksperimen di laboratorium nyata.
Pada prestasi afektif, siswa yang menggunakan media laboratorium real
dan virtual tidak memberikan perbedaan terhadap prestasi belajar siswa.
Kesimpulan ini diperkuat oleh data Tabel 4.20 yang menunjukkan bahwa rata-rata
siswa yang menggunakan media laboratorium real relatif sama dengan siswa yang
menggunakan media laboratorium virtual. Tidak terdapatnya perbedaan yang
signifikan hasil prestasi afektif dari uji statistik hal ini dikarenakan pertama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
hampir seluruh siswa menjalankan aturan-aturan kedisiplinan sekolah dan aturan-
aturan mekanisme aturan belajar, yang pada dasarnya merupakan penilian afektif.
Kedua, masih sulitnya menilai kejujuran dalam menjawab dari angket afektif yang
diberikan kesiswa, sehingga penilaian afektif tidak memberikan perbedaaan
prestasi belajar siswa.
2. Hipotesis Kedua
Pada hipotesis kedua mengenai perbedaan prestasi belajar kognitif dan
afektif siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan rendah. Hasil
statistik menunjukkan signifikansi bernilai 0,032 dan prestasi belajar afektif
menunjukkan signifikansi bernilai 0,576. Berdasarkan hasil keputusan uji maka
Ho ditolak pada prestasi kognitif dan Ho diterima afektif. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar kognitif siswa yang
memiliki kemampuan matematik tinggi dan rendah namun untuk prestasi belajar
afektif tidak memberikan perbedaaan. Berdasarkan rata-rata prestasi kognitif
siswa pada siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi adalah 73,7 dan
siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah adalah 71,2. Hal ini berarti
kemampuan matematik tinggi mempunyai prestasi belajar kognitif yang lebih baik
dibandingkan kemampuan matematik rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Mawan Akhir Riwanto (2010) yang menyatakan bahwa terdapat
pengaruh kemampuan matematik tinggi dan kemampuan matematik rendah
terhadap prestasi belajar siswa.
Kemampuan matematik merupakan kemampuan untuk menelaah pola,
perubahan dan ruang secara aksioma dengan menggunakan logika simbolik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
notasi matematik. Kemampuan matematika meliputi kemampuan untuk
mengoperasikan bilangan dan angka, memahami proses matematika yang bukan
angka dan melakukan perhitungan menggunakan logika simbolik dan notasi
matematik. Yulia Kovas (2007) menyatakan bahwa kemampuan matematik
memainkan peran penting dalam proses pembelajaran, penelitian harus fokus pada
penemuan metode pembelajaran yang paling efektif untuk pengembangannya.
Kemampuan matematik merupakan salah satu faktor internal yang mendukung
keberhasilan prestasi kognitif siswa dalam malakukan ketepatan penghitungan.
Dalam penelitian ini, kemampuan matematik mampu memberikan perbedaaan
prestasi belajar kognitif, hasil penelitian yang sama juga diperoleh John W Adam
(2007) yang menyatakan bahwa kemampuan matematik merupakan salah satu
faktor internal yang mendukung keberhasilan kognitif siswa dalam malakukan
ketepatan penghitungan matematika dan salah satu faktor yang mempengaruhi
kesuksesan belajar siswa. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa
kemampuan matematik bersifat individual, artinya tiap individu memiliki
kemampuan matematik yang berbeda-beda.
Materi laju reaksi merupakan materi yang bersifat hitungan. Pada saat
proses pembelajaran, siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi
melakukan perhitungan matematik dengan lebih cepat dan tepat, karena dengan
kemampuan matematik yang tinggi memungkinkan dapat membantu siswa dalam
menyelesaikan soal hitungan yang ada dalam materi laju reaksi, sehingga siswa
mendapat prestasi kognitif yang lebih baik jika dibandingkan dengan prestasi
siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
Pada prestasi afektif, kemampuan matematik siswa baik tinggi maupun
rendah tidak memberikan perbedaaan terhadap prestasi belajar afektif. Siswa
dengan kemampuan matematik tinggi menjadi senang saat mempelajari materi
laju reaksi yang bersifat hitungan karena mereka merasa telah mempunyai
kemampuan dasar yang cukup yaitu keterampilan dalam mengoperasikan angka-
angka dan notasi matematik, sehingga akan lebih mudah membentuk pemahaman.
