Post on 29-Jul-2015
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Proses hemostatis normal pada tubuh manusia melibatkan empat komponen, yaitu
pembuluh darah, trombosit, faktor pembekuan dan faktor pengurai pembekuan (fibrinolisis).
Perdarahan dapat terjadi sebagai hasil dari 1) abnormalitas pembuluh darah, misalnya
penyakit Henoch Schonlein purpura, 2) abnormalitas trombosit seperti disseminated
intravascular coagulopathy, 3) kelainan faktor pembekuan darah, dan 4) percepatan
fibrinolisis.
Neonatus adalah bayi berusia kurang dari satu bulan. Perdarahan pada neonatus
termanifestasikan sebagai petekie, ekimosis, perdarahan di saluran cerna (hematemesis,
melena), perdarahan intrakranial, atau perdarahan di tali pusat.
Penyakit perdarahan pada neonatus dapat diklasifikasikan sebagai penyakit kongenital
atau penyakit didapat 1. Penyakit yang didapat misalnya defisiensi kongenital prothrombin,
faktor V, faktor VII, faktor X, faktor XI, faktor XIII dan fibrinogen atau von Willebrand.
Defisiensi faktor X, XIII, dan fibrinogen sangat jarang terjadi pada neonatus. Defisiensi
faktor VIII (hemofilia A) dan faktor IX (hemofilia B) dapat menyebabkan perdarahan pada
neonatus cukup bulan apabila telah mencapai derajat keparahan yang tinggi.
Perdarahan akibat penyakit yang didapat biasanya lebih kompleks. Terdapat banyak
penyakit yang dapat menyebabkan perdarahan pada neonatus. Namun, terdapat 3 penyebab
perdarahan yang paling sering yaitu defisiensi vitamin K, perdarahan akibat penyakit hati,
dan disseminated intravascular coagulopathy.
2. 2 Mekanisme Hemostasis Normal
Mekanisme hemostasis dan pembekuan darah melibatkan suatu rangkaian proses yang
cepat. Proses-proses ini mencakup peran dari 4 komponen yakni 1) pembuluh darah, 2)
plateler, dan 3) faktor pembekuan.8 Proses tersebut secara garis besar dibagi menjadi empat
tahap yakni 1) vasokonstriksi, 2) pembentukan plug trombosit, 3) pembentukan bekuan
darah, dan 4) penguraian bekuan darah. Masing-masing tahap dijelaskan sebagai berikut:
1. Vasokonstriksi
Jika pembuluh darah terpotong, trombosit pada sisi yang rusak melepas serotonin dan
tromboksan A2 (prostaglandin), yang menyebabkan otot polos dinding pembuluh darah
berkonstriksi. Hal ini pada awalnya akan mengurangi darah yang hilang.
2. Plug trombosit
Trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel pada serabut kolagen
dinding pembuluh darah yang rusak, membentuk plug trombosit. Trombosit melepas ADP
untuk mengaktivasi trombosit lain, sehingga mengakibatkan agregasi trombosit untuk
memperkuat plug. Jika kerusakan pembuluh darah sedikit, maka plug trombosit mampu
menghentikan perdarahan. Jika kerusakannya besar, maka plug trombosit dapat mengurangi
perdarahan, sampai proses pembekuan terbentuk.
3. Pembentukan bekuan darah
Mekanisme ekstrinsik pembekuan darah dimulai dari faktor eksternal pembuluh darah
itu sendiri. Tromboplastin (membran lipoprotein) yang dilepas oleh sel-sel jaringan yang
rusak mengaktivasi protrombin (protein plasma) dengan bantuan ion kalsium membentuk
trombin. Trombin mengubah fibrinogen yang dapat larut, menjadi fibrin yang tidak dapat
larut. Benangbengang fibrin membentuk bekuan, atau jaring-jaring fibrin, yang menangkap
sel darah merah dan trombosit serta menutup aliran darah yang melalui pembuluh yang rusak.
Mekanisme intrinsik untuk pembekuan darah berlangsung dalam cara yang lebih
sederhana daripada cara yang dijelaskan di atas. Mekanisme ini melibatkan 13 faktor
pembekuan yang hanya ditemukan dalam plasma darah. Setiap faktor protein (ditunjukkan
dengan angka romawi) berada dalam kondisi tidak aktif; jika salah satu diaktivasi, maka
aktivitas enzimatiknya akan mengkativasi faktor selanjutnya dalam rangkaian, dengan
demikan akan terjadi suatu rangkaian reaksi (cascade of reaction) untuk membentuk bekuan.
