MODEL KAMPANYE PARMA DALAM PEMENANGAN CALON...

Post on 29-Mar-2019

237 views 0 download

Transcript of MODEL KAMPANYE PARMA DALAM PEMENANGAN CALON...

MODEL KAMPANYE PARMA DALAM PEMENANGAN

CALON PRESIDEN BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA PADA PEMILIHAN RAYA 2010

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Donni Bhestadi Saputra

NIM. 207051100503

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M

LEMBAR PERYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil

jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 24 Oktober 2013

Donni Bhestadi Saputra

i

ABSTRAK

Donni Bhestadi Saputra

Model Kampanye PARMA dalam Pemenangan Calon Presiden Badan

Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

pada Pemilihan Raya 2010

Kampanye politik menjadi salah satu bagian yang tidak bisa terpisahkan dari

proses berdemokrasi. Demokrasi adalah prinsip dasar tata kehidupan masyarakat sipil

(civil society) baik dalam interaksi sesama komponen masyarakat maupun masyarakat

dengan negara. Proses berdemokrasi juga diterapkan di Universitas Islam Negeri Jakarta

dengan istilah Student Goverment. Dalam penerapannya terdapat partai politik kampus

yang mewujudkan pertarungan politik penuh intrik. Di tengah suasana seperti itu, partai

politik kampus terus berlomba-lomba meningkatkan model kampanye agar mampu

menarik simpati khalayak. Maka dari itu PARMA sebagai salah satu partai politik

kampus mencoba menerapkan model kampanye terbaik pada pemilihan raya 2010.

Dari penjelasan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana

model kampanye PARMA dalam pemenangan calon presiden Badan Eksekutif

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada pemilihan raya

2010? Dari sini, peneliti mengeksplorasi beberapa rumusan yang dijalankan, mulai dari

informasi kampanye, persuasi kampanye, tahap membuat keputusan, dan tahap

konfirmasi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

penelitian deskriptif. Peneliti ingin memaparkan secara sistematis fakta secara faktual dan

cermat model kampanye yang dilakukan oleh PARMA. Berdasarkan pengamatan dan

analisis peneliti, diketahui bahwa PARMA juga mempunyai dua konsep strategi

kampanye politik yang secara umum dibagi menjadi 2, yakni: strategi kampanye politik

melalui media dan strategi kampanye politik non media.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Difusi Inovasi. Dengan teori

ini, peneliti mencoba menelaah dan menguji kesesuaian praktik kampanye politik yang

dilakukan oleh PARMA. Pada prinsipnya, PARMA menjalankannya sesuai dengan

kaidah teori, namun tetap disesuaikan dengan realitas yang ada. Dalam praktiknya juga

menambahkan beberapa inovasi lain sebagai pengembangan strategi kampanye politik

yang mereka jalankan.

Dalam pelaksanaan kampanye politik, PARMA secara konsisten melebur pada

model kampanye diffusion of innovation. PARMA dalam hal ini melakukan penerapan

kampanye bersifat dua arah (bi-directional campaign), karena menyadari keterbatasan

media dalam mempengaruhi khalayak yang dalam hal ini adalah mahasiswa. Meski

demikian, PARMA mampu membuktikan model kampanye terbaik yang mereka lakukan

pada pemilihan raya 2010.

i

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur yang tidak terhingga dan dengan segala limpahan

rahmat, nikmat, inayah yang tiada henti-hentinya seperti kasih sayang yang

diberikan kepada umatnya. Tidak lupa pula shalawat serta salam senantiasa

tercurahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa

umatnya dari zaman kegelapan sampai zaman terang benderang seperti sekarang,

beserta para keluarga dan sahabatnya dan kaum Muslim yang telah berjihad

dijalannya mendirikan panji-panji Islam dan Risalahnya.

Alhamdulillahirrabil’alaminatas izin Allah SWT akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul ”Model Kampanye Partai

Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam Pemenangan Calon Presiden Badan

Eksekutif Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan

Raya 2010”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, bukan hanya karena kerja keras

penulis, namun banyak pihak yang turut serta berjuang di dalamnya.karena tanpa

adanya bantuan dari orang-orang tercinta tersebut, skripsi ini tidak akan selesai.

Ucapan terima kasih ini penulis hanturkan kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Dr. H.

Arief Subhan MA, Dr. Suparto, M.Ed, MA, selaku Wakil Dekan I bidang

akademik, Drs. Jumroni M.Si, selaku Wakil Dekan II bidang administrasi

ii

umum, dan Drs. Wahidin Saputra MA, selaku Wakil Dekan III bidang

kemahasiswaan.

2. Drs. Study Rizal, LK, MA, Selaku dosen pembimbing yang selalu

memberikan bimbingan, ilmu dan saran kepada penulis.

3. Dra.Asriati Jamil M. Hum (almh), yang telah memberikan dorongan morill

bagi penulis.

4. Drs. Jumroni M. Si, Selaku ketua jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam.

5. Dra. Musfirah Nurlaily MA. Selaku sekretaris koordinator Program Non

Reguler, sekaligus dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan

motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

banyak memberikan ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis

dalam menyelesaian studi maupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi

ini.

7. Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan

FakultasIlmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta stafnya.

8. Kanda Tb. Ace HasanSyadzily, kanda Ali Irfani, dan seluruh pengurus

DPP PARMA periode 2009-2010 yang telah membantu penulis untuk

mengumpulkan materi-materi dan bersedia meluangkan waktunya untuk

memberikan informasi dan bantuan kepada penulis.

9. Lebih Khusus orang tua yang tercinta: Eko Budiharto dan Ibu Dina

Hestituti yang selalu mendidik, melindungi menjaga dan mendo’akan

dengan kasih sayang yang tidak terhingga dan tidak ternilai dengan

apapun. Skripsi ini juga didedikasikan untuk Ibu tercinta sebagai hadiah

ulang tahun beliau dari penulis.

iii

10. Saudara sekandung penulis: Nikko Bhestata Saputra yang selalu

mendukung, menghibur dan memberikan masukan bagi penulis.

11. Skripsi ini penulis dedikasikan juga kepada Pipit Deviyanti sebagai hadiah

ulang tahun pada 01 November nanti, karena telah meminjamkan

semangatnya dan terus memberikan motivasi kepada penulis.

12. Kanda Muchlas Noor Hidayat, kanda Andi Fachri, kanda Erik Zaenal

Muttaqien, kanda Yusuf, kanda Sirrajudin Ar-ridho, kanda Dhany

Permadi, kanda Sabir Laluhu dan lainnya yang selalu memberikan

semangat kepada penulis.

13. Teman-teman Mahasiswa dan Mahasiswi Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu

Komunikasi Jurusan KPI Non-reguler 2007: Syaifullah, Mohamad

Samlawi, Isnaanto Achmad Maulana, Ika Kartika, Siti Lulu Lutfiah,

Ongko Prasetyo, Za Arasyirahma, Syahrul, Mutiara, Dahliana Syahri,

RioAditama, Ade AlfanSyifa, Abdul Ghani, Aldy, Andy Widianto, Dhani,

Rizka Ayustinandini, FerdyYulian, Indah, Nila, Neneng, Cahaya, Jeftri, H.

Sulaiman, NurArdiansyah, Bima Suhardiman, Farida, Fadilah, beserta

teman-teman lainnya yang belum tersebut, kakak dan adik-adik kelas yang

telah memberikan semangat dan bantuannya dalam pembuatan skripsi ini.

14. Teman-teman satu atap kosan : Ega Maulana, Ubaidillah, Chairul Irfani,

Aditia Ramadhan, Muhammad Fauzi, Adi Komba, dan kanda Erik

Hariyadi yang telah setia menemani, memberikan semangat dan saran

kepada penulis.

15. Teman-teman HMI Cabang Ciputat dan HMI KOMFAKDA Cabang

Ciputat yang telah menjadi tempat selama ini penulis berproses.

16. Akmal Fauzi, Rangga Tsabit Iman, Puja Abdul Wahid, Dang Krissandy,

Rifky Hamdani, Ainun Najib, Ajeng Retno, Ridho Ismakun, Chabibulloh,

Tanto Fadly, BimoWahyu Ramadhani, Dedi Eka Setiawan, Halim

iv

Pratama, Deny Hidayat, Brian Muhammad serta adik-adik kelas lainnya

yang belum tersebut dan telah memberikan semangat dan bantuannya

dalam pembuatan skripsi ini.

Penulis senantiasa berdoa semoga amal baik yang telah diberikan,

mendapatkan ridha dari Allah SWT. penulisserahkan semuanya dengan harpan

semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar khusus bagi penulis dan

umumnya bagi yang membacanya.

Jakarta, 24 Oktober 2013

Donni Bhestadi Saputra

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi

DAFTAR BAGAN, TABEL DAN GAMBAR ............................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................... 6

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................... 7

D. Tinjauan Pustaka ………………………………………….. 9

E. Metodologi Penelitian ........................................................... 9

F. Sistimatika Penulisan ........................................................... 11

BAB II KAJIAN TEORI

A. Teori Difusi Inovasi ............................................................. 14

B. Konseptualisasi Kampanye Politik ....................................... 18

1. Pengertian dan Definisi Kampanye Politik ...................... 18

2. Model – Model Kampanye Politik ................................... 22

3. Varian Strategi Kampanye Politik ................................... 30

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum, Sejarah Politik IAIN Jakarta................... 38

B. Perkembangan Politik Kampus Era Student Goverment .... 42

C. Sekilas Pemilihan Raya 2010 UIN Syarif Hidayatullah ...... 46

D. Profil Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) ..................... 50

E. Struktur Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) ................. 51

F. Peran Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)

dalam Student Goverment dan Pemilihan Raya 2010 ........... 54

G. Profil Kandidat Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) .... 56

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA

A. Model Kampanye Partai

Reformasi Mahasiswa dalam Pemilihan Raya 2010 ........... 59

vi

1. Penggunaan Media dalam Kampanye (tahap informasi) . 60

2. Kampanye PARMA Pada Pemilihan Raya 2010 (tahap

persuasif) ........................................................................ 64

3. Perencanaann Kampanye PARMA

(tahap penerimaan keputusan) ........................................ 65

4. Kampanye PARMA Pada Pemilihan Raya 2010

(tahap evaluasi) ............................................................... 66

B. Analisis Model Kampanye PARMA

dalam Pemilu Raya 2010 ...................................................... 68

1. Penggunaan Media dalam Kampanye ............................. 68

2. Faktor Pendukung dalam Kesuksesan Kampanye ........... 76

3. Faktor Penghambat dalam Kesuksesan Kampanye ........ 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 80

B. Saran ...................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

vii

DAFTAR BAGAN, GAMBAR DAN TABEL

BAB II

1. Bagan 1 Model Kampanye Difusi Inovasi

BAB III

1. Gambar 1 Proses Kampanye Pada Pemilihan Raya 2010

2. Gambar 2 Debat Kandidat Capres dan Cawapres UIN Jakarta 2010

3. Gambar 3 Proses Pencoblosan Pada Pemilihan Raya 2010

4. Gambar 4 Keributan antar pendukung Partai Politik Kampus

5. Gambar 5 Lambang Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)

BAB IV

1. Bagan 1 Tahap Perencanaan Kampanye PARMA

2. Gambar 1 Gambar Baligho PARMA

3. Gambar 2 Gambar Spanduk PARMA

4. Gambar 3 Gambar Stiker PARMA

5. Tabel 1 Kredibilitas Pelaku Kampanye

6. Tabel 2 Evaluasi Kampanye Politik

7. Tabel 3 Peringkat Media yang Paling Berpengaruh Dalam Kampanye

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kampanye merupakan salah satu bagian dari demokrasi. Kata

demokrasi masih banyak disalahartikan, demokrasi menjadi kosakata umum

bagi siapa saja yang hendak menyatakan pendapat. Demokrasi adalah prinsip

dasar tata kehidupan masyarakat sipil (civil society), baik dalam interaksi

sesama komponen masyarakat maupun masyarakat dengan negara.1 Dalam

kampanye terdapat proses komunikasi politik yang harus dilakukan agar

prosesnya dapat berjalan dengan baik.

Sejak Mei 1998, Indonesia memasuki era yang disebut oleh Samuel

Huntington sebagai transisi menuju demokrasi2.Di Negara mana pun, era

seperti ini senantiasa disambut gegap gempita karena diyakini akan member

harapan baru berupa kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih

manusiawi. Dikatakan lebih manusiawi karena demokratisasi yang hakiki

merupakan proses peralihan sistem bernegara dari yang otoritarian (anti

kemanusiaan) menuju Demokasi (yang menghargai dan menjungjung tinggi

prinsip-prinsip dasar kemanusiaan).3

Untuk menjamin jalannya demokrasi dibutuhkan mekanisme

perimbangan kekuasaan, tanpa perimbangan kekuasaan sulit membayangkan

1 Abdul Rozak dan A. Ubaedillah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat

Madani (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 35. 2 Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat ( Jakarta: RMBooks, 2008 ), h. 1

3 Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat, h. 3

2

demokrasi bisa berjalan. Sebuah kritikan adalah sesuatu yang sah dalam

konteks demokrasi yang sedang ada di Negara ini.4

Tragisnya, kecenderungan mengabaikan akal sehat tak melulu

mencemari dunia politik, dalam kehidupan beragama dan kebudayaan pun

banyak sekali ditemukan fenomena yang mendistorsi akal sehat. Seperti

kegiatan berpolitik, kegiatan ritual (keberagaman) dan berbudaya pun tak luput

dari tangan-tangan kotor yang menjadikan agama dan budaya sebagai “Kuda

Troya”. Jika situasi seperti ini dibiarkan, kita tak bisa membayangkan, kearah

manakah transisi demokrasi di negeri ini akan mengarah.

Dalam dunia politik, otonomi individu menjadi salah satu syarat

tegaknya sistem demokrasi5. Dalam dunia ekonomi, otonomi individu menjadi

penunjang utama tumbuhnya jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) bagi

rakyat. Perpaduan demokrasi dan entrepreneurship dalam suatu Negara tidak

diragukan lagi akan melahirkan kemajuan dan kesejahteraan.

Soekarno adalah proklamator Indonesia dan Presiden Pertama di

Indonesia. Soekarno memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sampai menjadi

Proklamator bersama-sama dengan Moh. Hatta. Saat memimpin Indonesia

Soekarno mencoba berdiri di atas semua golongan dan memimpin mereka

secara mutlak dengan alasan rakyat perlu dipimpin dalam memahami

demokrasi yang benar.

Dalam alam demokrasi, tidak bisa membatasi atau melarang siapapun

untuk tidak bicara, karena memang konstitusi kita menjamin warganya untuk

berserikat, berkumpul dan berbicara sebebasnya asalkan tidak menabrak hak

4 Burhanuddin Napitupulu, Harakiri Politik Tokoh Nasional & elit GOLKAR ( Jakarta:

RMBooks, 2007 ), h. 38 5 Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat, h. 12

3

orang lain dan undang-undang yang ada. Pola pikir prediksi bermakna pilihan

rasional dan hitung-hitungan matematis dan spekulatif dengan tujuan

kemenangan6. Sedangkan tingkat pragmatisasi dimaknai sebagai pilihan jangka

pendek tanpa harus terlalu dipusingkan oleh untung-rugi di masa depan.7

Melalui Amandemen UUD 1945, bangsa Indonesia mendirikan KPU

(Komisi Pemilihan Umum) dengan tujuan membangun demokrasi melalui

pemilu yang jurdil, bersih, bebas, dan rahasia8. Sayangnya ketika pertama kali

dipraktikan oleh KPU tahun 2004, pemilu legislatif maupun pilpres ini

ditengarai banyak kecurangan, sarat politik uang dan pemilu yang paling KKN

dalam penyelenggaraannya.

Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan salah satu bagian dari

proses demokrasi yaitu kampanye. Kampanye merupakan element penting dan

dapat menjadi alat memperkenalkan calon ataupun visi misi mereka

kedepannya agar dapat diketahui khalayak secara utuh.

Ada beberapa model kampanye yang dapat dilakukan diantaranya,

Pertama, Model komponensial kampanye. Model ini mengambil komponen-

komponen pokok yang terdapat dalam suatu proses pengiriman dan

penerimaan pesan-pesan kampanye. Model ini dapat mudah diidentifikasikan

melalui pendekatan transmisi (transmission approach) daripada intraction

approach.9

6 Komaruddin Hidayat & Haryono Yudhie, Manuver Politik Ulama (Yogyakarta:

Jalasutra, 2004), h. 2 7 Komaruddin Hidayat & Haryono Yudhie, Manuver Politik Ulama, h. 3

8 Fuad Bawazier, Republik Keluh Kesah ( Jakarta: RMBooks, 2007), h. 118

9 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, ( Bogor: Ghalia

Indonesia, 2012), h. 85-86

4

Kedua, Model kampanye Ostergaard. Model ini dikembangkan oleh

Leon Ostergaard, seorang teoritis dan praktisi kampanye kawakan dari Jerman

(Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard telah terlibat dalam

puluhan program kampanye perubahan sosial di negaranya. Jadi, model yang

diciptakannya ini tidak muncul dari atas meja, tetapi dari pengalaman praktik

di lapangan. Di antara berbagai model kampanye yang ada, model ini dianggap

paling pekat sentuhan ilmiahnya.10

Ketiga, The five functional stages development model. Model ini

dikembangkan oleh tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University AS

pada awal tahun 1960-an (Larson, 1993). Model ini dianggap yang paling

popular dan banyak diterapkan oleh berbagai belahan dunia. Kepopuleran ini

tidak terlepas dari fleksibilitas model untuk diterapkan, baik pada candidate

oriented campaign maupun kampanye lainnya. Focus model ini adalah pada

tahapan kegiatan kampanye, bukan pada proses pertukaran pesan antara

campaigner dan campaignee.11

Keempat, The communicative functions model. Judith Trend dan Robert

Friendenberg adalah praktisi sekaligus pengamat kampanye politik di Amerika

Serikat. Dalam bukunya yang bertajuk Political Campaign Communication,

mereka merumuskan sebuah model kampanye yang dikonstruksi dari

lingkungan politik. Sebagaimana model yang di kembangkan tim dari Yale

University, model ini dan memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan

10

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 86 11

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 89

5

kampanye. Langkah-langkahnya dimulai dari surfacing, primary, nomination

sampai election:12

Kelima, Model Kampanye nowark dan warneryd. Menurut McQuail &

Windahl (1993), model kampanye Nowak dan Warneryd merupakan salah satu

contoh model tradisonal kampanye. Pada model ini, proses kampanye dimulai

dari tujuan yang hendak dicapai dan diakhiri dengan efek yang diinginkan.

