Post on 24-Oct-2015
description
NASIONALISME DAN IDENTITAS BANGSA
Disusun oleh :
Kelompok 5
Karunia Cahyati (H1A013037)
Abdul Malik Reza Ibrahim (H1A013038)
Novindra Seno Aji (H1A013039)
Abisyifa Rahma Taim (H1A013040)
Istiqomah Katin (H1A013041)
Selli Efrida Siahaan (H1A013042)
Besta Arum Bela (H1A013043)
Yenni Meftha Fauzia (H1A013044)
Bhayu Baruna Bastari (H1A013045)
Pembimbing : Muhammad Fauzi, ST, MT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2013
PRAKATA
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami
membahas mengenai nasionalisme dan identitas bangsa.
Makalah ini dibuat dengan berbagai studi pustaka dan beberapa bantuan
dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.
Bengkulu, November 2013
Tim penulis
Page | i
DAFTAR ISI
PRAKATA................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Pengertian.......................................................................................................3
2.2 Dasar Hukum Nasionalisme...........................................................................4
2.3 Contoh Sikap Nasionalisme...........................................................................6
2.4 Sikap yang Tidak Sesuai dengan Nasionalisme.............................................6
2.5 Cinta Tanah Air..............................................................................................6
2.6 Contoh Sikap Cinta Tanah Air sebagai Seorang Mahasiswa.........................7
2.7 Identitas Bangsa.............................................................................................8
2.8 Sejarah Bahasa Indonesia...............................................................................8
2.9 Peranan Bahasa Indonesia Dalam Persatuan dan Kesatuan Bangsa............13
2.10 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional...............................................17
2.11 Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Resmi Negara......................................19
2.12 Karakteristik Bahasa Indonesia..................................................................21
2.13 Sikap generasi muda terhadap peranan dan fungsi bahasa indonesia........24
2.14 Bendera Merah Putih..................................................................................28
2.15 Sejarah Bendera Merah Putih.....................................................................28
2.16 Arti Warna..................................................................................................30
Page | ii
2.17 Peraturan tentang Bendera Merah Putih.....................................................30
2.18 Hukum yang mengatur tentang bendera.....................................................32
BAB III PENUTUP...............................................................................................33
3.1 Kesimpulan...................................................................................................33
3.2 Saran.............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iv
Page | iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sebagai warga negara Indonesia,kita harus mempunyai rasa nasionalisme
yang tinggi. Rasa peduli terhadap identitas bangsa kita pun juga harus tinggi.
Tetapi dalam realita kehidupan, justru banyak sekali warga Indonesia yang rasa
nasionalisme terhadap negara Indonesia itu masih kurang, belum lagi pengetahuan
mereka tentang apa dan bagaimana nasionalisme sangat minim. Tidak jarang salah
satu dari mereka terutama yang berada di pedalaman tidak tahu siapa Presiden
mereka.
Bukankah hal ini sungguh memperihatinkan? Seharusnya kita malu jika
rasa nasionalisme terhadap negara ini sangat rendah. Bukankah bangsa yang besar
adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya? Bukankah dengan
besarnya rasa nasionalisme ini setidaknya kita sudah menghargai usaha para
pahlawan yang berjuang nyawa demi kemerdekaan? Bukankah hal itu lebih
sederhana daripada melawan penjajah?
Itu adalah beberapa hal yang mendorong kami membahas masalah tersebut
dalam makalah kali ini. Kami ingin tau apa penyebab warga Indonesia kurang
menyadari rasa nasionalisme dan identitas bangsa, terutama anak muda. Seperti
yang kami tulis tadi, bukankah rasa itu sangat penting untuk dimiliki setiap warga
Indonesia supaya keutuhan dan kesatuan bangsa Indonesia yang sangat kita cintai
ini tetap terjaga?
Memang menumbuhkan rasa itu pada jaman modern ini mungkin sedikit
sulit, apalagi dengan adanya perkembangan budaya dari luar. Tetapi alangkah
baiknya kita menyaring budaya luar yang masuk ke dalam negeri kita, yang buruk
kita tinggalkan dan yang baik boleh kita contoh tanpa melupakan budaya kita
sendiri.
Page | 1
Oleh karena itu, kami berusaha merangkum sedemikian rupa serta
mencoba membedah apa dan bagaimana nasionalisme dan identitas bangsa itu
supaya dapat membantu generasi muda juga dalam kegiatan belajar mengajar
dalam memahami nasionalisme dan identitas bangsa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun masalah yang muncul adalah
sebagai berikut :
1. Apa itu nasionalisme dan bagaimana sikap kita terhadap nasionalisme?
2. Apa itu identitas bangsa dan apa saja yang menjadi identitas bangsa kita?
3. Apa saja dasar hukum mengenai identitas bangsa tersebut?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui seberapa besar pehaman bangsa Indonesia terhadap
Nasionalisme dan identitas bangsa.
2. Untuk mengetahui sikap Nasionalisme dan identitas bangsa.
3. Untuk menambah pemahaman tentang nasionalisme dan identitas bangsa.
1.4 Manfaat
1. Bagi penulis, makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai nasionalisme dan identitas bangsa.
2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan informasi secara tertulis
maupun sebagai referensi mengenai nasionalisme dan identitas bangsa.
Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama
untuk sekelompok manusia. Dan juga sikap kesetiaan tertinggi yang diberikan
kepada bangsa dan negaranya.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Nasionalisme adalah
kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual
bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas,
integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu. Secara harfiah Nasionalisme
juga dapat diartikan sebagai suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama
untuk sekelompok manusia. Beberapa tokoh hukum juga memberikan pengertian
yang beragam mengenai Nasionalisme antara lain;
Pengertian Nasionalisme Menurut Ernest Gellenervia: Nasionalisme
adalah suatu prinsip politik yang beranggapan bahwa unit nasional dan
politik seharusnya seimbang.
Pengertian Nasionalisme Menurut Anderson: Nasionalisme adalah
kekuatan dan kontinuitas dari sentimen dan identitas nasional dengan
mementingkan nation.
Pengertian Nasionalisme Menurut H. Kohn: Nasionalisme adalah suatu
bentuk state of mind and an act of consciousness (Kesatuan pikiran dan
aksi nyata).
Pengertian Nasionalisme Menurut Ernest Renan: Nasionalisme adalah
kemauan untuk bersatu tanpa paksaan dalam semangat persamaan dan
kewarganegaraan.
Page | 3
2.2 Dasar Hukum Nasionalisme
Tidak ada dasar hukum yang pasti yang mengatur masalah Nasionalisme
di Indonesia, tetapi pada dasarnya nasionalisme tersebut sudah tercantum didalam
Pancasila, dan dipertegas oleh isi butir pancasila ke 2,3, serta 4;
SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
(1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi
setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama,
kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.
(3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
(4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
(5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
(6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
(7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
(8) Berani membela kebenaran dan keadilan.
(9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia.
(10) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa lain.
SILA PERSATUAN INDONESIA
(1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
(2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa
apabila diperlukan.
(3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
(4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
Page | 4
(5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
(6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal
Ika.
(7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT
KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN /
PERWAKILAN
(1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia
Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
(2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
(3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
(4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
(5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai
sebagai hasil musyawarah.
(6) Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
(7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
(8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur.
(9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan
persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
(10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
Page | 5
2.3 Contoh Sikap Nasionalisme
1. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
2. Setia memakai produksi dalam negeri
3. Rela berkorban demi bangsa dan negara
4. Bangga sebagai warga negara Indonesia
5. Mendahulukan kepentingan negara dan bangsa diatas kepentingan
pribadi
6. Menjaga nama baik bangsa dan negara
7. Berprestasi dalam berbagai bidang untuk mengharumkan nama bangsa
dan negara
8. Setia kepada bangsa dan negara terutama dalam menghadapi
masuknya dampak negatif globalisasi ke Indonesia
2.4 Sikap yang Tidak Sesuai dengan Nasionalisme
1. Egoisme adalah sikap mementingkan diri sendiri
2. Eksrimisme adalah sikap keras mempertahankan pendirian dengan
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan pribadi
3. Terorisme adalah tindakan sistematis yang bertujuan menciptakan
kepanikan, keresahan dan suasana tidak aman dalam masyarakat
4. Primordialisme adalah sikap mementingkan daerah, suku, agama, ras,
antar golongan sendiri
5. Separatisme adalah sikap yang ingin memisahkan diri dari NKRI
6. Propinsionalisme adalah sikap yang hanya mementingkan propinsinya
sendiri dan tidak mempedulikan kepentingan propinsi lain.
