Post on 07-Aug-2015
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN
METODE KUADRAT
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktikum Ekologi Tumbuhan
Oleh :
Roseanni Kushargena 140410060010
Ayub Ratta Darmawan 140410060043
Vera Anzela 140410060058
Nadia Istiqomah 140410060066
Nugraha Putra Maulana 140410060067
Dwi Prasetya Aghita 140410060079
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2008
ANALISA VEGETASI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis vegetasi merupakan salah satu cara untuk mempelajari susunan
(komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan.
Dalam ekologi hutan hal yang diselidiki adalah suatu tegakan, yang merupakan
asosasi konkrit, berbeda dari inventarisasi hutan yang titik beratnya terletak pada
komposisi jenis pohon. Perbedaan inilah yang nantinya akan mempengaruhi cara
sampling.
Dari segi floristis ekologi “random sampling” hanya mungkin digunakan
apabila lapangan dan vegetasi yang diteliti homogen, seperti misalnya padang rumput
dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk keperluan penelitian ekologi hutan lebih
tepat dipakai “systematic sampling” atau bahkan “purposive sampling” pun boleh
digunakan pada suatu keadaan tertentu.
Metode plot adalah prosedur yang umum digunakan untuk sampling
berbagai tipe organisme. Plot biasanya berbentuk segi empat atau kuadrat bahkan
juga lingkaran.
Metode plot dapat digunakan untuk sampling tumbuhan bawah sampai
pohon atau bahkan juga hewan. Untuk keperluan sampling tumbuhan , terdapat dua
cara penerapan metode plot, yaitu :
1) Metode petak tunggal : kurva spesies area/ minimal area
2) Metode petak ganda : metode kuadrat
Namun pada praktikum kali ini, metode yang akan dilakukan adalah metode kuadrat.
Metode kuadrat dicetuskan oleh Frederick Edward Clement (1874-1945)
(Pound & Clement, 1898). Kuadrat adalah berupa bingkai dengan banyak bentuk yang
dapat ditempatkan di atas tanaman sehingga penutupannya dapat diestimasi dan
dihitung serta dicatat jenisnya.
Kuadrat digunakan untuk mendefinisikan contoh area dan biasanya dibuat
dari kayu, logam atau plastik kaku yang direntangkan, dilem, dilas atau dipalang
bersama untuk membentuk kuadrat. Tiga faktor yang diperkirakan berhubungan
dengan penggunaan kuadrat :
1. Distribusi tumbuhan
2. Bentuk dan ukuran kuadrat
3. Jumlah pengamatan yang dibutuhkan untuk mendapatkan estimasi kerapatan
yang memadai.
Pada metode kuadrat yang harus diperhatikan dalam hal pengambilan
bentuk, ukuran dan jumlah kuadrat. Perbedaan tipe vegetasi membutuhkan ukuran
kuadrat yang berbeda pula.Sejumlah kajian telah mengevaluasi ukuran kuadrat dan
tidak ada rekomendasi konsisten yang sudah dibuat mengenai ukuran untuk
dipergunakan.
Ukuran yang paling sering digunakan adalah :
- 0,25 m2 untuk bryophyta, lichens dan alga
- 0,25 – 16 m2 untuk rumput dan herba tinggi, semak pendek atau makrofita akuatik
- 25-100 m2 untuk komunitas semak tinggi
- 400-2500 m2 untuk pohon
Analisis vegetasi dengan metode kuadrat yaitu suatu analisa vegetasi
dengan menggunakan satuan kuadrat yaitu parameter frekuensi, dominansi, kerapatan
dan nilai penting.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang ingin diketahui pada praktikum ini adalah :
1) Jenis tumbuhan apa saja yang ada pada daerah sampel.
2) Frekuensi dan kerapatan relatif tumbuhan–tumbuhan yang ada di daerah sampel.
1.3 Maksud, Tujuan dan Kegunaan Praktikum
Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui komposisi dan
dominansi suatu spesies serta struktur komunitas di suatu daerah. Tujuan dari
praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat melakukan pengukuran beragam kelompok
vegetasi dengan ukuran yang tetap. Sedangkan kegunaan praktikum ini adalah untuk
melatih mahasiswa untuk menganalisa struktur komiunitas dan komposisi tumbuhan
yang terdapat di suatu daerah.
1.4 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Kuadrat ini dilakukan pada hari Selasa, 18 November 2008.
Dimulai pada pukul 08.00-13.00 WIB. Bertempat di Arboretum Universitas Padjadjaran
Jatinangor.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Vegetasi adalah keseluruhan kehidupan tetumbuhan atau himpunan semua
jenis tumbuhan pada suatu daerah (Rifai, 2002). Danserau (1957) dalam Mueller-
Dombois & Ellenberg (1974) mendefinisikan struktur vegetasi sebagai organisasi
dalam ruang dari individu-individu yang membentuk bidang (dan dengan perluasan dari
suatu tipe vegetasi atau asosiasi tumbuhan), dan dia menyatakan bahawa”elemen
primer dari struktur adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi, dan penutupan”. Struktur
vegetasi dalam ekologi tumbuhan dibagi ke dalam lima bagian, yaitu : fisiognomi
vegetasi, struktur biomasa, struktur bentuk kehidupan, struktur tumbuhan, dan struktur
tegakan. Kelima struktur tersebut merupakan kesatuan yang utuh dan saling
menunjang satu sama lain (Mueller dan Ellenberg, 1974). Sedangkan menurut
Fosberg (1958, dalam Rahmat, 2002) satu klasifikasi vegetasi yang rasional haruslah
didasarkan pada data:
1. Fisiognomi vegetasi
2. Struktur dan susunan komponen vegetasi
3. Fungsi sifat-sifat fenotipik
4. Komposisi susunan floristik
5. Dinamika suksesi
6. Hubungan habitat dengan keadaan lingkungan
7. Sejarah vegetasi.
Menurut Wyat-Smith dalam Soerianegara (1984) dalam Husodo (2008)
dalam suatu analisis vegetasi, tumbuhan digolongkan ke dalam 4 kategori berdasarkan
ukuran tinggi dan diameter batang, yaitu:
- Semai (seedling), permulaan mulai dari kecambah sampai tinggi 1,5 meter.
- Pancang (sapling), permulaan dengan tinggi 1,5 meter atau lebih, pohon muda
dengan diameter kurang dari 10 meter.
- Tiang (pole), pohon dengan diameter kurang dari 10cm.
- Pohon dewasa dengan diameter lebih dari 35 cm.
Menurut Ewusie (1990) dalam Husodo (2003), pada dasarnya analisis
vegetasi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu ciri kualitatif, yang bersifat gambaran
dari komunitas dan ciri kuantitatif, yang diperoleh dari hasil penghitungan. Untuk
pengukuran kuantitas pada suatu komunitas, sampel yang lebih penting untuk diambil
adalah jumlah individu atau densitas (= kelimpahan), frekuensi (jumlah plot atau saat
dimana ditemukan spesies pada kuadrat kecil yang telah ditandai atau poin sampel
yang telah ditandai), penutupan, baik pada area puncak dan tunas atau pada basal
area (Mueller-Dombois & Ellenberg, 1974).
Banyak pertanyaan akan muncul saat kita mempelajari sebarapa
pentingnya spesies tanaman tertentu dalam sebuah komunitas: Berapa luasnya
distribusi dari spesies ini. Berapa sering kehadiran spesies tanaman ini dalam
komunitas tersebut. Seberapa luas ruang atau plot ditemukannya spesies tersebut. Bila
kita dapat menjawab pertanyaan ini, maka kita bisa menguasai beberapa ilmu yang
menarik dan penting.
Banyak sekali metode penelitian dan pengamatan yang dapat dilakukan
untuk menjawab sejumlah pertanyaan di atas. Bila hanya membutuhkan informasi yang
gamblang mengenai setiap spesies tanaman dalam sebuah komunitas, maka cukup
apabila kita hanya menggunakan studi kuantitatif. Contohnya, untuk mengestimasi
kelimpahan dari setiap spesies, kita hanya membutuhkan persiapan sederhana dengan
mencatat spesies yang muncul dan mengkategorikan setiapnya dalam kelimpahan,
frekuensi. Hal ini tentunya sulit dilakukan bila melihat kenyataan di lapangan.