Sementara itu pada siswa dengan kemampuan matematik rendah akan berusaha
dengan keras dalam belajar untuk mengejar keterbatasan mereka dalam hal
penguasaan materi laju reaksi. Semua siswa yang memiliki kemampuan
matematik baik tinggi atau rendah sama-sama menjalankan kaidah aturan di
sekolah dengan baik. Selain itu masih sulitnya menilai kejujuran dalam menjawab
dari angket afektif yang diberikan kepada siswa sehingga tidak memberikan
perbedaan prestasi belajar afektif siswa.
3. Hipotesis Ketiga
Pada hipotesis ketiga mengenai perbedaan prestasi belajar kognitif dan
afektif siswa yang memiliki kemampuan berfikir abstrak tinggi dan rendah. Hasil
uji statistik menunjukkan signifikansi bernilai 0,566 dan prestasi belajar afektif
menunjukkan signifikansi bernilai 0,151. Berdasarkan hasil keputusan uji maka
Ho diterima pada prestasi kognitif dan prestasi afektif. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar kognitif dan afektif siswa yang
memiliki kemampuan berpikir abstrak tinggi dan rendah. Berdasarkan deskripsi
data pada Tabel 4.13, rata-rata prestasi kognitif siswa yang mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
kemampuan berpikir abstrak tinggi relatif sama dengan rata-rata prestasi kognitif
siswa yang mempunyai kemampuan berpikir abstrak rendah. Hal tersebut berarti
siswa yang mempunyai kemampuan berpikir abstrak tidak memberikan perbedaan
yang signifikan terhadap prestasi kognitif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Endang Sri Sudarwati (2010) yang menyatakan bahwa tidak terdapat
pengaruh penalaran berpikir abstrak tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
siswa. Hasil penelitian yang sama juga diperoleh Nicolaos Valanides (1997) yang
menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan
berpikir abstrak tinggi dan rendah dalam meningkatkan kemampuan penalaran
siswa di sekolah.
Pembelajaran materi laju reaksi melibatkan proses, eksperimen,
pengamatan, mengolah data berupa angka dan grafik, diskusi, dan menarik
kesimpulan. Kemampuan berpikir abstrak tinggi maupun rendah yang dimiliki
siswa sama-sama memberikan peran dalam proses pembelajarannya, misalnya
melakukan proses dalam mengukur ketepatan waktu, ketepatan penggunaan
termometer, ketepatan pengamatan hasil reaksi dan keterampilan menggunakan
alat ukur dan lainnya, yang kemudian diproses untuk memperoleh pengetahuan
baru. Karena dalama proses belajar tersebut, siswa akan dihadapkan pada
pengamatan dan analisis hasil secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini
menunjukan bahwa kemampuan berpikir abstrak memiliki peran yang penting
dalam menentukan dan mengelola hasil data-data yang bersifat abstrak berupa
angka dan grafik, dalam melakukan proses diskusi, dan menarik kesimpulan. Jadi
dalam pembelajaran materi laju reaksi peranan kemampuan berpikir abstrak tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
maupun rendah siswa seimbang, sehingga kemampuan berpikir abstrak tidak
memberikan perbedaaan terhadap prestasi belajar siswa.
Pada prestasi afektif, kemampuan berpikir abstrak siswa baik tinggi
maupun rendah memberikan perbedaan terhadap hasil prestasi afektif. Siswa
dengan kemampuan berpikir abstrak tinggi menjadi senang saat mempelajari
materi laju reaksi yang bersifat abstrak karena merasa telah mempunyai
keterampilan yang cukup dalam mengidentifikasi dan memecahkan konsep-
konsep laju reaksi yang bersifat abstrak, sehingga akan lebih mudah membangun
pengetahuan. Sedangkan siswa dengan kemampuan matematik rendah akan
berusaha dengan keras dalam belajar untuk mengejar keterbatasan mereka dalam
hal penguasaan materi laju reaksi. Semua siswa yang memiliki kemampuan
berpikir abstrak baik tinggi atau rendah mereka sama-sama menjalankan kaidah
aturan di sekolah dengan baik. Selain itu, pada penelitian ini kemampuan berpikir
abstrak siswa hanya dikategorikan ke dalam dua kelompok saja, yaitu tinggi dan
rendah, peneliti tidak melibatkan kategori sedang, sehingga akan berpengaruh
terhadap hasil penelitian. Begitu juga masih sulitnya menilai kejujuran dalam
menjawab dari angket afektif yang diberikan kepada siswa sehingga tidak
memberikan perbedaan prestasi belajar afektif siswa.
