Post on 27-Oct-2021
Abstrak— Pada penelitian ini mempelajari tentang kapasitas adsorpsi
dari biomassa kulit kacang tanah yang telah teraktivasi HNO3 0,1 M
untuk mengadsorpsi kromium dari larutan berair. Uji adsorpsi
dilakukan dengan cara penentuan laju alir, penentuan tinggi adsorben
dan penentuan konsentrasi. Variasi laju alir dalam kolom, yakni 1, 2,
3, 5, 7 dan 10 mL/menit. Variasi tinggi adsorben dalam kolom, yakni
2,5; 5; 7,5 dan 10 cm.Variasi konsentrasi larutan kromium, yakni 10,
30, 50 dan 100 mg/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomassa
kulit kacang tanah teraktivasi dengan kondisi laju alir 1 mL/menit
dan tinggi adsoben 10 cm mampu menyerap kromium dalam larutan
kromium 100 mg/L sebesar 0,4937 mg/g.
Kata Kunci—Biosorpsi, kromium, biomassa kulit kacang
tanah, metode kolom, larutan berair.
I. PENDAHULUAN
IMBAH cair sebagai hasil samping dari aktivitas industri
sering menimbulkan permasalahan bagi lingkungan.
Pencemaran air oleh logam-logam berat dapat berasal dari
proses-proses industri seperti industri metalurgi, industri
penyamakan kulit, industri pembuatan fungisida, industri cat
dan zat warna tekstil. Kromium merupakan logam yang
banyak digunakan dalam berbagai macam aplikasi, yaitu pada
proses penyamakan kulit, finishing logam, elektroplating dan
industri pewarna. Kromium terdapat di lingkungan dalam
bentuk kromium (III) dan dalam bentuk kromium (VI).
Kromium heksavalen dalam jumlah yang relatif sedikit
memiliki efek yang bersifat racun pada makhluk hidup dan
dapat merusak paru-paru, hati dan ginjal [1]. Kromium (VI)
bersifat mutagenik, karsinogenik dan teratogenik [2].
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk
menurunkan kadar logam berat dari badan perairan, misalnya
teknik presipitasi, evaporasi, elektrokimia dan pemakaian
resin [3]. Metode tersebut dianggap kurang efektif karena
membutuhkan biaya yang cukup tinggi dalam
pengoperasiannya. Selain itu, telah banyak pula
dikembangkan teknologi aplikasi adsorpsi, yakni
menggunakan bahan biomaterial untuk menurunkan kadar
logam berat dari badan air (biosorpsi). Penggunaan
biomaterial dalam proses pengikatan logam terbukti lebih
efektif dan memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah
tidak menghabiskan biaya yang terlalu banyak dalam proses
operasionalnya, ramah lingkungan dan mudah pembuatannya
[4]. Adsorben yang seringkali digunakan untuk proses
penurunan kadar logam berat dalam larutan pada umumnya
berasal dari tanaman atau berasal dari limbah biomassa.
Beberapa penelitian mengenai penyerapan kromium dengan
menggunakan beberapa biomassa telah dilakukan seperti kulit
kacang tanah diperoleh hasil kapasitas adsorpsi sebesar 30,21
mg/g [5], serbuk gergaji dan daun cemara diperoleh hasil
kapasitas adsorpsi sebesar 0,229 mg/g dan 0,277 mg/g [6],
sekam padi diperoleh hasil kapasitas adsorpsi sebesar 0,07
mg/g [7], sekam gandum diperoleh hasil kapasitas adsorpsi
sebesar 0,942 mg/g [8].
Salah satu limbah biomassa yang dapat digunakan sebagai
adsorben untuk penyerapan kromium adalah kulit kacang
tanah. Kulit kacang tanah mengandung banyak selulosa yang
mempunyai potensi cukup besar untuk dijadikan sebagai
adsorben karena adanya gugus hidroksil (-OH) yang berperan
dalam proses pengikatan ion logam [9]. Penelitian ini
memanfaatkan kulit kacang tanah teraktivasi sebagai adsorben
untuk mengurangi kadar kromium dengan menggunakan
metode kolom dengan melakukan variasi terhadap laju alir,
tinggi adsorben dan konsentrasi larutan kromium.
II. URAIAN PENELITIAN
2.1 Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kulit
kacang tanah, etanol 70%, aqua DM, K2Cr2O7 digunakan
untuk larutan kerja kromium dan HNO3 65 %. Peralatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitis, mortar
penggiling, pengayak dengan ukuran 30 mesh, dan kolom
penukar ion sederhana. Instrumen Spektroskopi Serapan Atom
(SSA) digunakan untuk analisis hasil adsorpsi. Sedangkan
untuk karekterisasi adsorben digunakan FTIR.