Tabel. Faktor-faktor pembekuan darah
Faktor No. Nama Asal dan Fungsi
I Fibrinogen Protein plasma yang disintesis dalam hati; diubah menjadi
fibrin.
II Protrombin Protein plasma yang disintesis dalam hati; diubah menjadi
trombin.
III Tromboplastin Lipoprotein yang dilepas jaringan rusak; mengaktivasi faktor
VII untuk pembentukan trombin.
IV Ion kalsium Ion anorganik dalam plasma, didapat dari makanan dan tulang;
diperlukan dalam seluruh tahap pembekuan darah.
V Proakselerin
(faktor labil)
Protein plasma yang disintesis dalam hati; diperlukan untuk
mekanisme ekstrinsik dan intrinsik.
VI (Nomor tidak Fungsinya dipercaya sama dengan fungsi faktor V
dipakai lagi)
VII Prokonvertin
(sel akselerator
konversi serum
protrombin)
Protein plasma(globulin) yang disintesis dalam hati;
diperlukan dalam mekanisme intrinsik.
VIII Faktor
antihemolitik
Protein plasma (enzim) yang disintesis dalam hati
(memerlukan vitamin K); berfungsi dalam mekanisme
ekstrinsik.
IX Plasma
tromboplastin
(faktor
Christmas)
Protein plasma yang disintesis dalam hati (memerlukan
vitamin K); berfungsi dalam mekanisme intrinsik.
X Faktor Stuart-
Power
Protein plasma yang disintesis dalam hati (memerlukan
vitamin K); berfungsi dalam mekanisme ekstrinsik dan
intrinsik.
XI Antesenden
tromboplastin
plasma
Protein plasma yang disintesis dalam hati; berfungsi dalam
mekanisme intrinsik.
XII Faktor
Hageman
Protein plasma yang disintesis dalam hati; berfungsi dalam
mekanisme intrinsik
XIII Faktor
penstabil
fibrin
Protein yang ditemukan dalam plasma dan trombosit;
hubungan silang filamen-filamen fibrin.
Faktor-faktor trombosit:
Akselerator trombosit: trombosit; sama dengan faktor plasma V.
Akselerator trombin: trombosit; memacu produksi trombin dan fibrin.
Faktor tromboplastin trombosit: trombosit; fosfolipid yang diperlukan untuk
mekanisme intrinsik.
Trombosit faktor ke-4: mengikat heparin (antikoagulan) sehingga pembekuan dapat
terjadi.
Gambar 2.1
Pengaktifan pembentukan bekuan berlangsung melalui dua jalur terpisah, yang
disebut jalur intinsik dan ekstrinsik. Jalur intrinsik menjadi aktif apabila protein plasma
berikatan dengan subendotel yang terpajan akibat kerusakan pembuluh darah. Trombosit dan
protein yang disebut faktor von Willebrand (vWf) berikatan dengan subendotel yang terpajan
tersebut, dan trombosit kemudian mengikat fibrinogen. Jalur ekstrinsik diaktifkan oleh faktor
jaringan (TF atau faktor III) yang merupakan suatu protein yang terikat-membran yang
terpajan pada permukaan sel stelah trauma. Trauma juga mengaktifkan perubahan faktor VII
menjadi VIIa, dan faktor jaringan serta faktor VIIa membentuk suatu kompleks yang
memutuskan faktor X menjadi faktor Xa. Jalur intrinsik dan ekstrinsik bertemu pada
pengaktifan proteolitik faktor X menjadi Xa. Faktor XII, XI, IX, VII, X, dan trombin adalah
protease serin. Akibatnya trombin memutuskan fibrinogen menjadi fibrin, dan terbentuk
bekuan “lunak” awal. Faktor XIIIa adalah suatu transglutamanidase. Faktor VIII dan V
adalah kofaktor yang masing-masing membentuk kompleks dengan permukaan endotel dan
faktor Ixa dan Xa. Reaksi yang diberi tanda “PL, Ca” berlangsung melalui kofaktor yang
terikat ke fosfolipid (PL) di permukaan sel dalam suatu kompleks koordinasi-Ca2+.
Pembekuan darah terdiri dari suatu urutan atau jenjang reaksi zimogen diubah
menjadi protease dan kofaktor aktif melalui pemutusan satu atau lebih ikatan peptida mereka.