Model ini merupakan deskripsi dari bermacam-macam proses kerja dalam

kampanye. Di dalamnya juga terdapat sifat normatif, yang menyarankan

bagaimana bertindak secara sistematis dalam meningkatkan efektifitas

kampanye.13

Keenam, The diffusion of innovation model. Model difusi inovasi ini

umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan (commercial campaign) dan

kampanye yang beorientasi pada perubahan sosial (sosial change campaign).

Penggagasnya adalah ilmuwan komunikasi kesohor, Everett M. Rogers.14

Pembinaan dan pencerdasan terhadap pemilih harusnya lahir dari

golongan akademisi atau dunia perkuliahan. Kemudian ini menjadi suatu acuan

bahwa di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta terdapat proses berdemokrasi

dalam setiap pemilihan pemimpin mulai dari tingkat jurusan hingga

universitas. Dalam pelaksanaannya setiap calon-calon yang telah lolos

beberapa tahapan seleksi oleh pihak KPU UIN Jakarta di berbagai tingkatan

untuk menjaring dengan beberapa syarat yang harus di penuhi dan bekerjasama

dengan Panitia Pengawas Pemilu (PANWASLU) UIN Jakarta, Pihak Rektorat

12

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 91-92 13

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93 14

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 94

6

UIN Jakarta, beberapa UKM di Kampus UIN Jakarta yang bergerak dalam

bidang Media Massa sebagai lembaga Independen dan sebagainya.

Alasan penulis tertarik melakukan penelitian ini dikarenakan sistem

demokrasi di UIN Syarif Hidayatullah ini menjadi banyak bahan referensi dari

universitas lainnya dalam melaksanakan demokrasi di masing-masing

kampusnya khususnya kampus yang berada dibawah Departemen Agama.

Dalam salah satu prosesnya terdapat sebuah kampanye yg merupakan bagian

paling berperan dalam mengajak pemilih untuk memilih pasangan calon.

Model kampanye inilah yang membuat penulis tertarik untuk menelitinya.

Dari gambaran tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

terhadap masalah ini yang dituangkan dalam skripsi dengan judul : “Model

Kampanye Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) Dalam Pemenangan

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan Raya 2010’’

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka model kampanye

yang dimaksud oleh penulis yaitu hanya kepada Model Kampanye

PARMA dalam pemenangan Badan Eksekutif Mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah pada Pemilihan Raya Tahun 2010 dalam perpektif Teori

Diffusion Of Innovation.

7

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah dia tas maka menurut penulis

merumuskan masalah adalah suatu pernyataan yang dirumuskan dalam

kalimat tanya, bersifat padat isi, jelas maksudnya serta memberikan

petunjuk tentang kemungkinan mengumpulkan data guna menjawab

pernyataan yang terkandung di dalamnya.15

Rumusan masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai

berikut:

Bagaimana Model kampanye PARMA Dalam Pemenangan Badan

Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta pada Pemilihan Raya tahun 2010?

Rumusan tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

a. Bagaimana informasi kampanye?

b. Bagaimana persuasi kampanye?

c. Bagaimana tahap membuat keputusan untuk mencoba?

d. Bagaimana tahap konfirmasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

15

Suryabrata Sumadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: CV Rajawali, 1993), h.71

8

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Teoritis

Untuk dapat mengetahui model kampanye Partai Reformasi

Mahasiswa (PARMA) Sebagai Partai Politik Kampus di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

b. Tujuan Praktis

Untuk dapat menjadi acuan dan pedoman bagi sistem kelembagaan

mahasiswa yang menganut partai politik kampus di universitas-

universitas lain.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui model-model kampanye yang dilakukan oleh

Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam proses pemenangan

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakartasehingga dapat menjadi wawasan pada proses

demokrasi lainnya baik didalam maupun diluar lingkungan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Tulisan ini diharapkan bisa memberikan tambahan wacana dan

referensi bagi civitas akademika khususnya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan praktisi untuk keperluan studi yang lebih

mendalam mengenai Komunikasi Politik dan sistem perpartaian

kampus.

9

D. Tinjuan Pustaka

Penelitian sebelumnya yang menjadi acuan atas tinjauan pustaka peneliti

terkait strategi kampanye politik, yaitu:

Judul skripsi: Strategi Marketing Politik Lembaga Konsultan Komunikasi

Fastcomm Dalam Pemenangan Partai Islam di Pemilu Legislatif 2009.

Penelitian dilakukan oleh Shulhan Rumaru, S.Sos.I, mahasiswa S1 Program

Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, UIN Jakarta, tahun 2010.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah pembahasan

mengenai strategi kampanye politik yang merupakan bagian dari proses

pemenangan. Adapun perbedaannya, dalam penelitian Shulhan Rumaru, lebih

membahas tentang Marketing Politik sebagai upaya pemenangan pada pemilu

legislatif 2009. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan olehg peneliti,

lebih terfokus pada model-model kampanye dalam proses pemenangannya.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif, bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya

melalui pengumpulan data. Pendekatan kualitatif menurut Kirk dan Miller

bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan

10

social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia,

baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.16

Jenis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu paparan atau

menggambarkan yang jelas bagaimana proses pemenangan dapat berjalan

dengan baik dan memberikan kecerdasan berpolitik arahnya spesifik pada

situasi atau peristiwa yang terjadi, artinya tidak mencari hubungan, tidak

menguji hipotesis atau membuat prediksi. Pengertian metode penelitian

deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik

populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara: Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan

memperkuat data, maka peneliti melakukan wawancara bebas

terpimpin (Semi Structured Interview) yaitu wawancara dengan

menggunakan interview guide atau pedoman wawancara yang dibuat

berupa daftar pertanyaan.17

Peneliti mewawancarai Tb. Ace Hasan

Syadzily selaku presiden IAIN (sekarang UIN) ke-1 dan Ali Irfani

selaku Ketua Umum PARMA Periode 1999-2000.

b. Dokumentasi: Peneliti melakukan proses pengumpulan dan

pengambilan data berdasarkan tulisan-tulisan berbentuk file

pemenangan, buku, foto, maupun arsip-arsip milik Partai Reformasi

Mahasiswa ataupun tulisan lain yang berkaitan dengan bahasan

penelitian ini.

16

Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif

(Jakarta:UIN Jakarta Press,2006), Cet ke 1, h.7 17

Denzin Norman K, Lincoln, Yvonna S, Handbook Of Qualitative Research, Dariyanto

dkk (edisi terjemahaan Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).

11

3. Pengolahan Data

Peneliti menggunakan metode Deskritif Kualitatif untuk mendapatkan

data-data dan informasi yang dibutuhkan. Peneliti menganalisis data yang

telah didapat, baik dari hasil wawancara, dokumentasi, maupun buku-buku

dengan cara menggambarkan dan menjelaskannya dalam bentuk kata-kata.

Data yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini berupa tulisan dan

lisan (Verbal) bukan berupa nominal yang menunjukan angka.

4. Analisis Data

Pada tahap ini penulis melakukan proses penyederhanaan data kedalam

bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Peneliti akan

mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan menganalisa data kemudian

yang terakhir adalah mengambil kesimpulan yang berwujud kata-kata.

5. Pedoman Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, peneliti mengacu pada Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang berlaku di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang disusun oleh Hamid Nasuhi dkk,

diterbitkan oleh CEQDA (Centre For Quality Development And Assurance)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Guna mengetahui gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang

diuraikan dalam penulisan ini, maka peneliti membagi sistematika

penyusunan kedalam lima bab, masing-masing bab dibagi kedalam sub bab

dengan perincian sebagai berikut:

12

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahulu, yang berisi lima bab antara lain:

Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka

Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN TEORITIS

Kajian Teoritis mengenai Diffusi of Innovation,

Konseptualisasi Pengertian dan definisi kampanye politik,

Model-Model Kampanye, dan Varian strategi kampanye

politik.

BAB III GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum dan Sejarah Politik IAIN Jakarta,

Perkembangan politk kampus era student goverment,

Sekilas Pemilihan Raya (PEMIRA) 2010 UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Profil Partai Reformasi Mahasiswa

(PARMA), Struktur PARMA, Peran PARMA pada Student

Goverment & PEMIRA 2010 dan Profil Kandidat PARMA

BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISI

Pada bab ini penulis membahas penyajian dan analisis data

yang diperoleh dari PARMA dalam Pemilu Raya 2010

terkait model-model kampanye.

BAB V PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

14

14

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Teori Difusi Inovasi (Diffusion of Innovations)

Teori Difusi Inovasi menjelaskan bagaimana inovasi-inovasi tertentu

berkembang dan diadopsi oleh masyarakat. Teori ini berguna dalam

menganalisis kolaborasi-kolaborasi yang tepat antara penggunaan

komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi untuk membuat masyarakat

mengadopsi suatu produk, prilaku, atau ide tertentu yang dianggap baru

(inovasi).1

Artikel berjudul The People’s Choise yang ditulis oleh Paul Lazarsfeld,

Bernard Berelson dan H Gaudet tahun 1944 menjadi titik awal munculnya

teori difusi inovasi. Dalam teori difusi inovasi, dikatakan bahwa komunikator

yang mendapatkan pesan dari media massa sangat kuat untuk mempengaruhi

orang-orang.2

Dalam keterangan lain, difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori

di abad ke-19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya

yang berjudul “The Laws of Imitation”, Tarde mengemukakan teori kurva S

dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Rogers

menjelaskan gagasan Tarde mengenai teori kurva S sebagai berikut: pertama,

hanya beberapa individu saja yang menerima ide baru tersebut, kemudian

1 Antar Venus, Manajemen Kampanye, (Bandung: Simbiosa Rekatman, 2004), h. 33.

2 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2009), h. 170.

15

sejumlah besar orang menerima inovasi tersebut, dan akhirnya tingkat

penerimaan berkurang.3

Adanya produk, perilaku, atau ide terbaru akan membuat sebagian

orang ingin menjadi pihak pertama yang mengapdopsi penemuan tersebut,

sementara sebagian lainnya akan menunggu hingga sebagian besar kelompok

mereka menerima dan mengapdopsi hal baru tersebut. Menurut teori ini,

saluran komunikasi yang paling efektif yang dapat digunakan untuk

menyampaikan ide-ide serta penemuan baru adalah opinion leaders dan

jaringan sosial dalam kelompok masyarakat. Sebuah inovasi akan dapat

diadopsi secara maksimal oleh masyarakat dengan menggunakan two-step

flow communication. Langkah pertama adalah transmisi informasi melalui

media kepada khalayak massa, selanjutnya untuk langkah kedua adalah

validasi pesan oleh orang yang dihormati khalayak tersebut.4

Ada kolaborasi antara media massa dan kontak antarpribadi. Kolaborasi

tersebut akan sangat membantu individu dalam membuat keputusan untuk

menerima atau menolak. Pada dasarnya keputusan tersebut sangat

dipengaruhi oleh pertanyaan-pertanyaan berikut ini:5

1. Apakah inovasi tersebut lebih baik daripada apa yang selama ini dipercaya

atau digunakan?

2. Apakah inovasi tersebut mudah dipahami dan digunakan?

3. Apakah orang lain dalam kelompok utama menggunakan inovasi tersebut?

Bagaimana pengalaman mereka selama mengapdopsi inovasi tersebut?

4. Apakah inovasi tersebut sesuai dengan norma-norma sosial yang dianut

masyarakat serta gambaran diri individu tersebut?

5. Apakah ada kemungkinan untuk mencoba inovasi tersebut terlebih dahulu

sebelum benar-benar mengapdopsinya?

6. Seberapa besar komitmen yang diperlukan untuk mengunakan inovasi?

3 Morrisan, Teori Komunikasi Massa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 144.

4 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34.

5 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34.

16

Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership,

yakni ide yang menjadi penting diantara para peneliti efek media beberapa

decade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas

tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih berpengetahuan

disbanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa mempengaruhi

komunitasnya untuk mengapdopsi sebuah inovasi.6

Sebagaimana yang diungkapkan Rogers dan Singhal yang dikutip

dalam buku Morrisan, difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah

ide atau gagasan dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan

melalui saluran penerimaan tertentu, pada waktu tertentu diantara anggota

sistem sosial. Teori ini dipopulerkan oleh Everett M. Rogers pada tahun 1964

melalui bukunya yang berjudul Diffusion of innovations.7

Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena berbagi situasi

dimana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan

kebijakan public, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya

berada di luar jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik.

Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi-inovasi umumnya petani

dan masyarakat pedesaan. Praktik-praktik awal difusi-inovasi dilakukan di

Amerika Serikat pada dasawarsa 20-an dan 30-an, dan sekarang banyak

digunakan untuk program-program pembangunan di negara-negara yang

sedang berkembang.8

6 Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 144.

7 Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 141.

8 S. Djuarsa Sandjaja, dkk, Teori Komunikasi, (Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka,

2005), h. 5.17.

17

Studi yang dilakukan Rogers terhadap berbagai riset mengenai difusi

inovasi yang tersebar dalam berbagai disiplin ilmu yang dilakukannya selama

bertahun-tahun menemukan beberapa kesamaan bahwa seluruh studi atau

riset yang dilakukan melibatkan empat hal, yaitu: (a) inovasi, (b) komunikasi

antara satu orang dengan orang lainnya, (c) adanya masyarakat atau

komunitas, (d) adanya elemen waktu.9

Kemudian Everett M. Rogers dan Floyd G yang dikutip dalam buku

Elvinaro Erdianto, Shoemaker memutuskan kembali teori ini dengan

memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 4 tahap dalam suatu proses diffuse

inovasi, yaitu:10

1. Pengetahuan: kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya

pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.

2. Persuasi: individu membentuk atau memiliki sikap yang menyetujui atau

tidak menyetujui inovasi tersebut.

3. Keputusan: terlibat dalam aktifitas yang membawa pada suatu pilihan

untuk mengapdopsi atau menolak inovasi.

4. Konfirmasi: individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan

yang telah diambil sebelumnya jika pesan-pesan mengenai inovasi yang

diterimanya berlawanan satu dengan lainnya.

Awal perkembangannya teori ini menduduki peran pimpinan opini

dalam mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Tetapi difusi inovasi

juga bisa langsung mengenai khalayaknya. Menurut teori ini sesuatu yang

baru akan menimbulkan keingintahuan masyarakat untuk ingin

mengetahuinya pula. Difusi mengacu pada penyebaran informasi baru,

inovasi atau proses baru keseluruh masyarakat.11

Untuk inovasi-inovasi tertentu, individu dapat digolongkan berdasarkan

waktu yang mereka perlukan untuk mengapdpsi suatu hal baru, yaitu:

9 Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 141.

10 Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 66.

11 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, h. 170.

18

inovator, pengapdopsi pertama, mayoritas pengapdopsi awal, mayoritas

pengapdopsi akhir, dan kelompok tertinggal (laggard). Kelompok yang

paling sulit untuk diyakinkan dan diubah perilakunya adalah mayoritas

pengapdopsi akhir dan kelompok tertinggal.12

Inovasi adalah suatu ide karya atau objek yang dianggap baru oleh

seseorang. Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota suatu sistem

sosial menentukan tingkat adopsi:13

1. Relative adventage (keuntungan relatif) adalah suatu derajat di mana

inovasi dirasakan lebih baik daripada ide lain yang menggantikannya.

Derajat keuntungan relatif tersebut dapat diukur secara ekonomis, tetapi

faktor prestasi sosial, kenyamanan, dan kepuasan juga merupakan unsur

penting.

2. Compatibility (kesesuaian) adalah suatu derajat di mana inovasi dirasakan

konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman, dan kebutuhan

mereka yang melakukan adopsi.

3. Complexity (kerumitan) adalah mutu derajat di mana inovasi dirasakan

sukar untuk dimengerti dan dipergunakan.

4. Trialability (kemungkinan dicoba) adalah mutu derajat di mana inovasi di

eksperimentasikan pada landasan yang terbatas.

5. Observability (kemungkinan diamati) adalah suatu derajat di mana inovasi

dapat disaksikan oleh orang lain.

B. Konseptualisasi Kampanye

1. Pengertian dan Definisi Kampanye Politik

Sebagai bagian dari proses demokrasi di Indonesia Kampanye

politik saat ini dapat dirasakan sebagai sebuah keniscayaan, seiring

dengan makin tingginya persaingan di ranah politik. Kampanye

merupakan bagian dari ilmu komunikasi politik atau sering di sebut

public relation politik dan memegang peranan penting dalam aktivitas

yang dilakukan oleh para pelaku politik. Namun, kampanye dalam

12

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34. 13

Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 65.

19

penerapannya di dunia politik tentu mengalami sebuah redefinisi, dengan

maksud bahwa apabila diterapkan dalam dunia politik sehingga dikenal

dengan kampanye politik.

Politik, sebagai seni kemungkinan-kemungkinan, selalu

menempatkan komunikasi sebagai salah satu unsur pokok di dalamnya.

