Post on 28-Mar-2020
Dari Redaksi
Artikel Utama : Seminar Nasional Limnologi-LIPI (Dr. Ir. Gadis Sri Haryani) ……………………........ 1
Mengenal Danau Sentarum: Ramsar Site Penghasil Ikan Arwana Di Indonesia (Ivana Yuniarti, Haiatus S., dan Popi H. Wisnuwardhani …….. 6
Tiga Cara Untuk Memulihkan Workbook Excel Yang Rusak (Ikut Tri Handoyo) .....…………………….. 9
Sedimentasi Di Waduk Gajah Mungkur (Dini Daruati) .....……... 11
Preservasi Mikroba Untuk Pelestarian Dan Stabilitas Plasma Nutfah (Muhammad Badjoeri) ......................14
WL
Dewan Redaksi:
(Surat Keputusan Kepala LIPI No. 499 /E/2009)
Syahroma Husni Nasution M. Suhaemi Syawal
Hadiid Agita Rustini Yovita Lambang Isti
Alamat Redaksi:
Puslit Limnologi-LIPI Cibinong Science Center
Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong 16911-Bogor Jawa Barat-Indonesia
Telp. 021-8757071/ Fax. 021-8757076 E-mail: wartalimnologi@yahoo.com
Penerbit: Puslit Limnologi-LIPI
WARTA LIMNOLOGI : Warta Limnologi, ISSN 0251-5168, terbit 4 (empat) bulan sekali, memuat makalah yang bersifat ilmiah semi populer, ulasan atau komentar, ringkasan hasil penelitian mutakhir, informasi tentang penelitian, buku, majalah, seminar, pelatihan, yang telah/akan dilakukan baik didalam lingkungan P2L maupun diluar P2L, nasional dan internasional. MAKALAH : Makalah diketik dengan Microsoft Word, Times News Roman, Fonts 12, ukuran kertas A4, tepi kiri dan atas 4 cm, kanan dan bawah 3 cm, dengan jarak 1 spasi, dalam bahasa Indonesia sesuai dengan EYD. Untuk makalah ilmiah semi populer, minimum 1,5 halaman dan maksimum 3 halaman. Untuk ringkasan maksimum 1,5 halaman.
DAFTAR ISI
Keterangan Gambar/Cover :
Gambar : Ivana Yuniarti, Ikut Tri Handoyo dan Dini Daruati
Disain Cover : M. S. Syawal
Pembaca yang budiman,
Edisi Warta Limnologi edisi kali ini mengulas tentang sejarah, tujuan, manfaat dan
harapan-harapan diadakannya Seminar Nasional Limnologi mulai yang I (tahun 2002)
hingga ke V (tahun 2010) yang telah selesai dilaksanakan tanggal 28 Juli 2010 . Artikel
utama disajikan oleh Kepala Pusat Penelitian Limnologi-LIPI , Dr. Ir. Gadis Sri Haryani.
Artikel lainnya mengulas tentang Cara untuk memulihkan workbook Excel yang rusak.
Diulas pula tentang Danau Sentarum: ramsar site penghasil ikan arwana di Indonesia.
Ramsar site merupakan daftar lahan basah yang menjadi perhatian utama dunia
internasional. Masalah sedimentasi merupakan salah satu faktor dalam menentukan
umur suatu waduk. Artikel yang berkaitan dengan hal tersebut disajikan pada artikel
Sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur. Artikel lainnya adalah Preservasi mikroba
untuk pelestarian dan stabilitas plasma nutfah. Pada artikel ini menjelaskan tentang
upaya mencari berbagai teknik untuk menyimpan dan mengawetkan isolat mikroba
agar ketersediaannya yang stabil dan pemanfaatannya dapat berkelanjutan.
Semoga bermanfaat dan selamat membaca.
Dewan Redaksi
DARI REDAKSI
- 6 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
(Ivana Yuniarti, Haiatus Shohihah dan Popi H. Wisnuwardhani - Puslit Limnologi-LIPI)
ivy_san01@yahoo.com
ama Danau Sentarum tentu
sudah tidak asing lagi di
telinga kita. Lahan basah yang
berada di Provinsi Kalimantan Barat ini
telah menjadi ramsar site kedua di
Indonesia. Sebenarnya ekosistem Danau
Sentarum sendiri secara internasional
dikategori-kan sebagai lahan basah
alami, namun karena luasnya yang
mencapai 132.000 hektar (Yuliani et al.,
2007; Dennis et al., 2000) di Indonesia
ekosistem ini terkenal dengan sebutan
danau (lake).
Sebenarnya apakah yang istimewa
dari „danau‟ ini sehingga mendapat
perhatian dunia sebagai ramsar site.
Sebelum berbicara mengenai ekosistem
danau ini, terlebih dahulu kita tinjau
pengertian ramsar sites. Ramsar sites
adalah daftar lahan basah yang menjadi
perhatian utama dunia internasional
(www.ramsar.org). Danau Sentarum sendiri
ditetapkan menjadi ramsar site kedua di
Indonesia pada tanggal 30 Agustus 1994.
Sebagai tindakan konservasi yang lebih
lanjut, kawasan ini ditetapkan sebagai
Kawasan Konservasi Taman Nasional
Danau Sentarum pada tahun 1999.
Dengan demikian sebagai bagian dari
Bangsa Indonesia layaklah bila kita
mengenal kawasan ini lebih dalam. Tulisan
ini sendiri dimaksudkan untuk memberikan
gambaran umum mengenai Danau
Sentarum.
A. Informasi geografi dan administrasi
Taman Nasional Danau Sentarum
meliputi sebuah kawasan seluas 198.000
hektar dan kawasan perairannya
mencapai luas 132.000 hektar lahan
basah (Yuliani et al., 2007; Dennis et al.,
2000). Kawasan ini terletak jarak sekitar 4
km dari batas Indonesia dan Malaysia.
Posisi koordinat taman nasional ini adalah
0°39‟-1°00‟ Lintang Utara dan 111°56‟-
112°25‟ Bujur Timur (Dept. Kehutanan,
2007).
Secara administratif Taman Nasional
Danau Sentarum berada dalam Kab.
Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat.
Pada saat penetapan kawasan ini
sebagai Taman Nasional, sebuah Badan
Otoritas Taman Nasional Danau Sentarum
juga didirikan untuk mengelola kawasan
ini. Penetapan kawasan Danau Sentarum
menjadi Taman Nasional dikukuhkan
dengan SK Menteri Kehutanan No. SK No.
34/Kpts-II/99.
B. Informasi hidrologi dan ekologi
Sungai Kapuas adalah pemasok
utama air untuk kawasan Danau Sentarum
pada musim hujan. Namun, pada musim
kemarau lahan basah dalam kawasan ini
mengalirkan airnya ke dalam Sungai
Kapuas. Yuliani et al. (2007) menyatakan
bahwa pada saat musim hujan, kawasan
ini menyerap 25% air Sungai Kapuas dan
menyumbangkan 50% kandungan airnya
ke Sungai Kapuas pada musim kemarau.
Proses hidrologi ini didukung oleh curah
hujan rata-rata yang berkisar sekitar
3.900 mm per tahun, sementara daerah
tangkapan perbukitan dan kawasan
pegunungan menerima 4.500-6.000 mm
per tahun (Aglionby, 2000).
Secara umum kawasan perairan
Danau Sentarum tergolong kawasan
perairan mengalir (lotic ecosystem).
Kawasan lahan basah di Taman Nasional
ini meliputi danau/rawa musiman yang
tersambung dengan lahan basah lain
seperti hutan rawa gambut (peat lands
N
MENGENAL DANAU SENTARUM: RAMSAR SITE PENGHASIL IKAN ARWANA DI INDONESIA
- 7 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
and tall swamp forest/ tanah gambut dan
hutan berawa, fresh water swamp/ rawa
air tawar dan stunted/dwarf swamp forest/
hutan berawa yang mengalir atau
tergenang, dan riparian swamp forest/
hutan berawa pinggiran. Selain itu juga
terdapat hutan Dipterocarp sekunder (hills
and hill Forest).