4. Hipotesis Keempat
Pengujian hipotesis keempat mengenai interaksi metode Problem Based
Learning (PBL) dengan menggunakan laboratorium real, laboratorium virtual dan
kemampuan matematik terhadap prestasi kognitif siswa dengan uji non parametrik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
Kruskall Wallis menunjukkan signifikansi bernilai 0,017 (<0,05: Ho ditolak)
sedangkan afektif 0,494 (>0,05: Ho diterima). Berdasarkan uji Kruskall Wallis
tersebut, sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak yang artinya bahwa terdapat
interaksi metode Problem-Based Learning (PBL) dengan menggunakan
laboratorium real, laboratorium virtual dan kemampuan matematik terhadap
prestasi belajar kognitif siswa dan tidak terdapat interaksi metode Problem-Based
Learning (PBL) dengan menggunakan laboratorium real, laboratorium virtual dan
kemampuan matematik terhadap prestasi belajar afektif.
Berdasarkan hasil nilai rata-rata untuk media laboratorium real yang
mempunyai kemampuan matematik tinggi adalah 69,8 dan nilai rata-rata prestasi
siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah adalah 71,2. Sedangkan
untuk siswa yang menggunakan media laboratorium virtual, nilai rata-rata siswa
yang mempunyai kemampuan matematik tinggi adalah 75,6 dan rata-rata prestasi
kognitif siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah adalah 71,1.
Hasil penelitian Tuysuz (2010) menunjukkan bahwa aplikasi laboratorium
virtual membuat efek positif pada prestasi siswa dan sikap bila dibandingkan
dengan metode pengajaran tradisional. Pembelajaran kimia dengan strategi
Problem-Based Learning melatih siswa untuk memecahkan masalah dengan
berdiskusi kelompok, berinteraksi dengan bahan ajar, dalam rangka menemukan
konsep. Johnson cit. Erman Suherman (1993) menyatakan bahwa kemampuan
matematika adalah kemampuan untuk menelaah dan memahami pola pikir, pola
mengorganisasikan, membuktikan dan memecahkan masalah secara logis yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat. Dalam pembelajaran Problem-
based Learning dengan penggunaan media laboratorium real dan virtual erat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
167
kaitannya dengan kemampuan berpikir matematika siswa. Adanya interaksi yang
signifikan antara penggunaan media pembelajaran dengan kemampuan matematik
terhadap prestasi belajar aspek kognitif berarti ada cara belajar yang tepat dalam
mempelajari materi laju reaksi antara siswa yang memiliki kemampuan matematik
tinggi dan rendah.
Dari hasil pengamatan di lapangan siswa yang memiliki kemampuan
matematik rendah selama proses pembelajaran lebih banyak memerlukan
pengalaman yang secara nyata untuk dapat berpikir logis, menentukan tindakan
dan menarik kesimpulan dalam proses pembelajaran. Sedangkan siswa yang
memiliki kemampuan matematik tinggi cenderung dapat memperoleh
pengetahuannya dengan menemukan konsep-konsep materi laju reaksi melalui
pengamatan secara tidak langsung. Hal ini dikarenakan kemampuan matematik
berkaitan dengan kemampuan untuk memahami struktur, pola dan perubahan
yang menggunakan notasi matematik mengenai bilangan dan angka. Sehingga
siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah pada pembelajaran Problem-
based Learning dengan media laboratorium real memiliki prestasi belajar ranah
kognitif yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran
Problem-Based Learning dengan media laboratorium virtual.