Kendati komunikasi bukanlah obat mujarab untuk semua penyakit, nyaris

mustahil proses-proses politik bisa maksimal tanpa peran komunikasi di

setiap tahapannya.14

Orang sering mempersamakan kampanye dengan propaganda. Hal

ini tidak sepenuhnya salah karena keduanya memang merupakan wujud

tindakan komunikasi yang terencana dan sama-sama ditujukan untuk

mempengaruhi khalayak. Kampanye dan propaganda juga sama-sama

menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk menyampaikan

gagasan-gagasan mereka. Jadi pada kenyataannya memang ada beberapa

kemiripan diantara kedua konsep tersebut. Bedanya, istilah propaganda

telah dikenal lebih dulu dan memiliki konotasi yang negative, sementara

istilah kampanye baru memasyarakat pada tujuh puluh tahun terakhir

serta memiliki citra positif dan akademis.15

Pengertian secara umum tentang istilah kampanye yang dikenal

sejak 1940-an campaign is generally exemply persuasion in action

(kampanye secara umum menampilkan suatu kegiatan yang bertitik tolak

14

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 4. 15

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 5

20

untuk membujuk), dan telah banyak dikemukakan beberapa ilmuwan,

ahli dan praktisi komunikasi.16

kampanye sebagai “Serangkaian tindakan komunikasi yang

terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar

khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu

tertentu”.17

Menurut Rajasundaram seperti dikutip dalam buku Rosady

Ruslan, a campaign is a coordinated use of different methods of

communication aimed at focusing attention on a particular problem and

its solution over a periode of time. Suatu kampanye merupakan

koordinasi dari berbagai perbedaan metode komunikasi yang

memfokuskan perhatian pada permasalahan tertentu dan sekaligus cara

pemecahannya dalam kurun waktu tertentu.18

Sementara itu, menurut Pfau dan Parrot dalam buku Gun Gun

Heryanto, a campaign is conscious sustained and incremental process

designed to be implemented over a specified period of time for purpose of

influencing a specified audience. kampanye adalah suatu proses yang

dirancang secara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan

pada rentang waktu dengan tujuan memengaruhi khalayak sasaran yang

telah ditetapkan.19

16

Rosady Ruslan, Kampanye Public Relations, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,

1997), h. 23 17

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2012), h. 83 18

Rosady Ruslan, Kampanye Public Relations, h. 23-2 19

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 83

21

Adanya metode dan konsep kampanye yang diterapkan dalam

dunia politik, terasa ada gairah tersendiri dalam pemahaman dan praktik

politik saat ini. Politik menjadi lebih dekat dengan masyarakat, menjadi

wacana yang sering didiskusikan, dibincangkan, didebatkan, bahkan

dihadirkan dengan berbagai pendekatan ke masyarakat dan lebih disukai

oleh kalangan manapun.

Selain definisi kampanye, kita perlu mengetahui definisi politik

sebab kampanye politik secara mendasar ditopang oleh bidang ilmu

politik. Delia noer mendefinisikan politik sebagaimana yang dikutip Gun

Gun Heryanto bahwa politik merupakan aktifitas atau sikap yang

berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk

mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu

bentuk susunan masyarakat.20

Dengan demikian, kampanye adalah tindakan komunikasi yang

terorganisir yang diarahkan khalayak tertentu, dan pada periode waktu

tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Menurut Charles U. Larson

seperti yang dikutip dalam buku Gun-Gun Heryanto membagi tiga jenis

kampanye sebagai berikut:21

a. Product-oriented campaigns. Kampanye yang berorientasi pada

produk umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Motivasinya adalah

memperoleh keuntungan financial.

b. Candidat-oriented campaigns. Kampanye yang berorientasi pada

kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk memperoleh

kekuasaan politik. Jenis ini sering juga disebut Political

campaigns.

20

Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta: Lasswell

Visitama, 2010), h. 5 21

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 83-84

22

c. Ideologically campaigns. Jenis kampanye yang berorientasi pada

tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan sering kali berdimensi

perubahan sosial. Disebut sebagai social change campaigns.

2. Model Kampanye Politik

Dalam buku Dedi Mulyana (2000) yang dikutip oleh Gun Gun

Heryanto, Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata maupun

abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut).

Jadi model bukanlah fenomena itu sendiri. Model hanyalah gambaran

tentang fenomena atau realitas yang telah disederhanakan. Model hanya

mengambil aspek dan ciri-ciri tertentu dari realitas yang dianggap umum,

penting, dan relevan. Karena alesan ini, maka sebuah konstruksi model

tidak pernah sempurna. Namun begitu, model memiliki manfaat untuk

memudahkan pemahaman tentang proses berlangsungnya suatu hal.22

Umumnya, model-model kampanye memusatkan perhatiannya

pada penggambaran tahapan proses kegiatan kampanye. Boleh dikatakan

tidak ada model yang berupaya menggambarkan proses kampanye

berdasarkan unsur-unsurnya, sebagaimana terjadi dalam menjelaskan

proses komunikasi. padahal, kegiatan kampanye pada intinya adalah

kegiatan komunikasi. karena itu, menampilkan model kampanye dengan

menggambarkan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya menjadi penting.

Tujuan agar kita dapat memahami fenomena kampanye, bukan hanya

22

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 84

23

dari tahapan kegiatannya, melainkan juga interaksi antarkomponen yang

terdapat di dalamnya.23

a. Model Komponensial Kampanye

Model ini mengambil komponen-komponen pokok yang

terdapat dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan

kampanye. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya meliputi: sumber

kampanye, saluran, pesan, penerima kampanye, efek dan umpan

balik. Unsur-unsur ini harus dipandang sebagai satu kesatuan yang

mendeskripsikan dinamika proses kampanye.24

Model ini dapat mudah diidentifikasikan melalui pendekatan

transmisi (transmission approach) daripada intraction approach.

Alasan yang mendasarinya adalah bahwa kampanye merupakan

kegiatan komunikasi yang direncanakan. Bersifat purposive

(bertujuan), dan sedikit membuka peluang untuk saling bertukar

informasi dengan khalayak (interactive). Lebih dari itu, kampanye

merupakan kegiatan yang bersifat persuasive yang sumbernya

(campaigner) secara aktif berupaya mempengaruhi penerima

(campaignee) yang berada dalam posisi pasif. Karena, perbedaan

posisi ini, maka proses bertukar peran selama kampanye berlangsung

menjadi sangat terbatas.25

23

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85 24

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85 25

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85-86

24

Model kampanye dengan pendekatan transmisi yang searah ini

tidak memandang pendekatan interaktif sebagai hal yang tidak

penting. Pada beberapa setting kampanye yang menggunakan

saluran personal dan pendekatan interaktif dianggap lebih efektif dan

realistis. Pada situasi yang demikian, maka perlu dikonstruksi model

kampanye yang sesuai.26

Ketika pesan-pesan diterima khalayak diharapkan muncul efek

perubahan pada diri mereka. Terjadi atau tidaknya efek perubahan

tersebut dapat diidentifikasikan dari umpan balik yang diterima

sumber. Umpan balik untuk mengukur efektivitas kampanye dapat

muncul dari pesan itu sendiri, saluran yang digunakan atau respons

penerima. Akhirnya dapat dikatakan bahwa keseluruhan proses

keseluruhan proses kampanye tidak terlepas dari gangguan (noise).

Sumber dapat mengidentifikasi potensi gangguan tersebut pada

semua komponen kampanye yang ada.27

b. Model Kampanye Ostergaard

Dalam Buku Gun Gun Heryanto model ini dikembangkan oleh

Leon Ostergaard, seorang teoritis dan praktisi kampanye kawakan

dari Jerman (Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard

telah terlibat dalam puluhan program kampanye perubahan sosial di

negaranya. Jadi, model yang diciptakannya ini tidak muncul dari atas

meja, tetapi dari pengalaman praktik di lapangan. Di antara berbagai

26

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 86 27

Venus Antar, Manajemen Kampanye, h. 14

25

model kampanye yang ada, model ini dianggap paling pekat

sentuhan ilmiahnya.28

Menurut Ostergaard yang dikutip Gun Gun Heryanto didalam

bukunya, sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan

sosial yang tidak didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidaklah

layak untuk dilaksanakan. Alasannya, karena program semacam itu

tidak akan menimbulkan efek apa pun dalam menanggulangi

masalah sosial yang dihadapi. Karenanya, lanjut pakar kampanye ini,

sebuah program kampanye hendaknya selalu dimulai dari

identifikasi masalah secara jernih. Langkah ini disebut juga tahap

prakampanye.29

Untuk mendapatkan rujukan teoretis-ilmiah tentang masalah

yang ada kita dapat memanfaatkan ilmu-ilmu sosial murni seperti

sosiologi dan psikologi. Bila dari analisis ini diyakini bahwa masalah

tersebut dapat dikurangi lewat pelaksanakan kampanye maka

kegiatan kampanye perlu dilaksanakan. Bila kenyataannya demikian

maka kita dapat memasuki tahap kedua yakni perancangan program

kampanye. Namun, pada kenyataannya banyak masalah yang tidak

bisa diselesaikan hanya dengan melaksanakan kampanye.30

c. The Five Functional Stages Development Model

Dalam buku Gun Gun Heryanto model ini dikembangkan oleh

tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University AS pada awal

tahun 1960-an (Larson, 1993). Model ini dianggap yang paling

28

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 86 29

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 87 30

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 16

26

popular dan banyak diterapkan oleh berbagai belahan dunia.

Kepopuleran ini tidak terlepas dari fleksibilitas model untuk

diterapkan, baik pada candidate oriented campaign maupun

kampanye lainnya. Focus model ini adalah pada tahapan kegiatan

kampanye, bukan pada proses pertukaran pesan antara campaigner

dan campaignee.31

Pada kampanye produk, legitimasi seringkali ditunjukan

melalui testimony atau pengakuan konsumen tentang keunggulan

produk tersebut. Testimony tersebut dapat diberikan oleh public

figure. Pada cause oriented campaign yang ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan.32

d. The Communicative Functions Model

Judith Trend dan Robert Friendenberg adalah praktisi

sekaligus pengamat kampanye politik di Amerika Serikat. Dalam

bukunya yang bertajuk Political Campaign Communication seperti

yang dikutip oleh Gun Gun Heryanto, mereka merumuskan sebuah

model kampanye yang di konstruksi dari lingkungan politik.

Sebagaimana model yang di kembangkan tim dari Yale University,

model ini dan memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan

kampanye. Langkah-langkahnya dimulai dari surfacing, primary,

nomination sampai election:33

1) Tahap surfacing (pemunculan). Tahap ini, lebih banyak

berkaitan dengan membangun landasan tahap berikutnya,

seperti; memetakan daerah-daerah yang akan dijadikan tempat

31

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 89 32

Antar Venus, Manajemen Kampanye,h. 18 33

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 91-92

27

kampanye, membangun kontak dengan tokoh-tokoh setempat

atau orang-orang “kita” yang berada di daerah tersebut,

mengorganisasikan pengumpulan dana, dan sebagainya. Tahap

umumnya dimulai begitu seseorang secara resmi mencalonkan

diri untuk jabatan politik tertentu. Pada tahap ini, khalayak akan

melakukan evaluasi awal terhadap citra kandidat secara umum.

2) Tahap primary. Pada tahap ini, kita berupaya untuk

memfokuskan perhatian khalayak pada kandidat, gagasan, atau

lembaga yang telah kita munculkan di arena persaingan. Pada

tahap ini, kita mulai melibatkan khalayak untuk mendukung

kampanye yang dilaksanakan. Dalam konteks politick, tahap ini

merupakan yang paling kritis dan paling mahal. Dikatakan kritis

karena disini kita secara ketat bersaing dengan kandidat-

kandidat lain, yang dalam proses persaingan itu mungkin saja

kita menghamburkan janji-janji yang kemudian tidak dapat

terpenuhi. Dikatakan mahal, karena pada tahap inilah

sesungguhnya kita bersaing untuk dapat nominator selanjutnya

yang akan dipilih oleh khalayak.

3) Tahap nominasi. Tahap ini menempatkan kandidat kita

mendapat pengakuan masyarakat, memperoleh liputan media

secara luas, atau gagasan menjadi topik pembicaraan anggota-

anggota masyarakat.

4) Tahap pemilihan. Pada tahap ini, biasanya masa kampanye telak

berakhir. Namun, secara terselubung sering kali para kandidat

“membeli” ruang tertentu pada dari media massa agar kehadiran

mereka tetap dirasakan. Di beberapa negara dengan tingkat

korupsi yang tergolong sangat tinggi seperti di Indonesia, maka

tahap pemilihan ini ada fenomena yang disebut “serangan fajar”.

e. Model Kampanye Nowark dan Warneryd

Menurut McQuail & Windahl (1993) seperti yang dikutip oleh

Gun Gun didalam bukunya , model kampanye Nowak dan Warneryd

merupakan salah satu contoh model tradisonal kampanye. Pada

model ini, proses kampanye dimulai dari tujuan yang hendak dicapai

dan diakhiri dengan efek yang diinginkan. Model ini merupakan

deskripsi dari bermacam-macam proses kerja dalam kampanye. Di

dalamnya juga terdapat sifat normatif, yang menyarankan bagaimana

28

bertindak secara sistematis dalam meningkatkan efektifitas

kampanye.34

Pada model Nowak dan Warneryd ini terdapat tujuh elemen

kampanye yang harus diperhatikan, yakni sebagai berikut:35

1) Intended effect (efek yang diharapkan). Efek yang hendak

dicapai harus dirumuskan dengan jelas. Dengan demikian,

penentuan elemen-elemen lainnya akan lebih mudah dilakukan.

Kesalahan umum yang sering terjadi adalah terlalu mengagung-

agungkan potensi efek kampanye, sehingga efek yang ingin

dicapai menjadi tidak jelas dan tegas.

2) Competiting communication (persaingan komunikasi). Agar

suatu kampanye menjadi efektif, maka perlu diperhitungkan

potensi gangguang dari kampanye yang bertolak belakang

(counter campaign).

3) Communication object (objek komunikasi). Objek kampanye

biasanya dipusatkan pada satu hal saja, karena untuk objek yang

berbeda menghendaki metode komunikasi yang berbeda. Ketika

objek kampanye telah ditentukan, pelaku kampanye akan

dihadapkan lagi pada pilihan apa yang akan ditonjolkan atau

ditekankan pada objek tersebut.

4) Target population & receiving group (populasi target dan

kelompok penerima). Kelompok penerima adalah bagian dari

populasi target. Agar penyebaran pesan lebih mudah dilakukan,

maka pesan lebih baik ditujukan kepada opinion leader (pemuka

pendapat) dari populasi target.

5) The channel (saluran). Saluran yang digunakan dapat

bermacam-macam bergantung pada karakteristik kelompok

penerima dan jenis pesan kampanye.

6) The message (pesan). Pesan dapat dibentuk sesuai dengan

karakteristik kelompok yang menerimanya. Pesan juga dapat

dibagi ke dalam tiga fungsi, yakni menumbuhkan kesadaran,

memengaruhi dan memperteguh, serta meyakinkan penerima

pesan bahwa pilihan atau tindakan mereka adalah benar.

7) The communicator/sender (komunikator/pengirim pesan).

Komunikator dapat dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu,

misalnya seorang ahli atau seorang yang dipercaya khalayak,

atau bahkan seseorang yang memiliki keduanya. Pendeknya,

komunikator harus memiliki kredibilitas di mata penerima

pesannya.

8) The obtained effect (efek yang dicapai). Efek kampanye

meliputi: efek kognitif (perhatian, peningkatan pengetahuan dan

34

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93 35

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93

29

kesadaran), efektif (berhubungan dengan perasaan, mood dan

sikap), dan konatif (keputusan, bertindak dan penerapan).

f. The Diffusion of Innovation Model

Menurut Gun Gun Heryanto dalam bukunya, Model difusi

inovasi ini umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan

(commercial campaign) dan kampanye yang beorientasi pada

perubahan sosial (sosial change campaign). Penggagasnya adalah

ilmuwan komunikasi ke sohor, Everett M. Rogers.36

Dalam model ini, Rogers menggambarkan adanya empat tahap

yang akan terjadi ketika proses kampanye berlangsung (Larson,

1993):37

1) Tahap informasi (information). Pada tahap ini, khalayak diterpa

informasi tentang lembaga/kandidat atau gagasan yang dianggap

baru. Terapan ini bertubi-tubi dan dikemas dalam bentuk pesan

yang menarik akan menimbulkan rasa ingin tahu khalayak

tentang produk atau gagasan tersebut.

2) Tahap persuasi (persuasion). Ketika khalayak tergerak mencari

tahu dan mendapati bahwa produk tersebut menarik minat

mereka, maka dimulailah tahap persuasi atau tahap

mempengaruhi khalayak.

3) Tahap membuat keputusan untuk mencoba (decition, adoption

and trial) yang di dahului oleh proses menimbang-nimbang

tentang berbagai aspek produk tersebut.

4) Tahap konfirmasi atau reevaluasi. Tahap ini hanya dapat terjadi

bila orang telah mencoba memilih partai atau kandidat yang

ditawarkan. Berdasarkan pengalaman mencoba, khalayak mulai

mengevaluasi dan mempertimbangkan kembali tentang produk

tersebut.

36

Heryanto, Gun Gun & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 94 37

Heryanto, Gun Gun & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 94-95

30

Bagan 2.1.

Model Difusi Inovasi

Dalam model difusi inovasi ini tahap keempat menempati posisi

yang sangat strategis karena akan menentukan apakah seseorang akan

menjadi pemilih yang loyal atau sebaliknya. Rogers juga menyadari bahwa

tidak semua tahapan yang ada akan dilalui khalayak. Bahkan pada

beberapa kasus khalayak berhenti pada tahan pertama38

Dalam praktik kampanye, kesuksesan seseorang melakukan

kampanye akan sangat tergantung pada kredibilitas pelaku kampanye.

Kredibilitas itu sendiri memiliki beberapa aspek antara lain adalah:

keterpercayaan, keahlian, daya tarik, dan tentunya adalah faktor

pendukung lainn seperti keterbukaan, ketenangan dan kemampuan

bersosialisasi.39

38

Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.85. 39

Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h.85-86

INFORMASI

PERSUASI

KEPUTUSAN

PENERIMAAN

PERCOBAAN

KONFIRMASI

REEVALUASI

31

3. Varian Strategi Kampanye Politik

Untuk mencapai tujuan-tujuan politik yang ditargetkan setiap partai

politik, institusi politik, bahkan target lakon politik perseorangan tentu

tidak hanya membutuhkan konsep dan metode pada tataran teoritis yang

mendukung misi tersebut. Dibutuhkan juga berbagai konsep dan metode

terapan atau varian strategi pada tataran praktik yang sesuai dengan

perkembangan dan mobilitas persaingan di ranah politik.

Dalam hal ini, munculnya kampanye politik dengan varian baru

dalam ranah politik, juga menyodorkan bermacam strategi yang mampu

membantu dan mendongkrak popularitas serta kemajuan kontestan

politik untuk mencapai tujuan-tujuan politik yang diinginkan.