Jenjang pembekuan darah. Pengaktifan pembekuan darah terjadi melalui jenjang proenzim
yang secara berurutan mengaktifkan satu sama lain melalui pemutusan proteolitik. Misalnya,
faktor IXa, yang merupakan suatu protease serin, mengaktifkan faktor IX, yang juga
merupakan suatu protease serin, dengan memutuskan faktor IX menjadi faktor IXa.
Pengaktifan yang cepat den percepatan yang sangat besar dari kecepatan pembentukan
bekuan terjadi karena, di setiap tahapan jenjang, 1 molekul enzim membentuk banyak
molekul enzim aktif yang mengkatalisis tahapan jenjang selanjutnya. Jenjang ini berakhir
pada pemutusan protrombin menjadi trombin, yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan
faktor XIII menjadi faktor XIIIa. Fibrin berkumpul untuk membentuk “bekuan lunak”, yang
kemudian mengalami ikatan silang oleh faktor XIIIa. Faktor XIIIa adalah transglutaminidase
yang menghasilkan ikatan peptida antara bagian glutamil dari glutamin pada satu monomer
fibrin dan residu lisin pada monomer lainnya. Jalinan serat fibrin ini menangkap gumpalan
trombosit dan sel lain, membentuk trombus atau bekuan darah yang menyumbat kebocoran
jaringan vaskular.
Dalam beberapa langkah kunci dalam jenjang pembekuan darah, protease terikat ke
kompleks yang melekat ke permukaan trombosit yang telah berkumpul di tempat cedera.
Faktor VII, IX, X, dan protrombin memiliki sebuah ranah dimana 1 atau lebih residu
glutamat mengalami karboksilasi menjadi ɤ-karboksilaglutamat. Ca2+ membentuk kompleks
koordinasi dengan fosfolipid membran trombosit yang bermuatan negatif dan ɤ-karboksilat
faktor pembekuan darah. Kofaktor protein misalnya faktor jaringan, faktor VIII dan faktor V
terbenam sebagian di membran dan berfungsi sebagai “jaring” untuk menyusun kompleks
enzim-kofaktor di permukaan trombosit. Misalnya, faktor VIIIa di membran membentuk
kompleks dengan faktor IXa, yang melekat ke membran melalui khelasi Ca2+.
4. Penguraian bekuan darah
Segera setelah terbentuk, bekuan akan beretraksi (menyusut) akibat kerja protein
kontraktil dalam trombosit. Jaring-jaring fibrin dikontraksi untuk menarik permukaan yang
terpotong agar saling mendekat dan untuk menyediakan kerangka kerja untuk perbaikan
jaringan. Bersamaan dengan retraksi bekuan, suatu cairan yang disebut serum keluar dari
bekuan. Serumadalah plasma darah tanpa fibrinogen dan tanpa faktor lain yang terlibat dalam
mekanisme pembekuan. Secara detail, penguraian bekuan darah dijelaskan dalam paragraf
selanjutnya.
Apabila bagian jaringan vaskular yang rusak telah diperbaiki, bekuan darah tidak lagi
dibutuhkan dan dilisiskan oleh plasmin, suatu protease serin yang mampu memutuskan fibrin
dalam bekuan darah. Plasmin dibentuk dari prekusor inaktifnya, plasminogen, oleh aktivator
plasminogen jaringan (TPA). Aktivator plasminogen jaringan mengikat plasminogen dan
fibrin, sehingga plasmin dibebaskan secara langsung pada bekuan.
Faktor VIII, diperlihatkan berwarna abu-abu, adalah suatu kofaktor protein, atau
protein modulator, dan bukan suatu enzim. Di dalam darah faktor VIII bersirkulasi dalam
bentuk berikatan dengan faktor von wllebrand (vWf). Sewaktu trombin memutuskan dan
mengaktifkan faktor VIII, faktor von Willebrand terlepas dan berikatan dengan permukaan
endotel yang robek tempat faktor ini mengaktifkan agregasi trombosit. Faktor VIIIa
membentuk suatu kompleks dengan faktor IXa dan Ca2+ -fosfolipid (PL, Ca), yang
menempati tempat pembentukan bekuan ke pembuluh yang cedera. Hemofilia A, atau
hemofilia klasik, adalah defisiensi faktor VIII.
Gambar 2.2
Gambar 2.3
2.3 Perkembangan Hemostasis selama Masa Neonatus
2.3.1 Hemostatis pada Neonatus
Sistem hemostatis berkembang sejak lahir hingga dewasa sehingga
memberikan perbedaan antara hemostatis normal saat masih neonatus dengan hemostatis
normal saat dewasa. Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir
kadar protein koagulasi lebih rendah. Kadar protein koagulasi yang rendah ini secara
bertahap akan meningkat dan mencapai kadar yang sama dengan dewasa pada saat usia 6
bulan.
