Post on 27-Oct-2015
description
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
A. Pengertian Desain Instruksional
Desain intruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan
belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pembelajarannya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan paket
pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi dan kegiatan mengevaluasi hasil
belajar. Pendekatan sistem dalam pendidikan dapat mencakup beberapa daerah bidang
garapan. Misalnya pendekatan sistem kurikulum, sistem pembelajaran, sistem
implementasi, sistem implementasi dan sebagainya.
Asumsi dasar yang melandasi perlunya desain pembelajaran ialah sebagai
berikut :
a) Diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual.
b) Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka
panjang.
c) Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal.
d) Didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia.
e) Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem.
Pengembangan tersebut dipengaruhi oleh prosedur-prosedur desain
pembelajaran, namun prinsip-prinsip umumnya berasal dari aspek-aspek komunikasi
disamping proses belajar.
B. Model-model desain instruksional
Ada banyak tokoh yang mengemukakan pendapatnya terkait model
pengembangan desain instruksional. Beberapa model pengembangan tersebut antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Model Wong dan Roulerson.
Wong dan Roulerson mengemukakan enam langkah pengembangan desain
instruksional yaitu :
a) Merumuskan tujuan.
b) Menganalisis tujuan tugas belajar.
c) Mengelompokkan tugas-tugas belajar dan memilih kondisi belajar
yang tepat.
d) Memilih metoda dan media.
e) Mensintesiskan komponen-komponen pembelajaran.
f) Melakasanakan rencana, mengevaluasi dan memberi umpan balik.
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
2. Model Banathy
Secara garis besar, model desain intruksional Banathy meliputi enam
langkah pokok, yaitu :
a) Merumuskan tujuan,
b) Mengembangkan tes.
c) Menganalisis kegiatan belajar.
d) Mendesain sistem intruksional.
e) Melakasanakan kegiatan dan mengetes hasil.
f) Merumuskan tujuan intruksional
3. Model IDI (Instructional Development Institute).
IDI telah dikembangkan di beberapa negara Asia-Eropa, setelah berhasil di
ratusan institusi pendidikan di Amerika. Model ini menggunakan model
pendekatan sistem yang meliputi tiga tahapan, yaitu:
a) Pembatasan (define)
Identifikasi masalah, dimulai dengan analisis kebutuhan atau disebut need
assessment. Need assessment ini berusaha mencari perbedaan antara apa yang ada
dan apa yang idealnya. Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu
ditentukan prioritas mana yang lebih dahulu dan mana yang selanjutnya. Ada tiga
hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu karakteristik siswa, kondisi, dan sumber-
sumber yang relevan.
b) Pengembangan (develope)
Identifikasi tujuan, yaitu dengan menganalisis terlebih dahulu tujuan
instruksional yang hendak dicapai, baik tujuan instruksional umum (TIU) dalam
hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan instruksional
khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK merupakan penjabaran lebih
rinci dari TIU. TIK diperlukan karena:
1) Membantu siswa dan guru untuk memahami apa yang diharapkan
sebagai hasil dari kegiatan instruksional.
2) TIK merupakan building blocks dari pembelajaran yang diberikan.
3) TIK merupakan indikator tingkah laku yang harus dicapai siswa sesuai
dengan kegiatan instruksional yang diberikan.
Dalam menentukan metoda pembelajaran, ada beberapa hal yang
dipertimbangkan, antara lain:
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
1) Metoda apa yang cocok digunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
2) Bagaimana urutan bahan yang akan disajikan.
3) Bentuk instruksional apa yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa
dan kondisinya (ceramah, diskusi, praktikum, karyawisata, tugas
individu/kelompok, dan lain-lain)
c) Penilaian (evaluate)
Setelah program instruksional disusun, diadakan tes uji coba untuk
menentukan kelemahan dan keunggulan, serta efisiensi dan keefetifan dari
program yang dikembangkan.
4. Model ISD (Instructional system design)
Rancangan sistem pembelajaran merupakan prosedur terorganisir yang
mencakup langkah-langkah menganalisis, merancang, mengembangkan,
melaksanakan dan menilai pembelajaran. Langkah-langkah ini, dalam setiap poses
memiliki dasar yang terpisah dalam teori maupun praktek seperti halnya pada
proses ISD secara keseluruhan. Dalam pengutaraannya yang lebih sederhana
adalah sebagai berikut :
a) Menganalisis adalah mengidentifikasi apa yang dipelajari.
b) Merancang adalah menspesifikasi proses dan produk.
c) Mengembangkan adalah memandu dan menghasilkan materi pembelajaran.
d) Melaksanakan adalah menggunakan materi dan strategi dalam konteks.
e) Menilai adalah menentukan kesesuaian pembelajaran.