2.5 Cinta Tanah Air
Cinta Tanah Air adalah perasaan yang timbul dari dalam hati sanubari
seorang warga Negara, untuk mengabdi, memelihara, membela, melindungi tanah
airnya dari segala ancaman dan gangguan.
Page | 6
2.6 Contoh Sikap Cinta Tanah Air sebagai Seorang Mahasiswa
1. Belajar dengan tekun hingga kita juga dapat ikut mengabdi dan
membangun negara kita agar tidak ketinggalan dengan negara lain
2. Menjaga kelestarian lingkungan
3. Tidak memilih-milih teman dalam bergaul
4. Berbakti pada nusa dan bangsa
5. Berbakti kepada orang tua (Bapak, Ibu, Dosen dan Guru)
Cara-cara meningkatkan rasa cinta tanah air :
1 Mempelajari sejarah perjuangan para pahlawan pejuang kemerdekaan kita
serta menghargai jasa para pahlawan kemerdekaan.
2 Menghormati upacara bendera sebagai perwujudan rasa cinta tanah air dan
bangsa Indonesia.
3 Menghormati symbol-simbol Negara seperti lambang burung garuda, bendera
merah putih, lagu kebangsaan Indonesia raya, dll.
4 Mencintai dan menggunakan produk dalam negeri agar pengusaha local bisa
maju sejajar dengan pengusaha asing.
5 Ikut membela serta mempertahankan kedaulatan kemerdekaan bangsa dan
Negara Indonesia dengan segenap tumpah darah secara tulus dan iklhas.
6 Turut serta mengawasi jalannya pemerintahan dan membantu meluruskan
yang salah sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
7 Membantu mengharumkan nama bangsa dan Negara Indonesia kepada warga
Negara asing baik di dalam maupun di luar negeri serta tidak melakukan
tindakan-tindakan yang mencoreng nama baik Indonesia.
8 Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada acara-acara resmi
dalam negeri.
9 Beribadah dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk kemajuan bangsa
dan Negara.
10 Membantu mewujudkan ketertiban dan ketemtraman baik di lingkungan
sekitar kita maupun secara nasional.
Page | 7
2.7 Identitas Bangsa
Istilah “Identitas Nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang
dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut
dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini, maka setiap
bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan
keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Demikian pula, hal ini
juga sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara
historis. Berdasarkan hakikat pengertian “Identitas Nasional” sebagaimana
dijelaskan di atas, maka identitas nasional suatu bangsa atau lebih populer disebut
sebagai kepribadian suatu bangsa.
Pengertian kepribadian sebagai suatu identitas, sebenarnya pertama kali
muncul dari para pakar psikologi. Manusia sebagai individu sulit dipahami
manakala ia terlepas dari manusia lainnya. Oleh karena itu, manusia dalam
melakukan interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki suatu sifat
kebiasaan, tingkah laku sertakarakter yang khas yang membedakan manusia
tersebut dengan manusia lainnya. Namun demikian, pada umumnya pengertian
atau istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas
dari faktor-faktor biologis,psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku
individu. Tingkah laku tersebut terdiri atas kebiasaan, sikap, sifat-sifat serta
karakter yang berada pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan
orang yang lainnya. Oleh karena itu, kepribadian adalah tercermin pada
keseluruhan tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan manusia lain.
2.8 Sejarah Bahasa Indonesia
Kongres II bahasa Indonesia tahun 1954 mengakui bahwa bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Dalam catatan bahwa bahasa Melayu
memiliki sejarah yang cukup panjang. Dari batu-batu bertulis yang ditemukan,
seperti Kedukan Bukit, Talang Tuwo, Kota Kapur, Karang Brahi, Gandasuli,
Bogor, dan Pagaruyung, maka yang paling awal bertahun 683 M. Hal ini
menunjukkan bahwa sejak abad ke-7, bahasa Melayu sudah ditemukan dalam
tulisan dengan aksara Pallawa (Collins, 2009: 78; Adul, 1981: 1-2). Dari bukti ini
Page | 8
dapat diduga bahwa secara lisan beberapa abad sebelumnya bahasa Melayu sudah
digunakan masyarakat penuturnya (orang Melayu).
Ada 5 faktor yang mendorong tersebarnya bahasa Melayu di nusantara ini.
Pertama, bahasa Melayu adalah bahasa yang digunakan oleh kerajaan
Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan di nusantara ini yang berpusat di Sumatera
bagian Selatan dan Riau (Ophuijsen, 1983). Kerajaan Sriwijaya pada masanya
pernah menguasai wilayah yang cukup luas di nusantara ini, sehingga bahasa
Melayu sebagai bahasa kerajaan menyebar seiring dengan meluasnya wilayah
kerajaan Sriwijaya.
Faktor kedua, pusat kerajaan Sriwijaya merupakan wilayah pusat
perdagangan internasional. Di wilayah ini terjadi pertemuan dagang
antarpedagang di nusantara ini dengan pedagang yang datang dari luar nusantara.
Dalam pertemuan perdagangan tersebut terjadi komunikasi dengan menggunakan
bahasa Melayu sehingga secara tidak langsung para pedagang dari pelosok
nusantara ini dan juga pedagang yang datang dari luar, mau tidak mau mesti
berkomunikasi dalam bahasa Melayu.
Faktor ketiga, pusat kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pendidikan,
kebudayaan, dan keagamaan agama Buddha. Sebagai pusat pembelajaran agama
Buddha, membuat wilayah ini didatangi oleh para pembelajar agama Buddha dari
berbagai wilayah, termasuk yang berasal dari Cina, Champa dan Kamboja dengan
bahasa pengantar bahasa Melayu Kuno. Dalam kaitan ini terjadilah persentuhan
antara penutur bahasa Melayu dengan penutur yang berbahasa asing. Sebagai
pusat pendidikan, kebudayaan, dan keagamaan, intensitas hubungan berbahasa
sangat kuat sehingga berdampak terhadap penguasaan dan pemakaian bahasa
Melayu.
Faktor keempat, letak geografis kerajaan Sriwijaya ini di selat Melaka
menjadi pintu masuk para pedagang dari dan ke nusantara sehingga frekuensi dan
intensitas pertemuan dan komunikasi sangat tinggi di jalur ini.
Faktor kelima adalah bahasa dan sastra Melayu. Bahasa Melayu memiliki
sistem bahasa yang sangat sederhana, tidak mengenal tingkat kebahasaan, serta
terbuka, sehingga mudah dipelajari, sedangkan dari segi kesusastraan, sastra
Page | 9
Melayu sudah demikian tinggi yang berarti bahwa bahasa Melayu sudah
mempunyai tradisi kesusastraan yang sudah sangat baik.
Kelima faktor di atas yang membuat bahasa Melayu tersebar dan
digunakan di nusantara ini dalam komunikasi antarsuku dan antarbangsa, bagi
kepentingan perdagangan, kebudayaan, pendidikan, dan keagamaan. Dalam
kondisi ini memposisikan bahasa Melayu tidak hanya sebagai bahasa daerah,
tetapi sudah menjadi bahasa perantara „lingua franca‟ dari berbagai suku dan
bangsa yang berbeda bahasa di nusantara ini. Bahkan oleh Van Ophuijsen (1983)
disebutnya sebagai bahasa internasional. Pendidikan sebagai bentuk politik etis
dari pemerintah Hindia Belanda di nusantara dengan bahasa pengantar adalah
bahasa daerah yang bersifat lokal, bahasa Melayu, dan bahasa Belanda.
Pelaksanaan pendidikan ini dapat dinikmati oleh rakyat di tanah air maupun oleh
segelintir rakyat di Belanda dalam bidang hukum, kedokteran, ekonomi, dan
teknik menumbuhkan benih-benih nasionalisme dalam tubuh rakyat dan
masyarakat. Tumbuh rasa hak asasi sebagai manusia yang harus merdeka dari
penjajahan. Rasa nasionalisme ini berpadu dengan rasa anti penjajahan yang
dilakukan oleh berbagai gerakan pemberontakan dan peperangan dengan berbagai
tokohnya.
