MEMAHAMI HARTA BAWAAN DALAM SEBUAH · PDF fileDengan jumlah korban jiwa yang sangat besar...

Post on 06-Feb-2018

215 views 0 download

Transcript of MEMAHAMI HARTA BAWAAN DALAM SEBUAH · PDF fileDengan jumlah korban jiwa yang sangat besar...

MEMAHAMI HARTA BAWAAN DALAM SEBUAH KELUARGAEWARISAN merupakan salah satu meka-nisme peralihan hak kepemilikan atassuatu harta benda. Pasca musibah gempadan tsunami, persoalan kewarisan menjadi

salah satu masalah hukum yang membutuhkanpenanganan yang baik dan seakurat mungkin.Dengan jumlah korban jiwa yang sangat besar dalammusibah tersebut, menjadikan seseorang secaraseketika dapat menyandang status ahli waris ataumendapatkan hak kepemilikan atas suatu harta warisan.

Namun tidak jarang juga persoalan terjadi bahwaharta warisan ini dapat menjadi bumerang dan bahkanmenyebabkan tali persaudaraan terganggu.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171emenjelaskan bahwa makna ‘harta warisan’ adalahsebagai harta bawaan ditambah bagian dari hartabersama setelah digunakan untuk keperluan pewarisselama sakit sampai meninggal dan membayarseluruh hutang-hutangnya. Dari defenisi ini berarti,harta warisan terdiri dari 2 jenis harta, pertamaharta bawaan dan kedua harta bersama

Dalam sebuah keluarga, warisan bukan hanyaberupa harta peninggalan dalam arti harta yangselama ini dikumpulkan oleh suami dan isteri, tetapiadakalanya juga harta bawaan.

Lebih jelas lagi, dalam pasal 35 (2) Undang-Undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinandisebutkan : Harta bawaan adalah harta benda yangdiperoleh masing-masing suami dan isteri sebelummenikah, serta hadiah, hibah atau warisan yangditerima dari pihak ketiga selama perkawinan.

Sebelum berbicara lebih jauh tentang hartabawaan, dalam buku Hukum Adat Sketsa Asas,(karangan Iman Sudiyat, Guru Besar FakultasHukum Universitas Gadjah Mada) disebutkan, padaumumnya harta kekayaan keluarga itu dapatdibedakan dalam 4 bagian:a. Harta warisan (dibagikan semasa hidup atau

sesudah si pewaris meninggal) untuk salahseorang di antara suami-isteri, dari kerabatnyamasing-masing;

b. Harta yang diperoleh atas usaha dan untuksendiri oleh suami atau isteri masing-masingsebelum atau selama perkawinan;

c . Harta yang diperoleh suami isteri selamaperkawinan atas usaha dan sebagai milik bersama;

d. Harta yang dihadiahkan pada saat pernikahankepada suami isteri bersama.Meskipun pasangan yang menikah sudah

dibekali dengan Undang-Undang Perkawinan,namun tidak sedikit yang hanya sekedar menyimpanundang-undang tersebut tanpa membacanya, tetapihanya sebatas pelengkap buku nikah, sehinggabanyak pasangan suami istri tidak terlalu memahamiaturan yang ada di dalamnya. Akibat belum adanyapemahaman yang benar tentang harta bawaan ini,maka biasanya nasib harta bawaan sering menjadisengketa setelah harta warisan akan dibagikan.Terlebih lagi bagi seorang isteri, ketika suaminyalebih dahulu meninggal dunia daripada dirinya, paraistri banyak yang tidak memahami hak-hak yangseharusnya diperoleh sebagai warisan dari suaminya.