Segelontor program kerja dan janji-janji manis partai politik yang

digulirkan lewat media massa sejatinya untuk melihat dan mengetahui

respons atau feedback dari masyarakat, berbagai polesan dan konstruksi

image pun mempesona lewat media. Jor-joran kampanye dalam polesan

citra ini yang menjadi warna tersendiri, sebab masing-masing partai ikut

andil dalam memoles citra kandidat dan program mereka.

Secara umum, peneliti mengelompokkan strategi kampanye politik

menjadi dua varian, yaitu: strategi kampanye politik melalui media dan

kampanye politik non media.

a. Strategi Kampanye Politik Melalui Media

Strategi marketing politik media adalah strategi marketing politik

yang diaplikasikan melalui media. Artinya media sebagai saluran

strategi kampanye politik. Tak dimungkiri lagi bahwa media merupaka

32

mediator politik yang sangat efektif untuk mengkomunikasikan

berbagai gagasan-gagasan maupun kritik-kritik diantara pelaku

politik.40

Secara umum Schramm mengartikan saluran (kampanye) sebagai

“perantara apapun yang memungkinkan pesan-pesan sampai kepada

penerima. Sementara Klingeman dan Rommele (2002) secara lebih

spesifik mengartikan saluran kampanye sebagai segala bentuk media

yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak.

Bentuknya berupa kertas yang digunakan untuk menulis pesan, telepon,

internet, radio atau bahkan televise. Para ahli kampanye umumnya tidak

tertarik melakukan debat konseptual tentang perbedaan saluran dengan

media. Mereka hanya berpendapat bahwa media adalah bagian dari

saluran.41

Dalam kampanye politik, media masaa cenderung ditempatkan

sebagai saluran komunikasi utama karena hanya lewat media inilah

khalayak dalam jumlah besar dapat diraih. Terkait dengan kemampuan

media massa dalam memengaruhi sikap, pendapat dan perilaku

khalayak, Klapper (Mcquail, 1987) membedakan enam jenis perubahan

yang mungkin terjadi akibat penggunaan media massa yakni: (a).

Menyebabkan perubahan yang diinginkan, (b). Menyebabkan

perubahan yang tidak diinginkan, (c). Menyebabkan perubahan kecil,

40

Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56. 41

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 84.

33

(d). Memperlancar perubahan, (e). Memperkuat apa yang ada, dan (f).

Mencegah perubahan.42

Ada dua kecenderungan penyelenggaraan kampanye dalam

memanfaatkan media:43

1) Kelompok pertama adalah mereka yang menerapkan

strategi kampanye satu arah (uni-directional campaign).

Dalam hal ini, tindakan memengaruhi khalayak dilakukan

secara tidak langsung. Di sini, pelaku sepenuhnya

mengendalikan media massa. Strategi ini disebut media

oriented campaign.

2) Kelompok kedua menerapkan kampanye yang bersifat dua

arah (bi-directional campaign). Dalam konteks ini,

penyelenggara kampanye menyadari keterbatasan media

massa dalam memengaruhi khalayak sasaran. Karena itu,

pemanfaatan saluran komunikasi kelompok dan antar

pribadi sangat dipentingkan untuk mengoptimalkan pesan-

pesan yang disampaikan lewat media massa. Strategi ini

disebut juga audience oriented campaign.

Terlepas dari kelebihan dan keterbatasan media massa dalam

memengaruhi khalayak, menurut Rogers, peran media massa dalam

kampanye tetap penting. Alasannya, lanjut Rogers, karena sasaran

kampanye adalah orang banyak, publik dan masyarakat, dan untuk

mencapai mereka maka kampanye lebih menggantungkan diri pada

media massa sebagai saluran utamanya.44

Aplikasi strategi marketing politik melalui media dapat

dikategorikan dalam tiga bentuk saluran media, yaitu melalui media lini

atas (aboveline media), media lini bawah (belowline media), media baru

(New Media). Pada tahun PEMILU 2009 di Indonesia, praktik

42

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 84-85. 43

Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56 44

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 85.

34

marketing politik dapat kita amati dalam proses kampanye politik

melalui saluran media tersebut.45

Jenis saluran media mempunyai karakteristik tersendiri. Aboveline

media (surat kabar, TV, radio, film, dan majalah memiliki karakteristik:

penyebaran informasi yang sama dapat disebarkan bersifat serempak,

khalayak penerima pesan cenderung akronim, dan mampu menjangkau

khalayak secara luas. Sedangkan karakteristik belowline media (poster,

leafet, folder, spanduk, baligho, point of purchase, bus stop, flyers,

dsb), yaitu komunikan yang dijangkau tertentu, baik dalam jumlah

maupun wilayah sasaran, mampu menjangkau khalayak yang

dijangkau media lini atas, dan cenderung tidak serempak. Sedangkan

new media dalam hal ini internet (direct email, blog, e-PR, website,

dsb), hanya mampu menjangkau khalayak yang memiliki ketersediaan

sarana internet dan khalayak yang melek teknologi tersebut, media

unggul dalam kecepatan penyebaran informasi dan pengembangan

wacana publik.46

Memasuki abad 21, para ahli komunikasi umumnya meyakini

bahwa khalayak adalah kumpulan individu yang aktif. Mereka

senantiasa mengolah berbagai pesan yang mereka terima dari media

massa tertentu dan akan menafsirkan pesan tersebut dengan caranya

masing-masing (secara individual). Dengan demikian khalayak yang

berbeda akan „membaca‟ media secara berbeda pula bergantung pada

45

Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56 46

Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, h. 18.

35

latar belakang mereka, pengalaman, jenis media, usia, minat dan

berbagai faktor lainnya yang mencirikan individualitas khalayak.47

Dalam buku Manajemen Kampanye Banyak sekali penelitian yang

berusaha menjelaskan bagaimana orang menggunakan media massa

yang berbeda-beda. Pola penggunaaan media yang beragam ini

mengacu pada subjek permasalahan dan afiliasi demografis khalayak.

Dalam penelitian yang dilakukannya, Roper (Shimp & Delozier,)

membuktikan bahwa orang lebih senang menggunakan TV daripada

radio untuk mendapatkan informasi yang umum.48

Tentu saja untuk mengefektifkan kampanye politik di media massa

juga sangat perlu memerhatikan beberapa prinsip-prinsip umum yang

diturukan dari riset mengenai pengaruh komunikator dalam

keberhasilan usaha persuasive (dalam Dan Nimmo, 1993:50).49

Kampanye politik lewat media lini bawah (belowline media)

hampir digunakan oleh semua partai politik karena cost yang

dikeluarkan tak sebesar anggaran belanja iklan di TV, radio, dan koran.

Selain murah, media lini bawah lebih bersifat personal sehingga proses

propaganda dan persuasif dari partai politik langsung mengenai sasaran

individu. Media yang digunakan sebagai sarana penyalur pesan,

diantaranya papan reklame, brosur, baligho, spanduk, bulletin, poster,

dan leaflet.

b. Strategi Kampanye Politik Non Media

47

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 86. 48

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 86. 49

Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 114.

36

Beberapa bentuk saluran komunikasi politik dalam pembahasan

ini, sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk pemasaran produk-produk

politik. Dalam hal ini, saluran komunikasi tersebut disajikan sarana atau

unsur yang memungkinkan pesan-pesan politik dapat sampai kepada

masyarakat. Almond dan Powell (1966) seperti yang dikutip

Zulkarimein dalam bukunya mengemukakan beberapa struktur

komunikasi yang juga dimaksudkan sebagai saluran komunikasi politik,

yaitu:50

1) Face to Face Informal

Struktur wawanmuka informal (face to face informal),

merupakan saluran yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan

politik. Seterusnya, seperti yang ditemukan pada sistem organisasi

manapun, ternyata disamping struktur yang formal dari suatu

organisasi atau sistem, senantiasa terdapat pula struktur informal

yang “membayangi”-nya. Saluran ini bersifat bebas, dalam arti

tidak terikat oleh struktur formal. Namun, tidak semua orang dapat

akses ke saluran ini dalam kadar yang sama.

2) Struktur Sosial Tradisional

Struktur sosial tradisional seperti diketahui juga merupakan

saluran komunikasi yang memiliki keampuhan-keampuhan

tersendiri, karena pada masyarakat yang bersangkutan memang

arus komunikasi ditentukan oleh posisi sosial pihak yang

berkomunikasi (khalayak maupun sumber). Artinya, pada lapis

yang mana yang bersangkutan berkedudukan dan (tentunya akan

menentukan pula akses di susunan sosial masyarakat tersebut.

Dalam masyarakat tradisional, susunan struktur sosial yang

ada menentukan siapa yang layak berkomunikasi dengan siapa,

tentang masalah apa, dan dengan cara apa. Dengan kata lain,

struktur sosial tradisional pada hakikatnya mempunyai aturan-

aturan yang menentukan, baik pola maupun arus komunikasi yang

berlangsung dalam masyarakat tersebut. dapat disimpulkan bahwa

dalam masyarakat tradisional terdapat suatu struktur sosial yang

sekaligus berfungsi sebagai saluran komunikasi tempat lewatnya

50

Zulkarimein Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1990), h. 57-60.

37

informasi atau pesan-pesan, dari dan ke pihak-pihak yang telah

ditentukan menurut ketentuan hierarki struktur sosial itu sendiri.

3) Struktur Input

Almond dan Powell mendefinisikan struktur input sebagai

struktur yang memungkinkan terbentuknya/ dihasilkannya input

bagi sistem politik yang dimaksud, mencakup transaksi antara

sistem politik dengan komponen dari lingkungan domestik maupun

luar. Menurut kedua ahli tersebut, dan partai politik, merupakan

saluran komunikasi yang bermakna dalam komunikasi politik.

Organisasi-organisasi yang disebut di atas, memiliki sifat

paling dasar yakni melakukan transmisi kepentingan, baik yang

umum (populer) dan yang khusus, ke arah yang digariskan oleh

kepemimpinan politik yang berkuasa. kehadiran struktur-struktur

yang dimaksud ini,menurut mereka setidak-tidaknya pada sistem

yang membolehkan mereka bebas dari kontrol pemerintah,

merupakan kesempatan bagi warga negara biasa untuk mempunyai

sejumlah besar saluran akses ke elit politik.

Dengan akses ke salah satu struktur itu, dan kebebasan untuk

membentuk yang baru, bila diperlukan, maka warga negara dengan

mudah dapat menyuarakan tuntutan-tuntutan mereka. Lebih dari

itu, kelompok kepentingan yang terorganisir dan partai politik,

merupakan suatu saluran penting untuk menyebarluaskan informasi

mengenai aktivitas elit pada masyarakat yang bersangkutan.

4) Struktur OutPut

Struktur atau saluran output politik yang dimaksud adalah

seperti legislatif dan birokrasi. Dengan kata lain, struktur output

adalah struktur formal dari pemerintahan. memang struktur

kepemerintahan, khususnya birokrasi, memungkinkan pemimpin-

pemimpin politik mengomunikasikan petunjuk bagi pelaksanaan

peraturan-peraturan untuk aneka macam pemegang jabatan politik

dengan cara yang efisien dan jelas. Efisien karena jalur

kepemerintahan tentunya dengan dukungan kewenangan dan

wibawa yang dimilikinya dapat dipakai untuk menyampaikan

pesan-pesan secara cepat dan mudah.

jalur birokrasi juga memungkinkan penyampaian pesan-pesan

secara jelas, terutama karena mereka yang berada pada jajaran

birokrasi juga mempersatukan semua struktur pemerintah dan

memungkinkan pelaksanaan hukum dan mobilisasi sumber-sumber

kemasyarakatan terkordinasi. Banyak juga arus komunikasi yang

menghubungkan pemimpin-pemimpin politik dengan publik umum

yang mengalur melalui struktur-struktur birokrasi ini.

38

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum, Sejarah Politik IAIN Jakarta

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam sistem perpolitikan kampus

memiliki banyak catatan.Perubahan dari AIDA-IAIN-UIN yang mengiringi

lebih dari setengah abad perjalanan kampus ini juga turut menyertai

pergerakan mahasiswanya.Dalam konteks pemerintahan mahasiswa, berbagai

jenis juga pernah berlaku diterapkan.Substansinya adalah sejauh mana

mahasiswa memiliki wadah atau sarana aktualisasi aktivismenya, khususnya

intra kampus.1

Sepanjang sejarahnya, organiasi kemahasiswan di UIN Jakarta banyak

mengalami pasang surut dan perubahan bentuk. Sejak kelahirannya pada tahun

1960, organisasi kemahasiswaan UIN Jakarta berbentuk lembaga-lembaga

kemahasiswaan yang terdiri atas :

1. Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) sebagai lembaga legistalif

tingkat institut.

2. Dewan Mahasiswa (DEMA) sebagai lembaga eksekutif tingkat institut.

3. Musyawarah Komisariat (MUSKOMA) sebagai lembaga eksekutif

tingkat Fakultas.

4. Senat Mahasiswa (SEMA) sebagai lembaga eksekutif tingkat institut.

5. Komisariat Tingkat (KOMTING) sebagai pengurus kelas atau tingkat.

Sepintas terlihat bentuk kelembagaan organisasi kemahasiswaan kala

itu belum cukup ideal.Namun, dengan wadah organisasi yang sedemikian

rupa, mahasiswa IAIN tetap aktif menjalankan fungsinya, bukan saja wadah

1 Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 9

39

kegiatan mahasiswa, namun juga sebagai kekuatan kontrol yang aktif

merespon isu-isu nasional.Terlahir dalam situasi politik yang penuh

bergejolak bersama dengan elemen-elemen gerakan pemuda dan pelajar

lainnya, mahasiswa IAIN turut serta menorah sejarah tahun 1966 dengan

TRITURA-nya.

Akhir dari keruntuhan Orde Lama awal-awal masa kekuatan Orde

Baru adalah masa yang penuh dengan intrik dan gejolak.Dan secara perlahan

tapi pasti, Soeharto menjalankan politik hegemoninya.Dengan alasan stabilitas

politik dan pembangunan ekonomi, dominasi Soeharto yang ditopang oleh

militer semakin kuat.Hingga pada tanggal 15 Januari 1974 terjadi malapetaka

15 Januari (MALARI).2

Peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari) adalah peristiwa

demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan social yang terjadi pada tanggal 15

Januari 1974.Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka

Kakuei sedang berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1947).Mahasiswa

merencanakan menyambut kedatangannya dengan berdemontrasi di Pangkalan

Udara Halim Perdanakusuma.Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa

tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Tanggal 17 Januari 1974

pukul 08.00, Perdana Menteri (PM) Jepang itu berangkat dari istana tidak

dengan mobil, tetapi diantar Presiden Soeharto dengan helicopter dari Bina

Graha ke pangkalan Udara.3

Peristiwa MALARI ternyata membawa dampak yang sangat besar bagi

organisasi kemahasiswaan intra kampus.Melalui Menteri Pendidikan dan

2 Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 10 3 http://id.wikipedia.org/wiki/Malari diakses pada tanggal 19 April 2013 Jam 21.26

40

Kebudayaan Daoed Jusuf saat itu, pemerintah orde baru akhirnya

mengeluarkan SK No. 28/U/1974 tentang petunjuk kebijaksanaan dalam

rangka pembinaan kehidupan kampus perguruan tinggi.

Betapapun pemerintah membatasi aktivitas politik mahasiswa, tetap

saja pada tahun 1978 terjadi lagi masifikasi gerakan mahasiswa.Tema

sentralnya adalah suksesi oleh rezim orde baru.Gerakan ini dilansir sebagai

gerakan mengganggu kestabilan nasional dan kehidupan kampus dianggp

tidak normal.Maka kembali DEPDIKBUD mengeluarkan kebijakan melalui

SK No. 516/U/1978 tentang normalisasi kehidupan kampus dan badan

koordinasi kampus (NKK/BKK).Hasilnya Majelis Permusyawaratan

Mahasiswa (MPM) dan Dewan Mahasiswa (DEMA) berubah bentuk menjadi

Badan Pelaksana Kegiatan Mahasiswa (BPKM).

Di sisi lain SK DEPDIKBUD ini berimbas pada IAIN yang berada

dibawah naungan Departemen Agama (DEPAG). Karena DEPAG, mau tidak

mau harus menyelaraskan diri dengan SK tersebut. Maka, keluarlah SK

Menteri Agama tahun 1980 tentang kelembagaan mahasiswa IAIN.Bentuk

kelembagaan tersebut adalah Majelis Pertimbangan Kegiatan Mahasiswa

(MPKM).

MPKM adalah lembaga legilatif tingkat institut yang diketuai secara ex

officio oleh Pembantu Rektor III (PUREK III) bidang

Kemahasiswaan.Anggotanya terdiri dari unsur-unsur Pembantu Dekan III dan

beberapa dosen ditambah beberapa orang dari unsur mahasiswa.Sementara

lembaga eksekutifnya bernama BPKM yang personelnya diisi seluruhnya oleh

mahasiswa.