Pada penelitian ini, tidak terdapat interaksi antara pengunaan media dan
kemampuan matematik terhadap prestasi belajar afektif. Berdasarkan kenyataan
dilapangan diketahui bahwa siswa yang menggunakan laboratorium real dengan
kemampuan matematik tinggi maupun rendah tetap dapat melakukan pengamatan
dengan bantuan alat-alat yang ada pada laboratorium real. Demikian juga pada
siswa yang menggunakan media laboratorium virtual, siswa yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
168
kemampuan matematik tinggi maupun yang rendah tetap dapat mengoperasikan
komputer untuk mendapatkan konsep laju reaksi.
Tidak adanya interaksi antara pengunaan media dan kemampuan
matematik terhadap prestasi belajar afektif disebabkan karena ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik dari dalam
maupun dari luar diri siswa. Misalnya faktor metode pembelajaran, media
pembelajaran, kemampuan matematik, dan kemampuan berpikir abstrak yang
digunakan dalam penelitian ini, serta masih banyak keterbatasan dalam penelitian
ini sehingga peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut di luar kegiatan
belajar mengajar. Selain itu, dalam pengukuran kemampuan matematik pada
penelitian ini hanya dikategorikan ke dalam dua kelompok saja, yaitu tinggi dan
rendah, peneliti tidak melibatkan kategori sedang, sehingga akan mempengaruhi
hasil penelitian. Begitu juga masih sulitnya menilai kejujuran dalam menjawab
dari angket afektif yang diberikan kepada siswa.
5. Hipotesis Kelima
Pengujian hipotesis keempat mengenai interaksi metode Problem-based
Learning (PBL) dengan menggunakan laboratorium real, laboratorium virtual dan
kemampuan berfikir abstrak terhadap prestasi belajar kognitif siswa dengan uji
non parametrik Kruskall Wallis menunjukkan signifikansi bernilai 0,02 (<0,05:
Ho ditolak) sedangkan afektif 0,494 (>0,05: Ho diterima). Berdasarkan uji
Kruskall Wallis tersebut, sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak yang artinya
bahwa terdapat interaksi metode Problem-based Learning (PBL) dengan
menggunakan laboratorium real, laboratorium virtual dan kemampuan berfikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169
abstrak terhadap prestasi belajar kognitif siswa dan tidak terdapat interaksi metode
Problem-based Learning (PBL) dengan menggunakan laboratorium real,
laboratorium virtual dan kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar
afektif.
Berdasarkan nilai rata-rata untuk media laboratorium real yang
mempunyai kemampuan berpikir abstrak tinggi adalah 68,3 dan nilai rata-rata
prestasi siswa yang mempunyai kemampuan berpikir abstrak rendah adalah 72,1.
Sedangkan untuk siswa yang menggunakan media laboratorium virtual, nilai rata-
rata prestasi siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak tinggi adalah 74,7
dan nilai rata-rata prestasi siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak
rendah adalah 72,8.
Piaget cit. Ratna Wilis (1989) menyatakan bahwa berpikir abstrak
merupakan suatu tipe kecerdasan intelektual yang menekankan pada kemampuan
pemakaian konsep-konsep dan simbol-simbol secara efektif dalam memecahkan
masalah. Pembelajaran Problem-based Learning (PBL) melatih siswa untuk
membangun pengetahuanya dengan melakukan diskusi, eksperimen dan
berinteraksi dengan bahan ajar secara kelompok untuk memecahkan masalah.
