Post on 13-Jul-2016
description
NASKAH UJIAN
I. IDENTITAS PASIEN
Ny. SM, perempuan, 56 tahun, lahir pada tanggal 26 Januari 1960, Islam, belum
menikah, bekerja sebagai guru SD, pendidikan terakhir SPG, suku Jawa, tinggal
di Tumijajar Tulang Bawang Barat, masuk rumah sakit pada tanggal 13 Februari
2016 dengan nomor CM. 024XXX. Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 28
Februari 2016 pada pukul 08.00 WIB.
II. PEMERIKSAAN PSIKIATRI
Dilakukan autoanamnesis dari pasien dan alloanamnesis dari Tn. B, 52 tahun
pendidikan terakhir SMA (adik kandung pasien).
II.1 Keluhan Utama
Murung terus menerus.
II.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSJ Provinsi Lampung diantar keluarga dengan
keluhan murung terus menerus, tidak mau bicara dengan orang lain, tetapi
terkadang berbicara sendiri, sering mendengar bisikan, merasa minder,
malas beraktivitas, dan sulit tidur.
Menurut keluarga pasien, pasien mengalami perubahan sikap sejak 34 tahun
yang lalu. Pada saat 34 tahun yang lalu pasien mempunyai calon suami dan
akan segera menikah, tetapi calon suami pasien meninggalkan pasien dan
memilih menikah dengan perempuan lain. Sejak kejadian itu pasien
mengalami perubahan sikap yaitu pasien menjadi pendiam dan sering
murung. Pasien tidak ingin menikah sampai sekarang karena peristiwa
tersebut. Pasien bekerja sebagai guru SD sampai sekarang. Sekitar 10 tahun
yang lalu pasien pernah berobat satu kali ke dokter umum tentang kesehatan
kejiwaan nya. Sekitar 1 tahun yang lalu pasien sering menyendiri, selalu
sedih, murung, merasa minder, merasa orang-orang disekitar membicarakan
1
pasien sehingga pasien mudah tersinggung. Kemudian keluarga membawa
pasien ke rumah sakit jiwa dan dirawat sekitar 1 bulan. Pasien mengalami
perbaikan dan diperbolehkan pulang.
Menurut keluarga pasien, pasien selama rawat jalan pasien tidak rutin
kontrol dan tidak rutin meminum obat. Setelah dirawat pasien masih bekerja
sebagai guru SD, tetapi tidak setiap hari berangkat bekerja. Sekitar 2 bulan
yang lalu adik kandung pasien yang tinggal serumah dengan pasien
meninggal dunia dan sekitar 1 bulan yang lalu ibu pasien meninggal dunia.
Pasien merasa bahwa suami dari adik pasien yang meninggal tersebut adalah
yang membunuh ibu dan adik pasien. Karena peristiwa tersebut keluhan
pasien muncul kembali pasien menjadi murung terus menerus, tidak mau
bicara dengan orang lain, terkadang berbicara sendiri, sering mendengar
bisikan, merasa minder, malas beraktivitas, dan sulit tidur. Kemudian pasien
dibawa oleh keluarga ke rumah sakit jiwa.
Menurut pasien, pasien dibawa ke rumah sakit jiwa karena merasa dirinya
lupa ingatan setelah kejadian ibu dan adik kandung pasien meninggal dunia.
Kemudian pasien menjadi lingloung dan bersedih. Pasien mendengar
bisikan-bisikan sejak tahun 1982, bisikan tersebut menyuruh pasien untuk
“pergi kesana”, “pulang pulang”. Bisikan tersebut menyuruh untuk pergi ke
tempat calon suaminya dulu. Bisikan tersebut tidak ada wujudnya. Pasien
pernah membanting badan nya sendiri tanpa sadar. Pasien pernah memanjat
naik ke atap untuk mengambil kunci. Pasien melakukan hal tersebut karena
merasa ada pikiran yang masuk kedalam pikiran pasien. Pasien merasa
kepala sekolah sering melarang pasien. Pasien merasa terkadang merasa
takut, dan merasa bahwa orang-orang disekitar pasien melarang pasien.