Kondisi Danau Sentarum saat musim
hujan dan musim kemarau dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Kondisi Danau Sentarum saat musim hujan (atas) dan musim kemarau (bawah). Sumber Dennis et al. (2000)
C. Potensi sumberdaya hayati
Secara keseluruhan, di dalam
kawasan ini terdapat 16 spesies yang
terancam punah (International Union for
Conservation of Nature (IUCN) list), 26
spesies yang tergolong dalam CITES
(Convention on International Trade in
Endangered Species/ konvensi internasional
tentang perdagangan spesies yang
terancam punah), 143 mamalia (29
diantaranya endemik di Pulau Kalimantan)
dan populasi orang utan (Pongo
pygmaeus). Selain itu juga terdapat 282
spesies burung dan 26 spesies reptil, lebih
dari 150 spesies anggrek dan 500 spesies
tanaman telah diidentifikasi
keberadannya di kawasan ini.
Beberapa spesies ikan yang sangat
penting dalam kehidupan penduduk lokal
adalah Clown Loach dan Ithe Asian
Arowana (Schleropages formosus) Marbled
Goby (Oxyeleotris marmorata), Sultan Fish
(Leptobarbus hoevenii), Featherback (Chitala
lopis), dan Giant Snakehead (Channa
micropeltes). Ikan Arwana menjadi sumber
perhatian utama karena penurunan
populasi besar-besaran yang terjadi
akibat penangkapan berlebih karena nilai
jualnya yang mencapai $3000 per ikan
(Dudley, 2000).
D. Kondisi sosial ekonomi
Dari hasil sensus penduduk pada
tahun 1997 diperkirakan sekitar 8.480
penduduk tetap terdaftar di wilayah ini.
Penduduk lokal digolongkan dalam dua
suku yaitu Iban Dayak dan Malay. Suku
Iban Dayak memenuhi kebutuhan hidup
mereka melalui kegiatan perikanan
tangkap, perkebunan, persawahan, dan
agroforestry Sedangkan suku Malay
melakukan kegiatan perikanan tangkap,
pengumpulan kayu dan budidaya ikan.
Industri yang sangat penting
diwilayah ini adalah industri penghasil
madu yang dimulai sejak tahun 1800 (de
Mol, 1933 dalam Aglionby, 2000). Sekitar
1/3 jumlah keluarga terlibat usaha ini.
Total produksi madu di kawasan ini
adalah sekitar 20-25 ton pada tahun
1993.
E. Upaya konservasi dan ancamannya
Upaya konservasi telah dimulai
dengan dideklarasikannya kawasan ini
sebagai Kawasan Perlindungan Hewan
- 8 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
Liar Danau Sentarum (Danau Sentarum
Wildlife Reserve) pada tahun 1982
dengan SK Menteri Kehutanan No.
757/Kpts/Um/10/ l982. Pada bulan
Februari 1999, kawasan ini diubah
statusnya menjadi Taman Nasional Danau
Sentarum dan pada bulan April 1994
kawasan ini ditetapkan sebagai ramsar
site kedua di Indonesia. Status Taman
Nasional menaungi 132.000 hektar area
inti (core area) dan 65.000 hektar
kawasan penyangga.
Meskipun demikian, upaya nyata
konservasi baru dimulai pada tahun 1992
melalui proyek pengelolaan hutan tropis
(The United Kingdom Tropical Forest
Management Project (UK-ITFMP)) yang
didanai oleh the British Overseas
Development Administration (sekarang
Department for International Development)
dari 1992-1997. Proyek ini mendirikan
kembali sistem community-based
management yang sempat tertidur. Sistem
ini berhasil diterapkan di beberapa
wiilayah dengan menegakkan hukum adat,
memperkuat kelembagaan dan
menumbuhkan kecintaan lokal terhadap
nilai konservasi.
Beberapa ancaman terhadap upaya
konservasi kawasan Danau Sentarum
adalah: 1. Kurangnya kesadaran dan
pengetahuan masyarakat akan alat
tangkap dan upaya penangkapan yang
ramah lingkungan, 2. Perluasan
perkebunan sawit yang menggusur habitat
alami, 3. Adanya upaya kanalisasi dan
pembendungan air Danau Sentarum,
4. Kebakaran hutan baik secara alami
maupun akibat kegiatan manusia,
5. Lemahnya partisipasi masyarakat,
6. Lemahnya koordinasi antara pemangku
kepentingan dan 7. Lemahnya penegakan
peraturan dan hukum.
F. Kesimpulan
Danau Sentarum menunjang berbagai
fungsi ekologi sebuah ekosistem. yang juga
mendukung kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat sekitar. Tantangan upaya
konservasi yang paling nyata terletak
pada aspek sumberdaya manusia. Peran
berbagai pihak sangat penting bagi
upaya konservasi yang telah dan sedang
dilakukan.
Daftar Pustaka
Aglionby, J. 2000. Introduction to Danau
Sentarum National Park, West
Kalimantan, Indonesia (Research Notes).
Borneo Research Bulletin Vol. 31.
Dennis, R.A., Erman, A., Stolle, F., and
Applegate, G., in collaboration with
Yayasan Dian Tama (West Kalimantan).
2000. The underlying causes and
impacts of fire in Southeast Asia. Site 5:
Danau Sentarum West Kalimantan
Province, Indonesia.
Dudley, R.G. 2000. The Fishery of Danau
Sentarum Wild Reserve. Borneo
Research Bulletin Vol. 31:261-306.
Departemen Kehutanan. 2007. Taman
Nasional Danau Sentarum.
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/
TN%20INDO-ENGLISH/
tn_sentarum.htm.
Yuliani E.L., Y. Indriatmoko, V. Heri, S.
Ernawati, L.B. Prasetyo.2007. Promoting
Good Governance in Danau Sentarum
National Park under Decentralization.
The international workshop on
strengthening community conserved
area. Turkey (1-5 October 2007).
- 9 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
(Ikut Tri Handoyo, A.Md, Puslit Limnologi-LIPI) ikuttri.handoyo@yahoo.com
ungguh akan menjadi mimpi
yang sangat buruk bagi
pengguna Excel jika
mendapati workbook-nya rusak (corrupted
atau damaged). Kerusakan tersebut dapat
terjadi karena beberapa hal, namun yang
menjadi berita baik adalah bahwa
kerusakan yang terjadi pada workbook
dapat diperbaiki atau dipulihkan. Jika
suatu workbook mengalami kerusakan
maka Excel secara otomatis melakukan
pemulihan (automated recovery/File
Recovery Mode), yaitu dengan berusaha
membuka ulang dan secara serempak
akan memperbaiki workbook yang rusak
pada file tersebut. Excel mengindentifikasi
isi file/data workbook yang rusak sambil
memperbaikinya. Jika perbaikan gagal,
Excel akan berusaha kembali untuk
membuka workbook tersebut tapi bukan
untuk berusaha memperbaiki, namun Excel
menyadap nilai cell dan menampilkan
data hasil formulanya saja.
Dalam keadaan tertentu Excel terkadang
tidak melakukan automated recovery, tapi
pengguna Excel tidak perlu putus asa
karena ada langkah-langkah lain yang
dapat membantu, yaitu:
1. Memulihkan atau Memperbaiki
Workbook File Excel Secara Manual
Pada menu File, klik Open.
Excel 2007: klik Tombol Microsoft
Office , kemudian klik Open.
Pada kotak dialog Open, pilih
file/workbook yang rusak.
Klik tanda panah di sebelah
tombol Open, kemudian klik Open
and Repair. Selanjutnya pilih
metode yang digunakan untuk
memperbaiki workbook yang
rusak. Repair: untuk memulihkan
data pada workbook sebanyak
mungkin. Extract Data: menyadap
dan menampilkan nilai dan
formula dari workbook jika
pemulihan workbook tidak
berhasil.
Penting!. Jika kerusakan workbook
diakibatkan karena disk error atau
network error maka tidak mungkin
untuk membuka workbook tersebut.
Pindahkan lokasi workbook tersebut ke
tempat lain sebelum menghabis-kan
waktu untuk mencoba pilihan-pilihan
cara memulihkan file pada langkah
nomor 2 atau nomor 3.