Pada umumnya ISD bersifat linier dan memuat prosedur yang
menghendaki kejelian dan konsistensi. Ciri khas rancangan ini adalah semua
langkah dilengkapi untuk dapat berfungsi pada setiap komponen sebagai
pengontrol dan penyeimbang satu sama lain.
5. Model Robert Mager.
Desain instruksional menurut Robert Mager sangat pasti dan jelas
dikemukakan, yaitu berupa rumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Robert
Mager mengungkapkan perumusan TIK secara tertulis dan diinformasikan kepada
pendidik dan peserta didik, sehingga keduanya mempunyai pengertian yang sama
tentang apa yang tercamtum dalam TIK. TIK tersebut mengandung satu
pengertian atau tidak mungkin ditafsirkan dalam pengertian yang lain.
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
Perumusan TIK merupakan titik permulaan yang sesungguhnya dari proses
pengembangan instruksional, sedangkan proses sebelumnya merupakan tahap
pendahuluan untuk menghasilkan TIK. Tujuan dari TIK tersebut merupakan satu-
satunya dasar dalam menyusun kisi-kisi tes. Dalam TIK, penentuan isi pelajaran
disesuaikan dengan apa yang akan dicapai.
6. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Secara garis besar, model pengembangan PPSI mengikuti pola dan siklus
pengembangan yang mencakup hal-hal sebagai berikut :
a) perumusan tujuan.
b) pengembangan alat evaluasi.
c) kegiatan belajar.
d) pengembangan program kegiatan.
e) pelaksanaan pengembangan.
Perumusan tujuan menjadi dasar bagi penentuan alat evaluasi
pembelajaran dan rumusan kegiatan belajar. Rumusan kegiatan belajar lebih lanjut
menjadi dasar pengembangan program kegiatan, yang selanjutnya adalah
pelaksanaan pengembangan. Hasil pelaksanaan tentunya dievaluasi, dan
selanjutnya hasil evaluasi digunakan untuk merevisi pengembangan program
kegiatan, rumusan kegiatan belajar, dan alat evaluasi.
Kelebihan dari model PPSI antara lain:
a) Lebih tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat
pembelajaran, bukan untuk mengembangkan sistem pembelajaran.
b) Uraiannya tampak lebih lengkap dan sistematis.
c) Dalam pengembangannya melibatkan penilaian ahli, sehingga sebelum
dilakukan uji coba di lapangan perangkat pembelajaran telah dilakukan
revisi berdasarkan penilaian dan saran serta masukan para ahli.
7. Model Gerlach dan Elly
Model desain intruksional yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971)
ini dimaksudkan untuk pedoman perencanaan mengajar. Menurut Gerlach dan Ely
(1971), langkah-langkah dalam pengembangan desain intruksional terdiri dari :
a) Merumuskan tujuan instruksional.
b) Menentukan isi materi pelajaran.
c) Menentukan kemampuan awal peserta didik.
d) Menentukan teknik dan strategi.
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
e) Pengelompokan belajar.
f) Menentukan pembagian waktu.
g) Menentukan ruang.
h) Memilih media intruksional yang sesuai.
i) Mengevaluasi hasil belajar.
j) Menganalisis umpan balik.
8. Model Dick dan Carey
Model desain instruksional menurut Dick and Carey dibagi menjadi sepuluh
tahapan yaitu:
a) Menganalisis Tujuan Pembelajaran.
b) Melakukan Analisis Pembelajaran.
c) Menganalisis siswa dan konteks.
d) Merumuskan tujuan khusus.
e) Mengembangkan instrumen penilaian.
f) Mengembangkan strategi pembelajaran.
g) Mengembangkan materi pembelajaran.
h) Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Formatif.
i) Merevisi Pembelajaran.
j) Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Summatif.
9. Model Briggs
Model Brigs ini berorientasi pada rancangan sistem dengan sasaran dosen atau
guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim
pengembangan instruksional. Susunan atau anggota dari tim tersebut meliputi
dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media dan perancang
instruksional.