Pasien merasa teman-teman gurunya tidak menyukai pasien, termasuk
kepala sekolah. Pasien merasa kakinya sering diinjak-injak oleh teman-
teman kerja nya. Pasien pernah merasa tempat tidur nya seperti bergetar
pada saat pasien dirawat di rumah sakit jiwa sebelumnya. Menurut pasien,
pasien kontrol ke rumah sakit jiwa karena kepala nya pusing.
2
II.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya
II.3.1 Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien memiliki riwayat penyakit gangguan jiwa seperti ini
sebelumnya. Pada tahun 2014 di rawat di RSJ provinsi Lampung
selama 1 bulan.
II.3.2 Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Tidak ada riwayat penggunaan merokok, penggunaan zat psikotropika
dan minuman beralkohol.
II.3.3 Riwayat Penyakit Medis Umum
Pasien sering mengalami batuk. Tidak ada riwayat trauma kepala
/penurunan kesadaran, riwaya kejang dan tumor.
II.4 Riwayat Tumbuh Kembang
II.4.1 Periode Prenatal dan Perinatal (0-1 tahun)
Tidak didapatkan informasi.
II.4.2 Periode Sebelum Masa Kanak (1-6tahun)
Tidak didapatkan informasi.
II.4.3 Periode Masa Kanak awal - akhir (6-12 tahun)
Menurut keluarga, pasien rajin dalam mengikuti pelajaran, cukup
pintar. Pasien juga mempunyai banyak teman dan bermain bersama
teman-temannya.
II.4.4 Periode Masa Remaja awal- akhir (12-18 tahun)
Menurut keluarga, pasien rajin dalam mengikuti pelajaran, cukup pintar
sehingga pasien melanjutkan sekolah nya dan mengambil jurusan
keguruan.
3
II.5 Periode Dewasa
II.5.1 Riwayat Pendidikan
Pasien merupakan lulusan SPG, menempuh pendidikan SMP dalam
kurun waktu 3 tahun dan SD dalam kurun waktu 6 tahun. Selama ini
pasien terlihat sama seperti anak yang lain saat bersekolah. Pasien
selalu naik kelas.
II.5.2 Riwayat Pekerjaan
Setelah lulus SPG, pasien mulai bekerja sebagai guru di SD sampai
sebelum masuk rumah sakit.
II.5.3 Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah terjerat masalah hukum.
II.5.4 Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah sampai sekarang.
II.5.5 Riwayat Kehidupan Beragama
Pasien beragama islam, namun pasien tidak rutin melaksanakan
ibadah seperti sholat 5 waktu dan puasa.
II.5.6 Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara. Sebelum ibu
dan asik pasien meninggal. Pasien tinggal bersama ibu, kakak, adik
dan suami dari adik pasien serta empat anak-anak dari adik pasien.
Kakak kandung pasien yang tinggal serumah dengan pasien
mengalami gangguan jiwa dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit
jiwa.
Skema pedigree
4
Keterangan:
= Laki-Laki
= perempuan
atau = meninggal dunia
= penyakit yang sama
= pasien
= tinggal 1 rumah
II.5.7 Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga
Biaya hidup ditanggung oleh pasien sendiri. Pasien juga membantu
biaya keponakan-keponakan pasien.
III. STATUS MENTAL
III.1 Deskripsi Umum
III.1.1 Penampilan
Seorang perempuan sesuai dengan usia, berperawakan tinggi, kesan gizi
cukup, terlihat rapi, memakai pakaian seragam RSJ Provinsi Lampung
berwarna biru, kulit sawo matang, kuku rapi, perawatan diri cukup.
III.1.2 Sikap terhadap pemeriksaan : kooperatif
III.1.3 Kesadaran: jernih (compos mentis)
III.1.4 Perilaku dan aktivitas psikomotor
Selama wawancara pasien dalam keadaan tenang, kontak mata baik,
sesekali menggerakkan kedua matanya untuk melirik orang
disekitarnya, sering menggerakkan rahangnya.
III.1.5 Pembicaraan
Spontan, lancar, intonasi normal, volume cukup , kualitas cukup,
artikulasi jelas, kuantitas cukup, amplitudo baik.
