Post on 24-Oct-2015
ABSTRAKABSTRAK
Fermentasi merupakan proses produksi energy didalam sel pada kondisi tanpa
oksigen. Kelebihan dari proses ekstraksi fermentasi adalah pada cara yang
sederhana sehingga dapat memproduksi secara praktis, efesien dalam
penggunaan bahan bakar, tidak meninggalkan residu yang banyak, jumlah asam
yang rendah, jumlah peroxide yang rendah, dengan jangka waktu penyimpanan
yang lama, lebih beraroma, dan tanpa kolesterol-senyawa yang diinduksi.
Sehingga minyak kelapa fermentasi lebih aman dan menguntungkan dari pada
minyak kelapa yang diproses secara tradisional yang terbuat dari kopra.
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk membandingkan beberapa proses
pembuatan minyak secara fermentasi, yaitu antara proses pembuatan minyak
kelapa secara fermentasi yang mengguanakan bahan dasar ragi tempe, sel
amobil saccharomyces cereviceae, dan isolat bakteri dari kepiting batu.
Metodologi penulisan karya ilmiah ini dimulai dari pengumpulan data, lalu
dilakukan pengolahan data yang dilanjutkan dengan analisis dan sintesis data.
Setelah dilakukan metodologi tersebut dapat diketahui bahwa pada pembuatan
minyak kelapa secara fermentasi dengan starter ragi tempe mencapai Yield
maksimal dicapai pada perbandingan % volume starter = 1 % dengan temperatur
40oC. Dan pada pemakaian sel amobil Sacharomyces cereviceae 5 kali
kestabilannya dapat dijaga sebesar 88,63%. Selain itu juga dapat diketahui
bahwa kualitas minyak kelapa hasil fermentasi dengan isolat kepiting batu lebih
baik dari pada minyak kelapa hasil fermentasi dengan saccharomyces.cerevisiae.
Kata Kunci :Kata Kunci : Fermentasi, Fermentasi, Ragi Tempe, Saccharomyces Cereviceae, Isolat Bakteri Kepiting Batu
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Minyak kelapa diproduksi melalui proses kompresi dari kopra,
santan dan bio-proses melalui pemanasan santan, yang telah diketahui sejak
lama. Bio-proses dari santan kelapa telah dimulai dari penggunaan kultur
asli melalui penggunaan enzim-enzim. Akan tetapi sampai saat ini
penggunaan metode tersebut tidak popular dalam masyarakat, salah satu
masalah adalah bagaimana menangani \ mikroorganisme yang dikategorikan
kompleks atau harga enzim yang mahal.
Produk yang yang beraroma minyak kelapa dengan karakteristiknya,
adalah cocok untuk pembuatan kosmetik. Pada saat ditambahkan aroma
untuk percobaan sebagai pelembab, larutan tercampur secara baik dan bau
dapat bertahan lebih dari satu bulan.
Buah kelapa secara umum hanya digunakan untuk minyak sayur dan
minyak goreng. Pada beberapa tempat juga telah dikembangkan proses
produk yang berbeda dan produk seperti tepung kelapa, nata de coco, coco
fiber, and arang tempurung. Walaupun demikian, minyak kelapa murni yang
mempunyai nilai tambah yang tinggi belum dikembangkan di Indonesia.
Minyak kelapa murni lebih banyak digunakan untuk kesehatan dan
kosmetik. Dan minyak goreng juga dibuat secara sederhana, dan tradisional,
yang pada dasarnya minyak kelapa dapat dibuat melalui fermentasi.
I.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan
menggunakan starter ragi tempe?
2. Bagaimana proses pengambilan minyak kelapa secara fermentasi
berulang dengan menggunakan sel amobil saccharomyces cereviceae?
2
3. Bagaimana proses penghasilkan minyak kelapa secara fermentasi dengan
menggunakan isolat bakteri dari kepiting batu?
I.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan karya ilmiah ini
bertujuan sebagai berikut:
1. Menjelaskan proses pembuatan Virgin minyak kelapa secara fermentasi
dengan menggunakan starter ragi tempe.