Informasi kuantitatif yang sangat akurat bisa didapatkan bila tim pengamat
mengidentifikasi,menghitung dan mengukur semua tanaman yang ada. Pada area
yang besar hal ini tentunya bisa saja dilakukan, apabila memugkinkan. Tetapi hal ini
tidak perlu dilakukan lagi semenjak para ahli ekologi berhasil menemukan teknik
pengambilan sampel yang dapat memberikan hasil yang sama dalam waktu yang
singkat. Salah satu dari teknik tersebut adalah dengan menggunakan metode kuadrat.
Ukuran Kuadrat
Baik ketinggian maupun kepadatan dari tanaman di sebuah area studi harus
diperhatikan ketika kita memutuskan berapa besar ukuran kuadrat yang harus dibuat.
Kuadrat tersebut harus cukup besar sehingga terkandung jumlah tanaman yang
signifikan, dan juga harus cukup kecil agar memudahkan kita untuk mengidentifikasi,
menghitung dan agar tidak memakan waktu yang terlalu panjang.
Jenis Kuadrat
Jika satu jenis kuadrat telah dipilih, maka tipe variasi informasi bisa
didapatkan dari kuadrat tersebut. Penamaan kuadrat disesuaikan dengan tipe
informasi yang dilihat dan kegunaannya.
a). List quadrat.
Pada kuadrat tipe ini, tanaman yang berada di plot diidentifikasi dan diberi nama.
Tidak ada penghitungan jumlah individu. Jika list quadrat memungkinkan untuk
digunakan di area studi, maka kita bisa mengkalkulasi frekuensi kemunculan setiap
spesies, yang adalah, jumlah kuadrat di mana setiap spesies muncul.
b). Count quadrat.
Di sini, baik jumlah maupun nama dari setiap spesies turut dicantumkan. Informasi
mengenai ketinggian dan diameter biasanya juga dicatat. Count quadrat lebih
banyak digunakan dalam survei kayu gelondongan di mana hal ini berguna untuk
mendeterminasi nilai jual dari kayu gelondongan tersebut.
c). Cover quadrat.
Dalam studi ekologi seringkali kita harus megetahui berapa persentase dari
permukaan tanah di area studi yang “ditutupi” spesies tertentu. Dan cover quadrat
digunakan untuk memenuhi hal tersebut.
d). Chart quadrat.
Sebuah chart quadrat adalah peta untuk membuat skala sebuah plot, dapat
menunjukkan posisi dari bermacam-macam tanaman. Walaupun hal ini memakan
waktu banyak, tetapi chart quadrat sangat berguna bila kita berencana untuk
mempelajari area yang sama dalam periode waktu yang panjang.
Bentuk dari Kuadrat
Kata “kuadrat” yang berarti plot persegi sering sekali digunakan dalam
metode analisis vegetasi. Tetapi, bentuk plot yang persegi panjang dan bulat lebih
sering digunakan.Pemilihan bentuk dalam metode ini sangat bergantung pada vegetasi
alam yang akan diinvestigasi. Plot bentuk bulat biasanya memberikan hasil yang lebih
valid untuk vegetasi tingkat rendah bila dibandingkan dengan penggunaan plot persegi
dengan besar atau luas yang mirip di tempat yang sama. Tambahan lagi, plot bentuk
bulat lebih mudah didenahkan atau digambarkan. Jika hanya plot kecil yang
dibutuhkan, satu seri simpul dapat dibuat dengan arah acak dari titik pusat. Plot bukat
yanglebih besar dapat didenahkan. Plot bulat ini sangat efektif bila digunakan untuk
daerah vegetasi tingkat rendah.
Plot persegi empat dan persegi panjang dapat digunakan pada vegetasi di
ketinggian berapapun. Plot persegi panjang biasanya memberikan hasil yang lebih
akurat bila dibandingkan dengan penggunaan plot persegi empat dengan besar atau
luas yang sama di tempat yang sama. Hal ini dikarenakan lebih mudah untuk
mendeteksi variasi vegetasi di sebuah area jika bentuk sebuah plot memanjang. Oleh
sebab itu, plot persegi panjang ini terutama berguna di daerah seperti bukit berpasir di
mana kondisi lingkungan dan tipe vegetasinya memiliki kemiringan. Dalam kasus
seperti ini poros yang panjang dari plot tersebut harus disambungkan ke arah pusat
kemiringan. Kuadrat persegi panjang yang biasa dipakai memiliki panjang-lebar
dengan rasio 1:2, 1:4 atau 1:8.
Kuadrat persegi dan persegi panjang dapat dibentuk dengan menggunakan
meteran. Sementara yang lebih besar bisa ditandai dengan empat pancang dan tali.
Langkah pertama adalah mendenahkan sebuah kuadrat dengan membentuk sudut
yang tepat dari ujung kuadrat. Hal ini bisa dilakukan dengan meletakkan dua pancang
dengan jarak 9 meter satu sama lainnya lalu meletakkan dua pancang yang lain
dengan jarak yang sama (9 meter), dan antara dua pancang yang satu dengan dua
pancang yang lain berjarak 15 meter, sehingga terbentuklah plot persegi panjang.
A. Pengukuran densitas atau kelimpahan dalam kuadrat
Parameter ini berhubungan dengan penghitungan individu per unit area.
Penghitungan ini biasanya dilakukan dalam kuadrat kecil yang ditempatkan beberapa
kali dalam suatu komunitas, lalu jumlah individu per spesies tersebut dikalkulasikan
untuk sampel area total oleh kuadrat kecil dan hasilnya menunjukan kelimpahan
spesies per unit area yang cocok, seperti meter persegi, are atau hektar. Penghitungan
ini mungkin merupakan konsep analitis termudah untuk dimengerti, namun terkadang
menyebabkan beberapa kesulitan dalam aplikasinya seperti sulit mengidentifikasi
individu, efek marginal dari kuadrat, dan waktu yang dibutuhkan untuk menghitung
individu herba dan semak.
Ukuran kuadrat harus berhubungan dengan ukuran dan jarak individu,
karena menghitung spesies dengan jumlah individu yang banyak tidak akan dapat
selesai secara akurat dalam plot besar kecuali mereka terbagi-bagi atau individu
tersebut ditandai setelah masing-masing dijumlahkan satu persatu. Ukuran kuadrat
biasanya bervariasi dalam limit untuk stratum dengan ketinggian masing-maisng.
Biasanya, ukuran yang digunakan untuk pohon, kuadrat 10 x 10 m; untuk pohon semak
sampai ketinggian 3 m, kuadrat 4 x 4 m; dan untuk lapisan herba, kuadrat 1 x 1m.
Clapham (1932) dan kawan-kawan (seperti Bormann 1953) telah
mendemonstrasikan bahwa bentuk dari kuadrat densitas juga memiliki efek terhadap
akurasi penghitungan. Bentuk persegi panjang ternyata lebih eisien dibandingkan
bentuk persegi atau lingkaran, karena umunya terdapat kecenderungan merumpun
dalam vegetasi (Greig-Smith, 1964 dalam Mueller-Dombois & Ellenberg, 1974).
B. Ketepatan Frekuensi
Berhubungan dengan jumlah waktu/plot dimana spesies muncul dalam poin
sampel atau plot yang telah ditandai. Ditujukan dengan fraksi total, biasanya dalam
persen. Tidak ada penghitungan yang terlibat, hanya pencatatan kehadiran spesies.
Dalam penempatannya, spesies dicatat tanpa memperhatikan kuantitas atau jumlah
individu. Untuk membandingkan komunitas yang berbeda, frekuensi ditunjukan dalam
persentasi dari jumlah total penempatan, disebut persentasi frekuensi atau index
frekuensi.