Pasca musibah gempa dan tsunami di Aceh,banyak perempuan yang berstatus janda karenasuami mereka meninggal atau hilang pada kejadianitu, yang tidak memperoleh hak-hak waris yangmemang menjadi hak mereka. Bahkan dari hartabawaan yang mereka miliki karena sebelumnyaharta itu sudah dipakai oleh suami untuk keperluan

ANDA DAN HUKUM DALAM KESEHARIAN - 64

Rubrik ini dipublikasikan atas kerjasama Harian Serambi INDONESIA dengan IDLO

Semua artikel dalam seri ini dapat ditemukan pada website IDLOdi http://www.idlo.int/bandaacehawareness.HTM

mereka selama berumah tangga.Rida Wahyuni, Staf lapangan Pusat Studi dan

Advokasi Hak Waris, Yayasan Bungong Jeumpa,mengatakan, secara garis besar pemahaman tentangkepemilikan harta antara suami dan isteri secaraumum dipahami oleh masyarakat, namun belumada penguatan tentang pemahaman tersebut.Sehingga akan menjadikan satu kesulitan jika konflikkeluarga terjadi, terkait pembagian harta warisan.ketika salah satu dari suami atau isteri meninggaldunia. Banyak warga yang belum bisa membedakanmana harta bawaan dan harta bersama. Hal initerindikasi dari adanya beberapa kasus yang masukke Mahmakah Syar’iyyah tentang bagaimana harusmembagi harta warisan yang merupakan hartabersama dan memilah denganharta bawaan.

Pasal 35 (1) Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentangPerkawinan, disebutkan bahwa harta benda yang diperolehselama perkawinan akan menjadi harta bersama.

Adapun harta bawaan, tetap menjadi harta milikmasing-masing suami dan isteri dan di bawahpenguasaan masing-masing selama perkawinan sesuaidengan Pasal 35 (2) Undang-Undang no 1 tahun 1974,tentang perkawinan,. Pasal 86 KHI menyebutkan,harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasaipenuh olehnya, demikian juga harta suami tetapmenjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya.

Akan tetapi kondisi ini dapat saja berubah jikapasangan suami isteri, sebelumnya telah membuatsebuah janji perkawinan yang menyebutkan posisiharta bawaan mereka. Akan tetapi, membuat janjiperkawinan ini masih sangat jarang dilakukanmasyarakat kita, meskipun hal ini telah diatur dalamperundang-undangan. Janji perkawinan dibuat untukmenghindari hal-hal yang tidak diinginkan, sepertiperseteruan ketika pembagian warisan dilakukan.Sebelum aqad nikah berlangsung, kedua calonpasangan suami-isteri biasanya akan menyepakatitentang hal-hal tertentu secara tertulis, yangkemudian disebut sebagai janji perkawinan.

Zulkifli Arief, akademisi Fakultas Hukum Uni-versitas Syiah Kuala, mengatakan, harta bawaanjuga sering disebut sebagai harta asal, yang dimilikiseseorang sebelum melangsungkan perkawinan.Harta bawaan ini akan menjadi bagian harta warisandan berhak diwarisi oleh pasangan jika pasangannyameninggal dunia. Namun harta bawaan tidak berhakdiwarisi jika suami-isteri berpisah dengan bercerai.

Seorang isteri akan bisa mendapat bagian hartabawaan suami sebesar ¼ bagian, jika sang suamimeninggal dunia dan tidak memiliki anak, dan akanmendapat 1/8 bagian jika mereka memiliki anak.Suami akan mendapat ½ bagian harta bawaan isterijika sang isteri meninggal dunia, tidak mempunyaianak dan akan mendapat ¼ bagian jika merekamemiliki anak. Namun hak dari pembagian hartabawaan akan gugur (suami atau isteri) manakalakedua pasangan ini berpisah dengan cara bercerai.