Kristalisasi dari nasionalisme dan anti penjajahan ini dituangkan dalam
satu deklarasi nasionalisme hasil Kongres Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928
berupa Sumpah Pemuda. Ketika pembahasan dalam Kongres Pemuda Indonesia
tersebut dijelaskan bahwa tidak ada satu pun dari para pemuda yang berasal dari
semua daerah di nusantara ini yang keberatan menjadikan bahasa Melayu sebagai
bahasa persatuan dan sebagai bahasa nasional Indonesia. Sumpah Pemuda dengan
3 deklarasi tersebut oleh A. Teeuw disebut sebagai pentasmiahan nama Indonesia
bagi bangsa, tanah air, dan bahasa sehingga dengan peritiwa ini memposisikan
bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan dan bahasa nasional bangsa Indonesia.
Pendirian Komisi Bacaan Rakyat tahun 1908 dan kemudian diubah
menjadi Balai Pustaka pata tahun 1917 sebagai lembaga pemerintah Hindia
Belanda yang menerbitkan dan menyediakan bahan bacaan rakyat dalam berbagai
sektor kehidupan dalam bahasa Melayu membuat berkembangnya dan tersebarnya
bahasa Melayu di seluruh wilayah nusantara. Demikian pula terbitnya majalah
Page | 10
Pujangga Baru oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan kawan-kawan yang
berwawasan nasionalisme dan kebudayaan modern menjadikan bahasa Indonesia
sebagai media perjuangan bangsa bagi kemajuan kehidupan yang maju dan
modern juga memberi andil dalam perkembangan dan pertumbuhan bahasa
Indonesia.
Masa pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda setelah Jepang
mengalahkan Belanda nusantara ini merupakan masa yang amat berarti bagi
perkembangan bahasa Indonesia. Jepang sebagai penguasa baru tidak ingin segala
hal yang berbau Belanda digunakan, termasuk bahasa. Jepang berkeinginan agar
bahasa Jepang yang digunakan di wilayah pendudukan ini. Namun penguasaan
bahasa tidak semudah menguasai suatu wilayah, penguasaan dan penggunaan
bahasa memerlukan proses yang panjang. Dalam kondisi transisi ini,
pertimbangan yang sangat realistis adalah digunakannya bahasa pribumi. Dalam
hal ini, dipilihlah bahasa Melayu (Indonesia) sebagai bahasa dalam pemerintahan
dan pendidikan atau pengajaran sehingga pada masa pendudukan Jepang ini
bahasa Indonesia digunakan secara resmi sebagai bahasa pemerintahan dan
pendidikan atau pengajaran. Perjuangan pergerakan kemerdekaan yang dilakukan
oleh rakyat Indonesia, baik perlawanan fisik berupa peperangan maupun dalam
bentuk politik, ditunjang pula oleh perkembangan dan kondisi wilayah Hindia
Belanda di nusantara ini. Kekalahan Belanda atas Jepang dan kemudian kekalahan
Jepang atas sekutu menyebabkan terjadinya kevakuman kekuasaan di wilayah
Hindia Belanda ini. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para pejuang untuk
memproklamasikan diri menjadi negara dan bangsa yang merdeka dan berdaulat
oleh Bapak Soekarno – Hatta atas nama rakyat Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945. Sidang PPKI pada tangal 18 Agustus 1945 menetapkan UUD RI 1945 serta
mengangkat Ir. Soekarno dan Drs. Muh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil
Presiden RI. Dalam UUD 1945 bab 15 pasal 36 ditetapkan bahwa bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara.
Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa daerah di nusantara ini, kemudian
berkembang menjadi bahasa perantara „lingua franca’ antarmasyarakat.
Kemudian Kongres Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928 menetapkan bahasa
Page | 11
Melayu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional bangsa Indonesia. Setelah
merdeka, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi Negara. Berkaitan
dengan hal tersebut Slametmulyana mengemukakan bahwa dipilihnya bahasa
Melayu yang dijadikan bahasa nasional Indonesia karena 4 faktor, yaitu (1)
bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di nusantara. (2) sistem bahasa
Melayu sederhana sehingga mudah dipelajari. (3) suku Jawa, suku Sunda, dan
suku lainnya dengan suka rela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional, dan (4) bahasa Melayu mempunyai
kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti luas (Arifin dan
Tasai, 2008: 8). Di samping itu, Moeliono (1981: 44) mengemukakan bahwa
bahasa Melayu bukan merupakan bahasa asing di nusantara, dan karena bahasa
Melayu merupakan bahasa dengan penutur yang sangat kecil (4,9%) sementara
bahasa Jawa digunakan oleh penutur 47% dan bahasa Sunda digunakan oleh
penutur 14.5% sehingga tidak ada perasaan kalah dan menang, sehingga dalam
hubungan ini, Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan sebagai mukjizat dan Sapardi
Djoko Damono menganggap sebagai keajaiban.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, namun bahasa Indonesia
bukan bahasa Melayu, karena bahasa Indonesia sudah sangat berbeda dengan
bahasa Melayu. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia sangat banyak
menyerap kosakata dari berbagai bahasa, baik bahasa asing maupun bahasa daerah
di Indonesia. Bahasa asing yang berkontribusi dalam pengembangan bahasa
Indonesia meliputi bahasa Sanskerta, bahasa India, bahasa Tamil, bahasa Portugis,
bahasa Parsi, bahasa China, bahasa Jepang, bahasa Belanda, bahasa Jerman,
bahasa Arab, dan bahasa Inggris, sedangkan dari bahasa daerah meliputi bahasa
Jawa, bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Minang, bahasa Palembang, bahasa
Bugis, bahasa Banjar, bahasa dari Papua, bahasa dari Maluku, dan lain-lain.
Page | 12
2.9 Peranan Bahasa Indonesia Dalam Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Bahasa dan nasionalisme sangat berkaitan dan saling memegang peranan
penting (Samuel, 2008: 159). Teori Jerman yang dianggap sebagai teori kuno
tentang bangsa mengatakan bahwa suatu bangsa itu ditandai oleh persamaan
keturunan, persamaan tempat dan dilengkapi oleh persamaan bahasa dan
kepercayaan. Jadi, menurut teori ini antara bangsa dan bahasa itu terdapat
hubungan yang saling menentukan, dalam arti adanya suatu bangsa itu karena
adanya bahasa yang menandainya dan adanya bahasa karena adanya bangsa
pemakainya (Muslich dan Oka, 2010: 67). Menurut Renan (Muslich dan Oka,
2010: 68), bangsa itu adalah suatu lembaga sosial yang tumbuh sebagai akibat
pengalaman sejarah berupa perjuangan dan penderitaan dari penjajahan yang
sama, yang lalu menimbulkan keinginan untuk tetap bersama pada masa-masa
sekarang dan masa-masa yang akan datang (Gazalba, dalam Muslich dan Oka,
2010: 68). Bahasa adalah alat pengikat sosial yang paling kuat, kalau kita
hubungkan dengan kenyataan fungsi sosial budaya bahasa itu dalam masyarakat
(Vendreyes, dalam Muslich dan Oka, 2010: 68). Menurut Chase (Muslich dan
Oka, 2010: 68), suatu bahasa di dalam masyarakat mempunyai 3 fungsi (1)
sebagai alat komunikasi eksternal (antarwarga), (2) sebagai alat komunikasi
internal (berpikir), dan (3) sebagai pembentuk pandangan hidup. Menurut
Voessler (Muslich dan Oka, 2010: 71), rasa kebangsaan (nasionality) itu
tergantung sekali oleh bahasa nasional itu, karena bahasa nasional itu merupakan
elemen yang membentuk rasa kebangsaan suatu bangsa. Tentang peranan bahasa
nasional sebagai pembentuk rasa kebangsaan dikemukakan oleh Grya (Muslich
dan Oka, 2010: 71) bahwa dengan peranan bahasa sebagai alat pembentuk rasa
kebangsaan maka setiap bangsa berkeinginan untuk memiliki suatu bahasa sendiri
karena memiliki suatu bahasa itu sama saja dengan memiliki suatu peradaban.