Frekuensi adalah parameter kuantitatif yang paling umum digunakan untuk
analisis hutan semak dan komunitas herba dalam studi deskiptif Amerika Utara
(Mueller-Dombois & Ellenberg, 1974). Frekuensi memberikan sedikit atau tidak ada
indikasi dari penutupan sewaktu ditentukan dalam kuadrat. Spesies dengan jumlah
individu sedikit dan tersebar melewati area sampel akan memberikan nilai frekuensi
yang tinggi, walaupun penutupannya mungkin kurang signifikan. Spesies dengan
beberapa individu tetapi area puncak atau basalnya lebar hingga menutupi porsi yang
tinggi dari area sampel akan memberikan frekuensi yang rendah. Walau begitu, ini
semua bergantung pada kriteria tumbuhan mana yang termasuk atau tidak dalam
penghitungan frekuensi.
C. Pengukuran Penutupan
Biasanya penutupan didefinisikan sebagai proyeksi secara vertikal dari area
puncak atau tunas suatu spesies pada permukaan tanah yang ditunjukan sebagai
fraksi atau persen dari area tertentu. Selain area puncak, penutupan juga secara tidak
langsung memproyeksikan area basal dari permukaan tanah. Basal area,
memperlihatkan garis bentuk area suatu tanaman pada permukaan tanah. Konsep
basal area ini terkadang digunakan untuk bentuk hidup caespitose seperti serangkaian
rumput,
Pada vegetasi herba rendah, penutupan terkadang dapat dipetakan dengan
menggunakan kuadrat kecil. Sebagai contoh, dalam kuadrat meter persegi atau frame,
garis bentuk dari area puncak pada spesies tertentu atau sistem tunas basal atau
dasarnya dapat digambarkan dengan skala pada selembar kertas. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara membagi-bagi meter persegi menjadi 100 dm dan dengan
memberi nomer koordinat pada frame kuadrat, biasanya 1 sampai 10. Bentuk puncak
atau basal tunas dan area yang ditempati oleh berbagai bentuk tumbuhan akan dapat
dipindahkan cukup akurat pada lembaran kertas.
Dalam penghitungan penutupan tumbuhan, metode pemetaan kuadrat ini
memiliki dua keterbatasan utama yaitu
1. Penutupan tumbuhan hanya ditunjukan secara diagram. Hal tersebut tetap
harus diukur.
2. Metode ini hanya terbatas pada tumbuhan yang bentuk penutupan tunasnya
hampir 100 persen. Tidak dapat digunakan untuk penutupan tumbuhan
heterogen atau campur, dimana sistem tunasnya bercampur baur.
Metode ini tidak dapat dipergunakan secara baik untuk memperoleh sampel
tumbuhan yang mewakili spesies yang penutupannya melewati area lebih besar. Hal
ini berguna hanya untuk analisis detail dari area kecil, seperti untuk kuadrat permanen.
III. METODOLOGI
3,1 Metode Umum
Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode petak ganda
atau petak kuadrat yaitu dengan menggunakan banyak petak yang letaknya tersebar
secara merata dan dilakukan dengan sistematis.
3.2 Alat dan Bahan
Alat/Bahan Fungsi/Kegunaan/Parameter yang
diukur
Alat tulis Mencatat data yang diperoleh
Kompas Menentukan koordinat jalur transek
Meteran Mengukur luas plot
Patok Membatasi petak/ plot
Tali raffia menandai luas petak/ plot
3.3 Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada metode kuadrat ini menggunakan teknik
survey yaitu dengan menginventarisasi/ mencatat seluruh jenis tumbuhan yang ada di
plot/ petak
3.3.2 Tata Cara/Prosedur
Pertama, tentukanlah daerah yang akan dibuat plot dan dikumpulkan
sampel tumbuhannya dengan cara acak (random) atau secara sistematik. Buatlah plot
dengan cara bertingkat dan menandai dengan patok dan tali rafia dengan ukuran yang
bervariasi (1m x 1m; 2m x 2m; 4m x 4m). Setelah pembuatan plot, lakukan
pengamatan dan hitunglah jumlah tumbuhan yang ada pada tiap plot, menyesuaikan
dengan kriteria yang telah ditentukan : plot 1m x 1m = jenis rumput-rumputan; 2m x 2m
= tumbuhan herba, semak dan 4m x 4m = pancang. Buatlah tabulasi data dari data
yang telah diperoleh dan analisa frekuensi, kerapatan, dominansi dan indeks nilai
pentingnya. Untuk mengetahu dominansi pohon maka harus diukur diameter batang
setinggi dada (DBH) dan akan didapat basal areanya dengan rumus lingkaran,
sedangkan untuk semak dan tumbuhan penutup tanah digunakan luas penutupan
kanopi dengan persentase, namun pada umumnya persentase penutupannya lebih
dari 100% per plot karena tumpang tindih.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Analisis Data Lapangan
Dari data yang dipeoleh dari setiap plot yang dibuat maka hitung dan
analisis frekuensi mutlak dan relatif, dominansi mutlak dan relatif dan kerapatan mutlak
dan relatif serta indeks nilai penting.
Frekuensi mutlak (Fm) : menunjukkan kepadatan suatu spesies dari
seluruh plot yang dibuat, dicatat berdasarkan kepadatan suatu
spesies di seluruh plot pengamatan.
Fm = jumlah plot ditemukan jenis
jumlah seluruh plot pengamatan
Frekuensi relatif (FR) : keepadatan suatu spesies dari seluruh
kepadatan spesies lain dari seluruh plot dalam satuan persentase.
FR = frekuensi mutlak dari suatu jenis x 100%
Frekuensi mutlak dari seluruh spesies
Kerapatan (densitas) mulak (Km) : menunjukkan jumlah individu per
unit area (luas) atau unit volume.
Km = jumlah total individu untuk spesies ke-I
Luas total plot pengamatan yang disampling
Kerapatan relatif (Kr) : perbandingan jumlah individu spesies ke-I
dengan jumlah total individu seluruh spesies dalam satuan
persentase.
KR = kerapatan mutlak suatu spesies ke- I x 100%
Kerapatan mutlak total seluruh spesies
Untuk kerapatan dapat digunakan susunan kadar kerapatan Braun Blanquet
(1927) yang lebih terperinci dan mudah dilakukan . kadar kerapatan ada 2 skala yaitu :
1) kelas pertama merupakan kombinasi dari banyaknya individu suatu jenis dengan
kerimbunan daripada spesies tesebut dan 2) skala kedua membentuk gambaran
tentang pengelompokannya :
r : satu atau sangat sedikit individu, dan penutupannya 1 %
+ : sedikit sampai beberapa individu, penutupannya < 1%
1 : beberapa sampai banyak individu, penutupannya 1-5%
2 : sangat banyak individu, penutupannya 5-25%
3 : penutupannya 25-50%, jumlah individu bebas
4 : penutupannya 50-75%, jumlah individu bebas
5 : penutupannya 75-100%, jumlah individu bebas
Sedangkan skala Domin Krajinan, dalam menaksir kerapatan
penutupan (cover abundance) :
10 : kerimbunan 100%
9 : kerimbunan 75 %
8 : kerimbunan 50-75%
7 : kerimbunan 33-50%
6 : kerimbunan 25-33%
5 : kerimbunan 10-25%
4 : kerimbunan kecil 5-10%
3 : kerimbunan kerap 1-5%
2 : kerimbunan <1%
1 : kerimbunan jarang sekali
+ : kerimbunan kecil, terisolasi
Dominansi mutlak (Dm) : penutupan (coverage) spesies terhadap
seluruh plot pengamatan
Dominansi relatif (DR) : perbandingan luas basal area suatu spesies
dengan luas basal area seluruh spesies pada plot pengamatan
dalam satuan persentase.