Terdapat banyak kasus dimana pihak isteri ataupihak perempuan sering menderita kerugian, karenatidak mendapatkan hak apapun dari peninggalansuaminya, terlebih lagi jika pasangan suami – isteriini tidak memiliki anak. Besarnya peran dari pihakkeluarga suami sering kali mengaburkan hak-hakisteri yang ditinggalkan. Meski dalam posisi hukum,kaum perempuan sudah disetarakan haknya, tetapidalam pelaksanaan sehari-hari masih banyak kasusyang bertolak belakang

dengan peraturan yang berlaku. Pemikiran akankeberadaan kaum perempuan sebagai kaum mar-ginal, masih sering ditemui di pedesaan dalamwilayah Aceh. Oleh karena itu penyuluhan hukumterkait dengan hukum faraidh ini juga harus terusdiupayakan oleh berbagai pihak.

Hareuta PeunulangIsti lah harta bawaan juga dikenal dalam

kebiasaan adat Aceh. Dalam buku Hukum Adat danHukum Islam di Indonesia:(refleksi terhadapbeberapa bentuk integrasi hukum dalam bidangkewarisan di Aceh), disebutkan bahwa harta bawaanatau hareuta tuha) di Aceh diakui menurut hukumadat dan didefinisikan sebagai harta benda yangdiperoleh laki-laki atau perempuan sebelum menikah,dalam bentuk warisan, hibah atau harta benda yangdibeli atau dibuat.

Pengamat Adat sekaligus pakar sejarah Aceh,Nurdin Abdurrahman, mengatakan disebagian besardaerah Aceh seperti Aceh Pidie dan Aceh Besar,memberikan bekal harta kepada anak saat merekamelangsungkan perkawinan sudah menjadi kewajibanbagi orangtuanya. Harta bawaan ini juga dikenaldengan istilah hareuta peunulang.

Hareuta Peunulang adalah penghibahan benda tidakbergerak (rumah atau tanah) dari orangtua kepadaanak perempuannya yang telah menikah. Penghibahantersebut umumnya disaksikan oleh geuchik. Kebiasaanini berkembang untuk mengimbangi kenyataan bahwapembagian warisan memberikan porsi lebih besarkepada ahli waris laki-laki.

Biasanya orangtua memberikan benda-benda yangtidak bergerak tersebut untuk menunjang kehidupan baruyang akan dijalankan oleh anak mereka yang barumelangsungkan pernikahan. Ada orang tua yangmemberikan barang-barang tepat pada saat pernikahanberlangsung, tetapi ada pula yang memberikan ketikacucu pertama mereka lahir. Pemberian ini juga bertujuanuntuk menyatakan bahwa seorang anak sudah resmimemiliki penghidupan baru dan keluarga yang baru.Kegiatan pemisahan ini juga sering disebut dengan istilahpeumeukleh. Kegiatan ini biasanya juga dilangsungkandi hadapan geuchik. Pada saat penyerahan, biasanyageuchik akan menanyakan berapa banyak harta seorangayah yang akan diserahkan kepada anak perempuannya.Hal ini dilakukan untuk menghindari kerugian pihak ahliwaris anak laki-laki dimasa yang akan datang. Olehsebab itu, seorang ayah biasanya bersikap bijaksanamempertimbangkan seluruh kekayaan dan jumlahanaknya sehingga tidak akan menimbulkan ketidak adilandalam pembagian harta kepada ahli warisnya kelak.

Dari penjelasan di atas harus dicatat bahwa,meskipun hareuta peunulang dapat diperhitungkansebagai harta warisan, namun hareuta peunulangtidak merupakan bagian dari warisan orangtua, danjuga tidak dapat menafikan hak waris anakperempuan. Hal ini berarti bahwa hareuta peunulangmerupakan harta bawaan dan oleh karena itu tetapberada di bawah penguasaan mutlak dan eksklusifdari anak perempuan tersebut. Hareuta peunulangtidak boleh dibagi dengan ahli waris lainnya. Jugap e n t i n g u n t u k d i c a t a t b a h w a s a n g a t k e c i lkemungkinannya bahwa ahli waris yang lain akanmempersoalkan penyerahan hareuta peunulangkarena tindakan tersebut akan dianggap tidakmenghormati keputusan almarhum orang tuanya.

K