2.2 Prosedur
2.2.1 Pembuatan Biomassa Kulit Kacang Tanah
Kulit kacang tanah yang digunakan sebagai biomassa
dicuci, dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah itu
dihaluskan dan diayak dengan ayakan 30 mesh. Selanjutnya,
biomassa kulit kacang tanah tersebut dicuci/direndam dengan
aqua DM beberapa kali, lalu dikeringkan dengan oven pada
suhu 60 °C. Setelah itu, adsorben tersebut dicuci/direndam
dengan etanol 70%, lalu dikeringkan dengan oven pada suhu
60 °C sehingga biomassa siap digunakan. Selanjutnya,
biomassa diaktivasi dengan larutan HNO3 dengan cara
direndam sebelum diuji. Kulit kacang yang teraktivasi ini
dilakukan karakterisasi menggunakan FTIR.
Pemanfaatan Biomassa Kulit Kacang Tanah
(Arachis hypogaea L.) untuk Adsorpsi Kromium dari
Larutan Berair dengan Metode Kolom Anisa Irmawati, Dra. Ita Ulfin, M. Si.
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: itau@chem.its.ac.id
L
2.2.2 Studi Adsorpsi
Larutan stok kromium 500 mg/L dibuat dari padatan
K2Cr2O7 yang dilarutkan dengan aqua DM. Kemudian larutan
stok tersebut diencerkan untuk menjadi beberapa konsentrasi
yang akan digunakan sebagai larutan uji pada percobaan ini.
Diambil sejumlah biomassa kulit kacang tanah yang telah
teraktivasi, lalu dimasukkan dalam kolom. Kemudian dialiri
25 mL larutan kromium 10 mg/L dengan laju alir tertentu.
Filtrat yang diperoleh kemudian dianalisa kadar kromium yang tidak terserap dengan AAS pada λ 357,9 nm. Pada
penelitian ini dilakukan variasi laju alir 1, 2, 3, 5, 7 dan 10
mL/menit dan variasi tinggi adsorben 2,5; 5; 7,5 dan 10 cm.
Sedangkan variasi konsentrasi dilakukan pada konsentrasi
kromium 10, 30, 50 dan 100 mg/L dengan laju alir 1 mL/menit
dan tinggi adsorben 10 cm.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pembuatan Biomassa Kulit Kacang Tanah
Pembuatan Biomassa kulit kacang tanah diawali dengan
mencuci kulit kacang tanah dengan air hingga bersih
kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Kulit kacang
tanah yang telah kering tersebut ditumbuk, lalu diayak
menggunakan ayakan dengan ukuran 30 mesh. Pembuatan
biomassa dalam bentuk serbuk yang seragam bertujuan untuk
memperluas bidang kontak antara biomassa dengan larutan
sehingga proses penyerapan dapat berjalan secara optimal.
Modifikasi biosorben dapat dilakukan dengan memberi
perlakuan kimia seperti direaksikan dengan asam atau basa
atau juga dengan perlakuan fisika, seperti pemanasan dan
pencucian [10]. Modifikasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah modifikasi asam. Asam yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu asam nitrat. Tujuan dari modifikasi asam
ini, yaitu untuk mengaktivasi permukaan kulit kacang tanah.
Karakterisasi IR digunakan untuk mengetahui adanya
gugus fungsi yang terdapat pada biomassa kulit kacang tanah
sebelum dan setelah aktivasi. Struktur selulosa terdiri dari unit
D-glukosa yang mengandung gugus fungsi C-H, O-H, C-C,
dan C-O [11]. Spektra IR biomasssa kulit kacang tanah
sebelum aktivasi dapat dilihat pada Gambar 1 (a). Pita serapan
pada tinggi gelombang 3471,86 cm-1
menunjukkan adanya
gugus hidroksil (-OH). Pita serapan uluran C-H metil (-CH3)
muncul pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1
. Pita serapan
pada bilangan gelombang 1427,32 cm-1
dan 1327,03 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi tekuk O-H. Serapan lainnya yang
spesifik adalah serapan pada daerah 1056,99 cm-1
yang
menunjukkan adanya vibrasi ulur C-O dari gugus hidroksil.
Hasil spektra IR dari biomassa kulit kacang tanah setelah
teraktivasi (Gambar 1 (b)) menunjukkan adanya daerah
serapan yang sama seperti hasil spektra IR dari biomassa kulit
kacang tanah sebelum aktivasi, hal ini menunjukkan bahwa
setelah dilakukan aktivasi tidak ada gugus fungsi yang hilang.