41

Konsep NKK/BKK ternyata memang cukup efektif untuk meredam

gerakan-gerakan mahasiswa.BPKM IAIN Jakarta sejak saat itu lebih

berorientasi pada pendalaman ilmu agama, seni dan pengembangan

kemasyarakatan.Namun, diluar konsep tersebut banyak menuai kritik. Alhasil,

pada tanggal 29 Juli 1990 terbit SK MENDIKBUD tentang Senat Mahasiswa

Perguruan Tinggi (SMPT) yang garis besarnya memberikan peluang sedikit

lebih longgar bagi aktivitas mahasiswa. Segera saja IAIN Jakarta melalui SK

Rektor No. 32 th. 1991 memberlakukan konsep SMPT dan BPKM menjadi

BPH SMPT, yang keseluruhan anggotanya dipilih dari dan oleh mahasiswa.4

Namun pada saat Orde Baru runtuh saat itu mahasiswa telah

membangun basis gerakan kemahasiswaan yang sangat kuat, dengan

tumbangnya orde baru harus diakui peran mahasiswa sangatlah berperan.

mahasiswa dan civil society sangat ingin menghempaskan hegemoni sistem

orde yang lebih otoritarian menjadi demokrasi, hal itu bukan hanya ditandai

dengan pemilihan yang lebih demokratis tetapi juga dengan perubahan dasar

perpolitikan, kehidupan sosial bermasyarakat dan bermunculannya banyak

partai-partai politik baru. sistem kemahasiswaan saat itu senat mahasiswa dan

Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) benar-benar dikontrol agar

tiap-tiap kampus dapat mengawasi mahasiswanya dengan baik. 5

Sistem yang seperti itu tentu saja mempengaruhi terhadap kebebasan

mahasiswa untuk menentukan pilihan-pilihan politiknya dan ini juga sangat

mempengaruhi mahasiswa untuk bebas berekpresi menyampaikan kebebasan

4 Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 11 5 wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta

(sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013

42

berpendapat padahal salahsatu diantara karakter mahasiswa adalah kebebasan

akademik. Jika kebebasan akademik ini tidak dipupuk sejak awal maka agak

sulit untuk melahirkan mahasiswa yang betul-betul kreatif, berfikir visioner

dan belajar berorganisasi dengan baik.6

Dalam sistem senat, segala kebijakan yang dikeluarkan harus

sepengetahuan dan persetujuan dari Pembantu Rektor bidang kemahasiswaan

yang merupakan kepanjangan tangan dari pemerintahan orde baru pada saat

itu, sehingga terjadi kesenjangan antara organisasi intra dan ekstra kampus.7

Perubahan sistem senat menuju sistem student government (SG) tidak

terjadi begitu saja, karena saat itu dibentuklah Presidium Eksekutif

Transisional oleh beberaapa aktivis mahasiswa yang berfungsi mempersiapkan

sistem baru yang akan dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.8

B. Perkembangan Politik Kampus Era Student Government (SG)

Dengan runtuhnya rezim orde baru dan dengan keinginan dari

mahasiswa IAIN Jakarta (sekarang UIN) untuk mendapatkan kebebasan

akademis, maka penerapan konsep sistem Trias Politica oleh mahasiswa harus

dilakukan dimana sistem itu dilakukan dari, oleh dan untuk mahasiswa. Segala

kebijakan ditentukan oleh mahasiswa itu sendiri.9

Seiring bergulir ide Student Government (SG) yang digagas oleh

MENDIKBUD Juwono Sudarsono, mahasiswa IAIN segera mengambil

6 wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta

(sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013 7 wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta

(sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013 8 Wawancara langsung dengan Ali Irfani Anggota Presidium Eksekutif Transisional IAIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2013 9 wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta

(sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013

43

tindakan cepat. Lewat MKBMI (Musyawarah Keluarga Besar Mahasiswa

IAIN) tanggal 29 November 1998, mahasiswa IAIN sepakat membubarkan

SMI yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Presidium Eksekutif

Transisional (PET) yang terdiri dari : Imam Soeyoeti, Ali M. Irvan, Azwar

Reza, Diah Irawaty, Hakim Jamil dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa

IAIN (MPMI) yang terdiri dari Andi Syafrani, Fauzan, dan Romli Syarqowi.

Tugas utama MPMI adalah menyiapkan rancangan AD/ART baru, sedangkan

PET bertugas melaksanakan MLB (Musyawarah Luar Biasa) dan PEMILU

secepatnya.

Sebelum memberlakukan sistem SG di kampus IAIN, para pimpinan

lembaga kemahasiswaan mengirimkan utusan untuk melakukan studi banding

penerapan SG. Adapun kampus yang dituju adalah UNPAD, ITB, UGM da

UNDIP. Hal ini dilakukan untuk mendalami secara teori, maupun praktek

penerapan SG dikampus-kampus tersebut.10

Pada tanggal 9-16 Desember 1998 digelarlah MLB yang berhasil

menerapkan AD/ART baru dan peraturan PEMILU serta merekomendasikan

agar PET segera melaksanakan PEMILU. AD/ART ini diharapkan dapat

menghantarkan lembaga-lembaga kemahasiswaan pada kemerdekaan

aktivitas, kebebasan akademik yang hakiki, dengan tingkat independensi yang

tinggi dari siapapun termasuk pihak rektorat dan pemerintah.

Pada tanggal 12 April 1999 diselenggarakan PEMILU pertama

langsung untuk memilih pucuk pimpinan eksekutif dan para anggota legislatif

di tingkat institut dan fakultas serta jurusan.PEMILU 1999 akhirnya berhasil

10

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 12

44

memilih Tb. Ace Hasan Syadzili sebagai presiden Mahasiswa BEMI dan Budi

Rahman Hakim sebagai ketua Kongres Mahasiswa IAIN.Walau demikian,

pada masa berikutnya AD/ART yang ditetapkan oleh MLB pada

pelaksanaannya ternyata masih banyak kelemahan.

Karenanya pada tanggal 3 Desember 1999 dilangsungkan Sidang

Istimewa KMI untuk mengamandemenkan beberapa pasal dalam

AD/ART.Konsep SG dengan AD/ART baru kemudian berusaha diterapkan

dalam masa kepengurusan Tb. Ace Hasan.Maka dibentuklah Rancangan

Undang-Undang (RUU) yang mengatur partai politik dan pelaksanaan

PEMILU raya.

Perubahan sistem SG IAIN yang menerapkan sistem kepartaian

menjadi trobosan inovatif dan kontekstual dengan kondisi kemajemukan

IAIN.Oleh karenanya, tidak heran jika setelah diundangkan kedua rancangan

tersebut, terlihat beberapa apresiasi mahasiswa IAIN terhadap sistem baru

yang coba diaplikasikan sangat tinggi. Tercatat 11 partai politik berusaha

menjadi kontestan PEMILU yang akan dilaksanakan pada tahun 2000.

Saat itu alasan untuk membentuk system kepartaian adalah untuk

mengaplikasikan secara nyata pengelompokan-pengelompokan politik yang

telah dilakukan oleh mahasiswa IAIN pada waktu itu yang diinisiasi oleh

organisasi ektra kampus.11

Pertarungan antar organisasi ektra memang sangat kental, ada beberapa

organisasi ekstra diantaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan

Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah

11

wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta

(sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013

45

(IMM) yang selalu membentuk pengelompokan politik tersebut. Maka saat itu

dibentulah partai politik sebagai bentuk penyaluran atau kanalisasi politik

organisasi ektra kampus agar mampu bertanggung jawab dalam segala

tindakan yang dilakukannya.12

Namun setelah dilakukan verifikasi hanya 8 partai yang berhasil lolos

untuk mengikuti PEMILU. Partai-partai tersebut adalah : Partai Intelektual

Muslim (PIM), Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA), Partai Persatuan

Mahasiswa (PPM), Partai Merah (PM), Partai Mahasiswa Demokrat (PMD),

Partai Daulat Mahasiswa (PDM), Partai Hak Asasi Mahasiswa (PAHAM), dan

Partai Cinta Kampus (PCK). Secara spesifik, partai-partai yang terbentuk

merupakan kepanjangantangan dari beberapa organisasi ektra kampus.HMI

melahirkan PARMA, PMII melahirkan PPM, dan IMM melahirkan Partai

Merah. Sedangkan sisanya merupakan bentuk dari elemen lain.13

Untuk melaksanakan PEMILU, sesuai dengan UU PEMILU, BEMI

membentuk Panitia Pemilihan Umum (PPU) yang komposisinya terdiri atas

utusan partai-partai peserta PEMILU dan utusan BEMI. PPU yang dipimpin

M. Islah kemudian membentuk Panitia Pelaksana Pemilihan Umum Institut

(PPPUI) yang dipimpin oleh Dadan Ramadhan.

Akhirnya pada tanggal 30-31 Mei 2000 berlangsunglah pesta

demokrasi sebagai sarana pemilihan presiden mahasiswa BEMI dan

DPMI.Akhirnya berhasil terpilih Saudara Burhanuddin (PARMA) sebagai

Presma BEMI Periode 2000-2001. Dalam sidang Umum yag digelar pada

12

Wawancara langsung dengan Ali Irfani Anggota Presidium Eksekutif Transisional

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2013 13

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 13

46

tanggal 24-26 Juni 2000 terpilih Najmudin sebagai ketua KMI dan Fahrurozzi

sebagai ketua DPMI. Sejak saat itu, era SG UIN Jakarta berjalan dengan

format sistem kepartaian yang sampai PEMILU raya 2010 masih berlangsung

dengan kompetisi berbagai partai politik dalam memperebutkan tampuk

kekuasaan di tingkat jurusan, fakultas, maupun universitas.

C. Sekilas Pemilihan Raya (PEMIRA) UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2010

Dalam student goverment UIN Jakarta mencakup badan Eksekutf,

Legislatif dan Yudikatif. Setiap badan mempunyai tugas dan wilayah masing

masing. Setiap pergantian BEM (Badan Eksekutf Mahasiswa)

menyelenggarakan pemilu raya untuk memilih wakil-wakil mahasiswa yang

akan mewakili selama satu tahun ke depan. Perebutan kekuasaan tidak kalah

seru dibandingkan dengan PILKADA atau pemilu se-level nasionalpun. Para

calon ketua BEM dari mulai Jurusan, Fakultas sampai wilayah Universitas

begitu bersemangat bertarung dengan rivalnya masing-masing. Mereka juga

menggunakan media sebagai ajang sosialisasi dan publikasi setiap kandidat.

Menjelang kampanye dimulai, pamflet, poster, bendera dan baleho menghiasi

di seluruh ruangan kampus. Tak heran biaya pemilu menghabiskan puluhan

juta.

47

Gambar 3.1 Proses Kampanye dalam PEMIRA di UIN Jakarta

sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12

oktober pukul 19.00 WIB

Menjelang pemilu berlangsung, proses belajar mengajar sejenak

terganggu. Mahasiswa saat itu justru sibuk saling lobi politik untuk

memenangkan partai maupun calonnya masing-masing. Melihat kondisi yang

tidak menentu, ada beberapa dosen menampakan ketidaksenangan terhadap

sistem pemilu diselenggarakan di kampus ini. Pasalnya setiap kampanye partai

berlangsung, tidak jarang terjadi bentrokan antar partai peserta kampanye.

Suasana gaduh pasti terjadi disebabkan dari berbagai panggung pusat

kampanye berlangsung menampilkan group band lokal sehingga membuat

suasana ramai bak seperti tempat konser saja. Teguran dari dosen hampir

setiap even itu berlangsung tetapi para mahasiswa tenggelam dalam pesta

demokratisasi sehingga diabaikan begitu saja.

48

Gambar 3.2 Debat Kandiat Capres-Cawapres UIN Jakarta 2010

sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12

oktober pukul 19.00 WIB

Bulan Maret hingga Mei 2010 adalah bulan yang disibukkan oleh

penyelenggaraan pesta demokrasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah. Gegap

gempita pesta demokrasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada

tahun ini memasuki usia yang ke 11 tahun penyelenggaraannya. Pemilihan

Umum Raya (PEMIRA) 2010 ini di ikuti oleh 5 Partai Politik Kampus

diantaranya, Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA), Partai Persatuan

Mahasiswa (PPM), Partai Intelektual Muslim (PIM), Partai Progresif, dan

Partai Boenga.

Partai-partai tersebut sudah memiliki basis massa tersendiri, seperti

Partai Persatuan Mahasiswa (PPM) yang memiliki basis massa ideologis dari

organisasi esktra kampus yaitu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

49

Cabang Ciputat.14

Kemudian juga ada Partai Intelektual Muslim (PIM) yang

telah berdiri pada tahun 2000 yang memiliki pemilih ideologis dari kalangan

Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim

Indonesia (KAMMI) UIN Jakarta.15

Serta masih banyak partai lainnya yang

memiliki basis massa ideologis masing-masing dari organ ekstra kampus.

Gambar 3.3 Proses Pencoblosan Pada PEMIRA 2010

sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12

oktober pukul 19.00 WIB

Namun yang sangat disayangkan adalah pada saat penghitungan Badan

Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM U) sempat terjadi keributan antara

pendukung PARMA dengan PPM yang berlangsung sangat lama sekitar 4-5

hari. Semua terjadi karena KPU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dianggap

salah satu partai tidak netral dan bertindak sewenang-wenang. PARMA dan

14

Partai Persatuan Mahasiswa (PPM) merupakan salah satu partai politik kampus yang

mengikuti PEMIRA 2010 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Artikel diakses pada 10 September

2013 pukul 21.00 WIB dari http://ppmku.wordpress.com/ 15

Partai Intelektual Muslim Berdiri tahun 2000 di Universitas Islam Negeri Jakarta,

Artikel diakses pada 10 September 2013 pukul 21.15 WIB dari

http://pemirawatch.blogspot.com/2008/11/seputar-kelahiran-partai-intelektual.html

50

PPM adalah dua partai politik kampus yang memiliki basis ideologis terbesar

dan saat Pemilihan Raya (PEMIRA) 2010 bersaing sangat ketat dalam

perolehan suara.

Setelah keributan tersebut, pada akhirnya pihak rektorat UIN Syarif

Hidayatullah membekukan hasil pemungutan suara di tingkatan universitas.

Semua itu terjadi karena keributan yang terjadi sudah mulai mengganggu

aktivitas belajar dan mengajar di UIN Syarif Hidayatullah.

Gambar 3.4 Keributan antar Pendukung Partai Politik Kampus

sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12

oktober pukul 19.00 WIB

D. Profil Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)

Gambar 3.5 Lambang Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)

Partai ini bernama Partai Reformasi Mahasiswa yang disingkat

PARMA, didirikan pada 7 Maret 2000, bertepatan dengan tanggal 1

51

Dzulhijjah 1420 H, berkedudukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Partai

ini didirikan oleh aktivis HMI dan menjadi partai resmi di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. PARMA memiliki garis koordinasi dengan Bid. PTKP

HMI Cabang Ciputat.

PARMA sebagai salah satu Partai tertua di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta sejak didirikan dengan tokoh-tokohnya adalah Andi Syafrani (FSH),

M. Ali Irfan (FIDKOM), Imam Soeyoeti (FIDKOM), Fauzan (FITK), Burhan

(FUF), Anik (FAH), dan Apriyadi (FUF) pada tahun 1998.16

Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) berasaskan Islam dan

memiliki sifat Inklusif, Pluralis dan Reformis.Tujuan dari Partai ini adalah

terwujudnya kehidupan kampus yang menjunjung tinggi kedaulatan

mahasiswa, kebebasan akademis, otonomi kampus, keadilan, HAM,

egalitarianism, dan bebes KKN.17

Ini tercantum dalam AD/ART PARMA yang

terdapat dalam lampiran.

Lambing bendera PARMA ditetapkan dalam kongres yang berbentuk

R dan seperti padi merunduk berfilosofis R dari Reformasi sedangkan padi

merunduk berarti harus seperti padi semakin besar harus semakin merunduk

dan memiliki warna hijau karena seperti warna Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI).18

E. Struktur Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)

16

Buku Saku Kampanye PARMA PEMIRA 2010. 2010, h. 2. 17

AD/ART PARMA Periode 2009-2010. 18

Wawancara dengan Dhany Permadi Sekertaris Jendral DPP PARMA Periode 2010-

2011 pada tanggal 19 Januari 2013.

52

Struktur dapat dibedakan menjadi struktur kekuasaan dan struktur

pimpinan. Struktur kekuasaan PARMA berdasarkan pasal 7 yang dimuat

dalam AD/ART PARMA dalam kongres dengan status :

a) Kongres merupakan kekuasaan tertinggi partai

b) Kongres merupakan musyawarah antar utusan DPP, DPF dan DPJ.

c) Kongres diadakan satu tahun sekali.

d) Dalam keadaaan luar biasa kongres dapat diadakan dengan menyimpang

dari ketentuan butir c diatas.

e) Kongres seperti dimaksud pada butir d dapat diadakan atas inisiatif satu

jurusan dengan persetujuan separuh lebih satu dari jurusan-jurusan yang

ada.

Sedangkan structural pimpinan berdasarkan AD/ART PARMA terdiri

dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Fakultas (DPF), Dewan

Pimpinan Jurusan (DPJ). Yang terdapat dalam pasal 8, 9,dan 10.

1. Dewan Pimpinan Pusat (DPP)

Pada pasal 8 dalam AD/ART PARMA, Dewan Pimpinan Pusat adalah

sebagai berikut :

a. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua

Umum, Sekretaris Jendral, Wakil Sekretaris Jendral, Bendahara

Umum, Wakil Bendahara Umum, dan tujuh orang Ketua Departemen

beserta anggotanya.

b. Seseorang hanya dapat dipilih menjadi Ketua Umum DPP satu kali

periode.

c. DPP dapat membentuk lembaga otonomi lain yang diperlukan.

53

d. DPP menentukan kebijakan umum sesuai AD/ART, ketetapan

Kongres, ketetapan rapat kerja, dan ketetapan-ketetapan lainnya.

e. DPP mengesahkan susunan atau personalia Dewan Pimpinan Fakultas

hasil musyawarah fakultas.

2. Dewan Pimpinan Fakultas (DPF)

Pada pasal 9 dalam AD/ART PARMA, Dewan Pimpinan Fakultas

adalah sebagai berikut :

a. Dewan Pimpinan Fakultas (DPF) Sekurang-kurangnya terdiri dari

Ketua Umum, Sekretaris Jendral, dan Bendahara Umum.

b. Seseorang hanya dapat dipilih menjadi Ketua Umum DPF satu kali

periode.

c. DPF dilengkapi dengan suatu secretariat yang sehari-harinya dipimpin

langsug oleh Sekretaris Jendral.

d. DPF melaksanakan kebijakan partai di wilayahnya dan memberikan

arahan kepada Pimpinan Jurusan dalam melaksanakan program sesuai

dengan AD/ART, dan ketentuan lainnya.

e. DPF mengesahkan susunan atau personalia Dewan Pimpinan Jurusan

hasil musyawarah jurusan atas nama Dewan Pimpinan Pusat.

3. Dewan Pimpinan Jurusan (DPJ)

Pada pasal 9 dalam AD/ART PARMA, Dewan Pimpinan Jurusan

adalah sebagai berikut :

a. Dewan Pimpinan Jurusan (DPJ) sekurang-kurangnya terdiri dari

Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.

b. Seseorang hanya dapat dipilih menjadi Ketua DPJ satu kali periode.