5
III.1.6 Keadaan Afektif
a. Mood : hipotimia
b. Afek : terbatas
c. Keserasian : appropriate
III.1.7 Persepsi :
a. Halusinasi : Auditorik (+),
b. Ilusi : tidak ada
c. Depersonalisasi : tidak ada
d. Derealisasi: Riw (+)
III.1.8 Proses Berpikir :
a. Produktivitas : Cukup
b. Arus pikiran : Sirkumtansial,
c. Isi pikiran : waham curiga (+), Riw. waham dikendalikan (+)
III.1.9 Kognisi
a. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : sesuai
dengan taraf pendidikan pasien
b. Daya konsentrasi : kurang
c. Orientasi (waktu, tempat, dan orang) : baik
d. Daya ingat : jangka panjang baik, jangka menengah kurang, jangka
pendek baik dan jangka segera kurang
e. Pikiran abstrak : kurang
III.1.10 Daya Nilai
a. Norma sosial : baik
b. Uji daya nilai : baik
c. Penilaian realitas : terganggu
6
III.1.11 Tilikan
Tilikan 1 (satu). Penyangkalan total terhadap penyakitnya.
III.1.12 Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
Pemeriksaan tanda vital dan kondisi umum dalam keadaan baik.
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Ny. SM, perempuan, 56 tahun, lahir pada tanggal 26 Januari 1960, Islam,
belum menikah, bekerja sebagai guru SD, pendidikan terakhir SPG, suku
Jawa, tinggal di Tumijajar Tulang Bawang Barat, masuk rumah sakit pada
tanggal 13 Februari 2016. Pasien datang ke UGD RSJ Provinsi Lampung
diantar keluarga dengan keluhan murung terus menerus, tidak mau bicara
dengan orang lain, tetapi terkadang berbicara sendiri, sering mendengar
bisikan, merasa minder, malas beraktivitas, dan sulit tidur.
Menurut keluarga pasien, pasien mengalami perubahan sikap sejak 34 tahun
yang lalu. Pada saat 34 tahun yang lalu pasien mempunyai calon suami dan
akan segera menikah, tetapi calon suami pasien meninggalkan pasien dan
memilih menikah dengan perempuan lain. Sejak kejadian itu pasien
mengalami perubahan sikap yaitu pasien menjadi pendiam dan sering murung.
Pasien tidak ingin menikah sampai sekarang karena peristiwa tersebut. Pasien
bekerja sebagai guru SD sampai sekarang.. Sekitar 1 tahun yang lalu pasien
sering menyendiri, selalu sedih, murung, merasa minder, merasa orang-orang
disekitar membicarakan pasien sehingga pasien mudah tersinggung. Kemudian
keluarga membawa pasien ke rumah sakit jiwa dan dirawat sekitar 1 bulan.
Pasien mengalami perbaikan dan diperbolehkan pulang.
Menurut keluarga pasien, pasien selama rawat jalan pasien tidak rutin kontrol
dan tidak rutin meminum obat. Setelah dirawat pasien masih bekerja sebagai
guru SD, tetapi tidak setiap hari berangkat bekerja. Sekitar 2 bulan yang lalu
7
adik kandung pasien yang tinggal serumah dengan pasien meninggal dunia
dan sekitar 1 bulan yang lalu ibu pasien meninggal dunia. Pasien merasa
bahwa suami dari adik pasien yang meninggal tersebut adalah yang
membunuh ibu dan adik pasien. Karena peristiwa tersebut keluhan pasien
muncul kembali pasien menjadi murung terus menerus, tidak mau bicara
dengan orang lain, terkadang berbicara sendiri, sering mendengar bisikan,
merasa minder, malas beraktivitas, dan sulit tidur. Kemudian pasien dibawa
oleh keluarga ke rumah sakit jiwa.
Menurut pasien, pasien dibawa ke rumah sakit jiwa karena merasa dirinya lupa
ingatan setelah kejadian ibu dan adik kandung pasien meninggal dunia.
Kemudian pasien menjadi lingloung dan bersedih. Pasien mendengar bisikan-
bisikan sejak tahun 1982, bisikan tersebut menyuruh pasien untuk “pergi
kesana”, “pulang pulang”. Bisikan tersebut tidak ada wujudnya. Pasien pernah
membanting badan nya sendiri tanpa sadar. Pasien pernah memanjat naik ke
atap untuk mengambil kunci. Pasien merasa terkadang merasa takut, dan
merasa bahwa orang-orang disekitar pasien melarang pasien. Pasien merasa
teman-teman gurunya tidak menyukai pasien, termasuk kepala sekolah. Pasien
pernah merasa tempat tidur nya seperti bergetar pada saat pasien dirawat di
rumah sakit jiwa sebelumnya. Menurut pasien, pasien kontrol ke rumah sakit
jiwa karena kepala nya pusing.