DR = dominansi mutlak spesies ke-I x 100%
dominansi mutlak seluruh spesie pada plot
Indeks Nilai Penting (Important Value)/ INP : merupakan suatu
besaran yang menunjukkan dominansi atau kekuasaan suatu jenis
terhadap jenis-jenis lainnya pada suatu vegetasi tertentu dan
merupakan hasil penjumlahan dari FR, KR dan DR
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan Kelompok 9
Data Fisik
Intensitas Cahaya : 210 Candela Suhu Tanah : 24,3 oC
pH Tanah : 5,03 Kelembaban tanah : 62 %
Suhu Udara : 27,3 o C Kelembaban Udara : 78,3 %
PLOT 1x1 m
Nama Tumbuhan
Kadar penutupan per plot (%)
BBDM
DR (%)1 2 3 Rumput teki (Cyperus rotundus) 2 2 30% 0.13 21.429Rumput gajah 2 10% 0.04 7.143
Ilalang 3 30% 0.13 21.429Putri malu (Mimmosa pudica) 2 2 15% 0.02 3.571Semanggi (marsiles crenata) 2 5% 0.02 3.571Kembang telang (Clitoria ternatea) 2 2 20% 0.04 7.143Oxalidaceae 2 20% 0.08 14.286Lamiaceae 5 80% 0,33 36,49Rumput A 2 20% 0.08 14.286Rumput B 2 10% 0.04 7.143
TOTAL 240% 0,913 100
PLOT 2x2 m
Nama TumbuhanPlot
FM FR (%) KM KR (%) DM DR (%) INP (%)1 2 3Oxalidaceae 15 4 0,67 14,3 19 13.971 0.14 13.971 28.09Rumput jarum 19 7 0,67 14,3 26 19.118 0.191 19.118 38.38
Tapak liman (Elephantopus scaber) 10 12 0,67 14,3 22 16.176 0.162 16.176 32.50Ki Rinyuh (Eupathorium odoratum) 1 10 0,67 14,3 11 8.088 0.081 8.088 16.32Areuy patuk manuk (Thunbergia alata) 4 0,33 7,1 4 2.941 0.029 2.941 5.95Pilea sp 25 25 0,67 14,3 50 36.765 0.368 36.765 73.67Spesies A 2 0,33 7,1 2 1.471 0.015 1.471 3.01Spesies B 1 0,33 7,1 1 0.735 0.007 0.735 1.54Spesies C 1 0,33 7,1 1 0.735 0.007 0.735 1.54TOTAL 136 4,67 100 136 100 1 100 200.00
PLOT 4x4 m
Nama TumbuhanPlot
FM FR (%) KM KR (%) DM DR (%) INP (%)1 2 3Takokak (Solanum torvum) 6 0,33 12,4 6 3,8 0.038 3.75 3.912Sengon (Albizzia falcataria) 67 26 0,67 25,2 93 58,00 0.581 58.125 58.958
Saliara (Lantana camara) 2 0,33 12,4 2 1,3 0.013 1.25 1.387Pilea sp 25 25 0,67 25,2 50 31,3 0.313 31.25 31.815Pisang (Musa paradisiaca) 6 0,33 12,4 6 3,8 0.038 3.75 3.912Verbenaceae 3 0,33 12,4 3 1,9 0.019 1.875 2.018TOTAL 160 2,66 100 160 100 1 100 300.000 PLOT 8x8 m
Nama TumbuhanPlot
FMFR (%) KM
KR (%) DM
DR (%)
INP (%)1 2 3
Pulai (Alstonia scolaris) 1 1 0,67 18,4 2 16,7 0.167 16.667 17,021Baragalan 1 0,33 9,1 1 8,3 0.083 8.333 8.5
Jeruk Purut (Citrus hystrix) 1 0,33 9,1 1 8,3 0.083 8.333 8.5Kelapa (Cocos nucifera) 1 0,33 9,1 1 8,3 0.083 8.333 8.5Bisbul (Diospiros discolor) 1 0,33 9,1 1 8,3 0.083 8.333 8.5Kapuk (Ceiba petandra) 1 0,33 9,1 1 8,3 0.083 8.333 8.5Sengon (Albizzia falcataria) 2 0,33 9,1 2 16,7 0.167 16.667 17,021Kembang Merak (Caesalpinia pulcherima)
1
0,33 9,1 1 8,3 0.083 8.333 8.5Pohon A 1 0,33 9,1 1 8,3 0.083 8.333 8.5Pohon B 1 0,33 9,1 1 8,3 0.083 8.333 8.5TOTAL 12 3,64 100 12 100 1 100 300
DATA ANGKATAN 2006
Plot 1m x 1m (dengan memakai kadar kerapatan Braun Blanquet ) No Nama Spesies Kelompok / Plot DM DR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Rumput teki 1 3 2 + 1 8 8%2 Rumput gajah 5 2 1 4 3 4 2 2 2 25 25%3 Rumput raksasa (ilalang) 2 2 + 5 5%4 Mimosa 1 + 2 2%5 Semanggi 1 1 1%6 Kembang telang 2 2 2%7 Oxalidaceae 2 2 2%8 Graminae (rumput biasa) 2 2 4 4%9 Cyperus rotundus 2 2 2%
10 Tumbuhan melata 2 2 2%11 Centosoma pubescens 1 1 1%12 Rumput pita 2 3 1 2 4 12 12%13 Andropogon sp 2 2 2%14 Cynodon dactylon 1 1 1%15 Rumput padi 3 3 3%16 Cyperus alternifolius + 1 1%17 Thunbergia alata + 1 1%18 Cyperus brevifolius 1 1 2 2%19 Tembagaan 2 + 3 3%20 Rumput A (10) 2 + 3 3%21 Rumput B (7) 2 3 1 6 6%22 Rumput C (9) 3 3 3%23 Spesies E (10) 2 2 2%24 Spesies A (2) 2 1 3 3% JUMLAH 96 100%
Plot 2m x 2m
No Nama spesies Kelompok/plot Total FmFR (%)
KmKR (%)
Dm DR INP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Oxalidaceae 12 12 0.083 1% 0.25 1% 12 1% 3%2 Rumput Jarum 26 26 0.083 1% 0.54 2% 26 2% 5%3 Tapak liman 8 5 22 3 38 0.333 4% 0.79 3% 38 3% 10%4 Kirinyuh 3 1 3 11 5 23 0.416 5% 0.47 2% 23 2% 9%5 Arey patuk manuk 4 2 6 0.166 2% 0.13 0% 6 0% 3%6 Pilea sp 1 50 51 0.166 2% 1 4% 51 4% 9%7 Bauhinia purpurea 19 1 20 0.166 2% 0.42 1% 20 1% 5%8 Kacang-kacangan 18 18 0.083 1% 0.38 1% 18 1% 4%9 Bixaolerona 1 1 0.083 1% 0.02 0% 1 0% 1%
10 Caesalpinia pulcherima 2 1 3 0.166 2% 0.06 0% 3 0% 3%11 P. spicata 10 10 0.083 1% 0.21 1% 10 1% 3%12 Galinggem 4 4 0.083 1% 0.08 0% 4 0% 2%13 Oxalis 2 2 0.083 1% 0.04 0% 2 0% 1%14 Papilionaceae 5 5 0.083 1% 0.1 0% 5 0% 2%15 Euphatorium podoratum 1 1 0.083 1% 0.02 0% 1 0% 1%16 Sawo Belanda 1 1 0.083 1% 0.02 0% 1 0% 1%17 Pseudoelephanthopus scaber 2 32 2 39 75 0.333 4% 1.56 5% 75 5% 15%18 Mimosa pudica 5 2 15 1 7 5 35 0.5 6% 0.72 2% 35 3% 11%19 Canna indica 5 5 0.083 1% 0.1 0% 5 0% 2%20 Ageratum conizoides 35 3 2 40 0.25 3% 0.83 3% 40 3% 9%21 Terminalia cahapa(ketapang) 1 1 0.083 1% 0.02 0% 1 0% 1%22 Syzigium sp 3 1 4 0.166 2% 0.08 0% 4 0% 3%23 Tempuyung(Soncus arvensis) 1 1 0.083 1% 0.02 0% 1 0% 1%24 Centela asiatica 1 1 0.083 1% 0.02 0% 1 0% 1%
25 Gomprena sp 2 2 0.083 1% 0.04 0% 2 0% 1%26 Stachytarpheta sp. 18 18 0.083 1% 0.38 1% 18 1% 4%27 Cana hibrida 1 21 22 0.166 2% 0.46 2% 22 2% 5%28 Lantana camara (saliara) 1 49 50 0.166 2% 1.04 4% 50 4% 9%29 Kerma 31 31 0.083 1% 0.65 2% 31 2% 6%30 Stachytarpeta jamaicensis 6 6 0.083 1% 0.13 0% 6 0% 2%31 Adas 3 3 0.083 1% 0.06 0% 3 0% 1%32 Salvia sp 2 2 0.083 1% 0.04 0% 2 0% 1%33 Ocimum basilicum 1 1 0.083 1% 0.02 0% 1 0% 1%34 Euphatorium odoratum 4 4 0.083 1% 0.08 0% 4 0% 2%35 Jarong ungu 14 14 0.083 1% 0.29 1% 14 1% 3%36 Kaliandra 24 24 0.083 1% 0.5 2% 24 2% 5%37 Merry gold 19 19 0.083 1% 0.4 1% 19 1% 4%38 Babandotan 1 1 0.083 1% 0.02 0% 1 0% 1%39 Mimosa pigra 2 13 15 0.166 2% 0.31 1% 15 1% 4%40 Tithonia diversifolia 5 5 0.083 1% 0.1 0% 5 0% 2%41 Urena lobata 3 3 0.083 1% 0.06 0% 3 0% 1%42 Chromolaena odorantha 12 12 0.083 1% 0.25 1% 12 1% 3%43 Wedelia triloba 215 215 0.083 1% 4.48 15% 215 15% 32%44 Euphatorium inufolium 4 4 8 0.166 2% 0.17 1% 8 1% 3%45 Centrosoma sp 2 2 4 0.166 2% 0.08 0% 4 0% 3%46 Seedling 385 385 0.083 1% 8.02 28% 385 28% 56%47 Leguminacae 2 2 0.083 1% 0.04 0% 2 0% 1%48 Ipomea sp 6 6 0.083 1% 0.13 0% 6 0% 2%49 Spes A(11) 2 7 9 0.166 2% 0.19 1% 9 1% 3%50 Spes B(11) 12 2 1 15 30 0.333 4% 0.62 2% 30 2% 9%51 Spes C(11) 2 2 2 1 5 12 0.416 5% 0.25 1% 12 1% 7%52 Spes D (11) 3 2 5 0.166 2% 0.1 0% 5 0% 3%53 Spes E (11) 14 11 25 0.166 2% 0.52 2% 25 2% 6%