Hasil penelitian Lucilia Domingues (2010) menyatakan bahwa informasi dan
komunikasi akan mendorong terciptanya kemampuan berpikir abstrak dengan
menggunakan laboratorium virtual. Sehingga dalam pembelajaran Problem-based
Learning (PBL) melalui media laboratorium real dan virtual memiliki hubungan
yang erat kaitannya dengan kemampuan berpikir abstrak siswa. Terdapatnya
interaksi antara pengunaan media dan kemampuan berpikir abstrak terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
170
prestasi belajar kognitif dikarenakan siswa yang mendapat perlakuan laboratorium
virtual dalam pelaksanaanya hampir seluruh siswa aktif untuk belajar, karena
setiap pembelajaran siswa dituntut untuk dapat memahami dan memecahkan
masalah dengan melakukan eksperimen secara mandiri dalam kelompoknya
dalam bentuk visualisasi gambar, konsep-konsep materi laju reaksi yang bersifat
abstrak seperti teori tumbukan. Oleh karena itu, peran kemampuan berpikir
abstrak tinggi akan semakin baik dan tepat jika menggunakan laboratorium
virtual. Sedangkan siswa yang mendapat perlakuan laboratorium real proses
asimilasi pengetahuan didapatkan dari eksperimen dan pengamatan secara
langsung pada benda-benda yang nyata di laboratorium. Sehingga siswa yang
memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah akan mendapatkan pengetahuan
yang lebih apabila menggunakan laboratorium real.
Pada penelitian ini tidak terdapat interaksi antara pengunaan media dan
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar afektif. Tidak adanya
interaksi terhadap prestasi afektif disebabkan karena ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik dari dalam maupun
dari luar diri siswa. Misalnya faktor metode pembelajaran, media pembelajaran,
kemampuan matematik, dan kemampuan berpikir abstrak yang digunakan dalam
penelitian ini, serta masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini sehingga
peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut di luar kegiatan belajar
mengajar. Selain itu dalam pengukuran kemampuan berpikir abstrak pada
penelitian ini hanya dikategorikan ke dalam dua kelompok saja, yaitu tinggi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
171
rendah, peneliti tidak melibatkan kategori sedang, sehingga akan mempengaruhi
hasil penelitian. Begitu juga masih sulitnya menilai kejujuran dalam menjawab
dari angket afektif yang diberikan kepada siswa.
6. Hipotesis Keenam
Hasil uji statistik kemampuan matematik dengan kemampuan berfikir
abstrak terhadap prestasi belajar kognitif menunjukkan signifikansi bernilai 0,104
dan prestasi belajar afektif menunjukkan signifikansi bernilai 0,493. Berdasarkan
hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi kemampuan matematik dengan
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif.
Kemampuan matematik merupakan salah satu faktor internal yang
memberikan sumbangan penting dalam pembelajaran terlihat dari hasil uji
hipotesis yang kedua bahwa kemampuan matematik memberikan perbedaaan
yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini menunjukkan bahwa guru
perlu memperhatikan kemampuan matematik siswa yang dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Berdasarkan
hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan bahwa kemampuan berpikir abstrak tidak
memberikan perbedaan yang signifikan terhadap prestasi belajar, hal ini
menunjukan bahwa kemampuan berpikir abstrak merupakan faktor internal yang
belum memberikan konstribusi yang positif dalam pencapaian prestasi belajar
siswa.
Tidak adanya interaksi yang signifikan antara kemampuan matematik
dengan kemampuan matematik ditinjau dari prestasi belajar aspek kognitif berarti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
172
siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi dengan siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir abstrak tinggi memiliki rataan prestasi kognitif
yang tidak jauh beda dengan siswa dengan kemampuan matematik tinggi dengan
siswa yang mempunyai kemampuan berpikir abstrak rendah. Demikian pula pada
siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah dengan siswa yang
mempunyai kemampuan berpikir abstrak tinggi memiliki rataan prestasi kognitif
yang tidak jauh beda dengan siswa dengan kemampuan matematik rendah dengan
siswa yang mempunyai kemampuan berpikir abstrak rendah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi kemampuan matematik dengan
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar kognitif siswa.
Pada penelitian ini tidak terdapat interaksi kemampuan matematik dengan
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi afektif. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi maupun rendah
dengan kemampuan berpikir abstrak tinggi maupun rendah dapat membentuk
konsep yang sama pada diri siswa, yang ditunjukkan dengan sikap siswa pada saat
proses pembelajaran. Siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi dengan
kemampuan berpikir abstrak tinggi maupun rendah tetap dapat mengikuti proses
belajar dikelas dengan baik, begitu pula siswa yang memiliki kemampuan
matematik rendah dengan kemampuan berpikir abstrak tinggi maupun rendah
tetap dapat menguikuti proses belajar dengan baik.