Briggs berkeyakinan bahwa banyak pengetahuan tentang belajar mengajar
dapat diterapkan untuk semua jajaran dalam bidang pendidikan dan latihan.
Karena itu dia berpendapat bahwa model ini juga sesuai untuk pengembangan
program latihan jabatan, tidak hanya terbatas pada program-program akademis
saja.
Dalam pengembangan instruksional ini berlaku prinsip keselarasan antara
tujuan yang akan dicapai, strategi pencapaiannya dan evaluasi keberhasilannya,
yang ketiganya merupakan tiang pokok desain instruksional menurut Briggs.
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
10. Model Kemp
Desain instruksional yang dikembangkan oleh Kemp juga terdiri dari sepuluh
langkah yaitu :
a) Penentuan tujuan instruksional umum (TIU), yaitu tujuan yang ditetapkana
menurut masing-masing pokok bahasan.
b) Menganalisis karakteristik siswa, yaitu dalam analisis ini memuat hal-hal yang
berkenaan dengan latar belakang pendidikan siswa, sosial budaya yang
memungkinkan dapat mengikuti program kegiatan belajar, serta langkah-
langkah apa yang perlu ditetapkan.
c) Menentukan tujuan instruksional khusus (TIK), yakni tujuan yang ditetapkan
secara operasional, spesifik dan dapat diukur. Dengan demikian siswa dapat
mengetahui apa yang akan mereka lakukan, bagaimana melakukannya dan apa
ukuran yang digunakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan belajar tersebut.
d) Menentukan materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus
yang telah ditetapkan.
e) Mengadakan penjajakan awal (preassesment), langkah ini sama halnya dengan
test awal yang fungsinya untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa,
apakah telah memenuhi syarat belajar yang ditentukan ataukah belum.
f) Menentukan strategi belajar dan mengajar yang relevan, penentuan harus
melalui analisis alternatif.
g) Mengkoordinasi sarana penunjang yang dibutuhkan.
h) Mengadakan evaluasi; hasil evaluasi tersebuut digunakan untuk mengontrol
dan mengkaji sejauhmana keberhasilan suatu program yang telah
direncanakan mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil evaluasi merupakan
umpan balik untuk merevisi kembali tentang; program instruksional yang telah
dibuat, instrument tes, metode strategi yang dipakai dan sebagainya.
C. Kriteria model desain instruksional yang baik.
Begitu banyaknya model instruksional yang serupa, dapat mempersulit
pemakai untuk memilih model yang terbaik untuk diterapkan dalam bidang
pendidikan. Oleh karena itu, alangkah lebih baik apabila model yang dipilih dapat
memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
1. Sederhana, yaitu bentuk yang sederhana akan lebih mudah untuk dimengerti,
diikuti dan digunakan.
2. Lengkap, yakni suatu model pengembangan desain pembelajaran yang lengkap
haruslah mengandung tiga unsur pokok, yaitu identifikasi, pengembangan dan
evaluasi.
3. Mungkin diterapkan, artinya model yang dipilih hendaklah dapat diterima dan
dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat
4. Luas, yakni jangkauan model tersebut hendaklah cukup luas, tidak saja berlaku
untuk pola belajar mengajar yang konvensional, tetapi juga proses belajar
mengajar yang lebih luas, baik yang menghendaki kehadiran guru secara fisik
maupun yang tidak
5. Teruji, yaitu model yang bersangkutan telah dipakai secara luas dan teruji/terbukti
dapat memberikan hasil yang baik.
Apabila model-model yang sudah ada ternyata tidak ada yang memenuhi
kelima kriteria tersebut maka masih ada kemungkinan untuk mengembangkan model
yang baru yang sesuai dengan situasi dan kondisi pemakai. Mungkin dapat
menciptakan model yang baru atau cukup dengan memodifikasi model yang sudah
ada.
D. Model Pengembangan Instruksional Dick & Carey
Model Dick – Carey adalah model desain Instruksional yang dikembangkan oleh
Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini adalah salah satu dari model
prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain
Instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara
berurutan.