2. Menggunakan Versi File yang
Terakhir Disimpan
Jika saat bekerja dengan Excel
tiba-tiba file tersebut rusak (corrupt
atau damaged) sebelum data terakhir
dapat disimpan, maka worksheet
original dapat dipulihkan dengan cara
mengembalikan kondisi file pada
kondisi terakhir tersimpan.
Langlah-langkah untuk
mengembali-kan versi file yang
terakhir disimpan yaitu:
Pada menu File, klik Open.
S
Tiga Cara Untuk Memulihkan
Workbook Excel Yang Rusak
- 10 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
Excel 2007: klik Tombol Microsoft
Office , kemudian klik Open.
Pilih nama file yang sedang
dikerjakan.
Muncul kotak dialog pesan
“Revert to Saved Data?”, klik Ok.
Excel 2007: klik Yes untuk
membuka kembali workbook.
Catatan: Workbook yang terbuka
adalah kondisi workbook tersebut
yang terakhir tersimpan. Adapun
perubahan yang menyebabkan
rusaknya workbook tersebut tidak
tersimpan.
3. Berusaha Membuka File yang Rusak
Dengan Program yang Lain
Jika Excel tidak dapat membuka
workbook yang rusak, ada beberapa
program yang lain yang dapat
digunakan untuk mencoba
membukanya. Microsoft Tool adalah
salah satu pilihannya, cara yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Klik Start pada Windows
XP/tombol bulat Start pada
windows Vista/7, pilih All
Programs.
Pilih Microsoft Office, kemudian
Microsoft Office Tools dan
Microsoft Office Application
Recovery.
Pada kotak dialog yang muncul,
pilih Microsoft Office Excel.
Klik Recover Application.
Workbook yang rusak juga
dapat dibuka dengan menggunakan
Microsoft WordPad. Satu-satunya
alternatif adalah WordPad akan
mengkonversi seluruh data ke dalam
bentuk teks, dan WordPad tidak
memulihkan formula-formulanya.
Walaupun demikian, dengan
WordPad setidaknya akan
mengembalikan data yang penting.
WordPad juga akan memulihkan
prosedur Visual Basic Script (VBS)
pada Macros yang dapat dicari pada
recovered text for “Sub” and “Function”
untuk mencarinya.
File .xls yang rusak
memungkinkan juga untuk dibuka
dengan Word, namun sekali lagi data
adalah satu-satunya yang dapat
dipulihkan walaupun hasil yang
ditampilkan tidak beraturan. Jadi
lakukan hanya sebagai usaha terakhir.
Diterjemahkan dari:
“3 ways to recover a corrupted Excel
workbook“, HP Technology at Work
Index – Articles Archive. Homepage
Online. Available from
http://h30458.www3.hp.com/
apr/en/smb/902514.html; Internet;
Diakses pada 20 Januari 2010.
“Repairing corrupted files in Excel” –
Applies to: Microsoft Office Excel
2003, Microsoft Office Online.
Available from
http://office.microsoft.com/en-us/
excel/HA010346561033.aspx;
Internet; Diakses pada 21 Januari
2010.
“Repairing a corrupted workbook” –
Applies to: Microsoft Office Excel
2007, Microsoft Office Online.
Available from http://office.
microsoft.com/en-us/excel/
HA100970171033.aspx; Internet;
Diakses pada 21 Januari 2010.
- 11 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
(Dini Daruati, Puslit Limnologi-LIPI)
dini_daru@yahoo.com
aduk Gajah Mungkur di Wonogiri merupakan bangunan pengendali banjir di DAS Bengawan Solo Hulu. Dengan adanya waduk tersebut maka masalah banjir di Bengawan Solo dapat dikurangi. Masalah yang timbul adalah bahwa umur waduk yang direncanakan 100 tahun kemungkinan tidak dapat
tercapai karena tingkat sedimentasinya yang cukup tinggi. Umur waduk 100 tahun tersebut didasarkan pada asumsi tingkat sedimentasi dapat ditekan menjadi 1,2 mm/tahun. Hasil studi yang pernah dilakukan oleh peneliti dari Universitas Gadjah Mada menyebutkan bahwa selama periode 1981-1985 tingkat sedimentasinya mencapai 5,3 mm/tahun. Berdasarkan angka tersebut maka diperkirakan Waduk Gajah Mungkur hanya berumur 27 tahun.
Daerah Tangkapan Waduk (DTW) Gajah Mungkur secara geografis terletak pada 7o23‟-8o15‟LS dan 110o4‟-111o18‟BT. Secara administratif sebagian besar terletak di Kabupaten Wonogiri dan sebagian lainnya di Kabupaten Pacitan dan Karanganyar. Luas DTW Gajah Mungkur 135.000 ha dengan genangannya (flooding area) seluas 13.600 ha (Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS Solo Hulu, 1985). Daerah Tangkapan Waduk Gajah Mungkur terbagi atas enam sub DAS, yaitu Keduang (42.664 ha), Wiroko (20.580 ha), Temon (6.935 ha), Solo Hulu (19.976 ha), Alang Unggahan (23.528 ha) dan Wuryantoro (7.333 ha). Curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2.584 mm dengan musim hujan terjadi pada bulan November-April dan musim kemarau pada bulan Mei-Oktober.
Kondisi geologi yang ada berupa daerah dengan formasi vulkanik pada bagian sebelah Utara-Timur, campuran vulkanik dengan batuan sedimen di sebelah Timur dan Barat dan batuan kapur di bagian Selatan. Jenis tanah yang dijumpai terdiri atas Litosol (29,05 %), Grumusol (31,40 %), Latosol (11,37 %), dan Mediteran (40,70 %). Kondisi topografi umumnya berbukit dan bergunung. Penggunaan lahan yang dominan adalah tegal (38,57 %), sawah (36,43 %), pekarangan (23,86 %), hutan (10,90 %), dan lainnya (6,67 %). (Sukresno dan Rahardyan, 2001)
Menurut penelitian Pramono et al., (2001), sedimentasi di DTW Gajah Mungkur mulai turun sejak tahun 1991 dari 29 ton/ha/tahun menjadi 8 ton/ha/tahun. Hal ini diakibatkan oleh adanya kegiatan rehabilitasi lahan yang telah dimulai sejak tahun 1989 dan rendahnya curah hujan tahun 1997. Tingkat sedimentasi mulai naik lagi pada tahun 1998, dari 8 ton/ha/tahun pada tahun 1997 menjadi 33 ton/ha/tahun pada tahun 1998. Adanya El-Nino tahun 1997 yang menyebabkan kekeringan dan adanya La-Nina pada tahun 1998 yang menyebabkan curah hujan yang terjadi berada di atas rata-rata (normal), sehingga besar erosivitas hujan juga meningkat. Tingkat sedimentasi sejak tahun 1998 sampai tahun 2000 sudah melebihi tingkat sedimentasi tahun 1991 sehingga dikhawatirkan umur waduk akan lebih pendek lagi.
Penelitian tersebut menganalisis kecenderungan perubahan kondisi hidrologi di empat Sub DAS (Wuryantoro, Alang, Temon, dan Keduang) yang masuk ke Waduk Gajah Mungkur. Analisis tersebut meliputi data tingkat sedimentasi, hasil air, dan koefisien regim sungai pada masing-masing Sub DAS. Bahan dan alat yang diperlukan berupa Automatic Water Level Recorder (AWLR), Automatic Rainfall Recorder (ARR), Ombrometer, Suspended sediment sampler, dan Peta Topografi. Data yang diperlukan adalah data curah hujan, data Tinggi Muka Air (TMA) dan data sampel sedimen. Data curah hujan diolah menjadi hujan rata-rata dengan
W
SEDIMENTASI DI WADUK
GAJAH MUNGKUR
- 12 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
metode polygon Thiesen, data TMA diolah menjadi debit dengan menggunakan stage-discharge rating curve, dan data sampel sedimen diolah menjadi tingkat sedimentasi dengan menggunakan suspended-discharge rating curve. Perubahan debit sungai (m3/detik) menjadi debit limpasan dilakukan dengan mengubah satuan m3/dtk menjadi mm/tahun, dengan demikian data debit dapat dibandingkan antara Sub DAS yang satu dengan lainnya tanpa terpengaruh oleh luas Sub DAS. Pengukuran sedimen dilakukan pada masing-masing outlet dari empat Sub DAS yang masuk ke Waduk Gajah Mungkur. Koefisien aliran menunjukkan perbandingan antara debit dengan curah hujan yang menyebabkannya. Koefisien ini menggambarkan kondisi hidrologi suatu DAS. Menurut Cook dan Bansby-Williams dalam Suyono (1996) DAS yang baik mempunyai koefisien aliran < 0,50, DAS yang cukup mempunyai koefisien antara 0,50 – 0,75 dan DAS yang buruk koefisien alirannya > 0,75. Jika hanya dilihat dari koefisien aliran tersebut, Sub DAS yang ada di Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Gajah Mungkur masih relatif baik dengan nilai koefisien rata-rata berkisar antara 0,22 sampai 0,48. Selain itu koefisien alirannya juga cenderung semakin membaik.
Sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur masih tetap terjadi walaupun telah dilakukan upaya Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) secara luas di DTW Gajah Mungkur pada periode 1988-1994. Hal tersebut memperlihat-kan bahwa penanganan RLKT yang dilakukan kemungkinan masih belum sesuai dengan sasaran penanganan yang seharusnya dilakukan, yaitu dalam mengidentifikasi sumber-sumber erosi di DTW Gajah Mungkur sebagai asal terjadinya sedimentasi. Permasalahan tersebut melatarbelakangi Sukresno dan Rahardyan (2001) untuk mengevaluasi sumber-sumber erosi-sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur dengan metode korelasi ukuran butir tanah asli di DTW Gajah Mungkur dengan ukuran butir
sedimen di Waduk Gajah Mungkur. Tanah asli yang mewakili untuk tiap
jenis tanah yang ada di masing-masing enam sub DAS di DTW Gajah Mungkur diambil sebagai sampel untuk mendeteksi karakteristik ukuran butir asal sedimen, sedangkan sampel endapan sedimen diambil dari muara sungai di enam sub DAS tersebut. Pengambilan sampel tanah asli asal sedimen dan endapan sedimen dilakukan pada musim kemarau tahun 1994 dengan menggunakan bor tanah untuk sampel tanah dan sedimen lapisan permukaan (0-10 cm). Selanjutnya sampel tanah dan sedimen tersebut dianalisis ukuran butir untuk fraksi liat (< 0,002 mm), debu dan pasir halus (0,1-0,002 mm) dan pasir kasar (0,1-2,0 mm) (penggolongan berdasarkan USDA). Untuk mengetahui hubungan antara tanah asal sedimen dengan sedimen dilakukan dengan membandingkan antara ukuran butir tanah asli dan endapan sedimennya pada ke enam sub DAS (Keduang, Wiroko, Temon, Solo Hulu, Alang Unggahan dan Wuryantoro) di DTW dan Waduk Gajah Mungkur.
Hasil penelitian Pramono et al., (2001) tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar sedimen di Waduk Gajah Mungkur bukan berasal dari hasil erosi ditempat (sheet-rill erosion) namun dapat berasal dari erosi tebing sungai, erosi tebing jalan, erosi parit dan erosi jurang (gully), terutama di sub DAS Wiroko, Temon, Solo Hulu dan Alang Unggahan. Hal ini karena ukuran butir material sedimen di waduk pada sub DAS tersebut lebih kasar dibanding tanah aslinya. Kondisi ini mencerminkan bahwa penanganan erosi lahan dengan praktek konservasi tanah seperti terasering dan lain-lain telah dilakukan dengan tepat, namun penangan erosi pada offsite (pada alur-alur sungai) belum tepat sasaran. Pada sub DAS Keduang dan Wuryantoro menunjukkan bahwa ada korelasi yang sama antara besar ukuran butir material tanah asli di DTW dengan ukuran butir sedimen di waduk. Hasil sedimen yang berada di muara sungai Keduang dan Wuryantoro ukuran butirnya masih memiliki
- 13 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
karakteristik yang sama dengan sumbernya (tanah asli di DTW), hal ini memperlihatkan bahwa sedimen tersebut merupakan hasil langsung dari erosi sheet-rill, maupun tanah longsor dan erosi jurang yang terutama banyak terjadi pada lahan-lahan garapan (tegal). Kondisi ini memperlihatkan bahwa penanganan konservasi tanah yang ditujukan untuk mengendalikan baik erosi onsite maupun erosi offsite belum dilakukan sesuai sasaran. Hal tersebut mengakibatkan hasil erosi yang berada di DTW terutama di sub DAS Keduang dan Wuryantoro hampir semua menjadi sedimen di waduk. Muara kedua sub DAS tersebut sangat dekat dengan tubuh bendung Waduk Gajah Mungkur.
Berdasarkan analisis sumber erosi-sedimentasi di atas, penanganan RLKT di sub DAS Wiroko, Temon, Solo Hulu dan Alang Unggahan perlu lebih diarahkan untuk mengendalikan erosi tebing sungai, erosi tebing jalan, erosi parit dan erosi jurang. Untuk sub DAS Keduang dan Wuryantoro penanganan RLKT-nya lebih diarahkan untuk mengendalikan erosi sheet-rill, tanah longsor dan erosi jurang. Pengerukan Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri akan sia-sia bila tidak diikuti dengan usaha menahan laju erosi. Erosi yang berlebihan dari bagian hulu sungai akan menyebabkan pengendapan di waduk lebih cepat bertambah. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Penelitian Teknologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Nugroho Sulistyo Priyono, "Pengerukan tidak akan efektif kalau penahan erosi di bagian hulu tidak diperhatikan, terutama erosi dari Sungai Keduang yang cukup tinggi," jelas Nugroho (Kompas, 2009). Pengerukan lumpur di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri telah dimulai sejak bulan Mei 2003. Proses pengerukan ini merupakan bantuan dari Japan International Cooperation Agency (JICA) sebanyak Rp 60 miliar. Menurut Nugroho, sebenarnya sudah ada beberapa pembangunan pengendali erosi, tetapi oleh pemerintah daerah, bangunan tersebut tidak dipelihara. Misalnya di hulu Sungai
Keduang yang terdapat beberapa bangunan pengendali erosi. Bangunan pengendali erosi itu bisa dibangun dari bambu atau batu. Mengendalikan laju erosi juga bisa dilakukan dengan membuat terasering pada permukaan tanah. Ia juga mengusulkan, pemerintah dapat membuat bangunan penahan erosi dari bambu yang langsung ditanam karena bambu tahan lama. Bupati Wonogiri H. Begug Poernomosidi mengemukakan bahwa seharusnya tidak hanya dilakukan pengerukan lumpur yang telah terlihat di dekat bendungan. Perlu juga dilakukan pembuatan cek dam pada anak-anak Sungai Bengawan Solo dan perbaikan hutan-hutan yang ada di daerah hulu, baik itu milik rakyat maupun Perhutani yang sekarang telah rusak berat akibat banyaknya penjarahan kayu (Surat Kabar Kompas, 2009).
Daftar Pustaka Pramono I.B, Sukresno dan U.H. Murtiono.
2001. Evaluasi Kondisi Hidrologi di Daerah Tangkapan Air Waduk Gadjah Mungkur, Wonogiri. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Das Surakarta, hal 75-84.
Sukresno dan Rahardyan, N.A. 2001. Evaluasi Sumber-Sumber Erosi-Sedimentasi di Waduk Wonogiri. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Das Surakarta, hal 51-59
Suyono. 1996. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dalam Kontek Hidrologi dan Kaitannya dengan Pembangunan Berkelanjutan. Pidato pada Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala Madya di Fakultas Geografi UGM.
Surat Kabar Kompas. 5 Februari 2009. Pendangkalan Waduk Gajah Mungkur Mengkhawatirkan.