Voessler (Muslich dan Oka, 2010: 71) menyatakan antara rasa kebangsaan atau
nasional karakter itu identik dengan bahasa nasional. Perjuangan kemerdekaan
Indonesia boleh dikatakan sejajar dengan perjuangan bahasa Indonesia dalam
mencapai kedudukannya atau fungsinya sebagai bahasa nasional (Alisjahbana,
1957, dalam Muslich dan Oka, 2010: 72). Antara bahasa Indonesia dengan rasa
Page | 13
kebangsaan Indonesia terdapat hubungan kejiwaan yang saling menentukan bila
ditinjau dari teori di atas (Muslich dan Oka, 2010: 72). Bahkan dapat dikatakan
bahwa terdapat hubungan simbiosis antara bahasa Indonesia dan nasionalisme
kita. Kesamaan lingua franca (bahasa Melayu) antarsuku bangsa atau bangsa turut
memicu lahirnya nasionalisme kita, dan sebaliknya nasionalisme kita memperkuat
posisi bahasa Melayu sebagai lingua franca yang akhirnya menjadi bahasa
nasional bangsa Indonesia. Prasyarat pokok yang harus ada dalam rangka
mewujudkan kesatuan bangsa adalah kesadaran nasional tentang pentingnya
kesatuan bangsa bagi bangsa Indonesia yang serba majemuk ini. Dalam kaitan ini
peranan bahasa Melayu sebagai bahasa per gaulan (lingua franca) dalam proses
kesatuan bangsa Indonesia sangat penting (Padi, dalam Atmadi dan Setiyaningsih,
2003: 114).
Dari sejarah bahasa Indonesia terlihat dengan jelas bahwa bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional mempersatukan bangsa yang demikian
bhinneka karena memungkinkan komunikasi yang lancar antara anggota
masyarakat, sekalipun berasal dari beraneka ragam suku bangsa. Betapa hebat
peranan bahasa Indonesia untuk membawa kawan-kawan kita di daerah untuk
dapat cepat turut dalam kehidupan nasional bangsa Indonesia. Persatuan nasional
tersebut merupakan tonggak utama untuk terpeliharanya kemerdekaan bangsa
(Suryohadiprodjo, 1980: 40). Tanpa hadirnya bahasa Indonesia sulit dibayangkan
dengan alat apakah bangsa Indonesia akan mempersatukan seluruh kekuatan
untuk melawan penjajah dan merebut kemerdekaan (Suwito, 1983: 483 dan
Mahayana, 2008: 38). Junus (1969:40) menegaskan bahwa bahasa Indonesia
adalah (a) bahasa yang digunakan dalam pergerakan kebangsaan untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia, dan (b) bahasa yang digunakan pada penerbitan-
penerbitan yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita perjuangan kemerdekaan
Indonesia, baik berupa bahasa pers maupun bahasa dalam karya sastra. Sudah
terbukti peran bahasa Indonesia mampu mencairkan persatuan etnik sebagai
pemersatu dan membangkitkan nasionalisme. Peranan bahasa Indonesia tentu
tidak lagi sebagai alat perjuangan dan sarana mempererat kesatuan bangsa,
melainkan bagaimana bahasa Indonsia mampu mengangkat citra bangsa di mata
dunia. Menyadari betapa penting peran kesamaan bahasa bagi terwujudnya
Page | 14
kesatuan bangsa, maka usaha memasyarakatkan bahasa Indonesia di semua
lapisan makin gencar dilakukan (Mahayana, 2008: 34). Melihat perjalanan bahasa
Indonesia selepas merdeka sampai keluar SK Presiden RI No. 57 tanggal 17
Agustus 1972 tentang peresmian berlakunya Ejaan yang Disempurnakan peranan
bahasa Indonsia tidak lagi sebagai alat perjuangan kebagsaan sebagaimana yang
dilakukan bangsa kita selepas Sumpah Pemuda, peranannya justru memperkokoh
keanekaragaman suku, adat, agama, serta bagi kemampuan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara. Berkaitan dengan peran bahasa Melayu (Indonesia) dalam
nasionalisme bangsa Indonesia juga bisa dilihat pada pernyataan Moh. Yamin dan
George MCTruman Kahin sebagai berikut. Moh. Yamin dalam pidato pada
Kongres Pemuda Pemuda Indonesia, 27-28 Oktober 1928 dengan judul Persatuan
dan Kesatuan Indonesia menyatakan: “Kalau saya sepuluh tahun yang berbicara
tentang hal ini semuanya tentu saya gambarkan sebagai cita-cita saja. Tetapi
dalam waktu yang sepuluh tahun ini sudah banyak digunakan bahasa yang dulu
dinamakan bahasa Melayu sekarang sudah dikuburkan dan hidup menjelma
menjadi bahasa Indonesia. Dalam kongres tahun 1926 telah saya uraikan panjang
lebar bagaimana arti bahasa ini bagi kita dan tanah air kita, dan mengapa bahasa
Indonesia lahir ke dunia. Segala apa yang saya katakan tiada akan saya ulang lagi,
hanyalah yang saya hendak terangkan bagaimana peranan sesungguhnya bahasa
Indonesia kepada persatuan kita” (Ihsan dan Soeharto, 1981: 148).
Menurut Kahin bahwa dalam proses sosial budaya, paling kurang ada 3
faktor yang telah menyumbang pada terciptanya rasa persatuan Indonesia, yaitu
(a) agama Islam sebagai agama mayoritas rakyat, (b) kenyataan bahwa di Hindia
Belanda sejak abad ke-11 bahasa Melayu telah merupakan bahasa pergaulan
(lingua franca), dan (c) diperkenalkannya sistem pendidikan Belanda di awal
abad ke-19” (Tomagola, dalam Maneger dan Achmad, 2010: 69). Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional menjadi penjalin kesatuan dan pengikat
kekitaan Indonesia, keindonesiaan kita. Kohesi nasional mendapat perekat paling
kuat karena kita memiliki bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda 1928 memiliki arti
dan makna yang dalam dan sangat filosofis bagi bangsa kita, bangsa Indonesia.
Eksistensi bangsa dan negara adalah mendasar, bahasa Indonesia ada dan
berkembang bersama-sama dengan ada dan berkembangnya kebangsaan Indonesia
Page | 15
(Soekirno, 2008: 61). Bahasa Indonesia dapat dianggap sebagai realisasi
terpenting pada zaman penjajahan dari cita-cita kebangkitan bangsa Indonesia
sebagai suatu kesatuan dalam dunia modern serta perwujudan dari realisasi cita-
cita kebudayaan modern yang berbeda dari kebudayaan tradisional yang ada sejak
berabad-abad di bumi Indonesia. Dilihat dari perkembangan bahasa Indonesia
dalam dunia modern yang sejalan dengan bangkitnya nasionalisme sejak zaman
Renaissance, terbentuknya bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai suatu
mukjizat yang tidak ada tandingannya dalam sejarah bahasa-bahasa (Alisjahbana,
dalam Purwo, 1992: 1) dan Damono (Sweeney, dkk, 2007: xii) menganggap
sebagai suatu keajaiban. Seperti dikemukakan di atas bahwa pada saat
menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan dan bahasa nasional tidak
mengalami hambatan psikologis dalam tubuh bangsa kita. Ketika pembahasan
dalam Kongres Pemuda Indonesia tahun 1928 tidak ada satu pun wakil dari suku
bangsa termasuk wakil dari Jawa dan Sunda, yang keberatan dijadikannya bahasa
Melayu sebagai bahasa nasional. Berbeda dengan di Filipina, India, Pakistan, dan
lain-lain saat menetapkan bahasa nasional sempat menimbulkan gejolak nasional.
Dengan demikian, bahasa Melayu yang telah berabad-abad menjadi lingua franca
di seluruh kepulauan ini dan telah luas dipakai dalam pergerakan kebangkitan
kebangsaan, memantapkan kedudukannya mengatasi bahasa-bahasa daerah.