2. Menjelaskan proses pengambilan minyak kelapa secara fermentasi
berulang dengan menggunakan sel amobil saccharomyces cereviceae.
3. Menjelakan proses penghasilkan minyak kelapa secara fermentasi
dengan menggunakan isolat bakteri dari kepiting batu
I.4 Manfaat Penulisan
Karya tulis yang berjudul “Pembuatan Minyak Kelapa Murni (Virgin
Coconut Oil) dengan Metode Fermentasi” diharapkan:
1. Manfaat praktis, sebagai salah satu sumber informasi bagi masyarakat
luas mengenai beberapa jenis proses pembuatan minyak kelapa secara
fermentasi sehingga menambah pengetahuan bagi seluruh pembaca yang
membaca karya ilmiah ini.
2. Manfaat ilmiah, diharapkan karya tulis ini dapat memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan dan merupakan bahan bacaan bagi mahasiswa bahwa
terdapat beberapa jenis proses pembuatan minyak kelapa secara
fermentasi.
3. Manfaat bagi penulis, sebagai media dalam menambah wawasan dan
pengetahuan tentang jenis-jenis proses pembuatan minyak kelapa secara
fermentasi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Proses Pengolahan Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra
(daging buah kelapa yang dikeringkan) atau dari perasan santannya.
Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai
30%-35%, atau kandungan minyak dalam kopra mencapai 63-72%.
Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati lainnya merupakan senyawa
trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% diantaranya
merupakan asam lemak jenuh.
Gambar 1. Minyak Kelapa
Selain itu minyak kelapa yang belum dimurnikan juga
mengandung sejumlah kecil komponen bukan lemak seperti fosfatida,
gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol (0,003%), dan asam lemak bebas (<
5%) dan sedikit protein dan karoten. Sterol berfungsi sebagai stabilizer
dalam minyak dan tokoferol sebagai antioksidan (Ketaren, 1986). Setiap
minyak nabati memiliki sifat dan ciri tersendiri yang sangat ditentukan
oleh struktur asam lemak pada rangkaian trigliseridanya . Minyak kelapa
kaya akan asam lemak berantai sedang (C8 – C14), khususnya asam laurat
dan asam meristat. Adanya asam lemak rantai sedang ini (medium chain
fat) yang relatif tinggi membuat minyak kelapa mempunyai beberapa sifat
daya bunuh terhadap beberapa senyawaan yang berbahaya di dalam tubuh
4
manusia. Sifat inilah yang didayagunakan pada pembuatan minyak kelapa
murni (VCO, virgin coconut oil)
Secara garis besar proses pembuatan minyak kelapa dapat
dilakukan dengan dengan dua cara:
1. Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa segar, atau dikenal dengan
proses basah. Untuk menghasilkan minyak dari proses basah dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Cara Basah Tradisional
b. Cara Basah Fermentasi
c. Cara basah Sentrifugasi
d. Cara Basah dengan Penggorengan
2. Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan
(kopra) atau dikenal proses kering. Untuk menghasilkan minyak dari
proses basah dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Ekstraksi secara mekanis (cara pres)
b. Ekstraksi menggunakan Pelarut
II.2 Proses Pemurnian Minyak Kelapa
Pemurnian (refining) minyak gorang meliputi tahapan netralisasi,
pemucatan (bleaching) dan penghilangan bau (deodorisasi). Netralisasi
dilakukan untuk mengurangi FFA untuk meningkatkan rasa dan
penampakan minyak. Netralisasi dilakukan dengan mereaksikan NaOH
dengan FFA sehingga membentuk endapan minyak tak larut yang dikenal
sabun (soapstock). Jumlah NaOh yang ditambahkan berkisar 0,1% atau
sekitar 1,5 kg NaOH per ton minyak per 1% FFA.
Untuk menghilangkan pengotor berupa gum di dalam minyak
digunakan H3PO4 selanjutnya dipisahkan melalui cara pengendapan
(decantion) atau dengan sentrifugasi.