- 14 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
(Muhammad Badjoeri, Puslit Limnologi-LIPI)
mbadjoeri@yahoo.com
ndonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati mikroba. Berbagai jenis mikroba telah dimanfaatkan
manusia sebagai penghasil antibiotik pada industri obat-obatan dan kedokteran, probiotik pada industi makanan, biofertilizer pada industri pertanian dan perikanan, agen bioremedasi pada pengolahan limbah dan penanganan pencemaran lingkungan. Mikroba selain sangat beragam jenisnya juga sangat dipengaruhi faktor lingkungan sehingga dapat mengalami perubahan karakter, baik fisiologis maupun genetik. Karena itulah para peneliti berupaya mencari berbagai teknik untuk menyimpan dan mengawetkannya agar ketersediaan isolat mikroba yang stabil dan pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Preservasi mikroba adalah upaya penyimpanan dan pemeliharaan koleksi atau plasma nutfah mikroba dalam jangka waktu tertentu dan apabila suatu saat diperlukan dapat dengan mudah diperoleh kembali dengan kondisi yang relatif stabil. Keberhasilan preservasi mikroba ditentukan oleh: 1) penguasaan teknologi, 2) ketersediaan fasilitas dan 3) ketersediaan tenaga yang terampil. Tujuan preservasi: 1. menahan laju aktivitas metabolisme mikroba sehingga viabilitas (daya tumbuh) nya dapat dipertahankan, 2) memelihara isolat mikroba sehingga mempunyai recovery (daya tumbuh kembali) dan kelangsungan hidup yang tinggi dengan perubahan karakter yang minimum (Machmud, 2001). Berbagai cara atau teknik preservasi mikroba telah banyak dikembangkan (Howard 1955, Davis 1975, Fletcher and Young 1997, Obara et al. 1981, Badjoeri dan Widiyanto 1999, Machmud 2001, Kusmiati dan Priyadi 2003, dan Yuniarti et al. 2003) yaitu :
1. Preservasi mikroba untuk jangka
waktu pendek: a. Preservasi sub kultur, yaitu teknik
peremajaan, pemeliharaan dan penyimpanan dengan memindahkan isolat secara berkala dalam jangka waktu yang pendek (1 – 3 bulan) dari media lama ke media baru. Teknik ini tidak dianjurkan dilakukan terus menerus dalam jangka waktu panjang karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan karakter genetik mikroba melalui seleksi varian dan berpeluang terkontaminasi.
b. Preservasi dalam aquadest steril, yaitu teknik penyimpanan mikroba dalam tabung yang berisi aquadest steril dan disimpan pada suhu tertentu. Caranya yaitu: 1) isolat murni bakteri ditumbuh-kan dalam media agar miring dan telah diinkubasi selama 24–48 jam, 2) aquadest steril sebanyak 5–10 mL disiapkan dalam tabung bertutup ulir atau dalam eppendorf, 3) bakteri yang akan disimpan dimasukan kedalam tabung yang telah berisi aquadest steril sebanyak 1 ose atau 1mL sspense, 4) tabung ditutup rapat dan disimpan pada suhu ruang atau suhu 10–15 oC. dan 5) uji viabilitas dan pemeliharaan dilakukan secara rutin, dan recovery dilakukan dengan menanamnya secara langsung pada media cair atau media agar yang sesuai.
c. Preservasi dalam gliserol konsentrasi rendah, yaitu teknik penyimpanan isolat mikroba menggunakan larutan gliserol berkonsentrasi rendah dan disimpan pada suhu rendah. Kelompok bakteri fotosintetik dapat disimpan selama 1–3 bulan. Beberapa jenis lainnya seperti Aerobacter aerogenes, Corynebacterium diphtheriae, Corynebacterium xerose, Corynebacterium pseudodiphtheriticum, Diplococcus pneumoniae, Escherichia coli, Micrococcus pyogenes, var. aureus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella enteritidis, Serratia marcescens, Shigella flexnsri dan Streptococcus viridians dapat disimpan lebih dari lima bulan pada
I
PRESERVASI MIKROBA UNTUK PELESTARIAN DAN STABILITAS PLASMA NUTFAH
- 15 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
suhu -10 oC. Haemophilus influenza selama empat bulan, Neisseria meningitides selama 6 minggu dan Neisseria gonorrhoeae selama tiga minggu (Hollander and Nell 1954 dalam Howard 1955), tetapi N. gonorrhoeae dapat disimpan lebih lama sampai tiga bulan pada suhu -40 oC (Weiser and Osterud 1945 dalam Howard 1955). Caranya: 1) isolat murni bakteri ditumbuhkan selama 48 jam dalam media agar miring, 2) siapkan sebanyak 1mL gliserol steril 15% aquadest dalam tabung eppendorf , 3) isolat bakteri dimasukan kedalam eppendorf berisi gliserol 15% sebanyak 1mL suspensi. Eppendorf ditutup rapat, larutan dihomogenkan dan disimpan pada suhu -15 oC dan 4) uji viabilitas bakteri dilakukan rutin (minimal satu bulan) dan recovery dilakukan dengan cara menanamnya secara langsung pada media cair atau media agar.
2. Preservasi mikroba untuk jangka waktu panjang:
a. Preservasi dalam minyak mineral atau parafin cair, yaitu teknik penyimpanan mikroba yang ditanam pada media agar dan melapisi (menutup) nya dengan minyak mineral atau parafin cair. Teknik ini lebih baik dibanding dengan aquadest steril, karena mampu mempertahankan viabilitas mikroba dengan mencegah lebih lama terjadinya kekeringan pada media. Beberapa jenis jamur dapat disimpan sampai 20 tahun dengan teknik ini. Caranya: 1) isolat mikroba ditumbuh-kan selama 24–48 jam dalam tabung bertutup ulir yang berisi media agar atau cair, 2) minyak mineral atau parafin cair disterilkan pada suhu 121 oC selama 60 menit, 3) masukkan minyak mineral atau parafin cair kedalam tabung berisi isolat sehingga melapisi permukaan media setinggi 10–20 mm, 4) tabung isolat yang telah dilapisi disimpan pada suhu ruang atau di lemari es (suhu 4oC) dan 5) uji
viabilitas dilakukan rutin (minimal satu tahun sekali) dan recovery dilakukan dengan mengambil sebagian suspensinya atau digoreskan langsung pada media agar.
b. Preservasi dalam tanah steril, yaitu teknik penyimpanan mikroba menggunakan tanah kering steril. Teknik ini mampu menyimpan mikroba hingga 20 tahun atau lebih. Beberapa jamur seperti Streptomyces sp. dan bakteri berspora seperti Bacillus sp., Clostridium sp. dan Rhizobium sp. dapat disimpan dengan teknik ini. Kelebihan teknik ini ialah selain biayanya murah juga cukup baik menjaga stabilitas karakter genetis isolat yang disimpan. Caranya: 1) tanah agak liat dihaluskan dan diayak sampai bersih, partikelnya halus dan homogen, 2) tanah dimasukan kedalam tabung berukuran 25 mL yang bertutup ulir hingga hampir penuh (± 1 cm dari mulut tabung), 3) tanah dibasahi dengan aquadest (30% kebasahan kapasitas lapang) dan disterilisasi sebanyak tiga kali berturut-turut dalam tiga hari dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama satu jam, 4) tabung berisi tanah di oven pada suhu 150 oC selama satu jam setelah dingin disimpan dalam desikator, 5) suspensi mikroba dibuat dalam larutan pepton steril 2% dalam aquadest, 6) sebanyak 0,1 mL suspensi mikroba dimasukkan ke dalam tabung, 7) tabung disimpan kembali dalam desikator atau setelah kering dapat disimpan di ruang koleksi, 8) uji viabilitas mikroba dilakukan rutin minimal setahun sekali dan 9) recovery dilakukan dengan menumbuhkannya dalam medium cair dan menggoreskan suspensi tanah pada medium agar yang sesuai.
c. Preservasi dalam lempeng gelatin, yaitu teknik penyimpanan mikroba menggunakan lempengan gelatin dan disimpan pada suhu 4 oC. Caranya: 1) sebanyak 10 mL lilin (parafin wax) disterilkan dalam cawan petri dan dibiarkan memadat, 2) kultur bakteri ditumbuhkan selama 24-48 jam dan
- 16 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
jadikan suspensi (kepadatan 109 sel/mL) pada media gelatin nutrien 30% yang mengandung 0,25% asam askorbat, 3) ambil suspensi bakteri menggunakan pipet steril dan teteskan pada permukaan lilin atau kertas lilin dalam cawan petri, 4) masukan cawan petri yang telah diteteskan ke dalam desikator vakum yang berisi P2O5 dan dievakuasi sampai kering dan membentuk lempengan gelatin, 5) lempengan gelatin diambil secara aseptik menggunakan pinset dan dimasukkan ke dalam tabung steril bertutup ulir (tiap botol diisi 5–10 lempeng), 6) tabung disimpan dalam wadah yang berisi P2O5 pada suhu 4 oC, 7) uji viabilitas dilakukan secara periodik minimal setiap tahun dan 8) recovery bakteri dilakukan dengan menanam lempeng gelatin pada media cair dan menggoreskan suspensi media cair pada media agar yang sesuai.