Dengan kenyataan ini, harus kita sadari bahwa bahasa Indonesia yang berasal dari
bahasa Melayu yang menjadi lingua franca berabad-abad di Asia Tenggara
diangkat oleh pergerakan kebangsaan Indonesia menjadi bahasa persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia dan kemudian menjadi bahasa resmi negara Indonesia
(Alisjahbana, dalam Purwo, 1992: 6).
Pemasyarakatan bahasa Indonesia dalam rangka pemantapan persatuan
dan kesatuan bangsa dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
dengan tujuan agar (1) setiap warga negara Indonesia mau dan mampu berbahasa
Indonesia secara baik dan benar, (2) setiap warga negara Indonesia mempunyai
kebanggaan untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sesama
warga negara Indonesia, dan (3) setiap warga Negara Indonesia mempunyai
kemampuan untuk mengerti dan menyerap pesan-pesan pembangunan serta
program pemerintah.
Page | 16
Peran yang menonjol dari bahasa Indonesia antara lain (1) bahasa
Indonesia sebagai alat untuk mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan dan
(2) bahasa Indonesia sebagai alat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Anas, dalam Alwi, dkk., 2000: 12).
Bahasa Indonesia telah mampu menerjemahkan pesan dan gagasan
pembangunan nasional kepada rakyat dengan jelas dan mudah dipahami.
Partisipasi rakyat dalam pembangunan, meskipun masih memperlihatkan adanya
keterbatasan, cukuplah kita katakan memuaskan. Selain besarnya partisipasi
rakyat itu juga kita lihat tanda-tanda keberhasilan berupa mantapnya stabilitas
politik dalam negeri, mantapnya Pancasila sebagai ideologi nasional,
berkembangnya demokrasi, dan mantapnya kesatuan dan persatuan bangsa. Kita
tidak menganggap bahwa kemantapan tersebut terwujud hanya karena kita
memiliki satu bahasa nasional, tetapi banyak faktor yang berperan. Bahasa
Indonesia yang kita miliki paling tidak telah mampu menjadi peubah antisenden
terhadap lahirnya kesatuan dan persatuan untuk kemudian melahirkan kemantapan
tersebut. Tuntutan kita terhadap bahasa Indonesia untuk berfungsi sebagai
pemersatu sebagai wujud jiwa kesatuan bangsa tidak berlebihan (Yogie, dalam
Alwi, dkk., 2000: 39).
2.10 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Sudah 83 tahun kita bangsa Indonesia mengakui bahasa Indonesia sebagai
bahasa Nasional. Bahasa Indonesia merupakan darah dan perekat nasionalisme
bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan wahana penjalin bersemi dan
bersemainya nasionalisme dalam diri anggota masyarakat kita yang tersebar pada
seluruh kepulauan di nusantara ini sehingga menjadi satu keluarga bangsa
Indonesia. Seminar politik bahasa nasional yang dilaksanakan oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada bulan Pebruari 1975 dan kemudian
dikukuhkan dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009, menetapkan fungsi
bahasa Indonesia dalam kedudukan sebagai bahasa nasional. Fungsi tersebut
adalah (1) sebagai lambang kebanggaan nasional, (2) sebagai lambang identitas
nasional, (3) sebagai bahasa persatuan nasional dari masyarakat yang berbeda-
Page | 17
beda bahasa daerah, dan (4) sebagai bahasa perhubungan antarbahasa dan
antarbudaya.
Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan nasional merupakan
ungkapan perwujudan sikap kita terhadap bahasa Indonesia dan dalam berbahasa
Indonesia. Yang menjadi pertanyaan bagaimana sikap kita terhadap bahasa
Indonesia dan bagaimana kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia. Positif atau
negatifnya sikap kita, atau kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia tergambar
pada perilaku kita dalam berbahasa Indonesia. Kalau kita masih sering
mengeluhkan penggunaan bahasa Indonesia oleh masyarakat karena masih
seringnya kekurangtepatan penggunaan bahasa Indonesia tersebut, baik
masyarakat umum, aparatur pemerintah, pejabat negara, atau para elite partai
politik dan masyarakat. Hal tersebut merupakan gambaran sikap dan rasa
kebanggaan tersebut atas bahasa Indonesia. Kepedulian, rasa memiliki, dan rasa
bertangung jawab merupakan faktor penentu atas sikap dan kebanggaan terhadap
bahasa Indonesia tersebut. Dengan demikian, kembali kita bertanya apakah kita
peduli, merasa memiliki, dan merasa bertanggung jawab terhadap bahasa
Indonesia dan dalam berbahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional merupakan fungsi
yang melekat pada masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, setiap anggota
masyarakat kita harus bisa dan mampu berbahasa Indonesia baik secara lisan
maupun tertulis. Dalam fungsi ini pernah terjadi kasus penyalahgunaan
kewarganegaraan Indonesia oleh warga negara asing yang menggunakan pasport
Indonesia di satu Negara. Setelah dilakukan interogasi menggunakan bahasa
Indonesia yang bersangkutan tidak bisa berbahasa Indonesia. Dengan kata lain
bahwa orang tersebut bukan warga negara Indonesia, namun mengunakan pasport
palsu Indonesia. Dengan demikian, berarti bahwa anggota masyarakat kita harus
tidak ada lagi yang buta aksara dan buta bahasa Indonesia. Untuk diketahui bahwa
pada saat proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 kurang dari 10%
dari sekitar 85 juta penduduk yang bisa membaca dan menulis dalam bahasa
Indonesia, 600 ribu orang yang duduk di SD dan 500 anak di sekolah lanjutan.
Tahun 1980 hasil sensus penduduk terdata bahwa 39% anak di atas usia 5 tahun
tidak bisa membaca dan menulis. Hasil sensus penduduk tahun 1990 terdata
Page | 18
bahwa 17% penduduk berusia 5 tahun ke atas buta aksara. Pada tahun 2010 masih
terdata bahwa 9 juta orang penduduk Indonesia buta aksara (Maryanto, 2011).
Bahasa Indonesia sebagai wahana persatuan nasional, bahasa Indonesia
tidak hanya sebagai lambang persatuan nasonal, tetapi bahasa Indonesia adalah
darah persatuan nasional kita. Bahasa Indonesialah yang menjalin dan
menyatukan masyarakat yang mendiami beribu-ribu pulau di nusantara ini.
Bahasa Indonesia yang menyatukan masyarakat yang berbeda-beda bahasa dan
budaya senasib sepenanggungan mulai zaman penjajahan, masa perjuangan
kemerdekaan, sampai sekarang terjalin karena bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah media perhubungan antarbudaya dan antardaerah
yang berbeda-beda bahasa. Fungsi ini penekanan lebih jauh dari fungsi ketiga di
atas pada aspek perhubungan antarbudaya dan antardaerah. Bahasa-bahasa daerah
dan budaya-budaya daerah merupakan kekayaan dan kekuatan nasional kita.
Karena itu diperlukan perekat sebagai budaya nasional, yaitu dengan bahasa
Indonesia, sehingga semua bentuk budaya nasional dari berbagai daerah bisa
tampil dengan menggunakan bahasa Indonesia agar dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat Indonesia.
2.11 Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Resmi Negara
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang ditetapkan pada
tangal 18 Agustus 1945 dan dalam Bab XV, Pasal 36 menetapkan bahwa bahasa
Indonesia adalah bahasa resmi negara. Dalam kedudukan sebagai bahasa resmi
negara ini, bahasa Indonesia mempunyai 4 fungsi, yaitu (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa resmi dalam pengajaran di sekolah, (3) bahasa resmi
dalam pembangunan dan pemerintahan pada tingkat nasional, serta (4) bahasa
resmi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berkaitan dengan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
kenegaraan terdapat beberapa konteks yang bisa kita lihat. Dalam acara dan
upacara resmi kenegaraan, baik secara lisan maupun tertulis harus menggunakan
bahasa Indonesia. Demikian pula Presiden RI sebagai personfikasi kenegaraan di
dalam acara-acara resmi di manapun, kapan pun, dan dengan siapa pun harus atau
boleh selalu menggunakan bahasa Indonesia. Berbeda dengan para pejabat negara
Page | 19
lainnya dalam berkomunikasi dengan pihak lain, terutama bila berkomunikasi
dengan pihak negara lain, dia harus menggunakan bahasa yang bisa saling
dimengerti kedua belah pihak.