Pemucatan (bleaching) menghilangkan sebagian besar bahan
pewarna tak terlarut atau bersifat koloid yang memberi warna pada
minyak. Pemucatan dapat dilakukan dengan menggunakan karbon aktif
atau bleaching earth (misalnya bentonit) 1% sampai 2 % atau kombinasi
5
keduanya (arang aktif dan bentonit) yang dicampur dengan minyak yang
telah dinetralkan pada kondisi vacuum sambil dipanaskan pada suhu 95oC
– 100oC. Selanjutnya bahan pemucat dipisahkan melalui filter press.
Proses deodorisasi akan menghilangkan bau dan flovours yang
bersifat menguap, pada saat minyak dipanaskan pada temperature antara
150 – 250oC menggunakan steam yang kontak dengan minyak pada
condisi vacuum dengan tekanan 29 Psig.
II.3 Standar Mutu Minyak Kelapa
Minyak yang dihasilkan dari proses manapun yang digunakan
selayaknya aman untuk dikonsumsi. Secara nasional terdapat standar
untuk minyak goreng seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI - 3741- 1995
No Kriteria Persyaratan 1 Bau dan Rasa Normal 2 Warna Muda Jernih 3 Kadar Air max 0,3% 4 Berat Jenis 0,900 g/liter 5 Asam lemak bebas Max 0,3% 6 Bilangan Peroksida Max 2 Meg/Kg 7 Bilangan Iod 45 - 46 8 Bilanagan Penyabunan 196 - 206 9 Index Bias 1,448 - 1,450 10 Cemaran Logam Max 0,1 mg/kg
Selain SNI ada juga penggolongan kelas mutu minyak kelapa
berdasarkan rekomendasi APCC (2006) adalah sebagai berikut:
Grade I = Refined and deodorized oil (minyak yang sudah dimurnikan dan
dihilangkan bau)
Grade II = Refined oil (minyak yang sudah dimurnikan)
Grade III = White oil obtained by wet processing (minyak tak bewarna
(bening) yang diperoleh dari pegolahan cara basah)
Grade IV = Industrial oil No 1-obtained by the process of extraction
(minyak Industri No 1- diperoleh dengan cara ekstraksi)
6
Grade V = Industrial oil No 2-obtained by the process of solvent extraction
(minyak Industri No 1- diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan
pelarut)
II.4 Kopra dan Mutu Kopra
Kopra adalah daging buah kelapa (endosperm) yang sudah
dikeringkan. Proses pembuatan kopra dapat dilakukan dengan beberapa
cara:
1. Pengeringan dengan sinar matahari (sun drying)
2.Pengeringan dengan pengarangan atau pengasapan di atas api (smoke
curing or drying)
3. Pengeringan dengan pemanasan tidak langsung (indirect drying)
4. Pengeringan menggunakan solar system (tenaga panas matahari)
Dalam kehidupan sehari-hari, tiga cara pertama tersebut diatas
terkadang dikombinasikan sebagaimana yang dilakukan oleh petani kelapa
umumnya. Namun pada tingkat petani sering kadar air kopra akhir yang
berbeda-beda.
Kadar air buah kelapa segar berkisar 50 – 55%, dikeringkan
menjadi 4%-6%. Pengeringan kopra perlu dilakukan secara bertahap untuk
mendapatkan kopra bermutu baik, sebagai berikut:
1. Kadar air buah kelapa segar (berkisar 50 – 55%) pada periode 24 jam
pertama diturunkan menjadi 35%
2. Pada periode 24 jam ke dua diturunkan dari 35% menjadi 20%
3. Pada periode 24 jam berikutnya diturunkan sampai 5 persen
Di Indonesia, standar mutu untuk industri dan perdagangan kopra
sering menggunakan standar mixed copra (Tabel 2). Mixed Copra
merupakan kopra yang dihasilkan dari buah kelapa dengan kelompok
umur yang beragam. Kopra yang dikumpulkan oleh pedagang pengumpul
umumnya berasal dari petani dari berbagai wilayah dengan mutu
pengolahan kopra yang beragam.