Kekhasan hemostasis pada neonatus adalah:
1. Beberapa protein yang dibutuhkan untuk pembentukan fibrin dan fibrinolisis
jumlahnya lebih sedikit daripada anak-anak dan dewasa
2. Pada fase plasma dari pembekuan dan fibrinolisis neonatus kadar beberapa faktor
termasuk faktor pembekuan yang bergantung vitamin K (II, VII, IX, X), faktor XII,
XI dan fibrinogen juga kininogen berat molekul tinggi, protein C, protein S dan
antitrombin III (AT III) rendah.
3. Plasma neonatus resisten terhadap aktivator plasminogen eksogen (streptokinase)
4. Dalam 24 jam pertama neonatus mengalami reduksi mekanisme fibrinolisis karena
kurangnya kadar proenzim plasminogen dan meningkatnya jumlah inhibitor.
2.3.2 Peran vitamin K pada Pembekuan Darah
Vitamin K merupakan golongan vitamin yang larut lemak yang terdapat pada banyak
sayur dan buah. Vitamin K dapat disintesis oleh flora normal di dalam usus. Vitamin K
dibutuhkan utuk pembekuan darah normal. Vitamin ini berfungsi sebagai kofaktor oksidasi-
reduksi untuk enzim yang membentuk residu ɤ-karboksiglutamat pada sejumlah protein
pembekuan darah.
Molekul-molekul faktor II, VII, IX dan X disintesa pertama kali di dalam sel hati serta
belum memerlukan vitamin K dan disimpan dalam bentuk prekursor tidak aktif. Vitamin K
diperlukan untuk mengaktivasi faktor II, VII, IX dan X. Proses konversi ini terjadi pada tahap
postribosomal dimana radikal karboksil dengan vitamin K sebagai katalis akan menempel
pada residu asam glutamat dari prekursor molekul untuk membentuk asam karboksiglutamat-
g yang mampu mengikat Ca2+.
. Obat terapeutik dalam golongan dikumanol, misalnya warfarin, merupakan analog
vitamin K yang menghambat pembekuan darah dengan menghambat protein koagulasi ɤ-
karboksilasi.
2.4 Perdarahan pada Neonatus
2.4.3 Perdarahan akibat Kekurangan Vitamin K
2.4.3.1 Epidemiologi
2.4.3.2 Etiologi
Keadaan yang berhubungan dengan defisiensi faktor pembekuan yang bergantung
pada vitamin K adalah:
1. Prematuritas
2. Asupan makanan yang tidak adekuat
3. Terlambatnya kolonisasi kuman
4. Komplikasi obstetrik dan perinatal
5. Kekuarangan vitamin K pada ibu
Suatu keadaan khusus yang disebut dengan hemorrhagic disease of newborn (HDN)
adalah suatu keadaan akibat kekurangan vitamin K pada masa neonatus. Terdapat penurunan
kadar faktor II, VII, IX dan X yang merupakan faktor prokoagulan yang dependen vitamin K
dalam derajat sedang pada semua neonatus yang berumur 48-72 jam dan faktor-faktor
tersebut akan kembali normal pada usia 7-10 hari.
Pada keadaan obstruksi biliaris baik intrahepatik atau ekstrahepatik, terjadi
kekurangan vitamin K karena tidak adanya garam empedu yang diperlukan untik absorbsi
vitamin K terutama K1 dan K2. Sindrom malabsorbsi dan dangguan saluran cerna kronis
dapat menyebabkan kekurangan vitamin K akibat berkurangnya absorbsi vitamin K. Obat
yang bersifat antagonis terhadap vitamin K seperti coumarin dapat menghambat kerja vitamin
K secra kompetitif yaitu dengan cara menghambat siklus vitamin K antara bentuk teroksidasi
dan tereduksi sehingga terjadi akumulasi vitamin K2,3 epokside dan pelepasan g-karboksilasi
yang hasil akhirnya akan menghambat pembentukan faktor pembekuan.
Pemberian antibiotik yang lama menyebabkan penurunan produksi vitamin K dengan
cara menghambat sintesis vitamin K2 oleh bakteri. Kekurangan vitamin K dapat juga
disebabkan penggunaan obat kolestiramin yang efek kerjanya mengikat garam empedu
sehingga akan mengurangi absorbsi vitamin K.