Gambar 1 Spektra IR kulit kacang tanah sebelum aktivasi
(a) dan setelah aktivasi (b)
3.2 Studi Adsorpsi
3.2.1 Pengaruh Variasi Laju Alir
Perlakuan variasi laju alir ini bertujuan untuk mengetahui
prosentase kromium yang teradsorp maksimum dari adsorben
seiring dengan semakin tingginya laju alir. Laju alir yang
berbeda menyebabkan jumlah kromium yang diadsorpsi oleh
adsorben berbeda pula. Pada hasil percobaan terlihat bahwa
jumlah kromium lebih banyak diadsorp oleh adsorben pada
saat laju alir yang kecil. Hal ini berkaitan dengan waktu
kontak yang dibutuhkan oleh larutan dengan adsorben agar
terjadi pertukaran ion [12]. Laju alir yang kecil mengakibatkan
terjadinya waktu kontak yang lebih lama sehingga pertukaran
ion lebih sering terjadi dibandingkan dengan laju alir yang
lebih besar.
Laju alir yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1, 2,
3, 5, 7 dan 10 ml/menit. Konsentrasi larutan kromium yang
digunakan yaitu 10 mg/L. Grafik pengaruh variasi laju alir
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Hubungan laju alir dengan prosentase Cr teradsorp
dengan konsentrasi awal Cr 10 mg/L dan tinggi
adsorben 5 cm dengan metode kolom
Terlihat dari Gambar 2 bahwa dari laju alir 1 sampai 10
mL/menit, prosentase kromium teradsorp terus mengalami
penurunan, yaitu dari 47,31% menjadi 4,18%. Hal ini
dikarenakan pada laju alir yang besar tidak memiliki waktu
kontak yang cukup lama dengan biomassa kulit kacang tanah
teraktivasi sehingga diperoleh hasil penyerapan kromium yang
rendah dalam kolom. Pada penelitian ini belum bisa
didapatkan laju alir optimum yang konstan hal ini dikarenakan
prosentase kromium teradsorp yang masih meningkat.
0,000
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
0 5 10 15
Cr
tera
dso
rpsi
(%
)
Laju alir (mL/menit)
3.3 Pengaruh Variasi Tinggi Adsorben
Perlakuan variasi tinggi adsorben ini bertujuan untuk
mengetahui besarnya prosentase kromium yang teradsorp
maksimum dari adsorben seiring dengan semakin tingginya
adsorben. Grafik pengaruh variasi tinggi adsorben dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Hubungan tinggi adsorben dengan prosentase Cr
teradsorp dengan konsentrasi Cr awal 10 mg/L dan
laju alir 1 mL/menit dengan metode kolom
Pada Gambar 3 terlihat bahwa semakin tinggi adsorben
maka prosentase kromium teradsorp juga semakin besar.
Terlihat pada Gambar 3 bahwa dari tinggi adsorben 2,5
sampai 10 cm, prosentase kromium teradsorp semakin tinggi,
yaitu dari 40,97% menjadi 87,76%. Pada penelitian ini belum
bisa didapatkan tinggi adsorben yang optimum yang konstan
hal ini dikarenakan prosentase kromium teradsorp yang masih
meningkat. Semakin meningkatnya ketinggian adsorben
dalam kolom maka semakin meningkat pula prosentase
kromium yang teradsorp, hal ini dikarenakan meningkatnya
luas permukaan dari adsorben yang menyediakan tempat
pengikatan ion logam kromium yang lebih banyak untuk
penyerapan [12].
3.4 Pengaruh Variasi Konsentrasi Larutan Kromium
Perlakuan variasi konsentrasi larutan kromium ini bertujuan
untuk mengetahui besarnya kapasitas adsorpsi maksimum
kromium dari adsorben seiring dengan semakin tingginya
konsentrasi larutan kromium. Hasil pengaruh variasi
konsentrasi larutan kromium dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Hubungan variasi konsentrasi dengan kapasitas
adsorpsi Cr (qe) dengan laju alir 1 mL/menit dan
tinggi adsorben 10 cm dengan sistem kolom
Dari Gambar 4 tersebut tampak bahwa kemampuan
penyerapan kromium meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi kromium. Pada konsentrasi kromium 10 mg/L ke
konsentrasi kromium 30 mg/L mengalami peningkatan, hal
tersebut terlihat juga pada saat konsentrasi kromium
ditingkatkan, maka kapasitas adsorpsi kromium yang didapat
juga semakin meningkat. Tetapi dari penelitian ini belum
didapatkan konsentrasi maksimum dari kromium yang dapat
diadsorp oleh biomassa kulit kacang tanah teraktivasi sehingga
dimungkinkan masih dapat terjadi adsorpsi pada konsentrasi
kromium yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan pada
konsentrasi kromium setelah 100 mg/L masih didapatkan
kapasitas adsorpsi kromium yang semakin meningkat.