54 Spes F (11) 3 3 0.083 1% 0.06 0% 3 0% 1%55 Spesies G 8 8 0.083 1% 0.17 1% 8 1% 2%56 Tumbuhan A 64 64 0.083 1% 1.33 5% 64 5% 10% Jumlah 1391 7.727 100% 28.93 100% 1391 100% 300%
Plot 4mx 4m
No Nama spesies Kelompok/plot Total Fm FR Km KR Dm DR INP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Mimosa pigra 11 11 0.005 2% 0.057 3% 11 3% 7%2 Mimosa pudica 9 15 44 68 0.015 7% 0.354 16% 68 16% 39%3 Solanum torpum 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%4 Syzigium sp 1 2 7 3 13 0.02 9% 0.068 3% 13 3% 15%5 Sengon 93 93 0.005 2% 0.484 22% 93 22% 46%6 Pilea sp 50 50 0.005 2% 0.26 12% 50 12% 26%7 Musa paradisiacal 6 3 9 0.01 5% 0.047 2% 9 2% 9%8 Lantana camara (Saliara) 1 2 3 0.01 5% 0.016 1% 3 1% 6%9 Takokak 6 6 0.005 2% 0.031 1% 6 1% 5%
10 Bauhinia purpurea 6 6 0.005 2% 0.031 1% 6 1% 5%11 B.olerana 4 4 0.005 2% 0.021 1% 4 1% 4%12 C.pulcherima 7 1 8 0.01 5% 0.042 2% 8 2% 8%13 Jarak 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%
14jarong ungu (Stachytarpeta jamaicensis)
1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%
15 Arachis sp 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%16 Citrus sp 3 2 5 0.01 5% 0.026 1% 5 1% 7%17 Tectonia grandis 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%18 Bambu sp 53 53 0.005 2% 0.276 12% 53 12% 27%19 Jelata 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%20 Swietenia 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%21 Calliandra calothyrsus 31 31 0.005 2% 0.161 7% 31 7% 17%22 Tapak liman semu 34 34 0.005 2% 0.177 8% 34 8% 18%23 Katuk 2 2 0.005 2% 0.01 0% 2 0% 3%
24 Starchypeta indica 9 9 0.005 2% 0.047 2% 9 2% 6%25 Verbenaceae 4 3 7 0.01 5% 0.036 2% 7 2% 8%26 Kirinyuh 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%27 Spesies Q 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%28 Spesies R 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%29 Spesies A 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%30 spesies C 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%31 Spesies F 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%32 Spesies 4 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%33 Pancang A 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3%34 Kacang A 1 1 0.005 2% 0.005 0% 1 0% 3% Jumlah 428 0.22 100% 2.224 100% 428 100% 300%
Plot 8m x 8m
No Nama spesiesKelompok/plot
Total Fm FR Km KR Dm DR INP1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Bauhinia purpurea 3 3 0.0013 2% 0.0039 4% 3 4% 10%2 C. pulcherima 2 2 0.0013 2% 0.0026 2% 2 2% 6%3 B. olerana 2 2 0.0013 2% 0.0026 2% 2 2% 6%4 Musa paradisiacal 1 12 13 0.0026 4% 0.0169 15% 13 15% 34%5 Syzigium sp 4 2 1 1 8 0.0052 7% 0.0104 10% 8 10% 26%6 Tamarindus indica 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%7 Scimawalichi 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%8 Poh pohan 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%9 Pulai 2 2 0.0013 2% 0.0026 2% 2 2% 6%
10 Citrus sp 1 2 3 0.0026 4% 0.0039 4% 3 4% 12%11 Cocos nucifera 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%12 Bisbul(Diosphiros discolor) 1 1 2 0.0026 4% 0.0026 2% 2 2% 8%13 Kapuk 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%14 Baragala 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%15 Pohon (ky cynometra) 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%16 Sengon 2 2 0.0013 2% 0.0026 2% 2 2% 6%17 Caesalpinea 1 1 2 0.0026 4% 0.0026 2% 2 2% 8%18 Fillicium decipiens 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%19 Acacia sp. 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%20 Cananga odorata 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%21 Tectona grandis 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%22 Hibiscus stilaceus 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%23 Artocarpus communis 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%24 Pappilionaceae A(1) 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%25 Anona muricata 3 3 0.0013 2% 0.0039 4% 3 4% 10%
26 Abrus precatorius 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%27 Mangifera indica 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%28 Areca cathecu 3 3 0.0013 2% 0.0039 4% 3 4% 10%29 Averhoa carambola 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%30 Cassia sp 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%31 Palem 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%32 Callophylum inophylum 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%33 Spatodea campanulata 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%34 Gnetum gnemon 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%35 Bombacaceae 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%36 Ficus sp 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%37 Galinggem 2 2 0.0013 2% 0.0026 2% 2 2% 6%38 Euphorbiaceae 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%39 Ficus lyrata 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%40 Spesies A (3) 1 2 3 0.0026 4% 0.0039 4% 3 4% 12%41 Spesies D (4) 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%42 Spesies G (2) 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%43 Spesies H (2) 2 2 0.0013 2% 0.0026 2% 2 2% 6%44 Spesies N (6) 2 2 0.0013 2% 0.0026 2% 2 2% 6%45 Pancang A (7) 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4%46 Pohon A (9) 1 1 0.0013 2% 0.0013 1% 1 1% 4% JUMLAH 84 0.0702 100% 0.1092 100% 84 100% 300%
4.2 Pembahasan
4.2.1. Pembahasan Data Kelompok 9
Pada plot 1x1 m praktikan mengambil sampel dengan criteria ground cover, yaitu
tanaman sebagai penutup lapisan tanah dengan ketinggian maksimal tidak lebih dari 1 m.