2.4.3.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi perdarahan pada neonatus dapat berupa perdarahan di scalp, hematoma
sefal yang besar, perdarahan intrakranial, perdarahan dari tali pusat, oozing pada bekas
suntikan, dan perdarahan gastrointestinal. Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi
tersering (63%). Sebanyak 80-100% dari perdarahan intrakranial merupakan perdarahan
subdural dan subarachnoid. Pada perdarahan intrakranial dapat ditemukan tekanan
intrakranial yang meningkat tetapi ada pula kasus yang tidak menunjukkan peningkatan
tekanan intrakranial. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan bayi menjadi mudah
menangis, ubun-ubun besar menonjol, pucat, dan kejang. Kejang dapat bersifat fokal atau
umum. Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah edema papil, penurunan kesadaran, pupil
anisokor, serta kelainan neurologis fokal.
Pada HDN terdapat tiga macam bentuk klinis, yakni bentuk dini, klasik, dan lambat.
1. Bentuk Dini
Perdarahan pada HDN bentuk dini terjadi sebelum bayi berusia 24 jam. Kelainan ini
jarang sekali dan biasanya terjadi pada ibu yang mengonsumsi obat-obatan yang dapat
mengganggu metabolisme vitamin K, misalnya fenitoin atau tuberkulostatika seperti
rifampisin dan isoniazid. Perdarahan dini bervariasi mulai dari bentuk perdarahan sedang
pada kulit dan umbilikus sampai bentuk fatal seperti perdarahan intratorakal, intraabdomen,
atau intrakranial.
2. Bentuk Klasik
HDN bentuk klasik biasanya memunculkan perdarahan setelah bayi berusia lebih dari
24 jam, biasanya di antara hari kedua dan ketujuh. Biasanya terjadi pada bayi yang
kondisinya tidak optimal saat lahir atau yang terlambat melakukan suplementasi makanan.
Perdarahan dapat bersifat lokal, seperti hematoma sefal, perdarahan saluran cerna, atau
berbentuk ekimosis menyeluruh. Perdarahan yang paling sering merupakan perdarahan dari
saluran cerna berupa melena atau hematemesis, kemudian dari hidung, kulit kepala, atau tali
pusat.
3. Bentuk Lambat
Bentuk lambat HDN terjadi setelah masa neonatus, sekitar usia 1-6 bulan. Bentuk
lambat ini seringkali bermanifestasi sebagai perdarahan susunan saraf pusat (30-50%) dan
ekimosis yang dalam dan luas. Sedangkan perdarahan dari saluran cerna lebih jarang. Bentuk
perdarahan ini merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit seperti fibrosis kistik,
atresia biliaris, defisiensi “-1-antitripsisn, hepatitis, penyakit seliak, dan diare kronis.
2.4.3.4 Diagnosis
Sebagaimana diagnosis pada umumnya, pendekatan diagnosis HDN juga melalui
tahapan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Anamnesis difokuskan terhadap
awitan perdarahan, lokasi perdarahan, pemberian ASI atau susu formula, riwayat ibu minum
obat-obatan antikoagulan atau antikonvulsan dan anamnesis untuk menyimpulkan
kemungkinan lain. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan atas keadaan umum dan lokasi
fisik perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti saluran cerna berupa hematemesis atau
melena, dari hidung, kulit kepala, atau tali pusat.
Penting untuk diketahui adalah jika ditemukan neonatus dengan keadaan umum baik
tetapi ada perdarahan segar dari mulut atau feses berdarah, maka harus dibedakan apakah itu
darah ibu yang tertelan saat persalinan ataukah memang perdarahan saluran cerna. Cara
membedakannua dengan melakukan uji Apt, warna merah muda menunjukkan darah bayi,
sedangkan warna kuning kecoklatan menunjukkan darah ibu.
Diagnosis laboratoris dari HDN menunjukkan adanya waktu pembekuan yang
memanjang, penurunan aktivitas faktor II, VII, IX, dan X tanpa trombositopenia tau kelainan
faktor pembekuan lain. Prothrombin Time (PT) dan partial thromboplastin time (PTT)
memanjang bervariasi, sedangkan TT normal. Masa perdarahan dan jumlah leukosit normal.
Kebanyakan kasus disertai anemia normokrom normositer.
Perdarahan intrakranial dapat dilihat jelas dengan pemeriksaan USG kepala, CT scan,
atau MRI. Pemeriksaan ini selain untuk diagnostik, juga digunakan untuk menentukan
prognosis.
Respon yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis.