Demikian pula secara tertulis, semua dokumen resmi kenegaraan, semua
bentuk perundang-undangan, surat-surat resmi kenegaraan, dokumen notariat di
Indonesia, semuanya harus menggunakan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi dalam pendidikan dan
pengajaran pada semua jenjang pendidikan. Ada dua kondisi dibolehkan tidak
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan dan
pengajaran di sekolah. Di Sekolah Dasar kelas 1 sampai dengan kelas 3 di
lingkungan yang tidak mungkin digunakannya bahasa Indonesia, boleh
menggunakan bahasa daerah; serta bahasa pengantar dalam pengajaran bahasa
asing boleh atau harus menggunakan bahasa asing. Dalam pengajaran bahasa
Inggris harus menggunakan bahasa Inggris, dan lainnya agar pengajaran efektif.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam pembangunan dan
pelaksanaan pemerintahan tingkat nasional. Di dalam pelaksanaan pembangunan
dan pemerintahan pada tingkat nasional harus menggunakan bahasa Indonesia.
Namun di dalam pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan pada tingkat yang
lebih rendah, terlebih pada tingkat kelurahan atau desa atau kampung boleh
menggunakan bahasa daerah sesuai dengan daerahnya agar dapat dipahami oleh
masyarakat di daerah yang bersangkutan. Di dalam pelaksanaan penyuluhan
pembangunan di masyarakat, seperti dalam bidang pertanian, kesehatan, KB,
agama, energi (seperti kasus kompor gas), atau pertanahan, dan lain-lain bisa
digunakan bahasa daerah. Demikian pula, dalam penanganan berbagai masalah
kemasyarakatan, krisis sosial, konflik sosial, dan berbagai permasalahan
kemasyarakatan lainnya harus menggunakan bahasa yang bisa dipahami
masyarakatnya.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan produk dari masyarakat
maju dan modern, serta tidak termasuk dalam ranah adat dan budaya kedaerahan
karena itu dalam pengembangannya harus selalu menggunakan bahasa Indonesia.
Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mengenal batas wilayah sehingga dalam
Page | 20
pengembangannya tidak bisa menapikan penggunaan bahasa asing. Dalam kaitan
ini, sudah banyak dibuat dan diterbitkan kamus bahasa Indonesia dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi yang bersumber dari berbagai bahasa asing.
Karena itu para ilmuwan Indonesia yang bergerak dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi mau tidak mau harus memiliki kemampuan
penguasaan bahasa asing.
2.12 Karakteristik Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu, bukan bahasa daerah, dan juga
bukan bahasa asing, bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa resmi
negara Indonesia. Bahasa Indonesia, sejak awal pembentukannya dari bahasa
Melayu sangat banyak menyerap berbagai bahasa asing dan bahasa daerah. Dilihat
dari sifat kebahasaan, bahasa Indonesia bersifat aglutinasi tidak bersifat derivasi,
sehingga dalam proses morfologis menggunakan imbuhan berupa awalan,
akhiran, dan sisipan, serta penggabungan awalan dan akhiran berupa konfiks serta
simullfiks, sedangkan dalam struktur kalimat bahasa Indonesia menganut hukum
DM (diterangkan – menerangkan) bukan MD (menerangkan – diterangkan). Hal
ini sangat berbeda dibandingkan dengan bahasa Inggris atau bahasa Arab.
Dalam kehidupan, kita berkomunikasi bisa dalam bahasa lisan dan bisa
dalam bahasa tulis. Dalam situasi resmi, baik lisan maupun tulisan, kita harus
menggunakan bahasa Indonesia baku (standar). Sebagai bahasa baku, menurut W.
A. Stewart harus mempunyai kriteria, yaitu (a) standardization, (b) autonomy, (c)
historicity, dan (d) vitality (Adul, 1981: 13). Keempat kriteria tersebut terpenuhi
dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, terdapat kriteria lainnya, yaitu
kecendekiaan (intelektualisme) (Lubis, 1993: 53). Bahasa baku, menurut
Moeliono (Adul, 1981: 14) berfungsi sebagai (a) pemersatu, (b) penanda
kepribadian, (c) penambah wibawa, dan (d) kerangka acuan dalam berbahasa.
Dalam bahasa lisan, kebakuan bahasa dapat dilihat pada aspek lafal, kosa kata,
dan tata bahasa, sedangkan dalam bahasa tulis, kebakuan bahasa dapat dilihat
pada aspek sistem penulisan yang mengacu pada Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD), kosa kata, dan tata bahasa. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa
Page | 21
berbahasa Indonesia baku itu meliputi baku dalam lafal, kosa kata, tata bahasa,
dan penulisan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan.
Salah satu ciri bahasa baku dan modern adalah bersifat dinamis dan
terbuka seiring dengan dinamika masyarakat sebagai implikasi dari modernisasi
yang ditopang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Keterbukaan dan
kedinamisan ini sudah terjadi sejak awal terbentuknya bahasa Indonesia hingga
kini, karena banyak sekali bahasa asing dan bahasa daerah yang berkontribusi.
Dinamika bahasa yang menonjol adalah perkembangan kosakata bagi keperluan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hubungan ini sudah banyak dibuat dan
diterbitkan kamus istilah dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kita bangsa Indonesia merupakan masyarakat dwibahasawan bahkan
multibahasawan. masyarakat kita paling sedikit bisa dalam dua bahasa dan
mungkin lebih, yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Tidak sedikit pula
masyarakat kita yang bisa berbahasa dalam beberapa bahasa daerah juga bisa
berbahasa asing, sehingga mereka termasuk dalam kategori multibahasawan.
Setiap hari, situasi dan suasana kedaerahan yang paling banyak kita jalani.
Hanya pada segelintir orang ada tuntutan untuk menggunakan bahasa Indonesia
baku. Seperti seorang guru atau dosen saat mengajar di kelas, atau seorang pejabat
dan eksekutif lainnya ketika memimpin rapat di kantor. Jadi, tuntutan penggunaan
bahasa baku dalam kehidupan kita sangat sedikit, selebihnya kita hidup dalam
suasana kedaerahan. Bahkan kita bisa dipandang aneh, jika kita mengunakan
bahasa Indonesia baku pada situasi informal yang menuntut suasana akrab dan
personal apakah di kantor, di sekolah, dan terlebih di rumah. Demikian pula,
terpaan pemakaian produk teknologi informatika berupa HP yang sudah sangat
banyak digunakan oleh masyarakat, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Melalui sms berkembang penggunaan bahasa tulis yang tidak baku karena pesan
yang disampaikan melalui sms merupakan media informal, personal, dan familiar
sehingga selalu dalam bahasa yang tidak baku. Kebakuan dalam lafal mempunyai
permasalahan tersendiri di masyarakat karena banyaknya dialek kebahasaan
dalam berbahasa Indonesa. Dialek ini bersumber dari pengaruh bahasa daerah di
dalam berbahasa Indonesia (interferensi). Kita masyarakat Indonesia lahir dan
Page | 22
besar dalam suasana kedaerahan, sehingga hal ini sangat besar mempengaruhi
dalam berbahasa Indonesia.
Permasalahan menonjol dalam penggunaan bahasa lisan meliputi bunyi /e/
oleh masyarakat Batak, Papua, Maluku, dan Dayak, bunyi /t/ oleh masyarakat
Bali, dan Aceh, bunyi /d/ dan /b/ oleh masyarakat Jawa, bunyi /o/ dan /e/ oleh
masyarakat Banjar, bunyi /n/ dan /ng/ yang dilafalkan terbalik pada posisi akhir
kata oleh orang Bugis dan Makassar, serta bunyi /f/ dan /x/ oleh sebagian
masyarakat yang kurang terpelajar. Dalam tataran struktur, sering muncul dari
masyarakat yang berasal dari Maluku dan Papua dengan struktur terbalik
(Mahsun, 2010) serta penggunaan frase daripada, yang mana, dan dimana
sebagai penghubung oleh sebagian besar masyarakat karena terpengaruh pola
bahasa asing. Demikian pula, langgam yang bersifat kedaerahan yang bersumber
dari bahasa daerah terjadi pada semua masyarakat. Pelafalan standar bahasa
Indonesia hanya ada dalam deskripsi ilmiah tetapi kurang menjadi acuan bahan
pengajaran bahasa Indonesia di sekolah sehingga anak didik tidak pernah
mendengar model pembelajaran lafal baku dari setiap fonem bahasa Indonesia.