Yang termasuk ke dalam golongan tumbuhan Ground cover diantaranya didominasi
golongan rumput-rumputan. Jenis rumput yang banyak ditemukan di semua plot
diantaranya rumput teki (Cyperus rotundus) dan rumput gajah. Sedangkan yang memiliki
dominansi tertinggi adalah dari kelompok Lamiaceae pada daerah 3 karena penutupannya
hampir di seluruh plot 1x1 m di daerah tersebut. Dari 3 plot 1x1 m yang dibuat, rumput teki
dan famili Lamiaceae kadar penutupannya relative paling tinggi. Pada plot 1x1 digunakan
metode Braun Blanket untuk menghitung susunan kadar kerapatan karena jumlah individu
spesies rumput-rumputan terlalu banyak sehingga sulit dihitung. Penggunaan metode ini
juga berfungsi untuk melihat presentase kerapatan/penutupan golongan rumput di daerah
pengamatan. Selain itu, dengan metode ini memudahkan praktikan melihat dan
menghitung kerapatan tumbuhan penutup lapidsan tanah tersebut (ground cover). Jenis
rumput yang dimaksud adalah tumbuhan yang memiliki ketinggian di bawah 50 cm .
Menurut Soerianegara, tumbuhan golongan penutup lapisan tanah ini temasuk dalam
stratifikasi tumbuhan tipe E dengan ukuran ketinggian antara 0-1 m. Jenis rumput yang
menempati indeks nilai penting tertinggi adalah dari golongan Lamiaceae sebesar 36,49
%. Hal ini menunjukan bahwa gologan tersebut dapat hidup dengan baik di lokasi tersebut
dan dapat membentuk komunitas tersendiri secara berkelompok sehingga mampu
menguasai area tersebut. Selain itu, nilai penting trtinggi ini dapat menunjukkan daya
adaptasi yang relatif lebih tinggi terhadap faktor lingkungan sekitarnya dibanding dengan
kelompok ground cover lainnya. Pada setiap plot 1x1 kuadrat kelompok, hampir semua
kelompok menunjukan bahwa komposisi rumput-rumputan terdapat dalam daerah yang
dicuplik. Hal ini berarti bahwa vegetasi rumput cukup adaptif terhadap lingkungan.
Sedangkan pada plot 2x2 yang digunakan untuk mengetahui struktur komunitas
dari herba, didapat kerapatan terbesar pada spesies Pilea sp sebesar 36,76%. Tumbuhan
yag diamati pada plot ini masuk ke dalam stratifikasi tumbuhan tipe D, yaitu lapisan
tumbuhan perdu, herba, dan semak dengan ketinggian antara 1-4 m. Kerapatan tertinggi
Pilea sp menunjukkan tumbuhan tersebut berada dalam jumkah yang lebih banyak
dibandingkan jenis tumbuhan herba yang lain di plot 2x2 m. Spesies ini juga memiliki nilai
penting terbesar, yaitu 73,67 %. Hal ini menunjukkan daya adaptasi yang relative lebih
tinggi dibandingkan dengan jenis tumbuhan herba lain di plot 2x2m, kemudian hal ini juga
menunjukkan bahwa Pilea sp memiliki peran yang cukup penting dalam komunitas di
daerah pengamatan dilihat dari jumlahnya yang paling dominant.
Pada plot 4x4 yang digunakan untuk mengetahui struktur komunitas dari kategori
pancang, didapat kerapatan terbesar pada spesies Albizzia falcataria yaitu sebesar 58 %.
Spesies yang menempati indeks nilai penting tertinggi yaitu Albizzia falcataria sebesar
58,96 %. Albizzia falcataria dapat tumbuh di mana saja dan tidak memerlukan perlakuan
khusus untuk merawatnya, sehingga memiliki dominansi paling banyak dari pada
tumbuhan pancang yang lain. Tumbuhan yang tergolong pancang adalah tumbuhan kayu
dengan diameter batang kurang dari 10 cm.
Dan pada plot 8x8 yang digunakan untuk mengetahui struktur komunitas dari
kategori tiang, didapat kerapatan dan nilai indeks penting tertinggi pada tumbuhan pulai
(Alstonia scolaris) yaitu masing-masing sebesar 16, 7% dan 17,021%. Hal ini mungkin
berkaitan dengan budidaya tanaman tersebut di area arboretum. Tumbuhan yang
tergolong tiang adalah tumbuhan kayu yang memiliki diameter batang sama dengan lebih
dari 10 cm.
ELEPHANTOPUS SCABER L.
Klasifikasi
Divisi Spermatophyta
Sub divisi Angiospermae
Kelas Dicotyledoneae
Bangsa Asterales
Suku Asteraceae
Marga Elephantopus
Jenis Elephentopus scaber L.
Nama daerah Tapak Liman
OXALIDACEAE
Klasifikasi
Divisi Spermatophyta
Sub divisi Angiospermae
Kelas Dicotyledoneae
Bangsa Geraniaies
Suku Oxalidaceae
ALBIZZIA FALCATARIA
Kingdom Plantae - Haeckel, 1866 - Plants
Subkingdom Viridaeplantae - Cavalier-Smith, 1981
Phylum Magnoliophyta - Sinnott, 1935 Ex Cavalier-Smith, 1998 - Flowering Plants
Subphylum Euphyllophytina
Infraphylum Radiatopses - Kenrick & Crane, 1997
Class Magnoliopsida - Brongniart, 1843 - Dicotyledons
Subclass Rosidae - Takhtajan, 1967
Superorder Fabanae - R. Dahlgren Ex Reveal, 1993
Order Fabales - Bromhead, 1838
Family Fabaceae - Lindley, 1836 - Bean Family
Genus Albizzia
Species Albizzia falcataria
LANTANA CAMARA
Spesies : Lantana camara Linn.
Nama Inggris : Sage, wild sage
Nama Indonesia : Kembang telek, tembelekan
Deskripsi :
Herba batang berbulu dan berduri serta berukuran lebih kurang
2 m. Daunnya kasar, beraroma dan berukuran panjang
beberapa sentimeter dengan bagian tepi daun yang bergerigi.
Bercabang banyak, ranting bentuk segi empat, ada varietas
berduri dan ada varietas yang tidak berduri. Daun tunggal,
duduk berhadapan bentuk bulat telur ujung meruncing pinggir
bergerigi tulang daun menyirip, permukaan atas berambut
banyak terasa kasar dengan perabaan permukaan bawah
berambut jarang. Bunga dalam rangkaian yang bersifat rasemos
mempunyai warna putih, merah muda, jingga kuning, dsb. Buah
seperti buah buni berwarna hitam mengkilap bila sudah matang.
Distribusi/Penyebaran :Tumbuhan yang berasal dari Amerika tropis ini bisa ditemukan
dari dataran rendah sampai ketinggian 1.700 m dpl.
Habitat :
Ditemukan pada tempat-tempat terbuka yang terkena sinar
matahari atau agak ternaung.Terdapat sampai 1.700 m dpl., di
tempat panas, banyak dipakai sebagai tanaman pagar.
SOLANUM TORVUM
Klasifikasi
Divisi Spermatophyta
Sub divisi Angiospermae
Kelas Dicotyledoneae
Bangsa Solanales
Suku Solanaceae
Marga Solanum
Jenis Solanum torvum
Nama daerah takokak
CEIBA PENTANDRA
Spesies : Ceiba pentandra Gaertn.