Model Dick – Carey tertuang dalam Bukunya The Systematic Design of
Instruction edisi 6 tahun 2005. Perancangan Instruksional menurut sistem pendekatan
model Dick & Carey terdapat beberapa komponen yang akan dilewati di dalam proses
pengembangan dan perencanaan tersebut. Langkahnya ditunjukkan pada gambar 1
berikut ini :
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
Berikut adalah langkah pengembangan desain Instruksional menurut dick dan carey :
1. Identifikasi Tujuan (Identity Instructional Goal(s)).
Tahap awal model ini adalah menentukan apa yang diinginkan agar pebelajar dapat
melakukannya ketika mereka telah menyelesaikan program Instruksional. Tujuan
Instruksional mungkin dapat diturunkan dari daftar tujuan, dari analisis kinerja
(performance analysis), dari penilaian kebutuhan (needs assessment), dari pengalaman
praktis dengan kesulitan belajar pebelajar, dari analisis orang-orang yang melakukan
pekerjaan (Job Analysis), atau dari persyaratan lain untuk instruksi baru.
Dengan adanya tujuan yang jelas maka proses pembelajaran akan mengarah pada arah
yang jelas pula. pada arah yang jelas pula.
2. Melakukan Analisis Instruksional (Conduct Instructional Analysis).
Langkah ini, pertama mengklasifikasi tujuanke dalam ranah belajar Gagne, menentukan
langkah-demi-langkah apa yang dilakukan orang ketika mereka melakukan tujuan
tersebut (mengenali keterampilan bawahan / subordinat). Langkah terakhir dalam proses
analisis Instruksional adalah untuk menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap,
yang dikenal sebagai perilaku masukan (entry behaviors), yang diperlukan peserta didik
untuk dapat memulai Instruksional.
Menganalisis subordinate skills sangat diperlukan, karena apabila keterampilan bawahan
yang seharusnya dikuasai tidak diajarkan, maka banyak anak didik tidak akan memiliki
latar belakang diperlukan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, pembelajaran
menjadi tidak efektif.
Cara yang digunakan untuk mengidentifikasi subordinate skills adalah dengan cara
memilih keterampilan bawahan yang berhubungan langsung dengan ranah tujuan
pembelajaran. Analisis ini akan menghasilkan Peta konsep yang akan menggambarkan
hubungan di antara semua keterampilan yang telah diidentifikasi.
3. Analisis Pembelajar dan Lingkungan (Analyze Learners and Contexts).
Langkah ini melakukan analisis pembelajar, analisis konteks di mana mereka akan
belajar, dan analisis konteks di mana mereka akan menggunakannya.
Dalam tahap ini akan dianalisis kemampuan apa saja yang harus dimiliki siswa untuk
menyelesaikan tugas. Dalam menganalisis juga harus memperhatikan kemampuan yang
sudah dimiliki oleh siswa. Karakteristik siswa juga harus diperhatikan karena mungkin
akan berpengaruh pada proses pembelajaran. Keterampilan pembelajar, pilihan, dan sikap
yang telah dimiliki pembelajar akan digunakan untuk merancang strategi Instruksional.
4. Merumuskan Tujuan Performansi (Write Performance Objectives).
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
Menurut Dick dan Carrey (1985), tujuan performansi terdiri atas;
a. Tujuan harus menguraikan apa yang akan dikerjakan, atau diperbuat oleh anak didik.
b. Menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat, yang
hadir pada waktu anak didik berbuat,
c. Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang
dimaksudkan pada tujuan.
Pernyataan-pernyataan tersebut berasal dari keterampilan yang diidentifikasi dalam
analisis Instruksional, akan mengidentifikasi keterampilan yang harus dipelajari, kondisi
di mana keterampilan yang harus dilakukan, dan kriteria untuk kinerja yang sukses.
Komponen ini bertujuan untuk menguraikan tujuan umum menjadi tujuan yang lebih
spesifik pada tiap tahapan pembelajaran. Di tiap tahapan akan ada panduan pembelajaran
dan pengukuran performansi pembelajar.
5. Pengembangan Tes Acuan Patokan (Develop Assessment Instruments).
Berdasarkan tujuan performansi yang telah ditulis, langkah ini adalah mengembangkan
butir-butir penilaian yang sejajar (tes acuan patokan) untuk mengukur kemampuan siwa
seperti yang diperkirakan dari tujuan. Penekanan utama berkaitan diletakkan pada jenis
keterampilan yang digambarkan dalam tujuan dan penilaian yang diminta.