Permasalahan dalam pengunaan bahasa tulis meliputi penggunaan frase
daripada, yang mana, dan dimana yang sering digunakan sebagai penghubung,
penggunaan konfiks ke-an dan pe-an, simulfiks, di-kan, di-i, me-kan, dan me-i
yang menyatukan dua kata. Demikian pula, penggunaan angka Arab dan angka
Romawi yang mengarah ke bilangan bertingkat banyak terdapat kekeliruan. Selain
itu, yang sangat menonjol adalah penggunaan awalan di- dan kata depan di yang
disebabkan kekurangfahaman atas aturan penggunaannya dalam bahasa Indonesia.
Terkait dengan usaha menjaga ciri dan karakteristik bahasa Indonesia dalam
menyerap setiap kosakata dalam pengembangan bahasa Indonesia sebagai media
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, selalu dilakukan adaptasi
dengan karakter bahasa Indonesia, sehingga setiap kata dari berbagai bahasa yang
diambil, secara struktur dan lafal disesuaikan dengan bahasa Indonesia. Cara ini
dapat memelihara karakteristik bahasa Indonesia, baik dari segi lafal, kosakata,
struktur, maupun penulisan. Hal ini tertuang dalam politik bahasa nasional
berkaitan dengan peran bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing,
pedoman Ejaan yang Disempurnakan, serta pedoman pembentukan istilah.
Page | 23
Dalam hubungan dengan dinamika berbahasa, berkaitan dengan sikap kita
sebagai penutur bahasa Indonesia, apakah positif atau negatif. Bagaimana
kepedulian, rasa memiliki, dan rasa tanggung jawab atas bahasa Indonesia. Di
dalam pembelajaran bahasa, ada 3 aspek yang terkait, yaitu aspek pengetahuan
(kognitif), aspek keterampilan (psikomotor), dan aspek sikap (afektif). Dalam
perkembangan awal antara ketiga aspek terbentuk secara runtut dimulai dari
kognitif, psikomotor, dan kemudian afektif. Namun dalam perkembangan
kemudian bisa diawali dan ditentukan oleh aspek afektif. Sikap ini bisa dilihat
pada kesetiaan terhadap bahasa Indonesia, kebanggaan terhadap bahasa Indonesia,
dan kesadaran pemakai bahasa akan norma-norma sosiokultural yang berlaku
yang mendorong seseorang untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia secara
sungguh-sungguh, baik, dan santun (Rahardi, 2006). Permasalahan pemakaian
bahasa Indonesia yang terjadi di masyarakat bisa disebabkan oleh sikap
masyarakat yang tidak positif terhadap bahasa Indonesia dan berbahasa Indonesia
sehingga dalam pemakaian bahasa Indonesia tidak mengindahkan kaidah bahasa
Indonesia, apalagi ditambah dengan sangat kurangnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat terhadap kaedah bahasa Indonesia.
2.13 Sikap generasi muda terhadap peranan dan fungsi bahasa indonesia
Kita tahu bahwa bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa Indonesia. Di
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia,bahwa bahasa Indonesia mempunyai
peran yang sangat strategis termasuk dalam berkomunikasi. Kebijakan nyata dan
peran bahasa Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa karena bahasa
Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dan kita tahu bahwa yang
tercantum dalam sumpah pemuda bahwa berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia.
Kita tahu bahwa Bahasa Indonesia mencapai puncak perjuangan sejalan dengan
perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945, bahasa Indonesia menjadi bahasa Negara menurut Undang-Undang
Dasar 1945, Pasal 36 setelah kemerdekaan. Di dalam kedudukannya, bahasa
Indonesia adalah sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia mempunyai fungsi
sebagai:
Page | 24
1. Lambang kebangsaan nasional
2. Lambang identitas nasional
3. Alat pemersatu berbagai kelompok etnik yang berbeda latar belakang
sosial budaya dan bahasanya
4. Alat perhubungan antar budaya dan antar daerah
Selain itu sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
1. Bahasa resmi kenegaraan
2. Bahasa pengantar resmi lembaga pendidikan
3. Bahasa resmi perhubungan pada tingkat nasional
4. Bahasa resmi pengembangan kebudayaan nasional
5. Sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern
6. Bahasa media massa
7. Pendukung sastra Indonesia, dan pemerkaya bahasa dan sastra daerah.
Selain itu, ada beberapa berbagai faktor internal seperti, arus globalisasi
yang didukung teknologi informasi ikut memacu perkembangan bahasa Indonesia,
terutama dalam persiapan memasuki tatanan kehidupan dunia yang semakin
modern.seperti kehadiran teknologi informasi yang menggunakan bahasa sebagai
pengantar dalam media itu sendiri dengan berbagai macam bahasa yang ada di
dunia. Dengan keadaan seperti ini, kita ketahui bahwa telah terjadi persaingan
bahasa dengan bahasa yang lainnya. Maka dari itu,kita sebagai generasi muda
harus benar-benar berfikir bahwa bahasa Indonesia menjadi sangat penting bagi
bangsa Indonesia karena menjadi alat pemersatu bangsa.
Oleh karena itu, peningkatan mutu sumber daya manusia termasuk kita
sebagai generasi muda penerus bangsa Indonesia merupakan syarat utama untuk
meningkatkan posisi bahasa Indonesia kedalam tatanan kehidupan global tersebut.
Satu-satunya upaya peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia harus
dilakukan melalui peningkatan mutu pendidikan, termasuk di dalamnya
peningkatan mutu pendidikan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia menjadi
pintu gerbang penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu, perlu
Page | 25
ditempuh strategi pemantapan peran bahasa Indonesia dalam memasuki tatanan
kehidupan dunia yang baru, globalisasi, tersebut.
Bagi generasi muda, seperti aparat pemerintah, pelaku ekonomi, pendidik,
penulis, dan wartawan, perluasan wawasan dan peningkatan mutu dalam
penggunaan bahasa Indonesia harus terus ditingkatkan dan juga perlu memperluas
dengan cara wawasan tentang bahasa itu dengan cara melalui penyediaan berbagai
pedoman, seperti tata bahasa, kamus, tesaurus, dan buku-buku petunjuk yang
dapat menuntun penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Penyediaan
sarana itu sangat penting karena bangsa Indonesia kini harus mengubah orientasi
dari budaya dengar dan berbicara menuju budaya baca-tulis.
Bagi masyarakat yang belum dapat berbahasa Indonesia, kita sebagai
generasi muda yang sudah memahami dan mengerti perlu melakukan terobosan
melalui paket-paket belajar yang setaraf sekolah dasar agar mereka dapat
mengejar kemajuan masyarakat lainnya dalam satu kesatuan kebangsaan yang
akan semakin maju ini.maka dari itu sikap kita sebagai generasi muda,harus
berbanga menjadi warga Negara Indonesia yang memiliki bahasa yaitu bahasa
Indonesia yang harus kita tingkatkan mutu berbahasa.
Berangkat dari kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia yang sangat
strategis bagi keberadaan bangsa dan negara Indonesia maka sikap positif yang
diharapkan untuk bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Bangga Berbahasa Nasional, Bahasa Indonesia
Hanya sedikit bangsa-bangsa di dunia yang menggunakan bahasanya
sendiri. Pemilihan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia tidak menimbulkan
persaingan meskipun banyak bahasa daerah di Indonesia yang lebih baik.
Selanjutnya, bahasa Indonesia mempunyai kemampuan yang tinggi, bukan saja
sebagai alat penghubung yang sempurna, melainkan juga dalam penggunaannya
di bidang ilmu pengetahuan; baik ilmu sosial maupun ilmu pasti; baik ilmu murni
maupun ilmu terapan. Sebagai pengucap kesusastraan pun bahasa Indonesia telah
membuktikan dirinya sebagai bahasa yang tangguh dan terpercaya.