d. Preservasi secara kriogenik, yaitu teknik penyimpanan mikroba dalam media cair dengan penambahan senyawa krioprotektan (larutan konservatif) dan dibekukan pada suhu sangat rendah dalam nitrogen cair. Semakin rendah suhu penyimpan mikroba akan semakin kecil kemungkinan kehilangan kemampuan viabilitasnya. Penyimpanan pada suhu sangat rendah dapat dilakukan dengan merendamnya dalam nitrogen cair yang suhunya mencapai -196 oC. Berbagai mikroba dapat disimpan langsung pada media tumbuh dengan menambahkan senyawa krioprotektan seperti gliserol atau dimetilsulfoksida (DMSO) yang dapat mengurangi dampak negatif akibat pembekuan. Krioprotektan lainnya adalah methanol, gula sacharida, polyvinyl pyrollidone (PVP). Proses pembekuan pada kriopreservasi sebaiknya dilakukan secara bertahap hingga mencapai suhu 0 atau -40 oC, selanjutnya didinginkan secara cepat hingga suhu akhir mencapai -196 oC. Kusmiati dan Priadi (2003) melaporkan bakteri Bacillus pumilus dapat disimpan
dengan teknik ini selama 12 bulan. Caranya: 1) bakteri yang akan disimpan ditumbuhkan pada media agar miring yang sesuai selama 24-48 jam, 2) masukkan 5 mL larutan krioprotektan (gliserol 5-10% atau DMSO 5%) ke dalam tabung agar miring sehingga membentuk suspensi pekat biakan mikroba atau 1 mL suspensi bakteri ditumbuhkan pada media cair dalam ampul steril dan diinkubasi selama 16–18 jam kemudian ditambahkan larutan krioprotektan, 3) suspensi mikroba dipindahkan sebanyak 0,3–0,4 mL ke dalam ampul steril dan ditambahkan 0,4 ml larutan krioprotektan, 4) ampul dipotong (ditutup) dengan api las, 5) suspensi bakteri direndam dalam nitrogen cair (suhu -196 oC) selama 30 menit, 6) tabung berisi suspensi bakteri disimpan di dalam freezer suhu -20 oC dan 7) uji viabilitas dengan mengambil suspensi bakteri dalam ampul dan ditumbuhkan pada media cair.
e. Presevasi mikroba secara kering beku (lyofilisasi) yaitu teknik penyimpanan dan pengawetan mikroba yang menggabungkan metoda pengeringan dan pembekuan dalam media penyimpanan khusus dengan bantuan alat pengering dan pembeku (freeze dryer). Teknik ini paling popular dan banyak digunakan untuk menyimpan berbagai jenis mikroba (virus, bakteri, khamir, jamur berspora, algae dan protozoa) tetapi lebih rumit dibanding teknik lainnya. Hal yang penting diperhatikan adalah penggunaan cairan pengawet (preservatif) yang tepat pada pembuatan suspensi bakteri untuk menyimpan mikroba. Fungsi dari preservatif adalah untuk mencegah kerusakan dan menstabilkan protein akibat proses pembekuan dan pengeringan. Salah satu preservatif yang baik adalah mist dessicants yang komposisinya terdiri dari pepton 12 g dan glukosa 30 g dalam aquadest 100 mL. Beberapa preservatif lainnya antara lain larutan pepton 1%, larutan
- 17 -
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010
susu skim 1% dan larutan campuran serum kuda dengan pepton 10% (Sky 1983 dalam Machmud, 2001). Caranya: 1) ampul kosong berukuran 1 mL disterilkan dalam oven pada suhu 160 oC selama satu jam. Ampul kosong sebelum disterilkan diberi label kode mikroba dengan memasukkan kertas filter (3 mm x 20 mm). Ampul ditutup dengan kapas dan bagian luarnya juga diberi label yang sama. 2) mikroba yang akan disimpan ditumbuhkan hingga fase pertumbuhan optimum dalam media yang sesuai (umumnya selama 24–48 jam pada suhu ruang), 3) buat suspensi mikroba (109sel/mL) dalam larutan preservative, 4) masukkan suspensi mikroba sebanyak 0,1–0,3 mL ke dalam ampul kosong steril dengan menggunakan pipet mikro, 5) suspensi mikroba dalam ampul dibekukan pada suhu -20 sampai -30 oC atau menggunakan es kering, 6) ampul berisi suspensi bakteri yang telah dibekukan dipasangkan pada alat pengering-beku, 7) setelah proses kering-beku, ampul dipotong (ditutup) dengan api las, 8) ampul disimpan pada suhu ruang atau lemari es (4 oC) dan sebagian ampul diambil untuk uji viabilitas mikroba, 9) uji viabilitas dilakukan secara periodik setiap tahun dan 10) recovery mikroba dilakukan dengan merendam ampul pada suhu 37oC atau didiamkan beberapa saat pada suhu ruang, kemudian bagian ujungnya dipatahkan dengan pemotong kaca. Masukkan beberapa tetes media cair ke dalam ampul, dibiarkan beberapa saat sambil agak digoyang-goyang agar biakan mikroba larut. Suspensinya diambil dengan pipet dan diteteskan pada cawan petri yang berisi media yang sesuai, koloni yang terbentuk dapat ditumbuhkan pada media agar miring.
Kesimpulan Teknik kering beku (lyofilisasi)
merupakan teknik paling baik digunakan untuk preservasi mikroba karena dengan
teknik ini mikroba dapat disimpan dalam waktu lama dengan karakter dan viabilitas yang relatif stabil.
Daftar Pustaka
Badjoeri, M. dan T. Widiyanto. 1999. Penyimpanan Isolat Bakteri Fotosintetik Anoksigenik dalam Gliserol dengan Konsentrasi dan Suhu yang Berbeda. Limnotek. Perairan Darat Tropis Indonesia. Vol. 3(1):39-47.
Davis, C. 1976. Presevation of Gastrointestinal Bacteria and Their Microenvironmental Associations in Rats by Freezing. J. Appl. Environ. Microbiol. Vol. 31(2):304-312.
Fletcher, M. J. and J. M. Young. 1997. Studies on Vacuum-Drying for The Presevation of Plant Pathogenic Bacteria. J.Cult.Coll. Vol. 2:21-25
Howard, D. H. 1955. The Preservation of Bacteria by Freezing in Glycerol Broth. Department of Infectious Diseases, School of Medicine, University of California, Los Angeles 24, California, p.625.
Kusmiati dan D. Priadi. 2003. Kriopreservasi Bakteri Selulotik Bacillus pumilus dengan Krioprotektan Berbeda. BioSmart. Vol. 5(1):21-24.
Machmud, M. 2001. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba. Buletin AgroBio 4(1):24-32
Obara, Y., S. Yamai, Nikawa, T., Shimoda, Y. and Mitamoto, Y. 1981. Preservation and Transportation of Bacteria by Simple Gelatin Disk Method. J.Clin.Microbiol. Vol. 14 (1):61-66.
Yuniarti, E., D.N. Susilowati dan R. Saraswati. 2003. Koleksi, Karakterisasi dan Preservasi Mikroba Remediasi. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. hal. 97-105.