Tidak tidak terdapat interaksi kemampuan matematik dengan kemampuan
berpikir abstrak terhadap prestasi afektif karena ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik dari dalam maupun dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
173
luar diri siswa. Misalnya faktor metode pembelajaran, media pembelajaran,
kemampuan matematik, dan kemampuan berpikir abstrak yang digunakan dalam
penelitian ini, serta masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini sehingga
peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut di luar kegiatan belajar
mengajar. Selain itu dalam pengukuran kemampuan berpikir abstrak pada
penelitian ini hanya dikategorikan ke dalam dua kelompok saja, yaitu tinggi dan
rendah, peneliti tidak melibatkan kategori sedang, sehingga akan mempengaruhi
hasil penelitian. Begitu juga masih sulitnya menilai kejujuran dalam menjawab
dari angket afektif yang diberikan kepada siswa.
7. Hipotesis Ketujuh
Pengujian Hipotesis ketujuh mengenai interaksi antara metode media
laboratorium real dan media laboratorium virtual, kemampuan matematik serta
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi kognitif dan afektif dengan uji non
parametrik Kruskall Wallis menunjukkan signifikansi nilai kognitif 0,048 dan
afektif 0,559. Berdasarkan uji Kruskall Wallis tersebut, dapat disimpulkan
terdapat interaksi antara media laboratorium real dan laboratorium virtual,
kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi
kognitif dan tidak terdapat interaksi antara media laboratorium real dan
laboratorium virtual, kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak
terhadap prestasi afektif.
Dari rata-rata menunjukan bahwa siswa yang menggunakan media
laboratorium real yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan kemampuan
berpikir abstrak tinggi mempunyai nilai rata-rata 69, sedangkan siswa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
174
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai nilai rata-rata 70,2. Siswa
yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan kemampuan berpikir abstrak
rendah dengan media laboratorium real mempunyai nilai rata-rata 68, sedangkan
siswa yang menggunakan media laboratorium virtual mempunyai nilai rata-rata
72,9. Siswa yang menggunakan media laboratorium real yang memiliki
kemampuan matematik rendah dan kemampuan berpikir abstrak tinggi
mempunyai nilai rata-rata 75,5, sedangkan siswa yang menggunakan media
laboratorium virtual mempunyai nilai rata-rata 76,0. Siswa yang menggunakan
media laboratorium real yang kemampuan matematik rendah dan kemampuan
berpikir abstrak rendah mempunyai nilai rata-rata 72,7 sedangkan siswa yang
menggunakan media laboratorium virtual mempunyai nilai rata-rata 70.
Penggunaan media pembelajaran memberikan konstribusi positif hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Tuysuz (2010) menyatakan bahwa penggunaan
laboratorium virtual memberikan konstribusi positif terhadap pencapaian prestasi
belajar. David H. Jonassen (2010) mengatakan bahwa pembelajaran Problem-
Based Learning (PBL) memegang peran penting dalam efektivitas pencapaian
hasil prestasi belajar siswa pada pembelajaran yang berbasis masalah.
Terdapatnya interaksi dalam ranah kognitif dikarenakan penggunaan media
laboratorium baik real maupun virtual, kemampuan matematik, dan kemampuan
berfikir abstrak memberikan konstribusi positip terhadap prestasi belajar siswa,
sehingga ketiganya memberikan interaksi yang signifikan terhadap prestasi
belajar. Siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi lebih aktif dalam
proses pembelajaran dengan media virtual dibandingkan siswa yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
kemampuan matematik rendah. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan
berpikir abstrak rendah lebih aktif ketika menggunakan media real dibandingkan
siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak tinggi, sehingga proses
asimilasi terjadi keberagaman sesuai dengan tingkat keaktifan siswa yang
berdampak terhadap adanya interaksi media, kemampuan matematik, dan berpikir
abstrak.