Nama Inggris : Kapok, (white) silk-cotton tree
Nama Indonesia : Kapuk
Deskripsi :
Merupakan pohon dengan tinggi mencapai 70 m. Akar
menyebar horizontal, di permukaan tanah. Batang dengan atau
tanpa cabang, kadang-kadang berduri. Daun majemuk,
berseling; memanjang - lanset, gundul. Bunga bisexual;
kelopak menggenta, di bagian luar gundul; mahkota bunga
memanjang-bulat telur terbalik, bersatu pada pangkal,
biasanya berwarna putih kotor dengan bau seperti susu, di
bagian dalam gundul dan di bagian luar berambut lebat seperti
sutra; benang sari bersatu pada pangkal dalam kolom staminal,
kepala sari bergelung atau seperti ginjal. Buah ketika masak
berubah menjadi coklat, dengan banyak biji. Biji bulat telur,
coklat tua, putih, kuning muda atau berwarna seperti sutra.
Distribusi/Penyebaran :
Asal dan penyebaran geografi Kapuk adalah Amerika Tropik.
Dari sana meyebar ke Afrika, sepanjang pantai barat dari
Senegal ke Angola. Tanaman ini dibawa dari Afrika ke Asia
untuk dibudidayakan. Kapuk terlukis di relief Jawa sejak 1000
Setelah Masehi. Kini, tanaman ini dibudidayakan di seluruh
daerah tropik, terutama di Asia Tenggara, termasuk Indonesia
dan Thailand.
Habitat :
Kapok tumbuh bagus pada ketinggian di bawah 500 m.
Temperatur malam hari di bawah 17°C. Untuk hasil bagus,
tumbuh baik pada 20°N dan 20°S. Kapok menyukai curah
hujan yang melimpah selama periode vegetatatif dan lebih
kering pada periode berbunga dan berbuah. Curah hujan
sebaiknya sekitar 1500 mm per tahun. Periode kering tidak
lebih dari 4 bulan dengan curah hujan kurang dari 100 mm per
bulan, dan dalam periode ini, total curah hujan 150—300 mm.
Di daerah yang lebih kering, persediaan air terdapat di dalam
tanah. Di delta Mekong (Vietnam), dimana curah hujan tidak
mencukupi, kapok tumbuh bagus di sepanjang sungai. Untuk
hasil yang bagus, tanaman ini sebaiknya ditanam di tanah yang
bagus, di Indonesia ditanam di tanah lempung vulkanik. Pohon
ini mudah rusak oleh angin yang kuat. di Indonesia, daerah
datar di sepanjang sisi jalan dan sungai dipilih untuk
penanaman tanaman ini, selama lokasi tersebut cukup sinar
matahari dan pengairan. Di Jawa dan Sulawesi kapok juga
ditanam di lereng pegunungan..
Perbanyakan : Kapuk diperbanyak dengan biji atau stek. Biji disebarkan dalam
garis semai 25—30 cm. Jika tanah tidak subur, harus disiapkan
10 hari sebelum biji ditebarkan. Ketika tanaman muda
mencapai tinggi 12—15 cm, mereka dapat diletakkan di bawah
cahaya matahari penuh. Tanaman yang tidak menerima
banyak sinar matahari tumbuh tinggi dan kurus. Tanaman
muda ditanam di ladang ketika berumur 8—10 bulan. Metode
lain adalah dengan menaburkan biji langsung ke ladang yang
telah dibersihkan. 3 biji ditaburkan setioap lubang dan sekitar 2
- 3 bulan berikutnya, seedling dijarangkan menjadi satu per
lubang. Kapuk mudah diperbanyak dengan stek, diameter 5—8
cm dan panjang 1.2—1.8 m, dari kayu yang berumur 2—3
tahun. Stek diambil dari cabang yang tegak. Pohon ditanam
dari biji lebih baik daripada yang dari stek, tetapi berkembang
lebih lambat dan tidak terjadi persilangan. Kemudian sekarang
di Indonesia direkomendasikan bahwa kecambah diokulasikan
pada pohon dari klon dengan hasil panen yang tinggi. Okulasi
dilakukan pada permulaan musim hujan dan kecambah yang
telah diokulasi ditanam di ladang ketika kuncup tumbuh
menjadi tunas sepanjang 1 m. Dalam penanaman komersial di
Jawa, kapok ditanam dengan jarak 8 - 12 m.; Di Asia
Tenggara, pohon kapuk ditanam di sekitar desa, di lahan
petani atau di penanaman komersial. Tanaman ini juga
ditanam di sepanjang jalan dan di sekeliling ladang. Di Jawa,
kapuk sangat jarang ditanam sebagai tanaman yang
diperjualbelikan. Tanaman ini digabungkan dengan bermacam-
macam tanaman, seperti ketela pohon (Manihot esculenta
Crantz), kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dan turmeric
(Curcuma longa L.). Di Kamboja digabungkan dengan tanaman
satu tahunan seperti jagung, kapas dan kedelai selama 2—3
tahun pertama setelah penanaman pohon. Beberapa
penanaman di Jawa Timur menyarankan untuk menanam
jagung dan kedelai di bawah pohon pada waktu musim hujan..
MIMOSA PUDICA
Klasifikasi
Divisio Spermatophyta
Subdivisio Angiospermae
Classis Dicotyledonae
Ordo Rosales
Familia Mimosaceae
Genus Mimosa
Spesies Mimosa pudica L.
Putri malu merupakan herba memanjat atau berbaring atau setengah perdu dengan
tinggi antara 0,3 – 1,5 m.Putri malu tumbuh liar di pinggir jalan, tempat – tempat terbuka
yang terkena sinar matahari. Tumbuhan asli Amerika tropis ini dapat ditemukan pada
ketinggian 1 – 1200 m dpl.
CLITORIA TERNATEA
Spesies : Clitoria ternatea
Nama Inggris : Butterfly pea, ordofan pea, blue pea, Asian pigeon-wings
Nama Indonesia : Bunga biru
Nama Lokal : Bunga biru (Malay), kembang telang (Jawa, Sunda), Bunga
telang (Makassar), Bunga temenraleng (Bugis), Saya ma
gulele (Ternate), Bisi (Halmahera Utara)
Deskripsi :
Tumbuhan ini tergolong ke dalam famili Leguminosae atau
kacang-kacangan. Hidupnya merambat dan membelit.daunnya
bersirip ganjil. Daun pelindungnya berjumlah 2-3 pasang
berbentuk telur atau jorong. Permukaan daun dan batangnya
berbulu. Untuk bunganya, warnanya biru, jarang berwarna
putih. Bentuknya seperti kupu-kupu. Jumlah bunganya
biasanya terdapat beberapa tangkai, sedangkan di ketiak daun
berjumlah satu bunga. Bila bunga dibuahi, maka dihasilkan
polong yang berbentuk garis lebar, dan tipis. Di dalamnya
terdapat banyak biji. Bentuk bijinya tak berlipat dan terdapat
pusar biji.
Distribusi/Penyebaran : Jawa, Sunda, Maluku, Ternate, Sulawesi Selatan.
Habitat :
Kembang teleng (Clitoria ternatea l) sering ditemukan hidup
menjalar di pagar-pagar rumah di pedesaan. Tempat yang
cocok untuk hidupnya adalah di dataran rendah hingga
ketinggian 700 meter.
4.2.2. Pembahasan Data Angkatan
Jenis rumput yang paling banyak ditemukan di plot 1 x 1 m dari semua kelompok
adalah spesies rumput gajah, begitu pula yang memiliki dominansi tertinggi adalah rumput
gajah yaitu sebanyak 25%, ini menujukan bahwa rumput gajah penutupannya hampir di
seluruh plot masing-masing kelompok di daerah tersebut. Pada plot 1x1 digunakan metode
Braun Blanket untuk menghitung susunan kadar kerapatan karena jumlah individu spesies
rumput-rumputan terlalu banyak sehingga sulit dihitung. Penggunaan metode ini juga
berfungsi untuk melihat presentase kerapatan/penutupan golongan rumput di daerah
pengamatan. Selain itu, dengan metode ini memudahkan praktikan melihat dan
menghitung kerapatan tumbuhan penutup lapidsan tanah tersebut (ground cover). Jenis
rumput yang dimaksud adalah tumbuhan yang memiliki ketinggian di bawah 50 cm .