54

c. DPJ dilengkapi dengan suatu secretariat yang sehari-harinya dipimpin

langsung oleh Sekretaris.

d. DPJ melaksanakan kebijakan partai diwilayahnya dan memberikan

arahan kepada anggotanya dalam melaksanakan program sesuai

dengan AD/ART, dan ketentuan-ketentuan lainnya.

F. Peran PARMA dalam Student Government dan PEMIRA 2010

Reformasi terlanjur merubah tatanan social-politik Orde Baru menjadi

lebih demokratis. Perubahan tersebut didasarkan pada harapan akan hadirnya

sistem politik yang menghargai kedaulatan dan kebutuhan rakyat. Reformasi

dan perubahan adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan.Semangat reformasi

adalah semangat perubahan.Dampaknya adalah transformasi atau perubahan

semua tatanan di semua aspek untuk mencapai cita-cita

reformasi.Bagaimanapun, dunia kampus dan kemahasiswaan sebagai salah

satu pilar demokrasi tidak bisa menghindar dari perubahan itu.

Reformasi menuntut agar dunia kampus dan kemahasiswaan berbenah

diri sesuai dengan cita-cita reformasi.Demokrasi kampus kembali dihidupkan

dan bentuk pemerintahan mahasiswa direformasi dari sistem senat ke bentuk

student Government (SG).Sistem SG dengan segala institusi-institusinya telah

diterapkan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

sejak tahun 1997.

Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) adalah partai politik kampus

yang punya perhatian penuh untuk melanjutkan cita-cita reformasi, khususnya

di dunia kampus dengan menggalang dukungan mahasiswa untuk merebut

55

kekuasaan di dalam kelembagaan SG di UIN Jakarta. Jika tidak sukses

merebut kekuasaan eksekutif, maka partai ini akan menjadikan dirinya sebagai

partai oposisi.

Gerakan reformasi menginspirasi Partai Reformasi Mahasiswa untuk

menuntaskan dan mewujudkan cita-cita reformasi didalam dunia kampus.Pada

masa orde baru, kampus dikekang dan dipolitisasi sedemikian rupa sehingga

hilang daya kritis dan fungsi kontrolnya terhadap Negara.Kampus, dijadikan

kaki tangan dan media sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah.Dampaknya

adalah matinya demokrasi kampus.

Karena itu, bagi Partai Reformasi Mahasiswa, menuntaskan cita-cita

reformasi berarti menghidupkan dan meluruskan demokrasi.Menuntaskan

reformasi meluruskan demokrasi adalah platform perjuangan Partai Reformasi

Mahasiswa. Platform ini merupakan target juang yang dijadikan prioritas

utama dalam semua agenda dan program.

Salah satu agenda reformasi Partai Reformasi Mahasiswa adalah

meluruskan dan menegakkan Student Government.Student Government

adalah proyek reformasi yang belum selesai. SG di bangun untuk menegakkan

kedaulatan mahasiswa, demokrasi kampus, dan kehidupan dunia kampus yang

dinamis.Namun, produk yan belum selesai ini sudah mulai dilupakan

mahasiswa. Bahkan, mereka telah kehilangan inisiatif untuk

menyelesaikannya.

Sejarah mencatat bahwa Partai Reformasi Mahasiswa berada digaris

terdepan dalam merumuskan dan menegakkan SG, dan akan terus setia

menjaga dan menyelesaikan bangunannya. Sebab, ketika SG runtuh maka

56

kedaulatan mahasiswa dan demokrasi kampus dengan sendirinya akan ikut

runtuh. Tidak hanya itu, partai ini juga akan terus mengontrol dan melawan

pihak-pihak yang akan merobohkan bangunan SG.19

Konvensi adalah salah satu bagian dari kegiatan pemilihan Calon

Presiden kandidat PARMA yang dirancang dan diadakan untuk menjaring

calon definitif yang akan diusung oleh PARMA pada PEMIRA 2010 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Untuk mewujudkan segala usaha, agenda dan target tersebut, Dewan

Pimpinan Pusat Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) bertekad

mempertahankan dan memenangkan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan

(BEMJ), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) dan Badan Eksekutif

Mahasiswa Universitas (BEMU) secara keseluruhan dalam kelembagaan

Student Government (SG) melalui pemilu raya kampus.

G. Profil Kandidat PARMA

1. Profil Kandidat Calon Presiden BEM Universitas Islam Negeri Jakarta

Nama : Muhamad Fadly

TTL : Jakarta, 26 April 1987

Alamat : Jl. Melati 4 No. 12 Serua Permai Kelurahan Serua

Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten

Status : Mahasiswa

Agama : Islam

HP : 087774085847 / 081210129595

19

Proposal Pemilu Raya DPP PARMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010

57

Email : Shewasrockin@yahoo.com

Pendidikan :

a. SD Anggrek I Kota Bekasi (1999)

b. SMP Tirta Buaran Ciputat Kota Tangerang Selatan (2002)

c. SMU Muhammadiyah 8 Ciputat (2005)

d. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (2012)

Pengalaman Organisasi :

a. Pengurus BEM J-PMI (2006-2007)

b. Pengurus BEM FIDKOM (2007-2008)

c. Presiden BEM FIDKOM (2008-2009)

2. Profil Kandidat Wakil Calon Presiden BEM Universitas Islam Negeri

Jakarta

Nama : Achmad Faizal Taufiq

TTL : Serang, 10 Februari 1987

Alamat : Link Sapiah RT 01 RW 13 Kel. Penancangan, Kec.

Cipocok Jaya Kota Serang-Provinsi Banten

Status : Mahasiswa

Agama : Islam

HP : 081932693841 / 085716330547

Email : Ahmadfaizaltaufiq@rocketmail.co.id

58

Pendidikan :

a. SDN Penancangan 2 (1999)

b. MTS PM. Daar El Azhar Rangkas Bitung (2002)

c. SMA PM. Daar El Azhar Rangkas Bitung (2005)

d. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,

Jurusan Management (Belum Lulus)

Pengalaman Organisasi :

a. Pengurus BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bidang Antar

Lembaga tahun 2007

b. Pengurus BEM Universitas Islam Negeri Jakarta menjadi Menteri

Sosial tahun 2008

c. Pengurus Himpunan Mahasiswa Banten (HMB)

d. Anggota GMII Provinsi Banten tahun 2008

e. Pengurus IPNU Provinsi Banten Bidang Antar lembaga tahun 2010

f. Pengurus Pusat IPNU Bidang Eksternal dan LSM periode 2013-

2015

59

BAB IV

TEMUAN DAN HASIL ANALISA

A. Model Kampanye PARMA dalam Pemilu Raya 2010

Keinginan untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi

keberhasilan dan kegagalan kampanye terus memenuhi benak ahli

komunikasi.sejak awal penelitian kampanye yang berlangsung pada decade

1940-an hingga 1960-an telah dilakukan upaya untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan seputar masalah tersebut.1

Temuan-temuan para ahli tentang faktor-faktor penunjang keberhasilan

kampanye prinsipnya terkait erat dengan faktor-faktor penyebab kegagalan

kampanye telah dibicarakan. Keterkaitan itu dapat dilihat dari pernyataan-

pernyataan yang digunakan kedua kelompok ahli ini misalnya tentang

karakteristik khalayak, konstruksi pesan atau perlunya komunikasi antar

pribadi dalam menciptakan efek kampanye.Namun demikian temuan yang

berkaitan dengan hal-hal pendorong kesuksesan kampanye tampaknya lebih

luas dan mendalam.

Dalam hasil temuan dan analisis ini, Penulis dalam membatasi masalah

dan menekankan pada model kampanye Difusi Of Innovation yang dalam

penelitian di terapkan beberapa tahap seperti tahap Informasi, tahap persuasif,

tahap penerimaan keputusan dan tahap evaluasi.

1 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 129

60

1. Penggunaan Media dalam Kampanye (Tahap Informasi)

a. Baligho Besar

Baligho besar ini merupakan media kampanye terbesar yang

dimiliki oleh PARMA pada kampanye PEMIRA 2010 kemarin.

Ukurannya 9 x 12 M dengan panjang baligho 9 meter dan lebarnya

mencapai 12 meter. Anggaran yang dihabiskan oleh media ini juga

sangat fantastis mencapai Rp. 1.500.000.baligho ini terbuat dari kain

putih rumah sakit yang kemudian di laundry dan dijahit sepanjang ukuran

yang telah ditentukan.2

Baligho ini merupakan salah satu dari tradisi kampanye PARMA

dimana setiap calon presiden yang menjadi perwakilan partai bersama

tim suksesnya dan para simpatisan harus mengecat secara bersama-sama

selama beberapa hari untuk membuat sebuah baligho yang besar dan

mampu dilihat dari berbagai sudut.

Selain itu, penempatan baligho tersebut ditempat strategis menjadi

salah satu kelebihan media ini agar dapat terlihat dari manapun. Ini

merupakan strategi dalam memanfaatkan media yang sangat efektif,

media publikasi ini sangat besar sehingga semua pandangan mahasiswa

akan tertuju pada baligho tersebut. Kontinuitas juga tentunya

mempengaruhi khalayak ketika setiap harinya mahasiswa harus melihat

baligho tersebut selama masa kampanye.

2 Wawancara dengan Dhani Permadi, Sekretaris Jendral DPP PARMA Periode 2010-

2011 pada tanggal 17 Januari 2013

61

b. Spanduk

Spanduk berukuran 1 x 4 meter sebanyak 8 buah.Terlihat dalam

spanduk ini kandidat Presiden BEM UIN Jakarta yaitu M. Fadly.Beliau

mengenakan baju batik berwarna biru keabua-abuan dan tertera logo

PARMA.Dominasi warna dalam spanduk ini adalah hijau muda dengan

pesan tulisan “meneruskan Perjuangan Berdasarkan Aspirasi

Mahasiswa”.

c. Stiker

Stiker bergambar sama seperti didalam spanduk dicetak kurang dari

200 eksemplar. Stiker ini saat kampanye ditempel dan disebar ditempat-

tempat yang dianggap strategis. Para tim sukses biasanya ikut menyebar

stiker ke berbagai penjuru UIN Jakarta dan bukan hanya itu stiker ini juga

disebarkan ke berbagai mahasiswa yang mereka temui.

Stiker merupakan media komunikasi PARMA yang paling tidak

efektif karena penempatan stiker ditempat-tempat yang kurang tepat

sehingga mengganggu keindahan dan kenyamanan dari seluruh civitas

akademika UIN Jakarta.

Stiker merupakan media praktis digunakan karena ukurannya stiker

yang kecil dan ringan akan tetapi jika penggunaan stiker dilakukan secara

tidak tepat maka akan merusak keindahan lingkungan dalam hal ini stiker

dirasakan tim sukses merupakan media yang kurang efektif dalam

kampanye

.

62

d. Riset Survey

Survey mengenai kecendrungan mahasiswa ini dibuat untuk

memetakan bagaimana mahasiswa UIN Jakarta mengenal kandidat

Presiden BEM UIN Jakarta yaitu M. Fadly.Dalam survey ini terdapat 9

pertanyaan mengenai kandidat dimana pertanyaan yang paling esensial

adalah apakah anda mengenal sosok M. Fadly.Dari pertanyaan ini dapat

dipetakan kecenderungan mahasiswa UIN Jakarta dalam memilih M.

Fadly.

Survey dibagikan secara acak dan melalui koordinator fakultas dan

ada tim yang menjelaskan tentang survey ini. Hal ini dilakukan karena

tidak semua mahasiswa mengenal sosok M. Fadly pada PEMIRA

2010.Survey ini juga untuk dapat memperkenalkan sosok M. Fadly.

Selain alasan untuk mengetahui sosok mereka, survey ini

menampung aspirasi apa yang menjadi harapan mereka kepada sang

presiden yang baru nanti, sehingga informasi itu sangat dibutuhkan oleh

para kandidat dalam mengatur strategi dan publikasi sehingga kegiatan apa

yang bisa dilakukan dari saran mahasiswa.

e. Bulletin

Bulletin ini merupakan media publikasi yang menyatu dengan

survey yang berbentuk selebaran. Bulletin tersebut dibagikan dan disebar

ke seluruh mahasiswa satu paket dengan survey yang ada sehingga bila

dilihat dibagian depan selebaran terdapat survey dan dibagian belakang

terdapat bulletin yang berupa tulisan dari M. Fadly.

63

Bulletin sangat membantu informasi mahasiswa dalam mengisi

survey, karena ketika mengisi survey maka pada bagian belakangnya

mereka akan melihat tulisan dari M. Fadly. Sehingga tulisan tersebut akan

memperkenalkan sosok M. Fadly selaku kandidat presiden BEM UIN

Jakarta.

f. Komunikasi Telepon Seluler

Komunikasi telepon seluler ini merupakan media yang memiliki

kontribusi yang besar dalam kemenangan PARMA pada PEMIRA 2010.

Anggaran dana yang disediakan untuk komunikasi inipun mencapai Rp.

5.000.000 karena memang ini adalah pemanfaatan media komunikasi yang

berjalan dengan baik. Dalam pemilu raya kemarin PARMA memiliki

koordinator untuk setia jurusan maupun fakultas.

Teknisnya pemanfaatan media ini adalah PARMA memberikan

pulsa untuk setiap koordinator jurusan pada konsolidasi akbar dua hari

sebelum pemilihan sehingga setiap koordinator jurusan diberikan pulsa

sebesar Rp. 50.000. sehingga untuk setiap mahasiswa dapat menerima dua

sms. Pertama dari koordinator jurusan dan kedua dari koordinator

fakultas.Dan yang membedakan tradisi sms kemarin adalah adanya strategi

pertanyaan melalui sms.Anda bertanya saya menjawab.Anda bertanya

PARMA menjawab.Contoh anda bertanya mengapa anda harus memilih

PARMA maka PARMA memberikan jawaban dari pertanyaan

64

tersebut.Dan ini dilakukan setiap hari selama masa kampanye sebelum

pemilihan.3

2. Kampanye PARMA dalam Pemilu Raya 2010 (Tahap Persuasi)

Kampanye pada hakikatnya adalah tindakan komunikasi yang

bersifat goal oriented. Pada kegiatan kampanye selalu ada tujuan yang

hendak di capai. Pencapaian tujuan tersebut tentu saja tidak dapat

dilakukan melalui tindakan yang sekenanya, melainkan harus didasari

pengorganisasian tindakan secara sistematis dan strategis.

Dalam praktik kampanye, kesuksesan seseorang melakukan

kampanye akan sangat tergantung pada kredibilitas pelaku kampanye.

Kredibilitas itu sendiri memiliki beberapa aspek antara lain adalah:

keterpecayaan, keahlian, daya tarik dan tentunya adalah faktor

pendukung lain seperti keterbukaan, ketenangan dan kemampuan

bersosialisasi.4

Tabel 4.1. Kredibilitas Pelaku Kampanye

ASPEK KARAKTERISTIK Keterpercayaan Kaitannya dengan moralitas (bukan dengan kemampuan),

kejujuran, ketulusan, bikak, adil, memiliki sikap terpuji,

kepedulian, dan tanggung jawab sosial, serta memiliki

integritas pribadi

Keahlian Tingkat pendidikan, kecerdasaan, wawasan yang luas,

penguasaan keterampilan dan pengalaman

Daya tarik Daya tarik fisik dan daya tarik psikologis

3 Wawancara dengan tim sukses kandidat PARMA untuk BEM UIN Sirajuddin Arridho

pada tanggal 19 Januari 2013 4 Heryanto, Gun Gun & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat : Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 86

65

Faktor pendukung lainnya Keterbukaan (extroversion), ketenangan (composure), dan

kemampuan bersosialisasi (Socialbility)

Meski intinya kampanye adalah persuasi, namun tindakan persuasif

dalam kampanye PARMA berbeda dengan tindakan persuasif perorangan.

Sekurang-kurangnya ada empat aspek dalam kegiatan kampanye PARMA yang

tidak dimiliki oleh Partai Lainnya yakni:5

a. Kampanye secara sistematis berupaya menciptakan “tempat” tertentu

dalam pikiran khalayak tentang kandidat atau gagasan yang disodorkan

oleh PARMA

b. Kampanye berlangsung dalam berbagai tahap mulai dari menarik

perhatian khalayak, menyiapkan khalayak, hingga akhirnya mengajak

mereka melakukan tindakan nyata.

c. Kampanye juga mendramatisasi gagasan-gagasan yang disampaikan

khalayak dan mengundang mereka untuk terlibat baik secara simbolis

maupun praktis, guna mencapai tujuan kampanye PARMA

d. Kampanye juga secara nyata menggunakan kekuatan media massa

dalam upaya menggugah kesadaran hingga mengubah prilaku khalayak.

3. Perencanaan Kampanye PARMA (Tahap Penerimaan Keputusan)

Kampanye seperti sebuah perjalanan, yang dimulai dari satu titik

dan berakhir pada titik yang lain. Untuk sampai pada titik tujuan maka

orang harus bergerak ke arah yang tepat. Disini orang memerlukan peta

yang dapat memandu dan menunjukan arah yang harus ditempuh agar

sampai ke tujuan.6

Tidak bisa tidak, perencanaan merupakan tahap yang harus

dilakukan agar kampanye dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Tim

perencana kampanye PARMA merumuskan perencanaan kampanye

5 Wawancara dengan Wahyudin, Ketua Umum DPP PARMA Periode 2010-2011 pada

tanggal 12 September 2013 6 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 143

66

berdasarkan lima pertanyaan sederhana yaitu: apa yang ingin dicapai?

Siapa yang akan menjadi sasaran? Pesan apa yang akan disampaikan?

Bagaimana menyampaikannya? Bagaimana mengevaluasinya?7

Kelima pertanyaan tersebut dapat dituangkan kedalam tahap-tahap

perencanaan, yakni:

Bagan 4.1 Tahap Perencanaan Kampanye PARMA

4.