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010 1
SEMINAR NASIONAL LIMNOLOGI
Dr. Ir. Gadis Sri Haryani
Kepala Pusat Penelitian Limnologi (2001- sekarang)(gadis@limnologi.lipi.go.id)
Tulisan ini disajikan karena Pusat Penelitian Limnologi-LIPI baru selesai menyelenggarakan Seminar Nasional Limnologi ke V pada tanggal 28 Juli
2010 yang lalu. Pusat Penelitian Limnologi LIPI dalam usianya yang ke 24 tahun tanggal 13 Januari 2010 yang lalu selalu berkarya sesuai tugas pokok dan fungsi yang diemban yaitu melakukan penelitian di bidang perairan darat dan berinteraksi dengan berbagai pihak baik di dalam LIPI maupun diluar LIPI di tingkat nasional dan internasional agar apa yang Pusat Penelitian Limnologi hasilkan dapat bermanfaat. Salah satu bentuk komunikasi hasil penelitian kelimnologian adalah melalui Seminar Nasional Limnologi.
Seminar Nasional diselenggarakan secara rutin setiap 2 (dua) tahun sekali sejak tahun 2002. Tema yang dipilih berbeda dalam setiap penyelenggaraan sesuai isu aktual, strategis dan krusial yang terjadi di Indonesia, serta kecenderungan di masa depan, khususnya yang terkait dengan masalah perairan darat.
Bila diurut satu persatu, Seminar Nasional Limnologi yang telah diselenggarakan oleh Puslit Limnologi-LIPI adalah sebagai berikut:
1. Seminar Limnologi ke I tanggal 22 April 2002, dengan tema: Menuju Kesinambungan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan
2. Seminar Limnologi ke II tanggal 28 Juli 2004, dengan tema: Peran Strategis Data Dan Informasi Sumberdaya Perairan Darat Dalam Pembangunan Nasional
3. Seminar Limnologi ke III, tanggal 5 September 2006, dengan tema: Pengelolaan Sumberdaya Perairan Darat Secara Terpadu di Indonesia
4. Seminar Limnologi ke IV, tanggal 15 Oktober 2008, dengan tema: Perairan Darat dan Perubahan Iklim
5. Seminar Limnologi ke V, tanggal 28 Juli 2010, dengan tema: Prospek Ekosistem Perairan Darat Indonesia: Mitigasi Bencana Dan Peran Masyarakat
Tidak kurang dari 50 makalah yang dipresentasikan dalam setiap penyelenggaraan Semnas yang merupakan kajian atau hasil penelitian. Dengan demikian ada sekitar 250 hasil penelitian yang seharusnya dapat ditindaklanjuti agar perairan darat di Indonesia dapat dikelola untukdimanfaatkan secara berkelanjutan.
Saya ingin mengajak pembaca mencermati uraian tema seminar nasional limnologi untuk mendapatkan gambaran perkembangan kelimnologian di Indonesia sejak sekitar 10 tahun terakhir ini.
ARTIKEL UTAMA
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010 2
1. Menuju Kesinambungan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan
Tema ini merupakan tema pada Seminar Limnologi ke I tanggal 22 April tahun 2002, yang dipilih dengan pertimbangan bahwa kita harus mempunyai tujuan dan harapan ke depan agar perairan darat di Indonesia dapat tetap dimanfaatkan terus menerus atau berkesinambungan.
Pemanfaatan sumberdaya perairan diperkirakan akan semakin meningkat di masa-masa mendatang dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional. Kecenderungan tersebut sejalan dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,8% per tahun. Hal ini menimbulkan berbagai dampak lingkungan yang terjadi pada kawasan perairan darat akibat dari dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang dilakukan di daratan, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, permukiman dan sebagainya. Demikian pula dengan kegiatan yang dilakukan di perairan dan sekitarnya. Penanggulangan pencemaran yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut tidak dapat dilakukan hanya di kawasan perairan darat saja, tetapi harus dilakukan mulai dari sumber dampaknya yang ada di daratan.
Kebijakan pengelolaan harus menggabungkan antara aspek konservasi dan aspek pemanfaatan. Konsep pengelolaan wilayah perairan darat secara terpadu merupakan salah satu syarat untuk mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan.
2. Peran Strategis Data Dan Informasi Sumberdaya Perairan Darat Dalam Pembangunan Nasional
Sebagai tema pada Seminar Limnologi ke II tanggal 28 Juli 2004, yaitu Data dan Informasi Sumberdaya Perairan Darat Indonesia menjadi fokus utama. Mengingat sudah banyaknya data dan informasi mengenai perairan darat di Indonesia yang tersebar di berbagai instansi dan bahkan pada individu-individu. Sistem data dan informasi yang akurat, lengkap dan terkini sangat diperlukan sebagai pendukung pengambilan keputusan (Decision Support System) baik yang terkait langsung dengan pembangunan perairan darat maupun untuk menunjang pembangunan nasional secara umum. Pernyataan Rio de Janeiro tahun 1992 dalam KTT Bumi menekankan perlunya informasi yang akurat untuk mendukung pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya air.
Pusat Penelitian Limnologi-LIPI telah merintis Pengembangan Sistem Informasi Limnologi sejak tahun 1996 dengan dibentuk secara khusus Kegiatan Tolok Ukur Pengembangan Sistem Informasi Perairan Darat, dan sejak itu pula kelengkapan untuk mendukung terwujudnya suatu sistem pengelolaan data limnologi terus menerus diupayakan dan menjadikan kegiatan Pengembangan Sistem Informasi Perairan Darat sebagai salah satu Program Utama Pusat Penelitian Limnologi-LIPI.
Dengan adanya Sistem basis data Limnologi ini maka data, informasi dan pengetahuan yang didapatkan dari penelitian-penelitian baik oleh Pusat Penelitian Limnologi maupun instansi lain dapat diakses dengan mudah oleh para pengguna baik itu masyarakat ilmiah, para pengambil keputusan maupun masyarakat luas. Yang dapat diakses dalam hal pemanfaatan potensi dan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi lingkungan perairan darat sehingga pengelolaan perairan darat Indonesia dapat berjalan sesuai visi pembangunan yang berkelanjutan.
Keterbatasan dukungan data dan informasi dalam pemanfaatan suatu sumberdaya disebabkan berbagai. Faktor-faktor tersebut antara lain sistem pengelolaan data yang tidak terpadu, sehingga data dan informasi yang tersedia tersebar di berbagai instansi dan bersifat sektoral sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat luas sebagai pengguna. Persoalan pengelolaan data dan informasi meliputi akses, pemanfaatan dan ketersediaan data itu sendiri.
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010 3
Adanya perkembangan teknologi yang memungkinkan pengelolaan data secara akurat dan bersifat kekinian akan semakin mempermudah penyusunan berbagai kebijakan nasional dan daerah dalam pengelolaan sumberdaya yang berbasis data ilmiah. Kebijakan pengelolaan sumberdaya lingkungan yang berbasis data ilmiah seyogyanya menjadi perhatian kita semua sehingga lingkungan perairan darat dapat memberikan kesejahteraan bagi kehidupan.
3. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Darat Secara Terpadu di IndonesiaTema tersebut diambil untuk mengarahkan Seminar Limnologi ke III, tanggal 5 September
tahun 2006, dengan harapan bahwa kegiatan pengelolaan perairan darat tidak dapat dilihat secara parsial namun harus secara terpadu agar permasalahan yang ada dapat teratasi secara menyeluruh atau holistik. Keseluruhan atau sebagian besar ekosistem perairan darat saling terkait satu dan lainnya dalam suatu daerah tangkapan air yang berfungsi sebagai pengumpul air. Keterkaitan antara badan air tersebut demikian eratnya sehingga gangguan pada satu badan air akan berdampak negatif pada badan air lainnya, demikian pula terhadap flora, fauna serta masyarakat yang ada di sekitarnya.
Pengelolaan perairan darat secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah perairan yang melibatkan dua atau lebih ekosistem mulai dari hulu sampai ke hilir, sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pemanfaatan perairan secara berkelanjutan. Pengelolaan wilayah perairan darat secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumberdaya alam dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh. Hal ini diawali dengan identifikasi karakteristik komponen penyusun ekosistem, pengkajian masalah, kendala dan penyusunan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatan guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan pengelolaan dilakukan secara terpadu dari berbagai sektor dan dinamis dengan mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi-budaya dan aspirasi masyarakat pengguna serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada. Dengan memadukan dan mensinergikan segala kekuatan yang dimiliki oleh berbagai sektor dalam mengelola ekosistem perairan darat yang melingkupi berbagai aspek sosial, ekonomi, budaya maka akan tercipta kondisi perairan darat yang baik dan dapat dimanfaatkan sepanjang waktu.