Pada penelitian ini terdapatnya interaksi antara media pembelajaran,
kemampuan matematik, dan kemampuan berfikir abstrak terhadap prestasi afektif
siswa. Tidak ada perbedaan terhadap prestasi belajar siswa disebabkan karena ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik
dari dalam maupun dari luar diri siswa. Misalnya faktor metode pembelajaran,
media pembelajaran, kemampuan matematik, dan kemampuan berpikir abstrak
yang digunakan dalam penelitian ini, serta masih banyak keterbatasan dalam
penelitian ini sehingga peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut di
luar kegiatan belajar mengajar.
E. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dikendalikan oleh sistem sekolah yang membatasi alokasi
waktu penelitian, silabus dan RPP yang digunakan. Instrumen pelaksanaan
pembelajaran (silabus dan RPP) dan sistem penilaian KTSP disesuaikan dengan
aturan Depdiknas (2007). Meskipun penelitian ini telah direncanakan dengan
optimal dan telah melalui proses evaluasi namun tetap tidak dapat luput dari
keterbatasan. Adapun beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam
melaksanakan penelitian ini antara lain: (1) instrumen yang digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
176
menilai prestasi afektif siswa yang hanya berupa angket; (2) kemampuan
matematik siswa hanya dikategorikan ke dalam dua kelompok saja, yaitu tinggi
dan rendah. Peneliti tidak melibatkan kategori sedang. Hal ini mungkin sedikit
berpengaruh terhadap hasil penelitian; (3) kemampuan berpikir abstrak siswa juga
hanya dikategorikan ke dalam dua kelompok saja yakni tinggi dan rendah. Peneliti
tidak melibatkan kategori sedang, sehingga kemungkinan hal ini berpengaruh
terhadap hasil penelitian; (4) penelitian ini hanya melibatkan sebagian faktor dari
keseluruhan faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar kimia siswa,
meliputi metode pembelajaran, media, kemampuan matematik siswa, kemampuan
berpikir abstrak terhadap prestasi belajar; (5) pemberdayaan kerja kelompok
masih rendah, sehingga saat melakukan percobaan hanya dilakukan oleh beberapa
siswa saja, sementara siswa yang lain enggan untuk mencoba, dan secara
kelompok sisem kerja kurang kooperatif; (6) pada saat pelaksanaan praktikum di
laboratorium real, kebanyakan siswa belum bisa menggunakan alat dan bahan
percobaan sehingga waktu percobaan yang dibutuhkan menjadi lebih lama; (7)
alat uji prestasi kognitif dan variabel moderator kemampuan matematik siswa,
kemampuan berfikir abstrak yang berbentuk objektif masih memungkinkan anak
untuk mengerjakan spekulasi; dan (8) kurangnya maksimalnya rancangan media
pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
177
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya,
penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan prestasi belajar kognitif siswa dengan pembelajaran metode
Problem-based Learning (PBL) yang menggunakan media laboratorium real
dan siswa yang menggunakan media laboratorium virtual pada materi pokok
laju reaksi. Akan tetapi tidak ada perbedaan prestasi belajar afektif siswa
dengan pembelajaran metode PBL yang menggunakan media laboratorium real
dan siswa yang menggunakan media laboratorium virtual pada materi pokok
laju reaksi.
2. Kemampuan matematik memberikan perbedaan prestasi belajar kognitif siswa.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa ada perbedaan prestasi belajar siswa
yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan rendah. Akan tetapi
kemampuan matematik tidak memberikan perbedaan prestasi belajar afektif.
3. Kemampuan abstrak tidak memberikan perbedaan prestasi belajar kognitif dan
afektif siswa.
4. Ada interaksi antara pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL)
yang menggunakan laboratorium real dan laboratorium virtual dengan
kemampuan matematik terhadap prestasi belajar kognitif siswa. Akan tetapi
tidak ada interaksi antara pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
178
5. yang menggunakan laboratorium real dan laboratorium virtual dengan
kemampuan matematik terhadap prestasi belajar afektif siswa
6. Ada interaksi antara pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL)
yang menggunakan laboratorium real dan laboratorium virtual dengan
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar kognitif siswa. Akntetapi
tidak ada interaksi antara pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL)
yang menggunakan laboratorium real dan laboratorium virtual dengan
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar afektif siswa.
7. Tidak ada interaksi antara kemampuan matematik dan kemampuan berpikir
abstrak siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif.