Tabel 2. Standar Mutu Indonesia “Mixed Copra”
No Persyaratan Mutu Mutu Mutu
7
A B C1 Kadar Air (% maksimum) 5 5 5 2 Kadar Minyak (% minimum) 65 60 60 3 Asam Lemak Bebas (%
maksimum) 5 5 5
4 Jamur 0 0 0 5 Serat (% maksimum) 8 8 8
Spesifikasi mutu kopra yang diadop oleh negara-negara anggota Asia Pacific Coconut Community (APCC) adalah sebagai berikut (Tabel 3).Tabel 3. Standar mutu kopra (APCC, 2006)
No Karakteristik Grade 1 Grade 2 Grade 3 1 Kadar air (% berat, max) 6 6 6 2 Kadar minyak (% berat basis kering,
minimum) 70 68 68
3 Asam lemak bebas (% lauric, berat max)
1 3 6
4 Kandungan aflatoxin (ppm/part per million, max )
20 20 20
5 Kotoran (% berat) 0,5 1 2 6 Daging muda (% total, max) Tidak ada 5 10 7 Kapang, jamur (% hitung) Tidak ada 4 8
BAB III
8
METODOLOGI PENULISAN
III.1 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah studi
pustaka murni (library research) dengan mengumpulkan, membaca, dan
menelaah berbagai literatur. Informasi diperoleh dari jurnal, laporan
penelitian, hasil seminar nasional, dan penelusuran melalui situs-situs
internet.
III.2 Metode Pengolahan Data
Pengolahan data pada karya ilmiah ini mengunakan metode statistik,
yakni pengolahan data yang tidak menggunakan analisis kualitatif,
melainkan dengan analisis statistik. Hal ini dilakukan dengan mengambil
intisarinya saja atau dengan cara mengutip bagian tertentu untuk
mempertegas dan memperkuat pendapat atau pandangan yang relevan
dengan judul penulisan.
III.3 Analisis dan Sintesis Data
Informasi yang dikumpulkan dianalisis secara analog dan teoritis.
Permasalahan yang dikaji dikaitkan dengan hasil telaah pustaka dari
berbagai sumber. Hal ini erat kaitannya dengan tinjauan pustaka sebagai
dasar dalam membuat pembahasan.
Interpretasi data dibahas secara kritis dengan mengkaji korelasi positif
beberapa jenis proses pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan
menggunakan bahan dasar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, bentuk
sintesis dari karya ilmiah ini merupakan alternative untuk mengetahui
proses pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan menggunakan
starter ragi tempe, sel amobil saccharomyces cereviceae, dan potensi isolat
bakteri dari kepiting batu.
BAB IV
9
PEMBAHASAN
IV.1 Proses Pembuatan Minyak Kelapa dengan Fermentasi Menggunakan
Starter Ragi Tempe
IV.1.1 Pembuatan Mikroba Starter
Pembuat starter dibutuhkan santan encer (skim) dicampur dengan
air kelapa dengan perbandingan 9 :1 (9 bagian santan encer dan 1 bagian
air kelapa). Selanjutnya ditambahkan ragi tempe dengan perbandingan
10:2 artinya 10 bagian santan encer dan air kelapa serta 2 bagian ragi
tempe. Kemudian diaduk dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar
dan selanjutnya sudah dapat digunakan sebagai starter.
IV.1.2 Pembuatan Minyak Kelapa
Tahap pembuatan minyak kelapa secara fermentasi sendiri
dikelompokkan menjadi tiga yaitu pembuatan santan, pembuatan minyak
kelapa, dan penyaringan.
