Post on 28-Dec-2015
A. PENDAHULUAN
Trauma merupakan suatu cedera atau rupadaksa yang dapat mencederai fisik
maupun psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus (luka),
perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain), putus atau
robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah dan gangguan saraf. 1
Cedera pada tulang menimbulkan patah tulang (fraktur) dan dislokasi. Fraktur
juga dapat terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler) yang sekaligus
menimbulkan dislokasi sendi. Fraktur ini juga disebut fraktur dislokasi.1
Insiden fraktur secara keseluruhan adalah 11,3 dalam 1.000 per tahun. Insiden
fraktur pada laki-laki adalah 11.67 dalam 1.000 per tahun, sedangkan pada
perempuan 10,65 dalam 1.000 per tahun.2 Insiden di beberapa belahan dunia akan
berbeda. Hal ini mungkin disebabkan salah satunya karena adanya perbedaan status
sosioekonomi dan metodologi yang digunakan di area penelitian.1,2
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali),
reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi.1
Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi,
baik pada jaringan lunaknya maupun tulangnya. Mekanisme trauma juga harus
diketahui, apakah akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau tak langsung.1
Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula
(reposisi). Dengan kembali ke bentuk semula, diharapkan bagian yang sakit dapat
1
berfungsi kembali dengan maksimal. Retaining adalah tindakan mempertahankan
hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi). Hal ini akan menghilangkan spasme otot
pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.
Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan anggota gerak yang sakit agar dapat
berfungsi kembali.1,2
B. GAMBARAN UMUM FRAKTUR
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat
total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur
lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan
tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang.3
Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan
sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur
tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka adalah
fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur dengan komplikasi
adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed union,
nounion dan infeksi tulang.4
2
3
Patah tulang terbuka menurut Gustillo dibagi menjadi tiga derajat, yang
ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi. Tipe I: luka kecil
kurang dari 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat tanda-tanda
trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel,
tranversal, oblik pendek atau komunitif. Tipe II: laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi
tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan
yang sedang dan jaringan. Tipe III: terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan
lunak termasuk otot, kulit dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat.
Dibagi dalam 3 sub tipe lagi tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang
patah, tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak dapat
di tutup jaringan lunak dan tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair
segera.4,5
Menurut Apley Solomon fraktur diklasifikasikan berdasarkan garis patah
tulang dan berdasarkan bentuk patah tulang. Berdasarkan garis patah tulangnya:
greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok,
transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang, spiral, yaitu fraktur yang
mengelilingi tungkai/lengan tulang, obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring
membentuk sudut melintasi tulang. Berdasarkan bentuk patah tulangnya, komplet,
yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang
biasanya tergeser, inkomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi
tulang, fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan
tulang lain avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligament, communited
4
(segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. simple, fraktur
dimana tulang patah dan kulit utuh, fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung
tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah, fraktur tanpa perubahan posisi,
yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal, fraktur komplikata, yaitu
tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat. 4,5
Berdasarkan lokasinya fraktur dapat mengenai bagian proksimal (plateau), diaphyseal
(shaft), maupun distal. Berdasarkan proses osifikasinya, tulang panjang tediri dari
diafisis (corpul/shaft) yang berasal dari pusat penulangan sekunder. Epifisis, terletak
di ujung tulang panjang. Bagian dari diafisis yang terletak paling dekat dengan
epifisis disebut metafisis, yaitu bagian dari korpus yang melebar. Fraktur dapat terjadi
pada bagian-bagian tersebut.4,5
FRAKTUR TERBUKA
Defenisi Fraktur terbuka
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung. Dimana trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya
jaringan lunak tetap utuh.2
5
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul
komplikasi berupa infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam
keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau
trauma langsung.6
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah
infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota
gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur
terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman
yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini
serta pemberian antibiotik yang adekuat.6
Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang
bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dunia luar.2
Penyebab dari Fraktur terbuka adalah Trauma langsung: benturan pada tulang
dan mengakibatkan fraktur pada tempat itu Trauma tidak langsung: bilamana titik
tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.2,6
Etiologi dan patofisiologi
Penyebab dari Fraktur terbuka adalah Trauma langsung: benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur pada tempat itu Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.6
Sedangkan Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena :
6
penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang.
Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.
Klasifikasi Fraktur Terbuka
Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990) :6
Tipe I
Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen
tulang yang menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat
tanda2 trauma yang hebat pada jaringan lunak. fraktur yang terjadi biasanya bersifat
simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.
Tipe II
Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau
avulsi kulit. terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi
fraktur.
Tipe III
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur
neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh
karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Tipe IIIa
7
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang
hebat ataupun adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat
Tipe IIIb
Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan
jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta
fraktur komunitif yang hebat.
Tipe IIIc
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan
tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
8
DIAGNOSIS
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian
tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi
muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat
ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan.3,4,5
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian)
dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau
fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia
konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look:
deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi / feel
(nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu
diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi
persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan
krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi arteri, warna
kulit, pengembalian cairan kapiler, sensasi. Pemeriksaan gerakan / moving dinilai
apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi
fraktur. Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis.
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut
protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation.4
9
Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis.4
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi
darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa 1,3
Pemeriksaan radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: dua
gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal dan distal
fraktur, memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan
yang tidak terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan
sesudah tindakan.2,3
Penanganan Fraktur Terbuka
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:2,6
1. obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.
2. adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian.
3. berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi.
4. segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
5. ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
6. stabilisasi fraktur.
7. biarkan luka tebuka antara 5-7 hari
8. lakukan bone graft autogenous secepatnya
10
9. rehabilitasi anggota gerak yang terkena
TAHAP-TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA 6
1. pembersihan luka
pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara
mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan
subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas
3. pengobatan fraktur itu sendiri
fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka
dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan
fiksasi eksterna.
4. penutupan kulit
apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila
penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft
11
serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada
luka yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih
dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. yang perlu
mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan
sehingga kulit menjadi tegang.
5. pemberian antibiotic
pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam
dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi
6. pencegahan tetanus
semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi
bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia)
Komplikasi Fraktur Terbuka
1. perdarahan, syok septik sampai kematian
2. septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik
3. tetanus
4. gangrene
5. perdarahan sekunder
12
6. osteomielitis kronik
7. delayed union
8. non union dan malunion
9. kekakuan sendi
10. Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama
Prognosis Fraktur Terbuka
Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan terbukanya
barier jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi.
Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka, luka yang terjadi
masih dalam stadium kontaminasi (golden periode) dan setelah waktu tersebut, luka
berubah menjadi luka infeksi.
Oleh karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden
periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka tercapai
walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya, tulang secara primer menempati
urutan prioritas ke 6.4
KESIMPULAN
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul
komplikasi berupa infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam
13
keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau
trauma langsung.
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah
infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota
gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur
terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman
yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini
serta pemberian antibiotik yang adekuat.
Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena penyebab rudapaksa
merusak kulit, jaringan lunak dan tulang atau Fragmen tulang merusak jaringan lunak
dan menembus kulit. Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan
Templeman (1990).
Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Karena itu
penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui
agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka tercapai.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Helmi ZN. Buku Ajar GANGGUAN MUSKULOSKELETAL. Jakarta: Salemba
Medika. 2011. p411-55
2. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood & Green's Fractures in
Adults, 6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006. p80-331
3. Sjamsuhidayat, de Jong. BUKU AJAR ILMU BEDAH EDISI 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG. 2011. p959-1083
4. Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal System Third
Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999. p417-498
5. Nayagam S. Principles of Fractures. Dalam: Solomon L, Warwick D, Nayagam S.
Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. London: Hodder
Education. 2010. p687-732
6. Rasjad, Ch. Pengantar ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yasrif Watampone.2012.
p 332-345.
15