Semakin besar konsentrasi larutan kromium maka semakin
besar pula kromium yang teradsorp. Peningkatan konsentrasi
kromium disebabkan karena pada konsentrasi larutan
kromium yang tinggi mengandung lebih banyak jumlah
kromium sehingga semakin besar jumlah kromium yang
terserap oleh adsorben [13].
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa semakin meningkat laju alir, semakin
turun prosentase kromium yang teradsorp. Semakin meningkat
tinggi adsorben, semakin meningkat prosentase kromium
teradsorp. Semakin meningkat konsentrasi larutan kromium
maka kapasitas adsorpsinya meningkat. Biomassa kulit kacang
tanah teraktivasi dengan kondisi laju alir 1 mL/menit dan
tinggi adsoben 10 cm mampu menyerap kromium 0,4937
mg/g dan dalam limbah cair penyamakan kulit sebesar 0,2534
mg/g
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis A.I. mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Ita
Ulfin, M. Si. atas bimbingannya sampai terselesainya
penelitian ini. Orang tua yang tiada henti mendukung dan
mendoakan anaknya-anaknya, Bapak Hamzah Fansuri, M. Si,
Ph. D. selaku koordinator TA serta semua pihak yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Arar, E. J., Long, S. E., Pfaff, J. D., “Determination of
Dissolved Hexavalent Chromium in Drinking Water,
Groundwater, and Industrial Waste Water Filtratts by
Ion Chromatography”, (1991), United State
Environmental Protection Agency, Cincinnati.
[2]. Abia, A. A., “A Bioseparation Process for Removing
Heavy Metals from Waste Water Using Biosorbent”,
(2006), African Journal of Biotechnology, Volum 5.
[3]. Tan, T. C., Chia, C. K., Teo, C. K., “Uptake of Metal by
Chemically Treated Human Hairs”, (1985), Water
Research : 19, 157-162.
[4]. Hosfall, M., “Removal of Cu (II) and Zn (II) Ion from
Wastewater by Cassava (Manihot esculentacranz) Waste
Biomass,” (2003), Volume 30, No. 4 October, Water SA,
New Jersey.
[5]. Qaiser, s., Saleemi, A. R., Umar, M., “Biosorption of
Lead (II) and Chromium on Groundnut Hull :
Equilibrium, Kinetics and Thermodynamics Study”,
(2009), Electronic Journal of Biotechnology. ISSN:
0717-3458.
0
20
40
60
80
100
0 5 10 15 Cr
tera
dso
rpsi
(%
)
Tinggi Adsorben (cm)
0
0,2
0,4
0,6
0 50 100 150
Kap
asit
as a
dso
rpsi
(mg/g
)
Konsentrasi Cr (mg/L)
[6]. Morshedzadeh, K., Soheilizadeh, H. R., Zangoie, S.,
Aliabadi, M., “Removal of chromium from aqueous
solutions by lignocellulosic solid wastes”, (2007), 1st.
Environment conference, Tehran University, Department
of Environment Engineering.
[7]. Oliveira, E. A., Montanher, S. F., Andrade, A. D.,
Nobrega, J. A., Rollemberg, M. C., “Equilibrium studies
for the sorption of chromium and nickel from aqueous
solutions using raw rice bra”, (2005), Proc. Biochem., 40
(11), 3485–3490.
[8]. Nameni, M., Alavi Moghadam, M. R., Arami, M.,
“Adsorption of Hexavalent Chromium from Aqueous
Solution by Wheat Bran”, (2008), Int. J. Environ. Sci.
Tech., 5 (2), 161-168, Spring 2008. ISSN: 1735-1472.
[9]. Al Ayubi, “Study Keseimbangan Adsorpsi Merkuri(II)
pada Biomassa Daun Enceng gondok (Eichhornia
crassipes)”, (2008), Skripsi Jurusan Kimia Fakultas
SAINTEK. Universitas Islam Negeri Malang, Malang.
[10]. Marshall W. E, Johns M. M., “Agriculture by-product as
metal adsorbent: Sorption properties and resistance to
mechanical abrasion”, (1996), J Chem Technol
Biotechnol 66: 192-198.
[11]. Wang, S. L, Lee, J. F., “Reaction mechanism of
hexavalent chromium with cellulose”, (2011), Chemical
Engineering Journal, 174, (2011), 289– 295.
[12]. Vinodhini, V., Das, N., “Packed Bed Column Studies on
Cr (VI) Removal from Tannery Wastewate by Neem
Sawdust”, (2010), Desalination, 264, (2010), 9-14.
[13]. Aningrum, S., “Optimalisasi Jerapan Kromium Trivalen
oleh Zeolit Lampung dengan Metode Lapik Tetap dan
Perlakuan Kromium Limbah Penyamakan Kulit”, (2006),
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.