VI.1.3 Hasil dan Pembahasan Penelitian
VI.1.3.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian dengan mengkombinasikan variabel-
variabel berubah tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Penelitian pada Berbagai Variabel dan Harga Level
Run Variabel Interaksi
Volume minyak (ml)
A B C AB AC BC ABC1 + + + + + + + 33 2 + + - + - - - 25 3 + - + - + - - 34 4 + - - - - + + 32 5 - + + - - + - 35 6 - + - - + - + 27 7 - - + + - - + 39 8 - - - + + + - 33
VI.1.3.2 Pembahasan Penelitian
10
1) Pengaruh temperatur terhadap yield yang dihasilkan
Grafik 1. Memperlihatkan bahwa semakin tinggi
temperatur akan menghasilkan yield yang besar pula. Hal ini
dapat dijelaskan karena temperatur merupakan salah satu faktor
yang penting di dalam kehidupan mikroba. Beberapa jenis
mikroba dapat hidup pada daerah temperatur yang luas. Untuk
masing- masing mikroba dikenal temperatur minimum,
optimum, dan temperatur maksimum. Temperatur minimum
suatu mikroba ialah temperatur yang paling rendah dimana
kegiatan mikroba dapat berlangsung, temperatur optimum
adalah yang paling baik untuk kehidupan mikroba, sedang kan
temperatur maksimum adalah temperatur tertinggi yang yang
masih dapat menumbuhkan mikroba.
2) Pengaruh % volume starter terhadap yield yang dihasilkan
11
Grafik 2. Memperlihatkan bahwa untuk 1% volume
starter, menghasilkan yield yang lebih besar dibandingkan
dengan 5% volume starter. Hal ini disebabkan pada
penambahan 1% volume starter sudah cukup untuk
mendegradasi karbohidrat sehingga emulsi santan dapat
dipecahkan menjadi asam, dengan demikian protein
terkoagulan dan minyak dapat dipisahkan dengan mudah.
Hal ini dapat juga dijelaskan bahwa dalam pertumbuhan
mikroba memerlukan faktor-faktor pertumbuhan antara lain C,
H, O, N, S, P. Unsur-unsur ini diperoleh dengan mengubah
protein, karbohidrat, dan zat-zat lain. Apabila media tersebut
adalah santan kelapa, tentunya emulsi protein menjadi tidak
stabil.
Selama pertumbuhannya, mikroba dari ragi dalam
emulsi mengadakan kegiatan untuk menghasilkan enzim,
antara lain enzim protease. Enzim protease ini memutus rantai-
rantai peptida dari protein berat molekul tinggi menjadi
molekul-molekul sederhana dan akhirnya menjadi peptida-
peptida dan asam amino.
Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa dengan
adanya aktivitas mikroba tersebut akan dihasilkan asam
sehingga akan menurunkan pH. Pada pH tertentu akan dicapai
titik isoelektrik dari protein yang merupakan lapisan pelindung
emulsi minyak. Protein akan menggumpal sehingga mudah
dipisahkan dari minyak.
VI.2 Proses Pengambilan Minyak Kelapa Secara Fermentasi Berulang
Dengan Menggunakan Sel Amobil Saccharomyces Cereviceae
VI.2.1 Amobilisasi Sacharomyces cereviceae
Dilarutkan 0,5 gram tepung agar – agar ke dalam 50 ml aquadest,
ditambahkan gula 2,5 gr. Selanjutnya dipanaskan pada temperatur 100° C
12
selama 20 menit. Selanjutkan larutan didinginkan sampai temperatur 38°C
dan dimasukkan 1 gr Sacharomyces cerevisiae, lalu diaduk merata,
didinginkan sampai suhu kamar. Kemudian dipotong – potong dengan
ukuran 0,5 x 0,5 cm.
VI.2.2 Pembuatan Starter
Ke dalam erlenmeyer 250 ml dimasukkan 25 ml skim kelapa, gula
0,5 gr dan kecambah yang telah dihaluskan 2,5 gr. Kemudian disterilkan
dengan autoclave lalu didinginkan sampai suhu kamar.Tambahkan sel
amobil saccharomyces cereviaiae lalu erlenmeyer ditutup dengan kapas
dan aluminium foil dan dibiarkan selama 2 jam.