Selama wawancara pasien dalam keadaan tenang, kontak mata baik, sesekali
menggerakkan kedua matanya untuk melirik orang disekitarnya, sering
menggerakkan rahangnya, tidak merubah posisi arah badannya serta terlihat
percaya diri dan bersemangat. Wawancara secara pontan, lancar, intonasi
normal, volume keras, kualitas cukup, artikulasi jelas, kuantitas banyak,
amplitudo baik.
VI. FORMULASI DIAGNOSIS
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi dan isi pikir yang
bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability
8
(hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial, sehingga dapat disimpulkan
bahwa mengalami gangguan metal dan emosional.
Berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
tidak ditemukan riwayat trauma kepala, demam tinggi atau kejang sebelumnya
ataupun kelainan organik. Tidak pernah ada riwayat penggunaan zat psikoaktif.
Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan
mental organik (F0) dan penggunaan zat psikoaktif (F1).
Pada pasien didapatkan waham curiga dan riwayat waham dikendalikan. Selain
itu ditemukan pula gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik. Pembicaraan
dan perilaku pasien menjadi kacau. Data ini menjadi dasar untuk mendiagnosis
aksis I skizofrenia paranoid (F.20.0).
Satu tahun yang lalu pasien pernah dirawat di RSJ dengan keluhan yang sama
dan telah mendapatkan pengobatan selama 4 bulan, 1 bulan intensif di RS dan 3
bulan kontrol ke poliklinik RSJ. Lalu pasien putus obat. Gejala tersebut muncul
kembali 8 bulan kemudian. Dari data ini diagnosis merujuk pada skizofrenia
paranoid remisi parsial (F20.04).
Pasien dapat menyelesaikan pendidikan hingga lulus SPG, tidak pernah tinggal
kelas, kemudian setelahnya tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti proses
pendidikan bahkan pasien dikenal sebagai anak paling rajin diantara teman-
temannya. Sehingga dapat disingkirkan kemungkinan aksis II diagnosis
retardasi mental (F70). Sedangkan jenis kepribadian pasien belum dapat
didiagnosis karena pemeriksa hanya bertemu dengan pasien sebanyak satu kali.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan riwayat penyakit fisik.
Oleh karena itu aksis III tidak ada diagnosis.
Pemahaman keluarga terhadap kondisi pasien masih kurang, hal ini ditandai
dengan pasien yang sejak 34 tahun yang lalu sudah remaja mengalami halusinasi
9
auditorik, dan pasien pendiam, sering menyendiri hanya dianggap hal yang
biasa. Kurangnya kepatuhan pasien minum obat dan keluarga pasien tidak selalu
mengawasi pasien untuk meminum obat, dan keluarga memberikan obat kepada
pasien apabila sikap pasien yang berubah. Lingkungan kerja pasien kurang
berkomunikasi dengan pasien dan sering membicarakan pasien, serta melarang
pasien mengerjakan sesuatu. Oleh karena itu didapatkan aksis IV masalah
berkaitan dengan pemahaman keluarga kemungkinan kurang memahami
tentang penyakit dan pengobatan pasien serta masalah berkaitan dengan
lingkungan sosial yang sering membicarakan pasien.
Penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam kehidupannya
menggunakan GAF (Global Assessment of Functioning) Scale. Menurut PPDGJ
III, pada aksis V didapatkan GAF saat dirawat (GAF current) adalah 60-51,
yaitu gejala sedang dan disabilitas sedang dalam menjalani aktivitas sehari-
hari. GAF HLPY (Highest Level Past Year) adalah 80-71, yaitu gejala sementara
dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah dan lain-
lain.
VII. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : Skizofrenia paranoid remisi parsial (F20.04)
Aksis II : Belum dapat ditentukan
Aksis III : Belum dapat ditentukan
Aksis IV : Masalah berkaitan dengan pemahaman keluarga kemungkinan
kurang memahami tentang penyakit dan pengobatan pasien serta
masalah berkaitan dengan lingkungan sosial yang sering
membicarakan pasien.