8. Ada interaksi antara pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL)
yang menggunakan laboratorium real dan laboratorium virtual dengan
kemampuan matematik dan kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi
kognitif pada materi pokok laju reaksi. Akan tetapi tidak ada interaksi antara
pembelajaran metode Problem-based Learning (PBL) yang menggunakan
laboratorium real dan laboratorium virtual dengan kemampuan matematik dan
kemampuan berpikir abstrak terhadap prestasi belajar afektif siswa pada materi
pokok laju reaksi.
B. Implikasi Hasil Penelitian.
1. Implikasi teoritik
Implikasi teoritik dari penelitian ini yaitu bahwa siswa dengan
kemampuan matematik tinggi akan lebih mudah memahami konsep yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
179
disampaikan oleh guru, daripada siswa dengan kemampuan matematik rendah.
Sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kemampuan kognitif siswa.
Penggunaan media laboratorium real menuntut siswa untuk menemukan
suatu konsep dengan melakukan percobaan langsung. Sedangkan penggunaan
media laboratorium virtual proses pembelajaran dilakukan dengan menggunakan
komputer, percobaan dilakukan dengan menggunakan software yang telah
rancang sesuai dengan percobaan pada laboratorium yang sebenarnya.
2. Implikasi praktis
Dengan diperolehnya kesimpulan dari penelitian ini sebagai implikasi
praktisnya terhadap prestasi kognitif siswa adalah:
a. Hendaknya guru mengukur kemampuan matematik siswa agar guru lebih
mengetahui kemampuan siswa dalam mengerjakan soal laju reaksi yang
bersifat hitungan, serta melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan
matematik siswa tersebut dengan memberikan latihan soal matematik yang
sesuai dengan indikator soal yang ingin diukur.
b. Hendaknya guru mengukur kemampuan berpikir abstrak siswa agar guru lebih
mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi laju reaksi yang
bersipat abstrak, serta melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan
berpikir abstrak siswa tersebut dengan memberikan latihan soal-soal bersifat
abstrak yang sesuai dengan indikator soal yang ingin diukur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
180
C. Saran
1. Bagi Guru
a. Penggunaan media laboratorium virtual hendaknya digunakan oleh guru
dalam upaya memberikan variasi pembelajaran dan meningkatan prestasi
belajar siswa, khususnya pada materi laju reaksi.
b. Guru sebaiknya menyiapkan dan mencoba peralatan sebelum melakukan
percobaan atau eksperimen pada laboratorium real.
c. Guru sebaiknya melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan
matematik siswa dengan memberikan latihan soal matematik yang sesuai
dengan indikator soal kemampuan matematik yang ingin diukur, karena
dengan kemampuan matematik yang baik dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa pada materi kimia yang bersifat hitungan.
d. Hendaknya guru memperhatikan kemampuan berpikir abstrak siswa agar
guru lebih mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan konsep-
konsep di dalam materi laju reaksi.
2. Bagi Peneliti Berikutnya
a. Hendaknya metode dan media yang digunakan dalam penelitian dicoba
terlebih dahulu agar kita mengetahui kelemahan dan mengetahui kesiapan
dalam menyampaikan materi.
b. Hendaknya peneliti tidak hanya mengukur kemampuan matematik tinggi
dan rendah saja, siswa yang mempunyai kemampuan matematik sedang
sebaiknya diukur supaya peneliti benar-benar mengetahui kemampuan
siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
181
c. Hendaknya peneliti tidak hanya mengukur kemampuan matematik tinggi
dan rendah saja, siswa yang mempunyai kemampuan matematik sedang
sebaiknya diukur supaya peneliti benar-benar mengetahui kemampuan
siswa.
d. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acauan untuk penelitian yang
sejenis dengan pokok bahasan yang lain seperti materi asam dan basa,
koloid, kelarutan dan hasil kali kelarutan, dan materi kimia yang lainnya
yang sebagian besar materinya dapat disampaikan dengan praktikum di
laboratorium.
e. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menambah variabel yang lain,
misalnya: sikap ilmiah, motivasi belajar, kemampuan awal dan lain
sebagainya.