VI.2.3 Pengambilan Minyak Dari Santan Kelapa Secara Fermentasi
Proses pengambilan minyak kelapa diawali dengan cara meremas
250 gr parutan kelapa dengan menggunakan air panas (80 - 90°C) dengan
perbandingan 1 : 1. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kain putih
untuk memisahkan filtrat dengan ampas kelapa. Cara tersebut dilakukan 2
kali, kemudian filtrat digabung dan didiamkan selama 2 jam sampai terjadi
pemisahan antara skim dan krim. Krim yang telah terbentuk dipisahkan
dengan corong pemisah. Sebanyak 100 ml krim dimasukkan ke dalam
botol fermentasi yang telah berisi Sacharomyces cereviceae amobil dan
starter, ditutup rapat, diaduk selama 5 menit, ditambah buffer pospat
sampai pH 4,5, difermentasikan sesuai waktu yang telah
ditetapkan( 24jam). Setelah selesai fermentasi, minyak dipisahkan dari
blondo dengan menggunakan kertas saring, diukur volume minyak
(ml).Kemudian dimurnikan dengan water bath dengan suhu 70˚ C. Analisa
minyak kelapa yaitu dengan cara ditimbang beratnya.
13
VI.2.4 Hasil dan Pembahasan Penelitian
Grafik 3. Hubungan antara Absorbancy terhadap Waktu
Dari kurva pertumbuhan Sacharomyces cereviceae yang telah
diukur selama 24 jam,dapat kita lihat bahwa pada waktu 2 – 4 jam
mikroba memasuki fase lag, dari jam ke- 4 sampai 14 berada pada fase
eksponensial. Sedangkan dari jam ke-16 sampai 18 memasuki fase
stasioner dan mengalami fase kematian setelah jam ke – 18. Untuk
pemanenan mikroba dipilih pada jam ke – 10 dimana pada waktu tersebut
sel sedang berkembang pesat.
Grafik 4.Hubungan antara Konversi Minyak Kelapa dengan
Pemakaian Sel Amobil.
Grafik 4. Menunjukkan bahwa semakin banyak volume starter
yang digunakan maka jumlah minyak yang dihasilkan juga semakin
bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak starter yang
14
ditambahkan pada proses, maka enzim yang dihasilkan dari aktivitas
mikroba juga semakin banyak sehingga minyak yang dihasilkan semakin
banyak pula.
Grafik 5. Pemakaian Sel Amobil terhadap Volume Minyak
Pemakaian sel amobil pertama dan kedua menunjukkan bahwa
volum minyak yang dihasilkan masih stabil yaitu 44 ml. Namun pada
waktu pemakaian 3 sampai 5 kali mengalami penurunan, hal ini karena sel
amobil aktivitasnya berkurang. Dan kestabilan sel amobil Sacharomyces
rereviceaea adalah 88,63%.
VI.3 Proses Penghasilkan Minyak Kelapa secara Fermentasi dengan
Potensi Isolat Bakteri dari Kepiting Batu
VI.3.1 Isolasi dan Karakterisasi Bakteri dari Kepiting Batu
Kepiting batu (Grapsus sp.) berukuran sedang (diameterkarapaks 5
cm) dihancurkan dengan mortar sampai lembut dan sebanyak satu gram
diencerkan seri untuk diisolasi bakterinya pada media agar-agar
LuriaBertani (LB) (1.0 gtripton, 0.5 g ekstrak khamir, 0.5 gNaCI, dan 1.2
gagar-agad100 ml media). lsolat tunggal yang tumhuh dan berbeda
dipisahkan untuk pencirian.