Empat macam tes acuan patokan menurut Dick & Carey:
• Test entry behaviour, untuk mengukur keterampilan sebagaimana adanya pada
permulaan pembelajaran,
• Pretes, berguna bagi keperluan tujuan yang telah dirancang sehingga diketahui
sejauhmana pengetahuan anak didik terhadap semua keterampilan yang berada di atas
batas, yakni keterampilan prasyarat.
• Tes sisipan, menguji setelah satu atau dua tujuan pembelajaran diajarkan dan menguji
kemajuan anak didik,
• Postest, mencakup seluruh tujuan pembelajaran yang mencerminkan tingkat perolehan
belajar
Tahap pengembangan tes acuan patokan ini bertujuan untuk:
• Mengetahui prasyarat yang telah dimiliki pembelajar untuk mempelajari kemampuan
baru
• Mencek hasil yang telah diperoleh pembelajar selama proses pembelajaran
• Menyediakan dokumen perkembangan pembelajar untuk orang tua atau administrator.
Bagian ini berguna untuk:
• Memberikan evaluasi terhadap sistem yang digunakan
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
• Pengukuran awal terhadap performansi sebelum perencanaan pengembangan pelajaran
dan materi instruksional
6. Pengembangan Siasat Instruksional (Develop Instructional Strategy).
Bagian-bagian siasat Instruksional menekankan komponen untuk mengembangkan
belajar pebelajar termasuk kegiatan praInstruksional, presentasi isi, partisipasi peserta
didik, penilaian, dan tindak lanjut kegiatan yang diwujudkan dalam aktivitas. Misalnya
membaca, mendengarkan, hingga eksplorasi internet. Aktifitas instruksional ini dapat
dikembangkan oleh instruktur sesuai dengan latar belakang, kebutuhan, dan kemampuan
pembelajar atau bisa saja pembelajar menggabungkan pengetahuan yang baru didapatkan
dengan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk membentuk pemahaman
baru. Proses pembelajaran juga dapat dilakukan secara berkelompok atau individual.
7. Pengembangan atau Memilih Material Instruksional (Develop and Select
Instructional Materials).
Ketika kita menggunakan istilah bahan Instruksional kita sudah termasuk segala bentuk
Instruksional seperti panduan guru, modul, overhead transparansi, kaset video, komputer
berbasis multimedia, dan halaman web untuk Instruksional jarak jauh. maksudnya bahan
memiliki konotasi.
Namun dalam penentuan materi pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi dan
karakteristik peserta didik. Hal ini akan menyulitkan mengingat kondisi dan karakteristik
tiap siswa berbeda-beda sehingga sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang
tepat.
8. Merancang dan Melaksanakan Penilaian Formatif (Design and Conduct
Formative Evaluation of Instruction).
Formative evaluation bertujuan menyediakan data untuk revisi dan pengembangan
instructional materials. Selain itu, Evaluasi ini juga dilakukan untuk mengumpulkan data
yang akan digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana meningkatkan pengajaran.
Ada tiga jenis evaluasi formatif yaitu penilaian satu-satu, penilaian kelompok kecil, dan
penilaian uji lapangan. Setiap jenis penilaian memberikan informasi yang berbeda bagi
perancang untuk digunakan dalam meningkatkan Instruksional. Teknik serupa dapat
diterapkan pada penilaian formatif terhadap bahan atau Instruksional di kelas.
9. Revisi Instruksional (Revise Instruction).
Strategi Instruksional ditinjau kembali dan akhirnya semua pertimbangan ini dimasukkan
ke dalam revisi Instruksional untuk membuatnya menjadi alat Instruksional lebih efektif.
Ririn Vidiastuti (06111010015)Perencanaan Pembelajaran Kimia
Dalam model instruksional ini revisi dilakukan berdasarkan hasil dari tiap komponen
yang dilakukan sebelumnya. Data yang diperoleh dari tahap sebelumnya yaitu evaluasi
formatif digunakan untuk menganalisa kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam
mencapai tujuan instruksional. Mungkin saja tahapan yang kurang efektif disebabkan
oleh media yang kurang sesuai, atau penugasan yang kurang mengarah pada tujuan
pembelajaran.
10. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif (Design And Conduct
Summative Evaluation).
Hasil-hasil pada tahap di atas dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang dibutuhkan.
Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan diujicobakan di kelas/ diimplementasikan di
kelas dengan evaluasi sumatif.
Evaluasi sumatif bertujuan untuk mengetahui efektivitas tiap-tiap tahap yang telah
dilakukan