Menurut Soerianegara, tumbuhan golongan penutup lapisan tanah ini temasuk dalam
stratifikasi tumbuhan tipe E dengan ukuran ketinggian antara 0-1 m. Jenis rumput yang
menempati indeks nilai penting tertinggi adalah dari golongan rumput gajah sebesar 25%.
Hal ini menunjukan bahwa gologan tersebut dapat hidup dengan baik di lokasi tersebut
dan dapat membentuk komunitas tersendiri secara berkelompok sehingga mampu
menguasai area tersebut. Selain itu, nilai penting trtinggi ini dapat menunjukkan daya
adaptasi yang relatif lebih tinggi terhadap faktor lingkungan sekitarnya dibanding dengan
kelompok ground cover lainnya. Pada setiap plot 1x1 kuadrat kelompok, hampir semua
kelompok menunjukan bahwa komposisi rumput-rumputan terdapat dalam daerah yang
dicuplik. Hal ini berarti bahwa vegetasi rumput cukup adaptif terhadap lingkungan.
Pada plot 2x2 didapat kerapatan terbesar yaitu seedling sebesar 28%. Tumbuhan
yang diamati pada plot ini masuk ke dalam stratifikasi tumbuhan tipe D, yaitu lapisan
tumbuhan perdu, herba, dan semak dengan ketinggian antara 1-4 m. Kerapatan tertinggi
seedling menunjukkan tumbuhan tersebut berada dalam jumkah yang lebih banyak
dibandingkan jenis tumbuhan herba yang lain di plot 2x2 m. Spesies ini juga memiliki nilai
penting terbesar, yaitu 56%. Hal ini menunjukkan daya adaptasi yang relative lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis tumbuhan herba lain di plot 2x2m, kemudian hal ini juga
menunjukkan bahwa seedling memiliki peran yang cukup penting dalam komunitas di
daerah pengamatan dilihat dari jumlahnya yang paling dominant.
Pada plot 4x4 didapat kerapatan terbesar pada spesies Albizzia falcataria yaitu
sebesar 22%. Spesies yang menempati indeks nilai penting tertinggi yaitu Albizzia
falcataria sebesar 46%. Albizzia falcataria dapat tumbuh di mana saja dan tidak
memerlukan perlakuan khusus untuk merawatnya, sehingga memiliki dominansi paling
banyak dari pada tumbuhan pancang yang lain. Tumbuhan yang tergolong pancang
adalah tumbuhan kayu dengan diameter batang kurang dari 10 cm.
Dan pada plot 8x8 didapat kerapatan dan nilai indeks penting tertinggi pada Musa
paradisiaca yaitu masing-masing sebesar 15% dan 34%. Hal ini mungkin berkaitan dengan
budidaya tanaman tersebut di area arboretum.
VI. KESIMPULAN
Setelah dilakukan pengamatan dan pembahasan pada data yang diperoleh, maka
dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada data kelompok plot 1x1, kerapatan terbesar dimiliki oleh spesies Cyperus
rotundus, dan famili Lamiaceae, yaitu sebesar 8,8%. Spesies yang menempati
indeks nilai penting tertinggi adalah Lamiaceae sebesar 36,49 %.
2. Pada data angkatan plot 1x1, kerapatan terbesar dimiliki oleh spesies rumput
gajah yaitu sebesar 25%. Spesies yang menempati indeks nilai penting tertinggi
adalah rumput gajah sebesar 36,49 %.
3. Pada data kelopmpok plot 2x2, kerapatan terbesar dimiliki oleh Pilea sp
sebesar 36,76%.
Pilea sp juga menempati urutan indeks nilai penting tertinggi yaitu sebesar
73,67%.
4. Pada data angkatan plot 2x2, kerapatan terbesar dimiliki oleh seedling sebesar
28%.
Seedling juga menempati urutan indeks nilai penting tertinggi yaitu sebesar
56%.
5. Pada data kelompok plot 4x4, kerapatan terbesar dimiliki oleh spesies Albazzia
falcataria yaitu 58%. Spesies yang menempati indeks nilai penting tertinggi
yaitu Albazzia falcataria sebesar 58,96%.
6. Pada data angkatan plot 4x4, kerapatan terbesar dimiliki oleh spesies Albazzia
falcataria yaitu 22%. Spesies yang menempati indeks nilai penting tertinggi
yaitu Albazzia falcataria sebesar 46%
7. Pada data kelompok plot 8x8, kerapatan terbesar dimiliki oleh spesies Alstonia
scolaris sebesar 16,7%. Demikian pula spesies yang memiliki nilai penting
tertiggi yaitu Alstonia scolaris sebesar 17,021%.
8. Pada data angkatan plot 8x8, kerapatan terbesar dimiliki oleh spesies Musa
paradisiaca sebesar 15%. Demikian pula spesies yang memiliki nilai penting
tertiggi yaitu Musa paradisiaca sebesar 34%.
5. Kekuasaan, kerapatan dan dominansi tiap-tiap spesies terhadap spesies lainnya
pada setiap plot dipengaruhi daya adaptasi spesies terhadap lingkugan dan
pembudidayaan spesies tersebut di arboretum.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. Vegetation Analysis Methods. http://www.hkflora.com/v2/
vegetation/veget_analysis_methods.php
Anonim2 .Vegetation Analysis www.tuhsd.k12.az.us/Corona_del_Sol_HS/ departments/
Science/veganalysis .html-2k
Djufri. .http://www .pk.ut.ac.id/jmst /jurnal_2004.2/djufri .htm-515k
Dumbois-Mueller D., and Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology .
New York: Wiley International Edition
Husodo, T. 2008. Penuntun Praktikum Ekologi Tumbuhan. Jatinangor: Jurusan biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran
Odum, EP. 1996. Dasar-Dasar Ekologi edisi ketiga. Jogjakarta: Gadjah Mada University
Press
Rifai, Mien A., 2002. Kamus Biologi / Penyusun Akhir Mien A. Rifai. –cet. 2-.
Jakarta:Balai Pustaka
Soerianegara, I. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor : IPB
LAMPIRAN
- Data Mentah
Plot 1x1 m
Nama Tumbuhan (Daerah A) Kadar Penutupan
Rumput teki (Cyperus rotundus) 20 %
Rumput gajah 10 %
Rumput raksasa 30 %
Mimmosa pudica 5 %
Semanggi 5 %
Kembang telang (Clitoria ternatea) 10 %
Oxalidaceae 20 %
Nama Tumbuhan (Daerah B) Kadar Penutupan
Rumput gajah 60 %
Rumput (A) 20 %
Rumput (B) 10 %
Rumput Teki (Cyperus rotundus) 10 %
Nama Tumbuhan (Daerah C) Kadar Penutupan
Rumput (C) 80 %
Rumput teki (Cyperus rotundus) 10 %
Mimmosa pudica 10 %
Graminae 20 %
Kembang telang (Clitoria ternatera) 10 %
Plot 2x2 m
Nama
Tumbuhan
Plot
1 2 3
Oxalidaceae 15 4
Rumput jarum 19 7
Tapak liman
(Elephantopus
scaber)
10 12
Ki Rinyuh
(Eupathorium
odoratum)
1 10
Areuy patuk
manuk
4
(Thunbergia
alata)
Pilea sp 25 25
Spesies A 2
Spesies B 1
Spesies C 1
Plot 4x4 m
Nama
Tumbuhan
Plot
1 2 3
Takokak
(Solanum
torvum)
6
Sengon (Aibizia
falcataria)
(seedling)
67 26
Saliara (Lantana
camara)
2
Pilea sp 25 25
Pisang (Musa
paradisiaca)
6
Verbenaceae 3
Plot 8x8 m
Nama
Tumbuhan
Plot
1 2 3
Pulai (Aistonia
colaris)
1 1
Baragalan 1
Jeruk purut
(Cytrus hystrix)
1
Kelapa (Cocos
nucifera)
1
Bisbul
(Diospiros
1
discolor)
Kapuk (Ceiba
petandra)
1
Sengon (Albizia
falcataria)
2
Caesalpinea
pulcherima
1
Pohon A 1
Pohon B (kaya
Cinometra)
1