2.4.3.5 Penatalaksanaan
Pengelolaan HDN dibagi atas penatalaksanaan antenatal untuk mencegah terjadinya
penyakit ini dan penatalaksanaan setelah bayi baru lahir untuk mencegah dan mengobati bila
terjadi perdarahan.
1. Pemberian vitamin K profilaksis
Dalam mencegah terjadinya HDN bentuk klasik, pemberian vitamin K peroral sama
efektifnya dengan vitamin K intramuskular. Namun, untuk mencegah HDN bentuk lambat
pemberian vitamin K oral tidak seefektif IM.
AAP tahun 2003 merekomendasikan bahwa vitamin K harus diberikan kepada semua
bayi baru lahir o,5-1 mg IM, dosis tunggal. Cara pemberian oral merupakan alternatif pada
kasus-kasus bila orangtua pasien menolak cara pemberian IM atau jika bayi dilahirkan oleh
dukun. Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai, mengingat:
1. Absorbsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada bayi dngan diare
2. Dibutuhkan kepatuhan orangtua untuk memberikan vitamin K1 oral untuk beberapa
kali pemberian
3. Kemungkinan terdapat asupan vitamin K 1 oral yang tidak adekuat karena
absorbsinya atau adanya regurgitasi
Ada 3 bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:
a. Vitamin K1 (phytomenadione), terdapat dalam sayuran hijau
b. Vitamin K2 (menaquinone), disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteroides
fragilis dan beberapa strain E.coli.
c. Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang
diberikan kepada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik
Rekomendasi dari departemen kesehatan RI (2003) adalah sebagai berikut:
1. Semua bayi baru lahir harus mendapat profilaksis vitamin K1
2. Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1
3. Cara pemberian vitamin K adalah secara IM atau oral
4. Dosis yang diberikan untuk semua bayi baru lahir adalah:
-IM, 1 mg dosis tunggal
-oral, 3 kali @ 2mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari, dan pada
saat bayi berumur 1-2 tahun
5. Untuk bayi yang baru lahir yang ditolong oleh dukun bayi maka wajib diberikan
profilaksis vitamin K1 secara oral
6. Kebijakan ini dikoordinasikan bersama Direktorat Pelayanan Farmasi dan Peralatan
dalam penyediaan vitamin K1 dosis injeksi 2mg/ml/ampul, vitamin K1 dosis 2
mg/tablet yang dikemas dalam bentuk strip 3 tablet atau kelipatannya.
7. Profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir dijadikan program nasional.
Ibu hamil yang menndapat pengobatan antikonvulsan harus mendapat vitamin K
profilaksis 5 mg sehari selama trimester ketiga atau 24 jam sebelum melahirkan diberikan
vitamin K 10 mg IM. Kemudian kepada bayinya diberikan vitamin K 1 mg IM dan
diulang 24 jam kemudian.
2. Pengobatan Defisiensi Vitamin K
Bayi-bayi yang dicurigai mengalami HDN berdasarkan hasil konfirmasi
laboratorium, harus segera mendapat pengobatan vitamin K. Vitamin K pada pasien yang
mengalami defisiensi tidak boleh diberikan secara IM karena akan menyebabkan
hematoma yang besar. Sebaiknya diberikan suntikan secara subkutan karena absorbsinya
cepat, dan efeknya hanya sedikit lebih lambat daripada pemberian sistemik. Pemberian
intravena dapat juga diberikan tetapi harus sangat hati-hati. Komplikasi pemberian
vitamin K antara lain reaksi anafilaktik (dengan pemberian IV), anemia hemolitik,
hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada lokasi suntikann.
Selain pemberian vitamin K, bayi yang mengalami HDN dengan perdarahan yang
luas juga harus mendapat plasma. Plasma yang diberikan adalah fresh frozen plasma
dengan dosis 10-15 ml/kg. Respon yang cepat terjadi dalam waktuu 4-6 jam, ditandai
dengan terhentinya perdarahan dan membaiknya mekanisme pembekuan. Pada bayi
cukup bulan, jika faktor kompleks protrombin tidak membaik dalam waktu 24 jam maka
harus dipikirkan diagnosis lain.
2.3.4.6 Prognosis
HDN ringan prognosisnya baik, biasanya sembuh sendiri atau membaik setelah
mendapat vitamin K1 dalam waktu lebih kurang 24 jam. HDN dengan manifestasi
perdarahan intrakranial, intratorakal, dan intraabdominal dapat mengancam jiwa, 27%
kasus HDN dengan manifestasi perdarahan intrakranial meninggal.