4. Perairan Darat dan Perubahan Iklim
Dewasa ini isu lingkungan yang mengemuka adalah perubahan iklim. Oleh sebab itulah dipilih topik Perairan Darat dan Perubahan Iklim sebagai fokus pada Seminar Nasional Limnologi ke IV, tanggal 15 Oktober 2008. Perubahan iklim yang sedang terjadi di bumi ini juga akan berpengaruh pada perairan darat yang sekaligus juga perairan darat dapat mempengaruhi perubahan iklim. Hal ini adanya fenomena peningkatan temperatur global. Pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21 apabila tidak ada upaya untuk menguranginya. Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan frekuensi maupun intensitas iklim ekstrim.
Perubahan rata-rata tahunan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia diperkirakan berpengaruh terhadap defisit air. Hal ini akibat meningkatnya evaporasi di satu sisi, namun disisi lain akan menyebabkan kelebihan air karena intensitas curah hujan yang tinggi sehingga menimbulkan banjir. Indonesia yang memiliki sungai, danau dan rawa yang diperkirakan luasnya mencapai 13,85 juta ha, akan mengalami dampak perubahan iklim tersebut. Perairan darat juga dapat memberikan kontribusi dalam pengurangan pemanasan global karena berfungsi sebagai penyimpan dan
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010 4
penangkap karbon. Dari sekitar 37 juta ha lahan basah di Indonesia, 20 juta ha diantaranya berupa rawa gambut yang berfungsi sebagai penyimpan karbon. Lahan basah juga merupakan penyangga dampak anomali cuaca dan iklim, karena kemampuannya menyerap banjir dan memasok air pada saat musim kemarau.
Dari topik-topik penelitian yang diajukan dalam seminar kali ini, ternyata sedikit sekali yang menyentuh masalah perubahan iklim. Hal ini menunjukkan bahwa masih diperlukan penelitian-penelitian mengenai pengaruh perubahan iklim terhadap perairan darat. Diharapkan hasil-hasil penelitian tersebut dapat memberikan solusi ilmiah dalam rangka mencegah, memperkecil dampak dan memperbaiki berbagai kerusakan dan degradasi perairan darat. Lebih dari itu, untuk kepentingan jangka panjang, terkandung dalam misi ini adalah upaya mencari keseimbangan antara penggunaan sumberdaya alam dan upaya pelestarian lingkungan dalam dinamika perubahan iklim.
5. Seminar Limnologi ke V, 28 Juli 2010, dengan tema: Prospek Ekosistem Perairan Darat Indonesia: Mitigasi Bencana dan Peran Masyarakat
Permasalahan yang mengancam keberlangsungan perairan darat seperti pencemaran kualitas air sungai, danau, dan badan air lainnya serta semakin berkurangnya kemampuan badan-badan air untuk mendukung kehidupan ekosistem termasuk manusia di dalamnya, semakin mengemuka ahir-akhir ini. Dinobatkannya Sungai Citarum sebagai salah satu sungai terkotor di dunia oleh salah satu media massa internasional membuktikan adanya bencana yang mengancam perairan darat Indonesia.
Sumberdaya air yang merupakan kebutuhan vital bagi kehidupan akan mengalami tekanan yang sangat tinggi, sehingga kerusakan sumberdaya air tidak dapat dihindari. Sebaran penduduk Indonesia, yang terkonsentrasi di pulau Jawa dan daerah perkotaan menimbulkan masalah tentang ketersediaan air bersih di pulau jawa dan kota-kota besar.
Pengelolaan perairan darat yang tidak bersifat komprehensif akan menyebabkanberbagai bencana keairan, seperti bencana banjir dan kekeringan, kematian massal ikan, pencemaran, serta memicu konflik sosial dalam masyarakat. DAS (Daerah Aliran Sungai) di Indonesia yang kritis semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Erosi yang berlebihan mengakibatkan terjadinya sedimentasi dan pendangkalan di waduk-waduk antara lain yang ada di aliran sungai Citarum, dan danau-danau di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Bencana banjir dan kekeringan semakin sering melanda daerah-daerah rawan banjir dan kekeringan, bahkan sekarang terjadi di daerah yang sebelumnya jarang terkena banjir. Hal ini menimbulkan kerugian materi yang tidak sedkit. Situ-situ di kawasan Jabodetabek tercemar kandungan nutrien yang tinggi hingga terlalu subur yang menunjukkan tingkat kerusakan Situ. Kandungan nutrien (diantaranya nitrogen dan fosfor) yang tinggi tersebut berasal dari bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah industri, pertanian, dan rumah tangga yang masuk ke Situ. Padahal selama ini keberadaan Situ masih dipandang sebelah mata oleh para pengelola wilayah setempat. Kondisi ini diperparah oleh perubahan iklim global dimana rata-rata tahunan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia mengalami penurunan dan dilain tempat mengalami peningkatan, dan waktu musim hujan/kemarau mengalami pergeseran. Telah terjadi peningkatan defisit air akibat meningkatnya evaporasi. Dikhawatirkan keadaan akan lebih parah untuk wilayah-wilayah yang rata-rata curah hujannya menurun. Hal ini semakin meningkatkan bencana kekeringan diwilayah tersebut. Oleh sebab itu apabila dalam pengelolaan dan pemanfaatan perairan darat tidak
Warta Limnologi – No. 45/TahunXXIII Desember 2010 5
disertai kearifan dan landasan ilmiah yang kuat dan usaha peningkatan partisipasi masyarakat,maka prospek perairan darat ke depan akan semakin memprihatinkan.
Dalam KTT Bumi tahun 1992, masalah air tawar mendapat perhatian serius sebagaimana yang tertuang dalam Dokumen Agenda 21, sedangkan pada World Summit on Sustainable Development yang diadakan di Johannesburg (Afrika Selatan) pada bulan Agustus tahun 2002, ditetapkan kesepakatan untuk memprioritaskan penyediaan kebutuhan minimal air untuk penduduk miskin dunia di tahun 2015. Pentingnya peran air juga diakui dalam bidang pertanian, energi, keanekaragaman hayati, dan upaya mengatasi kemiskinan. Hal ini menunjukkan hampir 20 tahun sejak dicanangkannya KTT Bumi, perairan darat di Indonesia belum mencapai perkembangan yang baik bahkan sebaliknya semakin memprihatinkan. Namun hal ini tidak menyurutkan langkah Pusat Penelitian Limnologi sebagai institusi ilmiah tingkat nasional untuk terus memberikan kontribusi yang nyata terhadap pengelolaan perairan darat yang berkelanjutan. Arah dan kegiatan penelitian akan terus difokuskan pada pelestarian sumberdaya perairan darat di Indonesia dengan menjalin kerja sama dengan masyarakat, institusí atau lembaga terkait baik secara nasional maupun internasional. Dengan seminar nasional yang akan diselenggarakan secara kontinu di tahun-tahunyang akan datang diharapkan komunikasi keilmuan dapat terus terjalin. Hal ini semakin memperkuat kiprah dan posisi limnologi dalam menyumbangkan solusi ilmiah dan inovasi teknologi yang ramah lingkungan disertai pemberdayaan masyarakat yang semakin kuat dalam pendayagunaan dan pengelolaan sumberdaya perairan darat bagi kepentingan kehidupan.
REFERENSI
Pusat Penelitian Limnologi LIPI, 2002. Prosiding Seminar Nasional Limnologi ke I, 2002. Bogor. 447 hal.
Pusat Penelitian Limnologi LIPI, 2004. LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di Indonesia: XI (1 & 2). Edisi khusus Makalah Utama Seminar Nasional Limnologi 2004.
Pusat Penelitian Limnologi LIPI, 2006. Prosiding Seminar Nasional Limnologi ke III, 2006. Bogor. 393 hal.
Pusat Penelitian Limnologi LIPI, 2008. Prosiding Seminar Nasional Limnologi ke IV, 2008. Bogor. 570 hal
Naskah Sambutan Kepala LIPI dalam Pembukaan Seminar Nasional Limnologi ke V, 2010.