VI.3.2 Pembuatan Minyak Kelapa dengan Fermentasi
Kelapa tua diparut dan diperas untuk mendapatkan santan. Santan
dimasukkan ke dalam corong pemisah selama 30 menit sehingga terhentuk
15
dua lapisan, yaitu skim santan kelapa di bagian bawah dan krim santan
kelapa di bagian atas. Masing-masing 1 ose isolat bakteri ditumbuhkan
selama 24 jam dalam media skim santan ke1apa:air kelapa (9: 1) untuk
perbanyakan sel (Sukmadi & Nugroho 2002). Krim santan kelapa yang
digunakan sebagai media dipiasah dalam bol bening masing-masing
sebanyak 200 ml, kemudian dipanaskan dalam penangas air suhu 65 C
selama 15 menit.
Selain isolat bakteri, dalam percobaan ini digunakan juga gerusan
kepiting, isolat campuran, dan saccharomyces cerevisiae sebagai
pembanding. Gerusan kepiting yang digunakan sebanyak satu gram.
Isolate campuran merupakan proporsional semua isolat bakteri. Krim
santan kelapa diinokulasi sel bakteri atau sel saccharomyces cerevisiae
sebanyak 108 sel/ml jumlah sel dihitung dengan menggunakan metode
cawan tulang.
Minyak kelapa dari proses fermentasi dipisahkan dengan
sentrifugasi pada 4500 gram selama 15 menit yang di ukur volume
minyaknya. Sebanyak lima gram contoh minyak kelapa, minyak kelapa
dari isolat SKN05 , digunakan untuk mengukur kadar air dan angka asam.
Angka asam merupakan (ml KOH x N KOH x 56.1)/gram contoh.
Pengamatan warna dilakukan dengan cara membandingkan warna minyak
kelapa hasil fermentasi dengan minyak kelapa hasil pemanasan.
VI.3.3 Hasil dan Pembahasan Penelitian
VI.3.3.1 Hasil Penelitian
Isolat dari kepiting batu diuji lanjut dan kemampuan
metabolisme yang lain disajikan pada tabel 5. Berdasarkan
identifikasi dengan menggunakan Bergey’s Manual of
Determinative Bacteriology (Holt et al. 1994). Isolat SKN06
mendekati genus bakteri citrobacter.
16
Tabel 5. Hasil Uji API20E Isolat SKN06 dari Kepiting Batu
VI.3.3.2 Pembahasan Penelitian
S. cerevisiae dapat menghasilkan 40 ml minyak kelapa dari
200 ml media santan atau 20% dari total media santan. Isolat
SKN06 menghasilkan minyak sedikit di bawah S. cerevisiae,yaitu
38.5 ml. Kedua isolat memiliki kemampuan fermentative yang
tinggi pada media tersebut. Hasil ini lebih rendah dari laporan
Mahlil dan Wahyuno (1988). Mereka dapat menghasilkan
rendemen minyak 28.57% dari bobot bahan dengan bantuan
kepiting batu.
Kemampnan untuk menghasilkan minyak ini diduga
berhubungan dengan kemampuan bakteri menghasilkan enzim
penghidrolisis emulsi pengikat minyak dalam santan kelapa atau
enzim fermentatif. Volume minyak kelapa yang dibasikan oleh
isolat SKNOS sangat sedikit. Isolat ini mungkin tidak mampu
menghasilkan enzim pengemulsi atau enzim fermentatif minyak
dalam jumlahcukup atan memiliki enzim lipase sehingga minyak
yang dihasilkan segera diurai untuk keperluan pertumbuhan.
17
Minyak kelapa yang dihasilkan dari fermentasi santan
kelapa oleh isolat yang berasal dari kepiting batu rata-rata memiliki
kadar air yang relatif rendah bahkan lebih rendah daripada kadar
air minyak kelapa dari S. cerevisiae, kecuali dari isolat SKN05.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kualitas minyak kelapa hasil
fermentasi dengan isolat yang berasal dari kepiting batu lebih baik
daripada minyak kelapa hasil fermentasi dengan S. cerevisiae.