Aksis V : GAF 60 – 51 (current)
GAF 80 – 71 (HLPY)
10
VIII. DAFTAR PROBLEM
a. Organobiologik: Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang bermakna,
tetapi diduga terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter. Oleh karena itu
pasien memerlukan psikofarmakologi.
b. Psikologik: Ditemukan hendaya dalam menilai realita berupa halusinasi
auditorik membutuhkan psikoterapi.
c. Psikoedukasi: Ditemukan adanya hendaya dalam pemahaman keluarga
terhadap keadaan pasien sehingga keluarga membutuhkan psikoedukasi.
IX. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : Dubia ad bonam
b. Quo ad functionam : Dubia ad malam
c. Quo ad sanationam : Dubia ad malam
X. RENCANA TERAPI
a. Psikofarmaka :
Antipsikotik atypical (Risperidone 2 x 2 mg)
Risperidone 2 x 1 mg diberikan selama 5 hari, dipertimbangkan
peningkatan dosis berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan
b. Psikoterapi
Ventilasi:
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan
dan isi hati serta pikiran sehingga mengurangi beban pasien.
Konseling:
Memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya dan
memahami kondisinya lebih baik dan menganjurkan untuk berobat
teratur.
Sosioterapi:
Memberi penjelasan pada keluarga pasien dan orang sekitar pasien
untuk memberi dorongan dan menciptakan lingkungan yang
kondusif.
11
XI. DISKUSI
1. Apakah diagnosa pada kasus ini sudah tepat?
Diagnosa pada pasien ini sudah tepat, karena pada pasien ditemukan adanya
gangguan persepsi dan isi pikir yang bermakna serta menimbulkan suatu
distress (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam pekerjaan dan
kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini
mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik tidak ditemukan riwayat trauma kepala, demam tinggi atau kejang
sebelumnya ataupun kelainan organik. Tidak pernah ada riwayat
penggunaan zat psikoaktif. Hal ini dapat menjadi dasar untuk
menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F0) dan
penggunaan zat psikoaktif (F1).
Pada pasien didapatkan waham curiga dan riwayat waham dikendalikan.
Selain itu ditemukan pula gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik.
Pembicaraan dan perilaku pasien menjadi kacau. Data ini menjadi dasar
untuk mendiagnosis aksis I skizofrenia paranoid (F.20.0).
Satu tahun yang lalu pasien pernah dirawat di RSJ dengan keluhan yang
sama dan telah mendapatkan pengobatan selama 4 bulan, 1 bulan intensif di
RS dan 3 bulan kontrol ke poliklinik RSJ. Lalu pasien putus obat. Gejala
tersebut muncul kembali 8 bulan kemudian. Dari data ini diagnosis merujuk
pada skizofrenia paranoid remisi parsial (F20.04).
Hal ini sesuai dengan pedoman diagnosis dalam PPDGJ III yang dapat
dijelaskan bahwa untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada
sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jalas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala – gejala itu kurang tajam atau jelas).1
12
1. Salah satu dari:
a. “thought of echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
b. “thought insertion or withdrawal” : isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
c. “thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya;
2. Salah satu dari:
a. “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
b. “delusion of influence” : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
c. “delusion of passivity” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; atau (tentang “dirinya” :
secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus;
d. “delusional perception” : pengalaman inderawi yang tak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat;
3. Halusinasi auditorik:
a. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
b. Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
c. Jenis suara halusinasi lain yang berasala dari salah satu bagian
tubuh
4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
13
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).1
Atau paling sedikit dua gejala ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus-menerus;
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor;
d. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.1
Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal); Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatau, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.1
Kriteria diagnostik skizofrenia tipe paranoid:
14
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit,
mendengung, atau bunyi tawa.
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau
“Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang paling khas.1
Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya
waham kejar atau waham kebesaran. Pasien skizofrenik paranoid biasanya
lebih tua daripada pasien skizofrenik katatonik jika mereka mengalami
episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau
30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat membantu
mereka melewati penyakitnya. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan
regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan
perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.2
Pasien skizofrenia paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati
dan tidak ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif.
Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka
sendiri secara adekuat didalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak
terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.2
Pasien dapat menyelesaikan pendidikan hingga lulus SPG, tidak pernah
tinggal kelas, kemudian setelahnya tidak mengalami kesulitan dalam
mengikuti proses pendidikan bahkan pasien dikenal sebagai anak paling
rajin diantara teman-temannya. Sehingga dapat disingkirkan kemungkinan
aksis II diagnosis retardasi mental (F70). Sedangkan jenis kepribadian
15
pasien belum dapat didiagnosis karena pemeriksa hanya bertemu dengan
pasien sebanyak satu kali.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan riwayat penyakit
fisik. Oleh karena itu aksis III tidak ada diagnosis. Pemahaman keluarga
terhadap kondisi pasien masih kurang, hal ini ditandai dengan pasien yang
sejak 34 tahun yang lalu sudah remaja mengalami halusinasi auditorik, dan
pasien pendiam, sering menyendiri hanya dianggap hal yang biasa.
Kurangnya kepatuhan pasien minum obat dan keluarga pasien tidak selalu
mengawasi pasien untuk meminum obat, dan keluarga memberikan obat
kepada pasien apabila sikap pasien yang berubah. Pasien yang merasa
terancam dan takut oleh suami dari alm adik pasien. Lingkungan kerja
pasien kurang berkomunikasi dengan pasien dan sering membicarakan
pasien, serta melarang pasien mengerjakan sesuatu. Oleh karena itu
didapatkan aksis IV masalah berkaitan dengan pemahaman keluarga
kemungkinan kurang memahami tentang penyakit dan pengobatan
pasien serta masalah berkaitan dengan lingkungan sosial yang sering
membicarakan pasien.
Pada aksis V. Penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam
kehidupannya menggunakan GAF (Global Assessment of Functioning)
Scale. Menurut PPDGJ III, pada aksis V didapatkan GAF saat dirawat
(GAF current) adalah 60-51, yaitu gejala sedang dan disabilitas sedang
dalam menjalani aktivitas sehari-hari. GAF HLPY (Highest Level Past
Year) adalah 80-71, yaitu gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas
ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah dan lain-lain.
16
2. Bagaimanakah hubungan fungsi keluarga dengan keluaraga yang memiliki
gangguan mental dan emosional?
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha
dalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluraganya. Keluarga
selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota
keluarga, juga dapat menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang
mengalami persoalan kejiwaan keluarganya.3
Berdasarkan penelitian dari bahan National Mental Health Assosiation
diperoleh bahwa banyak ketidakmengertian ataupun kesalahpahaman
keluarga mengenai gangguan jiwa, keluarga menganggap bahwa seseorang
yang mengalami gangguan jiwa tidak akan pernah sembuh lagi. Namun
faktanya, NHMA mengemukakan bahwa orang yang mengalami gangguan
jiwa dapat sembuh dan dapat mulai kembali melakukan aktivitasnya.4
NMHA mengemukakan hal-hal yang perlu diketahui oleh keluarga agar
dapat menyikapi dan mengontrol emosi dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, yaitu :
Membangun harapan yang realistis dalam keluarga dan kepada
penderita gangguan jiwa sehingga keluarga memiliki kesabaran dan
tetap mendukung anggota keluarganya yang mengalami gangguan
jiwa.
Pendekatan secara spiritual membantu keluarga dalam menghadapi
penderita gangguan jiwa.
Mencari bantuan dari petugas kesehatan ataupun sumber media
lainnya dalam mendapatkan informasi yang benar tentang gangguan
jiwa.
Komunikasi sangat penting untuk membangun kepercayaan antara
keluarga dengan penderita gangguan jiwa. Komunikasi yang baik
secara tidak langsung dapat membuat penderita gangguan jiwa dapat
mengungkapkan perasaan yang dirasakannya dan kelurga diharapkan
mengerti bahwa kondisi yang mereka alami.4
17
Fungsi dasar keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota
keluarganya dan masyarakat yang lebih luas, meliputi :
Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian dengan
memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan
psikologis anggota keluarga, peran keluarga dilaksanakan dengan
baik dengan penuh kasih sayang.
Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer anggota
keluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota keluarga yang
produktif dan memberikan status pada anggota keluarga, keluarga
tempat melaksanakan sosialisasi dan interakasi dengan anggotanya.
Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi
dan menjaga kelangsungan hidup keluarga, dan menambah sumber
daya manusia.
Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan untuk
meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.
Fungsi perawatan mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.5
3. Hubungan lingkungan sosial (masyarakat) terhadap kekambuhan pasien
skizofrenia?
Beberapa studi epidemiologi sosial yang menyebutkan jika dukunga
masyarakat dapat mengurangi efek stres, sehingga mengurangi insidensi
penyakit. Dukungan masyarakat merupakan salah satu sumber
penanggulangan terhadap stres yang penting, selain konstitusi, intelegensia,
sumber keuangan, agama, hobi dan cita-cita.2
18
Ketersediaan dukungan masyarakat berpengaruh positif pada sikap seseorang
terhadap perawatan kesehatan, membantu penyesuaian psikologis terhadap
penyakit, mencegah stres, dan bahkan meningkatkan angka kelangsungan
hidup. Dukungan masyarakat merupakan sebagai faktor yang bermakna
dalam menahan stress bagi pasien yang menderita gangguan jiwa berat
maupun bagi keluarga penderita gangguan jiwa. Adanya dukungan
masyarakat berkorelasi dengan penurunan perawatan ulang bagi penderita
gangguan jiwa berat.6
4. Bagaimana menilai prognosis pasien ini?
Prognosis pada pasien adalah dubia ad malam karena dari hasil anamnesis,
gejala yang dialami pasien lebih mengarah ke prognosis buruk.
Untuk prognosis pasien sesuai dengan teori 2
1. Good Prognosis
No. Keterangan Check List
1. Onset lambat
2. Faktor pencetus jelas √
3. Onset akut
4.Riwayat sosial dan pekerjaan pramorbid
yang baik
5. Gangguan mood √
6. Mempunyai pasangan
7. Riwayat keluarga gangguan mood
8. Sistem pendukung yang baik
9. Gejala positif √
2. Poor Prognosis
No. Keterangan Check List
1. Onset muda √
2. Faktor pencetus tidak jelas
3. Onset kronis √
19
4.Riwayat sosial, seksual, pekerjaan
pramorbid jelek√
5. Perilaku menarik diri, autistic √
6. Tidak menikah, cerai/janda/duda √
7. Riwayat keluarga skizofrenia √
8. Sistem pendukung yang buruk √
9. Gejala negative √
10. Tanda dan gejala neurologis
11. Tidak ada remisi dalam 3 tahun √
12. Banyak relaps √
13. Riwayat trauma perinatal
14. Riwayat penyerangan
Gambaran klinis yang dikaitkan dengan prognosis baik:
a) Awitan gejala-gejala psikotik aktif terjadi dengan secara mendadak
b) Awitan terjadi setelah umur 30 tahun, terutama pada perempuan
c) Fungsi pekerjaan dan sosial premorbid (sebelum sakit) baik. Performa
sebelumnya tetap merupakan prediktor terbaik untuk meramalkan
performa dimasa datang
d) Kebingungan sangat jelas dan gambaran emosi menonjol, selama episode
akut (simptom positif);
e) Kemungkinan adanya stressor yang mempresipitasi psikosis akut dan
tidak ada bukti gangguan susunan saraf pusat (SSP)
f) Tidak ada riwayat keluarga menderita skizofrenia.7
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-
III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK Unika Atmajaya. 2007.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri
Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis edisi 7 jilid 1. Jakarta:
Binarupa Aksara.2010.
3. Notosoedirdjo & Latipun. 2005. Kesehatan Mental, Konsep dan
Penerapan. Malang: UMM Press.
4. National Mental Health Assosiation/ NHMA. 2001. A literature review
report. www.nhma.org.
5. Friedman, M.M, Bowden, O & Jones,M. 2010. Keperawatan Keluarga:
Teori dan Praktek: Alih Bahasa, Achir Yani S, Hamid et al: Editor Edisi
Bahasa Indonesia, Estu Tiar Ed.5. Jakarta :EGC.
6. Fitria MS, 2013. Hubungan Antara Faktor Kepatuhan Mengkonsumsi
Obat, Dukungan Keluarga Dan Lingkungan Masyarakat Dengan Tingkat
Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di RSJD Surakarta. Fakultas Ilmu
Kesehatan:Universitas Muhammadiyah Surakarta
7. Amir, Nurmiati. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta. FKUI. 2013
21