Page | 26
Perhatian dan minat bangsa-bangsa asing mempelajari bahasa Indonesia
dan menerjemahkan karya-karya berbahasa Indonesia ke dalam bahasa asing;
tentunya menguatkan lagi kenyataan bahwa sebagai budaya yang kreatif, bahasa
Indonesia mampu menyejajarkan diri dengan bahasa-bahasa asing yang umumnya
telah mempunyai masa perkembangan lebih lama. Melihat hal ini, seharusnya kita
bangga. Usaha menaikkan harga diri dengan cara memasukkan bahasa asing yang
tidak perlu dalam setiap kesempatan berbahasa, menandakan kepicikan dan
keengganan melihat kenyataan.
2. Mempunyai Rasa Setia Bahasa
Sesuai dengan fungsinya sebagai identitas nasional, bahasa Indonesia
harus memiliki ciri khas sendiri. Artinya, harus mempunyai kaidah yang
membedakan dengan bahasa lainnya. Sebagai pemilik, kita harus
mempertahankan identitas tersebut dengan menjauhkannya dari pengaruh asing
yang tidak memperkuat identitas nasional. Berbahasa Indonesia di setiap
kesempatan dengan mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku sesuai dengan
situasinya merupakan kewajiban kita sebagai perwujudan rasa setia kita terhadap
bahasa nasional, bahasa Indonesia.
3. Merasa Bertanggung Jawab atas Perkembangan Bahasa Indonesia
Sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
adalah milik semua warga negara Indonesia. Hal ini berarti, baik atau buruknya
nasib bahasa Indonesia serta mampu atau tidaknya mengikuti derap kemajuan
ilmu pengetahuan, sepenuhnya terletak di pundak seluruh warga negara Indonesia,
bukan hanya di tangan guru dan ahli bahasa Indonesia. Jadi, sadar atau tidak
senang atau tidak, kita dituntut membina dan mengembangkan bahasa Indonesia
agar bukan saja mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga jika mungkin mendudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa yang terpandang di tengah-tengah pergaulan dunia.
Page | 27
Sejalan dengan hal tersebut, semestinya kita prihatin menyaksikan
pemakaian bahasa Indonesia dalam masyarakat sekarang ini. Baik yang disajikan
dalam lingkungan pendidikan maupun dalam pergaulan masyarakat umum, seperti
di koran-koran, majalah, radio, televisi, iklan, dan sebagainya; tak terlihat usaha
untuk memperbaiki bahasa yang kita miliki. Kesadaran bahwa bahasa Indonesia
adalah milik kita dan tanggung jawab kita, tampaknya belum merata dimiliki
seluruh warga negara. Tidak berlebihan, jika dikatakan bahwa nasionalisme kita
dalam berbahasa masih sangat tipis. Kepekaan kita terhadap kesalahan bahasa
yang kita pakai atau yang kita saksikan, belum terlihat nyata.
2.14 Bendera Merah Putih
Bendera Negara Republik Indonesia,yang secara singkat disebut Bendera
Negara, adalah Sang Saka Merah Putih, Sang Merah Putih, Merah Putih, atau
kadang disebut Sang Dwiwarna (dua warna). Bendera Negara Sang Merah Putih
berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari
panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang
kedua bagiannya berukuran sama.
2.15 Sejarah Bendera Merah Putih
Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna panji atau pataka
Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13. Akan tetapi
ada pendapat bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih dapat ditelusuri
akar asal-mulanya dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan
Bapak Langit; keduanya dilambangkan dengan warna merah (tanah) dan putih
(langit). Karena hal inilah maka warna merah dan putih kerap muncul dalam
Page | 28
lambang-lambang Austronesia — dari Tahiti, Indonesia, sampai Madagaskar.
Merah dan putih kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang
saling berpasangan. Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera
merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan
balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah
dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun
warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan, mungkin sejak
masa Kerajaan Kediri. Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan
dalam teknik pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna
alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat
pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati, bunga belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera
merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri
telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang
Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai
warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah
menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang
Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak,
pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII. Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang –
pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan
warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan
sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran. Di zaman kerajaan
Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih,
adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal
dengan nama Woromporang. Panji kerajaan Badung yang berpusat di Puri
Pamecutan juga mengandung warna merah dan putih, panji mereka berwarna
merah, putih, dan hitam yang mungkin juga berasal dari warna Majapahit.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai
panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda.
Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan
Page | 29
kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap
Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada
tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu dilarang
digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera nasional Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan
sejak saat itu pula.
2.16 Arti Warna
Bendera Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti berani, putih
berarti suci. Merah melambangkan raga manusia, sedangkan putih melambangkan
jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan jiwa dan raga
manusia untuk membangun Indonesia.
Ditinjau dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan putih
mengandung makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula jawa (gula
aren) dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini adalah bahan
utama dalam masakan Indonesia, terutama di pulau Jawa. Ketika Kerajaan
Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah
dan putih (umbul-umbul abang putih). Sejak dulu warna merah dan putih ini oleh
orang Jawa digunakan untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia
empat bulan di dalam rahim berupa bubur yang diberi pewarna merah sebagian.
Orang Jawa percaya bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur merah
sebagai lambang ibu, yaitu darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan
unsur putih sebagai lambang ayah, yang ditanam di gua garba.
2.16 Peraturan tentang Bendera Merah Putih
Bendera negara diatur menurut UUD '45 pasal 35, UU No 24/2009, dan
Peraturan Pemerintah No.40/1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik
Indonesia. Bendera Negara dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur dan
dengan ketentuan ukuran:
Page | 30
1. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
2. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
3. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
4. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden;
5. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
6. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
7. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
8. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
9. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara;dan
10. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dilakukan pada waktu
antara matahari terbit hingga matahari terbenam. Dalam keadaan tertentu, dapat
dilakukan pada malam hari.
Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari
Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang
menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan,
transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Bendera Negara wajib dikibarkan setiap hari di:
1. istana Presiden dan Wakil Presiden;
2. gedung atau kantor lembaga negara;
3. gedung atau kantor lembaga pemerintah;
4. gedung atau kantor lembaga pemerintah nonkementerian;
5. gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;
6. gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah;
7. gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
8. gedung atau halaman satuan pendidikan;
9. gedung atau kantor swasta;
10. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
11. rumah jabatan pimpinan lembaga negara;
Page | 31
12. rumah jabatan menteri;
13. rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian;
14. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat;
15. gedung atau kantor atau rumah jabatan lain;
16. pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
17. lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik
Indonesia; dan
18. taman makam pahlawan nasional.
2.17 Hukum yang mengatur tentang bendera
UUD '45 pasal 35
“Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih”
UU No 24/2009
“Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya
disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih.”
Page | 32
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Unsur-unsur pembentuk identitas nasional Indonesia adalah sejarah,
kebudayaan, budaya unggul, suku bangsa, agama, dan bahasa.
2. Parameter pembentuk identitas nasional Indonesia adalah :
a. Pola perilaku yang nampak dalam kegiatan masyarakat: adat-istiadat,
tata kelakuan, kebiasaan.
b. Lambang-lambang yang menjadi ciri bangsa dan negara: bendera,
bahasa, lagu kebangsaan.
c. Alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan: bangunan,
peralatan manusia, dan teknologi.
d. Tujuan yang dicapai suatu bangsa: budaya unggul, prestasi di bidang
tertentu.
3. Identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna
baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang
berkembang dalam masyarakat.
4. Pancasila sebagai kepribadian dan identitas nasional Indonesia adalah
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional,
memilki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan
bangsa-bangsa lain di dunia, dan Bangsa Indonesia menuangkannya
kedalam Pancasila sebagai salah satu ideologi Bangsa.
3.2 Saran
Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar bisa mengambil
manfaat tentang pentingnya identitas nasional bagi bangsa dan negara Indonesia
dan diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga
kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berjalan dengan baik.
Page | 33
DAFTAR PUSTAKA
Asri, Sri Awan. Modul Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah 1.
Yazidi, Akhmad. 2012. Bahasa Indonesia Sebagai Identitas Nasional Bangsa
Indonesia. Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pakuan.
Zubaidi,M.Si,Achmad.2007.Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan
Tinggi.Yogjakarta:Paradigma.
Page | iv