Kadar air yang rendah mencegah penurunan kualitas
minyak karena enzim hidrolisis tidak dapat bekerja atau reaksi
kimia lain yang memerlukan air dapat dikurangi. Secara umum
angka asam minyak kelapa hasil fermentasi dengan isolat bakteri
dari kepiting batu relatif sama dengan angka asam minyak kelapa
hasil fermentasi dengan S. cerevisiae pada minyak kelapa hasil
fermentasi. Inokulasi menggunakan isolat SKN07 menghasilkan
angka asam tinggi, sedangkan inokulasi menggunakan isolat
SKN05 menunjukkan angka asam paling rendah. Tinggi rendahnya
angka asam berhubungan dengan kemampuan isolat untuk
menghasilkan lipase. Bakteri yang menghasilkan lipase lebih
banyak menghasilkan asam lemak bebas. Angka asam yang besar
menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari
hidrolisis minyak atau boleh jadi karena proses pengolahan yang
kurang baik. Semakin tinggi angka asam, semakin rendah kualitas
minyak tersebut.
Pengamatan terhadap warna minyak hasil fermentasi
menunjukkan bahwa minyak hasil fermentasi berwarna lebih
bening dan jernih dibandingkan dengan warna minyak kelap yang
diperoleh dari pasar yang diketahui merupakan hasil proses
pemanasan santan. Warna kekuningan pada minyak hasil
pemanasan mungkin timbul karena berubahnya senyawa karbon
dalam minyak kelapa akibat pemanasan.
18
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pada pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan starter ragi
tempe, percobaan kondisi optimum untuk mencapai Yield maksimal
dicapai pada perbandingan % volume starter = 1 % dengan temperatur
40oC.
2. Pada pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan sel amobil
saccharomyces cereviceae, pemakaian sel amobil Sacharomyces
cereviceae 5 kali kestabilannya dapat dijaga sebesar 88,63%.
3. Pada pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dengan isolat bakteri
dari kepiting batu, diketahui bahwa kualitas minyak kelapa hasil
fermentasi dengan isolat yang berasal dari kepiting batu lebih baik
daripada minyak kelapa hasil fermentasi dengan saccharomyces
cerevisiae.
V.2 Saran
Berdasarkan karya tulis ini, maka penulis mengajukan saran agar
diadakannya penelitian eksperimental lebih lanjut mengenai cara-cara
pembuatan minyak kelapa dengan bahan dasar selain yang telah di temukan.
Selain itu, diantara bermacam-macam cara pembuatan minyak kelapa yang
sudah ada, sebaiknya dilakukan pembandingan agar ditemukan satu proses
yang dapat menghasilkan minyak kelapa yang paling bagus dengan acuan
meminimalisir kerugian dan mengutamakan pada keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA
19
Arsyad, Akbar. 2010. Bagaimana Membuat Minyak Kelapa dengan Metode
Fermentasi.
http://coconutmic.com/id/berita-industri/111-how-to-make-coconut-
oil-from-fermentation-method. 21 Mei 2001: 21.00.21 Mei 2001: 21.00.
MAPI. 2006. Teknologi Proses Pengolahan Minyak.
http://www.dekindo.com/content/teknologi/http://www.dekindo.com/content/teknologi/
Proses_Pengolahan_Minyak_Kelapa.pdfProses_Pengolahan_Minyak_Kelapa.pdf. 21 Mei 2001: 21.00.. 21 Mei 2001: 21.00.
Cahyono and Untari, Lia. 2009. Proses Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO)
dengan Fermentasi Menggunakan Starter Ragi Tempe. Semarang:
Seminar Tugas Akhir S1 Teknik Kimia UNDIP.
Utami, Lucky Indrati. 2009. Pengambilan Minyak Kelapa Secara Fermentasi
Berulang dengan Menggunakan Sel Amobil Saccharomyces
Cereviceae. Surabaya: Seminar Nasional Teknik Kimia.
Suryanto, Dwi; Nasution, Siti Khadijah; and Wirnaliza. 2005. Potensi Isolat
Bakteri dari Kepiting Batu untukMenghasilkan Minyak Kelapa secara
Fermentasi. Medan: USU Repository.USU Repository.
20