ANALISIS

PESAN

STRATEGI

TAKTIK

WAKTU

SUMBER DAYA

EVALUASI

TINJAUAN

4. Kampanye PARMA dalan Pemilu Raya 2010 (Tahap Evaluasi)

Evaluasi kampanye diartikan sebagai upaya sistematis untuk

menilai berbagai aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan

pencapaian tujuan kampanye. Dari definisi tersebut dapat diperoleh

gambaran bahwa evaluasi kampanye tidak hanya dilakukan pada saat

kampanye berakhir, namun juga ketika kampanye tersebut masih

berlangsung. Definisi tersebut juga menunjukan adanya dua aspek pokok

yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi, yakni bagaimana

7 Wawancara dengan M. Nida Fadlan, BAPPILU DPP PARMA Periode 2010-2011 pada

tanggal 13September 2013

ANALISIS TUJUAN

67

kampanye dilaksanakan dan apa hasil yang dicapai sebagai konsekuensi

pelaksanaan program tersebut.8

Dalam pelaksanaan pesta politik di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta juga terdapat saat kampanye terbuka dan kampanye tertutup yang

semua telah disusun rapih oleh KPU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pembagian haripun dipisahkan agar partai politik kampus yang

melakukan kampanye dapat dengan leluasa menunjukan kreativitas dari

masing-masing partai.9

Untuk mengetahui sukses tidaknya kampanye yang

diselenggarakan, PARMA melakukan proses pengecekan langsung

dilapangan melalui Tim Badan Pemenangan Pemilu (BAPPILU)

PARMA. Rincian evaluasi PARMA sebagai berikut :

Tabel 4.2. Evaluasi Kampanye Politik

Jenis Evaluasi Definisi / Tujuan Contoh Pertanyaan

Formatif

Mengukur kekuatan dan

kelemahan bahan, serta

strategi kampanye sebelum

atau selama pelaksanaan

kampanye.

Bagaimana khalayak

sasaran kampanye

memikirkan isu?

Pesan apa yang

berhasil dan pada

khalayak mana?

Siapakah pembawa

pesan terbaik?

Proses

Mengukur efek dan hasil

langsung kampanye

Meneliti pelaksanaan

kampanye dan sejauh

mana keberhasilan

kegiatan yang dilakukan.

Berapa banyak bahan

yang sudah di

keluarkan?

Apa yang telah diterpa

kampanye?

Berapa banyak orang

8 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 210

9 Wawancara dengan Wahyudin, Ketua Umum DPP PARMA Periode 2010-2011 pada

tanggal 12 September 2013

68

yang telah diterpa?

Efek

Mengukur efek dan

perubahan yang timbul

dari kampanye

Menilai hasil pada

populasi sasaran atau

komunitas yang terjadi

sebagai akibat strategi dan

kegiatan kampanye.

Apakah telah terjadi

perubahan perilaku?

Dampak Berusaha menentukan

apakah kampanye

menyebabkan efek.

Apakah prilaku telah

menimbulkan hasil yang

diharapkan?

Sumber: TIM Badan Pemenangan Pemilu (BAPPILU) PARMA

B. Analisis Model Kampanye PARMA dalam Pemilu Raya 2010

1. Penggunaan Media dalam Kampanye (Tahap Informasi)

a. Baligho Besar

Gambar 4.1

sumber: BAPILLU DPP PARMA Periode 2009-2010

Baligho besar merupakan salah satu media komunikasi yang paling

mendapatkan sorotan pada PEMIRA 2010 di UIN Syarif Hidyatullah.Ini

dikarenakan ukurannya yang paling besar diantara media kampanye

lainnya.Diantara semua baligho yang dipasang di UIN Syarif

Hidayatullah.Baligho besar ini yang mendominasi semua media

komunikasi yang digunakan oleh partai lainnya.Pemasangan serta

penempatan baligho besar ini dipasang sangat strategis.

69

Baligho yang besar selalu terlihat sehingga setiap keluar masuk

kampus akan melihat baligho tersebut sehingga menghasilkan kontinuitas

pandangan masyarakat yang menghasilkan persepsi mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah. Salah satu persepsi mahasiswa dengan adanya baligho ini

adalah eksistensi dan kebesaran dari Partai Reformasi Mahasiswa

(PARMA). Anggaran yang dihabiskan pada pemanfaatan media baligho

besar ini mencapai satu juta lima ratus ribu sehingga ini merupakan

anggaran terbesar dari seluruh alat media kampanye. Hal ini menunjukkan

adanya pendanaan yang luar biasa kepada PARMA dalam kampanye

tersebut.

Pendanaan tentunya mempengaruhi media yang digunakan saat

kampanye dan tentunya akan berpengaruh pada efektifitas penggunaan

media.

Semakin besar dana yang dimiliki maka semakin besar dan

berkualitas pula media yang dapat digunakan pada kampanye. Baligho

besar ini menunjukan bahwa PARMA memiliki kesiapan yang matang

dalam pemanfaatan media yang didukung oleh pendanaan yang sangat

besar.

Sesuai dengan data dan skala tingkat dalam factor yang

menentukan kesuksesan kampanye bahwa anggaran dana memiliki

konstribusi yang cukup penting dalam memenangkan pasangan Calon

Presiden.10

10

Gun Gun Heryanto, Handout Perkuliahan mata kuliah Komunikasi Politik, (Jakarta:

Homemade, 2009) materi 9, h.5

70

Hal ini tentu menjadi seleksi media dalam kampanye melihat

ukuran baligho yang begitu besar dan penempatan baligho besar ini

ditempat yang strategis sehingga mampu menjangkau khalayak dalam

berbagai sudut inipun menjadi tolak ukur dalam pemilihan seleksi media

tentang perhitungan jangkauan.11

Oleh karena itu dalam kampanye

menjadi hal yang sangat penting memiliki asupan dana yang banyak,

karena sebuah strategi kampanye maupun publisitas tidak akan berjalan

tanpa didukung adanya dana yang mencukupi untuk menghandel semua

fasilitas yang dibutuhkan saat kampanye.

b. Spanduk

Gambar 4.2

Sumber: BAPILLU DPP PARMA Periode 2009-2010

Spanduk merupakan media komunikasi yang dimanfaatkan pada

kampanye untuk publikasi secara langsung kepada khalayak.Langsung disini

maksudnya bahwa spanduk sebagai media kampanye dapat memberikan pesan

melalui tulisan yang terlihat langsung oleh khalayak.Media spanduk digunakan

PARMA karena media ini sering digunakan pada kampanye sebelumnya.

11

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 90

71

Media komunikasi spanduk merupakan media yang strategis

digunakan karena dapat terlihat darai berbagai sudut seperti pinggiran ataupun

tengah jalan dan ditaman tiap-tiap fakultas.Serta pemasangan spanduk harus

ditempatkan diwilayah yang banyak dilihat mahasiswa.

Selain itu, tulisan yang terpampang didalam spanduk besar sehingga

memudahkan orang untuk membaca pesan kampanye yang ada

didalamnya.Pesan yang terdapat dalam spanduk “Meneruskan Perjuangan

Berdasarkan Asprirasi Mahasiswa”.Pesan ini merupakan tehnik propaganda

Plain Folks yaitu tehnik propaganda seperti himbauan yang mengatakan bahwa

pembicara berpihak kepada mahasiswa dalam usaha bersama yang

kolaboratif.12

c. Stiker

Gambar 4.3

Sumber: BAPILLU DPP PARMA Periode 2009-2010

Stiker merupakan media kampanye yang praktis digunakan.Karena

dapat ditempel dimanapun dan kapanpun kecuali ditempat-tempat yang

memiliki larangan penempelan stiker.Dari semua media kampanye yang

digunakan menurut Sabir Laluhu mantan ketua BEM FIDKOM periode 2010-

12

Gun Gun Heryanto, Handout Perkuliahan mata kuliah Komunikasi Politik, h. 4

72

2011 stiker merupakan media kampanye yang paling tidak efektif digunakan

karena jumlah sedikit dalam publikasi.

d. Riset Survey

Riset survey merupakan media kampanye yang sangat baik untuk

dimanfaatkan karena riset survey mampu memberikan pemetaaan dan

kecenderungan mahasiswa terhadap kepercayaan mereka kepada calon.Dari

riset survey ini partai dapat memprediksi tingkat kredibilitas mahasiswa

terhadap partainya dan calon yang diusungnya.

Survey ini dapat membuktikan apakah mahasiswa masih mempunyai

kepercayaan untuk memilih calon yang diusung dari partai tersebut atau

tidak.Kemudian setelah survey dikumpulkan maka akan ditemukan hasil

tentang kecenderungan mahasiswa, sehingga hasil tersebut dapat memberikan

gambaran kepada partai tentang langkah-langkah politik yang akan diambil

selanjutnya.

Apabila memang ternyata berdasarkan hasil pemetaaan survey posisi

partai tidak aman maka partai akan mengupayakan langkah-langkah politiknya

bernegoisasi seperti melakukan koalisi ataupun konfederasi untuk memperoleh

kemenangan dalam pemilihan umum dan upaya dalam kampanye dan

publisitaspun harus lebih giat. Namun apabila hasil survey menunjukan bahwa

partai tersebut berada pada posisi yang aman langkah politik seperti koalisi

ataupun konfederasi tidak perlu dilakukan.

Pemanfaatan media kampanye melalui riset survey ini bukan hanya

melihat kecenderungan kredibilitas capres yang diusung partai akan tetapi

dalam riset survey ini PARMA juga ingin melihat harapan mahasiswa UIN

73

Syarif Hidayatullah kepada capres yang nantinya akan terpilih sehingga hal ini

menjadi informasi yang menarik dalam menyampaikan pesan-pesan kampanye.

Pada riset survey yang dilakukan PARMA pada PEMIRA 2010 kemarin

hasilnya bahwa darijumlah kuesioner yang dikembalikan hamper seluruhnya

mengenal M. Fadly.13

Berdasarkan hasil survey untuk harapan mahasiswa terhadap calon

presiden yang nanti akan terpilih adalah menuntut fasilitas mahasiswa dan

mampu mengembangkan skill melalui minat, hobi, dan bakat dalam berbagai

aspek melalui kegiatan kemahasiswaan. Tentunya harapan yang dituliskan

mahasiswa dalam survey ini dapat menjadi senjata PARMA dalam

kampanyenya melalui pesan-pesan yang ditulis pada media kampanye.

Sehingga apa yang menjadi harapan mahasiswa akan diangkat melalui pesan

kampanye PARMA bahwa mereka mampu mewujudkan apa yang diinginkan

mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pesan-pesan ini merupakan bagian yang dikonstruksi oleh PARMA

yang menjadi harapan mahasiswa berdasarkan survey yang dilakukan sehingga

ia mengangkat pesan tersebut menjadi pesan kampanye melalui media

kampanye. Pesan kampanye sesuai dengan metode persuasi Pay Off dan Fear

Arousing.Metode Pay Off (Rewarding) yaitu mengiming-imingi dengan hal

yang menguntungkan atau memberi harapan-harapan yang baik.Fear Arousing

(Punishment) adalah menakuti-nakuti atau mengambarkan konsekuensi yang

13

Wawancara dengan tim sukses kandidat PARMA untuk BEM UIN M. Fadly Sirajuddin

Arridho pada tanggal 19 Januari 2013

74

buruk.14

Seperti hal yang dilakukan oleh PARMA memberikan iming-iming

dalam kampanyenya.

Riset survey memberikan banyak manfaat dalam kampanye politik.Ia

dapat membantu seorang calon kandidat untuk menentukan apakah ia dapat

turut dalam pemilihan atau tidak. Ia dapat memberikan gambaran tentang

besarnya tugas pemilihan, dana yang diperlukan untuk merubah

mengidentifikasi atau dukungan kepada sang kandidat.

Survey dapat menggambarkan secara akurat komponen-komponen

demografik pada lingkungan politik, khususnya sika subkelompok-sub

kelompoknya mengenai berbagai masalah.Ia dapat menjelaskan masalah yang

mana yang penting bagi berbagai kelompok, dan yang mana berkaitan dengan

masalah-masalah lain, dan masalah-masalah mana yang penting atau secara

potensial penting dalam menentukan bagaimana seseorang akan memberikan

suaranya.15

e. Bulletin

Bulletin adalah media kampanye yang disatukan oleh survey yang

merupakan ide dari Tim Sukses PARMA untuk membuat sebuah selebaran

seperti bulletin ini M. Fadly menuliskan tentang coretan hatiku untuk sahabat,

teman, kawan, ikhwan, akhwat, kakak dn adik-adikku tercinta dengan kalimat

“menjadi bersama adalah awal, berjalan bersama adalah proses, bertahan untuk

bersama adalah proses. Jika kita berjalan bersama maka kesuksesan akan

datang dengan sendirinya”

14

Roudhonah, Ilmu Komunikasi. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.167 15

Arbold Stainberg, Kampanye Politik Dalam Praktek. (Jakarta: PT Intermasa, 1981), h.

278-279

75

Pesan ini dapat ditafsirkan siapapun kamu, warna apapun kamu, suku

apapun kamu, semester berapapun kamu, dan organisasi ekstra manapun kamu

apabila kita dapat menyatukan perbedaan tersebut maka akan muncul

kebersamaan, maka kita berjalan bersama, akan tetapi bila kita tidak berjalan

bersama maka tidak akan muncul keberhasilan dan PARMA terbuka terhadap

orang-orang yang berbeda dan mau menyatukan karena perbedaan yang ada

apabila disatukan akan menjadi sebuah kekuatan.16

Terlihat dari tulisan bahwa M. Fadly memakai retorika politik yang

sangat baik. Untuk kemampuan seorang kandidat capres bila didukung oleh

kecerdasan dan kemampuan dalam mengkonstruksi pemikirannya melalui

tulisan dapat memudahkan kampanyenya melalui media massa. Sesuai dengan

konsep teori tentang kredibilitas pelaku kampanye bahwa kemampuan kandidat

dapat meningkatkan kredibilitas berdasarkan keahliannya melalui aspek seperti

tingkat pendidikan, kecerdasan, wawasan yang luas, penguasaan keterampilan

dan pengalaman.17

Dari semua media yang digunakan dalam kampanye pemilihan BEM

Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah Jakarta berikut adalah media yang

dianggap paling berperan dalam kemenangan PARMA :

Tabel 4.3.Peringkat Media yang Paling Berpengaruh dalam Kampanye

16

Wawancara dengan tim sukses kandidat PARMA untuk BEM UIN M. Fadly Sirajuddin

Arridho pada tanggal 19 Januari 2013 17

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h.67

76

No Nama Media Kelebihan Kelemahan

1 Komunikasi

Telepon Seluler

Memiliki hampir semua

data mahasiswa

Komunikasi yang

dilakukan tidak terlihat

Praktis

Koordinasi lebih mudah

Memiliki pengaruh

yang mampu

menjangkau khalayak.

Tim kampanye harus

bekerja lebih keras

dalam

mengumpulkan data

Memiliki anggaran

dana yang sangat

besar

2 Riset Survei Mampu memetakan

kecendrungan

mahasiswa

Memberikan masukan

terhadap sistem dan

pesan kampanye

Dapat menjadi masukan

dalam menentukan

langkah politik

Tidak mampu

menjangkau seluruh

mahasiswa

Adanya keterbatasan

media terhadap

penyebarannya

Tidak mewakili

seluruh suara

mahasiswa

3 Baligho Besar Mampu menjadi media

publikasi yang paling

terlihat

Hampir menjangkau

seluruh mahasiswa

Menunjukan eksistensi

Partai

Membutuhkan dana

yang besar dalam

pembuatannya

Tenaga yang banyak

Waktu yang lama

4 Bulletin Mempublikasikan

kandidat beserta tulisan

kandidat

Mengangkat isu

kampanye dari kandidat

untuk mempengaruhi

mahasiswa

Praktis

Tidak mampu

menjangkau seluruh

mahasiswa

Mudah sobek dan

terbuang

5 Spanduk Mempublikasikan

kandidat di tempat-

tempat strategis

Dapat terlihat di jalan-

jalan dan pelataran

kampus

Tahan air

Merusak keindahan

lingkungan

Waktu pengerjaan

lebih lama

Membutuhkan ruang

yang lebih besar

6 Stiker Praktis

Mudah ditempel di

lokasi yang stategis

Tidak membutuhkan

ruang yang besar

Tidak mampu

menjangkau

mahasiswa secara

luas

Dalam

77

penempelannya

merusak keindahan

lingkungan sekitar

kampus

Sumber: Dept. LITBANG DPP PARMA 2009-2010

2. Faktor Pendukung Kesuksesan Dalam Kampanye

Dalam kesuksesan kampanye yang dimenangkan PARMA terdapat factor

pendukung yang menentukan kesuksesan kampanye sebagai berikut :

a. Adanya dukungan senior-senior PARMA dan HMI khususnya

merupakan spirit pertama di setiap melaksanakan tugas dalam

mengsukseskan sebuah acara.

b. Pendapatan kampanye yang cukup besar sehingga mampu

menganggarkan dan mendanai media-media publikasi dan segala biaya

operasional saat kampanye

c. Sumber daya manusia yang banyak dan bertanggung jawab dalam

melaksanakan tugas sebagai tim sukses.

d. Solidaritas dan kebersamaan para tim sukses mulai dari pengurus,

anggota bahkan simpatisan PARMA dalam mengkampanyekan capres.

e. Bimbingan dan arahan secara continue dari seluruh civitas akademika

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

f. Keunggulan mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah dalam berorganisasi

merupakan bagian intergral yang tidak mungkin dapat dipisahkan dari

pelaksanaan kampanye.

78

g. Tingginya rasa kekeluargaan dan solidaritas keluarga besar Partai

Reformasi Mahasiswa.

h. Adanya rasa memiliki dan tanggung jawab pengurus Dewan Pimpinan

Jurusan, Fakultas dan Pusat Partai Reformasi Mahasiswa Periode 2010-

2011 untuk aktif dan produktif dalam melaksanakan tugas yang

diembannya.

i. Banyaknya ide kreatif dan inovatif dari setiap Pengurus Partai

Reformasi Mahasiswa di berbagai tingkatan.

j. Dukungan yang sangat besar PARMA dalam melaksanakan tugas

selama satu periode ini. Yang terbesar adalah dari mahasiswa/i yang

berantusias untuk bersama-sama memajukan dan menumbuh

kembangkan nama PARMA.

3. Faktor Penghambat Kesuksesan Dalam Kampanye

a. Keterbatasan sarana dan prasarana baik pengelolaan manajemen,

organisasi, administrasi maupun pemberdayaan pengurus serta

pembinaan dan pengembangan pengurus yang mau tidak mau sedikit

menghambat proses pencapaian sasaran dan tujuan.

b. Keterbatasan waktu, tenaga dan fikiran pengurus Dewan Pimpinan

Pusat Partai Reformasi Mahasiswa Periode 2010-2011

c. Garis koordinasi yang tidak jelas, sehingga sering meninggalkan Miss

antara satu dengan yang lainnya. Kurangnya informasi juga dapat

menghambat kinerja tim sukses.

d. Belum optimal eksistensi, fungsi dan peran komponen-komponen

sehingga belum nampak jelas kerjasama dan kekompakkan dalam usaha

79

mendukung, menyokong, mendorong dan membantu pesat

pertumbuhan Partai Reformasi Mahasiswa dalam merealisasikan

berbagai program.

e. Kesulitan dalam merangkul berbagai komponen dan warna mahasiswa

UIN Syarif Hidayatullah agar mau menyatukan pandangan dalam

memilih Calon Presiden BEM Universitas, sehingga pesan yang

diangkat saat kampanye adalah menyatukan perbedaan dan berjalan

bersama.

f. Kesulitan dalam membangun kedisiplinan anggota karena

kecenderungan teman-teman mahasiswa sudah antipasti terhadap

persoalan kampanye sehingga kendala itu muncul ketika memberikan

bentuk penyadaran kepada mereka.

g. Kesulitan dalam membangun citra kandidat calon presiden beserta

calon wakil presiden dalam menyakinkan mahasiswa terhadap

kredibilitas pasangan calon sehingga mereka memberikan dukungan.

4. Kecenderungan Penyelenggaraan Kampanye

Kecenderungan penyelengaraan kampanye PARMA dalam model-

model kampanye bersifat dua arah (bi-directional

campaign).Penyelenggaraan kampanye dalam konteks ini menyadari

keterbatasana media massa dalam mempengaruhi khalayak sasaran.

Karena itu pemanfaatan saluran komunikasi kelompok dan antar pribadi

sangat dipentingkan untuk mengoptimalkan pesan-pesan yang

disampaikan melalui media massa. Kampanye dua arah ini sering juga

disebut sebagai audience oriented campaign karena menekankan

80

pentingnya interaksi dan dialog dengan khalayak sasaran. Kampanye jenis

ini sangat menekankan pentingnya pemanfaatan pemuka pendapat yang

lewat jaringan komunikasinya diasumsikan mampu menyebarkan pesan-

pesan kampanye hingga tahap penerimaan pada khalayak sasaran.18

Dalam model kampanye yang dilakukan oleh PARMA

memanfaatkan saluran komunikasi kelompok dan komunikasi pribadi

untuk mengoptimalkan pesan kampanye.Dalam hal penggunaan media

kampanye seperti riset survey PARMA menggunakan media tersebut

untuk membaca kecenderungan khalayak terhadap kredibilitas calon

presiden dan membaca harapan khalayak terhadap calon presiden terpilih

nanti. Media survey membuat interaksi antara khalayak dengan calon

presiden sehingga terjadi komunikasi dua arah (bi-directional campaign).

Penyelengaraan kampanye juga menggunakan strategi Oriented

campaign dimana penyelenggara dalam konteks ini menyadari

keterbatasan media massa dalam mempengaruhi sasaran khalayak. Karena

itu, pemanfaatan saluran komunikasi kelompok dan antar pribadi sangat

dipentingkan untuk mengoptimalkan pesan-pesan yang disampaikan lewat

media massa.

18

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h.75

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Model kampanye yang digunakan oleh Partai Reformasi Mahasiswa

(PARMA) dalam kampanye di pemilihan Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Pemilu Raya 2010 adalah

Baligho, Spanduk, Stiker, Survey, Bulletin dan Komunikasi telepon

Selular.

2. Penerapan Kampanye yang dilakukan oleh Partai Reformasi Mahasiswa

(PARMA) bersifat dua arah (bi-directional campaign). Penyelenggaraan

kampanye dalam konteks ini menyadari keterbatasan media massa dalam

mempengaruhi khalayak yang dalam hal in adalah mahasiswa UIN.

Untuk itu dalam proses kampanye PARMA menggunakan media-media

yang dapat bersifat dua arah seperti media Riset Survey dan Komunikasi

melalui Telepon Selular.

3. PARMA juga memanfaatkan saluran komunikasi kelompok dan antar

pribadi untuk mengoptimalkan pesan-pesan yang disampaikan lewat

media massa. Strategi ini disebut audience oriented campaign seperti

pada bulletin yang dikeluarkan oleh PARMA.

4. Beberapa kendala yang dihadapi Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)

dalam menjalankan strategi kampanye adalah minimnya pendanaan

dalam pelaksanaan strategi, adanya sentimen antar partai dalam

81

pemasangan dan penempatan media kampanye, minimnya tenaga

profesional dan sumber daya manusia yang kurang memadai.

B. Saran

1. Keterbatasan waktu, tenaga, dan fikiran Dewan Pimpinan Pusat (DPP)

Partai Reformasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode

2009-2010 dapat diatasi dengan kerjasama dan pembagian tugas secara

jelas kepada seluruh anggota, perencanaan secara matang pra kampanye,

dan rasa tanggung jawab dari semua anggota tim sukses dalam

memenangkan Pemilu Raya.

2. Membuat garis koordinasi yang jelas agar tidak terjadi miss comunication

antara satu dengan yang lain serta mengefektifkan komunikasi antara

Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Fakultas (DPF), dan

Dewan Pimpinan Jurusan (DPJ).

3. Partai Reformasi Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan strategi

marketing politik melalui saluran new media dan media cetak dalam

setiap pelaksanaan kampanye.

4. Partai Reformasi Mahasiswa diharapkan juga mampu mengatasi

keterbatasan sumberdaya manusia yang menjadi faktor penting dalam

kemajuan sebuah institusi.

5. Mengoptimalkan eksistensi, fungsi, dan peran komponen-komponen

serta kerjasama dalam mendukung, menyokong, mendorong dan

membantu pertumbuhan Partai Reformasi Mahasiswa dalam

merealisasikan program.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

AD/ART PARMA Periode 2009-2010

Ardianto, Elvinaro, dkk. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung : Simbiosa

Rekatama Media, 2007)

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010.

Bawazier, Fuad, Republik Keluh Kesah ( Jakarta : RMBooks, 2007)

Buku Saku Kampanye PARMA PEMIRA 2010. 2010

Geovanie, Jeffrie. Membela Akal Sehat ( Jakarta : RMBooks, 2008 )

Hidayat, Komaruddin & Haryono Yudhie. Manuver Politik Ulama ( Yogyakarta : Jalasutra,

2004)

Hidayati, Nurul, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif (Jakarta:UIN

Jakarta Press,2006), Cet ke 1, h.7

Heryanto, Gun Gun, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta : Lasswell Visitama,

2010)

-------------------------, Handout Perkuliahan mata kuliah Komunikasi Politik, (Jakarta :

Homemade, 2009)

Heryanto, Gun Gun & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat : Lembaga Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011)

Heryanto, Gun Gun & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, ( Bogor : Ghalia Indonesia,

2012)

Morrisan. Teori Komunikasi Massa, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010)

Napitupulu, Burhanuddin. Harakiri Politik Tokoh Nasional & elit GOLKAR ( Jakarta :

RMBooks, 2007 )

Norman, K Denzin, dkk, Handbook Of Qualitative Research, Dariyanto dkk (edisi

terjemahaan Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).

Ruslan, Rosady. Kampanye Public Relations, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 1997)

Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, (Jakarta : Rineka Cipta,

2009)

Roudhonah.Ilmu Komunikasi. (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007),

Rozak, Abdul dan Ubaedillah. A, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani

(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008)

Sandjaja, S. Djuarsa, dkk. Teori Komunikasi, (Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka, 2005)

Stainberg, Arbold. Kampanye Politik Dalam Praktek. (Jakarta : PT Intermasa, 1981)

Sumadi, Suryabrata. Metodologi Penelitian, (Jakarta : CV Rajawali, 1993)

Venus, Antar. Manajemen Kampanye, (Bandung : Simbiosa Rekatman, 2004)

Zulkarimein Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1990)

Sumber Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Malari diakses pada tanggal 19 April 2013 Jam 21.26

Partai Persatuan Mahasiswa (PPM) merupakan salah satu partai politik kampus yang

mengikuti PEMIRA 2010 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Artikel diakses pada 10

September 2013 pukul 21.00 WIB dari http://ppmku.wordpress.com/

Partai Intelektual Muslim Berdiri tahun 2000 di Universitas Islam Negeri Jakarta, Artikel

diakses pada 10 September 2013 pukul 21.15 WIB dari

http://pemirawatch.blogspot.com/2008/11/seputar-kelahiran-partai-intelektual.html

Transkrip Wawancara

Nama : Tb. Ace Hasan Syadzily (Presiden Ke-1 IAIN Jakarta)

Lokasi Wawancara : Gd. Nusantara V MPR/DPR Fraksi Partai GOLKAR

Tanggal : 22 Agustus 2013

Waktu : 17.30 WIB – 19.00 WIB

1. Apa alasan pemerintahan mahasiswa saat itu merubah sistem senat ke SG?

Pertama harus dilihat bahwa konteks pada saat itu mahasiswa telah berhasil

membangun sebuah basis gerakan untuk mahasiswa Indonesia sebagai bentuk dari

respon terhadap perkembangan situasi Indonesia. Jadi, harus diakui bahwa

pembangunan ORBA itu terkait dengan keberhasilan peran mahasiswa didalam

konteks perubahan politik yang terjadi di Indonesia pada saat itu.

Kenapa waktu itu mahasiswa begitu sangat kuat mendobrak sistem pemerintahan

ORBA yang begitu sangat menghegemoni sehingga peran-peran kelompok

civilsociety pada saat itu yang kritis pada pemerintahan benar-benar tertutup.

Sekalipun tembok itu begitu sangat kuat namun akhirnya tembok itu dapat jebol juga

dan sistem pemerintahan ORBA pada waktu itu telah berlangsung ditumbangkan dan

sistem pemerintahan mengalami perubahan atau transformasi dari otoriterian ke

demokratif, itu ditandai dengan sistem Pemilu Indonesia yang demokratif.

Sistem kemahasiswaan yang saat itu dikontrol oleh satu sistem organisasi

kemahasiswaan yang sangat dominan dikontrol oleh kekuatan sistem yang hegemoni.

Coba kamu bayangkan, sistem organisasi kemahasiswaan saat itu (SENAT dan

MPM) harus berkoordinasi dengan wakil rektor bidang kemahasiswaan dan semua

kebijakan-kebijakan kemahasiswaan harus mendapatkan izin darinya karena wakil

rektor bidang kemahasiswaan merupakan kontrol dari sistem pemerintahan ORBA.

Padahal salah satu diantara karakter mahasiswa itu kebebasan akademik, kalau

kebebasan akademik ini tidak dipupuk dari sejak awal, maka akan sulit bagi kita

untuk melahirkan mahasiswa yang benar-benar kreatif, berfikir visioner dan belajar

berorganisasi dengan baik. Sistem senat waktu itu tidak lebih dari upaya untuk

mengkrangkeng terhadap kebebasan akademik atau kebebasan mahasiswa itu untuk

menentukan dan membangun sebuah organisasi.

Sistem pemerintahan saat itu menganut konsep trias politica dimana didalam

sistem kelembagaan mahasiswa terdapat Eksekutif yang direpresentasikan pada

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Legislatif dengan Lembaga Perwakilan Rakyat

(LPM), dan yudikatif yang direpresentasikan oleh Mahkamah Mahasiswa. Semua

sudah memiliki pembagian kekuasaan yang jelas. Saat itu mahasiswa hanya ingin

penentuan kebijakan mahasiswa ditentukan dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan

untuk mahasiswa.

2. Apa yang menjadi peran dan harapan HMI terhadap PARMA, karena PARMA

merupakan kepanjangan tangan HMI di dalam kampus?

Ya PARMA itu, kebetulan ketika saya menjadi Presiden Mahasiswa waktu itu

saya juga menjabat Ketua Bidang PTKP HMI Cabang Ciputat. Ketua Bidang PTKP

itu tugasnya adalah bagaimana agar kader-kader HMI itu bias mempengaruhi

terhadap kebijakan kemahasiswaan ditingkat perguruan tinggi, nah tugas-tugas ini tuh

harus jelas gitu dan tugas-tugas ini juga harus terukur.

Ukurannya adalah misalnya menjadikan kader-kader HMI ketua di organisasi-

organisasi intra. Nah selama ini, kita kan sebagai orang HMI itu, waktu itu ingin

meng-goalkan kader-kader HMI itu, HMI masuk saja kedalam kampus tapi ngga jelas

gitu kelompoknya kelompok mana nih, nah untuk mengidentifikasikan kejelasan

tentang semangat pengelompokan politik HMI maka kita bikin yang namanya partai

politik. Karena suasananya waktu reformasi maka kita namanya Partai Reformasi

Mahasiswa.

3. Lalu bagaimana tanggapan Kak Tb. Ace Hasan yang secara bersamaan juga

menjabat PTKP HMI Cabang Ciputat dan pendiri PARMA soal munculnya

gerakan-gerakan politik selain PARMA di HMI waktu itu?

HMI waktu itu tidak bias membatasi orang atau membatasi mahasiswa untuk

sama aspirasi politiknya. Jadi, oleh karena itu kita sampaikan bahwa pada saat itu ada

keinginan dari orang-orang untuk punya calon sendiri, ya silakan saja.

Tapi HMI-nya sendiri sebetulnya kan secara eksplisit itu tidak menyebutkan

PARMA ini sebagai partainya HMI. Tidak secara tertulis, karena HMI juga tidak bias

secara kelembagaan mendirikan partai politik. Ini adalah Idjtihat politik saya waktu

itu, waktu itu juga mendapat persetujuan dari teman-teman di cabang untuk sama-

sama mendirikan partai politik mahasiswa sebagai saluran wadah politik.

4. Misalkan ada sekelompok yang kalah dalam konvensi internal?

Itu biasa. Itu juga bagian dari perpolitikan mahasiswa, proses pembelajaran politik

juga Donni, nah itu lah bagian dari proses pembentukan-pembentukan politik pada

saat itu.

5. Terakhir Kak, saya adalah pengurus PARMA yang terakhir , karena ada

pendapat rektorat yang mengatakan bahwa “UIN ini adalah civitas akademika

bukan civitas politika” sebagai alasan untuk menghapus sistem student

government (SG), apakah ketika pendirian partai politik ada semacam legalitas

secara tertulis dari rektorat? Dan kemudian apa saran dari Kak Tb. Ace

terhadap gerakan mahasiswa saat ini?

Saya sih mengkritik juga apa namanya, istilah civitas politika! Loh kita tidak

ingin menjadi manusia politik pada saat itu, tetapi sebenarnya adalah berorganisasi

kita ingin membangun diri, membangun kekuatan organisasi itu bias memanage

konflik dan sebagainya. Akhirnya kita jangan memandang bahwa dengan berpartai

politik kita ingin berpolitik, justru dengan ini kita ingin belajar pendidikan politik dari

sejak awal.

Sekarang begini pertanyaannya, pertanyaan ini sederhana saja produk student

government itu kan bias dilihat yang mobilitasnya tinggi, seperti saya dan angkatan

dibawah saya seperti Ade Komaruddin atau angkatannya Hadi Mulyo. Kemudian

yang dibidang akademisnya seperti burhanuddin muhtadi itu kan tidak meninggalkan

akademisnya walaupun dia ada di sistem Student Government.

Kita akui, jangan punya asumsi bahwa rektorat itu tau segalanya, biar mahasiswa

sendiri yang menentukan sistem apa yang menurut mereka bagus. Namun saya tidak

pernah mengatakan bahwa sistem student government itu bagus, saya hanya ingijn

mahasiswa punya pola pikirnya sendiri.

Jakarta, 22 Agustus 2013

Tb. Ace Hasan Syadzily

Transkrip Wawancara

Nama : M. Ali Irfani (Ketua DPP PARMA Ke-1)

Lokasi Wawancara : Kemang Food Festival, Jl Kemang Raya Jakarta Selatan

Tanggal : 24 Agustus 2013

Waktu : 21.30 WIB – 22.15 WIB

1. Bagaimana sejarah berdirinya Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)?

Saat itu pasca reformasi 1998 di Indonesia ikut mempengaruhi pergejolakan di

dalam kampus, dengan runtuhnya rezim Orde Baru maka sistem demokrasipun

tumbuh pada tataran sistem kemahasiswaan dengan terpilihnya Kak Tb. Ace Hasan

Syadzily melalui pemilihan langsung oleh mahasiswa akan tetapi belum berpartai.

Melihat kecenderungan IAIN di kuasai oleh organisasi ekstra kampus yaitu HMI,

PMII, dan IMM dan mulai berkotak-kotak perpolitikannya maka kak Tb. Ace Hasan

Syadzily saat itu melalui Majelis Permusyawaratan Mahasiswa mengodok sistem

pemilihan Student Government (SG) dengan mekanisme melalui partai politik.

Kemudian dari sana HMI berinisiatif membentuk Partai Reformasi Mahasiswa

(PARMA) pada tanggal 7 Maret 2000.

2. Apa dasar atau makna dari nama Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)?

Kami membuat nama Partai Reformasi Mahasiswa saat itu memang karena saat

itu sedang momentum gerakan reformasi oleh mahasiswa, sehingga kami memilih

nama tersebut.

3. Bagaimana PARMA menarik simpati pemilih pada periode pertama sistem

Student Government?

PARMA saat itu mencoba menjadi partai terdepan dengan bukan saja hanya

melalui basis ideologis, namun mencoba memberikan warna baru era perpolitikan di

dalam kampus. Kami saat itu mencoba memperkenalkan PARMA melalui media

spanduk dan semacamnya kemudian selebaran-selebaran.

4. Bagaimana proses pemilihan langsung pertama di IAIN Jakarta (sekarang

UIN)?

Proses pemilihan saat itu tentunya belum berjalan dengan baik, karena baru

pertama kali IAIN melaksanakan pemilihan langsung melalui keterlibatan partai

politik kampus, namun setiap proses yang dilakukan selalu menjadi bagian dari

dinamika sebagai mahasiswa dan terus diperbaiki.

Jakarta, 24 Agustus 2013

M. Ali Irfani